analisis rasio keuangan model altman dan model...
TRANSCRIPT
ANALISIS RASIO KEUANGAN MODEL ALTMAN
DAN MODEL SPRINGATE SEBAGAI EARLY WARNING
SYSTEM TERHADAP PREDIKSI KONDISI BERMASALAH
PADA BANK GO PUBLIC
Disusun Oleh :
Nur Hasanah
106081002473
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431H/2010M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesulitan keuangan bank. Faktor-faktor yang diuji dalam penentuan kondisi keuangan bank adalah rasio keuangan model Altman dan model Springate.
Sampel penelitian terdiri dari 5 bank sehat dan 2 bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah analisis diskriminan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan model Altman dan model Springate memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti bahwa rasio WCTA, RETA dan MVEBVD pada model Altman serta rasio WCTA pada model Springate secara statistik berbeda untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dengan bank yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio keuangan WCTA dan MVEBVD pada model Altman serta rasio keuangan WCTA pada model Springate yang secara statistik signifikan untuk memprediksi kondisi kesulitan keuangan pada sektor perbankan.
Kata Kunci : Kesulitan Keuangan, Analisis Diskriminan, Model Altman dan Model Springate.
i
ABSTRACT
This study aimed to provide empirical evidence about the factors that affect bank financial distress. The tested factors in determining the financial condition of banks is a financial ratio model of Altman and Springate models. The sample consisted of five healthy banks and two banks experiencing financial distress. The statistical methods used to test the research hypothesis is discriminant analysis.
The results of this study show that financial ratios Altman model and Springate models have classification power to predict that banks experiencing financial difficulties. In this study also provides evidence that the ratio WCTA, RETA and MVEBVD Altman model and the ratio WCTA of Springate model is statistically different for the condition of the bank with the financially troubled bank is not experiencing financial difficulties. This study also provides empirical evidence that only the financial ratios and WCTA, MVEBVD of the Altman model financial ratios and only WCTA for Springate models that statistically significant for predicting financial distress in the banking sector.
Keywords : Financial distress, Discriminant Analysis, Altman and SpringateModel.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan begitu banyak curahan rahmat dan kasih sayangnya serta
nikmatnya yang tidak dapat dihitung dan dinilai selain dengan sebuah kesyukuran,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Rasio
Keuangan Model Altman dan Model Springate Sebagai Early Warning System
Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank Go Public” ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Shalawat serta salam tak lupa penulis sanjungkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW yang telah membawa kita ummatnya sekalian dari zaman
kegelapan hingga kepada zaman yang terang benderang pada saat ini, yang penuh
dengan ilmu pengetahuan dan penerangan cahaya dikala kegelapan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program
studi Ekonomi Strata Satu (S1), Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial (FEIS), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berkenan memberikan bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini,
antara lain kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah menyetujui dan
memberikan izin kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Indo Yama Nasarudin, SE, MAB, Ketua Jurusan Manajemen yang telah
memberikan persetujuan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, masukan, dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
iii
4. Ela Patriana, MM, AAAIJ, Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, motivasi, serta bantuan dalam menyelesaikan
kesulitan selama penyusunan skripsi ini.
5. My Luvly Mom, yang terus memberikan doa restu, kasih sayang, kerja
keras dan perjuangannya untuk membiayai kuliah, semoga kelulusan ini
menjadi kado termahal dan terindah yang pernah aku berikan.
6. Kakak-kakak dan Adikku tersayang Ahmad Ma’mun, Huria, Muhammad
Rafi, Ahmad Zarkasi, Ka Fitri, Ka Diana, dan keluarga besar yang selalu
memberi masukan, dukungan, semangat, dan doanya.
7. Teman-teman D’TROC Masay (Muhammad Suyuthi), Arifin (Muhammad
Arifin), Bunda Ila (Rihlah), Vitri (Nurfitri Bisyria), Nha (Nresna Iqlima),
Nun (Nurul Janah), Nury (Nuryana Sari), Ryo (Roswan Ryo), Ijank
(Muhammad Miftahurrohman), dan semua teman-teman D’Troc lain yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, tapi sukses selalu buat semuanya…
8. Manajemen Perbankan ’06 B buat Kasna (Kasnawati), Maya (Maya
Fitriani), Irna (Irna Astriana), Ilman (Ilman Radhiyat), Milah (Milah
Mailani), dan semua teman-teman Perbankan B yang telah mendukung,
memberi semangat serta doanya, dan membantu menyelesaikan kesulitan
dalam penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman Manjemen Keuangan, Perbankan dan Pemasaran 2006, yang
selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman MVSC 25 buat Indah Wahdaniah, Rahmaningsih Fenny,
Nurul Wulandari, Ita Lestari, Mey Minarti, yang selalu memberikan
semangat serta doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini masih kurang sempurna,
sehingga penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Jakarta, 15 Mei 2010
iv
NUR HASANAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Nur Hasanah
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Maret 1989
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kalibata Tengah Rt. 009/07 No. 53
Jakarta Selatan 12740
Nomor Telepon : 021 95653774 / 0857 113 00 424
II. PENDIDIKAN
1. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, September 2006 – Juni 2010.
2. SMKN 25 Jakarta, Lulus tahun 2006.
3. SLTPN 1 Jakarta, Lulus tahun 2003.
4. SDI Bait Al Rahman, Lulus tahun 2000.
III. PENGALAMAN KERJA
1. 01 Juli – 31 Juli 2009, Kuliah Kerja Sosial (KKS) di KJKS BMT
Ta’awun.
2. 02 Januari – 28 Februari 2005, Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di
PT Jasaraharja Putera Graha Mampang Sebagai Staf Administrasi.
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... i
LEMBAR SKRIPSI ................................................................................. ii
LEMBAR KOMPREHENSIF ................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ...............................................................................vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ......................................................... 1
B. Perumusan masalah .................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ………………………………................... 7
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ....................................................................... 9
1. Definisi Financial Distress ...................................................... 9
2. Penyebab Financial Distress .................................................... 12
5. Prediksi Financial Distress ....................................................... 14
6. Definisi Kebangkrutan ............................................................. 14
7. Penyebab Kebangkrutan ........................................................... 15
8. Tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan .......................... 17
9. Rasio Keuangan Model Altman ............................................... 18
10. Rasio Keuangan Model Springate .......................................... 21
11. Manfat Rasio Keuangan ......................................................... 22
B. Penelitian Terdahulu …………………………………............ 23
C. Kerangka Pemikiran …………………………………............ 27
D. Hipotesis …………………………………………….............. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 31
B. Metode Penentuan Sampel ………………………….............. 31
C. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 34
D. Operasional Variabel Penelitian .............................................. 34
E. Metode Analisis ....................................................................... 38
vii
1. Discriminant Analysis .............................................................. 38
2. Metode Estimasi Discriminant Analysis .................................. 41
3. Tahap Penghitungan Akurasi ................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................... 45
B. Hasil dan Pembahasan .............................................................. 49
1. Uraian Data ............................................................................... 49
2. Penentuan Kategori Sampel Bank ............................................ 51
3. Pengujian Hipotesis 1 .............................................................. 52
4. Pengujian Hipotesis 2 ........................................................... 56
5. Pengujian Hipotesis 3 .............................................................. 61
C. Interpretasi Hasil Penelitian ................................................... 69
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ............................................................................. 73
B. Implikasi ................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75
viii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Penelitian terdahulu untuk kondisi bermasalah 27
4.1 Descriptive Statistics model Altman 49
4.2 Descriptive Statistics model Springate 50
4.3 Net operating income masing-masing Bank 52
4.4 Analysis Case Processing Summary model Altman 53
4.5 Analysis Case Processing Summary model Springate 53
4.6 Test of Equality of Group Means model Altman 54
4.7 Test of Equality of Group Means model Springate 55
4.8 Variable Entered/Removed Model Altman 56
4.9 Wilk’s Lambda Model Altman 57
4.10 Variable in The Analysis Model Altman 58
4.11 Eigenvalues Model Altman 58
4.12 Variable Entered/Removed Model Springate 59
4.13 Wilk’s Lambda Model Springate 59
ix
4.14 Variable in The Analysis Model Springate 60
4.15 Eigenvalues Model Springate 60
4.16 Canonical Discriminant Function Coefficient Model Altman 62
4.17 Functions at Group Centroids 62
4.18 Classification Result Model Altman 65
4.19 Canonical Discriminant Function Coefficient Model Springte 65
4.20 Functions at Group Centroids 66
4.21 Classification Result Model Springate 68
x
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Skema kerangka pemikiran 29
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan
1 Output SPSS Model Altman
2 Output SPSS Model Springate
3 Variabel X1 Model Altman dan Model Springate
4 Variabel X2 Model Altman
5 Variabel X3 Model Altman dan Model Springate
6 Variabel X4 Model Altman
7 Variabel X5 Model Altman dan Model Springate
8 Variabel X6 Model Springate
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Di Amerika Serikat, fenomena kepailitan perusahaan telah menjadi obyek
penelitian yang intensif. Salah satu area penelitian yang terkait yang telah
berkembang selama ini telah menghasilkan kajian atas asosiasi informasi laporan
keuangan terhadap kemungkinan perusahaan mampu dengan sukses
mempertahankan bisnisnya atau harus dinyatakan bermasalah karena gagal secara
ekonomi dan keuangan. Penelitian mengenai kepailitan diawali oleh Beaver
(1966), kemudian diteruskan oleh Altman (1968), Springate (1978), Ohlson
(1980) dan Gilber, et al. (1990). Upaya penelitian ini bahkan telah menjadi
landasan bagi Zeta Inc. (USA) untuk menghasilkan informasi tentang indeks
“Zeta” bagi perusahaan-perusahaan di AS, sehingga dapat dievaluasi probabilitas
tingkat keberhasilan masing-masing perusahaan di masa datang. Penerapan riset
semacam ini di indonesia tampaknya baru mulai dirasakan, terutama setelah
munculnya perusahaan-perusahaan bermasalah akibat krisis ekonomi. (Liza
Angelina, 2004:462).
Krisis moneter dan perbankan yang melanda Indonesia pada pertengahan
tahun 1997 telah menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya stabilitas pasar
keuangan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan yang membentuk sistem
keuangan. Stabilitas pasar keuangan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan
1
yang selanjutnya mampu meredam krisis merupakan interaksi dari beberapa
resiko yang harus selalu dikelola dengan baik (Haddad, et all. 2003:2).
Salah satu risiko yang harus dikelola dengan baik adalah kegagalan
perusahaan di sektor riil untuk mengembalikan pinjaman yang dapat
menyebabkan ketidakstabilan pasar keuangan yang mengakibatkan kesehatan
lembaga keuangan terganggu dan pada akhirnya menyebabkan krisis. Kegagalan
perusahaan dalam mengembalikan pinjaman dapat dikategorikan bahwa
perusahaan mengalami corporate failure. (Haddad, et all. 2003:2)
Kesan yang muncul dalam krisis ekonomi adalah krisis moneter dapat
terjadi mendadak yang kemudian dengan cepat menjalar menjadi krisis ekonomi,
padahal sebenarnya tidak demikian. Peristiwa buruk perekonomian yang tidak
disebabkan oleh terjadinya bencana alam tidaklah pernah terjadi secara mendadak.
Kebanyakan masalah ekonomi yang akhirnya menjadi krisis adalah masalah-
masalah yang pada awalnya tidak ditangani secara serius. Padahal gejala-gejala
umumnya sudah dapat diketahui beberapa tahun bahkan lebih dari sepuluh tahun
sebelumnya. (Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, 2004:355).
Krisis ini menarik para pelaku ekonomi untuk meneliti dan
menekankannya pada psikologi pasar. Hal inilah yang mendorong timbulnya
berbagai macam penelitian mengenai model kebangkrutan sebagai early warning
system (EWS) bagi para regulator, legislator, pembuat kebijakan, auditor, pemilik
perusahaan, pemegang obligasi atau investasi, dan bahkan masyarakat umum
(Endri, 2009:35).
2
Dalam lingkungan yang semakin turbulen, sistem dan sub-sistem
organisasi menjadi makin terbuka dan tingkat persaingan semakin ketat dan tajam,
bahkan semakin tidak menentu arah perubahannya. Secara eksplisit turbulensi
dalam sistem keuangan dapat menciptakan berbagai ancaman yang dapat
melemahkan daya saing perusahaan maupun perbankan. Kondisi ini semakin
parah dengan kerapuhan sektor keuangan khususnya perbankan, seperti adanya
kecenderungan keuntungan yang semakin menurun dan semakin meningkatnya
risiko usaha yang melanda bank disebabkan banyak perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan (financial distress) yang bahkan cenderung mengarah pada
kebangkrutan, sehingga tidak dapat membayar kewajiban yang sudah jatuh tempo
kepada bank (Endri, 2009:35)
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dalam sistem keuangan yang
turbulen, suatu bank harus dapat berkompetisi dengan bank lainnya sebagai
kompetitor dan sebagai mitra unit lainnya yang juga memberikan produk atau
layanan yang sama. Suatu bank berhasil memenangkan kompetisi bisnisnya jika ia
mampu memberikan produk atau jasa layanan lebih baik daripada kompetitornya,
sekaligus mampu beradaptasi dengan setiap perubahan lingkungan. Dengan
kemampuan manajerial yang dimiliki, para manajer perusahaan diharapkan
mampu mengubah ancaman lingkungan yang turbulen menjadi berbagai peluang
usaha yang menguntungkan. Manajemen bank yang kreatif dan inovatif selalu
berusaha menciptakan berbagai produk atau layanan yang prospektif dan
menguntungkan tanpa mengabaikan prinsip asset liability management (ALMA),
yaitu menyelaraskan antara profitabilitas dan risiko (Endri, 2009:35).
3
Bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan
lebih tertekan jika sudah mengarah pada kebangkrutan karena adanya biaya-biaya
tambahan. Dalam upaya menekan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan,
para regulator dan para manajer perusahaan berupaya bertindak cepat mencegah
kebangkrutan atau menurunkan biaya kegagalan tersebut, yaitu dengan
mengembangkan metode early warning system (EWS) untuk memprediksi
permasalahan potensial yang terjadi pada perusahaan. Namun, teknik statistik
yang paling sering digunakan untuk menganalisis kebangkrutan adalah analisis
parametrik, yaitu model logit dan MDA (Multivariate discriminant analysis),
sedangkan model non parametrik baru sering digunakan akhir-akhir ini seperti
model trait recognition dan artificial neural network (ANN) (Endri, 2009).
Munculnya berbagai model prediksi kebangkrutan merupakan antisipasi
dan sistem peringatan dini terhadap financial distress karena model tersebut dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi
sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Hal lain yang mendorong
perlunya peringatan dini adalah munculnya problematika keuangan yang
mengancam operasional perusahaan. Faktor modal dan risiko keuangan ditengarai
mempunyai peran penting dalam menjelaskan fenomena kepailitan atau tekanan
keuangan perusahaan tersebut. Dengan terdeteksinya lebih awal kondisi
perusahaan, sangat memungkinkan bagi perusahaan, investor dan para kreditur
(lembaga keuangan) serta pemerintah melakukan langkah-langkah antisipatif
untuk mencegah agar krisis keuangan segera tertangani. (Endri, 2009:36).
4
Penelitian mengenai kebangkrutan bank di Indonesia, antara lain
dilakukan oleh : Wilopo (2001), Rahmat (2002), Muliaman dkk (2004), Luciana
dan Winny (2005). Wilopo (2001) meneliti tentang prediksi kebangkrutan bank
dengan menggunakan metode CAMEL. Rahmat (2002) mengenai penerapan
Z-Score untuk memprediksi kesulitan dan kebangkrutan pada perbankan
Indonesia. Muliaman dkk (2004) mengenai prediksi kepailitan bank umum di
Indonesia, sementara itu Penelitian lainnya dilakukan oleh Luciana dan Winny
(2005) yaitu analisis rasio CAMEL terhadap prediksi kondisi bermasalah pada
lembaga perbankan periode 200-2002 dan Sarwanih (2007) meneliti tentang
perbandingan model Altman dan Shumway dalam memprediksi kondisi financial
distress perusahaan. Perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian
terdahulu adalah penelitian ini menggunakan dua model prediksi kondisi
bermasalah yakni model Altman dan model Springate.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana
peran rasio keuangan Altman dan Springate dalam memprediksi kondisi
bermasalah pada lembaga perbankan periode Maret 2007-September 2009.
Penelitian ini terfokus untuk memprediksi kondisi bermasalah pada lembaga
perbankan. Maksud dari kondisi bermasalah tersebut adalah bank-bank yang
mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif selama dua tahun
berturut-turut. (Whitaker, 1999 dalam Luciana & Kristijadi, 2003, tentang kriteria
perusahaan yang distress), bank-bank yang mengalami kerugian lebih dari 75%
modal disetor (KUHD pasal 47 ayat 2 tentang kriteria perusahaan yang
dinyatakan bubar), sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
5
berjudul “Analisis Rasio Keuangan Model Altman dan Model Springate
Sebagai Early Warning System Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada
Bank Go Public.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang dikemukakan
sebelumnya terlihat sangat banyak rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan
untuk memprediksi kondisi financial distress suatu bank. Dalam penelitian ini
penulis ingin menemukan bukti empiris bahwa rasio-rasio keuangan model
Altman (1968) dan Springate (1978) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi
bermasalah pada bank yang terdapat di BEI periode Maret 2007-September 2009.
Maka dirumuskan permasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara bank yang bermasalah
dengan bank yang tidak bermasalah pada model Altman dan model
Springate ?
2. Variabel prediktor mana yang mempunyai discriminating power dengan
metode stepwise untuk membedakan kedua kelompok bank tersebut pada
model Altman dan model Springate ?
3. Apakah model Altman dan model Springate memiliki ketepatan dalam
memprediksi kondisi bermasalah suatu bank berdasarkan classification
result?
6
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan bukti empiris tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi kesulitan keuangan bank.
2. Untuk melakukan prediksi kondisi bermasalah pada bank go public
dengan menggunakan pendekatan Discriminant Analysis (DA) dengan
model Altman dan model Springate.
3. Mendapatkan bukti empiris dari kedua model tersebut model manakah
yang lebih cocok untuk digunakan dalam memprediksi kondisi bermasalah
bank go public.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis
Untuk mengetahui secara jelas mengenai hal-hal apa saja yang
mempengaruhi kondisi bermasalah bank dan dapat membandingkan antara
teori-teori yang diperoleh pada waktu perkuliahan dengan praktek
langsung dalam perusahaan.
2. Bagi dunia ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran sebagai
bahan pertimbangan bagi pihak lain yang membutuhkan informasi
terutama yang berkaitan dengan kondisi bermasalah pada bank.
7
3. Bagi perbankan
Untuk memberikan sumbangan pikiran berupa bahasan dan saran-saran
dari penulis kepada bank-bank mengenai prediksi kondisi bermasalah pada
bank.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Definisi Financial Distress
financial distress adalah tahap kondisi keuangan yang terjadi sebelum
kebangkrutan ataupun likuidasi (Luciana, 2006:1). Endri (2009:37)
mengumpamakan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan
yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun.
Sayangnya tidak dijelaskan secara detail berapa tahun yang dimaksud dalam
penelitian tersebut. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Luciana (2004)
mendefinisikan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi di mana
perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif
berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger. Sementara penelitian
Endri (2009:37), mengkategorikan kondisi financial distress berdasarkan kriteria
debt default, yaitu terjadinya kegagalan membayar utang atau terdapat indikasi
kegagalan membayar utang (debt default) dengan melakukan negosiasi ulang
dengan kreditur atau institusi keuangan lainnya, dimana informasi mengenai debt
default dan indikasi debt default diambil dari informasi Wall Street Journal Index
(WSJI).
Ross dan Westerfield (2007) dalam Andree Boy (2008:30) mendefinisikan
“financial distress is a situation where a firm's operating cash flow are not
sufficient to satisfy current obligation (such a trade credit or interest expenses)
9
and the firm is forced to take corrective action. Financial distress may lead a firm
to default on a contract, and it may involve financial restructuring between a firm,
its creditors and its equity investors. Usually the firm is forced to take actions that
it would not have taken if it had sufficient cash flow. Kondisi financial distress
adalah suatu situasi dimana cash flow operasi perusahaan tidak mampu menutupi
atau mencukupi kewajiban perusahaan saat ini, seperti Letter of Credit (L/C) atau
biaya bunga, sehingga perusahaan dipaksa untuk melakukan suatu tindakan
korektif. Financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami default
pada kontraknya, yang akhirnya harus dilakukan restrukturisasi financial pada
perusahaan, kreditur-kreditur dan investor-investor modal (equity investors)
perusahaan tersebut.
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi
jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya. Ada
beberapa definisi kesulitan keuangan sesuai tipenya yaitu economic failure,
business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy dan legal
bankruptcy (Khaira Amalia Fachrudin, 2008:2) Berikut adalah penjelasannya :
a. Economic Failure
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of
capitalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur
mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat
pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada
10
suntikan modal baru saat asset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat
juga menjadi sehat secara ekonomi.
b. Business Failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi
dengan akibat kerugian kepada kreditur.
c. Technical Insolvency
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika
tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo.
Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan
kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu,
perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Di sisi lain,
jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini
mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial
disaster).
d. Insolvency in bankruptcy
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvent in bankruptcy jika
nilai buku hutang melebihi nilai pasar asset. Kondisi ini lebih serius
daripada technical insolvency karena, umumnya ini adalah tanda economic
failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang
dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan
kebangkrutan secara hukum.
11
e. Legal Bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan secara
resmi dengan undang-undang.
2. Penyebab Financial Distress
Lizal (2002) dalam Khaira Amalia Fachrudin (2008:6) mengelompokkan
penyebab-penyebab kesulitan keuangan dan menamainya dengan Model Dasar
Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Ada tiga alasan yang
menyebabkan perusahaan menjadi bangkrut, yaitu :
a. Neoclassical Model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat.
Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran
asset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca
dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur
profitabilitas) dan liabilities/assets.
b. Financial Model
Campuran asset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity
constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus
bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang
tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama
kasus ini. Tidak dapat secara terang-terangan ditentukan apakah dalam
kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini
12
mengestimasi kesulitan dengan indicator keuangan atau indicator kinerja
seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit
margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/total equity, debt
ratio, cash flow (liabilities-reserves), current ratio, acid test, current
liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio,
turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total
equity per share, EPS ratio dan sebagainya.
c. Corporate Governance Model
Kebangkrutan mempunyai campuran asset dan struktur keuangan yang
benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong
perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah
dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan.
Terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai
kemungkinan dari kesulitan keuangan yakni (Luciana & Kristijadi, 2003:189) :
a. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang.
b. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial,
struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan
perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya kualitas manajemen dan lain
sebagainya.
c. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan
perusahaan lain. Analsisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan
tunggal atau suatu kombinasi dari variabelkeuangan.
d. Variabel eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasi.
13
3. Prediksi Financial Distress
Kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress
adalah (Rasenda K. Brahmana, 2005:3):
a. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah
sebelum terjadinya kebangkrutan.
b. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger/take over agar
perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola
perusahaan dengan lebih baik.
c. Memberikan tanda peringatan dini/awal adanya kebangkrutan pada masa
yang akan datang.
4. Definisi Kebangkrutan
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga
sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.
Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti, yaitu
kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan. Kegagalan dalam arti ekonomi
(economic failure) biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau
pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya
lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih
kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan
tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga
14
berarti bahwa tingkat pendapatan atau biaya historis dari investasinya lebih kecil
daripada biaya modal perusahaan. (Adnan & Kurniasih, 2000:137).
5. Penyebab Kebangkrutan
Factor-faktor penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga
(Agung Gemah Permana, 2009:42) yaitu :
a. Faktor Umum
1) Sektor ekonomi, dimana berasal dari gejala inflasi dan deflasi dalam
harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi
atau revaluasi dengan mata uang asing.
2) Sektor Sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya
perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan
terhadap produk dan jasa ataupun yang berhubungan dengan
karyawan.
3) Sektor Teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya
yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi.
4) Sektor Pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan
subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tariff ekspor dan
impor bisa berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan
atau tenaga kerja dan lain lain.
15
b. Faktor Eksternal Perusahaan
1) Sektor pelanggan/nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan
nasabah bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat nasabah
atau konsumen juga menciptakan peluang untuk mendapatkan
nasabah baru.
2) Sektor Kreditur, dimana kekuatannya terletak pada pemberian
pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang
piutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap
kelikuditan suatu bank.
3) Sektor pesaing/bank lain, dimana merupakan hal yang harus
diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pinjaman
kepada nasabah.
c. Faktor Internal Perusahaan
1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai
akhirnya tidak dapat membayar.
2) Manajemen yang tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari
manajemen.
3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana
sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun
yang sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan
perusahaan.
16
6. Tahap-tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan
Dalam kaitannya dengan faktor-faktor internal, kebangkrutan yang
menimpa suatu perusahaan tidak terjadi secara tiba-tiba tanpa dapat diramalkan
sebelumnya. Kebangkrutan merupakan klimaks dari perbagai tahap atau proses
dari situasi kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan. Sebelum suatu
perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau
keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya.
Kesulitan-kesulitan keuangan yang menuju kearah terjadinya kebangkrutan dapat
dianalisa dan dapat diidentifikasikan melalui tahap-tahap yang tercakup dalam
proses perjalanan yang berakhir ada keadaan kebangkrutan tersebut. Adapun
tahap-tahap itu adalah (Hernanto, 1984:426) :
a. Tahap permulaan atau tahap awal
b. Tahap dimana perusahaan mengalami kekurangan kas dan alat-alat likuid
lainnya/tahap kesulitan likuiditas.
c. Tahap dimana perusahaan tidak solvabel dalam kegiatan komersial dan
keuangan.
d. Bangkrut secara total.
Dalam industri perbankan, setiap badan usaha bank wajib menyampaikan
kepada Bank Sentral Indonesia segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Sentral Indonesia. Dalam
hal ini apabila suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar
(Herman Darmawi, 2006:41) :
17
a. Pemegang saham menambah modal
b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank.
c. Bank menghapus buku kan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan
modalnya.
d. Bank melakukan merger/konsolidasi dengan bank lain.
e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban.
f. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank
kepada pihak lain.
g. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada
pihak lain.
Apabila berbagai tindakan yang dilakukan BI tersebut belum dapat
mengatasi kesulitan yang dihadapi atau bahkan keadaan bank tersebut menjadi
lebih buruk dan dapat membahayakan sistem perbankan secara keseluruhan, maka
BI dapat mencabut izin usaha bank dan meminta kepada direksi untuk
menyelenggarakan RUPS dengan tujuan membubarkan badan hukum bank
dimaksud dan membentuk tim likuidasi (Herman Darmawi, 2006:41).
7. Rasio Keuangan Model Altman (1968)
Penelitian ini menggunakan metode analisis multivariate dalam
pengolahan datanya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 66
perusahaan yang sehat dan tidak sehat dalam kurun waktu 1954 sampai 1964.
Perusahaan-perusahaan tersebut dibagi menjadi dua kelompok yang masing-
18
masing terdiri dari 33 perusahaan. Kelompok pertama merupakan kelompok
perusahaan yang telah dinyatakan bangkrut oleh Chapter X of National
Bankruptcy Act pada periode 1949 sampai dengan 1965. pengolahan data
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan multivariate discriminant analysis
(MDA). Dari penelitian ini didapat suatu persamaan yang dapat digunakan untuk
mengukur kemungkinan kegagalan suatu perusahaan. Angka index ini dikenal
dengan istilah Altman Z-Score, formulanya dapat dituliskan sebagai berikut :
54321 999,06,03,34,12,1 XXXXXZ ++++=
Dimana :
1. Z = Overall Index
2. X1 = Net Working Capital to Total Assets (WC/TA)
3. X2 = Retained Earnings to Total Assets (RE/TA)
4. X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA)
5. X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt (MVE/BVD)
6. X5 = Sales to Total Assets (S/TA)
Altman membagi perusahaan berdasarkan nilai dari Z-Score masing-
masing perusahaan menjadi 3 kategori yakni :
a. Jika Z > 2,67 maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang
sehat dan memiliki kemungkinan bangkrut yang rendah.
b. Jika 1,81 < Z < 2,67 maka perusahaan memiliki kemungkinan bangkrut
yang cukup besar.
19
c. Jika Z < 1,81 maka dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak sehat dan
mengalami masalah keuangan yang besar dan resiko bangkrut dari
perusahaan sangat besar.
Pada tahun 1984, Altman kembali melakukan penelitian di berbagai
Negara. Penelitian ini memasukkan dimensi internasional, sehingga Z-Scorenya
diubah menjadi formula :
54321 998,0420.0107.3847,0717,0 XXXXXZ ++++=
Altman membagi perusahaan berdasarkan nilai dari Z-Score masing-
masing perusahaan menjadi 3 kategori yakni :
a. Jika Z > 2,99 maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang
sehat dan memiliki kemungkinan bangkrut yang rendah.
b. Jika 1,81 < Z < 2,99 maka perusahaan memiliki kemungkinan bangkrut
yang cukup besar.
c. Jika Z < 1,81 maka dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak sehat dan
mengalami masalah keuangan yang besar dan resiko bangkrut dari
perusahaan sangat besar.
Tingkat akurasi dari model Altman Z-Score ini mencapai 90% dari
kejadian yang sebenarnya, dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa
semakin dekat dengan saat terjadinya kebangkrutan, maka semakin besar tingkat
validitas hasil dari prediksi yang dilakukan dengan model.
20
8. Rasio Keuangan Model Springate (1978)
Springate membuat model prediksi financial distress pada tahun 1978.
dalam pembuatannya Springate menggunakan metode yang sama dengan Altman
(1968) yaitu MDA. Seperti Beaver (1966) dan Altman (1968), pada awalnya
Springate mengumpulkan rasio-rasio keuangan popular yang bias dipakai untuk
memprediksi financial distress. Jumlah rasio awalnya yaitu 19 rasio, setelah
melalui uji yang sama dengan yang dilakukan Altman, Springate memilih 4 rasio
yang dipercaya bisa membedakan antara perusahaan yang mengalami distress dan
tidak distress. Sampel yang digunakan berjumlah 40 perusahaan yang berlokasi di
Kanada. Model yang dihasilkan Springate adalah sebagai berikut :
5631 4.066.007.303,1 XXXXS +++=
Dimana :
1. X1 = Working Capital / Total Assets
2. X3 = Net Profit Before Interest Taxes / Total Assets
3. X6 = Net Profit Before Taxes / Current Liability
4. X5 = Sales / Total Assets
Springate mengemukakan nilai cut-off yang berlaku untuk model ini
adalah 0.862 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami
financial distress. Model ini memiliki akurasi 92.5% dalam tes yang dilakukan
Springate. Beberapa orang juga telah menguji model ini dan menemukan tingkat
akurasi yang berbeda-beda. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan sampel
perusahaan yang berbeda-beda pula nilai asset nya. Botheras (1979) menguji
model ini atas 50 perusahaan yang nilai asset nya rata-rata US$ 2.5 Juta dan
21
menemukan tingkat akurasi 88%. Sands (1980) menguji model ini pada 24
perusahaan yang rata-rata asset nya US$ 63.4 Juta dan menemukan tingkat
akurasi 83.3%.
9. Manfaat Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji manfat yang bisa
dipetik dari rasio keuangan seperti Altman (1968) dalam Luciana dan Kristijadi
(2003), merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio
keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dengan
menggunakan analisis diskriminan, fungsi diskriminan akhir yang digunakan
untuk mempediksi kebangkrutan perusahaan memasukkan rasio keuangan berikut:
Working Capital / Total Assets, Retained Earnings / Total Assets, Earnings Before
Interest and Taxes / Total Assets, Market Value Equity / Book Value of total debt,
Sales / Total Assets.
Secara umum disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan tersebut bisa
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan pendekatan
multivariat. Dengan kata lain, pendekatan multivariat rasio keuangan bisa
memberikan hasil yang lebih memuaskan.
Thomson (1991) dalam Luciana dan Winny (2005) yang menguji manfaat
rasio CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an
dengan menggunakan alat statistik regresi logit, Whalen dan Thomson (1988)
dalam Luciana dan Winny (2005) menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL
cukup akurat dalam menyusun rating bank.
22
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Haryati (2002) dalam Luciana (2006)
berusaha untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan bermakna kinerja
keuangan yang diukur dari rasio cadangan penghapusan kredit terhadap kredit,
ROA, efisiensi dan LDR antar bank kelompok kategori A, B, dan C. Hasil dari
penelitian ini adalah empat rasio keuangan yang digunakan ternyata rasio ROA,
efisiensi, dan LDR mempunyai perbedaan yang signifikan diantara bank-bank
dalam kategori A, B dan C
Luciana (2006) meneliti rasio keuangan yang berasal dari laporan laba
rugi, neraca dan laporan arus kas untuk memprediksi kondisi financial distress
pada perusahaan, adapun rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi dan
neraca yang digunakan adalah : profit margin, likuiditas, efisiensi, profitabilitas,
financial leverage, posisi kas dan pertumbuhan. Sedangkan rasio keuangan yang
berasal dari laporan arus kas adalah yang berasal dari aktivitas operasi, aktivitas
investasi dan aktivitas pendanaan.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kebangkrutan bank di
Indonesia dilakukan oleh Etty M. Nasser dan Titik Aryati (2000) menyimpulkan
bahwa dengan uji univariat ada dua jenis rasio yang signifikan yang membedakan
bank sehat dan bank gagal yaitu rasio EATAR dan OPM. Untuk rasio keuangan
yang dominan mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan bank adalah EATAR
dan PBTA melalui analisis Stepwise Statistic, dan dengan analisis Casewise
Statistic dapat diketahui tingkat keberhasilan keseluruhan dari fungsi diskriminan
dan untuk peramalan empat tahun sebelum bangkrut adalah 67,6%. Penelitian ini
23
menggunakan bank go public sebagai sampel. Variabel bebas yang digunakan
adalah beberapa rasio-rasio keuangan model CAMEL yaitu CAR1, CAR2, ETA,
RORA, ALR, NPM, OPM, ROA, ROE, BOPO, PBTA, EATAR, dan LDR.
Sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah financial distress dengan dua
alternatif yaitu bank sehat dan bank gagal.
Adnan dan Taufiq (2001), menguji model Altman dengan menggunakan
sampel sebanyak 50 bank di Indonesia yang terdiri atas 25 bank yang terlikuidasi
dan 25 bank yang tidak terlikuidasi. Dan disimpulkan bahwa model Altman dapat
digunakan dalam memprediksi kebangkrutan dunia perbankan di Indonesia.
Hadad, dkk (2004) melakukan penelitian untuk membentuk model
prediksi kepailitan bank umum di Indonesia baik secara umum maupun untuk
masing-masing kelompok bank umum di Indonesia berdasarkan laporan keuangan
bank yang bersangkutan. Metode yang digunakan adalah analisis faktor dan
regresi logistik. Data yang digunakan merupakan data bulanan periode Januari
1995 sampa dengan Desember 2000 sebagai populasi desain dan periode Januari
2001 sampai dengan Desember 2003 sebagai populasi validasi. Karena kepailitan
bank tidak terjadi secara tiba-tiba, model prediksi yang dibangun meliputi model
prediksi 3 bulan (MP3), 6 bulan (MP6), dan 12 bulan (MP12) sebelum pailit. Uji
goodness of fit dilakukan berdasarkan Chi-square Hosmer and Lemeshow test
sedangkan uji signifikansi koefisien regresi tidak dilakukan mengingat penelitian
ini menggunakan data populasi bukan sampel. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari ketiga model prediksi yang berhasil dibangun ternyata hanya MP3
yang layak dipergunakan sebagai model prediksi kepailitan bank umum di
24
Indonesia. Pada tataran permodelan, MP3 memiliki akurasi klasifikasi 94,9 persen
(default cut-off = 0,5) atau 94,2 persen (spesifikasi cut-off = 0,939), sedangkan
pada tataran validasi model memiliki akurasi klasifikasi 82,6% (default cut-off =
0,5) atau 89,8 persen (spesifikasi cut – off = 0,939). Model prediksi kepailitan
untuk masing-masing kelompok bank juga dibangun dengan formula MP3 melalui
substitusi dummy kelompok bank.
Studi Luciana dan Winny (2005) dengan sampel penelitian yang terdiri
atas 16 bank sehat, 2 bank yang mengalami kebangkrutan dan 6 bank yang
mengalami kondisi kesulitan keuangan. Model statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian adalah regresi logistik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi atau daa
prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang
mengalami kebangkrutan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rasio CAR,
APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM dan BOPO secara statistik berbeda untuk
kondisi bank bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan. Penelitian ini juga
memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio keuangan CAR dan BOPO secara
statistik berbeda untuk kondisi bank bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan
dengan bank yang tidak bangkrut dan tidak mengalami kondisi kesulitan
keuangan. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio
keuangan CAR dan BOPO yang secara statistik signifikan memprediksi kondisi
kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan.
Robert Cristhian Santoso (2006), melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar ketepatan antara metode prediksi kebangkrutan
25
model Altman, model Springate, model Internal Growth Rate, model Grover
terhadap kebijakan Bank Indonesia, studi kasus pada bank-bank yang dilikuidasi
tahun 1999. Penelitian tersebut membuktikan bahwa keempat model tersebut
dapat digunakan untuk menganalisa keadaan bank-bank di Indonesia.
Ryan Ariafinanda (2006), melakukan penelitian kebangkrutan terhadap
sektor perbankan tahun 1998 dan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
menggunakan model Altman, hasilnya membuktikan bahwa model Altman tepat
dalam memprediksi kondisi kebangkrutan bank di Indonesia.
Siti Eros Rosidah (2009), melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja
keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman. Sampel
penelitian yang digunakan adalah sebanyak 19 bank yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia, dan hasilnya membuktikan bahwa model Altman tepat digunakan
dalam memprediksi kebangkrutan bank di Indonesia dengan tingkat ketepatan
sebesar 84,6%.
Endri (2009), melakukan penelitian tentang prediksi kebangkrutan bank-
bank syariah di Indonesia yakni Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah
Mandiri, dan Bank Mega Syariah Indonesia periode 2005-2007 dengan
menggunakan model Altman Z-Score. Hasil penelitian membuktikan bahwa
semua sampel bank syariah tersebut diprediksi akan bangkrut. Untuk lebih jelas,
penelitian-penelitian terdahulu tentang kebangkrutan dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
26
Tabel 2.1
Daftar Penelitan Terdahulu Untuk Kondisi Bermasalah
Tahun Nama Peneliti Masalah yang Diteliti 1966 Beaver Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan enam kelompok
rasio keuangan yang dianalisis dengan menggunakan metode univariat
1968 Altman Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode MDA (Z-Score).
1980 Ohlson Prediksi kebangkrutan menggunakan model analisa logit kondisional untuk menghilangkan masalah MDA
1984 Altman Meneliti ulang prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode MDA dengan memasukkan dimensi internasional, yang mengubah formula Z-Score.
2001 Adnan dan Taufiq
Prediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model Altman Z-Score.
2003 Haddad, dkk. Meneliti indicator kepailitan di Indonesia sebagai EWS pada stabilitas system keuangan dengan menggunakan teknik penelitian logit dan diskriminan analisis.
2004 Liza Angelina Perbandingan EWS untuk memprediksi kebangkrutan bank umum di Indonesia dengan membandingkan model logit, MDA, dan trait recognition.
2004 Margaretta Fanny & Sylvia
Saputra
Meneliti tentang opini audit going concern, kajian berdasarkan model prediksi kebangkrutan Altman, Springate, Zmijewski.
2007 Arga Fajar Santosa & Linda
Kususmaning Wedari
Meneliti tentang factor-faktor yang mempengaruhi kecendrungan opini audit going concern dengan model prediksi kebangkrutan Zmijewski, Altman, Revisi Altman, dan Springate.
2007 J. Efrim Boritz, dkk.
Penelitian tentang prediksi kegagalan bisnis di Kanada dengan menggunakan model Altman, Ohlson, Springate, Legault & Veronneau.
2009 Endri Meneliti tentang prediksi kebangkrutan bank-bank syariah di Indonesia dengan menggunakan model Altman Z-Score.
Sumber : Diolah dari berbagai jurnal dan hasil penelitian. C. Kerangka Pemikiran
Untuk dapat mengetahui terjadinya kondisi bermasalah pada bank dapat
menggunakan metode Altman dengan menggunakan DA, yang terdiri atas lima
27
variabel yakni Working Capital to Total Assets, Retained Earnings to Total
Assets, Earnings Before Interest Tax to Total Assets, Market Value of Equity to
Book Value of Debt, dan Sales to Total Assets. Kemudian analisa metode Altman
dilakukan dengan menggunakan data kelima variable tersebut, hasil analisa dari
metode Altman dapat dibagi dalam beberapa kategori yakni bank yang
dikategorikan bermasalah dan bank yang sehat. Sehingga dengan menggunakan
analisis terhadap bank dengan menggunakan metode Altman Z-Score dapat
diketahui apakah bank tersebut bermasalah atau tidak.
Selanjutnya menggunakan metode Springate dengan DA yang terdiri atas
empat variabel yakni, Working Capital to Total Assets, Net Profit Before Interest
and Taxes to Total Assets, Net Profit Before Taxes to Current Liability dan Sales
To Total Assets. Kemudian analisa metode Springate dilakukan dengan
menggunakan data keempat variabel tersebut, hasil analisa dari metode Springate
dapat dibagi dalam beberapa kategori yakni bank yang dikategorikan bermasalah
dan bank yang sehat. Sehingga dengan menggunakan analisis terhadap bank
dengan menggunakan metode Springate dapat diketahui apakah bank tersebut
bermasalah atau tidak.
Langkah berikutnya adalah menguji hasil metode Altman dan Springate
yang telah dilakukan dengan menggunakan uji DA dapat diketahui variabel apa
saja pada metode Altman dan Springate yang memiliki pengaruh cukup besar
terhadap kebangkrutan perusahaan, sehingga perusahaan lebih memperhatikan
variabel-variabel tersebut dalam laporan keuangannya. Serta dapat diketahui pula
28
dari hasil pengujian kedua model tersebut model manakah yang memberikan
prediksi yang lebih tepat untuk kondisi bermasalah bank.
Rasio Keuangan Model Altman : • WCTA • RETA • EBITTA • MVE/BVD • STA
Penelitian Model Altman
Bank Bermasalah Bank Sehat
Uji Discriminant Analysis
Hasil Model Altman Hasil Model Springate
Uji Discriminant Analysis
Bank Bermasalah Bank Sehat
Penelitian Model Springate
Rasio Keuangan Model Springate :
• WCTA • EBITTA • EBT/CL • STA
Laporan Keuangan Bank Go Public yang Mengalami Kondisi Bermasalah dan Bank yang Sehat
Interpretasi
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
29
D. Hipotesis
Penelitian ini berusaha menguji apakah terdapat perbedaan rasio keuangan
antara bank yang mengalami kodisi bermasalah dan bank yang tidak mengalami
kondisi bermasalah pada model Altman dan model Springate. Penelitian ini juga
bertujuan untuk menguji kembali rasio keuangan Altman dan rasio keuangan
Springate dapat digunakan untuk menilai kinerja bank yang mengalami kondisi
bermasalah dan bank yang sehat. Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian dan
tujuan penelitian maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut :
1. Hipotesis I : Terdapat perbedaan yang signifikan antara bank yang
bermasalah dengan bank yang tidak bermasalah pada model Altman dan
model Springate.
2. Hipotesis II : Terdapat variabel prediktor yang mempunyai discriminating
power untuk membedakan kedua kelompok bank tersebut pada model
Altman dan model Springate dengan menggunakan metode stepwise.
3. Hipotesis III : Model Altman dan Model Springate memiliki tingkat
ketepatan dalam memprediksi kondisi bermasalah pada bank.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan triwulanan bank
yang go public selama periode Maret 2007- September 2009 yang dipublikasikan
di Bursa Efek Indonesia dan telah diaudit oleh auditor independen. Adapun
laporan-laporan keuangan pada penelitian ini diambil dari neraca dan laporan laba
rugi yang akan diubah menjadi rasio-rasio keuangan untuk memprediksi potensi
kondisi bermasalah yakni financial distress dan kebangkrutan pada bank go
public.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini yaitu bank-bank umum swasta nasional yang
terdaftar dalam direktori Bank Indonesia. Dari populasi yang ada akan diambil
sejumlah tertentu sebagai anggota sampelnya yaitu bank umum swasta nasional
periode triwulanan Maret 2007- September 2009, total aktiva yang dimiliki
sebesar 1 Trilyun – 30 Trilyun Rupiah per September 2009, bank yang dijadikan
sampel terbagi menjadi dua kelompok yaitu bank bermasalah dan tidak
bermasalah.
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian adalah metode purpossive
sampling. Yaitu sampel ditarik sejumlah tertentu dari populasi emiten dengan
menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 1999 dalam Luciana
31
& Winny Herdyningtyas, 2003). Kriteria pemilihan sampel yang akan diteliti
sebagai berikut :
1. Bank-bank umum swasta nasional yang mempublikasikan laporan
keuangan triwulanan periode Maret 2007- September 2009.
2. Total aktiva yang dimiliki bank-bank tersebut sebesar 1 Trilyun – 64
Trilyun periode tahun 2009.
3. Bank yang dijadikan sampel terbagi menjadi dua kategori yaitu :
a. Bank tidak bermasalah, yaitu :
(i) Bank-bank yang tidak masuk program penyehatan
perbankan dan tidak dalam pengawasan khusus. Bank-
bank tersebut masih beroperasi sampai tahun 2009.
(ii) Bank-bank tersebut tidak mengalami kerugian pada
tahun 2007-2009.
b. Bank bermasalah, yaitu :
(i) Bank-bank yang mengalami laba bersih operasi (net
operating income) negatif selama dua tahun berturut-
turut. (Whitaker, 1999 dalam Luciana & Kristijadi,
2003, tentang kriteria perusahaan yang distress).
(ii) Bank-bank yang mengalami kerugian lebih dari 75%
modal disetor selama dua tahun berturut-turut. (KUHD
pasal 47 ayat 2).
32
Data laporan keuangan triwulanan periode Maret 2007- September 2009
digunakan sebagai pedoman penentuan apakah suatu perusahaan mengalami
kondisi bermasalah atau tidak. Jumlah sampel akhir yang terpilih sebanyak 7 bank
umum swasta nasional yang terdaftar di direktori Bank Indonesia dalam kurun
waktu Maret 2007- September 2009 yang terdiri dari 5 bank tidak bermasalah dan
2 bank bermasalah.
Tabel 3.1
Daftar Bank-bank yang Dijadikan Sampel
No Kode Bank Nama Bank Kategori
1. BCIC PT. Bank Mutiara, Tbk. 1
2. BEKS PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk. 1
3. MAYA PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk. 0
4. BABP PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk. 0
5. PNBN PT. Bank PAN Indonesia, Tbk. 0
6. MEGA PT. Bank Mega, Tbk 0
7. NISP PT. Bank OCBC NISP, Tbk. 0
Keterangan :
0 = Bank Tidak Bermasalah
1 = Bank Bermasalah
33
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu
data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga
pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data
sekunder berupa laporan keuangan triwulanan dari bank-bank umum swasta
nasional periode Maret 2007- September 2009 yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
D. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi
bermasalah suatu bank yang merupakan variabel kategori, 0 untuk bank
tidak bermasalah dan 1 untuk bank bermasalah.
2. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
keuangan Altman yaitu :
a. Variabel Working Capital to Total Assets (WC/TA)
Variabel ini merupakan rasio keuangan yang merupakan ukuran
relatif nilai bersih dari asset lancar terhadap jumlah capital
perusahaan keseluruhan. Rasio ini menggambarkan tingkat
likuiditas suatu perusahaan. Secara sederhana dapat diartikan
sebagai ukuran kuantitatif dari seberapa cepat perusahaan dapat
mengkonversikan asset yang dimilikinya dan proporsinya terhadap
total asset perusahaan yang terdiri dari asset lancar dan tetap.
Working capital yang merupakan numerator dari rasio adalah hasil
34
dari selisih asset lancar perusahaan dengan kewajiban lancar
perusahaan. Dengan demikian working capital dapat
diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan untuk dapat
memenuhi kewajiban jangka pendek dari perusahaan pada saat
jatuh tempo.
WCTA = Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar Total Asset
b. Variable Retained Earnings to Total Assets (RE/TA)
Variabel retained earnings yang menjadi salah satu komponen
penting dalam rasio keuangan diatas merupakan suatu akun yang
menggambarkan jumlah keseluruhan dari pendapatan perusahaan
yang diinvestasikan ke dalam perusahaan. Akun ini juga
merepresentasikan besarnya surplus yang dihasilkan perusahaan
dari kegiatan operasionalnya serta peluang pertumbuhan
perusahaan kedepannya.
Dengan demikian, secara sederhana dapat diartikan bahwa rasio
RE/TA ini merupakan ukuran kumulatif keuntungan yang
dihasilkan perusahaan. Rasio ini juga memberikan informasi
mengenai usia perusahaan secara implisit. Pada umumnya
perusahaan baru memiliki nilai rasio RE/TA yang relatif lebih
rendah karena waktu yang digunakannya dalam mengumpulkan
laba masih belum terlalu lama. Selain itu, rasio ini juga mengukur
leverage perusahaan karena dari nilai rasio dapat pula diketahui
35
proporsi asset dari perusahaan yang dibiayai dengan menggunakan
laba yang dihasilkannya sendiri tanpa menggunakan hutang.
RETA = Laba Ditahan Total Asset
c. Variabel Earning Before Interest and Tax to Total Assets(EBIT/TA)
Rasio EBIT/TA yang menjadi variabel independen berikutnya
merupakan rasio keuangan yang mengukur produktivitas dari asset
perusahaan. EBIT yang menjadi numerator dari rasio adalah
keuntungan yang dihasilkan perusahaan dengan mengeluarkan
faktor bunga pinjaman dan pajak dari perhitungan. EBIT
merupakan ukuran dari pendapatan perusahaan yang dihasilkan
dari kegiatan operasional inti perusahaan. Sehingga, nilai dari rasio
akan menggambarkan besarnya keuntungan yang asset perusahaan
secara keseluruhan. Semakin besar nilai rasio maka tingkat
produktivitas asset dalam menghasilkan pendapatan bagi
perusahaan semakin meningkat.
EBITTA = EBIT Total Asset
d. Variabel Market Value of Equity to Book Value of Debt
(MVE/BVD)
Rasio keuangan MVE/BVD menunjukkan besarnya penurunan
nilai dari asset perusahaan yang masih dapat terjadi pada
perusahaan sebelum kewajiban perusahaan melebihi nilai asset dari
36
perusahaan baik berupa common stock maupun preferred stock.
Sedangkan liabilities merupakan kumulatif dari kewajiban jangka
panjang dan kewajiban jangka pendek perusahaan. Semakin besar
nilai dari rasio MVE/BVD menggambarkan semakin besar batas
toleransi penurunan nilai dari asset perusahaan. Artinya perusahaan
yang memiliki nilai rasio yang besar relatif lebih aman
dibandingkan dengan nilai rasio yang lebih kecil. Hal ini
dikarenakan penurunan nilai asset yang sedikit saja pada
perusahaan dengan rasio MVE/BVD yang rendah akan
mengakibatkan nilai wajar asset perusahaan menjadi lebih kecil
dari nilai kewajiban perusahaan dan mengakibatkan perusahaan
mengalami kebangkrutan.
MVEBVD = EPS x Jumlah Saham yang Beredar Total Liabilities
e. Variabel Sales to Total Assets
Variabel bebas berikut dikenal dengan sebutan capital turnover
rasio dan merupakan rasio keuangan standar yang sering dilakukan
untuk menggambarkan kemampuan dari asset perusahaan dalam
menciptakan penjualan. Dari rasio ini dapat diketahui kapasitas
manajemen dalam mengelola asset yang dimiliki dalam
menghadapi kompetisi yang ada. Semakin besar nilai dari rasio
S/TA menggambarkan efektifitas manajemen dalam pengelolaan
asset yang berarti menurunkan probabilitas default perusahaan.
37
STA = Sales Total Asset
f. Variabel Net Profit Before Taxes to Current Liablility (EBT/CL)
Variabel bebas ini merupakan pembagian antara laba sebelum
pajak dengan hutang lancar.
EBTCL = EBT Current Liabilities
E. Metode Analisis
1. Discriminant Analysis
Pada penelitian ini menggunakan alat analisis diskriminan sebagai teknik
statistik untuk pengolahan datanya, analisis diskriminan dipilih dan digunakan
dalam penelitian ini karena variabel dependen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah variabel kategori dan variabel independennya merupakan bentuk
multivariate normal distribution sehingga cocok untuk menggunakan analisis
diskriminan. Serta Altman dan Springate pada penelitian terdahulu juga
menggunakan analisis diskriminan untuk pengolahan datanya sehingga penulis
tertarik untuk menggunakan analisis diskriminan.
Black Hair Anderson (1995) dalam Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan
(2009:221) mendefinisikan “Discriminant analysis is useful in situation where the
total sample can be divided into group based on a dependent variable
characterizing several known cases. The primary objectives of multiple
discriminant analysis are to understand group differences and to predict the
38
likelihood that an entity (individual or object) will belong to a particular class or
group based on several metric independent variable.” Analisis diskriminan
berguna pada situasi dimana sampel total dapat dibagi menjadi kelompok-
kelompok berdasarkan karakteristik variabel yang diketahui dari beberapa kasus.
Tujuan utama dari analisis diskriminan adalah untuk mengklasifikasikan suatu
individu atau objek kedalam satu dari beberapa kelompok yang telah diketahui
sebelumnya dengan cara menemukan suatu pembatas yang mampu
memaksimalkan rasio perbedaan (variability) antar kelompok dan di dalam
kelompok itu sendiri.
Wawan Hermawan dan Tari Lestari (2007) mengemukakan bahwa dalam
analisis diskriminan, sebelum melakukan pengklasifikasian peneliti harus
mengetahui terlebih dahulu objek-objek mana yang masuk ke dalam kelompok 1,
kelompok 2 dan seterusnya bergantung pada banyaknya kelompok. Tujuan lain
analisis diskriminan yaitu :
1. Menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skore
dari dua atau lebih kelompok.
2. Menentukan prosedur-prosedur untuk mengelompokkan individu-individu
atau objek-objek ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan skore-skore
variabel.
3. Menentukan variabel prediktor mana yang mempunyai discriminating
power atau daya beda yang besar untuk membedakan dua atau lebih
kelompok.
39
Penelitian ini mengadopsikan model Altman dan model Springate dalam
pengukuran probabilitas default bank sebagai berikut : Teknik statistik yang
digunakan Altman dan Springate dalam pengolahan adalah Discriminant Analysis
(DA). Analisis diskriminan ini tidak jauh berbeda dengan analisis regresi. Ciri
khusus yang membedakan keduanya adalah pada variabel dependennya, variabel
dependen pada analisis regresi harus merupakan data rasio, sebaliknya pada
analisis diskriminan variabel dependen yang digunakan merupakan data kategori
dengan variabel independen yang berupa data non kategori. Pengolahan data yang
dilakukan bertujuan untuk mendapatkan nilai koefisien dari tiap variabel
independen yang sesuai dengan data yang digunakan di Indonesia. Pengolahan
data dengan model ini akan dilakukan dengan memanfaatkan program software
SPSS, hasil pengolahan digunakan untuk menyusun persamaan diskriminan
seperti pada persamaan Altman.
Persamaan Model Altman
54321 999,06,03,34,12,1 XXXXXZ ++++=
Dimana :
Z = Overall Index
X1 = Net Working Capital to Total Assets (WC/TA)
X2 = Retained Earnings to Total Assets (RE/TA)
X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA)
X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt (MVE/BVD)
X5 = Sales to Total Assets (S/TA)
40
Persamaan Model Springate
5631 4.066.007.303,1 XXXXS +++=
Dimana :
X1 = Working Capital / Total Assets (WC/TA)
X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA)
X6 = Earnings Before Taxes / Current Liability (EBT/CL)
X5 = Sales / Total Assets (S/TA)
2. Metode Estimasi Discriminant Analysis
Metode yang sering digunakan untuk menyelesaikan persamaan
diskriminan adalah metode simultan dan metode stepwise. Metode simultan
menyelesaikan persamaan persamaan dengan cara memasukkan seluruh variabel
secara bersama-sama ke dalam fungsi diskriminan tanpa melihat terlebih dahulu
kemampuan diskriminat masing-masing variabel tersebut. Metode ini kemudian
memilih variabel-variabel yang memiliki kemampuan diskriminat terbaik.
Sedangkan proses metode stepwise dimulai dengan memilih variabel independen
yang memiliki kemampuan diskriminat terbaik. Kemudian persamaan tersebut
disandingkan dengan variabel independen lain yang memiliki kemampuan
diskriminat terbaik sampai kemudian kombinasi variabel tersebut menunjukkan
peningkatan kemampuan diskriminat.
Langkah-langkah analisis dalam diskriminan adalah sebagai berikut :
a. Memisahkan variabel ke dalam variabel dependent dan variabel
independent.
41
b. Analysis Case Processing Summary, tabel yang menyatakan bahwa semua
responden (jumlah kasus atau baris SPSS) semuanya valid (sah) untuk di
proses dan dapat mengetahui data yang hilang (missing).
c. Group Statistics, tabel yang menunjukkan jumlah bank yang masuk dalam
kategori bank tidak bermasalah dan bank bermasalah.
d. Test of Equality of Group Means, tabel yang menunjukkan apakah terdapat
perbedaan signifikan pada dua kelompok bank tersebut berdasarkan uji F.
e. Variabel Entered/Removed, tabel yang menyajikan dari kelima variabel
yang dianalisis untuk model Altman serta keempat variabel untuk model
Springate, variabel mana yang dapat dimasukkan (entered) dalam
persamaan diskriminan.
f. Variable in The Analysis, tabel yang berisi rangkaian proses tahap
sebelumnya, mengenai pemilihan variabel satu per satu yang dimasukkan
ke dalam model.
g. Variable not In The Analysis, tabel ini berisi kebalikan dari tabel variable
ini the analysis, yang memuat variabel yang akan dikeluarkan satu per satu
dari model.
h. Eigenvalues, interpretasi dari pengelompokkan variabel ke dalam satu atau
lebih faktor.
i. Wilk’s Lambda, mengindikasikan perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok dalam model diskriminan berdasarkan angka chi-square.
j. Structure Matrix, menunjukkan variabel yang paling membedakan
kelompok bank bermasalah dengan bank yang sehat.
42
k. Casewise Statistic, tabel yang menunjukkan rincian tiap kasus,
penempatannya dalam model diskriminan serta perbandingan apakah
penempatan (predicted) telah sesuai dengan kenyataan atau tidak.
l. Classification Result, menujukkan angka ketepatan prediksi dari model
diskriminan. Pada umumnya ketepatan diatas 50% dianggap memadai atau
valid.
3. Tahap Penghitungan Akurasi
Penghitungan akurasi dilakukan dengan menggunakan data-data keuangan
sampel. Informasi tersebut akan menghasilkan rasio-rasio yang menjadi variabel
dalam model prediksi, variabel kemudian dihitung berdasarkan model yang ada.
Setelah dihitung, skor yang didapat kemudian dibandingkan dengan nilai cut-off
yang dimiliki setiap model. Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui
apakah sampel diprediksi mengalami distress atau tidak.
Hasil prediksi kemudian dibandingkan dengan kategori sampel pada
awalnya, sebagai contoh jika sebuah sampel dari kategori 1 diprediksi mengalami
distress oleh Altman, maka prediksi tersebut benar. Dan sebaliknya jika sampel
tersebut diprediksi tidak mengalami distress oleh Model Altman maka prediksi
tersebut salah.
Perbandingan antara prediksi dan kategori sampel dilakukan pada seluruh
sampel yang ada. Setelah semua sampel selesai dihitung, maka diperoleh haril
rekapitulasi prediksi yang benar dan yang salah. Dari rekapitulasi prediksi
tersebut dapat diketahui akurasi tiap model. Tingkat akurasi menunjukkan berapa
43
persen model memprediksi dengan benar dari keseluruhan sampel yang ada.
Tingkat akurasi tiap model dihitung dengan cara sebagai berikut :
Tingkat Akurasi = Jumlah Prediksi Benar x 100% Jumlah Sampel
Selain akurasi tiap model, yang juga menjadi pertimbangan adalah tingkat
errornya. Error dibagi dua jenis yaitu type 1 dan type 2. type 1 error adalah
kesalahan yang terjadi jika model memprediksi sampel tidak akan mengalami
distress padahal kenyataan mengalami distress. Type 2 error adalah kesalahan
yang terjadi jika model memprediksi sampel mengalami distress padahal
kenyataannya tidak distress. Tingkat error tersebut dihitung dengan cara sebagai
berikut :
a. Type 1 Error = Jumlah Kesalahan Type 1 x 100% Jumlah Sampel
b. Type 2 Error = Jumlah Kesalahan Type 2 x 100% Jumlah Sampel
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 5 bank yang
sehat dan 2 bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan. Sejarah singkat
masing-masing bank adalah sebagai berikut :
a. PT. Bank Mutiara, Tbk (BCIC)
Perusahaan ini sebelumnya dikenal sebagai PT Bank Century Tbk dan
berubah nama menjadi PT Bank Mutiara Tbk pada tanggal 2 Oktober 2009. PT
Bank Mutiara Tbk didirikan pada tahun 1989 dan berkantor pusat di Jakarta,
Indonesia. Pada tanggal, 31 Desember 2007, beroperasi 27 kantor cabang utama,
30 kantor cabang pembantu, dan 8 kantor kas. PT Bank Mutiara Tbk menyediakan
berbagai produk perbankan dan jasa di Indonesia, menawarkan berbagai produk
simpanan, termasuk giro, tabungan, deposito berjangka, dan sertifikat deposito.
Pinjaman portofolio perusahaan terutama modal kerja terdiri, cerukan, ekspor-
impor, investasi, kendaraan, perumahan, karyawan, dan pinjaman warisan.
b. PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk (BEKS)
PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk (Bank) didirikan pada tanggal 11
September 1992 dan terjadi perubahan nama pada tanggal 16 Januari 1996
PT.Executive International Bank menjadi perseroan PT. Bank Eksekutif
Internasional. Akta pendirian tersebut disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam
Surat Keputusan nomor C2-9246-HT.01.01.TH.92 tanggal 10 Nopember 1992
45
serta diumumkan dalam Berita Negara nomor 103 tanggal 26 Desember 1992,
Tambahan nomor 6651/1992, sedangkan akta perubahannya telah disahkan oleh
Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C2-4376.HT.01.04.TH.96
tanggal 6 Maret 1996 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
No. 78 tanggal 27 September 1996, Tambahan No. 8331/1996. Bank mulai
beroperasi secara komersial pada tanggal 9 Agustus 1993, sesuai dengan ijin
usaha yang diberikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam Surat
Keputusan nomor 673/KMK.017/1993 tanggal 23 Juni 1993. Saat ini Bank
Eksekutif yang mempunyai 19 kantor, yang terdiri dari 1 Kantor Pusat
Operasional di Jl. MH Thamrin Kav. 9, Jakarta Pusat, 13 Kantor Cabang dan 5
Kantor Cabang Pembantu lebih memprioritaskan dalam penyaluran kredit retail,
khususnya otomotif.
c. PT. Bank Mega, Tbk. (MEGA)
Berawal dari sebuah usaha milik keluarga bernama PT. Bank Karman
yang didirikan pada tahun 1969 dan berkedudukan di Surabaya, selanjutnya pada
tahun 1992 berubah nama menjadi PT. Mega Bank dan melakukan relokasi
Kantor Pusat ke Jakarta. Seiring dengan perkembangannya PT. Mega Bank pada
tahun 1996 diambil alih oleh Para Group (PT. Para Global Investindo dan PT.
Para Rekan Investama). Pada tahun 2000 dilakukan perubahan nama dari PT.
Mega Bank menjadi PT. Bank Mega. Dalam rangka memperkuat struktur
permodalan maka pada tahun yang sama PT. Bank Mega melaksanakan Initial
Public Offering dan listed di BEJ maupun BES. Dengan demikian sebagian saham
PT. Bank Mega dimiliki oleh publik dan berubah namanya menjadi PT. Bank
46
Mega Tbk. PT. Bank Mega Tbk. berpegang pada azas profesionalisme,
keterbukaan dan kehati-hatian dengan struktur permodalan yang kuat serta produk
dan fasilitas perbankan terkini. Hingga tahun 2007 PT. Bank Mega Tbk. memiliki
152 jaringan kerja yang terdiri kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor
kas yang tersebar hampir di seluruh kota besar di Indonesia, serta Priority
Banking.
d. PT. Bank OCBC NISP, Tbk. (NISP)
PT. Bank NISP Tbk, yang kini menjadi PT. Bank OCBC NISP Tbk.,
merupakan bank keempat tertua di Indonesia, didirikan di Bandung pada tanggal 4
April 1941 dengan nama NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank.
Sejak awal berdirinya, Bank OCBC NISP terus berkembang menjadi bank yang
solid dan handal dengan fokus pelayanan kepada segmen usaha kecil dan
menengah (UKM). Bank OCBC NISP mendapatkan statusnya sebagai bank
umum pada tahun 1964, kemudian menjadi bank devisa pada tahun 1990 dan
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tahun 1994. Pada akhir
1998, Bank OCBC NISP berhasil keluar dari krisis finansial yang melanda Asia
dan juga krisis perbankan Indonesia tanpa memerlukan program rerekapitalisasi
Pemerintah.
e. PT. Bank PAN Indonesia, Tbk. (PNBN)
PT. Bank Pan Indonesia Tbk menyediakan produk dan jasa perbankan di
Indonesia dan internasional, bergerak di bidang perbankan, pembiayaan, asuransi,
dan sekuritas. Perusahaan ini menyediakan permintaan, tabungan, waktu, dan
bentuk-bentuk deposito, termasuk simpanan dari bank lain dan sertifikat deposito,
47
dan sindikasi, konsumen, permintaan, investasi, modal kerja, dan pinjaman
karyawan. Ia juga menawarkan sewa pembiayaan, selisih kurs, transfer uang,
pembiayaan konsumen, manajemen investasi, perdagangan dan perantara efek,
dan jasa penasihat keuangan, serta kartu kredit dan produk asuransi. Pada tanggal
31 Desember 2008, ia memiliki 43 kantor cabang di Indonesia, 1 kantor
perwakilan di Singapura, dan 1 kantor cabang di Kepulauan Cayman. PT. Bank
Pan Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1971 dan berkantor pusat di Jakarta,
Indonesia.
f. PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk. (BABP)
PT Bank Bumiputera tbk sebelumnya dikenal sebagai PT Bank
Bumiputera Indonesia Tbk. Kegiatan utama Perusahaan adalah menyediakan jasa
perbankan dan melakukan kegiatan keuangan yang terkait. Perusahaan ini
menawarkan berbagai jenis produk tabungan, fasilitas kredit, produk treasury dan
pembiayaan perdagangan. Pelayanan termasuk pembayaran tagihan, pengiriman
uang dan safe deposit box. Perusahaan beroperasi di Indonesia.
g. PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk. (MAYA)
Bank ini didirikan pada tahun 1989 dengan nama PT. Bank Mayapada
International, kemudian pada tahun 1990 Bank Mayapada mulai beroperasi secara
komersial sebagai bank umum swasta nasional, status perseroan Bank Mayapada
ditingkatkan menjadi Bank Devisa pada tahun 1993 serta berubah namanya
menjadi PT. Bank Mayapada Internasional pada tahun 1995.
48
B. Hasil dan Pembahasan
1. Uraian Data
Statistic deskriptif untuk model Altman dan model Springate adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1
Descriptive Statistics Model Altman
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation WCTA 77 -.2190 .3000 .040792 .0767663RETA 77 -1.5930 .0630 -.057870 .3152219EBITTA 77 -1.2440 3.0020 .032974 .3731420MVEBVD 77 -6.4470 7.7870 1.172948 1.9668035STA 77 .0260 .3500 .077104 .0511256Valid N (listwise) 77
Sumber : Data Diolah
Dari tabel statistik deskriptif model Altman tersebut dapat disimpulkan
bahwa rata-rata nilai variabel WCTA untuk memprediksi kondisi bank adalah
0.041 per triwulannya dengan standar deviasi 0,077 dan minimum nilai variabel
WCTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar -0,219 serta maksimum
nilai variabel WCTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 0,3.
Untuk rata-rata nilai variabel RETA dalam memprediksi kondisi bank
adalah -0,077 per triwulannya dengan standar deviasi 0,315 dan minimum nilai
variabel RETA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar -1,593 serta
maksimum nilai variabel RETA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar
0,063.
Rata-rata nilai variabel EBITTA dalam memprediksi kondisi bank adalah
0.033 per triwulannya dengan standar deviasi 0,037 dan minimum nilai variabel
49
EBITTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar -1,244 serta maksimum
nilai variabel EBITTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 3,002.
Untuk rata-rata nilai variabel MVEBVD dalam memprediksi kondisi bank
adalah 1,173 per triwulannya dengan standar deviasi 1,967 dan minimum nilai
variabel MVEBVD untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar -6,447 serta
maksimum nilai variabel MVEBVD untuk memprediksi kondisi bank adalah
sebesar 7,787.
Rata-rata nilai variabel STA dalam memprediksi kondisi bank adalah
0.077 per triwulannya dengan standar deviasi 0,051 dan minimum nilai variabel
STA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 0,026 serta maksimum nilai
variabel STA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 0,350.
Tabel 4.2
Descriptive Statistics Model Springate
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation WCTA 77 -.2190 .3000 .040792 .0767663 EBITTA 77 -1.2440 3.0020 .032974 .3731420 EBTCL 77 -1.1060 .0380 -.007494 .1272694 STA 77 .0260 .3500 .077104 .0511256 Valid N (listwise) 77
Sumber : Data Diolah
Dari tabel statistik deskriptif model Springate tersebut dapat disimpulkan
bahwa rata-rata nilai variabel WCTA untuk memprediksi kondisi bank adalah
0.041 per triwulannya dengan standar deviasi 0,077 dan minimum nilai variabel
WCTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar -0,219 serta maksimum
nilai variabel WCTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 0,3.
50
Rata-rata nilai variabel EBITTA dalam memprediksi kondisi bank adalah
0.033 per triwulannya dengan standar deviasi 0,037 dan minimum nilai variabel
EBITTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar -1,244 serta maksimum
nilai variabel EBITTA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 3,002.
Untuk rata-rata nilai variabel EBTCL dalam memprediksi kondisi bank
adalah -0,077 per triwulannya dengan standar deviasi 0,127 dan minimum nilai
variabel EBTCL untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar -1,106 serta
maksimum nilai variabel EBTCL untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar
0,038.
Rata-rata nilai variabel STA dalam memprediksi kondisi bank adalah
0.077 per triwulannya dengan standar deviasi 0,051 dan minimum nilai variabel
STA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 0,026 serta maksimum nilai
variabel STA untuk memprediksi kondisi bank adalah sebesar 0,350.
2. Penentuan Kategori Kriteria Sampel Bank
Untuk mengetahui bank tersebut termasuk kategori sampel bank
bermasalah atau bank sehat maka dapat dilihat dari net operating income masing-
masing bank, apabila bank tersebut net operating income nya negatif selama dua
tahun berturut-turut maka bank tersebut dikategorikan sebagai bank bermasalah.
Tabel 4.3 berikut merupakan hasil dari net operating income masing-masing bank.
51
Tabel 4.3
Net Operating Income Sampel Bank
(Dalam Jutaan Rupiah)
Periode BCIC BEKS MAYA BABP PNBN MEGA NISP Tw I 2007 34612 -10562 17537 16645 285385 168896 114979 Tw II 2007 49006 -6142 31495 22062 663585 389595 194875 Tw III 2007 81536 -1153 46014 24878 1020575 580300 287542 Tw IV 2007 -166056 -26084 58705 34399 1358399 746116 349347 Tw I 2008 13771 -1042 22285 6982 326003 202563 76278 Tw II 2008 43973 -4250 40054 9546 745286 374092 208512 Tw III 2008 49084 -4361 40573 7002 985782 529886 322433 Tw IV 2008 -6949961 -34202 59996 24090 1121626 673437 452092 Tw I 2009 247584 -26307 10829 -11257 203529 165370 103657 Tw II 2009 74855 -27237 27864 2402 528474 374229 233466 Tw III 2009 115825 -56428 47358 6770 955908 428515 439644
Kondisi 1 1 0 0 0 0 0 Sumber : Laporan Keuangan Bursa Efek Indonesia
Dari data net operating income tersebut maka diperoleh kategori bahwa
bank-bank yang memenuhi kriteria masuk dalam kategori 1 (bank bermasalah)
terdapat 2 bank yakni Bank Mutiara, Tbk dan Bank Eksekutif Internasional, Tbk.
Sisanya masuk kedalam kategori 0 atau bank tidak bermasalah.
3. Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis 1 diuji dengan menggunakan alat uji statistik analisis
diskriminan dua faktor. Uji ini dipilih karena pengujian dilakukan dengan variabel
dependen yang terdiri dari dua kategori yaitu : kategori 0 untuk kondisi bank tidak
bermasalah dan 1 untuk kondisi bank bermasalah.
Langkah pertama dalam analisis diskriminan terlihat pada tabel Analysis
Case Processing Summary untuk model Altman dan model Springate
menunjukkan bahwa ada tidaknya data yang hilang. Berdasarkan hasil tabel
52
tersebut untuk kedua model Altman dan Springate dengan jumlah sampel sebesar
77 menunjukkan bahwa data lengkap dan tidak ada satupun data yang hilang.
Tabel 4.4
Analysis Case Processing Summary Model Altman
Unweighted Cases N Percent Valid 77 100.0
Missing or out-of-range group codes 0 .0
At least one missing discriminating variable 0 .0
Both missing or out-of-range group codes and at least one missing discriminating variable
0 .0
Excluded
Total 0 .0 Total 77 100.0
Tabel 4.5
Analysis Case Processing Summary Model Springate
Unweighted Cases N Percent Valid 77 100.0
Missing or out-of-range group codes 0 .0
At least one missing discriminating variable 0 .0
Both missing or out-of-range group codes and at least one missing discriminating variable
0 .0
Excluded
Total 0 .0 Total 77 100.0
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasikan faktor-faktor apa yang
signifikan membedakan antara dua kelompok tersebut. Dalam hal ini digunakan
dua statistik uji, yaitu Wilk’s Lambda dan F test. Nilai Wilk’s Lambda berkisar
antara 0 hingga 1. Nilai Wilk’s Lambda mendekati nol menunjukkan arti semakin
53
signifikan karakteristik tersebut membedakan antara dua variasi kelompok.
Sebaliknya, nilai Wilk’s Lambda semakin mendekati angka 1, maka variasi data
untuk karakteristik tersebut cenderung sama untuk dua kelompok tersebut. Untuk
F test dapat digunakan nilai p-value pada kolom signifikannya dimana :
• Sig. > 0,05, maka tidak ada perbedaan antar group.
• Sig. < 0,05, maka terdapat perbedaan atar group
Tabel 4.6
Tests of Equality of Group Means Model Altman
Wilks'
Lambda F df1 df2 Sig. WCTA .489 78.375 1 75 .000 RETA .794 19.464 1 75 .000
EBITTA .975 1.889 1 75 .173 MVEBVD .809 17.729 1 75 .000
STA .999 .112 1 75 .739
Dari tabel 4.6 Test of Equality of Group Means untuk Model Altman
terdapat tiga variabel rasio keuangan yakni WCTA, RETA dan MVEBVD yang
mempunyai angka signifikansi dibawah 0,05 sehingga terdapat perbedaan antar
group. Artinya bahwa variabel rasio keuangan WCTA, RETA, dan MVEBVD
mempengaruhi bermasalah atau tidaknya suatu bank. Untuk variabel rasio
keuangan EBITTA dan STA mempunyai angka signifikansi diatas 0,05 sehingga
tidak ada perbedaan antar group. Artinya bahwa variabel rasio keuangan EBITTA
dan STA menghasilkan nilai yang relatif sama terhadap bermasalah atau tidaknya
suatu bank.
54
Tabel 4.7
Tests of Equality of Group Means Model Springate
Wilks'
Lambda F df1 df2 Sig. WCTA .489 78.375 1 75 .000
EBITTA .975 1.889 1 75 .173 EBTCL .951 3.852 1 75 .053
STA .999 .112 1 75 .739
Dari tabel 4.7 Test of Equality of Group Means untuk Model Springate
terdapat satu variabel rasio keuangan yakni WCTA yang mempunyai angka
signifikansi dibawah 0,05 sehingga terdapat perbedaan antar group. Artinya
bahwa variabel rasio keuangan WCTA mempengaruhi bermasalah atau tidaknya
suatu bank. Untuk variabel rasio keuangan EBITTA, EBTCL dan STA
mempunyai angka signifikansi diatas 0,05 sehingga tidak ada perbedaan antar
group. Artinya bahwa variabel rasio keuangan EBITTA, EBTCL dan STA
menghasilkan nilai yang relatif sama terhadap bermasalah atau tidaknya suatu
bank.
Penelitian ini menjelaskan variabel-variabel rasio keuangan mana saja dari
kedua model Altman dan Springate yang memiliki perbedaan yang signifikan
antara bank yang tidak bermasalah dengan bank yang bermasalah sehingga
mendukung hipotesis I yang diajukan oleh peneliti bahwa rasio keuangan Model
Altman dan Model Springate memiliki perbedaan yang signifikan antara bank
yang tidak bermasalah dengan bank yang bermasalah.
55
4. Pengujian Hipotesis II
Dengan menggunakan metode stepwise maka dapat ditentukan variabel-
variabel mana yang paling efisien didalam membedakan antar bank yang
bermasalah dan bank yang tidak bermasalah. Mahalanobis distance akan
digunakan untuk prosedur stepwise guna menentukan variabel yang memiliki
kekuatan terbesar mendiskriminasi. Prosedur stepwise dimulai memasukkan
variabel yang akan memaksimumkan Mahalanobis distance antar group. Dalam
hal ini minimum significant value 0.05 digunakan sebagai syarat entry variabel
dan Mahalanobis D2 digunakan untuk memilih variabel. Hasil dari pengujian
hipotesis II ditunjukkan pada tabel 4.8 untuk model Altman.
Tabel 4.8
Variables Entered/Removed(a,b,c,d) Model Altman
Step Entered Min. D Squared
Statistic Exact F Statistic Between Groups
Statistic df2 Sig. Statistic df1 df2 Sig. 1
WCTA 4.988
Bank Tidak Bermasalah and Bank Bermasalah
78.375 1 75.000 2.83E-013
2
MVEBVD 5.721
Bank Tidak Bermasalah and Bank Bermasalah
44.355 2 74.000 2.18E-013
At each step, the variable that minimizes the overall Wilks' Lambda is entered. a Maximum number of steps is 10. b Maximum significance of F to enter is .05. c Minimum significance of F to remove is .10. d F level, tolerance, or VIN insufficient for further computation.
56
Tabel 4.9
Wilks' Lambda Model Altman
Step
Number of Variables Lambda df1 df2 df3 Exact F
Statistic df1 df2 Sig. Statistic df1 df2 Sig. Statistic 1 1 .489 1 1 75 78.375 1 75.000 .0002 2 .455 2 1 75 44.355 2 74.000 .000
Tabel 4.8 menyajikan variabel mana saja dari lima variabel pada model
Altman yang bisa dimasukkan (entered) dalam persamaan diskriminan dimulai
dari variabel yang memiliki angka F statistik terbesar. Pada tahap pertama angka
F hitung variabel WCTA adalah yang terbesar, mencapai 78.375. Sehingga pada
tahap pertama ini variabel WCTA terpilih. Selanjutnya pada tahap kedua diikuti
oleh variabel MVEBVD. Kedua variabel ini memiliki angka signifikan lebih kecil
dari 0.05. Dengan demikian, dari lima variabel yang dimasukkan untuk rasio
keuangan model Altman hanya ada dua variabel yang signifikan. Sehingga,
variabel WCTA dan MVEBVD secara signifikan mempengaruhi bermasalah atau
tidaknya suatu bank, serta hasil stepwise ini mampu membedakan metode kondisi
bank berdasarkan pada nilai Wilk’s Lambda dan nilai minimum Mahalanobis
distance.
57
Tabel 4.10
Variables in the Analysis Model Altman
Step Tolerance Sig. of F to Remove
Min. D Squared
Between Groups
1 WCTA 1.000 .000 2 WCTA
.991 .000 1.128
Bank Tidak Bermasalah and Bank Bermasalah
MVEBVD
.991 .021 4.988
Bank Tidak Bermasalah and Bank Bermasalah
Untuk tabel 4.10 menunjukkan perincian dari proses stepwise pada tabel
sebelumnya. Pada step 1, variabel WCTA adalah variabel pertama yang masuk ke
dalam model diskriminan. Hal ini disebabkan variabel tersebut mempunyai angka
Sig. of F to Remove yang paling sedikit, yakni 0,000 (jauh dibawah 0,05).
Kemudian pada step 2, dimasukkan variabel kedua yakni MVEBVD yang
mempunyai angka Sig. of F to Remove dibawah 0,05 yakni 0,021.
Tabel 4.11
Eigenvalues Model Altman
Function Eigenvalue % of Variance Cumulative % Canonical Correlation
1 1.199(a) 100.0 100.0 .738 a First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis.
Pada tabel eigenvalues model Altman merupakan rasio antara jumlah
kuadrat dalam kelompok dengan jumlah kuadrat antar kelompok. Persamaan
diskriminan yang dihasilkan tersebut mempunyai nilai eigenvalues sebesar 1.199
yang mampu menjelaskan 100% nilai koreksi antara persamaan diskriminan
dengan kelompok yang telah didefinisikan diukur dengan nilai canonical
58
correlation sebesar 0,738 yang berarti bahwa hubungan antara persamaan
diskriminan dengan kelompok yang telah didefinisikan sebesar 73,8%.
Sementara kemampuan persamaan diskriminan mampu menjelaskan
varians dari variabel dependen yang diperoleh dari nilai canonical correlation
yang dikuadratkan sehingga diperoleh nilai 0,5446 atau 54,46% varians dari
variabel dependen yang hendak dibedakan oleh variabel independen dapat
dijelaskan melalui persamaan diskriminan yang telah dihasilkan.
Hasil pengujian hipotesis II untuk model Springate adalah sebagai berikut :
Tabel 4.12
Variables Entered/Removed(a,b,c,d) Model Springate
Step Entered Min. D Squared
Statistic Exact F Statistic Between Groups
Statistic df2 Sig. Statistic df1 df2 Sig. 1
WCTA 4.988
Bank Tidak Bermasalah and Bank Bermasalah
78.375 1 75.000 2.83E-013
At each step, the variable that maximizes the Mahalanobis distance between the two closest groups is entered. a Maximum number of steps is 8. b Maximum significance of F to enter is .05. c Minimum significance of F to remove is .10. d F level, tolerance, or VIN insufficient for further computation.
Tabel 4.13
Wilks' Lambda Model Springate
Step Number of Variables Lambda df1 df2 df3 Exact F
Statistic df1 df2 Sig. Statistic df1 df2 Sig. Statistic 1 1 .489 1 1 75 78.375 1 75.000 .000
59
Tabel 4.12 menyajikan variabel mana saja dari empat variabel pada model
Springate yang bisa dimasukkan (entered) dalam persamaan diskriminan dimulai
dari variabel yang memiliki angka F statistik terbesar. Pada tahap pertama angka
F hitung variabel WCTA adalah yang terbesar, mencapai 78.375. Sehingga pada
metode stepwise ini hanya variabel WCTA yang terpilih. Variabel WCTA ini
memiliki angka signifikan lebih kecil dari 0.05, dengan demikian, dari empat
variabel yang dimasukkan untuk rasio keuangan model Springate hanya ada satu
variabel yang signifikan. Sehingga, variabel WCTA secara signifikan
mempengaruhi bermasalah atau tidaknya suatu bank, serta hasil stepwise ini
mampu membedakan metode kondisi bank berdasarkan pada nilai Wilk’s Lambda
dan nilai minimum Mahalanobis distance.
Tabel 4.14
Variables in the Analysis Model Springate
Step Tolerance Sig. of F to Remove
1 WCTA 1.000 .000
Untuk tabel 4.14 menunjukkan perincian dari proses stepwise pada tabel
sebelumnya. Pada metode stepwise ini hanya variabel WCTA yang masuk ke
dalam model diskriminan. Hal ini disebabkan variabel tersebut mempunyai angka
Sig. of F to Remove yang paling sedikit, yakni 0,000 (jauh dibawah 0,05).
Tabel 4.15
Eigenvalues Model Springate
Function Eigenvalue % of Variance Cumulative % Canonical Correlation
1 1.045(a) 100.0 100.0 .715 a First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis.
60
Pada tabel eigenvalues model Springate merupakan rasio antara jumlah
kuadrat dalam kelompok dengan jumlah kuadrat antar kelompok. Persamaan
diskriminan yang dihasilkan tersebut mempunyai nilai eigenvalues sebesar 1.045
yang mampu menjelaskan 100% nilai koreksi antara persamaan diskriminan
dengan kelompok yang telah didefinisikan diukur dengan nilai canonical
correlation sebesar 0,715 yang berarti bahwa hubungan antara persamaan
diskriminan dengan kelompok yang telah didefinisikan sebesar 71,5%.
Sementara kemampuan persamaan diskriminan mampu menjelaskan
varians dari variabel dependen yang diperoleh dari nilai canonical correlation
yang dikuadratkan sehingga diperoleh nilai 0,5112 atau 51,12% varians dari
variabel dependen yang hendak dibedakan oleh variabel independen dapat
dijelaskan melalui persamaan diskriminan yang telah dihasilkan.
Penelitian ini menjelaskan variabel prediktor mana yang mempunyai
discriminating power dalam memprediksi kondisi bermasalah bank pada model
Altman maupun model Springate sehingga mendukung hipotesis II yang diajukan
oleh peneliti bahwa Model Altman dan Model Springate memiliki variabel
prediktor yang mempunyai discriminating power dalam memprediksi kondisi
bermasalah bank.
5. Pengujian Hipotesis III
Pengujian hipotesis III dengan metode stepwise ditunjukkan pada tabel
4.16 dan 4.17 memperlihatkan hasil perhitungan koefisien fungsi diskriminan
masing-masing model prediksi.
61
Tabel 4.6
Canonical Discriminant Function Coefficients Model Altman
Function 1
WCTA 16.654 MVEBVD .202 (Constant) -.916
Unstandardized coefficients
Berdasarkan tabel 4.16 tersebut diatas diperoleh fungsi diskriminan sebagai
berikut:
Z Score = - 0,916 + 16,654 WCTA + 0,202 MVEBVD
Persamaan model diskriminan Altman ini digunakan untuk menghasilkan
diskriminan score yang berfungsi untuk memprediksi pengklasifikasian suatu
objek (kelompok bermasalah atau tidak bermasalah).
Tabel 4.17
Functions at Group Centroids
Function Kondisi Bank 1
Bank Tidak Bermasalah .683 Bank Bermasalah -1.709
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
Dari hasil tabel Function of Group Centroids, kita akan menentukan
critical cutting score untuk pengklasifikasian tiap bank dengan formula sebagai
berikut :
ZCU = NAZB + NBZA
NA + NB
62
Dimana :
ZCU = Critical Cutting Score, angka kritis yang berfungsi sebagai cut off.
NA = Jumlah sampel dalam grup A (tidak bermasalah)
NB = Jumlah sampel dalam grup B (bermasalah)
ZA = Nilai centroid untuk grup A
ZB = Nilai centroid untuk grup B
ZCU = 55* (-1,709)+ 22* 0,683 55+22
ZCU = -1,026
Sehingga untuk model Altman penentuan nilai batas didasarkan pada nilai
rata-rata dari jumlah Z total score dari masing-masing bank yang diperoleh nilai -
1,026. Standar yang digunakan untuk menilai bahwa bank tersebut dikategorikan
bermasalah atau tidak bermasalah adalah :
a. Bila Z score hitung < -1,026 maka bank dikategorikan bermasalah.
b. Bila Z score hitung > -1,026 maka bank dikategorikan tidak bermasalah.
Contoh untuk sampel pertama Bank Mutiara triwulan I tahun 2007
Z1 = - 0,916 + 16,654 (-0,035) + 0,202 (0,021)
Z1 = -1,49.
Oleh karena nilai Z1 < -1,026 maka sampel pertama Bank Mutiara
triwulan I tahun 2007 diklasifikasikan dalam kategori bank bermasalah. Hasil
lengkap perhitungan diskriminan skor untuk bank-bank lainnya dapat dilihat pada
tabel casewise di output diskriminan model Altman. Tabel casewise statistic berisi
rincian tiap objek dan pengklasifikasiannya berdasarkan model diskriminan
Altman yang terbentuk (predicted group) dan dibandingkan dengan kondisi
63
sebenarnya (actual group). Contoh untuk sampel pertama Bank Mutiara triwulan I
tahun 2007 pada data aktualnya dikategorikan dalam kelompok kondisi bank
bermasalah dan hasil predicted group-nya juga dikelompokkan dalam kondisi
bank bermasalah. Pada sampel ketiga untuk Bank Mayapada triwulan I tahun
2007 data aktualnya adalah tidak bermasalah kemudian oleh model diskriminan
Altman dikelompokkan menjadi bank bermasalah (terjadi salah klasifikasi). Ada 4
bank yang diberi tanda ** yang terjadi salah klasifikasi menurut model Altman
yaitu bank dengan nomor urut sampel 3, 29, 30 dan 71.
Dari tabel 4.18 merupakan tabel Classification Result yang
menggambarkan crosstabulasi antara model awal (original) dengan
pengklasifikasian hasil model diskriminan (predictif group membership). Untuk
tes keakuratan pengelompokkan bank bermasalah dan tidak bermasalah dalam
tabel ini menyatakan pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari variabel
terikat yaitu kondisi bank, dalam hal ini bank bermasalah (1) dan bank tidak
bermasalah (0). Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada
diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Hasilnya menunjukkan pada
kolom, prediksi bank yang bermasalah ada 19 bank-bank bermasalah, sedangkan
pada baris hasil observasi sesungguhnya yang bermasalah terdapat 22 bank. Jadi
ketepatan model Altman ini untuk bank yang bermasalah adalah 19/22 atau
86,4%. Prediksi bank yang tidak bermasalah ada 55 bank-bank tidak bermasalah
sedangkan pada baris, hasil observasi sesungguhnya yang tidak bermasalah 54
bank dan 1 sisanya bermasalah. Jadi ketepatan model Altman ini untuk bank yang
64
tidak bermasalah adalah 54/55 atau 98,2%. Untuk tingkat akurasi keseluruhan
sebesar 94,8% sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.18 (Lampiran Halaman 15).
Tabel 4.18
Classification Result Model Altman
Prediksi
Bank
Kondisi
Bank Tidak
Bermasalah
Bermasalah Tingkat
Akurasi (%)
Bank Tidak Bermasalah 54 1 98,2%
Bank Bermasalah 3 19 86,4%
Tingkat Akurasi
Keseluruhan
Type 1 Error
Type 2 Error
94,8%
3,90%
1,30%
Sumber Data : Output SPSS, diolah
Hasil pengujian untuk model Springate dengan metode stepwise adalah sebagai berikut :
Tabel 4.19
Canonical Discriminant Function Coefficients Model Springate
Function 1
WCTA 18.505 (Constant) -.755
Unstandardized coefficients
Berdasarkan tabel 4.19 tersebut diatas diperoleh fungsi diskriminan sebagai
berikut:
Z Score = - 0,755 + 18,505 WCTA
65
Persamaan model diskriminan Springate ini digunakan untuk
menghasilkan diskriminan score yang berfungsi untuk memprediksi
pengklasifikasian suatu objek (kelompok bermasalah atau tidak bermasalah).
Tabel 4.20
Functions at Group Centroids Model Springate
Function Kondisi Bank 1
Bank Tidak Bermasalah .638 Bank Bermasalah -1.595
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
Dari hasil tabel Function of Group Centroids, kita akan menentukan
critical cutting score untuk pengklasifikasian tiap bank dengan formula sebagai
berikut :
SCU = 55* (-1,595)+ 22* 0,638 55+22
SCU = -0,957
Sehingga untuk model Springate penentuan nilai batas didasarkan pada
nilai rata-rata dari jumlah S total score dari masing-masing bank yang diperoleh
nilai -0,957. Standar yang digunakan untuk menilai bahwa bank tersebut
dikategorikan bermasalah atau tidak bermasalah adalah :
c. Bila S score hitung < -0,957 maka bank dikategorikan bermasalah.
d. Bila S score hitung > -0,957 maka bank dikategorikan tidak bermasalah.
Contoh untuk sampel pertama Bank Mutiara triwulan I tahun 2007
S1 = - 0,755 + 18,505 (-0,035)
S1 = -1,40.
66
Oleh karena nilai S1 < -0,957 maka sampel pertama Bank Mutiara
triwulan I tahun 2007 diklasifikasikan dalam kategori bank bermasalah. Hasil
lengkap perhitungan diskriminan skor untuk bank-bank lainnya dapat dilihat pada
tabel casewise di output diskriminan model Springate. Tabel casewise statistic
berisi rincian tiap objek dan pengklasifikasiannya berdasarkan model diskriminan
Springate yang terbentuk (predicted group) dan dibandingkan dengan kondisi
sebenarnya (actual group). Contoh untuk sampel pertama Bank Mutiara triwulan I
tahun 2007 pada data aktualnya dikategorikan dalam kelompok kondisi bank
bermasalah dan hasil predicted group-nya juga dikelompokkan dalam kondisi
bank bermasalah. Pada sampel ketiga untuk Bank Mayapada triwulan I tahun
2007 data aktualnya adalah tidak bermasalah kemudian oleh model diskriminan
Springate dikelompokkan menjadi bank bermasalah (terjadi salah klasifikasi).
Ada 4 bank yang diberi tanda ** yang terjadi salah klasifikasi menurut model
Springate yaitu bank dengan nomor urut sampel 3, 29, 30 dan 71.
Dari tabel 4.21 merupakan tabel Classification Result yang
menggambarkan crosstabulasi antara model awal (original) dengan
pengklasifikasian hasil model diskriminan (predictif group membership). Untuk
tes keakuratan pengelompokkan bank bermasalah dan tidak bermasalah dalam
tabel ini menyatakan pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari variabel
terikat yaitu kondisi bank, dalam hal ini bank bermasalah (1) dan bank tidak
bermasalah (0). Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada
diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Hasilnya menunjukkan pada
kolom, prediksi bank yang bermasalah ada 19 bank-bank bermasalah, sedangkan
67
pada baris hasil observasi sesungguhnya yang bermasalah terdapat 22 bank. Jadi
ketepatan model Springate ini untuk bank yang bermasalah adalah 19/22 atau
86,4%. Prediksi bank yang tidak bermasalah ada 55 bank-bank tidak bermasalah
sedangkan pada baris, hasil observasi sesungguhnya yang tidak bermasalah 54
bank dan 1 sisanya bermasalah. Jadi ketepatan model Springate ini untuk bank
yang tidak bermasalah adalah 54/55 atau 98,2%. Untuk tingkat akurasi
keseluruhan sebesar 94,8% sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.21 (Lampiran
Halaman 29).
Tabel 4.21
Classification Result Model Springate
Prediksi
Bank
Kondisi
Bank Tidak
Bermasalah
Bermasalah Tingkat
Akurasi (%)
Bank Tidak Bermasalah 54 1 98,2%
Bank Bermasalah 3 19 86,4%
Tingkat Akurasi
Keseluruhan
Type 1 Error
Type 2 Error
94,8%
3,90%
1,30%
Sumber Data : Output SPSS, diolah
Penelitian ini menjelaskan ketepatan prediksi kondisi bermasalah yang
menghasilkan tingkat akurasi keseluruhan yang sama yakni sebesar 94,8%
sehingga mendukung hipotesis III yang diajukan oleh peneliti bahwa Model
68
Altman dan Model Springate memiliki ketepatan untuk memprediksi kondisi
bermasalah.
C. Interpretasi Hasil Penelitian
Pada Test of Equality of Group Means untuk model Altman didapatkan
hasil bahwa variabel rasio keuangan WCTA, RETA, dan MVEBVD memiliki
perbedaan yang signifikan antara kondisi bank yang tidak bermasalah dengan
bank yang bermasalah. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan oleh Siti Rodliyah (2005), Ryan Aryafinanda (2006),
Muhammad Rifqi (2009) yang menunjukkan bahwa rasio keuangan model
Altman memiliki perbedaan yang signifikan untuk memprediksi kondisi
bermasalah.
Untuk Test of Equality of Group Means pada model Springate didapatkan
hasil bahwa variabel rasio keuangan WCTA memiliki perbedaan yang signifikan
antara kondisi bank yang tidak bermasalah dengan bank yang bermasalah. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Muhammad Rifqi (2009) yang menunjukkan bahwa rasio keuangan model
Springate memiliki perbedaan yang signifikan untuk memprediksi kondisi
bermasalah.
Untuk variabel WCTA pada Model Altman dan Model Springate memiliki
perbedaan yang signifikan antara kondisi bank yang tidak bermasalah dengan
bank yang bermasalah disebabkan karena WCTA merupakan rasio likuiditas yang
berarti menunjukkan bahwa seberapa besar kemampuan bank dalam melunasi
69
kewajiban-kewajiban keuangan yang segera dapat dicairkan pada saat jatuh
tempo.
Jika deposan akan menarik atau menguangkan kembali titipannya dan
bank tidak mampu membayar maka akan timbul keresahan nasabah. Sehingga
mendorong masyarakat untuk berbondong-bondong dating ke bank dan jika bank
tidak mampu melunasi kewajibannya dengan sendirinya bank tidak lagi dipercaya
masyarakat, sehingga variabel WCTA mampu membedakan kondisi bank yang
bermasalah dan bank yang sehat serta mampu mempengaruhi kondisi bermasalah
bank. Hasil penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Agus
Daryanto (1991) yakni tidak ada bank yang bangkrut karena rentabilitas, tapi
suatu bank akan bangkrut karena likuiditas.
Untuk variabel RETA pada model Altman memiliki perbedaan yang
signifikan antara bank yang tidak bermasalah dan bank yang bermasalah
disebabkan karena variabel RETA merupakan rasio profitabilitas yang
menunjukkan bahwa apabila bank memiliki tingkat laba yang cukup maka
keuntungan bank tersebut dapat dibagi kepada pemegang saham dan atas
persetujuan pemegang saham sebagian dari laba dapat disisihkan sebagai
cadangan. Sehingga dengan bertambahnya cadangan akan menaikkan kredibilitas
bank tersebut dimata masyarakat.
Profitabilitas dari bank dengan modal bank kuat maka membuat deposan
tidak perlu merasa bimbang terhadap risiko seandainya simpanannya tidak dapat
dilunasi oleh bank. Modal besar akan menutupinya jika terjadi kerugian atau
risiko bank. Sebaliknya jika profitabilitas bank kecil maka bank akan mempunyai
70
sedikit cadangan yang apabila bank tersebut mengalami financial distress maka
bank akan sulit untuk menutupi kerugian-kerugian dan risiko bank. Sehingga
variabel RETA memiliki perbedaan yang signifikan antara kondisi bank yang
tidak bermasalah dengan bank yang bermasalah.
Untuk variabel MVEBVD pada model Altman memiliki perbedaan yang
signifikan antara bank yang tidak bermasalah dan bank yang bermasalah
disebabkan karena variabel MVEBVD merupakan rasio leverage yang
menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Dalam rasio
leverage juga menunjukkan proporsi hutang perusahaan, apabila hutang
perusahaan semakin besar maka semakin besar pula risiko perusahaan mengalami
kebangkrutan. Sehingga variabel MVEBVD mampu membedakan kondisi bank
yang bermasalah dan bank yang sehat serta mampu mempengaruhi kondisi
bermasalah bank.
Berdasarkan classification result model Altman diperoleh hasil bahwa
model Altman memiliki tingkat ketepatan untuk memprediksi kondisi bermasalah
suatu bank sebesar 94,8%, begitu pula dengan classification result yang diperoleh
dari model Springate yakni sebesar 94,8%. Hal ini menunjukkan bahwa menurut
peneliti tidak terdapat klasifikasi yang berbeda yang ditunjukkan oleh model
Altman maupun model Springate karena hasil prosentase ketepatan klasifikasi
yang sama nilainya. Untuk model Altman terdapat 3 variabel rasio keuangan yang
berbeda signifikan untuk kondisi bank, sementara model Springate hanya terdapat
1 variabel rasio keuangan yang berbeda signifikan. Selain itu model Altman dari
71
segi variabel prediktor yang mempunyai discriminating power memiliki 2
variabel rasio keuangan yang menjadi prediktor yakni WCTA dan MVEBVD,
sementara untuk model Springate hanya terdapat satu variabel yang memiliki
discriminating power. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Siti Rodliyah (2005), Robert Cristian Santoso (2006), Ryan
Aryafinanda (2006) yang menyatakan bahwa model Altman memiliki tingkat
ketepatan dalam memprediksi kondisi bermasalah bank / perusahan. Untuk
ketepatan model Springate maka hasil penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Robert Cristian Santoso (2006) dan Muhammad
Rifqi (2009) yang menyatakan bahwa model Springate memiliki tingkat ketepatan
dalam memprediksi kondisi bermasalah bank / perusahan.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini yang
menggunakan dua model rasio keuangan yakni model Altman dan model
Springate maka diperoleh beberapa kesimpulan antara lain :
1. Rasio keuangan model Altman memiliki perbedaan yang signifikan antara
bank yang bermasalah dengan bank tidak bermasalah yang ditunjukkan
oleh variabel WCTA, RETA dan MVEBVD. Untuk rasio keuangan model
Springate juga memiliki perbedaan yang signifikan antara bank yang
bermasalah dengan bank tidak bermasalah yang ditunjukkan oleh variabel
WCTA.
2. Pada model Altman variabel predictor yang mempunyai discriminating
power adalah WCTA dan MVEBVD. Untuk model Springate variabel
predictor yang mempunyai discriminating power adalah adalah WCTA.
3. Berdasarkan classification result model Altman dan model Springate
memiliki ketepatan dalam memprediksi kondisi bermasalah bank dengan
tingkat akurasi yang sama yakni sebesar 94.8%.
C. Implikasi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian-
penelitian di bidang keuangan yang menggunakan model Altman dan Model
73
Springate dan mendorong arah riset di bidang keuangan untuk menggunakan
kedua model tersebut. Bagi dunia perbankan, khususnya Bank Indonesia sebagai
bank sentral di Indonesia, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan
acuan untuk memprediksi kondisi bermasalah bank. Kemudian model prediksi
kondisi bermasalah bank ini dapat juga digunakan sebagai early warning system
oleh pihak pengelola bank. Yaitu sebagai alat untuk mengetahui sedini mungkin
apakah bank memiliki sinyal bermasalah atau tidak, sehingga pengelola bank
dapat segera melakukan pembenahan apabila bank tersebut diprediksi bermasalah
agar bank yang bersangkutan tidak mengalami kondisi keuangan yang lebih
buruk.
Hendaknya bagi manajemen bank minimal satu tahun sekali melakukan
evaluasi terhadap kinerja keuangannya dengan menggunakan analisis diskriminan
model Altman dan model Springate karena bisa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja keuangan berubah seiring perkembangan bank dan
ekonomi pada umumnya. Bagi bank yang mengalami kondisi bermasalah rata-rata
disebabkan kecilnya rasio likuiditas (WCTA), sehingga untuk memperbaiki
kinerja bank, maka manajemen harus meningkatkan working capital dengan cara
meningkatkan asset lancar.
74
DAFTAR PUSTAKA
Afif, Faisal, dkk. “Strategi dan operasional bank”, Penerbit PT. Eresco Bandung,
1996. Altman, E, I. “Financial ratios, Discriminant analysis and the prediction of
corporate bankruptcy”, Journal of Finance, Vol. XXIII No. 4, PP-589-609, September 1968.
Altman, E, I. “Predicting financial distress of companies: revisiting the Z-Score
and zeta models”, Journal of Banking and Finance, 2000. Angelina, Liza. “Perbandingan early warning system (EWS) untuk memprediksi
kebangkrutan bank umum di Indonesia”, Buletin ekonomi moneter dan perbankan, Desember 2004.
Aryati, Titik dan Hekinus Manao. “Rasio keuangan sebagai prediktor bank
bermasalah di Indonesia”, Simposium Nasional Akuntansi III, IAI, halaman 27-44, September 2000.
Bank Indonesia : Bank Sentral Republik Indonesia, “Tinjauan kelembagaan
kebijakan dan organisasi”, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, 2003.
Beaver, William, H. “Financial ratios as predictors of failure”, empirical
research in accounting, selected studies and discussions by Preston K Mears and by John Netor, PP 71-127, 1966.
Boritz, J., Efrim, et all. “Predicting business failure in Canada”, January 15,
2007. Boy, Andree. “Analisis rasio keuangan untuk memprediksi financial distress
perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Brahmana, Rayenda, K. “Identifying financial distress condition in Indonesia
manufacture industry”, 2005. Darmawi, Hermawan. “Pasar financial dan lembaga-lembaga financial”, Penerbit
Bumi Aksara, April 2006. Dykman, Dukes, Davis. “Akuntansi intermediate”, Penerbit Erlangga, 1996.
75
Endri. “Prediksi kebangkrutan bank untuk menghadapi dan mengelola perubahan lingkungan bisnis:Analisis model Altman Z-Score”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, ISSN. 1078-9017, 2009.
Etty M. Nasser, Titik Aryati. “Model analisis CAMEL untuk memprediksi
financial distress pada sektor perbankan yang go public”, Jurnal auditing dan akuntan Indonesia, Volume 4, No. 2, Jakarta, Desember 2000.
Faguet, Dmitri. “Practical Financial Management”, John Wiley & Sons, Inc.
2003. Fanny, Margareta dan Sylvia Saputra. “Opini audit going concern: Kajian
berdasarkan model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi kantor akuntan publik (studi pada emiten Bursa Efek Jakarta)”, SNA VIII, Solo, September 2004.
Foster, George. “Financial statement analysis”, Prentice Hall, Englewood Cliffs,
New Jersey, 1986. Ghazali, Imam. “Analisis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2006. Hadad, M.D., W. Santoso dan Ita Rulina. “Indikator kepailitan di Indonesia; an
additional early warning tools pada stabilitas keuangan”, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, 2003.
Hadad, M.D., W. Santoso, Sarwedi. “Model prediksi kepailitan Bank Umum di
Indonesia”, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank di Indonesia, 2004.
Haryati, Sri. “Analisis kebangkrutan bank”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Volume 16, No. 4, Halaman 336-345, 2001. Jordan, Ross, Westerfield, Jalfe. “Corporate finance core principles in
applications”, Mc Graw Hill-Irwin, 2007. Jordan, Ross, Westerfield. “Fundamentals of corporate finance”, Mc Graw-Hill
Irwin, 2002. Kahya E. dan P. Theodossiou. “Predicting corporate financial distress: A time-
series cusum methodology, review of quantitative finance and accounting”, 13, 4:ABI/INFORM Global PG. 323, 1999.
Kariawan, Hendi. “Perekonomian Indonesia dari bangkrut menuju makmur”,
Teplok Press, Januari 2003.
76
Lalumaerissa, Julius, R. “Mengenal aspek-aspek operasi bank umum”, Penerbit Bumi Aksara, 1999.
Latief, Dochak. “Pembangunan ekonomi dan kebijakan ekonomi global”,
Muhammadiyah University Press, 2002. Luciana, S.A. “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial
distress suatu perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (JRAI), Vol 7 No.1, 2004.
Luciana, S.A. “Prediksi kondisi financial distress perusahaan go public dengan
menggunakan analisis multinomial logit”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol XII No. 1, ISSN:0854-9087, Maret 2006.
Luciana, S.A. dan Kristijadi. “Analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi
financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI). Vol.7 No.2. ISSN, 1410-2420, 2003.
Manurung, Mandala dan Prathama, Rahardja. “Uang, perbankan dan ekonomi
moneter (kajian kontekstual Indonesia), Penerbitan fakultas ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Mishkin, Frederic, S. “Ekonomi uang, perbankan, dan pasar keuangan”, Penerbit
Salemba, Buku 1 Edisi 8, 2008. Muslim, Rahman. “Prediksi kondisi financial distress perusahaan go public
dengan menggunakan analisis multinomial logit”, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Myers, Brealey. “Principles of corporate finance”, Mc Graw-Hill, 2003. Ohlson, James A. “Financial ratios and the probability prediction of
bankruptcy”, Journal of Accounting Research, Vol. 18 No.1 Spring PP. 109-131, 1980.
Platt, H. dan M. B. Platt. “Development of a class of stable predictive variables:
The case of bankruptcy predictions”, Jurnal of Business Finance and Accounting 17: 31-51, 1990.
Prasetiantono, A. “Bencana financial”, Penerbit Buku Kompas, 2008. Prasetiantono, Tony, A. “Rambu-rambu yang diabaikan”, Penerbit Buku
Kompas, September 2005.
77
Prihadi, Toto. “Deteksi cepat kondisi keuangan : 7 analisis rasio keuangan studi kasus perusahaan Indonesia”, Pengembangan Eksekutif, 2008.
Putranto, Hartri. “Kompilasi manajemen keuangan”, Fakultas Ekonomi
Universitas Mercubuana, 2009. Rahmat, T. “Penerapan Z-Score untuk memprediksi kesulitan keuangan dan
kebangkrutan perbankan indonesia (studi kasus kebijaksanaan Bank Indonesia tanggal 13 Maret 1999 terhadap 18 bank publik)”, Jakarta, 2002.
Rodliyah, Siti. “Penerapan analisis diskriminan Altman untuk memprediksi
tingkat kebangkrutan (studi kasus pada perusahaan tekstil dan produk tekstil yang tercatat di Bursa Efek Jakarta), 2004.
Ross M. Miller. “Experimental economics”, Willey, 2002. Rudyawan, Arry, Pratama dan I Nyoman Dewa Badera. “Opini audit going
concern kajian berdasarkan model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi auditor”, 2008.
Samaroni, Umaris. “Penentuan indikator kebangkrutan perusahaan properti pada
Bursa Efek Jakarta periode tahun 1999-2003”, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
Santosa, Arga, Fajar dan Linda Kusumaning Wedasi. “Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kecendrungan penerimaan opini audit going concern”, JAAI Volume II No. 2, Desember 2007.
Sarwanih. “Perbandingan antara Model Altman dan Model Shumway terhadap
prediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur”, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Edisi Keempat, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. Simorangkir, O.P. “Pengantar lembaga keuangan bank dan non bank”, Ghalia
Indonesia, 2004. Sugiarto, Agus, Eko. “Aplikasi statistik dengan SPSS 16.0”, Prestasi Pustakaraya,
Jakarta, 2009. Suharyadi dan Purwanto. “Statistika untuk ekonomi dan keuangan modern”,
Penerbit Salemba 4, 2004.
78
79
Suranto dan Anand Miftachur Riza. “Penentuan strategi pemasaran berdasarkan perilaku konsumen dengan metode diskriminan (kasus di PT. Gudang Rabat Alfa Retailindo Solo)”, Jurnal Ilmiah Teknik Industri Volume 04 No. 01, Agustus 2005.
Umar, Husein. “Research methods in finance and banking”, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2002. Wawan, Hermawan dan Tari, Lestari. “Analisis Multivariat dan Aplikasi SPSS”,
Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, 2007. Whitaker, R. B. “The early stages of financial distress”, Journal of Economics and
Finance, 23:123-133. Wilopo. “Prediksi kebangkrutan bank”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Volume 4 No. 2, Mei 2001. Yamin, Sofyan dan Heri Kurniawan. “SPSS Complete teknik analisis statistik
terlengkap dengan software SPSS”, Salemba Infotek, 2009.