analisis pelimpahan kewenangan pengelolaan … filetersebut, pemerintah pusat memiliki kebijakan...
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANREPUBLIK INDONESIA
ANALISIS PELIMPAHAN KEWENANGAN
PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAHSESUAI UU NO.23 TAHUN 2014
2017
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANREPUBLIK INDONESIA
1 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
KATA PENGANTAR
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu perubahan yang penting dari Undang-Undang tersebut adalah tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
yaitu pada urusan Pendidikan telah terjadi pengalihan kewenangan pengelolaan Pendidikan menengah dan Pendidikan khusus menjadi
kewenangan pemerintah daerah provinsi dari sebelumnya kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Dampak dari pengalihan kewenangan tersebut adanya pengalihan pegawai, sarana dan prasarana dan anggaran
Pendidikan menengah dan Pendidikan khusus ke provinsi. Meskipun pembagian urusan pemerintahan bidang pendidikan sudah
dilakukan secara konkuren antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dijelaskan dalam Lampiran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, dalam pelaksanaannya, masih mengalami kendala dan permasalahan
khususnya dalam aspek manajemen terkait pengalihan personil, prasarana dan dokumen dari kabupaten/kota ke provinsi. Untuk meminimalisir terjadinya kendala dan permasalahan dalam implementasinya, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku Analisis Pelimpahan Kewenangan Pengelolaan Pendidikan Menengah Sesuai Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014. Buku ini juga membahas tentang pola sinkronisasi dan koordinasi
antara Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dan peraturan lain di
bawahnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 47 tahun 2016 tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 61 tahun 2016 tentang Hasil Pemetaan
Urusan Pemerintahan di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak atas segala bentuk kontribusi yang telah diberikan hingga
selesainya buku Analisis Pelimpahan Kewenangan Pengelolaan Pendidikan Menengah Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 ini. Demi
penyempurnaan buku Analisis Pelimpahan Kewenangan Pengelolaan Pendidikan Menengah Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 ini, dengan tangan terbuka kami menerima segala bentuk saran dan masukan
dari berbagai pihak.
Jakarta, Agustus 2017
Sekretaris Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Didik Suhardi, Ph.D
NIP 196312031983031004
2 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................ 2
Bab I – Pendahuluan .................................................................................. 3
Bab II – Kondisi Saat ini ............................................................................. 4
Bab III – Rekomendasi ............................................................................. 10
3 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
BAB I
PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah
diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Salah satu
perubahan yang penting dari Undang-Undang tersebut adalah tentang
pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan
Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan
Pendidikan adalah urusan pemerintahan konkuren yang dibagi antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota.
Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membagi urusan
pemerintahan bidang pendidikan menjadi 6 (enam) urusan antara lain:
a. Manajemen Pendidikan;
b. Kurikulum;
c. Akreditasi;
d. Pendidik dan Tenaga Kependidikan;
e. Perizinan; dan
f. Bahasa dan Sastra.
Urusan tersebut telah dibagi secara konkuren antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, namun dalam impementasinya masih mengalami
kendala terutama pada aspek manajemen, yaitu pengalihan P2D dari
kabupaten/kota ke provinsi dan dari provinsi ke Pusat.
Undang-undang 23 tersebut telah ditindaklanjuti dengan beberapa
peraturan pemerintah yaitu peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2016
tentang organisasi perangkat daerah, peraturan pemerintah nomor… tentang
pembinaan dan pengawasan serta beberapa RPP yang sedang disiapkan
seperti RPP SPM dan RPP PUPK.
Pada urusan Pendidikan terjadi pengalihan kewenangan pengelolaan
Pendidikan menengah dan Pendidikan khusus menjadi kewenangan
pemerintah daerah provinsi dari sebelumnya kewenangan pemerintah daerah
kabupaten/kota. Dampak dari pengalihan kewenangan tersebut adanya
pengalihan pegawai, sarana dan prasarana dan anggaran Pendidikan
menengah dan Pendidikan khusus ke provinsi.
Beberapa ketentuan di bidang Pendidikan berkaitan dengan perubahan
kewenangan tersebut adalah penetapan Permendikbud Nomor 47 Tahun
2016 dan Permendikbud nomor 61 tahun 2016 tentang hasil pemetaan
sebagai amanat dari PP Nomor 18 tahun 2016 tentang organisasi perangkat
daerah.
4 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
BAB II
KONDISI SAAT INI
1. Manajemen Pendidikan
a. Organisasi Perangkat Daerah
Organisasi Perangkat Daerah bidang pendidikan dan
kebudayaan, baik pada pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten kota, harus disusun sesuai dengan pedoman
organisasi perangkat daerah yang telah ditetapkan melalui
Permendibud Nomor 47 Tahun 2016. Dalam Permendikbud
tersebut, pemerintah pusat memiliki kebijakan
mengintergrasikan urusan pendidikan dengan urusan
kebudayaan, sehingga diharapkan nomenklatur OPD di daerah
menggunakan pedoman tersebut. Di beberapa daerah
provinsi/kabupaten/kota ada yang sudah menyesuaikan
nomenklatur dengan yang ada di pemerintah pusat yaitu dinas
pendidikan dan kebudayaan, sehingga memudahkan koordinasi
dan sejalan dengan renstra Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Namun selain itu masih banyak Pemerintah
Daerah dalam menyusun organisasi perangkat daerah kurang
memperhatikan Permendikbud Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Pedoman OPD Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Beragamnya
nomenklatur dinas yang menangani pendidikan dan
kebudayaan di daerah tersebut mempersulit koordinasi urusan
yang ada di pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta
ketercapaian Renstra bidang pendidikan dan kebudayaan.
Di samping kenyataan tersebut, saat ini masih terdapat Dinas
Pendidikan Provinsi yang membentuk Cabang Dinas, namun
pada struktur Dinas Pendidikan masih terdapat unit eselon IV di
bawah Bidang, padahal jangkauan wilayah tidak memenuhi
ketentuan. Dalam ketentuan Pasal 23 PP 18 tahun 2016 tentang
Organisasi Perangkat Daerah menyebutkan bahwa bagi Dinas
Pendidikan Provinsi yang membentuk Cabang Dinas di
kabupaten/kota, Dinas Pendidikan Provinsi tersebut tidak
memiliki eselon IV kecuali pada Sekretariat. Untuk itu perlu
adanya ketegasan berupa sanksi kepada pemerintah daerah
yang tidak taat azas terkait dengan pembentukan organisasi.
Karena apabila tidak ada sanksi yang tegas maka tujuan untuk
adanya organisasi yang efisien tidak terlaksana.
5 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong dan
mengarahkan Daerah Provinsi memilih opsi tugas pembantuan
dengan pertimbangan agar unit organisasi yang dibentuk lebih
efektif dan efisien serta mendorong hubungan kerja sama antara
perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota tetap terjalin
dalam mencapai sasaran dan tujuan pembangunan pendidikan
dan kebudayaan. Beberapa provinsi telah memilih opsi tugas
pembantuan serta beberapa Dinas Pendidikan provinsi dan
kabupaten/kota telah memiliki unit Subbagian Penyelenggaraan
Tugas Pembantuan pada Sekretariat Dinas Pendidikan. Namun,
masih belum ada Permendikbud yang mengatur tugas yang akan
diperbantukan dari Kemdikbud kepada pemerintah
provinsi/kabupaten/kota. Demikian juga dikhawatirkan belum
ada Peraturan Gubernur yang mengatur tugas yang akan
diperbantukan kepada pemerintah kabupaten/kota. Sehingga
perlu segera melakukan inventarisasi tugas apa saja yang perlu
diperbantukan kepada pemerintah daerah untuk dapat
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota.
b. P2D
Pengalihan urusan pengelolaan pendidikan menengah dari
kabupaten kota kepada provinsi mengamanatkan perlunya
dilakukan serah terima personil, prasarana, dan dokumen (P2D)
pendidikan menengah paling lambat 31 Desember 2016. Saat ini
32 provinsi telah melaksanakan amanat tersebut, hanya
Provinsi DKI Jakarta yang tidak melakukan serah terima P3D
dari kabupaten/kota kepada provinsi karena UU 23 Tahun 2014
mengecualikan kota administrasi dan kabupaten administrasi di
Provinsi DKI Jakarta. Sementara penyerahan P3D di Provinsi
Papua masih dalam proses dan diperkirakan akan selesai pada
akhir tahun 2017 didampingi oleh Kementerian Dalam Negeri.
Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah provinsi Papua
adalah distribusi dana otonomi khusus ditetapkan melalui Perda
Nomor 25 Tahun 2013 tentang Pembagian Penerimaan dan
Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus dimana bahwa
80% anggaran otonomi khusus dikelola oleh pemerintah
kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan kapasistas fiskal
pemerintah provinsi tidak mampu membiayai beban tambahan
urusan lainnya. Oleh karena itu urusan pengalihan ini dapat
terlaksana apabila dilakukan perubahan Perda tersebut.
Pemerintah Daerah mendesak apabila ada pengalihan tugas
seperti itu seharusnya dengan memberikan tambahan
pembiayaan baru.
6 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Selain di Papua, terdapat pula provinsi lain yang mengalami
kesulitan penganggaran menghadapi pelimpahan urusan
pendidikan menengah, khususnya dengan bertambanhnya
jumlah guru pendidikan mengah di provinsi. Kesulitan ini
dimungkinkan terjadi karena Pemerintah Provinsi yang belum
menganggarkan anggaran pendidikan dalam APBD nya sebesar
20 %. Perlu ada mekanisme pemberian sanksi kepada
pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang belum
mengalokasikan 20% dari APBD-nya untuk pendidikan karena
bertentangan dengan amanat UUD 1945, sebagaimana
ditunjukkan dalam Neraca Pendidikan Daerah (NPD).
Saat ini masih ada juga Kab/kota yang melakukan
penganggaran untuk pengelolaan pendidikan menengah di
dalam APBD-nya. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan kepada
pemerintah daerah mengenai kewenangan sesuai ketentuan UU
23/2014 bahwa pengelolaan pendidikan menengah sudah
beralih ke pemerintah provinsi. Selain itu juga perlu diberikan
penghargaan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berhasil
mengelola pelimpahan urusan P3D sesuai ketentuan Undang-
Undang 23/ 2014 dengan baik.
2. Kurikulum
a. Implementasi K13
Kurikulum tahun 2013 merupakan urusan wajib pemerintah
dalam hal perumusan dan pembinaan. Namun demikian,
kurikulum sesungguhnya tidak dapat diimplementasikan tanpa
dilakukan adaptasi terhadap lingkungan sosial, budaya, dan
potensi sumber daya alam serta tuntutan lapangan pekerjaan
dan industri yang berkembang di lingkungan masing-masing
daerah. Saat ini implementasi kurikulum telah dilaksanakan
oleh 29% jumlah satuan pendidikan di Indonesia, baik satuan
pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Hingga saat
ini pemerintah daerah belum terlibat secara intensif untuk
melakukan adaptasi (diversifikasi dan differensiasi) kurikulum
pada setiap satuan pendidikan karena masih melihat tugas ini
bukan merupakan urusan wajibnya. Kenyataannya tugas
adaptasi kurikulum ini sangat berat dan tidak mungkin
diselesaikan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu perlu
dicarikan mekanisme agar adaptasi kurikulum pada tingkat
lokal di daerah dapat terlaksana melalui tim Pengembang
Kurikulum tingkat provinsi maupun kabupaten/kota atau pun
7 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dapat dibantu oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
b. Implementasi PPK
Pembangunan karakter sesungguhnya merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pengembangan kurikulum melalui
intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, dan proses
pembiasaan dalam budaya sekolah (hidden curriculum). Untuk
maksud tersebut, pada Permendikbud Nomor 47 Tahun 2016
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Bidang
Pendidikan dan Kebudayaan, setiap Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, baik di provinsi maupum kabupaten/kota, telah
didukung dengan struktur organisasi, tugas dan fungsi
pembangunan karekter melalui Seksi Peserta Didik dan
Pembangunan Karakter. Untuk proses pembiasaan dan budaya
sekolah telah dikeluarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015
tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di Sekolah, dan
sebelumnya diatur di dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun
2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
3. Akreditasi
a. Akreditasi merupakan urusan wajib Pemerintah yang
dilaksanakan oleh lembaga mandiri yaitu Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) dan Pendidikan
Nonformal (BAN PNF). Akreditasi dilaksanakan untuk menilai
kelayakan program dan satuan pendidikan dasar dan menengah
maupun pendidikan nonformal sesuai kriteria yang ditetapkan
untuk memberikan penjaminan mutu pendidikan. Namun dalam
kenyataannya terdapat rentang kendali yang sangat jauh antara
BAN dengan satuan pendidikan, sehingga urusan ini perlu
dilaksanakan dengan model tugas pembantuan sesuai urusan
wajibnya. Dalam pelaksanaan akreditasi selama ini BAN S/M
dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi dan Kelompok Kerja yang
ditetapkan berdasarkan SK Gubernur untuk melayani hingga
tingkat kabupaten/kota. Sinergitas pelaksanaan penjaminan
mutu terjalin antara pelaksana akreditasi dengan pelaksana
supervisi yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui
Pengawas Sekolah selaku Pembina mutu di lapangan dalam
menjamin terpenuhinya mutu akreditasi. Dalam kenyataannya
kebanyakan asesor akreditasi dirangkap oleh Pengawas Sekolah,
sehingga penilaian terhadap satuan pendidikan dikhawatirkan
terjadi manipulasi karena pembinaan dan penilaian dilakukan
8 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
oleh personel yang sama. Oleh sebab itu diperlukan mekanisme
kontrol dalam pelaksanaan akreditasi pada satuan pendidikan.
4. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
UU Nomor 23 Tahun 2014 telah mengatur tugas Pemerintah Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam menangani pendidik dan
tenaga kependidikan sesuai sesuai jenjang pendidikan yang
dikelola. Pelimpahan urusan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke
provinsi hingga saat ini belum optimal karena masih banyak
provinsi yang perencanaan APBD-nya sejak awal tidak
menggunakan data yang valid dari kabupaten/kota. Hal ini
menyebabkan APBD beberapa provinsi tidak mampu membiayai
guru PNS dan guru honor pendidikan menengah, sehingga khusus
untuk PNS masing-masing pemerintah daerah telah mengajukan
perubahan penganggaran melalui anggaran perubahan APBN
(DAU). Tetapi untuk membayar guru honorer belum ada solusi yang
memadai. Hal ini disebabkan oleh jumlah guru honorer yang
dialihkan sangat banyak sehingga perlu dilakukan verifikasi data
guru yang dialihkan sesuai dengan ketentuan.
Di samping itu, dengan ditetapkannya Peraturan Mendikbud Nomor
23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah berdampak kepada
peningkatan jumlah kebutuhan jumlah guru karena kewajiban
mengajar 24 jam bagi guru sudah terpenuhi pada satu sekolah
dengan penambahan tugas menyiapkan bahan pembelajaran,
membimbing, mendampingi, dan melatih. Dengan demikian, guru
tidak dapat membantu mengisi kekosongan jam mengajar pada
sekolah lain yang kekurangan guru, sehingga banyak sekolah yang
perlu dipenuhi kebutuhan gurunya. Demikian juga kebijakan
penugasan Guru yang mengampu bidang mata pelajaran yang tidak
linear akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan jumlah Guru
dan penerima tunjangan profesi sehingga berpotensi menambah
beban anggaran.
Selama ini penilaian dan penetapan angka kredit golongan IV
dilakukan oleh Kemendikbud untuk seluruh wilayah Indonesia.
Rentang kendali pelaksanaan tugas ini sangat luas dan mempunyai
implikasi inefisiensi. Oleh karena itu perlu dilakukan pendelegasian
kepada daerah atau UPT Kemendikbud yang berada di daerah.
Penugasan yang diberikan kepada LPMP saat ini untuk melakukan
Penilaian Angka Kredit guru bersifat tugas tambahan yang cukup
besar bebannya, sehingga perlu dilakukan penataan tugas dan
fungsi LPMP.
9 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
5. Perizinan
UU 23/2014 mengamanatkan masing-masing tingkat
pemerintahan berwenang memberikan izin penyelenggaraan
pendidikan sesuai urusan wajibnya kepada penyelenggaraan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat maupun oleh lembaga
asing. Demikian halnya mekanisme pelayanan perizinan
berdasarkan Perpres Nomor 97 Tahun 2014 dimana segala bentuk
persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan melalui unit pelayanan terpadu
satu pintu. Kondisi saat ini banyak provinsi yang belum memiliki
unit pelayanan terpadu satu pintu dalam pemberian berbagai
perizinan termasuk perizinan pendidikan. Oleh karena itu perlu
dilakukan sosialisasi dan pendampingan kepada daerah agar dapat
mewujudkan ketentuan ini.
6. Bahasa dan Sastra
UU 23/2014 mengamanatkan urusan pembinaan Bahasa dan
sastra dibagi secara konkuren berdasarkan lingkup penutur dan
wilayah eksistensi Bahasa dan sastra tersebut. Hingga saat ini
urusan masih dilaksanakan bertumpu pada Pemerintah Pusat
melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan UPT-nya
di daerah. Pemerintah daerah belum secara aktif membina urusan
wajibnya di bidang Bahasa dan sastra. Oleh sebab itu maka perlu
mensosialisasikan pembagian urusan tersebut dan melakukan
sinergitas tugas-tugas substansi pembinaan Bahasa dan sastra.
Sebagai contoh, siapa yang mengerjakan inventarisasi dan
dokumentasi, siapa yang mengerjakan pengembangan,
pemanfaatan, dan pewarisan Bahasa dan sastra. Kondisi ini telah
diatur dalam Permendikbud Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Pedoman OPD Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa setiap
Dinas Pendidikan, baik provinsi maupun kabupaten/kota/
memiliki tugas penyusunan bahan pembinaan bahasa dan sastra
daerah, selain sebagai kurikulum muatan lokal, juga sebagai fungsi
ketahanan Bahasa daerah.
10 | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
BAB III
REKOMENDASI
1. Sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak taat azas terkait dengan
pembentukan organisasi cabang dinas serta nomenklatur dan besaran
organisasi perangkat daerah bidang pendidikan dan kebudayaan.
2. Inventarisasi tugas yang perlu diperbantukan kepada pemerintah daerah
untuk dapat dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota.
3. Sanksi kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang belum
mengalokasikan 20% dari APBD-nya untuk pendidikan karena
bertentangan dengan amanat UUD 1945.
4. Pembinaan kepada pemerintah daerah mengenai kewenangan sesuai
ketentuan UU 23/2014 bahwa pengelolaan pendidikan menengah sudah
beralih ke pemerintah provinsi.
5. Penghargaan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berhasil
mengelola pelimpahan urusan P3D sesuai ketentuan Undang-Undang
23/ 2014 dengan baik.
6. Mekanisme agar adaptasi kurikulum pada tingkat lokal di daerah dapat
terlaksana melalui Tim Pengembang Kurikulum tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota serta dapat dibantu oleh Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
7. Pengendalian/kontrol pelaksanaan akreditasi pada satuan pendidikan.
8. Verifikasi data guru yang dialihkan sesuai dengan ketentuan.
9. Penataan tugas dan fungsi LPMP untuk penilaian angka kredit guru.
10. Sosialisasi dan pendampingan kepada daerah untuk membentuk unit
pelayanan terpadu satu pintu dalam pemberian berbagai perizinan
termasuk perizinan pendidikan.