analisis pusat pertumbuhan dan autokorelasi spasial di

24
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 16 No. 2 Januari 2016: 81-104 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 DOI: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v16i2.574 81 Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di Kalimantan: Studi Empiris di 55 Kabupaten/Kota, 2000–2012 Analysis of Growth Poles and Spatial Autocorrelation in Kalimantan: An Empirical Study of 55 Districts, 2000–2012 Maria Christina Yuli Pratiwi a, , Mudrajad Kuncoro b a Bappeda Kabupaten Kotawaringin Timur b Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada [diterima: 7 Juli 2015 — disetujui: 6 Oktober 2016 — terbit daring: 3 Januari 2017] Abstract The paper identifies which districts in Kalimantan that become the growth poles and whether there has been spatial autocorrelation in 55 districts during 2000–2012. This study also explores which economic sectors will be leading sectors. The social-economic data were collected for 55 districts using quantitative methods, in particular: typology of Regent/City, spatial autocorrelation, overlay analysis, and structural transformation. The study finds: (1) there are 4 cities as the growth pole; (2) the economics growth concentration concentrated geographically in the eastern and western; (3) the mining sector is a leading and competitive sector; and (4) structural transformation does not occur in all districts. Keywords: Growth Pole; Typology of Regent/City; Spatial Autocorrelation (Moran’s I and G Statistics); Overlay Analysis; Structural Transformation Abstrak Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kabupaten/kota di Pulau Kalimantan yang akan menjadi pusat pertumbuhan dan apakah terdapat autokorelasi spasial di 55 kabupaten/kota selama periode 2000–2012. Data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang dikumpulkan dari data sosial ekonomi 55 kabupaten/kota menggunakan metode kuantitatif deskriptif dan alat analisis: tipologi Kabupaten/Kota, autokorelasi spasial, analisis overlay, dan transformasi struktural. Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat empat kota sebagai pusat pertumbuhan; (2) konsentrasi pertumbuhan ekonomi tersebar di bagian timur dan barat Pulau Kalimantan; (3) sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor unggulan dan kompetitif; dan (4) transformasi struktural tidak terjadi di seluruh kabupaten/kota. Kata kunci: Pusat Pertumbuhan; Tipologi Kabupaten/Kota; Autokorelasi Spasial (Moran’s I dan Statistik G); Analisis Overlay; Transformasi Struktural Kode Klasifikasi JEL: R11; R12 Pendahuluan Proses pembangunan pada dasarnya bukanlah se- kedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuh- an ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun lebih dari itu, pembangunan memiliki perspektif yang luas. Pembangunan adalah proses perubah- an ke arah kondisi yang lebih baik melalui upaya Alamat Korespondensi: Bappeda Kotawaringin Timur, Jl. Jend. Sudirman Km. 5,5 Sampit, Kalimantan Tengah. E-mail: [email protected]. yang dilakukan secara terencana. Todaro & Smith (2006: 22) mendefiniskan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensio- nal, melibatkan perubahan-perubahan besar, baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubah- an sosial, mengurangi kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi. Tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu da- erah dapat dilihat dari pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesenjangan pendapatan antar-penduduk dan antar-sektor yang semakin ke- JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 16 No. 2 Januari 2016: 81-104

p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280DOI: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v16i2.574 81

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di Kalimantan:Studi Empiris di 55 Kabupaten/Kota, 2000–2012

Analysis of Growth Poles and Spatial Autocorrelation in Kalimantan: AnEmpirical Study of 55 Districts, 2000–2012

Maria Christina Yuli Pratiwia,�, Mudrajad Kuncorob

aBappeda Kabupaten Kotawaringin TimurbFakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

[diterima: 7 Juli 2015 — disetujui: 6 Oktober 2016 — terbit daring: 3 Januari 2017]

Abstract

The paper identifies which districts in Kalimantan that become the growth poles and whether there has been spatialautocorrelation in 55 districts during 2000–2012. This study also explores which economic sectors will be leadingsectors. The social-economic data were collected for 55 districts using quantitative methods, in particular: typology ofRegent/City, spatial autocorrelation, overlay analysis, and structural transformation. The study finds: (1) there are 4cities as the growth pole; (2) the economics growth concentration concentrated geographically in the eastern and western;(3) the mining sector is a leading and competitive sector; and (4) structural transformation does not occur in all districts.Keywords: Growth Pole; Typology of Regent/City; Spatial Autocorrelation (Moran’s I and G Statistics); OverlayAnalysis; Structural Transformation

AbstrakPenelitian ini bertujuan mengidentifikasi kabupaten/kota di Pulau Kalimantan yang akan menjadi pusatpertumbuhan dan apakah terdapat autokorelasi spasial di 55 kabupaten/kota selama periode 2000–2012. Datadalam penelitian ini berupa data sekunder yang dikumpulkan dari data sosial ekonomi 55 kabupaten/kotamenggunakan metode kuantitatif deskriptif dan alat analisis: tipologi Kabupaten/Kota, autokorelasi spasial,analisis overlay, dan transformasi struktural. Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat empat kota sebagaipusat pertumbuhan; (2) konsentrasi pertumbuhan ekonomi tersebar di bagian timur dan barat PulauKalimantan; (3) sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor unggulan dan kompetitif; dan (4)transformasi struktural tidak terjadi di seluruh kabupaten/kota.Kata kunci: Pusat Pertumbuhan; Tipologi Kabupaten/Kota; Autokorelasi Spasial (Moran’s I dan Statistik G);Analisis Overlay; Transformasi Struktural

Kode Klasifikasi JEL: R11; R12

Pendahuluan

Proses pembangunan pada dasarnya bukanlah se-kedar fenomena ekonomi semata. Pembangunantidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuh-an ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namunlebih dari itu, pembangunan memiliki perspektifyang luas. Pembangunan adalah proses perubah-an ke arah kondisi yang lebih baik melalui upaya

�Alamat Korespondensi: Bappeda Kotawaringin Timur, Jl.Jend. Sudirman Km. 5,5 Sampit, Kalimantan Tengah. E-mail:[email protected].

yang dilakukan secara terencana. Todaro & Smith(2006: 22) mendefiniskan pembangunan ekonomiadalah suatu proses yang bersifat multidimensio-nal, melibatkan perubahan-perubahan besar, baikterhadap perubahan struktur ekonomi, perubah-an sosial, mengurangi kemiskinan, ketimpangan,dan pengangguran dalam konteks pertumbuhanekonomi.

Tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu da-erah dapat dilihat dari pencapaian pertumbuhanekonomi yang tinggi dan kesenjangan pendapatanantar-penduduk dan antar-sektor yang semakin ke-

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 2: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...82

cil. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomisuatu daerah ditunjukkan oleh pertumbuhan eko-nomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhanpendapatan masyarakat secara keseluruhan seba-gai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah (valueadded) yang tercipta di suatu wilayah. Suatu pereko-nomian dikatakan mengalami pertumbuhan atauperkembangan jika tingkat kegiatan perekonomian-nya meningkat atau lebih tinggi dibanding dengantahun sebelumnya. Kebijakan pemerintah dalammeningkatkan pertumbuhan ekonomi seringkalitidak diimbangi pemerataan sehingga menimbul-kan berbagai dilema dalam pembangunan nasionaldan justru memperlebar kesenjangan antar-wilayahserta menimbulkan permasalahan ekonomi yangberlapis-lapis.

Pertumbuhan ekonomi yang diarahkan padadaerah-daerah yang memiliki potensi dan fasili-tas wilayah akan mempercepat terjadinya kemaju-an ekonomi. Salah satu kebijakan pemerintah da-lam meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalahmelalui pengembangan wilayah. Pengembanganwilayah merupakan upaya pembangunan suatuwilayah untuk memeratakan pertumbuhan wila-yah dan mengurangi kesenjangan antar-wilayahdengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam,sumber daya manusia, sumber daya kelembagaan,sumber daya teknologi dan prasarana fisik seca-ra efektif, optimal, dan berkelanjutan. Pendekatanpembangunan pengembangan wilayah dapat di-lakukan dengan menetapkan kota atau wilayahtertentu menjadi pusat pertumbuhan (growth po-le). Pusat pertumbuhan merupakan salah satu carauntuk menggerakkan dan memacu pembangunanguna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penerapan konsep pusat pertumbuhan secaramikro untuk wilayah tertentu telah berkembangdengan pesat. Perkembangan ini terlihat denganmakin banyaknya daerah-daerah di Indonesia me-nerapkan kegiatan pembangunan wilayah, seper-ti pola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpa-du (KAPET), Kawasan Sentra Produksi (KSP), Ka-wasan Masyarakat Industri dan Perkebunan (KIM-BUN), dan yang terbaru yaitu Masterplan Perce-patan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indo-nesia (MP3EI). Percepatan dan Perluasan Pemba-ngunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan ber-dasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusatpertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada mau-pun yang baru. Bertujuan untuk memaksimalkankeuntungan aglomerasi, menggali potensi dan ke-unggulan daerah, serta memperbaiki ketimpangan

spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

Pulau Kalimantan merupakan pusat pembangun-an di Wilayah Timur Indonesia yang memiliki posi-si strategis bagi kerja sama antar-daerah. Denganpotensi sumber daya alam yang besar berupa ke-unggulan kompetitif pada sektor pertambangan,kehutanan, perkebunan, serta perikanan laut dandarat, membuat Pulau Kalimantan dianggap seba-gai kekuatan ekonomi dan sosial di Kawasan TimurIndonesia. Walaupun sumbangan Produk Domes-tik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan terhadapproduk domestik bruto (PDB) Indonesia lebih ting-gi dibanding tiga wilayah lain di Kawasan TimurIndonesia, tetapi hasil pembangunan di Pulau Ka-limantan belum mampu meningkatkan kesejahte-raan masyarakatnya, sebagaimana tercermin darimasih banyaknya keluarga miskin, penganggur-an, dan meningkatnya ketimpangan antar-daerah(Kuncoro & Idris, 2010: 173).

Berdasarkan keadaan tersebut, beberapa perta-nyaan akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu: (1)sejauh mana perkembangan perekonomian wila-yah Kalimantan selama periode 2000–2012? (2) dimana lokasi pusat-pusat pertumbuhan menurutkabupaten/kota? (3) di mana letak konsentrasi per-tumbuhan di sekitar pusat-pusat pertumbuhan? (4)sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggul-an dan kompetitif di kabupaten/kota? (5) apakahterjadi transformasi struktural atau tidak di seluruhkabupaten/kota? dan (6) masukan kebijakan apayang diperlukan dalam peningkatan pertumbuhanekonomi dan percepatan pembangunan di wilayahKalimantan?

Penelitian ini secara teknis bertujuan: (a) meng-identifikasi pusat-pusat pertumbuhan di wilayahKalimantan menurut kabupaten/kota; (b) mengeta-hui konsentrasi pertumbuhan yang terjadi di sekitardaerah pusat-pusat pertumbuhan; (c) mengiden-tifikasi potensi pengembangan perekonomian diwilayah Kalimantan; (d) mengetahui sektor-sektorunggulan dan kompetitif di kabupaten/kota; (e)mengetahui kesesuaian penentuan rencana pem-bangunan koridor ekonomi (KE) dalam naskahMasterplan Percepatan dan Perluasan Pembangun-an Ekonomi Indonesia (MP3EI); dan (f) memberi-kan arah kebijakan pembangunan ekonomi di ting-kat regional (Kalimantan) dalam kaitannya denganupaya mendorong laju pertumbuhan ekonomi danmengurangi kesenjangan antar-daerah.

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 3: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 83

Tabel 1: Peran Wilayah/Pulau dalam Pembentukan PDB Nasional Tahun 1978–2012 (dalam persen)

Pulau 1978 1983 1988 1993 1998 2003 2008 2012Sumatera 27,6 28S,7 24,9 22,8 22 22,4 21,4 20,9Jawa 50,6 53,8 57,4 58,6 58 59,3 60,9 61,4Kalimantan 10,2 8,7 8,9 9,2 9,9 9,3 8,8 8,4Sulawesi 5,5 4,2 4,1 4,1 4,6 4,2 4,6 5,0Bali dan Nusa Tenggara 3,1 2,8 3,0 3,3 2,9 2,8 2,7 2,6Maluku dan Papua 2,9 1,8 1,7 2,0 2,5 2,0 1,6 1,7

Sumber: BPS (1978–2012), diolah

Tinjauan Literatur

Perroux (1950) dalam Muta’ali (1999: 3) mengemu-kakan sebuah Teori Pusat Pertumbuhan (GrowthPole) yang menjadi dasar dari strategi kebijakanpembangunan yang banyak dipakai di berbagainegara dewasa ini. Pusat pertumbuhan berawaldari fakta bahwa pertumbuhan tidak muncul diberbagai daerah dalam waktu yang sama, tetapihanya terjadi di beberapa tempat yang disebut seba-gai pusat pertumbuhan dengan intensitas berbeda.Konsep dasar dari teori ini adalah bahwa kegiatanekonomi di suatu daerah cenderung beraglomerasiatau terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentuyang mempunyai keuntungan lokal.

Berdasarkan interpretasi spasial yang dikemukanbeberapa ahli terhadap konsep pusat pertumbuh-an (seperti Myrdal (1957), Boudville (1966), danFriedmann (1972) dalam Muta’ali (1999: 3)), da-pat disimpulkan bahwa pusat pertumbuhan dapatmendorong spread effect atau trickling down effectdan backwash effect atau polarization effect terhadapdaerah di sekitarnya. Pengaruh tersebut dapat ber-upa pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifterhadap perkembangan daerah sekitarnya disebutspread effect. Contohnya, seperti terbukanya kesem-patan kerja, banyaknya investasi yang masuk, upahburuh semakin tinggi, dan penduduk dapat mema-sarkan bahan mentah. Sedangkan pengaruh negatifdisebut backwash effect. Contohnya, adalah adanyaketimpangan wilayah, kriminalitas dan kerusakanlingkungan meningkat.

Penelitian tentang kutub pertumbuhan telah ba-nyak dilakukan. Sebagai pembanding, diuraikanbeberapa penelitian terdahulu yang relevan denganpenelitian ini dalam Tabel 2.

Menurut Lewis dalam teorinya, yaitu model duasektor Lewis (Lewis two-sector model), di negara ber-kembang terjadi transformasi struktur perekono-mian dari pola perekonomian pertanian subsistentradisional ke perekonomian yang lebih modern,dan lebih berorientasi pada kehidupan perkotaan,

serta memiliki sektor industri manufaktur yanglebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh.Teori Lewis diakui sebagai teori umum yang mem-bahas proses pembangunan di negara-negara duniaketiga yang mengalami kelebihan penawaran tena-ga kerja (Todaro & Smith, 2003: 116).

Diduga, terjadi transformasi struktur ekonomidi Pulau Kalimantan. Hal ini dapat dilihat dariperubahan sumbangan sektor industri pengolah-an ke sektor keuangan/persewaan dan jasa peru-sahaan terhadap PDRB Pulau Kalimantan. Tabel3 menunjukkan bahwa selama kurun waktu ta-hun 2000–2012, pertumbuhan sektor industri pe-ngolahan kalah cepat dibandingkan dengan sektorkeuangan/persewaan yang cenderung naik. Sum-bangan sektor industri pengolahan yang semulasebesar 32,84% pada tahun 2000 turun sekitar 45%menjadi 17,96% pada tahun 2012. Sektor keuang-an/persewaan dan jasa perusahaan yang semulamenyumbang 2,61% pada tahun 2000 naik 74%menjadi 4,53% pada tahun 2012.

Metode

Penelitian ini dilakukan di Pulau Kalimantan yangmencakup 4 provinsi, 9 kota, dan 46 kabupatendengan periode amatan tahun 2000–2012. Varia-bel yang digunakan pada penelitian ini meliputitiga indikator sosial ekonomi kabupaten/kota, yaituPDRB non-minyak dan gas (non-migas), pertum-buhan ekonomi, dan jumlah penduduk. Data dalampenelitian ini berupa data sekunder yang diperolehdari Badan Pusat Statistik dengan rentang waktutahun 2000–2012.

Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam pene-litian ini adalah analisis kuantitatif deskriptif de-ngan beberapa alat analisis, yaitu Tipologi Kabupa-ten/Kota, Analisis Overlay, Transformasi Struktural,

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 4: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...84

Tabel 2: Hasil Penelitian tentang Kutub dan Pusat Pertumbuhan

No. Peneliti/Tahun Alat Analisis Hasil PenelitianPenelitian di Luar Negeri

1 Sridhar (2006) Analisis Regresi Linier Berganda Di India, jumlah penduduk di provinsi dan poten-si pertumbuhannya signifikan terhadap status aktualdari kutub pertumbuhan.

2 Kubis et al. (2007) Analisis Cluster, Cross-Sectional Models, Spatial Models,Treatment Effect Models

Daerah metropolitan Jerman dan 22 daerah NUTS3(Nomenclature des Unites Territoriales Statistiques: ka-bupaten, kabupaten-kota bebas, dan negara-negarabagian Berlina dan Hamburg) adalah kutub pertum-buhan terkuat. Sektor sekunder memberi efek spillo-ver tinggi bagi daerah tetangga.

3 Adams-Kane & Lim (2011) Regresi OLS dan GMM Polaritas pertumbuhan merupakan variabel penjelasdalam pertumbuhan lintas negara untuk menguji se-jauh mana limpahan pertumbuhan yang dihasilkandari kutub pertumbuhan dunia.

4 Ogunleye (2011) Polaritas Pertumbuhan dan Analisis Cluster Afrika Selatan, Botswana, Nigeria, Angola, dan Ke-nya merupakan kutub-kutub pertumbuhan yang pa-ling konsisten di Sub Sahara Afrika. Ghana, Kame-run, Ethiopia, Tanzania, dan Guinea adalah daerah-daerah pusat pertumbuhan potensial di Sub-SaharanAfrica (SSA).

5 Mushuku & Takuva (2013) Kuesioner, Wawancara, Observasi Lapangan, dan Do-kumen

Pertumbuhan industri di Nemamwa-Zimbabwe (ti-tik pertumbuhan) berjalan lambat yang disebabkanoleh kurangnya modal, informasi, area kerja, tingkatkepemilikan, dan sewa yang tinggi.

Penelitian di Dalam Negeri

6 Muta’ali (2003) Teknik pembobotan, Analisis Guttman, Skalogramdan Indeks Sentralitas. Analisis Location Quotient, danAnalisis Statistik Korelasi Spearmann

Desa-desa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartamemiliki aksesibilitas lokasi cukup baik, dengan sis-tem spasial hirarki pelayanan yang menunjukkan ge-jala primasi dan kesenjangan. Basis kegiatan ekonomiterletak pada sektor pertanian dengan dukungan sek-tor jasa, perdagangan, dan industri.

7 Sugiyanto (2010) Perhitungan nilai/score terhadap Variabel/sub-variabel dan Indikator

Dipilih 5 kecamatan yang potensial dikembangkansebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yaitu Kecamat-an Bulik, Kecamatan Lamandau, Kecamatan Delang,Kecamatan Belantikan Raya, dan Kecamatan SematuJaya. Sektor ekonomi yang potensial di Kabupaten La-mandau adalah perkebunan, khususnya perkebunankelapa sawit, hasil hutan, serta pertambangan (mine-ral dan batu bara).

8 Danastri (2011) Analisis Basis Ekonomi, Analisis Gravitasi, AnalisisSkalogram, dan Metode Overlay

Kelurahan Kecapi, Kelurahan Harjamukti, dan Kelu-rahan Larangan berpotensi sebagai pusat perdagang-an dan jasa, pendidikan, pemukiman, dan kesehatan.Kelurahan Kalijaga berpotensi sebagai pusat pelayan-an pemerintah. Kelurahan Argasunya berpotensi se-bagai pusat pemukiman.

9 Ardila (2012) Analisis Skalogram dan Indeks Sentralitas, MetodeGravitasi, Analisis Tipologi Klassen, dan Analisis Lo-cation Quotient

Diperoleh 6 kecamatan di Kabupaten Banjarnegarasebagai pusat pertumbuhan yang saling berinterak-si dengan kecamatan di sekitarnya. Kondisi pereko-nomian dan sektor basis di tiap kecamatan berbeda-beda.

10 Pamungkas (2013) Autokorelasi Spasial (Moran’s I) dan Spillover Effects Kutub-kutub pertumbuhan di Koridor Ekonomi (KE)Sulawesi tidak selalu berada di pusat ibukota pro-vinsi sebagaimana ditetapkan dalam MP3EI. Kutub-kutub pertumbuhan terdapat di Makasaar, Sidenreng,Rappang, Wajo, Soppeng, Pinrang, Jeneponto, Banta-eng, Selayar, Gorontalo, Morowali, Banggai, Buton,dan Wakatobi .

11 Rahayu & Santoso (2014) Analisis Scalogram dan Tipologi Klassen Terdapat 4 kecamatan sebagai pusat pertumbuhan diKabupaten Gunung Kidul, yaitu Kecamatan Wonosa-ri, Playen, Semanu, dan Karangmojo.

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 5: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 85

Tabel 3: Perbandingan Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Pulau Kalimantan BerdasarkanLapangan Usaha Tahun 2000–2012 (dalam persen)

No. Lapangan Usaha 2000 2004 2008 20121 Pertanian 14,87 15,13 14,89 14,582 Pertambangan dan Penggalian 25,89 26,61 28,12 29,373 Industri Pengolahan 32,84 28,9 22,77 17,964 Listrik, Gas, dan Air 0,31 0,35 0,38 0,415 Bangunan 3,74 4,07 4,93 5,636 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 10,48 11,54 12,5 13,697 Pengangkutan dan Komunikasi 4,99 5,45 6,82 7,618 Keuangan/Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,61 2,97 3,88 4,539 Jasa-jasa 4,27 4,97 5,71 6,23

Sumber: BPS (2000–2012), diolah

dan Autokorelasi Spasial (Moran’s I dan statistik G).

Tipologi Kabupaten/Kota

Tipologi kabupaten/kota merupakan salah satu alatanalisis ekonomi regional yang digunakan untukmengetahui gambaran tentang pola dan strukturpertumbuhan suatu daerah. Daerah dapat diklasi-fikasikan berdasarkan dua indikator utama, yaitupertumbuhan ekonomi dan pendapatan (PDRB) perkapita suatu daerah dengan menentukan rata-ratapertumbuhan ekonomi pada sumbu vertikal danrata-rata PDRB per kapita pada sumbu horizon-tal. Ada empat klasifikasi daerah dalam tipologikabupaten/kota yaitu: (1) daerah cepat maju dantumbuh, yaitu daerah yang memiliki tingkat per-tumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapitayang tinggi; (2) daerah berkembang cepat, yaitudaerah yang memilik tingkat pertumbuhan ekono-mi tinggi, tetapi pendapatan per kapitanya rendah;(3) daerah maju tapi tertekan, yaitu daerah yangmemiliki pendapatan per kapita yang tinggi, tetapitingkat pertumbuhan ekonominya rendah; dan (4)daerah daerah tertinggal, yaitu daerah yang memi-liki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatanper kapita yang rendah.

Autokorelasi Spasial

Menurut Lembo (2006) dalam Kartika (2007: 1), ke-terkaitan spasial atau autokorelasi spasial terjadikarena adanya interaksi antar-wilayah atau sua-tu ukuran kemiripan dari objek di dalam suaturuang (jarak, waktu, dan wilayah). Interaksi ini me-refleksikan kondisi yang mana nilai pengamatandi wilayah i dipengaruhi oleh nilai pengamatandi wilayah sekitarnya, misalnya wilayah j (i � j).Jika terdapat pola sistematik di dalam penyebaran

sebuah variabel, maka terdapat autokorelasi spasi-al. Adanya autokorelasi spasial mengindikasikanbahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkaitoleh nilai atribut tersebut pada daerah lain yangletaknya berdekatan (bertetangga). Dalam ruanglingkup analisis spasial, keterkaitan antar-wilayahdapat dipandang sebagai hubungan positif ataunegatif. Hubungan positif terjadi bila wilayah de-ngan karasteristik tertentu berada pada lingkunganyang memiliki karasteristik sama dengan wilayahtersebut. Sementara hubungan negatif terjadi bilawilayah dengan karasteristik tertentu berada pa-da lingkungan dengan karasteristik yang berbedadengan wilayah tersebut.

Autokorelasi spasial adalah suatu penaksiran ko-relasi antara suatu variabel terhadap dirinya dalamsuatu wilayah. Suatu variabel dikatakan autokore-lasi jika suatu variabel spasial X dengan observasix1, x2, . . . , xn terbukti saling memengaruhi antar-wilayah. Karakteristik dari autokorelasi spasial ada-lah sebagai berikut. Pertama, jika terdapat pola sis-tematis pada distribusi spasial dari variabel yangdiamati, maka terdapat autokorelasi spasial. Kedua,jika variabel daerah terdekat (neighboring regions)memiliki kemiripan karakteristik, maka terdapatautokorelasi spasial positif. Ketiga, jika variabel da-erah terdekat (neighboring regions) tidak memilikikemiripan karakteristik, maka terdapat autokore-lasi spasial negatif. Dan keempat, pola random/acakmenunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi spasial.Sebagai ilustrasi dapat terlihat pada Gambar 1.

Moran’s I merupakan metode yang digunakansebagai identifikasi karakteristik pola spasial dalamtiga bentuk meliputi pemusatan (clustering), acak(random), dan terpisah (uniform). Moran’s I diguna-kan untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasispasial suatu wilayah. Metode Moran’s I terdiridari dua cara, yaitu Moran’s I global dan Moran’s I

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 6: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...86

Gambar 1: Pola Spasial dari Variabel KewilayahanSumber: Kosfeld (2006)

lokal. Moran’s I global adalah analisis spasial padaskala yang luas, sedangkan Moran’s I lokal atauLocal Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) adalahkuantifikasi autokorelasi dalam wilayah yang lebihkecil. Pada penelitian ini penulis menggunakanmetode Moran’s I lokal.

LISA menyediakan informasi detail dalam klas-terisasi spasial terkait dengan nilai Moran’s I lokaldan statistik Getis-Ord G (Kosfeld, 2006: 55; Kosfeld,2011). Dengan menggunakan program Open GeoDadiperoleh informasi mengenai klasterisasi spasial ditingkat lokal (antar-daerah yang berdekatan). Out-put yang dihasilkan berupa LISA cluster map ataupeta klaster spasial yang menunjukkan adanya klas-ter spasial dengan konsentrasi tinggi atau rendah.Sedangkan G statistics atau statistik G merupakansuatu ukuran dari konsentrasi lokal spasial yangmengindikasikan adanya klasterisasi spasial ting-gi (hot spot) atau klasterisasi spasial rendah (coldspot), serta untuk melihat kekuatan atau konsentrasipertumbuhan pada klaster yang terbentuk.

Analisis Overlay

Model ini digunakan untuk menentukan sektor-sektor unggulan dengan menggabungkan pende-katan alat analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)dan Location Qoutient (LQ). Tujuannya adalah untukmelihat deskripsi kegiatan ekonomi yang poten-sial berdasarkan kriteria kontribusi (analisis LQ)dan kriteria rasio pertumbuhan wilayah (analisisMRP). Identifikasi kegiatan-kegiatan unggulan di-

tunjukkan melalui overlay antara Rasio Pertumbuh-an Wilayah Referensi (RPR), Rasio PertumbuhanWilayah Studi (RPs), dan LQ. Koefisien dari ketigakomponen tersebut disamakan satuannya dengandiberikan notasi positif (+) yang berarti koefisienkomponen bernilai lebih dari satu dan negatif (-)berarti kurang dari satu.

Identifikasi sektor-sektor unggulan dari hasil over-lay, yang dibedakan dalam tiga kriteria, adalah se-bagai berikut. Pertama, RPR, RPs, dan Static LocationQoutient (SLQ) ketiganya bernilai positif (+), berartisektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoraltinggi di wilayah referensi dan pertumbuhan ser-ta kontribusi sektoral di wilayah penelitian jugalebih tinggi dari wilayah referensi, artinya sektorini di wilayah penelitian memiliki potensi dayasaing kompetitif dan komparatif yang lebih ungguldibandingkan dengan kegiatan yang sama di wi-layah referensi. Dengan kata lain, sektor tersebutmenonjol baik di wilayah referensi maupun di wila-yah penelitian. Kedua, hasil overlay yang menunjuk-kan nilai negatif (-) pada RPR sedangkan RPs danSLQ bernilai positif (+), artinya bahwa kegiatansektoral di wilayah penelitian lebih unggul dari ke-giatan yang sama di wilayah referensi, baik dari sisipertumbuhan maupun kontribusinya, tetapi per-tumbuhan sektoralnya rendah atau tidak menonjoldi wilayah referensi. Dengan kata lain bahwa sektortersebut merupakan sektor spesialis di wilayah pe-nelitian. Dan ketiga, RPR, RPs, dan SLQ ketiganyabernilai negatif (-), artinya bahwa sektor tersebutkurang memiliki daya saing kompetitif maupun

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 7: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 87

komparatif yang unggul dibandingkan kegiatanyang sama di wilayah referensi.

Metode LQ terdiri dari 2 jenis yaitu: SLQ danDynamic Location Qoutient (DLQ). Rumus SLQ (Kun-coro & Idris, 2010: 177) adalah:

SLQ �qi{qr

Qi{Qn(1)

dengan:

SLQ : koefisien SLQ;qi : nilai output (PDRB) sektor i daerah r (kabupa-

ten/kota);qr : PDRB total semua sektor di daerah r (provinsi);Qi : nilai output (PDRB) sektor i nasional;Qn : PDRB total di semua sektor secara nasional.

Sedangkan DLQ adalah modifikasi dari SLQ de-ngan mengakomodir laju pertumbuhan keluaransektor ekonomi dari waktu ke waktu. Rumus DLQ(Kuncoro & Idris, 2010: 178):

DLQi j �p1 � gi jq{p1 � g jq

p1 � Giq{p1 � G jq�

IPPSi j

IPPSi(2)

dengan:

DLQi j : indeks potensi sektor i di regional;gi j : laju pertumbuhan sektor i di regional;g j : rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional;Gi : laju pertumbuhan sektor i di nasional;G : rata-rata laju pertumbuhan sektor nasional di

nasional;IPPSi j : indeks potensi pengembangan sektor i di

regional;IPPS j : indeks potensi pengembangan sektor i di

nasional.

Tabel 4: Klasifikasi Sektor Berdasarkan Gabungan NilaiSLQ dan DLQ

Kriteria SLQ ¡ 1 SLQ   1DLQ ¡ 1 Unggulan AndalanDLQ   1 Prospektif Tertinggal

Sumber: Kuncoro & Idris (2010: 178)

Transformasi Struktural

Pembangunan merupakan suatu proses transfor-masi yang ditandai dengan perubahan struktural,yakni perubahan yang terjadi pada landasan kegi-atan ekonomi dan pada kerangka susunan ekono-mi masyarakat yang bersangkutan. Pertumbuhan

ekonomi yang terjadi secara terus-menerus dapatmenyebabkan terjadinya perubahan dalam struk-tur perekonomian wilayah. Perubahan strukturaldalam pertumbuhan ekonomi modern atau transfor-masi struktural dapat diartikan sebagai suatu pro-ses perubahan struktur perekonomian dari sektorpertanian ke sektor non-pertanian atau dari sektorindustri ke sektor jasa, yang mana masing-masingsektor akan mengalami proses transformasi yangberbeda-beda. Proses perubahan struktur ekonomiterkadang diartikan sebagai proses industrialisa-si. Tahapan ini diwujudkan secara historis melaluikenaikan kontribusi sektor industri manufaktur da-lam permintaan konsumen, total PDRB, ekspor, dankesempatan kerja.

Untuk mengukur seberapa cepat suatu dae-rah mengalami transformasi perekonomian, da-pat menggunakan Indeks Transformasi Struktu-ral (ITS) (Hill et al. (2009) dalam Kuncoro & Idris,2010: 179). ITS digunakan untuk melihat pergeser-an peran masing-masing sektor terhadap PDRBkabupaten/kota.

Rumus ITS (Kuncoro & Idris, 2010: 179) adalah:

ITS �¸

|shareitahun terakhir � shareitahun awal|(3)

dengan:

i : 9 sektor ekonomi;°: jumlah;

sharei : sumbangan sektor ke-i.

Hasil dan Analisis

Capaian Pembangunan Pulau Kaliman-tan

Pulau Kalimantan adalah sebuah pulau yang ter-letak di bagian tengah Indonesia dan merupakanpulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenlanddan Papua. Pulau Kalimantan merupakan pulau ter-besar kedua di Indonesia dengan luas seluruhnya546.559,76 km2 atau 29,38% luas wilayah Indone-sia. Secara administratif, Pulau Kalimantan terbagidalam 4 provinsi dengan 48 kabupaten dan 9 kota.

Perkembangan pembangunan di Pulau Kaliman-tan dapat diukur melalui perbandingan bebera-pa indikator ekonomi sosial seperti Indeks Pemba-ngunan Manusia (IPM), laju pertumbuhan ekonomi,angka penggangguran, dan angka kemiskinan. Ki-nerja pembangunan ekonomi di Pulau Kalimantan

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 8: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...88

Gambar 2: Perbandingan Tiga Indikator Sosial Ekonomi Pulau Kalimanta Tahun 2008–2012Sumber: BPS (2008–2012), diolah

Gambar 3: Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Pulau Kalimantan Tahun 2008–2012Sumber: BPS (2008–2012), diolah

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 9: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 89

selama lima tahun terakhir menunjukkan perubah-an yang cukup baik (Gambar 2 dan Gambar 3).Hal ini ditunjukkan dari nilai pertumbuhan ekono-mi yang mengalami perubahan cukup signifikan,namun nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM)cenderung meningkat, sedangkan angka penggang-guran (Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT) danangka kemiskinan cenderung menurun.

Pulau Kalimantan memiliki posisi yang cukupstrategis di koridor nasional, regional ASEAN, danglobal. Dalam konteks nasional, Pulau Kalimantanmemiliki potensi sumber daya alam yang cukupbesar dengan keunggulan kompetitif pada sektorpertambangan (minyak, gas, emas, batu bara), ke-hutanan (kayu), perkebunan (sawit, karet), sertaperikanan laut dan darat. Pulau Kalimatan jugamemiliki kekayaan cadangan minyak bumi, gas,batu bara, dan biji besi terbesar di Indonesia, sertakawasan hutan produksi terluas di Indonesia. Dariproduktivitasnya, wilayah Kalimantan berada dinomor empat sebagai produsen bauksit terbesar didunia dan pengekspor batu bara di beberapa nega-ra ASEAN. Hasil perkebunan kelapa sawit wilayahKalimantan menjadi salah satu potensi yang da-pat memberikan kontribusi pada tingkat nasionalmaupun ASEAN.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 32 Tahun2011, Pemerintah Indonesia menyusun MasterplanPerluasan dan Percepatan Pembangunan EkonomiIndonesia (MP3EI). Masterplan ini berisi arahanstrategis dalam percepatan dan perluasan ekonomiIndonesia untuk periode 15 tahun dari tahun 2011sampai 2025. Berkaitan dengan MP3EI tersebut, se-suai dengan kondisi sumber daya dan geografisPulau Kalimantan, tema pengembangan KoridorEkonomi Kalimantan dalam MP3EI adalah sebagai”Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambangdan Lumbung Energi Nasional”. Penetapan Kori-dor Ekonomi (KE) Kalimantan sebagai pilar energinasional tidak terlepas dari potensi migas dan ba-tu bara. Tahun 2008, cadangan minyak mentahdan batu bara di Pulau Kalimantan masing-masingmencapai 9,3% dan 49,6% dari cadangan batu baranasional. Kegiatan-kegiatan ekonomi utama di Ko-ridor Ekonomi Kalimantan berpusat di empat kotapusat ekonomi, yaitu kota Pontianak, Palangkaraya,Banjarmasin, dan Samarinda.

Klasifikasi Wilayah dan Penentuan PusatPertumbuhan

Tipologi Kabupaten/Kota

Berdasarkan hasil analisis Tipologi Kabupaten/Kota(non-migas) di Pulau Kalimantan (Gambar 5) di-peroleh bahwa 14 kabupaten/kota termasuk dalamdaerah cepat maju dan tumbuh, 8 kabupaten/kotamerupakan daerah berkembang cepat, 5 kabupa-ten/kota termasuk dalam daerah maju tertekan, dan28 daerah merupakan daerah tertinggal. Mayori-tas kabupaten/kota yang termasuk dalam daerahmaju cepat tumbuh berasal dari Provinsi Kaliman-tan Timur, sedangkan mayoritas daerah tertinggalberasal dari Provinsi Kalimantan Tengah.

Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah su-atu lokasi yang memiliki banyak fasilitas dan ke-mudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (poleof attraction), yang menyebabkan berbagai macamusaha tertarik untuk melakukan kegiatan ekonomidi tempat tersebut dan masyarakat senang datanguntuk memanfaatkan fasilitas yang ada di kota ter-sebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksiantara usaha-usaha (Tarigan (2005) dalam Sugiyan-to, 2010: 204). Sebagaimana data yang diperolehdari Bappenas (2012), pusat-pusat pertumbuhanekonomi di Pulau Kalimantan terdapat di empatibu kota provinsi, yaitu kota Pontianak, Palangka-raya, Banjarmasin, dan Samarinda. Keempat kotatersebut merupakan pusat kegiatan-kegiatan eko-nomi utama di KE Kalimantan dan Pusat KegiatanNasional (PKN). PKN adalah kawasan perkotaanyang berfungsi untuk melayani kegiatan skala inter-nasional, nasional, atau beberapa provinsi. Selainitu, terkait dengan naskah MP3EI 2011–2015, Peme-rintah telah menetapkan ibu kota-ibu kota provinsidi Indonesia sebagai pusat pertumbuhan ekonomidi masing-masing koridor ekonomi. Hal ini sema-kin menguatkan bahwa pusat-pusat pertumbuhanekonomi di Pulau Kalimantan terdapat di empatibukota Provinsi (Gambar 6).

Autokorelasi Spasial

Moran’s Scatterplot menunjukkan pola hubunganpendapatan per kapita antar-kabupaten/kota. Un-tuk melihat adanya autokorelasi spasial kabupa-ten/kota di Pulau Kalimantan, dapat dilihat darihasil perhitungan nilai Moran’s I variabel PDRB perkapita. Nilai Moran’s I dalam penelitian ini dihitungmenggunakan matrik penimbang dengan metoda

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 10: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...90

Gambar 4: Peta Daya Saing Posisi Strategis Wilayah Pulau Kalimantan di Koridor Nasional, Regional, dan GlobalSumber: Bappenas (2011)

Gambar 5: Tipologi Kabupaten/Kota di Pulau Kalimantan Menurut PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi TanpaMigas Tahun 2000–2012

Sumber: BPS (2000–2012), diolah

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 11: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 91

Gambar 6: Sebaran Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah KalimantanSumber: Bappenas (2012)

Gambar 7: Moran’s Scatterplot PDRB per Kapita Kabupaten/Kota Tahun 2000–2012Sumber: Hasil Pengolahan dengan GeoDa

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 12: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...92

queen contiquity orde 3. Perlakuan khusus diberikanpada kabupaten/kota yang tidak memiliki daerahtetangga (neighborless), yaitu Kota Tarakan. Di kotaini diberikan penambahan daerah terdekat padamatriks penimbang wilayahnya.

Berdasarkan hasil Moran’s Scatterplot, diperolehbahwa terdapat 12 kabupaten/kota termasuk dalamkuadran I (high-high) dan 34 kabupaten/kota dalamkuadran III (low-low). Daerah-daerah yang terma-suk dalam kuadran I dan kuadran III memiliki artibahwa daerah-daerah dengan PDRB per kapita ting-gi akan dikelilingi daerah-daerah dengan PDRB perkapita yang juga tinggi, dan daerah-daerah denganPDRB per kapita rendah akan dikelilingi daerah-daerah dengan PDRB per kapita yang juga rendah.Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran Ididominasi kabupaten/kota dari Provinsi Kaliman-tan Timur dengan rata-rata PDRB per kapitanyadi atas rata-rata PDRB per kapita kabupaten/kotase-Kalimantan.

Nilai Moran’s I diperoleh sebesar 0,342711 (po-sitif), artinya terdapat autokorelasi spasial po-sitif antar-kabupaten/kota. Autokorelasi spasi-al positif tersebut menunjukkan bahwa antar-kabupaten/kota di Pulau Kalimantan memiliki kee-ratan hubungan berdasarkan variabel PDRB perkapitanya. 9 kabupaten/kota di Pulau Kaliman-tan memiliki autokorelasi spasial dan 46 kabupa-ten/kota lainnya tidak terdapat autokorelasi spasial(Gambar 8).

Untuk melihat klasterisasi spasial di Pulau Kali-mantan, digunakanlah LISA Cluster Map. Dari hasilLISA Cluster Map (Gambar 8) diperoleh dua klasteryang terbentuk, yaitu di bagian timur dan baratPulau Kalimantan. Hasil ini akan digabung denganpeta percentil pada Gambar 9 dan diperoleh pusatpertumbuhan baru di Provinsi Kalimantan Timur,yaitu Kabupaten Kutai Timur. Letak geografis Kabu-paten Kutai Timur cukup strategis berada pada jalurporos regional lintas Trans-Kalimantan dan porossegitiga pertumbuhan BONSA SEMAWA (Bontang-Samarinda-Sebulu-Muara Wahau), TANRE MAWA(Tanjung Redeb-Muara Wahau), dan PANDARONG(Balikpapan-Samarinda-Tenggarong). KabupatenKutai Timur dikenal sebagai penghasil batu baraterbesar di Indonesia. Kebutuhan dunia terhadapsumber daya mineral dan migas yang cukup ting-gi, ditambah dengan mulai berkurangnya sumber-sumber mineral dan migas di wilayah lain men-jadikan Kabupaten Kutai Timur berpeluang besarterhadap pasar internasional. Besarnya potensi ba-han tambang membuat struktur ekonomi kabupa-

ten ini bertumpu pada sektor pertambangan danpenggalian dengan kontribusi terhadap PDRB Ka-bupaten Kutai Timur berkisar antara 81% sampai89% selama kurun waktu tahun 2000–2012.

Seperti dijelaskan sebelumnya, pusat pertumbuh-an dapat mendorong spread effect (pengaruh positif)dan backwash effect (pengaruh negatif) terhadap dae-rah di sekitarnya. Kabupaten Kutai Timur merupa-kan pusat pertumbuhan baru di Provinsi Kalimant-an Timur. Kabupaten tersebut mampu memberipengaruh positif atau spread effect terhadap daerahdi sekitarnya, seperti Kabupaten Berau yang berba-tasan langsung dengan Kabupaten Kutai Timur. Halini terlihat dari PDRB per kapita Kabupaten Beraumerupakan tertinggi kedua se-Kalimantan setelahKabupaten Kutai Timur selama periode tahun 2000–2012. Kontribusi tertinggi terhadap PDRB berasaldari sektor pertambangan dan penggalian, yaitusebesar 60,68% pada tahun 2012. Hal ini didukungpula dengan keberadaan PT. Berau Coal, salah satuperusahaan penambangan batu bara terbesar di In-donesia. Tiga kabupaten lain yang juga berbatasandengan Kabupaten Kutai Timur dan memiliki nilaiLISA tinggi adalah Kabupaten Malinau, Kabupa-ten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang. PDRBper kapita ketiga kabupaten ini masih di bawahPDRB per kapita Kabupaten Berau. Perekonomi-an Kabupaten Kutai Kartanegara dan KabupatenMalinau bertumpu pada sektor pertambangan danpenggalian, sedangkan sektor industri pengolahanmerupakan sektor unggulan di Kota Bontang.

Kabupaten/kota yang memiliki nilai LISA rendahadalah daerah-daerah yang terletak di bagian timurProvinsi Kalimantan Barat, meliputi Kabupaten Se-kadau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Melawi.Kabupaten Sekadau merupakan kabupaten peme-karan dari Kabupaten Sanggau, sedangkan Kabu-paten Melawi merupakan kabupaten pemekarandari Kabupaten Sintang. Tiga kabupaten tersebutmemiliki PDRB per kapita terendah se-Kalimantan.Rendahnya PDRB per kapita daerah-daerah terse-but dipengaruhi oleh letak geografis wilayah yangmana kondisi topografi ketiga wilayah tersebutsebagian besar berupa perbukitan.

Dari hasil G* Cluster Map (Gambar 10) diperolehbahwa klaster di bagian timur Pulau Kalimantan,yang terdiri dari Kabupaten Malinau, KabupatenKutai Kartanegara, Kota Bontang, Kabupaten KutaiTimur, dan Kabupaten Berau merupakan daerahhot spot, artinya terdapat konsentrasi pertumbuhanyang tinggi di lima daerah tersebut. Klaster yangterdiri dari 3 kabupaten di Provinsi Kalimantan

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 13: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 93

Gambar 8: LISA Cluster Map PDRB per Kapita Kabupaten/Kota Tahun 2000–2012Sumber: Hasil Pengolahan dengan GeoDa

Gambar 9: Pola Spasial PDRB per Kapita Non-Migas Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2000–2012Sumber: Hasil Pengolahan dengan GeoDa

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 14: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...94

Gambar 10: G* Cluster Map PDRB per Kapita Kabupaten/Kota Tahun 2000–2012Sumber: Hasil Pengolahan dengan GeoDa

Barat, meliputi Kabupaten Sekadau, KabupatenSintang, dan Kabupaten Melawi, serta 2 kabupatendi Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu KabupatenTapin dan Kabupaten Balangan merupakan daerahcold spot, artinya kelima daerah tersebut memilikikonsentrasi pertumbuhan yang rendah.

Analisis Overlay

Berdasarkan hasil analisis overlay, Pulau Kaliman-tan sebagaimana ditunjukkan oleh nilai indeks LQ(yaitu SLQ, rasio pertumbuhan wilayah (RPs), danrasio pertumbuhan referensi (RPR)) diperoleh bah-wa tidak ada satupun sektor ekonomi di PulauKalimantan termasuk dalam kriteria pertama yangbernotasi positif untuk ketiga komponen (+++), arti-nya bahwa Pulau Kalimantan tidak memiliki sektoryang mempunyai pertumbuhan dan kontribusi sek-toral yang lebih tinggi dari tingkat nasional (Tabel5). Dengan kata lain bahwa Pulau Kalimantan tidakmemiliki sektor dengan potensi daya saing kompe-titif dan komparatif yang lebih unggul dibandingkegiatan yang sama di tingkat nasional.

Perekonomian Pulau Kalimantan ditopang olehdua sektor spesialis, yaitu sektor pertanian dansektor pertambangan, yang mana kedua sektor inihanya menonjol di Pulau Kalimantan. Sektor indus-tri pengolahan merupakan sektor yang memilikinotasi negatif pada ketiga komponen, artinya, sek-tor ini tidak potensial di Pulau Kalimantan baik darikriteria pertumbuhan maupun kriteria kontribusi.

Beberapa sektor ekonomi yang tidak menonjol diPulau Kalimantan akan tetapi di tingkat nasionalmenonjol, seperti sektor listrik, gas, dan air bersihserta sektor pengangkutan dan komunikasi yangmana kedua sektor tersebut kurang menonjol diPulau Kalimantan akan tetapi di tingkat nasionalmenonjol. Sektor yang dapat dipacu menjadi kegi-atan yang dominan adalah sektor bangunan, sektorperdagangan, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa.

Dari hasil analisis overlay kabupaten/kota diper-oleh bahwa sektor pertambangan dan penggalianbernotasi positif untuk ketiga komponen di limakabupaten, artinya sektor ini mempunyai pertum-buhan sektoral yang tinggi di Pulau Kalimantan.Pertumbuhan dan kontribusi sektoral di lima kabu-paten ini juga lebih tinggi (lihat Tabel 7). Dengankata lain, sektor ini memiliki potensi daya saingkompetitif dan komparatif yang lebih unggul hanyadi lima kabupaten, yaitu di Kabupaten Lamandau(Provinsi Kalimantan Tengah), Kabupaten Paser,Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten KutaiTimur, dan Kabupaten Berau (Provinsi KalimantanTimur).

Transformasi Struktural

Transformasi struktural merupakan proses peru-bahan struktur perekonomian dari sektor pertanianke sektor industri, perdagangan, dan jasa, yangmana masing-masing perekonomian akan menga-lami transformasi yang berbeda-beda. Indeks tran-

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 15: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 95

Tabel 5: Hasil Analisis Overlay Pulau Kalimantan (Non-Migas) Tahun 2000–2012

No. Sektor RPR RPs SLQ DLQ Notasi Overlay1 Pertanian 0,577 1,076 1,395 0,968 -++2 Pertambangan dan Penggalian 0,908 1,987 4,909 1,399 -++3 Industri Pengolahan 0,883 0,467 0,471 0,496 - - -4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,254 0,932 0,699 0,856 +- -5 Bangunan 1,154 1,105 0,969 1,003 ++-6 Perdagangan, Hotel, dan restoran 1,043 1,28 0,934 1,048 ++-7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,093 0,637 1,162 0,607 +-+8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,092 1,392 0,484 1,22 ++-9 Jasa-jasa 0,91 1,409 0,749 1,256 -+-

Sumber: BPS (2000–2012); BPS (2008); BPS (2012), diolah

Gambar 11: Perubahan Struktural Sektoral Kabupaten/Kota di Pulau Kalimantan Tahun 2000–2012Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 16: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...96

sformasi struktural (ITS) digunakan untuk melihatpergeseran peran masing-masing sektor terhadapPDRB kabupaten/kota. Gambar 11 menunjukkanbahwa transformasi struktural di Pulau Kaliman-tan terjadi di 10 kabupaten/kota yang tersebar di 3provinsi, kecuali Provinsi Kalimantan Tengah. Ke-sepuluh kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pon-tianak, Kabupaten Melawi, Kota Pontianak, Kabu-paten Barito Kuala, Kota Banjarmasin, KabupatenKutai Kartanegara, Kabupaten Malinau, KabupatenBulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kota Samarin-da. Perubahan struktural tercepat terjadi di Kabu-paten Malinau (Provinsi Kalimantan Timur). Hal initerlihat dari nilai ITS-nya tertinggi dibandingkandengah kabupaten lainnya. Struktur perekonomi-an Kabupaten Malinau menunjukkan transformasidari sektor pertanian ke sektor pertambangan danpenggalian.

Berdasarkan hasil analisis LQ (SLQ dan DLQ)Pulau Kalimantan tahun 2000–2012 (Tabel 6) diper-oleh bahwa terjadi perubahan kategori beberapasektor. Nilai SLQ dan DLQ digunakan untuk meli-hat apakah sektor-sektor ekonomi termasuk dalamkategori sektor unggulan, prospektif, andalan, atautertinggal. Sektor pertanian mengalami despesi-alisasi (penurunan) kategori sektoral dari sektorunggulan menjadi sektor prospektif. Hal ini dise-babkan selama periode tahun 2000–2012, kontribusisektor ini menurun sekitar 9,4% di hampir selu-ruh kabupaten/kota di Pulau Kalimantan kecuali diKota Pontianak (Provinsi Kalimantan Barat).

Sektor pertambangan dan penggalian mengala-mi spesialisasi (peningkatan) kategori sektoral darisektor prospektif menjadi sektor unggulan. Darienam kabupaten/kota penyumbang terbesar di sek-tor ini, hanya Kabupaten Lamandau dan KabupatenKutai Kartanegara yang mengalami peningkatanpangsa. Sektor ini mengalami penurunan dalampenyerapan tenaga kerja yang mana rata-rata te-naga kerja beralih ke sektor sekunder dan sektortersier. Walaupun penyerapan tenaga kerja sektorprimer mengalami penurunan, tetapi sektor primermasih merupakan sektor unggulan dan dominanbagi perekonomian Pulau Kalimantan.

Sektor bangunan juga mengalami spesialisasi ka-tegori dari kategori sektor tertinggal menjadi sektorandalan. Aktivitas sektor ini berlokasi di Kota Ba-likpapan dan Kota Bontang (Provinsi KalimantanTimur). Sektor-sektor yang tidak mengalami peru-bahan kategori adalah sektor industri pengolahan,sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagang-an, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan

komunikasi, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasilanalisis dalam penelitian ini adalah sebagai ber-ikut. Pertama, berdasarkan hasil analisis tipologikabupaten/kota dan autokorelasi spasial Moran’s Idiperoleh bahwa sebagian besar kabupaten/kota dibagian timur Pulau Kalimantan termasuk dalamdaerah cepat maju tumbuh. Konsentrasi pertum-buhan ekonomi di Pulau Kalimantan tersebar dibagian timur dan barat. Klaster di bagian timurPulau Kalimantan, meliputi Kabupaten Malinau,Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Bontang, Kabu-paten Kutai Timur, dan Kabupaten Berau memilikikonsentrasi pertumbuhan hot spot (klasterisasi ting-gi). Sedangkan kabupaten/kota yang terdapat diklaster bagian barat Pulau Kalimantan, meliputiKabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, dan Kabu-paten Melawi memiliki konsentrasi pertumbuhancold spot (klasterisasi rendah).

Kedua, Kota Pontianak, Kota Palangkaraya, Ko-ta Banjarmasin, dan Kota Samarinda merupakanpusat pertumbuhan ekonomi di Pulau Kalimantansebagaimana ditetapkan dalam MP3EI. Pusat-pusatpertumbuhan di Pulau Kalimantan tidak selalu bera-da di pusat ibu kota provinsi. Dua ibu kota provinsi,yaitu Kota Palangkaraya dan Kota Samarinda mam-pu menghasilkan spread effect bagi daerah sekitarnyadan mendorong munculnya pusat pertumbuhanbaru, yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat, Kota Ba-likpapan, dan Kabupaten Kutai Timur, yang manaketiga kota tersebut termasuk dalam daerah cepatmaju dan tumbuh.

Ketiga, Kabupaten Kotawaringin Barat dalam ska-la nasional dan regional mempunyai fungsi sebagaipusat kegiatan disribusi barang dan jasa untuk wi-layah sekitarnya sehingga memiliki daya tarik yangtinggi bagi daerah lain. Kabupaten ini berkembang,selain karena sektor industri pengolahan juga di-dukung oleh sektor pertanian terutama subsektorperkebunan. Keberadaan perkebunan besar kelapasawit dan dua perusahaan kilang minyak sawit,serta didukung beberapa kawasan strategis, sepertiPusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kota Pangkal-an Bun dan Kawasan Strategis Ekonomi SektorUnggulan Agropolitan (pusat pertanian dan per-ikanan darat) di Kecamatan Pangkalan Lada danKumai membuat kabupaten ini layak dijadikan pu-sat pertumbuhan baru. Kota Balikpapan tumbuh

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 17: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 97

Tabel 6: Klasifikasi Kategori Sektor Non-Migas Pulau Kalimantan (Berdasarkan Hasil LQ), 2000–2012

No. Sektor Kategori Sektor2000–2006 2007–2012

1 Pertanian Unggulan Prospektif2 Pertambangan dan Penggalian Prospektif Unggulan3 Industri Pengolahan Tertinggal Tertinggal4 Listrik, Gas, dan Air Bersih Tertinggal Tertinggal5 Bangunan Tertinggal Andalan6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran Andalan Andalan7 Pengangkutan dan Komunikasi Prospektif Prospektif8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Andalan Andalan9 Jasa-jasa Andalan Andalan

Sumber: BPS (2000–2012); BPS (2008); BPS (2012), diolah

lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain ka-rena didukung oleh pertumbuhan koridor ke KotaSamarinda, ke selatan melalui Kabupaten PenajamPaser Utara dan Kabupaten Paser, penambangan ba-tu bara yang semakin meningkat, investasi pentinguntuk pelabuhan batu bara, dan Kawasan IndustriKariangau di Teluk Balikpapan. Kota Balikpapanmerupakan salah satu kota tujuan pengembanganPKN di Pulau Kalimantan yang akan difokuskansebagai kota perdagangan atau jasa dengan opti-malisasi infrastruktur udara dan dikembangkansebagai pusat pelayanan primer di samping KotaBanjarmasin dan Kota Pontianak, sedangkan KotaPangkalan Bun (Kabupaten Kotawaringin Barat) a-kan dikembangkan sebagai pusat pelayanan tersier.Kabupaten Kutai Timur telah menjadi the gatewayto north Indonesia dengan didukung pembangunanpelabuhan regional dan internasional Maloy. Selainitu terdapat Maloy Trans-Kalimantan Economic Zo-ne (MTKZ) seluas 32.800 hektar yang merupakanbagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Ma-loy dan salah satu lokus atau pusat pembangunandalam pelaksanaan MP3EI Koridor Kalimantan.

Keempat, berdasarkan hasil analisis overlay PulauKalimantan diperoleh bahwa tidak ada satupunsektor di Pulau Kalimantan tergolong dalam sek-tor unggulan yang kompetitif dan komparatif ditingkat nasional. Hanya dua sektor yang menonjoldi Pulau Kalimantan dan tergolong dalam sektorspesialis, yaitu sektor pertanian dan sektor per-tambangan. Sedangkan dari hasil analisis overlaykabupaten/kota diperoleh bahwa sektor pertam-bangan dan penggalian merupakan sektor potensi-al karena memiliki keunggulan-kompetitif, baik diPulau Kalimantan maupun di lima kabupaten/kota.Hal ini sesuai dengan tema pembangunan KoridorEkonomi Kalimantan dalam naskah MP3EI yaitu”Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang

dan Lumbung Energi Nasional”.Dan kelima, transformasi struktural tidak terjadi

di seluruh kabupaten/kota di Pulau Kalimantan.Hal ini disebabkan karena tidak semua kabupa-ten/kota memiliki potensi sumber daya alam yangmelimpah. Perubahan struktural tercepat terjadi diKabupaten Malinau (Provinsi Kalimantan Timur).Perkembangan ekonomi di kabupaten tersebut me-nunjukkan transformasi dari sektor pertanian kesektor pertambangan dan penggalian.

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan,maka saran yang dapat penulis sampaikan seba-gai berikut. Pertama, perlu dilakukan evaluasi danpenelitian lebih lanjut tentang penetapan ibu kota-ibu kota provinsi sebagai pusat pertumbuhan diKoridor Ekonomi Kalimantan mengingat pusat-pusat pertumbuhan tidak selalu berada di pusatibu kota provinsi sebagaimana ditetapkan dalamMP3EI. Juga perlu mengkaji kembali tentang pene-tapan pengembangan kawasan andalan yang be-lum optimal dan penetapan daerah tertinggal. Tin-dak lanjut dari saran ini terkait dengan instansi-instansi: Kementerian Koordinator Bidang Pere-konomian, Bappenas, Kementerian Pembangun-an Daerah Tertinggal.

Kedua, tema pembangunan Koridor Ekonomi(KE) Kalimantan dalam naskah MP3EI sebagai sen-tra produksi dan pengolahan hasil tambang danlumbung energi nasional perlu dievaluasi kembali,mengingat konsentrasi pertumbuhan di Pulau Kali-mantan lebih dominan di bagian timur Kalimantan.Provinsi Kalimantan Timur memang terkenal kayaakan migas, batu bara, dan industri besar, dan halini tidak terjadi bagi daerah-daerah lain seperti dibagian barat dan tengah. Tindak lanjut dari saranini terkait dengan instansi-instansi: KementerianKoordinator Bidang Perekonomian, Bappenas.

Ketiga, konektivitas di KE Kalimantan masih ter-

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 18: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...98

kendala dengan belum tersedianya infrastukturjalan yang memadai yang menghubungkan satu da-erah dengan daerah lainnya. Salah satunya adalahpembangunan jalan Trans-Kalimantan perbatasanKalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kaliman-tan Tengah yang mengalami kendala terkait denganpermasalahan tumpang tindih jalan dan ketidakpas-tian tentang proses percepatan pembangunan jalurrel Kereta Api (KA) Lintas Kalimantan Tengah danKalimantan Timur. Untuk itu, perlu dilakukan pe-nataan status lahan dan kebijakan penyelenggaraanpenataan ruang melalui penyusunan tata aturanyang terkait dengan perizinan pemanfaatan ruangyang disepakati oleh semua pihak, baik PemerintahPusat, Kementerian sektoral1, maupun PemerintahDaerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tindak lan-jut dari saran ini terkait dengan instansi-instansi:Kementerian Kehutanan, Kementerian PekerjaanUmum, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabu-paten/Kota.

Keempat, Kabupaten Kotawaringin Barat dan Ko-ta Balikpapan dapat diusulkan untuk ditetapkan se-bagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di KoridorEkonomi Kalimantan. Posisi kedua daerah ini sa-ngat strategis berada di jalur jalan Trans-Kalimantandan memiliki beberapa kawasan strategis, sepertiPusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kota PangkalanBun dan Kawasan Strategis Ekonomi Sektor Ung-gulan Agropolitan (pusat pertanian dan perikanandarat) di Kecamatan Pangkalan Lada dan Kumai,serta Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Balik-papan. Selain itu, kedua daerah tersebut memilikibandara udara dan pelabuhan yang memudahkandalam mobilisasi barang untuk tujuan domestikmaupun mancanegara (ekspor-impor). Selain itu,terdapat potensi wisata di Kabupaten KotawaringinBarat, seperti kawasan suaka alam Taman NasionalTanjung Puting, Tanjung Keluang, Suaka MargaSatwa Sungai Lamandau, dan Hutan Lindung. Bali-kpapan adalah pintu gerbang Provinsi KalimantanTimur dengan potensi daya tarik wisata yang tinggi.Dalam lingkup nasional. Kota Balikpapan ditetap-kan sebagai kota Meeting, Incentive, Convention, andExhibition (MICE). Tindak lanjut dari saran ini ter-kait dengan instansi-instansi: Kementerian Koo-rdinator Bidang Perekonomian, Bappenas, Peme-rintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.

Kelima, untuk mendukung pembangunan dipusat-pusat pertumbuhan baru, yaitu Kabupaten

1Kementerian yang membidangi urusan/sektor tertentu.

Kotawaringin Barat, Kota Balikpapan, dan Kabupa-ten Kutai Timur, dapat diberikan perlakuan khususseperti meningkatkan pendanaan pembangunandengan melengkapi sarana dan prasarana di pu-sat pertumbuhan baru tersebut dan perluasan ja-ringan transportasi, sehingga para investor swastadapat tertarik untuk menanamkan modalnya di wi-layah tersebut. Tindak lanjut dari saran ini terkaitdengan instansi-instansi: Kementerian Koordina-tor Bidang Perekonomian, Bappenas, PemerintahProvinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.

Keenam, program pembangunan di Pulau Ka-limantan harus lebih diarahkan pada program-program yang mendorong kinerja sektor pertaniansehingga tidak mengandalkan pada sektor pertam-bangan dan penggalian mengingat nilai produksisektor migas di Pulau Kalimantan dari tahun ketahun cenderung menurun. Penataan dasar yangdapat dilakukan pemerintah daerah adalah mening-katkan peran sektor pertanian secara luas melaluipengembangan komoditas yang memiliki peluangekspor, promosi investasi dan perdagangan, sertamengembangkan kawasan ekonomi terpadu atau-pun kawasan ekonomi yang didasarkan pada ke-terkaitan antar-sektor ekonomi dan kawasan sentraproduksi melalui pengembangan sektor unggulandan potensial. Pembangunan pertanian di PulauKalimantan ke depan tidak lagi dilakukan secaratradisional, akan tetapi harus lebih diarahkan kepa-da upaya-upaya untuk peningkatan produktivitas,mutu, nilai tambah produk (value added), dan dayasaing produk (competitiveness). Selanjutnya secaraproposional, peran migas, pertambangan, dan ke-hutanan sebagai penopang utama perekonomiandikurangi secara bertahap melalui pengembang-an secara intensif sektor-sektor lainnya sehinggaperekonomian wilayah Kalimantan dapat terjaminkeberlanjutannya. Tindak lanjut dari saran ini ter-kait dengan instansi-instansi: Pemerintah Provin-si dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Ketujuh, memperkuat kemitraan dan koordina-si antar-lembaga pemerintah melalui penyusunanregulasi untuk mengatur kerja sama antar-sektorpembangunan dan antar-daerah (pusat, provinsi,dan kabupaten/kota). Kerja sama tersebut harusdidasari dengan kesukarelaan dan tidak cenderungmengedepankan ego kewilayahan. Salah satu kegi-atan yang dilakukan para Gubernur se-Kalimantanpada tahun 2011 hingga sekarang adalah ForumKerja sama Revitalisasi dan Percepatan Pembangun-an Regional Kalimantan (FKRP2RK). Dalam forumtersebut telah disepakati Program Pembangunan

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 19: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 99

Bersama Kalimantan yang meliputi bidang infra-struktur, tata ruang, dan sumber daya manusia. Tin-dak lanjut dari saran ini terkait dengan instansi-instansi: Kementerian Dalam Negeri, PemerintahProvinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.

Kedelapan, meningkatkan daya tarik investasi da-lam pengembangan komoditi unggulan di daerahtertinggal melalui pemberian insentif dan kemudah-an perizinan, kemudahan akses terhadap lahan bagiinvestor, serta peningkatan ketersediaan infrastruk-tur. Tindak lanjut dari saran ini terkait denganinstansi-instansi: Badan Koordinasi PenanamanModal, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabu-paten/Kota.

Kesembilan, meningkatkan aksesbilitas antar-daerah, khususnya bagi daerah tertinggal dan da-erah perbatasan melalui peningkatan penyediaaninfrastruktur transportasi, penyediaan moda trans-portasi perintis pada daerah-daerah yang tidakdapat dijangkau transportasi umum, dan pengem-bangan kerja sama antar-daerah dalam pengem-bangan transportasi. Tindak lanjut dari saran initerkait dengan instansi-instansi: Kementerian Pe-kerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Ke-menterian Dalam Negeri, Kementerian Pemba-ngunan Daerah Tertinggal, Badan Nasional Pe-ngelola Perbatasan, Pemerintah Provinsi, Peme-rintah Kabupaten/Kota.

Daftar Pustaka[1] Adams-Kane, J., & Lim, J. J. (2011). Growth Poles and Mul-

tipolarity. World Bank Policy Research Working Paper Series,5712. The World Bank. Development Economics. ProspectGroup. Diakses dari http://documents.worldbank.org/curated/en/896081468128113149/pdf/WPS5712.pdf.Tanggal akses 10 September 2014.

[2] Ardila, R. (2012). Analisis pengembangan pusat pertum-buhan ekonomi di Kabupaten Banjarnegara. EconomicsDevelopment Analysis Journal, 1(2), 1–9.

[3] Bappenas. (2011). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pem-bangunan Ekonomi Indonesia 2011–2025. Jakarta: Bappe-nas. Diakses dari http://bappenas.go.id/index.php/download_file/view/11060/3437/. Tanggal akses 10 De-sember 2004.

[4] Bappenas. (2012). Paparan Deputi Bidang PengembanganRegional dan Otonomi Daerah Kementerian PPN/Bappenas:Arah Pengembangan Wilayah Pulau Kalimantan, RPJMN 2015–2019. Jakarta: Bappenas.

[5] BPS. (1978–2012). Produk Domestik Regional Bruto Atas DasarHarga Konstan Menurut Provinsi, 1978–2013. Jakarta: BadanPusat Statistik.

[6] BPS. (2000–2012). Produk Domestik Regional Bruto TanpaMigas Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/Kota,2000–2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[7] BPS. (2008). Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi

di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2003–2007. Jakarta:Badan Pusat Statistik.

[8] BPS. (2008–2012). Produk Domestik Regional Bruto Tanpa Mi-gas Atas Dasar Harga Konstan, Tingkat Kemiskinan, TingkatPengangguran Terbuka (TPT), dan Indeks Pembangunan Ma-nusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota, 2000–2012. Jakarta:Badan Pusat Statistik.

[9] BPS. (2012). Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsidi Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2008–2012. Jakarta:Badan Pusat Statistik.

[10] Danastri, S. (2011). Analisis Penetapan Pusat-Pusat Pertum-buhan Baru di Kecamatan Harjamukti, Cirebon Selatan.Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

[11] Kartika, Y. (2007). Pola Penyebaran Spasial Demam Berda-rah Dengue di Kota Bogor Tahun 2005. Skripsi. DepartemenStastistika. Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam. Institut Pertanian Bogor.

[12] Kosfeld, R. (2006). Spatial Econometrics. Germany: Uni-versity of Kassel. Diakses dari https://www.uni-kassel.de/fb07/fileadmin/datas/fb07/5-Institute/IVWL/

Kosfeld/lehre/spatial/SpatialEconometrics1.pdf.Tanggal akses 13 Oktober 2014.

[13] Kosfeld, R. (2011). Data Management and Basic Mappingwith GeoDa. Institut of Economics, University of Kas-sel. Diakses dari http://studylib.net/doc/6888625/data-management-and-basic-mapping-with-geoda.Tanggal akses 13 Oktober 2014.

[14] Kubis, A., Titze, M., & Ragnitz, J. (2007). Spillover Effectsof Spatial Growth Poles - a Reconciliation of ConflictingPolicy Targets?. IWH Discussion Papers Nr. 8/2007. Ger-many: Institut fur Wirtschaftsforschung Halle. Diakses da-ri http://www.iwh-halle.de/fileadmin/user_upload/publications/iwh_discussion_papers/8-07.pdf. Tang-gal akses 13 Oktober 2014.

[15] Kuncoro, M., & Idris, A. N. (2010). Mengapa Terjadi Grow-th Without Development di Provinsi Kalimantan Timur?.Jurnal Ekonomi Pembangunan, 11(2), 172–190.

[16] Mushuku, A. & Takuva, R. (2013). Growth Points or GhostTowns? Post Independence Experiences of the Industriali-sation Process at Nemamwa Growth Points in Zimbabwe.International Journal of Politics and Good Governance, 4 (4.4)Quarter IV, 1–27.

[17] Muta’ali, L. (2003). Studi Penentuan Desa-Desa Pusat Per-tumbuhan Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Maja-lah Geografi Indonesia, 17(1), 33–51.

[18] Ogunleye, E. K. (2011). Structural Transformationin Sub-Saharan Africa: The Regional Growth PolesStrategy. Conference Papers. African Economic Confe-rence, 26–28 October 2011, Addis Ababa, Ethiopia.Diakses dari http://www.uneca.org/sites/default/files/uploaded-documents/AEC/2011/ogunleye-ssa_

economic_transformation_through_growth_poles_1.

pdf. Tanggal akses 10 September 2014.[19] Pamungkas, P. B. (2013). Efek Limpahan dari Kutub-Kutub

Pertumbuhan Wilayah Kabupaten dan Kota di KoridorEkonomi Sulawesi. Tesis. Fakultas Ekonomika dan BisnisUniversitas Gadjah Mada.

[20] Rahayu, E., & Santoso, E. B. (2014). Penentuan Pusat-PusatPertumbuhan dalam Pengembangan Wilayah di KabupatenGunungkidul. Jurnal Teknik ITS, 3(2), C290–C295.

[21] Sridhar, K. S. (2006). Local Employment Impact of GrowthCentres: Evidence from India. Urban Studies, 43(12), 2205–2235.

[22] Sugiyanto. (2010). Penelitian Pengembangan Pusat-PusatPertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Lamandau. Jurnal

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 20: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...100

Tabe

l7:H

asil

Ana

lisis

Ove

rlay

Men

urut

Kab

upat

en/K

ota

Tahu

n20

00–2

012

–Ba

gian

1

No.

Kab

upat

en/K

ota

12

34

5R

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

1K

ab.S

amba

s0,

571,

462,

21+

+1,

640,

780,

010,

371,

590,

770,

630,

880,

48--

-1,

250,

780,

392

Kab

.Be

ngka

-ya

ng0,

572,

402,

10+

+1,

640,

750,

080,

372,

980,

410,

630,

610,

20--

-1,

251,

070,

97

3K

ab.L

anda

k0,

573,

302,

33+

+1,

64-0

,61

0,06

0,37

3,40

0,85

0,63

2,41

0,44

1,25

1,84

0,4

4K

ab.

Pont

ia-

nak

0,57

-1,0

91,

071,

64-0

,49

0,01

0,37

-1,8

02,

450,

63-0

,46

1,89

1,25

0,12

0,42

5K

ab.S

angg

au0,

571,

271,

69+

+1,

640,

220,

070,

371,

162,

22+

+0,

631,

450,

531,

250,

850,

646

Kab

.K

eta-

pang

0,57

1,24

1,64

++

1,64

1,77

0,50

0,37

4,84

1,60

++

0,63

1,18

0,78

1,25

0,89

0,35

7K

ab.S

inta

ng0,

570,

901,

871,

640,

310,

170,

373,

330,

780,

630,

760,

52--

-1,

250,

821,

078

Kab

.K

apua

sH

ulu

0,57

0,42

2,10

1,64

8,59

0,05

0,37

-3,0

70,

36--

-0,

630,

960,

6--

-1,

250,

892,

02

9K

ab.S

ekad

au0,

571,

452,

3+

+1,

640,

170,

120,

371,

241,

05+

+0,

632,

80,

321,

250,

861,

1310

Kab

.Mel

awi

0,57

0,35

1,62

1,64

0,41

0,20

0,37

3,22

0,81

0,63

1,32

0,45

1,25

1,60

0,94

11K

ab.

Kay

ong

Uta

ra0,

571,

152,

20+

+1,

640,

980,

090,

373,

181,

57+

+0,

631,

151,

12+

+1,

250,

880,

5

12K

ab.K

ubu

Ra-

ya0,

571,

690,

911,

640,

760,

020,

370,

954,

080,

630,

791,

051,

251,

350,

14

13K

ota

Pont

ia-

nak

0,57

4,46

0,05

1,64

00

0,37

1,86

0,68

0,63

0,68

1,11

1,25

0,72

2,59

14K

ota

Sing

ka-

wan

g0,

571,

230,

661,

640,

460,

080,

371,

830,

670,

630,

383,

961,

250,

771,

29

15K

ab.T

anah

La-

ut0,

571,

111,

51+

+1,

640,

750,

400,

372,

851,

62+

+0,

630,

570,

31--

-1,

250,

890,

34

No.

Kab

upat

en/K

ota

67

89

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

1K

ab.S

amba

s0,

921,

051,

61+

+1,

200,

520,

431,

40,

390,

941,

070,

790,

642

Kab

.Be

ngka

-ya

ng0,

920,

851,

621,

200,

790,

311,

40,

481,

031,

071,

090,

96

3K

ab.L

anda

k0,

922,

891,

39+

+1,

202,

800,

321,

41,

530,

851,

071,

640,

694

Kab

.Po

ntia

-na

k0,

92-0

,51

1,15

1,20

-0,4

40,

411,

4-0

,24

0,67

1,07

0,18

1,97

5K

ab.S

angg

au0,

921,

381,

00+

+1,

200,

860,

261,

40,

540,

611,

071,

041,

12+

++

6K

ab.

Ket

a-pa

ng0,

921,

350,

991,

201,

020,

341,

40,

780,

951,

070,

910,

95

7K

ab.S

inta

ng0,

921,

101,

35+

+1,

200,

810,

351,

40,

620,

761,

070,

851,

348

Kab

.K

apua

sH

ulu

0,92

0,76

1,04

1,20

0,51

0,45

1,4

0,47

1,06

1,07

0,59

1,26

9K

ab.S

ekad

au0,

921,

211,

08+

+1,

200,

660,

261,

40,

650,

941,

070,

820,

4010

Kab

.Mel

awi

0,92

1,08

1,86

++

1,20

0,45

0,19

1,4

0,85

0,68

1,07

1,15

1,09

++

+11

Kab

.K

ayon

gU

tara

0,92

1,16

0,71

1,2

1,11

0,34

1,4

0,86

0,91

1,07

3,74

1,09

++

+

12K

ab.K

ubu

Ra-

ya0,

920,

621,

031,

202,

560,

661,

40,

620,

471,

077,

80,

31

13K

ota

Pont

ia-

nak

0,92

1,19

1,31

++

1,20

0,6

2,24

1,4

0,51

2,23

1,07

0,48

2,73

14K

ota

Sing

ka-

wan

g0,

920,

972,

211,

200,

910,

701,

40,

721,

341,

070,

901,

97

15K

ab.T

anah

La-

ut0,

921,

051,

42+

+1,

200,

720,

211,

40,

640,

711,

070,

951,

06

bers

ambu

ng...

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 21: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 101Ta

bel8

:Has

ilA

nalis

isO

verl

ayM

enur

utK

abup

aten

/Kot

aTa

hun

2000

–201

2–

Bagi

an2

No.

Kab

upat

en/K

ota

12

34

5R

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

16K

ab.K

otab

aru

0,57

1,46

1,73

++

1,64

0,49

1,06

0,37

1,81

0,60

0,63

0,50

0,30

---

1,25

0,95

0,69

17K

ab.B

anja

r0,

570,

961,

351,

640,

530,

870,

372,

860,

530,

630,

651,

261,

251,

060,

8318

Kab

.Ba

rito

Kua

la0,

570,

921,

371,

640

00,

37-3

,24

2,74

0,63

1,12

0,23

1,25

2,04

0,94

19K

ab.T

apin

0,57

1,06

2,13

++

1,64

4,48

0,55

0,37

4,22

0,33

0,63

0,88

0,77

---

1,25

0,35

0,9

20K

ab.

Hul

uSu

-ng

aiSe

lata

n0,

570,

781,

891,

642,

330,

090,

371,

700,

570,

630,

790,

59--

-1,

250,

430,

72

21K

ab.

Hul

uSu

-ng

aiTe

ngah

0,57

1,46

1,83

++

1,64

0,33

0,02

0,37

2,81

0,71

0,63

1,13

0,51

1,25

0,74

0,64

22K

ab.

Hul

uSu

-ng

aiU

tara

0,57

1,29

1,56

++

1,64

0,44

00,

370,

880,

87--

-0,

630,

851,

001,

250,

780,

94

23K

ab.T

abal

ong

0,57

0,82

0,82

---

1,64

0,69

2,96

0,37

2,54

0,11

0,63

0,26

0,22

---

1,25

0,64

0,35

24K

ab.

Tana

hBu

mbu

0,57

1,65

0,79

1,64

0,51

2,25

0,37

1,50

0,71

0,63

0,50

0,51

---

1,25

0,97

0,75

25K

ab.B

alan

gan

0,57

1,01

1,06

++

1,64

0,54

3,21

0,37

2,39

0,02

0,63

1,51

0,18

1,25

1,09

0,25

26K

ota

Banj

ar-

mas

in0,

572,

140,

051,

640

00,

37-0

,87

1,81

0,63

0,98

2,99

1,25

0,94

1,33

27K

ota

Banj

arba

-ru

0,57

1,03

0,25

1,64

0,16

0,43

0,37

0,97

1,28

0,63

1,01

3,36

++

1,25

0,96

2,33

28K

ab.

Kot

awa-

ring

inBa

rat

0,57

1,48

2,12

++

1,64

1,41

0,05

0,37

2,58

1,24

++

0,63

1,89

0,57

1,25

0,74

0,57

29K

ab.

Kot

awa-

ring

inTi

mur

0,57

1,57

1,83

++

1,64

0,91

0,04

0,37

1,94

1,31

++

0,63

1,35

0,60

1,25

1,18

0,55

30K

ab.K

apua

s0,

571,

412,

54+

+1,

640,

790,

020,

370,

450,

50--

-0,

630,

320,

50--

-1,

250,

751,

2

No.

Kab

upat

en/K

ota

67

89

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

16K

ab.K

otab

aru

0,92

1,19

0,99

1,20

0,47

0,94

1,40

1,27

0,22

1,07

1,10

0,51

17K

ab.B

anja

r0,

921,

311,

31+

+1,

200,

740,

591,

401,

080,

761,

070,

971,

2818

Kab

.Bat

ola

0,92

2,2

0,61

1,20

-0,1

00,

181,

401,

030,

481,

070,

810,

9019

Kab

.Tap

in0,

920,

620,

58--

-1,

200,

470,

251,

40

0,35

0,87

1,07

0,05

92,

0720

Kab

.H

ulu

Su-

ngai

Sela

tan

0,92

0,78

1,12

1,20

0,57

0,61

1,40

0,75

0,75

1,07

0,87

2,32

21K

ab.

Hul

uSu

-ng

aiTe

ngah

0,92

1,04

0,85

1,20

0,78

0,76

1,40

0,84

1,21

1,07

0,73

2,72

22K

ab.

Hul

uSu

-ng

aiU

tara

0,92

0,84

1,17

1,20

0,65

0,81

1,40

0,75

0,83

1,07

0,83

2,43

23K

ab.T

abal

ong

0,92

0,79

0,39

---

1,20

0,90

0,19

1,40

0,69

0,56

1,07

1,21

1,00

24K

ab.

Tana

hBu

mbu

0,92

1,41

0,59

1,20

1,84

1,11

++

+1,

401,

860,

241,

071,

410,

43

25K

ab.B

alan

gan

0,92

1,67

0,19

1,20

0,82

0,27

1,40

0,83

0,20

1,07

1,01

0,57

26K

ota

Banj

ar-

mas

in0,

921,

631,

13+

+1,

200,

732,

941,

401,

931,

91+

++

1,07

1,1

1,49

++

+

27K

ota

Banj

arba

-ru

0,92

1,16

1,39

++

1,20

0,69

0,88

1,40

1,38

0,81

1,07

0,99

2,39

28K

ab.

Kot

awa-

ring

inBa

rat

0,92

1,22

0,96

1,20

0,86

0,89

1,40

1,24

0,58

1,07

1,22

0,96

29K

ab.

Kot

awa-

ring

inTi

mur

0,92

1,56

1,20

++

1,20

0,60

1,21

1,40

1,08

0,60

1,07

0,73

0,83

30K

ab.K

apua

s0,

921,

210,

861,

200,

280,

431,

400,

901,

011,

070,

471,

08be

rsam

bung

...

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 22: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...102Ta

bel9

:Has

ilA

nalis

isO

verl

ayM

enur

utK

abup

aten

/Kot

aTa

hun

2000

–201

2–

Bagi

an3

No.

Kab

upat

en/K

ota

12

34

5R

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

31K

ab.

Bari

toSe

-la

tan

0,57

0,92

1,84

1,64

0,73

0,02

0,37

2,81

0,46

0,63

0,47

0,71

---

1,25

1,08

1,21

++

+

32K

ab.B

arit

oU

ta-

ra0,

570,

151,

471,

640,

790,

910,

370,

260,

44--

-0,

630,

610,

99--

-1,

250,

661,

05

33K

ab.S

ukam

ara

0,57

1,19

3,38

++

1,64

0,46

0,02

0,37

2,36

0,19

0,63

2,44

0,22

1,25

1,09

0,26

34K

ab.L

aman

dau

0,57

1,30

1,88

++

1,64

3,88

3,11

++

+0,

373,

120,

040,

632,

280,

061,

251,

250,

1735

Kab

.Ser

uyan

0,57

0,95

2,64

1,64

0,33

0,07

0,37

1,71

0,61

0,63

1,52

0,36

1,25

0,91

0,36

36K

ab.K

atin

gan

0,57

0,94

2,18

1,64

0,27

0,21

0,37

1,23

0,54

0,63

0,68

0,28

---

1,25

1,21

0,41

37K

ab.

Pula

ngPi

-sa

u0,

571,

492,

55+

+1,

640,

490,

010,

371,

510,

510,

630,

530,

47--

-1,

250,

841,

31

38K

ab.

Gun

ung

Mas

0,57

1,26

2,43

++

1,64

0,51

0,50

0,37

0,33

0,22

0,63

0,67

0,24

---

1,25

1,2

1,07

++

+

39K

ab.

Bari

toTi

-m

ur0,

570,

982,

491,

641,

710,

030,

371,

390,

350,

631,

150,

391,

250,

671,

13

40K

ab.

Mur

ung

Ray

a0,

570,

441,

521,

640,

231,

780,

373,

340,

240,

631,

780,

521,

251,

330,

58

41K

ota

Pala

ngka

-ra

ya0,

571,

500,

271,

640,

480,

080,

372,

750,

430,

630,

712,

991,

250,

711,

23

42K

ab.P

aser

0,57

1,19

0,80

1,64

1,17

3,41

++

+0,

372,

590,

150,

631,

610,

371,

251,

530,

4343

Kab

.K

utai

Ba-

rat

0,57

0,19

0,91

---

1,64

0,87

2,46

0,37

3,6

0,18

0,63

1,50

0,44

1,25

1,17

2+

++

44K

ab.

Kut

aiK

ar-

tane

gara

0,57

0,47

1,25

1,64

1,72

1,42

++

+0,

372,

260,

620,

631,

100,

481,

251,

341,

95+

++

No.

Kab

upat

en/K

ota

67

89

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

31K

ab.

Bari

toSe

-la

tan

0,92

1,27

0,87

1,20

0,59

1,48

1,40

0,97

0,98

1,07

0,61

1,78

32K

ab.B

arit

oU

ta-

ra0,

920,

910,

91--

-1,

200,

770,

851,

401,

070,

661,

071,

061,

42+

++

33K

ab.S

ukam

ara

0,92

1,23

0,86

1,20

0,46

0,17

1,40

1,49

0,41

1,07

1,05

0,71

34K

ab.L

aman

dau

0,92

1,24

0,04

1,20

1,03

0,93

1,40

0,83

0,40

1,07

1,05

0,54

35K

ab.S

eruy

an0,

921,

560,

961,

200,

530,

811,

400,

620,

421,

071,

610,

8936

Kab

.Kat

inga

n0,

920,

881,

051,

200,

721,

251,

400,

700,

371,

070,

921,

2037

Kab

.Pu

lang

Pi-

sau

0,92

0,98

1,04

1,20

0,08

0,26

1,40

7,36

0,73

1,07

0,80

1,10

38K

ab.

Gun

ung

Mas

0,92

1,33

0,74

1,20

0,02

0,28

1,40

0,39

0,34

1,07

0,78

1,57

39K

ab.

Bari

toTi

-m

ur0,

920,

960,

66--

-1,

201,

570,

651,

401,

120,

751,

070,

851,

83

40K

ab.

Mur

ung

Ray

a0,

920,

850,

50--

-1,

200

0,50

0,60

1,40

0,94

0,38

1,07

0,63

1,25

41K

ota

Pala

ngka

-ra

ya0,

921,

731,

01+

+1,

200,

382,

161,

401,

251,

20+

++

1,07

0,64

4,75

42K

ab.P

aser

0,92

1,92

0,18

1,20

0,74

0,11

1,40

0,81

0,30

1,07

1,21

0,37

43K

ab.

Kut

aiBa

-ra

t0,

921,

620,

441,

201,

250,

181,

400,

740,

471,

071,

090,

49

44K

ab.

Kut

aiK

ar-

tane

gara

0,92

1,76

0,75

1,20

0,84

0,27

1,40

0,50

0,54

1,07

1,11

0,57

bers

ambu

ng...

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 23: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Pratiwi, M. C. Y. & Kuncoro, M. 103

Tabe

l10:

Has

ilA

nalis

isO

verl

ayM

enur

utK

abup

aten

/Kot

aTa

hun

2000

–201

2–

Bagi

an4

No.

Kab

upat

en/K

ota

12

34

5R

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

45K

ab.

Kut

aiTi

-m

ur0,

571,

050,

211,

641,

064,

26+

++

0,37

1,02

0,03

0,63

0,94

0,14

---

1,25

0,51

0,34

46K

ab.B

erau

0,57

0,77

0,91

---

1,64

2,05

2,20

++

+0,

373,

501,

01+

+0,

630,

690,

19--

-1,

250,

590,

1547

Kab

.Mal

inau

0,57

-1,4

21,

931,

647,

150,

710,

375,

800,

010,

632,

280,

651,

253,

462,

58+

++

48K

ab.

Bulu

ng-

an0,

571,

541,

62+

+1,

640,

450,

060,

370,

932,

530,

630,

831,

891,

251,

500,

06

49K

ab.

Nun

uk-

an0,

570,

452,

031,

6410

,18

0,76

0,37

16,9

40,

020,

631,

231,

67+

+1,

251,

111,

64+

++

50K

ab.

Pena

jam

Pase

rU

tara

0,57

1,68

1,09

++

1,64

0,20

0,06

0,37

2,14

2,80

++

0,63

1,31

0,61

1,25

1,00

0,75

51K

ab.

Tana

Ti-

dung

0,57

0,98

1,88

1,64

0,53

1,69

0,37

0,62

0,02

---

0,63

0,79

2,82

1,25

0,95

0,11

52K

ota

Bali-

kpap

an0,

571,

530,

211,

640,

600

0,37

2,35

0,26

0,63

0,88

2,51

1,25

1,85

3,14

++

+

53K

ota

Sam

arin

-da

0,57

0,96

0,10

---

1,64

1,65

0,30

0,37

1,39

1,91

++

0,63

0,56

2,46

1,25

1,16

0,84

54K

ota

Tara

kan

0,57

1,32

0,51

1,64

0,54

0,04

0,37

2,82

0,95

0,63

1,69

3,99

++

1,25

1,04

0,61

55K

ota

Bont

ang

0,57

0,05

0,06

---

1,64

-0,9

60,

090,

373,

182,

98+

+0,

631,

620,

881,

251,

124,

86+

++

No.

Kab

upat

en/K

ota

67

89

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

RPR

RPs

SLQ

Tand

aR

PRR

PsSL

QTa

nda

45K

ab.

Kut

aiTi

-m

ur0,

922,

160,

221,

200,

760,

161,

400,

490,

191,

070,

690,

10

46K

ab.B

erau

0,92

0,97

0,66

---

1,20

0,60

0,72

1,40

0,37

0,11

1,07

0,56

0,36

47K

ab.M

alin

au0,

921,

391,

04+

+1,

202,

200,

261,

403,

740,

061,

071,

150,

5748

Kab

.Bu

lung

-an

0,92

1,44

0,98

1,20

1,02

0,85

1,40

0,84

0,08

1,07

0,70

0,94

49K

ab.

Nun

uk-

an0,

922,

630,

931,

201,

190,

391,

401,

130,

051,

071,

420,

90

50K

ab.

Pena

jam

Pase

rU

tara

0,92

1,30

1,34

++

1,20

0,90

0,25

1,40

0,81

0,93

1,07

1,14

0,77

51K

ab.

Tana

Ti-

dung

0,92

0,84

0,68

---

1,20

0,29

0,28

1,40

0,39

0,04

1,07

2,02

0,89

52K

ota

Bali-

kpap

an0,

921,

072,

57+

+1,

201,

271,

91+

++

1,40

0,70

0,96

1,07

0,65

0,63

53K

ota

Sam

arin

-da

0,92

1,41

1,47

++

1,20

0,83

1,28

1,40

0,68

2,48

1,07

0,82

1,66

54K

ota

Tara

kan

0,92

1,35

2,53

++

1,20

1,36

1,28

++

+1,

400,

802,

131,

071,

720,

7355

Kot

aBo

ntan

g0,

920,

640,

94--

-1,

200,

730,

441,

400,

300,

951,

070,

650,

44K

eter

anga

n:1.

Pert

ania

n.2.

Pert

amba

ngan

dan

Peng

galia

n.3.

Indu

stri

Peng

olah

an.4

.Lis

trik

,Gas

dan

Air

Bers

ih.5

.Ban

guna

n.6.

Perd

agan

gan,

Hot

elda

nR

esto

ran.

Ket

eran

gan:

7.Pe

ngan

gkut

anda

nK

omun

ikas

i.8.

Keu

anga

n,Pe

rsew

aan,

dan

Jasa

Peru

saha

an.9

.Jas

aja

sa.

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104

Page 24: Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial di

Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi Spasial...104

Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 1 (2), 202–215.[23] Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2003). Economic Development,

8th Edition. United Kingdom: Pearson Education Limited.[24] Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). Economic Development,

Edisi Kesembilan, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 81–104