analisis pendekatan politik ekonomi dalam …
TRANSCRIPT
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
57
ANALISIS PENDEKATAN POLITIK EKONOMI DALAM
PENGEMBANGAN WISATA KOTA TUA
(Studi Kasus Komunitas Historia Indonesia)
SHINTA DORIZA, AENG MUHIDIN
Dosen Pendidikan Ekonomi, Universitas Pamulang
ABSTRAK
Penelitian ini dalam jangka panjang ingin mengeksplorasi berbagai faktor
yang mendorong dan mendukung pengembangan pariwisata di DKI Jakarta.
Perspektif teoretis yang digunakan dalam penelitian ini adalah politik ekonomi,
yang melihat pengembangan wisata terbagi menjadi empat blok jenis
pengembangan wisata, yaitu pendekatan rancangan, pendekatan kesengajaan,
pendekatan responsif dan pendekatan integratif-evolutif. Dalam jangka pendek,
penelitian ini ingin menganalisis dan mengeskplorasi lebih mendalam empat
pendekatan pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh Komunitas Historia
Indonesia sebagai pengembang wisata sejarah di Kawasan Kota Tua Jakarta. Hasil
penelitian menunjukkan pada sejak tahun 2003 sampai dengan 2013, pendekatan
pengembangan Wisata Sejarah Kota Tua (WSKT) yang dilakukan Komunitas
Historia Indonesia (KHI) berganti dari pendekatan responsif ke pendekatan
terencana. Pendekatan responsif adalah pendekatan yang digerakkan oleh faktor
penawaran yang dilatarbelakangi oleh motivasi untuk menyelesaikan masalah.
Kekuatan utama pendorong pengembangan wisata sejarah kota tua adalah dari
segi keunikan destinasi, strategi pemasaran pembedaan yang memfokuskan pada
kemasan produk dan harga produk paket wisata. Faktor pemintaan bertindak
sebagai faktor feri-feri, walaupun berperan penting dalam mensukseskan
pengembangan WSKT. Bercermin pada pengalaman, pada tahun 2005, K”HI
memfokuskan pada gerakan kultural dengan visi “Membangun Nasionalisme dan
Berwirausaha” melalui tiga pilar gerakan “edukatif, rekreatif dan menghibur”, dan
menetapkan tiga tahapan strategis, yaitu tahapan Menengal, tahapan Mencintai,
dan tahapan Kesadaran. Keberhasilan pengembangan WSKT terletak pada
pemasaran yang bertubi-tubi tetapi tidak kasar, dengan strategi yang halus,
partisipatif dan akomodatif terhadap kebutuhan dan perbedaan segmen pasar.
Kata Kunci: pengembangan destinasi wisata, wisata kota tua, pendekatan
ekonomi-politik, wisata budaya.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
58
PENDAHULUAN
Bagi masyarakat umum,
kawasan bekas kedudukan
pemerintahan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda tidak-ubahnya
sebagai warisan sejarah, tidak
memiliki makna apapun. Berbeda
dengan pandangan umum, bagi
sekelompok mahasiswa yang berlatar
belakang pendidikan sejarah yang
tergabung dalam KPSBI-Historia
(kemudian, KHI1), memandang
kawasan itu memiliki nilai sejarah,
sekaligus memiliki nilai pendidikan
(sejarah). Bagi KSPBI-Historia
(kemudian, KHI) pemeliharaan dan
pelestarian bangunan-bangunan
sejarah merupakan media untuk
membangkitkan nasionalisme yang
berperan penting bagi pembangunan
jiwa.2 Sayangnya, “masyarakat
umum tidak peduli terhadap
kelestarian bangunan sejarah itu”3,
bahkan terancam oleh jalu
pembangunan fisik dan pembiaran
oleh pemerintah. KHI juga melihat
“generasi muda tidak begitu peduli
akan pentingnya bangunan
bersejarah”, bahkan mereka
1 KHI (Komunitas Historia Indonesia)
adalah metamorfosis dari Komunitas Peduli
Sejarah dan Budaya Indonesia (KPSBI-
Historia), paguyuban mahasiswa-mahasiswa
mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
dan Universitas Indonesia (UI) yang peduli
pada pelestarian warisan sejarah dan
pendidikan.
http://www.komunitashistoria.org/ dan
http://thehistoryofhistoria.blogspot.com/ 2 http://www.komunitashistoria.org/ dan
http://thehistoryofhistoria.blogspot.com/ 3 http://www.komunitashistoria.org/ dan
http://thehistoryofhistoria.blogspot.com/
cenderung antipati terhadap sejarah,
karena “pelajaran sejarah sebagai
pelajaran yang membosankan,
bahkan tidak menyenangkan.”4
Menyajikan pelajaran sejarah yang
menarik dan menyenangkan adalah
tantangan sekaligus sebagai solusi
yang ditawarkan oleh KHI
menghadapi generasi muda yang
sulit mempelajari sejarah.
Permasalahan itu memotivasi
dan melatarbelakangi se-kelompok
mahasiswa yang tergabung dalam
Komunitas Historia Indonesia (KHI),
untuk menjadikan Kawasan Kota
Tua sebagai basis penyadaran sejarah
dan pembangkitan nasionalisme yang
dikemas melalui kegiatan wisata.
Sebuah perjalanan perjuangan yang
panjang bagi KHI untuk mengajak,
merubah persepsi dan menyadarkan
masyarakat umum, terutama generasi
muda untuk peduli pada sejarah dan
budaya bangsa Indonesia. KHI pada
awalnya menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan wisata kecil-
kecilan dengan membawa kelompok
wisatawan (siswa dan masyarakat
umum) ke kawasan kota tua dan
museum-museum yang tersebar di
DKI Jakarta. Seiring dengan
berjalannya waktu, hubungan baik
yang dibina KHI dengan berbagai
pihak dan perluasan jaringan yang
dibentuk terutama dengan lembaga-
lembaga pendidikan, pariwisata,
sejarah dan museum, akhirnya
membawa KHI menjadi mitra utama
4 http://www.komunitashistoria.org/ dan
http://thehistoryofhistoria.blogspot.com/
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
59
berbagai pengelola bangunan tua di
Jakarta, seperti Museum Sejarah
Jakarta, Museum Bank Mandiri,
Museum Bank Indonesia, Kantor Pos
Jakarta, Taman Fatahillah, Musuem
Juang 45, Café Batavia, Xpose Cafe,
Cafe Galangan, Batavia Hotel,
Museum Bahari, Museum
Kebangkitan Nasional dan lain
sebagainya.5 Kini KHI dikenal luas,
masyarakat kini sudah tidak dapat
“membedakan” antara wisata
sejarah-kota tua dan KHI.
Kegiatan-kegiatan wisata
yang dilakukan oleh KHI dengan
kemasan atraksi wisata sejarah dan
budaya mampu membangkitkan
pariwisata di DKI Jakarta, peneliti
anggap sebagai gejala unik dan
menarik untuk diteliti. Sungguh sulit
dibayangkan, sekelompok
mahasiswa yang tidak memiliki
kompetensi yang memadai, “nekad”
untuk mengembangkan pariwisata.
Gejala itu membuat peneliti
bertanya, faktor apa yang
menyebabkan mereka “nekad”
memilih pariwisata? Mengapa wisata
sejarah dan budaya yang mereka
pilih? Apa yang telah KHI lakukan
sampai akhirnya mereka dapat
memperluas jaringan dan
meningkatkan pertumbuhan
pariwisata di DKI Jakarta? Untuk
dapat menjawab pertanyaan itu,
literatur pariwisata mengajukan suatu
perspektif. Ada dua perspektif yang
berkembang untuk melihat gejala
5 http://www.komunitashistoria.org/ dan
http://thehistoryofhistoria.blogspot.com/
pertumbuhan pariwisata, yaitu
perspektif ekonomi dan perspektif
politik ekonomi.
Apakah ekonomi satu-satunya
yang menjadi alasan KHI dalam
pengembangan wisata di kawasan
kota tua? Masih diragukan.
Perspektif ekonomi melihat bahwa
pertumbuhan pariwisata itu sebagai
gejala ekonomi, hampir semua
terjadi di semua wilayah. Tidak ada
yang membedakan antara satu daerah
dengan daerah lain, an sich sebagai
gejala ekonomi. Menurut perspektif
ini, pertumbuhan pariwisata di
berbagai daerah harus dilihat sebagai
campur tangan “invisible hand” yang
mengatur mekanisme permintaan dan
pemasaran di pasar. Apakah hanya
sebatas peluang ekonomi yang
menyebabkan KHI memilih untuk
mengembangkan wisata kawasan
kota tua? Perspektif ekonomi tidak
mampu menjelaskan mengapa
komunitas KHI yang berlatar
belakang pendidikan sejarah memilih
pariwisata sebagai jantung kehidupan
mereka, sementara kualifikasi
pendidikan mereka jauh dari
kompetensi yang seharusnya
dikuasai oleh mereka yang
berkecimpung di dunia pariwisata.
Apakah mereka terpaksa untuk
memilih pariwisata? Ataukah ada
motif lain selain ekonomi yang
mendorong KHI untuk “nekad”
terjun ke bisnis pariwisata? Dalam
Website KHI mengatakan bahwa
tujuan KHI adalah untuk
memperkenalkan sejarah dengan
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
60
cara-cara yang menyenangkan dan
pariwisata menjadi medium untuk
menanamkan kesadaran sejarah dan
nasionalisme. KHI nampaknya
sengaja “nekad” bertindak dan
menerjunkan diri ke kegiatan
pariwisata untuk memperjuangkan
nilai dan prinsip yang mereka
pegang. Kesengajaaan yang
dilakukan KHI tidak beranjak dari
permintaan pasar pariwisata terhadap
atraksi wisata tertentu, tetapi
beranjak dari motif non-ekonomi.
Lalu, mengapa pariwisata menurut
pandangan KHI dianggap cocok
sebagai medium penanaman
kesadaran sejarah?
Perspektif ekonomi tidak
mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan itu. Ketidakmampuan
perspektif ekonomi dalam
menjelaskan gejala pariwisata yang
seringkali unik dan berbeda,
mendorong sejumlah ahli lain
menawarkan perspektif alternatif
non-ekonomi, yakni perspektif
politik ekonomi. Menurut perspektif
ini, untuk mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas,
pariwisata harus dipandang tidak
hanya dari „kacamata‟ ekonomi,
tetapi harus dikaitkan dengan
perubahan sosial, ekonomi dan
politik, atau dari kacamata yang lebih
besar dan komprehensif. Menurut
perspektif ini, ada keterkaitan antara
ekonomi dan politik, bahwa tindakan
ekonomi bukan dihasilkan dari
pekerjaan “invisible hand”, tetapi
sebagai produk politik, hubungan
kekuasaan dan perjuangan sosial.
Dalam konteks proyek
pengembangan wisata kawasan kota
tua oleh KHI, perspektif politik
ekonomi melihat ada rasionalisasi
politik yang melatarbelakangi KHI
untuk mengembangkan wisata kota
tua.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode studi kasus yaitu penelitian
pada dikhususkan pada objek yang
unik, spesifik dan khusus, yaitu
pengembangan wisata di Kawasan
Kota Tua DKI Jakarta oleh KHI.
Menurut Yin, penelitian studi kasus
adalah “penelitian empiris yang
dilakukan untuk menyelidiki gejala
yang terjadi saat ini dalam konteks
kehidupan nyata, ketika terdapat
ketidakjelasan batas antara gejala dan
konteks, dengan menggunakan
beberapa sumber bukti yang
digunakan penelitian studi kasus
dilakukan untuk memperjelas
batasan itu.”6 Menurut Creswell,
studi kasus berlandaskan pada
paradigma interpretatif, “sebuah
penyelidikan yang ditujukan untuk
memahami masalah yang dihadapi
oleh manusia (kelompok manusia)
dengan cara membangun gambaran
yang yang kompleks dan menyeluruh
tentang apa-apa yang dialami
manusia melalui pemaparan kata-
kata dari informan dan pengamatan
tindakan yang dilakukan oleh
6 Yin, R.K. Case Study Research: Design
and Methods. (California: Sage, 1989), p.23.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
61
manusia.”7 Studi kasus dapat
digunakan pada situasi ketika ada
kesempatan untuk melakukan
penyelidikan, untuk mengamati dan
menganalisis fenomena yang
sebelumnya tidak dapat dilakukan.8
Kasus yang bisa diselidiki adalah
kasus yang sedang berlangsung
sehingga memungkinkan terjadinya
observasi terhadap keberlangsungan
fenomena.9
Menurut Stake, berdasarkan
pada minat peneliti pada jenis kasus,
penelitian studi kasus dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu studi kasus
intrinsik dan studi kasus
instrumental.10
Studi kasus intrinsik
adalah pengkajian kasus khusus
tetapi tidak untuk membangun teori,
hanya mendalami keunikan kasus
tertentu. Sebaliknya, studi kasus
instrumental untuk meneliti suatu
kasus tertentu agar tersaji sebuah
perspektif teoretis tentang suatu isu
yang dipilih atau usaha unutk
memperbaiki teori yang ada. Kasus
yang dipilih hanya sebagai
pendukung untuk memudahkan
7 Creswell, J., Research Design: Qualitative
& Quantitative Approaches, (California:
Sage, 1994), p. 1-2. 8 Yin, R.K. Case Study Research: Design
and Methods. (California: Sage, 1989), p.48. 9 Robert E. Stake, Studi Kasus, dalam
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln
(Eds), Handbook of Qualitative Research,
Terjemahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), h.308. 10
Robert E. Stake, Studi Kasus, dalam
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln
(Eds), Handbook of Qualitative Research,
Terjemahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), h. 301.
pemahaman peneliti tentang sesuatu
yang lain. Walaupun kedua jenis
studi kasus ini tidak dapat dibedakan
dengan tegas, tetapi ada atau tidak
teori dan penggunaan teori pada
kedua jenis penelitian studi kasus,
penelitian yang akan dilakukan
diarahkan para jenis studi kasus
instrumental.
Penelitian studi kasus, baik
intrinsik maupun instrumental,
biasanya ingin mencari sesuatu yang
umum dan khusus dari kasus yang
diselidiki, tetapi juga menampilkan
sesuatu yang unik dan menarik.11
Penelitian ini merupakan studi kasus
instrumental, mengingat: (1)
pengembangan Wisata Kota Tua oleh
KHI sebagai objek penelitian bersifat
khusus dan unik, tidak terjadi di
daerah lain di Jakarta, bahkan di
daerah lain; (2) peristiwa yang
sedang diteliti sedang berlangsung;
(3) penelitian ini ditujukan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai faktor motivasi
dan faktor penggerak pengembangan
Wisata Kota Tua oleh KHI.
Data yang dikumpulkan
dengan macam teknik wawancara,
survei dan penelusuran data
sekunder. Sebelum dilakukan
interpretasi dan untuk mengurangi
kesalahan interpretasi, sebaiknya
peneliti melakukan uji validitas data.
Uji keabsahan data dilakukan untuk
11
Robert E. Stake, Studi Kasus, dalam
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln
(Eds), Handbook of Qualitative Research,
Terjemahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), h. 303.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
62
menghindari kekeliruan data yang
dikumpulkan. Pengujian keabsahan
data dalam penelitian ini adalah data
kualitatif yang dilakukan melalui
empat teknik, yaitu:12
uji kredibilitas,
uji transferbilitas, uji uniformitas,
dengan membandingkan antar-data
wawancara dengan Asep Kambali,
beberapa sukarelawan, dosen UNJ
yang mengajar Asep Kambali,
kemudian dibandignkan dengan
survei dan data sekunder.
Setelah dilakukan uji
validitas, kemudian peneliti
mendeskripsikan kasus dan
interpretasi. Umumnya yang terjadi
dalam penelitian studi kasus, ada dua
jenis deskripsi, yaitu deskripsi
objektif dan deskripsi interpretatif
personal.13
Deskripsi objektif, salam
studi kasus pada umumnya terjadi
dalam penelitian kualitatif “kasus
menceritakan kisahnya sendiri”,
tetapi bagaimana cara bercerita atau
menyajikan cerita itu adalah otoritas
peneliti sendiri, minimal versi cerita
mana yang akan dilaporkan dan
kriteria penyajian akhir sepenuhnya
berada di tangan peneliti.14
Menurut
John Van Maanen, ada tujuh versi
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 2009), h.
327. 13
Robert E. Stake, Studi Kasus, dalam
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln
(Eds), Handbook of Qualitative Research,
Terjemahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), h. 309. 14
Robert E. Stake, Studi Kasus, dalam
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln
(Eds), Handbook of Qualitative Research,
Terjemahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), h. 305.
cerita dalam studi kasus, yaitu
realistik, impresionistik, konfesional,
kritis, formal, literer, dan kombinatif.
Dalam proses penyajian akhir dalam
berbagai laporan studi kasus,
biasanya terdapat dua macam jenis
paparan, yaitu pengetahuan
proporsional, peneliti memaparkan
cerita dari sudut pandang nara
sumber (fakta penelitian), tetapi
kemudian ditambahkan dengan
pengalaman tidak langsung (ingatan,
ide-ide) yang digunakan peneliti
sebagai pelengkap atau pembanding
dari kasus yang diteliti atau deskripsi
interpretatif-personal.15
Pemaparan
pada kasus dilakukan dengan dua
jenis cara mendeskripsikan, yaitu
deskripsi jenis atribut tertentu dan
deskripsi padat yang mengulas
seluruh aspek yang terkait.
HASIL DAN PEMBAHASAN
MODEL PENGEMBANGAN
WISATA KOTA TUA: DARI
PENDEKATAN RESPONSIF KE
PENDEKATAN TERENCANA
1. Kepiwaian Menangkap
Peluang dan Pendekatan
Responsif
Komunitas Historia Indonesia
(KHI), dibentuk oleh tujuh orang
mahasiswa Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) dan mahasiswa
Universitas Indonesia (UI), pada
tanggal 22 Maret 2003. Mereka
15
John Van Maanen, Tales of The Field: On
Writing Ethnography, (Chicago: University
of Chicago, 1988) p. 39-40.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
63
terjun ke bidang pariwisata tanpa
disengaja, bersifat responsif atas
peluang yang ada. Dapat dikatakan
bahwa ketujuh mahasiswa tersebut
tidak memiliki pengalaman
akademik dalam mengelola kegiatan
wisata. Dalam tujuan Program Studi
Pendidikan Sejarah Universitas
Negeri Jakarta, para alumni
diharapkan dapat menjadi guru
sejarah profesional di lembaga-
lembaga pendidikan di tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP),
dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
dan atau sederajat. Begitu pula
halnya dengan lulusan Program Studi
Ilmu Sejarah Universitas Indonesia,
menjadi pemandu atau pengelola
wisata bukan tujuan utama. Tujuan
Program Studi Ilmu Sejarah adalah
menciptakan tenaga profesional
dalam penelitian sumber-sumber
sejarah.
Setelah selesai menjabat
sebagai Ketua Badan Eksekutif
Mahasiswa Jurusan Sejarah (BEMJ-
Sejarah), Asep Kambali, mahasiswa
dari Universitas Negeri Jakarta,
berinisiatif membentuk Komunitas
Peduli Sejarah dan Budaya
Indonesia, yang kemudian dikenal
dengan KPSBI-Historia.
Pembentukan KPSBI-Historia itu
diprakarsai oleh Asep Kambali.
Dapat dikatakan bahwa motivasi dan
idealisme personal Asep Kambali
yang melatarbelakangi pembentukan
KPSBI-Historia. Dari pengalaman
menjalankan program Lomba Lintas
Sejarah (LLS), Asep Kambali
melihat peluang mendapatkan
tambahan finansial dengan
menyelenggarakan kegiatan wisata
sejarah dan KPSBI-Historia dapat
menjadi wadah untuk mengajukan
proposal kegiatan ke berbagai
lembaga pemerintah atau lembaga
pendidikan seperti sekolah.
Dengan bermodalkan
jaringan ke berbagai lembaga
pemerintah di bawah Kementerian
Pariwisata dan Kebudayaan, KPSBI-
Historia mendapatkan berbagai
bantuan dari Museum Bank Mandiri
dan Museum Jakarta Fatahilah.
Kerjasama KPSBI-Historia dan
museum adalah kerjasama
mutualisme simbolik, KPSBI-
Historia menjadi partner dalam
melaksanakan program-program
museum milik pemerintah. Pada
tahun 2003-2004, kegiatan wisata di
kota Jakarta dalam bentuk
melakukan petualangan ke berbagai
situs sejarah sudah populer di
Jakarta. Komunitas yang serupa
misalnya Sahabat Museum, mampu
menarik minat siswa, mahasiswa,
dan masyarakat umum untuk ikut
serta dalam kegiatan wisata sejarah.
Bisnis wisata sejarah dan wisata
budaya juga menjadi populer di
kalangan mahasiswa. Pada tahun
2004, di tingkat Fakultas Ilmu Sosia,
telah berdiri Kelompok Vitae
Magistra, yang kemudian berganti
menjadi Koperasi Pariwisata
Mahasiswa Vitae Magistra yang
menyelenggarakan bisnis perjalanan
wisata sejarah dan budaya.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
64
Faktor lain yang yang
menjadi katalis KPSBI-Historia
menjalankan bisnis perjalanan wisata
tidak terlepas pada latar belakang
Asep Kambali. Sebagai mahasiswa
jurusan pendidikan sejarah, ia
mengharapkan bekerja dalam
lingkungan kerja yang ideal, yakni
mengajar sejarah dengan konsepsi
yang berbeda, yakni pelajaran
sejarah yang tidak bersifat hafalan,
tetapi penuh makna dan
menyenangkan. Berdasarkan
pengalaman selama masa Praktek
Perkuliahan Lapangan (PPL),
lingkungan sekolah tidak
memberikan suasana yang kondusif
terhadap program-program mengajar
yang keluar dari kebiasaan.
Sementara itu, bidang pekerjaan
selain mengajar di sekolah, lembaga
pendidikan Bimbingan Belajar
(bimbel) untuk mata pelajaran
sejarah tidak diminati siswa sekolah.
Kondisi itulah yang
mendorong Asep Kambali
menempuh jalur lain dalam
mengajarkan sejarah dan KPSBI-
Historia dapat mengajarkan sejarah
dengan cara yang berbeda melalui
wisata sejarah. Berdasarkan
pemahaman akan metode pengajaran
sejarah dan pengalaman selama
menjabat Ketua BEMJ-Sejarah, Asep
Kambali mengajak mahasiswa lain
untuk membentuk KPSBI-Historia
dengan visi “... membangun
semangar nasionalisme dan
berwirausaha,” melalui wisata
sejarah. Bercermin dari pengalaman
selama menjabat sebagai Ketua
BEMJ-Sejarah, hanya dengan modal
menjual gagasan dan program,
kegiatan-kegiatan wisata sejarah
mendapatkan pangsa pasar.
Gagasan kegiatan wisata di
museum bersamaan dengan
kerjasama dengan Museum Bank
Mandiri, dan Museum Fatahilah,
dengan segmen siswa SMP/Sederajat
dan SMA/SMK/Sederajat. Kegiatan
wisata sejarah kerjasama antara KHI
dan beberapa musem di Jakarta dapat
dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Jumlah Peserta Wisata
Sejarah Kunjungan Museum
Kerjasama KHI dan Museum Periode
2003-2004
Tahu
n
Bulan
Januari
Museum Jumla
h
Pesert
a
M
F
MB
M
2003
Februari 40
Maret 30
April 25
Juni 50
Juli 30
Agustus 60
Septembe
r
40
Oktober 25
Novembe
r
30
Desembe
r
40
Total Peserta 370
2004
Februari 50
Maret 100
April 40
Juni 50
Juli 100
Agustus 100
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
65
Septembe
r
60
Oktober 60
Novembe
r
40
Desembe
r
40
Total Peserta 1380
Sumber: Publikasi KHI, data diolah.
Pada periode 2003-2004, KHI
sebagai pengelola kegiatan di
museum dengan berbagai bentuk,
antara lain promosi museum,
pemanduan, dan pemutaran film
dokumenter serta seminar. Peserta
kegiatan adalah siswa SMP dan
SMA. Dengan terbukanya jaringan
ke sekolah, KHI kemudian
2melaksanakan kegiatan perjalanan
ke Pulau On Rust, Kepulauan Seribu.
KHI menawarkan kegiatan wisata
sejarah ke berbagai sekolah di
Jabodetabek. Jumlah kegiatan wisata
sejarah ke Pulau On Rust, pada
periode 2003-2004 dapat dilihat pada
Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Kegiatan Wisata Sejarah
Pulau On Rust Yang Dikelola KHI
Pada Periode 2003-2004
Tahu
n Bulan
Kategori
Wisatawan
Jumla
h
Pesert
a
Sisw
a
Umu
m
2003
Juni 100
Juli 280
Novemb
er
100
Desemb
er
120
Total 600
2004 Juni 80
Juli 200
Novemb
er
200
Desemb
er
180
Total 1860
Sumber: Publikasi KHI, data diolah.
Peningkatan jumlah
wisatawan yang menjadi peserta
kegiatan wisata sejarah yang dikelola
KHI nampak terjadi pada tahun
2004. Peningkatan jumlah itu
berkaitan dengan perubahan sistem
pembelajaran di sekolah. Pada tahun
2004, Departemen Pendidikan
Nasional (sekarang, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan),
melakukan perubahan kurikulum,
dari kurikulum Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) ke Kurikulum Bebasis
Kompetensi (KBK). Dalam KBK-
2004, tujuan pelajaran sejarah lebih
diarahkan untuk memberikan
kompetensi, termasuk kompetensi
membedakan fakta dan sumber
sejarah dan menginterpretasi sumber
sejarah. Salah satu jenis sumber
belajar yang digunakan adalah situs-
situs sejarah dengan metode
pengajaran out-class melalui
kunjungan lapangan.
Program kunjungan lapangan
dapat ditentukan oleh guru sejarah
sejak awal semester dan diajukan ke
pihak Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kurikulum. Apabila Wakil Kepala
Sekolah Bidang Kurikulum
menyetujui, maka kegiatan
kunjungan lapangan dapat diadakan.
Peluang itu dimanfaatkan oleh para
mahasiswa baik komunitas maupun
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
66
organisasi untuk menjalin kerjasama
dengan pihak sekolah dalam
mengelola kegiatan kunjungan
lapangan. Penghasilan sebagai
pemandu wisata sejarah untuk
kegiatan kajian lapangan, sebagai
mahasiswa, uang yang diterima
cukup besar. Ade mengatakan “...
sebagai mahasiswa, bayaran yang
diterima sudah bisa untuk biaya
makan selama 2 minggu.” Hal serupa
diakui oleh Bimbim, “pendapatan
yang diterima lumayan untuk
menambah uang jajan.” Melihat
peluang bisnis yang bisa
mendapatkan keuntungan, KPSBI-
Historia menjalankan berbagai
program wisata sejarah, selain serupa
dengan Lomba Lintas Sejarah (LLS),
juga penjelajahan ke Pulau On Rust,
Kepulauan Seribu, juga ke tempat-
tempat sejarah lain, misalnya Mesjid
Agung Banten, Benteng Kanoman
Banten, dan lain sebagainya.
2. Pendekatan Terancang dan
Program Yang Inovatif
Pada akhir tahun 2004 dan
awal tahun 2005, kerjasama KPSBI-
Historia dan kedua museum
berakhir. Bertepatan dengan itu,
Asep Kambali mendapatkan
pekerjaan sebagai Site Manager
Museum Bank Mandiri,. Setelah satu
tahun bekerja di Museum Bank
Mandiri, kemudian Asep Kambali
menjadi General Manager Roemahku
Heritage Hotel, selama enam bulan.
Kegiatan KSPBI-Historia di Jakarta
digantikan oleh enam pengurus yang
lain. Setelah bekerja sebagai Kepala
Museum Kota Solo, selama enam
bulan, akhirnya memutuskan keluar
bekerja untuk berkonsentrasi dengan
pendidikan masternya dari PT Indika
Energy Tbk di Bidang Komunikasi
Perusahaan pada Universitas
Paramadina Jakarta. Pada saat
bekerja di Solo, selama itu, Asep
Kambali bekerja pulang dan pergi
dari Jakarta ke Solo. Kemudian
terjadi perselihan pendapat antara
Asep Kambali dan pengurus KPSBI-
Historia. Asep Kambali bergerak
sendiri dengan nama Komunitas
Historia Indonesia (KHI).
Berbekal pengalaman
bekerja, Asep Kambali meneruskan
usaha gerakan kultural melalui
wisata sejarah dengan wadah baru
KHI. Dengan nama baru, KHI
kemudian menjalankan program-
program yang terarah dan terencana.
Sejak tahun 2005 sampai tahun 2013,
KHI memfokuskan wisata sejarah
Kota Tua, khususnya Kota Tua di
Jakarta. Pendekatan yang dirancang
oleh Asep Kambali sebagai Ketua
KHI menetapkan dengan visi
“Membangun Nasionalisme dan
Berwirausaha.” Di bawah Visi itu,
tiga tahapan pengembangan wisata
dilakukan, yaitu 1) Tahapan
Pengenalan, (tahap bahwa gerakan
kultural untuk mengajak masyarakat
umum mengenal sejarah), dimulai
tahun dimulai tahun 2006-2008; 2)
Tahapan Cinta, yaitu tahapan untuk
membangun rasa cinta terhadap
bangsa Indonesia (nasionalisme),
dimulai tahun 2009-2011, dan; 3)
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
67
Tahapan Kesadaran (tahapan untuk
senang mempelajari sejarah dan
membela kepentingan Indonesia),
dimulai tahun 2012-sekarang.
Pada ketiga tahapan itu,
nampak bahwa KHI melakukan
manajemen destinasi yang terarah
dan strategis. Sembilan unsur
manajemen destinasi diuraikan pada
penjelasan berikut.
Struktur Organisasi KHI
KHI adalah organisasi tanpa
bentuk, alias organisasi sukera,
hanya terdiri dari Ketua, Asep
Kambali, dan pengurus yang bersifat
sukarela. Pengurus KHI terdiri dari
enam komite eksekutif, satu
koordinator wilayah dan satu
koordinator negara. Komite eksekutif
terdiri dari enam komite, yaitu:
Eksekutif Program, 2) Eksekutif
Research and Development, 3)
Eksekutif Public Relations, 4)
Eksekutif Business, 5) Eksekutif
Event, dan 6) Eksekutif Kerjasama.
Tugas dari Eksekutif Program
adalah membuat program-program
kegiatan inovatif yang difokuskan
pada tiga pilar gerakan, yaitu
edukatif, rekreatif dan hiburan.
Sementara Eksekutif Research and
Development adalah untuk
melakukan kajian pustaka,
penggalian informasi, dan pelatihan.
Eksekutif Public Relations bertugas
untuk mengkampanyekan kegiatan
dan menyebarkan informasi
termasuk pengembangan media
komunikasi. Eksekutif Business
bertugas untuk mengatur pemasaran
dan keuangan pada saat kegiatan,
pengaturan konsumsi, dan
honorarium. Eksekutif event bertugas
untuk mengatur segala macam
perlengkapan dan kebutuhan logistik
selama kegiatan. Eksekutif
Cooperations bertugas untuk
menyusun proposal kegiatan dan
pencarian dana ke berbgai lembaga
donatur.
Pada awal-awal Tahap
Pengenalan, Asep Kambali bertindak
sebagai one man show, orang yang
bertugas menjalankan peran keenam
eksekutif tersebut. Hal itu
dilakukannya dengan alasan bahwa
“... kebanyakan orang tidak mau
bekerja tanpa mendapatkan
kepastian gaji, maka dari itu saya
berusaha sendiri.” Kemudian,
beberapa relawan dan teman-teman
satu almamater bergabung, lalu
menjabat kedudukan masing-masing.
Pada tahap berikutnya, Tahapan
Mencintai dan Tahapan Kesadaran,
walaupun berganti-ganti personil,
posisi eksekutif sudah dipegang
masing-masing satu orang, dan
dibantu oleh beberapa relawan.
Pemasaran Paket Wisata
Pada Tahap Pengenalan,
KHI memprioritaskan pada
kampanye mengenalkan Sejarah
Kota Tua yang termediasi melalui
jejaring Facebook dan blog. Melalui
jejaring itu, dengan gaya provokatif,
KHI memberikan informasi sedikit
dalam waktu yang relatif konsisten,
“setidaknya dalam satu hari saya
harus menyebarkan satu informasi
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
68
sejarah mengenai Kota Tua. Dengan
cara seperti itu “setiap orang yang
tergabung akan terus menerus merasa
diberikan pelayanan, informasi yang
sedikit, membuat masyarakat umum
ingin terus memantau informasi yang
akan diberikan selanjutnya.” Sambil
menjalankan terus mendistribusikan
informasi sejarah, satu bulan sekali,
menarwakan program wisata sejarah.
Pada Tahap Mencintai,
sambil terus melakukan penyebaran
informasi, kampanye KHI disertai
dengan pernyataan argumentatif,
mengajak mereka untuk berdiskusi,
melalui Facebook. Dialog dan
diskusi mengenai sejarah,
mendorong masyarakat umum untuk
bertanya dan mengutarakan
pendapat. Untuk mendorong
masyarakat umum untuk bertanya
dan mengutarakan pendapat, maka
KHI selalu mengawali status
informasi dengan kata-kata seperti:
“Ternyata....,” “Tahukah bahwa...”,
“Siapakah....”, “Mengapa....”.
Menurut Asep Kambali, dengan awal
kalimat seperti itu, maka pembaca
dapat berfikir sejenak, kemudian
bertanya atau menanggapi.
Di Tahapan Mencintai ini,
KHI melakukan strategi “PDKT Dua
Sejoli”, target disuguhkan
pertanyaan yang membuat target
terbuka mengemukan pendapat,
supaya timbul perasaan dihargai.
Apapun jawaban yang diberikan
adalah bentuk bahwa mereka mulai
intens mengikuti perkembanga.
Seiring dengan terus menerus
memperbaharui informasi dan
menanggapi komentar, KHI
menawarkan program-program
wisata sejarah.
Di Tahap terakhir, Tahap
Kesadaran, KHI melakukan strategi
problem solving, target pasar
disuguhkan dengan isu-isu seputar
sejarah, seputar budaya, dan seputar
pembelajaran, seputar kebijakan, dan
seputar kebijakan politik yang
berkaitan dengan pariwisata, sejarah,
dan kebudayaan, termasuk fasilitas
umum dan situs-situs sejarah.
Dengan menghadirkan isu, menurut
Asep Kambali dapat menggerakan
hati dan pikiran seseorang untuk
bertindak dan bereaksi. Status yang
diperbaharui berupa kampanye
provokatif diarahkan untuk
menggalang kekuatan menolak atau
mendukung sesuai dengan
kebutuhan. Seperti misalnya,
“Jikalau ada hari Bapak, Hari Ibu,
mengapa tidak punya Hari Sejarah?
Bagaimana kalau kita jadikan tanggal
1 Maret sebagai Hari Sejarah...”.
Seiring dengan penyebaran
informasi, KHI menawarkan paket
wisata sejarah yang mengajak
masyarakat umum untuk merayakan
hari-hari tertentu dalam sejarah dan
mengenang peristiwa sejarah.
Program-program paket
wisata yang ditawarkan oleh KHI
mengalami diferensiasi dari tahap
pertama ke tahap ketiga.
Selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 1.3.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
69
Tabel 1.3 Diferensiasi Paket Wisata
KHI dari Tahun 2005-2013
No
.
Paket
Wisata
Yang
Ditawarka
n
Tahap dan Periode
I
2006
-
2008
II
2009
-
2011
III
2012-
berjala
n
1. Wisata
Kota Tua
(P-S)
2. Wisata
Kota Tua
(Sr-p)
3. Wisata
Kota Tua
(m)
4. Penelusura
n Legenda
si Pitung
5. Wisata
Bahari (P.
On Rust)
5. Wisata
Kampung
Tua
6. Tour de
Busway
7. Jakarta
City Tour
8. Walking
Tours
Soempah
Pemoeda
Keterangan:
P-S : Pagi sampai Siang
Sr-p : Sore sampai Petang
m: malam.
Paket wisata yang dipasarkan
oleh KHI melalui situs jejaring sosial
Facebook dan Twiter, dengan
pemesanan melalui sms dan
pembayaran melalui rekening atau
pembayaran di tempat. Berdasarkan
informasi pada Tabel 4.5 nampak
bahwa, program paket wisata yang
ditawarkan KHI mengalami
diferensiasi dari ketida periode itu.
Diferensiasi itu ditujukan agar
masyarakat tidak mengalami
kebosanan. Inovasi program
merupakan kunci utama agar
konsumen tidak merasa bosan dan
selalu mendapatkan kepuasan yang
bervariasi dan berbeda.
Selain itu, pengemasan
kegiatan juga mengalami
perkembangan yang selalu berbeda
dari tahap pertama sampai tahap
ketiga. Pada tahap pertama, aktivitas
ditujukan pada satu titik situs dengan
waktu yang reguler, yaitu di Kota
Tua dan dilakukan pada pagi sampai
petang. Pada tahap kedua, kegiatan
masih berbentuk pengalaman
bertualang, penelusuran jalan kaki,
tetapi lebih menantang, karena
dilakukan di malam hari. Selain itu,
paket wisata sejarah juga dilakukan
tidak hanya di satu titik situs, tetapi
sudah ke beberapa titik dan berada
menjauh ke luar situs di tahap
pertama. Di tahap ketiga, jenis
kegiatan masih bersifat petualangan,
tetapi tidak lagi berjalan kaki,
menggunakan kendaraan, dan sudah
berkeliling dari satu situs ke situs
lainnya, atau lebih dikenal dengan
City Tours.
Kualitas layanan yang diberikan
Dalam melayani wisatan,
pelayanan yang diberikan KHI
mengacu pada tiga pilar gerakan,
yaitu edukatif, rekreatif dan
menghibur. Paket wisata yang
dikemas harus memberikan muatan
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
70
edukatif, yaitu memberikan
pengetahuan yang baru dan
mencerahkan. Mencari informasi dan
menggali fakta sejarah yang tidak
diketahui umum adalah kunci utama
dalam menyampaikan informasi
kepada wisatawan. Wisatawan ingin
mencari sesuatu yang baru, keunikan
suatu tempat, kejadian, peristiwa,
yang baru, walaupun tidak
fenomenal, dapat melahirkan
kepuasan.
Pelayanan yang berkualitas
dari pilar rekreasi adalah jenis
kegiatan yang unik, inovatif dan
eksotik. Kegiatan Wisata Kota Tua,
dikemas dalam bentuk yang unik,
misalnya: peserta diminta untuk
mengenakan jenis pakaian tertentu,
atau menggunakan sepeda ontel.
Kegiatan yang inovatif adalah jenis
kegiatan yang baru, kegiatan yang
tidak pernah dilakukan sama sekali.
Kegiatan wisata yang dilakukan pada
sore hari sampai petang hari adalah
kegiatan yang tidak ada duanya. KHI
sebagai pencetus kegiatan wisata
yang dilakukan di sore sampai
petang. Begitu halnya dengan
kegiatan wisata di malam hari.
Pelayanan yang eksotik dilakukan
oleh KHI dengan menampilkan citra
lama, citra kekunoan, misalnya
dengan memakai pakaian pramuka,
mengenakan pakaian pengawas
perkebunan zaman kolonial, atau
pakaian merah-putih.
Di samping mengacu pada
tiga pilar itu, hal lain adalah
pengalaman yang berkesan dan
mengenang. KHI selalu menawarkan
merchandise kepada peserta, berupa
barang-baran kuno atau antik, seperti
topi laken dari kulit jerami, kaos
desain bangunan zaman dahulu. Hal
yang berbeda, adalah KHI selalu
memberikan dokumentasi kegiatan
dalam Facebook, dengan
mencantumkan label nama (tag) pada
setiap foto. Hal itu dilakukan agar
wisatawan merasa dihargai atas
partisipasinya dalam kegiatan. Jika
peserta berasal dari organisasi atau
kelompok komunitas tertentu, maka
anggota komunitas itu justru merasa
mendapatkan publikasi. Pelayanan
seperti itu seringkali mendapatkan
apresiasi, tentu saja memastikan
kesetiaan dan promosi mulut ke
mulut.
Informasi dan penelitian
Bekerja sebagai pemandu
membutuhkan wawasan yang begitu
luas. Para volunteer, pemandu lepas,
diberikan pembekalan latihan yang
dilakukan sukarela. Peserta pelatihan
akan mendapatkan upah apabila
mereka direkrut sebagai pemandu
pada saat kegiatan berlangsung.
Sebagai pemandu, Asep Kambali
selalu membeli sumber-sumber
referensi, diakuinya bahkan sampai
harus membeli ke luar negeri.
Menurut Asep Kambali, pengetahuan
yang luas akan memudahkan
pemandu dalam menyampaikan
informasi dan bercerita. Kekuatan
pemandu terletak pada penguasaan
materi.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
71
Pengembangan Sumberdaya
Manusia
Pencarian pengurus dan
pemandu lepas, dilakukan secara
terbuka, upah tidak per bulan, hanya
per kegiatan. Tidak ada biaya
pengembangan yang dilakukan.
Pengembangan kemampuan dan
keahlian dilakukan dengan cara
informal, melakukan diskusi rutin
dan pelatihan.
Modal Keuangan dan Kerjasama
Hampir tidak membutuhkan
modal yang begitu besar dalam
mempromosikan paket wisata dan
menjual produk. Keuntungan
diperoleh dari sisa produksi untuk
pembayaran pulsa, guide dan
marchandise.
FAKTOR KEBERHASILAN
PENGEMBANGAN WISATA
KOTA TUA
1. Faktor Penarik Wisata Sejarah
Kota Tua
Daya tarik merupakan unsur
utama dalam industri pariwisata,
tanpa ada daya tarik tidak mungkin
ada pariwisata. Daya tarik terdiri dari
beragam jenis, dikategorikan ke
dalam tiga kelompok, yaitu daya
tarik alam, dari tarik ciptaan manusia
dan daya tarik yang diciptakan untuk
tujuan tertentu. Produk wisata yang
dikembangkan oleh KHI termasuk
pada kategori daya tarik ciptaan
manusia. Daya tarik ciptaan manusia
ardikelompokkan menjadi tiga
bentuk, yaitu 1) bangunan, terdiri
dari bangunan bersejarah dan
modern, bangunan agama (katedral,
gereja dan mesjid), biara, monumen,
istana, situs arkeologi, taman hutan,
hiburan indor, kebun dan taman; 2)
budaya, terdiri dari musium, teater
dan olahraga, kesenian dan kerajinan,
agama, sejarah, cerita rakyat,
karnaval, dan festival, dan; 3) sosial,
terdiri dari cara hidup penduduk,
suku bangsa, dan bahasa. DKI
Jakarta adalah kota sejarah, banyak
peninggalan sejarah baik dalam
bentuk bangunan, budaya maupun
sosial. Jakarta pada masa kolonial
adalah kota pelabuhan, bandar udara,
sejak masa VOC sampai
Pemerintahan Republik Indonesia.
Kota Tua adalah areal bekas pusat
pemerintahan Kolonial Hindia
Belanda termasuk dalam kawasan di
bawah perlindungan Pemerintah
Daerah DKI Jakarta.
Bagi masyarakat umum, Kota
Tua seringkali dianggap sebagai
peninggalan. Bagi KHI, Kota Tua
tidak hanya sekedar peninggalan
kolonial, tetapi adalah sumber belajar
dan bermanfaat secara akademis.
Pelajaran sejarah di sekolah dan
perguruan tingggi menggunakan kota
tua sebagai sumber belajar untuk
menggali sejarah kolonial, sejarah
pergerakan nasional, sejarah
kemerdekaan dan sejarah
kontemporer. Mempelajari sejarah
membutuhkan bukti untuk
memperkuat argumentasi, tanpa
bukti sejarah tidak ada artinya. Kota
Tua menjadi sumber belajar dalam
subjek materi sejarah kolonial.
Melihat peluang bahwa wisata
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
72
sejarah banyak diminati oleh
masyarakat umum, KHI kemudian
menggarap program wisata sejarah
kota tua. Program wisata sejarah
yang dijalankan KHI adalah destinasi
satu titik (stopover destinations),
lokasi yang memiliki daya tarik
untuk dikunjungi oleh wisatawan
hanya dengan satu kali saja.
Pemilihan Kota Tua sebagai
destinasi wisata, mengingat Kota Tua
sebagai bagian dari materi pelajaran
sekolah. Wisata sejarah Kota Tua
sudah memiliki segmen pasar yang
jelas, yakni siswa SMP dan
SMA/SMK. Infrastruktur di DKI
Jakarta yang mendukung wisata
sejarah kota tua juga lengkap. Untuk
mencapai lokasi Kota Tua, ada
berbagai sarana transportasi yang
dapat digunakan, yaitu jalan raya,
jalur kereta, terminal bus, dan
jaringan transportasi lokal, fasilitas
parkir dan taksi. Semua fasilitas
umum yang wajib disediakan dalam
industri pariwsata sudah ada di
destinasi Kota Tua.
Di samping infrastuktur dan
fasilitas yang sudah tersedia dan
lengkap, KHI menawarkan kemasan
paket wisata yang berbeda. Dengan
mengusung pilar “rekreatif, edukatif
dan menghibur”, KHI menawarkan
konsep wisata sejarah yang berbeda.
Strategi pembedaan yang dilakukan
KHI melalui pengelolaan kegiatan
wisata yang bernilai edukatif yang,
menghibur dan menyenangkan. Paket
wisata yang ditawarkan juga
bervariasi. Paket wisata Jakarta
Heritage Trails dan Night at
Museums, misalnya adalah paket
kegiatan wisata dengan mengunjungi
satu titik destinasi Kota Tua yang
dilaksanakan di petang dan malam
hari. Program ini mendapatkan
sambutan pasar yang besar. Strategi
juga ditawarkan dalam pelayanan
paket wisata. Pemandu program
Jakarta Heritage Trails (JHT)
mengenakan busana zaman dahulu
(busana jadul). Kesan eksentrik, unik
dan menarik dari pemandu,
merupakan ciri khas dari pemandu
KHI, sehingga wisatawan merasa
bahwa pemandu sebagai seorang
profesional. Strategi lainnya adalah
fokus pada harga. Tidak semua
kegiatan wisata menawarkan harga
kepada konsumen, bahkan tidak
dipungut Harga Tiket Masuk (HTM).
Untuk menutup biaya operasional,
KHI menawarkan proposal promosi
produk perusahaan. Perusahaan
menjadi sponsor biaya operasional.
Dengan strategi pembedaan,
memberikan kepastian kepastian
perlindungan dari serangan para
pesaing dikarenakan konsumen setia
kepada destinasi dan memberikan
sedikit sensitivitas pada harga yang
diberikan. (McVey dan King, 2003:
46). Strategi pembedaan juga
membuat paket wisata yang
ditawarkan KHI memusat pada
segmen pasar tetentu. Dengan
strategi pembedaan, KHI seperti
mendapat ikan besar di dalam kolam
kecil. Strategi pembedaan dan fokus
pada harga bukannya tanpa bahaya,
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
73
sebaliknya berbahaya sekali, dapat
mengakibatkan permintaan produk
bisa mengalami penurunan, strategi
dapat ditiru oleh para pesaing, dan
kegiatan bisnis berhenti beroperasi.
Upaya menangkal bahaya itu,
KHI melakukan dua politik
pemasaran. Pertama, setiap kegiatan
pemasaran dibatasi jumlah peserta.
Tidak semua calon wisatawan dapat
mengikuti kegiatan JHT. Para calon
wisatawan akan berebut menjadi
peserta kegiatan wisata sejarah. Bagi
mereka yang tidak mendaftar kuota
pertama, tidak diterima menjadi
peserta kegiatan dan harus menunggu
pada periode berikutnya. Kedua, ,
Kegiatan paket wisata juga diatur
waktu pelaksanannya. Strategi
pemasaran menolak “aji mumpung”,
produk paket wisata tidak ditawarkan
pada jarak waktu yang dekat, tetapi
per periode. Strategi itu dikenal
dengan strategi menunda kepuasan.
Dengan mengatur jarak dan jumlah
peserta, konsumen akan selalu
menunggu produk dan akan selalu
merasa puas pada saat pertama kali.
2. Faktor Pendorong Wisata
Sejarah Kota Tua
Faktor pendorong permintaan
wisata diartikan sebagai faktor yang
mendorong wisatawan untuk
melakukan liburan. Perubahan gaya
hidup di kalangan masyarakat
perkotaan, terutama di kalangan
remaja di kota besar seperti DKI
Jakarta, ikut mendorong permintaan
terhadap wisata sejarah Kota Tua.
Perubahan gaya hidup terjadi akibat
dari meningkatnya tingkat
pendidikan dan revolusi teknologi
komunikasi. Dunia berubah menjadi
kosmopolit, semua orang di dunia
bisa saling terhubung satu sama lain.
Peningkatan tingkat pendidikan dan
revolusi teknologi komunikasi
berdampak dan berakibat pada
pariwisata.16
Krippendorf berpendapat
bahwa sejak era industri muncul,
masyarakat pariwisata berubah
melalui tiga tahapan.17
Tahap
pertama, wisawatan digambarkan
sebagai penduduk yang “hidup untuk
bekerja”, berwisata dimotivasi oleh
kegiatan “untuk memperbaiki diri,
untuk beristirahat, dan untuk
menghilangkan masalah”. Di tahap
kedua, wisatawan digambarkan
sebagai penduduk yang “bekerja
untuk hidup”, motivasi berwisata pun
berubah menjadi kegiatan untuk
“mengalami sesuatu yang berbeda,
untuk bergembira, untuk menjadi
orang yang aktif”. Pada tahap kegita,
pada saat ini, “kesatuan baru hidup
sehari-hari”, jurang besar antara
bekerja dan berlibur semakin
berkurang. Pada tahap ketiga itu,
motivasi berwisata didorong oleh
keginan untuk: 1) memperluas
16
Müller, H. (2001).Tourism and hospitality
into the 21st century. In A. Lockwood and S.
Medlik (eds), Tourism and Hospitality in the
21st Century. Oxford: Butterworth-
Heinemann. 17
Krippendorf, J. (1987). The
Holidaymakers: Understanding the Impact
of Leisure and Travel. London: Butterworth-
Heinemann.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
74
cakrawala pengetahuan; 2)
mempelajari sesuatu yang baru; 3)
berintropeksi dan berkomunikasi
dengan orang lain; 4) membuka
pikiran dan meningkatkan kreativitas
dan berfikir terbuka, dan 5)
bereksperimen dan mengambil
resiko.
Paket wisata yang ditawarkan
oleh KHI menampung segala macam
motivasi sebagaimana identifikasi
Krippendorf. Melihat wisatawan
yang menjadi peserta program dari
KHI, rata-rata masih berusia muda,
antara 14-40 tahun. Dalam usia
seperti itu adalah usia sekolah dan
pekerja. Secara psikologis adalah
usia yang gemar berpetualang, suka
tantangan, dan berani mengambil
resiko. Program paket wisata JHT
dan Night at Museums yang
dilaksanakan di malam hari adalah
paket wisata yang populer dan paling
digemari. Anak-anak sekolah tingkat
SMP dan SMA/SMK adalah
wisatawan yang paling dominan
mengikuti kegiatan KHI. Anak-anak
sekolah, selain mencintai
petualangan, secara psikologis juga
berani mengambil resiko. Program
paket JHT dan Night at Museums,
adalah kegiatan berwisata yang
mengajak peserta untuk menelusuri
bangunan tua di sekitar situs Kota
Tua.
Pada era industri dan masa
revolusi teknologi, muncul konsep
pariwisata baru. Menurut Poon
pariwisata baru dicirikan oleh enam
kondisi berikut.
Pertama, liburan bersifat
fleksibel dan dapat dibayar pada
harga kompetitif dengan jenis liburan
yang diproduksi secara masal.
Kegiatan yang ditawarkan oleh KHI
dapat dikatakan murah, tidak
membutuhkan biaya penginapan dan
makanan. Kedua, produk pariwisata
dan perjalanan itu bersifat layanan
tidak ditentukan oleh skala ekonomi;
layanan akan terus diproduksi sejauh
itu menguntungkan secara ekonomi
dengan menerapkan manajemen
berorientasi keuntungan. Paket JHT
yang dilakukan pada malam hari
hanya memungut biaya Rp.
100.000,00, peserta mendapatkan
kaos, sticker dan video perjalanan.
Harga HTM itu kemudian
didistribusikan untuk guide,
keamanan, dan fasilitas yang
dikembalikan ke peseta.
Ketiga, liburan ditujukan
pada individu dengan perbedaan
kebutuhan, pendapatan, hambatan
waktu dan tujuan berwisata;
pemasaran masal tidak lagi menjadi
paradigma utama. Wisatawan
membutuhkan waktu yang fleksibel
dengan aktivitas sehari-hatri. Paket
yang ditawarkan oleh KHI
memenuhi unsur fleksibilitas waktu.
Kegiatan juga dapat dilaksanakan di
sore hari, dari jam 16.00 sampai
dengan jam 17.00. Kegiatan
berwisata di sore hari memungkinkan
bagi siswa sekolah. Kegiatan juga
dapat dilakukan di malam hari,
memungkinkan bagi para pekerja
untuk melakukan kegiatan berwisata
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
75
di malam hari, setelah pulang kerja.
Keempat, liburan dikonsumsi dalam
skala besar oleh wisatawan yang
ingin mendapatkan pengalaman lebih
berwisata, lebih mendidik, lebih
berorientasi destinasi, lebih bebas,
lebih fleksibel, dan lebih sadar
lingkungan. KHI meningkatkan
jumlah kuota peserta ketika kegiatan
berwisata dilakukan di malam hari.
Paket wisata Nights at Museums,
dilakukan di hari sabtu-mingu yang
diawali dengan kegiatan petualangan
seperti paket JHT. Jumlah peserta
pada program Nights at Museums,
ditambah kuota, tetap masih
menerapkan pembatasan kuota.
Berdasarkan sudut padang
perubahan nilai dan gaya hidup baru,
tipe baru liburan dan reakreasi
muncul dari slogan “untuk
mengalami sesuatu yang lain dan
berbeda selama berlibur”. Paket
wisata yang ditawarkan oleh KHI
memberikan kebabasan kepada calon
wisatawan untuk menikmati masa
liburan sepenuhnya. Paket wisata
kota tua yang dilaksanakan di malam
hari, diarahkan untuk segmen para
pekerja yang sibuk bekerja di pagi
sampai sore hari. Paket wisata kota
tua yang dilaksanakan di sore hari,
ditujukan kepada calon wisatawan
yang beraktivitas di pagi sampai
siang hari, tetapi tidak ingin
mengambil waktu belajar dan
istrirahat. Paket wisata yang
ditawarkan oleh KHI dengan segmen
usia 14-40 tahun adalah paket wisata
berbasis petualangan yang diarahkan
pada satu atau dua tema dari tema-
tema hiburan (entertainment),
kebahagiaan (excitement), dan
pendidikan (education). Paket
wisata berbasis petualangan
didasarkan pada konsep berwisata
dengan kemasan “kegiatan
mengalami sesuatu”. Pengalaman itu
dapat berbentuk perpindahan,
kehidupan sosial, aktivitas kreatif,
pendidikan, petualangan dalam
kesunyian.
3. Sinergi Antara Faktor
Penawaran dan Faktor
Permintaan
Keberhasilan pengembangan
Wisata Kota Tua oleh Komunitas
Historia Indonsia (KHI) adalah
sinergi antara faktor pendorong dan
penarik, penawaran produk
pariwisata dan jenis segmen pasar
yang dituju. Paket wisata yang
ditawarkan oleh KHI adalah wisata
yang unik, keunikan itu terletak pada
tiga hal, yaitu tempat, kegiatan, dan
objek. Dari sisi tempat, situs Kota
Tua berada di tengah-tengah kota
Jakarta yang mudah diakses oleh
berbagai moda transportasi yang
tersedia. Jaringan transportasi umum
yang mudah diakses memudahkan
calon wisatawan untuk menjangkau
lokasi, tentu dengan biaya yang
relatif murah. Dari sisi kegiatan,
kegiatan yang ditawarkan bervariasi
dengan strategi pembedaan yang
fokus pada waktu kegiatan dan harga
produk. Dari sisi objek, objek yang
dikunjungi menawarkan pengalaman
dan petulangan yang mengesankan,
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
76
berjalan kaki, e sepeda ontel,
bermalam di museum, melihat
pemandangan kota Jakarta di malam
hari adalah unik.
Keunikan itu dipasarkan
melalui tahapan strategi pemasaran
yang bertahap, dari
memperkenalkan, mengajak dan
menyadarkan. Pemasaran yang
dilakukan secara bertubi-tubi melalui
jejaring sosial, efektif menjaga
keterlibatan dan konsentrasi
masyarakat umum untuk terus
mengikuti perkembangan. Kampanye
pemasaran yang provokatif dan
menguggah rasa penasaran, efektif
sebagai jembatan untuk memasarkan
produk paket wisata yang
ditawarkan. Strategi pemasaran tiga
tahapan itu berhasil menangkap
calon wisatawan menjadi pembeli.
Penyebaran informasi melalui
internet dan jejaring sosial
mendorong kepuasan konsumen,
konsumen merasa dihargai dan
dipentingkan. Strategi pemasaran
yang dilakukan melalui jaringan
internet, jejaring sosial, sangat
efektif, mempemudah jalur
informasi, mendekatkan target pasar.
Paket wisata yang ditawarkan
bersesuaian dengan karakteristik
segmen pasar yang membutuhkan
pengalaman wisata yang baru,
menantang, dapat menambah
pengetahuan, dan menghibur.
Secara sosial-budaya, bisnis
pariwisata berbasis komunitas
mampu membangun kerekatan sosial
di antara para partisipan,
keberlanjutan sosial, motivasi
berpartisipasi, peningkatan kapasitas
kelompok dan menimbulkan rasa
kebanggaan sosial dan kelompok.
Kampanye bahwa sejarah itu penting
dan mempelajari sejarah itu
menyenangkan yang dibuktikan
dengan pengalaman wisata yang
edukatif, rekreatif dan menghibur,
ternyata berhasil membangkitkan
optimisme sosial dan ketahanan
sosial. Terbukti dari kampanye status
melalui Facebook dan Twitter
berhasil membangun kerekatan sosial
di antara para remaja, mahasiswa dan
kalangan umum, untuk menjadi
orang yang peduli pada peninggalan
sejarah dan budaya bangsa
Indonesia. Komentar penolakan
perusakan situs sejarah, bangunan
lama, serta terhadap kebijakan
pemerintah yang tidak pro terhadap
pelestarian sejarah, membuktikan
bahwa tingkat kepedulian
masyarakat sudah terbangun.
Kerekatan sosial dan optimisme
sosial juga terbentuk dari semaki
banyaknya permintaan untuk
meminta KHI menjadi pembicara
pada kegiatan akademis dan
pembelajaran di sekolah-sekolah,
dengan topik “mempelajari sejarah
itu menyenangkan”, adalah bukti
bahwa optimisme sosial mulai
tumbuh dan berkembang di
masyarakat umum. KHI dengan
wisata sejarah telah mampu
mebangun “dialog pasca-kolonial
tentang nasionalisme”. Kepuasan
konsumen dan cerita dari mulut ke
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
77
mulut melahirkan reputasi destinasi
di pasar lokal dan nasional.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pengembangan
wisata sejarah kota tua berada di
Kuadran I dan II, Pendekatan
Responsif dan Pendekatan Teracang,
keduany didorong oleh faktor
penawaran dan digerakkan oleh
masalah. Pendekatan responsif, perlu
didukung oleh kepiwaian
berkomunikasi dan membaca
peluang. Komunikasi dibutuhkan
untuk menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak yang terlibat dalam
pengembangan pariwisata.
Kemampuan membaca peluang
adalah kemampuan menilai berbagai
potensi yang dapat memberikan nilai
tambah terhadap sumberdaya alokatif
dan otoritatif yang dimiliki.
Kepemilikan jaringan sebagai
sumberdaya alokatif dimanfaatkan
untuk membangun kepercayaan
terhadap pihak lain, sementara
sumberdaya otoritatif adalah
penggunaan sumberdaya yang ada
untuk menjalankan program.
Terbentuknya KSPBI-Historia
menjadi unsur utama sumberdaya
alokatif dan otoritatif yang
digunakan untuk meyakinkan
berbagai pihak tentang gagasan yang
ingin dilaksanakan. Keberanian
untuk mengemukakan gagasan,
keberanian mengambil resiko juga
penting untuk meyakinkan pihak lain
tentang keberhasilan yang akan
diperoleh.
Perselihan paham antara
anggota menjadi sumber penghancur.
Berangkat dari kehancuran,
pendekatan responsif ditinggalkan,
kemudian beralih kepada pendekatan
terencana. Pendekatan terencana
memberikan alur perencanaan dan
pengelolaan wisata dan manajemen
destinasi. Pendekatan yang dilakukan
oleh KHI dilakukan secara bertahap
dan bersifat gradual, Tahap
Perkenalan, yaitu memberikan
informasi dan memperkenalkan
gagasan, lalu menawarkan program.
Tahap Mencintai, adalah
memberikan indormasi, membuka
gagasan, lalu menawarkan program.
Tahap ketiga, adalah Tahap
Kesadaran, adalah memberikan
informasi, memprovokasi sikap dan
tindakan, lalu menawarkan gagasan.
Secara sosial, pengembagan wisata
sejarah oleh KHI dapat menghimpun
kerekatan sosial, optimisme sosial,
dan kesadaran, dan pada akhirnya
keuntungan finansial diperoleh.
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN : 2502 - 5406
78
REFERENSI
Burns, P. 2009. Tourism and
Anthropology. London:
Routledge.
Chambers, E. (ed.). 1997. Tourism
and Culture: An Applied
Perspective. New York: State
University Press of New
York.
Creswell, J. 1994. Research Design:
Qualitative & Quantitative
Approaches. California: Sage
Pulications.
George, E. Wanda., Heather Mair,
and Donald G. Reid. 2009.
Rural Tourism Development:
Localisme and Rural Cultural
Changes. Toronto: Channel
View Pulications.
John Van Maanen. 1988. Tales of
The Field: On Writing
Ethnography. Chicago:
University of Chicago.
King, V. and Wilder, W. 2003. The
Modern Anthropology of
South East Asia: An
Introduction. London:
Routledge-Curzon.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung: Rosda Karya.
Huberman, Michael dan Mattew B.
Miles, Manajemen Data dan
Analisis Data, dalam Denzin,
Norman K. dan Yvonna S.
Lincoln (Eds). 2009.
Handbook of Qualitative
Research. Terjemahan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Proshansky, H.M., Fabian, A.K. and
Kaminoff, R. 1983. Place-
Identity: Physical World
Socialization Of The Self.
Journal of Environmental
Psychology. Vol.3, 57-83., p.
62.
Renshaw, P. 2002. Globalization,
Music and Identity. London:
Global.
Ritchie, J.R. and Crouch, G.I. 2003.
The Competitive Destination:
A Sustainable Tourism
Perspective. Wallingford:
CABI Publishing.
Stake, Robert E., Studi Kasus, dalam
Denzin, Norman K. dan
Yvonna S. Lincoln (Eds).
2009. Handbook of
Qualitative Research.
Terjemahan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Shilling, D. 2006. Civic Tourism. On
WWW at
http://www.civictourism.org.
Yin, R.K. 1989. Case Study
Research: Design and Methods.
California: Sage.