analisis kesesuaian, daya dukung dan kemampuan …repository.ub.ac.id/7662/1/ramanto lukman...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESESUAIAN, DAYA DUKUNG DAN KEMAMPUAN LAHAN
PULAU GILI KETAPANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI,
KABUPATEN PROBOLINGGO
SKRIPSI
Oleh :
Ramanto Lukman Yassar
NIM 135080601111014
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ANALISIS KESESUAIAN, DAYA DUKUNG DAN KEMAMPUAN LAHAN
PULAU GILI KETAPANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI,
KABUPATEN PROBOLINGGO
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar
Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Univesitas Brawijaya
Oleh :
Ramanto Lukman Yassar
NIM 135080601111014
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
NOVEMBER, 2017
Judul : ANALISIS KESESUAIAN, DAYA DUKUNG DAN
KEMAMPUAN LAHAN PULAU GILI KETAPANG SEBAGAI
EKOWISATA, KABUPATEN PROBOLINGGO.
Nama Mahasiswa : RAMANTO LUKMAN YASSAR
NIM : 135080601111014
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : DR. H. RUDIANTO, MA
Pembimbing 2 : ANDIK ISDIANTO, ST., MT
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : M. ARIF ZAINUL FUAD, S.KEL., M.SC
Dosen Penguji 2 : M. ARIF AS’ADI, S.KEL., M.SC
Tanggal Ujian : 23 November 2017
PERNYATAAN ORISILANITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ramanto Lukman Yassar
Nim : 135080601111014
Program Studi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 23 November 2017
Mahasiswa
Ramanto Lukman Yassar
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN Jalan Veteran Malang – 65145, Indonesia
Telp. +62-0341-553512, Fax. +62-0341-557837 E-mail : [email protected] http://www.fpik.ub.ac.id
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ramanto Lukman Yassar
NIM : 135080601111014
Tempat / Tgl Lahir : Samarinda / 18 Januari 1995
No. Tes Masuk P.T. : 4130130479
Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan / Pemanfaatan
SumberdayaPerikanan dan Kelautan / Sosial Ekonomi
Perikanan dan Kelautan *)
Program Studi : Ilmu Kelautan
Status Mahasiswa : Biasa / Pindahan / Tugas Belajar / Ijin Belajar
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Agama : Islam
Status Perkawinan : ( Sudah Kawin / Belum Kawin *)
Alamat : Jl. Apel F2 RT.17 RW. 05 Perum. Sekardangan, Sidoarjo
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan Tahun
Keterangan Masuk Lulus
1 S.D 2001 2007 SD Muh. 2 Sidoarjo
2 S.L.T.P 2007 2010 SMP Muh. 1 Sidoarjo
3 S.L.T.A 2010 2013 SMAN 1 Antartika Sidoarjo
4 Perguruan Tinggi ..........
5 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)
2013 2017 Universitas Brawijaya
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan saya sanggup menanggung segala akibatnya.
Malang, 6 November 2017 Hormat saya
(Ramanto Lukman Y)
*) Coret yang tidak perlu NIM. 135080601111014
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan bantuan dari beberapa pihak, laporan yang berjudul “Analisis
Kesesuaian, Daya Dukung Dan Kemampuan Lahan Pulau Gili Ketapang Sebagai
Ekowisata Bahari, Kabupaten Probolinggo” dapat diselesaikan. Maka dari itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan berkah dan iman sehingga penulis bisa
menyelesaikan Skripsi dan dapat menyusun laporan Skripsi ini.
2. Kedua orang tua saya, Gunaryo Singgih dan Rahimah Barack yang selalu
memberikan support berupa doa, motivasi, dan uang sehingga
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Dr. H. Rudianto, MA selaku pembimbing 1 dan bapak Andik
Isdianto, ST., MT selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, arahan serta nasihat dalam menyelesaikan
laporan Skripsi.
4. Bapak M. Arif Zainul Fuad S.Kel., M. Sc selaku penguji 1 dan bapak M. Arif
As’adi S.Kel., M.Sc selaku penguji 2 yang telah memberikan bimbingan
dan meluluskan saya sebagai sarjana ilmu kelautan.
5. Bapak Rois dan istrinya sebagai fasilitator di pulau Gili Ketapang saat
melakukan penelitian. Tidak lupa kepada mas Fathor, mas Fathur, mas
Ainun dan kerabat lainnya yang sudah menemani saya .
6. Terhadap rekan – rekan saya yaitu Novar Enkawardana dan Akhyar
Maududi karena sudah setia menemani dan menjadi rekan diskusi,
bertukar pikiran saat melakukan penelitian panjang.
7. Dan semua pihak, rekan dan saudara yang telah membantu dalam
penulisan laporan ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
ANALISIS KESESUAIAN, DAYA DUKUNG DAN KEMAMPUAN LAHAN
PULAU GILI KETAPANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI, KABUPATEN
PROBOLINGGO
Ramanto Lukman Yassar1, Rudianto2, Andik Isdianto2
ABSTRAK
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang tinggi, dan penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya masyarakat. Potensi sumber daya alam pulau Gili Ketapang perlu dilakukan kajian untuk pengembangan ekowisata bahari. Penelitian ini mengkaji tentang kesesuaian, daya dukung dan kemampuan lahan di pulau Gili Ketapang. Penelitian ini menggunakan metode survey untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang terjadi secara actual. Hasil menunjukkan nilai indeks kesesuaian wisata kategori wisata pantai sebesar 88% (S1) dan daya dukung kawasan sebesar 534 orang/hari. Indeks kesesuaian wisata kategori snorkeling sebesar 57% (S3) dan daya dukung kawasan sebesar 110 orang/hari. Nilai daya dukung kawasan kategori camping sebesar 103 orang/hari. Klasifikasi kemampuan lahan pulau Gili Ketapang termasuk dalam kelas satu (I) dengan daya dukung baik tanpa adanya faktor pembatas.
Kata Kunci: Ekowisata, Daya Dukung, Kesesuaian, Kemampuan, Pulau Gli Ketapang
(1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya (2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
Analysis of Suitability, Carrying Capacity and Land Capability of Gili
Ketapang as Marine Ecotourism, Probolinggo district
Ramanto Lukman Yassar1, Rudianto2, Andik Isdianto2
ABSTRACT
Coastal Areas and Small Islands have a rich diversity of potential natural
resources, and are important for social, economic, and cultural development of the
community. The potential of natural resources of Gili Ketapang island needs to be
done study for marine ecotourism development. This study examines the
suitability, carrying capacity and ability of land in Gili Ketapang island. This
research uses survey method to obtain facts from actual symptoms. The result
shows the value of tourist suitability index of beach tourism category of 88% (S1)
and carrying capacity of area of 534 person/day. Snorkeling category travel
suitability index of 57% (S3) and the carrying capacity of the area of 110
people/day. The carrying capacity of camping category is 103 people/day.
Classification of Gili Ketapang island capability is included in class one (I) with
good carrying capacity without limiting factor.
Keywords: Ecotourism, Capacity, Suitability, Capability, Gili Ketapang Island
(1) Student Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Brawijaya (2) Lecturer Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Brawijaya
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat, karunia dan hidayah-Mu sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Kesesuaian, Daya Dukung Dan
Kemampuan Lahan Pulau Gili Ketapang Sebagai Ekowisata Bahari, Kabupaten
Probolinggo dengan baik. Laporan ini disusun karena ingin memperbaiki kawasan
wisata pulau-pulau kecil dimana sering terjadi overtourism. Maka dari itu perlu
dilakukan upaya analisis daya dukung kawasan dan kemampuan lahan agar alam
tetap lestari dengan/tanpa wisatawan.
Semoga laporan yang telah disusun ini dapat digunakan sebagai salah
satu acuan atau pedoman bagi para pembaca. Penulis menyampaikan terima
kasih kepada Bapak Dr. H. Rudianto, MA selaku dosen pembimbing I dan Bapak
Andik Isdianto, ST., MT selaku dosen pembimbing II karena telah menyempatkan
diri melakukan bimbingan. Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Penulis juga berharap
laporan ini dapat memberikan manfaat serta memperkaya pengetahuan bagi
semua pihak.
Malang, 23 November 2017
Penulis
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISILANITAS ............................................................................ i
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... ii
RINGKASAN ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ivv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vviii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viviii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3
1.5 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
2.1 Ekowisata ................................................................................................... 5
2.1.1 Konsep Ekowisata ............................................................................... 7
2.1.2 Ekowisata Pesisir dan Bahari ............................................................... 8
2.2 Sumber Daya Ekosistem ............................................................................ 9
2.2.1 Terumbu Karang .................................................................................. 9
2.2.2 Ikan Karang ......................................................................................... 9
2.3 Daya Dukung Kawasan ............................................................................ 10
2.4 Kemampuan Lahan .................................................................................. 11
BAB 3. METODOLOGI ...................................................................................... 13
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 14
3.3 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 15
3.4 Metode Penelitian..................................................................................... 16
3.4.1 Jenis Data dan Informasi ................................................................... 16
3.4.2 Pengamatan Karang .......................................................................... 17
3.4.3 Pengamatan Ikan Karang .................................................................. 17
3.5 Analisis Data ............................................................................................ 18
3.5.1Analisis Kualitas Perairan ................................................................... 18
3.5.2 Analisis Kesesuaian Ekowisata .......................................................... 19
3.5.3 Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai ............................................... 21
3.5.4 Analisis Kesesuaian Ekowisata Snorkeling ........................................ 22
3.5.5 Analisis Daya Dukung Kawasan ........................................................ 23
3.5.6 Analisis Kemampuan Lahan .............................................................. 24
3.5.7 Wawancara ........................................................................................ 27
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 28
4.1 Kondisi Umum Lokasi ............................................................................... 28
4.1.1 Batas Geografis dan Administratif ...................................................... 28
4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat .................................................. 29
4.1.3 Pengelolaan Wisata Gili Ketapang ..................................................... 30
4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana ........................................................ 31
4.2 Kawasan Wisata Pulau Gili Ketapang ...................................................... 33
4.2.1 Pasir Putih ......................................................................................... 34
4.2.2 Terumbu Karang ................................................................................ 35
4.3 Kualitas Perairan Pulau Gili Ketapang ...................................................... 38
4.4 Kesesuaian Ekowisata Pantai .................................................................. 43
4.5 Kesesuaian Ekowisata Snorkeling ............................................................ 46
4.6 Daya Dukung Kawasan ............................................................................ 47
4.7 Kelas Kemampuan Lahan ........................................................................ 50
4.8 Persepsi terhadap Wisata Gili Ketapang .................................................. 55
4.8.1 Masyarakat Lokal ............................................................................... 55
4.8.2 Wisatawan atau Pengunjung ............................................................. 58
BAB 5. PENUTUP ............................................................................................. 61
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 61
4.2 Saran ....................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
LAMPIRAN ........................................................................................................ 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian ...................................................................... 13 Gambar 2. Skema Alur Penelitian ...................................................................... 15 Gambar 3. Pengamatan Ikan Karang ................................................................. 18 Gambar 4. Sarana dan Prasarana di Gili Ketapang ........................................... 32 Gambar 5. Peta Kawasan Wisata ...................................................................... 33 Gambar 6. Kondisi Wisata Pasir Putih ............................................................... 34 Gambar 7. Jenis Lifeform Terumbu Karang ....................................................... 35 Gambar 8. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang ................................................ 36 Gambar 9. Persentase Tutupan Karang Hidup .................................................. 37 Gambar 10. Persentase other ............................................................................ 37 Gambar 11. Kondisi Stasiun 1 ........................................................................... 39 Gambar 12. Kondisi Stasiun 2 ........................................................................... 40 Gambar 13. Kondisi Stasiun 3 ........................................................................... 40 Gambar 14. Peta Kemiringan............................................................................. 52 Gambar 15. Peta Jenis dan Tekstur Tanah ........................................................ 53 Gambar 16. Peta Rawan Bencana .................................................................... 54 Gambar 17. Peta Curah Hujan........................................................................... 55 Gambar 18. Usia Responden Masyarakat Lokal ................................................ 56 Gambar 19. Tingkat Pendidikan Masyarakat Lokal ............................................ 56 Gambar 20. Persentase Usia Pengunjung ......................................................... 58 Gambar 21. Alasan Berkunjung Wisata ............................................................. 60 Gambar 22. Persepsi terhadap Keamanan dan Kenyamanan ........................... 60
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat yang digunakan ............................................................................ 14 Tabel 2. Bahan yang digunakan ........................................................................ 14 Tabel 3 Jenis dan Teknik Pengambilan Data ..................................................... 16 Tabel 4. Baku Mutu Perairan Wisata Bahari ...................................................... 19 Tabel 5. Matriks Kesesuaian Ekowisata Pantai .................................................. 21 Tabel 6. Matriks Kesesuaian Ekowisata kategori snorkeling .............................. 22 Tabel 7. Penentuan dan Harkat Kemiringan Lereng .......................................... 25 Tabel 8. Tingkat Rawan Bencana ...................................................................... 25 Tabel 9. Kriteria Tekstur Tanah .......................................................................... 25 Tabel 10. Curah Hujan ....................................................................................... 25 Tabel 11. Kelas Kemampuan Lahan .................................................................. 26 Tabel 14. Penduduk menurut Mata Pecaharian ................................................. 29 Tabel 15. Penduduk menurut Tamat Pendidikan ............................................... 30 Tabel 16. Sarana dan Prasarana ....................................................................... 32 Tabel 17. Data Luasan Pantai............................................................................ 34 Tabel 18. Data Kualitas Perairan ....................................................................... 40 Tabel 19. Matriks Nilai Kesesuaian Ekowisata Pantai ........................................ 43 Tabel 20. Matriks Nilai Kesesuaian Ekowisata Snorkeling ................................. 46 Tabel 21. Luas area jenis kegiatan .................................................................... 47 Tabel 22. Potensi pengunjung dan luas area kegiatan ....................................... 48 Tabel 23. Waktu yang dibutuhkan dan disediakan ............................................. 48 Tabel 24. Penentuan Kelas Kemampuan Lahan ................................................ 51 Tabel 25. Persepsi Masyarakat .......................................................................... 57 Tabel 26. Persepsi Pengunjung ......................................................................... 59
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Kuesioner untuk Masyarakat ............................ 65 Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Kuesioner untuk Pengunjung ............................ 68 Lampiran 3. Daftar Pertanyaan untuk Pengelola ................................................ 71 Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Masyarakat ........................................... 72 Lampiran 5. Hasil Wawancara dengan Pengunjung ........................................... 74 Lampiran 6. Hasil Wawancara dengan Pihak Pengelola .................................... 76 Lampiran 7. Dokumentasi Kegiatan ................................................................... 77
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi
sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial,
ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena
itu perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan
memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang
berdasarkan norma hukum nasional (UU No.27 Tahun 2007).
Potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan di kawasan pulau-pulau
kecil sangat besar dan produktif. Satu atau lebih ekosistem pesisir dan sumber
daya pesisir dapat ditemukan di wilayah ini, ekosistem yang bersifat alami seperti
terumbu karang dan pantai berpasir, yang bersifat buatan seperti kawasan
pariwisata, serta sumber daya yang dapat pulih seperti ikan dan lamun
sedangkan sumber daya yang tidak dapat pulih seperti minyak dan gas.
Ekosistem pesisir merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat, bahkan
sebagian besar telah dimanfaatkan bagi pembangunan sosial dan ekonomi di
Indonesia. Laju pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan yang semakin
pesat telah memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan, salah
satunya adalah dari sektor wisata.
Menurut Lumaksono et al. (2012) dalam Wijayanto (2013), menyatakan
bahwa sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian
Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun
penciptaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Pariwisata juga
merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam
perolehan devisa negara melalui wisatawan mancanegara (wisman).
Pada tahun 2009, pariwisata di Indonesia menduduki peringkat ke-3
dalam hal devisa negara. Hal tersebut terus mengalami peningkatan sehingga
muncul kegiatan pariwisata massal yang hanya mementingkan jumlah wisatawan
dalam jumlah besar tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga
menyebabkan degradasi lingkungan. Contohnya seperti pencemaran perairan
akibat limbah atau sampah basah dari kegiatan pariwisata serta rusaknya
ekosistem pesisir akibat dari perilaku pengunjung yang tidak terkontrol. Apabila
hal ini berlangsung terus, maka sumber daya yang menjadi obyek wisata akan
rusak dan daya tariknya menjadi hilang. Selanjutnya hal ini dapat menyebabkan
penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung sehingga pemerintah, investor
dan masyarakat setempat tidak dapat lagi mengambil manfaat dari sektor
pariwisata.
Ekowisata merupakan salah satu model pembangunan pariwisata yang
cenderung tidak merusak lingkungan. Konsep ekowisata merupakan suatu
pemikiran yang mempunyai tujuan untuk melestarikan sumber daya serta
memanfaatkannya untuk kepentingan wisata secara berkelanjutan. Demi
mencapai konsep tersebut maka harus mempertimbangkan kesesuaian daya
dukung kawasan dan kesesuaian lahan kawasan wisata. Dampak positifnya pun
mampu memberikan manfaat rekreatif dan edukatif bagi para wisatawan,
memberikan manfaat ekonomi yang digunakan untuk biaya pengelolaan dan
pengembangan kawasan konservasi, serta menyediakan peluang usaha bagi
masyarakat lokal dalam pelaksanaannya (Jannah, 2007).
Gili Ketapang termasuk dalam kawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang memiliki potensi besar di bidang wisata karena memiliki pasir putih
yang luas dan hamparan ekosistem terumbu karang yang sehat. Letaknya yaitu
di bagian selat Madura, tepatnya 18 millepas pantai dari pulau Jawa. Secara
administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Sumberasih, Kabupaten
Probolinggo, Jawa Timur. Luas wilayahnya sekitar 0.61 km², dan jumlah
penduduknya sebanyak 8.583 jiwa. Sebagian besar masyarakatnya merukapan
suku Madura dan bermata pencaharian sebagai nelayan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berapa nilai indeks kesesuaian wisata Pulau Gili Ketapang untuk kegiatan
wisata bahari?
2. Berapa nilai daya dukung Pulau Gili Ketapang untuk kegiatan wisata
bahari?
3. Apa kelas kemampuan lahan Pulau Gili Ketapang untuk kegiatan wisata
bahari?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui nilai indeks kesesuaian wisata Pulau Gili Ketepang untuk
kegiatan wisata bahari
2. Mengetahui nilai daya dukung Pulau Gili Ketepang untuk kegiatan wisata
bahari
3. Mengetahui kelas kemampuan lahan Pulau Gili Ketepang untuk kegiatan
wisata bahari
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan kegiatan yang dilakukan dapat
memberikan gambaran dalam pengembangan wisata bahari berbasis konservasi
di Pulau Gili Ketapang dan sebagai bahan pertimbangan Dinas Pariwisata
Kabupaten Probolinggo dalam pengelolaan Pulau Gili Ketapang sebagai objek
ekowisata bahari.
1.5 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakasanakan di Pulau Gili Ketapang, Desa Gili Ketapang,
Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur pada bulan Juli
sampai Oktober 2017. Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan pada
bulan Juli – Agustus, selanjutnya pengolahan data hingga bulan Oktober 2017.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekowisata
Ekowisata merupakan kegiatan wisata di alam terbuka yang terkandung
unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian alam dan
kesejahteraan penduduk lokal. Menurut Steck (1999) dalam bukunya yang
berjudul Sustainable Tourism as a Development Option menyatakan bahwa
pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) atau yang biasa kita sebut
ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dimana
selain memenuhi kebutuhan wisatawan tapi juga mengutamakan aspek
konservasi alam dan meningkatkan peluang untuk masa depan. Hal tersebut
diharapkan mampu menjadi faktor utama dalam terpenuhinya pemberdayaan
sosial, budaya, ekonomi masyarakat lokal dan keanekaragaman hayati daerah
sekitar. Kegiatan ekowisata dapat menciptakan dan memuaskan keinginan akan
alam, tentang eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan
serta mencegah dampak negatif terhadap ekosistem, kebudayaan, dan
keindahan (Lindberg dan Hawkins, 1993). Semula ekowisata dilakukan oleh
wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan
lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga.
Ekowisata berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan
ingin berkunjung ke daerah alami yang menciptakan kegiatan bisnis.
Banyak para ilmuwan mengatakan bahwa ekowisata sering dianggap
sebagai strategi yang potensial untuk mendukung konservasi alam, pada saat
yang sama juga mempromosikan pembangunan daerah berkelanjutan. Meskipun
suatu daerah memiliki potensi yang besar untuk dijadikan kawasan ekowisata,
namun kegagalan untuk mencapai ekowisata tersebut kerap terjadi. Dengan kata
lain, teori ekowisata sering tidak berhasil saat berada di lapangan, meskipun
pedomannya memiliki kemungkinan keberhasilan (Ross dan Wall, 1999).
Menurut Moscardo dan Kim (1990) dalam Yudasmara (2004), pariwisata
yang berkelanjutan harus memperhatikan:
a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
b. Menjamin keadilan antar generasi dan intragenerasi.
c. Melindungi keanekaragaman biologi dan mempertahankan sistem ekologi
yang ada serta
d. Menjamin integritas budaya.
Ekowisata dan konservasi seperti dua sisi uang logam yang tidak dapat
dipisahkan dimana harus jalan secara berdampingan. Menurut Hidayati (2003),
menyatakan bahwa pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan memiliki
kesamaan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development), sehingga pariwisata berkelanjutan harus memenuhi kriteria –
kriteria sebagai berikut ini:
a. Secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak
menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat. Konservasi pada daerah
wisata harus diupayakan secara maksimal untuk melindungi sumber daya
alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata.
b. Secara sosial dan kebudayan dapat diterima, yaitu mengacu pada
kemampuan penduduk lokal menyerap usaha pariwisata tanpa menimbulkan
konflik sosial dan masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis
yang berbeda sehingga tidak merubah budaya masyarakat lokal.
c. Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang diperoleh dari
kegiatan wisata yang ada dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat setempat. Saat ini ekowisata merupakan istilah yang telah
dipergunakan secara internasional untuk mempertegas konsep pariwisata
yang berkelanjutan.
2.1.1 Konsep Ekowisata
Konsep ekowisata tidak mengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi,
melainkan menjaga keseimbangan antara kegiatan pemanfaatan dan kelestarian
sumber daya. Salah satu ciri dalam pengembangan ekowsiata yaitu adanya
pembatasan jumlah wisatawan atau pengunjung sesuai dengan daya dukung
(carrying capacity) kawasan. Pembatasan jumlah pengunjung dilakukan karena
terjadinya kerusakan lingkungan dan sumber daya, salah satunya disebabkan
oleh banyaknya jumlah wisatawan yang melebihi kemampuan daya dukung
kawasan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hawkins dan Roberts (1997) bahwa meningkatnya jumlah wisatawan (penyelam)
dalam kegiatan wisata diving secara eksponensial juga meningkatkan persentese
kerusakan ekosistem terumbu karang (Ketjulan, 2010).
Ekowisata dapat diterapkan pada daerah tujuan wisata dan semua jenis
aktivitas wisata. Namun dalam pemahaman dan pengelolaannya, menurut
Zalukhu (2009) ekowisata memiliki banyak definisi yang seluruhnya berprinsip
pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting yaitu:
1. Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat
meningkatkan pemahaman dan apresiasiterhadap daerah tujuan wisata yang
dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya
pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui
kegiatankegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.
2. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan
kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.
3. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.
4. Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk
itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).
5. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.
2.1.2 Ekowisata Pesisir dan Bahari
Ekowisata pesisir dan bahari adalah bagian dari wisata lingkungan
(ecotourism). Wisata ini merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berlandaskan
pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang didominasi
perairan dan kelautan. Daya tarik tersebut mencakup keanekaragaman hayati,
ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik yang unik dan aktivitas yang
dilakukan di perairan seperti memancing, snorkeling, menyelam, dayung,
upacara adat yang dilakukan di laut serta budaya kehidupan masyarakat pesisir.
Pada dasarnya ekowisata bahari dapat dikatakan memanfaatkan alam
secara bertanggung jawab untuk berbagai kepentingan. Model ekowisata
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan ekowisata mengintregasikan kegiatan
pariwisata, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal, sehingga
masyarakat setempat dapat ikut serta menikmati keuntungan dari kegiatan
wisata tersebut melalui pengembangan potensi-potensi lokal yang dimiliki.
Selanjutnya melalui penyelenggaraan kegiatan ekowisata diwilayah pesisir,
keberadaan sumber daya seperti terumbu karang dapat terlindungi sekaligus
dikembangkan sebagai atraksi wisata (Basyuni, 2016).
Pengembangan dan prinsip pengelolaan ekowisata bahari tidak terlepas
dari keberhasilan pengelolaan terhadap ekosistem. Sidharta (2015) dalam
bukunya yang berjudul Budaya Bahari dari Nusantara Menuju Mataram Modern
mengemukakan 10 langkah strategis untuk mencapai keberhasilan ekosistem,
yaitu:
1. Menjaga dan meningkatkan kondisi masyarakat dan ekosistem
2. Mengarahkan daya upaya untuk mencapai perkembangan yang berlanjut
3. Mencapai sasaran secara taktis dan strategis
4. Melalui proses adaptif dan siklis
5. Dilaksanakan secara partisipatoris (melibatkan banyak pihak)
6. Komunikasi antarpihak lebih diutamakan
7. Perencanaan diikuti pelaksanaan
8. Bersifat integrative dan antar sector
9. Membangun daya dukung
10. Tidak tergantung pada bantuan dari luar.
2.2 Sumber Daya Ekosistem
2.2.1 Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem laut yang menjadi
sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut sehingga keberadaannya
sangat penting. Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem
laut. Menurut Sukmara et al. (2001) dalam Rosi (2016), terumbu karang memiliki
manfaat ekologi dan manfaat ekonomi karena keberadaan biota yang hidup di
dalamnya. Manfaat ekologi terumbu karang antara lain sebagai habitat hidup,
tempat berkembang, mencari makan, serta tempat memijah berbagai biota laut.
Manfaat ekonomi terumbu karang yaitu sebagai tempat menangkap biota laut
untuk konsumsi serta berbagai jenis ikan hias, perhiasan atau kerajinan tangan,
bahan baku farmasi, dan sebagai kawasan wisata atau rekreasi.
2.2.2 Ikan Karang
Ikan karang merupakan salah satu penyusun ekosistem utama di terumbu
karang, hampir seluruh hidup dari ikan karang akan sangat tergantung secara
langsung maupun tidak langsung dengan keberadan terumbu karang. Ikan
karang seperti kakap (snapper/Lutjanus), betok (damselfish/Pomacentridae), dan
beronang (rabbitfish/Siganus) ketika masa juvenile akan berada dikawasan
dangkal seperti mangrove dan lamun, namun ketika dewasa mereka akan
bermigrasi kedaerah terumbu karang. Nilai ekonomis ikan karang di Indonesia
diperkirakan lebih dari 15.340 US dolar per km²(Luthfi, 2016).
Ikan karang memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena kaya akan protein.
Keanekaragaman yang tinggi merupakan indikator penting bagi kesehatan
terumbu karang. Selain itu, kenakenaragaman tersebut mampu menjadi daya
tarik tersendiri untuk wisatawan saat melakukan snorkeling atau diving.
2.3 Daya Dukung Kawasan
Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung
yang secara fisik dapat ditampung kawasan yang disediakan pada waktu tertentu
tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Analisis daya dukung
ditujukan pada pengembangan ekowisata bahari dengan memanfaatkan potensi
sumber daya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil secara lestari (Adharianti,
2007). Tanpa lingkungan yang baik tak mungkin pariwisata mampu berkembang.
Oleh sebab itu pengembangan pariwisata haruslah memerhatikan terjaganya
mutu lingkungan, sebab dalam industri pariwisata, lingkungan itulah yang
sebenarnya dijual. Asas pengelolaan lingkungan untuk melestarikan kemampuan
lingkungan dalam mendukung pembangunan yang terlanjutkan bukanlah
merupakan hal yang abstrak, melainkan benar-benar konkrit dan sering
mempunyai efek jangka pendek. Dalam penentuan Daya Dukung Kawasan
menggunakan rumus sebagai berikut (Yulianda 2007).
Keterangan :
DDK = Daya Dukung Kawasan
K = Potensi ekologis penunjang per satuan unit area
Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt = Unit area yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu
Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu
hari
Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegitan tertentu
2.4 Kemampuan Lahan
Lahan merupakan salah satu komponen abiotik lingkungan utama yang
merupakan matriks dasar kehidupan. Analisis kemampuan lahan merupakan
bagian dari analisis daya dukung lingkungan. Perencanaan penggunaan lahan
dapat diarahkan dengan benar sehingga lahan dapat digunakan sesuai dengan
kemampuannya. Menurut Stocking dan Murnaghan (2002) dalam Widiatmaka et
al. (2015), lahan memiliki daya dukung terbatas, karena itu penggunaannya perlu
dijaga agar tidak terjadi degradasi.
Harkat lahan merupakan nilai kualitatif dan karena itu tidak terukur secara
langsung, akan tetapi ditetapkan secara ditaksir atau ditafsir. Oleh karena itu
harkat lahan selalu berkenaan dengan suatu penggunaan tertentu, maka suatu
lahan yang berharkat baik untuk pertanian tidak pasti berharkat baik untuk
penggunaan kawasan pemukiman. Demikian pula sebaliknya.
Ada dua macam harkat lahan, yaitu kemampuan (capability) dan
kesesuaian (suitability). Dua macam pengharkatan tersebut berbeda dalam hal
penilaian. Penilaian kemampuan bermaksud menetapkan pembenahan
pengelolaan yang diperlukan untuk mencegah degradasi lahan. Pembenahan ini
mencakup pemilihan bentuk penggunaan dan upaya konservasi yang perlu
ditetapkan dalam mengembangkan suatu program jangka panjang. Penilaian
kesesuaian bermaksud menetapkan pengelolaan khas yang perlu diperlukan
untuk memperoleh nasabah lebih baik antara manfaat dan masukan yang
dibutuhkan, baik berdasarkan pengalaman maupun antisipasi (Notohadiprawiro,
2006).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pulau Gili Ketapang, Desa Gili Ketapang,
Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur yang dilaksanakan
pada bulan Juli sampai Oktober 2017. Pulau Gili Ketapang merupakan salah satu
destinasi wisata bahari yang mulai dibentuk dan dikembangkan pada tahun 2016.
Peta lokasi penelitian dapat di lihat pada Gambar 1. Penelitian dilakukan di tiga
stasiun pengamatan yang dianggap mampu mewakili kondisi wisata di pulau
tersebut. Stasiun 1 berada pada titik koordinat -7.682666°S 113.249507°E,
stasiun 2 berada pada titik koordinat -7.675929°S 113.253202°E, dan stasiun 3
berada pada titik koordinat -7.678190°S 113.245654°E.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada saat penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan
No Nama Fungsi
1 Alat Selam Dasar Untuk membantu dalam proses pengambilan data
2 Roll meter 50m Untuk mengukur panjang atau jarak pengambilan data
3 Laptop Memasukkan dan analisa data
4 Kamera digital Dokumentasi penelitian
5 GPS Menentukan lokasi koordinat stasiun penelitian
6 Termometer Digital Mengukur suhu perairan
7 Refraktometer Mengukur salinitas perairan
8 pH Meter Mengukur pH perairan
9 DO Meter Mengukur oksigen terlarut suatu perairan
10 Secchidisk Mengukur kecerahan perairan
11 Perahu Alat bantu menuju lokasi penelitian
12 Alat tulis Mencatat hasil penelitian
Adapun bahan yang digunakan pada saat penelitian ini dapat di lihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan
No Nama Fungsi
1 Kertas bawah air Untuk pencatatan data
2 Formulir data Untuk pengklasifikasian data
3 Terumbu karang Objek pendataan
4 Aquades Kalibrasi alat
5 Air laut Media pengukuran
6 Tisu Membersihkan alat
7 Peta Tematik (peta rawan
bencana, jenis tanah,
kemiringan,curah hujan)
Objek pengolahan data
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, verifikasi dan
pengamatan langsung di lapangan, wawancara serta penyebaran kuesioner.
Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai
lokasi penelitian yaitu di Pulau Gili Ketapang, Probolinggo lalu diverifikasi dengan
keadaan di lapang. Studi literatur yang dibutuhkan dalam pengerjaan penelitian
ini adalah klasifikasi kemampuan lahan, kawasan ekowisata, dan daya dukung
kawasan wisata.
Survey lokasi
Penentuan lokasi stasiun
Pengumpulan Data
Pengolahan data
Analisis Data Primer Analisis Data Sekunder
Kondisi Kawasan
dan Potensi
Kk
Kualitas
Perairan
Wawancara
dan
kuesioner
Kemampuan
Lahan
Studi literatur
Analisis
Hasil
Gambar 2. Skema Alur Penelitian
3.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan merupakan metode survey dan melalui
2 tahap. Tahap yang pertama yaitu survey, penyelidikan yang diadakan untuk
memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara
faktual tentang suatu daerah. Metode survei juga bertujuan untuk mengumpulkan
data dari sejumlah variabel pada suatu kelompok masyarakat melalui wawancara
langsung dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dirancang dan
dipersiapkan sebelumnya.
Menurut Solarbesain (2009), mendefenisikan bahwa metode survei
sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji atau
menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang
berjalan dari pokok suatu penelitian. Tahap yang kedua yaitu pengumpulan data,
yang terdiri dari data primer dan sekunder.
3.4.1 Jenis Data dan Informasi
Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data yang diperoleh secara langsung melalui survey, observasi dan wawancara
langsung dengan masyarakat desa, wisatawan dan stakeholder terkait di
lapangan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan
serta peta tematik dari kantor pemerintahan. Jenis dan sumber data secara rinci
dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis dan Teknik Pengambilan Data
No Komponen Data Jenis Data Sumber Data
Teknik Pengambilan Primer Sekunder
1 Batas administratif dan luas wilayah
Responden,
BAPPEDA
Studi literatur, Wawancara
2 Biogeofisik Lapangan In situ 3 Kualitas perairan Lapangan In situ 4 Sarana dan
prasarana Lapangan Observasi
5 Sosial, Ekonomi dan Budaya
Responden Wawancara
No Komponen Data Jenis Data Sumber Data
Teknik Pengambilan Primer Sekunder
6 Sumber daya Manusia
Responden Wawancara
7 Peta Tematik (peta erosi, jenis tanah, lereng permukaan, drainase, banjir, kerikil/batuan)
BAPPEDA Wawancara
3.4.2 Pengamatan Karang
Pengambilan data dilakukan pada waktu pagi hari 07.00 WIB dengan
harapan kondisi perairan yang tidak berarus kencang, agar pengamatan karang
bisa dilakukan secara maksimal. Pengamatan karang menggunakan metode
Transek Garis (Line Intercept Transcet). LIT merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk menilai kondisi terumbu karang pada suatu lokasi. Terumbu
karang tersebut dimasukkan kedalam beberapa kategori menurut bentuk
pertumbuhannya (benthic lifeform).
Line Intercept Transect dibuat dengan cara transek garis dibentangkan
sepanjang 50 meter sejajar garis pantai pada kedalaman antara 1-5 meter,
kemudian dicatat transisi transek, jenis dangenus karang yang bersinggungan
dengan transek garis tersebut. Persen penutupan karang dihitung berdasarkan
panjangnya transek yang menyinggung koloni karang dibagi dengan total pajang
transek garis lalu dikali 100%.
3.4.3 Pengamatan Ikan Karang
Pengamatan ikan karang menggunakan metode visual census pada
transek garis yang sama untuk pengamatan biota karang, yaitu transek garis
yang dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar garis pantai dan menggunakan
peralatan snorkeling. Setelah transek garis dibentangkan, ditunggu 3 – 5 menit
agar ikan-ikan karang yang lari dan bersembunyi kembali ke tempat asanya.
Dilakukan pencatatan jenis ikan karang di area line transect seluas 2.5 meter ke
kiri dan 2.5 meter ke kanan. Berikut gambar ilustrasi pengamatan ikan karang
dengan metode visual census.
Gambar 3. Pengamatan Ikan Karang
3.5 Analisis Data
Data yang didapat dari hasil penelitian baik dengan cara pengamatan
atau observasi, pengukuran dan wawancara disajikan dalam bentuk tabel, grafik,
diagram dan dalam bentuk uraian singkat. Penyajian data secara visual dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas dan terperinci. Analisis data yang
digunakan meliputi analisis kualitas perairan, analisis kesesuaian lahan, analisis
daya dukung kawasan dan analisis kemampuan lahan
3.5.1 Analisis Kualitas Perairan
Pengambilan data kualitas air dilakukan dengan mengukur kualitas air
sesuai dengan kondisi aktual yang ada di lapangan. Sebelum dilakukan
pengambilan ditentukan sebanyak tiga stasiun pengamatan dimana tiap stasiun
mewakili kondisi - kondisi tertentu. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan
di setiap stasiun. Hasil dari pengukuran dibandingkan dengan baku mutu kualitas
air laut untuk wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Baku Mutu Perairan Wisata Bahari
No Parameter Satuan Baku Mutu
FISIKA 1 Kedalaman Meter Tidak
Tercantum 2 Kecerahan Meter >6 3 Kekeruhan NTU 5 4 Suhu Celcius Alami a(2)
5 Warna Pt.Co 30 6 Bau - Tidak Berbau 7 Sampah - Nihil (b)
8 Lapisan Minyak
- Nihil (b)
KIMIA 1 pH - 7 – 8.5 (3)
2 Salinitas ppt Alami a(4) 3 Oksigen
Terlarut (DO) Mg/l > 5
(Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004)
Keterangan :
a. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam, dan musim).
b. Pengamatan oleh manusia (visual). Untuk lapisan minyak yang diacu adalah
lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm.
1. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
2. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2C dari suhu alami
3. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
4. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai <5 ppt salinitas rata-rata musiman
5. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman
3.5.2 Analisis Kesesuaian Ekowisata
Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
kawasan untuk wisata. Hal ini didasarkan pada kemampuan wilayah untuk
mendukung kegiatan yang dilakukan pada kawasan tersebut. Rumus yang
digunakan untuk kesesuaian wisata bahari adalah (Yulianda, 2007) :
] x 100%
Keterangan:
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Perhitungan dalam analisis kesesuaian lahan didasarkan pada beberapa
parameter yang merupakan faktor pendukung terhadap kegiatan yang dilakukan
pada wilayah yang disediakan. Masing-masing parameter tersebut memiliki bobot
penilaian berdasarkan tingkat kepentingannya untuk mendukung kegiatan yang
dapat dilakukan, sedangkan skor penilaian merupakan klasifikasi yang diperoleh
dari hasil pengamatan kondisi di lapangan. Nilai dari setiap parameter
merupakan hasil perkalian dari bobot dan skor, kemudian dijumlahkan nilai dari
seluruh parameter. Penentuan kesesuaian kawasan dilihat berdasarkan
persentase kesesuaian, yang diperoleh dari perbandingan antara jumlah nilai dari
seluruh parameter sesuai pengamatan di lapangan dengan nilai maksimum yang
mungkin diperoleh.Kelas kesesuaian kawasan terbagi dalam 4 golongan, yaitu
sebagai berikut:
S1 = Sangat sesuai, IKW= 80-100 %
S2 = Cukup sesuai, IKW= 60-<80 %
S3 = Sesuai bersyarat, IKW= 35-<60%
N = Tidak sesuai, IKW= <35%
Kategori sangat sesuai (S1) menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang
menjadi pembatas bagi kesesuaian kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan
wisata. Termasuk dalam kategori sesuai (S2) jika terdapat beberapa faktor
sedikit berpengaruh dan menjadi faktor pembatas bagi kesesuaian kawasan
untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Kategori sesuai bersyarat (S3)
menunjukkan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh nyata dan menghambat
kesesuaian kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata, sehingga
diperlukan upaya dalam pemulihan kondisi faktor tersebut. Sementara itu,
kategori (N) menunjukkan adanya faktor-faktor yang menjadi pembatas tetap
sehingga menghambat kesesuaian kawasan yang disediakan untuk dijadikan
kawasan wisata.
3.5.3 Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai
Kesesuaian ekowisata pantai disusun berdasarkan kepentingan setiap
parameter untuk mendukung kegiatan wisata pantai. Kesesuaian lahan untuk
ekowisata pantai mempertimbangkan 10 parameter, antara lain kedalaman
perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus,
kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan
air tawar. Hasil presentase kesesuaian yang diperoleh dari perhitungan
dikategorikan dalam klasifikasi penilaian, dimana ada 4 klasifikasi terdiri dari
kategori S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (sesuai bersyarat), dan N (tidak
sesuai).
Tabel 5. Matriks Kesesuaian Ekowisata Pantai
No
Parameter Bobot
Kategori S1
Skor
Kategori S2
Skor Kategori S3
Skor Kategori N
Skor
1 Kedalaman Perairan (m)
5 0 – 3 3 >3 - 6 2 >6 - 10
1 >10 0
2 Tipe pantai 5 Pasir putih
3 Pasir putih, sedikit karang
2 Pasir hitam berkarang, sedikit terjal
1 Lumpur, berbatu, terjal
0
3 Lebar pantai (m)
5 >15 3 10 - 15 2 3 - <10
1 <3 0
4 Material dasar perairan
3 Pasir 3 Karang berpasir
2 Pasir berlumpur
1 Lumpur 0
5 Kecepatan arus (m/s)
3 0 - 0,17
3 0,17 - 0,34
2 0,34 - 0,51
1 >0,51 0
6 Kemiringan 3 <10 3 10 - 25 2 >25 - 1 >45 0
pantai (°) 45 7 Kecerahan
perairan 1 >10 3 >5 - 10 2 3 -5 1 <2 0
8 Penutupan lahan pantai
1 Kelapa, lahan terbuka
3 Semak belukar rendah, savana
2 Belukar tinggi
1 Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan
0
9 Biota berbahaya
1 Tidak ada
3 Bulu babi
2 Bulu babi, ikan pari
1 Bulu babi, ikan pari, hiu
0
10
Ketersediaan air bersih
1 <0,5 (km)
3 >0,5 - 1 (km)
2 >1 - 2 (km)
1 >2 (km) 0
Sumber : Yulianda (2007)
Keterangan : Jumlah = skor x bobot
Nilai maksimum = 84
3.5.4 Analisis Kesesuaian Ekowisata Snorkeling
Matriks kesesuaian untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkeling
disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan
snorkeling pada kawasan penelitian. Kesesuaian wisata bahari kategori wisata
snorkeling mempertimbangkan 7 parameter antara lain kecerahan perairan,
tutupan komunitas karang, jenis lifeform, jumlah jenis ikan karang, kecepatan
arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar karang. Keterangan
pada setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Kesesuaian Ekowisata kategori snorkeling
No
Parameter
Bobot
Kategori S1
Skor
Kategori S2
Skor
Kategori S3
Skor
Kategori N
Skor
1 Kecerahan perairan (%)
5 100 3 80 - <100 2 20 - <50 1 <20 0
2 Tutupan karang (%)
5 >75 3 >50 - 75 2 25 - 50 1 <25 0
3 Jenis lifeform
3 >12 3 <7 - 12 2 04-Jul 1 <4 0
4 Jenis ikan karang
3 >50 3 30 - 50 2 10 - <30 1 <10 0
5 Kecepatan arus (cm/s)
1 0 – 15 3 >15 - 30 2 >30 - 50 1 >50 0
6 Kedalaman (m)
1 1 – 3 3 >3 - 6 2 >6 - 10 1 >10 0
Sumber: Yulianda (2007)
Keterangan: Jumlah = skor x bobot
Nilai maksimum = 54
3.5.5 Analisis Daya Dukung Kawasan
Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengujung yang
secara fisik dapat ditampung kawasan yang disediakan pada waktu tertentu
tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Analisis daya dukung
ditujukan pada pengembangan ekowisata bahari dengan memanfaatkan potensi
sumber daya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil secara lestari. Untuk
penentuan DDK menggunakan rumus sebagai berikut (Yulianda 2007).
Keterangan :
DDK = Daya Dukung Kawasan
K = Potensi ekologis penunjang per satuan unit area
Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt = Unit area yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu
Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari
Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegitan tertentu
Menurut Muhsoni (2016), dalam pengembangan ekowisata bahari,10%
dari luas kawasan yang ada harus dibentuk zona pemanfaatan sebagai
cadangan sumberdaya. Sumberdaya seperti terumbu karang membutuhkan
waktu pemulihan yang lama sehingga perlu dibatasi dengan pemanfaatan
kawasan. Persamaan Daya Dukung pemanfaatan (DDP) yaitu:
DDP = DDK x 0.1
3.5.6 Analisis Kemampuan Lahan
Analisis kemampuan lahan (land capability) merupakan penilaian lahan
secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori
berdasarkan atas sifat-sifat yang merupkan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan didasarkan pada
pertimbangan faktor biofisik lahan dalam pengelolaannya sehingga tidak terjadi
degradasi lahan selama digunakan. Makin rumit pengelolaan yang diperlukan,
makin rendah kemampuan lahan untuk jenis penggunaan yang direncanakan.
Untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan lahan, dilakukan dengan
menilai aspek fisik lahan dan harkatnya dimana aspek tersebut mengacu dari
pendapat Haryono (1995) dalam Suryoputro dan Nugroho (2005) adalah
sebagai berikut :
1. Kemiringan lereng
Kemiringan lereng didapatkan dari pengukuran langsung menggunakan
clinometer digital dengan mengambil sebanyak mungkin titik lokasi agar data
yang diperoleh semakin akurat. Kriteria kemiringan lereng adalah seperti
pada Tabel 7.
2. Curah Hujan
Data curah hujan dapat diperoleh dari kantor BAPPEDA Kabupaten
Probolinggo dalam bentuk sebuah peta. Pengharkatan curah hujan disajikan
pada Tabel 10.
3. Jenis dan Tekstur Tanah.
Penentuan kelas jenis dan tekstur tanah dilakukan dengan melihat secara
langsung kondisi di lapangan dengan metode visual. Jenisnya dapat dilihat
pada Tabel 9.
4. Tingkat Rawan Bencana
Tingkat rawan bencana abrasi dapat diamati secara langsung di lapangan
berdasarkan kondisi daerah sekitar, atau bisa dengan pengamatan melalui
peta rawan bencana. Tingkat rawan bencana disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Penentuan dan Harkat Kemiringan Lereng
Besar Sudut
(%)
Kriteria Harkat Kelas
0 – 2 Datar 5 Sangat Baik
<2 – 8 Landai 4 Baik
<8 – 30 Miring 3 Sedang
<30 – 50 Terjal 2 Jelek
<50 Sangat Terjal 1 Sangat Jelek
(Sumber: Suryoputro dan Nugroho, 2005)
Tabel 8. Tingkat Rawan Bencana
Kriteria Harkat Kelas
Daerah non bencana 5 Sangat Baik
Kenampakan bencana ringan 4 Baik
Kenampakan bencana sedang 3 Sedang
Kenampakan bencana berat 2 Jelek
Kenampakan bencana sangat
berat
1 Sangat Jelek
(Sumber: BAPPEDA, 2017)
Tabel 9. Kriteria Tekstur Tanah
Kriteria Harkat Kelas
Pasir berdebu, pasir 5 Kasar
Geluh pasir 4 Agak Kasar
Debu, geluh berdebu, geluh 3 Sedang
Lempung berpasir, geluh
lempung berdebu
2 Agak Halus
Lempung berdebu, lempung 1 Halus
(Sumber: Suryoputro dan Nugroho, 2005)
Tabel 10. Curah Hujan
No Kriteria (mm/th) Harkat
1 0 – 1500 5
No Kriteria (mm/th) Harkat
2 1500 – 1750 4
3 1750 – 2000 3
4 2000 – 2500 2
5 2500 – 3000 1
(Sumber: BAPPEDA, 2017)
Tabel 11. Kelas Kemampuan Lahan
Kelas Nilai Kriteria Deskripsi
I 17,8 - 20 Sangat Baik Daya dukung tinggi
II 14,5 – 17,7 Baik Daya dukung dengan sedikit faktor
pembatas
III 11,2 – 14,4 Sedang Daya dukung agak baik dengan
beberapa faktor pembatas
IV 7,9 – 11,1 Jelek Kondisi jelek dengan banyak faktor
pembatas
V < 7,9 Sangat
Jelek
Kondisi sangat jelek
(Sumber: Suryoputro dan Nugroho, 2005)
3.5.6.1 Skoring
Skoring merupakan teknik analisis data yang digunakan untuk
memberikan nilai pada masing – masing karakteristik parameter dari sub-sub
variabel agar dapat dihitung nilainya serta dapat ditentukan peringkatnya.
Jumlah skor untuk setiap alternatif keputusan merupakan hasil dari penjumlahan
keseluruhan dari atribut tersebut.
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini merupakan parameter
aspek fisik lahan sebagai kawasan ekowisata, yaitu kemiringan lereng, rawan
bencana, tekstur tanah, curah hujan. Setiap dari parameter tersebut mempunyai
kelas tersendiri, dimana kelas tersebut akan diberi skor. Hasil penjumlahan dari
skor untuk parameter longsor kemudian dikelompokkan ke dalam suatu interval
kelas. Pengelompokkan dilakukan secara teratur dengan perhitungan kelas
interval yang memperhitungkan selisih nilai tertinggi dan terendah dibagi jumlah
kelas. Formula yang digunakan menggunakan rumus sebagai berikut :
)
Keterangan:
i = kelas interval
k = banyak kelas
3.5.7 Wawancara
Wawancara merupakan interaksi dengan narasumber dengan tujuan
untuk memperoleh informasi yang diingikan oleh pewawancara. Menurut Djaelani
(2013), peneliti dapat mengumpulkan data melalui wawancara mendalam, yaitu
suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung
dengan mengajukan pertanyaan antara pewawancara dengan yang
diwawancarai. Bahkan keduanya dapat dilakukan bersamaan, di mana
wawancara dapat digunakan untuk menggali lebih dalam lagi data yang didapat
dari observasi.
Wawancara secara terstruktur dengan kuisioner dilakukan kepada 30
orang penduduk lokal, 30 orang pengunjung, 3 orang dari pemerintah daerah
dan pihak pengelola dengan metode non probability sampling yaitu jenis
purposive sampling, yaitu anggota populasi dipilih secara sengaja berdasarkan
tujuan penelitian dengan pertimbangan dapat menjawab pertanyaan dan
mempunyai keterlibatan langsung di dalam kawasan wisata bahari (Pragawati,
2009).
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi
4.1.1 Batas Geografis dan Administratif
Pulau Gili Ketapang merupakan daerah yang memiliki dataran rendah
pantai dengan perairan laut ditumbuhi terumbu karang. Secara geografis Pulau
Gili Ketapang terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Probolinggo dengan
titik koordinat 0740’41” Lintang Selatan dan 11314’37” Bujur Timur. Gili
Ketapang terletak ± 3.7 mil dari pelabuhan Mayangan, Kabupaten Probolinggo.
Pulau ini memiliki panjang ± 2,1 km dengan lebar ±0,6 km, dan luas pulau kurang
lebih 0,61 km².Desa Gili ketapang termasuk dalam Kecamatan Sumberasih
dengan batas-batas, yaitu :
Utara : Selat Madura dan Kota Probolinggo
Timur : Kota Probolinggo
Selatan : Kecamatan Wonomerto
Barat : Kecamatan Tongas dan Lumbang
Secara administratif pulau ini termasuk dalam Desa Gili Ketapang,
Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Kecamatan
Sumberasih sendiri terbagi menjadi 13 desa yang meliputi 59 Dusun, 76 RW dan
310 RT. Selama periode 2011-2016, jumlah dusun terbanyak terdapat di desa
Gili Ketapang. DesaGili Ketapang memiliki 8 dusun, 8 RW dan 28 RT. Diantara
13 desa di kecamatan Sumberasih dimana memilikitingkat kelahiran tertinggi. Hal
tersebut menyebabkan desa Gili Ketapang menjadi penduduk terpadat dengan
jumlah 8.583 jiwa dengan perbandinganlaki-laki 4.210 jiwa dan wanita 4.373 jiwa,
serta memiliki sex ratio sebesar 0.96.(BPS,2016).
4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Masyarakat asli Gili Ketapang sebagian besar berasal dari suku Madura.
Sebagai masyarakat pesisir, sebagian besar mata pencahariannya sebagai
nelayan. Menurut Juniarta (2013), menyatakan bahwa kondisi desa Gili Ketapang
yang berpapasan langsung dengan pesisir laut menjadikan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, baik sebagai juragan
maupun anak buah kapal.Meskipun begitu, terdapat juga masyarakat yang
mencari pekerjaan lainnya dengan pergi ke kota Probolinggo seperti PNS
(Pegawai Negeri Sipil) dan buruh industri. Jenis dan komposisi mata pencaharian
penduduk dapat di lihat pada Tabel 12.
Tabel 1. Penduduk menurut Mata Pecaharian
No Mata Pencaharian Jumlah (orang)
1 PNS 37
2 Pedagang 439
3 Buruh Industri 40
4 Usaha Industri RT 49
5 Jasa Angkutan 78
7 Pensiunan 15
8 Buruh Bangunan 14
9 Nelayan 1162
Jumlah 1834
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Probolinggo, 2016
Berdasarkan dari data yang diperoleh, masyarakat Gili Ketapang memiliki
kualitas sumber daya manusia yang rendah. Tingkat kualitas tersebut bisa dilihat
dari pendidikan masyarakat itu sendiri. Dari 8.583 jiwa, sebanyak 3.216 jiwa tidak
bersekolah, 563 jiwa tidak tamat SD, 3.129 jiwa tamat SD, 819 jiwa tamat SMP,
649 jiwa tamat SMA dan hanya 9 jiwa yang mampu menempuh tamat perguruan
tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Gili Ketapang menjadi faktor
sulitnya bersaing untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak demi
kesejahteraan sosial. Minimnya keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang
tinggi menjadi salah satu pemicu rendahnya sumber daya manusia setempat.
Tabel 2. Penduduk menurut Tamat Pendidikan
No Desa Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat Akademi/PT
1 Muneng Kidul 557 268 1199 1071 857 16
2 Pohsangit Leres
1233 946 1767 188 251 13
3 Laweyan 1786 426 1358 499 328 18
4 Muneng 1895 432 1631 465 452 24
5 Jangur 987 612 899 368 351 16
6 Sumberbendo 2102 1021 1019 171 187 9
7 Mentor 899 631 2263 403 376 16
8 Sumur Mati 615 251 804 388 346 17
9 Pesisir 1638 522 1607 421 245 14
10 Lemah Kembar
1215 498 992 243 247 21
11 Ambulu 1983 826 703 252 204 19
12 Banjarsari 2776 842 2208 363 267 22
13 Gili Ketapang 3216 563 3129 819 649 9
Jumlah 20902 7838 19579 5651 4760 214
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Probolinggo, 2016
4.1.3 Pengelolaan Wisata Gili Ketapang
Wisata snorkeling Gili Ketapang pertama kali terbentuk pada tahun 2016.
Terbentuknya wisata inipertama kali berawal dari inisiatif seorang pemuda
bernama Lailul Marom bersama Rohman dan Khunin. Tujuan dibentuknya wisata
yaitu dengan maksud memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat
sekitar dan membangkitkan potensi pulau Gili Ketapang sendiri. Pada bulan Mei
2016 wisata “Open Trip Gili Ketapang” resmi didirikan dan lahirlah Kelompok
Sadar Wisata (Pokdarwis) yang terdiri dari 10 tim. Sebelumnya ini hanya sekedar
pergerakan ekonomi biasa, namun sekarang menjadi kekuatan ekonomi yang
mampu mendorong masyarakat Gili Ketapang lebih baik dan sejahtera. Semua
tim dan guide berasal dari masyarakat setempat. Hal tersebut dimaksudkan
untuk membantu mereka dalam membangun rasa percaya diri, menambah
pengetahuan, wawasan bahari dan kemampuan berkomunikasi dengan para
tamu.
Berbagai macam kelompok masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi
mulai tumbuh setelah terbentuknya Kelompok Sadar Wisata. Mulai dari kelompok
taksi laut, persewaan tenda, usaha makanan, dan usaha lainnya sebagai
pendukung kebutuhan wisata. Pendongkrak usaha ekonomi tersebut belum
merata keseluruh pulau dikarenakan minimnya akses, seperti masyarakat yang
berada di bagian timur tidak bisa menjangkau usaha snorkeling di bagian barat.
Sedangkan peran pemerintah belum ada campur tangan langsung dalam
pengelolaan wisata Gili Ketapang. Khususnya Dinas Pariwisata hanya mampu
mengembangkan sumber daya manusia dengan caramengadakan diskusi rutin,
studi banding, dan pelatihan-pelatihan.
4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana
Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil merupakan proses yang akan
membawa suatu perubahan pada lingkungan aslinya. Semakin tinggi intensitas
pengembangannya, maka semakin tinggi pula kenyamanan wisatawan. Untuk
menjaga keseimbangan lingkungan dan kenyamanan wisatawan maka harus
diberlakukan batas-batas dalam pengembangan sarana dan prasarana tersebut.
Batas-batas tersebut diberlakukan untuk menjaga lingkungan agar tetap seperti
kondisi aslinya.
Pengembangan sarana dan prasarana masih terpusat dari masyarakat
Gili Ketapang karena kondisinya saat ini pihak pemerintah belum ada campur
tangan langsung dalam sektor pembangunan. Jadi pengembangannya masih
apa adanya dari pihak pengelola. Berikut daftar tabel sarana dan prasarana yang
telah disediakan oleh pengelola setempat.
Tabel 3. Sarana dan Prasarana
Kawasan Pantai Daerah Perairan
1. Petunjuk jalan arah pasir putih
2. Tempat Ibadah
3. WC Umum
4. Warung sederhana
5. Gazebo / Rest area
1. Dinding beton bertuliskan “GILI KETAPANG PALACE OF NEMO” sebagai destinasi foto underwater
2. Persewaan Alat Snorkeling
Sumber: Data primer diolah tahun 2017
Berdasarkan Tabel 14, sarana dan prasarana kawasan wisata Pulau Gili
Ketapang cukup lengkap. Kondisinya pun sudah layak pakai, contohnya seperti
fasilitas WC umum yang terawat dan terdapat air bersih. Namun kelemahan yang
dimiliki terletak pada rendahnya tingkat pengelolaan sampah wisatawan, dimana
sampah oleh wisatawan yang terkumpul biasanya langsung dibuang ke laut atau
dibakar. Pondasi bangunan pun masih berupa bambu dan ada beberapa dari
batu karang mati, hal tersebut bisa dimaklumi karena ketersediaan fasilitas yang
ada sampai saat ini merupakan dari swadaya masyarakat dan pengelola.
Pada kawasan perairan khususnya snorkeling terdapat beberapa
kekurangan, yaitu spot hamparan pasir putih. Fungsi dari spot tersebut adalah
agar saat wisatawan yang turun ke perairan tidak menginjak terumbu karang saat
melakukan aktivitas snorkeling di kondisi air sedang surut.
Gambar 1. Sarana dan Prasarana di Gili Ketapang
4.2 Kawasan Wisata Pulau Gili Ketapang
Pengembangan wisata yang dimulai pada pertengahan tahun 2016,
menjadikan peluang yang bagus untuk mendongkrak perekonomian masyarakat
sekitar. Pemanfaatan potensi sebagai kawasan wisata perlu dilakukan secara
maksimal. Potensi tersebut berupa hamparan terumbu karang dan pasir putih.
Persebaran potensi sumber daya alam dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 2. Peta Kawasan Wisata Gili Ketapang
Kegiatan - kegiatan yang dapat dilakukan pada kawasan wisata Gili
Ketapang antara lain snorkeling, wisata pantai dan berkemah. Selain itu, pulau
Gili Ketapang juga memiliki panorama yang indah berupa sunrise yang berada di
sisi timur pulau dan sunset di barat pulau. Berikut merupakan peta potensi
sumber daya alam wisata Gili Ketapang.
4.2.1 Pasir Putih
Wisata Pasir Putih Gili Ketapang merupakan salah satu rekomendasi
tempat terbaik yang banyak diminati oleh wisatawan, selain tujuan utama yaitu
wisata snorkeling. Dapat dilihat pada Gambar 6, kondisi hamparan pasir putih
yang luas menjadikan kawasan tersebut sangat bagus digunakan wisatawan
dalam berkegiatan. Terdapat beberapa indikator daya dukung kawasan wisata
pantai, antara lain data luasan pantai dan substrat pantai.
Gambar 3. Kondisi Wisata Pasir Putih
Luasan pantai dihitung ada saat air pasang dan surut. Hal tersebut dikarenakan
lebar dan luasan pantai dapat berubah-ubah tergantung kondisi pasang surut air
laut, sedangkan panjang pantai bersifat relatif tetap karena tidak dipengaruhi oleh
kondisi pasang surut (Syahputra, 2016).
Berdasarkan hasil pengukuran dan wawancara di lapangan,daerah wisata
pasir putih memiliki panjang pantai sekitar 183 meter dan lebar pantai 32 meter
saat pasang dan 41 meter saat surut. Dengan demikian didapatkan data luasan
pantai saat pasang dan surut yang dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 4. Data Luasan Pantai
Lebar pantai
(Pasang) (m)
Lebar
pantai
(Surut) (m)
Panjang
Pantai(m)
Luas Area
(Pasang) (m²)
Luas Area
(Surut) (m²)
32 41 183 5856 7503
Sumber: Data primer diolah tahun 2017
Semakin lebar sebuah hamparan pasir pantai, maka semakin baik kawasan
tersebut untuk diperuntukkan sebagai kawasan wisata. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pantai tersebut mendukung untuk kegiatan wisata bahari.
Kondisi substrat di kawasan pantai Gili Ketapang dapat dikatakan bagus
dengan substrat berpasir. Berdasarkan tipe substratnya pantai kawasan Gili
Ketapang termasuk jenis pantai sandy beach (pantai berpasir) karena material
penyusunnya berupa endapan pasir. Pantai berpasir inilah yang merupakan
indikator kelayakan wisata bahari, karena pada umumnya pengunjung menyukai
pantai yang berpasir atau karang berpasir daripada yang berlumpur.
4.2.2 Terumbu Karang
1. Jenis Lifeform
Gambar 4. Jenis Lifeform Terumbu Karang
Keterangan :
ACB : Acropora Branching CM : Coral Massive
ACT : Acropora Tabulate CE : Coral Encrusting
ACE : Acropora Encrusting CS : Coral Submassive
ACS : Acropora Submassive CF : Coral Foliose
ACD : Acropora Digitate CMR : Coral Mushroom
CB : Coral Branching
Pengukuran terumbu karang dilakukan di bagian selatan pulau yang
berdekatan dengan stasiun 3. Berdasarkan hasil di lapangan, didapatkan jenis
lifeform karang sebanyak 6 jenis. Keanekaragaman lifeform karang yang berhasil
ditemukan yakni Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT), Acropora
Encrusting (ACE), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE) dan Coral
Mushroom (CMR).
Berdasarkan hasil wawancara mengenai titik lokasi spot snorkeling,
kenanekaragaman di bagian utara ternyata lebih banyak daripada di bagian
selatan. Ini dikarenakan untuk mencuri perhatian para pengunjung, pengelola
(POKMASWAS) memindahkan terumbu karang hidup yang berada di sisi lain
pulau ke bagian spot snorkeling.
Gambar 5. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang
Jumlah lifeform yang ditemukan di bagian selatan pulau tergolong sedikit,
dan juga didominasi oleh jenis Massive dan Encrusting. Hal tersebut diduga
akibat proses alami yaitu arus yang lumayan kuat. Kondisi alam tersebut juga
bisa menentukan jenis berkembangnya jenis dari lifeform. Selain itu, seringnya
ditemukan anemon yang menjadi habitat bagi ikan badut di antara terumbu
karang, maka biota tersebut dijadikan sebagai ikon Gili Ketapang.
2. Tutupan Karang
Gambar 6. Persentase Tutupan Karang Hidup
Gambar 7. Persentase other
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan, kondisi ekosistem
terumbu karang di Perairan Pulau Gili Ketapang berada dalam kondisi sedang.
Persentase tutupan karang hidupyang diperoleh yaitu 33%. Menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup no. 4 tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan
terumbu karang, dengan kategori sebagai berikut:
1. Persentase penutupan : 0 – 24.9% (rusak)
2. Persentase penutupan : 25 – 49.9% (sedang)
3. Persentase penutupan : 50 – 74.9% (baik)
4. Persentase penutupan : 75 – 100% (sangat baik)
Maka dari itu nilai tersebut masuk dalam kategori sedang (25-49.9%). Hasil
tersebut bisa saja akibat dari pengukuran lapang yang kurang maksimal. Dahulu
sebelum terbentuknya wisata snorkeling, nelayan sekitar mencari ikan dengan
cara bom dan obat-obatan kimia.
3. Jenis Ikan Karang
Spesies ikan karang yang ditemukan di perairan Gili Ketapang sebanyak
11 spesies dengan jumlah individu 56 ekor. Jenis ikan yang berhasil
teridentifikasi antara lain Apagon sp, Yellowblack sp, Siganus sp, Chaetodon
baronessa dan lainnya. Spesies ikan kepe-kepe lebih banyak teridentifikasi
karena jenis ikan tersebut memang siklus hidupnya di sekitar terumbu karang
dan merupakan indikator kesehatan karang (Wahyudi, 2017).
Menurut Suryanti (2011), menyebutkan bahwa ikan kepe-kepe
merupakan ikan karang sejati yang distribusinya berada di sekitar terumbu
karang. Hubungan erat ikan kepe-kepe dengan terumbu karang tersebut
menjadikan status ikan tersebut sebagai spesies indikator kesehatan karang.
4.3 Kualitas Perairan Pulau Gili Ketapang
Kualitas perairan secara umum merupakan salah satu variabel yang
menunjukkan baik tidaknya suatu perairan menurut standar baku mutunya untuk
kegiatan ekowisata. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia di Pulau Gili
Ketapang dilakukan pada ke-3 stasiun pengamatan yang dianggap mewakili
lokasi penelitian dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Pengukuran
dilakukan mulai pukul 09.00 WIB. Hasil pengukuran kualitas perairan dapat
dilihat pada Tabel 16.
Stasiun 1 berada di selatan pulau Gili Ketapang, tepatnya di dermaga
baru. Lokasi tersebut sedang dilakukan pembukaan dermaga baru. Pemukiman
penduduk terlihat lebih sedikit daripada di dermaga lama. Terdapat sedikit lahan
terbuka yang gersang dan tidak ada vegetasi seperti rumput. Di sekitar lokasi ini
biasa digunakan masyarakat setempat untuk melakukan produksi kapal nelayan.
Kondisi perairan pesisirnya terdapat banyak sampah organik/non-organik.
Diduga masyarakat sebagian besar menjadikan lokasi ini sebagai tempat
pembuangan sampah utama.
Gambar 8. Kondisi Stasiun 1
Stasiun 2 berada di utara pulau Gili Ketapang, tepatnya di dermaga lama.
Kondisi lokasi tersebut memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, kotor
dan banyak kapal taksi atau barang muatan berlabuh. Aktivitas penduduk sangat
tinggi karena dermaga ini merupakan satu-satunya akses dari ke Gili Ketapang.
Kondisi perairan yang keruh dan banyak sampah ini disebabkan karena tingginya
aktivitas manusia di sekitar dermaga.
Gambar 9. Kondisi Stasiun 2
Stasiun 3 berada di bagian barat pulau atau tepatnya di sekitar perairan
wisata snorkeling. Kondisi disekitar stasiun 3 yaitu terdapat rumah apung dan
aktivitas manusia lebih sedikit daripada stasiun lainnya. Perairannya cukup
tenang dan memiliki warna yang biru dibandingkan area pelabuhan. Pada saat
weekend, titik ini menjadi ramai akan wisatawan melakukan snorkeling.
Gambar 10. Kondisi Stasiun 3
Tabel 5. Data Kualitas Perairan
Stasiun Parameter
Suhu Kedalaman Kecerahan pH Salinitas Oksigen Terlarut
Sampah
1 29.9 3.2 90 8.1 34.3 7.1 Ada
2 29.9 2.9 100 8.1 35 7 Ada
3 30 2.6 100 8.1 35 7.3 -
Rata-Rata
29.93 2.90 96.7 8.10 34.77 7.13 Ada
Sumber: Data primer diolah tahun 2017
a. Suhu
Suhu termasuk dalam salah satu parameter oseanografi yang penting
dalam pengembangan ekowisata bahari. Biota laut pun hidupnya tergantung
pada kondisi suhu perairan. Pada hasil pengukuran suhu perairan Pulau Gili
Ketapang dapat dilihat pada Tabel 16 dimana berkisar antara 29-30C. Nilai
tersebut masih dalam batas normal suhu permukaan perairan pada umumnya.
Menurut Nybakken (1992) menyatakan bahwa nilai suhu pada permukaan laut di
wilayah tropis yaitu 20-30C.
b. Kedalaman
Hasil pengukuran kedalaman di ke-3 stasiun menunjukkan nilai rata-rata
2.90 meter. Pengukuran dilakukan saat air sedang pasang agar kapal bisa
berlabuh di titik lokasi pengambilan. Diperoleh kedalaman tertinggi berada pada
stasiun 1 yang merupakan salah satu titik lokasi yang memiliki batu bertuliskan
“GILI KETAPANGPALACE OF NEMO” dan ditenggelamkan di dasar perairan.
Perairan terdangkal berada pada stasiun 3, ini disebabkan karena daerah ini
menjadi lokasi yang diperuntukkan bagi para snorkeling. Kedalaman yang ideal
sangat berpengaruh dalam wisata snorkeling, selain pengunjung dapat terhindar
dari biota berbahaya di dasar perairan namun juga dapat meminimalisir tindakan
merusak ekosistem bawah laut seperti menginjak dan memindahkan terumbu
karang.
c. Kecerahan
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa kecerahan Pulau Gili
Ketapang sebesar 90-100%, yang berarti sinar matahari dapat masuk ke kolom
perairan bahkan mencapai dasar. Intensitas cahaya yang tinggi sangat baik
untuk organisme bawah laut dalam melakukan pertumbuhan. Kenyamanan
wistawan terhadap visibility yang bagus saat melakukan snorkeling juga menjadi
faktor yang penting.
d. pH
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa nilai pH pada ketiga stasiun
sebesar 8.1. Nilai pH juga berperan sebagai indikator kualitas perairan. Nilai
derajat keasaman (pH) dan konsentrasi oksigen dapat berubah sewaktu-waktu
akibat dari berlimpahnya senyawa-senyawa kimia yang bersifat polutan maupun
non-polutan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH
yang drastis, nilai pH normal pada umumnya berkisar antara 7-8.5 (Susana,
2009).
e. Salinitas
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat nilai salinitas pada ketiga stasiun
tidak jauh berbeda, yaitu 34-35o/oodikarenakan pada pulau Gili Ketapang tidak
terdapat aliran sungai atau murni air laut. Berdasarkan kisaran tersebut maka
perairan tersebut mempunyai nilai yang sesuai dengan baku mutu wisata bahari.
Salinitas merupakan variabel lingkungan yang mempengaruhi biota akuatik.
f. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan jumlah oksigen yang
terlarut di suatu perairan, yang berasal dari fotosintesis atau difusi antara udara
dan air. Berdasarkan Tabel 16, rata-rata nilai DO sebesar 7.13 mg/l yang berarti
sesuai untuk kegiatan wisata bahari. Hal tersebut sesuai dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 dimana baku mutu oksigen
terlarut untuk wisata bahari yaitu >5.
g. Sampah
Sampah merupakan bentuk buangan yang sudah tidak terpakai berupa
bahan padat atau tidak padat, yang pada umumnya berasal dari kegiatan
manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Waddin dan Bagastyo, 2016).
Berdasarkan hasil pengamatan visual di lapangan, pada stasiun 1 dan 2
menunjukkan nilai tidak sesuai karena melampaui batas baku mutu sampah
untuk wisata bahari. Sumber sampah yaitu berasal dari limbah domestik.
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan dari penduduk menjadikan sampah
tidak dikelola dengan baik dan di buang langsung ke laut.
Peningkatan aktivitas wisata juga mempengaruhi peningkatan sampah
yang ada. Peningkatan tersebut menyebabkan tekanan terhadap ekosistem,
sehingga berpengaruh terhadap degradasi sumber daya laut dan penurunan
kualitas perairan laut (Laapo, 2009). Dari fenomena tersebut, agar pengelolaan
sampah berjalan optimal maka diperlukan upaya dari masyarakat pulau dan
pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana.
4.4 Kesesuaian Ekowisata Pantai
Pengukuran Indeks Kesesesuaian untuk ekowisata pantai dilakukan di
bagian barat pulau Gili Ketapang atau tepatnya berada di kawasan wisata pasir
putih. Lokasi pengukuran terdapat beberapa pemukiman penduduk yang telah
difungsikan sebagai penyedia sarana prasarana. Disekelilingnya sesekali ada
kapal nelayan berlabuh dan aktivitas manusia tergolong tinggi. Berikut
merupakan hasil pengukuran Indeks Kesesuaian Ekowisata kategori wisata
pantai.
Tabel 6. Matriks Nilai Kesesuaian Ekowisata Pantai
No Parameter Bobot Skor Kategori Bobot x skor
1 Kedalaman Perairan (m)
5 3 S1 15
2 Tipe pantai 5 2 S1 10
3 Lebar pantai (m) 5 3 S1 15
4 Material dasar perairan
3 3 S1 9
5 Kecepatan arus (m/s) 3 2 S2 6
6 Kemiringan pantai (°) 3 3 S1 9
7 Kecerahan perairan 1 3 S1 3
8 Penutupan lahan pantai
1 2 S2 2
No Parameter Bobot Skor Kategori Bobot x skor
9 Biota berbahaya 1 2 S2 2
10 Ketersediaan air bersih
1 3 S1 3
TOTAL 74
] x 100% = x 100% = 88%
Berdasarkan pengukuran Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) pada
kawasan tersebut didapatkan hasil sebesar 88% (S1 = Sangat Sesuai). Sangat
sesuai dapat diartikan bahwa tidak ada faktor yang menjadi pembatas bagi
kesesuaian kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Hal ini
dikarenakan kawasan tersebut sudah dikelola cukup optimal dengan adanya
sarana prasarana yang dekat, pengelolaan sampah dan adanya air bersih.
Analisis penentuan nilai IKW dapat ditampilkan dalam bentuk score di
setiap parameter. Berikut merupakan penjelasan dari setiap parameter:
1. Kedalaman Perairan (m)
Kedalaman perairan merupakan salah satu aspek fisik yang perlu
diketahui untuk kegiatan wisata bahari. Pengunjung bisaberwisata untuk
berenang atau sekedar bermain air. Berdasarkan hasil pengukuran
kedalaman pesisir pulau Gili Ketapang antara 2 – 2.9 m. Kedalaman yang
ideal untuk kegiatan berenang yaitu maksimal 3 m.
2. Tipe Pantai
Tipe pantai dalam penentuan skor dikategorikan menjadi tipe pantai pasir
putih, pasir putih, pasir berkarang, pasir hitam, lumpur, serta landai dan terjal.
Pantai Gili Ketapang memiliki tipe pantai pasir putih dan kondisinya yang
landai.
3. Lebar Pantai (m)
Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh lebar Pantai Gili Ketapang
berkisar antara 30 - 40 m. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Pantai di Gili
Ketapang memiliki pantai yang sesuai untuk kegiatan wisata bahari. Semakin
lebar pantai maka banyak aktivitas yang bisa dilakukan dalam berwisata.
4. Substrat
Substrat pantai berpengaruh pada aktivitas yang akan dilakukan
wisatawan untuk wisata pantai. Substrat di Pantai Gili Ketapang merupakan
substrat pasir putih.
5. Kecepatan Arus (m/s)
Kecepatan arus adalah aspek fisik yang cukup berpengaruh untuk
kegiatan wisata pantai, khususnya berenang dan snorkeling. Pantai di Gili
Ketapang merupakan tipe pantai yang sedikit memiliki arus yang kuat akibat
dari pergerakan angin. Hasil pengukuran kecepatan arus sebesar 0.26 m/s.
6. Kemiringan Pantai
Pantai Gili Ketapang adalah pantai yang relatif landai, hasil pengukuran
kemiringan pantai berkisar antara 0 - 2°. Karakteristik pantai yang landai
akan leibh aman untuk kegiatan wisata.
7. Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat dihitung
menggunakan sechhi disk. Kecerahan perairan berkaitan dengan
kenyamanan wisatawan karena berpengaruh pada penglihatan dalam air.
Hasil pengukuran kecerahan pada ketiga stasiun yaitu berkisar antara 90 -
100% (sampai dasar perairan).
8. Penutupan Lahan Pantai
Penutupan lahan pantai berkaitan erat dengan keanekaragaman
tumbuhan yang ada pada pantai tersebut. Pada pantai di Gili Ketapang tidak
terdapat tutupan lahan seperti vegetasi, namun beberapa rumah penduduk
lokal.
9. Biota Berbahaya
Berdasarkan dari hasil pengamatan di Pantai Gili Ketapang ditemukan
biota berbahaya seperti bulu babi yang hidup diantara terumbu karang. Bulu
babi memiliki duri yang dapat menimbulkan infeksi dan pembengkakan jika
tidak segera ditangani.
10. Ketersediaan Air Tawar
Ketersediaan air tawar sangat penting untuk menunjang kegiatan wisata
bahari, untuk mendapatkan air tawar di Pantai Pulau Gili Ketapang tergolong
mudah karena lokasinya yang dekat dengan pemukiman.Jadi disana sudah
terdapat fasilitas kamar mandi yang cukup memadai.
4.5 Kesesuaian Ekowisata Snorkeling
Pengukuran Indeks Kesesuaian untuk ekowisata snorkeling dilakukan
pada kawasan perairan pulau Gili Ketapang yang berada di selatan pulau. Lokasi
pengukuran berdekatan dengan dermaga baru (stasiun 1) dan terdapat beberapa
keramba ikan. Berikut merupakan hasil pengukuran indeks kesesuaian ekowisata
kategori snorkeling.
Tabel 7. Matriks Nilai Kesesuaian Ekowisata Snorkeling
No Parameter Bobot Skor Kategori Bobot x skor
1 Kecerahan perairan (%) 5 3 S1 15
2 Tutupan karang (%) 5 1 S3 5
3 Jenis lifeform 3 1 S3 3
4 Jenis ikan karang 3 1 S3 3
5 Kecepatan arus (cm/s) 1 2 S2 2
6 Kedalaman karang (m) 1 3 S1 3
TOTAL 31
] x 100% x 100% = 57%
Berdasarkan pengukuran Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) pada kawasan
tersebut didapatkan hasil sebesar 57% (S3 = Sesuai Bersyarat). Sesuai
bersyarat dapat diartikan bahwa terdapat faktor-faktor yang berpengaruh nyata
dan menghambat kesesuaian kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata,
sehingga diperlukan upaya dalam pemulihan kondisi dari faktor tersebut. Faktor
disini yaitu parameter jenis ikan karang yang minim ditemukan.
4.6 Daya Dukung Kawasan
Dalam kondisi alami, lingkungan pesisir memiliki batas kapasitas dalam
menampung jumlah wisatawan yang berkunjung. Daya dukung kawasan
merupakan suatu cara untuk mengetahui batas-batas tersebut. Jika
menggunakan perhitungan yang pas maka akan diperoleh nilai maksimum
pengunjung yang mampu ditolerir wisata Pulau Gili Ketapang. Pada kawasan
wisata Gil Ketapang telah mengalami perkembangan yang pesat akan sarana
dan prasarana, namun itu bisa menjadi ancaman untuk lingkungan jika tidak
digunakan dengan bijak.
Daya Dukung Kawasan (DDK) Pulau Gili Ketapang tergolong cukup besar
atau bisa dikatakan melebihi kapasitas wisatawan. Berdasarkan hasil survey
lapangan dan data dari kantor BAPPEDA Kabupaten Probolinggo, luas area di
bagian utara pulau yang dimanfaatkan untuk wisata snorkeling sebesar ± 18.400
m². Pada bagian selatan pulau luas area yang dimanfaatkan lebih kecil yaitu
sebesar ± 9.000 m² dikarenakan arus yang cukup kencang.Perkiraan luas
wilayah yang dimanfaatkan untuk wisata disajikan pada tabel berikut.
Tabel 8. Luas area jenis kegiatan
Snorkeling Wisata Pantai (Pasang)
Wisata Pantai (Surut)
Camp Ground
Unit Area (Luas/m²)
(Lp)
27.400 m² 5.856 m² 7.503 m² 1.470 m²
Sumber: BAPPEDA, 2017
Potensi ekologis pengunjung (K) ditentukan dari kondisi kawasan dan
jenis kegiatan yang dikembangkan. Luas area yang dapat dimanfaatkan oleh
pengunjung harus mempertimbangkan alam dalam mentolerir pengunjung agar
sumberdaya tetap terjaga. Berikut tabel potensi ekologis pengunjung dan luas
area setiap kegiatan wisata.
Tabel 9. Potensi pengunjung dan luas area kegiatan
No Jenis Kegiatan K
(Pengunjung)
Unit area (Lt)
Keterangan
1 Snorkeling 1 500 m² 1 org dalam 100m
x 5m
2 Rekreasi Pantai
(Pasang)
1 50 m 1 org setiap 50m
panjang pantai
3 Rekreasi Pantai
(Surut)
1 50 m 1 org setiap 50m
panjang pantai
4 Camp Ground 4 100 m² 4 org dalam 10m x
10m
Sumber: Yulianda et al. (2010)
Sementara itu perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh setiap pengunjung untuk
per jenis kegiatan wisata, disajikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 10. Waktu yang dibutuhkan dan disediakan
No Jenis Kegiatan Waktu yang
dibutuhkan
(Wp)-Jam
Waktu yang
disediakan
(Wt)-Jam
1 Snorkeling 3 6
No Jenis Kegiatan Waktu yang
dibutuhkan
(Wp)-Jam
Waktu yang
disediakan
(Wt)-Jam
2 Rekreasi Pantai 3 6
3 Camp Ground 8 14
Sumber: Yulianda et al. (2010)
Kategori snorkeling
Kategori rekreasi pantai
Kategori camp ground
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka diperoleh pada luas area
sebesar 27.400 m² dapat mendukung kegiatan snorkeling dengan jumlah
pengunjung yang dapat diterima secara lestari 110 orang/hari. Sementara untuk
kategori rekreasi pantai, luas area yang dapat digunakan 5.863 m² saat pasang,
dan diperkirakan jumlah pengunjung yang dapat diterima secara lestari
234orang/hari. Sedangkan luas area yang dapat digunakan 7.503 m² saat surut,
dan diperkirakan jumlah pengunjung yang dapat diterima secara lestari 300
orang/hari. Pada wisata camping biasa dilakukan mulai pukul 17.00 sore sampai
07.00 pagi dengan luas area yang dapat digunakan 1.470 m², dan diperkirakan
jumlah pengunjung 103 orang/hari.
Nilai yang diperoleh merupakan jumlah maksimum pengunjung yang
dimaksudkan untuk meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan
wisata. Perbandingan antara luas area, waktu dan daya dukung memungkinkan
pengunjung akan merasa nyaman saat melakukan aktifitas wisata di pulau
tersebut. Luas area yang digunakan tersebut merupakan potensi yang bisa
dikembangkanuntuk wisata bahari namun sayangnya tanpa mempertimbangkan
adanya zona pemanfaatan.
Menurut Muhsoni (2016), dalam pengembangan ekowisata bahari,10%
dari kawasan dibentuk zona pemanfaatan sebagai cadangan sumberdaya.
Sumberdaya seperti terumbu karang membutuhkan waktu pemulihan yang lama
sehingga perlu dibatasi dengan pemanfaatan kawasan. Sehingga daya dukung
kawasan pada kategori snorkeling di kawasan Gili Ketapang perlu dibatasi
dengan adanya daya dukung pemanfaatan (DDP) dengan rumus :
Kategori snorkeling
4.7 Kelas Kemampuan Lahan
Data-data yang telah diperoleh berupa kemiringan lereng, drainase
permukaan, tekstur tanah, curah hujan dan daerah rawan bencana kemudian
dilakukan skoring untuk mendapatkan nilai kepada atribut tersebut. Untuk
menentukan nilai dari harkat bisa dilihat berdasarkan kondisi di lapangan atau
data sekunder. Klasifikasi kelas kemampuan lahan didapatkan dari skoring
tersebut. Caranya yaitu dilakukan dengan cara menjumlahkan harkat dari
masing-masing parameter. Nilai maksimum yang diperoleh adalah 20, yaitu hasil
penjumlahan dari keempat parameter dan nilai terendahnya adalah 4. Untuk
menentukan interval kelas digunakan rumus, dan diperoleh :
Tabel 11. Penentuan Kelas Kemampuan Lahan
Harkat Jumlah Kelas Deskripsi
A B C D
5 5 5 4 19 I Kemampuan baik tanpa faktor
pembatas
Keterangan:
A = Kemiringan Lereng C = Curah Hujan
B = Tekstur Tanah D = Rawan Bencana
Dari analisis yang telah dilakukan, kawasan wisata Gili Ketapang termasuk
dalam kelas I dengan deskripsi kemampuan lahan dengan daya dukung yang
tinggi tanpa adanya faktor pembatas. Daya dukung yang baik serta terdapat
tutupan lahan yang sebagian besar berupa pemukiman bisa dimanfaatkan
sebagai resort bagi pengunjung.
1. Kemiringan Lereng
Berdasarkan data yang diperoleh, kawasan pulau Gili Ketapang
memiliki kemiringan lereng antara 0-2%, dimana nilai tersebut masuk dalam
kategori datar sehingga memiliki harkat 5. Kemiringan yang tidak terlalu terjal
memiliki keuntungan dalam keselamatan pengunjung berwisata dan
pembangunan guna mendukung sarana dan prasarana wisata.
Gambar 11. Peta Kemiringan
2. Jenis dan Tekstur Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, jenis tanah yang berada
di pulau Gili Ketapang didominasi oeh pasir putih, namun terdapat pasir hitam
di daerah timur pulau. Menurut Hidayati (2016), menyatakan bahwa tipe
sedimen yang ada di pulau Gili Ketapang didominasi pasir, mulai dari
bertekstur halus (diameter rata-rata 0,35 mm – 1,00 mm) sampai kasar. Pasir
putih yang mendominasi tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan. Maka pada parameter jenis dan tekstur tanah tersebut memiliki
harkat 5.
Gambar 12. Peta Jenis dan Tekstur Tanah
3. Rawan Bencana (Abrasi)
Berdasarkan hasil pengamatan langsung dilapangan, terlihat bahwa
kawasan pulau Gili Ketapang termasuk dalam daerah yang berpotensi
terjadinya erosi pantai (abrasi). Hal tersebut dapat dikarenakan faktor alam
dan manusia. Faktor alam yang mempengaruhi daratan seperti gelombang,
arus dan pasang surut, sedangkan faktor manusia yaitu adanya
penambangan pasir dan penambahan pemukiman disekitar pantai.
Hal tersebut serupa dengan pernyataan Hidayati (2016), menyatakan
bahwa perubahan garis pantai diakibatkan oleh gelombang yang bergerak
dari timur laut menuju barat daya sehingga cenderung terjadi abrasi di
sepanjang pantai bagian utara, sedangkan bagian selatan mengalami
sedimentasi. Maka dari itu kawasan tersebut harus diadakan bangunan
pantai sebagai pencegahan. Maka dari itu parameter ini memiliki harkat 4.
Gambar 13. Peta Rawan Bencana
4. Curah Hujan
Berdasarkan data yang diperoleh, kawasan pulau Gili Ketapang
memiliki curah hujan yang rendah yaitu 0-1500 mm/th. Hal tersebut dapat
dikatakan cocok dalam menunjang wisata bahari karena dengan curah hujan
yang rendah pengunjung dapat menikmati landscape pulau Gili Ketapang.
Maka dari itu memiliki harkat 5.
Gambar 14. Peta Curah Hujan
4.8 Persepsi terhadap Wisata Gili Ketapang
4.8.1 Masyarakat Lokal
Masyarakat yang menjadi target kuesioner dan wawancara merupakan
penduduk asli yang bermukim di Pulau Gili Ketapang. Jumlah responden
sebanyak 30 orang yang terbagi dari 21 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.
Usia < 20 tahun sebesar 10%, usia 20 – 29 tahun sebesar 27%, usia 30 – 39
tahun 13%, dan usia 40 – 49 tahun sebesar 50%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa usia produktif (20 – 49 tahun) masyarakat pulau Gili Ketapang lebih
banyak dibandingkan dengan kelompok umur tidak produktif.
Gambar 15. Usia Responden Masyarakat Lokal
4.8.1.1 Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil wawancara, responden sebagian besar memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Dari 30 responden, 17% tidak tamat sekolah
dasar (SD), 77% tamat sekolah dasar (SD), 3% tamat sekolah menengah atas
(SMA) dan 3% tamat perguruan tinggi (PT). Data tersebut sesuai dengan data
dari Badan Pusat Statistik tahun 2016 yang menyatakan dari 8.583 jiwa,
sebanyak 3.216 jiwa yang tidak bersekolah dan 3.129 jiwa yang hanya mampu
tamat sekolah dasar (SD).
Gambar 16. Tingkat Pendidikan Masyarakat Lokal
Hal tersebut sangat memprihatinkan, sehingga perlu adanya dorongan
dari pihak pemerintah daerah agar pola pikir masyarakat dapat berkembang.
Pengembangan sumber daya manusia sangat penting agar masyarakat tidak
erjebak dalam mindsetmencari mata pencaharian hanya sebagai nelayan juga
harus dirubah.
4.8.1.2 Persepsi Dukungan Masyarakat
Rendahnya pendidikan yang diperoleh masyarakat desa Gili Ketapang
menjadikan beberapa pemuda untuk menciptakan dan membangun lapangan
pekerjaan sendiri. Memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar pulau
Gili Ketapang merupakan jalan yang bagus. Adanya wisata snorkeling tersebut
didukung oleh masyarakat dan dinas-dinas di Kabupaten Probolinggo.
Tanggapan positif masyarakat sangat besar dimana sebanyak 37% menyatakan
sangat mendukung, 43% menyatakan mendukung dan hanya 20% tidak
mendukung. Berikut merupakan tabel persepsi masyarakat.
Tabel 12. Persepsi Masyarakat
Persepsi Jumlah % Persepsi Jumlah %
Pengetahuan Ekowisata Bahari
Dukungan Kegiatan Ekowisata
Ya 13 43.3% Sangat mendukung 11 36.7%
Tidak 17 56.7% Mendukung 13 43.3%
Tidak mendukung 6 20.0% Wisata Bahari Berkelanjutan
Ya 9 30.0% Daya Dukung Kawasan
Tidak 21 70.0% Sesuai 9 30.0%
Cukup sesuai 18 60.0% Daerah Tujuan Wisata Tidak sesuai 3 10.0%
Ya 22 73.3%
Tidak 8 26.7% Ekowisata Lingkungan
Ya 23 76.7%
Tidak 7 23.3%
4.8.2 Wisatawan atau Pengunjung
Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara, sebanyak 30 responden
dilibatkan yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
Berdasarkan usia para pengunjung, kelompok usia 20 – 29 tahun mendominasi
sebesar 90%, sedangkan kelompok umur < 20 tahun mendominasi sebesar 10%.
Berikut merupakan diagram pengunjung wisata Gili Ketapang menurut usia.
Gambar 17. Persentase Usia Pengunjung
4.8.2.1 Persepsi terhadap Sarana dan Prasarana
Dalam pengelolaan wisata bahari, pengelola tidak boleh
mengesampingkan pemberian fasilitas pendukung kegiatan wisata. Ketersediaan
fasilitas yang lengkap akan memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Menurut
responden, sebanyak 70% menyatakan sarana dan prasana wisata pulau Gili
Ketapang sudah mencukupi. Sedangkan 30% sisanya menyatakan belum cukup
seperti kapal yang digunakan untuk menyebrang kurang dari standar
keselamatan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, responden menyatakan bahwa kondisi
sarana dan prasarana wisata tergolong baik. Dari 30 responden, 27%
menyatakan kondisi fasilitasnya sangat baik, 50% menyatakan baik, dan 23%
cukup. Hal tersebut membuktikan bahwa pengelola dapat dikatakan berhasil
dalam pengelolaannya.
Tabel 13. Persepsi Pengunjung
Uraian Jumlah % Uraian Jumlah %
Aksesbilitas Kondisi Fasilitas
Sangat mudah 13 43.3% Sangat baik 8 26.7%
Mudah 11 36.7% Baik 15 50.0%
Cukup 5 16.7% Cukup 7 23.3%
Sulit 1 3.3% Kurang 0 0%
Fasilitas Ketersediaan Fasilitas
Homestay 0 0% Sudah cukup 21 70.0%
Rumah makan 10 33.3% Belum cukup 9 30.0%
Air bersih 15 50.0%
Penyewaan alat 3 10.0% Keamanan/Kenyamanan
Lainnya 2 6.7% Sangat baik 10 33.3%
Baik 13 43.3% Kesesuaian luas wilayah Cukup 7 23.3%
Ya 20 66.7% Kurang 0 0%
Tidak 10 33.3%
4.8.2.2 Persepsi terhadap Keindahan dan Kenyamanan
Analisis tentang persepsi wisatawan diperlukan untuk mengetahui alasan
pengunjung datang ke wisata pulau Gili Ketapang. Dari 30 responden, sebanyak
80% menyatakan alasan berwisata di pulau Gili Ketang karena keindahan
alamnya, 10% menyatakan karena biaya murah, 7% menyatakan karena jarak
yang dekat, dan 3% lainnya. Dengan mengetahui persepsi pengunjung tersebut,
pihak pengelola bisa memanfaatkan dengan maksimal pengelolaan pulau Gili
Ketapang sehingga tercipta keamanan dan kenyamanan pada kawasan wisata.
Gambar 18. Alasan Berkunjung Wisata
Hasil persepsi pengunjung terhadap keamanan dan kenyamanan saat
berwisata, menunjukkan 33% responden menyatakan sangat baik, 44%
menyatakan baik, dan 23% menyatakan cukup. Pada hasil responden tersebut
menunjukkan bahwa dalam pengelolaannya saat ini Gili Ketapang memiliki
tikngkat keamanan dan kenyamanan yang baik. Menurut Yulianda (2007) dalam
Syahputra (2016), kenyamanan suatu objek wisata dicirikan dengan adanya
pihak kemanan setempat seperti POLAIR dan TNI serta daya dukung kawasan
yang optimum untuk berwisata.
Gambar 19. Persepsi terhadap Keamanan dan Kenyamanan
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pulau Gili Ketapang,
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai indeks kesesuaian wisata Pulau Gili Ketapang untuk kategori ekowisata
pantai sebesar 88% dalam kategori sangat sesuai, dan untuk kategori
ekowisata snorkeling sebesar 57% dalam kategori sesuai bersyarat.
2. Pulau Gili Ketapang memiliki daya dukung kawasan untuk kategori wisata
snorkeling sebesar 110 orang/hari, kategori rekreasi pantai sebesar 234
orang/hari saat pasang dan 300 orang/hari saat surut, serta kategori camp
ground sebesar 103 orang/hari.
3. Analisis klasifikasi kemampuan lahan sebagai wisata bahari disimpulkan
bahwa pulau Gili Ketapang termasuk dalam kelas I yaitu kemampuan lahan
dengan daya dukung baik tanpa adanya faktor pembatas dengan luas
wilayah 0,61 km².
5.2 Saran
Pulau Gili Ketapang merupakan destinasi wisata baru yang terbentuk
pada tahun 2016, maka dari itu diperlukan upaya yang lebih dalam pengelolaan
wisata bahari sebagai pendongkrak perekonomian masyarakat setempat.
Sumber daya manusia yang berpengalaman dan memiliki jiwa konservasi juga
sangat dibutuhkan agar masyarakat setempat tidak salah langkah dalam
mengembangkannya sumber daya alam yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Adharianti. Titin., 2007. Kajian Potensi Sumber daya Pantai Nirwana untuk
Kegiatan Wisata Pantai Di Kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Basyuni, Mohammad., Bimantara, Yuntha., Selamet, Bejo., Thoha, Achmad
Siddik., 2016. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata
Mangrove di desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten
Langkat Sumatera Utara. 1, 31-38.
BPS, 2016. Statistik Daerah Kecamatan Sumberasih 2016. Badan Pusat
Statistik, Kabupaten Probolinggo.
Djaelani, Aunu Rofiq., 2013. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian
Kualitatif. FPTK IKIP Veteran, Semarang. XX, 82-92.
Hidayati D, Mujiyani L, Rachmawati, Zaelani A., 2003. Ekowisata: Pembelajaran
dari Kalimantan Timur. Pustakan Sinar Harapan, Jakarta.
Hidayati, Nurin., Purnawali, Hery Setiawan., Kusumawati, Desiana W., 2016.
Prediksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Probolinggo dengan
Menggunakan ONE-LINE MODEL. Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan
IV. Universitas Brawijaya, Malang. 567-573
Jannah, Raudatul., 2007. Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Kembang,
Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Departemen Manajemen Sumber daya
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Juniarta, Hagi Primadasa., Susilo, Edi., Primyastanto, Mimit., 2013. Kajian Profil
Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Pulau Gili Kecamatan Sumberasih
Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. 1, 11-25.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004., 2004. Baku Mutu
Kualitas Air untuk Wisata Bahari.
Ketjulan, Romy., 2010. Daya Dukung Perairan Pulau Hari sebagai Obyek
Ekowisata Bahari. 14, 195-204.
Laapo, Alimudin., Fahrudin, Achmad., Bengen, Dietriech G., Damar, Ario., 2009.
Pengaruh Aktivitas Wisata Bahari terhadap Kualitas Perairan Laut di Kawasan
Wisata Gugus Pulau Togean. Jurnal Ilmu Kelautan. 14, 215-221.
Lindberg, K., & Hawkins, D., 1993. Ecotourism: A guide for planners and
managers. The Ecotourism Society, North Bennington.
Luthfi, O.M., Pujarahayu, P., Wahyudiarto, A., Fakri, S.R., Sofyan, M.,
Ramadhan, F., Murian, S., Tovani, I., Mahmud, M., Adi, D., 2016. Biodiversitas
Dan Populasi Ikan Karang di Perairan Selat Sempu Sendang Biru Kabupaten
Malang Jawa Timur. Junal Kelautan. 9, 43-49.
Muhsoni, Firman Farid., 2016. Pemodelan Daya Dukung Pemanfaatan Pulau Sapudi dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Ilmu Kelautan. 9, 73-84.
Notohadiprawiro, Tejoyuwono., 2006. Kemampuan dan Kesesuaian Lahan:
Pengertian dan Penetapannya. Ilmu Tanah, Univ. Gadjah Mada.
Nybakken, James W., 1992. Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Pragawati, Bunga., 2009. Pengelolaan Sumber daya Pesisir untuk
Pengembangan Ekowisata Bahari Di Pantai Binangun, Kabupaten Rembang,
Jawa Tengah. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Republik Indonesia., 2007. Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.
Rosi, Fahror., Insafitri., Effendy, Makhfud., 2016. Persentase Tutupan dan Tipe
Lifeform Terumbu Karang di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang.
Universitas Trunojoyo, Madura. 18-25
Ross, Sheryl., Wall, Geoffrey., 1999. Ecotourism: Towards Congruence Between
Theory and Practice. Faculty of Environmental Studies, University of
Waterloo. Tourism Management. 123-132.
Sidharta, Boy Rahardjo., 2015. Budaya Bahari dari Nusantara Menuju Mataram
Modern. Goysen Publishing, Yogyakarta.
Solarbesain, Salvinus., 2009. Pengelolaan Sumber daya Pulau Kecil untuk
Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Steck, Birgit., W. Strasdas., E. Gustedt., 1999. Sustainable Tourism as a
Development Option. Federal Ministry for Economic Co-operation and
Development, Germany.
Suryanti, Supriharyono., Indrawan, Willy., 2011. Kondisi Terumbu Karang dengan
Indikator Ikan Chaetodontidae di Pulau Sambangan Kepulauan Karimun
Jawa, Jepara, Jawa Tengah. 1, 106-119.
Suryoputro, Agus A.D., Nugroho, D., 2005. Evaluasi Kemampuan Lahan untuk
Mendukung Pengembangan Pariwisata Wilayah Pesisir Pacitan. Univ.
Dipenogoro, Semarang. 10, 143 -148.
Susana, Tjutju., 2009. Tingkat Keasaman (Ph) Dan Oksigen Terlarut sebagai
Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 5, 33-39.
Syahputra, Amrullah Angga., Yunasfi., Suryanti, Ani., 2016. Analisis Kesesuaian
dan Daya Dukung Ekowisata Pantai, Selam, dan Snorkeling di Pulau Berhala
Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Waddin, As’adul Khoiri., Bagastyo, Arseto Yekti., 2016. Pengelolaan Sampah
Organik Rumah Pemotongan Hewan, Industri Tahu, Peternakan, dan Pasar di
Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Teknik ITS. 5, 1.
Wahyudi, Lulur., Nugaha W.A., Romadhon, Agus., 2017. Penilaian Terumbu
Karang untuk Ekowisata Snorkeling di Pulau Gili Ketapang Probolinggo.
Jurnal Kelautan. Universitas Trunojoyo, Madura.
Widiatmaka., Ambarwulan, Wiwin., Purwanto, Muhamad Y.J., Setiawan, Yudi.,
Effendi, Hefni., 2015. Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan
di Tuban, Jawa Timur. J. Manusia dan Lingkungan. 22, 247-259.
Wijayanto, Dian., Nuriasih, Dian, M., Huda, M,Nurul., 2013. Strategies of
Mangrove Tourism Development in Nusa Penida Marine Protected Area.
Jurnal Saintek Perikanan. 8, 25-32.
Yudasmara, G.A., 2004. Analsis Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari dalam
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan. Studi Kasus Pulau
Menjangan Kab. Buleleng Bali. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yulianda, Fredinan., 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan
Sumber Daya Pesisir Berbasis Konservasi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yulianda, Fredinan., Fahrudin, Ahmad., Hutabarat, A.A., Harteti, Sri., Kusharjani.,
Kang H.S., 2010. Pengelolaan Pesisir dan Laut secara Terpadu. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Zalukhu, Sukawati., 2009. Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan. UNESCO
Office, Jakarta.