analisis jurnal kep jiwa print.doc

42
ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN JIWA Faktor-faktor Terkait dengan Efektivitas Strategi Keperawatan Berbasis Telepon untuk Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Skizofrenia BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit skizofrenia memang masih kurang populer di kalangan masyarakat awam.Tetapi gangguan jiwa ini sudah mulai mencemaskan karena sampai sekarang penanganannya masih belum memuaskan. Di masa lalu banyak orang menganggap skizofrenia merupakan penyakit yang tidak dapat diobati. Akan tetapi seiring dengan kemajuan dibidang ilmu kedokteran jiwa maka kini anggapan itu berlangsung hilang dan diakui skizofrenia sebenarnya termasuk gangguan kesehatan dan termasuk dalam ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) yang penanganannya sesuai dengan terapi kedokteran sebagaimana halnya penyakit fisik lainnya (Hawari, 2010 : 1). Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2009). Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk. Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hampir tiga juta penduduk yang sedang, telah, atau akan terkena penyakit tersebut. Insiden dan prevalensi seumur hidup secara kasar sama di seluruh dunia (Buchman & Carpenter2000, dalam Videbeck 2008). Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi adalah skizofrenia, dimana hingga saat ini penanganannya belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di

Upload: septian-dhani

Post on 25-Oct-2015

253 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

iis

TRANSCRIPT

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN JIWA

Faktor-faktor Terkait dengan Efektivitas Strategi Keperawatan Berbasis

Telepon untuk Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan

pada Pasien Skizofrenia

BAB I

A. LATAR BELAKANG

Penyakit skizofrenia memang masih kurang populer di kalangan masyarakat

awam.Tetapi gangguan jiwa ini sudah mulai mencemaskan karena sampai sekarang

penanganannya masih belum memuaskan. Di masa lalu banyak orang menganggap

skizofrenia merupakan penyakit yang tidak dapat diobati. Akan tetapi seiring dengan

kemajuan dibidang ilmu kedokteran jiwa maka kini anggapan itu berlangsung hilang

dan diakui skizofrenia sebenarnya termasuk gangguan kesehatan dan termasuk dalam

ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) yang penanganannya sesuai dengan terapi kedokteran

sebagaimana halnya penyakit fisik lainnya (Hawari, 2010 : 1).

Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau

22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2009). Prevalensi skizofrenia

diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk. Di Amerika Serikat angka tersebut

menggambarkan bahwa hampir tiga juta penduduk yang sedang, telah, atau akan

terkena penyakit tersebut. Insiden dan prevalensi seumur hidup secara kasar sama di

seluruh dunia (Buchman & Carpenter2000, dalam Videbeck 2008). Salah satu bentuk

gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi adalah skizofrenia,

dimana hingga saat ini penanganannya belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di

negara-negara yang sedang berkembang karena ketidaktahuan keluarga maupun

masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini (Hawari, 2003).

Menurut hasil penelitian di Indonesia, terdapat sekitar 1-2 % atau sebesar 2-4

juta jiwa menderita skizofrenia dan dari jumlah tersebut diperkirakan penderita

skizofrenia aktif 700.000-1,4 juta jiwa.Skizofrenia adalah suatu penyakit yang

mempengaruhi otak dan menyebabkantimbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan,

dan prilaku yang aneh dan terganggu(Videbeck, 2008). Gangguan jiwa skizofrenia

tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja. Akan tetapi banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya gejala-gejala skizofrenia. Berbagai penelitian telah banyak

dilakukan untuk menjelaskan tentang penyebab skizofrenia. Dalam teori biologi

menjelaskan penyebab skizofrenia yang berfokus pada faktor genetik,

faktorneuronatomi dan neurokimia (struktur dan fungsi otak) serta imunovirologi atau

respon tubuh terhadap pejanan suatu virus (Videbeck, 2008 : 35). Pengobatan yang

begitu modern sekarang ini ternyata memberikan prognosis yang baik pada pasien

Skizofrenia. Pemulangan pasien Skizofrenia pada keluarga tergantung pada keparahan

penyakit dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan (Kaplan dan Sadock,2007 :

725). Keadaan pasien yang membaik dilanjutkan dengan rawat jalan. Terapi yang

komperehensif dan holistik, sudah mulai dikembangkan meliputi terapi obat-

obatan antiskizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi

psikoreligius. Terapi tersebut, khususnya obat psikofarmaka harus diberikan dalam

jangka waktu yang lama.Apabila klien sampai telat atau tidak patuh minum obat,

maka klien bisa kambuh (relaps).

Keberhasilan terapi gangguan jiwa skizofrenia sangat ditentukan oleh terapi

obatpsikofarmaka dan jenis terapi lainnya, perawat juga berperan penting dalam

memingatkan pengobatan pasien skizofrenia ketika dirumah. Saat ini komunikasi

antar manusia makin mudah karena sudah ada fasilitas telepon yang sangat membantu

dalam kehidupan sehari-hari.sehingga perawatan atau rumah sakit bisa menggunakan

telepon untuk membantu pengobatan pada pasien skizofrenia. Didasari dengan adanya

latar belakang tersebut maka penganalisi tertarik untuk menganalisi jurnal yang

berjudul Faktor-faktor Terkait dengan Efektivitas Strategi Keperawatan Berbasis

Telepon untuk Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Skizofrenia

B. TUJUAN

Dalam jurnal ini peneliti mengungkapkan dengan jelas dari tujuan penelitian

yaitu untuk mengetahui faktor-faktor terkait dengan efektivitas strategi keperawatan

berbasis telepon untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pada skizofrenia

C. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini belum mencantumkan manfaat penelitian

Saran :

1. Bagi perawat

Perawat dapat terus mementau respon klien terhadap pengobatan khususnya obat

anti psikotik yang terkait dengan efektivitas strategi keperawatan berbasis telepon

untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pada skizofrenia. Bila tidak titangani

dengan baik efek ini akan menjadi masalah yang lebih berat.

2. Bagi tempat penelitian

Meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien pasien skizofrenia dengan strategi keperawatan berbasis

telepon untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan

3. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti mengenai peran perawat terkait dengan

peningkatan kepatuhan pengobatan pada skizofrenia dengan terkait dengan

strategi keperawatan berbasis telepon

4. Bagi peneliti lain

Menambah refrensi bagi peneliti lain yang ingin memeliti dengan tema yang sama

sehingga penelitian yang akan dilakukan lebih menyempurnakan penelitian yang

ada.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SKIZOFRENIA

1. Schizofrenia

a. Pengertian

Schizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.

( Stuart Gail W. 2006).

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan

mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan

oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia

Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi,

delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan

gejala-gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan penurunan kemampuan

dalam melakukan aktivitas dasar sehari-hari.

http://www.resep.web.id/kesehatan/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satu-

gangguan-psikosis-fungsional.htm rabu 10 februari 2010 .

b. Etiologi

Maramis (2005) mengemukan tetang penyebab schizofrenia antara lain :

1) Keturunan

Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan

timbulnya schizofhrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian

tentang keluarga–keluarga penderita schizophrenia dan terutama anak–

anak kembar satu telur. Angka kesakitan dari saudara tiri Ialah 0,9–1,8 %;

bagi saudara kandung 7–15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang

menderita schizophrenia 7–16%; bila kedua orang tua menderita

schizofrenia 40–68 %; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2–15%; bagi

kembar satu telur (monozigot) 61–86%.

2) Endokrin

Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Schizofrenia

pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu

klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3) Metabolisme

Teori ini didasarkan karena penderita Schizofrenia tampak pucat, tidak

sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat

badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat

asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian

obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide

(LSD-25). Obat–obat ini dapat menimbulkan gejala–gejala yang mirip

denga scizofrenia, tetapi reversible. Mungkin schizofrenia disebabkan oleh

suatu “ inborn error of metabolism “

4) Susunan Saraf Pusat

Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon

atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin

disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada

waktu membuat sediaan.

5) Teori Adolf Meyer :

Schizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga

sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis

yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang

inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya

schizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi yang

salah. Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama–

kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

6) Teori Sigmund Freud

Schizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena

penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan

sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu

regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan

(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7) Eugen Bleuler

Penggunaan istilah Schizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini

yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara

proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala

Schizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses

pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder

(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang

lain).

Kemudian muncul teori yang menganggap schizofrenia sebagai suatu

sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain

keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit

badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang

belum diketahui.

Akhirnya timbul pendapat bahwa schizofrenia itu suati gangguan

psikosomatik, gejala–gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan

dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatik dari gangguan

psikogenik. Tetapi pada scizofrenia justru kesukaran ialah untuk

menentukan mana yang primer dan mana yang sekunder, mana yang

merupakan penyebab dan mana yang hanya akibatnya saja. Jadi kita dapat

melihat bahwa hingga sekarang belum diketahui dasar penyebab

schizofrenia, sehingga pernah pada suatu kenperensi dunia khusus tentang

schizofrenia, dikatakan sebenarnya bsangat memalukan, bahwa kita hingga

sekarang belum mengetahui sebab musabab suatu penyakit yang terdapat

sejak dulu kala dan yang tersebar begitu luas serta khas bagi umat

manusia.

Sebagai ringkasan: hingga sekarang kita belum mengetahui dasar sebab

musabab schizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan

mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan

manifestasi atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit

badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Schizofrenia,

walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Schizofrenia yang sudah

ada tidak dapat disangkal.

c. Klasifikasi Schizofrenia

Adapun klasifikasi schizofrenia berdasarkan gejala utamanya antara lain :

1) Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa

kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir

sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya

perlahan-lahan sekali.

2) Skizofrenia Hebefrenia

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa

remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang mencolok ialah gangguan

proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau

double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme

atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi

banyak sekali.

3) Skizofrenia Katatonia

Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering

didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik

atau stupor katatonik.

4) Skizofrenia Paranoid

Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-

waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata

adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

Jenis schizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya

mulai subakut, tetapi bias juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit

sering dapat digolongkan schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka

menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.

5) Episode Skizofrenia akut

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam

keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini

timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah,

semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

Prognosisnya baik, dalam waktu beberapa minggu atau biasanya kurang

dari 6 bulan penderita sudah baik. Kadang–kadang bila kesadaran yang

berkabut tadi hilang, maka timbul gejala–gejala salah satu jenis

schizofrenia yang khas.

6) Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas

adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali

serangan Skizofrenia

7) Skizofrenia Skizo Afektif

Disamping gejala Schizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga

gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik).

Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin

juga timbul serangan lagi.

d. Kriteria Diagnostik

Menurut Pedoman Diagnostik PPDGJ III (2001) untuk gangguan skizhofrenia

harus ada sedikitnya suatu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala–gejala itu kurang tajam atau kurang jelas :

1) Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya

dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Thaought

1. thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau

2. thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke

dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

3. thought broadcastin = isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya;

b. Delusion

1. delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

2. delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” =

secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke

pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)

3. delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersif atmistik

atau mukjizat;

c. Halusinasi auditorik:

1. suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau

2. mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau

3. jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan

agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia

biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan

mahluk asing dan dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

a) halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme.

c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor.

d) Gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan

oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed

attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Menurut Hawari (2001) secara klinis untuk mengatakan apakah seseorang itu

menderita scizofrenia atau tidak maka diperlukan criteria diagnostik segabai

berikut

a) Paling sedikit terdapat 1 dari 6 kriteria dibawah ini selama suatu fase

penyakit:

1. Delusi atau waham yang aneh (isinya jelas tak masuk akal), dan tidak

berdasarkan kenyataan. Sebagai contoh misalnya:

2. Waham dikendalikan oleh suatu kekuatan luar (delusions of being

controlled).

3. Waham penyiaran pikiran (thaougt broadcasting).

4. Waham penyisipan pikiran (thought insertion).

5. Waham penyedotan pikiran (thought withdrawal).

6. Delusi atau waham somatic (fisik), kebesaran, keagamaan, nihilistik

atau waham lainnya yang bukan waham kejar atau cemburu.

7. Delusi atau waham kejar atau cemburu (delusions of persecution or

jealousy) dan waham tuduhan (delusions of suspicion) yang disertai

halusinasi dalam bentuk apapun (halusinasi pendengaran, penglihatan,

penciuman, pengecapan, dan perabaan).

8. Halusinasi pendengaran yang dapat berupa suara yang selalu member

komentar tentang tingkah laku atau pikirannya, atau dua atau lebih

suara yang saling bercakap–cakapan (“dialog”).

9. Halusinasi pendengaran yang terjadi beberapa kali yang berisi lebih

satu atau dua kata dan tidak ada hubungannya dengan kesedihan

(depresi) atau kegembiraan (euforia).

10. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan) pikiran yang jelas,

jalan pikiran yang tidak masuk akal, isi pikiran atau pembicaraan yang

kacau, atau kemiskinan pembicaraan yang disertai oleh paling sedikit

atau dari yang disebut dibawah ini :

a. Afek (alam perasaan) yang tumpul mendatar atau tidak serasi

(inappropriate).

b. Berbagai waham atau halusinasi.

c. Katatonia (kekakuan) atau tingkah laku lain yang sangat kacau

(disorganized)

11. Deteriorasi (kekambuhan/ kemerosotan) dari taraf fungsi penyesuaian

(adaptasi) dalam bidang pekerjaan, hubungan social dan perawatan

dirinya

12. Jangka waktu : gejala penyakit itu berlangsung secara terus menerus

selama paling sedikit 6 bulan dalam suatu periode di dalam kehidupan

seseorang, disertai dengan terdapatnya beberapa gejala penyakit pada

saat periksa sekarang. Masa bulan itu harus mencakup fase aktif

dimana dapat gejala pada kriteri (1), dengan atau tanpa fase prodromal

(gejala awal) atau residual (gejala sisa).

e. Gejala – Gejala Schizofrenia

Perjalanan penyakit schizophrenia terbagi menjadi tiga fase, yaitu:

1) Fase prodromal = fase dimana gejala non spesifik muncul sebelum gejala

psikotik menjadi jelas. Lamanya bisa beberapa minggu, bulan bahkan

tahunan. Gejalanya berupa hendaya pekerjaan, fungsi social, perawatan

diri, penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas dasar sehari-hari,

dan penggunaan waktu luang.

2) Fase aktif = fase dimana gejala psikotik menjadi jelas seperti perilaku

katatonik, halusinasi, delusi, disertai gangguan afek.

3) Fase residual = fase yang gejalanya mirip seperti fase prodromal tetapi

gejala psikotiknya tidak begitu jelas.

Maramis (2005) menjelaskan gelaja–gejala schizofrenia dibagi menjadi 2

kelompok yaitu :

1) Gejala–gejala primer

- Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada

schizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang

terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang–kadang satu ide belum

selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan

maksud, umpanya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”.

- Gangguan afek dan emosi: Gangguan ini pada schizofrenia dapat

berupa :

a. Kadang kala afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya

penderita menjadi acuh tak acuh terdapat hal–hal yang penting

untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa

depannya. Perasaan halus sudah hilang.

b. Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan

gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.

- Gangguan kemauan: Banyak penderita denga schizofrenia mempunyai

kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak

dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan suatu

alasan, meskipun alas an itu tidak jelas atau tepat.

- Gejala psikomotor: juga dinamakan gejala–gejala katatonik atau

gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh Bleuler dimasukkan ke

dalam kelompok gejala schizofrenia yang sekunder sebab didapat juga

penyakit lain.

2) Gejala – gejala sekunder

- Waham: Pada schizofrenia waham sering tidak logis sama sekali

sangat bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia

wahamnya merupakan fakta dan tidk dapat dirubah oleh siapapun.

Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan.

- Halusinasi: Pada schizofrenia, halusinasi timbul tanpa kesadaran dan

hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada

keadaan lain.

Gejala – gejala schizofrenia menurut Hawari (2001) dibagi dua yaitu :

Termasuk gejala positif adalah

a) Delusi atau waham yaitu keyakinan yang tidak rasional ( tidak masuk

akal ). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu

tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

b) Kekacauan alam pikiran, yang dapat dilihat dari isi pembicaraan. Misalnya

bicara kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

c) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, bicara dengan

semangat dan gembira berlebihan.

d) Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan

sejenisnya.

e) Menyimpan rasa permusuhan

1. Termasuk gejala negatif

1) Alam perasaannya yang ( affect ), “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran

alam perasaan ini terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi

2) Menarik diri atau mengasingkan diri ( withdraw ), tak mau bergaul atau

kontak dengan orang lain,suka melamun ( day dreaming )

3) Pasif dan apatis, menarik diri diri dari pergaulan sosial

4) Kesulitan dalam berpikir abstrak

5) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak ( avolition ) dan tidak ada

inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta

tak ingin apa-apa dan serba malas ( kehilangan nafsu )

6) Pola pikir streotip

f. Penatalaksanaan Schizofhrenia

1. Psikofarmaka

Kemajuan di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) akhir–akhir ini

mengalami kemajuan pesat, baik dibidang organobiologik maupun di

bidang obat–obatannya. Dari sudut oranobiologik sudah diketahui bahwa

pada schizofrenia terdapat gangguan pada fungsi transmisi sinyal

pengantar saraf (neurotransmitter) sel–sel susunan saraf pusat (otak) yaitu

pelepasan zat dopamine dan serotonin yang mengakibatkan gangguan pada

alam pikir, alam perasaan dan perilaku

Dewasa ini banyak jenis obat psikofarmaka yang digunakan untuk

mengobati penderita schizofrenia. Hingga sekarang belum ditemukan obat

yang ideal, masing-masing jenis obat fsikofarmaka ada kelebihan dan

kekurangannya selain juga ada efek sampingnya. Misalnya ada jenis

psikofarmaka yang lebih berkhasiat menghilangkan gejala negative

schizofrenia daripada gejala positif atau sebaliknya, ada juga yang lebih

cepat menimbulkan efek samping dan lain sebagainya.

Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat

antara lain sebagai berikut :

- Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu yang relative

singkat.

- Tidak ada efek samping, kalaupun ada relative kecil.

- Dapat menghilangkan dalam waktu relatife singkat baik gejala positif

maupun negative schizofrenia.

- Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).

- Tidak menyebabkan kantuk.

- Memperbaiki pola tidur.

- Tidak menyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi.

- Tidak menyebabkan lemas otot.

- Dan, kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal, (single doses)

Jenis obat psikofarmaka yang dapat diperoleh dari dokter dibagi menjadi

dua golongan diantaranya : golongan generasi pertama (typical) dan

golongan generasi kedua (atypical)

1. Obat golongan generasi pertama

a) Chlorpromazine HCl

b) Trifluoperazine HCL

c) Thioridazine HCl

d) Haloperidol

2. Golongan generasi kedua

a) Risperidone

b) Clozapine

c) Quetiapine

d) Olanzapine

e) Zotetine

f) Aripiprazole

2. Psikoterapi

a) Suportif

Jenis Terdapat banyak macam psikoterapi tergantung dari kebutuhan

dan latar belakang penderita sebelum sakit (Pramorbid), sebagai

contohnya : Psikoterapi psikoterapi ini dimaksudkan untuk

memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak

merasa putus asa.

b) Psikoterapi Re-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang

yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan

juga dengan pendidikan ini dimaksudkan emngubah pola pendidikan

lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia

luar.

c) Psikoterapi Re-konstruktif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-

konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi

kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.

d) Psikoterapi Kognitif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi

kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita

mampu membedakan nialai-nilai moral etika, mana yang baik dan

buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan lain

sebagainya (discriminative judgment).

e) Psikoterapi Psiko-dinamik

Jenis pskikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan

menguraikan proses dinamika kejiwaan yang menjelaskan seseorang

jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.

f) Psikoterapi Prilaku

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan prilaku

yang terganggu (maladaptif) menjadi prilaku yang adaptif (mampu

menyesuaikan diri). Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan

agar penderita mampu berfungsi kembali secara wajar.

g) Psikoterapi keluarga

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan

penderita dengan keluarganya.

3. Terapi Psikososial

Gangguan jiwa schizofrenia adalah terganggunya fungsi social penderita

atau hendaya (impairment). Hendaya ini terjadi dalam berbagai bidang

fungsi rutin kehidupan sehari-hari. Dengan terapi psikosoial dimaksudkan

penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial

sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung dari

orang lain sehingga tidak jadi beban gai masyarakat dan keluarga.(Hawari,

2001)

Salah satu bagian dari terapi psikososial adalah terapi okupasi dimana

dalam terapi okupasi ini terdapat bermacam-macam jenis kegiatan yang

diberikan salah satunya adalah mengajarkan pasien untuk melakukan

kegiatan sehari-hari. Sehingga dapat meningkatkan kemampuan pasien

dalam melakukan kegiatan dasar sehari-hari secara mandiri

g. Kepatuhan Pengobatan

1. Konsep kepatuhan

Sarfino (2007) di kutip oleh Smet B. (2009) mendefinisikan kepatuhan

(ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan

perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain.

Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi

(Degrest et al, 2007). Menurut Decision theory (2008) penderita adalah

pengambil an keputusan dan kepatuhan sebagai hasil pengambilan

keputusan.

Perilaku ketat sering diartikan sebagai usaha penderita untuk

mengendalikan perilakunya bahkan jika hal tersebut bisa menimbulkan

resiko mengenal kesehatanya (Taylor, 2008).

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan.

Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.

Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan

yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta

mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Lukman Ali et al,

2010).

Concordase adalah suatu proses pengobatan, dimana pasien dan tenaga

kesehatan menjadi mitra bersama dalam mencari solusi terbaik untuk

setiap masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien. Pasien dan tenaga

kesehatan membuat kesepakatan bersama tentang pengobatan dan

perawatan masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien.

a) Faktor - faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Dalam hal kepatuhan Carpenito L.j.(2010) berpendapat bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu

yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi

mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak

patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

diantaranya:

1) Pemahaman tentang instruksi.

Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang

instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 2010

menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai

setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi

yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan

oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan informasi

lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak

instruksi yang harus di ingat oleh penderita.

2) Tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan,

sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang

aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu

(Feuer Stein et.al., 2010).

Singgih D. Gunarso ( 2010 ) mengemukakan bahwa semakin tua

umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah

baik, akan tetapi pada umur – umur tertentu, bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan

tahun, dengan demikian dapat disimpulkan factor umur akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan

mengalami puncaknya pada umur – umur tertentu dan akan

menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring

dengan usia semakin lanjut.Hal ini menunjang dengan adanya

tingkat pendidikan yang rendah.

3) Kesakitan dan pengobatan.

Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena

tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang

jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan

yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang

tidak pantas (Dikson dkk,2010).

4) Keyakinan, sikap dan kepribadian.

Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal,

Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi,

ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan

ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan social yang lebih,

memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang

lebih ditandai dengan kurangnya penguasaan terhadap

lingkunganya. Variabel-variabel demografis juga digunakan untuk

meramalkan ketidak patuhan (Tylor, 1991). Sebagai contoh, di

Amerika Serikat para wanita kaum kulit putih dan orang-orang tua

cenderung mengikuti anjuran dokter (Sarafino, 2010).

5) Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta

menentukan program pengobatan yang akan mereka terima.

Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan

mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana

seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial,

secara negatif berhubungan dengan kepatuhan (Baekeland dan

Lundawall)

6) Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk

memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya

penderita TBC sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya

ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai

semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu

tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami

ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi

ketidakpatuhan (Power park C.E., 2002)

7) Dukungan social

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota

keluarga teman, waktu, dan uang merupakan factor penting dalam

kepatuhan contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi dan

biaya dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman

dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh

penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada

ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok

pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial

nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang memeliki

status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat

(Meichenbaun, 2010).

8) Perilaku sehat.

Perilaku sehat dapat di pengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu

perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk

mengubah perilaku tetapi juga dapat mempertahankan perubahan

tersebut. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan

terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri

sendiri terhadap perilaku yang baru tersebut (Dinicola dan

Dimatteo, 2010).

9) Dukungan profesi keperawatan (kesehatan)

Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor lain yang dapat

mempengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka

terutama berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan

bahwa perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting.

Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku penderita

dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan

tertentu dari penderita, dan secara terus menerus memberikan yang

positif bagi penderita yang telah mampu beradabtasi dengan

program pengobatanya (Meichhenbaum, 1997)

Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku

pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan

oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Mengenai

segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

pengobatan, salah satu diantaranya adalah kepatuhan dalam minum

obat. Hali ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan

pengobatan yang dilakukan.

b) Cara Meningkatkan Kepatuhan

Ada beberapa cara untuk meningkatkan kepatuhan (Australian College

of Pharmacy Practice, 2010; Drennan.V, Graw.C,2010), antara lain:

1. Memberikan informasi kepada pasien akan manfaat dan pentingnya

kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.

2. Mengingatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang harus

dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon atau alat

komunikasi lain.

3. Menunjukkan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya

4. Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektivitas obat dalam

penyembuhan.

5. Memberikan informasi resiko ketidakpatuhan.

6. Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung,

mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi kesehatan.

7. Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikompartemen atau

sejenisnya.

8. Adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan orang-orang

sekitarnya untuk selalu mengingatkan pasien, agar teratur minum

obat demi keberhasilan pengobatan.

Hal-hal yang perlu dipahami dalam tingkat kepatuhan adalah bahwa:

1. Konsekuensi dari ketidak-patuhan terhadap terapi jangka panjang

adalah tidak tercapainya tujuan terapi dan meningkatnya biaya

pelayanan kesehatan

2. Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan keamanan

penggunaan obat.

3. Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam

mencapai efektifitas suatu system kesehatan.

4. Memperbaiki kepatuhan dapat merupakan intervensi terbaik dalam

penanganan secara efektif suatu penyakit kronis

5. Sistem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat

menghadapi berbagai tantangan baru

6. Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan

masalah ketidakpatuhan.

h. Telepon

1. Pengertian

Telepon merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan

pesan suara(terutama pesan yang berbentuk percakapan). Kebanyakan

telepon beroperasi dengan menggunakan transmisi sinyal listrik dalam

jaringan telepon sehingga memungkinkan pengguna telepon untuk

berkomunikasi dengan pengguna lainnya. Karena memiliki jangkauan

yang luas, telepon satelit dapat digunakan di derah pegunungan,

pedalaman hingga di tengah lautan. Berbeda dengan telepon GSM yang

jangkauannya terbatas.

Telepon satelit tidak menggunakan infrastruktur yang ada di bumi untuk

melakukan panggilan. Tujuan diciptakannya telepon satelit adalah

menjembatani komunikasi bagi industri yang berada di sebuah tempat

yang sulit dan mahal untuk dikembangkan prasarana telekomunikasinya.

Misalnya menghubungkan kantor pusat dengan unit pengeboran minyak di

lepas pantai.

2. Manfaat

- Membuat suatu hubungan dengan orang-orang yang tinggal di daerah

terpencil dan tidak terhubung jaringan telepon GSM

- Telepon satelit memiliki jangkauan telepon yang tidak mudah terputus

oleh cuaca dan bencana alam sehingga mudah untuk memantau suatu

daerah yang sedang dalam kondisi porak poranda akibat bencana alam

- Untuk daerah berstatus militer sangat berbahaya, tetap dapat membuat

suatu hubungan dengan telepon satelit walaupun jaringan telepon GSM

diputus

- Menghubungkan dua lokasi yang sangat jauh dalam waktu yang sangat

singkat

- Menjangkau hinga ke tengah samudera

- Telepon satelit tahan terhadap air dan guncangan

3. Kekurangan

- Biaya yang dikeluarkan operator telepon untuk operasional sangat

besar sehingga operator hanya berjumlah sedikit

- Biaya konsumen untuk melakukan panggilan sangat besar dibanding

ponsel GSM

- Ukuran telepon yang besar bahkan ada yang beratnya mencapai 2

kilogram

- Harus berada di ruang terbuka yang langitnya terlihat apabila ingin

melakukan panggilan karena jangkauan satelit tidak dapat menembus

ruangan

- Apabila ingin menggunakan telepon di dalam ruangan, harus

memasang antena di tempat yang terlihat oleh langit sehingga

terjangkau oleh satelit

i. OBAT ANTIPSIKOTIK

1. Mekanisme Kerja 

Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin

dalam berbagai jaras di otak. Antipsikotik atipikal juga meningkatkan

keefektifan serotonin.

2. Manfaat Klinis 

Tabel di bawah memuat antipsikotik yang paling sering diresepkan.

Golongan kimia antipsikotik ”tipikal” yang konvensional dibedakan oleh

kedalaman, jenis, dan keparahan efek samping yang dihasilkan.

Keefektifan klinis keseluruhan obat tersebut dalam dosis yang ekuivalen

adalah sama.

Antispikotik atipikal terbaru, seperti klozapin, risperidon, olanzapin, dan

ziprasidon, mempunyai efek klinis yang lebih besar daripada antipsikotik

kelas lain dengan efek samping ekstrapiramidal akut yang minimal.

Penggunaan utama antipsikotik untuk skizofrenia, sindrom otak organik

dengan psikosis. Obat ini juga berguna untuk pasien yang mengalami

ansietas berat dan menyalahgunakan obat atau alkohol karena

benzodiazepin dikontraindikasikan bagi mereka.

Reaksi Yang Merugikan dan Pertimbangan Keperawatan 

Efek samping antipsikotik banyak dan bervariasi serta menuntut banyak

perhatian klinis dari perawat untuk memberikan perawatan yang optimal.

Beberapa efek samping hanya menyebabkan rasa tidak nyaman bagi

pasien, dan kebanyakan mudah ditangani, tetapi beberapa diantaranya

mengancam jiwa. Perawat harus memberi perhatian khusus pada gejala

atau sindrom ekstrapiramidal (EPS), baik jangka pendek maupun jangka

panjang. Obat-obat yang paling umum untuk mengatasi EPS jangka

pendek adalah

- Benztropin, 1-6 mg/hari

- Triheksifenidil, 1-10mg/hari

- Difenhidramin, 25-150 mg/hari

- Efek merugikan klozapin yang paling serius adalah agranulositosis,

yang

- terjadi pada kira-kira 1% sampai 2% pasien.

BAB III

ANALISA JURNAL

ABSTRACT

A post hoc analysis was made to identify factors associated with success

following a 4-month telephone-based strategy for enhancing adherence to

antipsychotic treatment in schizophrenia. A total of 928 stable outpatients were

randomized to receive a monthly telephone call provided by a nurse or routine clinical

care. Logistic regression with a backward stepwise procedure was used. A higher

percentage of patients in the intervention group (25.7%, n=109) improved adherence

at the end of the study compared with the control group (16.8%, n=74) (p=0.0013).

The intervention was significantly associated with adherence improvement in those

patients with a previous negative attitude towards medication (OR=4.7, 95% CI =2.4-

9.0, p<0.0001). A slight concordance was obtained between adherence improvement

and improvement in patient perception of treatment (kappa=0.21; 95% CI=0.15-0.27).

The identification of factors related to the effectiveness of a specific intervention

would offer clinicians the opportunity to more adequately select patients who are

eligible for such intervention

Keywords: Schizophrenia, medication adherence, mental health nursing, telephone,

antipsychotic

A. JUDUL

Judul penelitian ini adalah “Faktor-faktor Terkait dengan Efektivitas Strategi

Keperawatan Berbasis Telepon untuk Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan pada

Skizofrenia”.

Menurut ari kunto (2006), judul penelitian yang lengkap diharapkan mencakup 5

komponen, yaitu sifat dan jenis penelitian, objek yang diteliti, subjek penelitian,

lokasi penelitian dan thun atau waktu terjadinya peristiwa. Penelitian ini dilakukan di

Catalana Fundació Rumah Sakit d'(Barcelona, Spanyol) pada tahun 2008

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Strategi Keperawatan Berbasis

Telepon untuk Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Skizofrenia.

C. Tinjauan Teori

Obat antipsikotik adalah modalitas pengobatan utama untuk episode akut serta untuk

pencegahan kekambuhan pada skizofrenia. Namun, manfaat penuh dari obat seperti

yang ditunjukkan oleh percobaan penelitian klinis telah gagal diimplementasikan

dalam perawatan klinis rutin. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dianggap kendala

yang signifikan dalam mencapai tujuan ini. Sampai dengan 75% pasien dengan

pengobatan skizofrenia dihentikan dalam waktu dua tahun dan dikeluarkan dari rumah

sakit. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dikaitkan dengan hasil klinis dan

fungsional miskin, peningkatan penggunaan layanan darurat psikiatri, dan

peningkatan jumlah rawat inap.

Keberhasilan terapi gangguan jiwa skizofrenia tidak sangat ditentukan oleh terapi

obatpsiko farmaka dan jenis terapi lainnya, perawat juga berperan penting dalam

memingatkan pengobatan pasien skizofrenia ketika dirumah. Saat ini komunikasi

antar manusia makin mudah karena sudah ada fasilitas telepon yang sangat membantu

dalam kehidupan sehari-hari.sehingga perawatan atau rumah sakit bisa menggunakan

telepon untuk membantu pengobatan pada pasien skizofrenia

D. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan Quasy eksperimen yaitu

rancangan eksperimen semu yang menggunakan Pretest-Posttest with Control Group

Desaign.. Yaitu mengobservasi pengamatan pada kelompok perlakuan terhadap

kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel secara “Purposive sampling” yaitu

suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai

dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya

(Nursalam, 2008).

Adapun kriteria sampel yang harus dipenuhi antara lain :

Kriteria inklusi :

a. Pasien yang berdiagnosa skizofrenia

b. Umur 18 tahun

c. mengambil obat antipsikotik tunggal oral

Dalam penelitian ini tidak mencantumkan peneliti tidak mencantumkan uji statistic

yang digunakan untuk menganalisa penelitian, melihatn dari data Dalam penelitian ini

peneliti bisa menggunakan uji analistik statistik yaitu uji Mann-Whitney U-Test. Uji

ini merupakan analisis data yang digunakan untuk 2 sampel bebas dan sesuai dengan

data yang berjenjang (ordinal) tarap kesalahan ditetapkan sebesar 0,05 dengan tipe uji

satu sisi (Riwidikdo, 2007)..

E. Hasil dan Pembahasan

Persentase yang signifikan lebih tinggi dari pasien pada kelompok intervensi (25,7%, n

= 109) peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan pada akhir penelitian

dibandingkan dengan kelompok kontrol (16,8%, n = 74) (p = 0,0013). Singkatnya,

hasil analisis ini menunjukkan bahwa panggilan telepon yang dibuat oleh seorang

perawat kesehatan mental adalah intervensi yang berhasil untuk meningkatkan

kepatuhan pada pasien stabil dengan skizofrenia. Intervensi ini bisa sangat berguna

untuk meningkatkan kepatuhan pada pasien dengan sikap negatif terhadap pengobatan

antipsikotik.

Persentase kepatuhan lebih tinggi pada pasien yang di intervensi (25,7%, n = 109)

peningkatan kepatuhan pada akhir penelitian dibandingkan dengan kelompok kontrol

(16,8%, n = 74) (p = 0,0013). Intervensi secara bermakna dikaitkan dengan

peningkatan kepatuhan pada pasien dengan sikap negatif sebelumnya terhadap obat

(OR = 4,7, 95% CI = 2,4-9,0, p <0,0001). Dapat di artikan bahwa strategi keperawatan

berbasis telepon dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pada

pasien skizofrenia.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pesawat telepon sebagai media untuk

membantu jalannya penelitian dimana perawat digunakan sebagai operator yang

bertugas untuk menelpon pasien. Setiap panggilan telepon terdiri dari penilaian semi-

terstruktur singkat kepatuhan pengobatan (serangkaian pertanyaan bertanya tentang

pengetahuan tentang rejimen pengobatan dan episode dosis atau kepatuhan terhapat

pengobatan). Selain itu, wawancara termasuk Persediaan Obat. Perawat menerima

pelatihan khusus untuk penelitian dari peneliti sebelum kontak dengan pasien pertama

Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap

kepatuhan, identifikasi kemudian baru menjadi internalisasi Mula-mula individu

mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan

tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sanksi jika tidak patuh atau

untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut tahap ini

disebut tahap kesediaan, biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat

sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan

petugas

Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun

ditinggalkan.Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh

otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku, jika

individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini pengaruh tekanan

kelompok sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku

mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera

setelah dia keluar dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akan berubah

menjadi perilakunya sendiri

Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang

pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda, yaitu

kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang

menganjurkan perubahan tersebut (change agent).Biasanya kepatuhan ini timbul

karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas atau tokoh tersebut, sehingga

ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya

arti dan mamfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi. Meskipun

motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam

tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu

karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain

dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka

dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut.

Sesungguhnya tiga dari empat penderita skizofrenia dapat mengalami perbaikan yang

bermakna atau pulih dengan baik  dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara

normal, tetapi sembuh atau tidaknya belum dapat diketaui. satu-satunya jalan untuk

mengendalikan adalah dengan pemberian obat antipsikotik yang dikombinasikan

dengan terapi pendukung (tanpa obat-obatan). Pesawat telepon bermanfaat salah

satunya adalah dengan Menghubungkan dua lokasi yang sangat jauh dalam waktu yang

sangat singkat, menelpon pasien sangat membantu mengingatkan pasien dalam

program pengobatan sehingga mampu membantu pasien dalam penyembuhan

mengingat begitu pentingnya obat antipsikotik untuk mencegah kekambuhan dari

skizofrenia. Sehingga melihat dari teori yang mendukung jurnal ini bisa diterima dan

digunakan untuk refrensi dalam strategi pengobatan.

BAB IV

ANALISA SWOT

A. KELEBIHAN JURNAL PENELITIAN (STRENGTHS)

1. Kerja sama tetap terjalin walaupun pasien sudah tidak dirawat di rumah sakit

2. Meningkatkan kepuasan pada pasien dan keluarga pasien dalam pelayanan

kesehatan

3. Meningkatkan pendapatan dari rumah sakit karena dengan adanya program

pengobatan yang tetap pasien akan berpikir untuk berpindah kepelayanan

kesehatan lain

4. Dapat diterapkan dengan mudah karena hanya memerlukan telepon dan operator

serta catatan dari riwayat pegobatan pasien dimana setiap rumah sakit pasti

mempunyai catatan rekam medis setiap pasien yang datang berobat

5. Dapat mengingatkan pasien berobat yang berjarak jauh karena menggunakan

media telepon

B. KEKURANGAN JURNAL PENELITIAN (WEAKNESS)

1. Membutuhkan lebih banyak untuk menelpon pasien serta memberikan pelatihan

pada perawat mengenai item-item yang perlu dipertanyakan ketika perawat

menelpon pasien

2. Perlu menambah tenaga yang dapat digunakan sebagai operator untk menelpon

pasien

3. Sampel yang digunakan terlalu banyak yaitu 865 pasien itu akan membutuh

tenaga yang lebih banyak untuk membantu penelitian sehingga jika tenaga kurang,

data penelitian bisa tidak valid

4. Karena menggunakan media telpon dan bercira lewat telpon kemungkinan adany

miss komunikasi yaitu kesalahan,kesalahpahaman dan penyimpangan sehingga

tidak jarang menimbulkan konflik bagi pihak yang berkomunikasi sehingga perlu

berhati-hati dalam berkomunikasi saat menyampaikan pesan

C. PELUANG (OPPORTUNITY)

Strategi keperawatan berbasis telepon masih belum banyak diterapkan dirumah sakit-

rumah sakit di Indonesia dengan adanya strategi ini rumah sakit bisa menggunakan

stategi berbasis telepon sebagai salah satu kelebihan pelayanan rumah sakit yang

dapat meningkatkan kepuasan pasien dari pelayanan rumah sakit mengingat strategi

berbasis telepon ini belum banyak rumah sakit yang menggunakan.

D. ANCAMAN ( THREAT)

Berkembangnya banyak rumah sakit yang berkualitas dan memiliki produk handalan

dari masing – masing rumah sakit di Indonesian dapat menjadi ancaman

berkembangnya suatu rumah sakit, untuk itu rumah sakit harus meningkatkan

pelayanan yang memuaskan untuk pasien agar bisa bersaing dengan rumah sakit-

rumah sakit lain.

Simpulan:

Strategi keperawatan berbasis telepon efektif untuk meningkatkan kepatuhan

pengobatan pasien skizofrenia.

IMPLIKASI TERHADAP KEPERAWATAN

Hasil dari penelitian dalam jurnal dan analisis yang telah dilakukan diharapkan

mampu memberikan tambahan wawasan mengenai strategi untuk meningkatkan

kepatuhan pasien dalam pengobatan dan kesembuhan pasien

Strategi berbasis telepon diharapkan bisa dijadikan sebagai salah satu materi

dalam proses blajar mengajar dalam dunia keperawatan mengingat hasil dari

penelitian ini yaitu strategi keperawatan berbasis telpon berhasil meningkatkan pasien

dalam program pengobatan. Strategi berbasis telpon dalam dunia keperawatan tidak

hanya dapat diterapkan bagi pasien skizofrenia tetapi juga bisa diterapkan bagi pasien

yang harus minum obat rutin seperti pasien penderita TBC. Strategi berbasis telpon

ini diharapkan bisa dijadikan sebagai salah satu program pengobatan yang

diimplementasikan oleh di RSJD Dr. RM.Soejarwadi Klaten.