analisis pima

9
48 BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder, illit, monmorilonit), zona filik (serisit, kalsit, kuarsa sekunder), zona propilitik ( klorit, kalsit, epidot dan kuarsa sekunder) dan zona silifikasi (kuarsa sekunder). Setiap zona alterasi memiliki kondisi pembentukan yang berbeda temperatur, pH yang tentunya berhubungan dengan karakteristik fluida hidrotermal. Pada pengamatan petrografi, teramati adanya hubungan potong memotong antar mineral- mineral ubahan. Hal ini, menandakan adanya perubahan dari kondisi baik temperatur, pH, dan fluida, sehingga didapatkan kumpulan mineral yang berbeda sebagai perubahan zona alterasi. Zona yang terbentuk pertama kali adalah zona filik yang terdiri dari zona kumpulan berupa serisit, klorit, kalsit. Tahapan ini memiliki kisaran temperatur kestabilan mineral ubahan 290- 300 o C dan pH 4-5. Gambar 6.1 Sayatan kedalaman 322 m memperlihatkan mineral ubahan berupa serisit dan kuarsa sekunder yang terubah oleh epidot dan klorit. Ep:epidot; Ser: serisit; Chl: klorit; qtz: kuarsa.

Upload: maulana-yusuf

Post on 16-Feb-2016

28 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

..

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Pima

48

BAB VI

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal

Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona

alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder, illit, monmorilonit), zona filik (serisit,

kalsit, kuarsa sekunder), zona propilitik ( klorit, kalsit, epidot dan kuarsa sekunder) dan zona

silifikasi (kuarsa sekunder). Setiap zona alterasi memiliki kondisi pembentukan yang berbeda

temperatur, pH yang tentunya berhubungan dengan karakteristik fluida hidrotermal.

Pada pengamatan petrografi, teramati adanya hubungan potong memotong antar mineral-

mineral ubahan. Hal ini, menandakan adanya perubahan dari kondisi baik temperatur, pH, dan

fluida, sehingga didapatkan kumpulan mineral yang berbeda sebagai perubahan zona alterasi.

Zona yang terbentuk pertama kali adalah zona filik yang terdiri dari zona kumpulan berupa

serisit, klorit, kalsit. Tahapan ini memiliki kisaran temperatur kestabilan mineral ubahan 290-

300oC dan pH 4-5.

Gambar 6.1 Sayatan kedalaman 322 m memperlihatkan mineral ubahan berupa serisit dan kuarsa

sekunder yang terubah oleh epidot dan klorit. Ep:epidot; Ser: serisit; Chl: klorit; qtz: kuarsa.

Page 2: Analisis Pima

49

Tahapan selanjutnya yang terjadi adalah zona propilitik yang terdiri dari mineral kumpulan

klorit, kalsit, dan epidot. Pada zona filik dan propilitik terdapat overprinted antara serisit dengan

klorit dan epidot (Gambar 6.1). Zona ini terdapat pada temperatur kestabilan temperatur 200-

300oC dengan pH yang lebih netral 5-7. Hal ini disebabkan oleh adanya struktur berupa gouge

dan breksi sesar yang memungkinkan adanya pengaruh fluida meteorik. Tahapan alterasi yang

terakhir berupa zona argilik yang terdapat pada bagian atas dari kedua sumur baik BWS-H01 dan

MJEI S1 yang terdiri dari kumpulan mineral berupa kaolinit (nakrit), kuarsa, dan dikit dengan

kisaran temperatur 150-175 oC dengan pH menjadi 3-4. Pada zona propilitik dan argilik terdapat

overprinted atara kalsit dan mineral lempung (Gambar 6.2).

Gambar 6.2 Sayatan kedalaman 282,45 m memperlihatkan urat kalsit (propilitik) terpotong oleh urat yang

terisi oleh mineral lempung dan kuarsa sekunder (argilik).

(Cc: kalsit, Min lp: mineral lempung, dan qtz: kuarsa)

Alterasi hidrotermal memerlukan tiga unsur utama dalam pembentukannya yaitu berupa

sumber panas, fluida hidrotermal, dan permeabilitas. Sumber panas pada daerah penelitian

kemungkinan berasal dari intrusi diorit yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal yang

tersingkap disebelah tenggara dan utara peta geologi regional lembar Blitar. Sumber panas ini

akan berhubungan dengan pembentukan dari fluida hidrotermal. Fluida hidrotermal yang

bergerak ke atas akan beinteraksi dengan batuan samping dan mengalami kesetimbangan

(equilibrium) sehingga kondisi fluida menjadi tereduksi dan memiliki pH yang mendekati netral

1 mm 1 mm

Min lp

qtz

Min lp Cc Cc

Page 3: Analisis Pima

50

(Giggenbach, 1992; dalam Hedenquist dan white, 1995). Dalam suatu pembentukan mineral

alterasi pada suatu sistem hidrotermal, yaitu temperatur, kimia dari fluida, konsentrasi dari

fluida, komposisi batuan samping, derajat kesetimbangan atau lamanya aktifitas dari fluida dan

permeabilitas. Hal ini akan memperngaruhi intensitas alterasi pada suatu batuan. Pada

batugamping wackestone foraminifera planktonik intensitas alterasi yang terjadi rendah berkisar

25-35%, kemungkinan komposisi dari batuan kurang mendukung untuk terjadi alterasi.

Gambar 6.3 Paragenesis alterasi sumur BWS-H01.

6.2 Mineralisasi

Mineralisasi adalah suatu proses introduksi atau masuknya mineral ke dalam batuan yang

kemudian membentuk mineral bijih dan mineral penyertanya (gangue) sehingga terbentuk

Page 4: Analisis Pima

51

endapan mineral (Gary dkk., 1972). Hal-hal pokok yang mempengaruhi pembentukan mineral

hasil dari proses mineralisasi yaitu: adanya larutan hidrotermal sebagai pembawa mineral,

adanya celah batuan sebagai jalan bagi lewatnya larutan hidrotermal, adanya tempat bagi

pengendapan mineral, terjadinya reaksi kimia yang dapat menyebabkan terbentuknya

pengendapan mineral, dan konsentrasi larutan yang cukup tinggi bagi terendapkannya

kandungan mineral.

Pirit ditemukan dominan pada sumur BWS-H01 dalam urat dan tersebar di masa batuan.

Kenampakan secara mikroskopik pirit berbentuk euhedral- anhedral. Umumnya pirit muncul

sebagai aggregat ditemukan dalam urat dan dengan bentukan yang anhedral, sedangkan pirit

yang muncul dengan bentuk euhedral-subhedral ditemukan di masa batuan.

Kalkopirit ditemukan sangat jarang pada sumur BWS-H01. Pada kedalaman antara 250m-

451 m. Kalkopirit yang temukan dalam sayatan poles mengisi urat kuarsa menggantikan pirit,

selain itu, juga hadir menyebar dalam masa batuan. Kalkopirit juga telah mengalami

penggantian oleh kovelit. Magnetit yang ditemukan hanya beberapa buah dengan kelimpahan

minim,tersebar dimasa batuan, kemungkinan magnetit tersebut bukan berasal dari proses

mineralisasi, melainkan hadir sebagai aksesoris dalam batuan beku.

Gambar 6.4 Pembentukan rekahan pada sistem konvergensi ortogonal (Corbett dan Leach, 1997).

Page 5: Analisis Pima

52

Urat adalah retakan yang terisi mineral (kuarsa, logam berharga, logam dasar dan

sebagainya) yang berasal dari pengendapan cairan magma sisa dengan tekanan dan suhu tinggi

masuk melalui retakan pada batuan (Davis dan Reynolds, 1996). Urat merupakan rekahan yang

berhubungan dengan sistem tarikan. Sistem struktur yang berkembang di daerah penelitian

berupa sistem pure shear (Gambar 6.4). Pergerakan pada rekahan-rekahan selama kompresi

ortogonal dapat menghasilkan pembentukan urat-urat (tension gash) yang sejajar dalam skala

mikro pada batuan samping brittle (Corbett dan Leach, 1997) yang kemungkinan berhubungan

dengan proses mineralisasi.

Kemungkinan urat-urat yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 berhubungan dengan sesar

geser yang berarah utara-selatan pada daerah penelitian. Pada penelitian didaerah penelitian urat

juga ditemukan dengan arah dominan utara-selatan (JICA, 2004 dan Permana, 2011). Pada

sumur BWS H-01 ditemukan urat-urat kuarsa yang terisi oleh mineral pirit dan kalkopirit

dengan sumbu 30-45o. Urat yang ditemukan dalam Sumur BWS-H1 bertekstur massive dan

sugary dan kenampakan tekstur mineral bijih secara mikroskopis berupa penggantian dan

openspace filing. Tekstur Sugary (Gambar 6.5) merupakan indikasi adanya pengulangan

episode pendidihan yang biasa terbentuk di bagian dimana terjadi pencampuran air tanah

dengan fluida hidrotermal pada suatu sistem epitermal.

Gambar 6.5 Urat kalsit memperlihatkan tekstur sugary pada kedalaman 338 m.

Mineralisasi yang terdapat dalam sumur BWS H01, sangat rendah hal ini tampak dari

kehadiran mineral bijih yang sedikit dan hasil analisis geokimia dalam penentuan harga ambang

sangat rendah (Lampiran D). Hal ini, kemungkinan mineral bijih terendapkan dibagian yang

Page 6: Analisis Pima

53

lebih dalam dari 451 m. Dari analisis geokimia unsur, asosiasi unsur berupa Cu, Pb, Zn, Ag, Au,

Sb, dan As. Harga ambang Au 9,21 ppb, Cu 37,15 ppm, Pb 75,61 ppm, Zn 72,02 ppm, Ag 3,86

ppm, As 9,02 ppm, dan Sb 2,01 ppm. Dari harga ambang unsur tersebut kurang ekonomis untuk

ditambang.

Hasil sumur pemboran sebelumnya yaitu sumur MJEI-S1 yang berjarak 285 m ke arah

selatan sumur BWS-H01 ditemukan mineral bijih berupa pirit, kalkopirit, molydenit, magnetit,

sphalerit (JICA, 2004). Mineral sfalerit hadir menggantikan pirit. Molybdenit dalam bentuk urat

ditemukan pada kedalaman 368 m, sedangkan magnetit ditemukan bentuk urat pada kedalaman

350 dan 370 m dengan asosiasi mineral sekunder klorit dan epidot. Hal ini mengindikasikan pada

sumur MJEI-S1 pada kedalaman yang lebih dalam sekitar 400,5 m terdapat indikasi sistem

hidrotermal porfiri.

6.3 Tipe Mineralisasi

Tipe mineralisasi yang terdapat di Sumur BWS-H01 erat kaitan dengan sistem

hidrotermal. Setelah dilakukan pengolahan data mulai dari pengamatan megakopis, alterasi

hidrotermal, geokimia, mineral bijih dan inklusi fluida maka diketahui sistem mineralisasi

hidrotermal yang bekerja pada daerah penelitian Pada sumur BWS-H1 lebih memiliki

kecenderungan sistem hidrotermal epitermal sulfida rendah (Tabel 6.1), sedangkan sumur MJEI-

S1 memiliki kecenderungan sistem hidrotermal epitermal sulfida rendah dengan kecenderungan

adanya sistem hidrotermal porfiri pada kedalaman yang lebih dalam.

Sistem epitermal sulfida rendah merupakan sistem yang pembentukannya terjadi pada

kondisi reduksi dimana mineral-mineral diendapkan pada lingkungan reduksi akibat dari

interaksi air meteorik dengan batuan samping sehingga pH larutan mendekati netral. Pada

kondisi ini, sulfur berada dominan dalam senyawa H2S yang memiliki bilangan oksida 2- yang

merupakan bilangan oksida terendah dari sulfur sehingga disebut sebagai sistem epitermal

sulfida rendah.

Page 7: Analisis Pima

54

Tabel 6.1 Perbandingan ciri-ciri mineralisasi yang terdapat pada sumur BWS-H01 dengan ciri-ciri epitermal

sulfida rendah dan sulfida tinggi.

Tipe Epitermal Sulfida Rendah

(Hedenquist dan White, 1995)

Sulfida Tinggi

(Hedenquist dan White, 1995) Sumur BWS H01

Fluida

hidrotermal

• didominasi air meteorik,

namun ada interaksi dengan

air magmatik

• pH mendekati netral

• kondisi reduksi

• didominasi air magmatik

• pH asam

• kondisi oksidasi

didominasi air meteorik

pH mendekati netral

kondisi reduksi

Mineral

ubahan

Kuarsa, kalsedon, kalsit,

adularia, illit, karbonat

Kuarsa, alunit, kaolinit,

pirofilit, diaspor

- Kuarsa, kaolinit,dikit, illit,

montmorilonit

(Argilik)

- Klorit, kalsit, epidot,

adularia, (Propilitik)

- Serisit, kuarsa , kalsit

- Alunit, diaspor (PIMA)

Mineralisasi Open-space veins dan cavity

filling dominan

Menyebar (disseminated) dan

penggantian (replacement)

Disseminated dan

penggantian,

Open space vein

Tekstur Comb, crustiform, banded vein Vuggy kuarsa • massive kuarsa dan

kalsit

• sugary kalsit

Mineral bijih Pirit, sfalerit, galena, electrum,

emas, arsenopirit

Pirit, enargit, luzonit,

kalkopirit

Pirit, kalkopirit dan kovelit

Galena dan Sfalerit (JICA,

2004 pada permukaan)

Temperatur

pembentukaan

100 oC - 320 oC 100 oC - 320 oC 100oC-226oC

0.5-1.7 Wt%NaCl

Asosiasi unsur Au + Ag, Pb, Zn, Cu, As,

Te, Hg, Sb

Au + Cu, As, Te Au ,Ag, Pb, Zn, Cu, As, Sb

Page 8: Analisis Pima

55

6.4 Analisis Mineral Ubahan dengan Analisis Petrografi dan PIMA Pada analisis PIMA klorit terindetifikasi dua jenis berupa intermediet klorit dan Fe-klorit.

Intermediet klorit memiliki panjang gelombang berkisar pada 2340 nm. Pada intermediet klorit

kandungan Fe dan Mg relatif seimbang. Warna biasrangkap pada sayatan tipis menunjukkan

orde satu dengan warna kehitaman. Fe klorit memiliki panjang gelombang berkisar pada 2350

nm. Fe-klorit memiliki warna biasrangkap yang orde satu lebih kecoklatan.

Gambar 6.6. Grafik pembacaan panjang gelombang PIMA.

Pada PIMA terindetifikasi muskovit dan phengit dengan komposisi kimia Al(OH)-1 yang

terdeteksi pada panjang gelombang inframerah sekitar 2200 nm (Gambar 6.6). Muskovit dan

phengit yang terdeteksi pada PIMA kemungkinan merupakan serisit. Hal ini dikarenakan

ketiganya masih berada pada satu varietas mika. Hal ini juga kemungkinan terjadi pada grup

karbonat yaitu pada ankerit kemungkinan berupa kalsit.

Alunit (244 m) dan diaspor (289,2m) terdeteksi oleh PIMA, tetapi pada pengamatan

petrografi tidak ditemukan. Hal ini, terjadi kemungkinan akibat mineral alunit dan diaspor

memiliki bentuk berupa aggregat halus dan hanya terkumpul pada bagian suatu bagian dari masa

batuan. Pada penelitian geologi permukaan Daerah Sumberboto, ditemukan adanya alunit dan

diaspor (Permana, 2011). Kedua mineral tersebut merupakan mineral yang terbentuk pada pH

Page 9: Analisis Pima

56

kondisi asam dan temperatur tinggi. Kemungkinan ada transisi ke sistem epitermal sulfida tinggi,

tetapi penulis tidak mendapatkan hubungan paragenesa dua mineral tersebut, sehingga sulit

untuk menentukan hubungan paragenesa antara sistem epitermal sulfida rendah dan tinggi.

Halloysit yang teridentifikasi PIMA kemungkinan berasal dari proses pelapukan dan hanya

ditemukan pada bagian atas dari permukaan.