analisis implementasi prinsip akuntabilitas, …digilib.unila.ac.id/58778/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP AKUNTABILITAS,
TRANSPARANSI, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN DANA DESA (STUDI DI KECAMATAN KOTAAGUNG
TIMUR, KABUPATEN TANGGAMUS)
Skripsi
Oleh
Apriansyah
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ii
ABSTRAK
ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP AKUNTABILITAS,
TRANSPARANSI, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN DANA DESA (STUDI DI KECAMATAN KOTAAGUNG
TIMUR, KABUPATEN TANGGAMUS)
OLEH
APRIANSYAH
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi prinsip
akuntabilitas, transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan Dana Desa di
Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan metode campuran atau kombinasi (mixed
methods). Sedangkan sumber data adalah data primer yang diperoleh dari hasil
penyebaran kuesioner yang dibagikan kepada responden, dan informasi yang
diperoleh dari wawancara terhadap tim pengelola keuangan desa dan unsur terkait
lainnya yang sudah mengisi instrument survei dalam pengumpulan data. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kotaagung
Timur, Kabupaten Tanggamus cukup baik untuk menerapkan prinsip dan aturan
mengenai akuntabilitas, namun dalam hal pelaporan seringkali terlambat,
dikarenakan penyesuaian terhadap Perbup tentang Pengelolaan Dana Desa yang
berubah-ubah. Prinsip transparansi, dan partisipasi dalam pengelolaan Dana Desa
masih belum maksimal dilaksanakan baik dari sisi pemerintah desa maupun dari
sisi masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan dari tertutupnya akses publik dalam
memperoleh RPJM Des, RAPBDes, dokumen penatausahaan, dan warga tidak
dilibatkan dalam penyusunan RAB dan RAPBDes.
ANALISIS IMPLEMENTASI PRINSIP AKUNTABILITAS,
TRANSPARANSI, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN DANA DESA (STUDI DI KECAMATAN KOTAAGUNG
TIMUR, KABUPATEN TANGGAMUS)
Oleh
Apriansyah
1211031008
Skripsi
Sebagai salah satu syarat mencapai gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasar Madang, Kotaagung, Tanggamus pada tanggal 17
April 1994, merupakan anak kedua dari empat bersaudara buah hati dari Bapak
Hermansyah dan Ibu Sa’imah.
Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis sebagai berikut:
1. TK Dharmawanita Kotaagung Lulus Tahun 2000.
2. SD Negeri 4 Kuripan, Kotaagung, Tanggamus Lulus Tahun 2006.
3. SMP Negeri 1 Kotaagung, Tanggamus, Lulus 2009.
4. SMA Negeri 1 Kotaagung, Tanggamus, Lulus tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Program Studi S1 Akuntansi di Universitas Lampung, selama menjadi
Mahasiswa penulis Aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan sebagai Anggota
Biasa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ekonomi Unila tahun 2013,
Kepala Divisi Litbang UKPM-F Pilar Periode 2013-2014, Pemimpin Umum
UKPM-F Pilar Periode 2014-2015, Serta penulis juga menjadi Wasekum. PTKP
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ekonomi Unila 2015
Penulis melakukan penelitian skripsi di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus Tahun 2019.
vii
MOTTO
“SETINGGI-TINGGI ILMU, SEMURNI-MURNI TAUHID, SEPINTAR-
PINTAR SIASAT”
(RADEN HADJI OEMAR SAID TJOKROAMINOTO)
“BARANG SIAPA INGIN MUTIARA HARUS BERANI TERJUN DI LAUTAN
YANG DALAM”
(IR. SOEKARNO)
BUKAN ANAK PEJABAT ATAU NINGRAT, HANYA SEORANG PEMIMPI
YANG INGIN HEBAT KARENA KERINGAT
(APRIANSYAH)
HILANGKAN KEGELISAHAN DI DALAM HATI, SERAHKAN KEPADA
ALLAH. YANG PENTING, NIKMATI APA YANG DIBERIKAN ALLAH
KEPADA KITA. JANGAN MENCIPTAKAN KEGELISAHAM KARENA
MEMIKIRKAN MASA DEPAN. JANGAN MENGHIDUPKAN KESEDIHAN
KARENA MENGENANG MASA LALU. NIKMATI SAJA SEKARANG APA
YANG ADA. KATAKANLAH ALHAMDULILLAH
(KH. BUYA SYAKUR YASIN)
viii
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahhmanirrahim
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, ku persembahkan karya ilmiahku ini,
buah dari kerja keras dan kesabaran teruntuk:
Kedua Orang Tua Tercinta Ayahanda Hermansyah dan Ibunda Tercinta
Sa’imah
Uwo Emaliya Safithri dan Adikku Tersayang Rizki Astuti yang selalu
memberi keceriaan dan semangat di dalam hidupku, semoga kita bisa
menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama manusia.
Keluarga Besar Amir Hamzah, Keluarga Besar Abdurrahim yang senantiasa
mendukung dan memberi semangat selama ini.
Bos terbaik, tercantik dan terhebat Indah Suci Lestari, Kawan-kawan
seperjuangan S1 Akuntansi 2012, Saudara seperjuangan Insting Meeting,
Teman-teman seperjuangan HMI Komisariat Ekonomi Unila dan kanda
yunda adinda HMI komisariat ekonomi Unila yang tiada habisnya
memotivasi, memberikan semangat serta nilai juang pada diri ini untuk
dapat berkembang menjadi individu yang lebih baik.
Terimakasih untuk kalian semua yang selalu memberikan semangat motivasi
dan nilai juang dalam diri ini, semoga kita senantiasa dalam penjagaan-Nya
serta lindungan-Nya
Almamater tercinta yang telah mendidik dan mendewasakanku.
ix
SANWACANA
Puji syukur dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat limpahan rahmat dan hidayahnya maka skripsi ini dapat diselesakan
dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah pada baginda
Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi berjudul “Analisis Implementasi Prinsip
Akuntabilitas, Transparansi, Dan Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengelolaan Dana Desa (Studi Di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
di Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Dr. Farichah, S.E., M.Si., Akt., selaku Ketua Program Studi Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si, Selaku Sekertaris Jurusan Akuntansi fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
x
4. Dr. Rindu Rika Gamayuni, S.E., M.si.,Akt selaku Ketua Penguji saat penulis
melaksanakan sidang kompre.
5. Pigo Nauli, S.E., M.Sc., selaku Sekretaris Penguji saat penulis melaksanakan
sidang kompre.
6. Dr. Fitra Dharma, S.E., M.Si., selaku Penguji Utama saat penulis
melaksanakan sidang kompre.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
8. Staf Program Studi Akuntansi, atas segala bantuan baik secara langsung
maupun tidak langsung selama penulis menjadi mahasiswa.
9. Apartur Pemerintah Kecamatan Kotaagung Timur dan seluruh aparatur
Pemerintah Desa yang telah memberikan kesempatan dan kerja sama selama
penulis mengadakan penelitian untuk menyusun skripsi ini.
10. Ayah tercinta Hermansyah dan untuk Ibu tercinta Sa’imah yang senantiasa
memberi tanpa harap, berdoa tanpa henti, mendidik dengan penuh cinta dan
kasih. Semoga Allah SWT menempatkan Ayah dan Ibu dalam kebahagiaan di
limpahan rahmat-Nya.
11. Keluarga besar tercinta yang telah menjadi semangat dan motivasi dalam
sebuah arti hidup.
12. Uwo Emaliya Safithri dan Adikku Tersayang Rizki Astuti yang telah
memberikan dukungan berupa semangat dan doa agar penulis menyelesaikan
skripsi ini.
xi
13. Bos terbaik, tercantik dan terhebat Indah Suci Lestari yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Himpunan Mahasiswa Islam yang telah memberikan saya pelajaran tentang
Nilai Juang, Komitmen, tanggung jawab, kehidupan yang benar lagi baik,
sehingga penulis bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
15. Teman-Teman S1 Akuntansi yang secara langsung memberikan motivasi
untuk penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini.
16. Alumni dan senior HMI, Kanda Albuhari Muslim yang senantiasa menjadi
inspirasi dalam kebaikan, Kanda Jevri Afrizal yang senantiasa membimbing
dan mengajarkan dalam kebaikan, sahabat saya Iqromal Akbar yang
membantu memberi semangat penulis menyelesaikan skripsi ini.
17. Adinda-Adindaku di HMI Komisariat Ekonomi Unila yang telah ikhlas
memberikan semangat kepada penulis dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
18. Almamater Universitas Lampung.
Semoga bantuan, dukungan serta semangat yang diberikan dicatat sebagai amal
ibadah dan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang akuntansi.
Bandar Lampung, 22 Agustus 2019
Penulis
APRIANSYAH
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
MOTTO ............................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii
SANWACANA .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ................................................................................. 9
2.1.1. Dana Desa .............................................................................. 9
xiv
2.1.2. Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa ........................... 12
2.1.2.1. Pengertian Pengelolaan Keuangan Desa ................... 12
2.1.2.2. Asas dan Nilai Pengelolaan Keuangan Desa ............. 13
2.1.3. Tahapan Pengelolaan Keuangan Desa ................................... 14
2.1.3.1. Tahap Perencanaan Keuangan Desa .......................... 15
2.1.3.2. Tahap Pelaksanaan Keuangan Desa .......................... 17
2.1.3.3. Tahap Penatausahaan Keuangan Desa ...................... 19
2.1.3.4. Tahap Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Desa ........................................................................................ 21
2.1.4. Tim Pengelola Keuangan Desa .............................................. 23
2.1.5. Konsep Akuntabilitas ............................................................. 26
2.1.5.1. Pengertian Akuntabilitas ........................................... 26
2.1.5.2. Indikator Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan
Desa ........................................................................................ 28
2.1.6. Konsep Transparansi .............................................................. 32
2.1.6.1. Pengertian Transparansi ............................................ 32
2.1.6.2. Prinsip Dasar Transparansi ........................................ 33
2.1.6.3. Indikator Transparansi dalam Pengelolaan Keuangan
Desa ........................................................................................ 34
2.1.7. Konsep Partisipasi Masyarakat .............................................. 37
2.1.7.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat ............................. 37
2.1.7.2. Indikator Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Keuangan Desa ....................................................................... 38
xv
2.2. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 40
2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ................................................................................ 42
3.2. Lokasi dan Subjek Penelitian ............................................................. 47
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 49
3.3.1. Populasi .................................................................................. 49
3.3.2. Sampel ................................................................................... 50
3.4. Sumber Data ....................................................................................... 50
3.5. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 51
3.6. Analisis Data ...................................................................................... 53
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................ 55
4.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Kotaagung Timur..................... 55
4.1.2. Kondisi Geografis Kecamatan Kotaagung Timur .................... 57
4.1.3. Kondisi Demografi Kecamatan Kotaagung Timur .................. 58
4.2. Deskripsi Data .................................................................................... 59
4.2.1. Deskripsi Data Hasil Kuesioner dan Profil Responden ........... 59
4.2.1.1. Statistik Deskriptif ..................................................... 62
4.2.2. Deskripsi Data Hasil Wawancara ............................................. 63
4.3. Pembahasan ........................................................................................ 64
4.3.1. Akuntabilatas Pengelolaan Dana Desa Kecamatan Kotaagung
Timur .................................................................................................. 64
xvi
4.3.2. Transparansi Pengelolaan Dana Desa Kecamatan Kotaagung
Timur .................................................................................................. 67
4.3.3. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Dana Desa Kecamatan
Kotaagung Timur ............................................................................... 69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................................ 71
5.2. Keterbatasan ....................................................................................... 72
5.3. Saran ................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengelolaan dana desa merupakan salah satu komponen penting dalam
mewujudkan cita-cita pembangunan desa. Pengelolaan dana desa adalah hal yang
sensitif dan menjadi sorotan utama dalam tata kelola pemerintahan desa. Oleh
karena itu, dana desa harus dikelola secara transparan, partisipatif dan akuntabel
sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
Dalam pengelolaan dana desa, unsur transparansi atau keterbukaan dari
perencanaan hingga pertanggungjawaban berpengaruh penting terhadap aspek
lainnya seperti partisipasi dan akuntabilitas. Pemerintah yang transparan dalam
tata kelola keuangan akan mendorong warga terlibat aktif dalam pengelolaan
keuangan desa, sehingga pemerintah desa akan siap menjelaskan dan
mempertanggungjawabkan.
Prinsip-prinsip dalam tata kelola keuangan desa diatur dalam Permendagri No.
113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Transparansi ialah prinsip
keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan desa. Partisipatif
2
adalah bahwa pengelolaan keuangan desa harus memberikan ruang seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk secara aktif terlibat dalam setiap tahapan proses
pengelolaan keuangan desa.
Sedangkan, akuntabel artinya prinsip dari sebuah perwujudan kewajiban
seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dana desa merupakan mandat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa kepada
Pemerintah untuk dialokasikan dalam APBN sebagai sumber keuangan desa, guna
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
Pengertian keuangan desa sebagaimana dimaksud pada pasal 71, ayat 1, UU No. 6
Tahun 2014 tentang Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Sumber keuangan desa sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa, pasal 76 ayat 1 terdiri dari Pendapatan Asli Desa, Dana Transfer
(Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah), Bantuan
Keuangan, dan lain-lain pendapatan desa yang sah. Perbedaan yang cukup
signifikan mengenai sumber keuangan desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa dengan peraturan sebelumnya dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan diperjelas dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa
ialah bertambahnya Dana Desa sebagai sumber keuangan desa.
3
Pemerintah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar secara nasional dalam
APBN setiap tahun. Pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp 20,7
triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp 280 juta.
Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp 46,98 triliun dengan rata-rata
setiap desa sebesar Rp 628 juta. Tahun 2017 dan 2018 meningkat kembali dengan
besaran yang sama yaitu Rp 60 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp 800
juta.
Dana Desa yang dianggarkan adalah bentuk afirmasi pemerintah kepada desa
dalam menjalankan kewenangannya. Namun, optimalisasi pemanfaatan Dana
Desa harus berorientasi terhadap kesejahteraan masyarakat desa guna terwujudnya
desa mandiri. Peningkatan besaran Dana Desa yang dianggarkan dalam APBN
mendorong aparatur pemerintah desa untuk mengedepankan asas tata kelola
keuangan yang baik dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Secara rinci, pengelolaan keuangan desa diatur dalam Permendagri No. 113
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Pengelolaan keuangan desa
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan
Keuangan Desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal
1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Dengan demikian, prinsip
transparansi, partisipatif, dan akuntabel harus menjadi landasan aparatur
pemerintah desa sejak tahapan perencanaan hingga pertanggungjawaban.
Menurut pandangan Indonesia Corruption Watch (ICW) korupsi di desa, terutama
yang berkaitan dengan anggaran desa, merupakan salah satu problem mendasar.
4
Permasalahan ini disebabkan pengelolaan anggaran desa yang besar, namun tidak
diiringi prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola
politik, pembangunan, dan keuangan desa (ICW, 2018).
Hasil pemantauan ICW atas kasus korupsi yang terjadi di desa semakin meningkat
pada 2015-2017. Pada tahun 2015 sebanyak 17 kasus, menjadi 41 kasus tahun
2016, dan pada tahun 2017 melonjak sebesar 96 kasus. Total kasus korupsi pada
rentang tahun tersebut sebanyak 154 kasus, diantaranya 127 kasus merupakan
kasus dengan objek anggaran desa, yang mencakup korupsi Alokasi Dana Desa
(ADD), Dana Desa, Kas Desa dan lain-lain.
Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang
baik (good governance), telah mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk menerapkan akuntabilitas publik (Putra, 2011). Masyarakat sebagai
pihak yang memberi kepercayaan kepada pemerintah untuk mengelola keuangan
publik berhak untuk mendapatkan informasi keuangan pemerintah untuk
melakukan evaluasi terhadap pemerintah (Mardiasmo, 2009). Masyarakat tidak
hanya memiliki hak untuk mengetahui pengelolaan keuangan tetapi berhak untuk
menuntut pertanggungjawaban atas pengaplikasian serta pelaksanaan keuangan
daerah tersebut, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan
amanat rakyat (Halim, 2007).
Desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang
5
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selanjutnya Adisasmita (2010) menerangkan bahwa Desa merupakan
sebuah komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat
tinggal dan juga tempat pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat desa yang
bergantung kepada pertanian.
Penyebutan desa disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat.
Sebutan lain untuk desa misalnya huta/nagori di Sumatera Utara, gampong di
Aceh, nagari di Minangkabau, marga di Sumatera bagian selatan, negeri di
Maluku, desa pakraman/desa adat di Bali, lembang di Toraja, banua dan wanua di
Kalimantan, dan tiuh atau pekon di Lampung.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupatern
Tanggamus. Hal ini dikarenakan, Kabupaten Tanggamus tergolong sebagai desa
tertinggal dengan Indeks Desa Membangun sebesar 0,5618 menempati urutan ke-
11 dari 13 kabupaten di Provinsi Lampung berdasarkan perhitungan Indeks Desa
Membangun yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi tahun 2015. Sementara, berdasarkan proses
pengelolaan Dana Desa di pekon-pekon Kecamatan Kotaagung Timur terindikasi
kurang transparan dan sempitnya ruang partisipasi masyarakat, serta pelaporan
yang tidak tepat waktu.
Adapun pekon-pekon yang berada di wilayah Kecamatan Kotaagung Timur yaitu,
Pekon Teba, Pekon Karta, Pekon Kagungan, Pekon Tanjung Anom, Pekon Talang
Rejo, Pekon Kampung Baru, Pekon Umbul Buah, Pekon Mulang Maya, Pekon
Sukabanjar, Pekon Menggala, Pekon Tanjung Jati, dan Pekon Batu Keramat.
6
Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Lestari (2016) yang melakukan
penelitian tentang “Analisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi
Kasus di Wilayah Kecamatan Banyudono)”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pertanggungjawaban pengelolaan Alokasi Dana Desa tahun 2015 di
Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa sistem akuntabilitas perencanaan dan pelaksanaan telah menerapkan
prinsip transparansi dan akuntabilitas. Sedangkan, pertanggungjawaban Alokasi
Dana Desa baik secara teknis maupun administrasi sudah baik, namun harus tetap
mendapat atau diberikan bimbingan dari pemerintah kecamatan.
Dana Desa merupakan sebuah program pemerintah yang belum dapat diuji
pengaruhnya. Hal ini dikarenakan pengaruh program dapat dievaluasi setelah 5
tahun berjalan, dan kemudian data yang dijadikan sebagai bahan evaluasi
merupakan data yang belum terintegrasi dengan pemerintah pusat dan belum
seragam. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada analisis implementasi
program, menguji kesesuaian realisasi dengan peraturan dan prinsip yang berlaku.
Sesuai dengan mandat konstitusi, rincian Dana Desa yang besar harus diiringi
dengan asas-asas pengelolaan yang berlaku, yaitu transparan, partisipatif, dan
akuntabel serta berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, penulis merasa perlu melakukan penelitian denagn judul
“Analisis Implementasi Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi
Masyarakat dalam Pengelolaan Dana Desa (Studi di Kecamatan Kotaagung
Timur, Kabupaten Tanggamus)”.
7
1.2. Rumusan Masalah
Menurut Tanzeh (2011) rumusan masalah merupakan hulu dari hilir penelitian
serta upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak
dicari jawabannya. Berdasarkan masalah penelitian yang telah diuraikan di atas,
maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan Dana
Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus?
2. Bagaimana implementasi prinsip transparansi dalam pengelolaan Dana
Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus?
3. Bagaimana implementasi prinsip partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
Dana Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus?
1.3. Tujuan Penelitian
Apabila problematika penelitian menunjukkan pertanyaan mengenai apa yang
tidak diketahui oleh peneliti untuk dicari jawabannya melalui kegiatan
penelitiannya (Arikunto, 2013), maka tujuan penelitian menyebutkan tentang apa
yang ingin diperoleh. Sehingga tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis implementasi prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan Dana
Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus.
2. Menganalisis implementasi prinsip transparansi dalam pengelolaan Dana
Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus.
3. Menganalisis implementasi prinsip partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus.
8
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain :
1. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi
kemajuan akademisi dan dapat dijadikan acuan referensi bagi penelitian
selanjutnya.
2. Bagi instansi
Sebagai masukan kepada Pemerintah Desa di Kecamatan Kotaagung
Timur, Kabupaten Tanggamus dalam meningkatkan akuntabilitas,
transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa,
sehingga dapat mendorong kemajuan desa dalam kerangka pembangunan
desa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Dana Desa
Menurut PP No. 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN,
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun indikasi kebutuhan dana
dan rencana dana pengeluaran Dana Desa dengan memperhatikan persentase Dana
Desa yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan kinerja
pelaksanaan Dana Desa menjadi dasar penganggaran Dana Desa.
10
Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/Kota
Sesuai dengan peraturan yang beralaku, rincian Dana Desa setiap daerah
Kabupaten/Kota dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan Alokasi
Dasar, Alokasi Afirmasi, dan Alokasi Formula.
Berdasarkan PMK No. 119/PMK.07/2017 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah,
pengalokasian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
DD Kab/Kota = AD Kab/Kota + AA Kab/Kota + AF Kab/Kota
Keterangan :
DD Kab/Kota : Dana Desa setiap Kabupaten/Kota
AD Kab/Kota : Alokasi Dasar setiap Kabupaten/Kota
AA Kab/Kota : Alokasi Afirmasi setiap Kabupaten/Kota
AF Kab/Kota : Alokasi Formula setiap Kabupaten/Kota
Alokasi Dasar adalah alokasi minimal Dana Desa yang akan diterima oleh setiap
desa secara merata yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari
anggaran Dana Desa yang dibagi dengan jumlah desa secara nasional. Besaran
Alokasi Dasar setiap kabupaten/kota dihitung dengan cara mengalikan Alokasi
Dasar setiap desa dengan jumlah desa di daerah kabupaten/kota.
Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan status Desa
terttinggal dan Desa sangat tertinggal, yang memiliki jumlah penduduk miskin
tinggi. Besaran Alokasi Alokasi Afirmasi setiap kabupaten/kota dihitung dengan
menggunakan rumus:
AA Kab/Kota = (AA DST*DST Kab/Kota) + (AA DT*DT Kab/Kota)
11
Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah
penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan
geografis desa setiap kabupaten/kota. Besaran Alokasi Formula setiap
kabupaten/kota dihitung dengan menggunakan rumus:
AF kab/kota = {(0,10*Y1)+ (0,50*Y2) + (0,15*Y3) + (0,25*Y4)} * (0,20*DD)
Perhitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa
Berdasarkan rincian Dana Desa setiap daerah kabupaten/kota, bupati/walikota
menetapkan rincian Dana Desa untuk setiap desa di wilayahnya. Tata cara
pembagian dan penetapan besaran Dana Desa setiap desa ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.
Berdasarkan PMK No. 119/PMK.07/2017 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah,
Kabupaten/kota menghitung rincian Dana Desa setiap desa berdasarkan Alokasi
Dasar setiap desa, Alokasi Afirmasi setiap desa, dan Alokasi Formula setiap desa.
Besaran Alokasi Dasar setiap desa dihitung dengan cara membagi Alokasi Dasar
kabupaten/kota dengan jumlah desa di kabupaten/ kota yang bersangkutan.
Besaran Alokasi Afirmasi setiap desa dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
AA Desa = (0,03*DD) / {(2*DST) + (1*DT)}
Besaran Alokasi Formula setiap desa dihitung dengan bobot sebagai berikut:
a. 10% (sepuluh persen) untuk jumlah penduduk;
b. 50% (lima puluh persen) untuk angka kemiskinan;
c. 15% (lima belas persen) untuk luas wilayah; dan
12
d. 25% (dua puluh lima persen) untuk tingkat kesulitan geografis.
Besaran Alokasi Formula setiap desa dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
AF Desa = {(0,10*z1) + (0,50*Z2) + (0,15*Z3) + 0,25*Z4)} * AF kab/kota
2.1.2. Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa
2.1.2.1. Pengertian Pengelolaan Keuangan Desa
Pengertian keuangan desa sebagaimana dimaksud pada pasal 71, ayat 1, UU No. 6
Tahun 2014 tentang Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban
sebagaimana dimaksud menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan
pengelolaan keuangan desa.
Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
menerangkan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan Keuangan Desa dikelola dalam
masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember.
13
Adapun tujuan dalam pengelolaan keuangan desa antara lain:
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan keuangan desa.
2. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan keuangan desa yang didasarkan
pada perencanaan anggaran dalam APB Desa.
3. Membangun konsistensi antar tahapan dalam satu mekanisme dan siklus
pengelolaan keuangan desa.
4. Memberikan dasar dan arahan pelaksanaan kegiatan.
2.1.2.2. Asas dan Nilai Pengelolaan Keuangan Desa
Pengelolaan keuangan desa tidak hanya sekadar memperlihatkan tersedianya
alokasi anggaran untuk mengakomodasi kebutuhan harus mengutamakan asas tata
kelola keuangan yang baik dan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Oleh karena itu, aparatur pemerintah desa dituntut untuk memperhatikan
secara serius asas-asas pengelolaan keuangan, yaitu transparan, partisipatif, dan
akuntabel (Murtiono, 2016).
Transparansi ialah prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan
desa. Partisipatif adalah bahwa pengelolaan keuangan desa harus memberikan
ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk secara aktif terlibat dalam setiap
tahapan proses pengelolaan keuangan desa. Sedangkan, akuntabel artinya prinsip
dari sebuah perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
14
Adapun nilai yang terkandung dalam pengelolaan keuangan desa ialah menuntut
uang desa yang berasal dari rakyat tersebut untuk dapat kembali dinikmati
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Aparatur pemerintah desa
merupakan pihak yang diberikan mandat untuk mengelola dan mendistribusikan
kembali pada rakyat sebagai pemegang kekuasaan keuangan desa.
Pemerintah Desa dalam mengelola keuangan desa dituntut memiliki nilai-nilai
keadilan untuk semua dalam rangka keberpihakan anggaran. Nilai-nilai tersebut
yaitu, berpihak pada kelompok miskin, berpihak pada keadilan gender, berpihak
pada kelompok disabilitas, berpihak pada kelompok tereksklusi.
2.1.3. Tahapan Pengelolaan Keuangan Desa
Secara ringkas pengelolaan keuangan desa sebagaimana yang diatur Permendagri
No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa ialah perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban dapat
digambarkan dengan siklus di bawah ini.
Gambar 2.1
Siklus Pengelolaan Keuangan Desa
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
Siklus Pengelolaan Keuangan Desa
Perencanaan
Pelaksanaan
Penatausahaan
Pelaporan
Pertanggungjawaban
1
2
3
4
5
15
Penjelasan:
1. Tahap perencanaan keuangan desa merupakan tahapan awal pengelolaan
keuangan desa yang dimulai dari penyusunan Rancangan APB Desa
sampai menjadi peraturan desa dan dituangkan dalam lembaran desa.
2. Tahap pelaksanaan keuangan desa adalah tahap dimana APB Desa yang
sudah menjadi peraturan desa dilakukan sosialisasi dan dilaksanakan
dalam bentuk kegiatan sampai disusun peraturan Kepala Desa tentang
perubahan APB Desa.
3. Tahap penatausahaan keuangan desa adalah tahap pencatatan seluruh
transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang dalam
satu tahun anggaran.
4. Tahap pelaporan keuangan desa adalah salah satu alat pengendalian untuk
mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan mengevaluasi berbagai
aspek terkait pelaksanaan kegiatan.
5. Tahap pertanggungjawaban keuangan desa adalah laporan realisasi
pelaksanaan APB Desa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota setelah tahun anggaran berakhir.
2.1.3.1. Tahap Perencanaan Keuangan Desa
Sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014, perencanaan pengelolaan
keuangan desa identik dengan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APB Desa). Proses penyusunan APB Desa merujuk pada Rencana
Kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya yang telah
16
ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Struktur APB
Desa terdiri dari pendapatan desa, belanja desa, dan pembiayaan desa.
APB Desa adalah rencana keuangan pemerintahan desa yang secara formal
ditetapkan dengan peraturan desa. Peraturan Desa sebelum disahkan oleh
Pemerintah Desa terlebih dahulu dibahas dan disepakati bersama oleh Kepala
Desa dan BPD paling lambat tanggal 31 Desember tahun berjalan.
APB Desa disusun sebagai dasar pengambilan kebijakan berkaitan dengan
anggaran, penentuan prioritas program, kegiatan dan menjaga kesesuaian dengan
(konsistensi) program jangka panjang dan jangka pendek sebagaimana yang
menjadi visi dan misi desa, menjadi arahan operasional bagi Kepala Desa, dan
menciptakan akuntabilitas, serta mempermudah pengendalian dan pengawasan.
Proses penyusunan APB Desa sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014:
1. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa
(RAPB Desa) berdasarkan RKP Desa tahun berkenaan dan menyampaikan
kepada Kepala Desa.
2. Kepala Desa, selanjutnya menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) untuk dibahas dan disepakati bersama. Rancangan Peraturan
Desa tentang APB Desa disepakati bersama paling lambat bulan Oktober
tahun berjalan antara Kepala Desa dan BPD.
3. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah disepakati
bersama, selanjutnya disampaikan oleh Kepala Desa Kepada
Bupati/Walikota melalui Camat paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati
untuk dievaluasi.
17
4. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APB Desa paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan
Desa tentang APB Desa. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan
hasil evaluasi dalam batas waktu, maka Peraturan Desa tersebut berlaku
dengan sendirinya.
Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APB Desa tidak sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Kepala Desa
melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh
Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan
Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota
membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota yang
sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran
sebelumnya.
5. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran berjalan.
2.1.3.2. Tahap Pelaksanaan Keuangan Desa
Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, pelaksanaan serangkaian program dan
kegiatan yang telah ditetapkan di awal tahun yang berkaitan dengan penerimaan
pendapatan maupun kegiatan pengeluaran belanja dan pembiayaan. Kegiatan yang
dilakukan sesuai kewenangan desa yang diolah melalui rekening desa. Artinya,
18
seluruh penerimaan dan pengeluaran desa harus dikelola melalui rekening desa
yang didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Pelaksanaan pendapatan desa adalah proses penerimaan berbagai sumber
pendapatan desa, antara lain Pendapatan Asli Desa yang berasal dari masyarakat
dan lingkungan desa (misalnya penerimaan pungutan dan sewa), Pendapatan
Transfer yang berasal dari pemerintah supra desa (misalnya Dana Desa, Alokasi
Dana Desa, Bagi Hasil Pajak/Retribusi Daerah, dan Bantuan Keuangan), serta
Lain-lain Pendapatan Desa berupa hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang
sebelumnya telah ditetapkan dalam APB Desa.
Pelaksanaan belanja desa adalah proses pengeluaran dari rekening kas desa untuk
melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang telah ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam APB Desa. Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut,
Bendahara Desa melakukan pengeluaran belanja desa atas kegiatan yang
dimaksud. Transaksi yang dilakukan misalnya pengeluaran belanja pegawai
berupa penghasilan tetap (yang dianggarkan dalam kelompok belanja
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa), pengeluaran belanja barang dan jasa
berupa pembelian alat tulis kantor (yang dianggarkan pada kelompok belanja
Pemberdayaan Masyarakat Desa), pengeluaran belanja barang dan jasa berupa
pembayaran biaya perjalanan dinas (yang dianggarkan pada kelompok belanja
Pembinaan Kemasyarakatan Desa) dan lain-lain.
Pelaksanaan pembiayaan desa yaitu proses penerimaan dan pengeluaran
pembiayaan desa sebagaimana yang telah tercantum dalam APB Desa.
Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
19
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
2.1.3.3. Tahap Penatausahaan Keuangan Desa
Sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014, penatausahaan keuangan desa
yang merupakan bagian dari proses pengelolaan keuangan desa adalah proses
administrasi pencatatan kegiatan keuangan desa dengan menggunakan
formulir/dokumen/buku yang dilakukan oleh Bendahara Desa, pelaksana kegiatan
yang melibatkan pihak terkait lainnya. Bendahara desa wajib melakukan
pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada, yaitu berupa penerimaan
pendapatan desa dan pengeluaran belanja desa serta pembiayaan desa. Pelaksana
kegiatan melakukan penatausahaan terkait kegiatan yang dilakukannya.
Dokumen penatausahaan adalah dokumen resmi milik pemerintah desa. Dokumen
tersebut dapat berfungsi sebagai sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit,
dan sebagai barang bukti apabila diperlukan dalam proses hukum, manakala
terjadi dugaan penyelewengan keuangan atau tindak pidana lain terkait keuangan
desa.
Penatausahaan pendapatan desa adalah proses pencatatan yang dilakukan oleh
Bendahara Desa terhadap seluruh transaksi penerimaan pendapatan desa. Buku
yang terkait dengan penatausahaan pendapatan desa terdiri dari Buku Kas Umum,
Buku Bank dan Buku Rincian Pendapatan. Selain Bendahara Desa, Pelaksana
Kegiatan juga melakukan penatausahaan terkait penerimaannya khususnya terkait
swadaya, partisipasi dan gotong royong melalui Buku Kas Pembantu Kegiatan.
20
Penatausahaan belanja desa adalah proses administrasi pencatatan terhadap
seluruh transaksi pengeluaran belanja desa yang dilakukan oleh Bendahara Desa
ataupun Pelaksana Kegiatan. Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari
rekening kas desa yang merupakan kewajiban desa dalam masa satu tahun
anggaran yang tidak akan pernah diperoleh pembayarannya kembali oleh desa.
Dokumen yang terkait dengan penatausahaan belanja desa terdiri dari Rencana
Anggaran Biaya (RAB), Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Belanja (SPTJB), dan bukti kuitansi. Adapun buku yang
digunakan dalam penatausahaan belanja desa diantaranya Buku Kas Umum
(Tunai), Buku Bank dan Buku Kas Pembantu Pajak yang dikelola oleh Bendahara
Desa serta Buku Kas Pembantu Kegiatan yang dikelola Pelaksana Kegiatan.
Penatausahaan pembiayaan desa ialah pencatatan yang dilakukan oleh Bendahara
Desa terhadap seluruh transaksi pembiayaan desa yang meliputi penerimaan dan
pengeluaran pembiayaan. Dalam hal penerimaan pembiayaan yang diterima
secara tunai maupun transfer, Bendahara Desa harus membuat bukti kuitansi tanda
terima dan dicatat pada Buku Kas Umum Desa dan Buku Bank Desa. Demikian
pula dengan pengeluaran pembiayaan, harus dilakukan pencatatan pada Buku Kas
Umum Desa dan Buku Bank Desa. Pencatatan penerimaan maupun pengeluaran
pembiayaan baik berupa kas maupun nonkas/transfer harus disertai dengan bukti-
bukti yang lengkap dan sah, serta dicatat secara benar dan tertib.
Meskipun penatausahaan merupakan kerja-kerja administrasi yang seakan-akan
tidak memiliki ruang partisipasi masyarakat, prinsip akuntabilitas dan transparansi
21
tetap menjadi hal utama. Sehingga, aparatur pemerintah desa tetap harus taat asas
dalam menjalankan tugasnya.
2.1.3.4. Tahap Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa
1. Pelaporan Keuangan Desa
Guna memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
desa, maka Kepala Desa wajib menyusun dan menyampaikan laporan atas
pelaksanaan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya dalam pengelolaan
keuangan desa. Laporan tersebut bersifat periodik semesteran/tahapan dan
tahunan, yang disampaikan kepada Bupati/Walikota.
Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, laporan yang harus disusun terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa.
2. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa.
Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa disampaikan Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota tiap semester tahun berjalan. Untuk laporan semester pertama
disampaikan paling lambat akhir bulan Juli tahun berjalan, sementara untuk
laporan semester akhir tahun disampaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun
berikutnya.
Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa semester pertama menggambarkan
realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan untuk seluruh sumber dana yang
dikelola pemerintah desa selama semester I yang dibandingkan dengan
target/anggarannya. Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa Semester Akhir
22
Tahun menggambarkan akumulasi realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan
sampai dengan akhir tahun anggaran.
Selain Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa untuk seluruh sumber dana yang
dikelola desa, khusus Dana Desa dibuatkan laporan tersendiri. Laporan Realisasi
Penggunaan Dana Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
sebagai persyaratan untuk setiap tahapan (pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran,
Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa). Laporan Realisasi
Penggunaan Dana Desa teridiri atas Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa
tahun anggaran sebelumnya dan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa Tahap
1.
2. Pertanggungjawaban Keuangan Desa
Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, pertanggungjawaban adalah suatu sikap
atau tindakan untuk menanggung segala akibat dengan perbuatan atau segala
konsekuensinya. Kepala Desa sebagai pemimpin penyelenggara pemerintahan
desa juga harus melakukan pertanggungjawaban baik kepada Bupati, BPD, dan
terutama kepada masyarakat. Pada dasarnya pertanggungjawaban ini dilakukan
dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik.
Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Bab V, Bagian
Kelima Pertanggungjawaban, Pasal 38 menegaskan bahwa selain Kepala Desa
melaporkan pertanggungjawaban APB Desa terkait Laporan Realisasi
Pelaksanaan APB Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, juga
23
berkewajiban memberikan laporan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan
media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat, karena Bagi masyarakat
desa, pertanggungjawaban diarahakan untuk mewujudkan harapan dan
kepercayaan terhadap kualitas penyelenggaraan pemerintahan desa.
Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa merupakan
laporan yang disampaikan kepada BPD setiap akhir tahun anggaran. Laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa terdiri dari pendapatan,
belanja, dan pembiayaan. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Peraturan Desa tentang laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa dilampiri:
a. Format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran
berkenaan; dan
b. Format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk
ke desa.
2.1.4. Tim Pengelola Keuangan Desa
Pengelolaan keuangan desa merupakan tugas yang melekat pada seluruh aparatur
pemerintah desa mulai dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa sampai
dengan perangkat desa lainnya yang menjad bagian dari pelaksanaan keuangan
desa. Sebagai tim pengelola keuangan desa, seluruh tanggung jawab untuk
menjaga ketertiban pengelolaan keuangan desa menjadi tugas kolektif.
Adapaun struktur organisasi pengelola keuangan desa berdasarkan Permendagri
No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa adalah sebagai berikut:
24
Gambar 2.2
Bagan Struktur Organisasi Pengelola Keuangan Desa
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
Masing-masing tim pengelola keuangan desa sebagaimana struktur di atas
mempunyai tugas pokok masing-masing sebagai berikut:
1. Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Desa (PKPKD).
Kepala Desa selaku Pemegang kekuasaan Pengelola Keuangan Desa
(PKPKD) secara umum berwenang menyelenggarakan keseluruhan
pengelolaan keuangan desa. Secara rinci wewenang Kepala Desa sebagai
berikut:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa;
b. menetapkan PTPKD;
c. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan
desa;
d. menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APB
Desa; dan
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
APB Desa.
Kepala Desa (PKPKD)
Sekretaris Desa (Koordinator)
Kaur/Kasi (Pelaksana Kegiatan)
Staf kaur/Kasi (Bendahara)
PTPKD
25
2. Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD)
Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD) memiliki tugas
membantu pelaksanaan pengelolaan keuangan desa oleh PKPKD. Adapun
masing-masing anggota PTPKD memiliki tugasnya tersendiri.
Sekretaris Desa selaku Koordinator PTPKD bertugas untuk:
a. menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APB Desa;
b. menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa,
perubahan APB Desa dan pertanggung jawaban pelaksanaan
APB Desa;
c. melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang
telah ditetapkan dalam APB Desa;
d. menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB
Desa; dan
e. melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan
pengeluaran APB Desa.
Kaur/Kasi selaku pelaksana kegiatan memiliki tugas meliputi:
a. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya;
b. melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembag
Kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan di dalam APB
Desa;
c. melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban
anggaran belanja kegiatan;
d. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
26
e. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala
Desa; dan
f. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran
pelaksanaan kegiatan.
Bendahara Desa mempunyai tugas:
menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan,
dan mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan
pengeluaran pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
2.1.5. Konsep Akuntabilitas
2.1.5.1. Pengertian Akuntabilitas
Konsep akuntabilitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pertanggungjawaban aparatur pelaksana pengelolaan keuangan desa kepada
masyarakat, dimana Kepala Desa sebagai penangggung jawab utama.
Menurut Halim dan Ikbal (2012) akuntabilitas adalah kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum atau pimpinan suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Hal yang senada juga dikemukakan Mardiasmo (2002)
bahwa akuntabilitas adalah sebuah kewajiban melaporkan dan bertanggungjawab
atas keberhasilan ataupun kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai
27
hasil yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui media pertanggungjawaban yang
dikerjakan secara berkala.
Sementara sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa, salah satu asas dalam pengelolaan keuangan desa adalah
akuntabel. Akuntabel artinya prinsip dari sebuah perwujudan kewajiban seseorang
untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Secara garis besar mengenai penjelasan akuntabilitas dapat diambil kesimpulan
bahwa akuntabilitas adalah merupakan pertanggungjawaban oleh lembaga yang
diberi wewenang dalam mengelola sumber daya publik. Dalam pelaksanaan
akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah, perlu diperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk
melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.
b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
d. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat
yang diperoleh.
28
e. Harus jujur, objektif, transparan daninovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan
teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas (LAN
dan BPKP 2000).
Menurut Andrianto (2007), pemerintah yang accountable mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka,
cepat, dan tepat kepada masyarakat.
b. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.
c. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses
pembangunan dan pemerintahan.
d. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan
publik secara proporsional.
e. Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Dengan
pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian
pelaksanaan program/kegiatan pemerintah.
2.1.5.2. Indikator Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Solihin (2007) indikator minimum akuntabilitas yaitu:
1. Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur
pelaksanaan.
2. Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam
pelaksanaan kegiatan.
29
3. Adanya output dan outcome yang terukur.
Menurut Kurniawan dalam Lalolo (2003) akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan terdiri dari beberapa elemen antara lain:
1. Adanya akses publik terhadap laporan yang telah dibuat.
2. Penjelasan dan pembenaran terhadap tindakan pemerintah.
3. Penjelasan harus dilakukan dalam sebuah forum terbuka.
4. Aktor harus memiliki kewajiban untuk hadir.
Untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa
dibutuhkan prasyarat yaitu, tim pengelola keuangan desa memiliki kesadaran
bahwa uang desa adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan kepada
rakyat secara langsung. Sehingga, tim harus memiliki kemampuan teknis
mengelola keuangan desa sesuai tahapan dengan baik. Sementara itu masyarakat
dituntut untuk memiliki pengetahuan melakukan pengawalan secara kolektif dan
kritis serta memahami tata cara penyampaian pengaduan manakala terjadi
penyimpangan dengan tetap menjaga kondisi yang aman di desa (Murtiono,
2016).
Murtiono (2016) juga menerangkan bahwa apabila prasyarat akuntabilitas
pengelolaan keuangan desa tersebut di atas terpenuhi, maka masyarakat desa
mendapat peluang untuk melakukan pengawasan secara partisipatif, baik aktif
maupun pasif dalam setiap tahapan pengelolaan keuangan desa. Momen
pelaporan dan pertanggungjawaban Kepala Desa merupakan ruang paling
strategis yang harus dijadikan forum publik di desa.
30
Adapun indikator akuntabilitas dalam penilitian ini mengacu pada Permendagri
No.113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yaitu:
Tabel 2.1
Indikator Akuntabilitas dalam Tahap Perencanaan
No. Indikator
1. Kepala Desa menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJM Desa).
2. Aparatur Pemerintah Desa menyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa
(RKP Desa) sebagai penjabaran RPJM Desa.
3. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan tentang APBDesa
berdasarkan RKP Desa dan disampaikan kepada Kepala Desa.
4. Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) membahas
Rancangan Peraturan tentang APBDesa untuk disepakati bersama paling
lambat bulan Oktober tahun berjalan.
5. Rancangan Peraturan APBDesa yang telah disepakati oleh Kepala Desa
bersama BPD disampaikan kepada Camat untuk dievaluasi, disempurnakan
kembali dan disahkan paling lambat tanggal 31 Desember tahun berjalan.
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
Tabel 2.2
Indikator Akuntabilitas dalam Tahap Pelaksanaan
No. Indikator
1. Semua penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan menggunakan
Rekening Kas Desa (RKD) melalui bank.
2. Bendahara Desa tidak menyimpan uang kas Desa di luar kebutuhan
operasional Pemerintah Desa.
3. Pemerintah Desa tidak melakukan pungutan sebagai pemasukan di luar dari
peraturan desa.
4. Kaur/Kasi Pelaksana Kegiatan menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB)
berdasarkan APBDesa yang diverifikasi Sekretaris Desa dan disahkan
Kepala Desa.
5. Pengeluaran desa dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP), yang diverifikasi Sekretaris Desa, disetujui Kepala
Desa, dan kemudian dilakukan pembayaran oleh Bendaraha Desa.
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
31
Tabel 2.3
Indikator Akuntabilitas dalam Tahap Penatausahaan
No. Indikator
1. Rekening Desa dibuka oleh Pemerintah Desa pada bank pemerintah atas
nama pemerintah desa.
2. Spesimen tanda tangan pada rekening desa atas nama Kepala Desa dan
Bendahara Desa dengan jumlah rekening sesuai kebutuhan.
3. Bendahara Desa melakukan penatausahaan berupa Buku Kas Umum, Buku
Bank Desa, Buku Rincian Pendapatan dan Buku Kas Pembantu Pajak serta
Buku Rincian Pembiayaan disertai kuitansi dan bukti tanda terima.
4. Pemerintah Desa melakukan penatausahaan berupa Rencana Anggaran
Biaya (RAB), Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Belanja (SPTJB) lengkap dengan bukti kuitansi.
5. Kaur/Kasi Pelaksana Kegiatan melakukan penatausahaan kegiatan berupa
Buku Kas Pembantu Kegiatan dan laporan kegiatan yang telah dilakukan.
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
Tabel 2.4
Indikator Akuntabilitas dalam Tahap Pelaporan dan Pertanggungjawaban
No. Indikator
1. Kepala Desa menyampaikan Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Semester Pertama kepada Camat paling lambat bulan Juni tahun berjalan.
2. Kepala Desa menyampaikan Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Semester Akhir Tahun kepada Camat paling lambat bulan Januari tahun
berikutnya.
3. Kepala Desa menyampaikan Laporan Penggunaan Dana Desa Tahun
Anggaran Sebelumnya kepada Camat paling lambat minggu kedua bulan
Februari tahun berjalan.
4. Kepala Desa menyampaikan Laporan Penggunaan Dana Desa Tahap 1
Tahun Berjalan Sebelumnya kepada Camat paling lambat minggu kedua
bulan Juli tahun berjalan.
5. Kepala Desa menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi
Pelaksanaan APBDesa kepada BPD dengan lampiran; Laporan Kekayaan
Milik Desa dan Laporan program pemerintah yang masuk ke desa.
6. Peraturan Desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan
APBDesa disampaikan kepada Bupati melalui Camat.
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
32
2.1.6. Konsep Transparansi
2.1.6.1. Pengertian Transparansi
Konsep transparansi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terbukanya akses
bagi masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Mardiasmo (2006) menerangkan transparansi adalah keterbukaan (opennesess)
pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas
pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan
informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan
informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan. Sementara menurut Tanjung (2011) transparansi
adalah keterbukaan dan kejujuran kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan
bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan
menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintahan dalam sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Sabarno (2007) mengemukakan bahwa transparansi merupakan salah satu aspek
mendasar bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik. Perwujudan
tata pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya keterbukan, keterlibatan, dan
kemudahan akses bagi masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemerintah.
Kristianten (2006) menerangkan transparansi akan memberikan dampak positif
dalam tata pemerintahan. Transparansi akan meningkatkan pertanggungjawaban
33
para perumus kebijakan sehingga kontrol masyarakat terhadap para pemegang
otoritas pembuat kebijakan akan berjalan efektif.
Dengan demikian, transparansi adalah informasi keuangan yang terbuka dan
jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki
hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban
dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan.
2.1.6.2. Prinsip Dasar Transparansi
Menurut Meuthia (2008) Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi
pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi
mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik.
Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang
sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada referensi publik. Prinsip ini
memiliki 2 aspek, yaitu komunikasi publik, dan hak masyarakat terhadap akses
informasi.
Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif untuk membuka dan mendiseminasi
informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga
dengan kebutuan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang
mempengaruhi data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas profesional,
bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk
menyebarluaskan keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta
menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut.
34
Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah atauorganisasi,
baik sebagai sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun
menjelaskan berbagai informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas
berbagai berbagai aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari aparat birokrasi.
Didjaja (2003) prinsip transparansi tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang
menyangkut keuangan, transparansi pemerintah dalam perencanaan juga meliputi
5 (lima) hal sebagai berikut:
1. Keterbukaan dalam rapat penting di mana masyarakat ikut memberikan
pendapatnya.
2. Keterbukaan informasi yang berhubungan dengan dokumen yang perlu
diketahui oleh masyarakat.
3. Keterbukaan prosedur (pengambilan keputusan atau prosedur penyusunan
rencana).
4. Keterbukaan register yang berisi fakta hukum (catatan sipil, buku tanah,
dll.)
5. Keterbukaan menerima peran serta masyarakat.
2.1.6.3. Indikator Transparansi dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Transparansi merujuk pada ketersediaan informasi pada masyarakat umum dan
kejelasan tentang peraturan perundang-undangan dan keputusan pemerintah,
dengan indikator sebagai berikut:
a. Akses pada informasi yang akurat dan tepat waktu.
b. Penyediaan informasi yang jelas tentang prosedur dan biaya.
35
c. Kemudahan akses informasi.
d. Menyusun suatu mekanisme pengaduan jika terjadi pelanggaran.
Kristiante (2006) menyebutkan bahwa transparansi dapat diukur melalui beberapa
indikator:
a. Ketersediaan dan aksesbilitas dokumen.
b. Kejelasan dan kelengkapan informasi.
c. Keterbukaan proses.
d. Kerangka regulasi yang menjamin transparansi.
Murtiono (2016), menjelaskan bahwa ada prasyarat yang harus terpenuhi guna
mewujudkan transparansi, yaitu tim pengelola keuangan desa harus memiliki
kemampuan mengelola informasi keuangan desa menjadi informasi publik yang
mudah diakses dan dipahami masyarakat desa, sedangkan masyarakat desa harus
memiliki kapasitas pengetahuan dan keterampilan membaca kebijakan keuangan
desa. Sehingga, terciptanya kondisi dimana masyarakat mendapatkan informasi
atas rencana tahapan dan proses pengelolaan keuangan desa, mulai dari
penyusunan RAPB Desa, pelaksananaan APB Desa, penatausahaan keuangan
desa, laporan kemajuan pendapatan dan pengeluaran keuangan desa yang
diumumkan secara berkala oleh pemerintah desa melalui Bendahara Desa kepada
warga desa serta ringkasan pertanggungjawaban realisasi APB Desa.
36
Berdasarkan indikator-indikator yang telah disebutkan di atas, indikator prinsip
transparansi dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2.5
Indikator Transparansi dalam Pengelolaan Dana Desa
No. Indikator
1. Aparatur Pemerintah Desa melakukan sosialisasi penyusunan RPJM Desa
kepada warga desa dan unsur terkait.
2. Aparatur Pemerintah Desa melakukan sosialisasi penyusunan RKP Desa
kepada warga desa dan unsur terkait.
3. Aparatur Pemerintah Desa melakukan sosialisasi penyusunan Rancangan
APBDesa kepada warga desa dan unsur terkait.
4. Aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan dan membuka akses
informasi publik kepada warga desa mengenai RPJM Desa.
5. Aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan dan membuka akses
informasi publik kepada warga desa mengenai RKP Desa.
6. Aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan dan membuka akses
informasi publik kepada warga desa mengenai APBDesa.
7. Aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan dan membuka akses
informasi publik kepada warga desa mengenai Pelaksanaan APBDesa.
8. Aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan dan membuka akses
informasi publik kepada warga desa mengenai dokumen-dokumen
penatausahaan keuangan Desa.
9. Aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan dan membuka akses
informasi publik kepada warga desa mengenai Laporan kemajuan
pendapatan dan pengeluaran desa yang diumumkan secara berkala.
10. Aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan dan membuka akses
informasi publik kepada warga desa mengenai Ringkasan
Pertanggungjawaban Realisasi APBDesa dan Pelaksanaan Penggunaan
Dana Desa.
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
37
2.1.7. Konsep Partisipasi Masyarakat
2.1.7.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Peran serta dan kontribusi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian
dalam mewujudkan tujuan dari pembangunan itu sendiri yang berorientasi pada
kesejahteraan rakyat. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat tidak bisa hanya
mengandalkan pemerinah dan swasta semata. Namun, partipasi masyarakat dalam
berbagai aktivitas pembangunan juga sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan
masyarakat yang punya kehendak, punya suara dan mempunyai sumber daya.
Partispasi masyarakat harus menjadi bagian utama dalam upaya mewujudkan
good governance. Ini sebagai upaya percepatan untuk menjadikan masyarakat
yang mandiri dan berdaya.
Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari
asal katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris “participation” yang
berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan (Echols & Shadily, 2000).
Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Djalal dan Supriadi (2001),
dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan
kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan
pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti
bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka,
membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
Partisipasi adalah peran serta seseorang masyarakat dalam proses pembangunan
dalam bentuk kegiatan dengan member masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian,
38
modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil
pembangunan (Sumaryadi, 2010).
Dari definisi yang telah diurai dapat dijelaskan bahwa yang partisipasi adalah
peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan (Arifin, 2014). Konsep partisipasi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah bahwa pengelolaan keuangan desa harus memberikan ruang seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk secara aktif terlibat dalam setiap tahapan proses
pengelolaan keuangan desa.
2.1.7.2. Indikator Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Juliantara (2002) substansi dari partisipasi adalah bekerjanya suatu
sistem pemerintahan dimana tidak ada kebijakan yang diambil tanpa adanya
persetujuan dari rakyat, sedangkan arah dasar yang akan dikembangkan adalah
proses pemberdayaan.
Pendapat Suryono (2001) partisipasi merupakan ikut sertanya masyarakat dalam
pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan, dan ikut memanfaatkan serta
menikmati hasil-hasil pembangunan.
Sementara Murtiono (2016) berpendapat bahwa diperlukannya prasyarat dalam
peningkatan partisipasi masyarakat, yaitu tim pengelola keuangan desa memiliki
komitmen dan mau bekerja sama dengan masyarakat untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan keuangan desa. Bagi masyarakat, harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan teknis dalam setiap tahapan pengelolaan keuangan desa. Dengan
39
demikian, Murtiono menerangkan bahwa akan adanya peluang masyarakat desa
dapat menjadi bagian dari keanggotaan tim penyusunan RAPB Desa, sebagai
anggota pelaksana kegiatan, tim monitoring dan pengawasan, tim pemeliharaan,
dan dapat membantu dalam penyusunan RAB serta menyelaraskan laporan
kemajuan penyerapan dana kegiatan pada Buku Kas Pembantu Kegiatan dan
Buku Kas Umum di desa.
Berdasarkan indikator-indikator yang telah disebutkan di atas, indikator prinsip
partisipasi masyarakat dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2.6
Indikator Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Dana Desa
No. Indikator
1. Warga Desa menjadi bagian dari keanggotaan dan ikut serta dalam
penyusunan RPJM Desa.
2. Warga Desa menjadi bagian dari keanggotaan dan ikut serta dalam
penyusunan RKP Desa.
3. Warga Desa menjadi bagian dari keanggotaan dan ikut serta dalam
penyusunan Rancangan APBDesa.
4. Warga Desa diberi ruang untuk menjadi Anggota Pelaksana Kegiatan dalam
Proses Pelaksanaan APBDesa oleh Aparatur Pemerintah Desa.
5. Warga Desa diberi ruang untuk menjadi Tim Monitoring dan Pengawasan
dalam Proses Pelaksanaan APBDesa oleh Aparatur Pemerintah Desa.
6. Warga Desa diberi ruang untuk menjadi Tim Pemeliharaan atas aset Desa
dan hasil pelaksanaan kegiatan Pemerintah Desa oleh aparatur pemerintah
Desa.
7. Warga Desa diberi ruang untuk menjadi bagian keanggotaan dan ikut serta
membantu aparatur pemerintah Desa dalam proses penyusunan RAB oleh
Aparatur Pemerintah Desa.
8. Warga Desa diberi ruang untuk menyelaraskan Laporan kemajuan
penyerapan dana kegiatan pada Buku Kas Pembantu Kegiatan dan Buku
Kas Umum di Desa oleh Aparatur Pemerintah Desa.
Sumber: Diadaptasi dari Permendagri No. 113 Tahun 2014
40
2.2. Penelitian Terdahulu
Di bawah ini ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
ini yaitu sebagai berikut :
1. Subroto (2009), meneliti tentang Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa
(Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa-desa dalam Wilayah
Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung Tahun 2008). Dari hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan, pelaksanaan,
dan pertanggungjawaban kegiatan ADD telah akuntabel dan transparan.
Namun, dari sisi administrasi masih diperlukan adanya pembinaan lebih
lanjut, karena belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.
2. Lestari (2016) melakukan penelitian tentang Analisis Akuntabilitas
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi Kasus di Wilayah Kecamatan
Banyudono). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem akuntabilitas
perencanaan dan pelaksanaan telah menerapkan prinsip transparansi dan
akuntabilitas. Sedangkan pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa baik
secara teknis maupun administrasi sudah baik, namun harus tetap
mendapat atau diberikan bimbingan dari pemerintah kecamatan.
3. Nafidah dan Suryaningtyas (2015) melakukan penelitian tentang
Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Upaya Meningkatkan
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Penelitian ini berfokus pada
pengelolaan alokasi dana desa (ADD) dalam upaya peningkatan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Hasil dari penelitian ini
41
Pengelolaan Dana Desa
menunjukan bahwa akuntabilitas ADD secara teknik dan administrasi
berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Tumbel (2016) melakukan penelitian atas partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan Dana Desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan,
dan evaluasi masih sangat rendah.
2.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran analisis implementasi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa (Studi di Kecamatan
Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus) dapat digambarkan dalam bagan
berpikir sebagaimana gambar berikut :
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Akuntabilitas Transparansi Partisipasi Masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran atau kombinasi (mixed
methods). Konsep untuk “mencampur metode-metode yang berbeda” ini pada
hakikatnya muncul pada 1959, ketika Campbell dan Fisk menggunakan metode
jamak (multimethods) dalam meneliti kebenaran watak-watak psikologis. Berawal
dari inilah, kemudian banyak orang mencampur metode-metode, sekaligus
pendekatan-pendekatan yang berhubungan dengan metode-metode tersebut,
misalnya seperti yang Sieber kemukakan, mereka menggabungkan metode
observasi dan wawancara (data kualitatif) dengan data kuantitatif melalui metode
survei tradisional (Creswell, 2012).
Metode campuran ini merupakan pendekatan penelitian yang mengkombinasikan
atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif (Creswell, 2012).
Sugiyono (2011) menyatakan bahwa metode penelitian kombinasi (mixed
methods) adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan atau
menggabungkan antara kuantitatif dengan metode kualitatif untuk digunakan
secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data
43
yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan obyektif. Peneliti memilih
menggunakan pendekatan metode campuran untuk dapat memahami implementasi
prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
Dana Desa secara lebih luas dan mendalam.
Strategi-strategi dalam penelitian metode campuran menurut Creswell (2012),
yaitu:
1. Strategi Eksplanatoris Sekuensial
Strategi ini diterapkan dengan pengumpulan dan analisis data kuantitatif
pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan analisis data
kualitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal
kuantitatif. Rancangan eksplanatoris sekuensial biasanya digunakan untuk
menjelaskan dan menginterprestasikan hasil-hasil kuantitatif berdasarkan
hasil pengumpulan dan analisis data kualitatif serta hubungan-
hubungannya.
2. Strategi Eksploratoris Sekuensial
Strategi ini mirip dengan strategi sebelumnya, hanya tahap pengumpulan
dan analisis datanya saja yang dibalik. Strategi eksploratoris sekuensial
melibatkan pengumpulandan analisis data kualitatif pada tahap pertama,
yang kemudian diikuti pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada
tahap kedua yang didasarkan pada hasil-hasil tahap pertama. Tujuan dari
strategi ini adalah menggunakan data hasil kuantitatif untuk menafsirkan
fenomena-fenomena kualitatif dan mengeksplorasinya.
44
3. Strategi Transformatif Sekuensial
Strategi transformatif sekuensial merupakan proyek dua tahap dengan
perspektif teoretis tertentu yang turut membentuk prosedur-prosedur di
dalamnya. Strategi ini terdiri dari tahap pertama (baik itu kuantitatif
ataupun kualitatif) yang diikuti oleh tahap kedua (baik itu kuantitatif
maupun kualitatif). Tujuan dari strategi transformatif sekuensial adalah
untuk menerapkan perspektif teoritis si peneliti.
4. Strategi Triangulasi Konkuren
Dalam strategi triangulasi konkuren, peneliti mengumpulkan data
kuantitatif dan kualitatif secara konkuren (dalam satu waktu), kemudian
membandingkan dua database ini untuk mengetahui apakah ada
konvergensi, perbedaan-perbedaan, atau beberapa kombinasi.
5. Strategi Embedded Konkuren
Seperti halnya strategi triangulasi konkuren, strategi embedded konkuren
juga menerapkan satu tahap pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif
dalam satu waktu. Meski demikian, yang membedakan strategi ini dengan
strategi konkuren sebelumnya adalah bahwa strategi embedded konkuren
memiliki metode primer yang memandu proyek dan database sekunder
memainkan peran pendukung dalam prosedur-prosedur penelitian. Metode
sekunder yang kurang diprioritaskan (kuantitatif atau kualitatif)
ditancapkan (embedded) atau disarangkan (nested) ke dalam metode yang
lebih dominan (kualitatif atau kuantitatif). Strategi ini digunakan agar
peneliti memperoleh perspektif-perspektif yang lebih luas karena mereka
45
tidak hanya menggunakan metode yang dominan saja, melainkan juga
menggunakan dua metode yang berbeda.
6. Strategi Transformatif Konkuren
Strategi transformatif konkuren ini diterapkan dengan mengumpulkan data
kuantitatif dan kualitatif secara serempak serta didasarkan pada perspektif
teoretis tertentu. Perspektif ini bias berorientasi pada ideologi-ideologi
seperti teori kritis, advokasi, penelitian partisipatoris, atau pada kerangka
konseptual tertentu.
Berdasarkan strategi-strategi yang diuraikan di atas, penelitian ini memilih
menggunakan metode campuran dengan strategi embedded konkuren. Peneliti
memilih strategi embedded konkuren dengan pertimbangan waktu, karena data
kuantitatif dan kualitatif dapat dikumpulkan dalam satu waktu di lokasi penelitian.
Ilustrasi strategi embedded konkuren dapat dilihat dalam bentuk model visual di
bawah ini:
Gambar 3.1
Strategi Embedded Konkuren
Analisis penemuan Analisis penemuan
Sumber: Diadaptasi dari Cresswell (2012)
KUAN
KUAL
Kual Kuan
46
Keterangan:
(1) Pengapitalan (“KUAN” atau “KUAL”) mengindikasikan suatu bobot atau
prioritas yang diberikan pada data, analisis, dan interpretasi kuantitatif atau
kualitatif. Dalam penelitian metode campuran, data kualitatif dan
kuantitatif dapat diprioritaskan secara seimbang, atau salah satu data dapat
diutamakan ketimbang data yang lain. Pengapitalan ini mengindikasikan
adanya satu pendekatan atau metode yang lebih diprioritaskan.
(2) “Kuan” dan “Kual” merupakan kependekatn dari kuantitatif dan kualitatif.
Keduanya menggunakan jumlah kata yang sama untuk menunjukkan
keseimbangan antara dua jenis data.
(3) Notasi KUAN/kual mengindikasikan bahwa metode kualitatif ditancapkan
ke dalam rancangan kuantitatif.
(4) Kotak-kotak mengindikasikan analisis dan pengumpulan data kuantitatif
dan kualitatif.
Yusuf (2014) menerangkan lebih spesifik bahwa strategi embedded konkuren
adalah strategi penelitian kualitatif di dalam/menginduk/melekat pada penelitian
kuantitatif. Paradigma penelitian ini digambarkan Yusuf seperti di bawah ini:
Gambar 3.2
Model Embedded Konkuren
Sumber:Yusuf (2014)
Analisis Temuan
Analisis Temuan
Kuantitatif
Kualitatif
Integrasi Temuan
47
Keterangan: Pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara
bersamaan. Analisis temuan dilakukan secara bertahap kemudian diintegrasikan
yaitu semua hasil temuan disatukan/dihubungkan untuk memperkuat masing-
masing hasil temuan (Yusuf, 2014).
Strategi embedded konkuren yang digunakan dalam penelitian ini merupakan satu
teknik primer melalui survei dengan penyebaran kuesioner untuk mengetahui
implementasi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, dan teknik sekunder
dengan cara sedikit mewawancarai beberapa partisipan yang sudah mengisi
instrumen survei dalam pengumpulan data tersebut. Sehingga, peneliti dapat
memperoleh perspektif-perspektif yang lebih luas dari jenis-jenis data yang
berbeda dalam satu penelitian.
3.2. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian dalam
melihat fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari subjek yang diteliti
dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Lokasi penelitian ini
ialah pekon-pekon yang berada Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus. Adapun pekon-pekon yang berada di wilayah Kecamatan Kotaagung
Timur yaitu, Pekon Teba, Pekon Karta, Pekon Kagungan, Pekon Tanjung Anom,
Pekon Talang Rejo, Pekon Kampung Baru, Pekon Umbul Buah, Pekon Mulang
Maya, Pekon Sukabanjar, Pekon Menggala, Pekon Tanjung Jati, dan Pekon Batu
Keramat.
48
Peneliti tertarik untuk memilih lokasi penelitian di Kecamatan Kotaagung Timur,
Kabupaten Tanggamus, dikarenakan berdasarkan IDM yang dikeluarkan oleh
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tahun
2015, Kabupaten Tanggamus tergolong dalam desa tertinggal. Sementara itu,
Kabupaten Tanggamus setiap tahunnya mendapatkan anggaran Dana Desa yang
cukup besar diantara Kabupaten lainnya di Provinsi Lampung. Namun, menurut
laporan yang dilansir dari beberapa media elektronik, pekon-pekon di kecamatan
Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus terindikasi kurang mengedepankan
prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan keuangan desa.
Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang memiliki data
mengenai variabel-variabel yang diteliti (Azwar, 2010). Sementara Arikunto
(2010) berpendapat bahwa subjek penelitian adalah suatu benda, hal atau orang
tempat data variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan. Jadi, subjek
merupakan sesuatu yang posisinya sangat penting, karena pada subjek itulah
terdapat data tentang variabel yang diteliti dan diamati. Subjek penelitian dapat
juga disebut sebagai responden, yaitu pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam
sebuah penelitian.
Subjek yang dijadikan responden dan informan dalam penelitian ini ialah seluruh
tim pengelola keuangan desa dan unsur-unsur terkait yang diatur dalam
Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Pemillihan didasarkan atas pertimbangan bahwa responden dan informan
memiliki pemahaman terhadap fenomena penelitian. Berdasarkan peraturan
49
perundangan yang berlaku, maka peneliti menyusun subjek penelitian yang
menjadi sumber data penelitian antara lain:
1. Kepala Desa;
2. Sekretaris Desa;
3. Bendahara Desa;
4. Kaur/Kasi Pelaksana Kegiatan;
5. Badan Permusyawaratan Desa; dan
6. Unsur Masyarakat Desa.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian merupakan wilayah yang ingin diteliti oleh si peneliti.
Sebagaimana yang dikatakan Sugiyono (2011) bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Pendapat tersebut di atas menjadi acuan bagi peneliti untuk menentukan populasi.
Adapun populasi target yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 12 pekon
di wilayah Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus yang berjumlah
36 orang sebagai tim pengelola keuangan dan unsur terkaitnya.
50
3.3.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti oleh si peneliti.
Menurut Sugiyono (2011) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sehingga, untuk pengambilan sampel harus
menggunakan cara tertentu yang didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan
yang ada.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jenuh, dimana dalam
penelitian ini anggota populasi merupakan anggota sampel. Sebagaimana
pengertian sampel jenuh menurut Sugiyono (2011), sampel jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sampel
yang dipilih dalam penelitian ini adalah tim pengelola keuangan dan unsur
terkaitnya dengan jumlah sampel sebanyak 36 orang dengan jabatan Kepala Desa,
Sekretaris Desa, Bendahara Desa, Badan Permusyawaratan Desa, atau Unsur
Masyarakat Desa di pekon-pekon Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus.
3.4. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu informasi yang
diperoleh langsung dari pelaku yang melihat dan terlibat langsung dalam
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi data
primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner yang dibagikan
kepada responden, dan informasi yang diperoleh dari wawancara terhadap tim
51
pengelola keuangan desa dan unsur terkait lainnya yang sudah mengisi instrument
survei dalam pengumpulan data.
Dalam pencarian data primer ada tiga dimensi penting yang perlu diketahui yaitu :
a. Kerahasiaan mengenai apakah tujuan penelitian untuk diketahui oleh
responden atau tidak.
b. Stuktur yang berkaitan dengan tingkat formalitas, seperti dalam mencari
data peneliti menggunakan alat penelitian misalnya kuesioner.
c. Metode koleksi harus menunjuk pada sarana untuk mendapatkan data.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2011) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.
Untuk mendapatkan data yang tepat dan benar-benar akurat, peneliti
mengumpulkan sumber data dengan beberapa teknik berikut:
1. Kuesioner
Dalam penelitian ini, teknik primer pengumpulan data yang dipakai
peneliti adalah kuesioner. Menurut Sugiyono (2011) kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya.
52
Tipe pernyataan dalam kuesioner penelitian ini adalah tipe tertutup yang
merupakan indikator-indikator akuntabilitas, transparansi, partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa, dengan 5 (lima) jawaban yang
telah disediakan guna melihat kesesuaian antara indikator yang mengacu
pada aturan yang berlaku dengan pelaksanaannya di lapangan. Sehingga,
peneliti dapat memperoleh data tentang implementasi prinsip akuntabilitas,
transparansi, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa di
Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus.
2. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu, yang
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan yang telah diberikan (Moelong,
2014).
Peneliti menggunaka teknik wawancara sebagai teknik sekunder dalam
penelitian ini, sebagaimana yang dianjurkan Creswell (2012), dalam
penelitian metode campuran yang menggunakan strategi embedded
konkuren, bahwa hasil wawancara akan diintegrasikan dengan hasil teknik
primer pengambilan data melalui penyebaran kuesioner untuk memperkuat
hasil temuan.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara semi
terstruktur , yaitu wawancara yang dalam pelaksanaannya lebih bebas
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Pewawancara memberikan
53
pertanyaan kepada informan, namun dapat berkembang lebih bebas sesuai
dengan situasi dan informasi yang dibutuhkan. Wawancara semi
terstruktur bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diwawancarai diminai pendapat dan ide-idenya
(Sugiyono, 2011).
Peneliti akan melakukan wawancara langsung secara mendalam kepada
informan yang telah mengisi kuesioner mengenai implementasi prinsip
akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Dana
Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus. Wawancara
yang dilakukan oleh peneliti dibantu dengan alat catatan. Alat catatan ini
digunakan untuk bahan cross check pada saat analisa data.
3.6. Analisis Data
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah implementasi prinsip
good governance atau asas dalam pengelolaan Dana Desa di Kecamatan
Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus yang meliputi prinsip akuntabilitas,
transparansi, dan partisipasi masyarakat.
Untuk mengetahui implementasi prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kotaagung Timur,
Kabupaten Tanggamus, analisis yang digunakan untuk data kuantitatif yang
diperoleh melalui penyebaran kuesioner adalah analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif.
54
Analisis deskriptif menurut Sugiyono (2011) yaitu teknik analisis yang digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis deskriptif
merupakan analisis yang dilakukan untuk menilai karakteristik dari sebuah data.
Adapun karakteristik data dalam penelitian ini berupa, nilai mean, median, mode,
minimal, dan maximal dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010.
Sedangkan untuk memaparkan data hasil wawancara mengenai implementasi
prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Dana
Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus, analisis yang
digunakan adalah metode kualitatif. Data dianalisis secara tekstual untuk
mengetahui implementasi prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kotaagung Timur,
Kabupaten Tanggamus.
Tahap-tahap analisis data pada penelitian ini yaitu:
1. Melakukan analisis statistik deskriptif data dari hasil kuesioner penelitian
implementasi prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kotaagung Timur,
Kabupaten Tanggamus menggunakan software Microsoft Excel 2010.
2. Hasil wawancara dianalisis dengan menggunakan analisis triangulasi
untuk memperoleh data yang valid.
3. Hasil penelitian diinterpretasikan, disimpulkan dan ditafsirkan dengan
kalimat yang bersifat naratif deskriptif.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang secara eksplisit tertuang dalam hasil dan
pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan akhir dari penelitian analisis
implementasi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus,
yaitu sebagai berikut:
1. Implementasi prinsip akuntabilitas yang dilakukan aparatur pemerintah
desa yang ada di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus
sudah cukup baik dalam hal administrasi dan sesuai dengan prosedur
aturan yang berlaku. Namun, masih ada beberapa indikator akuntabilitas
yang belum maksimal diterapkan terutama dalam tahapan pelaporan yang
terlambat.
2. Implementasi prinsip transparansi yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah desa yang ada di Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus sudah cukup baik dalam penyampaian informasi umum.
Namun, untuk indikator transparansi dalam proses pengelolaan Dana Desa
72
masih belum maksimal diterapkan, seperti yang utama jarang dibuka akses
informasinya ialah tentang dokumen-dokumen penatausahaan,
pelaksanaan RAPB Desa, dan RAB Desa.
3. Implementasi partisipasi yang dilakukan pemerintah desa yang ada di
Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus masih belum
maksimal, karena beberapa indikator untuk membuka ruang partisipasi
masyarakat belum diterapkan dan masih kurangnya inisiasi untuk
partsipasi aktif dari masyarakat sendiri.
Dari kesimpulan di atas dapat dikatakan bahwa pengelolaan Dana Desa di
Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus cukup baik untuk
menerapkan prinsip dan aturan mengenai akuntabilitas. Namun, untuk prinsip
transparansi, dan partisipasi dalam pengelolaan Dana Desa masih belum maksimal
dilaksanakan baik dari sisi pemerintah desa maupun dari sisi masyarakat.
5.2. Keterbatasan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di
atas, terdapat keterbatasan dari penelitian ini yaitu :
1. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara deskriptif tidak dapat
mendapatkan informasi dan data secara komprehensif.
2. Metode survei yang belum optimal.
73
5.3. Saran
Mengacu kepada hasil penelitian dan keterbatasan penelitian yang telah diuraikan
di atas, selanjutnya dapat diajukan saran sebagai berikut:
1. Peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan teknik pengumpulan data
melalui wawancara mendalam kepada seluruh tim pengelolaan keuangan,
dan observasi lapangan serta dokumentasi, sehingga data yang
dikumpulkan merupakan sesuatu yang komprehensif dan objektif.
2. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan teknik kuesioner
dengan metode penyaringan data berupa pilihan ya atau tidak beserta
levelnya masing-masing.
3. Sinergitas antara aparatur Pemerintah Desa dengan sivitas akademika perlu
dilakukan dalam proses pengelolaan Dana Desa melalui pelatihan dan
pendampingan yang terstruktur dan sistematis.
4. Penyusunan Perda tentang pengelolaan keuangan desa, sehingga dapat
menjadi rujukan peraturan yang tidak berubah-ubah.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2010. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Andrianto, Nico. 2007. Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-
government. Malang: Bayumedia Publishing.
Arifin, Zainal. 2014. Penelitian Pendidikan : Metode dan Paradigma Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, S. 2013. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Creswell, John W. 2012. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Didjaja, Mustofa. 2003. Transparansi Pemerintah. Jakarta: Rineka Cipta.
Djalal, Fasli dan Dedi Supriadi. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Echols, John M dan Hassan Shadily. 2000. Kamus Inggris Indonesia An English-
Indonesia Dictionary. Jakarta: PT. Gramedia.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi
Revisi. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul dan Muhammad Iqbal, 2012. Pengelolaan Keuangan Daerah: Seri
Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi 3.Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Indonesia Corruption Watch. 2018. “Outlook Dana Desa 2018, Potensi
Penyalahgunaan Anggaran Desa Di Tahun Politik”. Kajian ICW, Jakarta.
Juliantara, Dadamg. 2002. Menggeser Pembangunan, Memperkuat Rakyat.
Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Kecamatan Kotaagung Timur. 2016. Profil Kecamatan Kotaagung Timur.
Kotaagung Timur: Kecamatan Kotaagung Timur.
Kristianten. 2006. Transparansi Anggaran Pemerintah. Jakarta: Rineka Cipta.
LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
Laolo, Krina Loina. 2003. Indikator Alat Ukur Akuntabilitas, Transparansi dan
Partisipasi. Jakarta: Badan Perencana Pembangunan Nasional.
Lestari, Sri. 2016. “Analisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi
Kasus di Wilayah Kecamatan Banyudono)”. Skripsi. Institut Agama Islam
Negeri Surakarta.
Mardiasmo. 2002. Otonomi daerah dan manajemen keuangan
daerah.Yogyakarta: Andi.
Mardiasmo. 2006. “Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik melalui
Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance”. Jurnal
Akuntansi Pemerintahan. 2 (1).
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta: Andi.
Meuthia, Ganie Rochman. 2008. “Good governance : Prinsip, Komponen dan
Penerapannya”. Artikel yang dimuat dalam buku HAM. Komnas HAM.
Moelong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Murtiono, Yusuf. 2016. Modul Tata Kelola Keuangan Desa. Yogyakarta: Infest.
Nafidah, L.N., dan M. Suryaningtyas. 2015 “Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi
Dana Desa dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat”. Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 3 (1): 27.
Putra, Hikmawan S. 2011. Pelaksanaan Prinsip-prinsip Good Governance dan
Reinventing Government dalam Pelayanan Publik. Government Science.
Knowledge and Islamic.
Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7. Jakarta:
Kementerian Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158.
Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Tentang Dana Desa yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
57. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 2093. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
119/PMK.07/2017 Tahun 2017 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah.
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1202. Jakarta:
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sabarno, Hari. 2007. Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa.
Jakarta: Sinar Grafika.
Solihin, Dadang. 2007. Penerapan Good Governance di Sektor Publik untuk
Meningkatkan Kinerja Lembaga Publik. Jakarta: Badan Perencana
Pembangunan Nasional.
Subroto, A. 2009. “Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus
Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa-desa dalam Wilayah Kecamatan
Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung Tahun 2008)”. Tesis. Program Studi
Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumaryadi, I Nyoman, 2010. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Citra Utama.
Suryono, Agus. 2001. Teori dan Isu Pembangunan. Malang: UM Press.
Tanjung, Abdul Hafiz. 2011. Penatausahaan dan Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.
Tanzeh, A. 2011. Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Sukses Offset.
Tumbel, Satria Mentari. 2016. “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Dana
Desa di Desa Tulumaluntung Satu Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa
Selatan”. Tesis. Program Studi PSP Pascasarjana UNSRAT.
Yusuf, A Muri. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian
Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.