analisis musik pengiring dan fungsi silat pada upacara pernikahan … · pengesahan analisis musik...
TRANSCRIPT
ANALISIS MUSIK PENGIRING DAN FUNGSI SILAT PADA UPACARA
PERNIKAHAN ADAT MELAYU OLEH KELOMPOK LINTAU DI
KAMPUNG LALANG KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
L
E
H
NAMA : M. TEGUH ALAMSYAH
NIM : 120707054
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2017
PENGESAHAN
ANALISIS MUSIK PENGIRING DAN FUNGSI SILAT PADA UPACARA
PERNIKAHAN ADAT MELAYU OLEH KELOMPOK LINTAU DI
KAMPUNG LALANG KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan Oleh
NAMA : M. TEGUH ALAMSYAH
NIM : 120707054
Disetujui Oleh
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari,M.Hum.,Ph.D. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. NIP 196512211991031001 NIP 196605271994032001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis sampai pada akhir penulisan
Skripsi penulis yang berjudul “Analisis Musik Iringan dan Fungsi Silat Pada
Upacara Pernikahan Adat Melayu Oleh Kelompok Lintau di Kampung Lalang
Kecamatan Medan Sunggal”.
Dalam proses penyelesaian tulisan ini, banyak pihak yang telah
membantu dan mendukung penulis baik dalam bentuk doa, semangat serta materi
agar proses penyelesaian serta hal-hal yang dibutuhkan dapat terlaksana dengan
baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan
mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Zulfan
Husairi dan Ibunda Siti Rosmala Girsang. Terimakasih atas segala kasih penulisng
dan ketulusan kalian sehingga penulis bisa seperti sekarang ini. Terimakasih untuk
perhatian yang tak pernah berhenti terkhusus selama proses pengerjaan skripsi ini.
Terimakasih untuk semangat dan doa yang kalian panjatkan sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada adik Sarah
Rizkia. Terimakasih untuk perhatian, semangat serta doa yang telah diberikan
untuk penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Budi Agustono,
M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Terimakasih juga kepada
Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing I yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
ii
Terimakasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku Dosen
Pembimbing II penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat, ilmu, dan perhatian yang
telah bapak dan ibu berikan selama penulis kuliah di Program Studi
Etnomusikologi.
Penulis juga berterimakasih kepada seluruh dosen di Program Studi
Etnomusikologi, Ibu Arifni Netrirosa, SST., M.A., selaku ketua Program Studi
Etnomusikologi, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., selaku sekretaris Program
Studi Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D., Bapak Drs.
Irwansyah, M.A., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A.,Bapak Drs. Fadlin, M.A,
Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs.
Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, Bapak
Kumalo Tarigan, M.A.,seluruh dosen praktek musik beserta staff di Program
Studi Etnomusikologi yang telah memberikan pembelajaran, bimbingan dan
arahan kepada penulis hingga sampai pada tugas akhir penulis ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Datuk Ahmad Fauzi
selaku dosen praktik musik Melayu di Program Studi Etnomusikologi USU
karena telah berkenan menjadi salah satu informan dalam penulisan skripsi ini.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Harto, Bapak Ifan, Alfi, dan
Raihan. Terimakasih untuk selalu menerima dan menyambut penulis dengan baik.
Terimakasih atas segala informasi dan bantuan dari bapak dan teman-teman
sekalian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
iii
Terima kasih kepada teman-teman Etnomusikologi stambuk 2012,terkhusus
Yomi, Rivai, Firli, Reza, Raudatul, Rahmatika, Intan, Marthin, Philipus, Sayuti,
yang selalu saling memberikan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.
Penulisjuga berterima kasih kepada teman-teman kampus seperjuangan
penulisIhsan, Sanjaya, Yuda, Zulfiqar, Zaki, dan Rahmat yang selalu memberi
semangat kepada penulis. Kemudian penulis juga berterima kasih kepada
Muhammad Rizki dan Muhammad Aksani Takwim yang selalu siap menemani
penulis untuk pengerjaan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut berperan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi disiplin ilmu
pengetahuan Etnomusikologi.
Penulis,
M.Teguh Alamsyah
120707054
iv
ABSTRAK
Skripsi ini akan mengkaji tentang struktur musik iringan silat dan fungsisilat dalam upacara pernikahan adat Melayu di Medan. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengumpulan dan pengolahan data dengan beberapa cara yaitu studi kepustakaan (termasuk pustaka online), observasi, wawancara, perekaman data visual dan audio, serta kerja laboratorium. Penelitian ini akan menggunakan teori weighted scale untuk menganalisis struktur musik iringan silat yaitu patam-patam dan beberapa teori untuk menganalisis fungsi silat dalam upacara pernikahan adat Melayu. Penelitian ini berada di Kampung Lalang Medan, di mana para pesilat ini latihan dan terdapat upacara pernikahan adat Melayu. Hasildari penelitian merupakan bentuk penyajian hasil analisis musik patam-patam yang telah di notasikan dalam bentuk not-notdan beberapa fungsi guna mempermudah pembacaannya.
Kata kunci : silat, patam-patam, struktur musik, fungsi
v
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................... i ABSTRAK ......................................................................................................... iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan .......................................................................... 3 1.3 Tujuan dan ManfaatPenelitian ........................................................... 3 1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3 1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................... 4 1.4 Konsep Dan Teori .............................................................................. 4
1.4.1 Konsep....................................................................................... 4 1.4.2 Teori ....................................................................................... ..5
1.5 Metode Penelitian ............................................................................... 7 1.5.1 Studi Pustaka ............................................................................ 8 1.5.2 Observasi ................................................................................. 8 1.5.3 Wawancara ............................................................................... 9 1.5.4 Dokumentasi ............................................................................ 9 1.5.5 Kerja Laboratorium ................................................................ 10
1.6 Lokasi Penelitian ............................................................................. 10
BABII GAMBARAN UMUM SUKU MELAYU DALAM MASYARAKAT YANG HETEROGEN DI KAMPUNG LALANG
2.1 Letak Geografis ............................................................................... 11 2.2 Jumlah Dan Susunan Penduduk ....................................................... 11 2.3 Sejarah Suku Melayu ....................................................................... 12 2.4 Sistem Kekerabatan .......................................................................... 17 2.5 Sistem Mata Pencaharian ................................................................. 18 2.6 Sistem Religi ................................................................................... 19 2.7 Kesenian dan Adat ........................................................................... 20
BAB III DESKRIPSI UPACARA PERNIKAHAN ADAT MELAYU DAN GAMBARAN UMUM KELOMPOK LINTAU
3.1 Deskripsi Upacara Pernikahan Adat Melayu .................................... 23 3.1.1Merisik ..................................................................................... 23
3.1.2Meminang................................................................................. 24 3.1.3Jamu Sukut ............................................................................... 26 3.1.4Malam Berinai .......................................................................... 27 3.1.5Berandam dan Mandi Bunga ..................................................... 29 3.1.6Mengantar Bunga Sirih ............................................................. 29 3.1.7Akad Nikah............................................................................... 30
vi
3.1.8Bersanding ................................................................................ 32 3.1.9Silat Tarik ................................................................................. 33 3.1.10Silat Laga ................................................................................ 35 3.1.11Hempang Batang..................................................................... 36 3.1.12Tari Persembahan ................................................................... 37 3.1.13Hempang Pintu ....................................................................... 37 3.1.14Pijak Batu Lagan ..................................................................... 37 3.1.15Sembah Mertua ....................................................................... 38 3.1.16Hempang Kipas ...................................................................... 38 3.1.17Tepung Tawar ......................................................................... 38 3.1.18Makan Nasi Hadap-hadapan.................................................... 42 3.1.19Mandi Berdimbar .................................................................... 44 3.1.20Meminjam Pengantin .............................................................. 44 3.2 Pendukung Pertunjukan ................................................................... 45 3.2.1 Pemusik ................................................................................. 45 3.2.2 Pesilat .................................................................................... 46 3.2.3 Penonton ................................................................................ 47 3.3Perlengkapan Pertunjukan ................................................................ 47 3.4 Alat Musik yang Digunakan ........................................................... 48 3.4.1 Biola ...................................................................................... 48 3.4.2 Gendang Ronggeng ................................................................. 49 3.5Gambaran Umum Kelompok Lintau .................................................. 50
BAB IV DESKRIPSI SILAT DAN ANALISIS MUSIK PENGIRING SILAT
4.1 Deskripsi Silat ................................................................................. 52 4.2 Analisis Musik Pengiring ................................................................. 56
4.2.1Tangga Nada ............................................................................. 59 4.2.2 Nada Dasar. ............................................................................. 60 4.2.3 Wilayah Nada .......................................................................... 61 4.2.4Frekuensi Pemakaian Nada ........................................................ 62 4.2.5Formula Melodik ....................................................................... 62 4.2.6Jumlah Interval .......................................................................... 63 4.2.7Pola Kadensa ............................................................................. 65 4.2.8Kontur ....................................................................................... 65
BAB V FUNGSI SILAT
5.1Fungsi Berdasarkan Teori Alan P. Merriam ....................................... 68 5.2Fungsi Berdasarkan Teori Kurath ..................................................... 69 5.3Fungsi Berdasarkan Teori Shay ........................................................ 70 5.4Fungsi Berdasarkan Teori Radcliffe-Brown ...................................... 71 5.5Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Soedarsono ......................... 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 76 6.2 Saran ................................................................................................ 77
vii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 78 DAFTAR INFORMAN .................................................................................... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Melayu memiliki berbagai macam kesenian yang difungsikan
di dalam kehidupan mereka. Di antara banyaknya kesenian Melayu, ada yang
difungsikan di dalam upacara pernikahan, seperti pantun, tari persembahan, silat,
dan tari inai. Upacara pernikahan dalam kebudayaan masyarakat Melayu di dalam
pelaksanaannya berdasar kepada tata cara adat Melayu dan agama Islam.
Peraturan tersebut melibatkan tata cara komunikasi yang digunakan ketika proses
upacara pernikahan berlangsung. Upacara pernikahan yang dilaksanakan oleh
masyarakat Melayu merupakan gabungan dua faktor yang saling melengkapi,
yaitu aspek syari’at sebagaimana yang diajarkan di dalam agama Islam dan aspek
adat. Setiap upacara pernikahan dalam budaya Melayu melibatkan adat-istiadat
dan agama Islam yang akan dilakukan secara tertib dan berurutan dari awal
sampai akhir.
Seperti disebutkan di atas, di dalam pernikahan adat Melayu terdapat silat.
Ada 2 macam silat yang dipertunjukkan di dalam pernikahan adat Melayu, yaitu
silat tarik dan silat tempur atau silat laga. Namun keduanya memiliki musik
pengiring yang sama, yaitu musik patam-patam. Silat yang biasanya digunakan
untuk membela diri ataupun untuk bertarung, kini silat digunakan untuk
menyambut pengantin. Ditambah lagi gerakan silat tersebut diiringi oleh musik.
Hal inilah yang membuat penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang silat ini.
Silat di sini berkaitan dengan tari inai pada malam sebelum hari pernikahan
2
berlangsung. Akan tetapi, di sini penulis hanya membahas tentang silat yang
terjadi pada hari pernikahan saja.
Silat tarik digunakan untuk menyambut pengantin laki-laki yang sudah
tampak dari kejauhan. Masyarakaat Melayu umumnya banyak bertempat tinggal
di tepian muara atau sungai sehingga sarana kendaraan satu-satunya adalah
kendaraan air seperti sampan, rakit, dan lain-lain. Tempat kendaraan tersebut
berlabuh disebut tangkahan yang umumnya terletak di atas permukaan air. Untuk
naik mencapai daratan dari tepian ke atas haruslah menaiki tangga yang tersedia.
Silat ini melambangkan rasa persaudaraan untuk menolong yang datang dari
tepian menarik orang ke atas agar naik mudah ke daratan (Yuscan, 2007: 73-74).
Ketika pihak pengantin perempuan menanyakan secara berpantun
bagaimana seandainya datang orang kampung yang ingin membuat kekacauan di
daerah tersebut, apakah ia sanggup menjaga marwah kampung tersebut. Maka
diutuslah seorang anak beru dari pihak pengantin laki-laki sebagai bukti dan
mewakilinya ke tengah gelanggang untuk menunjukkan kebolehannya dalam hal
menjaga diri oleh pihak pengantin laki-laki yang datang dan disambut pula oleh
pihak perempuan sehingga terjadilah apa yang disebut silat laga (Yuscan, 2007:
77).
Dalam penelitian ini penulis mengkaji beberapa hal, yaitu struktur musik
pengiring silat pada upacara pernikahan adat Melayu. Alat musik untuk
mengiringi pencak silat adalah gendang ronggeng sebagai pembawa rentak atau
tempo dan biola sebagai pembawa melodi. Penelitian ini juga akan
3
memperhatikan fungsi pertunjukan silat dalam konteks upacara pernikahan
masyarakat Melayu yang berada di Kampung Lalang Medan.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat tiga pokok permasalahan, yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi gerakan silat oleh kelompok Lintau di Kampung
Lalang yang digunakan dalam upacara adat pernikahan Melayu?
2. Bagaimana struktur musik iringan silat oleh kelompok Lintau di
Kampung Lalang yang digunakan dalam upacara adat pernikahan
Melayu?
3. Apa fungsi silat oleh kelompok Lintau di Kampung Lalang dalam
konteks upacara adat pernikahan Melayu?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitan
1.3.1 Tujuan Penelitian
Dari pokok permasalahan di atas, maka terdapat tujuan penelitian yaitu:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan seperti apa gerakan silat oleh
kelompok Lintau padaupacara pernikahan adat Melayu di Kampung
Lalang Kecamatan Medan Sunggal.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis struktur ritme dan melodi musik
pengiring yang digunakan mengiringi silat oleh kelompok Lintau di
Kampung Lalang Kecamatan Medan Sunggal.
4
3. Untuk mengetahui dan menganalisis fungsi silat oleh kelompok Lintau
di Kampung Lalang pada upacara pernikahan adat Melayu.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut.
1. Sebagai dokumentasi dan bahan literatur dalam disiplin
Etnomusikologi berkaitan tentang upacara pernikahan Melayu.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat
mengenaikesenian pencak silat Melayu.
3. Sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di
Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Koentjaraningrat (1991:21), mengemukakan konsep sebenarnya adalah
secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan defenisi dari
apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita
inginkan untuk menentukan hubungan empiris.
Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat
bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Musik
merupakan audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena visual
(gerak) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di dalam ruang dan
5
waktu serta dapat dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. (Sachs, 1993:1-4
dan Blacking 1974:64-74) Aspek dasar yang menghubungkan keduanya adalah
waktu, yaitu gerak ritmis dan tempo.
Dalam tulisan ini yang dimaksud silat dari etnik Melayu yang digunakan
dalam konteks upacara pernikahan. Gerakannya menggunakan istilah-istilah gerak
tertentu yang dari tahun ke tahun mengalami perubahan dan terdapat gerakan-
gerakan variatif sesuai ide si penari. Pemusiknya terdiri dari pemain biola, dan
gendang ronggeng.
1.4.2 Teori
Dalam rangka mendeskripsikan musik iringan, penulis menggunakan
beberapa teori yang berhubungan dengan judul di atas dan dianggap relevan.
Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1990:30), yaitu
bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen, serta
pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh
pengertian tentang suatu teori bersangkutan. Dengan demikian teori adalah
pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.
Untuk mendeskripsikan musik iringan pencak silat ini, penulis
menggunakan teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang ditawarkan oleh
Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk mendeskripsikan melodi,
yaitu tangga nada, nada dasar, wilayah nada,interval, frekuensi pemakaian nada,
formula melodi, pola-pola kadensa, dan kontur.
6
Dalam hal ini, penulis juga akan membuat transkrip musik pengiring
pencak silat dengan menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua
pendekatan, yaitu kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar
dan kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas serta dapat
mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.
Sebagai tambahan penelitian ini, peneliti ingin melihat fungsi apa yang
terdapat pada silat. Untuk itu penulis menggunakan teori use and function dari
Allan P. Merriam yang dalam bukunya The Anthropologhy of Music sebagai
berikut.
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to who his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves (1964:210).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian
penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi
bahagian dari stuasi tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang
lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang
ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai
perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia. Jika
7
seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka
mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa,
mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara. Penggunaan
menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia, sedangkan
fungsi berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama
tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayani oleh adanya
musik itu.
Meriam menyatakan bahwa terdapat sepuluh fungsi musik, yaitu fungsi
pengungkapan emosional, fungsi pengungkapan estetika, fungsi hiburan, fungsi
komunikasi, fungsi perlambangan, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan
dengan norma sosial, fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan,
fungsi kesinambungan kebudayaan, dan fungsi pengintregasian masyarakat. Di
samping itu penulis juga memberikan teori menurut beberapa ahli mengenai
fungsi silat pada pernikahan adat Melayu
1.5 Metode Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan:
“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.”
Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum
kelapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan penulisan laporan. Pada tahap
8
pra lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan
sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun
rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih
informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.
Menurut Bruno Nettl (1964: 62-64) dalam penelitian etnomusikologi
terdapat dua cara kerja yaitu field work (kerja lapangan) dan desk work (kerja
laboratorium). Dengan demikian untuk menjawab permasalahan dalam penelitian
serta untuk mendapat hasil akhir yang diinginkan, penulis menggunakan kedua
cara kerja tersebut.
1.5.1 Studi Pustaka
Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan studi
pustaka. Penulis mencari referensi dan informasi tentang pengetahuan dasar objek
yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis mencari referensi dari buku-buku ataupun
makalah yang berhubungan dengan musik iringan silat maupun adat pernikahan
Melayu. Selain itu penulis juga melakukan pencarian pada tulisan-tulisan di
internet yang berkaitan dengan topik penelitian.
1.5.2 Observasi
Nurkancana (1986:142) mengatakan,“Observasi adalah suatu cara untuk
mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dan
sistematis. Data-data yang dieperoleh dalam obsevasi itu dicatat dalam suatu
catatan observasi. Kegiatan pencatatan hal ini adalah merupakan bagian dari pada
9
kegiatan pengamatan”. Maka di sini penulis langsung datang ke acara pernikahan
adat Melayu.
1.5.3 Wawancara
Wawancara bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secaralisan
dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat
(1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu :persiapan
wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara.Sedangkan
wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara
sambil lalu. Di sini penulis melakukan teknik wawancara berfokus, yaitu bertanya
pada pusat pokok permasalahan dan juga wawancara bebas, yaitu pertanyaan yang
tidak selalu berpusat pada pokok permasalahan yang bertujuan untuk memperoleh
data yang beraneka ragam namun tidak menyimpang pada pokok permasalahan.
1.5.4 Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data.
Penulis melakukan pendokumentasian dengan 2 cara, yaitu:
(a) Perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman suara dengan informan.
Perekaman ini sebagai bahan untuk menambah data tentang tulisan ini.
(b) Pengambilan gambar dan video melalui handphone yang berguna untuk
sebagai tambahan di tulisan ini. Tentunya pengambilan gambar dan video ini
dilakukan setelah mendapat izin dari pihak yang bersangkutan.
10
1.5.5 Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah
didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun
bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan
penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian
dan selanjutnya dianalisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan
penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan.
1.6 Lokasi Penelitian
Penulis memiliih daerah Kampung Lalang karena di sini ada ditemukan
upacara adat Melayu yang menyajikan silat Melayu dan musik patam-patam
sebagai pengiringnya dan juga tempat latihan silat berada di daerah tersebut.
Peristiwa yang terjadi adalah saat upacara perkawinan antara Dendi dan Mira.
11
BAB II
GAMBARAN UMUM SUKU MELAYU DALAM MASYARAKAT YANG HETEROGEN DI KAMPUNG LALANG
2.1 Letak Geografis
Kampung Lalang merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah
Kecamatan Medan Sunggal. Kelurahan ini adalah pintu gerbang sebelah barat
Kota Medan, dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatera menjadikan daerah ini
sebagai sebuah daerah yang pesat perkembangannya di Kota Medan. Berdasarkan
dari data statistik Kantor Camat Medan Sunggal Kampung Lalang daerahnya
landai, berada di dataran rendah dengan ketinggian 20 sampai 40 M diatas
permukaan laut. Suhu udara pada umumnya panas dan sedang, dipengaruhi iklim
musim kemarau dan penghujan. Luas wilayah Kampung Lalang adalah 1.25 Km2,
sebagian besar dari wilayah desa ini digunakan sebagai tempat pemukiman
penduduk. Kelurahaan ini berbatasan dengan :
(1) Sebelah Utara dengan Kelurahaan Tanjung Gusta,
(2) Sebelah Selatan dengan Desa Paya Geli,
(3) Sebelah Barat dengan desa Mulio Rejo, dan
(4) Sebelah Timur dengaan Desa Sei Belawan
2.2 Jumlah dan Susunan Penduduk
Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa/lurah
Lalang memiliki jumlah penduduk sebanyak 14996 jiwa atau 3136 KK, dengan
12
7433 laki-laki, dan 7563 perempuan jiwa yang terdiri dari beraneka ragam etnis.
Penduduk ini tersebar di 13 lingkungan di Kampung Lalang.
Penduduk Kampung Lalang bersifat heterogen, karena memiliki berbagai
macam etnis di dalamnya. Adapun etnis yang mendominasi di daerah ini adalah
etnis Melayu, Jawa, Karo dan Batak Toba walaupun penduduk aslinya adalah
Jawa dan Melayu. Selain itu, diluar dari warga negara Indonesia juga banyak yang
menetap dan menjadi warga negara Indonesia yang sah, seperti: Cina dan India.
Oleh sebab itu, dengan beraneka ragamnya etnis di daerah tersebut mereka juga
saling bertoleransi artinya walaupun banyak etnis di daerah mereka saling
menghormati antar suku yang berbeda.
2.3 Sejarah Suku Melayu
Sejarah persebaran Melayu dimulai dari terjadinya peperangan yang
melibatkan 2kerajaan, yaitu Kerajaan Aceh dan Kerajaan Aru. Kerajaan Aceh
yang dipimpin oleh Panglima Hisyamuddin berhasil menaklukkan kerajaan
Kerajaan Aru yang bertempat di daerah Sungai Lalang yang sekarang ini disebut
Delitua. Dan pada akhirnya Panglima Hisyamuddin diangkat oleh Sultan Iskandar
Muda dari Kerajaan Aceh sebagai wakil Kerajaan Aceh untuk daerah Sumatera
Timur yang berkedudukan di sungai Lalang dan beliau diberi gelar “Panglima
Gocah Pahlawan.”
Panglima Gocah Pahlawan adalah keturunan dara India, Aceh, dan Karo.
Pada generasi sebelumnya, Panglima Gocah Pahlawan memiliki nenek moyang
yang disebut dengan Manipuridan yang berasal dari pencampuran India dengan
13
Aceh. Setelah Sultan Deli lahir, beliau menikahi wanita bersukukan karo dari
Kedatukan Sunggal / Anak Raja Sunggal yang turun temurun sampai
sekarangtersebut sampai sekarang sebagai Kesultanan Deli. Kesultanan
Deli adalah sebuah Kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh
Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota
Medan dan Kabupaten Deli Serdang). Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga
kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang
Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
Melayu yang ada di Kota Medan dikenal dengan “Melayu Deli”. Karena
letak geografis Kota Medan sekarang adalah bekas kekuasaan Kerajaan
Kesultanan Deli. Bukti-bukti Kerajaan Melayu Deli, yaitu Istana Maimun yang
merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Deli, Mesjid Raya Medan, taman
Srideli, Sejarah Putri Hijau, dan Meriam Puntung.
Berikut ini adalah Sultan Kerajaan Melayu Deli dari masa ke masa :
1. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan
Karena perubahan waktu dan situasi, pada tahun 1632 Kerajaan Aceh menetapkan
berdirinya Kerajaan Deli dan disaat itu pula diteteapkannya Panglima Gocah
Pahlawan menjadi Raja Deli I dengan gelar Tuanku Panglima Gocah Pahlawan.
Beliau meninggal pada tahun 1669.
2. Tuanku Panglima Parunggit
Beliau adalah Raja II Kerajaan Deli yang memerintah dari tahun 1669 dan
memindahkan pusat Kerajaan dari daerah Sungai Lalang ke daerah Padang Datar
14
yang sekarang ini disebut Medan. Tuanku Panglima Parunggit meninggal pada
tahun 1698 dan diberi gelar “Marhum Kesawan”.
3. Tuanku Panglima Padrap
Beliau adalah Raja Deli III Kerajaan Deli dan memerintah dari tahun 1698. Beliau
memiliki 4 orang putra. Dan juga beliau memindahkan pusat Kerajaan Deli dari
padang datar ke daerah Pulo Brayan sekarang. Beliau meninggal pada tahun 1728.
4. Tuanku Panglima Pasutan
Beliau adalah Raja Deli ke IV yang memerintah dari tahun 1728 sampai tahun
1761. Beliau memindahkan pusat Kerajaan Deli ke Labuhan Deli serta
memberikan gelar “Datuk” untuk memperkokoh kedudukan para kepala-kepala
suku yang merupakan penduduk asli Kerajaan Deli. Dan yang lebih dikenal
dengan sebutan “Datuk Empat Suku”. Keempat daerah yang memperoleh gelar
Datuk adalah:
(1) Daerah Sepuluh Dua Kuta (Daerah Hamparan Perak dan sekitarnya)
(2) Daerah Serbanyaman (Daerah Sunggal dan sekitarnya)
(3) Daerah Senembah (Daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya)
(4) Daerah Sukapiring (Daerah Kampung Baru dan Medan Kota dan sekitarnya)
5. Tuanku Panglima Gandar Wahid
Beliau adalah Raja Deli V Kerajaan Deli dan memerintah dari tahun 1761. Di
bawah kepemimpinan beliau, kedudukan Datuk Empat Suku semakin kokoh
sebagai wakil rakyat. Beliau meninggal pada tahun 1805.
15
6. Sultan Amaluddin Mengedar Alam
Beliau adalah putra ke-3 dari Raja Deli yang sebelumnya, Tuanku Panglima
Gandar Wahid. Beliau memerintah dari tahun 1805. Pada masa pemerintahan
beliau, Kerajaan Deli lebih mengeratkan hubungan dengan Kerajaan Siak
daripada Kerajaan Aceh, hal ini ditandai dengan pemberian gelar “Kesultanan”
kepada Kerajaan Deli. Beliau meninggal pada tahun 1850.
7. Sultan Oesman Perkasa Alam
Beliau memerintah dari tahun 1850. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Deli
mendapatkan pengesahan dari Kerajaan Aceh bahwasanya Kesultanan Deli
merupakan daerah yang berdiri sendiri, yang ditandai dengan diberikannya
Pedang Bawar dan Cap Sembilan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh
Kerajaan Siak di Kesultanan Deli ini. Beliau meninggal ada tahun 1850.
8. Sultan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
Beliau memerintah dari tahun 1858. Pada masa pemerintahan beliau, Kesultanan
Deli menjalin hubungan dengan Pemerintah Belanda, hal ini ditandai dengan
kerjasama pembukaan lahan tembakau di daerah Kesultanan Deli. Beliau
meninggal pada tahun 1873.
9. Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
Beliau dinobatkan menjadi Sultan saat usia beliau masih muda, dan memerintah
dari tahun 1873 sampai tahun 1924. Pada masa pemeririntahan beliau, pedagang
tembakau sudah semakin maju dan kemakmuran Kesultanan Deli mencapai
puncaknya. Beliau juga memindahkan Pusat Kesultanan Deli dari daerah Labuhan
16
Deli ke daerah Medan, dan mendirikan Istana Maimun pada tanggal 26 Agustus
1888, dan diresmikan pda tanggal 18 Mei 1891.
Selain itu, dimasa pemerintahan beiau, beliau juga mendirikan:
(a) Mesjid Raya Al-Mashun yang didirikan oada tahun 1906 dan diresmikan
pada hari Jum’at 10 September 1909,
(b) Pada tahun 1906 beliau membangun sebuah kantor kerapatan Sultan Ma’mun
Al-Rasyid Alamsyah dan diresmikan pada tanggal 5 Mei 1913,
(c) Beliau juiga banyak membangun fasilitas-fasilitas kepentingan umum lainnya
demi kemajuan masyarakat dan juga membangun 2 mesjid di daerah-daerah
untuk kepentingan Syiar Agama Islam pada saat itu.
10. Sultan Amaluddin Al-Sani Perkasa Alamsyah
Beliau memerintah dari tahun 1924 sampai tahun 1945. Pada masa pemerintahan
beliau, hubungan dagang dengan luar negeri dan kerajaan-kerajaan lainnya di
nusantara terjalin dengan baik Hal ini ditandai dengan pengembangan pelabuhan
laut.Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, Pemerintahan Kesultanan Deli mengakui kedaulatan Negara
RepublikIndonesia dan kedudukan sultan-sultan selanjutnya menjadi penguasa
tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli.
11. Sultan Osman Al-Sani Perkasa Alam
Beliau adalah anak tertua dari Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah, dan
menjadi penguasa Adat dari tahun 1945 sampai 1967.
17
12. Sultan Azmi Perkasa Alam
Beliau menggantikan Ayahandanya, Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam, dan
menjadi penguasa Adat dari tahun 1967 sampai tahun 1998.
13. Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam
Beliau menjadi Penguasa Adat dari tahun 1998 sampai tahun 2005.
14. Sultan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam
Beliau menjadi penguasa Adat dari tahun 2005 sampai sekarang ini
(www.melayuonline.com).
Suku Melayu adalah salah satu suku yang mendiami kabupaten Deli
Serdang. Penyebaran meliputi kota Medan, deli tua, daerah pesisir, pinggiran
sungai Deli dan Labuhan. Di kota Medan suku Melayu banyak menempati daerah
pinggiran kota.Masyarakat Melayu terkenal dengan seni berpantun Melayu yang
terkenal sampai saat ini. Dalam berpantun digunakan untuk mengungkap isi hati
mereka, karena orang Melayu umumnya segan menyatakan sesuatu secara terus
terang sehingga harus menggunakan isyarat, perumpamaan atau kiasan yang
terwujud dalam pantun tersebut.
2.4 Sistem Kekerabatan
Dalam kebudayaan Melayu, garis keturunan ditentukan berdasarkan pada
garis keturunan bilateral, yaitu garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu.
Namun, dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan etnik Melayu yang
dijadikan pandangan hidupnya, maka garis keturunan cenderung ke arah garis
keturunan patrilineal, yaitu berdasarkan garis keturunan ayah.
18
Sistem kekerabatan etnik Melayu yang dimulai dari urutan tertua sampai
yang termuda adalah nini, datu, oyang(moyang), atok(datuk), ayah, anak,cucu,
cicit, dan seterusnya. Sapaan dan istilah kekerabatan adalah ayah, emak, abang
(abah), akak (kakak), uwak (saudara ayah atau ibu yang paling tua umurnya), uda
(saudara ayah atau ibu yang paling muda umurnya), uwakulung (saudara ayah
atau saudara ibu yang pertama baik laki-laki maupun perempuan), uwak ngah
(uwak tengah, saudara ayah atau saudara ibu yang kedua baik laki-laki maupun
perempuan), uwak alang (saudara ayah atau saudara ibu yang ketiga baik laki-laki
maupun perempuan), uwak utih (saudara ayah atau saudara ibu yang keempat baik
laki-laki maupun perempuan), uwak andak (saudara ayah atau saudara ibu yang
kelima baik laki-laki maupun perempuan), uwak uda (saudara ayah atau saudara
ibu yang keenam baik laki-laki maupun perempuan), uwak ucu (saudara ayah atau
saudara ibu yang bungsu/paing akhir baik laki-laki maupun perempuan).
2.5 Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kampung Lalang sangat bervariasi, namun
mata pencaharian yang utama adalah sebagai Wiraswasta (berdagang) dan
Pengusaha. Ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang tinggal di daerah ini
dan sekitarnya yang berdagang (berjualan) di Pasar Kampung Lalang. Masyarakat
di Kampung Lalang juga terkenal pekerja keras, karena jika dilihat setiap harinya
mulai pukul 2 pagi, aktivitas masyarakat sudah banyak berlangsung karena
wilayahnya berdekatan dengan pasar Kampung Lalang. Sebagian kecil dari
penduduk Kampung Lalang ada juga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
19
(PNS) seperti Pegawai di Kantor Kecamatan, pegawai di Kantor Kepala Desa,
Guru, dan ada juga sebagai TNI dan Polisi.
Mata Pencaharian Jumlah
PNS 330
TNI 20
Polisi 16
Swasta 1638
Pedagang 1521
Petani 30
Tukang 50
Pensiunan 67
Sumber Data (BPS 2015)
Mata pencaharian di bidang swasta adalah mata pencahariaan terbesar
penduduk Kelurahaan Lalang sekitar 1638 orang, Pedagang 1521 orang, PNS 330
orang, Pensiunan 67 orang, Tukang 50 orang, TNI 20 orang, Polisi 16 orang, dan
Petani 30 orang,
2.6 Sistem Religi
Penduduk di Kelurahan Kampung Lalang mayoritas memeluk agama
Islam, Kristen dan selebihnya adalah agama lain. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa tempat pelaksanaan ibadah yang ada di daerah tersebut.
20
Agama Jumlah
Islam 6636
Kristen 6347
Katolik 504
Hindu 80
Budha 70
Sumber Data (BPS 2015)
2.7 Kesenian dan Adat
Pepatah Melayu menyebutkan "tak hilang adat dimakan zaman" yang
artinya adat istiadat sampai hari terakhir atau hari kiamat pun masih
ada.Walaupun penduduk Melayu itu telah beragama Islam, tanda-tanda Animisme
masih ada pada sebagian penduduknya. Ada kepercayaan pada masyarakat
Melayu bahwa kita harus memberi salam kepada penghuni rimba, sungai, dan
tanah yang berbukit, dan tempat-tempat yang dianggap angker. Kalau tidak
memberi salam, ada kepercayaan, kita akan sakit atau sesat dalam perjalanan.
Jenis kepercayaan lainnya adalah tentang burung sibirit-birit yang terbang pada
malam hari dianggap membawa kabar tidak baik. Selain itu, kunyit dianggap
mempunyai daya tangkal. Kunyit dapat menjaga seorang ibu yang baru bersalin
dan anak yang baru dilahirkan dari gangguan roh orang yang sudah meninggal.
Kunyit juga berkhasiat untuk ”memanggil semangat” orang yang sedang
menghadapi suatu kejadian atau sakit.
21
Suku Melayu juga memiliki teater tradisional, yaitu Makyong. Selain itu
ada seni tari Main Lukah Menari, semacam tarian bersifat magis dengan memakai
Lukah (semacam orang-orangan) dan membawakan nyanyian yang berisi mantra-
mantra.
Simbol yang dimiliki Sultan Deli dengan simbol kerajaan-kerajaan Melayu
di seluruh dunia itu hampir sama, yang membedakannya adalah dalam hal adat.
Karena simbol warna kuning, semua khas Sultan-sultan Melayu, menggunakan
warna kuning. Kemudian seperti simbol tepak, tepak sirih juga dimana-mana
Kesultanan Melayu memiliki tepak sirih. Tepak sirih ini sebagai wadah pada adat
perkawinan untuk memberikan sambutan selamat datang, yang artinya dalam
tepak ini ada makanan yang bermacam-macam yang bisa dimakan. Yang
membedakannya hanya adatnya karena setiap Kesultanan memiliki adat masing-
masing. Seperti balay, merinjis (tepung tawar). Yang membedakannya hanya
adatnya. Misalnya adat pengangkatan Tengku menjadi Sultan Deli, berbeda
dengan adat pada acara lain. Misalnya Sultan Deli meninggal, berbeda dengan
adat-adat Kesultanan Deli yang lain. Apabila sedang berkabung, para penduduk
Istana dan masyarakat Deli menggunakan kain hitam-hitam seperti sarung, tidak
boleh kain bertabur (songket), baju hitam-hitam dengan peci dengan lis putih.
Perempuan dengan pakaian hitam-hitam dengan jilbab putih. Berbeda dengan adat
Kesultanan Deli yang lain, seperti Kesultanan Serdang. Apabila Kesultanan
Serdang berkabung, masyarakat yang terkait menggunakan pakaian putih-putih,
baju putih celana putih, dengan kain sarung hitam, peci hitam bercampur putih,
begitu juga dengan adat.
22
Dengan keberadaan kebudayaan yang demikian inilah masyarakat Melayu
di Kampung Lalang Medan, menjalankan kehidupan sehari-harinya. Satu sisi
mereka mempertahankan kebudayaan dan di sisi lain sebagai tuan rumah mereka
juga menerima etnik lain dalam hidup berdampingan secara sosial, dalam konteks
Medan yang heterogen.
Demikian pula dalam pelaksanaan upacara perkawinan dengan
menggunakan pencak silat sebagai salah satu ekspresinya, maka kegiatan tersebut
adalah sebagai salah satu upaya pemeliharaan dan kontinuitas dari seni silat di
dalam kebudayaan Melayu. Silat adalah salah satu identitas yang meneguhkan
kebudayaan Melayu secara umum.
23
BAB III
DESKRIPSI UPACARA ADAT PERNIKAHAN ADAT MELAYU DAN GAMBARAN UMUM KELOMPOK SILAT LINTAU
3.1 Deskripsi Upacara Pernikahan AdatMelayu
Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan tahap-tahap, terminologi dan
ciri khas pernikahan etnik Melayu, khususnya yang berada dalam wilayah
kebudayaan Melayu Sumatera Utara. Pada kebudayaan etnik Melayu dikawasan
Kampung Lalang ini, biasanya berjalan secara konseptual dan praktik, atas
persetujuan keluarga dari kedua belah pihak calon pengantin. Pernikahan akan
dilakukan jika masing-masing calon pengantin sudah dewasa dan akil baligh.
Pengertian dewasa dalam agama Islam bagi kaum wanita adalah telah mendapat
haid (menstruasi) sekitar umur 12 tahun, sedangkan untuk kaum pria apabila
suaranya telah menjadi parau (berubahnya suara untuk sementara waktu dari suara
kanak-kanak menjadi suara yang agak membesar). Artinya seorang anak pria dan
wanita dapat dinikahkan oleh tuan kadi apabila telah dewasa (akil baligh menurut
hukum Islam).
Rangkaian upacara dan adat istiadat pernikahanMelayu yang biasanya
dilalui oleh sepasang mempelai pengantin sebelum, selama, dan setelah
pernikahan meliputi hal-hal sebagai berikut.
24
3.1.1 Merisik
Merisik adalah sebuah upaya dari seorang calon pengantin lelaki dalam
mendekati calon istri yang masih belum diketahui apakah sang calon sudah
memiliki calon lain atau belum. Biasanya dilakukan oleh ibu-ibu yang dijadikan
utusan untuk merisik dan mencari informasi tentang sang calon. Ketika merisik
kecil selesai kemudian dilanjutkan dengan merisik resmi yang dihadiri oleh sanak
famili kedua belah pihak. Penghulu Telangkai adalah sebutan untuk utusan dari
calon pengantin laki-laki kepada orang tua calon istri untuk menanyakan hal-hal
yang disepakati untuk dipersiapkan ketika acara peminangan nanti.
3.1.2 Meminang
Pelaksanaan acara meminang ini diadakan setelah ada kata sepakat dari
kedua belah pihak. Pada hari yang ditentukan, serombongan pihak laki-laki yang
dipimpin anak beru (menantu laki-laki dan perempuan) dan orang tua yang
berpengalaman dalam hal adat pernikahan datang kerumah calon pengantin
perempuan. Penghulu telangkai ikut serta sebagai saksi, karena dari awal
penghulu telangkai sudah menjadi penghubung resmi. Biasanya anak beru lah
yang mengurus semua peralatan adat yang akan dibutuhkan oleh keluarga.
Biasanya yang tertua ataupun yang mampu diantara mereka jadi pimpinan. Utusan
ini bertujuan, agar calon pengantin perempuan setuju diikat secara adat dalam
menuju jenjang pernikahan dengan calon pengantin laki-laki. Hal ini perlu
disampaikan kembali di depan orang banyak, agar jangan sampai terjadi salah
25
paham dikemudian hari. Dalam acara meminang ini, pihak laki-laki datang
membawa tepak sirih sebanyak lima tepak, yaitu:
1) Tepak sirih pembuka kata
2) Tepak sirih merisik
3) Tepak sirih meminang
4) Tepak sirih bertukar tanda
5) Tepak sirih ikat janji dan beberapa tepak sirih pengiring.
Sedangkan dari pihak perempuan telah menanti tiga tepak sirih, yaitu :
1) Tepak menanti
2) Tepak ikat janji
3) Tepak tukar tanda
Kemudian, proses pemberian tepak ini selalu diiring dengan pantun. Jika
kedua belah pihak telah berhadapan, maka pihak perempuan memberikan sebuah
tepak sirih (Sirih Menanti) kepada pihak tamu keluarga laki-laki sebagai
penyambut tamu.Pihak laki-laki memakan sirih tersebut kemudian memberikan
sebuah tepak pembuka kata yang telah dibuka, menuju pihak perempuan sambil
berpantun.
Waktu menyorongkan tiap-tiap tepak haruslah hati-hati, jangan ekor sirih
yang tersorong lebih dahulu. Tepak sirih yang dari pihak laki-laki diberikan pula
kepada pihak perempuan dan keluarga pihak perempuan. Kemudian dari pihak
laki-laki memberikan Tepak Merisik sambil berpantun yang isinya menyampaikan
maksud kedatangannya.
26
Setelah berbalas pantun sekian lamanya akhirnya mendapatkan
penyelesaian, terutama ketika pihak laki-laki mengutarakan maksud
kedatangannya, maka seluruh tamu mendengarkan dengan penuh perhatian.
Secara resmi pihak perempuan bertanya siapa kira-kira pihak calon yang
meminang, siapa gadisnya yang hendak dipinang. Akhirnya semuanya diterima
oleh pihak perempuan. Kemudian, mulailah mereka memakan sirih risik, Setelah
risik diterima, maka pihak laki-laki menyodorkan kepada pihak perempuan
tepakpeminang dan pihak perempuan setelah mendengar niat dan janji laki-laki
lalu menerima sirih peminang tersebut dan diberikan pula ke ruangan belakang
agar dicicipi oleh keluarga. Setelah selesai, maka pihak laki-laki mengeluarkan
cincin, yang telah dimasukkan dalam sebuah tempat yang indah berhias dan
disertai oleh sebuah tepak bertukar tanda, langsung diserahkan kepihak
perempuan. Demikian juga pihak perempuan menyorongkan sebuah tanda benda
berharga dalam baki yang telah dihiasi disertai tepak bertukar tanda. Tanda ini
boleh berupa cincin ataupun perhiasan lain. Setelah bertukar tanda, maka pihak
laki-laki menyorongkan pula sebuah tepak ikat janji, untuk memperbincangkan
dan menentukan hari pernikahan, mengantar sirih besar, hari mengantar mas
kawin, hari bersanding, jumlah besarnya mas kawin, adat-adat lain yang dipakai,
dan syarat-syarat seperti yang diuraikan diwaktu meminang.
3.1.3 Jamu Sukut
Jamu sukut ialah acara memberikan jamuan makan yang disediakan oleh
orang tua calon pengantin untuk kaum kerabat dan tetangga terdekat. Tujuan acara
27
tersebut adalah untuk memberitahukan acara peminangan dari pihak laki-laki
untuk meminang calon istri (pihak yang menerima pinangan), jamuan makan ini
diadakan oleh orang tua calon pengantin perempuan sambil mengharapkan juga
bantuan moral dan material dari keluarga, serta kaum kerabat terdekat. Bantuan
ini diharapkan dapat meringankan beban persoalan yang dihadapi pihak orang tua
calon mempelai perempuan. Sejak itu yang tuan rumah hanya memperhatikan
proses kerja, menyediakan bahan dan hal-hal yang diperlukan. Sedangkan
pelaksanaan dan tanggungjawab atas lancarnya pekerjaan diserahkan kepada anak
beru dan keluarga lainnya.Setelah selesai jamu sukut, maka pihak laki-laki juga
pihak perempuan memberi kabar kepada semua keluarga.
3.1.4 Malam Berinai
Upacara berinai diadakan sehari sebelum menikah di rumah pengantin
masing-masing dan dihadiri oleh famili dan teman-teman terdekat dari kedua
calon pengantin. Ada tiga upacara berinai yaitu berinai curi, berinai kecil dan
berinai besar. Namun sekarang, malam berinai dilaksanakan satu malam saja
karena untuk mempersingkat waktu dan dana. Malam berinai yang dilakukan
pihak laki-laki hanya tepung tawar oleh keluarga dan teman-temannya saja,
sedangkan malam berinai yang dilakukan oleh pihak perempuan ialah serangkaian
acara sakral malam berinai diawali dengan bersalaman kepada kedua orangtua
sebelum calon pengantin wanita duduk diatas pelaminan, kemudian dilanjutkan
oleh acara hiburan dan kemudian silat sebagai pelengkap kesakralan upacara
malam berinai tersebut. Biasanya malam berinai dilakukan selama 3 malam
28
berturut-turut yakni : Malam berinai pertama disebut Malam Inai Curi ialah
pengantin yang diberi inai oleh teman-temannya sewaktu ia tidur sehingga tidak
ketahuan. Malam kedua disebut malam Inai kecil, pengantin wanita dihiasi,
didandani dan didudukkan di atas pelaminan yang dihadiri oleh sanak keluarga,
tetangga, dan kerabat untuk ditepungtawari. Lalu dilanjutkan dengan malam Inai
besar, terlebih dahulu silat ditampilkan dan tarian Melayu lainnya, kemudian
pengantin wanita dipasangkan inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh
kedua orangtuanya, keluarga, dan teman-teman dekatnya. Setelah semua acara
selesai, selanjutnya pengantin wanita dipasangkan inai yang sebenarnya yang
disebut berinai besar.
Sesuai perkembangan zaman, kini malam berinai hanya dilakukan satu
malam dan acara sakralnya diadakan dirumah pihak perempuan saja karena faktor
dana dan waktu yang kurang mendukung. Sehingga, malam berinai yang
dilakukan hanya malam berinai besar saja yang dihadiri seluruh keluarga dan
kerabat pihak perempuan. Jika upacara malam berinai tidak diadakan, upacara
pernikahan keesokan harinya tetap berlangsung. Malam berinai adalah merupakan
seni pertunjukan yang melibatkan tari dan musik. Dahulu, malam berinai
dilakukan setelah menikah dan kedua mempelai didudukkan untuk diberikan inai
pada kuku jari tangan dan kaki kedua mempelai. Namun, kini hanya dilakukan di
rumah pengantin wanita saja, sedangkan di rumah pengantin pria tidak dilakukan
upacara malam berinai. Hanya saja inai akan dihantar dari rumah pengantin
wanita kerumah si calon pengantin pria. Kemudian menurut adat diadakan tepung
tawar dan dilanjutkan pemasangan inai ke kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh
29
keluarga dan teman-teman dekat calon pengantin pria. Gerakan silat yang
dilakukan merupakan kombinasi dari gerak-gerak hewan atau kejadian-kejadian
alam, sehingga gerakannya hampir menyerupai gerakan silat.
3.1.5 Berandam dan Mandi Bunga
Upacara berandam dilakukan di rumah pengantin perempuan. Calon
pengantin perempuan digunting rambutnya sedikit-sedikit agar cantik didandani
dan dengan pisau cukur lalu pengantin diandam atau dikerik rambut-rambut halus
yang ada di wajah setelah itu pengantin mandi berhias yaitu mandi dengan air
wangi-wangian. Setelah itu bersiap-siap untuk didandani. Pengantin laki-laki juga
berandam. Makna dari upacara berandam adalah membersihkan fisik pengantin
dengan harapan agar batinnya juga bersih. Makna simbolisnya adalah sebagai
lambang kebersihan diri untuk menghadapi dan menjalani hidup baru. Berandam
yang paling utama adalah mencukur rambut, karena bagian tubuh ini merupakan
letak kecantikan mahkota perempuan. Di samping itu, berandam juga mencakup
kegiatan yaitu mencukur dan membersihkan rambut-rambut tipis sekitar wajah,
leher, tengkuk, memperindah kening, dan menaikkan seri muka dengan
menggunakan sirih pinang. Setelah berandam kemudian dilakukan mandi bunga,
yaitu memandikan pengantin dengan menggunakan air bunga dengan berbagai
jenis agar terlihat segar dan berseri. Nama lain dari mandi bunga ini yaitu mandi
tolak bala. Tujuan mandi bunga ini adalah menyempurnakan kesucian, menaikkan
seri wajah, dan menjauhkan dari segala bencana.
30
3.1.6 Mengantar Bunga Sirih
Tujuan dari mengantar bunga sirih adalah untuk meramaikan suasana
iring-iringan dari pihak laki-laki ke rumah pihak perempuan. Jumlah bunga sirih
dapat menunjukkan banyaknya keluarga dan kerabat pihak laki-laki. Tepak bunga
sirih dibuat bermacam-macam bentuk yang indah dan beraneka ragam warna.
Misalnya bentuk burung,bunga, rumah,buah, binatang dan lain-lain. Biasanya di
dalam bunga sirih ini diletakkan secarik kertas yang berisi pantun atau kata-kata
sindiran yang manis yang ditujukan kepada kedua mempelai. Namun seiring
berjalannya waktu bunga sirih ini berganti dengan benda-benda yang lebih
bermanfaat seperti alat sholat, pakaian,peralatan mandi, buah, makanan yang juga
dibentuk dengan berbagai bentuk yang indah dan cantik, hal ini mungkin
disebabkan zaman sekarang sulit mendapatkan sirih yang banyak untuk dirangkai
dan juga zaman sekarang jarang orang yang mau makan sirih seperti orang-orang
dahulu sehingga jika dipaksakan dibuat maka sirih-sirih tersebut akan terbuang
percuma,perubahan ini dapat diterima suku Melayu karena sesuai dengan
semboyan orang Melayu “Sekali air bah sekali tepian berubah”, maksudnya suku
Melayu dapat menerima perubahan selagi tidak melanggar syariat agama dan adat.
3.1.7 Akad Nikah
Akad nikah biasanya diadakan pada pagi hari, calon pengantin laki-laki
diantar oleh keluarga dan famili ke rumah pihak perempuan untuk mengucapkan
akad nikah. Hantaran yang dibawa pada akad nikah:
31
1. Uang mahar seperti yang telah dijanjikan dan biasanya uang maharditambah
juga pada waktu nikah.
2. Uang tambahan dibungkus dan diikat dengan benang perca warnawarnidiikat
dengan simpul hidup. Kemudian uang yang telah dibungkus itu dimasukkan ke
dalam cepu atau peti kecil dan cepu ini dibungkus pula dalam sehelai kain
panjang dan setelah itu diletakkan di atas sebuah dulang kecil. Uang mahar ini
digendong sewaktu dibawa ke rumah pihak perempuan dengan penuh kasih
penulisng seperti menggendong bayi laki-laki nya.
3. Pahar berisi pulut kuning dan panggang ayam.
4. Tepak nikah yang di dalamnya dimasukkan sebagian upah nikah untuk tuan
kadi yang biasanya dibayar oleh kedua belah pihak. Pada kesempatan yang
sama pihak perempuan juga mempersiapkan tepak sirih dan pahar berisi pulut
kuning dan ayam panggang yang akan dipertukarkan dengan hantaran dari
pihak laki-laki. Jika rombongan pihak laki-laki telah sampai maka pengantin
laki-laki didudukkan di sebuah tilam yang di atasnya dibentangkan tikar. Tepak
sirihnikah, pulut kuning dan bungkusan uang mahar berada di tengah-tengah
majelis atau keluarga dan tamu. Kemudian tuan rumah menyodorkan tepak
sirihpenyambut untuk dimakan dan mulailah acara berpantun untuk pengantar
nikah, setelah itu maka oleh anak beru dari pihak perempuan dibukalah
bungkusan uang mahar secara hati-hati dan dihitung jumlah isinya jika telah
cukup maka oleh famili yang tua-tua bergantian maksudnya agar pernikahan itu
nanti mendapat kekekalan dan keselamatan seperti pernikahan orang tua-tua
dulu, kemudian uang diserahkan kepada ibu bapak pengantin perempuan.
32
Setelah itu mulailah ijab kabul dilaksanakan, jika akad nikah telah selesai
dibacakan doa dan makan bersama. Lalu pihak laki-laki pulang dengan
membawa pahar pulut kuning dari pihak perempuan serta alat-alat lainnya .
3.1.8 Bersanding
Pelaksanaan upacara bersanding diadakan di rumah pengantin perempuan.
Pengantin perempuan telah dirias dengan memakai sanggul dan menggengam
sirih genggam kemudian naik ke tas pelaminan dan ditutup beberapa pintu dan
hempang kipas. Pihak laki-laki yang terdiri atas kerabat dekat ikut serta untuk
mengantar pengantin laki-laki yang menggenggam sirihgenggam. Hantaran yang
dibawa pada acara bersanding ialah:
1. Balai berupa meja kecil bertingkat, berkaki empat, tinggi kaki lebih kurang 40
cm. Kotak balai berbentuk segi empat; segi lima; segi enam atau segi delapan
tinggi tiap tingkat lebih kurang 10 cm. Jumlah tingkatan balai selalu ganjil, 1, 3,
5, 7 dan 9. Ketinggian tingkat sebuah balai melambangkan kedudukan dan
posisi yang memiliki balai. Semakin tinggi tingkatan balai, menunjukkan
semakin tinggi pula kedudukan yang mempunyai acara. Kini, ketinggian
tingkat balai hanya sampai pada tiga tingkat. Balai tersebut berisi pulut kuning.
Di tengah-tengah balai diletakkan ayam panggang dan dipacakkan bunga
kemuncak, di tingkat kedua dipacakkan bunga telur dan tingkat yang paling
bawah dipacakkan merawal atau bendera. Khusus warna balai ini untuk
kalangan raja dan bangsawan hanya ada kuning dan putih. Kuning untuk
upacara pernikahan, menyambut tamu dan lain-lain. Putih untuk upacara
33
khataman, naik haji. Namun untuk rakyat biasa balai ini boleh berwarna warni.
Makna yang terkandung dalam alat-alat pada balai ini:
(a) Pulut kuning berarti lambang kesuburan dan kemuliaan,
(b) Ayam panggang berarti lambang pengorbanan,
(c) Telur ayam berarti lambang keberhasilan, keturunan, perkembangan,
kejayaan,
(d) Bunga kemuncak berarti lambang pelindung, pengayom, pemimpin, kukuh
danjaya
(e) Bendera atau merawal berarti lambang persatuan, kehormatan, kemuliaan.
2. Tepak sirih penyongsong,
3. Bunga sirih,
4. Nasi dengan lauk pauknya,
5. Tabur taburan berupa beras putih, beras kuning, bertih, bunga rampai,
6. Tujuh buah telur ayam mentah (telur aluan),
7. Sisa uang hantaran,
8. Uncang hempang batang,
9. Uncang hempang pintu,
10. Uncang hempang kipas,
3.1.9 Silat Tarik
Silat ini dilakukan ketika rombongan pengantin laki-laki sudah tampak
dari kejauhan, maka disambut dengan silat tarik yang melambangkan rasa
persaudaraan yang tinggi. Kisahnya sama kita ketahui menurut sejarah tempo dulu,
34
masyarakat Melayu umumnya banyak bertempat tinggal ditepian muara/sungai
sehingga saran kendaraan satu-satunya adalah kendaraan air seperti sampan, rakit,
dan lain-lain. Tempat kendaraan tersebut bertempat/berlabuh dinamakan
tangkahan yang umumnya terletak diatas permukaan air, untuk naik mencapai
daratan dari tepian atas haruslah menaiki tangga yang tersedia. Silat tarik ini
melambangkan rasa kesetiaan dan persaudaraan untuk menolong yang datang dari
tapian menarik orang keatas agar mudah naik ke daratan. Ketika musik patam-
patam dimainkan maka pesilat mulai menyambut pengantin dengan gerakan silat.
Gambar 1 : Silat Tarik
Dokumentasi penulis
35
Gambar 2 : Silat Tarik
Dokumentasi Penulis
3.1.10 Silat Laga
Setelah silat tarik dilakukam, maka pihak penunggu menanyakan secara
berpantun bagaimana seandainya datang orang kampung nak membuat kekacauan
di daerah ini, apakah dia bisa dan sanggup menjaga marwah kampung ini atau
tidak. Maka diutuslah seorang anak beru dari pihak pengantin laki-laki sebagai
bukti dan mewakilinya ke tengah gelanggang untuk menunjukan kebolehannya
dalam hal menjaga diri oleh pihak pengantin laki-laki yang datang dan disambut
pula oleh pihak pengantin perempuan, maka terjadilah apa yang disebut silat laga.
Sambil tetap memainkan musik patam-patam, para pesilat pun bertarung dan
akhirnya pesilat dari pihak laki-laki menang.
36
Gambar 3 : Silat Laga
Dokumentasi penulis
3.1.11 Hempang Batang
Hempang batang adalah sebuah tradisi Melayu untuk penyambutan
kedatangan rombongan pengatin pria. Dalam pelaksanannya terdapat beberapa
perbedaan untuk beberapa daerah Melayu, hempang batang dilaksanakan oleh
orang kampung masyarakat setempat dan beberapa daerah lainnya dilaksanakan.
Hempang batang dibuat dari sebatang bambu/kayu kecil diberikan hiasan daun
kelapa muda yang sudah dibuang lidinya dan dipegang oleh dua orang pemuda.
Ketika rombongan pengantin pria sampai maka mereka akan dihadang/dihempang
oleh hempang batang tersebut yang dipimpin oleh penghulu telangkai dari pihak
37
perempuan dengan berpantun menanyakan tentang asal rombongan dan tujuan
datang ke tempat ini. Setelah berbalas pantun, maka pihak laki-laki akan
memberikan uncang. Setelah uncang diberikan, maka masuklah rombongan
pengantin laki-laki.
3.1.12 Tari Persembahan
Tari persembahan biasanya dilakukan oleh anak-anak dara sebagai tanda
sambutan penghormatan dan kebahagiaan atas datangnya rombongan tamu yang
dihormati.
3.1.13 Hempang Pintu
Hempang pintu adalah tradisi budaya yang selalu dilaksanakan dalam
perhelatan perkawinan Melayu. Dalam pelaksananya dua orang pemuda
memegang kain panjang berdiri tepat didepan pintu masuk untuk menghempang
pengantin pria dan rombongannya. Pengantin pria beserta rombongannya tidak
diperbolehkan masuk sebelum memberikan kunci berupa uncang yang berisi uang
recehan.
3.1.14 Pijak Batu Lagan
Setelah pengantin laki-laki melewati hempang pintu, maka didalam
ruangan telah tersedia anak batu gilingan yang terletak didalam talam dan ditaburi
bunga rampai. Batu gilingan ini harus dipijak oleh pengantin laki-laki sebagai
baahwa sejak saat itu ia bertanggung jawab terhadap rumah tangganya.
38
3.1.15 Sembah Mertua
Setelah pengantin laki-laki melaksanakan tradisi pijak batu lagan maka dia
akan menghadap ayah dan ibu mertua dengan dibimbing adik perempuan ayah,
ataupun adik perempuan dari ibu. Pengantin perempuan untuk memohon doa dan
restu dengan menyembah dan memberi hormat.
3.1.16 Hempang Kipas
Setelah pengantin laki-laki melaksanakan sembah tradisi sembah mertua,
maka sebelum ia disandigkan dengan pengantin perepuan terlebih dahulu ia harus
melewati sebuah hempang lagi yang bernama hempang kipas atau juga dengan
hempang pelaminan. Dua orang wanita menutup wajah pengantin perempuan
dengan kipas atau selendang tipis untuk menuntut bagian adat mereka. Setelah
diberikan uncang sebanyak dua buah, hempang pelaminan pun dibuka dan
pengantin laki-laki dipersilahkan untuk duduk bersanding dengan pengantin
perempuan diatas pelaminan.
3.1.17 Tepung Tawar
Tepung tawar bagi masyarakat Melayu merupakan tradisi yang sudah
dilaksanakan secara turun-temurun sejak dahulu. Sejak masuknya Islam kedaerah
pesisir, sebagian masyarakat Melayu menganggap bahwa tepung tawar
bertentangan dengan ajaran Islam karena sebagian dalam pelaksanaannya
menggunakan kemenyan sebagai pedupa (pengasapan). Sedangkan sebagian lain
menganggapnya sebagai sarana dalam penyampaian doa kepada yang maha kuasa.
39
Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya beberapa bahan yang
digunakan dalam tepung tawar tersebut seperti pembakaran kemenyan dan daun
kemangi tidak lagi digunakan karena diaggap bertentagan dengan syariat Islam.
Biasanya dalam mengadakan suatu acara ataupun perhelatan balai dan tepung
tawar selalu disandingkan. Dengan kata lain apabila dalam suatu acara ataupun
perhelatan menggunakan balai sebagai pelengkap adat maka tidak ketinggalan
pula dilaksanakan tepung tawar dalam acara tersebut.
Sama halnya dengan balai, pada saat ini tepung tawar juga telah menjadi
sebuah trend dikalang masyarakat luas. Hampir seluruh msyarakat melakukan
tepung tawar dalam setiap acara dan perhelatan yang diadakannya seperti
pernikahan, berkhitan, acara selamatan dan lain-lain.
Bagi masyarakat Melayu, tepung tawar dianggap sebagai saran pengiring
doa dalam pelaksanaannya digunakan daun tumbuhan tumbuhan yang dianggap
memiliki kekuatan gaib untuk mengusir kekuatan-kekuatan jahat. Menurut
pendapat tokoh adat melayu yaitu Tengku Ahmad Faisal dan Tengku Husni
menyatakan bahwa seluruh daun-daun yang digunakan sebagai perincis dalam
tepung tawar mengandung sifat zat hidup dan memiliki makna sebagai berikut:
(1) Air sejuk melambangkan kejernihan, dengan harapan orang yang di tepung
tawari selalu memiliki pikiran dan hati yang jernih.
(2) Limau lemukur melambangkan kebersihan, dengan harapan orang yang
ditepung tawari selalu memiliki fikiran yang bersih.
(3) Daun sedingin melambangkan peyejuk, dengan harapan agar orag yang
ditepung tawari selalu memiliki ketenangan dan kesehatan.
40
(4) Lenjuhang melambangkan pagar semangat, dengan harapan orang yang di
tepung tawari tidak mudah patah semangat.
(5) Pepulut melambangkan pelekat kebaikan, dengan harapan orang yang di
tepung tawari selalu dinaungi kebaikan.
(6) Ganda rusa melambangkan penangkal/perisai, dengan harapan orang di tepung
tawari di jauhkan dari gangguan-gangguan mahluk gaib dan sirik.
(7) Sipenuh melambangkan keberhasilan, dengan harapan orang yang ditepung
tawari mendapat kemudahan rejeki dan keberhasilan dalam setiap hajat.
(8) Sambau dan akarnya melabangkan pertahanan, keteguhan dan kekuatan,
dengan harapan agar orang yang ditepung tawari memiliki keteguhan dan
kekuatan dalam menghadapi cobaan(Tengku Husni Lah : 1986).
Pada zaman dahulu tepung tawar dilakukan dalam acara-acara seperti
pernikahan, berkhitanan, berkhatam Al-Quran, sembuh dari penyakit, penabalan
nama, berdamai dalam suatu perselisihan dan lain-lain. Dalam pelaksanaannya
apabila acara tersebut dihadiri oleh ketua-ketua adat, maka untuk menghormatinya
para ketua adat tersebut mendapat kesempatan pertama dalam melakukan
penepung tawar kepada si pemilik acara (orang yang berhajat) kemudian disusul
dengan pihak keluarga terdekat sesuai dengan tutur dan jalurnya misalnya pada
acara perhelatan perkawinan/pengkhitanan diawali oleh ayah dan ibunya,
kemudian disusul atok dan neneknya, uwak dan pamannya, abang, adik, sepupu
dan seterusnya. Bagi masyarakat Melayu acara tepung tawar dilakukan sebagai
berikut:
41
1. Orang yang ditepung tawari duduk diatas pelaminan dengan posisi tangan
dalam keadaan terbuka (menampung).
2. Jika orang yang menepung tawar lebih tua maka orang yang ditepung tawari
harus mengangkat sembah terlebih dahulu, akan tetapi jika yag menepung
tawari lebih muda maka dialah yang lebih dahulu menangkat sembah.
3. Perencah yang berupa beras bertih, beras kuning/putih dan bunga rampai
ditaburkan pada orang yang ditepung tawari, sedangkan ikatan rincisandaun-
daunan dicelupkan kedalam air limau (air jeruk) kemudian dipercikkan sedikit
keatas kepala orang yang ditepung tawari.
4. Pada saat ini sebagian orang menambahkan tepung beras yang sudah dicampur
dengan sedikit air untuk dicolekkan ke telapak tangan orang yag ditepung
tawari.
5. Setelah selesaiorang yang ditepung tawari kembali mengangkat sembah sebagai
tanda terima kasih.
6. Orang yang menepung tawari diberi hadiah ataupun kenangan berupa telur
rebus pulut kuning.
Bahan-bahan tepung tawar terbagi kepada tiga bagian yaitu, penabur,
perincis (irisan daun tumbuh-tumbuhan yang telah disebutkan sebelumnya) dan
pedupa. Akan tetapi seperti yang telah dijelaskan pada bagian awal bahwa pedupa
yang terdiri dari kemenyan yang dibakar dengan bara saat sudah tidak digunakan
lagi karena dianggap bertentangan dengan syari’at islam.
Bagi masyarakat Melayu bahan-bahan yang digunakan dalam tepung
tawar menagndung arti sebagai berikut:
42
1. Bertih (beras yang direndang) melambangkan perkembanagan.
2. Beras putih melambangkan kesuburan.
3. Beras kuning (beras yang dicampur dengan kunyit melambangkan kemulian).
4. Tepung beras melambangkan kebersihan, kesucian, serta keikhlasan.
5. Bunga rampai melambangkan persatuan dan keharuman.
Gambar 4 : Tepung Tawar
Dokumentasi Penulis
3.1.18 Makan Nasi Hadap-Hadapan
Dibawah pimpinan Telangkai, makan nasi hadap-hadapan menurut adat
resam Melayu dikhususkan hanya dihadiri untuk wanita yang sudah berumah
tangga saja.Pada upacara nasi hadap-hadapan ini pengantin akan didudukkan di
43
depan dan dihadapkan nasi beserta lauk pauknya. Di dalam nasi tersebut
disembunyikan ayam panggang yang nantinya akan diperebutkan kedua pengantin.
Menurut kepercayaan orang Melayu, pengantin yang berhasil
mendapatkannya lebih dulu, menjadi pertanda bahwa dia akan lebih berperan
dalam mangarungi rumah tangga. Di samping itu, untuk lebih memeriahkan
suasana pada acara itu, disediakan berbagai macam makanan dan buah buahan
yang telah diukir atau dihias dengan indah. Begitu juga disediakan berbagai kue
dan manisan.
Gambar 5 : Makan nasi hadap-hadapan
Dokumentasi Penulis
44
3.1.19 Mandi Berdimbar
Pada adat Melayu yang terdapat acara mandi bedimbar biasanya diadakan
dua kali, terutama untuk kalangan bangsawan. Mandi bedimbar artinyamandi
berhias. Setelahupacara ini kedua mempelai menghadap orang tua perempuan dan
keluargadekatnya, pada saat itu diberilah macam-macam hadiah cemetuk dari
tutur yanglebih tua sampai yang muda kecuali tutur adik.Selanjutnya mandi
berdimbar diulangi lagi karena lepas halangan yang dinamai mandi selamat,
upacaranyaserupa dengan mandi berdimbar pertama, selepas mandi pengantin
laki-lakimemberikan lagi cemetuk ke-2 kepada pengantin perempuan.
3.1.20 Meminjam Pengantin
Pada hari yang sudah ditentukan maka orang tua pengantin laki-laki
mengutus anak beru laki-laki dan perempuan dari pihak pengantin laki-laki
meminjam pengantin ke rumah ibu-bapa pengantin laki-laki dan pengantin
membawakan untuk mertua yakni kue-kue, tilam dan bantal, dan satu balai nasi
kuning.Secara simbolik tuan rumah menyerahkan kepada menantunya
asam,garam, beras, lesung, dan alat-alat memasakdengan maksud bila berada di
rumah mertua agar menantunya mau ikut turun ke dapur. Setelah diadakan
upacara tepung tawar, malamnya dilakukan Mebat, yaitu pengantin mengunjungi
kaum kerabat pihak laki-laki sambil membawa tepak sirih dan makanan dan pihak
kerabat memberikan cemetuk kepada kedua pengantin. Setelah tiga malam atau
menurut perjanjian maka pengantin diantar kembali ke rumah pihak perempuan
dan pengantin perempuan menerima dari mertua yakni tilam dan bantal, satu balai
45
nasi kuning, bermacam-macam kue, pakaian, perhiasan, dan alat-alat rumah
tangga lainnya.Setelah itu, selesailah seluruh upacara pernikahanMelayu.
3.2 Pendukung Pertunjukan
Silat dalam upacara pernikahan adat Melayu dapat dikatakan sebagai
pertunjukan. Sebuah pertunjukan tentunya harus didukung oleh beberapa hal agar
dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, terdapat beberapa pendukung
pertunjukan ini, yaitu adanya pemusik, pesilat, dan penonton.
3.2.1 Pemusik
Dalam upacara pernikahan adat Melayu, pemusik sangat diperlukan
sebagai pengiring silat. Biasanya, ada tempat atau panggung yang sudah
disediakan bagi para pemusik. Dalam mengiringi silatini, yang memainkan alat
musik menggunakan 2-4 orang pemusik. Terdiri dari seorang pemain biola,satu
atau dua pemain gendang ronggeng, dan seorang pemain akordion. Namun
dalam hal ini, penggunaan alat musik tidak semua ditampilkan, terkadang hanya
sebuah biola dan gendang saja. Dalam penelitian ini sebagai pemain biola adalah
Datuk Ahmad Fauzi dan pemain gendang ronggengadalah Bapak Efendi.
46
Gambar 6 : Pemusik
Dokumentasi Penulis
3.2.2 Pesilat
Pesilat merupakan bagian yang paling penting dalam upacara adat
pernikahan Melayu pada saat menyambut pengantin laki-laki. Hal ini dikarenakan
pesilat akan menjadi pusat perhatian dari penonton. Dalam menyambut pengantin,
biasanya pesilatnyaberkisar dari 2 pasang sampai 4 pasang. Pada pemilihan
pesilatuntuk menyambut pengantin biasanya tidak berdasarkan pada lamanya
menjadi anggota, tetapi pada kesanggupan pesilat untuk dapat menampilkannya.
Para pesilat yang dipilih haruslah bersedia meluangkan waktu untuk berlatih
mempelajari gerakan sebelum hari pelaksanaan acara pernikahan. Jadwal latihan
untuk upacara adat biasanya dimulai 2 minggu sebelum acara dipertunjukkan,
namun untuk latihan silat lintau dilakukan rutin setiap malam Selasa dan malam
Kamis.
47
3.2.3 Penonton
Penonton pertunjukan silat dalam upacara pernikahan adalah kedua
mempelai, keluarga dari kedua belah pihak, dan warga yang menghadiri acara
pernikahan. Jika acara berlangsung, penonton tidak ikut berpartisipasi dalam
pertunjukan silat.
3.3 Perlengkapan Pertunjukan
Sebelum dimulainya pertunjukan silat dalam upacara pernikahan adat
Melayu, ada beberapa perlengkapan yang perlu dipersiapkan. Dimana
perlengkapan yang dipersiapkan nantinya akan mendukung jalannya pertunjukan
serta dapat menambah daya tarik pertunjukannya. Persiapan harus maksimal
dalam penyusunan dan penataannya agar dapat menghasilkan pertunjukan yang
terbaik. Pada pertunjukan silat dalam upacara pernikahan adat Melayu, pesilat
menggunakan baju kurung, celana panjang, kain songket yang diikat di pinggang,
dan peci hitam. Properti yang digunakan berupa pisau yang sudah dibalut dengan
kain, untuk menghindari cedera saat pesilat memperagakan silat laga.
1. Baju kurung merupakan simbol pakaian Melayu baik perempuan maupun laki-
laki. Ciri baju kurung adalah bentuk yang longgar pada bagian lengannya,
perut, dan dada dan ketika dipakai baju kurung sejajar dengan pangkal paha.
Baju kurung Melayu biasanya dipakai pada acara kebesaran orang Melayu.
Baju yang digunakan dalam silat tarik ini adalah baju berwarna hitam dan
merah muda. Hitam digunakan untuk dari pihak perempuan dan merah untuk
48
pihak laki-laki. Namun terkadang, warna yang digunakan tergantung
kesepakatan para pemain.
2. Kain songket atau bisa juga kain sarung yang dililit di pinggang, tanggung
hanya sebatas lutut.
3.4 Alat Musik yang Digunakan
Alat musik dapat dikelompokkan menurut pendapat Curt Sachs dan
Hornbostel (1914) yaitu (1) Idiofon, yaitu alat penggetar utamanya badannya
sendiri, (2) Membranofon,yaitu alat penggetar utamanya adalah membran (3)
Kordofon, penggetar utamanya adalah senar, (4) Aerofon penggetar utamanya
adalah udara. Dalam hal ini, alat musik pengiring silat adalah biola dan gendang
ronggeng seperti yang diuraikan berikut ini.
3.4.1 Biola
Biola adalah sebuah alat musik yang tergolong kedalam klasifikasi
kordofon yang dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki empat senar (G-D-
A-E) yang disetel berbeda satu sama lain dengan interval sempurna kelima. Nada
yang paling rendah adalah G. Kertas musik untuk biola hampir selalu
menggunakan atau ditulis pada kunci G. Sebuah nama yang lazim dipakai untuk
biola ialah fiddle, dan biola seringkali disebut fiddle jika digunakan untuk
memainkan lagu-lagu tradisional.
49
Gambar7: Biola
Dokumentasi penulis
3.4.2 Gendang Ronggeng
Gendang ronggeng terbuat dari kulit dan kayu termasuk ke dalam
klasifikasi membranofon dan dimainkan dengan cara dipukul, sehingga penghasil
bunyi adalah membran. Membrannya dari kulit kambing dan kayunya biasanya
dari pohon kelapa.
50
Gambar 8 : Gendang ronggeng
Dokumentasi penulis
3.5 Gambaran Umum Kelompok Silat Lintau
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Pak Ifan dan Pak Harto
bahwa Perguruan Silat Lintau di Kampung Lalang berasal dibawakan oleh
Tengku Muhammad Ishak yang berasal dariAceh Tamiang. Perguruan Lintau ini
berdiri pada tahun 1960 yang berada di Kampung Lalang dengan Guru Besar
Tengku Muhammad Ishak. Setelah Tengku Muhammad Ishak wafat, maka beliau
digantikan oleh Bapak Effendi atau Guru Muda.Pelintau yang berasal dari bahasa
Tamiang artinya “pelin” yaitu semua dan “tau” yaitu tahu, maka “pelintau”
memiliki makna semua tahu. Ada 16 jurus yang diajari dalam kelompok lintau ini.
Di sini maksudnya dipelajari pukulan dan tangkisan tersebut memiliki total
jumlah 16 pecahan jurus yaitu berupa tangkisan serta pukulan yang masih berada
51
dalam tahap dengan kuda-kuda duduk. Ketika sudah mahir dan hendak berdiri
maka muridsudah bisa turun tanah atau disebut turun gelanggang. Penguasaan
silat lintau yang diajarkan tergantung penilaian guru, yang akan menentukan
murid layak turun gelanggang atau tidak. Jika sudah layak turun tanah akan ada
syarat yang di ajukan guru kepada murid, yaitu pemotongan jeruk purut oleh guru
yang dimaksud agar murid menjadi lebih bersih baik secara lahir maupun batin.
Namun sekarang ini, pemotongan jeruk purut sudah tidak dilakukan lagi.
52
BAB IV
DESKRIPSI SILATDAN ANALISIS MUSIK PENGIRING SILAT
4.1 Deskripsi Silat
Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari
maupundari kelompok penari bersama, ditambah dengan penyesuaian dengan
ruang, sinar,warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan suatu
pengorganisasian seni tariyang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dimana
koreografi ini memiliki ciri-cirikhas tertentu dari bentuk tarian yang dapat dilihat
dan dinikmati oleh pelakunyadan penontonnya.Dalam struktur penyajiannya, silat
ini digunakan dalam menyambut pengantin laki-laki. Dimana silat ini memiliki
gerakan-gerakan yang terpola dan disusun dalam bagian-bagian ragamnya.
Berikut akan dijelaskan bagaimana ragam dan pola gerak yang dibawakan dalam
silat tarik. Silat yang dipakai dalam silat tarik ini dinamakan silat songsong.
53
Deskripsi Gerak Silat Tarik
Ragam Gambar Pola Gerak
Sembah
Posisi badan: mengarah ke depan dan membungkuk. Posisi kaki: jongkok dengan letak kaki kanan ke depan dan kaki kiri ditekuk ke belakang tetapi lutut tidak menyentuh tanah Posisi tangan: kedua tangan disejajarkan dengan kaki kanan dan ujung jari pada lantai
*depan *samping
Posisi badan: mengarah ke depan dan membungkuk. Posisi kaki: jongkok dengan letak kaki kanan ke depan dan kaki kiri ditekuk ke belakang tetapi lutut tidak menyentuh tanah Posisi tangan: kedua tangan ditempel dan didekatkan dengan mulut dan hidung
54
Posisi badan: mengarah ke depan dan membungkuk. Posisi kaki: jongkok dengan letak kaki kanan ke depan dan kaki kiri ditekuk ke belakang tetapi lutut tidak menyentuh tanah Posisi tangan: kedua tangan disejajarkan dengan kaki kanan dan ujung jari pada lantai dan telapak tangan menghadap depan
Posisi badan: mengarah ke depan dan membungkuk. Posisi kaki: jongkok dengan letak kaki kanan ke depan dan kaki kiri ditekuk ke belakang tetapi lutut tidak menyentuh tanah Posisi tangan: ujung jari tangan kanan ditempel ke tanah dan menghadap depan sedangkan tangan kiri sejajar dengan bahu dan telapak menghadap depan
55
Posisi badan: mengarah ke depan dan membungkuk. Posisi kaki: jongkok dengan letak kaki kanan ke depan dan kaki kiri ditekuk ke belakang tetapi lutut tidak menyentuh tanah Posisi tangan: ujung jari tangan kiri ditempel ke tanah dan menghadap depan sedangkan tangan kanan sejajar dengan bahu dan telapak menghadap depan
Bertahan dalam
Posisi badan: tegak. Posisi kaki: kedua kaki direntangkan sebahu Posisi tangan: tangan kiri sedikit ditekuk dan punggung tangan menghadap depan sedangkan tangan kanan dibuka dan didekatkan ke dada Setelah itu kaki kanan ditarik ke belakang
Sempok dalam
*depan *samping
Posisi badan: seperti duduk bersila Posisi kaki: kaki kanan di bawah dan kaki kiri di atas namun pergelangan kaki kiri melewati paha kanan Posisi tangan: tangan kanan direntangkan ke depan dan telapak menghadap atas sedangkan tangan kiri sejajar dengan bahu dan telapak menghadap depan
56
Bertahan luar
Posisi kaki: kedua kaki direntangkan sebahu Posisi tangan: tangan kanan sedikit ditekuk dan punggung tangan menghadap depan sedangkan tangan kiri dibuka dan didekatkan ke dada Setelah itu kaki kiri ditarik ke belakang
Sempok luar
*depan *samping
Posisi badan: seperti duduk bersila Posisi kaki: kaki kiri di bawah dan kaki kanan di atas namun pergelangan kaki kanan melewati paha kiri Posisi tangan: tangan kiri direntangkan ke depan dan telapak menghadap atas sedangkan tangan kanan sejajar dengan bahu dan telapak menghadap depan
Sembah Penyudah
*depan *samping
Posisi badan: mengarah ke depan dan membungkuk. Posisi kaki: jongkok dengan letak kaki kanan ke depan dan kaki kiri ditekuk ke belakang tetapi lutut tidak menyentuh tanah Posisi tangan: kedua tangan ditempel dan didekatkan dengan mulut dan hidung
57
Ketika pihak pengantin laki-laki sudah bersiap untuk melangkah ke tempat
pengantin perempuan, maka pertunjukan silat tarik pun dilakukan. Ketika musik
patam-patam dimainkan, pesilat pun mulai bergerak. Ada seseorang yang
memberi aba-aba berupa teriakan agar berganti ke ragam atau langkah selanjutnya.
Sebelum sembah penyudah, gerakan dari bertahan dalam sampai sempok luar
dilakukan berulang-ulang. Sampai sudah dekat pada hempang batang, maka
ditutup dengan sembah penyudah.
4.2 Analisis Musik Pengiring Silat
Menurut Nettl, (1964:98) ada dua pendekatan berkenaan dengan
pendeskripsian musik yaitu kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis apa
yang kita dengar serta kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas dan
mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari dua hal di atas untuk memvisualisasikan
musik iringan silat, penulis melakukan transkripsi agar lebih mudah
menganalisisnya. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat membantu kita
untuk mengkomunikasikan kepada pihak lain tentang apa yang kita pikirkan dari
apa yang kita dengar. Dalam pentranskripsian, penulis menggunakan notasi Barat
untuk memperlihatkan bunyi musikal yang terdengar. Sebagaimana dikatakan
oleh Nettl, (1964:94) yang mengutip pendapat Seegers tentang penulisan notasi
musik bahwa notasi musik terdiri dari dua bagian yaitu notasi deskriptif dan notasi
preskriptif. Lebih lanjut dikatakan bahwa notasi deskriptif ialah notasi yang
menggambarkan secara terperinci aspek-aspek musikal yang terdapat pada musik.
Sedangkan notasi preskriptif hanya menuliskan bagian-bagian yang dianggap
58
menonjol dalam suatu musik tanpa harus menuliskan secara lengkap hal-hal yang
ada dalam musik.
Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis menggunakan pendekatan yang
pertama yaitu notasi deskriptif. Salah satu dari notasi deskriptif adalah
penggunaan notasi balok. Hal ini didukung oleh keberadaannya yang dianggap
secara efektif dalam pentranskripsian. Demikian pula tinggi rendahnya nada,
simbol-simbol nada pada garis paranada, durasi, ritmis, dan lain-lain. Alasan
dalam hal ini dikarenakan notasi Barat dapat mewakili nada-nada yang terdapat
dalam musik iringan ini, dan juga sering digunakan dalam penulisan suatu musik.
Musik dalam pertunjukan silatpada pernikahan masyarakat Melayu hanya
sebagai musik pengiring dengan memakai alat musik biola dan gendang ronggeng
sebagai tempo. Keberadaan musik iringan dalam silat merupakan hal yang
berkaitan, dimana gerakan silat mengikuti musik. Iringan musik menjadi
pembentuk suasana, dan untuk memperjelas tekanan-tekanan gerakan begitu juga
pergantian ragam dan pola-pola gerakan yang ada.
Sebelum mengkaji struktur melodi lagu maka terlebih dahuludibentangkan
hasil transkripsi dari musik iringan tersebut. Melodi yang ditranskripsi adalah
melodi dari alat musik biola, karena biola berperan sebagai pembawa melodi pada
musik iringan silat dalam upacara pernikahan adat Melayu dan gendang ronggeng
berperan sebagai rentak. Musik yang ditranskripsi dalam bentuk notasi (visual)
adalah sebagai berikut.
60
4.2.1 Tangga Nada
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nettl bahwa cara-cara untuk
mendeskripsikan tangga nada adalah menuliskan nada-nada yang dipakai tanpa
melihat fungsi masing-masing dalam musik. Tangga nada tersebut kemudian
digolongkan menurut beberapa klasifikasi, yaitu menurut jumlah nada yang
dipakai. Diatonic (dua nada),tritonic (tiga nada), tetratonic (empat nada),
61
pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Dua nada
yang mempunyai jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Yang
dimaksud tangga nada dalam tulisan ini yaitu nada-nada yang terdapat pada
melodi yang dihasilkan oleh biola.
Hal ini dilakukan pada pembagian nada-nada mulai dari nada yang
tertinggi hingga nada yang terendah. Penulis mengurutkan nada-nada yang
terdapat dalam melodi biola dari nada terendah sampai nada tertinggi. Terdiri dari
tujuh nada, yaitu nada F-G-A-B-C-D-E. Oleh karena itu tangga nadanya disebut
dengan Heptatonic.
4.2.2 Nada Dasar
Dalam menentukan nada dasar, penulis mempergunakan kriteria-kriteria
generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya yang berjudul
Thaory and Method in Ethnomusicology (1984:164). Menurutnya ada tujuh
kriteria yang ditawarkannya untuk menentukan nada dasar suatu lagu, yaitu
sebagai berikut.
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering
dipakai, dan mana yang paling jarang dipakai dalam sebuah komposisi musik;
2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dianggap sebagai nada dasar,
walaupun jarang dipakai dalam keseluruhan komposisi musik tersebut.
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bahagian
tengah komposisi musik dianggp mempunyai fungsi penting dalam
menentukan tonalitas komposisi musik tersebut.
62
4. Nada yang berada pada posisi paling rendah atau posisi tengah dianggp
penting.
5. Interval-interval yang terdapat di antara nada , kadang-kadang dapat dipakai
sebagai patokan. Umpamanya kalau ada satu nada dalam tangga nada pada
sebuah komposisi musik yangdigunakan bersama oktafnya.
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga dapat dipakai sebagai patokan
tonalitas.
7. Harus diingat bahwa barangkali terdapat gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak dapat dideskripsikan dengan keenam patokan
diatas. Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik adalah
berdasar kepada pengalaman akrab dengan gaya musik tersebut.
Dengan mengacu pada teori yang ditawarkan Nettl, maka penulis
menyimpulkan bahwa nada dasar pada melodi patam-patam yaitu nada A.
4.2.3 Wilayah Nada
Wilayah nada dalam sebuah komposisi musik adalah jarak antara nada
terendah dengan nada tertinggi yang ada pada melodi tersebut. Dengan demikian,
penulis memasukkan melodi musik patam-patam ke dalam garis paranada untuk
dapat melihat dengan jelas susunan nada-nada danmempermudah penulis dalam
melihat nada terendah dan tertinggi dalam musik patam-patam tersebut. Wilayah
nada melodi patam-patam dapat kita lihat pada gambar berikut, berikut adalah
wilayah nada dari yang terendah hingga tertinggi.
63
4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada
Frekuensi pemakaian nada dapat dilihat dari banyaknya jumlah nada yang
dipakai dalam suatu musik atau nyayian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat
dalam melodi biola musikpatam-patamyaitu sebagai berikut:
No. Nama Nada Jumlah Nada
1 C 22
2 D 28
3 E 9
4 F 6
5 G 6
6 A 14
7 B 21
4.2.5 Formula Melodik
Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk,frasa, dan
motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadisatu pola
melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah idemelodi
sebagai dasar pembentukan melodi.Berikut beberapa istilah untuk menganalisis
bentuk, yang dikemukakan oleh William P.Malm:
64
1. Refetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.
2. Ireratifyaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan nyanyian.
3. Stroficyaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.
4. Revertingyaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi pengulangan
pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
5. Progressiveyaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Dengan demikian, mengacu pada teori Malm di atas dan setelah
dihubungkan dengan melodi patam-patam, maka dapat disimpulkan bahwa
bentuk melodipatam-patamadalah bentuk refetitifdimana melodipatam-patam
tersebut diulang-ulang.
4.2.6 Jumlah Interval
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff
1991:50). Jarak antara nada satu dengan nada lainnya yang terdiri dari interval
naik maupun interval turun menurut jumlah larasnya yang dapat mempengaruhi
jumlah interval tersebut. Jumlah interval merupakan banyaknya interval yang
dipakai dalam suatu komposisi musik atau nyanyian.
65
Simbol
Interval
Nama Interval Jumlah
Laras
Contoh Nada
1P Prime perfect 0 C – C
2M Sekunda Mayor 1 C – D
3M Terts Mayor 2 C – E
4P Kwart Perfect 2,5 C – F
5P Kwint Perfect 3,5 C – G
6M Sekta mayor 4,5 C – A
7M Septime mayor 5,5 C – B
8P Oktaf perfect 6 C – C’
Dengan demikian, berdasarkan hukum interval di atas maka interval untuk
melodi patam-patam di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Nama Interval Posisi Interval Jumlah Interval
1P _ 7
2M 25
2M 19
3M 3
66
4.2.7 Pola Kadensa
Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu. Pola kadensa
dapat dibagi atasa dua bagian, yaitu semi kadens (half cadence) dan kadens penuh
(fullcadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau
tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem yang lebih
lanjut. Kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang terasa
selesai (complete) sehingga pola kadens seperti ini tidak memberika
n kesan untuk menambah gerakan ritem.Pola kadensa melodi biola yaitu :
4.2.8 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (1977 : 85)
membedakan beberapa jenis kontur, yaitu :
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang
lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang
lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke
nada yang lain baik naik maupun turun.
67
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih
tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada
yang lebih tinggi.
6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang
lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.
7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-
batasan.
Garis kontur yang terdapat pada melodi biola dalam tulisan ini pada
umumnya adalah pendulous, yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya
melengkung dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian
kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya. Untuk lebih jelas dapat
dilihat dari gambar salah contoh melodi di bawah ini.
68
BAB V
FUNGSI SILAT
Dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial, yang dimaksud dengan fungsi adalah
sesuatu hal yang menyangkut tujuan pemakaian dalam pandangan luas dan
universal. Fungsi berbagai aktivitas yang terinstitusi di dalam masyarakat
sebenarnya adalah untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dikehendaki di
dalam sebuah kebudayaan. Seperti dalam mekanismenya, teori fungsionalisme
adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan
pada saling ketergantungan antara institusi-institusi dan kebiasaan-kebiasaan pada
masyarakat tertentu (Lorimer et al, 1991). Pada analisis fungsi ini akan dijelaskan
bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi-institusi seperti negara,
agama, keluarga, aliran, pasar, dan lain-lainnya.
Demikian pula silat dalam upacara pernikahan adatMelayu pada umumnya
dan di Kampung Lalang secara khusus, memiliki fungsi-fungsi di dalam
masyarakatnya. Fungsi kegiatan atau pertunjukan silat adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di dalam kehidupan sosial dan budayanya. Kebutuhan
masyarakat tersebut dapat dipenuhi oleh pesilat tersebut. Misalnya silat ini
memenuhi kebutuhan masyarakat Melayu di Kampung Lalang untuk memelihara
tradisi dan adat istiadatnya. Lebih jauh dalam upacara pernikahan adat Melayu
akan menjadi lengkap dan sempurna jika disertai dengan gerakan silat beserta
musik pengiring, pantun, busana adat, dan lain-lain.
Adapun fungsi-fungsi silat dalam kebudayaan masyarakat Melayu adalah
sebagai berikut.
69
5.1 Fungsi Berdasarkan Teori Alan P. Merriam
Alan P. Merriam menjabarkan sepuluh fungsi musik pada umumnya, yaitu:
(1) fungsi pengungkapan emosional, (2) penghayatan estetis, (3) hiburan, (4)
komunikasi, (5) perlambangan, (6) reaksi jasmani, (7) norma-norma sosial, (8)
pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) kesinambungan kebudayaan,
dan (10) pengintegrasian masyarakat. Fungsi tersebut menyangkut tujuan
pemakaian musik dalam pandangan luas. Dan kesepuluh fungsi umum ini akan
mendasari pembahasan mengenai fungsi silat pada pernikahan adat Melayu.
Musik mempunyai daya yang besar sebagai sarana untuk mengungkapkan
rasa atau emosi (misalnya rasa sedih, rindu, bangga, tenang, rasa kagum pada
dunia hasil ciptaan Tuhan) bagi para pendengarnya (Merriam,1964:223). Reaksi-
rekasi tersebut dapat berupa ekspresi langsung seperti menyanyi mengikuti lagu
yang dimainkan atau mendengarkan secara tenang dan seksama tanpa banyak
pengungkapan suasana hati yang terlihat secara langsung. Salah satu faktor dalam
menentukan reaksi suasana hati terhadap musik pengiring silat adalah tempo
musik yang dibawakan. Tempo yang cepat cenderung untuk menunjukkan
suasana riang dan kita akan dapat menjumpai suasana yang bersemangat.
Pada setiap masyarakat di dunia, musik berfungsi sebagai alat hiburan
karena musik dapat memberikan ketenangan, kebahagiaan dan kepuasan tertentu
kepada yang mendengar (Merriam 1964:224). Sama halnya ketika musik patam-
patam mengiringi silat yang dapat membuat para penonton merasa kagum dan
akhirnya yang melihat merasa puas dan terhibur. Oleh sebab itu, terkadang silat
ini tak hanya digunakan dalam konteks pernikahan tetapi juga ditampilkan untuk
70
kalangan umum seperti menyambut tamu penting yang juga merupakan salah satu
hiburan.
Merriam (1964:224) berpendapat bahwa fungsi lain dari musik pada
masyarakat adalah sebagai pengiring dan perangsang reaksi jasmani. Reaksi-
reaksi ini dapat kita lihat mulai dari mengetuk-ngetukkan tangan atau kaki hingga
pada taraf yang lebih lanjut yakni gejala kesurupan. Bagi para pesilat, ketika
mendengar musik patam-patam mereka pun mulai melakukan penyambutan
berupa gerakan silat. Oleh karena itu musik pengiring merupakan hal yang
penting untuk mengiringi gerakan silat tersebut.
Merriam menekankan bahwa musik memenuhi berbagai fungsi
sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Hal ini merupakan rangkuman dari nilai-
nilai dan konsep-konsep penting dalam sistem kebudayaan. Menurut Merriam
(1964:226) musik berfungsi sebagai wahana pengajaran adat menyambungkan
sebuah masyarakat dengan masa lampaunya, menjamin kesinambungan dan
stabilitas kebudayaan sampai generasi penerus. Maka di sini fungsi silat berfungsi
agar dapat mewarisi kebudayaan adat Melayu.
5.2 Fungsi Berdasarkan Teori Kurath
Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14 fungsi tari
dalam masyarakat, yaitu (1) sebagai media inisiasi (upacara pendewasaan), (2)
sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau kontak sesial, (4)
sarana untuk pernikahan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan atau
matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pcrtanian, (7)
71
sebagai sarana untuk perbintangan, (8) sebagai sarana untuk ritual perburuan, (9)
sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangan, (11) sebagai sarana
pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk
pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian atau lawak.
Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Kurath seperti di atas
tersebut, maka salah satu fungsi yang paling utama adalah fungsinya sebagai
sarana untuk pernikahan. Silat ini dipertunjukkan saat sub bagian upacara
pernikahan adat Melayu.
Banyak tarian di dunia ini yang selalu berkait erat fungsinya dengan
pernikahan atau pesta kawin. Demikian pula silat dalam kebudayaan Melayu
adalah berkait erat dengan upacara pernikahan. Dengan demikian sesuai dengan
pendapat Kurath tersebut, silat berfungsi sebagai sarana pernikahan atauuntuk
memeriahkan acara pernkahan adat Melayu..
5.3 Fungsi Berdasarkan Teori Shay
Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul The Function of Dance
in Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari
organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3)
sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan
psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas
estetis, dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.
72
Jika ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka silat
dalam kebudayaan Melayu adalah sebagai refleksi organisasi sosial Melayu. Juga
berfungsi sebagaihiburan, estetik, dan juga ekonomi.
Dalam hal silat sebagai refleksi organisasi sosial Melayu, dapat dilihat dari
silat yang merupakan bagian dari rangkaian upacara pernikahan.Dalam hal ini,
silat dapat memberikan hiburan kepada para penonton, tuan rumah, dan tetamu
yang terlibat dalam upacara pernikahan tersebut. Orang-orang pastilah terhibur
dengan adanya pertunjukan silat ini. Selain itu dalam hiburan tersebut tercermin
nilai-nilai budaya, seperti kebersamaan, kearifan lokal, keberanian, kekuatan fisik
dan spiritual, dan lain-lain. Silat juga memiliki fungsi sebagai ekspresi estetik.
Artinya di dalam kegiatan pertunjukannya, terdapat nilai-nilai keindahan yang
dipancarkan. Di antara keindahan itu adalah pada sisi visual seperti busana, warna,
aksesoris, musik pengiring, dan pemusik. Jadi jelaslah bahwa silat juga berfungsi
sebagai ekspresi estetika. Silat juga terkandung fungsi ekonomis. Artinya ialah
bahwa silat ini akan memberikan dampak ekonomis terhadap para senimannya,
yaitu pesilat, pemusik, dan semua yang terlibat dalaam oraganisasi pertunjukan
silat. Sedikit dan banyaknya, para seniman silat pastilah mengharapkan juga
sejumlah honorarium sebagai balasan jasa atas pertunjukan yang mereka lakukan
dalam setiap upacara pernikahan adat Melayu.
5.4 Fungsi Menurut Teori Radcliffe-Brown
Seorang ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi, yaitu
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkaitan erat dengan
73
struktur sosial masyarakat. Dalam kenyataannya bahwa struktur sosial itu
umumnya akan hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap
saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut
sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah
sumbangan suatu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem
sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau
konsistensi internal.
Berdasarkan kepada teori fungsi Radcliffe-Brown ini, maka dalam
kaitannya dengan silat pada upacara pernikahan adat Melayu, maka silat ini
adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang
tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi internal. Silat dan
musik iringannya adalah bagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung
tegaknya budaya Melayu. Dari sisi pandangan aspek internal, maka silat ini
didukung oleh para pesilat, busana, aksesoris, gerak-gerak dengan ragam dan
polanya, dan seterusnya. Silat juga didukung oleh aktivitas musik, yang terdiri
dari pemain musik pembawa melodi dan pembawa ritme. Pemusik yang
membawa melodi adalah pemain biola. Sementara pembawa ritme adalah pemain
gendang ronggeng. Mereka menggunakan melodi dan ritme (rentak) yang disebut
patam-patam. Antara silat dan musik terjadi integrasi pertunjukan yang kuat.
Maka silat dan musik iringannya adalah berfungsi untuk memenuhi
institusi sosial lainnya yaitu pernikahan adat. Silat dan musik ini menjadi bagian
penting dalam tatanan upacara pernikahan adat Melayu, yang terdiri dari berbagai
74
tahapan. Sementara pernikahan ini sendiri adalah institusi yang bertujuan atau
berfungsi utama untuk melanjutkan generasi manusia Melayu
Selain itu, dalam konteks yang lebih luas lagi, silat dan musik iringannya
adalah bagian dari kebudayaan Melayu, yang mendasarkan kebijakannya dalam
adat. Seperti diketahui bahwa adat Melayu adalah berdasar kepada konsep adat
bersendikan syarak, dan syarak bersendikan kitabullah. Artinya bahwa
kebudayaan Melayu beradasarkan adat dan dasar kebudayaan ini adalah berupa
ajaran-ajaran agama Islam. Dengan demikian, konsep, kegiatan, dan artefak silat,
adalah bagian dari adat dan kebudayaan Melayu secara umum.
5.5 Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Soedarsono
Dua pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan Soedarsono membedakan
fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang
dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari
sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2)
kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek
komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian (Narawati dan Soedarsoso,
2005: 15-16).
Berdasarkan kepada teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini,
maka fungsi silat dalam kebudayaan Melayu di Kampung Lalang, mencakup baik
itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan silat ini terdapat
ungkapan pribadi, estetik, dan mata pencaharian. Silat ini menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari serangkaian upacara adat pernikahanMelayu. Di sisi lain,
75
dalam memeragakan silat ini setiap individu penari diperkenankan membuat
gerakan-gerakan yang merupakan kreativitas pribadinya sekaligus sebagai
ungkapan dirinya dalam seni. Pada bagian lain di dalam silat ini juga terkandung
fungsi presentasi estetik, artinya melalui silat ini, setiap pesilat mengekspresikan
keindahan gerakan-gerakan yang dipandang estetik menurut tata estetik Melayu.
Namun demikian, silat ini memiliki fungsi sekundernya yaitu sebagai
sarana ekonomis atau mata pencaharian. Disadari atau tidak oleh masyarakat
pendukungnya, walaupun bukan fungsi utama di dalam setiap kegiatan silat
terdapat fungsi ekonomis, setiap pesilat atau pemusiknya mengharapkan imbalan
ekonomis, biasanya berupa uang.
76
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada penjelasan dari bab-bab di atas, penulis menyimpulkan
pembahasan dari hasil penelitian yang penulis lakukan. Kesimpulan ini adalah
jawaban dari tiga pokok permasalah yang telah ditetapkan pada Bab I. Adapun
pokok masalah tersebut adalah: (a)deskripsi silat (b) struktur musik pengiring silat,
dan (c) fungsi silat.
(a) Terdapat 4 ragam dalam silat tarik yang dibawakan oleh kelompok lintau,
yaitu sembah, bertahan dalam dan luar, sempok dalam dan luar, serta sembah
penyudah. Gerakannya diulang-ulang sampai bila sudah dekat pada batas yang
ditentukan, maka pesilat akan mengakhirinya dengan sembah penyudah. Nama
silat tarik yang dibawakan oleh kelompok Lintau yaitu silat songsong. Dalam
penyajiannya, kurang lebih 4 ketuk untuk pesilat berganti langkah dan ada aba-
aba dari seorang pesilat berupa teriakan untuk berganti langkah. Dalam silat laga,
gerakannya lebih variatif sesuai dengan jurus yang diajarkan.(b) Silat diiringi oleh
satu ensambel musik yang terdiri dari biola dan gendang ronggeng. Biola
membawakan melodi dangendang ronggeng membawakan irama atau rentak.
Melodi dan rentak musik iringan untuk megiringi silat ini disebut dengan patam-
patam. Iringan musik dalam hal ini sangatlah penting,dimana sebagai pembentuk
suasana dan juga untuk memperjelas tekanan-tekanan gerak, sehingga silat dapat
dinikmati secara keseluruhan dengan baik. Hasil dari analisis ini, bentuk melodi
musik patam-patam bersifat repetitif yaitu melodi yang diulang-ulang. (c)
77
Silatadalah salah satu jenis kesenian masyarakat Melayu yang sudah lama dikenal
dan disajikan pada saat kegiatan upacara pernikahan Melayuterutama menyambut
tamu. Banyak fungsi yang terdapat dalam silat dalam pernikahan adat
Melayuseperti estetika, ekonomi, hiburan, konsistensi internal, dan sebagai sarana
pernikahan, dan lain-lain. Kini penyajiannya sudah jarang ditemui karena faktor
waktu dan dana, karena biasanya yang melakukan upacara adat pernikahan
Melayu sampai lengkap adalah masyarakat yang ekonominya relatif baik. Namun,
tak jarang kita jumpai upacara pernikahan adat Melayu yang dimulai dari akad
sampai makan nasi hadap-hadapan.
Kedudukan silat dalam setiap upacara mengalami pergeseran dari zaman
dulu, yang dimana saat dulu silat ini penting digunakan dalam upacara
perkawinan masyarakat Melayu, namun dalam penerapan di masa sekarang adalah
sebagai salah satu pelengkap upacara perkawinan. Jika silat ini tidak ditampilkan,
upacara akan tetap terlaksana. Namun terasa kurang lengkap jika kesenian
tradisional ini tidak ditampilkan. Dalam konteks upacara pernikahan adat Melayu,
ada hubungan antara silat, musik iringan, dan fungsi di dalam masyarakat Melayu.
Hubungan itu berupa hubungan pertunjukan, yang memiliki bentuk dan siklusnya
tersendiri.
6.2 Saran
Silat sebagai salah satu kesenian tradisional masyarakat Melayu yang kini
sudah jarang dijumpai dan kesenian ini semakin berkembang dengan adanya
kreatifitas-kreatifitas sanggar yang berkembang, yang tentu saja akan mendapat
78
pengaruh dari kesenian yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, sebagai upaya
pelestariannya diperlukan wadah seperti sanggar-sanggar Melayu dan memiliki
kesadaran untuk menjaga kesenian tradisional ini.
Generasi muda diharapkan untuk berperan aktif dalam menjaga
kelangsungan kesenian daerahnya. Ini dapat dilakukan dengan melakukan
sosialisasi melalui pertunjukan kesenian tradisi yang sering diadakan untuk
membiasakan mereka mengenalnya. Rasa kesadaran dan cinta akan kesenian
tradisional merupakan kunci permasalahannya. Penulis juga menyadari bahwa
penelitian yang baru merupakan tahap awal ini masih banyak memiliki
kekurangan dan perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanyalah
sebagian kecil permasalahan yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu
penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk
melanjutkan penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat
bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai
kebudayaan musikal yang berkaitan dengan Melayu.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu
pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.
79
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Syarifah. 2013. Tari Inai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi. Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.
Blacking, John. 1984. “Dance as Cultural System and Human Capability: An Anthropological Perspective.” dalam buku Dance, A Multicultural Perspective. Report of the Third Study of Dance Conference, ed. J. Adshead, 4-21 Guildford. University of Surrey.
Damanik, Ramlan. 2002. Jurnal Fungsi dan Peranan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Deli. Universitas Sumatera Utara.
Djelantik. 1990. Estetika, Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
Farhan, Andi. 2014. Analisis Struktur Musik Kompang Dalam Upacara Mengantar Pengantin di Sungai Guntung Kecamatan Kateman Riau. Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.
Koentjaraningrat. 1991. Metode-metode Penelitian Lapangan. Jakarta: PT Gramedia Utama.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Husni, Tengku Lah, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera
Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Malm, William P. 1977. Music Cultures of The Pacific, Near East, and Asia.
Eaglewood Cliffs New Jersey: Prentice Hall. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. USA:
NorthwesternUniversity Press.Marshall, C dan Rossman. 1995. Designing Qualitative Research. London: Sage Publication.
Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. USA: NorthwesternUniversity Press.Marshall, C dan Rossman. 1995. Designing Qualitative Research. London: Sage Publication.
Moleong, L.J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif. Jakarta: Rosda Karya. Nenta, Evi. 2012. Fungsi dan Struktur Tari Anak yang Diiringi Musik Sikambang
Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah di Kecamatan Sibolga Kota. Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. London: Collier Macmillan.
Nurkancana, Wayan dan Sumartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sachs, Curt. 1993. World History of The Dance. New York: The Norton Library. Sinar, Tengku Lukman. 1986. Sejarah Kesultanan Melayu Deli di Sumatera
Timur. Pekanbaru. Sinar, Tengku Lukman. 2005. Adat Budaya Melayu Jati Diri dan Kepribadian.
Medan: Forkala SU Soedarsono. 1986. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Jakarta:
Direktorat Kesenian.
80
Yulyati, Reny. 2013. Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang yang Dipertunjukkan Sanggar Tigo Sapilin Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan. Fakultas Ilmu Budaya, USU. Medan
Yuscan. 2007. Adat Istiadat Perkahwinan Melayu. Medan: Falsafah Luhur
81
DAFTAR INFORMAN Nama : Suharto Umur : 56 tahun Pekerjaan : Wiraswasta / pesilat Alamat : Jl. Yossudarso no. 29 Glugur Kota Nama : Ifan Umur : 38 tahun Pekerjaan : Pesilat Alamat : Jl. Kopi 9 no. 11 P.Simalingkar Nama : Alfi Umur : 19 tahun Pekerjaan : Pesilat Alamat : Jl. Yossudarso lk. 14c Nama : Raihan Umur : 18 tahun Pekerjaan : Pesilat Alamat : Jl. Yossudarso lk. 14c Nama : Ahmad Fauzi Umur : 57 tahun Pekerjaan : Pemain biola Alamat : Jl. Garu no. 34a Nama : Efendi Umur : 43 tahun Pekerjaan : Pemain gendang Alamat : Jl. Garu gg. Murni no. 42