analisis pertumbuhan bakteri.... hamsina
DESCRIPTION
hohohohTRANSCRIPT
ANALISIS PERTUMBUHAN BAKTERI SECARA IN VITRO
HAMSINA
H41111331
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Bakteri adalah organisme miko yang dapat ditemukan dan hidup hampir
disemua tempat. Keberadaannya dapat ditemukan pada tempat tertentu seperti pada
makanan rusak, pada berbagai bagian tubuh mkhluk hidup seperti pada hewan dan
tumbuhan ataupun pada luka yang infeksi. Keberadaan mikroba tersebut sering
terabaikan karena ukurannya yang saangat kecil berupa organisme uniseluler yang dapat
bersifat autotroph maupun heterotroph. Berdasarkan struktur selnya, bakteri termasuk
organisme prokariotik karena bahan heredetiernya tersebar dalam sitoplaasma sel
karena tidak memiliki merman inti (nucleoid) (Husain, 2005).
Bakteri banyak yang menyebabkan penyakit meskipun Banyak juga diantaranya
yang bermanfaat dalam berbagai industry, obat-obat dan makanan. Pencegahan dan
pengobatan penyakit pada umumnya disebabkan oleh bakteri didasarkan pada hasil
usaha para bakteriolog yang dapat berprofesi dalam bidang peneliti , kesehatan maupun
insektisida dan peranannya dalam produksi pertanian industry. Bakteri antara lain
bermanfaaat dalam berbagai industry untuk produksi antibiotika, enzim.
Pemanfaatannya juga dapat ditinjau dari kapasitas biodegradasinya terhadap limbah-
limbah organik yang mencemari lingkungan ataukah berdasarkan sifat (Husain, 2005).
Untuk mengetahui apakah suatu bakteri memiliki manfaat atau bersifat
merugikan maka harus diketahui terlebih dahulu jenis bakterinya, sehingga harus
dilaakukan karakterisasi serta uji-uji biokimia pada suatu isolate bakteri. Hal inilah yang
melatar belakangi dilakukannya praktikum ini.
I.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini yaitu:
1. Untuk mengetahui teknik atau metode untuk mengisolasi bakteri
2. Untuk mengetahui karakteristik dari bakteri yang diamati
3. Untuk mengetahui fase-fase pertumbuhan pada bakteri
I.3 waktu dan tempat penelitian
Percobaan ini dilakukan pada tanggal 17 Oktober - 02 November 2013,di
Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin. Pengambilan sampel dilakukan disaluran
pembuangan air BTP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Bakteri Enterobakter
Enterobacteriaceae adalah family besar bakteri yang ditemukan cukup banyak
dan dikenal lebih akrab sebagai bakteri yang patogen , seperti Salmonella , Shigella,
Proteus, dan Klebsiella. Bakteri-bakteri Enterobacteriaceae umumnya berbentuk
batang , dan biasanya panjangnya 1-5 um. Umunya bersifat Gram-negatif, anaerob
fakultatif , memfermentasi gula untuk menghasilkan asam laktat dan berbagai produk
akhir lainnya. Kebanyakan juga mengurai nitrat. Kebanyakan memiliki
banyak flagela digunakan untuk bergerak, tetapi beberapa juga bersifat non-
motil. Enterobacteriaceae tidak membentuk spora. Reaksi katalase bervariasi pada
setiap anggota Enterobacteriaceae( Anonim, 2010).
Banyak juga bakteri anggota keluarga Enterobacteriaceae adalah bagian normal
dari flora usus yang ditemukan dalam usus manusia dan hewan lainnya, sementara yang
lain ditemukan dalam air atau tanah, atau parasit pada berbagai hewan dan
tanaman. Escherichia coli (E. coli ) adalah salah satu yang paling penting , banyak
dipelajari secara genetika dan biokimia.
Kebanyakan anggota Enterobacteriaceae tipe I peritrichous fimbriae berperan
dalam adhesi sel-sel bakteri untuk host mereka. Beberapa memproduksi
enterobacteria endotoksin . Endotoksin berada dalam sitoplasma sel dan dilepaskan
ketika sel mati dan ketika dinding sel hancur. Beberapa anggota
keluarga Enterobacteriaceae menghasilkan infeksi sistemik ke dalam aliran darah dan
ketika semua sel-sel bakteri mati melepaskan endotoksin yang dikenal sebagai shock
endotoksik dan dapat menyebabkan kematian seketika.
Genus yang terkenal dari kelompok ini adalah (Husain, 2013) :
Escherchia dengan 4 spesies, ada yang berwarna, ada yang tidak, saprobe,
Escherchia coli terkenal sebagai penghuni kolon (Usus tebal).
Aerobacter dengan 2 spesies, saprobe dalam usus vertebrata atau hidup bebas di
alam. Aerobacter aerogenes terdapat sebagai saprobe dalam usus.
Klebsiella dengan 3 spesies, saprobe atau pathogen pada hewan dan manusia.
Klebsiella pneumonia terdapat pada alat-alat pernapasan.
Erwinia dengan 17 spesies, saprobe atau pathogen pada tanaman-tanaman. Erwinia
amylovora terkenal sebagai penyebab bonyok pada buah-buahaan.
Serratia, ada 5 spesies, ada pigmen merah, saprobe, ada juga yang tidak,berwarna.
Serratia marscencens terdapat dimana-mana.
Proteus dengan 5 spesies, saprobe,atau pathogen. Proteus vulgaris bisa kedapatan
pada maknan yang sudah basi.
II.2. Bakteri E. coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang
memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7μm dan bersifat anaerob
fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang
nyata (Smith-Keary, 1988)
II.2.1 Karakterisasi Morfologi
Gambar 1. Morfologi E. coliSumber : Smith-Keary,1988
E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam sintesis
vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-
zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan
berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik
yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini
menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O,
energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai
pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan
meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik
menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawetz et al., 1995).
II.2.2 Patogenitas E. coli
Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak
dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et al.,
1995). Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :
1. Infeksi saluran kemih
E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita
muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan
piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
2. Diare
E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli
diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok
menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok galur E.
coli yang patogen, yaitu :
a) E. coli Enteropatogenik (EPEC)
EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC
sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di Negara maju. EPEC
melekat pada sel mukosa usus kecil.
b) E. coli Enterotoksigenik (ETEC)
ETEC penyebab yang sering dari “diare wisatawan” dan penyebab diare pada bayi
di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil.
c) E. coli Enteroinvasif (EIEC)
EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis.
Penyakit yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan para
wisatawan yang menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau
melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak.
EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
d) E. coli Enterohemoragik (EHEK)
EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksisnya pada sel Vero,
suatu ginjal dari monyet hijau Afrika.
e) E. coli Enteroagregatif (EAEC)
EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara
berkembang.
3. Sepsis
Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E. coli dapat memasuki aliran
darah dan menyebabkan sepsis.
4. Meningitis
E. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E. coli
merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal.
II.3 Karakterisasi secara umum
II.3.1 Teknik identifikasi mikroorganisme
Karakterisasi dan klasifikasi sebagian besar mikrobia seperti bakteri berdasarkan
pada reaksi enzimatik ataupun biokimia. Mikroba dapat tumbuh pada beberapa tipe
media, memproduksi tipe metabolit tertentu yang dideteksi dengan interaksi mikrobia
dengan reagen test yang menghasilkan warna reagen. Reaksi-reaksi dalam sel akan
teridentifikasi dengan melakukan pengujian-pengujian tertentu. Sel akan memberikan
respon sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, misalnya menghasilkan enzim
katalase, enzim gelatinase atau kemampuan untuk menghidrolisis lemak (Pelczar 1986).
Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi
metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Kemampuan bakteri
menggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energi yang dapat
digunakan untuk identifikasi. Identifikasi Bakteri dapat dilakukan dengan beberapa uji
antara lain uji dalam melakukan fermentasi, uji oksidase, produksi katalase, uji
motilase dan uji oksidase (Funke 2004).
Uji biokimiawi bakteri adalah salah satu uji yang dilakukan untuk
mengidentifikasi jenis bakteri. Hal ini karena setiap jenis bakteri memiliki sifat biokimia
yang berbeda. Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak
serupa. Karena itu ciri fisiologis atau biokimiawi merupakan kriteria yang amat penting
di dalam identifikasi spesimen yang tidak dikenal. Tanpa hasil pengamatan fisiologis
yang memadai mengenai organisme yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidaklah
mungkin dilakukan. Manusia tidak dapat melihat dan mengidentifikasi bakteri tanpa
diadakan percobaan.
Uji biokimiawi bakteri adalah salah satu uji yang dilakukan untuk
mengidentifikasi jenis bakteri. Hal ini karena setiap jenis bakteri memiliki sifat biokimia
yang berbeda. Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak
serupa. Karena itu ciri biokimiawi merupakan kriteria yang amat penting di dalam
identifikasi spesimen yang tidak dikenal. Tanpa hasil pengamatan fisiologis yang
memadai mengenai organisme yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidaklah
mungkin dilakukan. Manusia tidak dapat melihat dan mengidentifikasi bakteri tanpa
diadakan percobaan.
Berikut beberapa contoh uji kimia yang digunakan untuk identifikasi bakteri, antara
lain (Husain, 2013) :
a. Mc Concey Agar
Persenyawaan utama didalam media ini adalah laktosa, garam empedu dan merah
netral. Media Mc Concey dapat menghambat pertumbuhan bakkteri gram positif
yang disebabkan oleh garam empedu dan Kristal violet. Bakteri gram negative
yang tumbuh dibedakan dengan kemampuannya memfermentasikan laktosa.
Koloni dari bakteri yang memfermentasikan laktosa berwarna merah bata dan
dapat dikelilingi oleh endapan garam empedu. Endapan ini disebabkan oleh
penguraian laktosa menjadi asam yang akan bereaksi dengan garam empedu.
Bakteri yang tidak memfermentasikan laktosa biasaanya bersifat pathogen,
dimana golongan bakteri ini tidak memperlihatkan perubahan pada media, ini
berarti bahwa koloninya sama dengan warna media (Lay, 1994)
b. SIM
Media ini biasanya digunakan dalam identifikasi yang cepat, hasil uji indol yang
negative karena tidak terbentuk lapisan (cincin), berwarna merah muda pada
permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membemtuk indol dari tryptopan
sebagai sumber karbon, yang dapat diketahui dengan menambahkan larutan
kovacs. Asam amino tryptopan merupakan komponen asam amino yang lazim
terdapat pada protein, sehingga dengan mudah asam amino ini dapat digunakan
oleh mikroorganisme akibat penguraian protein. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hitam yang berarti bakteri menghasilkan gas hydrogen sulfit
(H2S) dan cincin indol berwarna merah muda setelah penambahan reagen kovacs
(Pelezear dan Chan. 2005).
c. MR-VP (Methylen Red – Voges Proskuer)
Uji MR (Methylen Red)
Uji Methylen Red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam
campuran. Beberapa bakteri memfermetasikan glukosa dan menghasilkan
berbagai produk yang bersifat asam, sehingga akan menurunkan pH media
pertumbuhan menjadi 5,0 atau lebih rendah. Penambahan indikator Methylen Red
dapat menunjukkan adanya perubahan pH menjadi asam, dimana pada pH 4,4
berwarna merah dan pH 6,2 (sedikit mendekati basa) berwarna kuning, sehingga
jika hasilnya positif yang ditunjuk kan dengan terjadinya fermentasi asam
canpuran, maka kaldu baiakan akan tetap berwarna merah (asam) sedang apabila
tidak terjadi fermentasi maka biakan akan berubah warna menjadi kuning (basa)
(Lay, 1994).
Uji VP (Voges Proskauer)
Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang melakukan
fermentasi 2,3-butanadiol. Penambahan 40% KOH dan 5 % α-napthol dalam
etanol dapat menentukan adanya asetoin (asetil metil karbinol), sehingga hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya asetoin yang berwarna merah muda
setelah penambahan KOH (Lay, 1994).
d. Simmons Citrate
Asam sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme menggunakan
sitrate sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi, dimana media simmons sitrat
berupa media padat. Simmons sitrat agar merupakan media sintetik dengan Na sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan Brom Thymol
biru sebagai indicator pH. Hasil positif ditunjukkan dengan terjadinya perubahan
warna dari hijau menjadi biru yang manunjukkan bahwa mikroorganisme mampu
menggunakan nitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (Lay, 1994)
e. TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
Uji TSIA bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang berasal dari kelas
enterobacteriaceae. Uji ini biasa juga digunakan untuk membedakan gram negatif
antara yang mampu mengkatabolisme glukosa, laktosa, sukrosa, dan mampu
membebaskan asam sulfat. Uji ini menggunakan medium TSIA dan indikator metil
merah.
Hasil positif ditandai dengan munculnya warna kuning dan merah. Warna
kuning muncul karena adanya fermentasi bakteri terhadap glukosa, sukrosa, ataupun
laktosa dalam konsentrasi tinggi sedangkan dalam konsentrasi gula yang rendah
hanya nampak warna merah. Sedangkan hasil positif adanya H2S ditandai dengan
adanya warna hitam.
III.4 Kurva pertumbuhan bakteri
Pertumbuhan jasad hidup dapat ditinjau dari dari dua segi yaitu segi
pertumbuhan secara individu dan pertumbuhan secara kelompok dalam suatu populasi.
Pertumbuhan individu diartikan sebagai adanya pertambahan volume serta bagian-
bagian lainnya dan dapat diartikan pula sebagai penambahan kuantitas isi dan
kandungan dalam selnya. Sedangkan pertumbuhan populasi merupakan bentuk
pertumbuhan yang terjadi akibat adanya pertambahan individu(Husain, 2005)
Pada mikroba pertumbuhan individu dapat berubah langsung menjadi
pertumbuhan populasi. Sehingga batas antara pertumbuhan sel sebagai suatu individu
dan sebagai suatu kesatuan populasi, menjadi sulit diamati dan dibedakan, karena proses
ini terlalu cepat(Husain, 2005).
Pertumbuhan sel bakteri ketika dalam kondisi yang tidak mengalami
penambahan nutrien biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva
pertumbuhan sigmoid. Kurva pertumbuhan bakteri sangat penting untuk diketahui
karena dapat menggambarkan karakteristik pertumbuhan bakteri, sehingga akan
mempermudah didalam kultivasi bakteri kedalam suatu media.
Ada 6 fase pertumbuhan bakteri yang diperoleh dari kondisi kondisi kultur
tertutup yaitu (Husain, 2013) :
1). Fase lag.
Pada fase lag (adaptasi) tidak terjadi pertumbuhan populasi karena sel
mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya substansi
intraseluler sehingga siap untuk membelah diri
2). Fase pertumbuhan dipercepat
Populasi sel yang ada mulai menyesuaikan diri terhadap jenis nutrisi yang baru,
enzim induktif dibentuk oleh sel selama fase penyesuaian diri ini. Kecepatan
pertumbuhan makin lama makin tinggi.
3). Fase Log/Pertumbuhan Eksponensial.
Pada fase eksponensial atau logaritmik, sel berada dalam keadaan pertumbuhan
yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama
dalam arti rata-rata komposisi sel dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan.
Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan
dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan konstan yang
ditentukan oleh sifat intrinsic bakteri dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat
keragaman kecepatan pertumban berbagai mikroorganisme.
4). Fase pertumbuhan diperlambat
Pada fase ini kecepatan pertumbuhan menurun. Jumlah sel mati semakin
bertambah, disebabkan oleh peracunan metabolit. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak
stabil, tetapi jumlah populasi naik karena jumlah sel yang tumbuh masih banyak
dibanding dengan jumlah sel yang mati.
5). Fase stasioner.
Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan
nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan
mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase
ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung pada
bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel
yang terdapat dalam suatu biakan yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang,
membengkak secara abnormal, atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi
pertumbuhan yang tidak seimbang.
Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacam-
macam. Beberapa alasan yang dapat dikemukan akan adalah :
a. Nutrien habis
b. Akumulasi metabolit toksik (misalnya alkohol,asam, dan basa)
c. Penurunan kadar oksigen
d. Penurunan nilai aw (ketersediaan air)
6). Fase kematian
Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan
jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara
eksponensial
Gambar 2. Kurva pertumbuhan bakteri
Sumber : Husain, 2013
BAB III
METODE KERJA
III.1 Bahan
Bahan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu sampel air dari saluran
pembuangan yang diperoleh di BTP, medium Nutrient Agar (NA), medium Nutrient
Broth (NB), medium Lactosa Broth (LB), medium Eosin Metylen Blue agar (EMBA),
medium Sulfid Indol Motility SIM), medium Triple Sugar Iron Agar (TSIA), medium
Methyl Red-Voges Proskauer (MRVP), aquadest, alkohol, larutan krystal violet (gram
A), larutan lugol (gram B), alkohol (gram C), dan larutan safranin (gram D), client,
label, minyak imersi, cairan peroksida, KOH 40%, 0,6 mL alfanaftol, methyl-red, kertas
lakmus (indicator pH), NaOH 5 M, dan HCl 5 M serta kertas logaritma dan aluminium
foil.
III.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat alat gelas (tabung
reaksi, cawan petri, tabung durham, objek glass, gelas ukur, erlemenyer, gelas kimia,
botol pengenceran serta tabung spektro), alat non gelas (rak tabung, ose bulat, ose lurus,
labu semprot, sendok tanduk), alat lainnya (bunsen), enkas, inkubator, autoklaf, hot
plate, kompor, mikroskop, neraca digital, shaker, sentrifuse, spektrofotometer.
III.3 Prosedur kerja
III.3.1 Sterilisasi Alat dan media
Alat gelas
Alat alat gelas seperti erlemenyer, cawan petri, tabung reaksi, botol
pengenceran, tabung durham dan alat gelas lainnya yang tahan terhadap suhu
panas tinggi di sterilisasi dengan menggunakan Oven (Hot Air Sterilizer)
namun sebelumnya alat gelas tadi dibungkus dengan menggunakan kertas.
Sterilisasi dilakukan selama 2 jam dengan suhu 170-180°C. Sedangkan alat
gelas seperti objek gelas/preparat disterilkan dengan cara melidahapikan atau
melewatkannya dalam api Bunsen, namun tidak sampai menyala terbakar.
Alat non gelas
Alat alat non gelas seperti ose bulat dan ose lurus disterilisasikan dengan cara
pemanasan, yaitu berupa panas membara. Ose disterilkan dalam nyala api
Bunsen sampai merah membara. Sedangkan rak tabung, sendok tanduk, serta
labu semprot disterilkan dengan cara mencucinya dengan sabun, kemudian
diberikan alkohol.
Sterilisasi Media
Media yang telah dibuat kemudian disterilisasi dengan menggunakan cara
uap panas bertekanan yaitu dengan menggunakan autoklaf pada 121oC selama
15-20 menit. Sebelum media disterilisasi maka media tersebut terlebih dahulu
dipanaskan beberapa menit sehingga semua bahan tercampur sempurna.
Media alamiah dapat langsung disterilisasi setelah sebelumnya telah
dibuat ekstrak bahan dan dicampurkan dengan bahan lainnya. Sedangkan media
sintetik sangat tergantung pada petunjuk penggunaan yang terdapat pada label
botol media. Jika media tersebut dapat langsung disterilisasi maka wadah media
ditutup rapat dengan menggunakan kain saring + kapas dan ditutup dengan
menggunakan kertas atau aluminium foil. Jenis media yang dapat langsung
disterilisasi anatara lain : nutrient agar, potato dextrose agar, plate count agar,
malt ekstrak agar, endo agar, eosin, methylene blue agar, triple sugar iron agar.
III.3.2 Pembuatan Media
a) Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 2 gr media NA dilarutkan kedalam 100 ml aqudest, selanjutnya
dipanaskan hingga larut. Media kemudian disterilkan menggunakan otoklaf
selam 15 menit pada121oC, tekanan 2 atm.
b) Lactosa Broth
Sebanyak 0,8 gr media NB dan 0,5 gr laktosa dilarutkan kedalam 100 ml
aquadest, selanjutnya dipanaskan hingga larut. Selanjutnya ditambahkan
beberapa tetes larutan bromtimol blue hingga warna berubah menjadi hijau tua.
Kedalam tabung reaksi dimasukkan tabung durham dengan posisi terbalik.
Kemudian masing-masing tabung reaksi diisi dengan 9 ml media LB. media lalu
disterilisasi menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC, tekanan 2
atm.
c) Eosin Methylen Blue Agar (EMBA)
Sebanyak 1 ggr pepton, 0,5 gr laktosa, o,2 gr KH2NO4, 0,07 gr MB, 0,04 gr
eosin, 2 gr agar, 0,5 gr sukrosa, dilarutkan kedalam 100 ml aquadest, selanjutnya
dipanaskan hingga larut, media kemudian disterilkan menggunakan otoklaf
selama 15 menit pada suhu 121oC, tekanan 2 atm.
d) Sulfid Indol
Sebanyak 3 gr media SIM dilarutkan kedalam 100 ml aquadest, selanjutnya
dipanaskan hingga larut. media kemudian disterilkan menggunakan otoklaf
selama 15 menit pada suhu 121oC, tekanan 2 atm.
e) Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Sebanyak 6,5 gr media TSIA dilarut dilarutkan kedalam 100 ml aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Media kemudian disterilkan menggunakan
otoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC, tekanan 2 atm.
f) Methylen Red- Voges Proskauer (MRVP)
Ditimbang 0,5 gr pepton, 0,5 gr glukosa, dilarut dilarutkan kedalam 100 ml
aquadest. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml buffer posfat. Media kemudian
disterilkan menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC, tekanan 2
atm.
III.3.3 Isolasi Bakteri Enterobacter
Dilakukan pengenceran mulai dari seri 10-1 sampai 10-6. Pengenceran 10-1
sampai 10-3 dimasukkan kedalam medium LB sebanyak 1 ml dan pengenceran 10-4
sampai 10-6 dimasukkan kedalam medium NA, selanjutnya diinkubasi selama 1 X 24
jam, lalu diaamati perubahan warna pada medium LB dan koloni pada medium NA.
Kultur bakteri pada media LB yang memperlihatkan kekeruhan dan
terbentuknya gas, selanjutnya dipindahkan pada media selektif EMBA dengan teknik
gores. Media kemudian diinkubasi selama 1X 24 jam, pertumbuhan E. coli ditandai
dengan koloni berwarna hijau metalik pada media.
III.3.4 Karakterisasi Bakteri
III.3.4. 1 pengecatan Gram
Pengamatan morfologi koloni dilakukan dengan teknik pewarnaan gram.
Pertama-tama ulasan bakteri dibuat pada gelas objek dan dilakukan fiksasi. Sebanyak
2-3 tetes gram A (Kristal violet) diteteskan pada koloni bakteri, diamkan selama 60
detik. Kemudian preparat dicuci dengan air mengalir lalu dikeringanginkan. Setelah itu
sebanyak 2-3 tetes gram B (larutan lugol) diteteskan diatas preparat dan dibiarkan
selama 60 detik. Kemudian preparat dicuci dengan air mengalir lalu dikeringanginkan
kembali. Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan alcohol -aseton sebanyak 2-3
tetes dan didiamkan selama 60 detik lalu dicuci kembali dan dikeringanginkan. .
Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan safranin sebanyak 2-3 tetes dan
didiamkan selama 30 detik, lalu dicuci xdan dikeringanginkan. Setelah itu diamati
dibawah mikroskop. Bakteri E.Coli ditandai dengan bentuk sel bulat berwarna merah
(gram negatif).
III.3.4.2Uji Sulfid Indol Motility
Sebanyak 1 ose biakan kultur bakteri diinokulasikan kedalam media SIM
dengan metode tusuk. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 1X24 jam.
Kemampuan bakteri untuk melakukan pergerakan didalam medium (motil) ditandai
dengan pola pertumbuhan yang menyebar (menyerupai akar pohon).
III.3.4.3 Uji Triple Sugar Iron Agar
Sebanyak 1 ose dari kultur bakteri diinokulasi pada media agar TSIA dengan
metode tusuk pada bagian butt dan metode gores pada bagian slant. Selanjutnya
diinkubasi selama 1 X 24 jam.
III.3.4.4 Uji katalase
Sebanyak 1 ose kultur bakkteri dicelupkan kedalam tabung reaksi yang berisi
pereaksi H2O2.
III.3.4.4 Methylen Red- Voges Proskauer (MRVP)
Uji MR (Methylen Red)
Sebanyak 1 ose (ose bulat) isolasi bakteri dari stok kultur dan dinokulasikan
pada medium MR-VP cair kedalam tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi
selam 5X 24 jam pada suhu 37oC. Sebanyak 5 tetes methylene red
ditambahkan diatas preparat isolat bakteri.
Uji VP (Voges Proskauer)
Sebanyak 1 ose (ose bulat) isolasi bakteri dari stok kultur dan dinokulasikan
pada medium MR-VP cair kedalam tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi
selam 3X 24 jam pada suhu 37oC. Medium kemudian ditambahkan 0,2 mL
KOH 40% dan 0,6 mL alfanaftol lalu dikocok selama 30 detik.
III.3.4.5 Pengaruh temperature terhadap pertumbuhan bakteri
Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang berisi Nutrient Broth (NB), kemudian
diinokulasikan kedalamnya masing-masing 1 ose isolate bakteri . kultur tersebut
selanjutnya diinkubasi pada suhu berbeda, yaitu suhu 15oC, suhu 37oC, dan suhu 45oC.
III.3.4.5 Pengaruh keasaman (pH) terhadap pertumbuhan bakteri
Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang berisi Nutrient Broth (NB) dengan
variasi pH yang berbeda, yaitu pH 3, pH 7, dan pH 9. kemudian diinokulasikan
kedalamnya masing-masing 1 ose isolate bakteri . kultur tersebut selanjutnya
diinkubasi selama 2 X 24 jam pada suhu 37oC.
III.3.5 Kurva Pertumbuhan
III.3.5.1 Peremajaan Kultur Bakteri
Tahap ini bertujuan untuk mengadaptasikan isolate bakteri pada media cair
sebelum dilakukan pengukuran kurva pertumbuhan. Disiapkan media Nutrient Broth
(NB) dan media minimal Na-asesat, kemudian masing masing diinokulasikan kultur
bakteri sebanyak 1 ose. Selanjutnya diinkubasi pada shaker selama 1x24 jam dengan
kecepatan 800 rpm.
III.3.5.2 Pengukuran Pertumbuhan
Sebanyak 1 ml kultur bakteri yang telah diremajakan, diinokulasikan kembali
pada media yang sama yaitu media NB dan media Na-asetat, kemudian diinkubasi pada
shaker dengan kecpatan 800 rpm. Pengamatan dilakukan setiap 2 jam selama 48 jam.
Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan spektofotometer pada
panjang gelombang 580 nm.
III.3.5.3 Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri yang diukur menggunakan
spektrofotometer selanjutnya dicari nilai densitas optiknya (DO) dengan rumus :
DO = 2 – log % T
Nilai densitas optic (DO) ini selanjutnya diplot ke dalam kertas grafik semilogritma
untuk dibuat grafik pertumbuhannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Isolasi bakteri enterobacter
Gambar 3. Hasil Isolasi Bakteri berawrna hijau metalik pada media EMBASumber: Koleksi Pribadi, 2013
Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh data yang menunjukkan bahwa
didalam medium terdapat bakteri koliform. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna pada cawan petri yang berisi medium EMBA dari warna merah
menjadi warna hijau metalik yang menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam
memfermentasikan lactose yang terkandung dalam medium EMBA. Warna hijau
metalik pada medium EMBA dikarenakan adanya reaksi eosin yang bersifat asam
dengan Methylen Blue yang bersifat basa sehingga membentuk larutan asam / netral.
Medium EMBA yang digunakan dalam mengkultur bakteri karena medium
EMBA merupakan media selektif yang dapat memisahkan antara koloni bakteri yang
berbeda dapat digunakan sebagai media isolasi dan identifikasi. Isolate bakteri terlihat
berwarna hijau metalik karena bakteri yang diisolat didalam medium EMBA
memfermentase lactosa yang terkandung didalam medium tersebut, sehingga medium
akan bersifat asam, dalam kondisi asam ketika eosin dan MB bereaksi maka akan
terbentuk warna hijau metalik. Sehingga semakin lama diinkubasi maka warna tersebut
akan hilang.
IV.2 Karakterisasi
IV.2.1 Pengecatan gram
Gambar 4. Pengecatan gram dengan pengamatan melalui mikroskop perbesaran 10 x 100
Sumber: Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan teori, bakteri gram negative adalah bakteri yang apabila
telah dilakukan pengecatan gram, kemudian diamati dibawah mikroskop akan
berbentuk batang (basil) dan berwarna merah. Hal ini desebabkan karena pada
bakteri gram negatif komponen dinding selnya labih banyak mengandung lipid
dan sedikit peptidoglikan. Sedangkan untuk bakteri gram positif akan berwarna
ungu karena memiliki komponen dinding sel peptidoglikan yang tebal dan lipid
yang sedikit, sehingga pada saat pewarnaan akan terwarnai oleh gram A, dan
ketika dilakukan pencucian oleh alkohol warna tersebut tidak hilang karena telah
melekat pada peptidoglikan dinding sel bakteri.
Pada percobaan ini, setelah dilakukan pengecatan gram kemudian
diamati dibawah mikroskop, ditemukan sel bakteri yang telah terwarnai. Bakteri
tersebut terlihat berwarna merah dan berbentuk bulat memanjang. Dari hasil
pengecatan tersebut disimpulkan bahwa bkteri yang diamati adalah bakteri gram
negatif.
IV. 2.2 Uji sulfide indol motility (SIM)
Gambar 5. Hasil Uji Motilitas pada Media SIM Sumber: Koleksi Pribadi, 2013
Uji sulfide indol motility (SIM) adalah salah satu uji karakterisasi bakteri
untuk mengetahui apakah isolat bakteri bersifat motil atau nonmotil dan untuk
mengetahui apakah bakteri mampu mengkorvesi triptofan menjadi indol.
Hasil yang diperoleh dari uji ini adalah isolate bakteri memiliki alat
gerak atau bersifat motil. Hal ini ditandai dengan adanya penyebaran yang
berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi, yang membuktikan adanya
pergerakan dari bakteri yang dihasilkan, yang berarti bahwa bakteri tersebut
memiliki flagel sebagai alat geraknya.
Namun untuk uji biokimia dengan melihat ada tidaknya indol
menghasilkan negatif. Hal ini dikarenakan tidak terbentuknya lapisan cincin
berwarna merah muda pada permukaan biakan yang artinya bakteri tersebut
tidak membentuk indol dari aasam amino triptofan sebagai sumber karbonnya,
yang diidentifikasi dengan penambahan pereaaksi kovacs. Triptofan merupakan
komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein sehingga asam amino
ini dengan mudah daapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian
protein.
Dalam media biakan, indol menumpuk sebagai produk buangan.
Selanjutnya bagian lain dari molekul triptofan CAS piruvat NH4+ dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara mikroorganisme. Penambahan
dengan reagen kovacks yang mengandung P-dimetil bernaldehid akan
membentuk senyawa amino benzaldehid yang tidak larut dalam air dan
pembentukan cincin merah muda pada permukaan medium.
Selain itu pada hasil pengamatan tidak terlihat terbentuknya H2S yang
ditandai dengan perubahan warna menjadi hitam sehingga dikatakan bahwa
bakteri tersebut tidak mampu mensulfurasi asam amino untuk membentuk H2S.
IV.2.3 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Gambar 4: Hasil Uji TSIASumber: Koleksi Pribadi, 2013
Gambar 6. Hasil Uji TSIA Sumber: Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa bakteri
memfermentasikan 3 macam gula yaitu laktosa, sukrosa, dan glukosa. Hal ini
ditandai dengan adanya perubahan warna dari putih menjadi kuning. Warna
kuning ini muncul karena adanya fermentasi bakteri yang menghasilkan asam
(H+). Pada pengamatan ini terlihat pula media terangkat, hal ini menandakan
bahwa selain mampu memfermentasi dari 3 gula, juga menghasilkan gas sebagai
hasil sampingan dari proses fermentasi.
IV.2.4 Methylen Red – Voges Proskauer (MRVP)
Uji MR
Gambar 7. Hasil uji MR (Methylen Blue) Sumber : koleksi pribadi
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil
pada uji MR (Methylen Blue) menunjukkan hasil positif yang ditandai
terjadinya perubahan warna menjadi merah setelah ditambahkan
Methylen Red. Hal ini menandakan bahwa isolate bakteri menghasilkan
asam-asam campuran sebagai hasil fermentasi yakni berupa methylene
glikon. Terbentuknya asam campuran pada media akan menurunkan pH
sampai 5,0 atau kurang. Oleh karena itu bila indicator Methyl
ditambahkan pada biakan tersebut dengan pH serendah itu maka
indicator tersebut menjadi merah dan hal ini menandakan bahwa bakteri
trsebut peragi asam campur α –naftoldan KOH artinya hasil akhir
fermentasi bakteri ini bukan asetil metil karbinol (Asetolin).
Uji VP
Gambar 8. Hasil Uji VP dengan penambahan KOH dan naftol
Sumber: Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil uji VP
(Voges Proskauer) menunjukkan warna lembayung pada medium setelah
ditambahkan α-naftol dan KOH artinya hasil akhir fermentasi bakteri bukan
asetil metil karbonil (asetolin).
IV.2.5 Uji katalase
Gambar 9. Hasil uji katalase Sumber : koleksi pribadi
Uji katalase merupakan suatu pengujian terhadap bakteri tertentu untuk
mengetahui apakah bakteri tersebut merupakan bakteri aerob, anaerob fakultatif,
atau anaerob obligat. Bakteri yang memerlukan oksigen manghasilkan hidrogen
peroksida (H2O2) yang sebenarnya beracun bagi bakteri sendiri. Namun mereka
dapat tetap hidup dengan adanya antimetabolit tersebut karena mereka
menghasilkan enzim katalase yang dapat mengubah hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen dengan reaksi sebagai berikut :
2H2O2 2H2O + O2
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa
isolate bakteri yang digunakan bersifat katalase positif ditandai dengan
terbentuknya gelembung-gelembung udara. Dimana gelembung tersebut adalah
gelembung oksigen yang dihasilkan dari pemechan H2O2 (hydrogen Peroksida).
Oleh enzim katalase. H2O2 (hydrogen Peroksida) bersifat toksik terhadap sel,
karena itu bahan ini dapat menginaktivasi beberapa jenis enzim dalam sel.
Karena H2O2 ini bersifat racun maka terlebih dahulu harus dipecah terlebih
dahulu agar tidak bersifat toksik lagi.
IV.2.6 Pengaruh suhu tehadap pertumbuhan
Gambar 10. Hasil Uji Terhadap Beberapa jenis Suhu (I=15oC, II=37oC, III= 45oC)Sumber: Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan pengamatan terhadap pengaruh suhu terhadap pertumbuhan
bakteri diperoleh hasil bahwa pada suhu 37oC bakteri kolioform lebih banyak
ditemikan tumbuh. Hal tersebut dapat diamati berdasrkan tingkat kekeruhan dan
terbentuknya endapan pada medium NB setelah diinkubasi selama 1X24 jam.
Pada suhu 45oC juga terlihat adanya kekeruhan dan endapan, hal seupa juga
terdapat pada suhu 15oC namun hanya sedikit.
IV.2.7 Pengaruh pH terhadap pertumbuhan
Gambar 11. Hasil Uji Terhadap Beberapa jenis pH (I=3, II=7, III= 9)Sumber: Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri koliform
lebih banyak menyukai pH 9, hal tersebut dapat terlihat dengan adanya
kekeruhan pada mediadan juga terdapat endapan. Pada pH 7 juga terdapat
endapan dan kekeruhan (lebih banyak pada pH 9). Sedangkan pada pH 3 tingkat
kekeruhannya sangat rendah.
Menurut teori Bakteri dapat tumbuh pada pH 7 karena medium harus
mempunyai pH yang tepat yaitu tidak terlalu asam atau basa. Kebanyakan
bakteri tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa.Pada dasarnya tidak satupun
yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 7 dan sangat jarang bakteri
ditemukan pada pH dibawah 4 karena banyak bakteri menghasilkan produk
metabolisme yang bersifat asam atau basa (Volk&Wheeler, 1993)
Sifat koloni isolat E. coli memiliki karakteristik koloni berbentuk regular
dengan permukaan agak cembung, berwarna hijau metalik pada per-mukaan
media eosin methylene blue (EMB) agar. Karakteristik koloni E. coli yang tum-
buh pada media EMB agar, biasanya ber-warna merah metalik atau hijau
metalik, berbeda dengan famili Enterobactericeae lainnya seperti Salmonella dan
Proteus jika tumbuh pada media ini akan menampakan koloni yang berwarna
merah muda tanpa disertai karakteristik metalik pada permu-kaan koloninya
(Atlas, 1993).
Menurut Sneath at al. (1982), E. coli memiliki karakteristik
memfermentasi laktosa menghasilkan asam dan gas, oksidase negatif, indol dan
methyl red positif dan reaksi (Voges Proskauer) bersifat negatif, dapat tumbuh
pada suhu 10oC – 40 oC dengan suhu optimum 37oC dengan pH 7,0-7,5.
Berdasarkan teori tersebut dan dari pengamatan yang telah dilakukan
diketahui bahwa isolate bakteri yang di uji adalah bakteri E. coli.
IV.3 Kurva Pertumbuhan
Tabel 1. Pengukuran Pertumbuhan Pada Media Nutrient Broth (NB)
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm
Waktu Pengamatan (Jam) Nilai % Transmitan Nilai Optical Density
T(0) 15.53 92 0,04
T(1) 18.53 50 0,31
T(2) 20.53 20 0,70
T(3) 22.53 12 0,93
T(4) 00.53 7 1,16
T(5) 02.53 5 1,31
T(6) 04.53 4 1,4
T(7) 06.53 4 1,4
T(8) 08.53 3 1,53
T(9) 10.53 5 1,31
T(10) 12.53 6 1,23
T(11) 14.53 4 1,4
T(12) 16.53 6 1,23
Dari tabel yang terbentuk dapat diketahui bahwa pada praktikum yang dilakukan
yang bertujuan untuk melihat kurva pertumbuhan bakteri tidak terjadi fase adaptasi,
karena media yang digunakan untuk menanam prakultur sama dengan media yang
digunakan untuk menanam isolate, sehingga bakteri tersebut tidak perlu untuk
beradaptasi. Sehingga pada T0 sampai T5 merupakan fase eksponensial, T6 sampai T7
merupakan fase stationer, pada T8 tterjadi kesalahan karena seharusnya jumlah sel
makin berkurangnya nutrisi serta bertambah banyaknya toksin didalam media, namun
pada percobaan ini jumlah sel bakteri bertambah, pada T9 sampai T10 jumlah sel bakteri
mengalami penurunan, namun pada T11 sel bakteri naik kembali dengan jumlah sel
seperti pada saat mencapai fase stationer, dan pada T12 sel bakteri kembali mengalami
penurunan. Kurva diatas merupakan kurva yang tertutup karena pada medium inokulasi
tidak dilakukan penambahan nutrisi. Dari pengmatan yang telah dilakukan dapat ketahui
bahwa ada kesalahan.
IV.3.2 Kurva Pertumbuhan
Gambar 10: Grafik Kurva Pertumbuhan BakteriSumber: Koleksi Pribadi, 2013
Waktu generasi adalah waktu yang dibutuhkan bakteri untuk melakukan
pembelahan sel dari 1 sel menjadi 2, 2 menjadi 4 sel, dan 4 menjadi 8 sel. Pada kurva
pertumbuhan dapat diketahui waktu generasinya, dengan cara kita ambil tarikan pada
tengah – tengah kurva pada sumbu Y (OD), kemudian mengambil jarak 0,5 pada fase
logaritmik dan stationer, setelah mendapatkan garis lurus yang menghubungkan kedua
titik yang dibuat maka didapatkaan waktu generasi bakteri yang diisolasi dari saluran
pembuangan air (selokan) yaitu 2 jam 15 menit. Artinya setiap 2 jam 15 menit bakteri
yang diisolasi melakukan pembelahan sel dari 1 menjadi 2 sel dan seterusnya.
Dari kurva pertumbuhan yang terbentuk, ada beberapa factor yang
mempengaruhinya dianataranya yaitu waktu akan di ukur tidak dikocok, adanya
kontminasi, pertumbuhan terganggu akibat lingkungan serta populasi yang
menurun.serta tidak dilakukannya pengenceran pada kultur ketika nilai DO nya
menghampiri 1,2 dan seterusnya. Tujuan dilakukannya pengenceran yaitu agar kultur
dalam media tidak terganggu, dan alat spektrofotometer tidak kehilangan sensifitasnya.
Sehingga tidak membentuk kurva sigmoid yang sempurna.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Teknik atau metode untuk mengisolasi bakteri, media yang digunakan adalah media
NA, untuk ditumbuhkan, kemudian diambil satu koloni bakteri dipindahkan ke
medium EMBA, apabila terbentuk warna hijau metalik didalam media, maka dapat
disimpulkan bahwa bakteri yang diisolasi adalah bakteri koliform
2. Karakteristik dari bakteri yang diamati yaitu termasuk bakteri gram negatif, bersifat
motil, dapat memfermentasikan 3 gula, yaitu sukrosa, laktosa, dan glukosa, uji MR
nya positif, uji VP nya negatif, uji katalase positif, dapat tumbuh pada pH asam,
netral dan basa, serta suhu 37oC merupakan suhu optimum untuk pertumbuhannya.
3. Fase-fase pertumbuhan pada bakteri ada empat fase yaitu fase adaptasi, fase
eksponensial, fase stationer, fase kematian. Dengan waktu generasi 2 jam 15 menit.
V.2 Saran
Sebaiknya kelompok praktikum bakteriologi, maksimal berjumlah 4 – 6 orang,
sehingga ketika praktikum berlangsung praktikan dapaat mengerti dengan cepat
metode-metode yang dilakukan dalam percobaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M., 1993. Handbook of Microbiolo-gical Media. CRC. Press Inc., New York.
Funke BR, Tortora GJ, Case CL . 2004. Microbiology: an introduction (8th ed, ed.). Benjamin : Cummings. San Francisco.
Ganiswarna S. G, 1995, Farmakologi dan Terapi, ed. 4, UI-Fakultas Kedokteran, Jakarta.
Husain, Dirayah R., 2005, Bakteriologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Husain, Dirayah R., 2013, Penuntun Praktikum Bakteriologi , Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston, 1995, Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco.
Lay, Bibiana W. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium, Erlangga, Jakarta.
Pelczar, M.J. Dan Chan, E.C.S. 1986, Dasar -Dasar Mikrobiologi.Jakarta :UI Press
Smith-Keary P. F., 1988. Genetic Elements in Escherichia coli. Macmillan Molecular biology series. London. p. 1-9, 49-54
Sneath, P.H.A., Mair, N. S., Sharpe, M.E., and Holt, J.G. (1986). Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Vol. 2. Williams and Wilkins, Baltimore, USA.
Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.