analisis spasial kejadian demam berdarah dengue

28
ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA SEMARANG Disusun Guna Memenuhi Tugas Manajemen Lingkungan Dosen Pengampu: Arum Siwiendrayanti, S.KM, M.Kes Disusun Oleh : Ganies Pradhitya S (6411412231) ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

Upload: ganiespradhitya

Post on 09-Nov-2015

232 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tugas manajemen lingkungan

TRANSCRIPT

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA SEMARANG

Disusun Guna Memenuhi Tugas Manajemen LingkunganDosen Pengampu: Arum Siwiendrayanti, S.KM, M.Kes

Disusun Oleh :

Ganies Pradhitya S(6411412231)

ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAANUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2015

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang cenderung meningkat jumlah kasusnya dan penyebarannya, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa dan kematian. DBD menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamus Aedes yang cenderung semakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Permenkes, 1992). Penyebaran geografis dari vektor nyamuk telah menyebabkan munculnya DBD dalam 25 tahun terakhir dengan perkembangan hiperendemisitas pada pusat perkotaan di daerah tropis. (WHO,2012). Berdasarkan data yang didapat dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, menurut WHO sejak tahun tahun 1968 hingga tahun 2009, Indonesia merupakan negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (WHO,2012). Seluruh wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Permenkes, 1992).Penyakit DBD masih merupakan permasalahan yang serius di Provinsi Jawa Tengah. Angka kesakitan DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2011 (15,27/100.000 penduduk) dan masih dalam target nasional yaitu 40.000 jiwa/km2. Sedangkan pada Kecamatan Mijen dan Kecamatan Tugu memiliki kepadatan penduduk yang rendah yaitu 60 tahun, sebanyak 7 kasus atau 0,3%. Jika dilihat dari sudut pandang lebih luas lagi maka golongan usia balita dan usia sekolah yang palin dominan.

2.2.4 Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Jentik VektorJumlah kepadatan jentik vektor dapat dilihat melalui rata-rata nilai Angka Bebas Jentik (ABJ). Suatu wilayah memiliki kepadatan jentik vektor tinggi apabila nilai ABJ di bawah 95%. Adapun jumlah kejadian DBD berdasarkan kepadatan penduduk dan kepadatan jentik vektor do Kota Semarang:KecamatanIR DBDKepadatan PendudukABJ

Semarang Tengah80,1842.95386

Semarang Utara72,918.50684,74

Semarang Timur97,0510.38981,62

Semarang Selatan175,989.91783,46

Semarang Barat87,438.16376,48

Gayamsari123,5742.95391,08

Candisari127,8013.67473,62

Gajahmungkur163,456.86461,94

Genuk195,523.29682,76

Pedurungan186,748.50681,58

Tembalang218,202.40078,2

Banyumanik145,155.39981,22

Gunungpati111,56107683,32

Mijen 75,8362482,09

Ngaliyan2172.88576,55

Tugu79,8177983,26

Jika dilihat berdasarkan wilayah kelurahan, diketahui bahwa pada tahun 2013 IR DBD paling tinggi terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah yaitu