analisis kestabilan model matematika penyebaran...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA
PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA A H1N1 DENGAN
PENGARUH VAKSINASI PADA MANUSIA
Amalia Ramadhani1), Syamsuddin Toaha2), Kasbawati3)
1)Mahasiswa Departemen Matematika, Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar,
Kode Pos 90245
2),3)Dosen Departemen Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis Kemerdekaan
Km.10 Makassar, Kode Pos 90245
ABSTRAK
Pada penelitian ini, dikaji model penyebaran virus influenza A H1N1. Model matematika yang dikaji
merupakan pengembangan model Khanh dengan melibatkan pengaruh vaksinasi. Dari model yang
dibentuk, diperoleh dua titik ekuilibrium, yaitu titik ekuilibrium tak endemik dan titik ekuilibrium
endemik. Bilangan reproduksi dasar (𝑅0) ditentukan dengan matriks next generation. Bilangan
reproduksi dasar ini menentukan kestabilan dari kedua titik ekuilibrium. Dalam hal ini, penyakit lama
kelamaan akan hilang dari populasi jika 𝑅0 < 1 dan penyakit akan tetap ada jika 𝑅0 > 1. Hasil analisis
kestabilan menunjukkan kedua titik ekuilibrium tak endemik dan endemik akan stabil asimtotik lokal
diperoleh dari syarat kestabilan Routh-Hurwitz. Sedangkan titik ekuilibrium tak endemik akan stabil
asimtotik global jika memenuhi syarat pada Metode Lyapunov. Hasil simulasi numerik menunjukkan
bahwa vaksinasi yang diberikan berhasil mengurangi penyebaran virus A H1N1.
Kata kunci: Virus influenza A H1N1, Titik Ekuilibrium, Bilangan Reproduksi Dasar, Metode
Linearisasi, Metode Lyapunov.
1. PENDAHULUAN
Influenza A H1N1 atau Swine Influenza merupakan penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus influenza (H1N1) yang sudah menular dari manusia ke manusia dan dapat
mengakibatkan kematian. Dalam (Fraser, et al., 2009) disebutkan bahwa pada 29 April 2009 WHO
mengumumkan laju penyebaran secara global dari strain virus influenza A (H1N1) yang terdeteksi pada
minggu sebelumnya meningkatkan level tanda global pandemic sampai ke level 5. Level 5
mengindikasikan transmisi antar manusia yang terjadi terus-menerus. Dalam (Fitzgerald, 2009)
disebutkan bahwa pada sekitar 15 April sampai 5 Mei 2009, virus influenza telah menyebar dengan
cepat dari Meksiko ke 41 negara di Amerika Serikat dan menyebabkan 642 kasus di Amerika Serikat.
Virus tersebut mencapai Kanada dan Eropa pada waktu yang bersamaan dan pada 27 Mei 2009 telah
mencapai 46 negara dengan 92 kasus kematian [80 di Meksiko dan 10 di AS]. Di Indonesia, data jumlah
kumulatif infeksi Flu A H1N1 sampai dengan 23 Agustus 2009 sebanyak 1.005 orang dengan 5 orang
diantaranya meninggal dunia.
Salah satu usaha yang dilakukan untuk menanggulangi wabah ini adalah dengan melakukan
vaksinasi. Kwong dkk (2009) menyatakan vaksinasi mempunyai potensi yang lebih tinggi dalam
mengurangi jumlah penderita flu dibandingkan dengan penggunaan antibiotic. Potter dkk (1997)
menyatakan bahwa vaksinasi direkomendasikan sebagai salah satu strategi untuk mencegah wabah
influenza pada orang usia lanjut dalam jangka waktu yang panjang. Namun, vaksinasi tidak menjamin
individu bebas dari virus. Virus yang belum cukup menyebabkan individu yang terjangkit tidak
langsung menjadi penderita. Jika individu terjangkit virus, maka individu tersebut harus dirawat.
Individu yang telah dirawat diasumsikan tidak dapat sembuh secara total, artinya ada sisa virus dalam
tubuh yang masih ada walaupun terlihat sudah sehat (Li, dkk., 2001).
Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang matematika turut memberikan peranan
penting dalam menggambarkan fenomena penyebaran suatu penyakit. Fenomena penyebaran penyakit
disajikan dalam bentuk model matematika. Model matematika yang digunakan untuk mengetahui
penyebaran suatu virus di suatu daerah tertentu dikenal sebagai model epidemi.
Model epidemi adalah model yang menggambarkan penyebaran virus atau bakteri dalam
populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan atau susceptibles (S), infectives (I), dan
recovers (R) (Huo & Feng, 2011). Model matematika mengenai epidemiologi memungkinkan untuk
memprediksi dinamika epidemi pada suatu populasi berdasarkan faktor epidemiologi, perilaku jangka
panjang dari dinamika awal invasi, atau dampak dari vaksinasi pada penyebaran infeksi (Keeling &
Rohani, 2008). Salah satu fenomena penyebaran penyakit yang dapat dimodelkan dalam bentuk
matematika yaitu tentang penyebaran virus influenza A H1N1.
Model epidemi yang umum digunakan dalam menganalisa penyebaran penyakit yaitu model SIR.
Model ini awalnya dipelajari oleh Kermack dan McKendrick. Berdasarkan karakteristiknya, model ini
mengelompokkan populasi ke dalam tiga subpopulasi yaitu susceptible (kelompok individu yang rentan
terinfeksi penyakit), infected (kelompok individu yang terinfeksi penyakit). Pada tahun 2011,
Pongsumpun dan Tang telah melakukan penelitian model penyebaran swine influenza dengan
membedakan kelompok populasi yang terinfeksi menjadi dua, yaitu Symptomatic Infections dan
Asymptomatic Infections. Penelitian lain yang dilakukan oleh Khanh (2014) membahas tentang analisis
kestabilan model penyebaran virus A H1N1 yang melibatkan populasi Symptomatic dan Asymptomatic
Infections, dan Cardenas P. dkk (2016) melakukan penelitian tentang simulasi model virus A H1N1
dengan melakukan vaksinasi sebagai salah satu cara pencegahan agar virus tersebut tidak menjadi
wabah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Influenza A H1N1
Influenza merupakan suatu penyakit infeksi saluran pernapasan.Influenza lebih dikenal dengan
sebutan flu, yang disebabkan oleh virus RNA dari family Orthomyxoviridae (virus influenza), yang
menyerang unggas dan mamalia (Tapan, 2004). Casagrandi dkk (2006) menyebutkan bahwa virus yang
menyebabkan epidemi flu dapat dibedakan dalam tiga tipe berbeda yaitu tipe A, B, dan C.
Pada tahun 2009 merebak epidemi flu burung kemudian diikuti epidemik flu babi. Epidemi flu
tersebut menyebabkan beberapa kasus kematian dan banyak manusia yang masuk ke rumah sakit [lihat
Jansen dkk (2007) dan Yang dkk (2009)]. Tanda dan gejala infeksi swine influenza virus (influenza
H1N1) pada manusia, kadang tidak bisa dibedakan dengan infeksi influenza virus. Gejala swine
influenza virus pada manusia mirip dengan gejala virus influenza manusia, antara lain: demam (90%),
batuk (100%), sakit kepala (60%), dan diare (30%). Pemeriksaan laboratorium pada pemeriksaan darah
menunjukkan leukopenia, limpopenia, dan trombositopenia. Pada pasien kadang dilaporkan timbul
gejala myalgia, mual, takipnea, dispnea, konjungtivitis, suhu tubuh 39.7°C (103.5°F), sakit pada saluran
pernafasan bawah. Infeksi antar manu- sia bisa terjadi, seperti flu manusia, yaitu melalui bersin atau
batuk. Bisa juga lewat sentuhan tangan, kemudian tangan tersebut menyentuh mulut, mirip dengan
gejala influenza pada umumnya seperti: demam, batuk, pilek, letih dan sakit kepala (CDC, 2009).
2.2 Model Epidemologi
Pada tahun 1927, Kermack dan McKendrick membuat sebuah perumusan model sederhana, yang
diprediksi sangat mirip dengan keadaan yang diamati pada banyaknya epidemik. Model Kermack dan
McKendrick adalah model kompartemen yang didasarkan pada asumsi sederhana dengan laju yang
berbeda antar kelas dari suatu populasi. Untuk model epidemik, populasi dibagi ke dalam 3
kompartemen yaitu, S, I dan R. S menunjukkan jumlah individu yang susceptible (sub populasi yang
rentan terkena penyakit). I menunjukkan jumlah individu yang infected (sub populasi yang terjangkiti
virus dapat menyebarkan virus tersebut). R menunjukkan jumlah individu recovered (sub populasi yang
telah sembuh dari penyakit) (Ma & Li, 2009).
2.3 Persamaan Differensial
Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu variabel atau lebih, yang
menghubungkan nilai fungsi itu sendiri dan turunannya dalam berbagai orde. Persamaan diferensial
memegang peranan penting dalam fisika, medis dan berbagai macam disiplin ilmu lainnya (Boyce &
DiPrima, 2001).
Definisi 2.1 Diberikan sistem persamaan diferensial
𝑥1̇ = 𝑓1(𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛)
𝑥2̇ = 𝑓2(𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛)
⋮ 𝑥𝑛̇ = 𝑓𝑛(𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛)
Sistem persamaan di atas dapat ditulis sebagai
�̇� = 𝒇(𝒙)
dengan 𝒙 = (𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛) ∈ 𝐸 ⊂ 𝑅𝑛
𝒇 = (𝑓1, 𝑓2, 𝑓3, … , 𝑓𝑛) ⊂ 𝑅𝑛
dan kondisi awal 𝑥(𝑡0) = 𝑥0 = (𝑥10, 𝑥20, 𝑥30, … , 𝑥𝑛0) ∈ 𝐸 maka notasi 𝑥𝑡 = 𝑥(𝑥0, 𝑡) merupakan
solusi sistem (2.1) yang di mulai dari 𝑥0.
Definisi 2.2 Diberikan sistem persamaan diferensial linear
𝑥1̇ = 𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2 + 𝑎13𝑥3+ . . . +𝑎1𝑛𝑥𝑛
𝑥2̇ = 𝑎21𝑥1 + 𝑎22𝑥2 + 𝑎23𝑥3+ . . . +𝑎2𝑛𝑥𝑛
⋮ 𝑥�̇� = 𝑎𝑛1𝑥1 + 𝑎𝑛2𝑥2 + 𝑎𝑛3𝑥3+ . . . +𝑎𝑛𝑛𝑥𝑛
sistem persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk
�̇� = 𝐵𝑥 dimana B adalah matriks berukuran , yaitu
[
𝑎11
𝑎21
𝑎31
𝑎12 … 𝑎1𝑛
𝑎22 … 𝑎2𝑛
𝑎32 … 𝑎3𝑛
⋮𝑎𝑛1
⋮ ⋮ ⋮𝑎𝑛2 … 𝑎𝑛𝑛
]
Suatu sistem persamaan diferensial dikatakan nonlinear apabila sistem tersebut tidak dapat
dinyatakan dalam bentuk sistem (2.2).
2.4 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Definisi 2.3 (Anton, 1992) Diberikan matriks 𝐽 berukuran 𝑛 × 𝑛 dalam ℝ𝑛×𝑛 dan vektor tak nol 𝔁 di
dalam ℝ𝑛. Jika 𝐽𝔁 adalah kelipatan skalar dari 𝔁, yakni
𝐽𝔁 = 𝜆𝔁 Untuk suatu skalar 𝜆 dalam ℝ maka 𝔁 dinamakan vektor eigen dari matriks 𝐽 dan skalar 𝜆 dinamakan
nbilai eigen dari matriks 𝐽.
Untuk mendapatkan nilai eigen dari sebuah matriks 𝐽 maka dituliskan kembali 𝐽𝔁 = 𝜆𝔁 sebagai
berikut:
𝐽𝔁 = 𝜆𝐼𝔁
atau secara ekuivalen
(𝐽 − 𝜆𝐼)𝔁 = 0. Selanjutnya, apabila diandaikan bahwa persamaan karakteristik dari 𝐽 yaitu 𝑑𝑒𝑡 (𝐽 − 𝜆𝐼) ≠ 0 maka
matriks (𝐽 − 𝜆𝐼) mempunyai invers, sehingga persamaan (2.3) menjadi
(𝐽 − 𝜆𝐼)−1(𝐽 − 𝜆𝐼)𝔁 = (𝐽 − 𝜆𝐼)−1𝟎 𝔁 = 𝟎.
Hal tersebut kontradiksi dengan vektor 𝔁 tak nol, sehingga haruslah 𝑑𝑒𝑡(𝐽 − 𝜆𝐼) = 0.
2.5 Titik Ekuilibrium
Titik ekuilibrium adalah sebuah titik yang menunjukkan keadaan dari sistem yang tidak berubah
terhadap waktu.
Definisi 2. 4 (Wiggins, 2003) Diberikan sistem autonomus (2.1) dengan 𝒙 ∈ ℝ𝑛. Titik �̅� ∈ ℝ𝑛 disebut
titik kesetimbangan dari sistem �̇� = 𝒇(𝒙), jika
𝒇(�̅�) = 𝟎.
(2.1)
(2.2)
(2.3)
(2.3)
2.6 Metode Linearisasi
Metode linierisasi pada sistem persamaan diferensial merupakan metode yang bertujuan untuk
mengatasi kesulitan dalam mendapatkan solusi dari sistem persamaan diferensial non linier dengan
menggunakan pendekatan deret Taylor yang akan mengubah bentuk sistem persamaan diferensial non
linier menjadi sistem persamaan diferensial yang linier agar memudahkan dalam menentukan solusi
dari sistem persamaan diferensial non linier tersebut. Solusi yang didapatkan berbentuk penggambaran
perilaku sistem di sekitar titik ekuilibriumnya (N. J Cox, 2000).
2.7 Kestabilan Titik Ekuilibrium
Secara umum kestabilan titik kesetimbangan mempunyai perilaku sebagai berikut:
1. Stabil, jika memenuhi kriteria berikut:
Setiap nilai eigen yang berbentuk real murni bernilai tidak positif (𝜆𝑖 ≤ 0) untuk setiap 𝑖 = 1,2. Setiap nilai eigen yang berbentuk kompleks, bagian realnya bernilai tidak positif, yaitu 𝑅𝑒(𝜆𝑖) ≤
0 untuk setiap 𝑖 = 1,2, dengan 𝑅𝑒(𝜆𝑖) yang menyatakan bagian real dari nilai eigen 𝜆𝑖. 2. Tidak stabil, jika memenuhi kriteria berikut:
Setiap nilai eigen yang berbentuk real murni bernilai positif (𝜆𝑖 > 0) untuk setiap 𝑖 = 1,2. Setiap nilai eigen yang berbentuk kompleks, bagian real bernilai bernilai positif, yaitu 𝑅𝑒(𝜆𝑖) >
0 untuk setiap 𝑖 = 1,2, dengan 𝑅𝑒(𝜆𝑖) menyatakan bagian real dari nilai eigen 𝜆𝑖.
Terdapat nilai eigen yang berbentuk kompleks dengan bagian real yang bernilai, yaitu 𝑅𝑒(𝜆𝑖) <0 < 𝑅𝑒(𝜆𝑖), dengan 𝑅𝑒(𝜆𝑖) menyatakan bagian real dari nilai eigen 𝜆𝑖 untuk setiap 𝑖 = 1,2.
2.8 Bilangan Reproduksi Dasar
Suatu model biasanya memiliki parameter threshold yang dikenal sebagai bilangan reproduksi
dasar (𝑅0), sedemikian sehingga jika 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik lokal
dan penyakit tidak menyerang populasi, namun jika 𝑅0 > 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit tidak
stabil dan penyakit sangat mungkin untuk menyebar (Driessche & Watmough, 2002).
Secara istilah, penyakit memiliki definisi yang lebih luas dari definisi klinis yaitu mencakup
tahap asimtomatik infeksi serta gejala artinya bahwa yang dimaksud individu yang terinfeksi adalah
individu yang terkena penyakit dengan menunjukkan gejala maupun yang tidak menunjukkna gejala
(Widayati, 2013).
Misalkan terdapat 𝑛 kelas terinfeksi dan 𝑚 kelas tidak terinfeksi. Selanjutnya dimisalkan pula 𝑥
menyatakan subpopulasi kelas terinfeksi dan 𝑦 menyatakan subpopulasi kelas tidak terinfeksi (rentan
dan atau sembuh), dan 𝑥 ∈ ℝ𝑛 dan 𝑦 ∈ ℝ𝑚, untuk 𝑚, 𝑛 ∈ ℕ, sehingga
�̇� = 𝜑𝑖(𝑥, 𝑦) − 𝜓𝑖, dengan i = 1,2,… , n �̇� = 𝜂𝑗(𝑥, 𝑦), dengan j = 1,2, … ,m
dengan 𝜑𝑖 adalah laju infeksi sekunder yang menambah pada kelas terinfeksi dan 𝜓𝑖 adalah laju
perkembangan penyakit, kematian, dan atau kesembuhan yang mengakibatkan berkurangnya populasi
dari kelas terinfeksi.
Penghitungan bilangan reproduksi dasar (𝑅0), berdasarkan linearisasi dari sistem persamaan
diferensial yang didekati pada titik ekuilibrium bebas penyakit. Persamaan kompartemen terinfeksi
yang telah dilinearisasi dapat dituliskan sebagai berikut
�̇� = (𝐹 − 𝑉)𝒙
dengan F dan V adalah matriks berukuran 𝑛 × 𝑛, dan 𝐹 =𝜕𝜑𝑖
𝜕𝑢𝑗(0, 𝑦0) dan 𝑉 =
𝜕𝜓𝑖
𝜕𝑢𝑗(0, 𝑦0).
Selanjutnya didefinisikan matriks 𝐾 sebagai
𝐾 = 𝐹𝑉−1
dengan 𝐾 disebut sebagai next generation matrix. Nilai harapan dari infeksi sekunder pada populasi
rentan adalah radius spektral (nilai eigen dominan) dari matriks 𝐾 (Driessche & Watmough, 2002)
sehingga
𝑅0 = 𝜌(𝐾) = 𝜌(𝐹𝑉−1).
(2.4)
2.9 Kriteria Routh-Hurwitz
Kriteria Routh-Hurwitz merupakan metode yang dapat digunakan untuk menunjukkan kestabilan
suatu sistem. Metode ini memperhatikan koefisien persamaan karakteristik tanpa menghitung akar-akar
karakteristik secara langsung.
Jika diberikan persamaan karakteristik sebagai berikut:
𝑃(𝜆) = 𝑎0𝜆𝑛 + 𝑎1𝜆
𝑛−1 + ⋯+ 𝑎𝑛 = 0, dengan koefisien 𝑎𝑖, 𝑖 = 0,1,… , 𝑛 bernilai real. Dari Persamaan (2.5) dapat dibentuk matriks Hj, dengan
Hj adalah matriks Hurwitz yang didefinisikan sebagai berikut :
𝐻𝑗 =
[ ℎ11 ℎ12 …ℎ21 ℎ22 …ℎ31 ℎ32 …
ℎ1𝑚
ℎ2𝑚
ℎ3𝑚
⋮ℎ𝑖1
⋮ℎ𝑖2
⋱…
⋮ℎ𝑖𝑚 ]
dengan
ℎ𝑖𝑚 = {
𝑎2𝑖−𝑚,
𝑎0,
0 < 2𝑖 − 𝑚 < 𝑛 2𝑖 = 𝑚; 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑗 = 1,… , 𝑛
0 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
maka diperoleh matriks 𝐻𝑗 yang baru, yaitu
𝐻𝑗 =
[
𝑎1
𝑎3𝑎5
⋮𝑎2𝑗−3
𝑎2𝑗−1
𝑎0
𝑎2𝑎4
⋮𝑎2𝑗−4
𝑎2𝑗−2
0𝑎1𝑎3
⋮𝑎2𝑗−5
𝑎2𝑗−3
0𝑎0𝑎2
⋮𝑎2𝑗−6
𝑎2𝑗−4
………⋱……
000⋮
𝑎𝑗−2
𝑎𝑗 ]
Berdasarkan matriks dalam Persamaan (2.6), titik ekuilibrium �̅� dikatakan stabil jika dan hanya jika
∆1 = 𝑎1 > 0,
∆2 = 𝑑𝑒𝑡 [𝑎1 𝑎0
𝑎3 𝑎2] > 0,
∆3 = 𝑑𝑒𝑡 [𝑎1 𝑎0 0𝑎3 𝑎2 𝑎1
𝑎5 𝑎4 𝑎3
] > 0,
⋮
∆𝑛 = 𝑑𝑒𝑡
[
𝑎1
𝑎3𝑎5
⋮𝑎2𝑗−3
𝑎2𝑗−1
𝑎0
𝑎2𝑎4
⋮𝑎2𝑗−4
𝑎2𝑗−2
0𝑎1𝑎3
⋮𝑎2𝑗−5
𝑎2𝑗−3
0𝑎0𝑎2
⋮𝑎2𝑗−6
𝑎2𝑗−4
………⋱……
000⋮
𝑎𝑗−2
𝑎𝑗 ]
> 0
(Lapidus & Seinfield, 1971).
2.10 Metode Lyapunov
Teorema 2.1 (Becerra, 2008) Diberikan sistem autonomous (2.1) dengan 𝐷 ∈ ℝ𝑛 dan 𝑀 ⊂ 𝐷.
Himpunan M disebut himpunan invariant terhadap sistem (2.1 ) jika 𝒙 = �̇� ∈ 𝑀 maka 𝒙(�̇�, 𝒕) ∈𝑀untuk setiap 𝑡 ∈ ℝ.
Untuk menentukan dan memeriksa kestabilan global dari suatu sistem non linier maka akan
dikonstruksi suatu fungsi, yaitu fungsi Lyapunov.
Definisi 2.6 (Korobeinikov & Maini, 2004) Diberikan fungsi 𝑉: 𝐷 ⊂ ℝ𝑛 → ℝ dan �̅� ∈ 𝐷 merupakan
titik ekuilibrium sistem persamaan diferensial non linier (2.1). Fungsi 𝑉(𝒙) disebut fungsi Lyapunov
jika memenuhi ketiga pernyataan berikut:
1. Fungsi 𝑉(𝒙) kontinu dan mempunyai turunan parsial pertama yang kontinu.
(2.5)
(2.6)
2. Fungsi 𝑉(𝒙) > 0 untuk 𝒙 ∈ 𝐷 dengan 𝒙 ≠ �̅� dan 𝑉(�̅�) = 0 dengan 𝒙 = �̅� (dengan titik
ekuilibrium �̅� merupakan titik minimum global).
3. Fungsi �̇�(𝒙) < 0 untuk setiap 𝒙 ≠ �̅�.
3. MODEL PENYEBARAN VIRUS A H1N1 DENGAN VAKSINASI PADA MANUSIA
Pada model ini, penyebaran virus A H1N1 hanya melibatkan populasi manusia dengan jumlah
yang konstan dan tertutup. Model yang dibahas dalam tulisan ini adalah model endemik SEIAR di mana
populasi terinfeksi terbagi menjadi dua, yaitu symptomatic dan asymptomatic infected. Kompartemen
S (susceptible) adalah subpopulasi manusia yang sehat namun rentan terhadap penyakit. Kompartemen
E (exposed) adalah subpopulasi manusia yang sudah terkena virus namun masih berada dalam periode
laten. Kompartemen I (symptomatic infected) adalah subpopulasi manusia yang terinfeksi virus secara
total dan menunjukkan gejala-gejala tertentu. Kompartemen A (asymptomatic infected) adalah
subpopulasi manusia yang terinfeksi virus secara parsial dan tidak menunjukkan gejala tertentu.
Kompartemen R (recovered) adalah subpopulasi manusia yang sembuh atau telah tervaksinasi. Jumlah
populasi manusia dinotasikan sebagai 𝑁 = 𝑆 + 𝐸 + 𝐼 + 𝐴 + 𝑅. Penyebaran virus A H1N1 pada
manusia dapat digambarkan pada diagram kompartemen seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram kompartemen model penyebaran virus A H1N1 dengan vaksinasi
Laju pertumbuhan individu rentan dipengaruhi oleh laju kelahiran, laju kematian, laju individu
yang divaksinasi dan laju perpindahan individu rentan menjadi individu pada populasi Exposed, yaitu:
𝑑𝑆
𝑑𝑡= Λ − 𝛽𝑆
(𝐸 + 𝐼)
𝑁− 𝜇𝑆 − 𝜎𝑆.
Laju perpindahan individu pada populasi exsposed dipengaruhi oleh rata-rata kontak antara individu
terinfeksi dan individu exposed dengan individu rentan. Nilai rata-rata ini adalah perkalian antara
peluang transmisi penyebaran virus dari individu terinfeksi dan individu exposed dengan individu
rentan (𝛽𝑆(𝐸+𝐼)
𝑁). Laju pertumbuhan individu exposed menjadi individu terinfeksi dipengaruhi oleh
laju perpindahan individu pada populasi exposed, laju perpindahan individu exposed dengan proporsi
individu yang bisa terinfeksi dan laju kematian sehingga dapat ditulis dalam persamaan:
𝑑𝐸
𝑑𝑡= 𝛽𝑆
(𝐸 + 𝐼)
𝑁− 𝜅𝑝𝐸 − 𝜅(1 − 𝑝)𝐸 − 𝜇𝐸
= 𝛽𝑆(𝐸 + 𝐼)
𝑁− (𝜅 + 𝜇)𝐸.
Laju pertumbuhan individu terinfeksi dan menunjukkan gejala dipengaruhi oleh laju perpindahan
individu exposed menjadi terinfeksi (𝜅) dengan proporsi individu exposed yang bisa terinfeksi (𝑝), laju
kematian, dan laju individu terinfeksi menjadi sembuh atau tervaksinasi yaitu:
𝑑𝐼
𝑑𝑡= 𝜅𝑝𝐸 − 𝜇𝐼 − 𝛾1𝐼.
S
A
R I E Λ
𝜎
𝜇𝑅
𝜇𝐼 𝜇𝐸
𝛾1 𝜅𝑝 𝛽𝑆(𝐸 + 𝐼)
𝑁
𝜇𝑆 𝜅(1 − 𝑝) 𝛾2
𝜇𝐴
(3.2)
(3.1)
(3.3)
Laju pertumbuhan individu terinfeksi sebagian dan tidak menunjukkan gejala dipengaruhi oleh laju
perpindahan individu exposed menjadi terinfeksi (𝜅) dengan proporsi (1 − 𝑝) individu exposed yang
bisa terinfeksi, laju kematian, dan laju perpindahan individu terinfeksi sebagian menjadi sembuh atau
tervaksinasi yaitu:
𝑑𝐴
𝑑𝑡= 𝜅(1 − 𝑝)𝐸 − 𝜇𝐴 − 𝛾2𝐴.
Laju pertumbuhan individu sembuh atau tervaksinasi dipengaruhi oleh laju perpindahan individu
terinfeksi menjadi sembuh atau tervaksinasi, laju individu 𝑆 yang divaksinasi dan laju kematian, yaitu:
𝑑𝑅
𝑑𝑡= 𝛾1𝐼 + 𝛾2𝐴 − 𝜇𝑅 − 𝜎𝑆.
Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh model penyebaran virus A H1N1 dengan pengaruh
vaksinasi ke dalam bentuk sistem persamaan differensial sebagai berikut:
𝑑𝑆
𝑑𝑡= Λ − 𝛽𝑆
(𝐸 + 𝐼)
𝑁− 𝜇𝑆 − 𝜎𝑆
𝑑𝐸
𝑑𝑡= 𝛽𝑆
(𝐸 + 𝐼)
𝑁− (𝜅 + 𝜇)𝐸
𝑑𝐼
𝑑𝑡= 𝜅𝑝𝐸 − 𝜇𝐼 − 𝛾1𝐼
𝑑𝐴
𝑑𝑡= 𝜅(1 − 𝑝)𝐸 − 𝜇𝐴 − 𝛾2𝐴
𝑑𝑅
𝑑𝑡= 𝛾1𝐼 + 𝛾2𝐴 − 𝜇𝑅 + 𝜎𝑆
dengan nilai awal 𝑆 ≥ 0, 𝐸 ≥ 0, 𝐼 ≥ 0, 𝐴 ≥ 0, 𝑅 ≥ 0.
Adapun parameter – parameter yang digunakan pada persamaan di atas yang dituliskan pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Deskripsi Variabel dan Parameter Model
Variabel/
Parameter Deskripsi
𝑆 Jumlah individu yang sehat dan rentan terhadap penyakit
𝐸 Jumlah individu yang terkena virus namun belum terinfeksi
𝐼 Jumlah individu yang terinfeksi total dan menunjukkan gejala
𝐴 Jumlah individu yang terinfeksi sebagian dan tidak menunjukkan
gejala
𝑅 Jumlah individu yang sembuh dan terimunisasi
𝑁 Total individu dalam populasi manusia
Λ Laju kelahiran alami pada individu rentan (Λ > 0)
𝜇 Laju kematian pada manusia (0 < 𝜇 < 1)
𝛽 Peluang transmisi penyebaran virus A-H1N1 (0 < 𝛽 < 1)
𝜎 Laju individu yang divaksinasi (0 < 𝜎 ≤ 1)
𝜅 Laju perpindahan dari individu exposed menjadi individu terinfeksi
(𝜅 > 0)
𝑝 Proporsi individu dari kelas exposed menjadi individu teinfeksi total
yang menunjukkan gejala (0 < 𝑝 < 1)
(1 − 𝑝) Proporsi individu dari kelas exposed menjadi individu teinfeksi
sebagian yang tidak menunjukkan gejala (0 < 𝑝 < 1)
𝛾 Laju perpindahan individu terinfeksi menjadi sembuh dan terimunisasi
(𝛾 > 0)
(3.4)
(3.5)
(3.6)
4. SIMULASI NUMERIK UNTUK TITIK KESETIMBANGAN TAK ENDEMIK
Pada bagian ini akan diberikan simulasi dari solusi model penyebaran virus influenza A H1N1 pada
manusia dengan vaksinasi dan tanpa vaksinasi.
Tabel 4.1 Nilai parameter-parameter model penyebaran virus influenza A H1N1 pada manusia untuk titik
kesetimbangan tak endemik
Parameter Nilai Satuan Sumber
𝜇 0.25 Populasi.Bulan-1 (Khanh, 2014)
𝛽 0.15 Bulan-1 (Khanh, 2014)
𝜅 0.6 Bulan-1 Asumsi
𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)
1 − 𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)
𝛾1 0.3 Bulan-1 (Khanh, 2014)
𝛾2 0.25 Bulan-1 (Khanh, 2014)
4.1 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Titik Kesetimbangan Tak Endemik
Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 4.2 diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) =(1,0,0,0,0). Nilai eigen yang diperoleh adalah 𝜆1 = −0.20 ; 𝜆2 = −0,80 ; 𝜆3 = −0,45 ; 𝜆4 = −0.294 ; 𝜆5 =−0,475. Karena semua nilai eigen bernilai negatif, maka 𝑃0 merupakan titik kesetimbangan yang stabil asimtotik.
Misalkan waktu penyebaran virus influenza A H1N1 adalah 35 hari dan belum dilakukan vaksinasi. Misalkan
jumlah penduduk di suatu daerah adalah 500 orang. Jumlah tersebut dikelompokkan ke dalam kompartemen orang
yang rentan sebanyak 𝑆 = 55 orang, kompartemen orang yang terkena virus namun masih dalam periode laten
sebanyak 𝐸 = 195 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 = 95 orang, kompartemen
orang yang terinfeksi secara parsial sebanyak 𝐴 = 125 orang, dan kompartemen R orang yang sembuh atau
tervaksinasi sebanyak 𝑅 = 35 orang. Dari uraian tersebut maka diperoleh grafik solusi dari sistem (3.6) yang
disajikan Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5.
Gambar 4.1-4.5 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Populasi S, E, I, A dan R.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan dan pada hari ke-22 akan
mencapai titik kesetimbangannya yaitu 1. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi dalam periode
laten (Exposed) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-8, namun setelah itu kelompok
tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-11 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.3
menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara total (Symptomatic Infected) terus mengalami penurunan
sejak hari pertama sampai hari ke-12, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga
pada hari ke-17 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi
parsial (Asymptomatic Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-12, setelah itu
kelompok tersebut pada hari ke-15 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa individu
sembuh atau tervaksinasi (Recovered) terus mengalami kenaikan sejak hari pertama sampai hari ke-3, namun
setelah itu kelompok tersebut mengalami penurunan dan akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-35
akan mencapai titik ekuilibriumnya.
Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.1 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 0,054 dan menunjukkan bahwa
saat kondisi 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik lokal dan penyakit tidak menyerang
populasi.
4.2 Simulasi Numerik Model dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Titik Kesetimbangan Tak Endemik
Pada bagian ini akan dilakukan simulasi dengan melakukan vaksinasi sebanyak 1 kali dalam setiap bulan
(𝜎 = 1) pada kelompok individu yang rentan (S). Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 4.2
diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) = (0,2; 0; 0; 0; 0,8). Nilai eigen yang diperoleh adalah 𝜆1 =−0,2 ; 𝜆2 = −0,57 ; 𝜆3 = −0,5 ; 𝜆4 = −0,8 ; 𝜆5 = −0,45. Karena semua nilai eigen bernilai negatif, maka 𝑃0
merupakan titik kesetimbangan yang stabil asimtotik. Misalkan waktu penyebaran virus influenza A H1N1 adalah
35 hari dan belum dilakukan vaksinasi. Misalkan jumlah penduduk di suatu daerah adalah 500 orang. Jumlah
tersebut dikelompokkan ke dalam kompartemen orang yang rentan sebanyak 𝑆 = 55 orang, kompartemen orang
yang terkena virus namun masih dalam periode laten sebanyak 𝐸 = 195 orang, kompartemen orang yang
terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 = 95 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara parsial sebanyak 𝐴 =125 orang, dan kompartemen R orang yang sembuh atau tervaksinasi sebanyak 𝑅 = 35 orang. Dari uraian
tersebut maka diperoleh grafik solusi dari sistem (3.6) yang disajikan Gambar 4.6, Gambar 4.7, Gambar 4.8,
Gambar 4.9, dan Gambar 4.10.
Gambar 4.6-4.10 Simulasi Numerik dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Populasi S, E, I, A dan R.
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan dan pada hari ke-9 akan
menuju titik kesetimbangannya yaitu 0,2. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi dalam periode
laten (Exposed) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-8, namun setelah itu kelompok
tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-10 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.8
menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara total (Symptomatic Infected) terus mengalami penurunan
sejak hari pertama sampai hari ke-13, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga
pada hari ke-14 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.9 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi
parsial (Asymptomatic Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-11, namun setelah
itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-12 akan mencapai titik ekuilibriumnya.
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa individu yang sembuh atau tervaksinasi (Recovered) terus mengalami kenaikan
sejak hari pertama sampai hari ke-12, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat dan akan
mencapai titik ekuilibriumnya yaitu 0,8.
Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.1 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 0,272 dan menunjukkan bahwa
saat kondisi 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik lokal dan penyakit tidak menyerang
populasi.
5. SIMULASI NUMERIK UNTUK TITIK KESETIMBANGAN ENDEMIK
Pada bagian ini akan diberikan simulasi dari solusi model penyebaran virus influenza A H1N1 pada
manusia dengan vaksinasi dan tanpa vaksinasi untuk titik kesetimbangan endemik.
Tabel 5.1 Nilai parameter-parameter model penyebaran virus influenza A H1N1 pada manusia untuk titik
kesetimbangan endemik.
Parameter Nilai Satuan Sumber
𝜇 0.15 Populasi.Bulan-1 (Khanh, 2014)
𝛽 0.7 Bulan-1 Asumsi
𝜅 0.5 Bulan-1 Asumsi
𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)
1 − 𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)
𝛾1 0.1 Bulan-1 (Khanh, 2014)
𝛾2 0.15 Bulan-1 (Khanh, 2014)
5.1 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Titik Kesetimbangan Endemik
Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 5.1 diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) =(0,464; 0,123; 0,123; 0,103; 0,185). Nilai eigen yang diperoleh adalah 𝜆1 = −0,8 ; 𝜆2 = −0,2 ; 𝜆3 =−0,45 ; 𝜆4 = −0,31 ; 𝜆5 = −0,48. Karena semua nilai eigen bernilai negatif, maka 𝑃0 merupakan titik
kesetimbangan yang stabil asimtotik.
Misalkan waktu penyebaran virus influenza A H1N1 adalah 35 hari dan belum dilakukan vaksinasi.
Misalkan jumlah penduduk di suatu daerah adalah 500 orang. Jumlah tersebut dikelompokkan ke dalam
kompartemen orang yang rentan sebanyak 𝑆 = 35 orang, kompartemen orang yang terkena virus namun masih
dalam periode laten sebanyak 𝐸 = 165 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 =200 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara parsial sebanyak 𝐴 = 65 orang, dan kompartemen R
orang yang sembuh atau tervaksinasi sebanyak 𝑅 = 35 orang. Dari uraian tersebut maka diperoleh grafik solusi
dari sistem (3.6) yang disajikan Gambar 4.11, Gambar 4.12, Gambar 4.13, Gambar 4.14, dan Gambar 4.15.
Gambar 4.11-4.15 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Populasi S, E, I, A dan R.
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan dan pada hari ke-18
akan mencapai titik kesetimbangannya yaitu 0,464. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi
dalam periode laten (Exposed) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-8, namun setelah
itu kelompok tersebut akan bergerak lambat dan mengalami kenaikan lagi sehingga pada hari ke-33 akan mencapai
titik ekuilibriumnya. Gambar 4.13 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara total (Symptomatic
Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-19, namun setelah itu kelompok tersebut
akan bergerak sangat lambat sampai mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.14 menunjukkan bahwa individu
yang terinfeksi parsial (Asymptomatic Infected) terus mengalami kenaikan sampai hari ke-2, namun setelah itu
kelompok tersebut akan mengalami penurunan kembali sampai mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.15
menunjukkan bahwa individu sembuh atau tervaksinasi (Recovered) terus mengalami kenaikan sejak hari pertama
sampai hari ke-3, namun setelah itu kelompok tersebut mengalami penurunan dan akan bergerak sampai mencapai
titik ekuilibriumnya.
Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.3 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 02,15 dan menunjukkan bahwa
saat kondisi 𝑅0 > 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit tidak stabil dan penyakit sangat mungkin untuk
menyebar.
5.2 Simulasi Numerik Model dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Titik Kesetimbangan Endemik
Pada bagian ini akan dilakukan simulasi dengan melakukan vaksinasi sebanyak 1 kali dalam setiap bulan
(𝜎 = 1) pada kelompok individu yang rentan (S). Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 5.1
diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) = (0,464;−0,59;−0,59;−0,48; 2,2). Nilai eigen yang diperoleh
adalah 𝜆1 = −0,8 ; 𝜆2 = −0,599 ; 𝜆3 = −0,5 ; 𝜆4 = −0,2 ; 𝜆5 = −0,45. Karena semua nilai eigen bernilai
negatif, maka 𝑃0 merupakan titik kesetimbangan yang stabil asimtotik. Misalkan waktu penyebaran virus
influenza A H1N1 adalah 35 hari dan belum dilakukan vaksinasi. Misalkan jumlah penduduk di suatu daerah
adalah 500 orang. Jumlah tersebut dikelompokkan ke dalam kompartemen orang yang rentan sebanyak 𝑆 = 35
orang, kompartemen orang yang terkena virus namun masih dalam periode laten sebanyak 𝐸 = 165 orang,
kompartemen orang yang terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 = 200 orang, kompartemen orang yang terinfeksi
secara parsial sebanyak 𝐴 = 65 orang, dan kompartemen R orang yang sembuh atau tervaksinasi sebanyak 𝑅 =35 orang. Dari uraian tersebut maka diperoleh grafik solusi dari sistem (3.6) yang disajikan Gambar 4.16, Gambar
4.17, Gambar 4.18, Gambar 4.19, dan Gambar 4.20.
Gambar 4.16-4.20 Simulasi Numerik dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Populasi S, E, I, A dan R.
Gambar 4.16 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan menuju ke titik
ekuilibriumnya. Gambar 4.17 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi dalam periode laten (Exposed) terus
mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-18, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak
sangat lambat menuju titik ekuilibriumnya. Gambar 4.18 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara
total (Symptomatic Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-22, namun setelah itu
kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat dan tidak mendekati titik ekuilibriumnya. Gambar 4.19
menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi parsial (Asymptomatic Infected) sempat mengalami kenaikan sampai
hari kedua namun setelah itu mengalami penurunan sampai hari ke-28 kemudian kelompok tersebut akan bergerak
sangat lambat menuju titik ekuilibriumnya. Gambar 4.20 menunjukkan bahwa individu sembuh atau tervaksinasi
(Recovered) terus mengalami kenaikan sejak hari pertama menuju titik ekuilibriumnya.
Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.3 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 0,28 dan menunjukkan bahwa saat
kondisi 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik lokal dan penyakit tidak menyerang populasi.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengembangan model dari model yang dikaji oleh Khanh (2014) dengan menambahkan parameter
vaksinasi pada populasi rentan.
2. Penyebaran virus influenza A H1N1 pada manusia menghasilkan dua titik kesetimbangan yaitu 𝑃0 =
(𝜇
𝜇+𝜎, 0, 0, 0,
𝜎
𝜇+𝜎) yang disebut dengan titik ekuilibrium bebas penyakit (tak-endemik) dan 𝑃1 =
(𝑠∗, 𝑒∗, 𝑖∗, 𝑎∗, 𝑟∗) yang disebut dengan titik ekuilibrium endemik. 3. Titik Kesetimbangan 𝑃0 akan stabil asimtotik lokal jika 𝑅0 < 1 dan 𝑃0 akan stabil asimtotik global jika
memenuhi syarat yang ditetapkan melalui fungsi Lyapunov. Titik Kesetimbangan 𝑃1 akan stabil asimtotik
lokal jika memenuhi syarat yang ditetapkan melalui Routh-Hurwitz.
4. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa vaksinasi yang diberikan sebanyak 1 kali dalam sebulan
berhasil mengurangi penyebaran virus influenza A H1N1.
DAFTAR PUSTAKA
Anton, H. (1992). Aljabar Linear Elementer (5th ed.). (P. Silaban, & I. Susila, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Becerra, M. V. (2008). La Salle’s Invariant Set Theory.
Boyce, W., & DiPrima, R. (2001). Elementary differential equations and boundary value problems (7th ed.). New
York.
Cardenas P., M. E., Perez C., I., & Perez, C. (2016). Applied Mathematical Sciences. A Simulation Model
Including Vaccination and Seasonality for Influenza A-H1N1 Virus, 10, 1269 - 1276.
Casagardi, R., Bolzoni, L., Levin, S. A., & Andreasen, V. (2006). Mathematical Biosciences. The SIRC model
and Influenza A, 152-169.
CDC. (2009). H1N1 Flu. Retrieved September 12, 2018, from http://www.cdc.com
Driessche, & Watmough. (2002). Mathematical Biosciences. Reproduction numbers and sub-threshold endemic
equilibria for compartmental models of disease transmission, 29-48.
Fitzgerald, D. A. (2009). Human Swine Influenza A (H1N1): Pratical Advice for Clinicians Early in the Pandemic,
Paediatric Respiratory Reviews: 154-158.
Fraser, C., Donnelly, C. A., Cauchemez, S., Hanage, W. P., Van Kerkhove, M. D., Hollingswoth, T. D., . . . The
WHO Rapid Pandemic Assesment Collaboration. (2009). Pandemic Potential of a Strain of Influenza A
(H1N1): Early Findings, Science 324: 1557-1561.
Huo, H.-F., & Feng, L.-X. (2011). Global Stability of an Epidemic Model with Incomplete Treatment and
Vaccination.
Jansen, A. G., Sanders, E. A., Hoes, A. W., van Loon, A. M., & Hak, E. (2007). European Respiratory Journal.
Influenza and respiratory syncytial virus-associated mortality and hospitalizations, 1158–1166.
Keeling, M. J., & Rohani, P. (2008). Modeling Infectious Diseases in Humans and Animals.
Khanh, N. H. (2014, August 8). International Journal of Scientific & Engineering Research. Stability Analysis of
a Transmission Model for Influenza Virus A H1N1, 5(8).
Korobeinikov, A., & Maini, P. K. (2004). Math. Biosci. A Lyapunov function and global properties for SIR and
SEIR epidemiological models with nonlinear incidence, 1, 57-60.
Kwong, J. C., Maaten, S., Upshur, R. E., Patrick, D. M., & Marra, F. (2009). The Effect of Universal Influenza
Immunization on Antibiotic Prescriptions: An Ecological Study, Clinical Infectious Disease: 750-756.
Lapidus, L., & Seinfield, J. (1971). Numerical Solution of Ordinary Differential Equations.
Li, M. Y., Smith, H. L., & Wang, L. (2001). Global Dynamic of an SEIR Epidemic Model With Vertical
Transmission, Society for Industrial and Applied Mathematics, 62(1): 58–69.
Ma, Z., & Li, J. (2009). Dynamical Modelng and Analysis pf Epidemics. United State of America: Co.Pte. Ltd.
N. J Cox, K. (2000). Global Epidemology of Influenza: Past and Present. Annual Review of Medicine, 407-421.
Pongsumpun, P., & Tang, I. M. (2011). Mathemati al model of the symptomat c and asymptoma ic infections of
Swine flu.
Potter, J., Scott, D., Roberts, M. A., Elder, A. G., O'Donnell, B., Knight, P. V., & Carman, W. F. (1997). Influenza
Vaccination of Health Care Workers in Long-Term-Care Hospitals Reduces the Mortality of Elderly
Patients, The Journal of Infectious disease: 1-6.
Rahayu, W. (2005). Analisa Dinamik dan Proses Markov dari Model Penyebaran Ebola. Depok: Universitas
Indonesia.
Tapan, E. (2004). Dokter Internet. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Widayati, R. (2013). Pemodelan matematika untuk penyebaran penyakit flu singapura (Hand, Foot and Mouth
Disease berdasarkan model SEIRS. Universitas Negeri Yogyakarta.
Wiggins, S. (2003). Introduction to Applied Nonlinear Dynamical System and Chaos (2nd ed.). New York:
Springer.
Yang, Y., Sugimoto, J. D., Halloran, M. E., Basta, N. E., Chao, D. L., Matrajt, L., . . . Longini, I. M. (2009). The
Transmissibility and Control of Pandemic Influenza A (H1N1) Virus.