analisis pengendalian kualitas produk dengan … · 2020-01-27 · mutu (kualitas) yang...
TRANSCRIPT
eJournal Administrasi Bisnis, 2017, 5 (3): 662-674 ISSN 2355-5408, ejournal.adbisnis.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2017
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK
DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA PADA
RAJA ROTI DI SAMARINDA
Saprullah 1
Abstrak
Persaingan usaha yang semakin ketat mendorong setiap usaha untuk
memperoleh cara yang tepat dalam mencapai sasaran dan tujuan yang
ditetapkan. Raja Roti di Samarinda merupakan salah satu produsen roti yang
terus berusaha menjaga kualitas produk dengan menekan angka produk cacat
dalam proses produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
tentang pengendalian kualitas produk yang ada dan penerapan metode Six
Sigma dengan pendekatan DMAIC. Visi peningkatan kualitas menuju 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap produksi penting dilakukan,
pada Raja Roti kualitas produk yang dihasilkan yaitu 3,79 Sigma pada tingkat
kerusakan 11.024 atau 1,1% untuk sejuta produksi (DPMO). Implementasi
metode Six sigma disimpulkan bahwa dari tiga jenis kecacatan tertinggi yang
terjadi yaitu, ukuran tidak sesuai (29%), rasa tidak sesuai (25%), dan
hangus/gosong (22%) disebabkan dua faktor utama, diantaranya faktor metode
dan faktor manusia. Penyebab kerusakan yang sering terjadi secara rinci perlu
diketahui untuk dilaksanakan perbaikan pada intruksi kerja dan
pengawasanya, langkah yang dapat diambil adalah mengadakan peralatan-
peralatan yang dapat membantu proses produksi, menentukan kualifikasi
bahan baku yang sesuai kebutuhan, serta memberikan pemahaman pada
karyawan yang bertugas agar setiap aspek pada proses produksi dapat
berjalan dengan baik.
Kata Kunci : Pengendalian Kualitas, Six Sigma.
Pendahuluan
Perusahaan yang memiliki daya saing tinggi tentunya dapat bertahan
dengan mengutamakan peningkatan mutu. Kualitas menjadi salah satu
kekuatan penting bagi keberhasilan dan pertumbuhan perusahaan, baik di
pasaran nasional maupun internasional.
Menurut Fahmi (2014:45), salah satu penyebab suatu produk diterima
di pasar karena kualitas tersebut sesuai dengan keinginan konsumen.
1 Mahasiswa Program S1 Admistrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Mulawarman. Email: [email protected]
Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma (Saprul)
663
Konsumen selalu menginginkan kepuasaan, dan produsen juga menginginkan
agar konsumen selalu kembali untuk membeli produk yang dibuatnya. Perlu
diadakan analisis untuk mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan cacat
dalam tiap proses produksi, dengan mengetahui penyebab kecacatan dan dapat
dilaksanakan penanggulangan sehingga akan mengurangi tingkat cacat produk
yang bisa merugikan dari pihak perusahaan.
Six sigma adalah suatu proses sangat tertib yang membantu organisasi
memusatkan perhatian pada pengembangan dan peningkatan mutu produk dan
jasa ke tingkat yang nyaris sempurna (Haming dan Nurnajamuddin, 2007:196).
Six sigma dapat dijadikan ukuran kinerja sistem produksi yang memungkinkan
perusahaan melakukan peningkatan kualitas produk. Pada survei awal
penelitian diketahui jumlah produksi dan produk cacat pada Raja roti di
Samarinda sebagai berikut pada table di bawah ini:
Tabel Jumlah Produksi dan Produk Cacat
Periode September s.d Desember 2016
(Dalam satuan bungkusan per minggu)
Periode
Hasil Produksi Jumlah
Produksi
Persentase
(%)
Jumlah
Produk
Ditolak
Persentase
(%) Roti
Manis
Roti
Bantal
Roti
Tawar
September 4707 193 153 5053 95.5 228 4.5
Oktober 7608 211 211 8030 95.6 353 4.4
November 8082 254 230 8566 95.8 358 4.2
Desember 7720 225 202 8147 95.7 352 4.3
Berdasarkan table di atas tingkat kecacatan rata-rata tertinggi pada
bulan September yaitu 4,5% dan tingkat produk rata-rata terendah pada bulan
November yaitu sebesar 4,2%. Tingginya produk cacat sebesar 4,5% dalam
bulan September seharusnya dapat ditekan dibuktikan dengan adanya tingkat
produk cacat terendah sebesar 4,2%. Perusahaan seharusnya mampu melakukan
proses produksi dengan tingkat cacat sebesar 4,2%. Menurut kepala bagian
produksi setiap minggu proses produksi pada Raja Roti Samarinda melakukan
pengendalian kualitas dengan harapan tingkat kerusakan berada di bawah 4%.
Dengan adanya produk cacat yang tidak sesuai harapan pada Raja Roti di
Samarinda maka biaya produksi yang dikeluarkan akan lebih banyak
menyebabkan harga produk meningkat.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan
Menggunakan Metode Six Sigma Pada Raja Roti di Samarinda”.
Kerangka Dasar Teori
Produksi
Menurut Fahmi (2014), Produksi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan baik bentuk barang (goods) maupun jasa (service) dalam
Sumber : Data Olahan Raja Roti Samarinda
eJournal Administrasi Bisnis, Volume 5, Nomor 3, 2017: 662-674
664
suatu periode waktu yang selanjutnya dihitung sebagai nilai tambah bagi
perusahaan. Bentuk hasil produksi dengan kategori barang (goods) dan jasa
(service) sangat tergantung pada kategori aktivitas bisnis yang dimiliki
perusahaan yang bersangkutan. Jika ditelaah lebih lanjut, pengertian produksi
dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:
1. Pengertian produksi dalam arti sempit, yaitu mengubah bentuk barang
menjadi barang baru, ini menimbulkan form utility.
2. Pengertian produksi dalam arti luas, yaitu usaha yang menimbulkan
kegunaan karena place, time, dan possession.
Kualitas Produk
Adapun pengertian kualitas menurut American Society For Quality
yang dikutip oleh Heizer dan Render dalam Muhaemin (2012): “Quality is the
totality of features and characteristic of a product or sevice that bears on it’s
ability to satisfy stated or implied need”. Artinya kualitas (mutu) adalah
keseluruhan corak dan karakteristik dari produk atau jasa yang berkemampuan
untuk memenuhi kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi.
Para ahli yang lainnya juga mempunyai pendapat yang berbeda tentang
pengertian kualitas, diantaranya adalah:
1. Menurut Sunardi dan Primastiwi (2015:116), dalam bukunya yang
dikemukakan oleh Ebert dan Grifin, The American Society of Quality
mendefinisikan kualitas sebagai kombinasi dari karakteristik-karakteristik
barang atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memuaskan kebutuhan.
2. Ginting (2007:3), mengemukakan bahwa kualitas adalah suatu ciri, derajat,
jenis, pangkat, standar atau penilaian yang membedakan dari suatu hal ke
hal yang lainnya.
3. Menurut Kotler dan Keller (2009:143), kualitas Produk adalah totalitas
fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat.
Dimensi Kualitas
Menurut Yamit (2013), berdasarkan perspektif kualitas dalam bukunya,
Garvin mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau
manufaktur yang menghasilkan suatu produk/barang. Kedelapan dimensi
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kinerja (performance), yaitu karakteristik pokok dari produk inti.
2. Fitur (features), yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian
4. Kesesuaian (conformance), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan
operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Durabilitas (durability), yaitu berapa lama produk terus dapat digunakan.
Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma (Saprul)
665
6. Kemudahan perawatan dan perbaikan (serviceability), yaitu meliputi
kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan
penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika (aesthetics), yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.
8. Kualitas yang dirasakan (perceived quality), yaitu menyangkut citra dan
reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Faktor-faktor Menjadi Penyebab Permasalahan Kualitas
Permasalahan kualitas dapat disebabkan oleh berbagai penyebab.
Menurut Herjanto (2007), faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah
kualitas antara lain:
1. Bahan baku tidak sesuai/sempurna.
2. Mesin dan alat produksi lain tidak digunakan secara tepat.
3. Desain tidak sesuai harapan pelanggan.
4. Inspeksi dan pengujian tidak tepat.
5. Tempat penyimpanan barang dan pengemasan tidak memadai.
6. Waktu pengiriman tidak tepat.
7. Tenaga ahli/terlatih yang dapat menganalisa penyimpanan kurang.
8. Komunikasi tidak lancar.
9. Bimbingan dan aturan kerja tidak jelas.
Pengendalian Kualitas Produk
Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk
berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan
direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan kualitas
yang telah sesuai.
Ada beberapa pengertian tentang pengendalian kualitas antara lain :
1. Pengertian pengendalian mutu (kualitas) menurut Sunardi dan Primastiwi
(2015:122), Pengendalian mutu/kualitas (Quality Control) adalah proses
untuk memastikan bahwa barang dan jasa yang diproduksi sesuai dengan
spesifikasi desain produk.
2. Menurut Ginting (2007:301), pengendalian kualitas merupakan suatu
sistem verifikasi dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkat/derajat
kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan perencanaan yang
seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus
serta tindakan korektif bilamana diperlukan, jadi pengendalian kualitas
tidak hanya inspeksi ataupun menentukan apakah produk itu baik (accept)
atau jelek (reject).
Tujuan Pengendalian Kualitas Produk
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan
bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas
yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau
serendah mungkin. Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan dari
pengendalian produksi. Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun
eJournal Administrasi Bisnis, Volume 5, Nomor 3, 2017: 662-674
666
kuantitas merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan, hal
ini disebabkan karena semua kegiatan produksi yang dilaksanakan akan
dikendalikan agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan, dimana penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diusahakan
serendah-rendahnya.
Metode dalam Pengendalian Kualitas Produk
Miranda dan Tunggal dalam Haming dan Nurnajamuddin (2007),
dikemukakan bahwa sekalipun telah memberikan sumbangan yang sangat besar
terhadap perbaikan mutu (kualitas) keluaran dan melembaganya perbaikan
mutu (kualitas) yang berkelanjutan di dunia usaha, namun TQM mempunyai
beberapa kelemahan sehingga perusahaan kelas dunia beralih ke Six Sigma,
kelemahan TQM yang dimaksud meliputi:
1. Kurang integratif, meskipun secara konsepsional TQM mempersyaratkan
integrasi lalu lintas fungsi, namun dalam aplikasinya tanggung jawab mutu
(kualitas) diserahkan kepada tim kecil yang tidak memiliki kendali
langsung terhadap departemen yang berkompeten.
2. Keberhasilan tergantung penuh pada komitmen manajemen puncak,
selama manajemen puncak memiliki kepedulian yang tinggi, usaha
menciptakan produk atau jasa yang bermutu (berkualitas) tinggi tidak
menghadapi masalah, akan tetapi apabila manajemen puncak mulai
melemah komitmennya, maka mutu (kualitas) keluaran akan merosot.
3. Konsepsinya dapat membingungkan. Definisi mutu (kualitas) sering tidak
tegas, sehingga sulit diimplementasikan dan diukur kinerjanya.
4. Tujuan untuk memuaskan pelanggan biasanya tidak diikuti suatu cetak
biru bagaimana mencapainya.
5. Cendrung mempertahankan sikap dan metode kerja yang lama.
6. Umumnya gagal menghilangkan kendala interval untuk mewujudkan kerja
sama lintas fungsi yang integratif. Semua divisi sibuk mengurusi proyek
dan tugas pokok divisinya masing-masing.
7. Perbaikan mutu (kualitas) dicapai secara gradual (berangsur-angsur),
tahap demi tahap secara incremental (teratur), tidak ada terobosan dramatis
yang memberikan perubahan yang radikal.
8. Pelatihan kepada karyawan umumnya tidak efektif.
Menyadari kelemahan TQM tersebut akhirnya banyak perusahaan kelas
dunia beralih ke pendekatan Six Sigma. Metode Six Sigma dipandang dapat
mengatasi kedelapan kelemahan TQM.
Six Sigma Menurut pandangan Haming dan Nurnajamuddin (2007:196), six sigma
adalah suatu proses sangat tertib yang membantu organisasi memusatkan
perhatian pada pengembangan dan peningkatan mutu (kualitas) produk dan jasa
ke tingkat yang nyaris sempurna. Menurut Gaspersz dalam Anjayani (2011), six
sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per
juta kesempatan untuk setiap transaksi produk barang dan jasa, jadi six sigma
Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma (Saprul)
667
merupakan suatu metode atau teknik dari suatu proses yang sangat tertib dalam
hal pengendalian dan peningkatan produk dimana sistem ini sangat
komprehensif dan fleksibel.
Konsep Six Sigma
Menurut Gaspersz (2007), pada dasarnya pelanggan akan merasa puas
apabila mereka menerima nilai yang diharapkan, apabila produk diproses pada
tingkat kualitas six sigma, maka perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan
per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa
yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu.
Six sigma-DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang
telah ada, sedangkan six sigma-DMAIV digunakan untuk menciptakan desain
proses baru atau desain produk baru dalam cara sedemikian rupa agar
menghasilkan kinerja bebas kesalahan (zero defects/errors).
Strategi adalah implementasi dari pilihan fungsi yang menjadi faktor
aktivitas proses bisnis terbaik yang merupakan penerjemahan dari kebutuhan
dan ekspektasi konsumen eksternal, para pemegang saham, dan seluruh
anggota organisasi seluruh bagian dari konsumen internal.
Tahap-tahap Implementasi Pengendalian Kualitas dengan Six Sigma
(Gaspersz dalam Anjayani,2011)
1. Define adalah mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses
yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi
perusahaan, termasuk dalam langkah definisi ini adalah menetapkan
sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six Sigma itu.
2. Measure merupakan pengukuran kinerja proses pada saat sekarang
(baseline measurement) agar dapat dibandingkan dengan target yang
ditetapkan. Measure adalah langkah operasional yang kedua dalam
program peningkatan kualitas six sigma.
3. Analyze merupakan langkah menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai
faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu
dikendalikan.
4. Improve merupakan langkah mengoptimisasikan proses menggunakan
analisis-analisis untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum
proses. Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk
melaksanakan peningkatan kualitas six sigma, rencana tersebut
mendeskripsikan tentang alokasi sumber daya serta prioritas atau alternatif
yang dilakukan.
5. Control merupakan pengendalian terhadap proses secara terus-menerus
untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target six sigma, pada
tahap ini hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan,
praktik-praktik terbaik yang sukses dalam peningkatan proses
distandarisasikan dan disajikan sebagai pedoman standar, serta
kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim kepada pemilik atau
penanggung jawab proses.
eJournal Administrasi Bisnis, Volume 5, Nomor 3, 2017: 662-674
668
Metode Penelitian
Penelitian ini digunakan untuk mengkaji secara mendalam tentang
pengendalian kualitas produk dengan menggunakan metode Six Sigma pada
Raja Roti Samarinda yang diterapkan dengan jenis metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara gabungan, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2014).
Dalam melaksanakan pengendalian kualitas disuatu perusahaan, maka
manajemen perusahaan perlu menerapkan melalui apa pengendalian kualitas
tersebut akan dilakukan, maka ditentukan pengendalian kualitas yang tepat bagi
perusahaan. pengendalian kualitas produk yang dilakukan meliputi 3 tahapan.
(Ahyari dalam Muhaemin, 2012) :
1. Pengendalian terhadap bahan baku/material produksi (Input)
2. Pengendalian terhadap proses produksi yang sedang berjalan (Process)
3. Pengendalian terhadap produk jadi (Output)
Penelitian ini menggunakan narasumber yang dipilih melalui teknik
Purposive Sampling, yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu
yang memberikan data secara maksimal (Sugiyono, 2014). Sebagai langkah
pertama, peneliti memilih key informan, yaitu asisten pemilik yang sekaligus
sebagai manajer pada Raja Roti di Samarinda.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu pengumpulan data dengan
menggunakan fasilitas perpustakaan untuk mendapatkan teori-teori yang
mendukung dalam penulisan ini dengan mempelajari literatur atau buku-
buku yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Filed Research (penelitian lapangan) yaitu pengumpulan data dengan
mengadakan penelitian secara langsung dilapangan yang merupakan
obyektif penelitian.
Pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus
atau aturan-aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain
yang diambil. Metode yang digunakan mengacu pada prinsip-prinsip yang
terdapat dalam metode six sigma. Metode ini digunakan untuk mengantisipasi
terjadinya kesalahan atau defect dengan menggunakan langkah-langkah terukur
dan terstruktur. Dengan berdasarkan data yang ada, maka studi deskriptif yaitu
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang
merupakan pendukung terhadap metode six sigma, kemudian menganalisis
faktor-faktor tersebut untuk dicari peranannya terhadap pengendalian kualitas
produk, dilakukan berdasar metodologi six sigma yang meliputi DMAIC
(Gaspersz, 2007).
Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma (Saprul)
669
Hasil Penelitian Bahan baku dalam proses produksi pada Raja Roti di Samarinda
biasanya diperoleh berdasarkan pembelian ke toko penjualan bahan baku secara
tidak tetap, sehingga jenis bahan baku yang didapatkan akan berbeda, hal yang
sering dialami oleh Raja Roti tersebut mengakibatkan pada saat bahan baku
yang didapat memiliki kualitas buruk, maka akan berpengaruh pada roti yang
dihasilkan.
Beberapa hal yang dilaksanakan oleh Raja Roti di Samarinda untuk
melaksanakan pengendalian terhadap proses produksi diantaranya:
1. Persiapan, sebelum menjalankan kegiatan produksi, Raja Roti biasanya
memeriksa bahan baku dan mesin/peralatan yang akan digunakan,
memastikan semua bahan telah ada dan mesin/peralatan siap beroperasi.
2. Jalannya proses produksi pada Raja Roti yang digambarkan dalam peta
alur proses menjelaskan mengenai pembuatan ketiga jenis roti yang
dihasilkan oleh Raja Roti di Samarinda.
Dari kegiatan produksi tiga jenis roti yang dilakukan oleh Raja Roti di
Samarinda pada masing-masing proses produksinya, didapati adanya jenis-jenis
penyebab kerusakan yang mengakibatkan kecacatan atau penolakan terhadap
roti yang dibuat. Jenis cacat yang sering terjadi adalah ukuran tidak sesuai
dengan jumlah cacat sebanyak 379 bungkus. Jumlah jenis cacat hangus/gosong
sebanyak 286 buah roti, dan yang mengalami penolakan karena rasa tidak
sesuai sebanyak 323 buah roti, selanjutnya adanya penolakan dikarenakan
plastik pembungkus kotor sebanyak 157 bungkus, dan yang terakhir mengalami
penolakan paling sedikit yaitu kertas pembungkus rusak/sobek sebanyak 146
buah roti. Perbandingan persentase penolakan produk terhadap hasil produksi
Raja Roti di Samarinda pada September 2016 – Desember 2016 adalah sebesar
72%.
Analisis dan Pembahasan
Define
Berdasarkan permasalahan adanya produk cacat yang disebabkan oleh
ukuran roti tidak sesuai, roti gosong/hangus, rasa tidak sesuai, plastik
pembungkus kotor, dan plastik pembungkus rusak/sobek yang dapat
menyebabkan kerugian bagi Raja Roti di Samarinda jika terus berlanjut dan
tidak segera diatasi. Pemilihan bahan baku berpengaruh besar pada kelancaran
proses produksi dan kualitas produk yang dihasilkan, semakin baik bahan baku
yang digunakan maka akan semakin baik pula kualitas roti yang dihasilkan,
demikian pula sebaliknya apabila bahan baku yang digunakan kurang baik
maka roti yang dihasilkan juga kurang baik. Permasalahan adanya produk cacat
yang terjadi, diduga karena disebabkan tidak adanya standar opersional
prosedur pada proses produksi Raja Roti di Samarinda, sehingga timbulnya
penyabab kecacatan yang saling terkait tidak dapat dihindari dalam setiap
proses produksi untuk menekan produk cacat menjadi 0% dengan tindakan
yang tepat.
eJournal Administrasi Bisnis, Volume 5, Nomor 3, 2017: 662-674
670
kinerja Raja Roti di Samarinda pada September 2016 – Desember 2016
di bagian proses produksi yang tidak kompetitif disebabkan pada faktor utama
yang menjadi penyabab paling potensial kecacatan produk yang terjadi,
seharusnya dapat ditekan menuju 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan dengan
mengidentifikasi secara rinci penyebab masing-masing jenis kecacatan pada
Raja Roti di Samarinda yakni dengan membuat standar operasioanl prosedur
(SOP) pada penentuan kualifikasi bahan baku, tahapan proses produksi yang
terarah, dan karakteristik produk yang siap dipasarkan.
Measure
1. Analisis Diagram Kontrol (P-Chart)
Data diambil dari Raja Roti di Samarinda yaitu pengawasan kualitas yang
diukur dari jumlah produk akhir. Pengukuran dilakukan dengan statistical
quality control jenis P-Chart terhadap produk akhir pada bulan September
2016 – Desember 2016.
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Persentase Kecacatan
UCL
CL
LCL
Sumber : data olahan peneliti
Gambar Diagram Kontrol
Pada gambar di atas, diketahui bahwa data yang diperoleh seluruhnya berada
dalam batas kendali yang telah diterapkan, hal ini menunjukkan pengendalian
dari kerusakan yang stabil tetapi masih tinggi yaitu sekitar 3,6% pada minggu
ketujuh, oleh karenanya pengendalian kualitas pada Raja Roti di Samarinda
memerlukan adanya perbaikan untuk menurunkan tingkat kecacatan sehingga
mencapai nilai yang diharapkan sebesar 0%.
2. Tahap Pengukuran tingkat Six Sigma dan Defect Per Million Opportunities
Untuk mengukur tingkat Six Sigma dari hasil produksi Raja Roti di Samarinda
dapat dilakukan dengan cara yang dilakukan oleh Gaspersz (2007:42), dengan
langkah sebagai berikut:
Menghitung DPU (Defect Per Unit) :
Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma (Saprul)
671
Menghitung DPMO (Defect Per Million Opportunities) :
Selanjutnya mengkonveksi hasil perhitungan DPMO untuk mendapatkan hasil
Sigma.
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa proses produksi pada Raja Roti
di Samarinda memiliki nilai DPMO dari bulan September hingga bulan
Desember adalah 220.470,683290 dapat diinterprestasikan bahwa dari sejuta
kesempatan yang ada akan terdapat 220.471 atau jika di persentasekan adalah
sebesar 22,04% dari sejuta kesempatan dalam produksi, pada tingkat rata-rata
sigma 3.79 dengan kemungkinan kerusakan rata-rata sebesar 11.024 atau 1,1%
untuk sejuta produksi.
Analyze
1. Diagram Pareto
Data yang diolah untuk mengetahui persentase jenis produk yang ditolak,
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
379323 286
157 146
29%
51%
77%
89%
100%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
Ukuran TidakSesuai
Rasa Tidak Sesuai Hangus/Gosong PembungkusKotor
PlastikPembungkusRusak/Sobek
Jum
lah
Cac
atP
erse
ntase
Jumlah Produksi
Jumlah Cacat Persentase
Sumber : data olahan peneliti
Gambar Diagram Pareto
Dari gambar sebelumnya pada diagram pareto diklasifikasikan kerusakan roti
yang terjadi berdasarkan penyebab masing-masing jenis kecacatan pada periode
September 2016 - Desember 2016 pada Raja Roti di Samarinda.
eJournal Administrasi Bisnis, Volume 5, Nomor 3, 2017: 662-674
672
2. Diagram Sebab-akibat
Kecacatan produk yang paling utama disebabkan oleh metode, karyawan,
bahan baku, dan mesin, faktor-faktor tersebut menjadi penyebab utama yang
mempengaruhi kelemahan proses produksi sehingga menimbulkan adanya
kecacatan terhadap produk akhir pada Raja Roti di Samarinda, metode paling
mempengaruhi terjadinya produk akhir adalah terkait pemberian intruksi yang
kurang jelas.
Improve
Mengusulkan tindakan-tindakan yang dapat diambil berdasarkan
penyebab utama kegagalan pada faktor-faktor yang terkait, diantaranya :
1. Manusia/Karyawan
Melaksanakan pengawasan terhadap jalannya proses produksi dengan ketat
penting untuk dilakukan, belum adanya SOP pada kegiatan produksi
menyebabkan seringnya terjadi kesalahan akibat dari kelalaian karyawan
hingga pengaturan mesin yang tidak tepat. Dengan adanya SOP pada Raja Roti
di Samarinda yang mencatat kualifikasi bahan baku yang baik, langkah-langkah
kerja yang tepat, dan segala bentuk pengaturan mesin/peralatan maka
memungkinkan bagi karyawan untuk mengikuti acuan yang berasal dari SOP,
sehingga kegiatan produksi dapat dijalankan sesuai dengan arahan.
2. Bahan baku
Penentuan kualifikasi bahan baku yang digunakan dalam produksi sangat
berpengaruh terhadap hasil produksi, adanya permasalahan yang muncul
berkaitan dengan permasalahan jenis bahan baku yang digunakan seharusnya
dapat menjadi koreksi bagi pihak Raja Roti di Samarinda untuk melaksanakan
seleksi dalam penentuan kualifikasi bahan baku sesuai kebutuhan untuk
menghasilkan produk berkualitas yang dapat dimuat dalam SOP bahan baku
sebagai acuan bahan-bahan yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan
produksi.
3. Mesin/alat
Penggunaan mesin yang kurang baik disertai perawatan yang tidak tepat dapat
menjadi pemicu permasalahan kecacatan yang terjadi, untuk itu pada teknik
penggunaan mesin dan perawatannya perlu dibuat secara tertulis dan jelas yang
dapat dicantumkan pada SOP Raja Roti di Samarinda sebagai acuan bagi
karyawan yang bertugas agar dilaksanakan dengan lebih terarah sesuai pada
ketetapan pada SOP.
4. Metode
Metode kerja adalah faktor yang sangat erat dengan SOP berkaitan dengan
intruksi kerja yang seharusnya dilaksanakan secara rinci berdasarkan tugas dan
tanggung jawab pada masing-masing bagian produksi. Permasalahan intruksi
kerja yang kurang jelas dapat dipertegas dengan pembuatan SOP yang
menjelaskan secara rinci mengenai langkah-langkah yang wajib untuk
dilaksanakan pada kegiatan produksi, dan jika tidak dijalankan akan
menyebabkan kesalahan yang berakibat pada munculnya kecacatan.
Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma (Saprul)
673
5. Lingkungan
Berkaitan dengan faktor lingkungan yang menjadi penyebab permasalahan
kualitas pada Raja Roti di Samarinda yang disebabkan oleh masalah kebersihan
dan penyimpanan, permasalahan yang muncul akibat dari adanya perlatan yang
kotor hingga noda yang menempel pada kemasan dan peralatan seharusnya
dapat lebih diperhatikan, penjagaan tempat penyimpanan yang baik perlu untuk
diatasi dalam mencegah munculnya masalah serupa, untuk itu masalah
penyimpanan dapat diatasi dengan melakukan standarisasi lingkungan
produksi.
Control
Pada setiap tindakan akan diprioritaskan pada sumber kegagalan yang
mempunyai penyebab kegagalan terbanyak yaitu pada faktor manusia, metode
dan bahan baku yang kemudian dilanjutkan pada faktor-faktor lainnya secara
bertahap. Dengan adanya pengendalian kualitas maka diharapkan semua
penyebab kecacatan yang terjadi dapat segera diatasi, dan permasalahan tidak
terulang yang ada tidak terulang kembali. Konsep pengendalian yang diberikan
pada dasarnya berupa petunjuk kerja atau intruksi kerja untuk pada saat
melakukan proses produksi. Tahapan pengendalian kualitas produk perlu
dilakukan pengawasan yang ketat, sehingga dapat meminimalisasi
terjadinya produk cacat hingga zero defect atau nol kecacatan.
Penutup
Sistem pengendalian kualitas yang ada pada Raja Roti di Samarinda
dengan tingkat produk cacat sebesar 1,1% untuk sejuta kesempatan produksi
dan melebihi batas 4% yang menjadi harapan Raja Roti di Samarinda,
seharusnya Raja Roti mampu mengoptimalkan kegiatan pengendalian kualitas
produk, dibuktikan dengan adanya peluang kecacatan terendah sebesar 9.572
DPMO atau 0,96% kegagalan per sejuta produksi(DPMO).
Bahwa dengan metode Six sigma diketahui dari data produksi pada
bulan September 2016 – Desember 2016 adalah sebanyak 29.796 bungkus
dengan jumlah produk cacat yang terjadi sebesar 4,3% atau sebanyak 1.291
bungkus, menghasilkan tingkat Sigma rata-rata 3,79 dengan kemungkinan
kerusakan sebesar 11.024 DPMO atau 1,1% kegagalan untuk sejuta produksi
(DPMO), produk yang gagal dalam proses produksi dapat mengakibatkan
peningkatan biaya produksi dan berpengaruh pada citra perusahaan berkaitan
dengan kualitas produk yang pasarkan.
Berdasarkan pada analisis diagram sebab akibat dapat dilihat penyebab
kecacatan secara rinci, hal ini membantu memfokuskan pada masalah
kerusakan yang sering terjadi, mengisyaratkan permasalahan utama untuk
ditangani dan memberikan manfaat yang besar, sehingga pengendalian kualitas
produk pada Raja Roti di Samarinda dapat berjalan lebih baik.
Untuk dapat mengetahui jenis kerusakan yang sering terjadi secara rinci
beserta faktor-faktor penyebabnya yang hingga saat ini dialami oleh Raja Roti
eJournal Administrasi Bisnis, Volume 5, Nomor 3, 2017: 662-674
674
di Samarinda, maka perusahaan perlu membuat secara rinci langkah-langkah
atau prosedur kerja yang baik untuk meningkatkan atau menjaga kualitas yang
ada sampai dengan pengawasannya dengan SOP produksi.
Penjelasan pada SOP secara rinci untuk memberikan pemahaman
mengenai proses produksi termasuk pemberian intruksi kerja yang jelas dan
terarah sangat penting untuk diterapkan, sehingga perbaikan pada pembuatan
intruksi kerja yang lebih rinci perlu ditingkatkan beserta pengawasannya agar
metode kerja yang dijalankan dapat mengacu pada standar yang telah
ditetapkan, permasalahan lain sebagai penunjang bagi jalannya produksi agar
lebih optimal adalah menyangkut masalah kelengkapan peralatan penolong
seperti alat pengemasan yang dapat membantu kinerja agar berjalan efektif dan
efisien.
Kualifikasi bahan baku yang sering berubah-ubah menjadi salah satu
penyebab munculnya kecacatan yang terjadi, pembelian bahan-bahan ke toko
tanpa aturan yang jelas akan mempengaruhi karakteristik produk yang
dihasilkan, untuk itu perlu dipertimbangkan penentuan kualifikasi bahan yang
digunakan pada produksi roti dengan menetapkan SOP bahan baku untuk
menjelaskan rincian bahan baku yang sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan
dalam mencapai kualitas produksi.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Dengan Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Assauri, Sofjan. 2008. Manajemen Operasi dan Produksi. Jakarta: LP FE UI
Fahmi, Irham. 2014. Manajemen Operasi dan Produksi. Bandung: CV Alfabeta
Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma For Manufacturing And Service
Industries. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Haming, Murdifin dan Mahfud Nurnajamuddin. 2007. Manajemen Produksi
Modern (Operasi Manufaktur dan Jasa). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Herjanto, E. 2007. Manajemen Operasi (Edisi ketiga). Jakarta: Grasindo.
Hidayat, Anang. 2007. Strategi Six Sigma. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi 13.
Jakarta: Erlangga.
Prawirosentono, Suyadi. 2007. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu
Terpadu Abad 21”Kiat Membangun Bisnis Kompetitif”. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Alfabeta Sunardi dan Anita Primastiwi. 2015. Pengantar Bisnis (Konsep, Strategi &
Kasus). Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).
Yamit, Zulian. 2013. Manajemen Kualitas. Yogyakarta: EKONISIA.