analisis penerapan pemberian paten terhadap sel …

24
1 ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL PUNCA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN Raisa Rishya Renald Rinaldi dan Brian A. Prastyo Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia ABSTRAK Nama : Raisa Rishya Renald Rinaldi Program Studi : Ilmu Hukum (Hukum tentang Kegiatan Ekonomi) Judul : ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL PUNCA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN Penelitian ini disusun dalam rangka melakukan analisis terhadap Undang-Undang 14 Tahun 2001 tentang Paten, khususnya pengaturan mengenai ruang lingkup invensi dan syarat patentabilitas ketika diterapkan pada permohonan klaim paten terhadap sel punca. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pertama, bahwa sel punca yang telah dimodifikasi dan/atau dikeluarkan dari lingkungan alamiahnya memenuhi ruang lingkup suatu invensi. Kedua, sel punca merupakan invensi yang dapat dipatenkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten ketika memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri dengan catatan bahwa sel punca tersebut bukan merupakan sel punca yang berasal dari embrio manusia. Kata kunci: Paten Terhadap Sel Punca; Invensi dan Discovery; Product of Nature; Product Derived from Nature; Kebaruan; Langkah Inventif; Dapat Diterapkan Dalam Industri; Ordre-Public dan Moralitas. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

1

ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL PUNCA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG

PATEN

Raisa Rishya Renald Rinaldi dan Brian A. Prastyo

Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia ABSTRAK Nama : Raisa Rishya Renald Rinaldi Program Studi : Ilmu Hukum (Hukum tentang Kegiatan Ekonomi) Judul : ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL PUNCA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN Penelitian ini disusun dalam rangka melakukan analisis terhadap Undang-Undang 14 Tahun 2001 tentang Paten, khususnya pengaturan mengenai ruang lingkup invensi dan syarat patentabilitas ketika diterapkan pada permohonan klaim paten terhadap sel punca. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pertama, bahwa sel punca yang telah dimodifikasi dan/atau dikeluarkan dari lingkungan alamiahnya memenuhi ruang lingkup suatu invensi. Kedua, sel punca merupakan invensi yang dapat dipatenkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten ketika memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri dengan catatan bahwa sel punca tersebut bukan merupakan sel punca yang berasal dari embrio manusia. Kata kunci: Paten Terhadap Sel Punca; Invensi dan Discovery; Product of Nature; Product Derived from Nature; Kebaruan; Langkah Inventif; Dapat Diterapkan Dalam Industri; Ordre-Public dan Moralitas.  

 

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 2: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  2

ABSTRACT Name : Raisa Rishya Renald Rinaldi Program : Law (Law of Economy Activity) Title : ANALYSIS ON THE IMPLEMENTATION OF STEM CELLS

PATENT BASED ON LAW NUMBER 14 OF 2001 REGARDING PATENTS

This research was arranged in order to conduct an analysis on Law Number 14 of 2001 Regarding Patents, specifically for the regulation on the scope of the invention and the patentability requirements when applied to the claims of the patent application for stem cells. Firstly, this research found that stem cells that have been modified and/or removed from their natural environment meet the scope of an invention. Secondly, stem cells are patentable invention if the stem cells are novel, involve an inventive step and susceptible of industrial application based on Law Number 14 Of 2001 Regarding Patents as long as the stem cells are not derived from human embryos. Keywords: Stem Cells Patent; Invention and Discovery; Product of Nature; Product Derived from Nature; Novelty; Inventive Step; Industrial Applicable; Ordre-Public and Morality.

I. PENDAHULUAN

Kemampuan manusia untuk mempertahankan hidup dari berbagai penyakit

yang terus mengancam merupakan salah satu faktor tetap eksisnya manusia di dunia

sampai saat ini. Ancaman penyakit salah satunya datang penyakit degeneratif, yaitu

penyakit yang muncul akibat adanya proses kemunduran fungsi sel-sel tubuh dari

keadaan normal menjadi lebih buruk dan berlangsung secara kronis.1 Sampai saat ini,

penyakit degeneratif seperti jantung, kanker dan diabetes merupakan penyumbang

tertinggi kematian di dunia.2 Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung

                                                                                                               1 Alan Zelicoff dan Michael Bellomo, More Harm Than Good: What Your Doctor May Not Tell

You About Common Treatments And Procedures, (USA: Amacom, 2008), hal. 176-177 dan Ruri Diah Pamela, “Overweight dan Obesitas Sebagai Suatu Resiko Penyakit Degeneratif,” http://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=article&id=115:overweight-dan-obesitas-sebagai-suatu-resiko-penyakit-degeneratif&catid=3:artikel&Itemid=2, 2 Februari 2013

2 World Health Organization (WHO), “World Health Statistics 2012,” http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/EN_WHS2012_Full.pdf, 2 Februari 2013 dan Bambang Irawan Martohusodo, “Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,” http://mgb.ugm.ac.id/media/download/pidato-pengukuhan.html?download=122&start=40, 2 Februari 2013.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 3: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  3

contohnya, telah mencapai hampir 50% di negara yang sudah maju dan 25% di negara

yang sedang berkembang.3 Sementara berdasarkan Litbang Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, dari data Riset Kesehatan Dasar per tahun 2007 menyebutkan,

angka kematian akibat penyakit-penyakit degeneratif meningkat dari 41,7% pada

tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007.4

Kondisi di atas mengantarkan manusia untuk melakukan peningkatan kualitas

kesehatan ini dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengembangkan teknologi-

teknologi di bidang kesehatan seperti obat-obatan, teknik mengidentifikasi penyakit

dan teknologi-teknologi lainnya sebagai penyeimbang atas berkembang pesatnya

berbagai penyakit. Di Indonesia, pengembangan teknologi dicanangkan dalam 2 (dua)

program antara lain riset ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta penelitian

dan pengembangan biomedis dan teknologi dasar kesehatan.5

Dewasa ini, teknologi kesehatan yang berkembang dengan pesat adalah

teknologi kesehatan yang menggunakan materi biologis (bioteknologi) seperti obat-

obatan atau metode yang menggunakan makhluk hidup atau bagian dari makhluk

hidup, misalnya sel dan gen dari makhluk hidup.6 Adapun salah satu bioteknologi

yang perkembangannya paling pesat untuk menjawab permasalahan kesehatan ini

yaitu penggunaan sel punca. Sel punca merupakan sel yang berada dalam tubuh

makhluk hidup, salah satunya dalam tubuh manusia yang belum terspesialisasi dan

mempunyai kemampuan atau potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel

yang spesifik yang membentuk jaringan tubuh.7 Hasil penelitian dan pengembangan

                                                                                                               3 Ibid.

4 “Stroke Penyebab Kematian Tertinggi,” http://health.kompas.com/read/2012/09/30/12033537/, 2 Februari 2013

5 Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 (Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012), hal. 32.

6 Chynthia M. Ho, Access to Medicine in The Global Economy: International Agreements on Patents and Related Rights, (New York: Oxford University Press, 2011), hal. 4 dan National Physicians Biologics Working Group, “Biologics: Different Class of Medications That Makes a Difference For Our Patients,” http://allianceforpatientaccess.org/120117%20NPBWGWhitePaper.pdf, 3 Februari 2013.

7 Øyvind Baune et al, “Stem Cells: Sources and Clinical Applications,” dalam Lars Østnor, Stem Cells, Human Embryos and Ethics: Interdisciplinary Perspectives, (Norway: Springer, 2008), hal. 21-22 dan Ahmad Aulia Jusuf, Aspek Dasar Sel Punca Embrionik dan Potensi Pengembangannya (Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta 2008), hal. 2

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 4: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  4

menunjukan bahwa potensi sel punca begitu besar. Sel punca memiliki potensi untuk

menyembuhkan segala penyakit degeneratif tanpa terkecuali.8

Atas potensi dan manfaat dari sel punca bagi masyarakat, sel punca juga

memberikan manfaat bagi penemu atau inventornya, yaitu untuk melakukan

komersialisasi terhadap sel punca. Untuk dapat melakukan komersialisasi, maka

inventor harus memastikan bahwa ia memiliki hak eksklusif atas sel punca tersebut.

Adapun terkait invensi berupa sel punca, hak paten merupakan instrumen hukum

yang melindungi hak-hak dari para inventor.9 Paten sebagai suatu hak eksklusif yang

lahir sebagai penghargaan yang diberikan oleh negara bagi inventor atas invensinya

yang bermanfaat bagi kehidupan manusia yang sepatutnya dilindungi sebagai hak

kekayaan intelektual.

Pemberian paten terhadap sel punca ternyata menimbulkan perdebatan yang

sengit mengacu kepada praktik yang berkembang di Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Perdebatan tersebut antara lain atas dasar sifat sel punca yang merupakan materi yang

berasal dari makhluk hidup dalam kaitannya dengan paten yang hanya melindungi

invensi dan bukan discovery.10 Selain itu adanya kekhawatiran bahwa pemberian

paten terhadap sel punca akan bertentangan dengan moralitas dan ketertiban umum.11

Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah sel punca merupakan suatu invensi?

2. Apakah sel punca memenuhi syarat patentabilitas dan dapat dipatenkan

berdasarkan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten

                                                                                                               8 Danny Halim et al, Stem Cell:Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal.

84.

9 Lori P. Knowles, ”Stem Cells Patents,” http://www.stemcellnetwork.ca/uploads/File/whitepapers/Stem-Cell-Patents.pdf, 4 Februari 2013.

10 Sreenivasulu dan Raju, Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings, (India: Manupatra, 2008). Hal. 62 dan Karl Bozicevic, “Distinguishing Products of nature from products derived from nature,” Journal of the Patent and Trademark Office Society (Agustus 1987): 415-426.

11 Lori P. Knowles, Stem Cells Patents, hal. 2 dan Amina Agovic, “Stem Cell Patents: Looking For Serenity,” dalam Intellectual Property And Emerging Technologies, (USA: Edward Elgar, 2012), hal. 228-254.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 5: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  5

II. SEL PUNCA

Sel merupakan penyusun makhluk hidup (organisme). Organisme sendiri

merupakan entitas yang hidup secara mandiri. Bentuk paling sederhana dari entitas

tersebut adalah organisme bersel satu misalnya bakteri dan amoeba. Sementara entitas

yang kompleks adalah organisme yang tersususn oleh banyak sel misalnya tumbuhan

dan manusia. Sel memiliki fungsi dasar dan fungsi yang telah terspesialisasi. Fungsi-

fungsi ini sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kerusakan pada sel akan

mengganggu juga fungsi dari jaringan, organ serta kebutuhan manusia misalnya untuk

bernafas, metabolisme tubuh, bergerak, tanggap terhadap rangsangan dan hal-hal

lainnya. Gambaran umum di atas terangkum dalam definisi sel yaitu:

1. Sel adalah unit kehidupan struktural dan fungsional terkecil dari tubuh.12

2. Sel adalah unit dasar yang menyusun makhluk hidup serta mempengaruhi

fungsi dari makhluk hidup tersebut dalam melaksanakan proses-proses yang

terkait dengan kehidupannya.13

Secara medis, penggunaan materi biologis (bioteknologi) memiliki potensi dan

manfaat yang lebih besar dari pada penggunaan materi kimiawi. Sehingga dewasa ini

sedang gencar-gencarnya penelitian dan pengembangan terhadap bioteknologi, salah

satunya ditandai dengan James Thomson yang berhasil membuat galur murni sel

punca embrionik manusia, dimana sel tersebut memiliki potensi untuk berdiferensiasi

menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh manusia.14 Ini merupakan titik terang bagi

peningkatan kualitas kehidupan manusia.

Sel punca (Stem cell) adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang

mempunyai kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel

yang spesifik (berdiferensiasi) yang membentuk berbagai jaringan tubuh.15 Sel punca

juga merupakan awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun keseluruhan

tubuh organisme, termasuk manusia.16 Ada 2 (dua) jenis sel punca, yaitu sel punca

                                                                                                               12  Lauralee Sherwood, Human Physiology: From Cells to Systems, (USA: Cengage, 2013), hal.

2.  13  Ethel Sloane, Anatomi dan Fisiologi, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), hal.

34.  14  Danny Halim et al, Stem Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, hal. 4.  

15 Jusuf, Aspek Dasar Sel Punca Embrionik dan Potensi Pengembangannya, hal. 10 dan lihat juga Anatomy 101: “Stem Cells-Reeeve Irvine Research Center,” http://www.reeve.uci.edu/anatomy /stemcells.php . 30 April 2013.

16 Danny Halim et al, Stem Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, hal. 4.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 6: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  6

dewasa dan sel punca embrionik. Sel punca dewasa adalah sel punca yang ditemukan

di antara sel-sel lain yang telah berdiferensiasi, dalam suatu jaringan yang telah

mengalami maturasi. Karena telah mengalami maturasi maka kemampuan

diferensiasinya terbatas. Sementara sel punca embrionik merupakan awal dari

pembentukan seluruh jenis sel dalam tubuh manusia. Hal ini karena sel punca

embrionik adalah sel punca yang didapatkan saat perkembangan individu masih

berada dalam tahap embrio (inner cell mass) yang terdapat dalam blastocyst (embrio

yang terdiri atas 50-150 sel yang terbentuk pada hari ke-5 pembuahan).17 Lain dengan

sel punca dewasa, sel punca embrionik memiliki potensi untuk berdiferensiasi

menjadi hampir semua jenis sel dalam tubuh manusia.

Berbagai penyakit, khususnya penyakit degeneratif disebabkan karena

rusaknya atau penuaan (aging) dari sel-sel dalam tubuh manusia dan dengan

penjelasan di atas maka sel punca dapat menjadi solusi dari permasalahan ini. Adapun

potensi penggunaan dan manfaat dari sel punca, yaitu antara lain:18

1. Mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang sehat pada

jaringan atau organ tubuh pasien;

2. Menggantikan sel-sel spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera tertentu

dengan sel-sel baru yang ditranspalantasikan (Cell Based Therapy);

3. Mendiagnosis penyakit degeneratif;

4. Terapi gen;

5. Terapi sel;

6. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada organisme

termasuk perkembangan organisme dan kanker;

7. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru terutama untuk

mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan.

III. SEL PUNCA: INVENSI ATAU DISCOVERY

Melakukan analisis terhadap suatu obyek yang akan dipatenkan dalam rangka

memastikan obyek tersebut merupakan invensi dalam lingkup hukum paten

merupakan tindakan yang fundamental, khususnya bagi invensi di bidang                                                                                                                

17 Jusuf, Aspek Dasar Sel Punca Embrionik dan Potensi Pengembangannya, hal. 3

18 Ibid., hal 5, Danny Halim et al, Stem Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, hal.98-126, dan Wawancara dengan dr.Ahmad Aulia Jusuf, PhD., Departemen Histologi FKUI, 8 April 2013.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 7: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  7

bioteknologi. Bioteknologi yang menggunakan materi alamiah cenderung dikaitkan

dengan penemuan semata (discovery) dan bukan invensi.19 Hal ini juga tidak terlepas

dari pandangan yang menyatakan bahwa “living things are not new and are not at all

patentable”.20

Pembedaan invensi dan discovery dapat merujuk pada pemahaman mengenai

product of nature dan product derived from nature. Segala sesuatu terjadi karena

memang sudah kodratnya dan dengan demikian obyek tersebut dipandang merupakan

penemuan semata (discovery) dan discovery tidak dilindungi oleh hukum paten. Ini

merupakan perwujudan dari pemahaman yang dikenal dengan product of nature.

Adapun argumentasi yang menentang hal ini, yaitu bahwa invensi di bidang

bioteknologi bukan semata-mata suatu product of nature melainkan suatu invensi

yang dapat dipatenkan sebagai perwujudan dari pemahaman yang dikenal dengan

product derived from nature. Kedua hal ini secara istilah memang berbeda namun

secara praktis, dua hal ini sangat sulit untuk dibedakan.

Invensi (Product Derived From Nature) dan Discovery (Product of Nature)

Perbedaan product of nature dalam lingkup discovery dengan product derived

from nature dalam lingkup invensi menjadi sorotan publik pada kasus Diamond v.

Chakrabarty ketika Mahkamah Agung Amerika Serikat memberikan paten terhadap

bakteri milik Chakrabarty karena bakteri tersebut merupakan bakteri baru dengan

karakteristik yang berbeda dengan bakteri sejenis yang ditemukan di alam serta

memiliki potensi kemanfaatan yang signifikan. Bakteri tersebut memang dapat

digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak dengan kemampuan

mengkonsumsi hidrokarbon. Adapun kemampuan bakteri tersebut diklaim oleh

Chakrabarty merupakan hasil intervensinya untuk melakukan isolasi dan mengubah

struktur molekul dari bakteri asal.21 Mahkamah Agung Amerika Serikat memandang

bakteri ini tidak bersifat alamiah namun merupakan hasil intervensi intelektualitas

                                                                                                               19 Leeron Morad, “Stemming The Tide on Patentability of Stem Cells and Differentiation

Processes,” New York University Law Review Vol. 87:551 (2012):565.

20 Sreenavisulu dan Raju, Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings, hal. 74.

21 Lihat Putusan Mahkamah Agung Diamond v. Chakrabarty, 447 U.S. 303, 206 USPQ 193 (1980), “Statement of Q. Todd Dickinson , Acting Assistant Secretary of Commerce and Acting Commissioner of Patents and Trademarks,” http://www.uspto.gov/web/offices/ac/ahrpa/opa/bulletin/stemcell.pdf, 10 Mei 2013 dan Karl Bozicevic, “Distinguishing “Product of Nature” from Products Derived from Nature,” Journal of the Patent and Trademarks Office Society 198th (August): 422-423.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 8: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  8

Chakrabarty. Dengan demikian bakteri ini dianggap bukan merupakan suatu

discovery atau product of nature namun merupakan suatu invensi yang dapat

dipatenkan karena telah memenuhi pasal 101, 102 dan 103 Undang-Undang Paten

Amerika Serikat. Putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat ini yang akhirnya

memotivasi perlindungan paten terhadap modifikasi, isolasi dan pemurnian produk-

produk alamiah seperti bakteri, sel, gen dan lain-lain atas dasar pernyataan “anything

under the sun that is made by man is patentable”22 yang akhirnya mempengaruhi

lingkup suatu invensi dalam hukum paten.

Kantor Paten Eropa (EPO) juga memberikan paten atas invensi terkait dengan

product of nature dalam kasus Howard Florey/Relaxin.23 Kasus ini bermula ketika

Howard Florey akan mematenkan gen yang merupakan kode dari protein alami yang

dikenal dengan sebutan relaxin. Gen tersebut memungkinkan pelaksanaan produksi

protein relaxin melalui proses biologis di luar tubuh manusia. Atas permohonan paten

tersebut, EPO berpendapat bahwa penemuan atas suatu materi yang telah ada di alam

tidak dilindungi oleh hukum paten. Namun ketika materi tersebut ada karena proses

pengisolasian yang baru dari lingkungan sekitarnya yang dilakukan oleh manusia,

maka gen tersebut dapat dipatenkan.24

Apabila diperhatikan secara seksama maka kedua kasus di atas pada dasarnya

tidak mengindikasikan bahwa suatu product of nature kemudian merupakan suatu

invensi. Paten tidak melindungi product of nature semata namun melindungi invensi

yang merupakan hasil intervensi dari intelektualitas manusia terhadap materi-materi

yang berasal dari alam (product derived from nature).25

Sel Punca Sebagai Invensi

Adapun dua pendekatan terkait dengan intervensi atas dasar intelektualitas

yang inventor miliki di bidang invensinya. Pendekatan yang pertama yaitu bahwa

perlu disadari bahwa semua invensi di bidang bioteknologi memiliki sifat product of

                                                                                                               22 Ibid

23 Lihat “Howard Florey/Relaxin T 0272/95 - 3.3.4 (23 Oktober 2002)”. http://www.epo.org/law-practice/case-law-appeals/pdf/t950272eu2.pdf. 15 April 2013

24 Ibid dan Antony Taubman, “The International Patent System and Biomedical Research: Reconciling Aspiration, Policy and Practice” http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2628210/ 5 Mei 2013.

25 Karl Bozicevic, “Distinguishing Products of nature from products derived from nature,” hal. 425.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 9: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  9

nature. Namun intelektualitas dan campur tangan inventor akan membuat invensi

tersebut memiliki manfaat atau potensi yang khas sehingga membuat invensi tersebut

ialah hal yang baru dan berbeda dari product of nature.26 Pendekatan yang kedua

yaitu suatu produk alamiah dalam hal ini misalnya sel, gen, bakteri merupakan

invensi yang dapat dipatenkan ketika produk tersebut telah berhasil diisolasi,

dimurnikan dan/atau dikultur atas dasar suatu proses atau metode teknis yang

dicetuskan oleh manusia. Dengan demikian, inventor merupakan orang pertama yang

membuat invensi tersebut tersedia untuk dapat digunakan dengan cara mengisolasi

dan memurnikannya dari lingkungan asalnya darimana invensi tersebut berasal.27

Walaupun demikian, beberapa ahli tidak setuju dengan konsep ini karena pada

dasarnya melakukan isolasi atas invensi di bidang bioteknologi seperti yang

disebutkan di atas ialah hal yang memang harus dilakukan oleh inventor ketika akan

melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut atas invensi tersebut. Jika

mengisolasi suatu produk alamiah telah mengeliminir suatu product of nature maka

dengan mudah segala macam barang tiba-tiba bisa menjadi dipatenkan. Hal ini yang

di rasa begitu mudah pemenuhan ruang lingkup suatu invensi untuk dapat

dipatenkan.28

Dengan demikian, sel punca merupakan suatu invensi karena sel punca

memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Untuk mengeluarkan potensi dari sel punca, diperlukan peran manusia untuk

melakukan penelitian dan pengembangan untuk menemukan kemanfaatan dan

aplikasi dari sel punca terhadap dunia kesehatan, misalnya terkait dengan teknik

isolasi, teknik kultur sel serta manipulasi sel untuk merubah sel punca menjadi jenis

sel yang diinginkan.29 Sel punca tetap merupakan obyek yang dapat dipatenkan

karena paten diberikan kepada produk yang baru, memiliki kekhasan serta memiliki

                                                                                                               26 Sreenavisulu dan Raju, Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings, hal. 76.

27 Varu Chilakamarri, “Structural Nonobviousness: How Inventiveness is Lost in the Discovery,” Virginia Journal of Law & Technology Vol. 10, No. 7 (2005): 6

28 John M. Golden, “Biotechnology, Technology Policy, and Patentability: Natural Products and Invention in the American System,” dalam Intellectual Property and Biotechnology, (UK: Edward Elgar, 2011), hal. 127-128, dan “US Supreme Court May Invalidate Gene Patents, But Create a Little Change,” https://law.duke.edu/sites/default/files/news/IP%20Watch_04-2013_Myriad%20May%20Changle%20Little.pdf, 12 Juni 2013

29 Wawancara dengan Prof. dr. Jeanne A. Pawitan PhD dan dr.Ahmad Aulia Jusuf, PhD., Departemen Histologi FKUI, 8 April 2013.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 10: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  10

potensi kemanfaatan meskipun obyek tersebut berasal dari alam selama sel punca

tersebut telah diisolasi, dimurnikan dan/atau dikultur dengan proses teknis buatan

manusia sehingga sel punca tersebut bukan lagi suatu materi alamiah.30

IV. PATENTABILITAS SEL PUNCA

Sel punca, gen dan invensi sejenis merupakan invensi yang dapat dipatenkan.

Pemberian paten terhadap invensi tersebut dipelopori oleh paten terhadap bakteri

Chakrabarty di Amerika Serikat. Bahkan di Eropa, dalam European Biotechnology

Directive 98/44 telah mengatur pemberian paten terhadap sel punca pada pasal 5.2

yang menyatakan bahwa:

“an element isolated from the human body or otherwise produced by means of

a technical process, including the sequence or partial sequence of a gene, may

constitute patentable invention, even if the structure of that element is

identical to that of a natural element.”

Atas dasar pemahaman bahwa sel punca dapat dipatenkan, maka sel punca

harus memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam

industri serta tidak bertentangan dengan moralitas dan ordre public. Dalam

praktiknya, ada beberapa kendala yang perlu menjadi perhatian khusus karena

membuat sel punca tidak memenuhi syarat-syarat patentabilitas. Setidaknya ada dua

klaim paten atas sel punca yang menjadi perhatian dunia karena paten tersebut menuai

kontroversi, yaitu kasus klaim paten atas sel punca milik Winsconsin Alumni

Research Foundation (WARF) dan manusia dan klaim paten atas sel punca milik

Oliver Brüstle.

Klaim Paten Terhadap Sel Punca Embrionik milik WARF

James Thomson, orang yang pertama kali mengisolasi sel punca dari embrio

manusia. Ia mematenkan metode isolasi termasuk sel punca tersebut. Klaim paten

tersebut mengatasnamakan WARF (Wisconsin Alumni Research Foundation) dan

dilisensikan kepada Geron Corporation, salah satu perusahaan bioteknologi terbesar

                                                                                                               30 Lihat Q. Todd Dickinson

http://www.uspto.gov/web/offices/ac/ahrpa/opa/bulletin/stemcell.pdf, 10 Mei 2013 dan American Fruit Growers, Inc. v. Brodex Co., 283 U.S. 1, 11, 8 U.S.P.Q. 131, 133 (1931)

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 11: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  11

di Amerika Serikat. Kemudian PUBPAT (The Public Patent Foundation) dan FTCR

(The Foundation for Taxpayer and Consumer Rights mengajukan keberatan karena

pemberian paten terhadap isolasi dari sel punca dapat menghambat peneliti dalam

melakukan penelitian dan pengembangan sel punca.

USPTO menyatakan bahwa sel punca milik WARF tidak memenuhi syarat

kebaruan karena dalam klaim paten milik Williams yang diajukan PUBPAT dan

FTCR sebagai prior art dari sel punca milik WARF. Prior art menurut pemeriksa

telah terbukti dengan adanya penjelasan di dalam klaim paten Williams mengenai sel

punca yang berasal dari embrio, meskipun tidak ada pengungkapan ‘specific working

examples’ di mana sel punca embrionik manusia tersebut dibuat. Selain itu metode

isolasi yang dilakukan oleh James Thomson ternyata tercakup dalam salah satu dari

dua metode yang dipatenkan dalam paten Williams, walaupun penerapannya

dikenakan pada obyek yang berbeda, yaitu Williams menerapkannya pada embrio

tikus, sementara James Thomson menerapkannya pada embrio manusia.

USPTO juga menyatakan bahwa sel punca milik WARF tidak memenuhi

syarat langkah inventif (non-obviousness). USPTO pada awalnya berpendapat bahwa

sel punca memenuhi syarat non-obviousness karena tidak ada dugaan keberhasilan

yang wajar (reasonable expectation of success) bahwa sel punca embrionik dapat

diisolasi. Namun sel punca WARF ternyata merupakan hasil dari penerapan metode

isolasi sel punca embrionik yang serupa dengan metode isolasi sel punca embrionik

tikus.31 Hal ini telah memperlihatkan bahwa tidak adanya penciptaan metode atau

pendekatan baru atas metode isolasi ini. Pemeriksa berpendapat bahwa untuk

memenuhi syarat ‘non-obviousness’ inventor harus mencoba segala bentuk

kemungkinan yang ada untuk menciptakan invensi dan tidak hanya mengikuti cara

yang telah ada. Dengan demikian paten WARF tidak memenuhi syarat ‘non-

obviousness’.

                                                                                                               31 Metode isolasi sel punca embrionik yang akan dipatenkan seragam dengan metode isolasi

sel punca embrionik dari berbagai hewan, termasuk tikus, babi dan domba yang tercantum dalam beberapa publikasi, antara lain tulisan Elizabeth Robertson, seorang peneliti dari Oxford University pada tahun 1983 dan 1987, Jorge Piedrahita, seorang peneliti dari North Carolina State University pada tahun 1990 dan Paten milik Robert Lindsay Williams (No. 5.166.065) pada tahun 1992.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 12: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  12

Klaim Paten Terhadap Sel Punca Embrionik Milik Oliver Brüstle

Oliver Brüstle, mendapatkan paten dari Kantor Paten Jerman atas invensi

tentang metode konversi sel punca embrionik menjadi sel-sel saraf. Atas invensi ini,

Greenpeace mengajukan keberatan atas paten ini dan paten ini dibatalkan oleh Kantor

Paten Jerman karena metode tersebut menggunakan sel punca embrionik. Adapun

Brüstle mengajukan banding ke Pengadilan Paten Federal Jerman atas dasar bahwa

tidak ada klaim paten terhadap sel punca embrionik dalam permohonan paten yang

diajukan oleh Brüstle.32 Karena kasus ini merupakan kasus pertama yang membahas

tentang penggunaan embrio manusia serta kaitannya dengan moralitas dan ketertiban

umum, maka Pengadilan Paten Federal Jerman memilih untuk melimpahkan beberapa

pertanyaan untuk diputuskan oleh European Court of Justice (ECJ) dalam kaitannya

dengan pasal 6 Biotechnology Directive dan pasal 53(a) Konvensi Paten Eropa.33

Adapun hal-hal yang harus diputuskan oleh ECJ antara lain:34

1. Apakah arti dari ‘embrio manusia’ dalam ruang lingkup pasal 6(2)(c) European

Biotechnology Directive?

2. Apakah arti ‘penggunaan embrio manusia untuk industri atau kepentingan komersial’

dalam pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive dan apakah penggunaan untuk

penelitian ilmiah termasuk ruang lingkup eksploitasi komersial seperti yang tercantum

dalam pasal 6(1) European Biotechnology Directive?

3. Bagaimana patentabilitas dari teknologi yang dipatenkan terkait pasal 6(2)(c)

European Biotechnology Directive jika penggunaan embrio manusia bukan

merupakan bagian dari klaim teknologi tersebut?

Atas pertanyaan yang diajukan oleh Pengadilan Paten Federal Jerman, dengan

memperhatikan pendapat dari Advocates-General, ECJ memutuskan bahwa sel punca

embrionik yang berasal dari embrio manusia dalam tahap blastokista termasuk dalam

ruang lingkup ‘embrio manusia’ dalam pasal 6(2)(c) European Biotechnology

                                                                                                               32  Oliver Brüstle v. Greenpeace, Case C-34/10, 18 Oktober 2011 dan Amina Agovic, Stem

Cell Patents: Looking For Serenity, hal. 242-243  33 Lihat Pasal 234 Treaty establishing the European Community (EC Treaty) yang

menyatakan bahwa 'The Court of Justice shall have jurisdiction to give preliminary rulings concerning: (a) the interpretation of this treaty; (b) the validity and interpretation of acts of the institutions of the Community and of the ECB (c) the interpretation of the statutes of bodies established by an act of the Council, where those statutes so provide.

34  Oliver Brüstle v. Greenpeace, Case C-34/10, 18 Oktober 2011  

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 13: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  13

Directive. Atas pertanyaan kedua, ECJ menyatakan bahwa pengecualian pemberian

paten mengenai penggunaan embrio manusia untuk keperluan industri atau komersial

dalam pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive mencakup juga penggunaan

untuk penelitian ilmiah kecuali untuk tujuan terapi atau diagnostik yang diterapkan

dan bermanfaat bagi embrio manusia, maka itu dapat dipatenkan. Untuk menjawab

pertanyaan ketiga dari Pengadilan Paten Federal Jerman, ECJ menyatakan bahwa

penjelasan atas pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive ialah dengan

melakukan pengecualian atas invensi dari pemberian paten ketika pelaksanaan invensi

tersebut memerlukan penghancuran atau pemusnahan embrio manusia atau

menggunakan embrio manusia menjadi bahan dasar dari suatu invensi tersebut

bahkan ketika teknik yang diterapkan pada embrio tersebut tidak diklaim paten.35

Patentabilitas Sel Punca Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

tentang Paten

Syarat Kebaruan

Syarat kebaruan diatur pada pasal 3 UU 14 Tahun 2001 tentang Paten dimana

syarat kebaruan terpenuhi dengan membuktikan bahwa invensi bukan merupakan

prior art atau teknologi yang telah diungkapkan sebelumnya. Sel punca dapat

memenuhi syarat kebaruan dengan memperhatikan bahwa prior art memang

menjelaskan bahwa sel punca memang telah eksis secara alamiah. Namun nyatanya

pengetahuan mengenai eksistensi dari sel punca secara alamiah tidak sejalan dengan

fakta bahwa ketika sel punca tidak tersedia untuk umum atau dengan kata lain belum

semua jenis sel punca dalam tubuh manusia dapat diisolasi atau bahkan diketahui.36

Pengembangannya juga masih terus dilakukan oleh para ahli untuk menemukan

metode penggunaan atau metode untuk menghasilkan sel punca. Oleh karena itu

penting bagi inventor yang invensinya berupa atau terkait dengan sel punca untuk

memperhatikan perkembangan publikasi-publikasi terkait dengan sel punca.

Penjelasan ini juga mengisyaratkan bahwa pemenuhan syarat kebaruan merupakan hal

yang relatif mudah bagi inventor, khususnya di negara di mana sel punca belum

begitu berkembang seperti di Indonesia.

                                                                                                               35 Ibid. 36 Paul L.C. Torremans, “Patentability of human stem cell or synthetic biology based

invention,” dalam Biotechnology and Software Patent Law: A Comparative Review of New Developments (UK: Edward Elgar, 2011), hal. 289

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 14: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  14

Langkah Inventif

Syarat langkah inventif diatur pada pasal 2 UU 14 Tahun 2001. Invensi

memenuhi syarat langkah inventif ketika invensi tidak dapat diduga sebelumnya oleh

orang yang ahli di bidang teknologi tersebut, serta merupakan solusi dari

permasalahan yang ada (problem-solution approach). Terkait sel punca sebagai

invensi, maka pertama yang harus dibuktikan adalah bahwa tidak ada ‘prior art’ atau

pengetahuan dari seseorang yang ahli di bidang teknologi terkait dengan sel punca

yang mengindikasikan bahwa invensi tersebut hanya sekadar tahapan logis perbaikan

dari invensi sebelumnya. Hal ini tercermin pada pertimbangan USPTO terhadap kasus

paten WARF telah dijelaskan di atas bahwa invensi berupa sel punca embrionik

manusia dan metode-metode terkait dengan sel punca embrionik manusia tidak

memenuhi syarat langkah inventif atau non-obviousness karena klaim paten WARF

telah dapat diduga oleh para ahli di bidang sel punca karena Thomson hanya

melakukan metode isolasi yang telah dipublikasikan (prior art) namun kepada obyek

yang berbeda, yaitu pada manusia.

Isolasi dari sel punca sebagai obyek yang dapat dipatenkan dan sel punca yang

ada dalam tubuh manusia pada dasarnya merupakan obyek yang sama tetapi pada

dasarnya kedua obyek ini berbeda. Hal yang membedakan kedua obyek tersebut

adalah hasil adanya upaya intervensi manusia untuk mengisolasi sel punca dengan

metode yang sifatnya teknis. Sel punca dianggap tidak terduga karena telah berhasil

diisolasi dan merupakan obyek yang sama dengan sel punca yang ada di lingkungan

alamiahnya. Dengan demikian sel punca hanya akan tidak memenuhi syarat langkah

inventif atau non-obviousness hanya ketika isolasi sel punca tersebut identik dengan

sel punca yang telah dipatenkan atau dipublikasikan sebelumnya.37

Dapat Diterapkan Dalam Industri

Suatu invensi harus dapat diterapkan dalam industri untuk dapat dipatenkan di

Indonesia. Berdasarkan pasal 5 UU 14 Tahun 2001, syarat ini akan terpenuhi ketika

dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam

industri yang sebagaimana diuraikan dalam permohonan. invensi harus dapat dibuat

                                                                                                               37 Arti K. Rai, “Intellectual Property Rights in Biotechnology: Addressing New Technology,”

dalam Intellectual Property and Biotechnology, (USA: Edward Elgar, 2011), hal. 291.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 15: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  15

atau dijalankan dalam praktik secara berulang-ulang dengan kualitas yang sama. Hal

ini juga yang membedakan invensi dengan sebuah eksperimen. Dengan demikian

untuk dapat dibuat atau dijalankan dalam praktik secara berulang-ulang dengan

kualitas yang sama, maka suatu invensi haruslah memiliki kegunaan. Sampai saat ini

belum ada kasus paten terhadap sel punca terkait tidak terpenuhinya syarat ini.

Namun kita dapat merujuk pada pemenuhan syarat dapat diterapkan dalam industri

atas invensi di bidang bioteknologi pada kasus Human Genome Sciences v. Eli Lily

yang mempermasalahkan penerapan dalam industri terhadap klaim paten atas gen

neutrokine-α. Pada kasus ini, Mahkamah Agung Inggris berpendapat bahwa invensi

harus dapat dilaksanakan dan memiliki kegunaan. Kegunaan invensi tersebut sifatnya

bukan suatu hal yang spekulatif sehingga invensi harus sifatnya final (tidak

memerlukan penelitian pengembangan lagi) yang salah satunya ditunjukan dengan

reproduksi dari invensi tersebut.38 Dengan demikian, harus ada uraian tertulis yang

jelas dan lengkap menjelaskan mengenai sel punca, pengunaan sel punca, manfaat sel

punca yang sifatnya final dan dapat dilakukan secara berulang-ulang.

Ordre Public (Ketertiban Umum) dan Moralitas

Berdasarkan pasal 7 huruf (a) UU 14 Tahun 2001 tentang Paten, invensi yang

bertentangan dengan moralitas dan ordre public (ketertiban umum) tidak dilindungi

oleh paten. Sel punca sebagai suatu invensi memiliki potensi untuk bertentangan

dengan moralitas dan ordre public (ketertiban umum). Pertama, pemberian paten

terhadap sel punca komersialisasi bagian tubuh manusia. Komersialisasi yang

dimaksud adalah sel punca akan menjadi komoditas perdagangan yang berarti akan

terjadi praktik jual beli terhadap bagian tubuh manusia.39 Walaupun hal ini telah

diantisipasi pada pasal 2, 3, 4 dan 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

833/MENKES/PER/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca yang

mengatur bahwa sel punca berasal dari donor manusia dengan sebelumnya telah ada

persetujuan tertulis dari donor (informed consent). Pengaturan ini menegaskan bahwa

sel punca dilarang untuk diperjualbelikan.

                                                                                                               38 Human Genome Sciences v. Eli Lily (2011) UKSC 51. 39 European Group on Ethics in Science and New Technologies (EGE), “Ethical Aspects of

Patenting Inventions Involving Human Stem Cells,” http://ec.europa.eu/bepa/european-group-ethics/docs/avis16_en.pdf, 15 Juni 2013.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 16: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  16

Selain itu, pemberian paten atas sel punca dapat membatasi penelitian dan

pengembangan sel punca. Klaim paten terhadap sel punca secara langsung

menyatakan bahwa inventor memiliki hak eksklusif, khususnya hak atas ekonomi

terhadap sel punca mana pun.40 Paten terhadap isolasi sel punca mengindikasikan

bahwa setiap orang yang akan melakukan penelitian dan pengembangan atas sel

punca tersebut harus dengan izin inventor pertama yang melakukan isolasi dan tidak

menutup kemungkinan akan dikenai biaya yang sangat besar.41 Untuk menghindari

hal tersebut maka paten atas sel punca tidak diberikan bagi klaim paten atas sel punca

yang sifatnya luas dan tidak spesifik untuk menghindari tindakan monopoli terhadap

penelitian dan pengembangan sel punca.42 Perlindungan paten dapat diberikan bagi

sel punca yang sifatnya spesifik, karena pengaturan paten memiliki syarat-syarat yang

harus dipenuhi oleh inventor atas invensinya telah mengindikasikan bahwa invensi

harus bersifat tidak luas dan spesifik.43

Kedua, mengingat telah adanya klaim paten yang diajukan terhadap sel punca

embrionik maupun metode terhadap sel punca embrionik di Indonesia seperti:44

Nomor Permohonan

Tanggal Penerimaan

Inventor Pemohon Judul Invensi Klasifikasi Internasional

Nomor Prioritas

W00201101576

29-04-2011 Alireza REZANIA

Benjamin FRYER

CENTOCOR ORTHO BIOTECH INC.

Diferensiasi sel punca embrionik manusia menjadi turunan endokrin pankreatik

C 12 N 5/00 61/110,287

W00201200220

18-01-2012 XU, Jean JANSSEN BIOTECH, INC.

Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia

A 61 P 3/00

C 12 N 5/00

61/226,923

W00201202486

22-06-2012 Janet DAVIS

Christine PARMENTER

JANSSEN BIOTECH, INC.

Diferensiasi sel punca embrionik manusia

C 12 N 5/02

C 12 Q 1/68

61/289,692

                                                                                                               40 “Patent Protection of Stem Cell Related Invention,”

http://www.wtspatent.pl/docs_files/sabinenovak_epo.pdf, 12 Juni 2013 dan Lori P. Knowles, Stem Cell Patents, hal 1-2.

41 Philip W. Grubb dan Peter R. Thomsen, Patents for Chemicals, Pharmaceuticals, and Biotechnology: Fundamentals of Global Law, Practice, and Strategy, hal. 436-437

42 Paul L.C. Torremans, Patentability of human stem cell or synthetic biology based invention, hal. 295

43 Wawancara dengan Sri Sulistiyani, Pemeriksa Paten pada Direktorat Paten, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia

44 “Data Paten Indonesia,” http://paten-indonesia.dgip.go.id/psearch, 8 Juni 2013.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 17: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  17

Kevin DITOLVO

W00201202487

22-06-2012 XU, Jean JANSSEN BIOTECH, INC.

Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia

C 12 Q 1/68 61/289,671

200201200219

18-01-2012 Jean XU

Jan Jensen

1) JANSSEN BIOTECH INC.

2) THE CLEVELAND CLINIC FOUNDATION

Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia

C 12 N 5/02 61/226,929

200201101579

29-04-2011 REZANIA, Ali Reza

CENTOCOR ORTHO BIOTECH INC.

Diferensiasi sel punca embrionik manusia menjadi turunan endokrin pankreatik

C 12 N 5/00 61/110,278

200201003648

22-10-2010 REZANIA, Ali Reza

CENTOCOR ORTHO BIOTECH INC.

Sel pluripoten C 12 N 5/06 12/108,872

200201200218

18-01-2012 XU, Jean JANSSEN BIOTECH, INC.

Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia

A 61 K 35/39

A 61 P 3/10

61/226,936

Tabel 4.1 Publikasi Paten Terhadap Sel Punca Embrionik di Indonesia

Atas pengajuan klaim paten terhadap sel punca embrionik, Indonesia

memandang bahwa sel punca embrionik tidak dapat digunakan dalam bentuk apa pun

atas dasar isolasi sel punca embrionik berimplikasi pada musnahnya embrio tersebut.

Hal ini juga berlaku bagi sel punca embrionik yang diisolasi dari embrio sisa dari

proses bayi tabung sebagai bentuk pemanfaatan karena tetap dianggap sebagai bentuk

pemusnahan embrio, walaupun pada praktiknya embrio sisa proses bayi tabung

tersebut akan dibuang. Larangan ini menjelaskan sel punca embrionik yang

bertentangan dengan nilai moral dan etika.45

Dengan demikian telah jelas bahwa Indonesia memiliki pendekatan yang sama

dengan Eropa yaitu pemberian paten atas sel punca embrionik manusia sebagai

invensi maupun invensi yang dalam klaimnya melingkupi penggunaan sel punca

embrionik manusia dapat bertentangan dengan moralitas karena pelaksanaannya yang

melalui proses penghancuran embrio manusia.

Selain harus memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan

dalam industri, atas dasar moralitas, maka sel punca yang dapat dipatenkan adalah sel

                                                                                                               45 Wawancara dengan Prof. dr. Jeanne A. Pawitan PhD dan dr.Ahmad Aulia Jusuf, PhD.,

Departemen Histologi FKUI, 8 April 2013.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 18: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  18

punca dewasa. Dalam hal metode-metode yang diterapkan terhadap sel punca sebagai

suatu invensi, akan dapat dipatenkan ketika memenuhi beberapa syarat. Syarat

tersebut antara lain:

1. Tidak ada klaim paten terhadap sel punca embrionik manusia;

2. Tidak ada penggunaan sel punca embrionik manusia dalam klaim paten.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pertanyaan pertama adalah apakah sel punca merupakan invensi dalam

lingkup paten

Sel punca manusia pada dasarnya merupakan product of nature, yaitu

produk yang eksistensinya secara alamiah dan secara ilmu pengetahuan telah

diketahui. Namun demikian, masih ada kemungkinan bahwa ada jenis sel

punca yang belum dapat diisolasi oleh seorang inventor. Hal ini juga

dikarenakan sel punca masih terus dalam tahap penelitian dan pengembangan.

Baik pengaturan paten di Indonesia, Amerika serikat maupun dalam Konvensi

Paten Eropa, tidak ada perlindungan paten atas product of nature karena

hakikatnya sebagai discovery atau penemuan semata. Oleh karena itu, untuk

dapat memperoleh perlindungan paten, suatu sel punca harus terlebih dahulu

memenuhi kategori bahwa sel punca bukan merupakan product of nature. Sel

punca bukan merupakan product of nature ketika sel punca tersebut telah

dikeluarkan dari lingkungan alamiah nya atau sel punca tersebut telah

dimodifikasi. Keduanya melalui intervensi atau daya upaya dari manusia yang

merupakan hasil intervensi kecerdasan manusia (human ingenuity) dengan

proses teknis tertentu dan bukan proses biologis sehingga sel punca tersebut

bukan lagi produk yang sifatnya alamiah melainkan buatan manusia (product

of man).

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 19: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  19

2. Pertanyaan kedua adalah mengenai pemenuhan syarat patentabilitas dari sel

punca sebagai invensi berdasarkan UU 14 Tahun 2001

Setelah menjawab pokok permasalahan pertama, sel punca yang telah

memenuhi karakteristik suatu invensi dalam ruang lingkup hukum paten harus

memenuhi syarat patentabilitas, yaitu kebaruan, langkah inventif dan dapat

diterapkan dalam industri (Pasal 2, 3, dan 5 UU 14 Tahun 2001). Tidak

berhenti sampai tahap tersebut, tidak lupa harus diperhatikan jenis-jenis

invensi yang tidak dapat dipatenkan mengacu pada pasal 7 UU 14 Tahun

2001.

Sel punca sebagai invensi akan memenuhi syarat kebaruan ketika tidak

ada pengungkapan atau publikasi paten, jurnal ilmiah, seminar serta bentuk

publikasi lain selama jangka waktu pendaftaran seperti yang diatur dalam

pasal 3 dan 4 UU 14 Tahun 2001. Sel punca sebagai invensi akan memenuhi

syarat langkah inventif ketika inventor dapat membuktikan bahwa sel punca

sebagia invensi tidak dapat diduga sebelumnya dan merupakan solusi dari

masalah yang ada dalam pandangan orang yang memiliki keahlian di bidang

sel punca berdasarkan pasal 2 UU 14 Tahun 2001. Pada tahap ini, sel punca

masih merupakan obyek penelitian dan pengembangan untuk nantinya dapat

dikeluarkan potensinya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada,

khususnya permasalahan kesehatan. Sel punca sebagai invensi juga dapat

memenuhi syarat dapat diterapkan dalam industri karena atas potensinya yang

amat besar serta penjelasan atas bentuk pemanfaatannya dalam bentuk materi

komposisi yang digunakan untuk pengobatan berbasis sel (cell based therapy).

Walaupun sel punca sebagai invensi dapat memenuhi syarat

patentabilitas, sel punca akan mendapat kendala dalam pengaturan pasal 7 UU

14 tahun 2001 khususnya terkait dengan moralitas dan ketertiban umum. Ada

setidaknya tiga faktor yang membuat sel punca bertentangan dengan moralitas

dan ketertiban umum. Pertama, walaupun penelitian dan pengembangan sel

punca hanya dapat dilakukan terhadap sel punca yang telah didonorkan

dengan persetujuan pendonor (informed consent), pemberian paten terhadap

sel punca tetap memiliki potensi menjadikan sel punca sebagai suatu

komoditas perdagangan. Kedua, pemberian paten terhadap sel punca memiliki

potensi untuk menghambat penelitian dan pengembangan terhadap sel punca,

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 20: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  20

walaupun telah disyaratkan bahwa paten hanya dapat diberikan terhadap sel

punca yang sifatnya tidak luas dan spesifik. Ketiga, khusus untuk pemberian

paten terhadap sel punca embrionik manusia akan bertentangan dengan

moralitas karena melalui proses awal, yaitu penghancuran embrio manusia

untuk setelahnya dapat melakukan pengisolasian atas sel punca embrionik.

Dengan demikian sel punca yang telah dikeluarkan dari lingkungan

alamiahnya maupun sel punca yang telah dimodifikasi dapat dipatenkan ketika

bukan merupakan discovery atau product of nature semata (merupakan

product of man) dengan intervensi dari intelektualitas manusia, memenuhi

syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri serta

merupakan invensi yang dapat dipatenkan dengan tidak bertentangan dengan

moralitas dan ketertiban umum.

Saran

Atas dasar kedua kasus yang menjadi perhatian publik serta kasus-

kasus lainnya yang terjadi di luar wilayah Negara Republik Indonesia, seperti

Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya, dapat dijadikan suatu

cerminan bagi Indonesia dalam melengkapi skema hukum yang ada atas

pandangan ketika ada yang melakukan permohonan atas invensi berupa sel

punca. Adapun beberapa saran yang penulis ajukan, antara lain:

1. Pada intinya paten dapat melindungi sel punca yang telah berhasil

dikeluarkan dari lingkungan alamiahnya (sel punca yang telah diisolasi)

dan sel punca yang telah dimodifikasi menjadi suatu obyek yang berbeda

dengan sel punca yang ada di dalam tubuh manusia. Penulis menyarankan

agar paten hanya diberikan bagi sel punca yang telah dimodifikasi menjadi

obyek yang berbeda dengan sel punca yang ada di dalam tubuh manusia

karena pemberian paten terhadap sel punca yang telah diisolasi semata

memiliki potensi sebagai langkah melakukan komersialisasi atas tubuh

manusia dan menghambat penelitian dan pengembangan sel punca yang

akan berdampak kepada peneliti sel punca dan masyarakat.

2. Pemerintah sepatutnya melaksanakan pembaharuan terhadap Undang-

Undang 14 Tahun 2001 tentang Paten serta membuat Peraturan

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 21: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  21

Pelaksanaan dari Undang-Undang 14 Tahun 2001 tentang Paten untuk

mengakomodir invensi-invensi dalam ranah bioteknologi seperti sel punca

mengingat invensi di bidang ini memiliki karakteristik yang berbeda

dengan invensi di bidang teknologi biasanya.

3. Direktorat Jenderal HKI, melalui Direktorat Paten sepatutnya membuat

panduan pemeriksaan paten yang jelas, lengkap, komprehensif dengan

melingkupi pula invensi-invensi di bidang bioteknologi seperti sel punca

serta mempublikasikan secara umum dan membuat dapat diakses oleh

siapapun untuk meminimalisif permohonan klaim paten atas discovery,

invensi yang bertentangan dengan syarat patentabilitas dan invensi yang

bertentangan dengan moralitas dan ordre-public.

4. Berdasarkan sifat sel punca yang memenuhi definisi jasad renik yang

dijelaskan dalam pasal 7 huruf d (i), maka sepatutnya sertifikat

penyimpanan merupakan kelengkapan yang harus dilengkapi oleh inventor

berdasarkan Budapest Treaty dan PP Nomor 34 Tahun 1991 tentang Tata

Cara Permintaan Paten.

V. DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arezzo, Emanuela dan Gustavo Ghidini. Biotechnology and Software Patent Law: A

Comparative Review of New Developments. UK: Edward Elgar, 2011.

Grubb, Phillip W dan Peter R. Thomsen. Patents for Chemicals, Pharmaceuticals,

and Biotechnology: Fundamentals of Global Law, Practice, and Strategy.

New York: Oxford University Press, 2010.

Halim, Danny et al. Stem Cell:Dasar Teori dan Aplikasi Klinis. Jakarta: Erlangga,

2010.

Ho, Chynthia M. Access to Medicine in The Global Economy: International

Agreements on Patents and Related Rights. New York: Oxford University

Press, 2011.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 22: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  22

Jusuf, Ahmad Aulia. Aspek Dasar Sel Punca Embrionik dan Potensi

Pengembangannya. Jakarta: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2008.

Østnor, Lars. Stem Cells, Human Embryos and Ethics: Interdisciplinary Perspectives. Norway: Springer, 2008.

Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan

Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2012.

Rai, Arti K. Intellectual Property and Biotechnology. USA: Edward Elgar, 2011.

Rimmer, Matthew dan Alison McLennan. Intellectual Property and Emerging

Technologies. USA: Edward Elgar, 2012.

Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems. USA: West

Publishing Company, 2013.

Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.

Sreenivasulu dan Raju. Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings.

India: Manupatra, 2008.

Zelicoff, Alan dan Michael Bellomo. More Harm Than Good: What Your Doctor May Not Tell You About Common Treatments And Procedures. USA: Amacom, 2008.

ARTIKEL DAN JURNAL

Bozicevic, Karl. Distinguishing Products of Nature from Products Derived From

Nature dalam Journal of the Patent and Trademark Office Society, 1987.

Chilakamarri, Varu. Structural Nonobviousness: How Inventiveness is Lost in the

Discovery dalam Virginia Journal of Law & Technology Vol. 10 No. 7. 2005.

Golden, John M. Biotechnology, Technology Policy, and Patentability: Natural

Products and Invention in the American System dalam Emory Law Journal

Vol. 50. 2001.

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 23: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  23

Morad, Leeron. Stemming The Tide: On The Patentability Of Stem Cells And

Differentiation Processes dalam New York University Law Review Vol.

87:551. 2012.

Rai, Arti K. Intellectual Property Rights in Biotechnology: Addressing New

Technology. Wake Forest Law Review Vol. 34. 1999.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Paten. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. LN No.

4130 Tahun 2001.

Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Permintaan Paten. Peraturan

Pemerintah Nomor 34 Tahun 1991. LN No. 42 Tahun 1991.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, PERMENKES Nomor

833/MENKES/PER/IX/2009 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca.

INTERNET

_______. Howard Florey/Relaxin T 0272/95 - 3.3.4 (October 22nd 2002). 15 April

2013. http://www.epo.org/law-practice/case-law-appeals/pdf/t950272eu2.pdf

_______. Statement of Q. Todd Dickinson , Acting Assistant Secretary of

Commerce and Acting Commissioner of Patents and Trademarks. 10 Mei

2013. http://www.uspto.gov/web/offices/ac/ahrpa/opa/bulletin/stemcell.pdf

_______. Stroke Penyebab Kematian Tertinggi. 2 Februari 2013.

http://health.kompas.com/read/2012/09/30/12033537/

______. US Supreme Court May Invalidate Gene Patents, But Create a Little Change.

12 Juni 2013. https://law.duke.edu/sites/default/files/news/IP%20Watch_04-

2013_Myriad%20May%20Changle%20Little.pdf

Direktorat Jenderal HKI. Data Paten Indonesia. 8 Juni 2013. http://paten-

indonesia.dgip.go.id/psearch

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013

Page 24: ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL …

  24

European Group on Ethics in Science and New Technologies (EGE). Ethical Aspects

of Patenting Inventions Involving Human Stem Cells. 15 Juni 2013.

http://ec.europa.eu/bepa/european-group-ethics/docs/avis16_en.pdf.

Giese, Sabine Novak. Patent Protection of Stem Cell Related Invention. 12 Juni 2013.

http://www.wtspatent.pl/docs_files/sabinenovak_epo.pdf

Knowles, Lori P. Stem Cells Patents. 4 Februari 2013.

http://www.stemcellnetwork.ca/uploads/File/whitepapers/Stem-Cell-

Patents.pdf

Martohusodo, Bambang Irawan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2 Februari 2013.

http://mgb.ugm.ac.id/media/download/pidato-

pengukuhan.html?download=122&start=40

National Physicians Biologics Working Group. Biologics: Different Class of

Medications That Makes a Difference For Our Patients. 3 Februari 2013.

http://allianceforpatientaccess.org/120117%20NPBWGWhitePaper.pdf

Pamela, Ruri Diah. Overweight dan Obesitas Sebagai Suatu Resiko Penyakit

Degeneratif. 2 Februari 2013.

http://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=article

&id=115:overweight-dan-obesitas-sebagai-suatu-resiko-penyakit-

degeneratif&catid=3:artikel&Itemid=2.

Taubman, Anthony. The International Patent System and Biomedical Research:

Reconciling Aspiration, Policy and Practice. 5 Mei 2013.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2628210/

World Health Organization (WHO). World Health Statistics 2012. 2 Februari 2013.

http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/EN_WHS2012_

Full.pdf

 

Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013