analisis pengenaan pajak penghasilan final …

21
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991 22 ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL TERHADAP WAJIB PAJAK TERTENTU (Studi Kasus pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan) Oleh : Muhammad Yusuf Komputerisasi Akuntansi, Politeknik LP3I Jakarta Gedung Sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email : [email protected] ABSTRACT This study was conducted to determine the effectiveness of the final income tax for entrepreneurs of SMEs in terms of the principle of taxation and any barriers faced by SME entrepreneurs in the implementation of the application of the final income tax. This study is a qualitative research, this study provides an explanation of the phenomenon of final income tax imposition on SMEs. By using an interview guide that was given to ten enterprises SMEs in Jakarta, and then analyzed by linking real conditions with a review of a particular theory is used as a reference and guide in conducting a study. Based on the analysis showed that the majority of taxpayers said that they felt the injustice, the lack of precise rules for SMEs, the lack of legal certainty, the tariff burden. There was resistance because of overlapping regulatory tax rate of SMEs, SMEs are already organized bookkeeping feel aggrieved by the imposition of 1% final income tax is calculated from gross income. Another obstacle is not yet understand how the calculation and reporting of the final income tax. Keywords: Rate Taxpayers SMEs, Final Income Tax ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas pengenaan pajak penghasilan final bagi pengusaha UMKM ditinjau dari asas pemungutan pajak dan hambatan apa saja yang dihadapi pengusaha UMKM dalam pelaksanaan penerapan PPh final. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dalam penelitian ini memberikan penjelasan mengenai fenomena pengenaan PPh final terhadap UMKM. Dengan menggunakan panduan wawancara yang diberikan kepada sepuluh badan usaha UMKM di DKI Jakarta, lalu menganalisis dengan cara mengaitkan kondisi nyata dengan tinjauan teori tertentu yang digunakan sebagai acuan dan panduan dalam melakukan suatu penelitian. Berdasarkan analisisdidapatkan hasil bahwa mayoritas wajib pajak mengatakan bahwa mereka merasakan ketidakadilan, peraturan tersebut kurang tepat bagi UMKM, kurang adanya kepastian hukum, tarifnya memberatkan. Ada pun hambatannya karena tumpang tindih peraturan tarif pajak UMKM, UMKM yang sudah menyelenggarakan pembukuan merasa dirugikan dengan pengenaan PPh final

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

22

ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL

TERHADAP WAJIB PAJAK TERTENTU

(Studi Kasus pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah

di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan)

Oleh : Muhammad Yusuf

Komputerisasi Akuntansi, Politeknik LP3I Jakarta

Gedung Sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450

Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599

Email : [email protected]

ABSTRACT

This study was conducted to determine the effectiveness of the final income tax for

entrepreneurs of SMEs in terms of the principle of taxation and any barriers faced by SME

entrepreneurs in the implementation of the application of the final income tax.

This study is a qualitative research, this study provides an explanation of the

phenomenon of final income tax imposition on SMEs. By using an interview guide that was

given to ten enterprises SMEs in Jakarta, and then analyzed by linking real conditions with

a review of a particular theory is used as a reference and guide in conducting a study.

Based on the analysis showed that the majority of taxpayers said that they felt the

injustice, the lack of precise rules for SMEs, the lack of legal certainty, the tariff burden.

There was resistance because of overlapping regulatory tax rate of SMEs, SMEs are

already organized bookkeeping feel aggrieved by the imposition of 1% final income tax is

calculated from gross income. Another obstacle is not yet understand how the calculation

and reporting of the final income tax.

Keywords: Rate Taxpayers SMEs, Final Income Tax

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas pengenaan pajak penghasilan

final bagi pengusaha UMKM ditinjau dari asas pemungutan pajak dan hambatan apa saja

yang dihadapi pengusaha UMKM dalam pelaksanaan penerapan PPh final.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dalam penelitian ini memberikan

penjelasan mengenai fenomena pengenaan PPh final terhadap UMKM. Dengan

menggunakan panduan wawancara yang diberikan kepada sepuluh badan usaha UMKM

di DKI Jakarta, lalu menganalisis dengan cara mengaitkan kondisi nyata dengan tinjauan

teori tertentu yang digunakan sebagai acuan dan panduan dalam melakukan suatu

penelitian.

Berdasarkan analisisdidapatkan hasil bahwa mayoritas wajib pajak mengatakan

bahwa mereka merasakan ketidakadilan, peraturan tersebut kurang tepat bagi UMKM,

kurang adanya kepastian hukum, tarifnya memberatkan.

Ada pun hambatannya karena tumpang tindih peraturan tarif pajak UMKM, UMKM

yang sudah menyelenggarakan pembukuan merasa dirugikan dengan pengenaan PPh final

Page 2: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

23

1% yang dihitung dari peredaran bruto. Hambatan lain adalah belum memahamicara

penghitungan dan pelaporan PPh final tersebut.

Kata Kunci : Tarif Wajib Pajak UMKM, PPh Final

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Baru – baru ini sebagaimana yang

dikutip dari harian nasional melalui

Deputi Pembiayaan Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

mendorong Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) Kementerian Keuangan

menghapus PPh final untuk sektor usaha

mikro kecil dan menengah (UMKM).

Penghapusan pajak ini agar UMKM

mampu bertahan dan berkontribusi

semakin besar terhadap Produk Domestik

Bruto (PDB). Usulan itu merespons

keluhan pelaku UMKM.

Para pelaku UMKM merasa

keberatan atas tarif PPh final yang telah

ditetapkan oleh DJP dan mereka meminta

penangguhan sementara pajak usaha

mikro dengan mempertimbangkan

kontribusi UMKM yang mencapai 57%

terhadap PDB dan menyerap 100 juta

tenaga kerja (Kompas : 23 Februari

2015).

Sejumlah wajib pajak yang

tergolong pengusaha tertentu usaha

mikro kecil dan menengah

mengeluhkan tarifpajak yang dikenakan

saat ini. Mereka merasa keberatan dan

sulit untuk bertahan ditengah kondisi

perekonomian yang belum stabil saat ini.

Mereka menganggap pemerintah tidak

adil dalam pengenaan tarif pajak final

yang memberatkan dan menyulitkan

wajib pajak. Sehingga pelaku usaha ini

merasakan adanya diskriminasi, terlebih

pada pebisnis yang termasuk dalam skala

mikro, kecil dan menengah.

Banyak pengusaha UMKM

beranggapan bahwa peraturan pajak

sering berubah-ubah serta kurangnya

sosialisasi pemerintah kepada para wajib

pajak sehingga menyulitkan dalam

pemenuhan kewajiban administrasi

perpajakan. Tarif sebesar 1%

memberatkan dan tidak tepat karena

dihitung dari peredaran bruto bukan dari

penghasilan neto, mereka harus tetap

membayar pajak walaupun usaha mereka

merugi.

Mereka beranggapan tarif pajak

final 1% tidak adil saat penjualan

sedang turun dan ekonomi sedang lesu ,

mereka tetap harus membayar pajak.

Selain itu peraturan pajak yang sulit

dimengerti, rumit, tidak dibuat secara

sederhana dan membingungkan wajib

pajak, peraturan pajak juga dibuat tanpa

mempertimbangkan banyak hal yang

tentunya berkaitan dengan keberadaan

UMKM.

Hambatan –hambatan yang

dihadapi oleh pengusaha UMKM dalam

pelaksanaan penerapan PPh final sejak

berlakunya PP 46 antara lain disebabkan

karena adanya tumpang tindih peraturan

yang berkaitan dengan tarif wajib pajak

UMKM, PPh final yang dianggap tidak

adil, wajib pajak badan usaha UMKM

yang selama ini telah menyelenggarakan

pembukuan dengan tertib merasa

dirugikan dengan tarif PPh final sebesar

1% yang dihitung dari peredaran bruto,

cara menghitung pengenaan pajak, cara

menyetor dan melaporkan yang masih

belum dipahami oleh pengusaha UMKM.

Hambatan lain wajib pajak UMKM sejak

berlakunya PP 46 antara lain penerapan

tarif 1% ini berlaku mulai Juli tahun 2013

yaitu pertengahan tahun dampaknya

menyulitkan administrasi pajak yaitu

ketika wajib pajak harus menyampaikan

SPT Tahunan tahun 2013 karena

menggunakan double tarif yaitu tarif final

dan tidak final.

Tarif pajak 1% dari omset

dikeluhkan oleh wajib pajak UMKM

karena dianggap tidak efisien karena

memberatkan dan tidak tepat sasaran,

Page 3: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

24

ketika penjualan turun atau ekonomi

keadaan lesu masih dibebankan dengan

kewajiban membayar pajak. Selain itu

tidak ada rasa keadilan karena wajib

pajak harus membayar PPh meskipun

menderita kerugian dan kerugian tersebut

tidak boleh dikompensasikan ke tahun-

tahun pajak berikutnya. Selain itu

penerapan PPh final dengan tarif khusus

di luar tarif umum secara langsung telah

membeda-bedakan (diskriminasi) jenis

atau sumber penghasilan untuk

kepentingan pemajakan.

Berdasarkan uraian mengenai

fenomena yang terjadi pada penerapan

PPh final bagi usaha mikro kecil dan

menengahmembuat peneliti tertarik untuk

mengangkat topik tersebut kedalam suatu

bentuk penelitian kualitatif yang bersifat

ilmiah dengan judul “Analisis

Pengenaan Pajak Penghasilan Final

Terhadap Wajib Pajak Tertentu Studi

Kasus Pada Usaha Mikro Kecil dan

Menengah di Kecamatan Pancoran

Jakarta Selatan.

Dengan menggunakan metode

penelitian kualitatif dan paradigma

konstruktivisme, penelitian ini dilakukan

pada periode Oktober 2014 hingga

Januari 2015. Penelitian ini

menggunakan beberapa metode yaitu

dengan menggunakan metode

kepustakaan atas dasar teori dan

perundang-undangan serta dengan

melakukan wawancara tertutup kepada

sepuluh wajib pajak badan usaha yang

termasuk wajib pajak pengusaha yang

memiliki peredaran bruto tertentu ,

dimana peredaran brutonya tidak

melebihi 4,8 milyar setahun yang

bergerak dibidang perdagangan barang

dan jasa, usaha mikro, kecil dan

menengah diwilayah kecamatan

Pancoran Jakarta Selatan propinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta.

Guna melengkapi wawasan

mengenai pengenaan pajak penghasilan

final terhadap wajib pajak tertentu,

peneliti menganalis sejauh mana

efektivitas pengenaan PPh Final terhadap

usaha mikro kecil dan menengah ditinjau

dari asas-asas pemungutan pajak yang

dominan yaitu asas keadilan, kepastian

hukum, efisiensi/ekonomi, kemudahan

administrasi, kesederhanaan dalam

pemungutan pajak dan peraturan

perpajakan, kesenangan dalam

pembayaran pajak. Selain itu peneliti

juga menganalisis hambatan–hambatan

yang dihadapi oleh pengusaha UMKM

dalam pelaksanaan pengenaan PPh final.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini,

dapat lebih membuka wawasan kita

mengenai fenomena yang terjadi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui implementasi

kebijakan perpajakan, yaitu mekanisme

pengenaan pajak penghasilan final

berdasarkan pasal 4 ayat (2) Undang-

Undang No. 36 tahun 2008 tentang

perubahan keempat atas Undang-Undang

No 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan, yang pelaksanaannya diatur

dalam Peraturan Pemerintah No 46

Tahun 2013, yang terinci :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis

sejauh mana efektivitas pengenaan

pajak penghasilan final bagi wajib

pajak UMKM ditinjau dari asas –asas

pemungutan pajak.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis

hambatan – hambatan yang dihadapi

oleh wajib pajak pengusaha UMKM

dalam pelaksanaan penerapan PPh

final.

TINJAUAN PUSTAKA/KERANGKA

TEORITIS

1. Pajak

Definisi pajak menurut Andriani

yang disadur oleh Santoso Brotodihardjo

dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum

Pajak” (1991:2) menyebutkan bahwa

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang

dapat dipaksakan) yang terutang oleh

wajib pajak, yang membayarnya menurut

peraturan-peraturan, dengan tidak

Page 4: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

25

mendapat prestasi kembali, yang

langsung dapat ditunjuk dan gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubungan dengan

tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan.

Definisi yang diberikan S.I

Djojodiningrat (2000 : 15) yaitu “Pajak

adalah suatu kewajiban menyerahkan

sebagian dari pada kekayaan ke kas

negara disebabkan suatu keadaan,

kejadian dan perbuatan yang memberikan

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai

hukuman, menurut peraturan yang

ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal

balik dari negara secara langsung untuk

memelihara kesejahteraan umum”.

Undang-Undang Nomor 28 tahun

2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan menyatakan bahwa

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

a. Syarat Pemungutan Pajak

Agar tidak menimbulkan masalah,

maka pemungutan pajak harus

memenuhi persyaratan yaitu :

a. Pemungutan pajak harus adil

b. Pengaturan pajak harus

berdasarkan Undang-Undang

c. Pemungutan pajak tidak

mengganggu perekonomian

d. Pemungutan pajak harus efisien

e. Sistem pemungutan pajak harus

sederhana

b. Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pemungutan pajak

sebagaimana dikemukakan oleh Adam

Smith dalam buku An inquiry Into

The Nature and Cause of the Wealth

of Nations,(2000:285) bahwa

pemungutan pajak hendaknya

didasarkan pada :

1. Equality(asas keseimbangan

dengan kemampuan atau asas

keadilan)

Pemungutan pajak harus

bersifat adil dan merata. Adil yang

dimaksudkan bahwa setiap wajib

pajak menyumbangkan uang untuk

pengeluaran pemerintah sebanding

dengan kepentingannya dan

manfaat yang diminta.

2. Certainty (asas kepastian hukum)

Certainty yang dimaksud oleh

Adam Smith (1976 : 351) adalah

bahwa pajak itu tidak ditentukan

secara sewenang-wenang,

sebaliknya pajak itu harus jelas

bagi semua wajib pajak dan seluruh

masyarakat yaitu berapa jumlah

yang harus dibayar, kapan harus

dibayar, dan bagaimana cara

membayarnya. Apabila tidak ada

kepastian kepada wajib pajak

tentang kewajiban pajaknya, maka

pajak yang terutang tergantung

kepada kebijaksanaan petugas

pajak yang dapat menyalahgunakan

kekuasaannya untuk keuntungan

dirinya sendiri.

3. Asas Convenience of Payment (

asas pemungutan pajak yang tepat

waktu atau asas kesenangan)

Kapan wajib pajak itu harus

membayar pajak sebaiknya sesuai

dengan saat-saat yang tidak

menyulitkan wajib pajak, misalnya

pada saat wajib pajak memperoleh

penghasilan. Mansury (2002, 12-

13) memberikan pengertian

convenience bahwa saat wajib

pajak harus membayar pajak

hendaknya ditentukan pada saat

yang tidak akan menyulitkan wajib

pajak, misalnya pada saat wajib

pajak menerima gaji atau menerima

penghasilan lain, seperti pada

waktu menerima bunga deposito.

4. Asas Economy (asas efficiency)

Page 5: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

26

Menurut Adam Smith (1976 :

vol 2, 351) biaya pemungutan pajak

diusahakan sehemat mungkin,

jangan sampai terjadi biaya

pemungutan pajak lebih besar dari

hasil pemungutan pajak.

Pemungutan pajak hendaknya

memberikan manfaat yang lebih

besar kepada masyarakat

dibandingkan dengan biaya yang

dikorbankan oleh seluruh

masyarakat (Mansury : 2000, 2

dan 2002,13).

2. Pajak Penghasilan

Final

Pajak penghasilan yang bersifat

final menurut Siti Resmi dalam bukunya

Perpajakan Teori dan Kasus (2009 :

145), menyebutkan pajak penghasilan

bersifat final adalah pajak penghasilan

yang pengenaannya sudah final (berakhir)

sehingga tidak dapat dikreditkan

(dikurangkan) dari total pajak penghasilan

terutang pada akhir tahun pajak.

Berdasarkan pasal 4 ayat 2 Undang

– Undang PPh penghasilanyang

dapatdikenai pajakbersifat final:

a. Penghasilan berupa bunga deposito

dan tabungan lainnya, bunga

obligasi dan surat utang negara, dan

bunga simpanan yang dibayarkan

oleh koperasi kepada anggota

koperasi orang pribadi

b. Penghasilan berupa hadiah undian

c. Penghasilan dari transaksi saham

dan sekuritas lainnya, transaksi

derivatif yang diperdagangkan di

bursa, dan transaksi penjualan

saham atau pengalihan penyertaan

modal pada perusahaan

pasangannya yang diterima oleh

perusahaan modal ventura.

d. Penghasilan dari transaksi

pengalihan harta berupa tanah

dan/atau bangunan, usaha jasa

konstruksi, usaha real estate,

persewaan tanah dan bangunan dan

e. Penghasilan tertentu lainnya.

Yang diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pengenaan PPh final

dihitung berdasarkan penghasilan

bruto tanpa memperhitungkan

biaya – biaya yang dikeluarkan

untuk memperoleh penghasilan

tersebut. Wajib pajak diharuskan

membayar PPh meskipun

menderita kerugian, dan kerugian

tersebut tidak boleh

dikompensasikan ke tahun-tahun

pajak berikutnya. Tarif yang

dipergunakan adalah tarif khusus

diluar tarif umum.

3. Peraturan Pemerintah (PP ) No 46

Tahun 2013

Peraturan Pemerintah Republik

Inonesia No 46 Tahun 2013 adalah

peraturan tentang pajak penghasilan atas

penghasilan dari usaha yang diterima

atau diperoleh wajib pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu.

Peraturan PP 46 ini dikeluarkan

dengan dasar pertimbangan

a. Untuk memberikan kemudahan

dan penyederhanaan aturan

perpajakan

b. Mengedukasi masyarakat untuk

tertib administrasi

c. Mengedukasi masyarakat untuk

transparansi

Memberikan kesempatan

masyarakat untuk berkontribusi dalam

penyelenggaraan negara.

Ada pun tujuan dikeluarkannya PP

46 adalah

1. Kemudahan bagi masyarakat

dalam melaksanakan kewajiban

perpajakan

2. Meningkatnya pengetahuan

tentang manfaat perpajakan bagi

masyarakat

3. Terciptanya kondisi kontrol

sosial dalam memnuhi

kewajiaban perpajakan

Besarnya tarif PP No 46 Thn 2013

adalah pajak penghasilan bersifat final

sebesar 1 % (satu persen), pengenaan

Page 6: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

27

pajak penghasilan didasarkan pada

peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu)

tahun dari tahun pajak terakhir sebelum

tahun pajak yang bersangkutan.

Dasar pengenaan pajak yang

digunakan untuk menghitung pajak

penghasilan yang bersifat final adalah

jumlah peredaran bruto setiap bulan.

Pajak penghasilan terutang dihitung

berdasarkan tarif dikalikan dengan dasar

pengenaan pajak.

Ketentuan ini tidak berlaku atas

penghasilan dari usaha yang dikenai

Pajak Penghasilan Yang Bersifat Final

berdasarkan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan di bidang

Perpajakan. Atas penghasilan selain dari

usaha yang diterima atau diperoleh wajib

pajak dikenai Pajak Penghasilan

berdasarkan ketentuan Undang-undang

Pajak Penghasilan.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam

penelitian ini adalah menggunakan teori

untuk menggambarkan hubungan teori

dengan fenomena yang terjadi

dilapangan. Kebijakan pengenaan PPh

final bagi pengusaha UMKM dengan

tarif 1% dari penghasilan bruto

merupakan bagian dari kebijakan

perpajakan dan pemungutan pajak

sebagai penerapan kebijakan perpajakan

perlu diuji apakah sudah memenuhi asas

-asas pemungutan pajak khususnya asas

keadilan, efisiensi/ekonomi, kepastian

hukum, kesenangan dalam pembayaran

pajak, kesederhanaan sistem perpajakan,

dan kemudahan administrasi bagi

pengusaha UMKM.

Dalam melakukan suatu penelitian

lazimnya peneliti membuat suatu

pedoman yang berfungsi sebagai

penuntun agar penelitian yang

dilakukannya terfokus dan tidak bias

yang menyebabkan hasil penelitiannya

akan jauh dari yang telah

dicanangkannya, dimana pedoman ini

dinamakan kerangka berfikir peneliti.

Dalam karya ilmiah yang peneliti tulis ini

Untuk lebih memudahkan kerangka

berpikir dan berguna untuk menuntun

langkah apa saja yang harus dilakukan

peneliti guna menyelesaikan penelitian

tesis yang berjudul “Analisis Pengenaan

Pajak Penghasilan Final Terhadap Wajib

Pajak Tertentu Studi Kasus Pada Usaha

Mikro Kecil dan Menengah di

Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan”.

Peneliti membuat suatu diagram alur

kerangka pemikiran yang berguna untuk

menuntun langkah apa saja yang harus

dilakukan guna menyelesaikan penelitian

ini, seperti dibawah ini :

Gambar No.1 : Kerangka Pemikiran Penelitian

Model Penelitian

Berdasarkan kajian literatur dan

kerangka pemikiran yang disajikan di

atas, peneliti menyajikan model sebagai

berikut :

Gambar 2 : Model penelitian

METODE PENELITIAN

Peneliti memilih metode analisa

data yang digunakan adalah metode

kualitatif dan paradigma naturalistik yang

bertujuan agar dapat lebih memahami

gejala yang diteliti dengan cara

Page 7: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

28

pengamatan dan pengumpulan data yang

dilakukan secara apa adanya tanpa

memanipulasi subyek yang diteliti.

Dalam tesis ini kategori-kategori atau

entitas-entitas (yang dalam pendekatan

kuantitatif disebut sebagai variabel-

variabel ) yang terkait dengan isu

pengenaan PPh final UMKM sebagai

salah satu fenomena dalam pemungutan

pajak, entitas yang dominan diantaranya

azas keadilan, efisiensi/ekonomi,

kepastian hukum, kesenangan dalam

pembayaran pajak, kesederhanaan sistem

perpajakan, dan kemudahan administrasi,

semuanya pada hakikatnya mutual

simultaneous shaping ‘saling

memperkuat ‘ (Norman K. Denzin and

Yvonna S. Lincoln, 1994 : 119)

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Alasan menggunakan

pendekatan kualitatif karena penelitian

ini menekankan analisisnya tidak

menggunakan data numerical atau angka

yang diperoleh dengan metode statistik,

melainkan analisisnya memberikan

penjelasan secara mendalam mengenai

fenomena yang terjadi di lapangan,

dengan teknik pengumpulan data yakni

wawancara mendalam yang terbuka,

pengamatan langsung dan studi

dokumen.

Alasan lain menggunakan

pendekatan kualitatif karena

mempertimbangkan fokus penelitian,

yakni dalam hal ini fokus pada PPh Final

pada UMKM untuk mencapai tujuan

tertentu yang mempunyai banyak segi,

dan tidak bersifat monokausal. Artinya

tidak ada penyebab tunggal dari suatu

realitas sosial. Peneliti tidak

menggunakan pendekatan kuantitatif

yang bersifat linear, karena peneliti ingin

mengungkapkan apa saja kategori-

kategori atau entitas-entitas yang secara

simultan saling membentuk (Yvonna S.

Lincoln and Egon G. 1985 : 38) dalam

fenomena ilmu administarsi, khususnya

fenomena PPh final pada UMKM sebagai

salah satu unsur utama dalam pengenaan

PPh.

Karena pendekatan dalam

penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif, maka dari dimensi waktu

penelitian ini termasuk dalam

pemahaman case study tersebut.

Ciri utama dari studi kasus adalah

wawancara mendalam dalam

menghimpun data serta menghimpun”

..... many features in of a few cases over

a duration of time”. (W. Lawrence

Neuman, 2006 :33), yakni menghimpun

banyak ciri/sifat tertentu dalam studi

kasus pada waktu tertentu. Pada

penelitian ini akan dihimpun sebanyak

mungkin ciri atau sifat yang melekat

pada pengenaan PPh final UMKM

selama penelitian berlangsung yakni

antara Oktober 2014 sampai dengan

Januari 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian

eksploratoris, dimana dalam penelitian

ini memberikan penjelasan lebih dalam

mengenai fenomena pengenaan PPh final

pada wajib pajak tertentu disebabkan

oleh adanya perubahan peraturan yang

diterapkan secara terus –menerus, dalam

hal pengenaan pajak penghasilan (PPh)

final terhadap pengusaha yang memiliki

peredaran bruto tertentu.

Sebelumnya sudah ada tarif khusus PPh

untuk UMKM tetapi hanya berlaku untuk

yang berbentuk badan usaha.

Sebagaimana yang tertuang di dalam

Undang-undang No.36 tahun 2008 pasal

31E dinyatakan bahwa wajib pajak badan

dalam negeri dengan peredaran bruto

sampai dengan Rp 50 miliar mendapat

fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar

50 persen dari tarif umum sebagaimana

diatur dalam pasal 17 ayat (2) UU PPh

yang dikenakan tarif atas penghasilan

kena pajak dari bagian peredaran bruto

sampai dengan 4,8 miliar.

Dengan tarif PPh Badan yang

berlaku saat ini yaitu 25 persen, maka

bagi wajib pajak badan dalam negeri

yang memenuhi syarat, tarif efektifnya

menjadi 12,5 persen atas penghasilan

Page 8: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

29

sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pengenaan

PPh dalam hal ini dilakukan terhadap

penghasilan kena pajak yang dihitung

dari perhitungan laba-rugi akuntansi

(pembukuan) setelah dilakukan koreksi

fiskal, karena berdasarkan pasal 28 ayat

(1) Undang – undang Nomor 28 tahun

2007 ((UU KUP), wajib pajak badan

diwajibkan menyelenggarakan

pembukuan.

Namun aturan tersebut tidak

berlaku lagi setelah pemerintah

mengeluarkan PP 46 thn 2013 yang

berlaku efektif Juli 2013, yaitu aturan

PPh bagi wajib pajak dengan omset

tertentu . Sebagaimana kita ketahui

bahwa setiap wajib pajak orang pribadi

yang melakukan usaha dan wajib pajak

badan dengan omset tidak melebihi 4,8M

dikenakan PPh final dengan tarif 1% dari

penjualannya. Dasar Pengenaan Pajak

(DPP) yang digunakan adalah jumlah

peredaran bruto setiap bulan. Sedangkan

besarnya PPh final dihitung dengan cara

mengalikan DPP dengan 1 persen.

PPh Final yang dikenakan dari

penghasilan bruto tanpa

memperhitungkan biaya - biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh

penghasilan tersebut jelas tidak

memenuhi azas keadilan. Kemampuan

membayar pajak dicerminkan oleh

penghasilan neto, bukan penghasilan

bruto. Ketidakadilan ini semakin terasa

ketika wajib pajak harus membayar PPh

meskipun menderita kerugian dan

kerugian tersebut tidak boleh

dikompensasikan ke tahun-tahun pajak

berikutnya. Selain itu penerapan PPh

final dengan tarif khusus di luar tarif

umum secara langsung telah membeda-

bedakan (diskriminasi) jenis atau sumber

penghasilan untuk kepentingan

pemajakan.

Berdasarkan fenomena tersebut,

peneliti mencoba mengangkat topik

tersebut dalam sebuah penelitian yang

berjudul “Analisis Pengenaan Pajak

Penghasilan Final Terhadap Wajib Pajak

Tertentu Studi Kasus Pada Usaha Mikro

Kecil dan Menengah di Kecamatan

Pancoran Jakarta Selatan”, dengan

menggunakan panduan wawancara yang

diberikan kepada sejumlah pengusaha

yang memiliki peredaran bruto tertentu

yang berada di wilayah DKI Jakarta.

Kemudian dari hasil wawancara tersebut

dilanjutkan dengan menganalisis kondisi

tersebut dengan cara mengaitkan kondisi

nyata dengan tinjauan teori tertentu yang

digunakan sebagai acuan dan panduan

dalam melakukan suatu penelitian.

Dalam penelitian ini, metode yang akan

digunakan adalah metode kepustakaan,

yang ditempuh melalui pencarian dan

pengumpulan data yang dilakukan

dengan melakukan studi dokumen

dengan menggunakan bahan-bahan

hukum seperti perundang-undangan dan

penelusuran elektronik.

Pengumpulan data primer

dilakukan melalui wawancara terhadap

para informan yang mempunyai

pengetahuan, pengalaman dan pelaku

UMKM. Kajian dokumentasi yang

merupakan data sekunder juga dilakukan

terhadap berbagai dokumen yang relevan.

Dalam melakukan penelitian ini

peneliti mengadakan wawancara terhadap

informan (terwawancara) yang berasal

dari unsur pimpinan yaitu direktur

keuangan dan kepala bagian keuangan di

sepuluh perusahaan bergerak dibidang

perdagangan barang dan jasa antara lain

perdagangan komputer dan suku

cadangnya, jasa transportasi darat, jasa

konsultan Teknologi Informatika, jasa

penyelenggaraan pameran, jasa

konsultan bisnis dan manajemen.

Informan tersebut merasakan

langsung dampak pengenaan PPh final

sebesar 1% yang berada di wilayah

kecamatan Pancoran Jakarta Selatan DKI

Jakarta. Informan ini dipilih dengan

pemikiran bahwa merekalah yang secara

langsung menghadapi masalah akibat

timbulnya peraturan perpajakan yang

selalu berubah-ubah.

Informan yang diwawancarai

memiliki latar belakang jabatan minimal

Page 9: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

30

setingkat manager dan dipersempit

kepada manager keuangan, agar hasil

wawancara bisa mencerminkan keadaan

yang sebenarnya di lapangan yang

dihadapi pengusaha UMKM . Level

management juga dipilih karena

merekalah yang sering mengambil

keputusan langsung atas masalah yang

timbul di lapangan.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pertama, yakni

wawancara mendalam dengan pedoman

wawancara yang mempunyai pertanyaan

terbuka, peneliti akan berusaha

menjaring jawaban – jawaban yang

terkait dengan fokus penelitian yakni isu

pengenaan PPh final dalam pemungutan

pajak. Yaitu dengan menggali entitas-

entitas yang secara simultan saling

memperkuat dan mempengaruhi dalam

pengenaan PPh final pada pengusaha

UMKM. Pedoman wawancara

sebagaimana terlampir pada bagian akhir

dari tesis ini.

Teknik yang kedua adalah

melakukan observasi langsung dan teknik

yang ketiga ada studi dokumentasi. Maka

dalam penelitian ini penulis

menggunakan pengumpulan data menjadi

dua bagian :

a. Data Primer, adalah data yang

diperoleh langsung dari sumbernya,

yang dalam hal ini data yang di dapat

dari hasil wawancara dengan sejumlah

pengusaha UMKM yang terkena

dampak pengenaan PPh final 1% yang

berada di wilayah kecamatan

Pancoran Jakarta Selatan DKI Jakarta.

b. Data Sekunder, yaitu data lain yang

terkait berdasarkan studi literatur,

seperti halnya dengan penelitian lain

yang telah dilakukan pihak lain,

namun memiliki keterkaitan

pembahasan yang dibuat saat ini.

Teknik Analisis Data

Analisis data diartikan sebagai

upaya mengolah data menjadi informasi,

sehingga karakteristik atau sifat-sifat data

tersebut dapat dengan mudah dipahami

dan bermanfaat untuk menjawab

masalah-masalah yang berkaitan dengan

kegiatan penelitian, baik berkaitan

dengan deskripsi terhadap data maupun

kesimpulan tentang data yang diperoleh.

Dalam penelitian ini metode analisis

yang digunakan adalah inductive data

analysis (Yvonne S. Lincoln Egon S.

Guba, 1984), yakni metode analisis

umum dilakukan oleh para peneliti yang

didasarkan pada hasil penelitian lapangan

seperti wawancara, kemudian dilakukan

interpretasi, dicari makna dan ditarik

kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di

beberapa tempat usaha perdagangan

barang dan jasa, yakni daerah kecamatan

Pancoran Jakarta Selatan Propinsi DKI

Jakarta, mengingat dalam penelitian ini

terfokus pada usaha perdagangan barang

dan jasa meliputi usaha perdagangan

komputer dan suku cadangnya, jasa

transportasi darat, jasa konsultan bisnis

dan manjemen, jasa penyelenggaraan

pameran, dan jasa konsultan teknology

informatika.

Kondisi di lapangan sejumlah wajib

pajak yang bergerak di bidang UMKM

didapati mengeluhkan kondisi pajak yang

dikenakan saat ini. Melalui wawancara

yang dilakukan ditemukan pernyataan

bahwa para pelaku bisnis UMKM merasa

keberatan dengan penerapan peraturan

oleh pemerintah pada saat ini. Sehingga

mereka merasa adanya diskriminasi pada

pelaku bisnis tersebut, terlebih pada

pebisnis yang termasuk dalam skala

UMKM.

Dari hasil wawancara tersebut juga

ditemukan bahwa pemerintah membuat

peraturan kurang memperhatikan prinsip

dan asas-asas pemungutan pajak,

Page 10: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

31

sehingga pengusaha UMKM sebagai

pelaku usaha merasa tidak yakin dengan

kemampuan pemerintah sebagai

jembatan dan mengakomodir aspirasi

pelaku ekonomi, dalam hal ini adalah

pelaku bisnis UMKM sebagai wajib

pajak, yang terlihat dari sering

dilakukannya perubahan peraturan

perpajakan oleh pemerintah tanpa

mempertimbangkan banyak hal yang

tentunya berkaitan dengan keberadaan

bisnis UMKM.

Selain itu, hal yang dirasakan oleh

pengusaha UMKM adalah ketidak

konsistenan pemerintah dalam

penerapan peraturan yang dibuatnya

sendiri ( terutama peraturan perpajakan),

sehingga menimbulkan anggapan bahwa

pemerintah menerapkan peraturan

dengan cara yang arogan dan disinyalir

menjadi tidak netral dan dipengaruhi

oleh pelaku usaha pengusaha besar

sehingga menimbulkan anggapan rasa

ketidak adilan terhadap pelaku usaha

yang berskala UMKM.

Dalam melakukan penelitian ini

peneliti merujuk pada pada pemikiran

Adam Smith dalam bukunya An Inquiry

Into The Nature and Cause of The Wealth

of Nations (2000:285) yang mengatakan

bahwa dalam kegiatan pemungutan

pajak, pengelola perpajakan haruslah

berpegang teguh kepada empat asas.

Asas-asas pemungutan pajak itu yaitu

bahwa pemungutan pajak hendaknya

didasarkan pada Equality artinya

pemungutan pajak harus bersifat adil dan

merata, Certainty artinya ada kepastian

hukum, convenience artinya tidak

menyulitkan dan memberatkan,

Economic artinya biaya yang seminimum

mungkin dalam hal pemungutan pajak.

Sedangkan rujukan kedua yang

peneliti ambil adalah pendapat Mansury

dalam bukunya “Pajak Penghasilan

Lanjutan Pasca Reformasi 2000” yang

menyatakan bahwa sistem perpajakan

yang adil adalah sistem pajak

penghasilan yang menerapkan globality,

yakni semua tambahan kemampuan

ekonomis merupakan ukuran dari

keseluruhan kemampuan membayar (the

global ability to pay )sehingga harus

dijumlahkan menjadi satu sebagai obyek

pajak, serta pajak penghasilan yang

menerapkan equal treatment for the

equal yakni jumlah seluruh penghasilan

yang memenuhi definisi penghasilan,

apabila jumlahnya sama dikenakan pajak

dengan tarif pajak sama tanpa

membedakan jenis-jenis penghasilan atau

sumber penghasilan serta unequal

treatment for the unequals yakni

pendapat yang menyatakan bahwa yang

membedakan besarnya tarif adalah

jumlah seluruh penghasilan atau jumlah

seluruh tambahan kemampuan ekonomis,

bukan karena perbedaan sumber

penghasilan atau perbedaan jenis

penghasilan.

Melalui wawancara yang dilakukan

peneliti terhadap informan yaitu wajib

pajak UMKM dan studi dokumen

terhadap pengenaan PPh final bagi wajib

pajak UMKM berikut ini hasil penelitian

dimana ada pro dan kontra terhadap

perlakuan perpajakan bagi wajib

UMKM.

1. Efektivitas Pengenaan PPh Final

Bagi Wajib Pajak Pengusaha

UMKM Ditinjau dari Asas – Asas

Pemungutan Pajak

a. Pemungutan Pajak ditinjau dari

Asas Keadilan

Dari hasil wawancara,

sejumlah informan dalam

penelitian ini mayoritas

beranggapan bahwa PPh final

yang diberlakukan saat ini kurang

tepat dan tidak adil bagi UMKM,

sebagian yang lain menyatakan

tidak tepat dan tidak adil,

sebagian lagi menyatakan sudah

tepat dan sudah adil, sisanya

menyatakan sangat tepat dan

sudah adil.

Informan yang menyatakan

pemungutan PPh final kurang

Page 11: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

32

tepat/tidak tepat dan tidak adil

diberlakukan terhadap pengusaha

UMKM, karena pajak itu

dikenakan terhadap peredaran

bruto bukan dihitung dari

penghasilan neto.

Sedangkan informan yang

menyatakan pengenaan PPh final bagi

UMKM sudah tepat dan sudah adil,

karena mudah dalam penghitungan pajak

dan perusahaan tidak perlu membuat

pembukuan yang rumit, seperti yang

dikutip dari tabel dibawah ini :

Tabel

Hasil Penelitian tentang Asas Keadilan bagi Wajib Pajak UMKM

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

01

If 2

If 3

If 9

If 6

If 7

If 4

If 8

If 10

Menurut Bapak/Ibu apakah peraturan (PPh) final 1% bagi wajib

pajak UMKM adalah keputusan tepat yang dapat memberikan

keadilan bagi semua wajib pajak yang berada pada lingkup UMKM ?

Jawaban :

“Kurang tepat, dan tidak adil, karena perusahaan itu belum tahu

apakah untung atau rugi. Harusnya kalau perusahaan itu untung

baru dikenakan pajak, dan kalau rugi tidak dikenakan pajak.”

”Kurang tepat dan tidak adil karena tidak memperhitungkan biaya

biaya yang harus dikeluarkan”

“Kurang tepat karena tidak mencerminkan keadilan, seharusnya

bayar pajak itu dibebankan apabila perusahaan untung, kalau

dihitung dari peredaran bruto kurang tepat”

“Tidak tepat dan tidak adil” karena masih usaha kecil belum

berkembang, tarif 1% memberatkan dan usaha belum tentu

mengalami keuntungan.”

“Tidak tepat, dan tidak adil, karena pendapatan dan pengeluaran

tidak seimbang, usaha belum tentu untung, apalagi kondisi ekonomi

yang sekarang ini sedang sulit dan lesu, BBM naik dan sebagainya.

Ini tidak adil karena pajak itu harus dikenakan ke perusahaan

apabila perusahaan itu mengalami keuntungan”

“Sangat tepat dan sudah adil bagi pelaku UMKM yang belum siap

menyelenggarakan pembukuan dengan baik jadi pelaku UMKM

mudah dalam menghitung pajak”.

“Sudah tepat, sudah bijaksana, dan sudah adil bagi wajib pajak

UMKM”

“Sudah tepat karena memudahkan dalam penghitungan pajak tidak

perlu repot buat pembukuan, sudah adil bagi wajib pajak UMKM,

karena kalau semua wajib pajak bayar pajak membantu pemerintah

untuk mencapai target penerimaan pajak”

tarif pajak

tidak adil

laba usaha

usaha kecil

Kesulitan

ekonomi

sudah adil

sudah tepat

mudah

penghitungan

Sumber : wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Atas dasar ketepatan penerapan

peraturan, sudah dapat dikatakan kurang

tepat atas langkah pemerintah yang

diambil dalam pengenaan pajak UMKM,

dan tidak mencerminkan rasa keadilan.

Page 12: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

33

2. Pemungutan Pajak Ditinjau dari

Asas Kepastian Hukum

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

sebagian menyatakan bahwa adanya

perubahan peraturan PPh bagi UMKM

sudah ada kepastian hukum karena sudah

jelas aturannya ada Peraturan Pemerintah

(PP) dan tarifnya sudah jelas, selain itu

mereka beranggapan bahwa kepastian

hukum itu ada selama peraturan itu

dijalankan sesuai dengan aturan yang

sudah dibuat oleh pemerintah.

Melalui informan lain sebagian

menyatakan bahwa adanya perubahan

peraturan PPh bagi UMKM tidak ada

kepastian hukum karena peraturan pajak

itu sering berubah, sulit dimengerti dan

membingungkan. Seperti kutipan tabel

dibawah ini :

Tabel

Hasil Penelitian tentang Asas Kepastian Hukum bagi WP UMKM

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

02

If 1

If 3

If 4

If 7

If 2

If 5

If 6

If 10

“Pada beberapa tahun terakhir pemerintah telah melakukan beberapa

perubahan dalam pengaturan pajak (PPh) bagi pengusaha UMKM.

Menurut Bapak/Ibu apakah dengan adanya beberapa perubahan

tersebut, membuat Bapak/Ibu selaku wajib pajak memiliki suatu acuan

atau kepastian hukum perpajakan?”

Jawaban :

“Sudah ada kepastian hukum karena sudah jelas ada Peraturan

Pemerintahnya. Sudah memberikan kepastian hukum.”

”Sudah ada kepastian hukum selama peraturan itu dijalankan sesuai

dengan aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah”

“Dengan tarif 1% dan bersifat final memberikan kemudahan dan ada

kepastian hukum”

“Peraturan Pemerintah ini apabila ingin dilaksanakan harus

mengevaluasi peraturan yang lama. Untuk membandingkan peraturan

yang mana yang bisa memberikan pendapatan pajak yang lebih

banyak, aturan yang lama kenaikannya berapa persen, aturan yang

baru kenaikannya berapa persen. Pajak itu memberatkan apa tidak,

apabila memberatkan maka perlu memakai aturan yang lama, untuk

menentukan tarif pajak yang lama atau yang baru, harus dilihat dulu

keadaan ekonomi masyarakat.” Ada kepastian hukum.

“Peraturan pajak yang selalu berubah membuat perusahaan itu

bingung, hal ini karena kurangnya sosialisasi dari kantor pajak. Belum

jelas kepastian hukum.”

“Tidak ada kepastian hukum, membuat kami tambah bingung karena

peraturan sering berubah, kurang penyuluhan dan sosialisasi.

Peraturan sering tumpang tindih.”

“Tidak ada acuan kepastian hukum, bikin bingung, tidak ada

penyuluhan, sosialisasi yang kurang, serta peraturan yang tumpang

tindih”.

“Belum mencerminkan adanya kepastian hukum, peraturan pajak

masih membingungkan, sulit dimengerti”.

Kepastian hukum

Peraturan

dijalankan

kemudahan

evaluasi peraturan

kurangnya

sosialisasi

peraturan sering

berubah

peraturan

tumpang tindih

peraturan sulit

dimengerti

Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Dari hasil wawancara tersebut

dapat disimpulkan bahwa ada dua

pendapat dari informan yaitu perubahan

peraturan pemerintah sudah

mencerminkan asas kepastian hukum

selama ada Peraturan Pemerintah yang

Page 13: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

34

mengatur, dan dijalankan sesuai dengan

aturan yang berlaku, sedangkan informan

yang lain menyatakan belum

mencerminkan asas kepastian hukum atas

perubahan Peraturan Pemerintah terhadap

pengusaha UMKM, disebabkan karena

peraturan yang sering berubah, sulit

dimengerti, membingungkan dan

kurangnya sosialisasi.

3. Pemungutan Pajak dari Asas

Efisiensi/Ekonomi

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan menyatakan bahwa

pemungutan PPh Final atas wajib pajak

UMKM sebesar 1% dari omset tidak

efiisen karena memberatkan perusahaan,

menambah beban biaya perusahaan, 1%

dihitung dari peredaran bruto bukan dari

penghitungan laba rugi perusahaan.

Sedangkan informan lain yang

menyatakan bahwa pemungutan PPh

final 1% sudah efisien dalam hal

pemungutan pajak karena memudahkan

secara administrasi, tidak harus membuat

pembukuan dan menghemat waktu.

Seperti kita lihat tabel kutipan berikut ini:

Tabel

Hasil Penelitian tentang Asas Efisiensi bagi Wajib Pajak UMKM

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

03

If 2

If 3

If 7

If 1

If 4

“Menurut Bapak/Ibu wajib pajak UMKM dikenakan PPh final 1%

dari omset yg dihitung setiap bulan sudah sesuai dengan asas

efisiensi/ekonomi dalam hal pemungutan pajak?”

Jawaban

“Tidak efisien, karena memberatkan perusahaan pajak 1%

dibebankan atas peredaran bruto, tidak berdasarkan penghitungan

laba rugi”.

“Dari perpajakan efektif dan efisien, namun dari pihak WP

memberatkan, tdk efisien krn menambah beban biaya, dan pajak yg

dibebankan tdk melihat untung rugi perusahaan,yg dilihat hanya

tarif 1% dari bruto

“Blm efisien, karena pendapatan perusahaan turun naik, biaya

operasional selalu bertambah akibat kenaikan listrik, BBM, UMP,

apabila peraturan pajak itu dipaksakan maka perusahaan akan

mengurangi biaya operasional seperti mengurangi jumlah karyawan,

memangkas biaya”

“Sudah efisien krn memudahkan tdk harus membuat pembukuan,

tidak harus menghitung-hitung lagi, hemat waktu”

“Sudah efisien dan mudah secara administrasi”

tidak efisien

memberatkan

biaya operasional

tinggi

efisien

administrasi mudah

Sumber : Hasil Wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Berdasarkan hasil wawancara di

atas maka dapat disimpulkan bahwa

pemungutan PPh final 1% atas UMKM

tidak tepat dan tidak sesuai dengan asas

efisiensi/ekonomi karena memberatkan

wajib pajak dan penghitungan PPh Final

didasarkan atas peredaran bruto bukan

berdasarkan laba rugi perusahaan.

4. Pemungutan Pajak dari Asas

Kemudahan Administrasi

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

Page 14: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

35

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan menyatakan bahwa

pemungutan PPh Final atas wajib pajak

UMKM sebesar 1% memberikan

pendapat bahwa administrasinya menjadi

lebih sulit dan tidak efektif karena

walaupun perusahaan sudah melakukan

pemotongan PPh final, tetap masih harus

membuat laporan SPT Tahunan yang

sulit dan rumit dan kurangnya sosialisasi

dari pemerintah.

Sedangkan informan lain yang

menyatakan bahwa pemungutan PPh

final 1% atas UMKM administrasinya

menjadi lebih mudah dan efektif, karena

memberikan kemudahan administrasi,

lebih sederhana, bisa menghitung dan

memotong sendiri pajak yang harus

dibayar. Seperti kita lihat tabel kutipan

berikut ini:

Tabel

Hasil Penelitian tentang Asas Kemudahan Administrasi bagi WP UMKM

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

04

If 3

If 6

If 7

If 1

If 2

If 4

“Apakah menurut Bapak/Ibu kebijakan peraturan (PPh ) final dengan

tarif 1% yang diberlakukan pemerintah tersebut membuat prosedur

administrasi yang dilakukan menjadi lebih mudah dan efektif ?”

Jawaban

“Menurut versinya fiskus administrasinya mudah, tapi menurut wajib

pajak tidak, karena administrasi pajaknya tetap sulit karena masih harus

buat laporan SPT Tahunan dan tidak efektif.”

“Administrasinya masih sulit, tidak mudah dan tidak efektif masih

menambah bingung wajib pajak, karena kurangnya sosialisasi”.

“Walaupun petugas pajak sudah memberikan sosialisasi kepada wajib

pajak prosedur administrasi tetap sulit dan tidak mudah dan tidak efektif,

karena wajib pajak tetap harus lapor SPT Tahunan walaupun PPhnya

sudah dipotong final karena pihak pajak kurang memberikan

sosialisasi.”

“Oh ya memberikan kemudahan prosedur administrasi pajak, dan efektif,

kesulitan hanya pada laporan SPT Tahunan karena kurangnya sosialisasi

dari pihak pajak”

“Memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak, lebih

sederhana bisa menghitung dan memotong sendiri pajak yang harus

dibayar, kesulitan hanya ketika membuat laporan SPT Tahunan karena

kurang nya sosialisasi dari pihak pajak.”

“Lebih efisien, mudah administrasinya dan efektif cukup mencatat

jumlah penjualan saja.”

administrasi

sulit

kurang

sosialisasi

tidak efektif

prosedur mudah

Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Dari hasil wawancara tersebut di

atas dapat disimpulkan bahwa

pemungutan PPh final 1% atas UMKM

oleh pemerintah tidak mencerminkan

asas kemudahan dalam administrasi

pajak.

5. Pemungutan Pajak Ditinjau dari Asas

Kesederhanaan Pemungutan Pajak dan

Peraturan Perpajakan

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan menyatakan bahwa

Page 15: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

36

sistem perpajakan dan peraturan

perundang-undangan yang sekarang ini

dibuat oleh pemerintah belum sederhana

dan masih sulit dipahami, karena masih

sering beda persepsi antara wajib pajak

dengan pihak pajak, pasal-pasalnya

terlalu banyak, dan jenis pajaknya

banyak, hal ini dikarenakan kurangnya

sosialisasi dari pemerintah.

Informan lain yang menyatakan

bahwa sistem perpajakan dan peraturan

perpajakan yang dibuat oleh pemerintah

saat ini, baik dalam hal pemungutan

pajak maupun peraturan perpajakan

sudah sederhana, dengan catatan perlu

diberikan penyuluhan atau sosialisasi

secara terus-menerus. Seperti dapat

dilihat pada tabel kutipan berikut ini:

Tabel

Hasil Penelitian tentang Asas Kesederhanaan Pemungutan Pajak dan Peraturan Perpajakan bagi Wajib Pajak UMKM

Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Berdasarkan hasil wawancara di

atas maka dapat disimpulkan bahwa

sistem perpajakan dan peraturan

perpajakan yang dibuat oleh pemerintah

saat ini belum mencerminkan asas

kesederhanaan dalam pemungutan pajak

dan peraturan perpajakan.

4. Pemungutan Pajak Ditinjau Dari

Asas Kesenangan dalam Pembayaran

Pajak (Convenience Of Payment)

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan menyatakan bahwa

apabila keadaan ekonomi lesu dan omset

penjualan perusahaan turun mayoritas

mereka berpendapat bahwa pengenaan

PPh final bagi UMKM tidak tepat.

Karena memberatkan perusahaan dan

menjadi beban perusahaan yang akan

berdampak terhadap kelangsungan usaha,

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

05

If 1

If 3

If 5

If 9

If10

If 4

If 8

“Menurut Bapak/Ibu apakah sistem perpajakan yang sekarang dibuat oleh

pemerintah mengenai kewajiban wajib pajak khususnya administrasi

perpajakan sudah mencerminkan asas kesederhanaan baik dalam hal

pemungutan pajak maupun dalam peraturan perundang-undangan? Karena

apabila peraturan pajak dibuat sederhana maka wajib pajak akan lebih

mudah memahami peraturan perpajakan”

Jawaban

“Belum mencerminkan kesederhanaan masih rumit karena pelaporan pajak

harus menggunakan E-SPT tidak semua orang mengerti cara menggunakan

program E-SPT . Belum mampu menguasai teknologi Informasi.”

”Tidak mencerminkan kesederhanaan terlalu banyak pajak yang harus

dibayar oleh perusahaan, mulai dari kewajiban memotong pajak PPh psl 21,

PPN, psl 23 dan sebagainya.

“Masih sulit untuk dimengerti belum dibuat sederhana, masih

membingungkan wajib pajak, karena kurang sosialisasi”

“Belum mencerminkan kesederhanaan masih sering beda persepsi terhadap

aturan perpajakan.”

“Masih belum sederhana, pasal-pasalnya masih sulit untuk dimengerti,

sering beda persepsi terhadap peraturan perpajakan”

“Lebih sederhana, namun harus ada sosialisasi dari pemerintah jika

menerbitkan aturan pajak yang baru.”

“Ya memang peraturan sekarang ini memudahkan pemahaman, namun tetap

perlu pembinaan dan sosialisasi terus-menerus, selain itu perlu dibuat

format peraturan yang lebih sederhana. Prinsipnya sudah sederhana.”

adminisrasi

rumit

banyak pasal

sulit dimengerti

beda persepsi

banyak pasal

sosialisasi

perlu bimbingan

Page 16: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

37

perusahaan akan bangkrut dan gulung

tikar.

Sedangkan informan yang

menyatakan bahwa pengenaan PPh final

bagi UMKM ketika keadaan ekonomi

sedang lesu dan omset penjualan turun

sudah tepat karena dikenakan dari

penjualan. Seperti dikutipan tabel di

bawah ini :

Tabel

Hasil Penelitian tentang Asas Kesenangan dalam Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak UMKM

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

06

If 1

If 7

If 8

If 9

If 4

If 5

“Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu apabila keadaan ekonomi sedang lesu

dan omset penjualan turun apakah pemberlakuan tarif PPh final bagi wajib pajak

UMKM sudah tepat dan mencerminkan azas kesenangan dalam pembayaran

pajak (convenience of payment) ?.”

Jawaban

“Tidak tepat, karena wajib pajak mengalami kemunduran usaha dan

memberatkan”

“Tidak tepat, saat wajib pajak omsetnya turun sebaiknya pemerintah mengambil

kebijakan yang dapat membantu usaha UMKM supaya tidak bangkrut. Harus ada

subsidi atau insentif pajak buat UMKM.”

“Tidak tepat, untuk hal tersebut perlu pemerintah mempertimbangkan dengan

menggunakan azas kemanusiaan supaya pengusaha bisa jalan usahanya, pajak

itu dibebaskan atau pembayarannya dicicil/diangsur”.

“Tidak tepat, pajaknya harus dibebaskan supaya tidak memberatkan

perusahaan.”

“Sudah tepat, karena dikenakan dari penjualan”.

“Sudah tepat”.

Sumber :Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Berdasarkan hasil wawancara di

atas maka dapat disimpulkan bahwa

pengenaan PPh final bagi UMKM ketika

keadaan ekonomi sedang lesu dan omset

penjualan turun tidak tepat dan tidak

mencerminkan asas kesenangan dalam

pembayaran pajak (convenience of

payment).

Hambatan – hambatan yang dihadapi

pengusaha UMKM dalam pelaksanaan

penerapan PPh final

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, semua wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

menyatakan bahwa pelaksanaan

penerapaan pemungutan PPh Final atas

wajib pajak UMKM masih banyak

menghadapi hambatan – hambatan di

lapangandiantaranya adalah adanya

tumpang tindih peraturan, wajib pajak

UMKM belum paham teknis

penghitungan, pembayaran dan pelaporan

PPh final, adanya Surat Keterangan

Bebas, ketidakadilan, kesulitan

keuangan, PPh final merugikan

perusahaan yang sudah tertib

menyelenggarakan pembukuan, hasil

jawaban dapat dilihat pada kutipan tabel

di bawah ini:

Page 17: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

38

Tabel

Hasil Penelitian tentang Hambatan –hambatan bagi Wajib Pajak UMKM

dalam Pelaksanaan Penerapan PPh Final

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

07

If 1

If 2

If 4

If 5

If 6

If 7

If 10

“Hambatan –hambatan apa yang Bapak/Ibu alami terhadap pelaksanaan

penerapan pajak penghasilan final untuk pengusaha UMKM?”

Jawaban

“Tumpang tindih peraturan, karena sudah ada tarif sendiri tentang

UMKM yaitu tarif psl 31E UU PPh tarif efektifnya 12,5% dari

penghasilan neto, untuk perusahaan yang memiliki omset dibawah 4,8

milyar setahun”

“Masih belum paham cara pemotongan penyetoran dan pelaporannya,

soalnya kurang sosialisasi dari kantor pajak”

“Yang sulit waktu laporan SPT Tahunan Badan tahun 2013 karena

laporannya 6 bulan final dan 6 bulan tidak final”

“Memberatkan, tidak adil, usaha belum tentu untung sudah harus bayar

pajak, kesulitan keuangan, bayar pajak sering terlambat “

“ Pemerintah tidak pro UMKM , perusahaan kami yang sudah

menyelenggarakan pembukuan dengan tertib dirugikan dengan tarif PPh

final 1% yang dihitung dari peredaran bruto, padahal tarif yang lama

kami menghitung pajak yang harus dibayar berdasarkan penghasilan

neto, akibatnya perusahaan bayar pajaknya lebih besar “

“Harus membuat Surat Keterangan Bebas dari kantor pajak yaitu SKB

ps 22, atau ps 23 supaya tidak dipotong ganda, yaitu potongan dari

perusahaan lawan transaksi sebesar 1,5% utk ps 22, dan 2% utk ps 23

potongan ini tidak bisa dikreditkan diakhir thn & potongan pajak final

1%

“Perusahaan masih bingung cara penghitungan, pembayaran dan

pelaporannya, terutama saat melaporkan SPT Tahunan Badan, karena

pihak dari kantor pajak kurang memberikan penyuluhan dan sosialisasi”

kurang

sosialisasi

Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

KESIMPULAN

Efektivitas Pengenaan PPh Final Bagi

Wajib Pajak UMKM Ditinjau dari Asas-

Asas Pemungutan Pajak

Berdasarkan uraian yang

sebelumnya dapat diambil kesimpulan

pengenaan PPh final bagi UMKM kurang

mengacu pada prinsip-prinsip asas-asas

pemungutan pajak sehingga keadilan,

kepastian hukum, efisiensi, kemudahan

administrasi, kesederhanaan pemungutan

dan peraturan, kesenangan dalam

pembayaran, atas penerapan pajak

penghasilan yang bersifat final terhadap

pengusaha UMKM masih belum dapat

terpenuhi, karena masih ditemui hambatan

dalam penerapan peraturan tersebut seperti

penerapan :

a. Asas Keadilan

Pemungutan pajak adalah adil,

apabila orang-orang yang berada dalam

keadaan ekonomis yang sama dikenakan

pajak yang sama, sedang orang-orang yang

keadaan ekonomisnya tidak sama

diperlakukan tidak sama, setara dengan

ketidaksamaannya itu. Apabila rumusan

tersebut diterapkan untuk pajak

penghasilan, maka rumusannya akan

menjadi sebagai berikut : ”Pajak

Penghasilan itu sesuai dengan asas

keadilan, apabila semua orang dengan

tambahan kemampuan ekonomis yang

sama tanpa memperhatikan sumber

penghasilan dan tanpa membedakan jenis-

jenis penghasilannya dikenakan pajak

yang sama, sedangkan orang-orang dengan

tambahan kemampuan ekonomis berbeda

Page 18: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

39

dikenakan pajak penghasilan yang berbeda

setara dengan perbedaannya.

Wajib pajak yang menerima

tambahan kemampuan ekonomis lebih

besar dikenakan pajak penghasilan dengan

prosentase tarif yang lebih besar. Namun

nampaknya hal tersebut belum berlaku

pada perpajakan wajib pajak pengusaha

UMKM, dimana tarif pajak UMKM

dikenakan PPh final sebesar 1% dari

peredaran bruto, sedangkan wajib pajak

pengusaha besar dikenakan tarif PPh tidak

final dihitung dari penghasilan neto.

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, mayoritas wajib pajak

beranggapan bahwa peraturan PPh final

yang diberlakukan pemerintah saat ini

kurang tepat dan tidak adil bagi wajib

pajak UMKM, karena pajak itu dikenakan

terhadap peredaran bruto bukan dihitung

dari penghasilan neto.

PPh final yang dikenakan dari

penghasilan bruto tanpa memperhitungkan

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh penghasilan tersebut jelas

tidak memenuhi asas keadilan yang

menganut ability to pay principledimana

pembebanan pajak didasarkan kepada

kemampuan masing-masing wajib pajak.

The more you earn, the more you pay tax,

demikian seharusnya yang adil.

Kemampuan membayar pajak dicerminkan

oleh penghasilan neto bukan penghasilan

bruto.

Ketidakadilan ini semakin terasa

ketika wajib pajak harus membayar PPh

meskipun menderita kerugian dan

kerugian tersebut tidak boleh

dikompensasikan ke tahun-tahun pajak

berikutnya. Penerapan PPh final dengan

tarif khusus di luar tarif umum secara

langsung telah membeda-bedakan

(diskriminasi) jenis atau sumber

penghasilan untuk kepentingan pemajakan.

Tarif pajak 1% dari omset

dikeluhkan oleh wajib pajak UMKM

karena dianggap memberatkan dan tidak

tepat sasaran, ketika penjualan turun atau

ekonomi keadaan lesu masih dibebankan

dengan kewajiban membayar pajak. Atas

dasar ketepatan penerapan peraturan,

sudah dapat dikatakan kurang tepat atas

langkah pemerintah yang diambil dalam

pengenaan pajak UMKM, dan tidak

mencerminkan rasa keadilan.

b. Asas Kepastian Hukum

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

sebagian menyatakan bahwa adanya

perubahan peraturan PPh bagi UMKM

sudah ada kepastian hukum karena sudah

jelas aturannya, ada Peraturan Pemerintah

(PP) dan tarifnya sudah jelas, selain itu

mereka beranggapan bahwa kepastian

hukum itu ada selama peraturan itu

dijalankan sesuai dengan aturan yang

sudah dibuat oleh pemerintah. Melalui

informan lain sebagian menyatakan bahwa

adanya perubahan peraturan PPh bagi

UMKM belum ada kepastian hukum

karena peraturan pajak itu sering berubah,

sulit dimengerti dan membingungkan.

Dari hasil wawancara tersebut dapat

disimpulkan bahwa ada dua pendapat dari

informan yaitu perubahan peraturan

pemerintah sudah mencerminkan asas

kepastian hukum selama ada Peraturan

Pemerintah yang mengatur, dan dijalankan

sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sedangkan informan yang lain

menyatakan belum mencerminkan asas

kepastian hukum atas perubahan peraturan

pemerintah terhadap pengusaha UMKM,

disebabkan karena peraturan yang sering

berubah, sulit dimengerti dan

membingungkan.

Menurut Adam Smith kepastian

hukum lebih penting dari keadilan karena

apabila tanpa kepastian hukum

pelaksanaan pemungutan pajak bisa

menjadi tidak adil. Perumusan dan makna

ketentuan undang –undang pajak harus

memberikan kepastian tentang siapa-siapa

yang wajib membayar pajak, apa yang

menyebabkan subyek pajak itu harus

membayar pajak, berapa pajak yang harus

dibayar, dan bagaimana pajak terutang itu

harus dibayar (Mansury : 2002, 22-23).

Page 19: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

40

Artinya, kepastian bukan hanya

menyangkut kepastian mengenai subyek

pajak (dan pengecualiaannya), obyek pajak

(dan pengecualiaannya), dasar pengenaan

pajak serta besarnya tarif pajak, tetapi juga

mengenai prosedur pemenuhan

kewajibannya, antara lain prosedur

pembayaran dan pelaporan serta

pelaksanaan hak-hak perpajakannya.

Tanpa adanya prosedur yang jelas, maka

wajib pajak akan sulit untuk menjalankan

kewajiban serta haknya, dan bagi fiskus

akan kesulitan untuk mengawasi

pelaksanaan kewajiban perpajakan yang

dilakukan oleh wajib pajak juga dalam

melayani hak-hak wajib pajak (Rosdiana :

2004,81).

c. Asas Efisiensi/Ekonomi

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan menyatakan bahwa

pemungutan PPh Final atas wajib pajak

UMKM sebesar 1% dari omset tidak

efiisen karena memberatkan perusahaan,

menambah beban biaya perusahaan, 1%

dihitung dari peredaran bruto bukan dari

penghitungan laba rugi perusahaan.

Berdasarkan hasil wawancara di atas

maka dapat disimpulkan bahwa

pemungutan PPh final 1% atas UMKM

tidak tepat dan tidak sesuai dengan asas

efisiensi/ekonomi karena memberatkan

wajib pajak dan penghitungan PPh Final

didasarkan atas peredaran bruto bukan

berdasarkan laba rugi perusahaan.

d. Pemungutan Pajak dari Asas

Kemudahan Administrasi

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan berpendapat bahwa

pemungutan PPh Final atas UMKM

sebesar 1% belum mencerminkan asas

kemudahan administrasi karena

administrasinya menjadi lebih sulit dan

tidak efektif , perusahaan masih harus

membuat laporan SPT Tahunan, dan

kurangnya sosialisasi dari pemerintah.

Berdasarkan hasil wawancara di

atas maka dapat digambarkan bahwa

pemungutan PPh final 1% atas UMKM

administrasinya menjadi lebih sulit dan

tidak efektif. Karena walaupun PPh nya

sudah dipotong final, perusahaan masih

harus lapor SPT Tahunan yang rumit dan

sulit. Dari hasil wawancara tersebut di atas

dapat disimpulkan bahwa pemungutan PPh

final 1% atas UMKM oleh pemerintah

tidak mencerminkan azas kemudahan

dalam administrasi pajak.

e. Pemungutan Pajak Ditinjau dari Asas

Kesederhanaan dalam Pemungutan

Pajak dan Peraturan Perpajakan

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan menyatakan bahwa

sistem perpajakan dan peraturan

perundang-undangan yang sekarang ini

dibuat oleh pemerintah belum sederhana

dan masih sulit dipahami, karena masih

sering beda persepsi antara wajib pajak

dengan pihak pajak, pasal-pasalnya terlalu

banyak, dan jenis pajaknya banyak, hal ini

dikarenakan kurangnya sosialisasi dari

pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara

di atas maka dapat disimpulkan bahwa

sistem perpajakan dan peraturan

perpajakan yang dibuat oleh pemerintah

saat ini belum mencerminkan azas

kesederhanaan baik dalam hal pemungutan

pajak maupun peraturan perpajakan.

f. Pemungutan Pajak Ditinjau Dari Asas

Kesenangan dalam Pembayaran Pajak

(Convenience Of Payment)

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

mayoritas informan menyatakan bahwa

apabila keadaan ekonomi lesu dan omset

penjualan perusahaan turun mayoritas

mereka berpendapat bahwa pengenaan

PPh final bagi UMKM tidak tepat. Karena

Page 20: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

41

memberatkan perusahaan dan menjadi

beban perusahaan yang akan berdampak

terhadap kelangsungan usaha, perusahaan

akan bangkrut dan gulung tikar.

Berdasarkan hasil wawancara di atas

maka dapat disimpulkan bahwa

pengenaan PPh final bagi UMKM ketika

keadaan ekonomi sedang lesu dan omset

penjualan turun tidak tepat dan tidak

mencerminkan asas kesenangan dalam

pembayaran pajak (convenience of

payment).

Hambatan – hambatan yang dihadapi

pengusaha UMKM dalam pelaksanaan

penerapan PPh final

Menurut hasil wawancara yang

didapatkan, semua wajib pajak yang

menjadi informan dalam penelitian ini

menyatakan bahwa pelaksanaan

penerapaan pemungutan PPh Final atas

wajib pajak UMKM masih banyak

menghadapi hambatan – hambatan di

lapangandiantaranya adalah adanya

tumpang tindih peraturan, hal ini

dikarenakan karena sudah ada tarif pajak

khusus UMKM yaitu Psl 31E UU PPh .

Wajib pajak UMKM belum paham

teknis penghitungan, pembayaran dan

pelaporan PPh final. Hal ini dikarenakan

kurangnya sosialisasi dan penyuluhan

secara intensif dari Dirjen Pajak.

Harus membuat Surat Keterangan

Bebas dari kantor pajak yaitu SKB ps 22,

atau ps 23 supaya tidak dipotong ganda,

yaitu potongan dari perusahaan lawan

transaksi sebesar 1,5% utk ps 22, dan 2%

utk ps 23 potongan ini tidak bisa

dikreditkan diakhir tahun dan potongan

pajak final 1%.

Ketidakadilan yang dirasakan oleh

pengusaha UMKM karena pajak dihitung

dari peredaran bruto bukan dari

penghasilan neto. Kesulitan keuangan,

sehingga sering terjadi keterlambatan

dalam pembayaran pajak. PPh final

merugikan perusahaan yang sudah tertib

menyelenggarakan pembukuan.

SARAN

1. Hendaknya pemerintah meninjau

kembali tarif 1% yang dikenakan

kepada wajib pajak UMKM karena

memberatkan, kurang tepat dan tidak

adil, supaya mencerminkan rasa

keadilan tarif pajak dihitung

berdasarkan penghasilan neto bukan

berdasarkan peredaran bruto.

2. Pemerintah hendaknya menurunkan

tarif pajak UMKM dan perlu ada

kebijakan pajak khusus buat UMKM

misalnya adanya insentif pajak atau

pembebasan pajak untuk kemajuan

UMKM

3. Peraturan perpajakan jangan sering

berubah, supaya tidak membingungkan

wajib pajak.

4. Supaya efisien dan tidak memberatkan

tarif pajak UMKM dibuat tidak final,

tarif pajak dikembalikan ke cara yang

lama yaitu dihitung berdasarkan

penghasilan neto menggunakan tarif

pasal 17 dan pasal 31E Undang-Undang

PPh No 36 tahun 2008

5. Untuk memudahkan wajib pajak

Pemerintah hendaknya membuat

kebijakan peraturanperpajakan yang

sederhana, mudah dipahami dan

dimengerti wajib pajak

6. Untuk memudahkan administrasi pajak

Pemerintah hendaknya membuat aturan

prosedur sistem perpajakan yang tidak

rumit dan tidak menyulitkan wajib

pajak

7. Untuk meningkatkan pemahaman wajib

pajak Pemerintah perlu melakukan

sosialisasi terus menerus dan intensif

melakukan penyuluhan apabila ada

peraturan pajak yang baru.

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, R, Santoso, 1991,

Pengantar Ilmu Hukum Pajak,

Bandung, Eresco

Page 21: ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

42

Lincoln, Yvonne S. Egon G. Guba,

1984, Naturalistic Inquiry,

Beverly Hills, London, New

Delhi, Sage Publications

Mansury, R, 1994, Panduan Konsep

Utama Pajak Penghasilan

Indonesia Jilid 1 Jakarta, Bina

Rena Pariwara

_______ 2002, Pajak Penghasilan

Lanjutan Pasca Reformasi 2000,

Jakarta, Bina Rena Pariwara

Monique Hennink, Inge Hutter, Ajay

Bailey, 2011, Qualitative Research

Methods

Neuman, W. Lawrence, 2003, Social

Research Methods Qualitative and

Quantitative Approaches, Boston

Pearson Education In

Rosdiana, Haula, 2004, Perpajakan, Teori

dan Kebijakan, Divisi Administrasi

Fiskal FISIP UI Jakarta

Siti Resmi, 2009, Perpajakan : Teori dan

Kasus, Salemba Empat, Jakarta

Smith, Adam, 2000, An Inquiry Into The

Nature and Cause Of The Wealth Of

Nations, New York, New York Press

DOKUMEN

Republik Indonesia, Undang –Undang

Nomor 28 Tahun 2007 Tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-

undang Nomor 6 Tahun 1983

Tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan

Republik Indonesia, Undang-undang No

36 Tahun 2008 Tentang Perubahan

Ke Empat Atas Undang-undang No

7 Tahun 1983 Tentang Pajak

Penghasilan

Republik Indonesia Peraturan Pemerintah

No 46 Tahun 2013 Tentang Pajak

Penghasilan Atas Pengusaha Yang

Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

LAIN-LAIN

Harian Kompas , 23 Februari 2015,

Usulan Penghapusan PPh Final

bagi UMKM

Hukum Pajak dan Keadilan, Pidato

Pengukuhan Mr Sindian Isa Djajadiningrat

sebagai Guru Besar Luar Biasa dalam

mata kuliah Hukum Fiskal, pada Fakultas

Hukum dan Pengetahuan Kemasyarakatan

dan Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia padatanggal 28 Mei 1960, NV

Eresco Bandung,1965.