analisis penggunaan leverage, kualitas · pdf fileagama : islam 5. alamat : jalan ......
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGGUNAAN LEVERAGE, KUALITAS AUDIT, DAN EMPLOYEE
DIFF DALAM MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2007-2011)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi
Oleh:
Eva Noor Alfiah
NIM : 109082000166
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M /1434 H
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Eva Noor Alfiah
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Oktober 1991
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jalan Kebon Nanas 1 Rt/Rw 002/002
No.52, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
6. Telepon (HP) : 085715638795
7. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. 1997-2003 : SD Negeri Grogol Selatan 02 Petang
2. 2003-2006 : SMP Negeri 16 Jakarta
3. 2006-2009 : SMK Negeri 6 Jakarta
4. 2009-2013 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Pramuka SMP Negeri 16 Jakarta tahun 2005
2. Anggota KBA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine whether leverage, audit quality,
and employee diff (the difference of financial measure and nonfinancial measure)
can be used to detect financial statement fraud, an empirical study in manufacture
companies that listed in Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2011. This
research sample was selected by purposive sampling method with 134 companies
as population and 23 companies as samples. Analysis method used is multiple
linear regression with SPSS program version 20.0, and the analysis techniques
used in this research are statistic descriptive analysis, the assumptions of
classical test, test the hypotesis F-statistic to test the effect together with 5%
confidence level and the t-statistic for testing the partial regression coefficient.
This research shows that simultaneously leverage, audit quality and employee diff
have significant influence toward financial statement fraud with the proxy
discretionary accruals. While partially audit quality and employee diff have
significant influence toward financial statement fraud, leverage doesn’t have
significant influence toward financial statement fraud.
Keywords: Leverage, audit quality, employee diff, financial statement fraud
viii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah leverage, kualitas
audit dan employee diff (selisih ukuran keuangan dan nonkeuangan) dapat
digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan, studi empiris pada
perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-
2011. Sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan metode purposive sampling
dengan jumlah populasi sebanyak 134 perusahaan dan sampel sebanyak 23
perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda
dengan program SPSS versi 20. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian
ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji hipotesis F-statistik
untuk menguji pengaruh secara bersama-sama dengan tingkat kepercayaan 5%
serta menggunakan t-statistik untuk menguji koefisien regresi parsial. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan leverage, kualitas audit, dan
employee diff berpengaruh secara signifikan terhadap kecurangan laporan
keuangan dengan proksi discretionary accruals. Sementara secara parsial kualitas
audit dan employee diff berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan
keuangan, leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan
keuangan.
Kata kunci: Leverage, kualitas audit, employee diff, kecurangan laporan
keuangan
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirraahmaanirrahiim.
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji hanya bagi ALLAH SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua, karena
hanya dengan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Penggunaan Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff dalam
Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan” (Studi Empiris Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011)”.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, selaku uswatun hasanah bagi setiap rangkaian kehidupan kita,
beserta para sahabat, keluarga dan pengikutnya.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari berbagai hambatan dan
rintangan, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik moril
maupun materil dalam penyusunan skripsi ini kepada:
1. Keluargaku tercinta, Mama, Bapak, Mba Riri, Mba Siti, Mas Teguh, Mas Toni
terima kasih atas do’a, dukungan, kesabaran dan keikhlasan yang tidak henti-
hentinya untuk penulis. Semoga penulis dapat menjadi anak yang berguna
bagi keluarga. Amiin.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Leis Suzanawaty, SE., M.Si selaku Pudek Bidang Akademik Fakultas
Ekonomi dan Bisnis,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
sekaligus dosen penguji skripsi penulis.
4. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku Dosen Pembimbing I atas waktu yang
telah diluangkan untuk ilmu, arahan,nasihat serta motivasi bagi penulis selama
penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Atiqah, SE.,M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas waktu yang telah
diluangkan untuk ilmu, bantuan dan motivasinya selama penyusunan skripsi
ini.
x
6. Ibu Dr. Rini, SE, Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomidan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
sekaligus Dosen Penguji Skripsi penulis.
7. BapakHepi Prayudiawan, SE, Ak., MM selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta sekaligus Dosen Penguji Komprehensif dan Skripsi penulis.
8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Dosen Penguji Komprehensif
penulis.
9. Ibu Rahmawati, SE.,MM selaku Dosen Penguji Komprehensif penulis.
10. Bapak Prof. Dr. Azzam Jassin, MBA selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis.
11. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu dan
perhatian kepada para mahasiswanya tidak terkecuali penulis.
12. Seluruh staf bagian Keuangan, Akademik, Jurusan dan Fakultas atas
pelayanannya selama ini.
13. Teman-teman penulis di kelas akuntansi E dan audit B angkatan 2009, serta
sahabat-sahabat penulis, Archi, Marchia, Enny, Anggun, Frida, Via, Mawar,
dan Erna terima kasih untuk semangat, bantuan, dan pengalaman selama masa
kuliah.
Semoga ALLAH SWT membalas semua kebaikan mereka serta ilmu, amal
dan iman yang kita miliki dapat diterima di sisi-Nya. Akhirnya, dengan segala
kerendahan hati, penulis mempersembahkan skripsi ini kelak dapat bermanfaat
kepada semua pihak yang berkepentingan. Semoga ALLAH SWT senantiasa
mengiringi setiap langkah kita. Amiiin ya rabbal ‘aalamiin.
Jakarta, 10 Juli 2013
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ...................................................................... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ................................................ iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ............................................................ iv
Surat Pernyataan Keaslian Skripsi ........................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................ vi
Abstract ......................................................................................................... vii
Abstrak ......................................................................................................... viii
Kata Pengantar ........................................................................................... ix
Daftar Isi ...................................................................................................... xi
Daftar Tabel ................................................................................................ xv
Daftar Gambar ............................................................................................ xvi
Daftar Lampiran ......................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 17
1. Tujuan Penelitian ................................................................. 17
2. Manfaat Penelitian ............................................................... 17
a. Bagi Ilmu Pengetahuan .................................................... 17
b. Bagi Auditor Independen ................................................ 18
c. Bagi Regulator ................................................................. 18
d. Bagi Investor ................................................................... 18
xii
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 19
A. Tinjauan Berkenaan dengan Variabel yang Diambil ................ 19
1. Agency Theory (Teori Keagenan) .......................................... 19
2. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan ...................... 21
3. Kecurangan Laporan Keuangan ............................................. 26
4. Fraud Triangle Theory .......................................................... 27
5. Earning Management ............................................................ 29
6. Leverage ................................................................................ 35
7. Kualitas Audit ........................................................................ 36
8. Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan .................................... 38
9. Employee Diff ........................................................................ 41
B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis .............. 43
1. Pengaruh Leverage terhadap Kecurangan
Laporan Keuangan ................................................................ 43
2. Pengaruh Kualitas Audit terhadap Kecurangan Laporan
Keuangan .............................................................................. 45
4. Pengaruh Employee Diff terhadap Kecurangan Laporan
Keuangan .............................................................................. 46
5. Pengaruh Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff
terhadap Kecurangan Laporan Keuangan ............................. 47
C. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu .............................................. 48
D. Kerangka Pemikiran ................................................................ 59
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................... 62
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 62
xiii
B. Metode Penentuan Sampel ....................................................... 62
C. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 63
D. Metode Analisis Data .............................................................. 65
1. Analisis Stasistik Deskriptif ................................................. 66
2. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 67
a. Uji Normalitas ................................................................. 67
b. Uji Multikolinearitas ....................................................... 68
c. Uji Autokorelasi ............................................................... 68
d. Uji Heteroskedastisitas .................................................... 69
3. Uji Koefisien Determinasi ................................................... 70
5. Pengujian Hipotesis ............................................................. 71
a. Pengujian secara Simultan (Uji F) ................................... 72
b. Pengujian secara Parsial (Uji t) ....................................... 72
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................... 73
1. Variabel Dependen ............................................................... 73
a. Kecurangan Laporan Keuangan ...................................... 73
2. Variabel Independen ............................................................ 76
a. Leverage .......................................................................... 76
b. Kualitas Audit .................................................................. 77
c. Employee Diff ................................................................. 79
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................. 82
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................... 82
B. Hasil Analisis dan Pembahasan ............................................... 84
1. Statistik Deskriptif ............................................................... 84
xiv
2. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 88
a. Uji Normalitas ................................................................. 88
b. Uji Multikolinearitas ....................................................... 91
c. Uji Autokorelasi ............................................................... 91
d. Uji Heteroskedastisitas .................................................... 95
3. Koefisien Determinasi ......................................................... 96
4. Pengujian Hipotesis ............................................................. 100
a. Pengujian secara Simultan (Uji F) ................................... 100
b. Pengujian secara Parsial (Uji t) ....................................... 101
BAB V. PENUTUP ...................................................................................... 112
A. Kesimpulan ................................................................................. 112
B. Implikasi ..................................................................................... 113
C. Saran ........................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 116
LAMPIRAN ................................................................................................. 121
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu .............................................. 54
4.1 Rincian Sampel Penelitian ....................................................... 82
4.2 Daftar Nama Perusahaan .......................................................... 83
4.3 Hasil Statistik Deskriptif Penelitian ......................................... 84
4.4 Uji Normalitas: Kolmogorov-Smirnov ..................................... 91
4.5 Uji Multikolinearitas ................................................................ 92
4.6 Uji Autokorelasi: Durbin Watson ............................................ 93
4.7 Uji Autokorelasi: Run Test ....................................................... 94
4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi .............................................. 97
4.9 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ................................. 101
4.10 Hasil Uji Statistik t ................................................................. 102
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Fraud Triangle ....................................................................... 29
2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................... 61
4.1 Hasil Uji Normalitas: Grafik Histogram ................................ 89
4.2 Hasil Uji Normalitas: Grafik Normal Probability Plot .......... 89
4.3 Uji Heteroskedastisitas: Grafik Scatterplot ............................ 95
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1. Data Sampel Penelitian .............................................................. 121
2. Hasil Uji Regresi Berganda ........................................................ 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini, bisnis dapat dilakukan tanpa mengenal batas
waktu dan jarak. Hal ini memberikan investor lebih banyak pilihan tempat
untuk berinvestasi, demikian juga dengan perusahaan dapat menarik lebih
banyak investor untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Untuk
mempertemukan kedua kepentingan ini dibutuhkan suatu alat komunikasi.
Alat komunikasi ini adalah laporan keuangan, melalui laporan keuangan
perusahaan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada
investor, dan investor dapat menilai prospek atau kinerja perusahaan tersebut
dimasa depan dan memutuskan untuk berinvestasi atau tidak. Sehingga
diperlukan jasa dari auditor eksternal untuk memberikan keyakinan bahwa
laporan keuangan telah bebas dari kepentingan manapun termasuk
perusahaan.
Laporan keuangan adalah sarana pengomunikasian informasi keuangan
utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan (Kieso et al., 2008:2). Laporan
keuangan ini menggambarkan kinerja perusahaan selama satu periode
akuntansi dan sebagai dasar bagi investor dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas
yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
2
pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka (PSAK No. 01 Revisi 2009). Dapat disimpulkan
bahwa laporan keuangan adalah alat komunikasi yang digunakan oleh
manajemen kepada pihak-pihak yang berkepentingan di luar perusahaan
seperti, investor, kreditor dan regulator tentang kondisi keuangan perusahaan.
Mengingat pentingnya peran yang dimiliki oleh laporan keuangan, maka
hanya laporan keuangan berkualitas dan terbebas dari salah saji material baik
yang disengaja (fraud) maupun yang tidak disengaja (error) yang dapat
dipercaya sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan. Pihak
yang dapat menyediakan keyakinan mengenai kewajaran laporan keuangan
adalah auditor eksternal. Karena dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu
audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak
dipengaruhi oleh salah saji (misstatement) yang material dan juga memberikan
keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan
(Koroy,2008:22). Hal ini sesuai dengan Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor
Independen, dalam SA Seksi 110 (PSA No.01) “auditor bertanggung jawab
dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan
memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik
yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan” (IAI, 2001). Pernyataan ini
memberikan arahan dan standar yang jelas kepada auditor mengenai
kewajibannya mendeteksi kecurangan, serta audit laporan keuangan yang
dilakukan harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3
Tetapi bukanlah hal yang mudah untuk mendeteksi kecurangan laporan
keuangan, terbukti dengan adanya kasus skandal keuangan yang melibatkan
akuntan publik seperti Enron, Xerox, Walt Disney, World Com, Merck, dan
Tyco yang terjadi di Amerika Serikat, selain itu juga kasus Kimia Farma dan
sejumlah Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia,
serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya (Suzy, 2008:103).
Ketika auditor gagal dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan,
maka kerugian tidak hanya dirasakan oleh pihak-pihak yang mengandalkan
informasi dalam laporan keuangan seperti investor, kreditor dan regulator.
Tetapi kerugian juga dirasakan oleh auditor eksternal, baik risiko reputasi
maupun kerugian finansial (Stefaan, 2010:2). Contohnya, terhadap auditor
eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk, per 31
Desember 2001, Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) memberikan
sanksi administratif sebesar Rp 100 juta. Bapepam mengemukakan proses
audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan PT Kimia Farma Tbk, dan tidak ditemukan unsur kesengajaan
membantu manajemen dalam menggelembungkan laba (Koroy, 2008:23).
Menurut Koroy (2008:25) terdapat empat faktor utama penyebab
kegagalan pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Pertama, karakteristik
terjadinya kecurangan, kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena
kecurangan melibatkan penyembunyian (concealment). Kedua, standar
pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan yang kurang memadai.
Ketiga, lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit dan
4
keempat, metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian
kecurangan.
Sedangkan menurut Intal dan Do (2002:3), alasan mengapa auditor gagal
untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan dibedakan dari segi teknikal
dan etika. Dari segi teknikal antara lain: auditor tidak dapat menyediakan
bukti audit yang layak dan kuat, lemahnya model risiko audit dan penilaian
risiko internal kontrol, kegagalan audit dalam pengakuan pendapatan dan
pengungkapan transaksi dengan pihak ketiga. Dari segi etika, faktor yang
berkaitan dengan gagalnya auditor mendeteksi kecurangan laporan keuangan
adalah mengenai independensi audit dan jumlah jasa nonaudit yang diberikan
oleh auditor.
Auditor harus menyadari dengan cepat probabilitas terjadinya
kecurangan dengan mengandalkan pada sinyal kecurangan. Sebagai contoh,
laporan arus kas yang menunjukkan arus kas negatif yang berasal dari hasil
operasi atau ketidakmampuan perusahaan untuk menghasilkan uang kas dari
hasil operasi saat perusahaan melaporkan pertumbuhan laba merupakan sinyal
penting probabilitas terjadi skenario kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Beberapa skenario kecurangan mungkin terjadi misalnya berkaitan dengan
fictitious sales, revenue recognition, timing differences (Lusy, 2009:55).
Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)telah diartikan
secara berbeda oleh para akademisi dan praktisi (Intal dan Do, 2002:18). Elliot
dan Willingham (1980) dalam Intal dan Do (2002:18) mendefinisikan
kecurangan laporan keuangan sebagai kecurangan manajemen: “the deliberate
5
fraud committed by management that injures investor and creditors through
materially misleading financial statement”. Artinya, kecurangan yang sengaja
yang dilakukan oleh manajemen, merugikan investor dan kreditor melalui
laporan keuangan yang secara material menyesatkan. Menurut Standar Audit
Seksi 316 tentang Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan
Keuangan, faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah
tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji material
dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.
Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah
salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam
laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan.
Variabel-variabel keuangan yang dapat digunakan oleh auditor untuk
mendeteksi kecurangan laporan keuangan diantaranya adalah rasio debt to
equity, sales to total assets, net profit to sales, accounts receivable to sales,
net profit to total assets, working capital to total assets, gross profit to total
assets, inventory to sales, total debt to total assets, dan financial distress (z-
score). Perusahaan dengan rasio total debt to total assets(leverage) yang
tinggi mengindikasikan perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan,
hal ini memberikan motivasi bagi manajemen untuk melakukan kecurangan
(Spathis, 2002:183).
Akuntan publik telah dikritik secara luas sepanjang dekade terakhir ini,
karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak skandal
korporasi Enron (Herusetya, 2012:1). Auditor atau kantor akuntan publik
6
memiliki peran yang sangat penting sebagai salah satu gatekeeper pasar modal
yang dapat memberikan kepastian (assurance) atas kualitas pelaporan
keuangan perusahaan publik (Roonen dan Yaari, 2008 dalam Herusetya,
2012:1). Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas
gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu
pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran
tersebut (DeAngelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2). Para peneliti
menyatakan bahwa tidak ada satu ukuran karakteristik tertentu yang dapat
mewakili kualitas audit secara utuh karena kualitas audit memiliki sifat
multidimensi (Bamber dan Bamber, 2009; Francis, 2004 dalam Herusetya,
2012:2). Pengukuran kualitas audit sejauh ini lebih banyak menggunakan
pengukuran tunggal, atau pengujian bersama dari beberapa pengukuran yang
hanya mewakili salah satu dimensi kualitas audit, misalnya ukuran KAP (Big
5/6) (Becker et al., 1998; Reynolds dan Francis, 2001); spesialisasi industri
(Balsam et al., 2003); lamanya masa penugasan audit/pengalaman KAP (audit
tenure) (Gosh dan Moon, 2005) dalam (Herusetya, 2012:2). Dalam penelitian
ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor yaitu Big Four
dan non-Big Four. Menurut Teoh dan Wong (1993) dalam (Herusetya,
2009:52) auditor Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi
dibandingkan auditor Non-Big Four dengan argumentasi bahwa KAP besar
memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih
superior dibandingkan KAP yang lebih kecil. Dengan demikian,
menggunakan auditor Big Four akan menghasilkan kualitas audit yang lebih
7
tinggi dan mengurangi kesempatan perusahaan untuk melakukan kecurangan
(fraud) (Brazel et al., 2009:1153).
Salah satu metode yang dapat dilakukan auditor pada saat penilaian
risiko kecurangan adalah melalui prosedur analitis. Prosedur analitis adalah
evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari
hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data
keuangan lainnya atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan.
Prosedur analitis juga mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga
model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data (IAI,
2001 dalam Dedi, 2008:17). Walaupun prosedur analitis sudah memasukkan
ukuran-ukuran nonkeuangan, tetapi standar audit belum mensyaratkan auditor
untuk mempertimbangkannya dalam penilaian risiko kecurangan (Brazel et al,
2009:1138). Dengan demikian, prosedur analitis menjadi tidak efektif dalam
mendeteksi kecurangan, karena tiga hal: pertama, auditor mungkin tidak
menyadari tren yang tidak biasa dan rasio dalam laporan keuangan karena
mereka kurang cukup memahami sifat bisnis klien. Kedua, auditor hanya
mengandalkan pada penjelasan manajemen tanpa kecukupan pengujian
validitas keterangan manajemen. Ketiga, prosedur analitis tradisional
menggunakan ukuran keuangan, sehingga hanya menghasilkan kesalahan
klasifikasi, sulit untuk mendeteksi kecurangan (Beneish 1999, Kaminski dan
Wetzel 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1138).
Pendapat di atas diperkuat dengan pernyataan dari PCAOB (Public
Company Accounting Oversight Board) yang menyimpulkan bahwa prosedur
8
analitis yang hanya menggunakan data keuangan adalah tidak efektif untuk
mendeteksi kecurangan (fraud) karena manajemen dapat membuat catatan
palsu dengan tujuan agar rasio dalam laporan keuangan terlihat normal (Brazel
et al., 2009:1143). Oleh karena itu, PCAOB sedang mempertimbangkan
apakah auditor sebaiknya diharuskan untuk menggunakan ukuran-ukuran
nonkeuangan (Nonfinancial Measures) yang tersedia untuk publik seperti
jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah retail, luas gudang, jumlah fasilitas
produksi, jumlah kunjungan pasien dapat digunakan untuk membantu
mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)
(PCAOB 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1136).
Del Global Technologies adalah perusahaan pembuat komponen
elektronik, perakitan, dan sistem untuk keperluan medis, industri, dan
pertahanan. Securities and Exchange Commission (SEC) menuduh bahwa
pada tahun fiskal 1997-2000, Del Global Technologies Corp (Del) terlibat
dalam pengakuan pendapatan yang tidak tepat, produk prematur dikirim ke
gudang pihak ketiga dan mencatat penjualan produk yang Del belum
diproduksi (SEC, 2004). Del melebihsajikan laba sebelum pajak pada tahun
1997 oleh setidaknya $3,7 juta atau 110%. Pendapatan Del meningkat 25%
dari $43,7 juta pada tahun 1996 menjadi $54,7juta pada tahun 1997. Namun,
Del melaporkan penurunan jumlah karyawan selama periode yang sama.
Jumlah karyawan menurun dari 440 pada tahun 1996 menjadi 412 pada tahun
1997. Jika perusahaan dapat meningkatkan keuntungan dengan memotong
gaji, tidak mungkin bagi perusahaan untuk melipatgandakan profitabilitas
9
sementara merumahkan karyawan, dan bahkan lebih tidak mungkin bahwa
karyawan yang di-PHK akan sesuai dengan peningkatan yang signifikan
dalam pendapatan. Selain itu, jumlah distributor Del juga mengalami
penurunan dari 400 ke 250 dari tahun 1996 sampai 1997. Penurunan
distributor juga tampaknya tidak mungkin untuk berhubungan dengan
peningkatan yang signifikan dalam pendapatan. Kasus ini menggambarkan
bagaimana hubungan yang tidak biasa antara ukuran-ukuran nonkeuangan
(NFMs) (yaitu, jumlah karyawan dan distribusi/dealer) dan data keuangan
(yaitu, pendapatan) dapat membantu auditor menilai risiko kecurangan.
Sebaliknya, salah satu pesaing Del Global, Fischer Imaging Corp, mengalami
penurunan 27% dalam pendapatan selama periode yang sama, disertai dengan
penurunan 20% pada karyawan dan penurunan 7% distributor (Brazel et al.,
2009:1141).
Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia, PT KMI Wire and Cable
Tbk., pada tahun 2011. PT KMI Wire and Cable Tbk., memiliki kegiatan
usaha meliputi pembuatan kabel, kawat aluminium dan tembaga serta bahan
baku lainnya untuk listrik, elektronika, telekomunikasi, serta komponen, suku
cadang, aksesoris yang terkait dan perlengkapan-perlengkapannya, termasuk
teknik rekayasa kawat dan kabel. Pendapatan PT KMI Wire and Cable Tbk.,
meningkat sebesar 11% dari tahun sebelumnya, sedangkan jumlah karyawan
dilaporkan menurun sebesar 3% dari tahun sebelumya. Pada tahun yang sama
PT KMI Wire and Cable Tbk., memiliki nilai discretionary accruals sebesar
0,65 hal ini berarti pada tahun 2011 PT KMI Wire and Cable Tbk., melakukan
10
manajemen laba dalam bentuk peningkatan laba (income increasing) (sumber:
data sekunder diolah, 2013).
Contoh di atas menunjukkan bahwa ukuran-ukuran nonkeuangan dapat
dijadikan alternatif untuk pendeteksian kecurangan, karena manipulasi
ukuran-ukuran nonkeuangan sulit untuk disembunyikan. Ukuran-ukuran
nonkeuangan mudah untuk diverifikasi oleh auditor seperti jumlah karyawan,
jumlah fasilitas, jumlah outlet dan lain-lain (Brazel et al., 2009:1137).
Pendapat Kaplan (1996) dalam Putri dan Mahfud (2011:3) bahwa ukuran-
ukuran nonkeuangan seperti inovasi produk, kepemimpinan produk, dan
kesetiaan pelanggan secara lebih baik mengindikasikan keuntungan masa
depan daripada keuntungan tahunan.
Jika auditor dan pihak yang berkepentingan seperti direksi, kreditor,
investor dan regulator dapat mengidentifikasi ukuran-ukuran nonkeuangan
yang berhubungan dengan ukuran keuangan, ketidakkonsistenan pola antara
ukuran keuangan dan ukuran nonkeuangan dapat digunakan untuk untuk
mendeteksi perusahaan dengan risiko kecurangan yang tinggi (Brazel et al.,
2009:1138). Penelitian Brazel et al., (2009:1156) menemukan bahwa
perbedaan antara ukuran keuangan dan nonkeuangan lebih besar untuk
perusahaan yang melakukan fraud dibandingkan perusahaan yang tidak
melakukan fraud.
Variabel dependen (variabel terikat) yaitu kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraud). Kecurangan laporan keuangan dapat dilakukan
dengan berbagai teknik (Spathis, 2002:179). Salah satu proksi yang dapat
11
mengukur kecurangan laporan keuangan adalah earning management. Rezaee
(2002:7), berpendapat bahwa kecurangan laporan keuangan berkaitan erat
dengan tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen. Fenomena
kecurangan laporan keuangan dan manajemen laba terjadi pada kasus PT
Kimia Farma Tbk., dan PT Lippo Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan
adanya praktik manajemen laba yang berawal dari terdeteksi adanya
manipulasi laba. PT Kimia Farma Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan
adanya praktik manajemen laba dengan menaikkan laba hingga Rp 32,7
miliar. Manajemen laba tersebut diduga terkait dengan keinginan manajemen
lama untuk dipilih kembali oleh pemerintah guna mengelola perusahaan
farmasi tersebut. PT Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik
manajemen laba dengan menyajikan overstated (lebih saji) laba bersih senilai
Rp 28,870 miliar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam
proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok
penjualan tahun tersebut understated (kurang saji). Targetnya adalah
menaikkan laba (Bapepam, 2004 dalam Avianti, 2006:829).
Dalam melaksanakan auditnya, auditor mengidentifikasi risiko-risiko
kecurangan secara bersama-sama dalam elemen-elemen fraud triangle dan
kemudian dinilai tingkat signifikansinya berdasarkan professional judgement
(Lusy, 2009:56). Fraud triangle terdiri atas tiga komponen yaitu pressure,
opportunity, dan rationalization.
Variabel leverage digunakan sebagi proksi dari financial distress(tekanan
keuangan) dari pressure/inscentive factor dalam fraud triangle. Perusahaan
12
yang mengalami financial distress (tekanan keuangan) memiliki insentif yang
lebih besar untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (fraud),
dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami financial distress (tekanan
keuangan) (Begley, Ming, dan Watts 1997 dalam Brazel et al., 2009:1152).
Hasil penelitian Spathis (2002) membuktikan bahwa leverage secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini
berarti perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, memiliki probabilitas
yang lebih tinggi untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Perusahaan
dengan tingkat leverage yang tinggi, memiliki risiko pelanggaran perjanjian
utang yang mengakibatkan timbulnya suatu biaya seperti sanksi pembatasan
atas pembayaran dividen atau pembatasan penambahan utang dan serta
menghambat kerja manajemen. Diduga, perusahaan yang memiliki tingkat
leverage yang tinggi akan mempunyai dorongan (incentives) yang lebih besar
untuk mendorong kinerja akuntansi dengan tujuan untuk memenuhi
perjanjian dalam kontrak utang maupun untuk mendapatkan utang baru
(Dechow et al., 2010:25). Pendapat Dechow et al., (2010) didukung oleh
(DeAngelo et al., 1994; Defond dan Jiambalvo, 1991 dalam Skousen dan
Wright, 2006:8) ketika menghadapi pelanggaran perjanjian utang, manajer
akan lebih menggunakan kebijakan akrual agar dapat melaporkan laba
sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Sehingga manajer
dapat terhindar dari pelanggaran perjanjian utang (debt covenant).
Variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor dan mewakili
opportuniy factor dalam fraud triangle. Reputasi auditor dibedakan
13
berdasarkan KAP Big Four dan Non Big Four.KAP Big Four menghasilkan
kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP Non Big Four
(Piot dan Janin, 2005:8). Auditor Big Four adalah auditor yang memiliki
keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor Non Big Four, karena
auditor Big Four dikenal secara internasional melakukan investasi yang lebih
besar dibandingkan auditor Non Big Four dalam bidang keahlian staf dan
untuk mempertahankan reputasi mereka (Piot dan Janin, 2005:5). Untuk
menjaga investasi mereka, auditor Big Four akan berusaha secara sungguh-
sungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan
reputasinya dengan cara menyediakan jasa audit yang berkualitas (Piot dan
Janin, 2005:5). Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan
meningkatkan kualitas audit dan mengurangi peluang perusahaan untuk
melakukan kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153). Becker
et al., (1998) dalam (Krishnan, 2002:5) menemukan bahwa auditor Non-Big 6
melaporkan discretionary accruals yang lebih tinggi dibandingkan auditor
Big 6. Auditor Non-Big 6 mengizinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam
pilihan manajemen atas kebijakan akrual.
Variabel ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan) digunakan karena
menurut Brazel et al., (2009:1138) pendeteksian kecurangan laporan
keuangan hanya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan adalah tidak
efektif karena hanya menghasilkan salah klasifikasi yang tinggi. Hal ini
disebabkan karena rasio-rasio keuangan berasal dari data laporan keuangan
yang telah dimanipulasi oleh manajemen. Menurut Brazel et al., (2009:1137)
14
setiap ukuran keuangan seperti pendapatan memiliki ukuran nonkeuangan
yang berhubungan seperti jumlah karyawan. Oleh karena itu, Brazel et al.,
(2009) meneliti mengenai employee diff yaitu selisih antara ukuran keuangan
(revenue growth) dengan ukuran nonkeuangan yang tersedia dipublik seperti
jumlah karyawan (employee growth). Hasil penelitian Brazel et al.,
(2009:1142) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara ukuran
keuangan (revenue growth) dengan ukuran nonkeuangan (employee growth)
bagi perusahan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Dechow et al., (2010:23), yang menemukan
bahwa terdapat pengurangan jumlah karyawan secara tidak wajar, bagi
perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan.
Dalam penelitian ini hanya digunakan jumlah karyawan (single NFM).
Karena jumlah karyawan (single NFM) menunjukkan hubungan sebesar 62%
dengan pertumbuhan pendapatan, sedikitlebih besar dibandingkan dengan
jumlah rata-rata ukuran nonkeuangan (average NFM) menunjukkan
hubungan sebesar 61% dengan pertumbuhan pendapatan (Brazel et al.,
2009:1156). Alasan lainnya penggunan ukuran nonkeuangan berupa jumlah
karyawan yaitu berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Nomor Kep-06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7
tentang pedoman penyajian laporan keuangan. Berdasarkan peraturan ini,
laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan publik/emiten harus
mengungkapkan jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah
15
karyawan selama periode yang bersangkutan. Sehingga data yang dimaksud
yaitu jumlah karyawan tersedia untuk publik.
Penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel ukuran nonkeuangan
untuk mendeteksi fraud dilakukan oleh Brazel et al., (2009). Penelitian
Brazel et al., (2009) memberikan bukti empiris pertama bahwa ukuran
nonkeuangan dapat digunakan secara efektif oleh auditor untuk menilai risiko
kecurangan laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al.,
(2009) sangat menarik untuk diteliti karena penggunaan variabel baru dalam
upaya untuk memberikan peringatan/sinyal kecurangan (red flag) tentang
probabilitas terjadinya kecurangan laporan keuangan.
Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian
yang dilakukan oleh Brazel et al., (2009) yang meneliti apakah ukuran-
ukuran nonkeuangan seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah
kunjungan pasien, jumlah fasilitas produksi, jumlah patent, jumlah pusat
distribusi, luas fasilitas produksi dapat secara efektif digunakan untuk
mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan (financial statement fraud).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya penggunaan earning
management sebagai proksi dari variabel kecurangan laporan keuangan dan
penggunaan single NFM (jumlah karyawan) untuk mengetahui apakah ukuran
nonkeuangan (jumlah karyawan) dapat digunakan untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan. Serta penggunaan variabel leverage (Spathis,
2002) dan kualitas audit (Brazel et al., 2009; Herusetya, 2012).
16
Perbedaan lainnya adalah dalam hal lokasi, periode, dan populasi
penelitian. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah variabel penelitian yang
dilakukan oleh Brazel et al.,(2009) yaitu ukuran nonkeuangan dapat secara
efektif digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial
statement fraud) di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul “Analisis
Penggunaan Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff Dalam
Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan”
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun
2007-2011)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan
laporan keuangan?
2. Apakah kualitas audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kecurangan laporan keuangan?
3. Apakah employee diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kecurangan laporan keuangan?
4. Apakah leverage, kualitas audit, dan employee diff memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
17
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh leverage
terhadap kecurangan laporan keuangan, terkait penggunaan leverage
dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh kualitas audit
terhadap kecurangan laporan keuangan, terkait penggunaan kualitas
audit dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh employee diff
terhadap kecurangan laporan keuangan, terkait dengan penggunaan
employee diff dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
d. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh leverage,
kualitas audit dan employee diff terhadap kecurangan laporan keuangan,
terkait dengan penggunaannya dalam mendeteksi kecurangan laporan
keuangan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dapat ditemukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan memperkuat atau memperluas penelitian sebelumnya
18
terutama mengenai analisis penggunaan leverage, kualitas audit dan
ukurannonkeuangan (employee diff) dalam mendeteksi kecurangan
laporan keuangan.
b. Bagi Auditor Independen
Dengan adanya penelitian ini diharapkan para auditor dapat
melakukan penilaian mengenai salah saji material yang disebabkan oleh
kecurangan (fraud) dengan lebih efektif sesuai dengan
tanggungjawabnya dalam Standar Audit Seksi 110 tentang Tanggung
Jawab dan Fungsi Auditor Independen.
c. Bagi Regulator
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pihak regulator IAPI
(Institut Akuntan Publik Indonesia) dapat mengeluarkan kebijakan-
kebijakan mengenai penggunaan ukuran-ukuran nonkeuangan
(nonfinancial measures) terkait dengan pendeteksian kecurangan
laporan keuangan.
d. Bagi Investor
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti
empiris yang dapat digunakan untuk menambah informasi sebagai dasar
pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Salah satunya dengan
mengamati ukuran nonkeuangan perusahaan untuk menilai kewajaran
laporan keuangan.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil
1. Teori Agensi
Teori agensi atau keagenan sering digunakan untuk menjelaskan
kecurangan akuntansi. Teori keagenan bermaksud memecahkan dua
problem yang terjadi dalam hubungan keagenan. Yaitu, bila keinginan atau
tujuan dari prinsipal dan agen bertentangan (conflict of interest), dan bila
prinsipal merasa kesulitan menelusuri apa yang dilakukan oleh agen. Bila
agen dan prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing,
serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka agen tidak
selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal serta akan bertindak merugikan
prinsipal, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan
kecurangan akuntansi (Wilopo, 2012:2). Konflik kepentingan antara
pemilik dan agen terjadi karena kemungkina agen tidak selalu berbuat
sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan
(agency cost) (Sam’ani, 2008:34).
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Sam’ani (2008:33),
menyatakan bahwa agency theory mendeskripsikan pemegang saham
sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Manajemen merupakan
pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Untuk itu, manajemen diberikan sebagian
20
kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang
saham. Oleh karena itu, manajer harus bertanggung jawab kepada
pemegang saham. Unit analisis yang digunakan dalam teori keagenan
adalah kontrak yang melandasi hubungan antara principal dan agent.
Fokusnya adalah penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari
hubungan agent dan principal. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang
memenuhi dua faktor, yaitu:
a. Agent dan principal memiliki informasi yang simetris artinya baik
agent maupun principal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang
sama sehingga tidak terdapat informasi yang disembunyikan yang dapat
digunakan untuk keuntungan diri sendiri.
b. Risiko yang dipikul berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil, yang
berarti agent mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang
diterimanya.
Principal menilai kinerja agent berdasarkan kemampuannya untuk
menghasilkan laba sebesar mungkin dan secara langsung akan
berpengaruh terhadap besarnya deviden yang diberikan kepada investor.
Makin tinggi laba perusahaan, semakin besar pula pemberian deviden
kepada investor. Eisenhardt, (1989) dalam Sam’ani (2008:34) membagi
tiga jenis asumsi sifat dasar manusia untuk menjelaskan tentang teori
agensi yaitu:
1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest)
21
2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan
3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia. Manajer sebagai manusia
kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic (Haris,
2004 dalam Sam’ani, 2008:34). Maksud dari sifat opportunistic adalah
bahwa manajer akan lebih mengutamakan kepentingan pribadinya
dibandingkan kepentingan orang lain (investor). Agent akan berusaha
mencari keuntungannya sendiri untuk mendapatkan bonus dari perusahaan
dengan berbagai cara seperti memanipulasi angka-angka di laporan
keuangan.
Jensen dan Meckling (1976); Brickley dan James, (1987); dan
Shivdasani (1993) dalam Wilopo (2012:3) menjelaskan bahwa prinsipal
dapat memecahkan permasalahan ini dengan mengeluarkan biaya
keagenan (agency cost) biaya ini mencakup memberi kompensasi yang
sesuai kepada agen, serta mengeluarkan biaya monitoring. Diantaranya,
adanya pengawasan ekstenal yang dilakukan oleh auditor eksternal untuk
menghasilkan laporan keuangan yang transparan (Watts dan Zimmerman,
1986 dalam Meisaroh dan Lucynda, 2011:5).
2. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan
Auditor harus menyadari dengan cepat kemungkinan terjadinya
kecurangan dengan mengandalkan pada sinyal kecurangan (Lusy,
2009:55). Karena, kecurangan yang tidak terdeteksi akan berubah menjadi
22
skandal keuangan yang besar dan merugikan banyak pihak baik investor,
kreditor maupun auditor. Akuntan publik mendapat kritikan secara luas
sepanjang dekade terakhir ini, karena gagal melindungi kepentingan
investor, khususnya sejak skandal korporasi Enron (Herusetya, 2012:1).
Hal ini, diperparah dengan adanya kesenjangan harapan (expectation gap)
antara pengguna jasa audit dengan pihak auditor eksternal. Tidak seperti
pada masa-masa awal pengauditan tahun 1850 sampai awal tahun 1900-an
auditor bertugas memberikan keyakinan yang hampir absolut terhadap
kecurangan dan mismanagement yang disengaja, namun karena semakin
berkembangnya perusahaan maka terjadi pergeseran dalam proses
pengauditan. Semula untuk memberikan keyakinan absolut kecurangan
laporan keuangan dapat dideteksi, menjadi keyakinan yang memadai atas
laporan keuangan (Koroy, 2008:23). Di lain pihak, masyarakat investor
yang disurvei mengingingkan agar audit dapat memberikan keyakinan
yang absolut agar laporan keuangan bebas dari salah saji material baik
kekeliruan (unintentional misstatement) maupun kecurangan (Epstein dan
Geiger, 1994 dalam Koroy, 2008:24).
Salah satu cara untuk mengatasi adanya kesenjangan harapan
(expectation gap) tentang tanggung jawab auditor adalah melalui Standar
Audit Seksi 110. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 110
tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen, “auditor
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas
23
dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan,
auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak,
bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab
untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan
bahwa salah saji material terdeteksi, yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan” (IAI, 2001).
Jadi, dari pengertian tanggung jawab auditor tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa audit dirancang untuk memberikan keyakinan
memadai atas pendeteksian salah saji yang material dalam laporan
keuangan. Selanjutnya, audit harus direncanakan dan dilaksanakan dengan
sikap skeptisme professional dalam semua aspek penugasan. Misalnya,
auditor tidak boleh menganggap bahwa manajemen tidak jujur, tetapi
kemungkinan tersebut harus dipertimbangkan.
Konsep keyakinan memadai menunjukkan bahwa auditor bukan
seorang penjamin kebenaran laporan keuangan. Jika auditor bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa semua asersi di dalam laporan keuangan
adalah benar, persyaratan untuk mendapatkan bahan bukti dan biaya
pelaksanaan audit akan naik sampai tingkat dimana audit tersebut secara
ekonomis tidak layak. Pembelaan terbaik bagi auditor jika salah saji
material tidak terungkap di dalam audit bahwa audit telah dilaksanakan
sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum (Koroy, 2008:24).
24
Audit tidak dapat diharapkan untuk memberikan tingkat keyakinan
yang sama dalam pendeteksian kecurangan manajemen yang material
seperti dalam pendeteksian kekeliruan yang material. Upaya
penyembunyian dilakukan oleh manajemen, membuat kecurangan lebih
sulit ditemukan auditor. Biaya untuk memberikan keyakinan yang sama
tingginya antara kecurangan manajemen dan kekeliruan mungkin sekali
tidak dapat diterima baik auditor maupun masyarakat. Untuk dapat
mendeteksi kecurangan laporan keuangan dapat digunakan teknik audit
investigatif yaitu proses audit yang dimaksudkan untuk mengumpulkan,
menganalisis dan membuat ikhtisar bukti-bukti sebagai kelengkapan
pembuktian di pengadilan. Teknik audit investigatif untuk mendeteksi
kecurangan (fraud) (Tuanakotta, 2012:295) yaitu:
a. Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun
eksternal auditor dalam mengaudit laporan keuangan, namun secara
lebih mendalam dan luas. Teknik-teknik audit laporan keuangan yang
dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan
dengan analisis yang lebih mendalam dan luas diantaranya:
1) Pemeriksaan fisik (physical examination) adalah teknik
perhitungan fisik sumberdaya berwujud seperti jumlah kas dan
persediaan. Teknik ini menyediakan cara evaluasi atas bukti fisik
tentang jumlah yang ada.
25
2) Konfirmasi (confirming) adalah bentuk permintaan keterangan
yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara
langsung dari sumber independen di luar organisasi klien.
3) Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) adalah teknik untuk
mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan
sebagai dasar pencatatan ayat jurnal untuk menentukan validitas
dan ketelitian pencatatan akuntansi.
4) Prosedur analitis (analytical procedures) adalah evaluasi informasi
keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan yang
masuk akal antara data keuangan dengan data keuangan atau antara
data keuangan dengan data nonkeuangan.
5) Permintaan keterangan (inquiring) adalah permintaan keterangan
secara lisan atau tertulis oleh auditor kepada manajemen atau
karyawan.
6) Pengamatan (observing) adalah teknik yang berkaitan dengan
memperhatikan dan menyaksikan pelaksanaan beberapa kegiatan
atau proses. Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin jenis transaksi
tertentu seperti penerimaan kas untuk melihat apakah para pekerja
melaksanakan tugas sesuai dengan kebijakan dan prosedur
perusahaan. Teknik ini penting untuk mendapatkan pemahaman
atas pengendalian internal klien.
7) Pelaksanaan ulang (reperforming) adalah pelaksanaan ulang
perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien.
26
b. Pemanfaatan teknik audit investigatif dalam kejahatan terorganisir dan
penyelundupan pajak penghasilan, yang dapat diterapkan terhadap data
kekayaan pejabat negara.
c. Penelusuran jejak-jejak arus uang.
d. Penerapan teknik analisis dalam bidang hukum.
e. Penggunaan teknik audit investigatif untuk mengungkapkan fraud
pengadaan barang.
f. Penggunaan komputer forensik.
g. Penggunaan teknik interogasi.
h. Penggunaan operasi penyamaran.
i. Pemanfaatan whistleblower.
3. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan laporan keuangan bersama dengan kegagalan audit
menjadi topik yang hangat. Kantor akuntan publik internasional Arthur
Andersen, yang mengaudit Enron menjadi contoh kantor akuntan publik
yang terjerat kasus kegagalan audit (Intal dan Do, 2002:1). Kecurangan
laporan keuangan (financial statement fraud) telah didefinisikan secara
berbeda di antara para akademisi dan praktisi. Menurut Eliot dan
Willingham (1980) dalam Spathis (2002:179) financial statement fraud
atau management fraud didefinisikan sebagai “kecurangan yang sengaja
dilakukan oleh manajemen yang melukai investor dan kreditor melalui
laporan keuangan yang secara material menyesatkan”.
27
Statement on Auditing Standards No. 99 “Consideration of Fraud in
Financial Statement”, mendefinisikan fraud sebagai:
“an intentional act that result in a material misstatement in financial
statements that are the subject of an audit”.
Fraud adalah tindakan yang disengaja yang menghasilkan salah saji
material dalam laporan keuangan yang menjadi subjek audit.
Menurut Standar Audit seksi 316, tentang pertimbangan atas
kecurangan dalam audit laporan keuangan, kecurangan laporan keuangan
didefinisikan sebagai “salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah
atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai
laporan keuangan”. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat
menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:
a. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan
keuangan.
b. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan
peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
c. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan
jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
4. Fraud Triangle Theory
Karakteristik dari kecurangan laporan keuangan yang melibatkan
penyembunyian (concealment) menyebabkan kecurangan lebih sulit
dideteksi dibandingkan kesalahan (error) (Koroy, 2008:26). Meskipun
kecurangan biasanya disembunyikan, adanya faktor risiko atau kondisi
28
yang dapat memperingatkan auditor tentang kemungkinan adanya
kecurangan.
Fraud triangle theory merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang
penyebab terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh
Donald R. Cressey (1953) dinamakan fraud triangle atau segitiga
kecurangan (Skousen et al., 2009:6). Fraud triangle menjelaskan tiga
faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud :
a. Pressure (Tekanan)
Yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud.
Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup,
tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non
keuangan. Tekanan paling sering datang dari adanya tekanan kebutuhan
keuangan.
b. Opportunity (Peluang)
Yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk memungkinkan
suatu kecurangan terjadi. Peluang tercipta karena adanya kelemahan
pengendalian internal, ketidakefektifan pengawasan manajemen, atau
penyalahgunaan posisi (otoritas).
c. Rationalization (Rasionalisasi)
Yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang
membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan
kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang
cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud.
29
Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit
diukur. Ketiga hal di atas digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Fraud Triangle
Incentive/Pressure
Opportunity Rationalization
Sumber: Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953) dalam (Skousen et
al., 2009:6)
5. Earning Management
Earning management merupakan isu yang paling sering diteliti di
bidang akuntansi dan manajemen keuangan. Hal ini disebabkan karena
keuntungan perusahaan merupakan dasar untuk keputusan alokasi sumber
daya perusahaan secara ekonomi. Kondisi ini mendorong manajer
perusahaan untuk memanipulasi atau mengelola pendapatan perusahaan
untuk transfer kekayaan dan keuntungan lainnya (Hettihewa, 2003 dalam
Fivi dan Ira, 2008:27). Menurut, Scott (2000) dalam Fivi dan Ira
(2008:27), earning management adalah suatu cara penyajian laba yang
disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan oleh manajer, melalui
pemilihan suatu set kebijakan akuntansi atau melalui pengelolaan akrual.
Earning management berkaitan dengan pilihan manajemen atas kebijakan
30
akuntansi sehingga tujuan manajemen dapat dicapai. Dari definisi tersebut,
terdapat dua sudut pandang dalam earning management, yaitu:
a. Earning management dipandang sebagai perilaku oportunistik manajer
untuk memaksimumkan utilitasnya dengan maksimisasi kompensasi,
kontrak utang dan biaya politik.
b. Earning management dipandang sebagai efficient contracting, dimana
manajemen laba memberi manajer fleksibilitas untuk melindungi
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak terduga
dan untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Healy dan Wahlen (1999) dalam Fivi
dan Ira (2008:27), earning management terjadi ketika manajemen
menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan dan penyusunan
transaksi untuk merubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan
stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan.
a. Faktor-faktor pendorong Earning Management
Dalam positive accounting theory terdapat tiga hipotesis yang
melatarbelakangi terjadinya earning management (Watt dan
Zimmerman, 1986 dalam Fivi dan Ira, 2008:27), yaitu:
1) Bonus Plan Hypothesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer yang menggunakan
bonus plan akan cenderung untuk menggunakan metode-metode
akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan pada
periode berjalan, untuk memaksimalkan bonus yang akan mereka
31
peroleh karena seberapa besar tingkat laba yang dihasilkan
seringkali dijadikan dasar dalam mengukur keberhasilan kinerja.
Dengan demikian, diperkirakan bahwa manajer dari perusahaan
dengan kebijakan bonus plan, akan cenderung memilih prosedur
akuntansi yang akan meningkatkan laba tahun berjalan.
2) Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran kredit
cenderung memilih metoda akuntansi yang memiliki dampak
meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam
pandangan pihak eksternal.
3) Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan
perusahaan tersebut memilih metoda akuntansi yang menurunkan
laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah
akan segera mengambil tindakan, misalnya mengenakan peraturan
antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Fleksibilitas dalam Standar Akuntansi Keuangan, menyebabkan
manajemen dapat melakukan tindakan manajemen laba, dengan memilih
kebijakan akuntansi yang dapat menguntungkannya. Penentuan nilai
persediaan, pengakuan pendapatan peranti lunak dan umur amortisasi
goodwill merupakan beberapa contoh dari banyak pilihan kebijakan
akuntansi dan pilihan keputusan estimasi yang memberi
fleksibilitas/keleluasaan bagi perusahaan dalam mencatat transaksi dan
32
dalam penyusunan laporan keuangan. Adanya fleksibilitas ini membuat
manajemen bisa “kreatif” dalam penyusunan laporan keuangan dan
memainkan angka-angka keuangan (Mulford dan Comiskey, 2010:33).
Dasar akrual disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan,
karena lebih rasional/wajar dibandingkan dasar kas/tunai. Akrual adalah
pengaruh dari suatu kejadian usaha langsung diamati pada saat terjadinya.
Jika suatu usaha memberikan suatu jasa, melakukan penjualan atau
menyelesaikan suatu beban, transaksi tersebut akan dicatat di dalam buku
tanpa memperhatikan apakah kas sudah dikeluarkan atau belum
(Secokosumo et al., 1993 dalam Fivi dan Ira, 2008:28). Sedangkan
menurut Weygant (1995) dalam Fivi dan Ira (2008:28) akrual adalah
mengakui dampak transaksi terhadap laporan keuangan dalam periode
waktu ketika pendapatan dan beban terjadi, oleh sebab itu, pendapatan
diakui pada waktu dihasilkan dan beban pada waktu terjadi, tidak perlu
waktu kas berpindah tangan.
Pada dasarnya, akrual itu penting untuk menghasilkan laporan
keuangan yang sahih. Tetapi bisa jadi sebagian dari akrual yang disajikan
dalam laporan keuangan perusahaan bukan akrual yang menjadikan
laporan keuangan sahih tetapi akrual yang digunakan oleh manajer untuk
mempengaruhi keputusan stakeholder. Oleh karena itu, akrual dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian akrual yang memang
sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan
(nondiscretionary accrual) dan bagian yang merupakan hasil rekayasa
33
(discretionary accrual) (Fivi dan Ira, 2008:29). Discretionary accrual
memberikan manajer fleksibilitas untuk menentukan besarnya transaksi
akrual, seperti penentuan pencadangan piutang tak tertagih, biaya garansi,
nilai persediaan, dan penentuan saat serta jumlah extraordinary items.
Sehingga discretionary accrual ini seringkali digunakan sebagai proksi
dilakukannya manajemen laba. Sementara itu, nondiscretionary accrual
meliputi pemilihan metode akuntansi akrual oleh manajer yang diharapkan
akan digunakan secara konsisten dalam menyajikan laporan keuangan.
Contohnya adalah pemilihan metode depresiasi dan kebijakan akuntansi
untuk pengakuan pendapatan.
Skandal akuntansi, seringkali diawali dengan tindakan manajemen
laba. Seperti kasus skandal pelaporan akuntansi Enron, Merck, World Com
dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et al., 2006
dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007:2). Fenomena kecurangan laporan
keuangan dan manajemen laba di Indonesia, terjadi pada kasus PT Kimia
Farma Tbk., dan PT Lippo Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan adanya
praktik manajemen laba yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi
laba. PT Kimia Farma Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan adanya
praktik manajemen laba dengan menaikkan laba hingga Rp 32,7 miliar.
Manajemen laba tersebut diduga terkait dengan keinginan manajemen
lama untuk dipilih kembali oleh pemerintah guna mengelola perusahaan
farmasi tersebut. PT Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik
manajemen laba dengan menyajikan overstated (lebih saji) laba bersih
34
senilai Rp 28,870 miliar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang
dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga
pokok penjualan tahun tersebut understated (kurang saji). Targetnya
adalah menaikkan laba (Bapepam, 2004 dalam Avianti, 2006:829).
Berbagai fakta dan teori yang telah diuraikan di atas
mengindikasikan bahwa terdapat hubungan erat antara earning
management dan financial statement fraud. Pernyataan tersebut diperkuat
kembali oleh Rezaee (2002:7) yang menyatakan bahwa:
“suatu financial statement fraud sering diawali dengan salah saji atau
manajemen laba dari laporan keuangan kuartal yang dianggap tidak
material tetapi akhirnya berkembang menjadi fraud secara besar-besaran
dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan secara
material”.
Berdasarkan uraian di atas, sangat relevan bila penelitian untuk
mendeteksi financial statement fraud diproksikan dengan earning
management yang dilakukan perusahaan. Hal ini diperkuat oleh Hogan et
al., (2008:17) manajemen laba terjadi dimana manajemen memiliki pilihan
kebijakan (discretionary) dengan tingkat akrual yang signifikan dan tidak
biasa sebagai area dengan risiko tinggi. Area dengan risiko tinggi ini,
apabila ditambah prosedur audit spesifik akan meningkatkan pendeteksian
kecurangan. Penelitian lainnya yang mendukung penggunaan earning
management sebagai proksi dari pendeteksian kecurangan laporan
keuangan dilakukan oleh Jones et al., (2007). Penelitian ini menguji
apakah ukuran-ukuran discretionary accrual berhubungan dengan
keberadaan kecurangan. Hasilnya, discretionary accrual memiliki
35
probabilitas tertinggi dalam hal hubungan dengan kecurangan (fraud)
(Jones et al., 2007:21).
6. Leverage
Leverage adalah utang sebagai sumber dana yang digunakan untuk
membiayai asset perusahaan diluar sumber dana modal atau ekuitas
(Sam’ani, 2008:49). Leverage diartikan sebagai seberapa jauh perusahaan
menggunakan pendanaan melalui utang. Dalam penelitian ini, leverage
adalah perbandingan antara utang dan aktiva. Ukuran ini berhubungan
dengan keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang (Agnes,
2001:93). Tingkat utang yang tinggi dapat meningkatkan probabilitas
kecurangan laporan keuangan karena adanya perpindahan risiko dari
pemilik modal dan manajer kepada kreditor (pemberi pinjaman) (Spathis,
2002:184). Manajemen dapat memanipulasi laporan keuangan untuk
memenuhi perjanjian utang. Leverage memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini berarti bahwa perusahaan
dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki probabilitas yang lebih
tinggi untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Spathis,
2002:188). Oleh karena itu, leverage dapat digunakan untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Brazel et al., (2009:1152) yang
menggunakan variabel leverage sebagai proksi dari financial distress
(tekanan keuangan). Perusahaan yang mengalami tekanan keuangan
36
memiliki insentif yang lebih besar untuk melakukan kecurangan
dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan.
Tingkat leverage yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan
melakukan kecurangan laporan keuangan saat mengalami tekanan
keuangan (financial distress), hal ini memberi motivasi bagi manajemen
untuk melakukan kecurangan (Spathis, 2002:188). Perusahaan yang
mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah utang
dibandingkan dengan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga
melakukan earning management karena perusahaan terancam default yaitu
tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya.
Perusahaan akan berusaha menghindarinya dengan membuat
kebijaksanaan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan
demikian akan memberikan posisi bargaining yang relatif lebih baik
dalam negosiasi atau penjadwalan ulang utang perusahaan (Jiambalvo,
1996 dalam Agnes, 2001:93).
7. Kualitas Audit
Sepanjang dekade terakhir, peran auditor telah mendapat kritikan luas
karena tidak dapat melindungi kepentingan investor khusunya sejak
skandal keuangan Enron (Herusetya, 2012:1). Kualitas audit (audit
quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan dari kemampuan
seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran dalam pelaporan
keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran tersebut (De Angelo, 1981
dalam Herusetya, 2012:2). Pengukuran kualitas audit sejauh ini lebih
37
banyak menggunakan pengukuran tunggal, atau pengujian bersama dari
beberapa pengukuran yang hanya mewakili salah satu dimensi kualitas
audit, misalnya ukuran KAP (Big 5/6) (Becker et al., 1998; Reynolds dan
Francis, 2001); spesialisasi industri (Balsam et al., 2003); lamanya masa
penugasan audit/pengalaman KAP (audit tenure) (Gosh dan Moon, 2005)
dalam (Herusetya, 2012:2).
Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan
reputasi auditor. Berdasarkan penelitian Brazel et al., (2009) reputasi
auditor dibedakan menjadi KAP Big Four dan Non-Big Four. Auditor Big
Four dikenal secara internasional memiliki investasi penting dalam hal
keahlian dan reputasi (seperti perekrutan, program pelatihan, metode
audit). Untuk menjaga dan mempertahankan modal ini, auditor Big Four
harus menyediakan jasa audit yang berkualitas. Kualitas audit yang lebih
tinggi ini terlihat dari toleransi terhadap manajemen laba yang rendah (Piot
dan Janin, 2005:5). Auditor Big Four memiliki kualitas audit yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Non-Big Four dengan argumentasi bahwa
KAP besar memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan
reputasi yang lebih superior dibandingkan KAP yang lebih kecil. Becker et
al., (1998); Reynold dan Francais (2001) dalam Herusetya (2012:3)
menemukan bahwa klien Big Six memiliki akrual diskresioner absolut
yang lebih rendah dibandingkan dengan klien Non-Big Six.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Dopuch dan Simunic (1982) dalam
Krishnan (2002:5) bahwa investor merasa auditor Big Six memiliki
38
kualitas yang lebih tinggi dibandingkan auditor Non-Big Six, karena
auditor Big Six memiliki karakteristik lebih yang berhubungan dengan
kualitas audit seperti pelatihan spesialisasi dan peer review. Auditor Big
Six terbukti menyediakan sumber daya yang lebih banyak untuk pelatihan
staff dan pengembangan di bidang spesialisasi industri dibandingkan
auditor non-Big Six (Craswell et al.,1995 dalam Krishnan, 2002:5).
Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan meningkatkan
kualitas audit dan mengurangi probabilitas perusahaan untuk melakukan
kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153). Selain itu juga,
terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi
kemungkinan adanya earning management secara lebih dini (Agnes,
2001:93).
8. Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan (Financial And Nonfinancial
Measures)
Sistem pengukuran kinerja (performance measures systems) memiliki
tujuan untuk membantu menerapkan strategi. Sistem pengukuran kinerja
merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki probabilitas bahwa
organisasi tersebut akan mengimplementasikan strateginya dengan
berhasil. Pengukuran kinerja memiliki peran penting dalam sebuah
organisasi yang sedang berjalan. Peran ini diantaranya menerjemahkan
strategi kedalam perilaku yang diharapkan dan hasil-hasilnya,
pengawasan, memberikan umpan-balik, dan motivasi karyawan melalui
39
kinerja berdasarkan hadiah dan hukuman atau sanksi (Chow dan Stede,
2006:1).
Pengukuran kinerja untuk beberapa waktu yang lalu menggunakan
dasar akuntansi. Tetapi dengan peningkatan dalam realitas persaingan baru
seperti peningkatan kustomisasi, fleksibilitas dan respon cepat atas
ekspektasi konsumen, perusahaan menerapkan praktik Just in Time dan
Total Quality Management, dimana banyak yang berpendapat bahwa
pengukuran kinerja berdasarkan akuntansi sudah tidak mencukupi lagi
(Chow dan Wim Stede, 2006:1).
Berdasarkan penelitian Chow dan Stede (2006:2) terdapat beberapa
jenis pengukuran kinerja yaitu ukuran keuangan (financial measures),
ukuran nonkeuangan (nonfinancial measures) dan ukuran subjektif
(subjective measures). Ukuran subjektif yang dimaksud adalah ukuran
nonkeuangan yang ditentukan dari penilaian subjektif (subjective
judgment).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa nonfinancial measures
(objektif dan subjektif) terbukti lebih baik dibandingkan financial
measures (ukuran keuangan) dalam membantu perusahaan
mengimplementasikan strateginya. Ukuran nonkeuangan (nonfinancial
measures) dalam hal ini, indeks kepuasan konsumen terbukti memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja akuntansi yang akan
datang.
40
Kepuasan pelanggan merupakan indikator utama dari perilaku
pembelian konsumen (retensi, pendapatan, dan pertumbuhan pendapatan).
Pertumbuhan jumlah konsumen dan kinerja akuntansi (pendapatan bisnis
unit, profit margin, dan tingkat pengembalian penjualan). Kepuasan
konsumen tingkat perusahaan secara ekonomi relevan dengan harga pasar
saham, yang tidak semuanya tercermin dalam sistem akuntansi nilai buku.
(Ittner dan Larcker, 1998:2).
Hal ini dapat dimengerti, karena dalam sistem pengukuran kinerja
terdapat pengukuran pemicu perubahan. Dengan mengidentifikasi ukuran
hasil dan pemicu sedemikian rupa, menyebabkan perusahaan bertindak
sesuai dengan strateginya. Setelah, mengidentifikasi ukuran hasil dan
pemicu, selanjutnya adalah mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara
ukuran-ukuran tersebut. Dengan menampilkan secara eksplisit hubungan
sebab-akibat tersebut, suatu organisasi/perusahaan akan memahami
bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan (misalnya kualitas produk)
memicu ukuran-ukuran keuangan (misalnya pendapatan) (Anthony dan
Govindarajan, 2009:175).
Oleh karena itu, selain untuk mengetahui kinerja akuntansi, ukuran
nonkeuangan juga dapat digunakan secara efektif untuk menilai risiko
kecurangan dalam laporan keuangan (fraud). Ukuran nonkeuangan dapat
digunakan auditor untuk menilai kewajaran kinerja akuntansi dan dengan
demikian dapat mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan (Brazel et
al., 2009:1140).
41
Penelitian akedemis, menyarankan bahwa prosedur analitis yang
dilakukan oleh auditor untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan
keuangan adalah tidak efektif karena auditor mungkin tidak menyadari
tren dan rasio yang tidak biasa dalam laporan keuangan karena mereka
tidak cukup memahami lingkungan bisnis klien mereka (Erickson et al.,
2000 dalam Brazel et al., 2009:1138). Auditor cenderung mempercayakan
penjelasan manajemen tanpa kecukupan pengujian validitas mereka
(Anderson dan Koonce 1995; Hirst dan Koonce 1996; Bierstaker et al.,
1999 dalam Brazel et al., 2009:1138). Prosedur analitis tradisional
menggunakan data keuangan yang rentan terhadap salah klasifikasi
(missclassification) yang mengakibatkan keberhasilan untuk
mengidentifikasi kecurangan menjadi terbatas (Beneish, 1999; Kaminski
dan Wetzel, 2004; Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1138).
Oleh karena itu, jika auditor dan pihak yang berkepentingan seperti
direksi, kreditor, investor, dan regulator dapat mengidentifikasi ukuran
nonkeuangan (nonfinancial measures) yang berhubungan dengan ukuran
keuangan (financial measures), ketidakkonsistenan pola antara keuangan
dan nonkeuangan dapat digunakan untuk mendeteksi perusahaan dengan
risiko kecurangan yang tinggi (Brazel et al., 2009:1138).
9. Employee Diff
Employee Diff adalah variabel yang digunakan untuk mengukur
perbedaan persentase perubahan dalam pendapatan dengan persentase
perubahan jumlah karyawan (Brazel et al., 2009:1150). Dalam ilmu
42
ekonomi, tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi. Investasi
dalam tenaga kerja dan peralatan dapat menaikkan penjualan di masa
depan dan profitabilitas. Bagaimanapun, tidak seperti pengeluaran modal,
pengeluaran dalam tenaga kerja harus dibebankan ketika terjadinya. Oleh
karena itu, diduga manajer akan berusaha untuk menutupi penurunan
kinerja keuangan dengan mengurangi jumlah karyawan, dengan tujuan
menaikkan laba bersih (Dechow et al., 2010:22). Tetapi, penurunan
jumlah karyawan ini tidak akan sesuai dengan peningkatan pendapatan,
karena tidak mungkin bagi perusahaan untuk melipatgandakan
profitabilitas dengan mengurangi jumlah karyawan (Brazel et al.,
2009:1141).
Pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan adalah tidak efektif karena hanya menghasilkan salah
klasifikasi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena rasio-rasio keuangan
berasal dari data laporan keuangan yang telah dimanipulasi oleh
manajemen. Oleh karena itu, Brazel et al., (2009) meneliti ukuran-ukuran
nonkeuangan yang tersedia di publik seperti jumlah karyawan, jumlah
cabang, jumlah kunjungan pasien, jumlah fasilitas produksi, jumlah paten,
jumlah pusat distribusi dan luas fasilitas produksi untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan. Dalam penelitian ini hanya digunakan
jumlah karyawan (single NFM). Karena jumlah karyawan (single NFM)
menunjukkan hubungan sebesar 62% dengan pertumbuhan pendapatan,
sedikit lebih besar dibandingkan dengan jumlah rata-rata ukuran
43
nonkeuangan (average NFM) menunjukkan hubungan sebesar 61%
dengan pertumbuhan pendapatan (Brazel et al., 2009:1156). Alasan
lainnya penggunan ukuran nonkeuangan berupa jumlah karyawan yaitu
berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-
06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang
pedoman penyajian laporan keuangan. Berdasarkan peraturan ini, laporan
keuangan yang dibuat oleh perusahaan publik/emiten harus
mengungkapkan jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah
karyawan selama periode yang bersangkutan. Sehingga data yang
dimaksud yaitu jumlah karyawan tersedia untuk publik.
Hasil penelitian Brazel et al., (2009:1156), menunjukkan employee
diff untuk perusahaan yang melakukan kecurangan secara signifikan lebih
besar dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan.
Employee diff yang lebih besar mengindikasikan risiko kecurangan yang
lebih besar (Brazel et al., 2009:1158). Penelitian Dechow et al., (2010:23)
menemukan bahwa terjadi pengurangan jumlah karyawan secara tidak
normal bagi perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan.
B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis
Adapun keterkaitan antar variabel dependen dan independen dalam
penelitian ini adalah:
1. Pengaruh Leverage terhadap Kecurangan Laporan Keuangan
Leverage diartikan sebagai seberapa jauh perusahaan menggunakan
pendanaan melalui utang. Dalam penelitian ini, leverage adalah
44
perbandingan antara utang dan aktiva. Ukuran ini berhubungan dengan
keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang (Agnes, 2001:93).
Hipotesis debt covenant menyatakan perusahaan yang mendekati
pelanggaran perjanjian utang, akan lebih memilih kebijakan akuntansi
yang meningkatkan laba sekarang dengan menggeser dari laba-laba
periode selanjutnya. Diduga perusahaan dengan tingkat leverage yang
tinggi akan melakukan income increasing. Tingkat utang yang tinggi
dapat meningkatkan probabilitas kecurangan laporan keuangan karena
adanya perpindahan risiko dari pemilik modal dan manajer kepada
kreditor (pemberi pinjaman) (Spathis, 2002:184). Tingkat utang yang
tinggi dapat meningkatkan probabilitas kecurangan laporan keuangan
karena untuk memenuhi perjanjian utang, serta untuk meningkatkan
posisi bargaining yang relatif lebih baik dalam negosiasi atau
penjadwalan ulang utang perusahaan. Tingkat leverage yang tinggi
mengindikasikan bahwa perusahaan melakukan kecurangan laporan
keuangan saat mengalami tekanan keuangan (financial distress), hal ini
memberi motivasi bagi manajemen untuk melakukan kecurangan
(Spathis, 2002:188).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Brazel et al., (2009:1152) yang
menggunakan variabel leverage sebagai proksi dari financial distress
(tekanan keuangan). Perusahaan yang mengalami tekanan keuangan
memiliki insentif yang lebih besar untuk melakukan kecurangan
dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan.
45
Berdasarkan keterkaitan antara leverage dengan kecurangan
laporan keuangan di atas maka dapat dirumuskan melalui hipotesis
alternatif satu yang diajukan sebagai berikut:
Ha1: Leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
2. Pengaruh Kualitas Audit terhadap Kecurangan Laporan Keuangan
Akuntan publik telah dikritik secara luas sepanjang dekade terakhir
ini, karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak
skandal korporasi Enron (Levitt, 1998; Jenkis et al., 2006 dalam
Herusetya, 2012:1). Auditor atau kantor akuntan publik memiliki peran
yang sangat penting sebagai salah satu gatekeeper pasar modal yang dapat
memberikan kepastian (assurance) atas kualitas pelaporan keuangan
perusahaan publik (Roonen dan Yaari, 2008 dalam Herusetya, 2012:1).
Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan
dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran
dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran tersebut
(DeAngelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2). Dalam penelitian ini,
variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor yaitu Big Four
dan Non-Big Four.
Menurut Teoh dan Wong (1993) dalam Herusetya (2009:52)
auditor Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan
auditor Non-Big Four dengan argumentasi bahwa KAP besar memiliki
pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih
46
superior dibandingkan KAP yang lebih kecil. Dengan demikian,
menggunakan auditor Big Four akan menghasilkan kualitas audit yang
lebih tinggi dan mengurangi kesempatan perusahaan untuk melakukan
kecurangan (fraud) (Brazel et al., 2009:1153). Oleh karena itu, dari
keterkaitan antara kualitas audit dengan kecurangan laporan keuangan
yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan melalui hipotesis
alternatif kedua sebagai berikut:
Ha2: Kualitas Audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
3. Pengaruh Employee Diff terhadap Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut Brazel et al., (2009:1138) pendeteksian kecurangan
laporan keuangan dengan hanya menggunakan rasio-rasio keuangan
adalah tidak efektif karena hanya menghasilkan salah klasifikasi yang
tinggi. Hal ini disebabkan karena rasio-rasio keuangan berasal dari data
laporan keuangan yang telah dimanipulasi oleh manajemen. Oleh karena
itu, Brazel et al., (2009) meneliti apakah ukuran nonkeuangan yang
tersedia untuk publik seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah
retail, luas gudang, jumlah fasilitas produksi, jumlah kunjungan pasien
dapat digunakan untuk membantu mendeteksi kecurangan laporan
keuangan (financial statement fraud).
Perbedaan substansial antara data keuangan dan ukuran
nonkeuangan dapat menyediakan red flag/sinyal kepada auditor dan
mengarahkan auditor untuk bertanya kepada manajemen dan melakukan
47
pengujian pendukung serta menguji respon manajemen, bahkan jika perlu
untuk menyarankan manajemen untuk melakukan audit forensik (Brazel
et al., 2009:1141). Hasil penelitian Brazel et al., (2009:1156),
menunjukkan employee diff untuk perusahaan yang melakukan
kecurangan secara signifikan lebih besar dibandingkan perusahaan yang
tidak melakukan kecurangan. Perbedaan ini (employee diff) berhubungan
positif dengan kecurangan laporan keuangan. Employee diff yang lebih
besar mengindikasikan risiko kecurangan yang lebih besar (Brazel et al.,
2009:1158). Berdasarkan keterkaitan antara employee diff dan kecurangan
laporan keuangan yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan
hipotesis alternatif ketiga yang diajukan sebagai berikut:
Ha3: Employee Diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
4. Pengaruh Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al., (2009)
bahwa leverage, kualitas audit dan employee diff berpengaruh secara
simultan terhadap kecurangan laporan keuangan. Begitupun dengan
Robert dan Gagaring (2011) yang menyatakan bahwa corporate
governance, ukuran perusahaan, dan leverage secara bersama-sama
berpengaruh terhadap manajemen laba. Adapun Agnes (2001)
menyatakan reputasi auditor, jumlah dewan direksi, leverage dan
persentase saham yang ditawarkan kepada publik pada saat melakukan
48
IPO (Initial Public Offerring) berpengaruh secara simultan terhadap
manajemen laba.
Oleh karena itu, dari keterkaitan antara leverage, kualitas audit dan
employee diff dengan kecurangan laporan keuangan yang telah diuraikan
tersebut maka dapat dirumuskan melalui hipotesis alternatif keempat yang
diajukan sebagai berikut:
Ha4: Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan.
C. Hasil-Hasil Penelitan Terdahulu
Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian-
penelitian sebelumnya, yang peneliti jadikan landasan dasar pengujian
hipotesis dalam penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh:
1. Christopher D. Ittner dan David F. Larcker (1999)
Penelitian tentang ukuran nonkeuangan (kepuasan konsumen)
sebagai indikator kinerja keuangan. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer, yaitu data dari perusahaan
telekomunikasi. Analisis penelitian ini menggunakan pengujian linear
regresi. Pengujian dalam penelitian ini menguji tiga variabel independen
yaitu, kepuasan pelanggan (individual), kepuasan pelanggan level bisnis
unit dan kepuasan pelanggan level perusahaan. Hasil penelitian ini adalah
(1) indeks kepuasan konsumen berhubungan positif dengan konsumen
retensi, pendapatan dan perubahan pendapatan di tahun 1996 untuk
pelanggan tingkat individual, (2) untuk kepuasan pelanggan level bisnis
49
unit, digunakan data primer berupa data dari 73 cabang bank negara
bagian barat Amerika Serikat. Hasilnya adalah perubahan indeks
kepuasan pelanggan tidak signifikan mempengaruhi perubahan dalam
pendapatan, margin atau pengembalian penjualan (return on sales). Akan
tetapi, perubahan indeks kepuasan pelanggan berhubungan positif dengan
perubahan dalam konsumen retail di masa depan, dan perubahan
konsumen retail berhubungan positif dengan perubahan dalam pendapatan
dan margin, (3) untuk menguji kepuasan pelanggan level perusahaan
digunakan data sekunder yaitu data dari American Customer Satisfaction
Index (ACSI), sebuah indikator ekonomi nasional tentang kepuasan
ekonomi yang dikelola oleh National Quality Research Center di
University of Michigan Business School and the American Society for
Quality, hasil pengujian ini adalah ukuran kepuasan pelanggan
menyediakan pengetahuan kedalam nilai perusahaan yang tidak tercermin
dalam metode akuntansi nilai buku.
2. Agnes Utari Widyaningdyah (2001)
Penelitian ini tentang analisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap earning management. Metode analisis yang digunakan adalah
multiple regression. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 51
perusahaan untuk tahun pengamatan 1994-1997. Pemilihan tahun tersebut
karena pada tahun tersebut perekonomian Indonesia dirasa cukup mapan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh
reputasi auditor, jumlah dewan direksi, leverage dan persentase saham
50
yang ditawarkan kepada publik pada saat melakukan IPO (Initial Public
Offerring) di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1994-1997. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa hanya faktor leverage yang berpengaruh
signifikan terhadap earning management. Hal ini berarti earning
management berkaitan dengan sumber dana eksternal khususnya utang
yang digunakan untuk membiayai kelangsungan perusahaan.
3. Charalambos T. Spathis (2002)
Penelitian mengenai pendeteksian kecurangan laporan keuangan
dengan menggunakan data yang dipublikasikan. Penelitian ini dilakukan
di Yunani, pengujian penelitian dilakuan dengan analisis univariat dan
multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik. Sampel
penelitian sebanyak 76 perusahaan terdiri dari 38 perusahaan yang
melakukan kecurangan laporan keuangan dan 38 perusahaan yang tidak
melakukan kecurangan laporan keuangan. Dalam penelitian ini digunakan
sepuluh variabel yaitu rasio debt to equity, sales to total assets, net profit
to sales, accounts receivable to sales, net profit to total assets, working
capital to total assets, gross profit to total assets, inventory to sales, total
debt to total assets, dan financial distress (z-score). Hasil pengujian
adalah perusahaan dengan rasio inventory to sales, total debt to total
assets yang tinggi memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk
melakukan kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian juga
menunjukkan model memiliki tingkat akurasi sebesar 84 persen secara
efektif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan, sehingga dapat
51
membantu auditor baik eksternal maupun internal, petugas pajak,
perbankan, dan lembaga terkait lainnya dalam mendeteksi kecurangan
laporan keuangan.
4. I Gusti Ngurah Arya wirawan (2004)
Penelitian tentang pengaruh ukuran kinerja nonfinansial dan ukuran
kerja finansial. Penelitian dilakukan pada sektor industri penerbangan di
Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 10 perusahaan pada tahun
1999-2003. Hasil penelitian ini adalah nilai-nilai relevan dari kinerja
nonfinansial meliputi on time performance, market share dan load factor.
Secara umum, dapat digambarkan bahwa on time performance, market
share, mempunyai pengaruh pada rasio profitabilitas perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan mediator passenger load
factor.
5. Tri Ramaraya Koroy (2008)
Penelitian ini dalam bentuk makalah mengenai pendeteksian
kecurangan (fraud) laporan keuangan oleh auditor eksternal. Makalah ini
mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dalam pendeteksian
kecurangan dalam audit atas laporan keuangan oleh auditor eksternal.
Berdasarkan telaah atas berbagai penelitian yang dilakukan, terdapat
empat faktor penyebab besar mengapa auditor gagal dalam mendeteksi
kecurangan laporan keuangan. Pertama, karakteristik terjadinya
kecurangan sehigga menyulitkan proses pendeteksian. Kedua, standar
pengauditan belum cukup memadai untuk menunjang pendeteksian yang
52
sepantasnya. Ketiga, lingkungan kerja audit dapat mengurangi kualitas
audit dan keempat metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup
efektif untuk melakukan pendeteksian kecurangan.
6. Joseph F. Brazel, Keith L. Jones dan Mark F. Zimbelman (2009)
Penelitian tentang penggunaan ukuran nonkeuangan dalam
mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini menggunakan
data sekunder berupa perusahaan yang ditetapkan oleh SEC (Security of
Exchange Commisioner) melakukan fraud atau kecurangan laporan
keuangan. Penelitian ini mengidentifikasi sampel perusahaan fraud
berdasarakan tiga sumber yaitu, publikasi laporan the Committee of
Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO)
“Fraudulent Financial Reporting: 1987–1997, An Analysis of U.S. Public
Companies” (Beasley et al., 1999), Accounting and Auditing Enforcement
Releases (AAERs) periode 1987-1997, media massa untuk mencari kasus
fraud seperti (The Wall Street). Pengujian hipotesis dilakukan dengan
analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik (logistic
regression), karena variabel independennya merupakan kombinasi antara
metric dan non metric (nominal). Hasil penelitian ini memberikan bukti
empiris bahwa perbedaan antara ukuran keuangan dan nonkeuangan
(capacity diff dan employee diff) lebih besar untuk perusahaan yang
melakukan fraud dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan fraud
dan perbedaan ini secara signifikan berhubungan dengan kecurangan
laporan keuangan.
53
7. Patricia M. Dechow, Weili Ge, Chad R. Larson dan Richard G. Sloan
(2010)
Penelitian ini tentang prediksi kecurangan laporan keuangan melalui
lima dimensi yaitu kualitas akrual, kinerja keuangan, ukuran
nonkeuangan, aktivitas off balance sheet dan pengukuran berdasarkan
kinerja pasar. Sampel yang digunakan berasal dari Accounting and
Auditing Enforcement Release (AAERs) dari tahun 1982 sampai tahun
2005 dengan jumlah sampel sebanyak 2.190 perusahaan. Hasil penelitian
ini (1) tingkat akrual tinggi untuk perusahaan yang melakukan
kecurangan laporan keuangan, (2) kinerja keuangan menurun untuk
perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan, hal ini
ditutupi dengan peningkatan jumlah asset yang sarat atas penilaian
manajer, (3) terdapat peningkatan leasing untuk perusahaan yang
melakukan kecurangan laporan keuangan, (4) terdapat penurunan jumlah
karyawan secara tidak normal bagi perusahaan yang melakukan
kecurangan laporan keuangan dan (5) perusahaan yang melakukan
kecurangan laporan keuangan sedang melakukan tambahan dana, dan
memiliki kinerja harga saham yang tinggi pada tahun sebelumnya. Hasil
ringkasan penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1 pada halaman
berikutnya.
54
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti
(Tahun)
Judul Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Christopher D.
Ittner dan
David F.
Larcker
(1991)
Are
Nonfinancial
Measures
Leading
Indicators of
Financial
Performance?
An Analysis of
Customer
Satisfaction
Ukuran
nonkeuangan
(Kepuasan
Konsumen)
Kinerja
keuangan
(pendapatan
dan margin)
Data Primer
Pelanggan
perusahaan
telekomunika
si
Metode
penelitian
menggunakan
analisis
regresi linear.
Kepuasan pelanggan
berhubungan positif
dengan pendapatan
dan margin, serta
menyediakan
pengetahuan yang
tidak tercermin dalam
metode akuntansi nilai
buku.
2. Agnes Utari
Widyaningdyah
(2001)
Analisis Faktor-
Faktor yang
Bepengaruh
Terhadap
Earning
Management
Pada
Perusahaan Go
Public di
Indonesia
Reputasi
auditor
Jumlah
dewan
direksi
Leverage
Persentase
saham saat
IPO
Manajemen
laba
Data
Sekunder
Analisis
regresi
berganda.
Hanya variabel
leverage yang
berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
Berlanjut ke halaman berikutnya
55
Lanjutan (Tabel 2.1)
No Peneliti
(Tahun)
Judul Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
3. Charalambos T.
Spathis
(2002)
Detecting False
Financial
Statement
Using
Published
Data: Some
Evidence From
Greece
Sepuluh rasio
keuangan
diantaranya
rasio debt to
equity, sales to
total assets
dan total debt
to total assets
Kecurangan
laporan
keuangan
Data
sekunder
Analisis
regresi
logistik
Rasio total debt to
total assets
(leverage) secara
signifikan
berpengaruh positif
terhadap kecurangan
laporan keuangan.
4. I Gusti Ngurah
Arya Wirawan
(2004)
Analisis Model
Pengaruh
Ukuran Kinerja
Non-Finansial
dan Ukuran
Kinerja
Finansial Pada
Sektor Industri
Penerbangan di
Indonesia
Ukuran kinerja
non-finansial
yaitu
pelayanan
penumpang
(on time
performance
dan market
share).
Ukuran kinerja
keuangan (rasio
profitabilitas).
Data
sekunder
Industri
Penerbangan
Purposive
sampling
Tahun 1999-
2003
Analisis
regresi
berganda.
Ukuran kinerja non-
finansial terdiri dari on
time performance,
market share dan load
factor berpengaruh
pada rasio
profitabilitas
perusahaan.
Berlanjut ke halaman berikutnya
56
Lanjutan (Tabel 2.1)
Berlanjut ke halaman berikutnya
No Peneliti
(Tahun)
Judul Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
5. Tri Ramaraya
Koroy
(2008)
Pendeteksian
Kecurangan
(Fraud)
Laporan
Keuangan oleh
Auditor
Eksternal.
Tidak ada Tidak ada Analisis dalam
penelitian ini
dilakukan dalam
bentuk makalah
secara
komperhensif
membahas
mengenai
pendeteksian
kecurangan
laporan
keuangan.
Empat faktor
penyebab auditor
gagal mendeteksi
kecurangan laporan
keuangan:
Karakteristik
kecurangan yang
melibatkan
penyembunyian.
Standar
pengauditan belum
cukup memadai.
Lingkungan kerja
audit yang
mengurangi
kualitas audit.
Metode dan
prosedur audit
yang ada tidak
cukup efektif.
57
Lanjutan (Tabel 2.1)
Berlanjut ke halaman berikutnya
No Peneliti
(Tahun)
Judul Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
6. Joseph F.
Brazel, Keith
L. Jones dan
Mark F.
Zimbelman
(2009)
Using
Nonfinancial
Measures to
Assess Fraud
Risk
Ukuran
nonkeuangan
terdiri dari:
Employee
diff dan
Capacity
diff
Kecurangan
Laporan
Keuangan
Data
sekunder
Purposive
sampling
Analisis
regresi
logistik.
Memberikan bukti
empiris bahwa
ukuran nonkeuangan
(employee diff dan
capacity diff) secara
signifikan lebih
besar untuk
perusahaan yang
melakukan
kecurangan laporan
keuangan.
7. Patricia M.
Dechow, Weili
Ge, Chad R.
Larson dan
Richard G.
Sloan
(2010)
Predicting
Material
Accounting
Misstatement.
Kualitas
akrual
Kinerja
keuangan
Ukuran
nonkeuanga
n
Aktivitas off
balance
sheet
Kecurangan
Laporan
Keuangan
Data
sekunder
Purposive
sampling
Analisis
regresi
logistik
Perusahaan yang
melakukan
kecurangan laporan
keuangan memiliki
ciri-ciri:
Tingkat akrual
tinggi
Kinerja keuangan
turun
Terdapat
peningkatan
jumlah leasing
58
Lanjutan (Tabel 2.1)
Sumber: diolah dari berbagai referensi pendukung penelitian
No Peneliti
(Tahun)
Judul Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
Market based
measure
Terjadi
penurunan
jumlah karyawan
secara tidak
normal dan
Memiliki kinerja
saham yang
tinggi pada tahun
sebelumnya.
59
D. Kerangka Berpikir
Kecurangan laporan keuangan yang tidak terdeteksi oleh auditor
eksternal, dapat berubah menjadi skandal keuangan yang besar bahkan dapat
menyebabkan kebangkrutan. Kerugian tidak hanya dirasakan oleh perusahaan
dan pihak-pihak yang berkepentingan seperti investor dan kreditor tetapi juga
oleh auditor eksternal berupa risiko reputasi dan kerugian finansial ketika
laporan keuangan mengandung salah saji material tidak terdeteksi dalam
proses auditnya.
Kecurangan laporan keuangan lebih sulit dideteksi dibandingkan
kekeliruan karena melibatkan penyembunyian. Tetapi, adanya kondisi-
kondisi yang terjadi dapat memperingatkan auditor eksternal. Kondisi
tersebut diantaranya leverage, dimana perusahaan dengan rasio leverage yang
tinggi diduga melakukan kecurangan laporan keuangan untuk menghindari
risiko gagal bayar dan pelanggaran perjanjian utang atau untuk mendapatkan
tambahan utang baru.
Kecurangan laporan keuangan terjadi salah satu sebabnya karena
lemahnya pengawasan. Auditor Big Four dapat mendeteksi kecurangan
laporan keuangan lebih dini, karena mereka memiliki pengetahuan,
pengalaman teknis, dan reputasi yang lebih superior dibandingkan auditor
Non-Big Four.
Selanjutnya, pendeteksian kecurangan laporan keuangan hanya dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan tidak efektif, karena perusahaan dapat
memanipulasi rasio-rasio tersebut sehingga terlihat normal. Oleh karena itu,
60
dalam penelitian ini digunakan ukuran nonkeuangan yaitu jumlah karyawan,
karena jumlah karyawan berhubungan dengan pendapatan dan profitabilitas
perusahaan. Perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan akan
memiliki pola yang tidak konsisten antara ukuran keuangan (pendapatan)
dengan ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan).
Sampel ditentukan menggunakan metode purposive sampling, dengan
tujuan mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria. Kriteria tersebut
diantaranya perusahaan sektor manufaktur, tidak keluar dari bursa selama
periode penelitian tahun 2007-2011. Memiliki data lengkap mengenai semua
variabel yang diteliti.
Metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda karena
model terdiri dari tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Agar
model dapat dilanjutkan ke pengujian hipotesis, sebelumnya model harus
diuji apakah sudah terbebas dari asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik
terdiri dari uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan
heteroskedastisitas. Kemudian, untuk mengetahui ketepatan model dalam
menjelaskan variabel dependen dapat diuji dengan koefisien determinasi
(adjusted R2). Terakhir, uji hipotesis dilakukan melalui uji statistik F dan uji
statistik t. Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh
variabel independen terhadap variabel dependen, dan uji statistik t digunakan
untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen. Selengkapnya, mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat
pada gambar 2.2 halaman berikutnya.
61
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Adanya kasus kebangkrutan yang disebabkan oleh kegagalan audit
Variabel Independen
Leverage
(Spathis, 2002)
Kualitas Audit
(Agnes, 2001;
Brazel et al., 2009)
Employee Diff
(Brazel et al., 2009;
Dechow et al., 2010)
Kecurangan
Laporan
Keuangan
(Rezaee, 2002;
Ujiyantho dan
Pramuka, 2007)
Purposive Sampling
Regresi Berganda
Uji Asumsi Klasik Koefisien Determinasi (Adj R2)
1. Normalitas Uji Hipotesis
2. Multikolonieritas 1. Uji F
3. Autokorelasi 2. Uji t
4. Heterokedastisitas
Kesimpulan, Implikasi dan Saran
Variabel Dependen
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang
digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu leverage,
kualitas audit, dan employee diff terhadap variabel dependen yaitu kecurangan
laporan keuangan (financial statement fraud). Populasi dalam penelitian ini
adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2007 sampai 2011 untuk mengetahui perkembangan perusahaan yang
melakukan kecurangan laporan keuangan. Ruang lingkup penelitian ini
adalah untuk seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun
2007-2011.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, artinya sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria
tertentu. Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan sampel
yang representatif. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan
sampel adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2011 dan terdapat laporan auditor independen.
63
2. Perusahaan manufaktur yang telah listing di Bursa Efek Indonesia
sebelum tahun 2007.
3. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah dan
periode laporan keuangan berakhir pada 31 Desember.
4. Perusahaan tidak keluar (delisting) di Bursa Efek Indonesia selama
periode penelitian tahun 2007-2011.
5. Memiliki data yang lengkap untuk seluruh variabel yang diteliti.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
laporan keuangan (financial statement) dari perusahaan manufaktur yang
telah diaudit oleh auditor independen dan sudah terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dan Capital Market Directory untuk tahun 2007-2011.
Sumber data dan informasi yang diperlukan berasal dari laporan keuangan
auditan perusahaan, dan yang terdaftar di www.idx.co.id.
1. Data untuk variabel dependen
a. Kecurangan laporan keuangan
Variabel kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini
diproksikan dengan earning management. Earning management
dihitung dari discretionary accruals, yang diperoleh dari laporan
keuangan perusahaan untuk tahun penelitian 2007-2011. Laporan
keuangan diunduh dari www.idx.co.id, untuk laporan keuangan yang
tidak tersedia di www.idx.co.id peneliti mengunduh dari website
perusahaan dan mengunjungi ICaMEL (Indonesia Capital Market
64
Electronic Library) Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53 Senayan
Kebayoran Baru Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
2. Data untuk variabel independen
a. Leverage
Variabel leverage dihitung dari total debt dibagi total assets,
yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan untuk tahun
penelitian 2007-2011. Laporan keuangan diunduh dari
www.idx.co.id, untuk laporan keuangan yang tidak tersedia di
www.idx.co.id peneliti mengunduh dari website perusahaan dan
mengunjungi ICaMEL (Indonesia Capital Market Electronic
Library). Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53 Senayan Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
b. Kualitas audit
Variabel kualitas audit dalam penelitian ini diproksikan dengan
reputasi auditor Big Four dan Non-Big Four. Hal ini diketahui dari
laporan auditor independen yang menyertai laporan keuangan
(laporan keuangan yang sudah diaudit) untuk tahun penelitian 2007-
2011. Laporan keuangan yang sudah diaudit diunduh dari
www.idx.co.id, untuk laporan keuangan auditan yang tidak tersedia
di www.idx.co.id peneliti mengunduh dari website perusahaan dan
mengunjungi ICaMEL (Indonesia Capital Market Electronic
Library). Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53 Senayan Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
65
c. Employee Diff
Employee diff dalam penelitian ini adalah perbedaan jumlah
pertumbuhan pendapatan dengan pertumbuhan jumlah karyawan.
Pertumbuhan pendapatan dilihat dari laporan keuangan perusahaan,
jumlah karyawan dilihat dari catatan atas laporan keuangan. Laporan
keuangan perusahaan dan catatan atas laporan keuangan diunduh
dari www.idx.co.id, website perusahaan atau ICaMEL (Indonesia
Capital Market Electronic Library). Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53
Senayan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
D. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam mengolah dan menganalisis data
digunakan analisis dan pengujian kuantitatif. Analisis kuantitatif menyangkut
pengolahan data dengan menggunakan rumus-rumus yang dapat diterapkan
untuk menganalisis data. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendapatkan
informasi yang relevan yang terkandung dalam data tersebut dan
menggunakan hasilnya untuk memecahkan suatu masalah.
Sebelum analisis regresi dilakukan, maka harus diuji dahulu dengan uji
asumsi klasik untuk memastikan apakah model regresi yang digunakan tidak
terdapat masalah normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas, dan
autokolerasi. Jika terpenuhi maka model analisis layak untuk digunakan.
66
Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dan pengujian asumsi klasik
dilakukan dengan menggunakan alat analisis statistik yaitu berupa output
SPSS. SPSS yang digunakan adalah SPSS versi 20.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara
menggambarkan sampel data yang telah dikumpulkan dalam kondisi
sebenarnya tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku umum dan
generalisasi. Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memberikan
gambaran atau deskripsi data dari variabel dependen berupa kecurangan
laporan keuangan (financial statement fraud), serta variabel independen
berupa leverage, kualitas audit, dan employee diff.
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan
minimum dari masing-masing variabel (Ghozali, 2011:19). Statistik data
yang disajikan dapat disajikan dengan menggunakan tabel statistik
deskriptif yang memaparkan nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-
rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation). Mean digunakan
untuk memperkirakan besar rata-rata populasi yang diperkirakan dari
sampel. Standar deviasi digunakan untuk melihat besar data berbeda dari
rata-rata sampel. Maksimum digunakan untuk melihat nilai tebesar dan
minimum digunakan untuk melihat nilai terkecil dari sampel.
67
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal
atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
1) Analisis Grafik
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (normal
probability plot) atau dengan melihat histogram dari residualnya.
Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
(a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
(b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan
pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas.
2) Analisis Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak
hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa
sebaliknya (Ghozali, 2011:163). Oleh karena itu dalam penelitian ini
68
digunakan uji statistik dengan uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika nilai Kolmogorov-Smirnov
memiliki tingkat signifikan di atas α > 0,05 berarti regresi memenuhi
asumsi normalitas (Ghozali, 2011:165).
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka
variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen adalah
sama dengan nol. Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor)
dan tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel
independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai
VIF ≥ 10 (Ghozali, 2011:106). Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10
maka tidak terjadi multikolinearitas (Agnes, 2001:97).
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
69
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model korelasi
yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pada penelitian
ini, uji autokorelasi diuji dengan uji Durbin-Watson (DW test).
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:
Tabel 3.1
Tabel Keputusan Autokorelasi (Durbin-Watson)
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada autokorelasi,
positif atau negatif
Tolak
No decision
Tolak
No decision
Tidak ditolak
0 < d < dl
dl ≤ d ≤ du
4 – dl < d < 4
4 – du ≤ d ≤ 4 – dl
du < d < 4 – du
(sumber : Ghozali, 2011:111)
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2011:139).
Dalam penelitian ini, asumsi heteroskedastisitas akan diuji
menggunakan analisis grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel
70
terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Jika tidak
ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2011:139).
3. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya adalah mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai Koefisien Determinasi (R2) adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai
Koefisien Determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:97).
Tetapi, penggunaan koefisien determinasi (R2) memiliki kelemahan
mendasar yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model. Jadi, setiap tambahan satu variabel
independen, maka koefisien determinasi (R2) akan meningkat tidak perduli
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan nilai
adjusted R2, untuk mengevaluasi model regresi (Ghozali, 2011:97).
71
DA = α + β1 LEV + β2 AUD_QUA + β3 EMP_DIFF + ε
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis data yang
valid dan mendukung hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini.
Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan model persamaan regresi berganda. Model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
DA = Discretionary Accruals
α = Konstanta
β1 = Koefisien regresi pertama, yaitu besarnya perubahan Y
apabila X1 berubah 1 satuan
LEV = Leverage
2 = Koefisien regresi kedua, yaitu besarnya perubahan Y
apabila X2 berubah 1 satuan
AUD_QUA = Kualitas Audit
3 = Koefisien regresi ketiga, yaitu besarnya perubahan Y
apabila X3 berubah 1 satuan
EMP_DIFF = Employee Diff
ε = Error term
72
pengujian hipotesis dilakukan dengan, uji F dan uji t.
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statisitik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen/bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat. Uji statistik F
digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap
variabel dependen yang di uji pada tingkat signifikan 0,05 (Ghozali,
2011:98).
Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak/Ha
diterima, hal ini berarti bahwa semua variabel independen secara
bersama-sama dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.
Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 tidak
dapat ditolak/Ha ditolak, hal ini berarti bahwa semua variabel
independen tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2011:98).
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual menerangkan variasi variabel
dependen dan digunakan untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh
masing-masing variabel independen, secara individual terhadap variabel
dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05 (Ghozali, 2011:98).
Langkah yang digunakan dalam menguji hipotesis ini adalah dengan
73
menentukan level of significance-nya. Level of significance yang
digunakan adalah sebesar 5% atau (α) = 0,05. Jika sign t > 0,05 maka
Ha ditolak namun jika sign t < 0,05 maka Ha diterima dan berarti
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan
variabel dependen (Ghozali, 2011:98).
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
variabel terikat (dependen variabel) dan variabel bebas (independen variabel).
Variabel-variabel tersebut antara lain:
1. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan
keuangan (financial statement fraud).
Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)
didefinisikan oleh Eliot dan Willingham (1980) dalam Spathis
(2002:179) sebagai “kecurangan yang sengaja dilakukan oleh manajemen
yang melukai investor dan kreditor melalui laporan keuangan yang secara
material menyesatkan”.
Selanjutnya, penelitian ini memproksikan kecurangan laporan
keuangan dengan earning management. Rezaee (2002:7) menyatakan
bahwa:
“suatu financial statement fraud sering kali diawali dengan salah saji
atau manajemen laba dari laporan kuartal yang dianggap tidak material
tetapi akhirnya tumbuh menjadi fraud secara besar-besaran dan
menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan secara
material”.
74
Oleh karena itu, earning management digunakan sebagai proksi
dari kecurangan laporan keuangan. Earning management merupakan
suatu cara penyajian laba yang disesuaikan dengan tujuan yang
diinginkan oleh manajer, melalui pemilihan suatu set kebijakan akuntansi
atau melalui pengelolaan akrual (Scott, 2000 dalam Fivi dan Ira,
2008:27). Fleksibilitas/keleluasaan dalam Standar Akuntansi Keuangan,
menyebabkan manajemen dapat melakukan tindakan manajemen laba.
Selain adanya fleksibilitas dalam Standar Akuntansi Keuangan, dasar
akrual juga dapat digunakan oleh manajer untuk melakukan manajemen
laba. Akrual adalah mengakui dampak transaksi terhadap laporan
keuangan dalam periode waktu ketika pendapatan dan beban terjadi, oleh
sebab itu, pendapatan diakui pada waktu dihasilkan dan beban pada
waktu terjadi, tidak perlu waktu kas berpindah tangan (Weygant, 1995
dalam Fivi dan Ira, 2008:28). Dasar akrual disepakati sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan, karena lebih rasional/wajar dibanding
dasar kas/tunai. Tetapi bisa jadi sebagian dari akrual yang disajikan
dalam laporan keuangan perusahaan digunakan oleh manajer untuk
mempengaruhi keputusan stakeholder.
Oleh karena itu, akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan
laporan keuangan (nondiscretionary accrual) dan bagian yang
merupakan hasil rekayasa (discretionary accruals) (Fivi dan Ira,
2008:29). Manajemen laba terjadi dimana manajemen memiliki pilihan
75
kebijakan (discretionary) dengan tingkat akrual yang signifikan dan tidak
biasa sebagai area dengan risiko tinggi. Area dengan risiko tinggi ini,
apabila ditambah prosedur audit spesifik akan meningkatkan
pendeteksian kecurangan (Hogan et al., 2008:17).
Earning management diukur dengan menggunakan proksi
discretionary accruals dan dihitung dengan menggunakan Modified
Jones Model. Alasan penggunaan Modified Jones Model adalah karena
model ini dapat mendeteksi earning management lebih baik
dibandingkan dengan model-model lainnya (Dechow et al., 1995 dalam
Ujiyantho dan Pramuka, 2007:11). Model perhitungannya sebagai berikut
(Ujiyantho dan Pramuka, 2007:11):
TAC = Nit – CFOit...................................................................................(1)
Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS
sebagai berikut:
TAit/Ait-1 = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔRevt/Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1) + e.............(2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas, nilai non discretionary
accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus :
NDAit = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔRevt/Ait-1 – ΔRect/Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1)..(3)
Selanjutnya discretionary accruals (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit = TAit/Ait-1 – NDAit ...................................................................... (4)
Keterangan :
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
NDAit= Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
76
TAit = Total Accrual perusahaan i pada periode ke t
Nit = Laba Bersih perusahaan i pada periode ke t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t
Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
ΔRevt = perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
PPEt = aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
ΔRect = perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
e = error.
2. Variabel independen terdiri leverage, kualitas audit, dan employee diff.
Definisi operasional variabel-variabel tersebut dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Leverage
Leverage diartikan sebagai seberapa jauh perusahaan menggunakan
pendanaan melalui utang. Dalam penelitian ini, leverage adalah
perbandingan utang dan aktiva. Ukuran ini berhubungan dengan
keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang (Agnes,
2001:93). Tingkat utang yang tinggi dapat meningkatkan probabilitas
kecurangan laporan keuangan (Spathis, 2002:184). Hal serupa juga
diungkapkan oleh Brazel et al., (2009:1152) yang menggunakan
variabel leverage sebagai proksi dari financial distress (tekanan
keuangan). Perusahaan yang mengalami tekanan keuangan memiliki
insentif yang lebih besar untuk melakukan kecurangan dibandingkan
perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan. Perusahaan yang
77
mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah utang
dibandingkan dengan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga
melakukan earning management karena perusahaan terancam default
yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada
waktunya. Perusahaan akan berusaha menghindarinya dengan
membuat kebijaksanaan yang dapat meningkatkan pendapatan
maupun laba (Jiambalvo, 1996 dalam Agnes, 2001:93). Leverage
dihitung dengan rumus yang digunakan oleh Brazel et al.,
(2009:1151) yaitu:
LEV= (Short-Term Debt + Long-Term Debt)/Total Assets
Keterangan :
LEV = leverage
Short-Term Debt = utang jangka pendek perusahaan
Long-Term Debt = utang jangka panjang perusahaan
Total Assets = Total Assets perusahaan
b. Kualitas audit
Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas
gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu
pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan
pelanggaran tersebut (De Angelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2).
Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan
variabel reputasi auditor. Berdasarkan penelitian Brazel et al.,
(2009:1153) reputasi auditor dibedakan menjadi KAP Big Four dan
78
Non-Big Four. KAP Big Four menghasilkan kualitas audit yang lebih
tinggi dibandingkan dengan KAP Non-Big Four. Variabel ini diukur
dengan menggunakan variabel dummy dimana kategori 1 untuk
laporan keuangan perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four
dan afiliasinya, dan kategori 0 untuk laporan keuangan perusahaan
yang tidak diaudit oleh KAP The Big Four dan afiliasinya (Brazel et
al., 2009:1153).
Kantor akuntan publik di Indonesia yang berafiliasi dengan The
Big Four adalah :
a. KAP Purwantono, Sarwoko, dan Sandjaja yang berafiliasi dengan
Ernst and Young (E&Y);
b. KAP Haryanto Sahari & Co. yang berafiliasi dengan
Pricewaterhouse Coopers (PwC);
c. KAP Osman Bing Satrio & Co. yang berafiliasi dengan Deloitte
Touche Thomatsu (DTT);
d. KAP Siddharta, Siddharta, dan Widjaja yang berafiliasi dengan
Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG).
79
c. Employee Diff
Penilaian risiko kecurangan melalui ukuran keuangan saja tidak
efektif karena data yang digunakan berasal dari laporan keuangan
yang menjadi objek manipulasi manajemen, maka auditor akan gagal
untuk dapat mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan (Brazel
et al., 2009:1138). Oleh karena itu, Brazel et al, (2009) meneliti
ukuran-ukuran nonkeuangan yang tersedia di publik seperti jumlah
karyawan, jumlah cabang, jumlah kunjungan pasien, jumlah fasilitas
produksi, jumlah paten, jumlah pusat distribusi dan luas fasilitas
produksi untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Employee
Diff adalah variabel yang digunakan untuk mengukur perbedaan
persentase perubahan dalam pendapatan dengan persentase perubahan
jumlah karyawan (Brazel et al., 2009:1150). Hasil penelitian Brazel et
al., (2009:1156), menunjukkan employee diff untuk perusahaan yang
melakukan kecurangan lebih besar dibandingkan perusahaan yang
tidak melakukan kecurangan. Employee diff yang lebih besar
mengindikasikan risiko kecurangan yang lebih besar (Brazel et al.,
2009:1158). Cara perhitungan untuk mencari employee diff, pertama
hitung persentase perubahan pendapatan (revenue growth). Kedua,
hitung persentase perubahan jumlah karyawan (employee growth).
Employee diff didapat dari selisish perubahan persentase pendapatan
(revenue growth) dengan perubahan jumlah karyawan (employee
80
growth). Cara perhitungan seperti ini digunakan oleh Brazel et al.,
(2009).
Rumus untuk mencari revenue growth:
Revenue Growth = (Revenuet – Revenuet-1)/Revenuet-1
Keterangan :
Revenuet = pendapatan pada periode t
Revenuet-1 = pendapatan pada periode t-1
Rumus untuk mencari employee growth:
Employee Growth = (employeet− employeet −1)/employeet-1
Keterangan :
employeet = jumah karyawan pada periode t
employeet−1 = jumlah karyawan pada periode t-1
Setelah mendapatkan nilai employee growth, selanjutnya kita akan
mencari Employee Diff dengan rumus:
Employee Diff = Revenue Growth - Employee Growth
Keterangan:
Revenue Growth = (Revenue t – Revenue t-1)/Revenue t-1
Employee Growth = (Employeet− Employeet −1)/Employeet-1
t = periode (tahun)
81
Definisi operasional variabel di atas dapat diringkas dalam tabel di
bawah ini:
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi
Operasional
Pengukuran Skala Sumber
Dependen
(Y)
Kecurangan
Laporan
Keuangan
Salah saji
material yang
disengaja dalam
laporan keuangan.
diproksikan
dengan earning
management.
Dihitung
berdasarkan
discretionary
accruals (DA)
(modified jones).
TAC = NI- CFO
TA/Ait-1 = β1 (1/Ait-
1) + β2 (ΔRev/Ait-1)
+ β3 (PPE/Ait-1) + e
NDA = β1 (1/Ait-1) +
β2 (ΔRev/Ait-1 –
ΔRec/Ait-1) + β3
(PPE/Ait-1)
DA = TA/Ait-1 –
NDA
Rasio Rezaee
(2002);
Ujiyantho
dan
Pramuka
(2007)
Independen
(X1)
Leverage
Penggunaan utang
sebagai sumber
dana perusahaan
untuk membiayai
aset perusahaan.
Short-Term Debt +
Long-Term Debt
/Total Assets
Rasio Spathis
(2002)
Independen
(X2)
Kualitas
Audit
Diproksikan
dengan reputasi
auditor. Auditor
Big Four
menghasilkan
audit yang lebih
berkualitas
dibandingkan
auditor Non-Big
Four
Menggunakan
variabel dummy:
satu untuk
perusahaan yang
diaudit KAP Big
Four dan nol jika
diaudit oleh KAP
Non-Big Four
Nominal Agnes
(2001);
Brazel et
al., (2009)
Independen
(X3)
Employee
Diff
Selisih
pertumbuhan
pendapatan
dengan
pertumbuhan
jumlah karyawan
Revenue Growth –
Employee Growth
Rasio Brazel et
al., (2009);
Dechow et
al., (2010)
Sumber: diolah dari berbagai referensi pendukung penelitian
82
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel diambil
dengan menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan kriteria
sampel, diperoleh sampel penelitian sebanyak 23 perusahaan per tahun yang
digunakan untuk periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sehingga
total keseluruhan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebanyak 115 perusahaan. Selengkapnya mengenai rincian sampel penelitian
dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1
Rincian Sampel Penelitian
Kriteria Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011 134
Perusahaan manufaktur yang baru listing tahun 2007 (15)
Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan, laporan
keuangan tidak dalam rupiah dan periode laporan keuangan tidak
berakhir pada 31 Desember selama periode tahun 2007-2011
(8)
Perusahaan dengan data tidak lengkap (tidak ada laporan auditor
independen, tidak mencantumkan jumlah karyawan,
mencantumkan jumlah karyawan tetapi tidak diaudit dan jumlah
karyawan rata-rata selama periode tahun 2007-2011)
(88)
Jumlah sampel penelitian dalam setahun 23
Total keseluruhan sampel selama 5 tahun (23 x 5) 115
Sumber : Data sekunder diolah
83
Adapun nama perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4.2
Daftar Nama Perusahaan
No Nama Perusahaan Kode
1 Asahimas Flat Glass, Tbk AMFG
2 Fajar Surya Wisesa, Tbk FASW
3 Jakarta Kyoei Steel Works, Tbk JKSW
4 Lion Metal Works, Tbk LION
5 Lionmesh Prima, Tbk LMSH
6 Semen Indonesia (Persero), Tbk SMGR
7 Suparma, Tbk SPMA
8 Indo Kordsa, Tbk BRAM
9 Eratex Djaja, Tbk ERTX
10 Gajah Tunggal, Tbk GJTL
11 KMI Wire and Cable, Tbk KBLI
12 Multi Prima Sejahtera, Tbk LPIN
13 Prima Alloy Steel Universal, Tbk PRAS
14 Supreme Cable Manufacturing Corporation, Tbk SCCO
15 Akasha Wira International, Tbk ADES
16 Darya-Varia Laboratoria, Tbk DVLA
17 Gudang Garam, Tbk GGRM
18 Indofarma, Tbk INAF
19 Langgeng Makmur Industri, Tbk LMPI
20 Merck, Tbk MERK
21 Multi Bintang Indonesia, Tbk MLBI
22 Siantar Top, Tbk STTP
23 Mandom Indonesia, Tbk TCID
Sumber : Data sekunder diolah
84
B. Analisis dan Pembahasan
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan
minimum dari masing-masing variabel (Ghozali, 2011:19). Mean
digunakan untuk mengetahui besar rata-rata data yang bersangkutan.
Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang
bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Nilai maksimum digunakan untuk
mengetahui nilai terbesar dari data yang bersangkutan. Nilai minimum
digunakan untuk mengetahui nilai terkecil dari data yang bersangkutan.
Variabel yang digunakan meliputi variabel independen yaitu leverage
(LEV), kualitas audit (AUD_QUA), dan employee diff (EMP_DIFF),
dengan variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan keuangan
yang diproksikan dengan discertionary accruals (DA). Hasil pengujian
statistik deskriptif atas ketiga variabel independen dan satu variabel
dependen dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3
Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DA 115 -2.27 .69 -.8651 .56967
LEV 115 .07 2.79 .5759 .55477
AUD_QUA 115 .00 1.00 .4870 .50202
EMP_DIFF 115 -2.85 2.37 .1123 .43012
Valid N
(listwise) 115
Sumber : Data sekunder diolah
85
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah data (valid N) yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah 115 sampel data yang diambil dari
laporan keuangan publikasi perusahaan sektor manufaktur yang tercatat di
BEI tahun 2007-2011. Hal ini berarti semua data sampel dapat diolah dan
tidak terdapat data yang hilang.
Variabel dependen yaitu pendeteksian kecurangan laporan keuangan
dengan alat ukur discretionary accruals (DA). Karena manajer dapat
menggunakan fleksibilitas dalam standar akuntansi dalam menyusun
laporan keuangannya dan seringkali fleksibilitas ini digunakan untuk
kepentingan manajer. Hasil statistik deskriptif di atas data variabel
dependen kecurangan laporan keuangan yang diproksikan dengan
discretionary accruals (DA) memperlihatkan nilai rata-rata (mean)
discretionary accruals (DA) dari perusahaan yang diteliti sebesar -0,8651.
Dengan nilai discretionary accruals tertinggi sebesar 0,69 diperoleh PT
KMI Wire and Cable Tbk., pada tahun 2009. Sedangkan nilai
discretionary accruals terendah sebesar -2,27 diperoleh PT KMI Wire and
Cable Tbk., pada tahun 2011. Nilai rata-rata DA sebesar -0,8651
menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang menjadi sampel dalam
penelitian ini melakukan discretionary accruals dalam bentuk penurunan
laba (income decreasing). Hal tersebut terjadi karena manajer memiliki
motivasi untuk menghindari regulasi tertentu atau untuk menghindari
pajak. Nilai standar deviasi DA adalah sebesar 0,56967. Hal ini berarti
bahwa sebesar 0,56967 data bervariasi dari rata-rata.
86
Variabel independen leverage (LEV) dihitung dengan
membandingkan total utang dan total asset. Data rasio leverage
memperlihatkan bahwa rata-rata (mean) leverage pada perusahaan yang
diteliti sebesar 0,5759 (58%) hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
perusahaan yang diteliti memiliki rasio total utang yang cukup besar yaitu
di atas 50% dalam struktur modal perusahaan. Nilai leverage tertinggi
(maksimum) sebesar 2,79 (279%) diperoleh PT Eratex Djaja, Tbk pada
tahun 2010 dan nilai leverage terendah (minimum) sebesar 0,07 (7%) yang
diperoleh PT Mandom Indonesia, Tbk pada tahun 2007. Nilai standar
deviasi adalah sebesar 0,55477.
Variabel independen kualitas audit (AUD_QUA) dalam penelitian ini
diukur menggunakan variabel dummy, yaitu nilai satu untuk perusahaan
yang diaudit oleh KAP Big Four dan nilai nol untuk perusahaan yang
diaudit oleh KAP Non-Big Four. Data kualitas audit (AUD_QUA)
memperlihatkan nilai rata-rata sebesar 0,4870 dengan nilai kualitas audit
tertinggi sebesar 1 dan terendah sebesar 0. Nilai standar deviasi untuk data
kualitas audit (AUD_QUA) adalah sebesar 0,50202. Dari hasil statistik
deskriptif variabel kualitas audit dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata
perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan afiliasinya sebanyak 48%
dan sisanya sebanyak 52% perusahaan yang diteliti diaudit oleh KAP Non
Big Four.
Variabel independen employee diff (EMP_DIFF) memperlihatkan
rata-rata (mean) 0,1123 atau 11% hal ini disebabkan meskipun jumlah
87
perusahaan dengan employee diff negatif lebih sedikit daripada perusahaan
dengan employee diff positif, namun perusahaan dengan nilai employee diff
negatif memiliki rata-rata yang cukup besar. Nilai employee diff tertinggi
(maksimum) sebesar 2,37 atau 237% diperoleh PT Semen Indonesia
(Persero) pada tahun 2010. Hal ini disebabkan pada tahun 2010 PT Semen
Indonesia (Persero) mengalami peningkatan pendapatan yang sangat besar
yaitu sebesar 2,30 atau 230% dari tahun sebelumnya, sedangkan jumlah
karyawan mengalami penurunan sebesar 0,07 atau 7% dari tahun
sebelumnya, sehingga nilai employee diff PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk menjadi sangat besar. Nilai employee diff terendah (minimum) sebesar
-2,85 atau (285%) diperoleh PT Akasha Wira International Tbk pada tahun
2011. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2011 PT Akasha Wira
Internasional Tbk mengalami peningkatan yang sangat besar pada jumlah
karyawan yaitu sebesar 3,22 atau 322% dari tahun sebelumnya, sedangkan
pendapatan PT Akhasa Wira Internasional Tbk pada tahun 2011
meningkat hanya sebesar 0,37 atau 37% sehingga nilai employee diff PT
Akhasa Wira Internasional Tbk pada tahun 2011 menjadi negatif. Nilai
standar deviasi untuk data employee diff adalah sebesar 0,43012.
88
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi, terlebih dahulu
dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi klasik agar hasil tersebut
layak digunakan. Pengujian ini diperlukan agar model regresi menjadi
suatu model yang lebih representatif. Analisis data uji asumsi klasik dalam
penelitian ini antara lain melalui uji normalitas, multikolinearitas,
autokorelasi dan heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Untuk menguji apakah residual berdistribusi normal atau tidak terdapat
dua cara yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
1) Analisis Grafik
Uji normalitas dengan analisis grafik dilakukan dengan metode
grafik histogram dan Probability Plot (P-Plot). Selengkapnya
mengenai hasil uji normalitas penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 4.1 dan 4.2 pada halaman berikutnya.
89
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas : Grafik Histogram
Sumber : Data sekunder diolah
Gambar 4.2
Hasil uji Normalitas : Grafik Normal Probability Plot
Sumber : Data sekunder diolah
90
Dengan melihat tampilan pada grafik histogram dalam gambar
4.1 memberikan pola distribusi yang mendekati normal, sedangkan
pada gambar 4.2, grafik normal probability plot menunjukkan titik-
titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya
mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat disimpulkan bahwa
model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi
normalitas.
2) Analisis Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak
hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik
bisa sebaliknya (Ghozali, 2011:163). Oleh karena itu, dalam
penelitian ini digunakan uji statistik dengan uji statistik non-
parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hasil uji statistik dengan
uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) menunjukkan nilai 0,558 dengan
signifikansi 0,914. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi
memenuhi asumsi normalitas karena tingkat signifikansinya
melebihi 0,05. Hasil pengujian normalitas data dengan uji
Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.4 pada halaman
berikutnya.
91
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas : Nilai Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 115
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std. Deviation .51227150
Most Extreme
Differences
Absolute .052
Positive .052
Negative -.050
Kolmogorov-Smirnov Z .558
Asymp. Sig. (2-tailed) .914
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Data sekunder diolah
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari perhitungan
nilai tolerance serta Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model
regresi disimpulkan tidak ada masalah multikolinearitas adalah apabila
memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai variance
inflation factor (VIF) lebih kecil dari 10 (Ghozali, 2011:106).
Selengkapnya hasil pengujian asumsi klasik multikolinearitas dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
92
Tabel 4.5
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
LEV .873 1.146
AUD_QUA .868 1.152
EMP_DIFF .984 1.016
Dependent Variable: DA
Sumber : Data sekunder diolah
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa semua variabel
independen memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 yang berarti
tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari
95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga
menunjukkan hal yang sama yaitu semua variabel independen
memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10. Maka dapat disimpulkan
bahwa model regresi dalam penelitian ini telah terbebas dari masalah
multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali,
2011:110).
93
Pada penelitian ini, uji autokorelasi diuji dengan uji Durbin-
Watson (D-W test). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode tertentu dengan periode sebelumnya.
Model regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas dari
masalah autokorelasi. Selengkapnya mengenai hasil uji autokorelasi
penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model Change Statistics
Durbin-Watson R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .191 8.756 3 111 .000 1.920
Sumber: data sekunder diolah
Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan nilai D-W sebesar 1,920.
Selanjutnya nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan
tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel 115 (n=115), dan variabel
independen 3 (k=3). Maka dari tabel Durbin Watson didapatkan nilai
batas bawah (dl) adalah sebesar 1,693 dan batas atas (du) adalah
sebesar 1,774.
Oleh karena nilai D-W 1,920 lebih besar dari batas atas (du) 1,774
dan kurang dari 4 – 1,774 (4 – du), maka dapat disimpulkan tidak
terdapat masalah autokorelasi positif atau negatif (du < d < 4 – du)
a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA
b. Dependent Variable: DA
94
(lihat tabel 3.1 pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi) atau
dengan kata lain tidak terdapat autokorelasi. Untuk memperkuat hasil
penelitian ini maka digunakan uji run test, di mana gangguan
autokorelasi terjadi jika signifikansi di bawah 0,05. Berikut adalah
hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan run test.
Tabel 4.7
Uji Autokorelasi-Run Test
a. Median
Sumber: Data sekunder diolah
Dari hasil pengujian yang diperoleh dari tabel 4.7 menunjukkan
nilai test adalah sebesar -0,03247 dengan probabilitas 0,224 yang
berarti di atas signifikansi 0,05 (0,224 > 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa nilai residual acak atau random, sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi antar nilai
residual.
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -.03247
Cases < Test Value 57
Cases >= Test Value 58
Total Cases 115
Number of Runs 52
Z -1.217
Asymp. Sig. (2-tailed) .224
95
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi
yang terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Untuk menguji asumsi
heteroskedastisitas dapat menggunakan grafik scatterplot. Hasil uji
heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot
ditunjukkan pada gambar 4.3 berikut ini.
Gambar 4.3
Uji Heteroskedastisitas – Grafik Scatterplot
Sumber : Data sekunder diolah
Gambar uji scatterplot di atas menunjukkan bahwa data sampel
tersebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Data
tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
96
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Sehingga model regresi
layak dipakai untuk kemudian dilanjutkan ke pengujian hipotesis.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) pada intinya adalah untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara 0 (nol) dan 1
(satu). Nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:97).
Pada model regresi berganda penggunaan nilai Adjusted R2 lebih baik
dibandingkan dengan hanya melihat pada nilai koefisien determinasi (R2)
untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Hal ini disebabkan penggunaan koefisien
determinasi (R2) memiliki kelemahan mendasar yaitu bias terhadap jumlah
variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Selengkapnya
mengenai hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.8 pada
halaman berikutnya.
97
Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .437a .191 .170 .51915
a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA
b. Dependent Variable: DA
Sumber: data sekunder diolah
Dari tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2
sebesar
0,170 berarti bahwa hanya sebesar 17% variasi variabel dependen
yaitu kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) dengan
alat ukur discretionary accruals yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee
diff (EMP_DIFF) dalam penelitian ini. Hal ini menandakan masih
rendah atau lemahnya kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen, sedangkan sisanya yaitu sebesar 83%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian
ini.
Faktor-faktor lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan diantaranya adalah mekanisme
Corporate Governance (CG). Corporate Governance merupakan salah
satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang
meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan
komisaris, para pemegang saham dan stakeholder lainnya (Ujiyanto
98
dan Pramuka, 2007:2). Corporate Governance (CG) diukur dengan
proporsi dewan komisaris independen, dan kepemilikan manajerial.
Proporsi dewan komisaris independen yang meningkat berarti,
meningkatkan pengawasan atas informasi keuangan dan nonkeuangan
serta mengurangi peluang untuk melakukan kecurangan laporan
keuangan (Beasly, 1996; Delloite LLP, 2004; Dechow, Sloan dan
Sweeney, 1996 dalam Brazel et al., 2009:1153). Hal yang serupa juga
diungkapkan oleh Cornett et al., (2006) dalam Ujiyantho dan Pramuka
(2007:7) bahwa anggota dewan komisaris independen dapat
meningkatkan tindakan pengawasan, sehingga mengurangi
penggunaan discretionary accruals.
Kepemilikan manajerial berarti manajer juga sebagai pemegang
saham. Hal ini dilakukan untuk meminimumkan konflik kepentingan
antara manajer dan pemilik (pemegang saham). Dengan memperbesar
kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial
ownership) diharapkan dapat menyelaraskan (alignment) kepentingan
manajer (agent) dan pemilik (principal) dengan demikian dapat
mengurangi tindakan manipulasi (kecurangan laporan keuangan) oleh
manajer (Ujiyantho dan Pramuka, 2007:2).
Komponen lainnya yang dapat digunakan mendeteksi kecurangan
laporan keuangan adalah umur perusahaan (age of the firm). Variabel
ini diukur berdasarkan lamanya perusahaan tersebut terdaftar di pasar
modal (listing di pasar modal). Hal ini didasarkan pada kenyataan
99
bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan (fraud firm) cenderung
merupakan perusahaan dengan umur yang muda (baru listing di pasar
modal). Perusahaan dengan umur yang muda memilki incentive yang
lebih besar untuk melakukan kecurangan laporan keuangan karena
akan melakukan penawaran saham ke publik/IPO (initial public
offering) atau penerbitan saham baru (Beneish, 1997 dalam Brazel et
al., 2009:1153).
Kinerja saham (stock performance) dapat juga digunakan untuk
mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Kinerja saham yang tinggi
berarti ekspektasi pertumbuhan perusahaan oleh investor juga tinggi
(optimistic) dan kompensasi yang lebih tinggi bagi manajer. Oleh
karena tidak ingin mengecewakan investor dan kehilangan kompensasi
yang lebih tinggi, manajer memiliki incentive (dorongan) untuk
melakukan kecurangan laporan keuangan agar kinerja sahamnya tetap
tinggi (Dechow et al., 2010:6). Kinerja saham dapat dilihat dari rasio
market value of equity, book to market dan earning to price (Brazel et
al., 2009:1151). Rasio market value of equity, book to marrket dan
earning to price sangat tinggi dan tidak normal untuk perusahaan yang
melakukan kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153 dan
Dechow et al., 2010:25).
100
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraud), sedangkan variabel independen dalam
penelitian ini adalah leverage, kualitas audit dan employee diff. Dalam
penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi
simultan (uji statistik F) dan uji signifikansi parameter individual (uji
statistik t).
a. Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya digunakan untuk mengetahui apakah
semua variabel independen/bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen/terikat (Ghozali, 2011:98). Uji statistik F dalam penelitian
ini dilakukan dengan melihat nilai signifikansi (sig) pada uji ANOVA.
Selengkapnya mengenai hasil uji statistik F penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 4.9 pada halaman berikutnya.
101
Tabel 4.9
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression 7.080 3 2.360 8.756 .000b
Residual 29.916 111 .270
Total 36.996 114
a. Dependent Variable: DA
b. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA
Sumber: data sekunder diolah
Dari tabel 4.9 di atas menunjukkan nilai F hitung sebesar 8,756
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menandakan bahwa
model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kecurangan laporan
keuangan karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (sig < 5%).
Maka dapat disimpulkan Ha4 diterima yang menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara leverage, kualitas audit dan
employee diff dan berpengaruh secara bersama-sama atau simultan
terhadap kecurangan laporan keuangan, sehingga dapat digunakan
untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Dari hasil pengujian terhadap asumsi klasik, diperoleh model
tersebut telah memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas,
autokorelasi dan heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis dilakukan
dengan menguji model persamaan regresi secara parsial terhadap
masing-masing variabel bebas. Uji statistik t bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara
102
individual (parsial), yaitu leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA)
dan employee diff (EMP_DIFF), dalam menerangkan variabel
dependen yaitu kecurangan laporan keuangan (DA). Signifikansi
model regresi pada penelitian ini diuji dengan melihat nilai sig yang
terdapat pada tabel 4.10. selengkapnya mengenai hasil uji statistik t
hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10
Hasil Uji Statistik t
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -.771 .099 -7.769 .000
LEV .151 .094 .147 1.606 .111
AUD_QUA -.303 .104 -.267 -2.919 .004
EMP_DIFF -.298 .114 -.225 -2.617 .010
a. Dependent Variable: DA
sumber: data sekunder diolah
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.10 di atas, maka
diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
DA = - 0,771 + 0,151 LEV – 0,303 AUD_QUA – 0,298
EMP_DIFF + ε
Dari persamaan regresi di atas, diketahui bahwa konstanta sebesar
-0,771 menyatakan bahwa apabila variabel independen yang terdiri
dari leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff
(EMP_DIFF) dianggap konstan, maka rata-rata kecurangan laporan
keuangan (financial statement fraud) (DA) sebesar -0,771.
103
Variabel leverage (LEV) memiliki koefisien regresi dengan arah
positif, sedangkan variabel kualitas audit (AUD_QUA) dan employee
diff (EMP_DIFF) dengan arah negatif. Hal ini berarti bahwa
perusahaan dengan tingkat leverage (LEV) yang tinggi menyebabkan
kecurangan laporan keuangan (DA) perusahaan tinggi. Sedangkan
perusahaan dengan audit quality (AUD_QUA) dan employee diff
(EMP_DIFF) yang tinggi akan menyebabkan kecurangan laporan
keuangan (DA) perusahaan rendah.
Hasil pengujian signifikansi variabel indepeden secara parsial
selengkapnya pada pembahasan berikut ini:
1) Leverage sebagai variabel untuk mendeteksi kecurangan
laporan keuangan.
Ha1 : Leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
Pengujian hipotesis mengenai penggunaan leverage dalam
mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement
fraud) memperlihatkan koefisien regresi sebesar 0,151 dan nilai t
hitung sebesar 1,606 dengan nilai signifikansi sebesar 0,111 yang
berada di atas 0,05. Hal ini berarti bahwa leverage tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraud). Dengan demikian hipotesis alternatif
satu yang menyatakan bahwa leverage memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan, ditolak.
104
Sehingga penggunaan leverage untuk mendeteksi kecurangan
laporan keuangan tidak efektif.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Spathis (2002:186) yang menyatakan bahwa
leverage secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap
kecurangan laporan keuangan. Hasil ini juga berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Agnes (2001:98) yang menyatakan
bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Namun, temuan ini didukung oleh hasil penelitian Skousen dan
Wright (2006:33) yang membuktikan bahwa leverage tidak
mempengaruhi kecurangan laporan keuangan, dimana besar
kecilnya tingkat leverage tidak akan mempengaruhi kecurangan
laporan keuangan. Penelitian Skousen dan Wright (2006:33)
menemukan bahwa rata-rata tingkat leverage perusahaan yang
melakukan kecurangan laporan keuangan (fraud firm) tidak
berbeda secara signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang
tidak melakukan kecurangan (no fraud firms). Yaitu sebesar 0,21
(fraud firms) dan sebesar 0,20 (no fraud firms). Selain itu, temuan
ini didukung oleh Dechow et al., (2010:61) yang menyatakan
bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan, dimana rata-rata tingkat leverage perusahaan pada saat
kecurangan laporan keuangan terjadi, tidak berbeda secara
signifikan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,189 pada saat
105
kecurangan laporan keuangan terjadi dan sebesar 0,181 pada tahun
sebelumnya.
Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akibat
besarnya total utang terhadap total asset menghadapi risiko default
yang tinggi yaitu perusahaan terancam tidak mampu memenuhi
kewajibannya. Tindakan kecurangan laporan keuangan untuk
mendorong kinerja keuangan tidak dapat dijadikan sebagai
mekanisme untuk menghindari default tersebut. Pemenuhan
kewajiban harus tetap dilakukan dan tidak dapat dihindari dengan
memindahkan laba yang akan datang menjadi laba sekarang
(income increasing) melalui kebijakan akrual (discretionary
accruals) (Robert dan Gagaring, 2011:50).
Selain menghadapi risiko default, perusahaan dengan tingkat
leverage yang tinggi juga menghadapi risiko pelanggaran
perjanjian utang (debt covenant) yaitu berupa syarat-syarat yang
harus dipenuhi seperti kesediaan debitur untuk mempertahankan
rasio-rasio akuntansi seperti debt to equity, rasio modal kerja
minimum, serta batasan-batasan lain yang umumnya dikaitkan
dengan data akuntansi keuangan. Jika perjanjian utang ini
dilanggar, maka perusahaan akan mendapatkan sanksi. Hasil
penelitian ini adalah leverage tidak berpengaruh signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan tidak melakukan kecurangan laporan keuangan
106
untuk mempertahankan rasio-rasio keuangan agar tetap bagus,
sehingga terhindar dari pelanggaran perjanjian utang. Hal ini
dikarenakan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi keamanan
perjanjian utang seperti kredibilitas perusahaan, jaminan yang
diberikan dan ketepatan waktu membayar angsuran (Zhou dan
Elder, 2004:20).
Dari hasil ini disimpulkan bahwa tingkat leverage yang tinggi
belum tentu menjadi dorongan/insentif bagi manajer untuk
melakukan kecurangan laporan keuangan walaupun menghadapi
risiko default dan menghadapi pelanggaran perjanjian utang.
Karena, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi penilaian
kreditur atas kondisi debitur selain berdasarkan pada angka-angka
dalam laporan keuangan.
2) Kualitas audit sebagai variabel untuk mendeteksi kecurangan
laporan keuangan.
Ha2: Kualitas Audit memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Kecurangan Laporan Keuangan.
Pengujian hipotesis mengenai penggunaan variabel kualitas
audit (AUD_QUA) dalam mendeteksi kecurangan laporan
keuangan (financial statement fraud) (DA) memperlihatkan
koefisien regresi sebesar -0,303 dan nilai t hitung sebesar -2,919
dengan nilai signifikansi sebesar 0,004 yang berada di bawah
0,05. Hal ini berarti bahwa kualitas audit (AUD_QUA) memiliki
107
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kecurangan laporan
keuangan (financial statement fraud). Dengan demikian hipotesis
alternatif dua yang menyatakan bahwa kualitas audit memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan
diterima. Sehingga penggunaan kualitas audit untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan adalah efektif.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin
tinggi kualitas audit (menggunakan auditor Big Four) maka akan
semakin mengurangi probabilitas perusahaan untuk melakukan
kecurangan laporan keuangan. Hal ini karena auditor Big Four
memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi
yang lebih superior dibandingkan auditor Non-Big Four. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Becker et al., (1998) dalam Krishnan
(2002); M. Dahlan (2009) dan Herusetya (2012) yang
membuktikan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan
antara kualitas audit dengan manajemen laba. Auditor Big Four
memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap praktik manajemen
laba auditee dibandingkan auditor Non-Big Four. Auditor Big
Four dapat membatasi praktik akuntansi agresif dan perilaku
oportunistik dari manajer dalam melaporkan jumlah akrual.
Hal ini disebabkan auditor Big Four memiliki
insentif/dorongan yang lebih besar untuk menjaga reputasi mereka
dengan menyediakan jasa audit yang berkualitas dibandingkan
108
auditor Non-Big Four (Krishnan, 2002:5). Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Piot dan Janin
(2005:19) yang menemukan pengaruh tidak signifikan antara
auditor Big Five dengan manajemen laba. Alasannya adalah
perbedaan lokasi penelitian dimana penelitian Piot dan Janin
(2005) dilakukan di Perancis. Penegakkan hukum yang lemah di
Perancis menyebabkan risiko litigasi auditor rendah, sehingga
auditor Big Five tidak lebih konservatif dibandingkan auditor Non-
Big Five (Piot dan Janin, 2005:19).
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa auditor Big
Four memberikan jasa audit yang lebih berkualitas, karena
memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi
yang lebih superior dibandingkan KAP Non-Big Four. Dengan
demikian, auditor Big Four dapat mendeteksi secara lebih dini
manajemen laba dan menjadikannya peringatan/red flag sebelum
berubah menjadi skandal keuangan yang besar.
109
3) Employee Diff sebagai variabel untuk mendeteksi kecurangan
laporan keuangan
Ha3: Employee Diff memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Kecurangan Laporan Keuangan.
Pengujian hipotesis mengenai penggunaan variabel employee
diff dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan
memperlihatkan koefisien regresi sebesar -0,298 dan nilai t hitung
sebesar -2,617 dengan signifikansi 0,010 yang berada di bawah
0,05. Hal ini berarti bahwa (EMP_DIFF) memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraud). Dengan demikian hipotesis alternatif
tiga yang menyatakan bahwa employee diff memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan diterima.
Sehingga penggunaan employee diff untuk mendeteksi kecurangan
laporan keuangan adalah efektif.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin
tinggi nilai employee diff, maka semakin rendah probabilitas
perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan. Employee
diff adalah variabel yang digunakan untuk mengetahui pola antara
ukuran keuangan (pertumbuhan pendapatan) dengan ukuran
nonkeuangan (jumlah karyawan). Dalam ilmu ekonomi, tenaga
kerja merupakan salah satu faktor produksi, dalam fungsi
produksi, penambahan dalam input (tenaga kerja) akan
110
meningkatkan output (hasil produksi) (Dechow et al., 2010:22).
Investasi dalam tenaga kerja dan peralatan akan meningkatkan
penjualan di masa depan dan profitabilitas. Oleh karena itu,
diketahui bahwa terdapat hubungan antara tenaga kerja dan
profitabilitas. Namun, karakteristik dari investasi dalam tenaga
kerja mengharuskan perusahaan untuk membebankan biaya tenaga
kerja ketika terjadinya, sehingga seringkali digunakan oleh
manajer untuk menutupi kinerja keuangan perusahaan yang
menurun untuk menaikkan laba bersih (Dechow et al., 2010:23).
Walaupun perusahaan dapat melakukan hal tersebut, tetapi
hasilnya tidak akan sesuai dengan peningkatan dalam pendapatan
(Brazel et al., 2009:1141). Hal ini menandakan bahwa perusahaan
tersebut telah melakukan overstated pendapatan, dengan alasan
perusahaan melakukan pengurangan beban gaji.
Dapat disimpulkan bahwa, semakin besar employee diff,
semakin besar perbedaan antara ukuran keuangan dengan ukuran
nonkeuangan. Ketidakkonsistenan ini memberikan peringatan/red
flag kepada auditor eksternal adanya risiko kecurangan. Hasil
penelitian Brazel et al., (2009:1156) membuktikan bahwa nilai
employee diff secara signifikan lebih besar untuk perusahaan yang
melakukan kecurangan laporan keuangan. Dengan kata lain,
semakin besar employee diff maka semakin besar probabilitas
melakukan kecurangan laporan keuangan.
111
Namun dalam penelitian ini ditemukan hasil yang berbeda
dengan teori yang dikemukakan oleh Brazel et al., (2009:1142)
yaitu semakin besar employee diff semakin besar besar probabilitas
perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan. Hasil
penelitian ini adalah semakin besar employee diff akan mengurangi
probabilitas kecurangan laporan keuangan. Tetapi, hasil penelitian
ini berhasil membuktikan bahwa antara employee diff dengan
kecurangan laporan keuangan terdapat pengaruh yang signifikan.
Perbedaan antara hasil penelitian ini dengan teori yang
dikemukakan oleh Brazel et al., (2009:1142) adalah karena adanya
perbedaan karakteristik perusahaan di Indonesia dengan
perusahaan di Amerika Serikat, lokasi penelitian Brazel et al.,
(2009). Dimana karakteristik perusahaan di Indonesia cenderung
melaporkan pendapatan mereka terlihat kecil untuk menghindari
pajak, hal ini diketahui dari hasil penelitian yang memperlihatkan
rata-rata perusahaan sampel memiliki nilai discretionary accruals
(DA) yang negatif, hal ini berarti perusahaan melaporkan
penurunan laba melalui praktik income decreasing (Murhadi,
2009:17). Tanda signifikansi pada penelitian ini berarti, walaupun
tidak sesuai dengan teori tetapi penelitian ini membuktikan bahwa
penurunan pendapatan yang dilakukan perusahaan tidak sesuai
dengan peningkatan jumlah karyawan (beban gaji) (Brazel et al.,
2009:1141) dan (Dechow et al., 2010:23).
112
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan leverage, kualitas
audit dan ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan) dalam mendeteksi
kecurangan laporan keuangan. Dari empat hipotesis yang diajukan, tiga
hipotesis alternatif diterima dan satu hipotesis alternatif ditolak. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan
laporan keuangan, sehingga penggunaan leverage untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan adalah tidak efektif. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhou dan Elder (2004)
dan Dechow et al., (2010).
2. Kualitas audit memiliki pengaruh yang negatif terhadap kecurangan
laporan keuangan. Sehingga penggunaan kualitas audit untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan adalah efektif. Temuan penelitian ini
didukung oleh Becker et al., (1998) dalam Krishnan (2002), M. Dahlan
(2009) dan Herusetya (2012).
3. Ukuran keuangan dan nonkeuangan (employee diff) memiliki pengaruh
yang negatif terhadap kecurangan laporan keuangan. Sehingga
penggunaan ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan) untuk mendeteksi
kecurangan adalah efektif.
113
4. Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff berpengaruh secara simultan
dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Sehingga
penggunaan leverage, Kualitas audit dan Employee diff untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan adalah efektif.
B. Implikasi
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan implikasi bagi
ilmu pengetahuan dan beberapa pihak diantaranya yaitu auditor eksternal,
investor/kreditur dan regulator, dan akademisi, peneliti serta pembaca.
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti auditor
eksternal, investor/kreditur, regulator, dan akademisi, peneliti serta
pembaca. Selain itu, temuan ini dapat memperkuat serta memperluas
penelitian sebelumnya terutama mengenai penggunaan leverage, kualitas
audit dan ukuran keuangan dan nonkeuangan (employee diff) dalam
mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
2. Bagi Auditor Eksternal
Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan auditor dapat
mendeteksi kecurangan laporan keuangan lebih awal sebelum berubah
menjadi skandal keuangan besar yang merugikan banyak pihak dan dapat
menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan yang melakukan kecurangan
laporan keuangan. Auditor dapat mempertimbangkan ukuran nonkeuangan
klien seperti jumlah karyawan atau jumlah retail/cabang untuk
114
mengembangkan ekspektasi atas kondisi klien dan tidak hanya
mengandalkan pada penjelasan manjemen. Sehingga proses audit menjadi
lebih efektif dan berkualitas.
3. Bagi Regulator
Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan mengeluarkan
peraturan mengenai pengungkapan ukuran nonkeuangan yang lebih
banyak di dalam laporan keuangan, sehingga pengguna laporan keuangan
dapat langsung membandingkan antara ukuran keuangan dengan
nonkeuangan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi auditor eksternal untuk
menilai risiko kecurangan, tetapi juga bagi investor/kreditur untuk
memperdalam analisis mereka sebelum mengambil keputusan untuk
berinvestasi atau memberikan pinjaman.
4. Investor/Kreditur
Investor mengharapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi atas
investasinya, dan kreditur mengharapkan jaminan atas pengembalian
dananya. Dengan hasil penelitian ini, diharapkan investor/kreditur dapat
melakukan analisis yang mendalam sebelum memutuskan untuk
berinvestasi atau memberi pinjaman. Analisis ini sebaiknya tidak semata-
mata berdasarkan pada rasio keuangan saja, tetapi juga harus
dipertimbangkan ukuran-ukuran nonkeuangan perusahaan. Sehingga akan
diperoleh keadaan yang jelas mengenai kondisi perusahaan yang akan
diberikan dana baik dalam bentuk investasi maupun pinjaman.
115
C. Saran
Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan dalam penelitian ini,
maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yang dapat digunakan
untuk semua pihak terutama untuk yang akan melakukan penelitian dengan
topik ini. Saran bagi penelitian selanjutnya:
a. Indikator penelitian dapat diganti dengan proksi yang lain seperti
menggunakan F-Score (Dechow et al., 2010:36) sebagai proksi dari
kecurangan laporan keuangan, atau dengan menambah variabel lain seperti
mekanisme corporate governance yang diukur melalui proporsi dewan
komisaris dan kepemilikan manajerial.
b. Perlu menganalisis karakteristik perusahaan yang melakukan kecurangan
di Indonesia, terutama mengenai karakteristik ukuran keuangan dan
nonkeuangan dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan
laporan keuangan.
c. Dapat menggunakan jumlah rata-rata pertumbuhan ukuran nonkeuangan
yang informasinya terdapat di dalam laporan tahunan perusahaan dan
kemudian membandingkannya dengan pertumbuhan pendapatan.
116
DAFTAR PUSTAKA
Agritansia, Putri Paramita dan Mahfud Sholihin, “The Attitudinal and Behavioral
Effects of Nonfinancial Measures”, Simposium Nasional Akuntansi 14
Aceh, 2011.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), Statement on
Auditing Standards (SAS) No. 99,” Consideration of Fraud in Financial
Statement Audit”, New York: AICPA, 2002.
Anggraini, Fivi dan Ira Trisnawati, “Pengaruh Earning Management Terhadap
Konservatisma Akuntansi”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 10 No.1, pp.
23-36 April 2008.
Anthoni, Robert N dan Vijay Govindarajan, “Management Control Sistem”, Edisi
Ke Sebelas, Jilid Dua, Salemba Empat, 2009.
Avianti, Ilya, “Mengungkap Praktik Earning Management Di Perusahaan”,
Jurnal Bisnis Manajemen dan Ekonomi, Vol. 7, No. 3, Februari 2006.
Bapepam, “Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-06/PM/2000, “Perubahan
Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan”, 2000.
Boynton, Johnson, dkk, ”Modern Auditing Jilid 1 Edisi 7”, Jakarta: Erlangga,
2008.
Brazel, Joseph. F., Keith. L. Jones, dan Mark F. Zimbelman, “Using Nonfinancial
Measures to Assess Fraud Risk”, Journal of Accounting Research, Vol.
47, No. 5 pp. 1135-1166, 2009.
Carpenter, Tina D, “Audit Team Brainstorming, Fraud Risk Identification, and
Fraud Risk Assessment: Implications of SAS No. 99”, The Accounting
Review, 82 (5): 1119-1140. 2007.
Chow, Chee W. dan Wim A. Van Der Stede, “The Use and Usefulness of
Nonfinancial Performance Measures”, Management Accounting Quarterly
Spring, Vol. 7, No. 3, 2006.
Chris E, Hogan, et al, “Financial Statement Fraud: Insights from the Academic
Literature”, American Accounting Association, 2008.
117
Dahlan, Muhammad, “Analisis Hubungan Antara Kualitas Audit Dengan
Diskresioneri Akrual Dan Kebebasan Auditor”, Working Paper In
Accounting and Finance, Universitas Padjajaran, 2009.
Dechow, Patricia M, et al., ”Predicting Material Accounting Misstatements”,
Contemporary Accounting Research, 28, pp. 17-82, 2010.
Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19”,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.
Hamid, Abdul, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan I, Grafika Karya Utama,
Jakarta, 2007.
Herusetya, Antonius, “Pengaruh Ukuran Auditor dan Spesialisasi Auditor
Terhadap Kualitas Laba”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol.
6, No. 1, Juni 2009.
Herusetya, Antonius, “Analisis Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba
Akuntansi: Studi Pendekatan Composite Measure Versus Conventional
Measure”, Disertasi Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia, 2012.
IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 (Revisi 2009): Penyajian
Laporan Keuangan”, IAI, Jakarta, 2009.
IAI. “Standar Audit Seksi 110: Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor
Independen”, IAI, Jakarta, 2001.
IAI. “Standar Audit Seksi 316: Pertimbangan Atas Kecurangan Dalam Audit
Laporan Keuangan”, IAI, Jakarta, 2001.
Intal, Tiina dan Linh Thuy Do, “Financial Statement Fraud: Recognition of
Revenue and the Auditor’s Responsibility for Detecting Financial
Statement Fraud”, Thesis Graduate Business School, Goteborg University,
2002.
Ittner, C., dan D. Larcker, ”Are Nonfinancial Measures Leading Indicators Of
Financial Performance? An Analysis Of Customer Satisfaction”, Journal
of Accounting Research 36 (Supplement): 1–35, 1998.
Jao, Robert dan Gagaring Pagalung, “Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan, dan Leverage Terhadap Manajemen Laba Perusahaan
Manufaktur Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 8, No.1,
November 2011.
118
Jones, Keith L; Gopal V. Krishnan; dan Kevin D. Melendrez, “Do Models Of
Discrtionary Accruals Detect Actual Cases Of Fraudulent and Restated
Earnings? An Empirical Evaluation”, www.ssrn.com, 2007.
Kieso, Donald E, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield, “Akuntansi
Intermediate”, Edisi Keduabelas, Erlangga, Jakarta, 2008.
Koroy, Tri Ramaraya, “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan
oleh Auditor Eksternal”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan vol. 10. No. 1,
22-33, 2008.
Krishnan, Gopal V, “Audit Quality and The Pricing Of Discretionary Accruals”,
www.ssrn.com, 2002.
Meersschaert, Stefaan, “Detection of Fraudulent Financial Reporting”, Faculteit
Economie En Berdrijfskunde, 2010.
Meizaroh dan Jurica Lucynda, “Pengaruh Corporate Governance dan Kosentrasi
Kepemilikan pada Pengungkapan Enterprise Risk Management”,
Simposium Nasional Akuntansi 14, Aceh 2011.
Mulford, Charles W dan Eugene E. Comiskey, “Deteksi Kecurangan Akuntansi”,
Cetakan I, PPM Manajemen, Jakarta, 2010.
Murhadi, Werner R, “Good Corporate Governance And Earning Management
Practices: An Indonesian Cases”, www.ssrn.com, 2009.
Novianty, Suzy, “Skeptisisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi
Kecurangan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan vol. 5. No. 1, 102-125, Juni
2008.
Pamudji, Sugeng dan Aprillya Trihartati, “Pengaruh Independensi Dan
Efektivitas Komite Audit Terhadap Manajemen Laba”, Jurnal
Dinamika Akuntansi, Vol. 2, No. 1, pp.21-29, Maret 2010.
Piot, Charles dan Remi Janin, “Audit Quality and Earning Management in
France”, www.ssrn.com, 2005.
Rahman, Fatahul, “Peran Manajemen dan Tanggung Jawab Auditor dalam
Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan”, Jurnal Eksis Vol. 7 No. 2,
1816-2000, 2011.
Sam’ani, “Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap
Kinerja Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2004-2007”, Tesis Magister Manajemen Universitas
Diponegoro Semarang, 2008.
119
Skousen, Christopher J dan Charlotte J. Wright, “Contemporaneous Risk Factors
And The Prediction Of Financial Statement Fraud”, www.ssrn.com, 2006.
Skousen, Christoper J, et al., “Detecting And Predicting Financial Statement
Fraud: The Effectiveness Of The Fraud Triangle And SAS No. 99”,
www.ssrn.com, 2009.
Spathis, Charalambos T, “Detecting False Financial Statements Using Published
Data: Some Evidence From Greece, Managerial Auditing Journal, pp.
179-191, 2002.
Supardi, Deddy, “Pengaruh Prosedur Analitis dan Pemahaman Risiko Audit
Terhadap Pengembangan Program Audit (Studi pada beberapa KAP di
Bandung), Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas
Parahayangan, Vol. 12, No. 1, Januari 2008.
Suprajadi, Lusy, “Teori Kecurangan, Fraud Awareness, dan Metodologi untuk
Mendeteksi Kecurangan Pelaporan Keuangan”, Bina Ekonomi Majalah
llmiah Fakultas Ekonomi Unpar, Volume 13, Nomor 2, Agustus 2009.
Tuanakotta, Theodorus M, “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2”,
Jakarta: Salemba Empat, 2012.
Ujiyantho, M. Arief dan Bambang Agus Pramuka, “Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada
Perusahaan Go Publik Sektor Manufaktur)”, Simposium Nasional
Akuntansi X Makassar, 2007.
Widyaningdyah, Agnes Utari, “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Earning Management pada Perusahaan Go Public di
Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 3, No. 2, pp. 89-101,
2001.
Wilopo, “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi (Studi pada Perusahaan Terbuka dan BUMN)”,
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2012.
Wirawan, I Gusti Ngurah Arya, “Analisis Model Pengaruh Ukuran Kinerja Non-
Finansial dan Ukuran Kerja Finansial pada Sektor Industri Perbankan di
Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Vol. 5, No. 2, Agustus 2004.
Zabihollah, Rezaee, “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection”,
John Wiley & Sons, 2002.
120
Zhou, J dan Elder R, “Audit Quality And Earning Management by Seasoned
Equity Offering Firms”, Asia Pasific Journal of Accounting and
Economics Vol. 11, No. 2, 2004.
Zimbelman, M.F, “The Effects of SAS No. 82 on Auditors’ Attention to Fraud
Risk Factors and Audit Planning Decisions”, Journal of Accounting
Research, (Supplement): 75-97, 1997.
121
Lampiran 1: Data Sampel Penelitian
2007 DA LEV AUD_QUA EMP_DIFF
AMFG -1,63 0,26 1 0,27
FASW -1,38 0,66 1 0,61
JKSW -0,58 2,34 0 0,06
LION -0,47 0,21 0 0,34
LMSH -1,30 0,49 0 0,50
SMGR -1,22 0,21 1 0,09
SPMA -1,18 0,55 0 -0,05
BRAM -1,16 0,30 1 0,08
ERTX -0,74 1,08 0 0,31
GJTL -1,00 0,72 1 0,16
KBLI -1,29 0,63 1 0,12
LPIN -0,16 0,44 0 0,70
PRAS -0,52 0,76 0 -0,14
SCCO -0,75 0,73 0 0,51
ADES -1,45 0,62 1 0,08
DVLA -0,36 0,18 1 -0,07
GGRM -0,54 0,41 1 0,09
INAF -0,74 0,71 0 0,21
LMPI -0,78 0,27 1 0,22
MERK -0,54 0,15 1 0,02
MLBI -1,51 0,68 1 0,18
STTP -1,22 0,31 0 0,27
TCID -1,10 0,07 1 0,09
122
2008 DA LEV AUD_QUA EMP_DIFF
AMFG -1,70 0,25 1 0,21
FASW -1,47 0,65 1 0,21
JKSW -0,68 2,39 0 0,51
LION -0,46 0,21 0 0,49
LMSH -0,99 0,39 0 0,41
SMGR -1,32 0,23 1 0,29
SPMA -1,22 0,58 0 0,40
BRAM -1,32 0,29 1 0,11
ERTX 0,28 1,73 0 -0,32
GJTL -1,08 0,81 1 0,13
KBLI -1,52 0,66 1 0,30
LPIN 0,10 0,55 0 0,18
PRAS -0,71 0,79 0 -0,27
SCCO -0,34 0,68 0 -0,13
ADES -1,09 0,72 0 0,77
DVLA -0,67 0,20 1 0,16
GGRM -0,59 0,36 1 0,06
INAF -0,26 0,69 0 0,21
LMPI -0,69 0,30 0 0,20
MERK -0,69 0,13 1 0,06
MLBI -2,19 0,63 1 0,35
STTP -1,07 0,42 0 -0,14
TCID -1,19 0,10 1 0,20
123
2009 DA LEV AUD_QUA EMP_DIFF
AMFG -0,75 0,22 1 -0,09
FASW -1,15 0,57 1 -0,06
JKSW -0,56 2,52 0 0,04
LION -0,18 0,16 0 -0,13
LMSH -0,03 0,45 0 -0,21
SMGR -0,29 0,20 1 -0,61
SPMA -1,07 0,52 0 -0,03
BRAM -1,08 0,17 0 -0,11
ERTX -0,14 2,62 0 0,03
GJTL -0,80 0,70 1 0,03
KBLI 0,69 0,53 1 -0,51
LPIN 0,13 0,33 0 0,03
PRAS -0,52 0,81 0 -0,54
SCCO -0,01 0,64 0 -0,19
ADES -1,21 0,62 0 0,13
DVLA -0,60 0,29 1 0,52
GGRM -0,65 0,32 1 -0,05
INAF 0,05 0,59 0 -0,25
LMPI -0,75 0,18 0 0,22
MERK -0,33 0,18 1 0,15
MLBI -1,42 0,89 1 0,32
STTP -1,05 0,26 0 0,37
TCID -1,02 0,11 1 0,13
124
2010 DA LEV AUD_QUA EMP_DIFF
AMFG -1,72 0,22 1 0,14
FASW -1,70 0,60 1 0,10
JKSW 0,08 2,31 0 -0,11
LION -0,25 0,14 0 0,07
LMSH -1,30 0,40 0 0,36
SMGR -1,80 0,22 1 2,37
SPMA -1,39 0,52 0 -0,01
BRAM -1,58 0,19 1 0,00
ERTX -0,18 2,79 0 -0,25
GJTL -1,01 0,66 1 0,17
KBLI -1,67 0,51 1 0,49
LPIN -0,19 0,29 0 -0,13
PRAS -1,83 0,71 0 0,79
SCCO -0,91 0,63 0 0,46
ADES -0,97 0,69 0 0,54
DVLA -0,47 0,25 1 0,09
GGRM -0,62 0,31 1 0,09
INAF -0,31 0,58 0 -0,07
LMPI -0,79 0,34 0 0,17
MERK -0,80 0,17 1 0,03
MLBI -0,97 0,59 1 0,10
STTP -1,16 0,31 0 0,42
TCID -0,87 0,09 1 -0,03
125
2011 DA LEV AUD_QUA EMP_DIFF
AMFG -1,34 0,20 1 0,08
FASW -1,85 0,63 1 0,17
JKSW -0,17 2,33 0 -0,22
LION -0,36 0,17 0 -0,01
LMSH -0,72 0,42 0 0,21
SMGR -1,34 0,26 1 0,13
SPMA -1,33 0,52 0 0,04
BRAM -1,43 0,28 1 0,19
ERTX 0,65 1,57 0 0,15
GJTL -0,95 0,62 1 0,14
KBLI -2,27 0,34 1 0,47
LPIN -0,05 0,25 0 -0,09
PRAS -1,20 0,71 0 -0,05
SCCO -1,30 0,64 0 0,30
ADES -1,21 0,60 0 -2,85
DVLA -0,37 0,22 1 0,06
GGRM -0,46 0,37 1 0,14
INAF -0,85 0,45 0 -0,05
LMPI -0,95 0,41 0 0,26
MERK -0,44 0,15 1 0,13
MLBI -1,15 0,57 1 0,18
STTP -1,88 0,48 0 -0,54
TCID -0,88 0,10 1 0,06
126
Lampiran 2: Hasil Uji Regresi Berganda
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables
Removed
Method
1
EMP_DIFF,
LEV,
AUD_QUAb
Enter
a. Dependent Variable: DA
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .437a .191 .170 .51915 1.920
a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA
b. Dependent Variable: DA
Model Summaryb
Change Statistics Durbin-Watson
R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
.191 8.756 3 111 .000 1.920
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 7.080 3 2,360 8.756 .000b
Residual 29.916 111 .270
Total 36.996 114
a. Dependent Variable: DA
b. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA
127
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -.771 .099
-7.769 .000
LEV .151 .094 .147 1.606 .111
AUD_QUA -.303 .104 -.267 -2.919 .004
EMP_DIFF -.298 .114 -.225 -2.617 .010
a. Dependent Variable: DA
Coefficientsa
a. Dependent Variable: DA
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
.873 1.146
.868 1.152
.984 1.016
128
Chart
129
130
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -.03247
Cases < Test Value 57
Cases >= Test Value 58
Total Cases 115
Number of Runs 52
Z -1.217
Asymp. Sig. (2-tailed) .224
a. Median
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 115
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std. Deviation .51227150
Most Extreme Differences
Absolute .052
Positive .052
Negative -.050
Kolmogorov-Smirnov Z .558
Asymp. Sig. (2-tailed) .914
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.