analisis stilistika dan nilai pendidikan pada novel .../analisis... · menyatakan bahwa skripsi...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN
PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA
KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
SKRIPSI
Oleh:
Ahmad Ali Ihsanudin
K1208018
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ahmad Ali Ihsanudin
NIM : K1208018
Jurusan /Program Studi : PBS/ Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI
PENDIDIKAN PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY” ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
Ahmad Ali Ihsanudin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN
PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA
KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Oleh:
Ahmad Ali Ihsanudin
K1208018
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Ahmad Ali Ihsanudin. K1208018. ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI
PENDIDIKAN PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) pemakaian majas
dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra, (2) penggunaan pilihan kata dan idiom
dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra, (3) citraan dalam novel Pudarnya Pesona
Cleopatra, dan (4) nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona
Cleopatra .
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Sumber data adalah novel
Pudarnya Pesona Cleopatra cetakan ke-12 dan artikel-artikel dari internet. Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, teknik simak dan catat dan juga
wawancara. Validitas yang digunakan adalah triangulasi teori. Teknik analisis data
yang digunakan adalah analisis mengalir (flow model of analysis) yang meliputi tiga
komponen, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur
penelitian yang dilakukan terdiri atas beberapa tahap, yaitu pengumpulan data,
penyeleksian data, menganalisis data yang telah diseleksi, dan membuat laporan
penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) pada novel Pudarnya
Pesona Cleopatra digunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut yaitu: (a)
hiperbola, (b) personifikasi, (c) simile, (d) metafora, (e) metonimia, (f) antitesis, (g)
repetisi, (h) aliterasi, (i) epifora, (j) paradoks, (k) sinekdoke, (l) litotes, dan (m)
eponim;(2) Banyak digunakan kata serapan dari bahasa asing terutama bahasa Arab.
Selain itu terdapat pula kata serapan dari bahasa Jawa dan bahasa Inggris; (3) Citraan
yang digunakan pengarang adalah citraan penglihatan, pendengaran, dan citraan
gerak; dan (4) Nilai-nilai pendidikan meliputi: (a) nilai pendidikan religiusnya adalah
untuk memilih pasangan yang lebih diutamakan adalah agamanya, bukan karena
kecantikan. Kecantikan bisa sirna tetapi agama akan tetap kekal abadi, (b) nilai
pendidikan moralnya adalah untuk menepati janji dan taat kepada orang tua, (c) nilai
pendidikan sosial adalah untuk bisa hidup membaur dengan masyarakat salah satunya
dengan menghadiri undangan jika diundang, dan d) nilai pendidikan budayanya
adalah pernikahan berbeda budaya tidaklah dianjurkan karena perbedaan cara
pandang akan membuat rumah tangga tidak harmonis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
”Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku
bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ’Arsy yang agung ”
(QS. At-Taubah : 129)
”Apa pun yang terjadi jangan jadikan beban. Berserah diri sepenuhnya kepada-Nya
dan yakinlah Dia telah merencanakan yang terbaik untukmu”
( Muryati )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan dengan segala cintaku
untuk:
1. Orang tua tercinta, Bapak Munjiyat dan Ibu
Suyamti yang selalu memberikan restu dalam
setiap langkahku;
2. Adik-adikku, Siti Nurul Kholifah, Asri Ayu Q,
M. Fahmi Rosyada yang membuatku mengerti
indahnya berbagi dalam ikatan persaudaraan;
3. Muryati, seseorang yang selalu memotivasiku
dan memberiku semangat untuk maju; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
4. Teman-teman Bastind Angkatan 2008, begitu
indah hari-hari yang terlewati bersama kalian.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi
ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN
PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan, pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni;
3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S.,M.Hum, Ketua Program Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta;
4. Prof. Dr. Herman J Waluyo, M.Pd, selaku Pembimbing I, yang selalu
memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
5. Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan bekal ilmu kepada penulis;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
7. Prof. Soediro Satoto, yang telah memberikan bimbingan selama proses analisis
data;
8. Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan motivasi untuk terus belajar
dan berjuang;
9. Adik-adikku yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi yang terbaik;
10. Seseorang yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepadaku; dan
11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ..................................................................................................... i
PERNYATAAN ....................................................................................... ii
PENGAJUAN .......................................................................................... iii
PERSETUJUAN ...................................................................................... iv
PENGESAHAN ....................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................... vi
MOTTO ................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN .................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .............................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan .............................. 9
1. Hakikat Novel dan Bahasa Novel ........................................ 9
a. Pengertian Novel ............................................................ 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
b. Bahasa Novel ................................................................. 11
2. Hakikat Stilistika
a. Pengertian Stilistika ....................................................... 12
b. Stilistika Sebagai Ilmu ................................................... 14
c. Bidang Kajian Stilistika ................................................. 15
d. Aspek Stilistika ............................................................. 16
3. Hakikat Gaya Bahasa .......................................................... 21
a. Pengertian Gaya Bahasa ................................................. 21
b. Fungsi Gaya Bahasa ....................................................... 22
c. Jenis-jenis Gaya Bahasa .................................................. 23
4. Hakikat Nilai Pendidikan .................................................... 40
a. Pengertian Nilai .............................................................. 40
b. Pengertian Pendidikan .................................................... 41
c. Macam-macam Nilai Pendidikan ................................... 42
5. Penelitian yang Relevan ...................................................... 44
B. Kerangka Berpikir ................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 49
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................... 49
C. Data dan Sumber Data ............................................................. 50
D. Teknik Pengambilan Sampel .................................................... 51
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 51
F. Validitas Data .......................................................................... 52
G. Teknik Analisis Data ............................................................... 53
H. Prosedur Penelitian ................................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Kepengarangan Habiburrahman El Shirazy ....................... 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
2. Hasil Karya Habiburrahman El Shirazy ............................ 56
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Pemanfaatan Majas .......................................................... 57
2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom ................................. 77
3. Pemanfaatan Citraan .......................................................... 83
4. Analisis Nilai Pendidikan ................................................. 85
C. Pembahasan
1. Pemanfaatan Majas .......................................................... 92
2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom ................................. 93
3. Pemanfaatan Citraan .......................................................... 95
4. Analisis Nilai Pendidikan .................................................. 95
BAB V SIMPULAN,IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................ 96
B. Implikasi ................................................................................ 98
C. Saran ...................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 103
LAMPIRAN ................................................................................................ 107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Berpikir .................................................................................... 48
2. Model Analisis Mengalir .......................................................................... 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rencana Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 49
2. Contoh Kartu Data ..................................................................................... 52
3. Distribusi Frekuensi Gaya bahasa .............................................................. 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kover Novel Pudarnya Pesona Cleopatara ........................................... 107
2. Sinopsis Novel Pudarnya Pesona Cleopatara ....................................... 108
3. Biografi Pengarang ............................................................................... 110
4. Hasil Wawancara .................................................................................. 114
5. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi .......... 117
6. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ........................................... 118
7. Surat Pernyataan Wawancara ............................................................... 119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
SINGKATAN
PPC = Pudarnya Pesona Cleopatra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah hasil karya manusia, baik lisan maupun tulisan yang
menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang
dominan (Ali Imron, 2009:2). Suatu karya sastra diciptakan oleh sastrawan melalui
perenungan yang mendalam dengan tujuan untuk dinikmati, dipahami, dan diilhami
oleh masyarakat. Karya sastra merupakan tanggapan sastrawan terhadap realita sosial
yang dihadapinya. Selanjutnya, karya sastra tidak saja lahir dari fenomena–fenomena
kehidupan lugas, tetapi juga kesadaran sastrawan bahwa sastra sebagai sesuatu yang
imajinatif dan fiktif, sehingga harus dipertanggungjawabkan dan memiliki tujuan.
Atar Semi (1993:8) mengatakan bahwa karya sastra merupakan bentuk dan
hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan
menggunakan bahasa sebagai medianya. Bahasa sangatlah penting dalam proses
terciptanya sebuah karya sastra yang memiliki “rasa” tinggi. Karya sastra juga harus
mempunyai nilai edukatif yang baik, karena sastra adalah hasil dari perasaan
penulisnya. Bahasa dan sastra memiliki hubungan erat, atau dengan kata lain sastra
tidak lepas dari bahasa
Media ekspresi sastra adalah bahasa. Bahasa merupakan sarana pengungkapan
sastra. Sastra lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihan”nya itu
hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. Bahasa dalam karya sastra
menurut Burhan Nurgiyantoro (dalam Gorys Keraf, 2007) mengandung unsur
dominan emotif dan bersifat konotatif. Unsur emotif dan sifat konotatif ditonjolkan
untuk memenuhi unsur estetis yang ingin diciptakan. Sementara itu Teeuw
(1984:131) menyebutkan, menurut kaum formalitas, kumpulan teoretikus sastra Rusia
awal abad 20, menyatakan bahwa bahasa sastra memiliki deotomatisasi,
penyimpanagan dari cara penuturan yang dianggap sebagai proses sastra yang
mendasar. Setiap pengarang memiliki konsep berbeda–beda dalam melahirkan suatu
cipta sastra. Setiap pengarang akan memperlihatkan penggunaan bahasa dengan ciri-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ciri tertentu dan akan memperlihatkan ciri-ciri individualisme, originalitas, dan gaya
masing-masing sastrawan.
Sudaryanto (dalam Sumarlam, 2003: 3) menyatakan bahwa salah satu dari
fungsi bahasa adalah fungsi tekstual. Fungsi tekstual berkaitan dengan peranan
bahasa untuk membentuk mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi yang
memungkinkan digunakannya bahasa oleh pemakainya baik secara lisan maupun
tertulis. Adapun menurut Sumarlam (2003: 3), salah satu fungsi dari bahasa adalah
fungsi imajinatif. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan,
atau kisah yang imajinatif. Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita, dongeng,
menuliskan cerpen, novel, dan sebagainya.
Salah satu karya sastra yang popular adalah novel. Novel menjadi bagian dari
karya sastra dan sebagai hasil pekerjaan kreasi manusia. Novel tidak akan pernah
lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan
manusia sangat erat kaitannya karena keberadaan sastra sering bermula dari
pemasalahan serta persoalan dengan daya imajinasi yang tinggi. Pengarang
menuangkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya menjadi karya sastra.
Novel menjadi salah satu bagian dari bahasa tulis yang perkembangannya
tidak luput dari kreativitas pengarangnya. Wujud dari kreativitas pengarang tersebut
salah satunya melalui gaya bahasa. Untuk memperindah penceritaan novel biasanya
penulis memasukkan unsur-unsur gaya bahasa sebagai pembangun cerita itu sendiri.
Unsur-unsur kebahasaan dalam suatu novel merupakan sumber bahan yang cukup
luas untuk dipelajari. Unsur yang perlu dipelajari itu, antara lain:dialek, register, gaya
bahasa, dan idiolek. Untuk mendeskripsikan dan membuat definisi dalam novelnya,
penulis menggunakan pola kebahasaan yang seragam dari awal sampai akhir.
Sementara itu, Aminuddin (1995:116 ) mengatakan bahwa dalam kreasi penulisan
sastra, bahasa dan sastra merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Keduanya dapat
diandaikan sebagai kekuatan buta yang harus dibedah dan ditaklukkan kreator.
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style
dan dalam bahasa Indonesia, ilmu yang mempelajarinya disebut stilistika. Gaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
bahasa dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang, atau pemakai bahasa (Gorys Keraf,
2007: 113).
Gaya bahasa mempergunakan bahasa yang indah untuk meningkatkan efek
dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu
dengan benda, atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan gaya bahasa
tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa dan
kosakata mempunyai hubungan erat, semakin banyak kosakata seseorang semakin
beragam pula gaya bahasa yang dipakainya (Henry Guntur Tarigan, 1985: 5).
Berbicara mengenai novel tidak dapat dilepaskan dari bahasa kias,
pengimajinasian, dan perlambangan atau gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa
dalam novel banyak digunakan oleh novelis dalam menciptakan sebuah novel karena
dapat menimbulkan kesan indah sekaligus memiliki banyak makna.
Gaya bahasa dipergunakan oleh penulis sastra yang mempunyai tujuan untuk
memperindah kata sehingga menarik untuk dibaca. Gaya bahasa yang dipakai seolah-
olah berjiwa, hidup, dan segar sehingga dapat menggetarkan hati pembaca atau
pendengar. Pemilihan kata dalam sebuah novel berkaitan erat dengan bahasa kias
yakni sarana untuk mendapatkan efek puitis dalam novel tersebut. Seperti diketahui
bahwa gaya bahasa mencakup semua jenis ungkapan yang bermakna lain dengan
makna harfiahnya yang bisa berupa kata, frase, ataupun satuan sintaksis yang lebih
luas.
Salah satu novel yang sarat dengan penggunaan gaya bahasa dalam
penulisannya adalah novel-novel karya Habiburrahman El Shirazy, seorang novelis
yang mendapat Pena Award tahun 2005, dan juga dinobatkan sebagai novelis nomor
1 Indonesia oleh masyarakat penikmat karya sastra di Universitas Diponegoro
(UNDIP) Semarang. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra (PPC) adalah salah satu
novel karya Habiburrahman El Shirazy yang diterbitkan oleh Penerbit Republika
pertama kali pada tahun 2005, sampai tahun 2007 novel ini sudah naik cetak sampai
cetakan ke – 12. Novel PPC pernah difilmkan oleh salah satu televisi nasional. Novel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
PPC mempunyai beberapa sisi kelebihan dari novel yang lainnya, yaitu merupakan
novel remaja Islami. Kelebihan novel PPC yaitu: (1) Novel ini mengajarkan bahwa
kecantikan bukanlah segalanya; (2) Pengarang menjadikan novel ini sebagai saran
dakwah islam; (3) Jalan ceritanya sederhana tetapi menimbulkan kesan yang
mendalam; dan (4) Penulis mampu mengajak kita berkhayal ke negeri Mesir,
Andalusia (El Nahwany: 2011). Banyak tanggapan positif dari pembaca yang
mengatakan bahwa novel ini adalah novel yang dahsyat dan patut dibaca. K. H Aswin
Yunan salah satu pembaca mengatakan “Sungguh karya yang sarat hikmah dan
menyentuh, bahasanya sederhana namun indah”, PPC (2005: vi). Gaya bahasa novel
ini sangat sederhana namun indah. Dapat dicerna oleh semua kalangan. Sesekali
penulis menggunakan bahasa Jawa yang ringan untuk menampilkan nuansa daerah.
Selain itu, bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari sehingga kita dapat
dengan mudah memahami isi novel ini. Terdapat juga bahasa perumpamaan tetapi
masih dapat dimengerti karena masih dalam lingkup keseharian. Penggunaan selingan
bahasa Jawa dalam novel ini untuk menampilkan nuansa daerah yang sesuai dengan
latar ceritanya.
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra memberikan gambaran kepada pembaca
tentang arti penting kehidupan berumah tangga yang didasari atas cinta dan kasih
sayang sehingga akan terbentuk rumah tangga yang harmonis dan kebahagiaan yang
selalu menyertainya serta keluarga yang selalu dirindhoi oleh Allah. Kebahagiaan
dalam keluarga tidak hanya didasari oleh rasa cinta saja, tetapi harus ada kepercayaan
dan saling pengertian. Dalam novel PPC dikisahkan bahwa rumah tangga antara
”Aku” dan Raihana yang selalu tidak harmonis, hal itu disebabkan karena tokoh
“Aku” tidak sepenuhnya mencintai Raihana. Hal ini dapat memberikan gambaran
kepada pembaca tentang bagaimana cara membentuk rumah tangga yang harmonis.
Dalam novel PPC pengarang menyajikan bobot nilai yang mengandung nilai-
nilai psikologi pembangun jiwa. Dengan bahasa yang khas yang dimiliki oleh
Habiburrahman yang juga seorang sastrawan dan seorang pengasuh pondok
pesantren. Selain mengarang novel PPC, Habiburrahman El Shirazy juga mengarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
novel Ayat-ayat Cinta, dan novel Ketika Cinta Bertasbih. Habiburrahman adalah
alumnus Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir. Sampai saat ini, Dia telah menulis
beberapa judul buku dan hampir semua buku yang ditulisnya bestseller. Dia juga
termasuk pengarang yang aktif terbukti dengan banyaknya buku yang Dia tulis.
Beberapa karya populer yang telah terbit, antara lain: Ketika Cinta Berbuah Surga
(2005), Ayat-Ayat Cinta (2004), Diatas Sajadah Cinta (2004), Ketika Cinta Bertasbih
(2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 ( 2007), dan Dalam Mihrab Cinta (2007).
Kelebihan yang dimiliki oleh pengarang (Habiburrahman El Shirazy) dalam
penulisan novel PPC, yaitu dari segi bahasanya yang “hidup” dalam menggambarkan
suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi dalam cerita. Hal tersebut juga tampak
dalam menggambarkan karakter, penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dipahami
oleh pembaca. Habiburrahman dalam penulisan PPC menggunakan bahasa yang khas,
bahkan untuk memperindah makna dalam novel tersebut, Ia sering kali mengunakan
pilihan kata dari bahasa asing. Akan lebih menarik dan tepat jika novel PPC karya
Habiburrahman El Shirazy dianalisis dari aspek stilistikanya yaitu kekhasan gaya
bahasa yang dipakai oleh pengarangnya.
Karakteristik yang unik dalam novel PPC sangat menarik bila dikaji dengan
pendekatan stilistika. Stilistika pada dasarnya adalah bagaian dari linguistik yang
mengkaji tentang bahasa dan gaya bahasa. Junus (dalam Abdul Azis, 2010:103)
mengatakan bahwa hakikat stilistika, yaitu gaya yang dihubungkan dengan
pemakaian dan penggunaan bahasa dalam sastra. Stilistika mempelajari gaya yang
hubungannya dengan karya sastra. Gaya bahasa dalam karya sastra berkaitan dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh pengarang.
Bidang kajian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa
sebagai sarana. Menurut Panuti Sudjiman (1993:12), style adalah gaya bahasa dan
gaya bahasa itu sendiri mencakup diksi, struktur kalimat, majas, citraan, pola rima
serta matra yang digunakan seorang pengarang atau yang terdapat dalam sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
karya sastra. Stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara
bentuk linguistik dengan fungsi sastra.
Selain aspek estetika, karya sastra juga harus menampilkan aspek etika (isi)
dengan mengungkap nilai-nilai moral, kepincangan-kepincangan sosial, dan
problematika kehidupan manusia beserta kompleksnya persoalan-persoalan
kemanusiaan. Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan
dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat
mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Moral dalam karya
sastra dapat dipandang sebagai amanat. Ajaran moral itu sendiri bersifat tak terbatas,
dapat mencakup persoalan hidup seperti, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan Tuhan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berminat untuk
menganalisis novel PPC. Analisis terhadap novel PPC peneliti membatasi pada
stilistika dan nilai pendidikan. Berdasarkan segi stilistika karena setelah membaca
novel PPC peneliti menemukan ada banyak gaya yang digunakan pengarang dalam
menyampaikan alur cerita. Gaya bahasa dalam penelitian ini dibatasi pada
penggunaan majas. Selain dikaji juga aspek stilistikanya, yaitu tentang pilihan kata,
idiom dan pencitraan.
Alasan dipilih dari segi nilai pendidikan karena novel PPC diketahui banyak
memberikan inspirasi bagi pembaca. Rachmat Djoko Pradopo (1993: 94)
mengungkapkan bahwa suatu karya sastra yang baik adalah yang langsung memberi
didikan kepada pembaca tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral. Sesungguhnya
hal ini telah menyimpang dari hukum-hukum karya sastra sebagai karya seni dan
menjadikan karya sastra sebagai alat pendidikan yang langsung, sedangkan nilai
seninya dijadikan atau dijatuhkan nomor dua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemakaian majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra
karya Habiburrahman El Shirazy?
2. Bagaimanakah penggunaan pilihan kata dan idiom dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy?
3. Bagaimanakah citraan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya
Habiburrahman El Shirazy?
4. Bagaiamanakah nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya
Habiburrahman El Shirazy;
2. Mendeskripsikan penggunaan pilihan kata dan idiom dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy;
3. Mendeskripsikan citraan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya
Habiburrahman El Shirazy; dan
4. Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan manfaat yang bermakna bagi pengembangan studi stilistika di
Indonesia, khususnya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
b. Memberikan manfaat utuk meningkatkan apresiasi sastra dan memberikan
masukan-masukan yang berharga terhadap keperluan kritik sastra.
c. Memberikan gambaran tentang nilai pendidikan yang ada dalam karya sastra
d. Memperkaya kepustakaan tentang telaah sastra.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini memberikan gambaran atau deskripsi mengenai kekhasan
gaya bahasa dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra. Dengan demikian, siswa
diharapkan mendapatkan masukan positif dalam mengapresiasi sastra,
khususnya novel.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran teori dan
apresiasi sastra dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya
pada kompetensi dasar mengenai novel.
c. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding atau referen bagi
peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sastra dengan permasalahan
serupa, yaitu mengenai kajian stilistika dalam novel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Hakikat Novel dan Bahasa Novel
a. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang secara harfiah berarti
“sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek
dalam bentuk prosa”, Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 9). Dalam
bahasa Latin kata novel berasal novellus yang diturunkan pula dari kata noveis
yang berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis lain,
novel ini baru muncul kemudian ( Henry Guntur Tarigan, 1995: 164).
Sementara itu, Atar Semi (1993:32) bahwa novel merupakan karya fiksi
yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan
disajikan dengan halus. Novel yang diartikan sebagai memberikan konsentrasi
kehidupan yang lebih tegas, dengan roman yang diartikan rancangannya lebih luas
mengandung sejarah perkembagan yang biasanya terdiri dari beberapa fragmen
dan patut ditinjau kembali.
Pengertian novel, Herman J. Waluyo (2009: 8) menyatakan pendapatnya
bahwa:
“Secara etimilogis, kata “novel” berasal dari kata “novellus” yang berarti
baru. Jadi, sebenarnya memang novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi
yang paling baru. Menurut Robert Lindell, karya sastra yang berupa novel,
pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun
1740 (Tarigan, 1984: 164). Tadinya novel (Pamella) merupakan bentuk
catatan harian seorang pembantu rumah tangga. Kemudian berkembang dan
menjadi bentuk prosa fiksi yang kita kenal seperti saat ini (menggantikan
pengertian roman di samping bentuknya yang utama, yaitu roman pendek
dan ada juga novel pendek yang disebut “novelette”)”.
Herman J. Waluyo (2002: 37) mengemukakan bahwa novel mempunyai ciri:
(1) ada perubahan nasib dari tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama tidak sampai meninggal.
Dan dalam novel tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi, emosi dan setting
seperti dalam cerita pendek.
Batos (dalam Henry Guntur Tarigan, 1995:164) menyatakan bahwa novel
merupakan sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda, menjadi tua,
bergerak dari sebuah adegan yang lain dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Burhan Nurgiyantoro (2005:15) menyatakan bahwa novel merupakan karya yang
bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel
dapat berkembang dari sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumen-
dokumen, sedangkan roman atau romansa lebih bersifat puitis. Dari penjelasan
tersebut dapat diketahui bahwa novel dan romansa berada dalam kedudukan yang
berbeda. Jassin (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:16) membatasi novel sebagai
suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang di sekitar kita,
tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan
lebih mengenai sesuatu episode. Mencermati pernyataan tersebut, pada
kenyataannya banyak novel Indonesia yang digarap secara mendalam, baik itu
penokohan maupun unsur-unsur intrinsik lain. Sejalan dengan Burhan
Nurgiyantoro, Hendy (dalam Anis Ningsih, 2010:10) mengemukakan bahwa novel
merupakan prosa yang terdiri dari serangkaian peristiwa dan latar. Ia juga
menyatakan, novel tidaklah sama dengan roman. Sebagai karya sastra yang
termasuk ke dalam karya sastra modern, penyajian cerita dalam novel dirasa lebih
baik.
Pengertian novel atau cerita rekaan, Suminto A. Sayuti berpendapat, bahwa:
“Novel (cerita rekaan) dapat dilihat dari bebera sisi. Ditinjau dari
panjangnya, novel pada umumnya terdiri 45.000 kata atau lebih.
Berdasarkan sifatnya, novel (cerita rekaan) bersifat expands, „meluas‟ yang
menitik beratkan pada complexity.Sebuah novel tidak akan selesai dibaca
sekali duduk, hal ini berbeda dengan cerita pendek. Dalam novel (cerita
rekaan) juga dimungkinkan adanya penyajian panjang lebar tentang tempat
atau ruang (1997: 5-7)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Penciptaan karya sastra memerlukan daya imajinasi yang tinggi. Menurut
Umar Junus (1989: 91), mendefinisikan novel adalah meniru ”dunia
kemungkinan”. Semua yang diuraikan di dalamnya bukanlah dunia sesungguhnya,
tetapi kemungkinan-kemungkinan yang secara imajinasi dapat diperkirakan bisa
diwujudkan. Tidak semua hasil karya sastra harus ada dalam dunia nyata, namun
harus dapat juga diterima oleh nalar. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha
semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran
realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel adalah
sebuah karya baru berupa cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau
melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur, pada umumnya
terdiri 45.000 kata atau lebih yang mengandung nilai psikologi atau pesan moral
yang ingin disampaikan kepada pembaca.
b. Bahasa Novel
Medium utama karya sastra adalah bahasa. Meskipun demikian bagi
sastrawan, dalam proses kreatif bahasa hanyalah bahan mentah (Rene Wellek dan
Austin Warren, 1993:217). Wujud cipta sastra yang pertama-tama terlihat dari sisi
bahannya. Bahasa adalah alat utama pengarang untuk menciptakan karya seni
yang imajinatif dengan unsur estetikanya yang dipandang dominan yang kemudian
disebut dengan nama sastra. Bahasa merupakan sarana pengarang agar leluasa
dalam mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaannya.
Penelitian stilistika menggunakan bahasa yang memungkinkan kita untuk
mengetahui bagaimana pengarang memanfaatkan kemungkinan yang tersedia
dalam bahasa sebagai sarana pengungkapan makna dan efek estetik dari bahasa.
Bunyi bahasa yang dituturkan pengarang mungkin selalu berubah, kadang secara
teratur dan kadang tidak dengan faktor-faktor pendorong yang bermacam-macam
pula. Perubahan mencakup segala wujudnya yang diatur oleh asas-asas tertentu,
baik yang berasaskan penggantian, penambahan, dan pelenyapan maupun yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
bersasaskan peloncatan, penyusutan, dan kombinasi di antara sesamanya
Sudaryanto ( dalam Eko Marini, 2010 :25)
Bahasa di dalam novel akan mencerminkan style seorang pengarang karena
di sana akan tampak originalitas pengarang dalam memilih dan menggunakan
kata-kata, maupun gaya bahasa untuk mengungkapkan ide, gagasan, atau pun
imajinasinya dalam cerita. Wellek dan Warren (dalam Ali Imron, 2009: 3-4)
menyatakan bahwa:
“Secara rinci, bahasa sastra memiliki sifat antara lain : emosional, konotatif,
bergaya (berjiwa) dan ketidakberlangsungan ekpresi. Emosional, berarti
bahasa sastra mengandung ambiguitas yang luas yakni penuh homonym,
manasuka atau kategori-kategori tak rasional, bahasa sastra diresapi
peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan dan asosiasi-asosiasi. Bahasa sastra
konotatif, artinya bahasa sastra mengandung banayak arti tambahan, jauh
dari hanya bersifat referensial.”
Sementara itu, Teeuw (1984:130) menyatakan bahwa bahasa sastra (novel)
memiliki segi ekpresif yang membawa nada dan sikap penulisnya. Bahasa sastra
tidak hanya menyatakan dan mengungkapkan apa yang dikatakan melainkan juga
ingin mempengaruhi sikap pembaca, membujuknya, dan akhirnya mengubahnya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, bahasa di dalam novel
umumnya penuh makna dan menimbulkan efek estetik. Dalam kreasi penulisan
novel efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, pengambaran objek
dan peristiwa secara imajinatif maupun pemberian efek emotif bagi pembacanya.
2. Hakikat Stilistika
a. Pengertian Stilistika
Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style (bahasa Inggris). Style
artinya gaya, sedangkan stylistics, dengan demikian dapat diterjemahkan sebagai
ilmu tentang gaya. Gaya dalam kaitan ini mengacu pada penggunaan bahasa dalam
karya sastra, Suminto (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2001:161). Stilistika
adalah bidang kajian yang mempelajari dan memberikan deskripsi sistematis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tentang gaya bahasa, Aminudin (1995:3). Jadi pusat kajian stilistika adalah style
yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyampaikan
maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sementara itu, Turner,
(dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993:2) mengatakan bahwa stylistics merupakan
bagaian dari linguistik yang memusatkan perhatiaannya pada variasi penggunaan
bahasa, walaupun tidak secara eklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra.
Nyoman Kutha Ratna (2008:3) mengatakan bahwa stilistika (stylistic) adalah
ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara yang khas,
bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang
dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Lebih lanjut Nyoman Kutha Ratna
(2008:10) mendefinisikan stilistika, sebagai berikut: 1) ilmu tentang gaya bahasa;
2) ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra; 3) ilmu tentang penerapan
kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa; 4) ilmu yang menyelidiki
pemakaian bahasa dalam karya sastra; dan 5) ilmu yang menyelidiki pemakaian
bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahan
sekaligus latar belakang sosialnya.
Geofferey Leech dan Michael H.Short ( 1981:13) menyatakan bahwa
stilistika adalah studi tentang wujud performansi kebahasaan, khususnya yang
terdapat dalam karya sastra. Analisis stilistika karya sastra lazimnya untuk
menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya.
Sementara itu, Zaidan (dalam Abdul Azis:2010) mengatakan stilistika merupakan
ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya dalam karya sastra. Sementara
itu, Peter Verdonk (2002:85) His defnition of stylistics follows: ‘the study of style,
… the analysis of distinctive expression in language and the description of its
purpose and effect’ (definisi gaya bahasa berikut: "studi tentang gaya,...analisis
khas ekspresi dalam bahasa dan deskripsi tujuan dan efek).
Stilistika tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan saja,
tetapi juga studi gaya bahasa dalam bahasa pada umumnya. Meskipun ada
perhatian khusus pada bahasa kesusastraan yang paling sadar dan paling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kompleks. Slamet mulyana (dalam Rachmad Djoko Pradopo,1993:2)
mengemukakan bahwa stilistika itu pengetahuan tentang kata berjiwa. Kata
berjiwa itu adalah kata yang dipergunakan dalam cipta sastra yang mengandung
perasaan pengarangnya. Stilistika berguna untuk membeberkan kesan pemakaian
susun kata dalam kalimat yang menyebabkan gaya kalimat, di samping ketepatan
pemilihan kata, memegang peranan penting dalam ciptaan sastra.
Umar Junus (1989:xvii) mengatakan bahwa hakikat stilistika yaitu gaya yang
dihubungkan dengan pemakaian dan penggunaan bahasa dalam sastra. Stilistika
mempelajari gaya yang hubungannya dengan karya sastra. Gaya bahasa dalam
karya sastra berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pengarang.
Jadi stilistika dapat diartikan kajian yang mempelajari penggunaan bahasa
(gaya bahasa), terutama sastra, untuk menerangkan fungsi artistiknya dan
maknanya dalam mencari efek-efek yang ditimbulkan.
b. Stilistika Sebagai Ilmu
Stilistika dapat juga dimasukkan sebagai bidang linguistik terapan. Secara
pengertian luas, stilistika adalah cara untuk mengungkapkan teori dan metodologi
penganalisan formal sebuah teks sastra. Stilistika ini juga dapat disebut sebagai
tempat pertemuan antara makroanalisis bahasa dan makroanalisis sastra (Soediro
Satoto, 1995:36)
Turner (dalam Rahmad Djoko Pradopo,1993:2) mengatakan bahwa stilistika
adalah bagian linguistik yang memusatkan diri pada variasi dalam penggunaan
bahasa. Stilistika berarti studi gaya yang menyarankan bentuk suatu ilmu
pengetahuan atau paling sedikit berupa studi yang metodis.
Stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara bentuk
linguistik dengan fungsi sastra, seperti yang dikemukakan oleh Geofferey Leech
dan Michael H.Short (1981:4) “ stylistic ....the study of relation between lingustics
form and literary “. Stilistika mengkaji wacana sastra dari orientasi lingusistik dan
merupakan pertalian antara linguistik pada satu pihak dan kritik sastra di pihak
lain. Secara morfologis dapat dikatakan bahwa komponen style berhubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dengan kritik sastra sedangkan komponen istics berhubungan dengan linguistik
(Widdowson, 1979:3). Harimurti Kridalaksana (2001:15) mengemukakan bahwa
stilistika adalah (1) ilmu yang menyelididiki bahasa yang dipergunakan dalam
karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; (2) penerangan
linguistik pada penelitian gaya bahasa.
c. Bidang Kajian Stilistika
Bidang kajian stilistika adalah style yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan
bahasa sebagai sarana. Menurut Panuti Sudjiman (1993:12) style adalah gaya
bahasa dan gaya bahasa itu sendiri mencakup diksi, struktur kalimat, majas,
citraan, pola rima serta matra yang digunakan seorang pengarang atau yang
terdapat dalam sebuah karya sastra. Stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang
menghubungkan antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra. Sejalan dengan
Panuti Sudjiman, Umar Junus (1989:8) menyatakan bahwa bidang kajian stilistika
dapat meliputi bunyi bahasa, kata, dan struktur kalimat.
Suminto, A. Sayuti (2000:174) menjelaskan bahwa unsur-unsur yang
membangun gaya seorang pengarang pada dasarnya meliputi: diksi, citraan, dan
sintaksis. Selanjutnya Aminudin (1995:44) menjelaskan bahwa bidang kajian
stilistika dapat meliputi:kata-kata, tanda baca gambar, serta bentuk lain yang dapat
dianalogikan sebagai kata-kata. Bidang kajian tersebut terwujud sebagai print-out
ataupun tulisan dalam karya sastra. Secara potensial print out dapat membuahkan:
1) gambaran objek atau peristiwa; 2) gagasan; 3) satuan isi;dan 4) ideologi yang
terkandung dalam karya sastra. Sedangkan menurut Pradopo (dalam Mustari,
2008:330) mengatakan ruang lingkup telaah stilistika itu sendiri secara garis
besarnya mencakup aspek bahasa yang berupa bunyi, kata, frase, dan kalimat yang
kemudian melahirkan gaya bunyi, gaya kata, gaya frase dan gaya kalimat.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bidang kajian stilistika
karya sastra adalah bentuk dan tanda linguistik yang digunakan dalam struktur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
lahir karya sastra sebagai media ekpresi pengarang dalam mengemukakan
gagasannya.
d. Aspek Stilistika
Menurut Parker (dalam Tito Ali, 2007:103 ) menyatakan bahwa gaya bahasa
suatau kalimat atau ujaran dilambangkan oleh: pilihan variasi fonologisnya, variasi
leksikal, variasi morfologis, dan variasi sintaksis.
Menurut Ali Imron (2009:47) aspek stilistika berupa bentuk-bentuk dan
satuan kebahasaan yang ditelaah dalam kajian stilistika karya sastra meliputi :
gaya bunyi (fonem), gaya kata (diksi), gaya kalimat, gaya wacana, bahasa figuratif
, dan citraan. Dalam penelitian ini aspek stilistika yang dikaji dibatasi pada aspek
gaya kata (diksi), bahasa figuratif khusunya idiom dan citraan.
1) Gaya Kata (diksi)
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dipilih oleh
pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek makna tertentu. Kata
merupakan unsur bahasa yang paling esensial dalam karya sastra. Oleh karena
itu, dalam pemilihannya para sastrawan berusaha agar kata-kata yang
digunakannya mengandung kepadatan (Ali Imron, 2009:49). Kata yang
dikombinasikan dengan kata-kata lain dalam berbagai variasi mampu
menggambarkan bermacam-macam ide, angan, dan perasaan.
Diksi merupakan pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek
tertentu di depan umum atau dalam karang-mengarang (Harimurti
Kridalaksana, 2001:35). Dapat pula dikatakan bahwa diksi adalah penentuan
kata-kata seorang pengarang untuk mengungkapkan gagasannya. Kata
mempunyai fungsi sebagai simbol yang mewakili sesuatu. Meminjam istilah
Ricour (dalam Ali Imron, 2009:52), Setiap kata dalah simbol. Kata-kata penuh
dengan makna dan intensi yang tersembunyi. Pemanfaatan diksi dalam karya
sastra merupakan simbol yang mewakili gagasan tertentu, terutama dalam
mendukung gagasan yang ingin diekpresikan pengarang dalam karya sastranya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Pada dasarnya sastrawan ingin mengekpresikan pengalaman jiwanya
secara padat dan intens. Sastrawan memilih kata-kata yang menjelmakan
pengalaman jiwanya setepat-tepanya. Untuk mendapatkan kepadatan dan
intensitasnya serta agar selaras dengan sarana komunikasi puitis yang lain,
maka sastrawan memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya, Altenberd dan
Lewis (dalam Ali Imron, 2009:52).
Ali Imron (2009:53) menyatakan bahwa dalam karya sastra terdapat
banyak diksi antara lain: kata konotatif, kata konkret, kata serapan, kata sapaan
khas, kata vulgar, dan kata dengan objek realitas alam.
a) Kata Konotatif
Menurut Leech (dalam Ali Imron, 2009:53) arti konotatif merupakan
nilai komunikatif suatu ungkapan menurut apa yang diacu, melebihi di atas
isinya yang murni konseptual. Kata konotatif adalah kata yang memiliki
makna tambahan yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan pada
perasaan atau pikiran yang timbul pada pengarang atau pembaca. Ali Imron
(2009:53) menyatakan bahwa kata konotatif dalam karya sastra sangat
dominan.
b) Kata Konkret
Kata konkret merujuk pada benda-benda fisikal yang tampak di alam
kehidupan. Menurut Kridalaksana (dalam Ali Imron, 2009:53) kata konkret
adalah kata yang mempunyai cirri-ciri fisik yang tampak. Kata konkret
mengandung makna yang merujuk kepada pengertian langsung atau
memiliki makna harfiah, sesuai dengan konvensi tertentu. Jika pengarang
mampu mengkonkretkan kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat,
mendengar atau merasa apa yang dilukiskan oleh pengarang. Jika citraan
pembaca merupakan akibat dari pencitraan kata-kata yang diciptakan
pengarang, maka kata-kata konkret ini merupakan syarat atau sebab
terjadinya pengimajian tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
c) Kata Serapan
Kata serapan adalah kata yang diambil atau dipungut dari bahasa lain,
baik bahasa asing maupun bahasa daerah baik mengalami adaptasi struktur,
tulisan dan lafal maupun tidak dan sudah dikategorikan sebagai kosakata
bahasa Indonesia. Artinya dari segi cara penyerapan, ada kata serapan yang
mengalami adaptasi (penyesuaian) dan ada yang mengalami adopsi
(dipungut tanpa perubahan).
d) Kata Sapaan Khas
Nama diri yang dipakai sebagai sapaan adalah kata yang dipakai untuk
menyebut diri seseorang, Riyadi ( dalam Ali Imron, 2009:53). Dengan kata
lain, nama diartikan sebagai kata yang berfungsi sebagai sebutan untuk
menunjukkan orang atau sebagai penanda identitas seseorang. Ditinjau dari
sudut linguistik, nama diri atau sapaan merupakan satuan lingual yang dapat
disebut sebagai tanda. Tanda merupakan kombinasi konsep (petanda) dan
bentuk (yang tertulis atau diucapkan) atau penanda Saussure (dalam Ali
Imron, 2009:54). Kata serapan ada yang bersal dari bahasa daerah misalnya
bahasa Jawa, bahasa Sumatra, bahasa Sunda dan dari bahasa asing misalnya
bahasa Spanyol, bahasa Inggris, dan bahasa Perancis. Wasiati seperti dikutip
oleh Ryle (dalam Ali Imron:2009:55) menyatakan bahwa nama memiliki
referen tetapi tidak memiliki makna. Arti simbolik nama dan kata lain
dibangun oleh budaya tertentu.
e) Kata Vulgar
Kata-kata yang carut marut dan kasar ataupun kampungan disebut
dengan kata vulgar. Kata vulgar merupakan kata-kata yang tidak intelek,
kurang beradab, dipandang tidak etis, dan melanggar sopan santun atau etika
sosial yang berlaku dalam masyarakat intelek atau terpelajar.
f) Kata dengan objek realitas alam
Kata yang memanfaatkan realitas alam sebagai bentukan kata tertentu
yang memiliki arti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2) Idiom
Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan
makna angota-anggotanya (Kridalaksana, 2001:72). Sedangkan menurut Gorys
Keraf, idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaiadah
bahasa umum, yang biasanya berbentuk frase. Sedangkan artinya tidak dapat
diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-
kata yang membentuknya.
Idiom dapat juga berarti istilah yang digunakan dalam tata bahasa dan
leksikologi untuk menyebut suatu rangkaian kata yang dibatasi secara semantik
dan sering kali secra sintaksis, sehingga mereka berfungsi sebagai unit tunggal.
contoh : Gadis berkerudung merah itu, memang keras kepala.
3) Citraan
Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk
menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan
dapat membangkitkan pengalaman tertentu kepada pembaca. Citraan kata
berasal dari bahasa Latin imago dengan bentuk verbanya imatari. Citraan
merupakan kumpulan citra yang digunakan untuk melukiskan objek dan
kualitas tanggapan indera yang digunakan dalam karya sastra, baik dengan
deskripsi secara harfiah, maupun secara kias Abrams (dalam Ali Imron,
2009:76)
Sejalan dengan Abram, menurut Suminto, A. Sayuti (2000:174),
citraan dapat diartikan sebagai kata atau serangkaian kata yang dapat
membentuk gambaran mental atau dapat membangkitkan pengalaman tertentu.
Citraan kata dapat dibagi menjadi tujuh jenis yakni :
a) Citraan Penglihatan
Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan.
Pelukisan karakter tokoh, misalnya keramahan, kemarahan, kegembiraan,
dan fisik (kecantikan, keseksian,keluwesan). Dalam karya sastra, selain
pelukisan karakter tokoh, citraan penglihatan ini juga sangat produktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dipakai oleh pengarang untuk melukiskan keadaan, tempat, pemandangan,
atau bangunan.
contoh : Pesona bayi adalah pesona bunga-bunga, pesona mayang pinang
yang terurai dari kelopaknya di pagi hari.
b) Citraan Pendengaran
Citraan pendengaran adalah citraan yang ditimbulkan oleh
pendengaran. Berbagai peristiwa dan pengalaman hidup yang berkaitan
dengan pendengaran tersimpan dalam memori pembaca akan mudah bangkit
dengan adanya citraan audio. Pelukisan keadaan dengan citraan pendengaran
akan mudah merangsang imaji pembaca yang kaya dalam pencapaian efek
estetik.
contoh : sesungguhnya gendang telinganya menangkap suara celoteh
adiknya yang lucu menawan.
c) Citraan Penciuman
Citraan penciuman jarang digunakan dibanding citraan gerak, visual,
atau pendengaran. Namun demikian citraan penciuman memiliki fungsi
penting dalam menghidupkan imajinasi pembaca khususnya indra
penciuman.
contoh : ketika angin tenggara bertiup dingin mneyapu harum bunga kopi
yang mekar dimusim kemarau.
d) Citraan Pencecapan
Citraan pencecapan adalah pelukisan imajinasi yang ditimbulkan oleh
pengalaman indra pencecapan. Citraan ini dalam karya sastra dipergunakan
untuk menghidupkan imaji pembaca dalam hal-hal yang berkaiatan dengan
rasa di lidah.
contoh :Dan kini berlari karena bini bau melati lezat ludah air kelapa
e) Citraan Gerak
Citraan gerak melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak
tetapi dilukiskan sebagai benda yang dapat bergerak ataupun gambaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
gerak pada umumnya. Citraan gerak dapat membuat sesuatu menjadi terasa
hidup dan terasa menjadi dinamis.
contoh: Senjakala, saat keseimbangan ekosistem alam bergoyangkarena
siang sedang beralih ke malam.
f) Citraan intelektual
Citraan yang dihasilkan melalui asosiasi–asosiasi intelektual disebut
dengan citraan intelektual. Guna menghidupkan imaji pembaca, pengarang
memanfaatkan asosiasi logika dan pemikiran.
contoh: manusia abad ini sangat liar lalu dengan mengejek impotensi
agama.
g) Citraan Perabaan
Citraan perabaan adalah citraan yang ditimbulkan melalui perabaan.
Dalam fiksi cerita perabaan terkadang dipakai untuk melukiskan keadaan
emosional tokoh.
contoh : Sembari jari-jari galaknya mencakar-cakar rasa gatal disukmanya.
3. Hakikat Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan dengan
fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan
dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua
gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana
bahasa itu digunakan.
Pradopo (dalan Suwardi Endraswara, 2003: 72) menyatakan bahwa nilai seni
sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai
keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa
sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-
kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan
(Gorys Keraf, 2004: 112) termasuk kemahiran pengarang dalam memilih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu
karya yang merupakan hasil ekspresi diri( Suminto A Sayuti, 2000: 110).
Sejalan dengan Sayuti, Suwardi Endraswara (2003: 73) juga menyatakan
bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya
bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika
menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat
dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks
sastra. Zhiqin Zhang (1995: 155) menjelaskan bahwa ”Literary stylistics is a
discipline mediating between linguistics and literary criticism. Its concern can be
simply and broadly defined as thematically and artistically motivated verbal
choices” (“gaya bahasa sastra adalah disiplin mediasi antara linguistik dan kritik
sastra. Disisi lain dapat sederhana dan secara luas didefinisikan sebagai tematik
dan artistik termotivasi pilihan verbal”).
Beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan
dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada
pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang
sebenarnya.
b. Fungsi Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana
seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan diungkapkan. Menurut
Leech dan Short (1981:10) style menyaran pada pemakaian bahasa dalam konteks
tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu.
Fungsi pemakaian gaya bahasa dalam karya sastra seperti dikemukakan
Altenberd dan Lewis (dalam Ali Imron, 2009) gaya bahasa dalam karya sastra
dipakai pengarang sebagai sarana retorika dengan mengekploitasi dan
memanipulasi potensi bahasa. Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang
berupa muslihat pikiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gaya bahasa merupakan bentuk retorika, yakni penggunaan kata-kata dalam
berbicara dan menulis untuk mempegaruhi pembaca atau pendengar (Henry
Guntur Tarigan ,1985: 5). Jadi gaya bahasa sebagai alat untuk meyakinkan atau
mempengaruhi pembaca atau pendengar. Gaya bahasa juga berkaitan dengan
situasi dan suasana karangan.
Sementara itu Ali Imron (2009: 15) menyatakan fungsi gaya bahasa adalah
sebagai berikut:
1) meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca
/pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang
/pembicara;
2) mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau pendengar artinya dapat
membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang
disampaikan pengarang/pembicara;
3) menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa
pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau
buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci atau sebagainya setelah
menangkap apa yang dikemukakan pengarang;
4) memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca
terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya.
c. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Perrin (dalam Henry Guntur Tarigan, 1995: 141) membedakan gaya bahasa
menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut yaitu: (1) perbandingan, yang meliputi:
metafora; kesamaan; dan analogi; (2) hubungan, yang meliputi metonomia dan
sinekdoke; (3) pernyataan, yang meliputi: hiperbola, litotes, dan ironi. Moeliono
(1989: 175) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut antara
lain: (1) perbandingan, yang meliputi: perumpamaan, metafora, dan penginsanan;
(2) pertentangan, yang meliputi: hiperbola, litotes, dan ironi; (3) pertautan, yang
meliputi: metonomia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme.
Badudu (dalam Riyono Pratikno, 1984: 151) menerangkan bahwa gaya
bahasa dibedakan menjadi empat yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan; (2) gaya
bahasa sindiran; (3) gaya bahasa penegasan; dan (4) gaya bahasa pertentangan.
Sementara itu, Keraf (2007:124-145) membagi gaya bahasa berdasarkan struktur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
kalimat yang meliputi: (1) klimaks; (2) antiklimaks; (3) paralelisme; (4) antitesis,
dan (5) repetisi (epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis,
epanalepsis, dan anadiplosis). Kemudian berdasarkan langsung tidaknya makna,
meliputi: (1) gaya bahasa retoris terdiri dari aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis
(preterisiso), apostrof, asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemisme,
litotes, hysteron, prosteron, pleonasme dan tautology, perifrasis, prolepsis
(antisipasi), erotesis (pertanyaan retoris), silepsis dan zeugma, koreksio
(epanortosis), hiperbola, paradoks, dan oksimoron; (2) gaya bahasa kiasan meliputi
persamaan atau simile, metafora, alegori, parable, fable, personifikasi
(prosopopoeia), alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,
hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, innuendo, antifrasis.
Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 21-30)
berpendapat gaya bahasa dibagi menjadi lima golongan, yaitu: (1) gaya bahasa
penegasan, yang meliputi repetisi, paralelisme; (2) gaya bahasa perbandingan,
yang meliputi hiperbola, metonomia, personifikasi, perumpamaan, metafora,
sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym, dan
hipalase; (3) gaya bahasa pertentangan mencakup paradoks, antithesis, litotes,
oksimoron, hysteron, prosteron, dan okupasi; (4) gaya bahasa sidiran meliputi
ironi, sinisme, innuendo, melosis, sarkasme, satire, dan antifarsis; (5) gaya bahasa
perulangan meliputi aliterasi, antanaklasis, anaphora, anadiplosis, asonansi,
simploke, nisodiplosis, epanalipsis, dan epuzeukis.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat
dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya
bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa pertentangan, (5)
gaya bahasa penegasan. Adapun penjelasan masing-masing gaya bahasa di atas
adalah sebagai berikut.
1) Gaya Bahasa Perbandingan
Rachmat Djoko Pradopo (2005:62) berpendapat bahwa gaya bahasa
perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak,
seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang
mengandung maksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau
mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama. Adapun
gaya bahasa perbandingan ini meliputi: hiperbola, metonomia, personifikasi,
pleonasme, metafora, sinekdoke, alusi, simile, asosiasi, eufemisme, epitet,
eponim, dan hipalase.
a) Hiperbola
Firman Maulana (2008) berpendapat bahwa hiperbola yaitu sepatah
kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat
dari pada kata. Gorys Keraf (2007:135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu
semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan
dengan membesar-besarkan suatu hal. Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro
(2002:300) menyatakan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang cara
penuturannya bertujuan menekankan maksud dengan sengaja melebih-
lebihkan. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola
adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari
kenyataan. contoh: hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping
jadinya.
b) Metonomia
Aminuddin (1995:241) berpendapat bahwa metonomia adalah pengganti
kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi akibat
terdapatnya ciri yang bersifat tetap. Gorys Keraf (2007: 142) berpendapat
bahwa metonomia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah
kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang
sangat dekat. Sementara itu, Altenberd (dalam Rachmat Djoko Pradopo
Pradopo, 2005: 77) mengatakan bahwa metonomia adalah penggunaan
bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonomia adalah penamaan
terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang sudah terkenal atau
melekat pada suatu benda tersebut, contoh: ayah membeli kijang.
c) Personifikasi
Gorys Keraf (2007: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
Personifikasi juga dapat diartikan majas yang menerapakan sifat-sifat
manusia terhadap benda mati, Firman Maulana (2008). Sementarta itu,
Rachmat Djoko Pradopo Pradopo (1995:75) berpendapat bahwa
personifikasi adalah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia,
benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti
manusia. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
personifikasi adalah gaya bahasa yang memperamalkan benda-benda mati
seolah-olah hidup atau mempunyai sifat kemanusiaan, contoh: pohon
melambai-lambai diterpa angin.
d) Perumpamaan
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa
perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda,
tetapi sengaja dianggap sama. Moeliono (dalam Susilo Adi,2010)
berpendapat bahwa perumpamaan adalah gaya bahasa perbandingan yang
pada hakikatnya membandingkan dua hal yang berlainan dan yang dengan
sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa perumpamaan dapat disimpulkan
yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainan dan yang sengaja
dianggap sama. Terdapat kata laksana, ibarat, dan sebagainya yang dijadikan
sebagai penghubung kata yang diperbandingkan. Dengan kata lain, setiap
kalimat yang dipakai dalam gaya bahasa perumpamaan, tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
disatukan, dan hanya bisa dibandingkan. Hal tersebut akan terlihat jelas pada
contoh berikut ini: setiap hari tanpamu laksana buku tanpa halaman.
e) Pleonasme
Gorys Keraf (2004:133) berpendapat bahwa pleonasme adalah
semacam acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk menyatakan satu gagasan atau pikiran. Apabila kata yang
berlebihan tersebut dihilangkan maka tidak mengubah makna/arti. Gaya
bahasa pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti
sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun
hanya sebagai gaya, contoh: Ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya
kamar menjadi terang.
f) Metafora
Gorys Keraf (2007: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam
analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam
bentuk yang singkat. Sementara itu menurut Firman Maulana (2008)
metafora juga dapat diartikan dengan majas yang memperbandingkan suatu
benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu
mempunyai sifat yang sama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan secara implisit yang
tersusun singkat, padat, dan rapi; contoh: generasi muda adalah tulang
punggung negara.
g) Alegori
Gorys Keraf (2007:140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya
bahasa perbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam
kesatuan yang utuh. Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan kata yang
digunakan sebagai lambang yang untuk pendidikan serta mempunyai
kesatuan yang utuh, contoh: hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera
rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan
gelombang. Apabila suami istri, antara nahkoda dan juru mudinya itu seia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akan sampai ke pulau
tujuan.
h) Sinekdoke
Gorys Keraf (2007: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah
semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal
untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk
menyatakan sebagian. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ade Nurdin, Yani
Maryani, dan Mumu (2002:24) mengemukakan bahwa sinekdoke adalah
gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama
keseluruhan atau sebaliknya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian
untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh: akhirnya Maya menampakkan
batang hidungnya.
i) Alusio
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa
alusio adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung pada suatu
tokoh atau peristiwa yang sudah diketahui. Gorys Keraf (2007: 141)
berpendapat bahwa alusi adalah acuan yang berusaha mensugestikan
kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk sesuatu secara
tidak langsung kesamaan antara orang, peristiwa atau tempat, contoh:
memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti
memberikan bunga kepada seekor kera.
j) Simile
Gorys Keraf (2007:138) berpendapat bahwa simile adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama
dengan hal yang lain. Sementara itu simile atau perumpamaan dapat
diartikan suatu majas yang membandingkan dua hal/ benda dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
menggunakan kata penghubung, contoh: caranya bercerita selalu
mengagetkan, seperti petasan.
k) Asosiasi
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa
asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat memperbandingkan
sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan.
Firman Maulana (2008) berpendapat bahwa asosiasi adalah gaya bahasa
perbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain
yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan. Pendapat tersebut menyiratkan
bahwa asosiasi adalah gaya bahasa yang berusaha membandingkan sesuatu
dengan hal lain yang sesuai dengan keadaan yang digambarkan, contoh:
wajahnya pucat pasi bagaikan bulan kesiangan.
l) Eufemisme
Gorys Keraf (2007: 132) berpendapat bahwa eufemisme adalah acuan
berupa ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan
yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau
menyugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Sementara itu, menurut
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) eufemisme adalah gaya
bahasa perbandingan yang bersifat menggantikan satu pengertian dengan
kata lain yang hampir sama untuk menghaluskan maksud. Dari pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa eufemisme adalah gaya bahasa yang
berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud
memperhalus, contoh: kaum tuna wisma makin bertambah saja di kotaku.
m) Epitet
Gorys Keraf (2007: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam
acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau
sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan
atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Sementara itu, Ade
Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) menyatakan bahwa epitet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda tertentu sehingga
namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda
tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu, contoh: raja
siang sudah muncul, dia belum bangun juga (matahari).
n) Eponim
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) berpendapat bahwa
eponim adalah gaya bahasa yang dipergunakan seseorang untuk
menyebutkan suatu hal atau nama dengan menghubungkannya dengan
sesuatu berdasarkan sifatnya. Gorys Keraf (2007: 141) menjelaskan bahwa
eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu
sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa eponim
adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang
sudah melekat padanya, contoh: kecantikannya bagai Cleopatra.
o) Hipalase
Gorys Keraf (2007: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam
gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan
sebuah kata yag seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Maksud
pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang menerangkan
sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk menjelaskan kata yang
lain, contoh: Dia berenang di atas ombak yang gelisah. (bukan ombak yang
gelisah, tetapi manusianya).
p) Pars pro toto
Gorys Keraf (2007: 142) Pars pro toto adalah gaya bahasa yang
melukiskan sebagian untuk keseluruhaan. Maksud pendapat tersebut adalah
pars pro toto merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa sebagai pengganti
dari wakil keseluruhan, contoh: sudah tiga hari, dia tidak kelihatan batang
hidungnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2) Gaya Bahasa Perulangan
Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002: 28) berpendapat bahwa
gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata
entah itu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya
bahasa perulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis, epanalipsis, epizeukis,
mesodiplosis, dan anafora.
a) Aliterasi
Gorys Keraf (2007: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya
bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Ade Nurdin, Yani
Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya
bahasa yang memanfaatkan kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.
Suyoto (dalam Susilo Adi,2010) alitersi juga dapat diartikan sebagai
pengulangan bunyi konsonan yang sama. Jadi aliterasi adalah gaya bahasa
yang mengulang kata pertama yang diulang lagi pada kata berikutnya,
contoh: Malam kelam suram hatiku semakin muram.
b) Anadiplosis
Gorys Keraf (2007: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata
atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa
pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Sementara itu, Ade Nurdin,
Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) anadiplosis adalah gaya bahasa yang
selalu mengulang kata terakhir atau frasa terakhir dalam suatu kalimat atau
frasa pertama dari klausa dalam kalimat berikutnya. Dari dua pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa anadiplosis adalah gaya bahasa yang
mengulang kata pertama dari suatu kalimat menjadi kata terakhir, contoh:
dalam hati ada rasa, dalam rasa ada cinta, dalam cinta, ada apa.
c) Epanalipsis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:30) berpendapat bahwa
epanalipsis adalah gaya bahasa repetisi kata terakhir pada akhir kalimat atau
klausa. Gorys Keraf (2007: 128) berpendapat bahwa epanalipsis adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau kalimat
mengulang kata pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
epanalipsis adalah pengulangan kata pertama untuk ditempatkan pada akhir
baris dari suatu kalimat, contoh: kita gunakan akal pikiran kita.
d) Epizeukis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:30) berpendapat bahwa
epizeukis adalah gaya bahasa repetisi yang bersifat langsung dari kata-kata
yang dipentingkan dan diulang beberapa kali sebagai penegasan. Gorys
Keraf Keraf (2007: 127) berpendapat bahwa yang dinamkan epizeukis
adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan
diulang beberapa kali berturut-turut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa epizeukis adalah pengulangan kata yang bersifat langsung secara
berturut-turut untuk menegaskan maksud, contoh: kita harus terus semangat,
semangat, dan terus semangat untuk menghadapi kehidupan ini.
e) Mesodiplosis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:29) berpendapat bahwa
mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang menggunakan pengulangan di
tengah-tengah baris atau kalimat secara berurutan. Gorys Keraf (2007: 128)
berpendapat bahwa mesodiplosis adalah repetisi di tengah-tengah baris atau
beberapa kalimat berurutan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang kata di
tengah-tengah baris atau kalimat. contoh: Hidup bagaikan surga kalau
dianggap surga. Hidup bagaikan neraka kalau dianggap neraka. Namun,
yang penting hidup bagai sandiwara sementara.
f) Anafora
Gorys Keraf (2007: 127) berpendapat bahwa anafora adalah repetisi
yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anafora adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
perulangan kata pertama yang sama pada kalimat berikutnya, contoh: Kita
tidak boleh lengah, Kita tidak boleh kalah. Kita harus tetap semangat.
3) Gaya Bahasa Sindiran
Gorys Keraf (2007: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau
ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau
maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi
yang dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang
rangkaian kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Gaya bahasa
sindiran ini meliputi: melosis, sinisme, ironi, innuendo, antifrasis, sarkasme,
satire.
a) Melosis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 27) berpendapat bahwa
melosis adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang merendah
dengan tujuan menekankan atau mementingkan hal yang dimaksud agar
lebih berkesan dan bersifat ironis. Jadi yang dimaksud melosis adalah gaya
bahasa sindiran yang merendah dengan tujuan menekankan suatu yang
dimaksud, contoh: tampaknya dia sudah lelah di atas, sehingga harus
lengser.
b) Sinisme
Gorys Keraf (2007; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya
bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung
ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sementara itu menurut Ade
Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:27) sinisme adalah gaya bahasa
sindiran yang pengungkapannya lebih kasar. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir
sesuatu secara kasar, contoh: tak usah kuperdengarkan suaramu yang merdu
dan memecahkan telinga itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c) Ironi
Hadi (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa ironi adalah gaya
bahasa yang berupa sindiran halus berupa pernyataan yang maknanya
bertentangan dengan makna sebenarnya. Pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa ironi adalah gaya bahasa yang bermakna tidak sebenarnya dengan
tujuan untuk menyindir, contoh: pagi benar engkau datang, Hen! Sekarang,
baru pukul 11.00
d) Innuendo
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:27) innuendo adalah
gaya bahasa sindiran yang mengecilkan maksud yang sebenarnya. Gorys
Keraf (2007: 144) berpendapat bahwa innuendo adalah semacam sindiran
dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa innuendo adalah gaya bahasa sindiran yang
mengungkapkan kenyataan lebih kecil dari yang sebenarnya, contoh: Dia
berhasil naik pangkat dengan sedikit menyuap.
e) Antifrasis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa
antifrasis adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang
bermakna kebalikannya dan bernada ironis. Sementara itu, Gorys Keraf
(2007: 132) menjelaskan bahwa antifrasis adalah semacam ironi yang
berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa
saja dianggap ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal
kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa antifrasis adalah gaya bahasa dengan kata-kata yang bermakna
kebalikannya dengan tujuan menyindir, contoh: lihatlah si raksasa telah tiba
(si cebol).
f) Sarkasme
Herman J. Waluyo (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa
sarkasme adalah penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
menyindir atau mengeritik. Gorys Keraf (2007: 143) berpendapat bahwa
sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dari ironi yang mengandung
kepahitan dan celaan yang getir. Jadi yang dimaksud dengan sarkasme
adalah gaya bahasa penyindiran dengan menggunakan kiata-kata yang kasar
dan keras, contoh: Mulutmu berbisa bagai ular kobra.
g) Satire
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa
satire adalah gaya bahasa yang berbentuk penolakan dan mengandung
kritikan dengan maksud agar sesuatu yang salah itu dicari kebenarannya.
Satire adalah gaya bahasa yang berbentuk ungkapan dengan maksud
menertawakan atau menolak sesuatu (Gorys Keraf, 2007:144). Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya bahasa yang
menolak sesuatu untuk mencari kebenarannya sebagai suatu sindiran,
contoh: sekilas tampangnya seperti anak berandal, tapi kita jangan
langsung menuduhnya, jangan melihat dari penampilan luarnya saja.
4) Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya
bertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa pertentangan meliputi:
litotes, paradoks, histeron prosteron, antithesis, oksimoron, dan okupasi.
a) Litotes
Henry Guntur Tarigan (1995:144) berpendapat bahwa litotes adalah
sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan,
dikurangi dari pernyataan yang sebenarnya. Gorys Keraf (2007: 132)
berpendapat bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan
yang dikurangi (dikecilkan) dari makna sebenarnya. Bagas (dalam Susilo
Adi,2010) juga berpendapat bahwa litotes dapat diartikan sebagai ungkapan
berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri. Dapat
disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dikurangi (dikecilkan) dari makna yang sebenarnya, contoh: mampirlah ke
rumah saya yang berapa luas.
b) Paradoks
Gorys Keraf (2007: 2004: 136) mengemukakan bahwa paradoks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang ada
dengan fakta-fakta yang ada. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) juga
berpendapat paradoks dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung
pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Sementara itu
menurut Ade nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) paradoks adalah
gaya bahasa yang bertentangan dalam satu kalimat. Dari pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya
mengandung pertentangan dengan fakta yang ada, contoh: musuh sering
merupakan kawan yang akrab.
c) Histeron Prosteron
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa
okupasi adalah gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan, tetapi
disertai penjelasan. Histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan
makna kebalikan dari sesuatu yang logis atau dari kenyataan yang ada
(Gorys Keraf, 2007: 133). Jadi dapat dikatakan bahwa histeron prosteron
adalah gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikannya yang dianggap
bertentangan dengan kenyataan yang ada, contoh: jalan kalian sangat
lambat seperti kuda jantan.
d) Antitesis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa
antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang artinya
bertentangan. Gorys Keraf (2007: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah
sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan
dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
Hadi (dalam Susilo Adi,2010) juga berpendapat bahwa antitesis dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
diartikan dengan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang
berlawanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa antithesis adalah gaya bahasa
yang kata-katanya merupakan dua hal yang bertentangan, contoh: suka duka
kita akan selalu bersama.
e) Oksimoron
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) menjelaskan bahwa
oksimoron adalah gaya bahasa yang antara bagian-bagiannya menyatakan
sesuatu yang bertentangan. Gorys Keraf (2007: 136) oksimoron adalah suatu
acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek
yang bertentangan. Suyoto (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa
oksimoron juga dapat diartikan mempertentangkan secara berlawanan bagian
demi bagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa oksimoron
adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling
bertentangan, contoh: kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.
f) Okupasi
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa
okupasi adalah gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan, tetapi
disertai penjelasan. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat okupasi
merupakan gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi
kemudian diberi tambahan penjelasan atau diakhiri dengan kesimpulan. Jadi
dapat dijelaskan bahwa okupasi adalah gaya bahasa yang isinya bantahan
terhadap sesuatu tetapi diikuti dengan penjelasan yang mendukung, contoh:
merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tidak dapat
menghentikan kebiasaannya. Maka, muncullah pabrik-pabrik rokok karena
untungnya banyak.
5) Gaya Bahasa Penegasan
Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya
dalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi: paralelisme,
erotesis, klimaks, repetisi, dan anti klimaks .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
a) Paralelisme
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:22-23) paralelisme
adalah gaya bahasa perulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam
puisi, terdiri dari anafora (pengulangan pada awal kalimat) dan epifora
(pengulangan di akhir kalimat). Suyoto (dalam Susilo Adi,2010)
berpendapat bahwa paralelisme dapat diartikan sebagai pengulangan
ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat nuansa makna. Gorys
Keraf (2007: 126) berpendapat paralelisme merupakan gaya bahasa yang
berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata atau frase yang
menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kata-kata
tersebut memiliki pengertian yang dekat. Jadi dapat dijelaskan bahwa
pararelisme adalah salah satu gaya bahasa yang berusaha mengulang kata
atau yang menduduki fungsi gramatikal yang sama untuk mencapai suatu
kesejajaran, contoh: hidup adalah perjuangan, hidup adalah persaingan,
hidup adalah kesia-siaan.
b) Epifora
Gorys Keraf (2007: 136) berpendapat bahwa epifora adalah
pengulangan kata pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya
bahasa epifora adalah gaya bahasa dengan mengulang kata di akhir atau
tengah kalimat, contoh: Yang kurindu adalah kasihmu. Yang kudamba
adalah kasihmu.
c) Erotesis
Gorys Keraf (2007: 134) mengemukakan bahwa erotesis adalah
semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan
tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang
wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Simpulan
gaya bahasa erotesis adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk mencapai
efek yang lebih mendalam tanpa membutuhkan jawaban, contoh: rakyatkah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara
ini?
d) Klimaks
Gorys Keraf (2007: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang
setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan
sebelumnya. Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau
hal berturut-turut dari sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal
atau gagasan yang penting atau kompleks, contoh: generasi muda dapat
mentediakan, mencurahkan, mengorbankan seluruh jiwa raganya kepada
bangsa.
e) Repetisi
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:22) berpendapat bahwa
repetisi adalah gaya bahasa penegasan yang mengulang-ngulang suatu kata
secara berturut-turut dalam suatu kalimat atau wacana. Gorys Keraf (2007:
127) berpendapat bahwa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata
atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam
sebuah konteks yang nyata. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat
repetisi juga dapat diartikan dengan sebuah majas penegasan yang
melukiskan sesuatu dengan mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali
yang biasanya dipergunakan dalam pidato. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa repetisi adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata
sebagai suatu penegasan terhadap maksudnya, contoh: kita junjung dia
sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai pelindung.
f) Anti klimaks
Gorys Keraf (2007: 124) berpendapat bahwa anti klimaks adalah gaya
bahasa yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-
turut ke gagasan yang kurang penting. Hadi (dalam Susilo Adi,2010)
berpendapat anti klimaks juga dapat diartikan sebagai gaya bahasa kebalikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dari klimaks. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
antiklimaks adalah gaya bahasa yang susunan ungkapannya disusun makin
lama makin menurun, contoh: bukan hanya Kepala Sekolah dan Guru yang
mengumpulkan dana untuk korban kerusuhan, para murid ikut menyumbang
semampu mereka.
4. Hakikat Nilai Pendidikan
a. Pengertian Nilai
Nilai berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan. Nilai merupakan refleksi dari gagasan-gagasan ideal tentang “yang
benar”, yang baik”, “yang agung” dan “yang suci. Inti dari kehidupan masyarakat,
(Tilaar, 2002:30). Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang
independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek
yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah
esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai
adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.
Max Scheler (dalam Susanto, 2010: 58) mengatakan bahwa nilai itu merupakan
kualitas yang tidak bergantung pada benda; benda adalah sesuatu yang bernilai.
Ketidaktergantungan ini mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas
priori. Nilai itu tidak berubah. Selain itu, nilai itu mutlak, nilai itu tidak
dikondisikan oleh perbuatan, tanpa memperhatikan hakikatnya, nilai itu bersifat
historis, sosial, biologis, atau murni individual.
Lasyo (dalam Setiadi, 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan
landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Sejalan
dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai
merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan
sebagai sesuatu yang bernilai, berharga,bermutu, akan menunjukkan suatu
kualitas, dan akan berguna bagi kehidupan manusia.
b. Pengertian Pendidikan
Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”,
yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku
membimbing” (Soedomo Hadi, 2003: 17). Jadi Soedomo Hadi menyimpulkan
paedogogike berarti aku membimbing anak. Pendidikan adalah bantuan atau
tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggungjawab kepada anak didik
dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihaan yang
dilakukan. Pendidikan mencakup pengalaman, pengertian, dan penyesuaian diri
dari pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju arah
pertumbuhan dan perkembangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I ketentuan umum pasal 1 disebutkan bahwa:
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
(dalam Soedomo Hadi: 2003: 108).
Tilaar (2002:435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan
manusia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, memanusiakan manusia atau proses
humanisasi melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya.
Eksistensi ini menurut penulis adalah menempatkan kedudukan manusia pada
tempatnya yang terhormat dan bermartabat. Kehormatan itu tentunya tidak lepas
dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai
pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi
kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran. Dihubungkan
dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada
pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan
berbudaya.
c. Macam-macam Nilai Pendidikan
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak memberikan
penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu mengungkapkan perbuatan
apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut dan dijauhi, dan
hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai-nilai pendidikan dalam novel
sebagai berikut.
1) Nilai Pendidikan Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam
dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya
menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut
keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke
dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religius bertujuan untuk
mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat
kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra
dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan
batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai
religius dalam sastra bersifat individual dan personal.
2) Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan sesuatu yang igin disampaikan pengarang kepada
pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang
disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang
sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral Kenny (dalam Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang
nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan
kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Uzey (2009: 2) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari
nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia. Moral
selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral.
Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah
yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Dapat
disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan
tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu kelompok yang
meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila.
3) Nilai Pendidikan Sosial
Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/
kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari
perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang
terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan
orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. M.
Zaini Hasan dan Salladin (dalam Susanto, 2010:58) menyatakan bahwa nilai
sosial adalah aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh kelompok untuk
memperoleh makna dan penghargaan yang tinggi.
Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan
kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, 1995: 80). Nilai
pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan
berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu
lainnya.
Uzey (2009: 7) juga berpendapat bahwa nilai sosial mengacu pada
pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan
apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai
ketuhanan. Jadi nilai sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan
perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan
perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk
merumuskan apa yang benar dan apa yang penting.
4) Nilai Pendidikan Budaya
Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995:74) merupakan sesuatu yang
dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa
yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku
bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada
suatu masyarakat dan kebudayaannya.
Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan
berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya
lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman
tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia
memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena
ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama,
diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang
terpadu bagi fenomena yang digambarkan.
Dapat disimpulkan dari pendapat tersebut sistem nilai budaya
menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu
kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau
dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti
tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsep-
konsep nilai melalui tindakan berpola. Adapun nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam novel dapat diketahui melalui penelaahan terhadap
karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.
5. Penelitian yang Relevan
Sejauh pengetahuan yang diperoleh penulis, bahwa penelitian terhadap novel
PPC karya Habiburrahman El Shirazy dengan pendekatan stilistika masih sedikit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dilakukan. Penelitian tentang novel PPC sudah pernah dilakukan dalam bentuk
skripsi dengan pendekatan yang berbeda.
Anis Handayani dalam penelitiannya berjudul “Novel pudarnya pesona
cleopatra Karya habiburrahman el shirazy (tinjauan sosiologi sastra)” dalam
penelitian tersebut disimpulkan (1) unsur-unsur yang terkandung dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy yang meliputi a) tokoh,
b) alur, c) amanat, d) latar, e) sudut pandang, f) bahasa (2) masalah sosial yang
terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy
yaitu: a) Masalah sosial yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra
karya Habiburrahman El Shirazy yaitu kemiskinan yang melanda pak Qalyubi, b)
Kejahatan yang terjadi mengakibatkan pak Qalyubi ditinggal menikah oleh yasmin
dengan cara memfitnah, c) Disorganisasi keluarga yang dialami oleh pak Qalyubi
yang bercerai dengan Yasmin, d) Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat
dilakukan oleh Yasmin yang berselingkuh dengan teman lamanya, 3)yang melatar
belakangi Habiburrahman El Shirazy menciptakan novel Pudarnya Pesona Cleopatra
adalah cara pandang anak remaja sekarang memilih jodoh yaitu dengan melihat
fisik. Penilaian terhadap jasmani sangat diutamakan bagi remaja. Persamaan
penelitian tersebut dengan penelitian yang dikaji penulis adalah dalam hal novel
yang dikaji yaitu sama-sama mengkaji novel Pudarnya Pesona Cleopatra.
Sedangkan, perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan. Penulis
menggunakan pendekatan stilistika sedangkan Anis Handayani menggunakan
pendekatan sosiologi sastra.
Selain Anis Handayani, Ririh Yuli Atminingsih dalam penelitian berjudul
“Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Novel Laskar Pelangi Karya Andrea
Hirata” juga mengkaji gaya bahasa dalam novel. Dalam kesimpulannya gaya bahasa
yang digunakan dalam Novel Laskar Pelangi antara lain: personifikasi, hiperbola,
antitesis, simile, metafora, epizeukis, eponim, anadipsis, repetisi, parifrasis, tautologi,
koreksio, pleonasme, ironi, paradoks, satire, hipalase, innuendo, metonomia,
sinekdoke pars prototo, sinekdoke totum pro parte, alusio, epitet, antonomasia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
ellipsis, asidenton, tautotes, anaphora, pertanyaan retoris. Ririh juga menyatakan
alasan pengarang menggunakan gaya bahasa pada novel Laskar Pelangi adalah untuk
mengungkapkan ekspresi jiwa atau perasaan tertentu, untuk menunjukkan kreativitas
seni dalam bentuk bahasa, untuk membangkitkan imajinasi pembaca, untuk
memberikan kesan keindahan pada novel, untuk memperjelas makna kata, untuk
menampilkan variasi dan gaya yang berbeda dengan karangan novel lain. Nilai
pendidikan yang digunakan adalah nilai religius, nilai moral, dan nilai sosial.
Persamaan karya ilmiah Ririh Yuli Atminingsih dengan penelitian yang akan dikaji
penulis adalah sama-sama mengkaji tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam
sebuah novel, sedangkan perbedaannya adalah novel yang dikaji. Ririh Yuli A,
mengkaji Novel Laskar Pelangi sedangkan peneliti mengkaji novel Pudarnya Pesona
Cleopatra.
Eko Marini dalam penelitiannya berjudul “Analisis Stilistika Novel Laskar
Pelangi Karya Andrea Hirata” disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata terdapat pada leksikon bahasa
asing, leksikon bahasa Jawa, leksikon ilmu pengetahuan, kata sapaan, kata konotatif
pada judul. Kekhususan aspek morfologis dalam novel Laskar Pelangi yaitu pada
penggunaan afiksasi leksikon bahasa Jawa dan bahasa Inggris serta reduplikasi dalam
leksikon bahasa Jawa. Kemudian aspek sintaksis meliputi penggunaan repetisi,
kalimat majemuk dan pola kalimat inversi. Pemanfaatan gaya bahasa figuratif yang
unik dan menimbulkan efek-efek estetis pada pembaca yaitu idiom, arti kiasan,
konotasi, metafora, metonimia, simile, personifikasi, dan hiperbola. Persamaan
penelitian tersebut dengan penelitian yang dikaji penulis adalah penggunaan
pendekatan stilistika untuk mengkaji gaya bahasa dalam novel, perbedaannya terletak
pada objek kajiannya. Eko M, mengkaji Novel Laskar Pelangi sedangkan peneliti
mengkaji novel Pudarnya Pesona Cleopatra.
Vina Esti Suryani, dalam penelitiannya berjudul”Pemanfaatan Gaya Bahasa
dan Nilai-Nilai Pendidikan Pada Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu Karya
Tere Liye” Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1) gaya bahasa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
terdapat dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye didominasi
oleh simile karena kalimat-kalimatnya banyak ditemukan penggunaan kata tugas
(seperti, bagai, dan bak). Pengarang cenderung dominan menggunakan gaya bahasa
simile karena melalui gaya bahasa ini nilai-nilai pendidikan yang ingin disampaikan
akan mudah dipahami oleh pembaca. Adapun pemajasan lain yang adalah metafora,
hiperbola, personifikasi, metonimia, antitesis, ironi, sarkasme, sinisme, paralelisme,
pars pro toto, asindeton, Polisindeton, Apostrof, elipsis, pleonasme, perifrasis,
anafora, hipalase, paradoks, dan epizeukis; 2) pemaknaan gaya bahasa dapat
ditentukan berdasarkan konteksnya. Pemaknaan pada gaya bahasa ditujukan untuk
membantu pembaca dalam menafsirkan nilai-nilai pendidikan yang diungkapkan
pengarang dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu; 3) Nilai-nilai pendidikan
yang terdapat dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu adalah nilai religi, nilai
moral, dan nilai sosial. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dikaji
penulis adalah sama-sama mengkaji gaya bahasa dalam novel, perbedaannya terletak
pada objek kajiannya. Vina Esti, mengkaji Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu
sedangkan peneliti mengkaji novel Pudarnya Pesona Cleopatra.
B. Kerangka Berpikir
Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy
terdapat dua segi yang akan penulis analisis, yaitu: gaya bahasa yang digunakan
pengarang meliputi penggunaan majas dan pemilihan leksikal dan nilai-nilai
pendidikan yang terdapat di dalamnya. Hasil analisis tersebut mampu menjelaskan
beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang yaitu dalam novelnya,
serta dapat mengetahui karakteristik dari pengarang untuk menarik para pembaca
dalam memahaminya. Pemahaman novel melalui beberapa gaya bahasa dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra juga akan menghasilkan atau memetik beberapa nilai-
nilai pendidikan yang terdapat di dalam novel tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 1 . Skema Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini tidak terikat oleh tempat karena merupakan studi kepustakaan.
Penelitian ini bukan merupakan penelitian lapangan yang statis melainkan analisis
yang dinamis. Penelitian stilistika dan nilai pendidikan dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy direncanakan selama 6 bulan
mulai Januari 2012 sampai dengan Juni 2012 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1. Rencana Pelaksanaan Penelitian
No
Waktu
Januari Februari Maret April Mei Juni
Juli
Kegiatan
1 Penyusunan Proposal
2 Pengumpulan Data
3
Analisis data dan
Pembahasan
4 Laporan Penelitian
6 Ujian Skripsi
7 Revisi Skripsi
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi
kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan
secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok) keadaan, gejala atau
fenomena yang lebih berharga daripada hanya pernyataan dalam bentuk angka-angka
dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan
interpretasi data( Sutopo, 1997:8-10).
Metode kualitatif adalah metode pengkajian terhadap suatu masalah yang
tidak dirangsang menggunakan prosedur statistik. Metode ini bersifat deskriptif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
sehingga datanya berupa kalimat yang dianalisis dari segi kegramatikalan dengan
menggunakan teori atau pendekatan tertentu (Edi Subroto (1992:5).
Pemilihan jenis penelitian kualitatif deskriptif ini disesuaikan dengan
permasalahan yang dibahas dan tujuan penelitian. Untuk membahas permasalahan
dan mencapai tujuan penelitian, penelitian kualitatif deskriptif menggunakan strategi
berpikir fenomologis yang bersifat lentur dan terbuka serta menekankan analisisnya
secara induktif dengan meletakkan data penelitian bukan sebagai alat pembuktian,
tetapi sebagai modal dasar untuk memahami fakta-fakta yang ada (Sutopo, 1997:47).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
stilistika yaitu untuk mengkaji penggunaan gaya bahasa khususnya majas dalam
novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy, selain itu dikaji
pula nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut.
C. Data dan Sumber Data
Data dan sumber data dalam penelitian merupakan dua hal pokok yang harus
diklarifikasikan dalam penelitian. Sumber data merupakan sumber dari mana data
dapat diperoleh. Yang dimaksud data ialah semua informasi atau bahan mentah yang
disediakan alam (dalam arti luas) yang harus dicari dan dikumpulkan dengan sengaja
oleh peneliti yang sesuai dengan masalah yang diteliti (Edi Subroto, 1992:34).
Sehingga data itu merupakan bahan yang sesuai untuk memberi jawaban terhadap
masalah yang diteliti.
Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu yang berupa dokumen dan
informan. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel Pudarnya Pesona Cleopatra
karya Habiburrahman El Shirazy. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra diterbitkan
oleh Penerbit Republika Jakarta Selatan, cetakan ke dua belas, Juli 2007 setebal vii +
111 halaman. Sedangkan, informan yang dimaksudkan adalah penulis dan juga ahli
sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
D. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel berkaitan dengan pemilihan dan pembatasan
sumber data yang digunakan dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Teknik yang dimanfaatkan dalam purposive
sampling adalah teknik dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Artinya adalah
sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan objek
formal penelitian yang dilakukan.Pertimbangan-pertimbangan dalam penelitian ini
mengacu pada kesesuaian data dengan pendekatan stilistika. Purposive sampling
dilakukan untuk lebih memfokuskan penelitiandan memilih data yang tepat dan
akurat sesuai dengan yang diharapkan. Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra ada
dua judul novel mini yaitu Pudarnya Pesona Cleopatra dan Setetes Embun untuk
Niyala. Penulis mengambil salah satu judul novel untuk diteliti. Purposive sampling
dilaksanakan dengan cara mengambil cuplikan teks dari novel Pudarnya Pesona
Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy. Selain itu, teknik Purposive sampling
juga digunakan untuk memilih informan yang mengetahui informasi dan masalah
secara mendalam.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pustaka, teknik simak dan catat dan juga wawancara. Teknik pustaka yaitu
pencarian data dengan menggunakan sumber-sumber tertulis yang mencerminkan
pemakaian bahasa sinkronis (Edi Subroto,1992:42). Teknik pustaka merupakan
pengambilan data dari sumber tertulis oleh peneliti dalam rangka memperoleh data
beserta konteks lingual yang mendukung untuk dianalisis. Pengumpulan data melalui
teknik pustaka ini dilakukan dengan membaca, mencatat, dan mengumpulkan data –
data dari sumber data tertulis. Selanjutnya sumber tertulis itu dilakukan pembacaan
dengan seksama lalu dipilih tuturan yang relevan sebagai data yang dianalisis. Setelah
itu, data dicatat dalam kartu data. Data–data yang telah dikumpulkan lalu diperikan
sesuai dengan rumusan masalah untuk dianalisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pengambilan data dengan teknik simak dan catat yaitu peneliti sebagai
instrumen kunci melakukan penyimakan terhadap data secara cermat. Hal ini
dimaksudkan agar peneliti mengetahui wujud data penelitian yang benar-benar
diperlukan untuk menjawab pertanyaan –pertanyaan penelitian. Jadi, terdapat aspek
penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber data. Berdasarkan penyimakan itu
sebenarnya dapat dilakukan baik terhadap aturan-aturan yang dilaksanakan maupun
yang dituliskan atau tertulis (Edi Subroto, 1992:41-42)
Pencatatan data dalam penelitian ini dengan menerapkan kartu data. Data
dicatat pada kartu data yang disiapkan dengan diberi nomor urut dan keterangan
sesuai dengan masalah yang diteliti sehingga akan mudah mengklasifikasikan data
dan menganalisisnya.
Tabel 2. Contoh Kartu Data
No. urut data halaman Data Ket
1.
2.
1
2
Hatiku bergetar hebat
Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya.
Hiperbola
Simile
Teknik wawancara digunakan untuk menggali informasi mengenai alasan
penggunaan gaya bahasa tertentu dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy.
F. Uji Validitas Data
Validitas atau keabsahan data merupakan kebenaran data dari proses
penelitian. Dalam mendapatkan data, dalam penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi. Adapun triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teori, yaitu secara
penelitian terhadap topik yang sama dengan menggunakan teori yang berbeda dalam
menganalisa data. Selain itu peneliti juga akan mengunakan trianggulasi sumber
untuk mendapatkan data mengenai alasan pemakaian gaya bahasa tertentu dalam
novel Pudarnya Pesona Cleopatra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
G. Teknik Analisis Data
Kegiatan proses analisis dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan
bersamaan dengan proses pegumpulan data. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis mengalir. Analisis mengalir ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Tiga kegiatan ini terjadi secara bersamaan dan saling menjalin, baik
sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data secara pararel (B. Mattew Miles dan
Michael Huberman, 1992:13). Proses analisis data dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Pada langkah ini data yang diperolah dicatat dalam uraian yang terperinci.
Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan
data.
Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan
dianalisis, dalam hal ini tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan yang terdapat di
dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra.Informasi-informasi yang pengacu pada
permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.
2. Sajian Data
Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara
teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian
dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan
yang digunakan, kejelasan makna dari gaya bahasa tersebut dan nilai
pendidikannya.
3. Penarikan Simpulan/ Verifikasi
Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dari data yang diperoleh sejak
awal penelitian. Kesimpulan ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian
kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar
valid.Adapun model analisis mengalir jika digambarkan adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Gambar 2. Model Analisis Mengalir
Miles, Mattew B. & Huberman, A. Michael (1992: 18)
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data berupa kutipan-kutipan yang
menunjukkan penggambaran nilai pendidikan dan pemakaian gaya bahasa dari
novel PPC. Data dimaksukkan dalam tabel data
2. Penyeleksian Data
Data-data yang telah dikumpulkan, kemudian diseleksi serta dipilah-pilah
mana saja yang akan dianalisis. Penyeleksian didasrkan pada kebutuhan data, data
yang dibutuhkan adalah data yang berhubungan dengan teori.
3. Menganalisis Data yang Telah Diseleksi
Proses analisis dilakukan setelah data sudah siap. Analisis data mengacu pada
teori. Apabila ada data, setelah dianalisis bukan merupakan data yang dimaksud
maka data itu bisa dihapus, atau dipindahkan pada kategori lain.
4. Membuat Laporan Penelitian
Laporan penelitian merupakan tahap akhir dari serangkaian proses.
merupakan tahap penyampaian data-data yang telah dianalisis, dirumuskan, dan
ditarik kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Kepengarangan Habiburrahman El Shirazy
Habiburrahman El Shirazy lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September
1976 adalah Novelis Nomor 1 Indonesia, dinobatkan oleh Insani Universitas
Diponegoro (UNDIP) Semarang). Selain novelis, sarjana Universitas Al-Azhar,
Kairo, Mesir ini juga dikenal sebagai sutradara, dai, dan penyair. Karya-karyanya
banyak diminati tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara seperti
Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan, dan Australia. Karya-karya
fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi
pembacanya. Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen
sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di
bawah asuhan K.H. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 Ia merantau ke kota
budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)
Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan
intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist Universitas Al-Azhar,
Kairo dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun 2001 lulus Postgraduate Diploma
(Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies di Kairo yang didirikan oleh Imam
Al-Baiquri.
Kang Abik, demikian novelis ini biasa dipanggil adik-adiknya, semasa di
SLTA pernah menulis teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus
menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni
Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara II lomba menulis
artikel se-MAN I Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang I dalam lomba baca
puisi religius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair‟94 dan
ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994). Pemenang I lomba pidato tingkat remaja
se-eksKaresidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Surakarta, 1994). Ia juga pemenang pertama lomba pidato bahasa Arab se- Jateng
dan DIY yang diadakan oleh UMS Surakarta (1994). Meraih Juara I lomba
bacapuisi Arab tingkat Nasional yang diadakan oleh IMABA UGM Jogjakarta
(1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995)
mengisi acara Syharil Quran setiap Jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik
ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan
K Jateng (1995) dengan judul tulisan” Analisis Dampak Film Laga Terhadap
Kepribadian Remaja”. Beberapa penghargaan bergengsi lain berhasil diraihnya
antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF
Award 2006.
2. Karya Habiburrahman El Shirazy
Selama belajar di kairo, kang Abik pernah menulis beberapa naskah drama
sekaligus menyutradarainya, seperti wa islama (1999), sang kyai dan sang durjana
(gubahan atas karya dr. yusuf qardhawi yang berjudul„alim wa thaghiyyah, 2000),
dan darah syuhada (2000). Beliau juga pernah menghasilkan beberapa tulisan
yang dimuat dan diterbitkan di beberapa media, seperti membaca insanniyah al
islam dimuat dalam buku wacana islam universal (diterbitkan oleh kelompok
kajian misykati kairo, 1998) dan antologi puisi negeri seribu menara nafas
peradaban (diterbitkan oleh icmi orsatkairo). Selain itu Dia juga menghasilkan
beberapa karya terjemahan, sepertiar-rasul (gip, 2001), biografi umar bin abdul
aziz (gip, 2002), menyucikanjiwa (gip, 2005), rihlahilallah (era intermedia, 2004),
dll. cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi ketika duka tersenyum (fba, 2001),
merah di jenin (fba, 2002), ketika cinta menemukanmu (gip, 2004). Pada tahun
2002, kang Abik juga didaulat untuk membacakan puisi dalam momen kuala
lumpur world poetry reading ke-9 di Malaysia. Puisi-puisi kang Abik yang lainnya
juga diterbitkan oleh beberapa media Malaysia. Selain itu, kang abik juga terkenal
karena karya satra populernya, bahkan beberapa telah dijadikan film. Beberapa di
antaranya adalah ketika cinta berbuah surga (mqs publishing, 2005), pudarnya
pesona cleopatra (republika, 2005), ayat-ayat cinta (republika-basmala, 2004),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
diatas sajadah cinta (telah disinetronkan trans tv, 2004), ketika cinta bertasbih 1
(republika-basmala, 2007), ketika cinta bertasbih 2 (republika-basmala, 2007),
dalam mihrab cinta (republika-basmala, 2007), bumi cinta (2010) dan the
romance. Kang abik kini sedang sibuk merampungkan beberapa karya popular
lainnya seperti langit makkah berwarna merah, bidadari bermata bening, bulan
madu di yerussalem, dan dari sujud kesujud (kelanjutan dari ketikacinta
bertasbih).
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Pemanfaatan Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Gaya bahasa yang khas dan cukup dominan dalam novel Pudarnya Pesona
Cleopatra adalah pemajasan. Majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra
memberi daya hidup, memperindah, dan mengefektifkan pengungkapan gagasan.
Majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra didominasi oleh hiperbola,
disusul kemudian personifikasi, simile, metafora. Adapun pemajasan lain yang
terdapat dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah metonimia, antitesis,
repetisi, aliterasi, epifora, paradoks, sinekdoke, litotes, dan eponim.
a. Analisis Makna Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Berawal dari deskripsi data pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat pada
novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy berikut akan
dianalisis makna yang terkandung dari tiap majas.
1) Majas Hiperbola
a) Jangan kau kecewakan harapan ibumu yang telah hadir jauh sebelum kau
lahir !” ucap beliau dengan nada mengiba. (PPC, 1)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut. Harapan
ibu dinyatakan dalam kalimat tersebut hadir sebelum anaknya lahir. Harapan
ibu pada kalimat tersebut merupakan sesuatu yang dibesar-besarkan.
b) Bener nih, serius!” propaganda adikku berapi-api. (PPC,2)
Hiperbola adalah gaya bahasa yang membesar-besarkan sesuatu dari hal
yang sebenarnya. Dalam konteks ini propaganda dikatakan berapi-api,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
yang menyangatkan maksud dari propaganda itu. Makna kalimat di atas
adalah memberikan propaganda atau pengaruh dengan tanpa henti dan penuh
semangat.
c) Apakah mungkin karena aku telah begitu hanyut citra gadis-gadis Mesir
Titisan Cleopatra yang tinggi semampai?. (PPC, 3)
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. Makna dari kalimat di atas adalah ketertarikan
yang begitu kuat pada seorang gadis cantik seperti Cleopatra.
d) Aura pesona kecantikan gadis-gadis Mesir Titisan Cleopatra sedimikian
kuat mengakar dalam otak, perasaan dan hatiku, sedimikian kuat
menjajahkan cita- cita dan mimpiku. (PPC, 3)
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena kata
“sedimikian kuat mengakar” dan “sedimikian kuat menjajahkan” seakan-
akan melebih-lebihkan “Aura pesona kecantikan”. Makna kalimat tersebut
adalah aura pesona gadis mesir yang dijiwai terlalu dalam.
e) Jika tersenyum, lesung pipinya akan menyihir siapa saja yang melihatnya.
(PPC, 3)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat
di atas dinyatakan “jika tersenyum” akan menyihir siapa saja, maksudnya
adalah senyumnya begitu menarik dan menggoda.
f) Terkadang bibit cinta yang kuharapkan itu malah menjelma menjadi tiang
gantungan yang mencekam. (PPC, 4)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Makna kalimat di atas
adalah bibit cinta yang membuat seseorang yang mengalaminya tersiksa.
g) Sinar wajah ibu berkilat-kilat, hadir didepan mata duh gusti tabahkan
hatiku!. (PPC, 4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu
melebih-lebihkan kata “sinar” yang dilebihkan dengan kata “berkilat-kilat”.
Makna dari kalimat di atas adalah wajah teduh, yang penuh dengan harapan.
h) Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku
meronta-ronta. (PPC, 5)
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu
melebih-lebihkan perasaan tersiksa karena senyum Rihana. Makna dari
kalimat tersebut adalah tersiksa karena hal tersebut tidak seperti dalam
kenyataannya.
i) Hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-
ayat Nya, oh, alangkah dahsyatnya sambutan cinta Raihana atas kemesraan
yang ku merintih menangisi kebohongan dan kepura-puraanku. (PPC,5)
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. alangkah dahsyatnya kata tersebut seolah-olah
memberikan makna yang lebih hebat.
j) Yang kurasakan adalah siksaan-siksaan jiwa yang mendera-dera. (PPC, 5)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. “siksaan” dilebihkan dengan kata “mendera-
dera”. Makna dari kalimat di atas adalah siksaan jiwa yang dirasakan begitu
berat.
k) Duhai cintaa hadirlah, hadirlaaaah! Aku ingin merasakan seperti apa
indahnya mencintai seorang isteri!” jerit batinku menggedor–gedor jiwa.
(PPC,6)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat
di atas dinyatakan dengan jerit batinku menggedor–gedor jiwa, maksudnya
adalah siksaan batin yang begitu dalam.
l) Perasaan itu mencengkeram seluruh raga dan sukma. (PPC, 7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Perasaan adalah bagian dari
tubuh manusia bagaimana mungkin bagian tubuh bisa mencengkeram raga
dan sukma. Makna kalimat di atas adalah perasaan yang mengakibatkan rasa
yang membelenggu diri.
m) Duka yang bergejolak-gejolak tiada bisa diredam dengan diam. (PPC, 7)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena melebih-
lebihkan keadaan yang sebenarnya. Duka dianggap seperti bergejolak
dalam jiwa. Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas adalah duka
yang begitu mendalam.
n) Duka yang menganga menebarkan perasaan sia-sia. (PPC, 7)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena melebih-
lebihkan keadaan yang sebenarnya. Duka dianggap seperti bara api yang
menganga membakar jiwa. Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas
adalah duka yang menyebabkan perasaan menyesal.
o) Di luar hujan deras. Suara guntur menggelegar dan petir menyambar-
nyambar. (PPC, 12)
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu
melebih-lebihkan. Suara petir dan guntur dilebih-lebihkan dengan
memanfaatkan kata “ menggelegar” dan “menyambar-nyambar”
p) ku punya keponakan cantik namanya mona zaki. Maukah kau berkenalan
dengan?” kata Ratu Cleopatra yang membuat hatiku berbunga-bunga luar
biasa. (PPC, 12)
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu
melebih-lebihkan. Perasaan senang dilebihkan dengan kata “berbunga-bunga
“ diperkuat dengan kata “ luar biasa”. Dalam konteks tersebut maknanya
adalah perasaan senang yang dalam.
q) Hatiku bergetar luar biasa. (PPC, 14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf,
2004:135). Pada kalimat di atas dinyatakan hatiku bergetar luar biasa,
maksudnya adalah perasaan kagum yang mendalam/ terharu.
r) Hatiku bergetar hebat. (PPC, 14)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf,
2004:135). Pada kalimat di atas dinyatakan hatiku bergetar hebat,
maksudnya adalah perasaan kagum yang mendalam
s) Gelora cinta yang membara tak bisa berbuat apa-apa. (PPC, 18)
Kalimat tersebut di kategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu
melebih-lebihkan kata “Gelora cinta” yang diibaratkan membara seperti api
yang panas. Makna dari kalimat di atas adalah cinta yang besar.
t) mbak!eh maaf, maksudku D….Di….Dinda hana!” panggilku dengan suara
parau tercekak dalam tenggorokan. (PPC, 20)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Makna kalimat di atas
adalah suara yang tertahan, seolah-olah sulit untuk berkata.
u) Di samping karena kecantikannya yang menyihir siapa saja yang melihatnya
saya juga merasa sangat prestise jika berhasil menyuntingnya. (PPC,32)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Kata “kecantikannya”
dilebihkan dengan memanfaatkan kata “menyihir”. Makna kalimat di atas
adalah kecantikan yang memikat siapa saja yang melihatnya.
v) Saya pukul dia habis-habisan. (PPC, 37)
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu
melebih-lebihkan. Kata “pukul” dihiperbolakan dengan “habis-habisan”.
Kalimat tersebut hanya menggambarkan memukul dengan terus menerus ,
Karena perasaan marah yang begitu hebat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
w) Ia lawan badai derita yang menerpannya dengan doa dan lantunan ayat
suci alquran. (PPC, 41)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. Derita dilebihkan dengan memanfaatkan kata
“badai” sehingga menjadi “badai derita”. Berdasarkan konteksnya makna
kalimat tersebut adalah penderitaan yang besar atau hebat.
x) Tak terasa air mataku mengalir,dadaku sesak oleh rasa haru yang luar
biasa. Tangisanku meledak. (PPC, 42)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Makna kalimat di atas
adalah airmata yang sudah tidak dapat ditahan lagi.
y) Cahaya Raihana terus berkilat-kilat di mata. (PPC, 43)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. “Cahaya” dilebihkan dengan memanfaatkan
kata “berkilat-kilat”. Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah
wajah Rihana selalu terbayang-bayang.
z) Sukmaku menjeri-menjerit, mengiba-iba. (PPC, 42)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat
di atas dinyatakan dengan Sukmaku menjeri-menjerit yang memiliki makna
perasaan sakit hati yang dalam.
aa) Hatiku bergetar hebat. (PPC, 44)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat
di atas dinyatakan hatiku bergetar hebat, maksudnya adalah perasaan kagum
yang mendalam
bb) Rinduku padanya menggelegak- gelegak. (PPC, 44)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Kata “Rinduku” dilebihkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dengan memanfaatkan kata “menggelegak- gelegak”. Makna kalimat di atas
adalah kecantikan yang memikat siapa saja yang melihatnya.
cc) Sukmaku menjerit-jerit, mengiba-iba. Aku ingin Raihana hidup kembali.
(PPC, 45)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf, 2004:
135). Pada kalimat di atas dinyatakan dengan Sukmaku menjeri-menjerit
yang memiliki makna perasaan sakit hati yang dalam.
dd) Seribu doa terpanjatkan agar hatiku terbuka.
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf, 2004:
135). Pada kalimat di atas dinyatakan dengan Seribu doa terpanjatkan yang
memiliki makna memanjatkan doa yang terus menerus.
2) Majas Personifikasi
a) Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan yang
mengintai. (PPC, 3)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati
atau tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Pada
kalimat “Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan
yang mengintai” ditemukan kata yang acuannya bukan manusia tetapi diberi
ciri insani, yaitu kecemasan yang dinyatakan bisa mengintai. Mengintai
merupakan tindakan yang dilakukan manusia melalui indra penglihat. Makna
kalimat di atas sebenarnya untuk melukiskan kecemasan yang selalu
menyertai setiap langkah.
b) Aku hidup dalam hari-hari yang mengancam. (PPC, 4)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena menggambarkan hal yang
tidak bernyawa yaitu hari seolah-olah memiliki sifat dan dapat bertindak
selayaknya manusia. Kalimat di atas sebenarya untuk menggambarkan
kehidupan yang diliputi rasa gelisah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
c) Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. (PPC, 5)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi manusia karena lantunan shalawat
seolah-olah dilukiskan selayaknya manusia yaitu dapat menusuk-nusuk hati
seolah-olah bergerak. Berdasarkan konteksnya makna kalimat lantunan
shalawat terasa menusuk hati adalah seperti tertekan, tidak nyaman dengan
keadaan yang dialami.
d) Pertanyaan-pertanyaan itu menebas leher kemanusiaanku. (PPC,5)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda mati dapat
bertindak seperti manusia. Kalimat tersebut mengandung gaya personifikasi
karena menganggap pertanyaan yang sebagai benda mati dapat bertindak
seperti halnya manusia yang bisa menebas leher. Makna dari kalimat
tersebut adalah pertanyan yang menyudutkan.
e) Senyum manis Raihana tak juga menembus batinku. (PPC, 6)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati
seolah-olah dapat bertindak seperti manusia. Senyum tidak dapat
menembus batin, kalimat tersebut seolah-olah mengibaratkan senyum itu
bisa bergerak menembus batin. Makna dari kalimat tersebut adalah senyum
manis Rihana tak dapat mempengaruhi perasaan si Aku.
f) Cinta yang kudamba bukannya mendekat, tapi malah lari semakin jauh dari
detik ke detik. (PPC, 6)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi, cinta pada kalimat di atas diibaratkan
mempunyai sifat seperti manusia. Pada kalimat tersebut dinyatakan “cinta
bukannya mendekat, tapi lari menjauh”. Cinta yang merupakan perasaan
manusia diibaratkan bisa bergerak menjauh ataupun mendekat. Makna
kalimat tersebut adalah perasaan cinta yang menjauh dari hidupnya.
g) Bahkan, dari detik ke detik rasa muak itu semakin menjadi-jadi, menggurita
dan menjajah diri. (PPC, 7)
Kalimat tersebut bisa dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
karena kata “rasa muak” seolah-olah diibaratkan bisa menggurita dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
menjajah diri. Makna kalimat tersebut adalah rasa muak yang dirasakan
sudah tidak tertahan lagi, dan menyiksa diri.
h) Yang datang justru rasa muak dan hampa yang menggelayut dalam relung
jiwa. (PPC, 8)
Kalimat tersebut bisa dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
Karena “rasa muak dan hampa” diibaratkan dapat mengelanyut dan
bergantungan seperti benda hidup. Makna dari kalamat tersebut adalah rasa
muak dan hampa yang sudah merasuk ke dalam jiwa.
i) Bacaan Alquran Raihana tak menyentuh hati dan perasaan. (PPC, 8)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena bacaan Alquran seolah-olah
dilukiskan tidak dapat menyentuh hati dan perasaan. Bacaan al-Quran
seolah-olah diibaratkan seperti indra peraba yang bisa menyentuh.
Berdasarkan konteksnya makna kalimat bacaan Alquran Rihana tidak dapat
mempengaruhi hati dan perasaan si Aku.
j) Hari terus berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. (PPC, 10)
Kalimat tersebut mengandung majas personifikasi karena hari dan
komunikasi dalam konteks ini dilukiskan memiliki sifat seperti manusia
yaitu bisa berjalan. Makna kalimat tersebut untuk melukiskan dua hal yang
bertentangan.
k) Tangis raihana tak juga mampu membuka jendela hatiku. (PPC, 16)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena tangis Rihana seolah-olah
dilukiskan tidak dapat membuka jendela hati si Aku. Tangis Rihana seolah-
olah diibaratkan seperti manusia yang bisa membuka dan menutup jendela.
Berdasarkan konteksnya makna kalimat Tangis Rihana tidak dapat
mempengaruhi hati dan perasaan si Aku.
l) Dalam hati aku menangis disebut pasangan paling ideal. (PPC, 21)
Hati pada kalimat tersebut diibaratkan bisa menangis pada kenyataanya tidak
ada hati yang bisa menangis. Makna kalimat tersebut adalah perasan sedih
karena hal tersebut bertentangan dengan hal yang sebenarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
m) Namun hatiku…..oh, hatiku menangis meratapi cintaku. (PPC, 22)
Hati pada kalimat tersebut diibaratkan bisa menangis pada kenyataanya tidak
ada hati yang bisa menangis. Makna kalimat tersebut adalah perasan sedih
karena cinta
n) Batin saya menangis. (PPC, 35)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena batin seolah-olah dilukiskan
dapat menangis. Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah
perasaan yang tertekan dan sedih.
o) Perlahan bisnis yang baru saya rintis mulai menggeliat. (PPC, 36)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena menggambarkan hal yang
tidak bernyawa yaitu hari seolah-olah memiliki sifat dan dapat bertindak
selayaknya manusia. Bisnis diibaratkan bisa mengeliat /bergerak seperti
manusia. Makna dari kalimat tersebut adalah bisnis yang bangkrut mulai
berkembang kembali.
3) Majas Simile
a) Dalam balutan jilbab sutera putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar,
seperti permata Zabarjad yang bersih, indah berkilauan tertimpa sinar
purnama. (PPC, 3)
Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung
menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa simile karena terdapat kata pembanding seperti.
Wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar diibaratkan seperti sebuah permata
permata Zabarjad yang bersih, indah berkilauan yang terkena sinar bulan.
Makna kalimat tersebut adalah wajah gadis Mesir itu cantik dan bersinar.
b) hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ke
tiang gantungan. (PPC, 4)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan
dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain
dengan menggunakan kata tugas seumpama. Seumpama tawanan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
konteks ini mengandung makna bahwa keberadaannya seperti seorang
tawanan yang siap untuk menjalani hukuman. Makna kalimat tersebut adalah
si Aku merasa seperti tawanan.
c) Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. (PPC,
4)
Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua
hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal lain dengan
menggunakan kata pembanding bagai. Dalam konteks ini si Aku
diibaratkan dengan mayat hidup. Makna kalimat di atas adalah melukiskan
keadaan seseorang yang menikah tanpa didasari rasa cinta. sehinga Ia seperti
mayat yang hanya bisa pasrah diperlakukan oleh orang lain.
d) Kata-katanya terasa bagaikan ocehan penjual jamu yang tak kusuka. (PPC,
10)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile. Hal ini nampak pada
penggunaan perbandingan antara dua hal secara eksplisit dengan
menggunakan kata pembanding bagaikan. “Kata- kata” dikatakan seperti
bagaikan ocehan penjual jamu yang tidak disuka. Makna kalimat di atas
adalah melukiskan ketidaksenangan akan kata-kata seseorang.
e) Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. (PPC, 12)
Pemanfaatan gaya bahasa simile nampak pada kalimat tersebut karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama
dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding seperti. Dalam
konteks ini Aku diibaratkan seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Makna
kalimat di atas adalah melukiskan seseorang seperti anak yang masih kecil.
f) Meskipun Cuma mimpi itu sangat indah dan seperti dalam alam nyata.
(PPC, 15)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan
dua hal secara eksplisit atau menyatakn sesuatu sama dengan hal yang lain
dengan menggunakan kata tugas seperti. Seperti dalam alam nyata dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
konteks ini mengandung makna bahwa kejadian di alam mimpi seolah-olah
terjadi secara nyata.
g) Kelembutannya seperti Dewi Sembodro tak juga membuatku jatuh cinta.
(PPC, 16)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan
dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain
dengan menggunakan kata pembanding seperti. Dalam konteks ini
kelembutannya dibaratkan seperti dewi Sembodro. Makna dari kalimat
tersebut adalah wanita yang memiliki kelembutan hati.
h) Aku ingin mencintai isteriku seperti Ibnu Hazm mencintai isterinya. Dan aku
ingin dicintai isteriku seperti Ibnu Hazm dicintai isterinya. (PPC, 19)
Pemanfaatan gaya bahasa simile nampak pada kalimat tersebut karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama
dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding seperti. Dalam
konteks ini Aku ingin mencintai isteriku seperti Ibnu Hazm mencintai
isterinya.
i) Dan jika ada sedikit letupan atau masalah antara kami berdua, maka rumah
seperti neraka. (PPC, 34)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan
dua hal secara eksplisit atau menyatakn sesuatu sama dengan hal yang lain
dengan menggunakan kata tugas seperti. Rumah diibaratkan seperti neraka
yang panas. Makna dari kalimat tersebut adalah rumah yang tidak nyaman
bagi penghuninya.
j) Kata-kata yasmin yang terdengar bagaikan geledek menyambar itu terasa
perih menikam ulu hati. (PPC, 36)
Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua
hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal lain dengan
menggunakan kata pembanding bagaikan. Dalam konteks ini kata-kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
yasmin diibaratkan bagaikan geledek menyambar. Makna kalimat di atas
adalah kata-kata yasmin yang tidak terduga dan membuat sakit hati.
k) Dan hati saya seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu setiap kali mendengar si
sulung mengigau meminta ibunya pulang tiap malam. (PPC, 38)
Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa simile karena hati saya
yang diibaratkan seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu. Makna kalimat
diatas adalah permintaan anaknya yang berat untuk dikabulkan.
4) Majas Metafora
a) Ingin aku memberontak pada ibu. Tapi teduh wajahnya selalu membuatku
luluh. (PPC, 4)
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara
langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Sementara itu menurut Maulana
(2008: 1) metafora juga dapat diartikan dengan majas yang
memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Teduh wajahnya
merupakan gambaran wajah yang bersahaja, penuh harap bukan wajah yang
teduh dalam makna sebenarnya.
b) Sehingga diriku tak ubahnya patung batu. (PPC,8)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
kesamaan makna. Dalam konteks ini manusia dianggap sama seperti patung
dalam arti tidak melakukan aktivitas apa pun, tidak beranjak dari tempat,
atau berdiam diri. Jadi, makna kalimat di atas adalah aku seperti patung batu
yang berdiam diri, yang hanya bisa melihat,meneruti semua kemauan.
c) Jelaskan padaku apa yang harus aku lakukan untuk membuat rumah ini
penuh bunga-bunga indah yang bermekaran?. (PPC, 10)
Kalimat tersebut bersifat metafora yaitu berusaha membandingkan dua hal
yang dinyatakan secara eksplisit. Bunga merupakan bentuk simbolis dari
keindahan. Berdasarkan konteksnya makna kalimat penuh bunga-bunga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
indah yang bermekaran adalah melukiskan rumah yang penuh dengan canda
tawa dan kebahagiaan dari penghuni rumah.
d) Mona Zaki, aktris belia yang sedang naik daun itu?. (PPC, 13)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora. Metafora
merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda
dianggap memiliki kesamaan makna. Dalam konteks ini naik daun
ditujukan untuk menggambarkan sedang terkenal bukan dalam arti yang
sebenarnya yaitu naik selembar daun.
e) Sungguh kasihan pak Agung.dulu dia adalah bintang dikampus ini. (PPC,
26)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
kesamaan makna. Bintang kampus dalam kalimat tersebut bukan seperti
dalam makna yang sebenarnya. Bintang letaknya dilangit (atas) dan bersinar.
in untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kecerdasan dan prestasi.
f) Menurut cerita Pak Soerdarmaji, Zaenab memang tidak secantik bintang
film tapi untuk ukuran di desanya bisa dikatakan kembang desa. (PPC, 26)
Metafora merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang
berbeda dianggap memiliki kesamaan makna. Kalimat tersebut mengandung
majas metafora. Kembang desa dalam konteks ini berarti wanita yang paling
cantik. Kembang (bunga) adalah sebagai simbol untuk keindahan.
5) Majas Metonimia
a) Aku ingin menjadi mentari pagi di hatinya, meskipun untuk itu aku harus
mengorbankan diriku. (PPC, 2)
Kalimat tersebut dapat dikategorikan dalam pemanfaatan gaya bahasa
metonimia karena menggunakan sebuah kata untuk menyatakan sesuatu hal
yang lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat untuk melukiskan
sesuatu yang dipergunakan sehingga kata tersebut berasosiasi dengan benda
keseluruhan .Makna kalimat di atas dapat ditujukan pada penggunaan kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
lain yang lengkap, yaitu menunjuk pada mentari pagi. Kata tersebut untuk
menggantikan matahari.
b) Aku justru melihat jika ada delapan gadis Mesir maka yang cantik ada enam
belas karena bayangannya juga ikut cantik. (PPC, 17)
Kalimat tersebut dapat dikategorikan dalam pemanfaatan gaya bahasa
metonimia karena menggunakan sebuah kata untuk menyatakan sesuatu hal
yang lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat untuk melukiskan
sesuatu yang dipergunakan sehingga kata tersebut berasosiasi dengan benda
keseluruhan . Bayangan juga ikut cantik ini memiliki pertalian dengan benda
aslinya yaitu gadis yang cantik.
6) Majas Antitesis
a) Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada didalam
kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal
itu. (PPC, 1)
Antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang artinya
bertentangan. Pada kalimat tersebut kita temukan penggunaan kata yang
berlawanan arti yaitu kata panjang yang merupakan lawan dari kata lebar.
Makna dari kalimat tersebut adalah memberi penjelasan dengan detail.
7) Majas Repetisi
a) Duh pusing aku, pusing! . (PPC, 2)
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata,.
Repetisi pada kalimat tersebut memanfaakkan kata pusing. Bila kita lihat
maknanya kita bisa menyimpulkan bahwa pusing sekali.
b) Dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau. (PPC, 7)
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata.
Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata
duka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
c) Resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian. (PPC, 7)
Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata
resah. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah resah yang sangat .
d) Raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian. (PPC, 7)
Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata
ragu. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah tentang sikap keragu-raguan.
e) Mauku maukau mautahu mausampai maukalian Maukenal maugapai.(PPC,
7)
Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata
mau. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah kemauan yang keras.
f) Sisaku siasakau siasiasia siarisau siakalian Sia-sia…(PPC, 7)
Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata
sia-sia. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah adalah perbuatan yang sia-
sia
8) Majas Paralelisme
a) Aku. Inginku. Galauku. Resahku. Dukaku. Mengumpal jadi satu. (PPC, 7)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa paralelisme karena berusaha
mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata yang menduduki fungsi
yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Dalam konteks tersebut kata
Galauku Resahku Dukaku sejajar dengan kata sedih, karena resah dan duka
adalah menandakan dalam keadaan sedih. Makna kalimat tersebut adalah
resah,duka dan kesedihan yang menjadi satu.
9) Majas Epifora
a) Aku merasa hidupku adalah sia-sia. Belajarku lima tahun diluar negeri sia-
sia. Pernikahanku sia-sia. (PPC, 7)
Epifora adalah pengulangan kata pada akhir kalimat atau di tengah kalimat.
Epifora pada kalimat di atas tampak pada penggunaan kata “sia-sia”. Kata
“sia-sia”pada kalimat tersebut sebagai penegas. Makna dari kalimat tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
adalah semua yang ada pada diri “aku” seakan-akan tidak berguna semuanya
sia-sia.
10) Majas Paradoks
a. Aku biasanya suka romantis kenapa bisa begini sadis. (PPC, 7)
Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang
ada dengan fakta-fakta yang ada. Pemanfaatan gaya bahasa paradoks tampak
pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan yang bertentangan
namun mengandung kebenaran. Dalam konteks ini jelas sekali terdapat
pertentangan antara frasa suka romantis dengan begini sadis. Akan tetapi, hal
itu mengandung kebenaran karena “Aku” memang berbuat sadis karena
keadaan.
11) Majas Sinekdoke
a) Wajah-wajah yang cukup manis tapi tidak semanis dan seindah gadis-gadis
lembah sungai Nil. (PPC, 12)
Pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan sebagian untuk
keseluruhaan. Pemanfaatan gaya bahasa sinekdoke pars pro toto nampak
pada kalimat di atas karena menggunakan sebagian untuk menyebutkan
keseluruhan. Lembah adalah bagian dari sungai dengan demikian lembah
sungai Nil yang dimaksudkan adalah sungai Nil secara secara utuh, jadi
tidak hanya lembahnya saja.
b) Anda sangat beruntung orang Indonesia. (PPC, 14)
Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian
dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan
keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Pada kalimat tersebut disebutkan
“Anda sangat beruntung orang Indonesia”, yang dimaksudkan dalam kalimat
tersebut adalah salah satu orang Indonesia yaitu “ Aku”. “Orang Indonesia “
digunakan untuk menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagaian.
c) Dunia tiba-tiba gelap semua. (PPC, 45)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan sebagian untuk
keseluruhaan. Pemanfaatan gaya bahasa sinekdoke pars pro toto nampak
pada kalimat di atas karena menggunakan sebagian untuk menyebutkan
keseluruhan. “Dunia tiba-tiba gelap semua” yang dimaksud dalam kalimat
tersebut bukanlah dunia secara keseluruhan melinkan pandangan mata.
12) Majas Litotes
a) Gaji saya sebagai dosen hanya cukup untuk makan saja. (PPC, 33)
Litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi
(dikecilkan) dari makna sebenarnya. Kalimat tersebut digunakan untuk
merendahkan diri. “Gaji saya sebagai dosen hanya cukup untuk makan saja”.
Padahal gaji sebagai dosen kalau dipikir-pikir sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari tidak hanya untuk makan.
13) Majas Eponim
a) Anak tuan rumah yang kecantikannya khas Cleoptra itu juga mencintai saya.
(PPC, 31)
Eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu
sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
menyatakan sifat. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa eponim
karena “kecantikannya khas Cleoptra” menggambarkan kecantikan yang
sempurna seperti seorang ratu Mesir.
b) Kelembutannya yang seperti Dewi Sembodro tak juga membuatku jatuh
cinta.
Eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu
sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
menyatakan sifat. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa eponim
karena “Kelembutannya yang seperti Dewi Sembodro” menggambarkan
mengambarkan sosok perempuan yang berhati lembut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
b. Alasan Pemakaian Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Penggunaan Gaya bahasa dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
oleh pengarang ada yang disengaja ada yang tidak disengaja. Penggunan gaya
bahasa tidaklah diutamakan yang penting bagaimana pembaca bisa memahami
bahasa yang disajikan dalam novel tersebut. Hal ini seperti yang dikemukakan
oleh Habiburrahman berikut:
Berdasakan peryataan pengarang tersebut penulis dapat menyimpulkan
bahwa pengarang mengetahui pengetahuan tentang gaya bahasa atau majas.
Gaya bahasa bukanlah hal utama yang dipikirkan ketika menulis melainkan isi
dari tulisanlah yang diperhatikan. Gaya bahasa digunakan pengarang untuk
menyampaikan gagasannya kepada pembaca. Alasan pemakaian gaya bahasa
novel Pudarnya Pesona Cleopatra oleh Habiburrahaman El-Shirazy adalah
untuk memudahkan pembaca dalam memahami novel tersebut dan untuk
mendapatkan efek estetika dalam novel tersebut. Seperti yang dikemukakan
oleh Habiburrahman berikut:
Satu-satunya alasan saya menggunakan gaya bahasa tersebut adalah agar
pembaca paham dan bisa menghayati cerita yang saya tulis. Serta merasakan
keindahannya. Saya menggunakan bahasa yang sederhana dan gaya bahasa
yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak digunakan gaya bahasa dalam novel itu, Ada yang sengaja ada yang
tidak. Namun ketika menulis yang utama terpikir bukan gaya bahasa, tetapi
bagaimana kalimat yang saya tulis masuk ke dalam hati dan perasaan
pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
c. Proporsi Pemakaian Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Distribusi Frekuensi dan Presentase Penggunaan Majas dalam
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El-Shirazy
No Gaya
Bahasa
Frekuensi
Frekuensi
Relatif
Frekuensi
Absolute/Prosent
ase
Penggunaan
Data (x)
∑
∑ x 100 %
1 Hiperbola 31 0.383 38.3%
2 Personifikasi 15 0.185 18.5%
3 Simile 11 0.136 13.6%
4 Metafora 6 0.074 7.4%
5 Metonimia 2 0.025 2.5%
6 Antitesis 1 0.012 1.2%
7 Repetisi 6 0.074 7.4%
8 Paralelisme 1 0.012 1.2%
9 Epifora 1 0.012 1.2%
10 Paradoks 1 0.012 1.2%
11 Sinekdoke 3 0.037 3.7%
12 Litotes 1 0.012 1.2%
13 Eponim 2 0.025 2.5%
(∑X) 81 100%
keterangan :
x = Banyaknya pemunculan jenis Majas dalam data
∑x = Total keseluruhan munculnya Majas
Terlihat dalam tabel di atas, bahwa penggunaan gaya bahasa hiperbola
dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El-Shirazy
sangat menonjol. Dari 81 data: gaya bahasa hiperbola sebanyak 31;
personifikasi 15; simile 11, metafora 6; metonimia 2; antitesis 1, repetisi 6;
paralelisme 1; epifora 1; paradoks 1; sinekdoke 3, litotes 1; dan eponim 2. Gaya
bahasa yang paling dominan digunakan adalah gaya bahasa hiperbola sebanyak
38.3% yaitu 31 data dari 81 data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
a. Pemanfaatan Pilihan Kata
Pemanfaatan pilihan kata dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra
dipengaruhi oleh faktor sosiokultural penulis. Selain itu latar pendidikan penulis
juga berperan serta dalam mewujudkan kekhasan pilihan kata yang diungkapkan
melalui deskripsinya. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra mampu menonjolkan
pemilihan dan keunikan pilihan kata a yang spesifik dan berbeda dari yang lain.
Keunikan pemakaian pilihan kata dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Pemakaian Kata Konotasi
Pemakaian kata konotasi juga terdapat dalam deskripsi cerita. Kata
konotasi yang digunakan penulis dalam tiap kalimat dimaksudkan untuk
membuat cerita lebih menarik. Perhatikan data-data berikut ini yang
menggunakan kata konotasi dalam kalimatnya.
a) Sungguh kasihan pak Agung,dulu dia adalah bintang dikampus ini.
(PPC:26)
b) Dia sangat terpukul atas apa yang terjadi pada dirinya (PPC:26)
Pada data (1-2) terdapat kata konotasi dalam setiap kalimatnya. Data
(1) bintang merupakan makna konotasi. Pada kalimat tersebut menjelaskan
bahwa pak Agung dulu adalah orang yang pandai di kampusnya. Selanjutnya
pada data (2) kata terpukul merupakan makna konotasi yang berarti tertekan
atau terpojok. Pada kalimat tersebut digunakan untuk mendeskripsikan keadaan
dirinya yang merasa terpojokkan. Penggunaan dan pemilihan kata konotasi
dalam data-data di atas sangat mengesankan pencitraan pembaca. Selain itu
juga menambah pengetahuan dan wawasan pembaca terutama dalam
memahami makna yang terkandung dalam deskripsi cerita. Pemakaian dan
pemilikan kata konotasi juga terdapat pada data-data berikut.
c) Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus
mengorbankan diriku.( PPC:2)
d) Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta (PPC:4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
e) Sehingga diriku tak ubahnya patung batu. (PPC:8)
f) Maukah kau berkenalan dengan?” kata Ratu Cleopatra yang membuat hatiku
berbunga-bunga luar biasa. (PPC:12)
g) Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol (PPC:17)
h) Adegan pertemuan Samar dengan Ibnu Hazm yang tidak disengaja disebuah
taman diCordoba benar-benar romantis dan menyihir segenap perasaan.
(PPC:18)
i) Menjadikan namanya terukir indah sepanjang sejarah. (PPC:18)
j) Mas, untuk menambah biaya persiapan kelahiran anak kita, tolong nanti
cairkan tabunganku! (PPC:23)
k) Bisnis tidak selamanya untung, ada kalanya jatuh. (PPC:34)
Keunikan pemilihan dan pemakaian kata konotasi pada data-data
tersebut memperlihatkan bahwa Habiburrahman adalah seorang penulis jenius
yang berwawasan dan berpengetahuan sangat luas, sehingga kaya akan
kosakata konotasi. Selain itu pemilihan dan pemakaian makna konotasi
menjadikan kekhasan tersendiri yang akan dapat memberikan nilai keindahan
dan daya tarik tersendiri bagi pembaca novel. Hal tersebut membuat deskripsi
cerita semakin bermakna, menarik dan memikat.
2) Pemakaian Kata Sapaan
Pada novel Pudarnya Pesona Cleopatra terdapat bentuk-bentuk
kebahasaan seperti kata yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam
situasi percakapan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan antara
pembicaranya. Adapun sifat hubungan itu didasarkan atas hubungan
kekerabatan, keakraban dan penghormatan. Bentuk-bentuk semacam itu disebut
sapaan. Adapun bentuk kata sapaan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra
sebagai berikut:
a) Tetapi selalu saja menjawab,”tidak ada apa-apa kok mbak, mungkin aku
belum dewasa. (PPC:9)
b) kenapa mas memanggilku”mbak”? aku „kan istri mas. (PPC:9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
c) mbak!eh maaf, maksudku D….Di….Dinda hana!” panggilku dengan suara
parau tercekak dalam tenggorokan. (PPC:20)
d) Ah Yu Iman ini menggoda terus, sudah satu tahun kok dibilang baru.” Sahut
Rihana. (PPC:20)
e) Ya masih baru tho nduk. (PPC:21)
f) kok belum ada tanda-tanda aku mau menimang cucu ya Mbakyu. (PPC:22)
g) Saya sering melihat teman dan tetangga dipanggil istrinya dengan panggilan
mesra penuh kehormatan “ bang “.(PPC:34)
h) Akhirnya saya hanya bdanisa membawa si sulung. (PPC:38)
Penggunaan Kata sapaan mas, mbak, dinda pada kalimat tersebut
digunakan untuk menyapa seorang istri. Diantara keduanya ada persamaan
kedudukan. Sedangkan sapaan mbakyu, yu dan bang digunakan untuk
menyebut orang yang memiliki kekerabatan dengan pembicara tetapi
kedudukannya lebih tua atau dihormati. Kata sapaan nduk digunakan untuk
menyebut seorang perempuan yang lebih muda usianya.
Habiburrahman meskipun telah menempuh pendidikan di luar Jawa
bahkan di luar negeri, tetapi dalam karyanya ia tetap mempertahankan bahasa
daerahnya untuk menyatakan sapaan. Hal ini menunjukkan kalau
Habiburrahman selain melestarikan bahasa daerahnya khususnya kata sapaan.
Selain itu juga dapat dikatakan bahwa Habiburrahman ingin mempertahankan
budaya lokal dalam hal menghormati lawan bicara dengan menggunakan kata
sapaan yang tepat. Pemanfaatan kata sapaan itu menambah kekhasan dan
kekhususan kosakata yang digunakan Habiburrahman dan menjadi ciri khas
gaya kepenulisannya.
3) Pemakaian Kata Serapan
1) Pemakaian Kata Serapan Bahasa Asing
Pemanfaatan kosakata bahasa Asing dalam novel Pudarnya Pesona
Cleopatra diantaranya dapat dilihat pada kata, frase ataupun klausa
bahasa Arab yang digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Habiburrahman sebagai seorang penulis novel Pudarnya Pesona
Cleopatra telah melalang buana ke luar negeri dan tinggal beebrapa tahun di
Arab khususnya Mesir, sehingga ia kaya akan kosakata dalam bahasa asing
khususnya bahasa Arab. Pemakaian leksikon bahasa Arab dalam kalimat
yang berupa kata diantaranya adalah sebagai berikut.
a) saat khitbah sekalis kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia
memang baby face dan lumayan anggun (PPC:3)
b) Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. (PPC:5)
c) Inna lillahi wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati.
(PPC:5)
d) Satu-satunya, harapanku hanyalah berkah dari Tuhan atas baktiku pada
ibu yang amat kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya ! (PPC:5)
e) Tapi, masya allah, bibit-bibit cintaku tak juga tumbuh. (PPC:5)
f) “Wallahu a‟lam!” jawabku sekenanya. (PPC:9)
g) Ratu juga telah mengundang ma‟dzun syar‟i. (PPC:14)
h) Oh, sungguh berdosa aku berpikir begitu. Ya rabbi la taukhizni !
(PPC:18)
i) mas nanti sore ada acara aqiqah-an dirumah yu imah semua keluarga
akan datang, termasuk ibundamu, kita diundang juga, yuk, kita datang
bareng (PPC:18)
j) Habis shalat dzuhur, insya allah!” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan. (PPC:20)
k) Dia adalah puteri pak Kiai Ahmad Munaji, pengasuh sebuah pesantren
tahfidh alquran di batu sana. (PPC:26)
l) Pernah. Ahamdulilah dia sarjana dan hafal alquran.” (PPC:29)
m) Yang lain rasib atau gagal. (PPC:30)
n) Ya allah sungguh bijaksana Engkau mengatur kahidupan. Subhanaka ya
lam novelrabbi ! (PPC:43)
Selaian kata serapan dari bahasa Arab dalam novel Pudarnya Pesona
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Cleopatra, Habiburrahman juga menggunakan kata-kata dari bahasa asing
laian yaitu bahasa Inggris. Pemakaian leksikon bahasa Inggris dalam
kalimat yang berupa kata diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Ala Cuma dua tahun kak, lagian sekarang‟ kan lagi nge-trend lho, laki-
laki menikah dengan wanita yang lebih tua. (PPC:2)
b) Apalagi Mbak Raihana itu baby face, selalu tampak lebih muda enam
tahun dari aslinya. (PPC:2)
c) Orang-orang banyak yang mengira dia itu baru sweet seventeenth lho kak
(PPC:2)
d) Aku membeli mie instant satu kardus dan semuanya beres. (PPC:24)
e) Waktu terus berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. (PPC:24)
f) Dia ingin rumah seperti di Mesir. Ada showernya (PPC:33)
2) Pemakaian Kata Serapan Bahasa Jawa
Pemilihan dan pemakaian leksikon bahasa Jawa dalam deskripsi cerita
ditampilkan secara spontan oleh penulis. Hal tersebut tidak terlepas dari
faktor sosial budaya penulis yang berasal dari Jawa. Sehingga dalam
mendeskripsikan cerita terkadang ia menggunakan leksikon bahasa Jawa di
dalam kalimat bahasa Indonesia. Perhatikan data berikut.
a) Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mankuyudan
Solo dulu,” kata ibu.(PPC:1)
b) kami pernah berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan
untuk memperteguh tali persaudaraan.(PPC:1)
c) Pokoknya cocok deh buat kakak,” komentar adikku,si Aida tentang calon
istriku (PPC:2)
d) Bisa jadi iklan sabun Lux lho, asli!” komentarnya tanya ragu. ( PPC:3)
e) Pepatah Jawa kuno bilang, Wiwiting tresno jalaran soko kulino. ( PPC:6)
f) Apakah aku akan tecatat dalam daftar orang-orang gila karena salah
kedaden dalam menghayati cinta? Embuh ! ( PPC:6)
g) Biasanya dalam keadaan meriang makan nasi itu tidak selera. ( PPC:12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
h) kita diundang juga, yuk, kita datang bareng. ( PPC:19)
i) Ya masih baru tho nduk. Namanya, pengantin baru satu tahun!
Hi….hi….hi….” celetuk ibu nertua membanyol. ( PPC:21)
j) tukas Yu Imah disambut gerr sanak kerabat. ( PPC:21)
k) Membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku.
(PPC:24)
b. Pemanfaatan Idiom
Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan
gabungan makna unsurnya. Adapun penggunaan idiom pada novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy adalah dapat dilihat pada
data-data berikut ini.
1) Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada didalam
kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal
itu. ( PPC:1)
panjang lebar dalam pengertian di atas adalah menjelaskan dengan detail
2) Kami pernah berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan
untuk memperteguh tali persaudaraan. ( PPC:1)
tali persaudaraan dalam pengertian di atas adalah memiliki hubungan
kekeluargaan.
3) Ibu tahu persis garis keturunan Raihana. ( PPC:1)
garis keturunan dalam pengertian di atas adalah silsilah kekeluargaan
4) Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. ( PPC:3)
hati pahit dalam pengertian di atas adalah perasaan yang tidak bisa
menerima dengan keadaan
5) terkadang bibit cinta yang kuharapkan itu malah menjelma menjadi tiang
gantungan yang mencekam. ( PPC:4)
bibit cinta dalam pengertian di atas adalah perasaan sayang
6) bagaimana bisa bertemu dalam ikatan darah bibi dan keponakan. Mimpi
memang sering aneh. ( PPC:15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
ikatan darah dalam pengertian di atas adalah hubungan keluarga
7) Tangis raihana tak juga mampu membuka jendela hatiku. ( PPC:15)
jendela hatiku dalam pengertian di atas adalah batin
8) Zaenab memang tidak secantik bintang film taoi untuk ukuran didesanya
bisa dikatakan kembang desa. ( PPC:26)
kembang desa dalam pengertian di atas adalah wanita yang paling cantik.
Pemilihan dan pemakaian idiom pada data-data di atas dalam deskripsi
cerita dimaksudkan penulis untuk lebih memperdalam makna tuturan. Idiom-
idiom tersebut sangat mewarnai dalam deskripsi cerita sehingga kalimat-
kalimat yang ditulis Habiburrahman seakan berpotensi membentuk paragraf-
paragraf baru. Pembaca dibuatnya terlena dan larut dalam cerita dengan
untaian bahasa yang begitu memikat. Selain itu pemilihan dan pemakaian
idiom berfungsi untuk membuat indah deskripsi cerita.
3. Pemanfaatan Citraan Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk
menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental dan dapat
membangkitkan pengalaman tertentu kepada pembaca. Dalam Novel Pudarnya
Pesona Cleopatra , pengarang juga memannfaatkan citraan untuk menambah imaji
pembaca dan membuat deskripsi cerita seakan-akan bisa dirasakan langsung oleh
pembaca. Adapun citraan dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah
sebagai berikut.
a. Citraan Penglihatan
Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan. Citraan
penglihatan yang muncul citraan dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
adalah sebagai berikut.
Bahkan tante Lia, pemilik salon kosmetik terkemuka di Bandung yang
seleranya terkenal tinggi dalam masalah kecantikan mengacungkan
jempol tatkala menatap foto Raihana. “ cantiknya benar-benar alami.
Bisa jadi iklan sabun Lux lho, asli!” komentarnya tanya ragu.(PPC:3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Yang berwajah putih jelita dengan hidung melengkung indah, mata bulat
bening khas Arab, dan bibir merah halus menawan. Dalam balutan jilbab
sutra putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar, seperti permata
Zabarjad yang bersih, indah berkilau tertempa sinar purnama. (PPC:3)
Dan lagi-lagi aku hanya bisa pas-pas. Sinar wajah ibu berkilat-kilat,
hadir didepan mata duh gusti tabahkan hatiku! (PPC:4)
Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku terasa teriris-iris dan
jiwku meronta-ronta. Aku benar-benar merana. (PPC:5)
Sampai dirumah, aku langsung membuka kasur tempat dia tidur selama
ini. Aku tersentak kaget. Dibawah kasur itu, kutemukan puluhan kertas
merah jambu. Hatiku berdesir,darahku terkesiap. (PPC:40)
Ibu mertua mengajakku kesebuah gundukan tanah masih baru di
kuburkan yang letaknya dipinggir desa. Diatas gundukkan itu ada dua
batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat
menahan rasa cinta, haru, rindu, dan penyesalan yang luar biasa.
(PPC:45)
Citraan penglihatan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah
untuk melukiskan kecantikan fisik seseorang, untuk melukiskan keadaan,
tempat, pemandangan.
b. Citraan Pendengaran
Citraan pendengaran adalah citraan yang ditimbulkan oleh pendengaran.
Berbagai peristiwa dan pengalaman hidup yang berkaitan dengan pendengaran
tersimpan dalam memori pembaca akan mudah bangkit dengan adanya citraan
audio. Citraan pendengaran yang muncul citraan dalam Novel Pudarnya
Pesona Cleopatra adalah sebagai berikut.
Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada didalam
kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah
kukenal itu. kok bisa-bisanya ibunya berbuat begitu. Pikiran orang dulu
terkadang memang aneh. (PPC:1)
pesta meriah dengan bunyi empat grup rebana terasa konyol. Lantunan
shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. Inna lillahi wa ilahi rajiun!
Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. (PPC:4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Tangis raihana tak juga mampu membuka jendela hatiku. Rayuan dan
ratapanya yang mengharu-biru tak juga meluruhkan perasaanku. Aku
meratapi dukaku. Raihana menangisi dukanya. . (PPC:16)
“Sungguh menyesal aku menikah denganmu orang Indonesia ! sungguh
menyesal! Aku minta, kau ceraikan aku sekarang juga ! aku tidak bisa
hidup bahagia kecuali dengan lelaki Mesir” kata –kata Yasmin terdengar
bagaikan geledek menyambar itu terasa perih menikam ulu hati.
(PPC:36)
Citraan penglihatan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah
untuk melukiskan hal-hal yang bisa didengar, seperti tangis, suara
c. Citraan Gerak
Citraan gerak melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak
tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada
umumnya. Citraan gerak yang muncul citraan dalam Novel Pudarnya Pesona
Cleopatra adalah sebagai berikut.
Hari terus berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup
seperti orang asing yang tidak saling kenal. Raihana tidak
menganggapku asing dia masih setia menyiapkan segala untukku. Tapi
aku merasa dia seperti orang asing. (PPC:10)
Waktu terus berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat
aku pulang kehujanan. Dan sampai dirumah hari sudah petang.
(PPC:24)
Citraan gerak melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi
dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada umumnya
4. Analisis Nilai-nilai Pendidikan
Karya sastra mempunyai struktur yang sangat kompleks. Demikian juga
susunan unsur-unsur yang membentuk keseluruhan karya juga sangat kompleks.
Sebuah karya sastra merupakan suatu sistem norma. Untuk memberi penilaian karya
sastra tidak dapat ditinggalkan menganalisis atau menguraikan karya sastra itu
dengan menggunakan sistem norma sastra. Setiap membaca karya sastra, sebenarnya
suatu usaha untuk menangkap norma-norma atau niali-nilai sastra. Nilai pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
yang terdapat dalam karya sastra dapat disimpulkan bahwa ada beberapa nilai
pendidikan yang bisa diperoleh dari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Nilai
pendidikan itu diantaranya adalah yang berhubungan dengan religi/agama, moral,
sosial dan budaya. Berikut ini nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra :
a. Nilai Pendidikan Religi/Agama
Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan
Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan
Tuhan tidak terlepas dari pembahasan agama. Nilai-nilai religius bertujuan untuk
mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat
kepada Tuhan.
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah novel pembangun jiwa yang
menceritakan tentang kehidupan berumah tangga tokoh “Aku” yang menikah
karena perjodohan. Menikah bagi setiap muslim adalah untuk menyempurnakan
ibadah.
Sebelum menikah harus diperhatikan kesiapan dari masing-masing pribadi,
menikah tujuannya adalah untuk beribadah. Dalam hadis Rasullullah disebutkan
bahwa “Nikahilah wanita karena empat perkara yang pertama karena hartanya,
kedua kecantikannya, ketiga keturunannya, dan yang terakhir karena agamanya”.
dalam kutipan novel ini ditulis:
Sungguh kasihan pak Agung.dulu dia adalah bintangdikampus ini. Jika saja
dia memilih Zaenab daripada Judittentu sekarang dia akan semakin
cemerlang. Dan keilmuanbanyak dimanfaatkan banyak orang.”sambung pak
Hardi. (PPC: 26)
Tapi Agung memolak. Bahkan selama di Australia berulang kali Agung
diberi tahu bahwa Zaenab siap menunggu. Tapi Agung lebih memilih judit
dengan alasan lebih berpikiran maju dan secantik sudah mengingatkan agar
tidak terpedayaan oleh pesona sementara. Kecantikan lahir bisa hilang.
Tapi kecantikan batin akan kekal.(PPC: 26-27)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
“Aku” dalam novel ini menikah dengan Rihana karena hasil perjodohan
bukan karena rasa cinta dan sayang dengan pasangan. Sehingga rumah tangganya
berantakan dan timbul penyesalan dari masing-masing pribadi yang menjalaninya.
Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini:
Beliau memaksaku untuk menikah dengan gadis itu. gadis yang sama sekali
tak kukenal. Sedihya, aku tiada berdaya sama sekali untuk melawanya. Aku
tak punya kekuatan apa-apa untuk memberontaknya. Sebab setelah ayah
tiada, bagiku ibu adalah segalanya. (PPC: 1)
Hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring
ketiang gantungan. Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati
hampa, tanpa cinta. Apa mau dikata, cinta adalah anugerah Tuhan yang tak
bisa dipaksakan, pesta meriah dengan bunyi empat grup rebana terasa
konyol. Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. Inna lillahi
wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. ( PPC: 4)
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa menikah karena perjodohan atau
paksaan akan menyiksa diri sendiri dan pasangan, karena tidak ada rasa sayang
dan cinta antara masing-masing individu. Meskipun pada awalnya dipaksakan
untuk menumbuhkan rasa cinta tapi pada akhirnya ketidaktertarikan membuat
ketidakharmonisan dalam keluarga, perasaan tertekan yang menyiksa. Seperti
dijelaskan dalam kutipan berikut:
Oh, bertapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Sudah dua bulan aku
hidup bersama seorang istri. Makan, minum, tidur dan shalat bersama
mahluk yang bernama Raihana, istriku. Tapi, masya allah, bibit-bibit
cintaku tak juga tumbuh. Senym manis Raihana tak juga menembus batinku.
Suaranya yang lembut tetap saja terasa hambar. Wajahnya yang teduh tetap
saja terasa asing bagiku.( PPC: 5)
Kelihatannya tidak hanya aku yang tersiksa dengan keadaan tidak sehat ini.
Raihana mungkin merasakan hal yang sama. Tapi ia adalah perempuan
Jawa sejati yang selalu berusaha menahan segala badai dengan
kesabaran.(PPC: 9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Ketika sudah ada keputusan untuk menikah apapun yang terjadi kelak harus
diterima oleh masing-masing individu. Menikah adalah memadukan dua
kepribadian yang berbeda menjadi satu, hidup dalam satu atap. Rasa saling
memiliki dan memahami harus dimiliki oleh individu. Setiap individu harus
memiliki rasa menerima atau rasa syukur terhadap nikmat dari Tuhan. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan berikut:
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana. Aku sendiri tidak tahu
dari mana sulitnya. Rasa tidak suka itu semakin menjadi-jadi. Aku tak
mampu lagi meredamnya. Aku dan Raihana hidup dalam dunia masing-
masing. Aktivitas kami hanya sesekali bertemu dimeja makan dan saat
sesekali shalat malam. (PPC:16)
Dengan melihat sinetron itu kehadiran kembali pesona kecantikan gadis-
gadis titisan Cleopatra yang jelita dalam film untuk menyeka kesedihankul.
Keagungan Wafa Shadiq, aktris muda Mesir saat memerankan Samar,
wanita shalehan yang dicintai Imam Ibnu Hazm,sungguh mempesona.
Dalam jilbab sutera merah klasik model Andalusia abad kejayaan islam,
auranya begitu menyejukkan hati. Adegan pertemuan Samar dengan Ibnu
Hazm yang tidak disengaja disebuah taman diCordoba benar-benar
romantis dan menyihir segenap perasaan.(PPC:17)
Dalam kutipan tersebut dijelaskan tokoh “Aku” sulit untuk hidup bersama
Rihana. Mereka hidup dalam dunianya masing-masing tidak ada komunikasi.
Tokoh “Aku” tidak bersyukur memiliki istri Rihana. Meskipun sudah menikah Ia
masih memimpikan memiliki istri seorang gadis mesir yang kecantikannya khas
Cleopatra.
Menurut Habiburrahman El-Shirazy nilai religius yang terdapat dalam novel
ciptannya adalah sebagai berikut :
Pilihlah (jodoh) yang baik agamanya. Kau tidak akan rugi. (Hadits nabi)
Syukurilah anugerah yang diberikan Tuhan kepadamu. (Seharusnya tokoh
aku bersyukur memiliki Raihana)
Jangan zalim pada perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
b. Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan
pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebagai manusia harus
dapat membedakan baik dan buruk. Ketika berjanji kewajibannya adalah untuk
menepatinya seperti diceritakan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra. Dalam
novel tersebut dikutip :
“Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mankuyudan Solo
dulu,” kata ibu. “ kami pernah berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis
akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu Anakku,ibu
yang telah hadir jauh sebelum kau lahir!” ucap beliau dengan nada mengiba.
(PPC :1)
Berdasarkan kutipan di atas disebutkan tokoh “Aku” dijodohkan dengan
teman Ibunya ketika masih di bangku sekolah dan Ibu tokoh “Aku” menepati
janjinya tersebut. Anaknya dinikahkan dengan Rihana anak temannya. meskipun
tokoh “Aku” pada awalnya menolak tetapi demi bakti kepada ibunya Ia merelakan
dirinya untuk menikah dengan Rihana. Seperti dikutip dalam novel :
Dalam pergaulatan jiwa yang sulit berhari-hari,akhirnya aku pasrah. Aku
menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi
mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
(PPC: 2)
Ikatan pernikahan adalah ikatan suci, Janji antara dua orang manusia untuk
hidup bersama. Kepercayaan terhadap masing-masing sangat diperlukan, setelah
menikah tidak ada rahasia diantara keduanya.Hal tersebut sesuai dengan kutipan
dalam novel :
Pak agung terpaksa harus mencerikan isterinya yang cantik itu. karena ia
melihat Judit selingkuh dengan bule Amerika. Judit lebih memilih hidup
dengan kekasihnya yang Amerika itu. (PPC: 26)
Lalu dengan tanpa rasa berdosa sedikitpun. Yasmin bercerita bahwa tadi
siang saat saya sedang berkunjung ke teman lama yang jadi staf KBRI dia
ditelpon teman dan kekasih lamanya saat kulia dulu. Teman lamanya itu telah
menjadi bisnisman sukses di Cairo. Kebetulan istrinya baru saja meninggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
dunia. Yasmin diajak makan siang dihotelnya. Dan dilanjutkan dengan
perselingkuhan. (PPC:36)
Dalam kutipan di atas dijelaskan bahwa seorang istri yang berselingkuh. Ia
tidak bisa menepati janji pernikahannya. Ia hanya mementingkan kehidupannya
sendiri. Menikah karena suaminya kaya, ketika suaminya menjadi orang yang
tidak punya ditinggalkan begitu saja, mencari orang yang bisa memenuhi
kebutuhannya.
c. Nilai Pendidikan Sosial
Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan
masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan
manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan
kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya.
Nilai sosial berhubungan dengan kehidupan manusia di dalam masyarakat.
manusia adalah mahkluk sosial sekaligus makhluk sosial yang mempunyai
kewajiban terhadap masyarakat. Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra
digambarkan kehidupan dalam berumah tangga. Dalam kehidupan rumah tangga
harus saling mengenal lingkungan sekitar. Bila ada tetangga atau saudara yang
mengundang kita harus bersedia menghadirinya. Hal itu adalah salah satu
kepedulian terhadap sesama. Seperti dikutip dalam novel :
“mas nanti sore ada acara aqiqah-an dirumah yu imah semua keluarga
akan datang, termasuk ibundamu, kita diundang juga, yuk, kita datang
bareng. Tidak enak kalau kita yang dielu-elukan keluarga tidak datang”
suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada zaman Ibnu
Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi satu piring onde-onde
kesukaanku dan segelas wedang jahe diatas meja. Tangannya yang halus
agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. (PPC:19)
Dalam kutipan di atas disebutkan tokoh “Aku” dan Rihana menghadiri
aqiqahan, semacam acara yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa biasanya
sebagai rasa syukur atas karunia diberikan anak oleh Tuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
d. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh
suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik
pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya
membatasi dan memberikan karakteristik pada sutu masyarakat dan
kebudayaannya.
Pernikahan antara dua budaya yang berbeda tidaklah dianjurkan, karena
perbedaan budaya akan mempengaruhi pola pikir diatara keduanya. Perbedaan
budaya berarti berbeda cara untuk menyikapi persoalan yang ada. Dalam Novel
Pudarnya Pesona Cleopatra dikisahkan tokoh Pak Qalyubi yang berasal dari
Indonesia dan beristerikan Yasmin orang Mesir. Antara Indonesia dan Mesir
memiliki latar belakang budaya yang berbeda. dan antara Pak Agung dengan Judit
, Pak Agung yang berasal dari Indonesia dan Judit dari Amerika. Akibat perbedaan
budaya tersebut pernikahan antara keduanya berakhir dengan perceraian. Pada
awalnya bahagia tetapi akhirnya celaka.
Seperti kutipan dalam novel di bawah ini:
Pak Soemardaji juga mengingatkan bahwa perempuan bule tidak cocok untuk
pemuda Indonesia. Juga sebaliknya, latar belakang budaya dangat jauh
berbeda. Dari kasus yang ada bahwa pernikahan bule-Indonesia lebih banyak
gagalnya. Tapi Agung nekad. Semua saran dan nasihat tidak ia indahkan. Ia
mengawini Judit. Keluarganya hanya bisa mendoakan agar perkawinan itu
langgeng seperti langgengnya perkawinan di Jawa pada umumnya. (PPC: 27)
Ada yang mati-matian melarangku.” Jangan menikah dengan gadis Mesir.
Tuan pertama akan merasakan enaknya. Tapi setelah itu kau akan pahit
selamanya. Tidak mudah menyatukan dua manusia yang berbeda watak dan
budanyan!” kata dia.(PPC:32)
Dalam sejarahnya, orang Indonesia yang menikah dengan orang Mesir
banyak yang tidak bahagia dan gagalnya. Yang paling tepat pemuda
Indonesia adalah menikah dengan gadis Indonesia yang paling mengerti
watak dan sifat pemuda Indonesia. Kau orang Jawa dan sangat tepat menikah
dengan gadis Jawa. Kau pasti sangat bahagia dengan pilihanmu. Aku tahu
sifat perempuan Jawa sangat menghormati suaminya. Selamat. Itulah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
ceritaku. Dan saya ikut palatiha ini tak lain adalah untuk reaksi menghibur
diri.” (PPC:38)
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dua budaya
yang berbeda itu sulit untuk dipersatukan karena memiliki kebiasaan dan cara
pandang yang berbeda.
C. Pembahasan
1. Pemanfaatan Majas
Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi
dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan
konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya
bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa
itu digunakan. Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau
bagaimana seorang pengarang mengungkapkana sesuatu yang akan diungkapkan,
Abrams (1981:190-191). Menurut Leech dan Short (1984: 10) style menyaran
pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk
tujuan tertentu.
`Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemakaian gaya bahasa
dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahaman El-Shirazy
sebagian besar tanpa unsur kesengajaan. Penggunaan gaya bahasa tersebut
mengalir untuk menciptakan unsur estetika dalam sastra. Tujuan utama
penggunaan gaya bahasa dalam novel tersebut adalah agar pembaca lebih
memahami dan menghayati alur cerita dengan baik.
Penggunaan gaya bahasa dalam novel PPC sejalan dengan pendapat Ali Imron
(2009:15) tentang fungsi gaya bahasa, yang menyatakan bahwa :
1) mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau pendengar artinya dapat
membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang
disampaikan pengarang/pembicara
2) menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa
pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau
buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci atau sebagainya setelah
menangkap apa yang dikemukakan pengarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan yang menyatakan bahwa gaya bahasa
merupakan bentuk retorika, yakni penggunaan kata-kata dalam berbicara dan
menulis untuk mempegaruhi pembaca atau pendengar (1985: 5). Berdasarkan
deskripsi hasil penelitian hiperbola memiliki proporsi sebanyak 38.3%. yaitu 31
data yang ditemukan dari 81 data. Dari data tersebut gaya bahasa hiperbola sangat
dominan yang bertujuan untuk menyangatkan maksud atau gagasan hal ini sesuai
dengan fungsi utama gaya bahasa yaitu sebagai penegas. Ali Imron (2009: 15)
menyatakan salah satu fungsi gaya bahasa adalah memperkuat efek terhadap
gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan
pengarang dalam karyanya.
2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom
Pilihan kata dalam PPC demikian kaya dan variatif. Di antara diksi dalam
stilistika PPC kata serapanlah yang paling dominan, disusul dengan kata konotatif,
kata sapaan. Kata sapaan dan nama diri, kata khas bahasa Jawa dan Arab
mewarnai novel PPC. Kata konotatif dalam novel PPC cukup dominan
menunjukkan hakikat karya sastra yang polyinterpertable dan kaya makna.
Diperlukan ekspresi kata yang asosiatif dan prismatif dalam karya sastra. Sebagai
sarana ekpresi, tiap diksi memiliki fungsi masing-masing dalam mendukung
gagasan yang dikemukakan. Khususnya kosakata bahasa Jawa dan bahasa Arab
yang bertebaran di PPC digunakan oleh Habiburrahman untuk menciptakan latar
sosial budaya masyarakat Jawa dan masyarakat Timur Tengah.
Keunikan dan kekhasan pemakaian bahasa pada novel PPC dilatarbelakangi
oleh faktor sosiokultural penulis. Selain itu latar belakang pendidikan penulis juga
turut berperan serta dalam mewujudkan berbagai keunikan dan kekhasan
kosakata yang diungkapkan melalui deskripsi ceritanya. Pemilihan dan pemakaian
leksikon bahasa Arab pada data-data yang telah dianalisis memperlihatkan
intelektualitas penulis yang sangat memahami dan menguasai leksikon bahasa
Arab. Sehingga penulis begitu lihai dalam menempatkan leksikon bahasa Arab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
tersebut dalam kalimat. Habiburrahman sebagai seorang penulis telah
melalangbuana ke luar negeri sehingga ia kaya akan leksikon dalam bahasa Arab.
Ia menempuh studi post-gra-duate diploma (Pg.D.) S2 di The Institute for Islamic
Studies in Cairo. Tentu saja dengan latar belakang kehidupannya yang di luar
negeri tersebut membuat Habiburrahman dengan mudah menggunakan leksikon
bahasa Arab dalam deskripsi ceritanya. Hal itu selain cerita lebih menarik juga
membuat pembaca semakin terpesona dengan kelihaian Habiburrahman
mengkombinasikan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia dalam deskripsi cerita
tanpa mengurangi makna.
Selanjutnya pemanfaatan leksikon bahasa Jawa membuat deskripsi
ceritanya semakin menarik dan memiliki nilai estetik tersendiri. Selain itu
pemilihan dan penggunaan leksikon bahasa asing terutama bahasa Inggris pada
analisis data juga dimaksudkan untuk mengkuatkan makna yang terkandung
dalam kalimat. Berdasarkan uraian data-data dapat diketahui bahwa pemakaian
dan pemilihan kata, frasa dan klausa yang digunakan Habiburrahman dalam
PPC memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri yang tidak banyak dimiliki
sastrawan lain.
Selanjutnya keunikan yang lain yaitu pemakaian kata sapaan dan kata
konotasi pada. Hal ini tampak pada penggunaan diksi yang demikian plastis dan
mengandung makna asosiatif guna mendukung pengungkapan gagasan
danpelukisan peristiwa, keadaan, situasi, suasana batin dan karakter para tokoh.
Pemilihan kata sapaan khas Jawa menjadikan novel ini penuh dengan nuansalokal
daerah Jawa. hal ini sesuai dengan pendapat Wasiati seperti dikutip oleh Ryle
(dalam Ali Imron:2009:55) menyatakan bahwa nama memiliki referen tetapi tidak
memiliki makna. Arti simbolik nama dan kata lain dibangun oleh budaya tertentu.
Kata konotasi dalam PPC cukup dominan hal ini sejalan dengan pendapat Ali
Imron (2009:53) menyatakan bahwa kata konotatif dalam karya sastra sangat
dominan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
3. Pemanfaatan Citraan
Citraan dalam PPC meliputi tiga jenis citraan yaitu citraan penglihatan,
citraan pendengaran dan citraan gerak. Di antra ketiga citraan tersebut, citraan
penglihatan yang paling dominan. Dominasi citraan penglihatan yaitu untuk
menggambarkan sosok kecantikan fisik. Kecantikan digambarkan sedemikian rupa
dengan detail sehingga pembaca seakan-akan melihat sendiri sosok gadis cantik
itu. Pengarang berhasil menumbuhkan imaji pembaca dengan pemanfaatan citraan
dalam deskrepsi ceritanya. Hal ini sejalan dengan fungsi citraan dalam karya sastra
yaitu membuat lebih hidup gambaran dalam pengindraan dan pikiran, menarik
perhatian, membangkitkan intelektualitas dan emosi pembaca dengan tepat (Ali
Imron, 2009:79)
4. Analisis Nilai Pendidikan
Rachmat Djoko Pradopo (1993: 94) mengungkapkan bahwa suatu karya
sastra yang baik adalah yang langsung memberi didikan kepada pembaca tentang
budi pekerti dan nilai-nilai moral. Sesungguhnya hal ini telah menyimpang dari
hukum-hukum karya sastra sebagai karya seni dan menjadikan karya sastra
sebagai alat pendidikan yang langsung, sedangkan nilai seninya dijadikan atau
dijatuhkan nomor dua.
Dalam novel PPC yang merupakan novel pembangun jiwa juga sarat dengan
nilai pendidikan yang bisa dipetik yang paling utama adalah: a. Pilihlah jodoh
yang baik agamanya,Kau tidak akan rugi; b.Syukurilah anugerah yang diberikan
Tuhan kepadamu;dan c.Jangan zalim pada perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI,DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap objek kajian dengan mencermati pemanfaatan
gaya bahasa, pencarian makna gaya bahasa, dan pengidentifikasian nilai-nilai
pendidikan pada novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El-
Shirazy, dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra digunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa yang
paling dominan adalah gaya bahasa hiperbola sebanyak 31 data. Selain itu juga
ada gaya bahasa laian seperti:(a) personifikasi sebanyak 15 data, (b) simile
sebanyak 11 data, (c) metafora sebanyak 6 data, (d) metonimia sebanyak 2 data,
(e) antitesis sebanyak 1 data, (f) repetisi sebanyak 6 data, (g) aliterasi sebanyak
1 data , (h) epifora sebanyak 1 data, (i) paradoks sebanyak 1 data, (j) sinekdoke
sebanyak 3 data, (k) litotes sebanyak 1 data dan (l) eponim sebanyak 2 data.
Hasil analisis novel Pudarnya Pesona Cleopatra di atas menunjukkan bahwa
Habiburrahman El-Shirazy banyak menggunakan gaya bahasa hiperbola. Hal itu
terbukti bahwa yang paling dominan dipakai dalam novel tersebut adalah gaya
bahasa hiperbola dengan hasil 38.3%. yaitu 31 data yang ditemukan dari 81 data.
Gaya bahasa hiperbola berfungsi untuk menegaskan maksud, idea tau gagasan
dari pengarangnya. Semua gaya bahasa digunakan dengan tepat.
2. Pemanfaatan kosa kata dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra dipengaruhi oleh
faktor sosiokultural penulis. Selain itu latar pendidikan penulis juga berperan
serta dalam mewujudkan kekhasan kosakata yang diungkapkan melalui
deskripsinya. Kosakata yang digunakan dalam novel Pudarnya Pesona
Cleopatra sangat variatif, banyak digunakan kata konotasi dan kata serapan baik
dari bahasa asing terutama bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Kata- kata dari bahasa Jawa misalnya nyantri,besanan , deh ,Wiwiting tresno
jalaran soko kulino, salah kedaden. Selain itu kata dari bahasa Asing misalnya
bahasa Arab, Ya rabbi la taukhizni ,aqiqah-an ,insya allah,tahfidh ,Ahamdulilah
dan juga bahasa Inggris. Selain itu penulis juga memanfaatkan gabungan kata
atau idiom seperti panjang lebar ,tali persaudaraan, garis keturunan. Semua
pilihan kata dan idiom digunakan dengan tepat
3. Dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra, pengarang juga memanfaatkan
citraan untuk menambah imaji pembaca dan membuat deskripsi cerita seakan-
akan bisa dirasakan langsung oleh pembaca. Adapun citraan dalam Novel
Pudarnya Pesona Cleopatra adalah sebagai berikut. (a) Citraan penglihatan,
untuk melukiskan kecantikan,keindahan (b) Citraan gerak,untuk melukiskan
gerak dan (c) Citraan pendengaran, untuk melukiskan hal-hal yang bisa di
dengar seperti tangis Rihana, suara Ibu,lantunan ayat al-Quran. Semua citraan
digunakan dengan tepat
4. Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra,
berdasarkan hasil analisis terdiri dari empat nilai. Nilai-nilai pendidikan tersebut
yaitu:
a. Nilai Pendidikan Religius
Nilai pendidikan religius dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah
untuk memilih pasangan yang lebih diutamakan adalah agamanya, bukan
karena kecantikan. Kecantikan bisa sirna tetapi agama akan tetap kekal abadi.
Pilihlah (jodoh) yang baik agamanya. Kau tidak akan rugi. (Hadits nabi)
.Syukurilah anugerah yang diberikan Tuhan kepadamu. (Seharusnya tokoh
aku bersyukur memiliki Raihana), dan Jangan zalim pada perempuan.
b. Nilai Pendidikan Moral
Nilai pendidikan moral dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah
untuk menepati janji dan taat kepada orang tua . “Aku” dijodohkan dengan
teman Ibunya ketika masih di bangku sekolah dan Ibu tokoh “Aku” menepati
janjinya tersebut. Anaknya dinikahkan dengan Rihana anak temannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Meskipun tokoh “Aku” pada awalnya menolak tetapi demi bakti kepada
ibunya Ia merelakan dirinya untuk menikah dengan Rihana
c. Nilai Pendidikan Sosial
Nilai pendidikan sosial dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah
digambarkan kehidupan dalam berumah tangga. Dalam kehidupan rumah
tangga harus saling mengenal lingkungan sekitar. Bila ada tetangga atau
saudara yang mengundang kita harus bersedia menghadirinya. Hal itu adalah
salah satu kepedulian terhadap sesama.
d. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai pendidikan budaya dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah
pernikahan antara dua budaya yang berbeda tidaklah dianjurkan, karena
perbedaan budaya akan mempengaruhi pola pikir diatara keduanya. Perbedaan
budaya berarti berbeda cara untuk menyikapi persoalan yang ada. Dalam
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra dikisahkan tokoh Pak Qalyubi yang
berasal dari Indonesia dan beristerikan Yasmin orang Mesir. Antara Indonesia
dan Mesir memiliki latar belakang budaya yang berbeda
B. Implikasi
Penelitian ini melakukan pengkajian terhadap karya sastra Novel Pudarnya
Pesona Cleopatra. Hasil penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang
relevan memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Bagi Pembelajaran Apresiasi Sastra Indonesia
Penelitian dengan judul “Analisis Stilistika Dan Nilai Pendidikan Pada Novel
Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy” memiliki kaitan
dengan pembelajaran apresiasi sastra, yakni pembelajaran teori dan apresiasi
novel. Apresiasi novel dalam pembelajaran seharusnya tidak hanya sebatas pada
telaah struktur, namun harus menuju ke tataran sosiologis yang ikut
mengondisikan terciptanya novel tersebut. Dengan demikian, pemahaman siswa
terhadap suatu novel lebih holistik. Siswa tidak hanya diarahkan pada pengertian-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
pengertian tekstual, namun diarahkan ke pemahaman terhadap realitas sosial yang
berkaitan dengan isi novel. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dikembangkan
sebagai pola pembelajaran apresiasi novel kepada siswa untuk menunjang
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal tersebut dapat dicapai dengan
peran pendidik yang tidak sekadar menyampaikan kaidah pemahaman struktur,
tetapi juga menyampaikan pandangan dunia dan struktur sosial yang turut
mengondisikan terciptanya novel salah satunya gaya bahasa
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy dapat
dijadikan alternatif materi pembelajaran apresiasi sastra di kelas XI SMA dengan
batasan usia minimal 16 tahun. Batasan usia tersebut berdasarkan penahapan usia
oleh Moody (dalam Nafron Hasjim, dkk., 2001: 30) yang menggolongkan anak
usia 16 tahun ke atas ke dalam the generalizing stage. Seorang anak dalam usia
tersebut sudah memliki kemampuan seperti menggeneralisasikan permasalahan,
berpikir abstrak, menentukan sebab pokok suatu gejala, dan memberikan
keputusan yang bersangkut paut dengan moral. Oleh karena itu, jenis dan ragam
karya yang diberikan dapat meliputi apa saja (Suminto A. Sayuti dalam Nafron
Hasjim, dkk., 2001: 30). Selain itu, silabus pada jenjang SMA kelas XI
mengandung standar kompetensi berupa memahami berbagai hikayat, novel
Indonesia/novel terjemahan. Standar kompetensi tersebut memuat kompetensi
dasar berupa menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel
Indonesia/terjemahan.
2. Aspek Keteladanan
Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra banyak terkandung nilai-nilai yang
bermanfaat bagi penyempurnaan jiwa manusia. Nilai-nilai tersebut antara lain,
nilai lapis makna (tingkat pengalaman jiwa). Diketahui lapis makna yang terdapat
di dalamnya, diharapkan pembaca dapat memanfaatkannya sebagai sarana
memperluas cakrawala pengalaman jiwa. Selain itu, dengan diketahuinya lapis
makna tersebut, para penulis karya sastra khususnya novel dapat terdorong untuk
lebih memperhatikan keutuhan pengalaman jiwa dalam karya-karyanya, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
pengarang tidak hanya menciptakan karya-karya yang bersifat nafsu jasmaniah
saja,atau mungkin hanya bersifat khotbah / pidato, ajaran moral semata.
3. Pengembangan Kuantitas dan Kualitas Penelitian Sastra
Hasil penelitian ini menambah kuantitas kajian di bidang karya sastra
khususnya novel. Penelitian ini akan menjadi dokumen sastra yang dapat dijadikan
sebagai referensi dalam penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang. Oleh
karena itu, penelitian ini juga mendorong peneliti lain untuk melakukan kegiatan
penelitian serupa, yaitu pada bidang sastra. Tumbuhnya motivasi peneliti, akan
mengakibatkan penelitian selanjutnya akan lebih berkembang dan bervariasi.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa, penelitian selanjutnya akan
lebih berkualitas.
4. Implikasi bagi Pembaca Karya Sastra
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah novel psikologi pembangun jiwa.
Novel ini merupakan novel yang kaya akan penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa
yang digunakan adalah gaya bahasa sehari-hari, sehingga pembaca akan lebih mudah
memahami alur dan deskripsi ceritanya. Banyak sekali ditampilkan majas atau gaya
bahasa yang indah oleh penulis sehingga aspek estetika novel ini sangat menarik.
Selain itu, novel ini adalah novel yang kaya akan makna, novel yang berkualitas.
Pilihan kata dalam novel ini beragam, penulis tidak hanya menggunakan bahasa
Indonesia untuk membangun alur cerita tetapi juga menggunakan kata serapan dari
bahasa lain terutama bahasa Arab. Untuk menampilkan keindahan kata-kata dalam
novel ini, penulis memanfaatkan citraan yang bisa menimbulkan imajinasi pembaca.
Pembaca seolah-olah diajak langsung dalam cerita.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi Guru Bahasa Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Karya sastra tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia karena di dalamnya sarat dengan nilai-nilai edukatif. Para guru dapat
memberikan tugas mengapresiasikan novel tersebut, khususnya mengkaji nilai-
nilai edukatif yang terdapat di dalamnya. Walaupun novel ini dapat dikatakan
novel yang tipis tetapi ceritanya sangat bagus dan sampai menyentuh hati pembaca
dan banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya maka novel ini disarankan
untuk dikaji oleh para siswa tingkat SMA. Guru hendaknya dapat memilih novel
yang dapat memberikan manfaat positif bagi siswa, sehingga siswa tidak hanya
memperoleh hiburan saja setelah membaca novel tetapi juga mendapatkan ilmu
kehidupan. Adapun novel-novel yang mempunyai nilai positif adalah novel yang
dapat meningkatkan pengetahuan budaya dan menunjang pembentukan watak
peserta didik. Misalnya, novel-novel best seller karya Habiburrahman El Shirazy.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengajaran apresiasi sastra yang
dilukakan di kelas dapat membawa perubahan tingkah laku siswa menuju kepada
kematangan kepribadian dan karakter.
2. Bagi Siswa
Siswa sebaiknya lebih sering memperdalam materi sastra dengan membaca
novel dengan mengaitkannya dengan realitas kehidupan. Siswa akan mendapat
pengalaman dan pengetahuan dengan membaca novel. Semakin banyak membaca
novel, pengalaman dan pengetahuan siswa akan bertambah. Siswa diharapkan
mampu memilah hal-hal positif dan negatif yang terdapat dalam novel. Hal-hal
negatif dalam cerita novel PPC antara lain selingkuh, zalim terhadap istri Hal-hal
positif, seperti memperjuangkan nilai-nilai menepati janji adalah hal-hal positif
yang dapat dipetik oleh siswa. Nilai-nilai positif tersebut dapat menjadi dasar bagi
siswa untuk menerapkannya dalam berperilaku di masyarakat.
3. Bagi Pembaca
Pembaca sebaiknya mengimplementasikan nilai-nilai positif dalam karya
sastra yang dibacanya dalam kehidupan bermasyrakat. Dalam sebuah karya sastra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
ada nilai-nilai positif yang merupakan ajaran moral yang patut ditiru oleh
pembaca. Selain itu minat mengapresiasikan serta para pembaca hendaknya terus
ditumbuhkembangkan karena banyak manfaat yang dapat diambil dari karya
sastra, baik sebagai sarana menghibur diri maupun pencerahan atau katarsis bagi
pembacanya.
4. Bagi Peneliti lain
Mengingat dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra banyak terkandung nilai-
nilai kehidupan yang kompleks, hendaknya para peneliti lain dapat mengkaji novel
tersebut dengan pendekatan sastra yang lain. Selain itu juga diperhatikan bahwa
hasil penelitiannya harus mempunyai relevansi dengan pengajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia sehingga keberadaan penelitian yang dilakukan akan lebih
bermanfaat. Selain itu, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap novel
Pudarnya Pesona Cleopatra baik dari segi gaya bahasa dan nilai-nilai pendidikan
atau pun dari segi lainnya karena penelitian ini masih banyak kekurangannya.