analisis perbandingan antara fatwa lembaga bahtsul...

68
ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL MASAIL NAHDLOTUL ULAMA TENTANG EKSPLOITASI ALAM DENGAN UU NO 4 TAHUN 2009 TENTANG MINERAL DAN BATU BARA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: TAUPIK HIDAYAT NIM: 1111043100021 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439H/2018M

Upload: vothuan

Post on 22-Aug-2019

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA

BAHTSUL MASAIL NAHDLOTUL ULAMA TENTANG

EKSPLOITASI ALAM DENGAN UU NO 4 TAHUN 2009

TENTANG MINERAL DAN BATU BARA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

TAUPIK HIDAYAT

NIM: 1111043100021

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439H/2018M

Page 2: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan
Page 3: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan
Page 4: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan
Page 5: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

iv

ABSTRAKSI

Taupik Hidayat (1111043100021), Analisis Perbandingan Antara Fatwa

Lembaga Bahtsul Masail Nahdlotul Ulama Tentang Eksploitasi Alam Dengan Uu

No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Program Studi

Perbandingan Mazhab, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas

Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarîf Hidayatullah Jakarta.

Secara konstitusi sendiri penguasaan terhadap kekayaan sumber daya alam

dipegang oleh negara sebagai kekuasaan tertinggi. Sudah kewajiban bagi negara

untuk mengolahnya demi kepentingan masyarakat dan kemajuan negara. Penting

juga untuk mengetahui bagaimana konstitusi di Indonesia yang mengatur

pemanfaatan tersebut baik dalam hukum Indonesia maupun hukum Islam. Senada

dengan itu Islam pun membenarkan dan membolehkan kegiatan pertambangan.

Namun yang ditegaskan bahwa kegiatan tersebut harus untuk kesejahteraan

masyarakatnya bukan untuk pribadi.

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

normatif serta metode perbadingan hukum,adapun teknik dalam mengumpulkan

datanya melalui kajian kepustakaan yang bersumber dari Undang-Undang dan

Fatwa Bahtsul masail Nahdlotul Ulama.

Dalam pembahasannya penelitian ini akan memaparkan pada Pasal 1 Ayat

7 dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara secara tidak langsung menjelaskan bahwa kegiatan penambangan

dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Kemudian dijelaskan juga bagaimana dasar dari undang-undang yang mengatur

atau menjadi pondasi terkait peraturan eksploitasi alam. Nantinya akan

menganalisis fenomena eksploitasi alam dalam hukum Islam melalui Bahtsul

Masail Nahdlotul Ulama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksploitasi

alam diperbolehkan melalui pemberdayaan atas dasar kepentingan masyarakat

luas. Kepemilikan atau pengolahan secara pribadi tidak diperbolehkan menurut

Bahtsul Masail. Sedangkan hukum Indonesia lebih memberikan izin pengelolahan

sumber daya oleh pihak tertentu melalui prosedur yang sudah ditetapkan oleh

negara.

Kata kunci : Eksploitasi Alam, Undang-undang, dan Bahtsul Masail.

Pembimbing : 1. Dr. M. Asrorun Ni’am, Lc., M.A dan

2. Hj. Ummu Hana Yusuf Saumin, M.A

Page 6: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

v

بسم اهلل الرمحن الرحيمKATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allâh Subhânahu Wata’âla yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat, taufik, hidayah dan ‘inayah-Nya, terucap dengan tulus dan

ikhlas Alhamdulillâhi Rabbil ‘âlamîn tiada henti. Sesungguhnya hanya dengan

pertolongan-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Salâwat seiring salâm semoga selalu tercurah limpahkan kepada insân pilihan

Tuhan Nabî akhir zamân Muhammad Sallâllâhu ‘Alaihi Wasallam, beserta para

keluarga, sahâbat dan umamatnya. Amin.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang

maksimal dari penulis. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis

didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri

karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tersusun bukan semata-

mata hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi dari semua

pihak. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas

Syarî’ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî’ah

dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh

Jakarta;

2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, S.H, M.H, M.A., Selaku Wakil Dekan

Fakultas Syari’ah dan Hukum Bidang Administrasi Umum;

3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi

Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA selaku

Page 7: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

vi

Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab;

4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, selaku Dosen Penasehat

Akademik Penulis;

5. Bapak Dr. M. Asrorun Ni’am, Lc., M.A dan ibu Hj. Ummu Hana

Yusuf Saumin, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik;

6. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri

(UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan

mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum

Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

7. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm

Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

8. Kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Juhud dan Ibunda Hj. Siti

khodijah, yang telah mencintai saya dengan segenap jiwa dan raga,

memberikan segala yang mereka bisa, baik doa maupun dukungan

sehingga dengan ridha mereka saya bisa sampai seperti ini;

9. Adik-adikku tercinta dan seluruh keluarga besar penulis yang terus

menerus memberikan semangat yang luar biasa;

10. Teman-teman Mahasiswa/i Perbandingan Mazhab Fakultas Syarî’ah

dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2011;

11. Sahabat-sahabat/i Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

“Komisariat Syari’ah dan Hukum dan Cabang Ciputat”;

12. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan

Page 8: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

vii

balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan

menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 01 Agustus 2018

TAUPIK HIDAYAT

NIM: 1111043100021

Page 9: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... i

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iii

ABSTRAKSI ................................................................................................ iv

KAT PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6

D. Review Studi Terdahulu ..................................................................... 6

E. Metode Penelitian ............................................................................... 7

F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 10

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI EKSPLOITASI ALAM

A. Pengertian Eksploitasi Alam ............................................................... 11

B. Eksploitasi Alam (Pertambangan) dalam Perspektif Agama .............. 16

C. Eksploitasi Alam (Pertambangan) dalam Undang-undang ................. 20

D. Hak dan Kewajiban Para Pengusaha Penambang Menurut Undang-

undang Pertambangan Mineral dan Batubara ..................................... 22

BAB III TINJAUAN UMUM FATWA BAHSTUL MASAIL NAHDLATUL

ULAMA TENTANG EKSPLOITASI ALAM

A. Lembaga Bahstaul Misail dalam Nahdatul Ulama .............................. 25

B. Kedudukan Bahstaul Misail Nahdatul Ulama ..................................... 31

C. Metode Istinbat Hukum Bahstaul Misail Nahdatul Ulama ................. 32

Page 10: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

ix

D. Fatwa Lembaga Fatwa Bahstaul Misail NU Tentang Eksploitasi

Alam .................................................................................................... .35

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA DAN HASIL

BAHSTAUL MISAIL NAHDLATUL ULAMA

A. Kegiatan Penambangan yang Dibenarkan Undang-Undang .............. 39

B. Hukum Penambangan Menurut Undang-Undang .............................. 40

C. Kegiatan Penambangan yang Dibenarkan Islam Melalui Hasil Bahstaul

Misail Tentang Eksploitasi Alam ..................................................... 42

D. Hasil Analisis Perbandingan Undang-Undang Pertambangan Mineral

Dan Batu Bara Dengan Fatwa Lembaga Bahtsul Masail ................... 44

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 50

B. Saran ..................................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 53

Page 11: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini

berpedoman pada surat Keputusan Bersama Departemen Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tertanggal 22 Januari 1988

Nomor : 157/1987 dan 0593b/1987

1. Konsonan Tunggal

ARAB LATIN

Kons. Nama Kons. Nama

Alif Tidak dilambangkan ا

Ba b Be ب

Ta t Te ت

Tsa s Es (dengan titik di atas) ث

Jim j Je ج

Cha h Ha (dengan titik di bawah) ح

Kha kh Ka dan ha خ

Dal d De د

Dzal dh De dan ha ذ

Ra r Er ر

Za z Zet ز

Sin s Es س

Syin sh Es dan ha ش

Shad s Es (dengan titik di bawah) ص

Dlat d De (dengan titik di bawah) ض

Page 12: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

xi

Tha t Te (dengan titik di bawah) ط

Dha z Zet (dengan titik di bawah) ظ

Ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع

Ghain gh Ge dan ha غ

Fa f Ef ف

Qaf q Qi ق

Kaf k Ka ك

Lam l El ل

Mim m Em م

Nun n En ن

Wawu w We و

Ha h Ha هـ

Hamzah ’ Apostrof ء

Ya y Ye ي

2. Vokal rangkap atau diftong bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan

antara harakat dengan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin

dilambangkan dengan gabungan huruf sebagai berikut:

a. Vokal rangkap ( أو ) dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya:

al-yawm.

b. Vokal rangkap ( أي ) dilambangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya:

al-bayt.

3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat

dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf

Page 13: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

xii

dan tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnya ( ال فاتحة = al-fatihah

م ) ,( .( qimah = قي مة ) al-‘ulum ) dan = ال علو

4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama

dengan huruf yang bertanda syaddah itu, misalnya ( حد = ), ( سد =

saddun ), ( طيب = ).

5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “al”, terpisah

dari kata yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( ال بي ت = al-bayt ),

السمآء ) = al-sama’ ).

6. Ta’ marbut mati atau yang dibaca seperti ber-h arakat sukun,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”,

sedangkan ta’ marbut yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”,

misalnya ( يةال هالل .( ru’yah al-hilal atau ru’yatul hilal = رؤ

7. Tanda apostrof (’) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk

yang terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya ( ية = فقهاء ) ,( ru’yah = رؤ

fuqaha’).

Page 14: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, dunia dan kehidupan ini merupakan perwujudan Tuhan bagi

keberadaan diri-Nya, segala sesuatu yang ada di alam ini merupakan tanda (ayat)

keagungan Allah sang pencipta. Dia menciptakan alam semesta dalam enam masa

atau enam hari yang bila dihitung oleh manusia akan membutuhkan waktu

miliyaran tahun1.

Kehidupan di dunia ini sendiri tidak bisa dipisahkan dari keberadaan manusia

dan lingkungan hidup di sekitarnya berupa sumber daya alam seperti air, udara,

binatang dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi, kalau kita menelaah asal mula manusia,

kita akan mengetahui bahwa manusia berasal dari tanah kemudian Allah tiupkan

ruh kedalamnya, sehingga jadilah ia seorang manusia. Itu artinya manusia adalah

bagian tak terpisahkan dari alam. Namun manusia memiliki kelebihan yang sangat

besar karena manusia memiliki kedudukan sebagai ciptaan Allah yang paling

sempurna diantara makhluk-makhluknya yang lain dengan diberikan-Nya akal

dan fikiran.

Manusia harus menggunakan haknya sesuai dengan perintah dan seizin Syara’

(aturan agama). Maka dari itu, ia tidak boleh menggunakan haknya dengan cara

yang menimbulkan mudarat (kerusakan, kerugian, bahaya) bagi orang lain, baik

secara individual maupun secara komunal, baik dilakukan dengan sengaja atau

tidak2.

Ulama sebagai bagian dari masyarakat sekaligus sebagai pembuat opini dan

penggerak sosial moral masyarakat memiliki bagian penting dalam melihat

persoalan kerusakan alam. Ulama harus berperan dan ambil bagian terhadap

persoalaan-persoalan alam serta memberikan kontribusinya, baik langsung

berhubungan dengan para pengusaha atau dengan pemerintah. Karena ulama

1 Thalhah, Ahmad Mufid, Fiqh Ekologi Menjaga Bumi Memahami Makna Kitab Suci,

(Yogyakarta, Total Media, 2008) , hal. 4-5. 2 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillathu, (Damsik;Dar Al Fikr),1989.Jilid

IV, hal.30.

Page 15: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

2

memiliki pengetahuan agama yang menyadari betapa besarnya hubungan antara

Tuhan, manusia dan alam.

Ulama juga merupakan wakil rakyat dan persentasi masyarakat dalam

memahami persoalan yang sedang terjadi. Oleh karena itu, ulama diharapkan

untuk dapat memberikan kontribusinya dalam persoalan seperti ini, karena ulama

mampu memberikan dan mengemukakan pandangannya serta menyalurkan

aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan karena ulama merupakan tokoh yang

menjadi panutan masyarakat, mempunyai wawasan agama yang luas dan mengerti

keadaan masyarakat yang ada di lingkungannya.

Oleh karena itu, pandangan ulama sangat berperan penting dalam melihat

masalah kerusakan alam. Ulama sebagai tokoh masyarakat yang memiliki

wawasan luas tentang keagamaan dan memiliki pemahaman agama yang baik.

Seharusnya mengerti dengan keadaan masyarakat sekitar, tetapi apakah ulama

sudah memposisikan dirinya sebagaimana yang diharapkan masyarakat, ini yang

perlu pengkajian. Bagaimana kenyataannya pandangan ulama melihat persoalan

ini ?

Indonesia adalah salah Satu Negara yang diberi anugerah oleh Allah SWT

Berupa sumber daya alam yang melimpah, sehingga hampir semua koorporasi

tambang dan gas internasional melakukan bisnis ekplorasi. Disatu sisi bisnis ini

menguntungtkan rakyat Indonesa, tetapi di sisi lain menimbulkan kerusakan

lingkungan alam yang luar biasa dampaknya.

Sumber daya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik

yang dapat dimanfaatkan untuk mememenuhi kebutuhan manusia dan

kesejahteraan manusia, misalnya : tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan

tambang,angin,dll. Eksploitasi sumberdaya alam yang mengabaikan lingkungan

akan mengancam keberlanjutan dan ketersediaan sumber daya alam itu. Hal ini

berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menggariskan

Page 16: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

3

bahwa “ Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat”.3

Dalam hal ini bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalam Tanah Air

Indonesia dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Hak penguasaan

negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan

atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam pengusahaan bahan galian

(tambang), pemerintah dapat melaksanakan sendiri dan/atau menunjuk kontraktor

(badan usaha) apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang

tidak atau belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah.4

Indonesia merupakan Negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di

dunia setelah Brazil. Fakta tersebut menunjukan tingginya keankeragaman sumber

daya alam hayati dan non hayati yang dimiliki Indonesia. Dilihat dari sisi geologi,

Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak

terbentuk pegunungan yang kaya akan batu bara dan mineral5. Sejatinya sumber

daya alam terbagi menjadi dua kelompok, yaitu bisa di perbaharui dan tidak bisa

di perbaharui. Sumber daya alam yang tidak bisa di perbaharui ialah ; Minyak

Bumi, Gas Alam, Mineral, dan Batu Bara.

Sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri

dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya.

Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek

peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai

macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global

hingga bencana lumpur panas yang sangat merugikan masyarakat6. Pada

umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi

SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat

3 Undang – undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, Pasal 33 ayat (3)

4 Salim H. S, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2010), hlm. 1. 5 https://id.m.wikipedia.org/wiki/sumber_daya_alam&lite_escape/2014 diakses 27

agustus 2016 6 Sumber daya alam Indonesia ;penerbit lajnah ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU

Page 17: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

4

diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya

tidak dieksploitasi berlebihan.

Tumbuhan, hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah

beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di

alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus

berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas

karena penggunaanya lebih cepat daripada proses pembentukannya dan apabila

digunakan secara terus-menerus akan habis7.

Penambangan batu kapur dikawasan Tagog Apu Padalarang Kabupaten Bandung

Barat adalah salah satu contoh kasus eksploitasi alam secara berlebihan.

Penambangan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar adalah penambangan besar

dengan pemodal yang cukup besar. Rata-rata masyarakat disana bekerja sebagai

penambang batu kapur yang hanya menerima upah harian untuk memproses batu

kapur menjadi butiran batu kapur mentah yang nantinya akan di proses sebagai

bahan dasar pembuatan semen, pasta gigi, kaca, dll.

Bila kita melihat pertambangan ini salah satu sisinya adalah lapangan

pekerjaan bagi masyarakat sekitar namun disisi lain ini adalah bagian dari

penyimpangan sosial karena tanpa disadari mereka telah merusak ekosistem alam

yang tentu saja nantinya akan merugikan lingkungan hidupnya mereka sendiri

pada akhirnya. Sebab dengan mengeksfloitasi alam secara berlebihan tanpa

mereka sadari kelangkaan sumber daya seperti air akan mereka rasakan karena

sumber resapan air habis terkeruk oleh mereka sendiri. Selain itu polusi udara

hasil pembakaran dari pabrik pun menjadi masalah lain selain potensi bencana

alam yang mengancam.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat tema tersebut

ke dalam bentuk tulisan (skripsi) dengan judul “Analisis Perbandingan Antara

Fatwa Lembaga Bahtsul Masail Nahdlotul Ulama Tentang Eksploitasi Alam

Dengan Uu No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu

Bara”.

7 www.gusdurian.net/id/peristiwa/penguasaan-Negara-atas-sumber-daya-alam-menurut-

Islam 2015 diakses 5 September 2016

Page 18: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

5

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan

yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk mengefektifkan dan

memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan dalam

penulisan skripsi ini pada hukum eksploitasi alam berdasarkan Lembaga Bahtsul

Masail Nahdlatul Ulama dan perbandingannya dengan Undang-Undang No 4

Tahun 2009.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan pokok

permasalahan skripsi ini adalah dalam hukum positif dan undang – undang

Republik Indonesia No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu

Bara, dan fatwa lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama terhadap kasus

pengharaman mengeksploitasi alam secara berlebihan. Pokok permasalahan di

atas diurai dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa dasar pertimbangan Lembaga Bahtsul Masail dalam memutuskan

fatwa tentang eksploitasi alam ?

2. Bagaimana Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang pertambangan

mineral dan batu bara mengatur pertambangan dan eksploitasi alam ?

3. Bagaimana perbandingan antara fatwa Lembaga Bahtsul Masail dan

Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang eksploitasi alam ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam dari Lembaga

Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama terhadap eksploitasi alam di

Indonesia.

b. Untuk mengetahui bagaimana Undang-Undang dan hukum positif

mengatur dan mengelola kebijakan terkait pertambangan.

Page 19: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

6

c. Untuk mengetahui bagaimana kegiatan pertambangan yang dibenarkan

dalam pandangan Islam atupun Undang-Undang.

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat

dan kegunaan bagi pembacanya. Adapun manfaat yang dimaksud terbagi menjadi

dua:

a. Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya hukum Islam maupun

konvensional mengenai eksploitasi alam yang secara langsung dapat

merespon kenyataan yang terjadi pada masa kini.

b. penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan

pedoman untuk para pengusaha pertambangan agar dapat lebih

bertanggung jawab atas kerusakan dan dampak lingkungan yang

terjadi guna dapat terhindar dari kegiatan–kegiatan yang diharamkan

dalam Islam, khususnya yang menjalankan penambangan tersebut.

c. Bagi masyarakat luas penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan pemahaman, guna memberikan kesadaran akan

pentingnya mengetahui hal–hal apa saja yang diperbolehkan dan yang

diharamkan oleh Islam. Juga untuk mengetahui perbedaan antara fatwa

lembaga Bahtsul Masail dengan hukum positif mengenai Eksploitasi

alam.

D. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan tinjauan terhadap kajian-kajian terdahulu, diantaranya

adalah skripsi yang berjudul : Resistensi Penambangan Ilegal : Studi Kasus

Eksploitasi Tambang Galian (Pasir) di Desa Borimasungu Kabupaten Maros

yang ditulis oleh , M. Nur Program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Hasanudin Makasar. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan berdampak pada

penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan. Kerusakan

sumber daya alam terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah maupun

Page 20: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

7

sebaran wilayahnya. Kerusakan tersebut disebabkan baik oleh usaha-usaha

komersial yang secara sah mendapat izin maupun oleh individu-individu yang

tidak mendapat izin.

Masih banyak manusia yang tidak mengetahui manfaat jangka panjang

sumber daya alam, sekaligus tidak peduli dengan kerusakan lingkungan yang

terjadi. Masyarakat lebih mengutamakan kesejahteraan material sesaat

.masyarakat menganggap bahwa lingkungan itu milik publik, menyebabkan orang

pada umumnya tidak merasa bersalah mengeksploitasi sebesar-besarnya sumber

daya alam. Kerusakan lingkungan berkaitan erat dengan daya dukung alam.Daya

dukung alam dapat diartikan sebagai kemampuan alam untuk mendukung

kehidupan manusia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan riset pustaka (library research) pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Penelitian hukum

normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini,

acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan

perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang

merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.8 Kaitannya

dengan penelitian ini, yang dimaksud dengan hukum yaitu hukum Islam (fiqh)

yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits yang kemudian diinterpretasikan

oleh para ‘ulama sehingga muncul beberapa pendapat dengan berbagai persamaan

dan perbedaan. Yang menjadi objek penelitian pustaka ini adalah fatwa lembaga

Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama’ tentang Analisis Perbandingan Antara Fatwa

Lembaga Bahtsul Masail Nahdlotul Ulama Tentang Eksploitasi Alam Dengan Uu

No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, serta melihat

pendapat-pendapat para ulama dan melihat dalil-dalil yang digunakan dalam

8 Amiruddin, dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. Pertama), h. 118.

Page 21: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

8

mengeluarkan argument Penelitian ini menggunakan metode deskriftif yaitu

menggambarkan secara besar permasalahan yang mana didasari dengan pemikiran

yang menuju kepada hal-hal yang khusus, berkaitan dengan materi yang akan di

bahas. Adapun cara memperoleh data-data dalam penulisan skripsi ini dengan cara

study pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan

pembahasan yang sedang diteliti penulis. Penelitian ini juga menggunakan metode

perbandingan hukum, dalam hal ini penulis membandingkan antara hukum Islam

dan hukum positif.9

2. Sumber Data

Data yang dihimpun dalam penelitian ini terdiri menjadi (3) tiga, yaitu

sumber data primer, sumber data sekunder, dan sumber data tersier.

a. Sumber data primer, yaitu semua sumber yang berhubungan langsung

dengan objek penelitian. Sumber primer dalam penelitian ini adalah

hasil fatwa rumusan PWNU Jawa Timur komisi Bahtsul Masail

diniyah waqi’iyah Muktamar Nahdatul Ulama ke-33 tentang

eksploitasi alam. Dan Undang-undang Pertambangan Mineral dan batu

bara No.4 tahun 2009.

b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang dapat menjelaskan

data-data primer dalam hal ini adalah: fiqh Al-bi’ah, Fath al-Bariy

Syarh, shahih al-Bukhari ,buku-buku, artikel ilmiah, berita-berita di

media masa, dan lainnya.

c. Sumber data tersier, meliputi kamus-kamus dan ensiklopedia Islam.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

upaya pengidentifikasi bahan-bahan yang telah tersusun baik berupa buku

maupun jurnal yang memiliki kaitan dengan pembahasan judul Teknik Analisis

9Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2008), hal. 100.

Page 22: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

9

Data secara sistematis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang

memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah penelitian

yang akan dilakukan.10

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan studi kepustakaan dengan data-

data kualitatif. Yakni dengan mencari bahan-bahan (referensi) yang terkait serta

mempunyai relevansi dengan penelitian.

4. Teknik Pengelolaan Data

Teknik Pengelolaan data adalah proses penyederhanaan data kedalam

bentuk yang lebih mudah dibaca atau mudah dipahami dan diinformasikan

kepada orang lain. Pada tahapan analisis data, data diolah dan dimanfaatkan

sedemikian rupa hingga dapat menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat

dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data-

data tersebut dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu

menganalisis dan menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu

gambaran secara jelas sehingga menemukan jawaban yang diharapkan.

5.Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri Syarif Hidâyatullâh

Jakarta yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta tahun 2017.”

10

Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode penelitian hukum, (jakarta:lembaga

Penelitian Hukum Uin Syarif hidayatullah 2010), hal. 17-18.

Page 23: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

10

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat sistematika

penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub

bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I pendahuluan, bab ini menjelaskan tentang standar karya tulis ilmiah,

yaitu menerangkan alasan kenapa masalah tersebut layak untuk dijadikan sebuah

penelitian. Selanjutnya mengidentifikasi masalah-masalah umum yang berkaitan

dengan judul penelitian dan membuat suatu pembatasan dan rumusan dari

identifikasi masalah tersebut agar penelitian lebih terarah. Terakhir, menerangkan

tujuan dan manfaat dari penelitian serta menentukan metode yang akan digunakan

dalam penelitian.

BAB II tinjauan teoritis tentang pengertian Ekploitasi Alam, bab ini

merupakan suatu pengantar bagi pembaca dalam memahami serta mengetahui apa

yang jadi Hak dan Kewajiban Para Penambang Menurut Undang–Undang Mineral

dan Batu Bara. Menjelaskan tentang eksploitasi alam dalam perspektif Agama dan

Undang-Undang.

BAB III tinjauan umum fatwa Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, bab ini

menerangkan tinjauan umum mengenai fatwa Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama.

Pembahasan pada bab ini terdiri dari Pengertian, Kedudukan Fatwa, lembaga

Bahtsul Masail NU, Metode istinbath hukum Bahtsul Masail Nahdatul Ulama

tentang eksploitasi alam.

BAB IV tinjauan analisis perbandingan fatwa lembaga Bahtsul Masail NU

dengan Undang-Undang pertambangan minera dan batu bara. Serta membahas

pandangan ulama Nahdlatul Ulama mengenai eksploitasi alam di Indonesia, dan

kegiatan pertambangan yang dibenarkan dalam Islam maupun Undang-Undang.

Dalam BAB V penutup, bab ini berisi kesimpulan yang berupa pernyataan

singkat dari hasil penelitian, dan saran sebagai rekomendasi penelitian yang

menurut penulis dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Page 24: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

11

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI EKSPLOITASI ALAM

A. Pengertian Eksploitasi Alam

1. Pengertian

Eksploitasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk penggalian-

penggalian pada objek yang terdapat potensi berupa sumber daya alam dan

lainnya untuk kepentingan bersama. Sedangkan eksploitasi pada Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

Dalam peraturan tersebut eksploitasi sebagai usaha pertambangan dengan maksud

untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. Sedangkan eksplorasi

adalah penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan adanya bentuk atau

jenis bahan galian.1

2. Macam-macam Eksploitasi

Kegiatan ini dapat dibedakan berdasarkan sifat bahan galiannya yaitu; galian

padat dan bahan galian cair serta gas2.

a) Bahan Galian Padat

Untuk memperoleh bahan galian yang bersifat padat dapat dilakukan

penambangansecara terbuka dan penambangan bawah tanah Penambangan

Terbuka Jenis penambangan ini dilakukan untuk memperoleh bahan galian padat

yang biasanya terdapat tidak jauh dari permukaan tanah. Contoh bahan galian

tersebut adalah emas, batubara, batu gamping, sirtu dan lain-lain.

b) Penambangan Bawah Tanah

Jenis penambangan ini dilakukan dengan membuat terowongan untuk

memperoleh bahan galian padat. Contohnya emas, batubara dan lain-lain yang

biasanya terdapat di bawah permukaan tanah.

1

“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan”, Artikel diakses pada 18 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1967/11TAHUN~1967UU.htm 2 http://kataloggeografi.blogspot.com/2015/09/eksplorasi-dan-eksploitasi-barang.html

Page 25: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

12

c) Bahan Galian Cair dan Gas

Untuk memperoleh bahan galian yang bersifat cair dan gas hanya dapat

dilaksanakan dengan cara pengeboran, karena jenis bahan galian ini terdapat jauh

dibawah permukaan tanah. pengusahaan bahan galian cair dan gas berdasarkan

lokasi keterdapatannya dibagi menjadi 2 yaitu : Pemboran Daratan (Onshore Drill

Rig), bila bahan galian ini berada di daratan, Pemboran Lepas Pantai (Offshore

Drill Rig), bila bahan galian ini terdapat di lepas pantai atau laut.

Didalam Undang-Undang pertambangan no 37 tahun 1960 dan Undang-

Undang pokok no 11 tahun 1967 pasal 3, Bahan galian di Indonesia dibagi

menjadi 3 golongan sabagai berikut:

a) Bahan galian golongan A (bahan galian strategis) adalah bahan galian

yang mempunyai perananpenting untuk kelangsungan kehidupan Negara,

misalnya; Minyak bumi, gas alam, batu bara, timah putih, besi, nikel dan

lain-lain. Bahan galian ini sepenuhnya dikuasai oleh Negara.

b) Bahan galian golongan B (bahan galian Vital) adalah bahan galian yang

mempunyai peranan penting untuk kelangsungan kegiatan perekonomian

Negara dan dikuasai oleh Negara dengan meyertakan rakyat, misalnya

emas, perak, intan, timah hitam, belerang, air raksa dan lain-lain. Bahan

galian ini dapat dikuasai oleh badan usaha milik Negara ataupun bersama-

sama dengan rakyat.

c) Bahan galian golongan C (tidak termasuk strategis dan tidak vital) adalah

bahan galian yang dappat diusahakan oleh rakyat atupun badan usaha

milik rakyat.misalnya; batu gamping, marmer, batu sabak, pasir dll.

Didalam perkembanganya penguasaan dan pengelolaan telah banyak di

keluarkan aturan-atran yang pada perinsipnya member keluasan usaha

masyarakat. Dismping itu apabila dicermati lebih lanjut pengolongan

bahan galian seperti yang tersebut didalam undang-undang didasarkan atas

Memiliki peranan yang tinggi dalam pertahanan, pembangunan dan

perekonomian Negara. Memiliki peranan penting bagi hajat hidup orang

banyak Banyak tidaknya bahan galian tersebut didapatkan. Teknik

pengolahan bahan galian tersebut Pengunaan bahan galian tersebut dalam

Page 26: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

13

industry. Pengelolaan bahan galian C sangat berhubungan erat dengan

penyelamatan sumberdaya alam disekitarnya. Pengerukan bahan-bahan

galian C seperti pasir, kerikil maupun batu alam memberikan andil yang

besar bagi kelestarian lingkungan, demikian halnya perambahan hutan di

hulu sungai juga memberikan andil terhadap besar kecilnya debit air

sungai.

Menurut Sukandarrumidi (1999), bahwa pengerukan bahan galian C juga

berakibat turunnya kualitas dan kuantitas sungai. Kualitas air menurun karena air

sungai menjadi keruh sehingga jumlah cahaya yang mampu menembus sungai

sangat sedikit dan ini sangat mempengaruhi proses fotosintesis hewan-hewan air.

Sukandarrumidi (1999) menambahkan bahan galian adalah bahan yang dijumpai

di dalam perut bumi baik berupa unsur kimia, mineral, biji ataupun segala macam

batuan, di dalam pengertian ini termasuk bahan galian yang berbentuk padat

seperti emas, perak, batu gamping, lempung, berbentuk cair seperti minyak bumi

dan yodium, maupun berbentuk gas seperti gas alam. Lebih lanjut Sukandarrumidi

(1999), menyatakan bahwa sistem dan cara penambangan bahan galian, tidak

seluruhnya harus dengan cara penggalian atau pengerukan, namun juga dapat

dilakukan dengan cara disemprot dengan air, disedot dengan pipa ataupun

dipompa. Berdasarkan cara pengambilannya, seluruh bahan-bahan tersebut

diartikan sebagai bahan tambang. Penggolongan bahan galian diatur dalam

Undang-Undang Pertambangan Republik Indonesia N0 37 Tahun 1960 juncto

Undang-undang Pokok Pertambangan Republik Indonesia No 11 Tahun 1967

pasal 3.3

3. Dampak Eksploitasi Alam

Manusia sering kali hanya berfikir untuk mengambil manfaat dan keuntungan

yang sebesar-besarnya dari alam tanpa memperdulikan etika berlingkungan dan

dampak negatifnya, akhirnya eksplorasi-eksplorasi yang berlebihan terhadap

lingkungan terjadi di mana-mana, karena kekeliruan manusia dalam memahami

3 Penggolongan bahan galian dalam Undang-Undang Pertambangan Republik Indonesia

N0 37 Tahun 1960 juncto Undang-undang Pokok Pertambangan Republik Indonesia No 11 Tahun

1967 pasal 3.

Page 27: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

14

konsep taskhir.4 Efek ketidakseimbangan tersebut kemudian terjadi seperti banjir,

gempa bumi, tanah longsor, kekeringan, dan buruknya kualitas udara

mengingatkan kita secara langsung, bahwa segala perilaku manusia yang tidak

bersahabat dengan alam akan mengakibatkan bencana, tidak hanya bagi manusia

tapi juga bagi semua makhluk hidup yang bergantung kepada alam sekitar kita. Di

Indonesia sendiri ekplorasi sumber daya alam sudah sangat luar biasa dan massive

dilakukan, mulai dari penebangan hutan, pengeboran minyak, dan eksplorasi

sumber daya alam yang dilakukan dengan besar-besaran yang kesemuanya itu

tidak hanya memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia tetapi juga

memberikan dampak menyakitkan seperti kasus banjir lumpur panas di Sidoarjo

akibat pengeboran minyak oleh PT. Lapindo.

Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan

aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan

berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap,

pemanasan global hingga bencana lumpur panas Sidoarjo yang sangat merugikan

masyarakat. Bencana tanah longsor disebabkan oleh penggundulan yang

dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan.

Ketika hutan dalam keadaan gundul maka formasi tanah akan menjadi larut dan

menggelincir diatas bidang licin pada saat terjadi hujan. Sehingga bencana banjir

yang disertai tanah longsor tidak dapat dihindarkan lagi. Bencana banjir yang

selalu terjadi setiap tahun hampir di seluruh wilayah Indonesia disebabkan oleh

polah tingkah manusia yang suka membuang sampah sembarangan yang

mengakibatkan rusaknya tata guna lahan dan air. Tata guna lahan dan air

menyebabkan laju erosi dan frekuensi banjir meningkat.5

4 Taskhir secara literal berarti menundukkan, kemudian berkembang sebagai ekplorasi

alam. Tim Peneliti, Eko-Teologi Al-Qur’an “Sebuah Kajian Tafsir dengan Pendekatan Tematik”,

(Banjarmasin; IAIN Antasari Banjarmasin, 2012), hal. 7. 5 http://temp1o0whnjao4qhs.blogspot.com/2010/10/dampak-eksploitasi-

berlebihan-terhadap.html

Page 28: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

15

Eksploitasi hutan di daerah hulu yang dapat menghilangkan fungsi hutan di

daerah hulu sebagai penutup lahan terhadap tumpahan air hujan dan penghambat

kecepatan aliran permukaan juga dapat menyebabkan banjir. Pembangunan dan

penataan sarana-sarana fisik yang tidak teratur dan pengguanaan lahan yang tidak

seimbang di kota-kota besar seperti Jakarta merupakan salah saru sebab ibu kota

negara ini tidak pernah absen dari bencana banjir. Contoh: Tidak diperhatikannya

aspek drainase, banyaknya bangunan di bantaran sungai, berubahnya fungsi lahan

dan lain-lain. Setelah musim hujan usai dan bencana banjir sementara telah pergi,

kemudian bencana kabut asap akan terjadi di musim kemarau. Hampir disetiap

musim kemarau kita melihat kasus-kasus kabut asap yang terjadi akibat

pembakaran hutan oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan secuil keuntungan

pribadi melalui permbuatan lahan baru di hutan. Pembakaran yang dilakukan

umumnya hanya menggunakan alat pengendali api seadanya sehingga laju api

tidak dapat dikendalikan sehingga kabut asap tebal menyelimuti wilayah tersebut.

Masalah lingkungan yang tidak habis-habisnya dibicarakan oleh msyarakat dunia

adalah masalah pemanasan global (Global Warming). Industrialisasi di seluruh

dunia menyebabkan polusi CO2 diudara meningkat dengan cepat menyebabkan

terjadinya bencana pemanasan global. Akibatnya terjadi perubahan iklim dan

kenaikan air laut yang menyebabkan abrasi pantai. Bencana paling hebat di

Indonesia adalah bencana lumpur panas yang terjadi pada bulan Juni 2006.

Peristiwa ini terjdi karena pengeboran yang tidak sesuai dengan formasi batuan

sehingga memotong formasi lumpur dan menembus formasi gas. Banyak sekali

eksploitasi sumber daya alam yang membawa dampak terhadap kehidupan. Segala

kegiatan pembangunan yang berlangsung diharapkan tidak hanya mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga harus mampu menjaga

kelestarian sumber daya alam. Sehingga alam tidak akan kehilangan fungsinya

sebagai pengendali keseimbangan kehidupan. Oleh karena itu setiap

pembangunan yang dilakukan harus berwawasan lingkungan mengenalisis

mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi.

Dalam islam eksploitasi dikenal dengan pemanfaatan sumber daya alam

dimana dalam pemanfaatannya tidak boleh untuk dirinya sendiri. Syauqi Ahmad

Page 29: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

16

Dunya menyebutkan sumber daya alam sebagai rahmat dari Allah Swt untuk

mengendalikan perilaku kekerasan terhadap alam bahwa kekayaan alam untuk

semua makhluk hidup. Manusia bertugas untuk membagikan sumber tersebut

melalui eksploitasi secara adil.6

B. Eksploitasi Alam (Pertambangan) dalam Perspektif Islam dan Undang-

Undang

1. Eksplotasi Alam (Pertambangan) dalam Perspektif Islam

Dalam ajaran Islam, memelihara lingkungan (hifzh al-bì'ah) merupakan salah

satu tujuan diturunkannya syariat Islam.7

Islam mengajarkan umatnya untuk

bersikap santun dan bersahabat dengan alam (eco-friendly). Alam harus dipahami

sebagai ciptaan dan nikmat Allah yang harus dijaga dan dipelihara dalam rangka

ketaatan dan rasa cinta kepada Pencipta.8

Menjaga alam adalah dengan cara: tidak

merusak alam dengan semena-mena, termasuk eksplorasi dan eksploitasi yang

tidak memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutannya. Melakukan

pengrusakan terhadap alam sama artinya dengan menjalin permusuhan

dengannya. Sedang Allah, melarang manusia untuk tolong-menolong dalam

permusuhan dan kejahatan.9 Berbagai bentuk kerusakan lingkungan akibat

ekploitasi sumber daya alam dan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh

manusia telah menimbulkan berbagai bencana, seperti banjir, gempa bumi,

longsor, dan lain-lain. Bencana ini tidak hanya merusak ekosistem, namun lebih

lagi telah mengancam kemaslahatan hidup makhluk hidup, termasuk di dalamnya

manusia. Alquran dan sunnah memperingatkan umat Islam agar tidak mencelakai

diri dan sekitarnya ( ال ضرر ال و ضرار ). Ayat ini menurut ar-Râziy

mengindikasikan larangan membuat mudarat (bahaya). Dan pada dasarnya, setiap

6

Sholahuddin Muhammad, Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Grafindo Persada,

2007. Hal. 43. 7 Yùsuf al-Qardhàwi, Ri‘ayah al-Bi'ah fi Syari‘ah al-Islàm, Cet. 1 (Kairo: Dàr asy-

Syurùq, 1421 H/2001 M), 47. 8 Arabiy, Futùhàt al-Makkiyyah fi Ma‘rifah al-Asràr al-Malikiyyah wa al-Mulkiyyah,

(Beirut: Dàr Ihyà' at-Turàts al-‘Arabiy, t. th), III: 167 9 Allah berfirman, ت ع وا ا اا لاع وا ل ىا و ت ب ا ت قت لا وا ت وا ع وا ا لاع اا إل ىا تو ت إل عوا ع ت :Al-Mà'idah/5) وا

2)

Page 30: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

17

perbuatan yang menimbulkan mudarat adalah haram dan dilarang oleh agama

selama belum ada nash yang mentaskhsis keumumannya.10

Merusak lingkungan

dicirikan Allah, sebagai sifat orang yang munafik. Mereka mengaku sebagai orang

yang berbuat kebaikan. Padahal, apabila mereka berjalan di muka bumi, mereka

sengaja berbuat kerusakan dan menghancurkan tanam-tanaman dan memusnahkan

binatang ternak.

Alquran merupakan kitab petunjuk yang di dalamnya tidak hanya berbicara

tentang hal-hal yang bersifat metafisis-eskatologis, tetapi juga berbicara tentang

alam semesta yang dihuni oleh manusia dan makhluk lainnya. Alquran memuat

pedoman tentang bagaimana menyantuni alam semesta dan lingkungan

sekitarnya.11

Keberadaan alam dan seluruh isinya merupakan satu kesatuan yang

tidak bisa dipisahkan, semuanya saling terkait dan saling melengkapi.

Kelangsungan hidup satu unsur dalam alam semesta terkait dengan kelangsungan

unsur lain. Oleh karena itu perlu adanya hubungan harmonis antara manusia dan

alam sekitarnya. Manusia tidak hanya dituntut memberikan perhatian dan cintanya

kepada sesama manusia, namun juga kepada seluruh makhluk di alam raya ini.

Eksistensi gunung, laut, air dan tumbuh-tumbuhan yang merupakan bagian dari

alam raya harus dihormati, dengan menjaga dan memelihara kelestariannya.

Sebab kerusakan alam juga akan berakibat pada rusaknya kehidupan manusia itu

sendiri.

Dalam beberapa ayatnya, Alquran melarang segala bentuk perusakan

lingkungan dan eksploitasi alam secara berlebihan. Seperti; tidak berbuat

kerusakan di bumi setelah adanya perbaikan (Hud (11): 85), memperhatikan

akibat yang diterima oleh umat-umat terdahulu yang melakukan perusakan di

bumi (al-A‘ràf (7): 86), kerusakan di bumi sebagai akibat perbuatan manusia (ar-

Rūm (30): 41) dan menghindari sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan (al-

Baqarah (2): 11-12). Sekalipun, alam diciptakan untuk manusia untuk

dimamfaatkan demi keberlangsungan hidup mereka, namun manusia dituntut

bersikap arif dalam mengelola alam, tidak berlebihan dan bertindak sewena-wena

10 Ar-Ràziy, Mafàtih al-Gaib, h. 128 11 Uraian lebih lengkapnya dapat dilihat dalam Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok

Alquran, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1983), 95-116.

Page 31: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

18

dalam memamfaatkannya sehingga mengakibat kerusakan dan kehancuran.

Kerusakan lingkungan yang terjadi sedikit banyak disebabkan oleh sikap manusia

yang tidak menghargai lingkungan, akibat keserakahan manusia yang

mengeksploitasi alam lingkungannya secara membabi buta. Alquran menyebutkan

dalam Surah Ar-Rùm (30): 41.

Artinya “Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan

perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari

(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus)”.

Term fasād bermakna شيء خوج قعتل ىن ت sesuatu yang keluar dari) ت ى

keseimbangan). Hal ini menyangkut jiwa/rohani, badan/fisik, dan apa saja yang

menyimpang dari keseimbangan/yang semestinya.12

Dalam Alquran, bila term

fasâd berbentuk mashdar dan berdiri sendiri, maka menunjukkan kerusakan yang

bersifat hissi/fisik, seperti banjir, pencemaran udara, dan lain-lain; dan jika berupa

kata kerja (fi‘il) atau bentuk mashdar namun sebelumnya ada kalimat fi‘il, maka

yang terbanyak adalah menunjukkan arti kerusakan yang bersifat non

fisik/ma‘nawi, seperti kafir, syirik, munafik, dan semisalnya.

Para mufassir menjelaskan bentuk-bentuk kerusakan di darat dan laut, dengan

tafsiran yang berbeda-beda, antara lain; banjir besar, musim paceklik, kekurangan

air,13

kematian sia-sia, kebakaran, kezaliman, perilaku-perilaku sesat, gagal panen

dan krisis ekonomi.14

Terjadinya kerusakan alam dan penyimpangan alam yang

melahirkan bencana disebabkan oleh perbuatan manusia, sebagaimana disebutkan

dengan redaksi yang sangat jelas (bimà kasabat aidin-nàs). Meski begitu, redaksi

tersebut dipahami oleh sebagian ahli tafsir bukan hanya menunjukkan perilaku

manusia secara langsung dalam konteks kerusakan alam, seperti illegal loging,

12 Al-Ashfahàniy, al-Mufradàt fî Garîbil-Qur'àn, (Beirut: Dàrul-Ma‘rifah, t. th), pada

term fasada, 379.Penggunaan term fasàd dalam Alquran memiliki banyak pengertian, yaitu:

perilaku menyimpang dan tidakbermanfaat (al-Baqarah (2): 11), ketidakteraturan/berantakan (al-

Anbiyà' (21): 22), perilaku destruktif/merusak (an-Naml (27): 34), menelantarkan atau tidak peduli

(al-Baqarah (2): 220), kerusakan lingkungan (ar-Rùm (30): 40). Term lain yang menunjukkan

kerusakan lingkungan adalah term ‘halaka’ dan ‘sa‘a’. Hanya saja kedua kata ini tidak selalu

menunjukkan makna kerusakan lingkungan. Makna kerusakan lingkungan, hanya bisa ditemui

dalam beberapa ayat misalnya dalam al-Baqarah (2): 205. 13 Ar-Ràziy, Mafàtih al-Gaib, XII: h. 245. 14 Az-Zamakhsyariy, Tafsìr al-Kasysyāf ‘an Haqà'iqut-Tanzìl wa ‘Uyun al-Aqàwil, Juz 3,

Beirut: Dārul-Kutub, t.th., V: 259.

Page 32: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

19

membuang sampah secara sembarangan, membuang limbah industri tanpa

memperhatikan ekosistem, dan lain-lain, tetapi juga mengacu kepada perilaku non

fisik, seperti kemusyrikan, kemunafikan dan segala bentuk maksiat. Artinya,

penyimpangan akidah dan perilaku maksiat itulah yang menjadi penyebab

kerusakan lingkungan. Hanya saja ar-Ràziy memberikan penegasan bahwa

kemusyrikan dan kekufuran disini bukan hanya dalam tataran akidah tetapi

perilaku, sehingga fasiq pun dianggap sebagai syirik dalam konteks perbuatan

bukan keyakinan.15

Dalam Alquran terdapat banyak ayat yang berbicara tentang lingkungan dan

larangan merusaknya. Hal ini menunjukkan besarnya perhatian Alquran terhadap

pemeliharaan lingkungan. Untuk lebih mengetahui bagaimana Alquran mengatur

etika pengelolaan lingkungan dan memandang tindakan pengrusakan sebagai

tindakan yang menimbulkan bahaya bagi keberlangsungan hidup makhluk hidup,

maka diperlukan penafsiran terhadap ayat-ayat Alquran melalui pendekatan tafsir

ahkam. Pendekatan ini dibutuhkan untuk memformulasikan hukum atas tindakan

pengrusakan dan eksploitasi lingkungan dan sanksi yang harus diterima oleh

pelakunya. Begitupun eksploitasi atau proses pertambangan dalam agama Islam

haruslah untuk kepentingan umum. Hal tersebut bersandar pada hadits riwayat At-

Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Hadits tersebut menjelaskan Abyadh meminta

kepada Rasullulah untuk mengelola tambang garam.

“Wahai Rasullulah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan

kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air

mengalir (ma’u al-iddu)” Rasulullah kemudian bersabda: “Tariklah tambang

tersebut darinya”.16

Ma’u al-iddu merupakan bentuk air dengan jumlah banyak dan terus

mengalir. Maksudnya tambang garam tersebut sangat mengandung air dengan

jumlah besar. Fokus pada hadits tersebut pada tambangnya bukan garamnya. Hal

tersebut yang membuat Rasullulah menarik kembali pemberian tersebut sebab

15 Ar-Ràziy, Mafàtih al-Gaib, XII: 245.

16 DEPAG RI. 2001. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta :

Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, DEPAG.

Page 33: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

20

jumlahnya sangat banyak. Dengan kata lain penarikan kembali permberian

Rasullulah sebagai bentuk larangan sesuatu yang sudah menadi miliki umum.17

Senada dengan tersebut Ibnu Qudamah dalam kitabnya berjudul Al-Mughni

menjelaskan bahwa:

“Barang-barang tambang yang dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam,

air, belerang, gas, munia, petroleum, intan, dan lain-lain tidak boleh dimiliki

individu selain oleh seluruh kaum muslimin sebab hal tersebut akan merugikan

mereka.”18

Eksploitasi itu sendiri dalam Islam sangat dilarang jika dilakukan secara

berlebihan. Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang ini, seperti tidak

berbuat kerusakan di bumi setelah adanyan perbaikan (Hud 11:85), kerusakan di

bumi sebagai akibat dari perbuatan manusia (Ar-Rum 30:41), menghindari sebab-

sebab yang menimbulkan kerusakan (Al-Baqarah 2:11-12), dan memperhatikan

akibat yang diterima oleh umat-umat terdahulu yang melakukan perusakan di

bumi (Al-Araf 7:86).19

C. Eksploitasi Alam (Pertambangan) Dalam Perspektif Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 1 menyebutkan bahwa

pertambangan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan,

dan pengusahaan mineral atau batubara. Kegiatan tersebut meliputi penyelidikan

umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, pengelolaan, pemurnian,

pengangkutan, penjualan, dan kegiatan pasca tambang.20

Sedangkan penambangan sebagai bagian aktivitas pertambangan yang

menghasilkan mineral atau batubara. Secara spesifik pertambangan mineral adalah

pertambangan berupa kumpulan mineral berbentuk biji atau batuan yang berada di

17

DEPAG RI. Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum.

Jakarta : PT Bulan Bintang, 2000. Hal. 31.

18

DEPAG RI. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta :

Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, DEPAG, 2001. Hal. 35.

19 Reflita, Eksploitasi Alam dan Perusakan Lingkungan (Istinbath Hukum atas Ayat-Ayat

Al-Quran), Substantia, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2015. Hal. 147. 20

‘’Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara’’, Artikel diakses pada 17 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM

Page 34: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

21

luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. Sedangkan pertambangan

batubara sebagai pertambangan endapan karbon yang ada di dalam bumi, seperti

bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. Adapun asas pertambangan batubara

atau mineral pada Bab II Asas dan Tujuan Pasal 2 meliputi:

1. keadilan, manfaat, dan keseimbangan

2. berpihak pada kepentingan bangsa

3. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas

4. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

Tujuan pertambangan mineral dan batubara sebagai pondasi pembangunan

nasional, yakni :

a) terjaminnya efektivitas dalam pelaksanaan dan pengendalian aktivitas

pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing.

b) menjamin kegunaan pertambangan mineral dan batubara secara

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

c) tersediannya mineral dan batubara untuk berbagai kebutuhan dalam

negeri.

d) mendukung kemampuan nasional dengan tujuan mampu bersaing baik

secara nasional, regional, dan internasional.

e) meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara serta

menciptakan lapangan kerja untuk kesejahteraan rakyat.

f) terjaminnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan

pertambangan mineral dan batubara.21

Pada prakteknya pertambangan diimplementasikan dalam bentuk berbagai

usaha. Usaha pertambangan adalah kegiatan perusahaan mineral dan batubara

dalam berbagai tahapan, meliputi eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,

penambangan, pengangkutan, penjualan, dan pascatambang. Nantinya untuk

21 ‘’Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara’’, Artikel diakses pada 17 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM

Page 35: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

22

membuat suatu badan usaha baik individu, kelompok, maupum orgainisasi harus

membuat Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Terkait pengertian atau segala hal yang berkaitan dengan eksploitasi dalam

undang-undang pertambangan tidak disebutkan. Namun redaksi yang digunakan

adalah ‘eksplorasi’ yang mendekati pengertian eksploitasi. Secara definisi

eksplorasi merupaka tahapan dalam aktivitas pertambangan dalam rangka

mendapatkan informasi secara mendetail. Informasi tersebut berupa lokasi,

bentuk, sumber daya, sebaran, dimensi, dan informasi terkait lingkungan sosial

dan hidup. Bentuk usaha dalam eksplorasi disebut sebagai IUP eksplorasi sebagai

izin mengadakan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.22

Akan tetapi redaksi eksploitasi justru terdapat pada undang-undang

sebelumnya atau belum direvisi, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967

Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Dalam peraturan tersebut

eksploitasi sebagai usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan

bahan galian dan memanfaatkannya. Sedangkan eksplorasi adalah penyelidikan

geologi pertambangan untuk menetapkan adanya bentuk atau jenis bahan galian.23

Perlu ditegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 sebagai revisi

dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tidak terdapat kata ‘eksploitasi’

justru hanya ada ‘eskplorasi’. Maka pembahasan dalam bagian ini aktivitas

eksploitasi disamakan dengan eksplorasi dengan asumsi kedua aktivitas tersebus

sama-sama memanfaatkan sumber pertambangan.

D. Hak dan Kewajiban Para Pengusaha Penambangan Menurut Undang-

Undang Pertambangan Mineral dan Batubara

Dalam pembahasan ini hak dan kewajiban para penambang

diimplementasikan pada bentuk usaha pertambangan. Usaha pertambangan pada

Pasal 34 terdiri dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat

(IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). IUP yang diberikan oleh

22 ‘’Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara’’, Artikel diakses pada 17 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM 23

“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan”, Artikel diakses pada 18 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1967/11TAHUN~1967UU.htm

Page 36: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

23

bupati, gubernur, dan menteri kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan.

Ada juga disebut sebagai Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan oleh

bupati dan walikota kepada perseorangan (1 hektare), kelompok masyarakat (5

hektare), dan koperasi (10 hektare).24

Adapun hak dan kewajiban para penambang

dalam bentuk usaha pertambangan baik IUP dan IPR adalah :

1. berhak memperoleh pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan

dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, serta manajemen

dari pemerintah daerah atau pusat.

2. berhak memperoleh bantuan modal berdasarkan ketentuan perundang-

undangan.

3. berkewajiban melakukan aktivitas penambangan paling lama 3 bulan

setelah IPR diterbitkan.

4. berkewajiban mengikuti aturan yang tertuang pada perundang-undangan

dalam bidang kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan

memenuhi standar yang berlaku.

5. berkewajiban pengelolaan lingkungan hidup bersama pemerintah daerah.

6. berkewajiban membayar iuran tetdap dan iuran produksi.

7. berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha

pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR.25

IUPK diberikan oleh menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah.

Pemegang IUPK sebagai pengusaha pertambangan adalah pihak yang menemukan

mineral lain sehingga mendapatkan prioritas untuk mengusahakannya. Pemberian

IUPK diberikan kepada badan usaha atau bentuk pengusaha yang berbada hukum

Indonesia. Pemegang IUPK sebagai bentuk pengusaha memiliki hak dan

kewajiban sebagai berikut :

a. menentukan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan.

24 ‘’Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara’’, Artikel diakses pada 17 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM

25 ‘’Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara’’, Artikel diakses pada 17 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM

Page 37: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

24

b. keselamatan operasi pertambangan.

c. pengelolaan dan pemauntauan lingkungan pertambangan, termasuk

kegiatan reklamasi dan pascapertambangan.

d. upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara.

e. sisa tambang yang ada dapat diolah dalam bentuk padat, cair, dan gas

dengan syarat memenuhi standar baku kualitas lingkungan dilepas ke

media lingkungan.

f. pemegang IUPK wajib menjamin implementasi standar lingkungan sesuai

dengan karakteristik suatu daerah.

g. wajib menjaga kelestarian daya dukung sumber daya air dengan ketentuan

peraturan perundangan.26

Jadi hak dan kewajiban dalam pertambangan dilihat dari segi bentuk usaha

yang terbagi dalam tiga bagian, yakni IUP, IPR, dan IUPK. Ketiga bentuk usaha

tersebut memiliki hak dan kewajibannya tergantung tingkatannya masing-masing.

Adapun garis besar hak dan kewajiban dari pengusaha penambang adalah

menjamin kebutuhan pekerja tambang, memproduksi hasil tambang, dan tetap

menjaga kelestarian lingkungan sekitar.

26 ‘’Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara’’, Artikel diakses pada 17 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM

Page 38: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

25

BAB III

TINJAUAN UMUM FATWA BAHSTUL MASAIL NAHDATUL ULAMA

TENTANG EKSPLOITASI ALAM

A. Lembaga Bahstul Masil dalam Nahdlatul Ulama

a.1. Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama

Membahas sejarah berdirinya LBM-NU tentu tidak bisa dilepaskan dengan

sejarah kemunculan organisasi NU itu sendiri. NU didirikan pada 31 Januari 1926

M bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H di Surabaya Jawa Timur. Pendirian

Nahdhatul ʽUlama diprakarsai oleh KH. Hasyim Asy‟ari dengan dukungan

beberapa ulama karismatik lainnya. Nahdlatul Ulama sebagai al-Jam'iyyah al-

Diniyyah al-Islamiyyah yang diberi nama oleh KH Alwi Abdul Aziz dan

lambangnya diciptakan oleh KH Ridlwan Surabaya.1 NU berakidah atau berasas

Islam dengan menganut faham Ahl al-sunnah Wal Jamaʽah dan mengikuti salah

satu Maẓhab dari empat Maẓhab, Ḥanafi, Maliki, Hanbali, Syafiʽi. Untuk pertama

kalinya pada Oktober 1926 Aggaran Dasar NU ditetapkan pada Muktamar III

Tahun 1928, atas dasar Anggaran Dasar tersebut NU mendapat izin berbadan

hukum pada tanggal 6 Februari 1930 dari Gouveneur General van Nederlands-

Indie dengan nomor lX.

Lahirnya Nahdlatul Ulama dilatarbelakangi oleh karena adanya upaya untuk

mengembangkan dan mengakomodir gagasan yang muncul di kalangan ulama di

perempat pertama abad 20. Disamping itu pula, lahir sebagai mata rantai dari

gerakan tradisional sebelumnya, seperti gerakan Nahdlatul Tujjār 1918, sebuah

gerakan ekonomi keumatan, gerakan Taṣwirul Afkār 1922, sebuah gerakan

keilmuan dan kebudayaan dan gerakan Nahdlatul waṭan 1924 yang menggarap

gerakan politik dalam bentuk pendidikan.2 Sejarah NU tidak dapat dipisahkan dari

Kongres Islam ke-4 di Yokyakarta ( 21-27 Agustus 1925) dan Kongres Islam ke-5

1 Faisal Ismail, Dilema NU Ditengah Badai Pragmatisme Politik, Cet I, (Jakarta : Proyek

Peningkatan Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Depak RI,

2004), h. 10-11 2 Soeleiman Fadeli, Antologi Nu, Sejarah Amaliah Uswah, Cet 2, (Surabya : Khalista,

2008), h. 1-15

Page 39: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

26

di Bandung ( 6 Februari 1926) yang di dominasi oleh kaum pembaharu, pada

waktu itu memutuskan untuk mengirim Tjokro Aminoto dari Serikat Islam (SI)

dan Mas Mansoer dari Muhammadiyah ke Makkah untuk mengikuti pertemuan

dengan Raja Sa‟ud, dan Abdul Wahab menambah usulan untuk menghormati

tradisi yang berlaku di Nusantara oleh Kepala Negara Arab Saudi, dan tentu saja

usulan ini ditolak oleh kaum pembaharu. Penolakan ini membuat kaum

Tradisionalis menjadi terdorong untuk memperjuangkan nasibnya sendiri diawali

dengan rapat-rapat di Surabaya, Semarang, Pasuruan, Lasem dan Pati, sehingga

disepakati untuk membentuk komite Hijaz guna memperjuangkan kepentingan

mereka menghadap Raja Sa‟ud agar melestarikan tradisi keagamaan yang

berkembang di Makkah.3

a.2. Sejarah Berdirinya Lembaga Bahtsul Masail NU

Al-Baht al-Masā‟il al-Dīniyyah (pengkajian masalah-masalah keagamaan)

secara historis menurut Sahal Mahfudh telah ada sebelum NU berdiri, dimana

pada waktu itu telah terjadi diskusi keagamaan di pesantren atau antar pesantren

yang hasilnya diterbitkan dalam bulletin LINO (Lailatul Ijtimaʽ Nahdlatul

Oelama). Dan keorganisasian LBM NU telah terlihat secara jelas tertulis pada

hasil fatwa 1926, hasil fatwa di antaranya tentang hukum bermazhab dan pendapat

imam yang boleh difatwakan.4 Pengkhususan istilah Lajnah al-Baht al-Masā‟il

al-Diniyyah (Lembaga Pengkajian Masalah-Masalah Keagamaan) bermula pada

mukhtamar XXVIII di Yogyakarta tahun 1989, ketika komisi I (Bahtsul Masail)

merekomendasikan kepada PBNU untuk membentuk Lajnah al- Baht al-Masā‟il

al-Diniyyah sebagai lembaga permanen yang khusus menangani persoalan

keagamaaan.

Perhatian yang cukup serius terlihat pada tahun 1980-an ketika tokoh-tokoh

NU membahas tentang tajdīd dalam menjawab tantangan zaman, kajian ini lebih

insentif lagi terjadi pada tahun 1987 yang dilakukan oleh intelektual muda NU

dalam diskusinya. Semula diskusi ini bertempat di kantor PBNU, karena

3 Ibid. 4 Soeleiman fadeli, Antologi Nu......,h. 7-11

Page 40: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

27

mendapat larangan dari senior NU, di pindahkan ke P3M (Pusat Pengembagan

Pesantren dan Masyarakat), yang hasilnya dipublikasikan pada Jurnal Pesantren.

Sebagai kegiatan lanjutan dari diskusi itu diadakan seminar/muzakarah pada 15-

17 Desember 1988 di ponpes Darussalam Watucongol, Muntilan, Magelang,

dengan tema "Telaah kitab secara Kontektual", yang menghasilkan pokok pikiran

sebagai berikut:5

a. Dalam memahami teks kitab terdahulu, dirasakan bahwa kitab kitab kuning

tidak dapat menjawab tantangan zaman sehingga harus dibarengi dengan konteks

sosial historis;

b. Mengembangkan kemampuan observasi dan analisis terhadap teks kitab,

memperbanyak muqabalah (perbandingan mengenai halhal yang berbeda) dengan

kitab lain;

c. Meningkatkan intensitas diskusi lintas pakar terkait dengan materi dalam

kitab klasik, menjadikan kitab klasik dalam wacana aktual dan bahasa

komunikatif, tersebut, sehingga harus direkatualisasikan berdasarkan

kontektualisasi zaman.

Hasil dari tajdīd itu bahwa agenda Baht al-Masā‟il tidak hanya membahas

halal atau haram, akan tetapi juga membahas hal-hal yang bersifat pengembangan

keislaman dan kajian kitab, dalam suatu institusi yang permanen. Kemudian

institusi Lajnah Baht al-Masā‟il wacana keberadaannya secara resmi pada

Mukamar XXVIII pada Nopember 1989 di Ponpes al Munawwir Krapyak

Yogyakarta, pada waktu Komisi I Baht al-Masā‟il merekomendasikan kepada

PBNU untuk membentuk Lajnah al-Baht al-Masā‟il al-Diniyyah (lembaga

pengkajian masalah-masalah keagamaan) sebagai lembaga tetap yang khusus

menangani masalah keagamaan.6 Sebelum muktamar XXVIII itu yaitu pada

Oktober 1989 di ponpes al Munawwir Krapyak Yogyakarta di adakan halaqah

mengenai "Masa Depan NU", salah seorang pembicara, Ahmad Qodri Abdillah

Azizy, perlunya redefinisi mazhab dengan istilah bermazhab secara al-manhāj

(mengkuti metodologinya).

5 Ibid. 6 Ibid.

Page 41: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

28

Dari ḥalaqah (sarasehan) Denanyar pada 26-28 Januari 1990 di Ponpes

Mambaul Ma'arif Denanyar Jombang juga merekondasikan untuk dibentuknya

Lajnah al-Baht al-Masā‟il al-Diniyyah, dengan hasil adanya bermazhab secara

qawlī dan manhājī serta harapan dapat menghimpu para ulama dan intelektual NU

untuk melakukan istinbaṭ jamaʽi (penggalian dan penetapan hukum secara

kolektif).7

Dalam struktur organisasi Nahḍatul Ulama (NU) memiliki suatu lembaga

yang bertugas mengkaji masalahmasalah agama atau yang dikenal dengan

Lembaga Baḥth al-Masā‟il Nahḍatul 'Ulama (LBM-NU). Posisi penting LBM-

NU dalam struktur kelembagaan NU adalah sebagai lembaga yang berfokus untuk

menjawab berbagai permasalahan warga Nahḍiyyin. Munculnya lembaga ini

karena adanya kebutuhan masyarakat terhadap hukum islam praktis (amaly) bagi

kehidupan sehari-hari yang mendorong para ulama dan intelektual NU untuk

mencari solusinya dengan melakukan Baḥth al-Masā‟il.8

Pada mulanya Baḥth al-Masā‟il dilaksanakan setiap tahun, yaitu pada

Muktamar I sampai dengan Mukhtamar XV (1926-1940). Namun karena keadaan

yang kurang stabil berkaitan dengan meletusnya perang dunia II, maka

pelaksanaan Baḥth al-Masā‟il juga tersendat-sendat mengikuti tersendatnya

Muktamar. Menurut M.Cholis Nafis, Baḥth al- Masā‟il sebagai wadah ilmiah NU

dalam mencari solusi setiap problem hukum Islam yang dihadapi oleh masyarakat

di bagi dalam tiga periode.9

Pertama, periode ta'sis (pembentukan). Periode ini dimulai sejak berdirinya

NU dan dipraktekkan setelah beberapa bulan berikutnya sampai tahun 1990-an.

Pembentukan Baḥth al-Masā‟il merupakan pelembagaan dan formallisasi

kegiatan yang merupakan bagian dari proses pelaksanaan fungsi tradisional para

kyai dan pesantren sebagai simbol otoritas keagamaan atas permasalahan

7 Ibid. 8 M.Yusuf Amin Nugroho, “FIQH AL-IKHTILAF: NU-Muhammadiyah”,

http://gusmujib.yu.tl/files/fiqh-al-ikhtilaf-nu-muham.pdf, Wonosobo, 2012. h. 31-40 9 Ibid.

Page 42: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

29

keagamaan aktual (masā'il diniyah waqi'iyah) yang diajukan masyarakat atau

pribadi yang menjadi unsurnya.10

Periode Kedua, periode tajdīd (pembaharuan). Periode ini dimulai dengan

keputusan Musyawarah Nasional tahun 1992 di Lampung yang memutuskan

tentang metode pengambilan (istinbaṭ) hukum untuk mengatasi kebuntuan hukum

(mawquf) karena tidak ada ibarat kitabnya, sampai tahun 2000-an. Dalam

keputusan Munas tersebut metode istinbaṭ dibagi menjadi tiga tingkatan; metode

istinbaṭ qawli ( termaktub ibarat kitab), metode ilhaqi (analogi masalah kepada

masalah yang sudah ada ketentuan hukumnya dalam ibarat kitab), metode

manhajī (menetapkan hukum dengan cara mengikuti metode imam maẓhab

terhadap masalah yang tidak bisa dijawab menggunakan metode qawli atau

metode ilhaqi).11

Periode Ketiga, yakni periode tasḥīh wa taqnīn (perbaikan dan legislasi).

Periode ini dimulai dengan proses pembersihan terhadap paham yang ekstrim,

baik kanan maupun kiri yang menyusup ke tubuh organisasi NU dengan cara

peneguhan Keputusan Munas Lampung 1992 tentang metode istinbaṭ hukum

dilingkungan NU pada Muktamar NU ke-31 di Asrama Haji Donuhudan Jawa

Tengah tahun 2004. Pada Muktamar itu juga dimulai pembahasan tentang

kebijakan pemerintah dan undang- undang yang dibahas dalam komisi masā‟il

diniyah qonūniyah (masalah keagamaan perundang-undangan) tersendiri.12

1. Pengertian Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Pada dasarnya Lajnah Bahtsul Masail atau Lembaga Pengkajian Keagamaan

tidak bisa dipisahkan dalam tradisi fiqih mahzab yang berjumlah empat, yakni

Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Secara historis juga Nahdlatul Ulama sudah

menggunakanhukum fiqih , yakni empat mahzab sebagai cara untuk memecahkan

berbagai masalah.13

Bahtsul Masail sebagai tempat pengkajian yang membahasa

berbagai masalah kegaman Islam. Lembaga itu sendiri terbagi dalam dua bentuk,

10 Ibid. 11 Ibid. 12 Ibid. 13 Ahmad Zaro, Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama1926-1999: Telaah Kritis

Terhadap Keputusan Hukum Fıqıh, Disertasi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalıjaga, 2001.

Hal. 35.

Page 43: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

30

yakni Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqiiyah dan Bahtsul Masail ad-diniyyah

al-Maudu’ıyyah.

Ad-Diniyyah al-Waqiiyah adalah kajian yang berfokus pada berbagai masalah

keagamaan bersifat aktual atau istilah lama yang sudah digunakan. Sedangkan ad-

diniyyah al-Maudu’ıyyah merupakan kajian yang membahas permasalahan

konseptual sebagai istilah baru yang digunakan bersamaan dengan Muktamar ke

XXIX pada 1994 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Secara resmi diimplementasikan

pada Munas Alim Ulama NU pada 1997 di Lombok Tengah, Nusa Tenggara

Barat.14

Harus dibedakan juga redaksi ‘Lajnah Bahtsul Masail’ dengan ‘Bahtsul

Masail’. Redaksi pertama mengacu pada proses sedangkan redaksi kedua sebagai

wadah atau tempatnya. Ini penting dibedakan sebab dalam aktivitasnya sering

kedua redaksi ini digunakan sebagai sesuatu yang sama padahal berbeda secara

definisi. Ditegaskan kembali bahwa penelitian ini membahas Bahtsul Masail

sebagai suatu proses.

Secara historis Bahtsul Masail adalah tradisi intelektual yang memang sudah

ada sejak dulu bahkan sebelum terbentuknya NU sebagai organisasi formal.

Ketika NU menjadi organisasi formal membuat Bahtsul Masail menjadi bagian

dari NU. Pada Kongres I NU pada 21-23 September 1926 lembaga tersebut

ditempatkan sebagai komisi yang membahas materi muktamar. Di tingkat

nasional Bahtsul Masail dilaksanakan bersamaan dengan Muktamar.15

Pada 1989 melalui rekomendasi Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta kepada

PBNU untuk membentuk Lajnah Bahtsul Masail Diniyah sebagai lembaga

permanen. Tahun berıkutnya PBNU membentuk Lajnah Bahtsul masail Diniyah

melalui SK PBNU Nomor 30/A.I.05/5/1990. Pada perkembangannya tepat

14

KH. A. Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Nahdlatul Ulama, (Surabaya: PP RMI

dan Dinamika Press, 1997) Hal. 364. 15 ‘’Sejarah Lembaga Bahtsul Masail NU’’, Artikel diakses pada 22 Februari 2018 darı

http://lbmnu.blogspot.com.tr/p/sejarah-lembaga-bahtsul-masail-nu.html

Page 44: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

31

Muktamar 2004 mengubah status ‘lajnah’ menjadi ‘lembaga’ sehingga bernama

Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama.16

Mengacu pada penjelasan di atas bahwa Bahtsul Masail sebagai lembaga

yang berkedudukan sebagai penentuan hukum terhadap berbagai masalah di

masyarakat. Lembaga ini bertujuan membahas masalah maudluiyyah (tematik)

dan waqiiyah (aktual) yang nantinya akan menjadi keputusan Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama.

B. Kedudukan Lembaga Bahtsul Masail

Kedudukan Lembaga Bahtsul Masa`il di lingkungan jam’iyah Nahdlatul

Ulama adalah sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar NU Pasal 13, Anggaran

Rumah Tangga Pasal 15 dan 16 Tentang Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama : Pasal 13

Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud Pasal 8 dan

9, Nahdlatul Ulama membentukk perangkat organisasi yang meliputi: Lembaga,

Lajnah, dan Badan Otonomi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan

organisasi Jam'iyah Nahdlatul Ulama Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama

: Pasal 17 dan 18: Pasal 17 Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari :

a. Lembaga.

b.Lajnah.

c. Badan Otonom.

Pasal 18 Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul

Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan

dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perseorangan.

1) Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada

Pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya.

2) Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.

16

‘’Sejarah Lembaga Bahtsul Masail NU’’, Artikel diakses pada 22 Februari 2018 darı

http://lbmnu.blogspot.com.tr/p/sejarah-lembaga-bahtsul-masail-nu.html

Page 45: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

32

3) Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan melalui Rapat Harian

Syuriyah dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan

Nahdlatul Ulama

4) Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang dan Cabang Istimewa,

disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program

5) Lembaga sebagaimana dimaksud pada pasal 17 butir (a) dan ayat 1 pasal

ini adalah: Ayat 6 butir (l) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

disingkat LBMNU, bertugas membahas masalah-masalah maudlu'yah

(tematik) dan waqi'iyah (aktual) yang akan menjadi Keputusan Pengurus

Besar Nahdlatul Ulama.

C. Metode Istinbat Hukum Bahstul Masil Nahdatul Ulama

Bermunculan berbagaı permasalahan baru dalam kehıdupan bermasyarakat

mengharuskan NU melakukan tinjauan terhadap hukum itu sendiri. Dalam

menangani permasalahan tersebut muncullah sebuah metode dalam pengambilan

keputusan. Tentuny kemunculan metode ini sudah digunakan oleh NU sejak lama

dalam menangani berbagai masalah baru. KH. Ahmad Asyhar Shofwan

mengelompokkan berbagai masalah ke dalam tiga bagian, meliputi:

a. Waqi’iyah adalah permasalahan yang bersifat riil terjadi di masyarakat

luas.

b. Maudhu’iyah yaitu masalah tematik dalam bentuk konsep yang sistematis

dan kompherensif dalam mempertimbangkan aspeknya.

c. Qanuniyah yakni berkaitan dengan perundangan dalam berbagai masalah

krusial yang perlu diperbaiki berdasarkan perspektif hukum Islam.

Metode tersebut dikenal dengan istinbath. Secara definisi Istinbath adalah

metode yang dipakai oleh pakar hukum fiqih dalam memberikan dalil terhadap

hukum tertentu untuk menjawab berbagai masalah yang terjadi.17

Metode ini

mengacu pada suatu kitab rujukan. Dimana metode ini akan diterapkan jika tidak

digunakan metode ilhaqiy (meng-qiyas-kan masalah baru terkait belum ada

kejelasan terkait hukum tertentu). Apabila tidak memungkinkan barulah

17 “Pengertian Istinbath Menurut Fikih”, Artikel diakses pada 21 Februari 2018 dari

http://www.referensimakalah.com/2013/pengertian-istinbath-menurut-fikih.html

Page 46: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

33

digunakan metode manhajiy. Manhajiy sebagai cara menentukan hukum melalui

penelusuran cara yang digunakan oleh empat mahzab. Tentunya melalui proses

tanya-jawab dan diskusi. Tapi kenyataan yang ada bahwa Bahtsul Masil

cenderung berpihak pada mahzab Syafi’ı sebab langsung merujuk Al-Quran dan

Sunnah.18

Dapat dikatakan bahwa istinbath sebagai cara terakhir ketika metode ilhaqiy

dan manhajiy tidak bisa diterapkan. Dalam penerapannya di kalangan NU dikenal

dengan istinbath jama’i yang kemudian untuk melaksanakannya disebut dengan

istinbath al-ahkam. Metode istinbath al-ahkam terbagi dalam metode bayani,

qiyasi, dan istishlahi atau maqashidi.

Metode bayani berupa pengambilan keputusan hukum dari nash seperti Al-

Quran dan Al-Sunnah. Nash dalam konteks ini melıputi nash juz’ı-tafshili, nash

kulli-ıjmali, dan lainnya berupa kaidah umum. Terdapat beberapa langkah dalam

prosese metode ini. Pertama, mengkaji sebab-musabab baik secara khusus

maupun secara umum. Kedua, mengkaji teks ayat atau hadıts dalam perspektif

kaidah. Ketiga, menghubungkan nash yang sedang dikaji dengan nash laınnya.19

Metode qiyasi dilakukan melalui pendekatan qıyas. Definis qıyas adalah

menyamakan kasus yang tidak mempunyai nash dengan kasus laınnya namun

memiliki nash. Terakhir metode istishlahi adalah metode ijtihad yang mengacu

pada maqashid al-syariah. Maqashid al-syariah tidak hanya memperhatikan

tafsiran nash tetapi harus juga menggali hukum tertentu yang tidak memili nash

secara langsung.20

Adapun teknis pelaksanaannya dalam bentuk rapat khusus. Kegiatan rapat

diawali dengan pembukaan dari pimpinan Bahtsul Masail. Setelah itu aka ada

penjelasan terkait masalah tertentu yang akan dibahas dalam rapat tersebut.

Permasalahan tersebut berdasarkan pada daftar pertanyaan sebagai usulan dari

18

Ahmad Zaro, Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama1926-1999: Telaah Kritis

Terhadap Keputusan Hukum Fıqıh, Disertasi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalıjaga, 2001.

Hal. 16. 19 ‘’Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 NU’’, Artikel diakses pada 22 Februari 2018 dari

file:///C:/Users/Hollywood/Downloads/Hasil-hasil%20Muktamar%20Ke-33%20NU.pdf 20 ‘’Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 NU’’, Artikel diakses pada 22 Februari 2018 dari

file:///C:/Users/Hollywood/Downloads/Hasil-hasil%20Muktamar%20Ke-33%20NU.pdf

Page 47: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

34

para peserta pada waktu sebelumnya. Selain itu juga akan mendatangkan beberapa

pihak tertentu di luar NU sebagai narasumber. Tentunya narasumber tersebut

berupa seorang pakar atau ahli yang memahami masalah tertentu. Dimana

narasumber akan memberikan penjelasan atau keterangan tertentu.21

Dalam prosesnya para peserta akan memberikan berbagai pendapat.

Bersamaan ıtu narasumber juga akan memaparkan penjelasan dan berbagai bukti

terkait permasalahan yang sedang dikaji. Berbagai pendapat yang diutarakan oleh

peserta bersumber pada dalil-dalildari ta’bir atau pendapat yang berasal dari kitab

kuning serta nash-nash dari Al-Quran dan Hadits. Terkait metode untuk mencari

dasar yang dijadikan sebagai argumen terbagi dalam 3 bentuk, meliputi:

Metode Qaulty, sebagai suatu cara istinbath terhadap masalah yang sedang

dihadapi melalui pendekatan fiqih dari empat mahzab. Secara langsung mengacu

pada bunyi teksnya.

Metode Ilhaqiy, melalui penyamaan hukum suatu masalah yang belum ada

jawabannya di kitab terhadap masalah yang sama yang telah dijawab di Al-Quran.

Metode Manhajiy, untuk menetapkan hukum terkait suatu masalah sesuai

dengan tingkatan hukum Islam yang sudah disusun oleh keempat Imam Madzab.22

Jadi dapat dinyatakan bahwa Istinbath hukum sebagai bentuk cara untuk

memutuskan suatu hukum baru terhadap permasalahan baru atau kontemporer di

masyarakat. Adapun metodenya Istinbath itu sendiri dilakukan dengan pendekatan

empat mahzab, yakni Hanbali, Syafii, Hanafi, dan Maliki. Namun NU sendiri

cenderung menggunakan metode Istinbath yang berasal dari mahzab Syafii sebab

mendekati langsung dengan Al-Quran-Hadits.

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa metode istinbath yang diterapkan oleh

NU adalah istinbath jama’i atau secara khusus disebut dengan istinbath al-ahkam.

Metode tersebut meliputi metode bayani, qiyasi, dan istishlahi atau maqashidi.

Bagian terpenting dalam implementasi metode istinbath adalah keputusan harus

21

Muhammad Shuhufi, Fatwa dan Dinamika Hukum Islam di Indonesia, (Makassar:

Alauddin University Press, 2012) Hal. 152. 22

Ahmad Zaro, Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama1926-1999: Telaah Kritis

Terhadap Keputusan Hukum Fıqıh, Disertasi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalıjaga, 2001.

Hal. 141

Page 48: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

35

dilakukan secara kolektif bukan individual. Hal tersebut bertujuan menghindari

kesewenangan dalam pelaksanaan ıstınbath.

D. Fatwa Lembaga Bahstul Masil NU Tentang Eksploitasi Alam

Dalam organisasi NU yang mampu melakukan Bahts al-Masa’il disebut

sebagai lembaga Syuriyah. Kepengurusannya dipegang oleh ketua atau ra’is,

sekretaris atau katib, dan anggota atau a’da/ a’wan. Adapun peserta dalam

lembaga tersebut adalah ulama dan cendekiawan NU yang berasal dari struktur

kepengerusan atau di luar sktruktur.

PBNU menyebutkan dalam fatwanya bahwa eksploitasi sumber daya alam

bersifat haram. Keputusan tersebut disepakati pada sidang Bahtsul Masail di

pesantren Almanar Azhari, Depok, Jawa Barat. Para Kyai yang berpartisipasi

dalam sidang tersebut menyepakati keputusan sebab eksploitasi alam berdampak

pada kerusakan lingkungan alam.23

Adapun Beberapa keputusan dari Hasil Muktamar Ke-33 NU di Jombang

pada 1-5 Agustus 2015 tentang eksploitasi alam adalah :

1. Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan yang berdampak pada

kerusakan lingkungan hukumnya adalah haram.

2. Pemberian izin eksploitasi yang dilakukan oleh aparat pemerintah serta

berdampak pada kerusakan alam dimana kerusakannya tidak bisa

diperbaiki lagi maka hukumnya haram jika secara sengaja melakukannya.

3. Sikap yang dilakukan oleh masyarakat adalah wajib amar ma’ruf nahi

munkar sesuai kemampuannya.24

Keputusan fatwa tersebut tidak lepas dari realitas yang terjadi di Indonesia.

Dalam draft tersebut juga membahas berbagai realitas yang menjadi dasar

keputusan fatwa tersebut. Beberapa realitas tersebut meliputi kerusakana alam di

Kepulauan Riau, kerukan tanah sebanyak ribuan hektar di Kalimantan, kubangan

raksasa di Papua, kerusakan lahan dari produksi minyak dan gas di Aceh, serta

23

‘’PBNU Haramkan Eksploitasi Sumber Daya Alam di Indonesia’’, Artikel diakses pada

22 Februari 2018 dari http://www.nu.or.id/post/read/59422/pbnu-haramkan-eksploitasi-sumber-

daya-alam-di-indonesia 24

‘’Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 NU’’, Artikel diakses pada 22 Februari 2018 dari

file:///C:/Users/Hollywood/Downloads/Hasil-hasil%20Muktamar%20Ke-33%20NU.pdf

Page 49: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

36

berabagai kerusakan lainnya. Sejauh ini batasan etis eksplorasi sumberdaya alam

telah banyak diabaikan. Pengusaha melakukan eksplorasi bahkan pada batas-batas

tertentu telah melakukan eksploitasi tanpa mempertimbangkan visi pembangunan

yang berkelanjutan (sustainable development).

Ekploitasi dilakukan hanya mempertimbangkan kepentingan ekonomi semata,

seakan-akan tidak ada lagi manusia yang akan hidup setelah masa eksploitasi

berakhir. Pencemaran udara tidak diperhitungkan, rusaknya alam tidak dipikirkan,

hancurnya tatanan musim dengan pancaroba berkepanjangan dan matinya segala

biota, flora dan fauna dianggap sebagai konsekuensi yang wajar-wajar saja dari

sebuah pertumbuhan ekonomi.

Pertanyaan:25

1. Bagaimana hukum melakukan eksploitasi kekayaan alam secara legal, tetapi

membahayakan lingkungan ?

2. Bagaimana hukum aparat pemerintah terkait yang memberikan ijin

penambangan yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa

diperbaiki lagi?

3. Bagaimana seharusnya sikap masyarakat yang melihat perusakan alam akibat

penambangan?

4. Apa hukumnya harta yang diperoleh dari hasil eksploitasi alam secara

berlebihan dan tidak bertanggungjawab?

Jawaban :

1. Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan sehingga menimbulkan madlarrat

yang lebih besar daripada mashlahanya maka hukumnya adalah haram

walaupun legal.

2. Pemberian izin eksploitasi oleh aparat pemerintah yang berdampak pada

kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi maka hukumnya haram jika

disengaja.

3. Sikap yang dilakukan oleh masyarakat adalah wajib amar ma’ruf nahi munkar

sesuai kemampuannya.

25 Rumusan PWNU Jatim Masail Waqi'iyah Muktamar NU Ke 33; Jombang 3 Agustus

2015.h.19-22.

Page 50: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

37

Eksploitasi alam secara berlebihan dan tidak bertanggungjawab maka

hukumnya haram meskipun secara legal, sedangkan harta yang diperoleh

hukumnya makruh. Fatwa tersebut juga menegaskan bahwa sebagian besar

pengusaha di Indonesia sering mengabaikan batasan eksplorasi sumberdaya alam.

Bahkan pada tingkatan tertentu melakukan eksploitasi tanpa mempertimbangkan

lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Eksploitasi juga dilakukan hanya

untuk kepentingan ekonomi. Tidak aneh jika banyak menimbulkan berbagai

dampak negatif, seperti pencemaran udara, rusaknya alam, serta matinya flora dan

fauna di Indonesia.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan

Karakteristik fatwa dalam LBM-NU dari yang semula fatwa hanya merupakan

jawaban atas suatu persoalan yang ditanyakan mustatfi, berkembang menjadi

jawaban atas persoalan yang menurut panitia LBM-NU sangat urgen untuk di

bahas dalam forum baḥth al-masāʽil. Perubahan lain yang terjadi pada bentuk

persoalan LBMNU adalah terjadinya dinamika permasalahan yang dulunya hanya

meliputi masalah-masalah mawquf saja berkembang pada ranah permasalahan-

permasalahan mauḍuʽiyah. Adapun secara rinci permasalahan yang dibahas di

lingkungan LBM-NU adalah sebagai berikut:26

1) Masā‟il Diniyah Waqī‟iyah, yakni permasalahan kekinian yang

menyangkut hukum suatu peristiwa.

2) Masā‟il Diniyah Mauḍu‟iyah, yakni permasalahan yang menyangkut

pemikiran. Misalnya fikrah Nahdliyah, Globalisasi.

3) Masā‟il Diniyah Qanuniyah, penyikapan terhadap rencana UU yang

diajukan pemerintah atau UU peralihan yang baru disahkan. Komisi ini

bertugas mengkaji RUU atau UU baru dari sisi agama, untuk diajukan

kepada pemerintah sebagai bahan masukan dan koreksi. Paparan mengenai

kelompok permasalahan yang dibahas LBM-NU tersebut menunjukkan

bentuk perubahan Karakteristik dari fatwa yang semula hanya

mencangkup masalah aqidah, akhlaq, ibadah dan muʽāmalah yang hanya

26 Soeleiman Fadeli dan Moh. Subhan, Antologi NU. H. 77

Page 51: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

38

menjangkau suatu komunitas masyarakat tertentu, diperluas hingga

meliputi berbagai permasalahan global dan juga permasalahan di bidang

pemeritahan (siyasah).

2. Dari sisi kekuatan hukum, fatwa LBM-NU tidak mengalami perubahan

Karakteristik yakni tetap menjadi fatwa yang tidak memiliki kekuatan

hukum mengikat.

3. Dari sisi format, mayoritas fatwa LBM-NU memiliki format yang sama

dengan format fatwa ulama terdahulu. Hanya sedikit fatwa yang memiliki

format yang cenderung mengikuti model perumusan peraturan perundang-

undangan di antaranya dalah fatwa tentang Masalah Bank Islam dan

Reksadana. Selain dua fatwa tersebut keseluruhan fatwa memiliki format

yang sama yakni soal, jawaban dan dasar hukum.

4. Perubahan signifikan dalam fatwa LBM-NU adalah dalam hal

pengambilan dasar hukum fatwa yakni dengan merujuk pada qawl

mu'tabarah.27

27 Ibid.

Page 52: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

39

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN

MINERAL DAN BATU BARA DAN HASIL BAHTSUL MASAIL

NAHDATUL ULAMA

A. Kegiatan Penambangan yang Dibenarkan Undang-Undang

Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki beranekaragam barang

tambang, seperti emas, nikel, timah, tembaga, dan sebagainya. Begitupun dengan

kegiatan pertambangan yang harus dikelola sesuai dengan UUD 1945 bahwa

kekayaan Indonesia harus digunakan secara lestari untuk kesejahteraan

masyarakat Indonesia untuk masa sekarang dan masa akan datang. Pasal 33 Ayat

3 UUD 1945 menegaskan bahwa galian tambang adalah milik seluruh masyarakat

Indonesia.1

Pasal 1 Ayat 7 dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara secara tidak langsung menjelaskan bahwa

kegiatan penambangan dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha

Pertambangan (IUP). Pemerintah memiliki wewenang penuh dalam memberikan

IUP kepada aktor tertentu. Secara spesifik IUP diberikan oleh Menteri, Gubernur,

dan Bupati/Walikota.

Kegiatan penambangan yang memiliki IUP itulah pada tataran prosedural

sudah dibenarkan Undang-Undang. Adapun beberapa aktor yang dapat melakukan

kegiatann pertambangan, meliputi Badan Usaha (BUMN, BUMD, dan BUMS),

Koperasi, dan perseorangan. Dalam tataran praktisnya mengacu pada Pasal 95

dalam undang-undang yang sama bahwa terdapat beberapa peraturan dalam

kegiatann pertambangan atau disebut dengan teknik pertambangan yang baik,

seperti:

a) Pengelolaan terhadap lingkungan pertambangan, maksudnya dalam

kegiatannya harus memperhatikan dampak negatif apa yang akan dihasilkan

dari kegiatan tersebut.

1 M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan

Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2001), Hal. 98.

Page 53: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

40

b) Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara, menegaskan bahwa

kegiatan pertambangan bukan bersifat jangka pendek melainkan jangka

panjang.

c) Melaksanakan pemberdayaan masyarakat sekitar, maksudnya kegiatan

pertambangan harus memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah

penambangan.

d) Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan, dalam konteks ini jika

kegiatan penambangan memiliki potensi besar terhadap kerusakan

lingkungan sekita maka kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Dalam konteks undang-undang yang berlaku di Indonesia bahwa tidak

menutup kemungkinan suatu negara akan menyerahkan kegiatan pertambangan

kepada kontraktor sebagai representasi perusahaan tertentu. Tentunya akan

dibenarkan jika perusahaan tertentu sudah menyelesaikan berbagai prosedur

tertentu. Dalam panduan undang-undang tersebut bahwa kegiatan pertambangan

perusahaan harus dilakukan secara transparan, sistematis, efisien, berwawasan

lingkungan, berdaya saing, dan memiliki Amdal.2

B. Hukum Penambangan Menurut Undang-Undang

Salim HS menyatakan;3 “Hukum Pertambangan merupakan salah satu bidang

kajian hukum yang mengalami perkembangan yang pesat. hal ini dibuktikan

dengan ditetapkannya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang pertambangan. Pada dekade tahun 1960-an, undang-undang yang

mengatur tentang pertambangan, yaitu Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967

tentang Ketentuan -Ketentuan Pokok Pertambangan, sementara pada dekade

tahun 2000 atau khususnya pada tahun 2009, maka Pemerintah dengan

persetujuan DPR RI telah menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.” Ada dua hal yang diatur dalam

Undang -Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, yaitu bahan tambang mineral dan batubara. Apabila dikaji ketentuan

2

Nandang Sudrajat, Teori dan Praktek Pertambangan, Hal. 65. 3 Salim Hs, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika, Jakarta Timur,

2014, hlm. 11.

Page 54: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

41

atau pasal dalam undang- undang ini, tidak ditemukan pengertian hukum

pertambangan mineral dan batubara.

Istilah hukum pertambangan berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu

minning law, bahasa Belanda disebut dengan mijnrecht, sedangkan dalam bahasa

Jerman disebut dengan bergrecht. Joan Kuyek mengemukakan pengertian hukum

pertambangan. Minning laws is :4

“have been set up protect the interests of the mining industry and to minimize the

conflicts between mining companies by giving clarity to who owns what rights to

mine. They were never intended to control mining or its impact on land or people.

We have to look to other laws to protect these interests”.

Artinya : Hukum pertambangan merupakan seperangkat aturan yang

bertujuan untuk melindungi kepentingan yang berkaitan dengan industri

pertambangan dan untuk meminimalkan konflik antara perusahaan tambang dan

memberikan penjelasan yang bersifat umum kepada siapa saja yang mempunyai

hak-hak untuk melakukan kegiatan pertambangan. Mereka tidak pernah

bermaksud untuk mengendalikan kegiatan pertambangan atau dampaknya

terhadap tanah atau orang. Kita harus melihat hukum untuk melindungi

kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan pertambangan. Definisi ini

menganalisis tujuan hukum pertambangan. Tujuan hukum pertambangan, yaitu :

a. Melindungi kepentingan yang berkaitan dengan industri pertambangan; dan

b. Mencegah atau meminimalkan konflik antara perusahaan tambang dengan

masyarakat yang berada di wilayah pertambangan.

Dari unsur-unsur di atas, dapat dirumuskan definisi hukum pertambangan

mineral dan batubara. Hukum pertambangan mineral dan batubara merupakan :

“kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara dengan mineral

dan batubara dan mengatur hubungan antara negara dengan subjek hukum, baik

bersifat perorangan maupun badan hukum dalam rangka pengusahaan mineral dan

batubara.” Ada dua macam hubungan yang diatur dalam hukum pertambangan

4 Joan Kuyek, 2005, “Canadian Mining Law and the Impacts on Indigenous Peoples Lands

and Resources”. Backgrounder for a presentation to the North American Indigenous Mining Summit, July 28, 2005, hlm. 1.

Page 55: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

42

mineral dan batubara, yaitu : mengatur hubungan antara negara dengan mineral

dan batubara; dan mengatur hubungan antara negara dengan subjek hukum.

Hubungan antara negara dengan bahan mineral dan batubara adalah negara

mempunyai kewenangan untuk mengatur pengelolaan mineral dan batubara

Wujud pengaturannya, yaitu negara membuat dan menetapkan berbagai peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan mineral dan batubara. Salah satu

undang-undang yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR, yaitu

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara dan berbagai peraturan pelaksanaannya.

Unsur yang kedua hukum pertambangan mineral dan batubara, yaitu

mengatur hubungan negara dengan subjek hukum. Kegiatan pertambangan

mineral dan batubara tidak hanya dilakukan oleh negara, namun negara dapat

memberikan izin kepada subjek hukum untuk melakukan kegiatan pertambangan

mineral dan batubara. Subjek hukum, yaitu pendukung dan kewajiban. Subjek

hukum dibagi menjadi dua macam, yaitu manusia dan badan hukum. Subjek

hukum yang diberi hak untuk melakukan kegiatan pertambanagn mineral dan

batubara, meliputi (1) orang dan (2) badan usaha. Badan usaha dapat berbadan

hukum dan tidak berbadan hukum.5 Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah ditentukan asas-

asas hukum pertambangan mineral dan batubara. Ada tujuh asas hukum

pertambangan mineral dan batubara. Ketujuh asas itu, meliputi : manfaat,

keadilan, keseimbangan, keberpihakan kepada kepentingan bangsa, partisipatif,

transparansi, akuntabilitas, dan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

C. Kegiatan Penambangan yang Dibenarkan Menurut Islam Melalui Hasil

Bahtsul Masail Tentang Eksploitasi Alam

Tujuan utama syariat Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat

manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini sesuai dengan misi Islam secara

keseluruhan sebagai rahmatan lil’alamin. Assyatibi dalam kitabnya, Almuwafaqot

menegaskan, telah diketahui bahwa diundangkannya syariat Islam adalah untuk

5 Salim HS, Hukum Pertambangan Mineral & Batubara, Op.Cit, h. 20.

Page 56: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

43

mewujudkan kemaslahatan mahkluk secara mutlak.6 Sebagaimana Oleh karena

itu, diperlukan ijtihad yang didasarkan pada istinbat hukum dari sumber-

sumbernya.

Islam sendiri memandang bahwa kekayaan alam termasuk tambang di

dalamnya haruslah bertujuan untuk kemaslahatan para hamba-Nya dan dikelola

dengan baik. Kekayaan pertambangan di Indonesia merupakan karunia Tuhan

Yang Maha Esa sebagai kekayaan nasional untuk kesejahteraan dan kemakmuran

masyarakat Indonesia.7 Nabhani berpendapat bahwa jumlah kekayaan tambang di

Indonesia sangatlah banyak bahkan tidak ada habisnya. Hal tersebut dalam

prakteknya seharusnya diberikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang bersifat

primer. Selain itu harus mampu menunjang pendidikan, kesehatan, dan fasilitas

umum lainnya.8

Mengacu pada kegiatan pertambangan yang dibenarkan dalam Islam adalah

pemanfaatan barang tambang secara kolektif bukan secara pribadi. Islam

memandang bahwa barang tambang merupakan miliki bersama serta tidak boleh

dinikmati secara perorangan. Hal tersebut mengacu pada permasalahan nadhriyah

milkiyah terkait kepemilikian pribadi. Dimana menjelaskan kepemilikikan pribadi

terhadap sesuatu tidak membolehkan seseorang untuk menghalanginya. Begitupun

dengan kepemilikan bersama tidak boleh dirintangi individu tertentu.9

Pandangan Malikiyah menyebutkan kegiatan pertambangan berupa

pengelolaan hasil bumi merupakan milik Baitulmal kaum muslimin atau milik

pemerintah negara. Pemerintah sebagai kekuasaan tertinggi memiliki wewenang

untuk mengatur kegiatan pertambangan yang berlandaskan kebersamaan,

keadilan, dan kesejahteraan. Hasil pertambangan tersebut dikumpulkan di bawah

naungan pemerintah untuk kemaslahatan umat Islam. Hal tersebut berlaku pada

6 Asy-syatiby, al-muwafaqot, II: 19. Bandingkan dengan ‘Izz ad-Din bin ‘abdussalam, qawaid al-ahkam fi mashalih al-an-anam, (t.tp: Mathba’ah al-Istiqamah) 10

7 Yusuf Qadrawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani

Press, 1997), Hal. 138.

8 Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,

(Surabaya: Risalah Gusti, 2002), Hal. 252.

9 T.M. Hasbih Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta: Penerbit Bulan

Bintang, 1974), Hal. 18.

Page 57: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

44

kegiatan pertambangan oleh perusahaan tertentu merupakan milik umum,

khususnya muslimin.10

Pandangan lain dari Ibnu Qudamah melalui kitabnya Al-Mughni bahwa

barang-barang tambang sama seperti air, garam, gas, dan lainnya yang bisa

dimanfaatkan tanpa biaya. Selain itu dalam pemanfaatannya tidak bisa dimiliki

oleh individu atau atas nama kelompok tertentu. Kepemilikan pribadi terhadap

barang tertentu akan menyulitkan orang lain. Oleh karena barang tambang milik

umum maka negara secara legal mampu mengelola kegiatan pertambangan.11

Pada dasarnya kegiatan pertambangan dalam perspektif Islam diserahkan

kepada wewenang negara atau pemerintahan. Sedangkan perusahaan atau aktor

tertentu di luar negara yang melakukan kegiatan pertambangan tidak

diperbolehkan menurut perspektif Islam. Tindakan tersebut berdasarkan

kenyataan bahwa negara sebagai kekuasaan tertinggi yang dibentuk atas dasar

keinginan masyarakat luas.

D. Hasil Analisis Perbandingan Undang-Undang Pertambangan Mineral

Dan Batu Bara Dengan Fatwa Lembaga Bahtsul Masail NU

Yūsuf al- Qardhawi menyatakan; dimana ada maslahah, disanalah terdapat

hukum Allah.12

Teks-teks hukum bersifat terbatas, sedangkan kasus-kasus hukum

tiada terbatas (an-nushush mutanâhiyah, wa amma al-waqa'i‘ghair mutanâhiyah).

Kemaslahatan juga akan terus berubah dan bertambah seiring kemajuan zaman.

Dalam kondisi ini, permasalahan baru yang hukumnya belum ditegaskan dalam

Alquran dan sunnah akan banyak muncul. Oleh karena itu, diperlukan ijtihad yang

didasarkan pada istinbâth hukum dari sumber-sumbernya. Permasalahan baru

tidak selalu bisa diselesaikan dengan metode qiyas, karena banyak kasus yang

tidak bisa diselesaikan dengan metode ini. Solusinya, perlu ditempuh metode lain

seperti mengintrodusir konsep istishlâh atau mashlahah yang ditelusuri dari

10 Yusuf Qadrawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani

Press, 1997), H. 130.

11

Ibnu Qudamah, Al-Mugni, (Kairo: Hajar, 1992), Hal. 155. 12 Yùsuf al-Qardhàwi, al-Ijtihàd al-Mu‘ashir, (Beirut: al-Maktab al-Islamiy, 1998), H.68.

Page 58: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

45

pengetahuan dan pemahaman akan maqâshid asy-syari‘ah.13

Orang yang berhenti

pada zhahir ayat atau pendekatan lafzhiah serta terikat dengan nash yang parsial

akan mengalami kesulitan dalam menangkap hikmah suatu hukum. Berkaitan

dengan pemeliharaan lingkungan (hifzul-bî'ah), Alquran hanya menyinggung

tentang prinsip-prinsip konservasi dan restorasi lingkungan, seperti larangan

pengrusakan,14

larangan berlebih-lebihan (isrâf) dalam pemanfataannya, dan

larangan bersikap mubazir. Namun sejauh mana kadar berlebih-lebihan,

bagaimana hukuman pelaku perusakan serta teknis operasional penjagaan sama

sekali tidak ditemukan dalam Alquran.

Disinilah sangat diperlukan ijtihad untuk menjelaskannya. Adanya larangan

pengrusakan di muka bumi dalam Alquran dimaksudkan untuk memelihara lima

unsur penting dalam syariat Islam yang mesti dijaga, yakni jiwa, agama, akal,

keturunan dan harta yang merupakan tujuan penetapan syariat (maqâshid

asysyari‘ ah).15

Oleh karena itu seluruh tindakan yang mengarah pada tindakan

yang dapat merusak lima elemen penting tersebut merupakan tindakan yang

dilarang oleh agama dan pelakunya berhak mendapatkan sanksi. Dalam kitab

tafsirnya, ar-Râziy menyebutkan segala bentuk tindakan yang menimbulkan

bahaya, pada dasarnya adalah haram dan terlarang menurut agama. Keharaman ini

disandarkan pada kaidah fiqh yang diformulasikan dari hadis nabi “la dharara wa

la dhirara”(suatu perbuatan hukum tidak boleh merugikan diri sendiri maupun

orang lain. Dalam kaidah lain disebutkan “adhdhararu yuzâl” (bahaya harus

dihilangkan). Kerusakan yang terjadi di muka bumi tentunya menimbulkan

berbagai bahaya (mudharat) bagi keberlangsungan makhluk hidup di dalamnya.

Makanya tindakan ini harus dihindarkan. Salah satu bentuk pengrusakan di bumi

adalah eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan seperti praktik-praktik

illegal loging, illegal fishing, illegal mining, pencemaran, environmental crime,

korupsi lingkungan, degradasi hutan dan lain sebagainya. Alam diciptakan untuk

13 Yùsuf al-Qardhàwi, Diràsah fì Fiqh Maqàshid asy-Syari‘ah,Cet. 1 (Kairo:Dàr asy-

Syurùq, 1427 H/2006 M), H. 20-24 14

Misalnya larangan berbuat kerusakan di bumi setelah adanya ishlah (al-A‘râf (7): 56),

larangan merusak tumbuhan (al-Baqarah (2): 205. 15 Yùsuf al-Qadhàwiy, Diràsah fì Fiqh Maqàshid asy-Syari‘ah, (Kairo:Dàr asy-Syurùq,

1427 H/2006 M), H. 27.

Page 59: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

46

manusia (al-Baqarah/2: 29) untuk dikelola secara proporsional, bukan untuk

diberlakukan secara sewenang-wenang. Manusia diberi kebebasan untuk

mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk kemaslahatan dirinya,

namun tetap harus memperhatikan kelestarian ekologi. Kemashlahatan pribadi

tidak boleh mengabaikan kemaslahatan umum atau orang banyak. Dalam hal ini

berlaku kaidah “al mashlahah al-‘ammah muqaddam ‘ala al-mashlahah al-

fardhiyyah” (kemaslahatan umum/kolektif harus didahulukan dari pada

kepentingan individu/khusus).16

Pemamfaatan alam secara berlebihan telah

menimbulkan dampak negatif yang besar bagi manusia dan alam itu sendiri.

Sepertinya rusaknya hutan, pencemaran air, tanah dan udara. Eksploitasi yang

berlebihan terhadap sumber daya alam akibat kerakusan manusia, juga menjadi

penyebab timbulkan berbagai bencana alam, yang tidak hanya mengakibatkan

ribuan nyawa manusia melayang, juga merusak kelestarian ekosistem. Setiap

perilaku destruktif dan eksploitatif menimbulkan mafsadàt dan mudarat, sekalipun

membawa kemashlahatan pribadi atau golongan tertentu, terlarang dalam agama

dan harus dihindari. Segala yang menimbulkan mudharat hukum perbuatannya

adalah haram. Demikian menurut ar-Râzî, ketika menafsirkan ayat ini. Larangan

melakukan perusakan di muka bumi dalam ayat ini diungkapkan dalam bentuk

nahyi (larangan).17

Dalam kaidah ushul disebutkan “ al-ashl fi an-nahy liltahrim”

(hukum asal dari larangan adalah haram). Dalam konsepsi Islam, khususnya

prinsip penetapan hukum dalam ushul fiqh, tindakan menghindarkan keburukan

(mafsadàt) harus lebih didahulukan daripada tindakan untuk mengambil manfaat

(dar'u al-mafasid muqaddam ‘ala jalbi al-mashàlih).

Indonesia adalah salah Satu Negara yang diberi anugerah oleh Allah SWT

Berupa sumber daya alam yang melimpah, sehingga hampir semua koorporasi

tambang dan gas internasional melakukan bisnis ekplorasi. Disatu sisi bisnis ini

menguntungtkan rakyat Indonesa, tetapi di sisi lain menimbulkan kerusakan

lingkungan alam yang luar biasa dampaknya.

16 al-Ghazàli, Syifà' al-Ghalìl fì Bayàni

Syàbahi wa al-Mukhayyal wa Masàlik at-Ta‘lil, (Bagdad: Mathba‘ah al-Irsyàd, 1971), H. 210-211. 17 Ar-Ràzì, Mafàtihul-Gaib, XI: H. 283.

Page 60: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

47

Sumber daya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik

yang dapat dimanfaatkan untuk mememenuhi kebutuhan manusia dan

kesejahteraan manusia, misalnya : tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan

tambang,angin,dll. Eksploitasi sumberdaya alam yang mengabaikan lingkungan

akan mengancam keberlanjutan dan ketersediaan sumber daya alam itu. Hal ini

berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menggariskan

bahwa “ Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran

rakyat”.18

Dalam hal ini bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalam Tanah Air

Indonesia dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Hak penguasaan

negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan

atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam pengusahaan bahan galian

(tambang), pemerintah dapat melaksanakan sendiri dan/atau menunjuk kontraktor

(badan usaha) apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang

tidak atau belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah.19

Indonesia merupakan Negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di

dunia setelah Brazil. Fakta tersebut menunjukan tingginya keankeragaman sumber

daya alam hayati dan non hayati yang dimiliki Indonesia. Dilihat dari sisi geologi,

Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak

terbentuk pegunungan yang kaya akan batu bara dan mineral20

. Sejatinya sumber

daya alam terbagi menjadi dua kelompok, yaitu bisa di perbaharui dan tidak bisa

di perbaharui. Sumber daya alam yang tidak bisa di perbaharui ialah ; Minyak

Bumi, Gas Alam, Mineral, dan Batu Bara.

Sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri

dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya.

18

Undang – undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, Pasal 33 ayat (3) 19

Salim H. S, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2010), hlm. 1. 20

https://id.m.wikipedia.org/wiki/sumber_daya_alam&lite_escape/2014 diakses 27

agustus 2016

Page 61: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

48

Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek

peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai

macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global

hingga bencana lumpur panas yang sangat merugikan masyarakat21

. Pada

umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi

SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat

diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya

tidak dieksploitasi berlebihan.

Revisi Undang-Undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara akan merombak sejumlah ketentuan, termasuk insentif yang biasa

diperoleh perusahaan tambang. Berdasarkan draf RUU Minerba tertanggal 24

Januari 2018 yang diperoleh Bisnis, ada beberapa pasal yang berubah drastis dari

UU Minerba yang masih berlaku saat ini. Dalam pasal 47, IUP Operasi Produksi

yang terintegrasi dengan smelter atau pembangkit listrik dapat diberikan

perpanjangan secara langsung paling lama 20 tahun serta bisa diperpanjang

selama 10 tahun. Selain itu, dalam pasal 103, pemegang IUP atau IUPK yang

melakukan pengolahan dan pemurnian sendiri dan membangun pembangkit listrik

bisa diberikan insentif fiskal dan nonfiskal.

Salah satunya adalah tidak terkena pengurangan wilayah saat mendapatkan

izin perpanjangan operasi. Selanjutnya, dalam pasal 169B, Kontrak Karya (KK)

dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang telah

diamandemen dan terintegrasi dengan smelter atau pembangkit listrik bisa

kembali mengusahakan wilayahnya dalam bentuk IUPK untuk jangka waktu 20

tahun dan dapat diperpanjangan 2x10 tahun. Luas wilayahnya pun sesuai dengan

rencana kerja seluruh wilayah pertambangan yang telah disetujui dalam kontrak.

Artinya, tidak akan ada pengurangan wilayah. Terkait dengan pengolahan dan

pemurnian, pemegang KK wajib melakukan pengolahan dan pemurnian paling

lama 2 tahun sejak UU ini diundangkan. Adapun bagi KK, IUP, dan IUPK yang

telah atau sedang membangun smelter, bisa menjual produk hasil pengolahan

dalam jumlah tertentu ke luarn negeri dalam jangka waktu paling lama 2 tahun

21

Sumber daya alam Indonesia ;penerbit lajnah ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU

Page 62: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

49

sejak UU ini diundangkan. Untuk masalah divestasi minimal 51%, dalam pasal

112 tidak diatur lagi secara spesifik jangka waktu pelepasan saham tersebut.

Namun, untuk yang membangun smelter atau pembangkit listrik, diatur secara

spesifik bahwa pelaksanaan kewajiban divestasi dimulai dalam jangka waktu 10

tahun sejak kegiatan penambangan dilakukan. Untuk setoran kepada pemerintah

pusat, rencananya akan ada peningkatan seperti yang diatur dalam pasal 129 draf

RUU Minerba.

Pemerintah pusat yang tadinya menerima 4% dari keuntungan bersih sejak

berproduksi akan menerima 5%. Penerimaan pmerintah daerah pun direncanakan

meningkat dari 6% menjadi 10%.22

Adapun 10% tersebut terbagi dari pemerintah

provinsi sebesar 4,5%, pemerintah kabupaten/kota penghasil 3,5%, dan

pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam satu provinsi 2%. Selebihnya, isi draf

RUU Minerba tersebut mencakup hal-hal yang lebih didetailkan dari UU Minerba

saat ini, mulai dari masuknya Holding Minerba, tata cara penetapan wilayah

pertambangan, hingga perubahan kewenangan dari pemerintah kota/kabupaten ke

pemerintah provinsi yang menggunakan istilah umum sebagai pemerintah daerah.

22 http://industri.bisnis.com/read/20180321/44/752748/inilah-poin-poin-baru-dalam-revisi-uu-minerba 21 maret 2018.

Page 63: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

50

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegiatan pertambangan membawa dampak buruk bagi lingkungan perairan

akibat penggunaan senyawa logam berat merkuri (Hg). Merkuri dapat

terakumulasi dalam tubuh organisme yang hidup di perairan dan bersifat toksik

atau mematikan pada konsentrasi tertentu. Selain itu pencemaran lingkungan

perairan akibat kegiatan pertambangan secara nyata berpengaruh terhadap

perekonomian nelayan. yang mencemari perairan berpotensi menurunkan kualitas

dan produktifitas perairan sehingga mengurangi hasil tangkapan nelayan. Solusi

untuk mengatasi dampak pencemaran perairan oleh kegiatan penambangan terbagi

dari sisi ekologi dan ekonomi. Dari sisi ekologi berupa pembangunan bendungan

serta Instalasi Pengolah Limbah (IPAL). Sedangkan dari sisi ekonomi, khususnya

bagi nelayan, dapat dilakukan dengan penerapan strategi pertahanan hidup

substitutif.

Pada dasarnya kebijaksanaan dan memenuhi kebutuhan masyarakat luas

melalui pemanfaatan sumber daya alam sangatlah diperlukan dalam pembangunan

suatu negara. Secara konstitusi sendiri penguasaan terhadap kekayaan sumber

daya alam dipegang oleh negara sebagai kekuasaan tertinggi. Sudah kewajiban

bagi negara untuk mengolahnya demi kepentingan masyarakat dan kemajuan

negara. Penting juga untuk mengetahui bagaimana konstitusi di Indonesia yang

mengatur pemanfaatan tersebut baik dalam hukum Indonesia maupun hukum

Islam.

Dalam organisasi NU yang mampu melakukan Bahts al-Masa’il disebut

sebagai lembaga Syuriyah. Kepengurusannya dipegang oleh ketua atau ra’is,

sekretaris atau katib, dan anggota atau a’da/ a’wan. Adapun peserta dalam

lembaga tersebut adalah ulama dan cendekiawan NU yang berasal dari struktur

kepengerusan atau di luar sktruktur.

Page 64: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

51

Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama menyebutkan dalam fatwanya

bahwa eksploitasi sumber daya alam bersifat haram. Keputusan tersebut

disepakati pada sidang Bahtsul Masail di pesantren Almanar Azhari, Depok, Jawa

Barat. Para Kyai yang berpartisipasi dalam sidang tersebut menyepakati

keputusan sebab eksploitasi alam berdampak pada kerusakan lingkungan alam.1

Eksploitasi alam secara berlebihan dan tidak bertanggungjawab maka

hukumnya haram meskipun secara legal, sedangkan harta yang diperoleh

hukumnya makruh. Fatwa tersebut juga menegaskan bahwa sebagian besar

pengusaha di Indonesia sering mengabaikan batasan eksplorasi sumberdaya alam.

Bahkan pada tingkatan tertentu melakukan eksploitasi tanpa mempertimbangkan

lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Eksploitasi juga dilakukan hanya

untuk kepentingan ekonomi. Tidak aneh jika banyak menimbulkan berbagai

dampak negatif, seperti pencemaran udara, rusaknya alam, serta matinya flora dan

fauna di Indonesia

Pemanfaatan terhadap kekayaan sumber daya alam tertuang pada Pasal 33

Ayat 3 UUD 1945. Pasal tersebut menjelaskan bahwa galian tambang adalah

milik seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu juga terdapat pada Pasal 1 Ayat 7

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara secara tidak langsung menjelaskan bahwa kegiatan penambangan dapat

dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pada Pasal

33 menjelaskan tentang kepemilikan serta hak dan kewajiban sumber daya alam

sebagai milik masyarakat Indonesia. Sedangkan Pasal 1 berkaitan dengan teknis

pengelolaan sumber daya alam.

Senada dengan itu Islam pun membenarkan dan membolehkan kegiatan

pertambangan. Namun yang ditegaskan bahwa kegiatan tersebut harus untuk

kesejahteraan masyarakatnya bukan untuk pribadi. Dasar dari penjelasan tersebut

mengacu pada nadhriyah milkiyah. Selain itu juga menjelaskan bahwa

kepemilikan barang tambang dari pengelolaan sumber daya alam merupakan

milik bersama.

1 ‘’PBNU Haramkan Eksploitasi Sumber Daya Alam di Indonesia’’, Artikel diakses pada

22 Februari 2018 dari http://www.nu.or.id/post/read/59422/pbnu-haramkan-eksploitasi-sumber-

daya-alam-di-indonesia

Page 65: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

52

B. Saran

Mengacu pada gambaran dan analisis dalam penelitian ini maka dapat

diambil beberapa saran. Pertama, kepada pihak pemerintahan untuk lebih

memperhatikan pengelolaan kekayaan sumber daya alam untuk kebutuhan

masyarakat luas. Kedua, bagi masyarakat sebagai pengontrol atau pengawas harus

lebih kritis terhadap berbagai kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam

yang seharusnya untuk masyarakat luas. Ketiga, organisasi masyarkat harus terus

melakukan advokasi terhadap kebijakan pemerintah yang mendukung kebutuhan

masyarakat luas.

Dalam hal ini bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalam Tanah Air

Indonesia dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Hak penguasaan

negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan

atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam pengusahaan bahan galian

(tambang), pemerintah dapat melaksanakan sendiri dan/atau menunjuk kontraktor

(badan usaha) apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang

tidak atau belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah.2

Kegiatan pertambangan di Indonesia harus dipantau secara ketat untuk

menghindari adanya penambangan ilegal yang seringkali mengabaikan dampak

negatif yang timbul pascapenambangan. Setiap industri penambangan perlu

melakukan recovery terhadap lingkungan pada tahap pascaoperasi kegiatan

penambangan agar dampak yang merugikan dapat ditekan.

2 Salim H. S, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2010), hlm. 1.

Page 66: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

53

DAFTAR PUSTAKA

Buku Referensi dan PerUndang-Undangan

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Aripin, Jaenal. Metode penelitian hukum.

Jakarta: lembaga Penelitian Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Al-Zuhaily, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa Adillathu. Damsik: Dar Al Fikr, 1989.

An-Nabhani, Taqyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam.

Surabaya: Risalah Gusti, 2002.

DEPAG RI. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta :

Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2001.

DEPAG RI. Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum.

Jakarta : PT Bulan Bintang, 2000.

Matin, Ibrahim Abdul. Greendeen Inspirasi Islam Dalam Menjaga dan Mengelola

Alam. Jakarta; Mizan, 2012..

Masyhuri, KH. A. Aziz. Masalah Keagamaan Nahdlatul Ulama. Surabaya: PP

RMI dan Dinamika Press, 1997.

Muhammad, Sholahuddin. Asas-Asas Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Grafindo

Persada, 2007

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.

Qadrawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta:

Robbani Press, 1997.

Qudamah, Ibnu. Al-Mugni. Kairo: Hajar, 1992.

Reflita. Eksploitasi Alam dan Perusakan Lingkungan (Istinbath Hukum atas Ayat-

Ayat Al-Quran). Substantia. Volume 17. Nomor 2, Oktober 2015.

S, Salim H. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2010.

Shuhufi, Muhammad. Fatwa dan Dinamika Hukum Islam di Indonesia. Makassar:

Alauddin University Press, 2012.

Shiddieqy, T.M. Hasbih Ash. Pengantar Fiqih Muamalah. Jakarta: Penerbit Bulan

Bintang, 1974.

Page 67: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

54

Silalahi, M. Daud. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum

Lingkungan Indonesia. Bandung: PT. Alumni, 2001.

Sumber daya alam Indonesia. penerbit lajnah ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2008.

Thalhah, Ahmad Mufid. Fiqh Ekologi Menjaga Bumi Memahami Makna Kitab

Suci. Yogyakarta, Total Media, 2008

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 aya 3.

Zaro, Ahmad. Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama1926-1999: Telaah Kritis

Terhadap Keputusan Hukum Fıqıh. Disertasi. Institut Agama Islam Negeri

Sunan Kalıjaga, 2001.

Rumusan PWNU Jatim Masail Waqi'iyah Muktamar NU Ke 33; Jombang 3

Agustus 2015.

Website

‘’Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 NU’’. Artikel diakses pada 22 Februari 2018 dari

file:///C:/Users/Hollywood/Downloads/Hasil-hasil%20Muktamar%20Ke-

33%20NU.pdf

https://id.m.wikipedia.org/wiki/sumber_daya_alam&lite_escape/2014 diakses 27

Agustus 2016

‘’PBNU Haramkan Eksploitasi Sumber Daya Alam di Indonesia’’, Artikel diakses

pada 22 Februari 2018 dari http://www.nu.or.id/post/read/59422/pbnu-

haramkan-eksploitasi-sumber-daya-alam-di-indonesia

“Pengertian Istinbath Menurut Fikih”, Artikel diakses pada 21 Februari 2018 dari

http://www.referensimakalah.com/2013/pengertian-istinbath-menurut-

fikih.html

‘’Sejarah Lembaga Bahtsul Masail NU’’, Artikel diakses pada 22 Februari

2018 darıhttp://lbmnu.blogspot.com.tr/p/sejarah-lembaga-bahtsul-masail-nu.html

“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan”, Artikel diakses pada 18 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1967/11TAHUN~1967UU.htm

Page 68: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA FATWA LEMBAGA BAHTSUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44669/1/TAUPIK... · dapat dilakukan jika sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan

55

‘’Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara’’, Artikel diakses pada 17 Februari

2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM

“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan”, Artikel diakses pada 18 Februari 2018 dari

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1967/11TAHUN~1967UU.htm

www.gusdurian.net/id/peristiwa/penguasaan-Negara-atas-sumber-daya-alam-

menurut-Islam 2015 diakses 5 September 2016

http://industri.bisnis.com/read/20180321/44/752748/inilah-poin-poin-baru-

dalam-revisi-uu-minerba 21 maret 2018.