analisis kapasitas fiskal kabupaten maros dan pangkep
DESCRIPTION
FiskalTRANSCRIPT
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 1/27
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah
daerah untuk menjalankan fungsi pemerintahan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Hal ini berimplikasi pada kewenangan daerah untuk
membangun daerahnya sesuai dengan potensi sumberdaya daerah tersebut,
kewenangan daerah untuk merumuskan kebijakan dan program pembangunan.Kebijakan desentralisasi ditunjukan untuk mewujudkan kemandirian daerah
melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dimana Pemerintah daerah
otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU
No. 32 tahun 2004). Inti hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah dalam
meningkatkan kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan hingga
secara bertahap ketergantungan kepada pemerintah pusat, khususnya dalam halkeuangan, dapat berkurang. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan
masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Implikasinya adalah untuk dapat meningkatkan kemandirian daerah maka
pemerintah daerah dapat lebih efisien dan efektif dalam mengelola penerimaan
Pemerintah daerah baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
perimbangan, dana bagi hasil dan lain-lain pendapatan yang sah menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan mengalokasikan
anggaran pada sektor-sektor yang menjadi sektor basis dari suatu daerah untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, dimana sektor basis dari Kabupaten Maros dan
Pangkep adalah dari sektor pertanian.
B. PERMASALAHAN
Setiap Kabupaten/Kota mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama
dalam mendanai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masingkhususnya untuk sektor pertanian yang disebabkan oleh perbedaan potensi sumber
1
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 2/27
daya alam dan sumber daya manusia yang di miliki oleh masing-masing
Kabupaten/Kota, hal ini kemudian menimbulkan disparitas kinerja perekonomian
daerah yang harus di atasi melalui fasilitasi pelaksanaan program Pemerintah
Provinsi yang akan di laksanakan di Kabupaten/Kota berdasarkan pada kapasitas
fiskal masing-masing Kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
C. TUJUAN
Analisis Kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten Maros dan Pangkep dalam
mendorong peningkatan produksi tanaman pangan secara umum bertujuan untuk
mengatasi ketimpangan fiskal Pemerintah Kabupaten melalui pengalokasian dana
yang bersumber dari APBD Provinsi sesuai dengan kewenangan Pemerintah Provinsi
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan mempertimbangkan
skala dan kapasitas produksi, dan alokasi anggaran untuk sektor pertanian.
Analisis Kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten Maros, Pangkep dan dalam
mendorong peningkatan produksi tanaman pangan secara khusus bertujuan untuk
memberikan rekomendasi kebijakan dalam pengalokasian anggaran yang
bersumber dari APBD Provinsi sesuai dengan kewenangan Pemerintah Provinsi
dalam meningkatkan produksi tanaman pangan di wilayah tersebut berdasarkan
indeks kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten Maros dan Pangkep serta skala dan
kapasitas produksi, dan alokasi anggaran untuk sektor pertanian sebagai dasar
dalam mengalokasikan anggaran khususnya untuk mendorong peningkatan produksi
tanaman pangan sebagai salah satu sektor basis dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Maros dan Pangkep
D. MANFAAT KAJIAN
Melalui kajian Analisis Kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten Maros dan
Pangkep dalam mendorong peningkatan produksi tanaman pangan melalui
anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi baik yang menyangkut dana
dekonsentrasi dan pembantuan di dasarkan atas kapasitas fiskal Pemerintah
Kabupaten/Kota sehingga diharapkan dapat menciptakan azas keadilan dalam
pengalokasian anggaran agar dapat mendorong peningkatan produksi tanaman
2
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 3/27
pangan sebagai salah satu sektor basis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di
kedua Kabupaten tersebut.
E. WAKTU PELAKSANAAN
Penyusunan kajian Analisis Kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten Maros dan
Pangkep dalam mendorong peningkatan produksi tanaman pangan di lakukan
hingga akhir Tahun 2012.
3
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 4/27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DESENTRALISASI
Secara etimologis, kata desentralisasi berasal dari gabungan dua kata “de”
dan “sentralisasi”. Kata de berarti gerak menjauh, gerak memudar, atau
melepaskan diri seperti yang digunakan pula dalam kata de-kolonisasi, de-
birokratisasi dan lain sebagainya. Kata sentralisasi berarti pemusatan kekuasaan di
tangan pemerintah pusat. Dengan demikian secara etimologis, desentralisasi
adalah gerakan menjauh atau memudar, melepaskan diri dari sentralisasi. Dalam
Glossary World Bank dikemukakan bahwa desentralisasi adalah sebuah proses
4
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 5/27
pemindahan tanggung jawab, kewenangan dan akuntabilitas mengenai fungsi-
fungsi manajemen secara khusus ataupun luas kepada aras yang lebih rendah
dalam suatu organisasi, sistem atau program.
Menurut Rondinelli & Cheema dilihat dari sudut pandang kebijakan dan
administrasi, desentralisasi dapat dimaknai sebagai : “transfer perencanaan,
pengambilan keputusan, atau otoritas administrative dari pemerintah pusat
kepada organisasinya di lapangan, unit -unit administrative lokal, organisasi semi
otonom dan organisasi parastatal, pemerintahan lokal, atau organisasi
nonpemerintah”.
Dalam konteks negara, dibedakan antara desentralisasi di negara berbentuk
federal dengan negara berbentuk kesatuan (unitaris). Dalam negara berbentuk
federal, negara bagian atau provinsi dapat ada lebih dahulu dibanding negara
federalnya, sehingga sumber kekuasaan justru berada di negara bagian atau
provinsinya. Pemerintah federal tidak boleh mencampuri urusan negara bagian
atau provinsi kecuali yang telah ditetapkan dalam konstitusi negara federal.
Dengan demikian isi urusan pemerintahan negara bagian lebih luas dibandingkan isi
urusan pemerintahan negara federalnya. Urusan pemerintahan yang ditangani oleh
pemerintah negara federal adalah urusan moneter, fiskal nasional, politik luar
negeri, peradilan tinggi, pertahanan, keamanan nasional, teknologi tinggi.
Selebihnya menjadi urusan pemerintahan negara bagian atau provinsi.
Pada negara berbentuk kesatuan atau unitaris, pemerintah pusat dibentuk
terlebih dahulu, kemudian pemerintah pusat mentransfer sebagian kekuasaannya
kepada organisasi pemerintah subnasional, organisasi semi-otonom maupun
organisasi nonpemerintah untuk mengelola sebagian fungsi-fungsi publik.
Dari penjelasan di atas dapat dimaknai bahwa dalam negara unitaris,
sumber kewenangan yang ditransfer kepada daerah otonom berasal dari
pemerintah pusat. Dalam beberapa hal desentralisasi dapat mendorong
pengambilan keputusan yang lebih luwes. Dengan kata lain, desentralisiasi
memberi dukungan yang lebih konstruktif dalam pengembilan keputusan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Douglas Mc. Gregor yang mengatakan bahwa : “ Jika kita
dapat menekan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang lebih
5
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 6/27
rendah, maka kita akan cenderung memperoleh keputusan-keputusan yang lebih
baik”.Lebih lanjut Douglas Mc. Gregor (dalam Pamudji, 1984:3 menekankan
bahwa : ‘Desentralisasi bukan saja akan memperbaiki kualitas dan keputusan-
keputusan yang diambil tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas dari pada
pengambilan keputusan.
Pada dasarnya desentralisasi mempunyai tiga tujuan yakni tujuan politik,
tujuan administrasi serta tujuan sosial ekonomi. Pertama, tujuan politik, yakni
untuk menciptakan infrastruktur dan suprastruktur politik yang lebih demokratis,
sehingga semakin banyak rakyat sebagai pemilik kedaulatan ikut terlibat dalam
proses perumusan, pelaksanaan, serta evaluasi kebijakan publik yang dibuat oleh
pejabat publik – baik yang diangkat maupun yang dipilih. Melalui cara ini, maka
hakekat desentralisasi yakni menyelesaikan masalah setempat- oleh orang
setempat – dengan cara setempat, dapat terwujud. Kedua, tujuan administrasi,
yakni menciptakan bangunan birokrasi dan sistem pemerintahan yang dapat
memberikan pelayanan lebih cepat, murah, mudah serta menjalankan sistemnya
secara lebih efektif, efisien, “equity”( adil/setara) dan “economic”(mampu
mengungkit potensi ekonomi masyarakat menjadi kekuatan yang nyata) , Ketiga,
tujuan sosial ekonomi, yakni mampu membuat rakyat lebih sejahtera lahir dan
batin, serta mampu memupuk modal sosial sehingga masyarakat memiliki
ketahanan sosial yang tinggi, ditandai dengan tingkat konflik yang rendah.
B. DESENTRALISASI FISKAL
Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun di tingkat
kabupaten/kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkanya UU No 22 tahun1999 dan UU No.25 tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannyakebijakan ini diperbaharui dengan
dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004. Kedua UU ini
mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kebijakan ini merupakan tantangan
dan peluang bagi pemerintah daerah (pemda) dikarenakan pemda memiliki
kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisiendan efektif. Kebijakan desentralisasi ditunjukan untuk mewujudkan kemandirian
6
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 7/27
daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar
aspirasi masyarakat (UU No. 32 tahun 2004).
Kebijakan pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan pada saat kurang tepat
mengingat hampir seluruh daerah sedang berupaya untuk melepaskan diri dari
krisis ekonomi yang dimulai pertengahan 1997 (Saragih, 2003). Akibatnya kebijakan
ini memunculkan kebijakan kesiapan (fiskal) daerah yang berbeda satu dengan
yang lain. Kebijakan ini justru dilakukan pada saat terjadi disparitas pertumbuhan
(ekonomi) yang tinggi.Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin
kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah
(Halim, 2001). Daerah-daerah yang kapasitas fiskalnya rendah, cenderung
mengalami tekanan fiskal yang kuat. Rendahnya kapasitas ini mengindikasikan
tingkat kemandirian daerah yang rendah. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan
potensi yang dimiliki dan salah satunya dengan memberikan porsi belanja daerah
yang lebih besar untuk sektor-sektor produktif.
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia,
sudah diatur dalam UU RI No. 5 tahun 1975 tentang pokok-pokok pemerintahan di
daerah. Dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
selama pemerintahan orde baru belum dapat mengurangi ketimpangan vertikal dan
horisontal, yang ditunjukkan dengan tingginya derajat sentralisasi fiskal dan
besarnya ketimpangan antardaerah dan wilayah (Uppal dan Suparmoko, 1986;
Sjahfrizal, 1997). Praktek internasional desentralisasi fiskal baru dijalankan pada 1
Januari 2001 berdasarkan UU RI No. 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU
RI No. 33 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia
ialah “Money Follows Functions”, yaitu fungsi pokok pelayanan publik didaerahkan,
dengan dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber
penerimaan kepada daerah.
Berdasarkan pasal 5 UU No. 33 tahun 2000 sumber-sumber penerimaan daerah
adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana
Perimbangan keuangan Pusat-Daerah (PKPD) merupakan mekanisme transfer
pemerintah pusat-daerah terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam
7
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 8/27
(DBHP dan SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana
pembiayaan daerah berasal dari Sisa Lebih Anggaran daerah (SAL), pinjaman
daerah, dana cadangan daerah dan privatisasi kekayaan daerah yang dipisahkan.
Besarnya PAD dan pembiayaan daerah dapat diklasifikasikan sebagai dana non
PKPD, karena berasal dari pengelolaan fiskal daerah. Khusus pinjaman daerah
pemerintah pusat masih khawatir dengan kondisi utang negara, sehingga belum
mengijinkan penerbitan utang daerah. Idealnya semua pengeluaran pemerintah
daerah dapat dicukupi dengan menggunakan PAD-nya, sehingga daerah menjadi
benar-benar otonom. Selama tahun 2001 – 2003 peranan PAD terhadap pengeluaran
rutin dan total pengeluaran APBD semakin menurun. Menurunnya peranan PAD
terhadap pengeluaran rutin dan pengeluaran total dalam APBD mengindikasikan
bahwa terjadi peningkatan peranan mekanisme transfer dari pemerintah pusat
melalui dana perimbangan (Mahi, 2005).
Tujuan utama pemberian dana perimbangan dalam kerangka otonomi daerah
untuk pemerataan kemampuan fiskal pada tiap daerah (equalizing transfer )
(Ehtisham, 2002). Secara umum dana PKPD terdiri dari bantuan umum (block
grant) dan bantuan khusus (spesific grant) (Davey, 1998). Penggunaan DAU, DBHP
dan DBH SDA (block grants) diserahkan pada kebijakan masing-masing daerah.
Pada awal penerapannya DAU banyak dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran
rutin terutama untuk belanja pegawai sebagai dampak pengalihan status pegawai
pusat menjadi pegawai pemda (Isdijoso, dan Wibowo, 2002). Sedangkan
penggunaan DAK (spesific grants) telah ditentukan oleh pemerintah pusat dengan
kewajiban daerah penerima harus menyediakan 10% dana pendamping.
Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai tujuan utama untuk
memperkuat kondisi fiskal daerah dan mengurangi ketimpangan antar daerah
(horizontal imbalance). Melalui kebijakan bagi hasil SDA diharapkan masyarakat
daerah dapat merasakan hasil dari sumber daya alam yang dimilikinya. Hal ini
karena selama pemerintahan orde baru hasil SDA lebih banyak dinikmati oleh
pemerintah pusat (Devas, 1989). Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak bertujuan
untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) pusat-daerah.
Walaupun Indonesia terkenal sebagai daerah yang kaya akan SDA tetapi
persebarannya tidak merata di seluruh daerah. Daerah kaya SDA misalnya Riau,
Kalimantan Timur, Aceh, dan Irian Jaya akan mendapatkan dana bagi hasil yang
8
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 9/27
relatif lebih besar jika dibandingkan dengan daerah lain yang miskin sumber daya
alam. Pada sisi yang lain Jakarta dan kota besar lainnya akan memperoleh dana
bagi hasil pajak (PBB, BPHTB, dan PPh) yang cukup besar, sebagai konsekuensi
terkonsentrasinya pusat bisnis di kota metropolitan. Phenomena seperti ini akan
berdampak terhadap meningkatnya ketimpangan fiskal antar daerah, yang pada
akhirnya melalui kebijakan ekspansi pengeluaran pemerintah daerah dapat
meningkatkan ketimpangan pendapatan antardaerah dan wilayah.
Dana Alokasi Khusus (DAK) bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Di
samping itu tujuan pemberian DAK adalah untuk mengurangi inter-jurisdictional
spillovers, dan meningkatkan penyediaan barang publik di daerah (Mahi, 2002 (c)).
Dalam perspektif peningkatan pemerataan pendapatan maka peranan DAK sangat
penting untuk mempercepat konvergensi antar daerah, karena dana diberikan
sesuai dengan prioritas nasional, misalnya DAK untuk bantuan keluarga miskin.
Dalam jangka panjang dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang
merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan
untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi
urusan daerah akan dialihkan menjadi DAK (Pasal 107 UU No. 33 tahun 2000).
Meningkatnya penerimaan daerah melalui pemberian dana PKPD dan
pengumpulan dana non PKPD pada satu sisi akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, tetapi pada sisi yang lain dapat memperburuk ketimpangan antardaerah.
Peningkatan penerimaan daerah akan memberikan keleluasaan untuk
mendesain kebijakan yang dapat memberikan stimulus pada pertumbuhan
ekonomi. Alokasi anggaran daerah untuk investasi akan meningkatkan kapital stok
daerah dan memperluas kesempatan kerja, sehingga akan meningkatkan kapasitas
ekonomi daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap konsumsi dan tabungan
(investasi) masyarakat sehingga akan memperbesar basis pajak daerah. Dampak
selanjutnya yaitu terjadi peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah,
sehingga penerimaan daerah akan meningkat. Pada sisi yang lain kondisi
endowment factors setiap daerah yang berbeda berdampak terhadap akselerasi
pertumbuhan ekonomi daerah, dan berpotensi memperparah ketimpangan
antardaerah dan wilayah. Terjadinya migrasi tenaga kerja dan pergerakan modal
9
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 10/27
ke daerah core, serta tidak berjalannya mekanisme trickle down effect akan
berdampak meningkatkan ketimpangan antardaerah (Myrdal, 1957, dan Hirchman,
1958). Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan,
investasi, konsumsi, dan mekanisme transfer dana PKPD dan non PKPD terjadi
dalam hubungan simultan (Dartanto, dan Brodjonegoro, 2005). Permasalahan ini
merupakan topik utama yang akan di bahas dalam penelitian ini.
Desentralisasi fiskal terdiri dari kata desentralisasi dan fiskal. Pengertian
desentralisasi menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi fiskal menurut Linvack dan Seddon dalam Prawirosetoto (2002)
adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan
untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax
assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment). Selanjutnya
menurut Bastian (2001) menyatakan kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
ditempuh oleh pemerintah dalam rangka untuk membelanjakan uangnya guna
mencapai tujuan negara dan upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam
mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk membiayai pembelanjaan pemerintah.
Sidik (2002) mengemukakan desentralisasi fiskal merupakan salah satu
komponen utama dari desentralisasi. Pemerintah daerah melaksanakan fungsinya
secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan
pelayanan di sektor publik, maka daerah harus didukung sumber-sumber keuangan
yang memadai baik yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) termasuk
sucharge of taxes, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman maupun
subsidi/bantuan dari pemerintah pusat.
C. ANGGARAN BELANJA DAERAH SEKTOR PUBLIK
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan
masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.
APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujuioleh Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).
10
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 11/27
Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan
perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan output
dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat
menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik.Proses pembuatan satu
tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran.
Lebih dari enam puluh tahun lalu, V.O. Key sudah mengisyaratkan bahwa
penganggaran memiliki satu masalah paling mendasar, yakni keterbatasan sumber
daya. Key (1940) mengajukan pertanyaan berikut: “on what basis shall it be
decided to allocate x dollars to activity A instead of activity B?” Keterbatasan
sumber daya yang dimiliki menyebabkan proses pembuatan keputusan
pengalokasian menjadi sangat dinamis, terlebih lagi dalam kondisi di mana
terdapat banyak pihak dengan kepentingan dan preferensi yang berbeda (Rubin,
1993).
Penganggaran setidaknya mempunyai tiga tahapan , yakni (1) perumusan
proposal anggaran, (2) pengesahan proposal anggaran, (3) pengimplementasian
anggaran yang telah ditetapkan sebagai produk hukum (Samuels, 2000). Sedangkan
menurut Von Hagen (2002) penganggaran terbagi ke dalam empat tahapan, yakni
excecutive planning, legislative approval, excecutive implementation, dan ex post
accountability. Pada kedua tahapan pertama terjadi interaksi antara eksekutif dan
legislatif dan politik anggaran paling mendominasi, sementara pada dua tahap
terakhir hanya melibatkan birokrasi sebagai agent.
Penerapan otonomi daerah di Indonesia tak terlepas dari perubahan
paradigma dalam pengelolaan dan penganggaran daerah. Penganggaran kinerja
( performance budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran yang
menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan pencapaian
hasil yang dapat diukur.
Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan-
kesepakatan yang dicapai melalui bargaining (dengan acuan Kebijakan Umum APBD
dan Prioritas & Plafon Anggaran) sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu
peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif
untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan
bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja
eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah.
11
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 12/27
D. KAPASITAS FISKAL
Menurut Robert A. Simanjuntak (2007), terdapat dua hal yang menjadi isu
dalam pelaksanaan otonomi daerah yang terkait dengan sumber pembiyaan daerah
dalam melaksankan pembangunan yakni kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal
dimana selisih antara kubutuhan fiskal dan kapasitas fiskal di sebut fiskal gap yang
menjadi patokan dalam menentukan besarnya transfer dari pemerintah pusat ke
Pemerintah daerah.
Pengertian dari Kapasitas fiskal menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
bentuk pendapatan negara atau daerah yang di kumpulkan dari masyarakat dan
oleh pemerintahan negara atau daerah dianggap sebagai pendapatan, lalu
digunakan sebagai pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan program-program
untuk menghasilkan pencapaian terhadap pendapatan suatu negara atau daerah,
peningkatan produksi dan kineja perekonomian suatu negara atau daerah, serta di
gunakan pula sebagai instrumen keseimbangan dalam perekonomian.
Dengan demikian, pengertian dari kapasitas fiskal adalah sejumlah
pendapatan yang dapat dihasilkan oleh suatu negara/daerah. Kapasitas fiskal dapat
pula diartikan sebagai kemampuan pemerintah untuk menghimpun pendapatan
berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi penerimaan daerah merupakan
penjumlahan dari potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi dana bagi
hasil pajak dan dana bagi hasil Sumber daya Alam (SDA) yang diterima oleh daerah.
Berdasarkan Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan daerah, sumber kapasitas fiskal daerah terdiri dari sumber pendanaan
yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana bagi hasil, dalam undang-
undang tersebut juga disebutkan bahwa daerah dengan kapasitas fiskal yang besarakan tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh transfer dana dari pusat
dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dengan jumlah yang relatif kecil. Jika
pemerintah daerah tidak bisa memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat
karena kapasitas fiskalnya tidak mampu mendanai sesuai dengan kebutuhan maka
transfer bantuan berupa dana dari pemerintah pusat yang mereka butuhkan.
Pola transfer keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah masih
menjadi elemen penting untuk menunjang kapasitas fiskal daerah. Kapasitas fiskalpemeritah daerah sangat menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam
12
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 13/27
melaksakan fungsinya di era otonomi daerah, seperti melaksanakan fungsi
pelayanan masyarakat, pelaksanaan pembangunan dan perlindungan masyarakat.
Pemerintah daerah dituntut untuk dapat meningkatkan kapasitas fiskalnya
melalui berbagai inisiatif, langkah-langkah konkrit, terobosan dan strategi
pengembangan kapasitas fiskal dalam bentuk kebijakan daerah, dengan demikian
diharapkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat di
era otonomi daerah.
E. KEBUTUHAN FISKAL
Kebutuhan fiskal menurut Robby Alexander Sirait (2009) dapat diartikan
sebagai kebutuhan daerah untuk membiayai semua pengeluaran daerah dalamrangka menjalankan fungsi dan kewenangan daerah dalam penyediaan pelayanan
publik, dalam perhitungan Dana Alokasi Umum, kebutuhan fiskal daerah
merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar
umum.
Variabel-variabel kebutuhan fiskal terdiri dari Indeks Jumlah Penduduk (IP),
Indeks luas wilayah (IW), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), indeks Kemahalan
Konstruksi (IKK) dan indeks PDRB perkapita. Indeks Jumlah Penduduk (IP)merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan
publik di setiap daerah, Indeks luas wilayah (IW) mencerminkan kebutuhan atas
penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah, indeks Kemahalan Konstruksi
(IKK) merupakan gambaran tingkat kesulitan geografis yang di nilai berdasarkan
tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah, indeks PDRB
perkapita merupakan variabel yang menggambarkan potensi dan aktivitas
perekonomian di suatu wilayah yang di hitung berdasarkan total output produksi
kotor dalam suatu wilayah, sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah
variabel yang menggambarkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas
layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan (Dirje Perimbangan Keuangan,
2004).
F. SUMBER PEMBIAYAAN DAERAH
13
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 14/27
Untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah telah
diterbitkan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah didalam rangka perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi,
dekonsentrasi, dan pembantuan. Adapun sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan
desentralisasi terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan,
Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.
Dana Alokasi Umum (DAU), adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan
dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut
merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan
didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah
daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak
penting.
Salah satu sumber penerimaan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota
berdasarkan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas pajak daerah,
retribusi daerah, keuntungan perusahaan daerah, dan berbagai sumber PAD
lainnya. Pajak daerah yang menjadi kewenangan provinsi terdiri atas Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak
Bahan Bakar Kenderaan Bermotor (PBBKB), Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan Air Permukaan, Pajak Kendaraan di Atas Air, serta Bea Balik Nama Kendaraandi Atas Air.
Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam
mendanai pelaksanaan pembangunan di daerahnya masing-masing, hal ini
menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh
karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini Pemerintah mengalokasikan
dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi. Salah satu dana perimbangan dari pemerintah iniadalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan aspek
14
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 15/27
pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan (UU 32/2004). Dengan adanya transfer dana dari pusat ini
diharapkan pemerintah daerah bisa lebih mengalokasikan PAD yang didapatnya
untuk membiayai belanja modal di daerahnya.
Dana transfer dari pemerintah pusat ke Pemerintah Daerah selain DAU adalah
Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional (UU No. 33 tahun 2004). DAK ini penggunaannya diatur oleh Pemerintah
Pusat dan hanya digunakan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, keluarga
berencana, infrastruktur jalan dan jembatan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air
minum dan sanitasi, prasarana pemerintah daerah, lingkungan hidup, kehutanan,
sarana prasarana pedesaan, perdagangan, pertanian serta perikanan dan kelautan
yang semuanya itu termasuk dalam komponen belanja modal dan Pemerintah
Daerah diwajibkan untuk mengalokasikan dana pendamping sebesar 10% dari nilai
DAK yang diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik.
G. SEKTOR BASIS
Suatu perencanaan pembangunan ekonomi diperlukan penentuan kegiatan
kegiatan di antara sektor-sektor perekonomian. Pada dasarnya, masing-masing
sektor tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Kemajuan suatu sektor
tidak akan terlepas dari dukungan yang diberikan oleh sektor lainnya sehingga
sebenarnya keterkaitan antarsektor ini dapat dimanfaatkan untuk memajukanseluruh sektor yang terdapat dalam perekonomian. Dengan melihat keterkaitan
antarsektor dan memperhatikan efisiensi serta efektivitas yang hendak dicapai
dalam pembangunan, maka sektor yang mempunyai keterkaitan tinggi dengan
banyak sektor pada dasarnya merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian
lebih (Nazara; 2009).
Teori ekonomi basis mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam
dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis.Deliniasi wilayah dilakukanberdasarkan konsep perwilayahan yaitu konsep homogenitas, nodalitas, dan
15
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 16/27
administrasi (Hendayana; 2003). Dijelaskan oleh Rusastra, dkk bahwa yang
dimaksud kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik
berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor keluar dari lingkungan
masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional
(Hendayana; 2003).Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat
menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah. Sedangkan kegiatan non-
basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa
diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi
masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan, dan kualitas
hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini.
Soepono (1993) juga menjelaskan bahwa studi basis ekonomi regional
umumnya berupaya untuk mengenali aktivitas ekonomi wilayah, kemudian
meramalkan pertumbuhan dan mengevaluasi dampak aktivitas ekonominya. Basis
ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang menciptakan
pendapatan dan kesempatan kerja utama pada sektor yang menjadi tumpuan
perekonomian. Studi basis ekonomi menemukenali sumber utama dari pendapatan
dan kesempatan kerja sebagai basis ekonomi dari suatu wilayah. Semua
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor dasar. Sebaliknya pendapatan dan
kesempatan kerja non basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja
sektor basis.
Meski perkembangan tiap sektor ekonomi terus terjadi sehingga berakumulasi
pada peningkatan output, tidak serta merta mencerminkan pemerataan
pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja. Maka sektor ekonomi basis
perlu didorong untuk meningkatkan pemerataan pendapatan dan penyediaan
kesempatan kerja. Oleh karenanya sektor ini mesti mendapatkan perhatian
pemerintah karena memiliki dasar yang kuat sebagai penopang kegiatan
perekonomian. Melalui upaya ini, pemerintah diharapkan mampu menurunkan
jumlah pengangguran, meningkatkan distribusi pendapatan, dan mengurangi angka
kemiskinan (Yamin; 2005).
Pengertian sektor basis pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk
perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional, maupun
nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan
unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan
16
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 17/27
negara lain. Sedangkan lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai
sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor
yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau pasar domestik.
Apabila sektor tersebut menjadi sektor basis maka sektor tersebut harus
mengekspor produknya ke daerah lain, sebaliknya apabila sektor tersebut menjadi
sektor non basis maka sektor tersebut harus mengimpor produk sektor tersebut ke
daerah lain (Azhar, dkk; 2001 dan Antara; 2005).
Prospek pertumbuhan output di sektor basis sangatlah penting, selain dapat
berpengaruh kepada proyeksi kesempatan kerja untuk satu periode di masa yang
akan datang pada sektor itu sendiri maupun yang lain. Kondisi ini menyebabkan
perlunya campur tangan pemerintah guna menitikberatkan program pembangunan
pada sektor yang berpotensi untuk dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Prioritas tersebut diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja untuk
mengurangi jumlah pengangguran yang cederung semakin meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah angkatan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
BAB III. METODOLOGI ANALISIS
A. DASAR PEMIKIRAN
Desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada
daerah untuk mengelola dan membangun daerahnya sesuai dengan potensi
daerahnya masing-masing dimana tiap daerah mempunyai potensi yang berbeda
karena adanya perbedaan topografi, sumberdaya alam, kegiatan ekonomi serta
jumlah penduduk. Hal ini kemudian berimplikasi pada perbedaan kemampuangan
keuangan dan Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah dan selanjutnya
mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat dari sesuatu kebijakan publik atau
karena pengaruh eksternal yang tak dapat dikendalikan, sehingga menimbulkan
kecenderungan perubahan-perubahan baru yang boleh jadi mengarah pada
17
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 18/27
pemerataan, atau sebaliknya mengarah pada disparitas antar daerah yang makin
melebar.
Setiap Kabupaten/Kota mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama
dalam mendanai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing yang
disebabkan oleh perbedaan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang di miliki oleh masing-masing Kabupaten/Kota, hal ini kemudian menimbulkan
perbedaan alokasi penerimaan daerah baik yang berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana perimbangan, dana bagi hasil dan lain-lain pendapatan yang
sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga
menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu Kabupaten/Kota dengan
Kabupaten/Kota lainnya.
Penyusunan kajian analisis Kapasitas fiskal Kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Selatan di dasarkan pada peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
nomor 129/PMK.02/2005 tentang peta kapasitas fiskal dalam rangka penerusan
pinjaman luar negeri Pemerintah kepada daerah dalam bentuk hibah, hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa penerimaan Kabupaten/Kota dalam
penyusunan APBD sudah melalui mekanisme yang telah baku sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun kemampuan keuangan
Pemerintah Kabupaten/Kota masih terbatas dalam rangka pelaksanaan
pembangunan di daerah, dan oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan memerlukan pemetaan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota agar pengalokasian
bantuan keuangan atau melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi dan pembantuan
di Kabupaten/Kota berdasarkan kewenangan Pemerintah Provinsi tidak
menimbulkan disparitas pembangunan daerah antar Kabupaten/Kota. Kerangka
pemikiran dalam penyusunan analisis Kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten Maros,
Pangkep dan dalam mendorong peningkatan produksi tanaman pangan sebagai
berikut:
18
OTONO
MI
DESENTRALISA
SI FISKAL
KAPASITAS
FISKAL
RENDA
SEDAN
TINGGI
PEMBANGUNAN
SEKTOR
PERTANIAN TIDAK
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 19/27
B. PENGUMPULAN DATA
Dalam penyusunan kajian analisis kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan menggunakan data sebagai berikut:
a. Data Total Penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana perimbangan (DAU), dana bagi hasil dan
pendapatan lain yang sah selama kurun waktu 2005-2011
b. Data Belanja Pegawai masing-masing Kabupaten/Kota tahun 2005-2011
c. Data jumlah penduduk miskin masing-masing Kabupaten/Kota tahun 2005-
2011;
d. Data Alokasi APBD Provinsi untuk sektor pertanian di Kabupaten Maros,
Pangkep dan
e. Data Alokasi APBD Kabupaten Maros, Pangkep dan untuk sektor pertanian
f. Data Luas lahan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Maros, Pangkep
dan .
g. Data Jumlah Produksi pertanian tanaman pangan di Kabupaten Maros,
Pangkep dan .
Tahapan analisis Kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten Maros, Pangkep dan
dalam mendorong peningkatan produksi tanaman pangan adalah sebagai berikut:
19
PAD,
DBH,DAU,
POTENSI
DAERAH
KETIMPANGAN
PENDAPATAN
MASYARAKAT DI
KAB/KOTA
DATA PAD,DBH,DAU,
LPKAB.MAROS,PANGKE
P,BARRU
DATAPRODUKSI TANAMAN
PANGANKAB.MAROS,PANGKE
P,
DATAALOKASI
DANASEKTOR TP
DI APBDKAB.MAROSPANGKEP,
DATAPDRB
KAB.MAROS,PANGKE
P,BARRU
ANALISIS
KAPASITASFISKAL
KAB.MAROS,PANGKE
P,
ANALISIS SEKTOR BASIS
KAB.MAROS,PANGKEP,BARRU
ANALISIS
HUBUNGAN ANTARAALOKASI
DANA DAN JUMLAH
PRODUKSI
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 20/27
C. TEHNIK ANALISIS DATA
Penghitungan kapasitas fiskal didasarkan pada data realisasi APBD tahun
anggaran sebelumnya, sedangkan penghitungan indeks kapasitas fiskal
Kabupaten/Kota dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan. Demikian pula penghitungan indeks kapasitas fiskal
kabupaten/kota dilakukan dengan menghitung kapasitas fiskal masing-masing
kabupaten/kota dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal seluruh kabupaten/kota.
Berdasarkan indeks tersebut, Kabupaten Maros, Pangkep dan dikelompokkan
dalam tiga kategori yaitu daerah kategori kapasitas fiskal sangat tinggi, tinggi,
sedang dan rendah.
Selanjutnya di lakukan analisis sektor basis dengan menggunakan data produksi
tanaman pangan di Kabupeten Maros, Pangkep dan guna memberikan informasi
sejauh mana sektor pertanian tanaman pangan berkontribusi nyata dalam
mendorong peningkatan kinerja perekonomian di Kabupeten Maros, Pangkep dan ,
selain itu juga di lakukan analisis alokasi di sektor tanaman pangan dalam APBD
Kabupeten Maros, Pangkep dan selama tahun 2005-2011 dan kemudian tahap
selanjutnya adalah menganalisis trend kenaikan jumlah produksi dari sektor basis
dan alokasi anggaran di sektor tanaman pangan di Kabupeten Maros, Pangkep dan
selama tahun 2005-2011 sebagai tahap akhir untuk memberikan rekomendasi
kebijakan alokasi dana untuk sektor pertanian pangan di Kabupeten Maros,
Pangkep dan yang berasal dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan
20
REKOMENDASI KEBIJAKANALOKASI DANA SEKTOR
PERTANIAN DI KAB.MAROS,PANGKEP, BARRU DARI APBD
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 21/27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum Pendapatan Daerah Kabupaten Maros dan Pangkep
Kabupaten Maros
Total penerimaan Pemerintah Kabupaten Maros yang meliputi Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan pendapatan lain-lain
yang sah dalam kurun waktu tahun 2005-2011 menunjukkan trend peningkatan
setiap tahunnya yang masih di dominasi oleh Dana Alokasi Umum (DAU) dengan
kontribusi rata-rata 76,70 persen pertahun, disusul dana bagi hasil 8,91 persen,
PAD yang sebesar 7,49 persen dan penerimaan lain-lain yang sah 6,90 persen, dan
pertahun, selengkapnya pada grafik di bawah ini:
21
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 22/27
Sumber: Diolah dari APBD Kabupaten/Kota 2005-2009 APBD-Realisasi,2010 APBD Perubahan, 2011 APBD Pokok.
Total Belanja Pemerintah Kabupaten Maros dalam kurun waktu tahun 2005-
2011 rata-rata mencapai Rp. 389.758.480.990 pertahun.
Kabupaten Pangkajene Kepulauan
Total penerimaan Pemerintah Kabupaten Pangkajene kepulauan yang
meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU)
dan pendapatan lain-lain yang sah dalam kurun waktu tahun 2005-2011
menunjukkan trend peningkatan setiap tahunnya dan masih di dominasi oleh Dana
Alokasi Umum (DAU) dengan kontribusi rata-rata 73,29 persen pertahun, disusul
oleh PAD yang sebesar 12,34 persen, penerimaan lain-lain yang sah 8,07 persen,
dan dana bagi hasil 6,30 persen pertahun, selengkapnya pada grafik di bawah ini:
22
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 23/27
Sumber: Diolah dari APBD Kabupaten/Kota 2005-2009 APBD-Realisasi,2010 APBD Perubahan, 2011 APBD Pokok.
Total Belanja Pemerintah Kabupaten Pangkajene kepulauan dalam kurun
waktu tahun 2005-2011 rata-rata mencapai Rp. 412.818.038.322 pertahun.
IV.2. Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros dan Pangkep
Kapasitas fiskal diartikan sebagai kemampuan pemerintah untuk menghimpun
pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi penerimaan daerah
merupakan penjumlahan dari potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi
dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil Sumber daya Alam (SDA) yang diterima
oleh daerah, semakin besar kapasitas fiskal Kabupaten/Kota berarti kemampuan
pemerintah Kabupaten/Kota untuk membiayai kebutuhan dana dalam rangkapelaksanaan pembangunan semakin meningkat, nilai kapasitas fiskal di peroleh dari
indeks kapasitas fiskal dengan kategori sebagai berikut:
a. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya lebih dari 1 atau sama dengan 1
(indeks ≥ 1) merupakan Daerah yang termasu kategori kapasitas fiskal tinggi;
b. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya antara 0,5 atau sama dengan 0,5
sampai dengan 1 (0,5≤indeks<1) merupakan Daerah yang termasuk kategori
kapasitas fiskal sedang;
23
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 24/27
c. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya kurang dari 0,5 (indeks<0,5)
merupakan Daerah yang termasuk kategori kapasitas fiskal rendah.
Kabupaten Maros
Kapasitas fiskal Kabupaten Maros selama kurun waktu tahun 2005-2009 masih
berada pada kategori kapasitas fiskal yang rendah walaupun mengalami fluktuasi
pada periode tahun 2005-2009, namun pada periode 2010-2011 kapasitas fiskal
Kabupaten Maros menunjukkan trends peningkatan yang signifikan dimana hal ini
sangat ditunjang oleh posisi Kabupaten Maros yang sangat strategis dan merupakan
salah satu daerah penyangga Kota Makassar, perkembangan Kapasitas fiskal
Kabupaten Maros dapat dilihat pada gambar 4.13 berikut dibawah:
Hasil analisis kapasitas fiskal Kabupaten Maros menunjukkan bahwa selama
kurun waktu tahun 2005-2009, Pemerintah Kabupaten Maros belum mampu
mengelola penerimaan dari sumber-sumber pendapatannya berdasarkan potensi
yang dimilikinya secara optimal, namun pada periode 2009-2011 Pemerintah
Kabupaten Maros telah mengelola penerimaan dari sumber-sumber pendapatannya
dengan efisien dan efektif mengingat potensi pertanian, perikanan, perkebunan,
kepariwisataan yang dapat dikembangkan dan ditunjang oleh letaknya yang
strategis sehingga dengan kapasitas fiskal yang dimilikinya Pemerintah Kabupaten
Maros tidak lagi tergantung dari dana transfer Pemerintah pusat di masa yang akan
datang.
24
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 25/27
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
Kapasitas fiskal Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan selama kurun waktu
tahun 2005-2009 masih berada pada kategori kapasitas fiskal yang rendah
walaupunn mengalami fluktuasi pada periode tahun 2005-2009, namun pada
periode 2010-2011 kapasitas fiskal Kabupaten Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan menunjukkan trends peningkatan yang signifikan, seperti pada gambar
4.14 berikut dibawah:
Hasil analisis kapasitas fiskal Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 2005-2009, Pemerintah Kabupaten
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan belum mampu mengelola penerimaan dari
sumber-sumber pendapatannya berdasarkan potensi yang dimilikinya secara
optimal, namun pada periode 2009-2011 Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan telah mengelola penerimaan dari sumber-sumber pendapatannya
dengan efisien dan efektif sehingga tingkat ketergantungan pemerintah Kabupaten
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dari dana transfer Pemerintah pusat dapat
berkurang secara bertahap di masa yang akan datang.
25
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 26/27
IV.3. Analisis Sektor Basis Kabupaten Maros dan Pangkep
Untuk menganalisis Sektor Basis Kabupaten Maros dan Pangkep di gunakan
metode Location Quotient (LQ) yang menghasilkan menghasilkan tiga kriteria
yaitu:
1) LQ>1; artinya komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber
pertumbuhan.Komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasilnya tidak
saja dapat memenuhi kebutuhan wilayah bersangkutan akan tetapi juga
dapat diekspor keluar wilayah
2) LQ=1; artinya komoditas itu tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan
komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah
sendiri dan tidak mampu untuk diekspor
3) LQ<1; artinya komoditas juga termasuk non basis. Produksi komoditas di
suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu
pasokan dari luar.
IV.4. Analisis Hubungan antara Kapasitas fiskal dan Peningkatan Produksi
Pertanian Kabupaten Maros dan Pangkep
26
7/14/2019 Analisis Kapasitas Fiskal Kabupaten Maros Dan Pangkep
http://slidepdf.com/reader/full/analisis-kapasitas-fiskal-kabupaten-maros-dan-pangkep 27/27
27