analisis strategi optimalisasi pendapatan asli …
TRANSCRIPT
1
Universitas Indonesia
ANALISIS STRATEGI OPTIMALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH MELALUI
PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DI KABUPATEN
BANYUWANGI
Hafidz Al Faruqi1, Achmad Lutfi2
1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia
2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Tingginya pertumbuhan pariwisata di Banyuwangi seharusnya menjadi potensi penerimaan bagi pemerintah daerah, termasuk penerimaan dari pajak hiburan. Namun, penerimaan pajak hiburan belum optimal jika dibandingkan dengan potensi yang dimiliki Banyuwangi. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi untuk mengoptimalkan penerimaan dari pajak hiburan di Banyuwangi. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis implementasi pemungutan pajak hiburan serta strategi optimalisasi penerimaan pajak hiburan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dan teknik analisis data kualitatif. Hasilnya adalah terdapat dua kendala yang dihadapi oleh Banyuwangi yakni kendala eksternal dan internal. Selain itu, terdapat dua strategi yang dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak hiburannya, yakni melalui ekstensifikasi dan intensifikasi.
Kata Kunci : Pajak Daerah, Kabupaten Banyuwangi, Strategi Optimalisasi, Pajak Hiburan
ANALYSIS OF LOCAL REVENUE OPTIMIZATION STRATEGIES
THROUGH AN INCREASE OF TAX ENTERTAINMENT REVENUES
IN BANYUWANGI
Abstract
High growth in Banyuwangi tourism should be potential revenues for the local government, especially from entertainment tax. However, revenue from entertainment tax is not optimal, if compared to Banyuwangi’s potential. Therefore, it takes strategies to optimize revenues from entertainment tax. This study is focused on analyze the implementation of entertainment tax collection and entertainment tax revenue optimization strategies. This research was conducted with qualitative approach and qualitative data analysis techniques. The results are, there are two constraints faced by Banyuwangi called external and internal constraints. Besides, there are two strategies to optimize the entertainment tax revenue, through expansion and intensification. Keyword : Local Tax, Banyuwangi Regency, Optimization Strategy, Entertainment Tax
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
2
Universitas Indonesia
Pendahuluan
Banyuwangi menjadi salah satu wilayah yang mengalami pertumbuhan sektor
pariwisata yang pesat. Dikutip dari banyuwangikab.go.id, dalam lima tahun terakhir, sektor
pariwisata di Banyuwangi terus mengalami pertumbuhan. Kunjungan wisatawan nusantara
melonjak 161% dari 651.500 orang pada tahun 2010 menjadi 1.701.230 orang di tahun 2015.
Adapun wisatawan mancanegara meningkat 210% dari kisaran 13.200 pada tahun 2010
menjadi 41.000 pada tahun 2015. Data wisatawan ini diverifikasi dari hotel dan pengelola
destinasi wisata. Pertumbuhan bisnis dan pariwisata juga ditunjukkan lewat lonjakan jumlah
penumpang di Bandara Blimbingsari Banyuwangi yang mencapai 1.308% dari hanya 7.826
penumpang pada tahun 2011 menjadi 110.234 penumpang pada tahun 2015 (“Banyuwangi”).
Seperti yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini
Tabel 1 Jumlah Kunjungan Hotel di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2015
No Tahun Jumlah Kunjungan %Pertumbuhan 1 2010 338.913 - 2 2011 444.906 31,3% 3 2012 496.541 11,6% 4 2013 546.548 10,1% 5 2014 569.255 4,2% 6 2015 600.266 5,4% Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan tabel di atas, terjadi kenaikan jumlah kunjungan tamu hotel setiap
tahunnya dari 2010 sampai 2015. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2011, yakni
sebesar 31,3%. Sementara pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 2014, yakni sebesar 4,2%.
Dalam rangka mendukung sektor pariwisatanya, Pemerintah Banyuwangi telah
mengadakan berbagai festival dengan taraf nasional maupun internasional. Pada tahun 2014,
terdapat 23 festival yang diadakan oleh pemerintah Banyuwangi untuk menarik wisatawan
untuk berkunjung sementara pada tahun 2015 terdapat 36 Festival yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pertumbuhan yang terjadi di sektor pariwisata
memberikan dampak positif terhadap perekonomian Banyuwangi. Dikutip dari
banyuwangikab.go.id, pertumbuhan dari pariwisata memberikan dampak terhadap ekonomi
masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan per kapita Banyuwangi menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) melonjak 62 persen dari Rp20,8 juta pada tahun 2010 menjadi
Rp33,6 juta per kapita per tahun 2014 dan diprediksikan akan mencapai Rp38 juta pada tahun
2015 (“banyuwangi”). Selain itu pertumbuhan sektor pariwisata juga berpengaruh terhadap
produk domestik regional bruto (PDRB) yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
3
Universitas Indonesia
Pertumbuhan pariwisata juga memberikan potensi penerimaan yang besar bagi pemerintah
daerah Kabupaten Banyuwangi, salah satunya melalui penerimaan pajak daerah.
Salah satu sumber penerimaan pajak daerah di Banyuwangi adalah pajak hiburan. Di
dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banyuwangi Nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak
Daerah, pajak hiburan sendiri dipungut atas penyelenggaraan hiburan berbayar.
Tabel 2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan di Banyuwangi Tahun 2010-
2015
Tahun Target Penerimaan Realisasi Penerimaan % 2010 Rp200.000.000 Rp408.007.628,50 204 2011 Rp350.000.000 Rp356.751.368,10 101,93 2012 Rp360.500.000 Rp387.943.569,00 107,61 2013 Rp370.500.000 Rp559.072.747,00 150,90 2014 Rp617.000.000 Rp785.242.592,00 127,27 2015 Rp901.500.000 Rp1.370.468.982,00 152,02 Sumber: Dinas Pendapatan daerah kabupaten Banyuwangi Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa target penerimaan pajak hiburan dari tahun
2010 sampai 2015 selalu mengalami kenaikan. Target penerimaan tersebut setiap tahunnya
selalu terealisasi dan selalu melampaui. Realisasi penerimaan terbesar jika dibandingkan
dengan target terjadi pada tahun 2015, yakni realisasi sebesar 152,02%. Dengan naiknya
sektor pariwisata ditambah dengan maraknya penyelenggaraan festival di Banyuwangi,
pendapatan pajak hiburan di Banyuwangi akan meningkat. Namun, peningkatan potensi
pendapatan dari pajak hiburan belum dapat sepenuhnya diperoleh oleh Pemerintah
Banyuwangi.
Target PAD Banyuwangi pada tahun 2015 senilai Rp 249 miliar hingga September
sudah tercatat Rp 247 miliar. Nilai ini diperkirakan mampu melampaui target PAD yang telah
ditentukan hingga mencapai 125 persen. Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Banyuwangi,
Sudirman memaparkan, pencapaian 99,31 persen pada nilai PAD hingga September 2015
didapat dari sebelas jenis pajak dan retribusi daerah. Tiga sektor pajak yang mendominasi
yaitu dari pajak penerangan jalan sebesar Rp 36 Milyar, Pajak Bumi Bangunan (PBB) sebesar
Rp26 Milyar dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 26
Milyar. Sementara sektor pendapatan yang dinilai masih lemah sehingga perlu genjotan
pengoptimalan pada wajib pajak antara lain hotel, restoran, tempat hiburan, warung,
perumahan dan galian pasir (“bappeda”).
Banyuwangi memiliki potensi penerimaan yang besar sebagai dampak dari
meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan disertai dengan penyelenggaraan berbagai
festival di sana. Namun, peningkatan potensi penerimaan yang terjadi belum sepenuhnya
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
4
Universitas Indonesia
dapat dioptimalkan oleh pemerintah Banyuwangi.Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas
mengatakan bahwa PAD yang selama ini diterima pemerintah daerah dinilai masih belum
seimbang dengan apa yang telah dicapai Banyuwangi.Dikutip dari website resmi Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi, Bupati Anas juga mengatakan bahwa PAD tersebut masih bisa
dinaikkan karena industri di pariwisata di Banyuwangi naik 1000 persen. (“banyuwangikab”)
Dengan naiknya jumlah wisatawan sekaligus maraknya festival di Banyuwangi, maka
jumlah pelayanan yang disediakan oleh pelaku industri hiburan termasuk di dalamnya
penyelenggara festival akan bertambah. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
penyelenggaraan hiburan berbayar merupakan objek pajak hiburan.Namun, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, pajak hiburan termasuk ke dalam sektor pendapatan yang masih
lemah dan masih harus dioptimalkan. Potensi penerimaan yang begitu besar seharusnya dapat
dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Jika potensi tersebut dapat
dimanfaatkan, maka PAD yang berasal dari pajak daerah Banyuwangi dapat meningkat dan
dapat digunakan oleh Pemerintah Banyuwangi untuk membangun infrastruktur atau
memperbaiki pelayanan kepada masyarakat Banyuwangi. Oleh karena itu dibutuhkan strategi
tertentu untuk dapat mengoptimalkan penerimaan pajak hiburan di Banyuwangi. Dengan
demikian, pokok permasalahan yang ada di dalam karya ilmiah ini adalah 1) Bagaimana
implementasi pemungutan pajak hiburan di Kabupaten Banyuwangi; dan 2) Bagaimana
strategi optimalisasi penerimaan pajak hiburan di Kabupaten Banyuwangi.
Tinjauan Teoritis
Davey (1988) mengatakan bahwa perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut a)
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri; b) Pajak
yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh
Pemerintah Daerah; c) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah; dan
d) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi hasil
pungutannya diberikan kepada , dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan
(opsen) oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan menurut Samudra (2005, hal.49), pajak daerah
merupakan pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh
daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Mardiasmo
(2003, hal.98) mengatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah.
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
5
Universitas Indonesia
Bird (2010) menyatakan bahwa pada prinsipnya, pajak daerah yang benar harus
memiliki lima kondisi berikut yakni 1) Pemerintah Daerah dapat memutuskan untuk
memungut pajak atau tidak; 2) pemerintah daerah juga dapat menentukan basis
pemajakannya; 3) pemerintah daerah juga dapat menentukan tarif pajak; 4) pemerintah
daerah juga merupakan pihak yang mengadministrasikan pajak tersebut; dan 5) pemerintah
daerah yang menyimpan penerimaan pajak terebut. Namun pada prakteknya, banyak pajak
daerah di berbagai negara di dunia hanya memenuhi satu atau dua kondisi di atas.
Salah satu jenis pajak daerah adalah pajak hiburan. Usman dan Subroto (1980)
berpendapat bahwa pajak hiburan atau dahulu disebut pajak tontonan berasal dari bahasa
Belanda yaitu “Vermakelijheidsblasting” yang artinya pajak atas pemberian hiburan dan
kesenangan. Purwanto dan Kurniawan (2004) menjelaskan bahwa objek pajak hiburan tidak
hanya dari tontonan saja, tepi seiring perkembangan sektor hiburan membuat objek pajak
hiburan telah berkembang pada objek hiburan lainnya, seperti musik hidup, pertunjukkan
temporer, kelab malam, diskotek, mandi uap, padang golf, taman hiburan, dan sebagainya.
Hasil penerimaan pajak hiburan merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan ke kas
daerah. Hasil penerimaan pajak hiburan tersebut diperuntukkan paling sedikit sepuluh persen
bagi desa di wilayah kabupaten yang bersangkutan. Bagian desa yang berasal dari pajak
kabupaten ditetapkan dengan memperhatikan aspek dan potensi antar desa (Siahaan, 2005,
hal.319)
Dalam pengelolaannya, pajak hiburan perlu untuk diadministrasikan melalui
admnisitrasi pajak. Administrasi pajak itu sediri dalam arti luas meliputi fungsi, sistem, dan
organisasi/kelembagaan. Nowak di dalam buku Haula Rosdiana (2012, hal. 104) menyatakan
bahwa administrasi pajak mengandung tiga pengertian, yaitu a) Suatu instansi atau badan
yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan
pajak; b) Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi
perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak; dan c) Proses
kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak yang ditatalaksanakan sedemikian rupa,
sehingga dapat mencapai sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan perpajakan,
berdasarkan sarana hukum yang ditentukan oleh Undang-Undang Perpajakan dengan efisien.
Berkaitan dengan realisasi penerimaan, McMaster (1991) berpendapat bahwa tujuan
dari administrasi penerimaan daerah adalah semua wajib pajak harus membayar pajak atau
retribusi, jumlah yang dibayarkan benar, dan hasil penerimaan disimpan secara benar oleh
administrator. Hal tersebut berarti administrator harus dapat melakukan hal-hal berikut,
yakni:
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
6
Universitas Indonesia
a) Mengidentifikasi semua yang berkewajiban membayar pajak atau retribusi.
b) Menghitung kewajibannya secara benar.
c) Mengumpulkan pembayaran sesuai dengan perhitungannya.
d) Memeriksa siapa saja yang belum membayar dan menegakkan sanksi, dan
e) Mengontrol penerimaan bukti penerimaan dari administrator untuk memastikan
bahwa penerimaan tersebut masuk ke dalam rekening daerah.
Lutfi (2006) menyatakan bahwa untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pengadministrasian
pajak daerah dan retribusi daerah, pengadministrasian ini diharapkan dapat memastikan
setiap orang harus membayar pajak dan retribusi sesuai dengan jumlahnya serta seluruh
pendapatan yang diperoleh diadministrasikan dengan baik oleh lembaga di lingkungan
pemerintah daerah yang ditugaskan sebagaimana mestinya.
Untuk dapat menjalankan fungsi budgetair perpajakan, pemerintah harus melakukan
strategi dalam rangka mengoptimalkan penerimaan dari sektor perpajakan. Menurut Olsen
dan Eadie (dalam Bryson, 2005, hal. 4) perencanaan strategis adalah upaya yang didisplinkan
untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana
menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi mengerjakan hal
seperti itu. Andrew dalam Bryson (2005, hal. 27) menjelaskan bahwa strategi adalah pola
tujuan dan kebijakan yang menegaskan perusahaan dan bisnisnya. Seseorang melihat strategi
yang yang terbaik dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan internal perusahaan serta
nilai-nilai manajemen senior, dan mengenali ancaman dan peluang eksternal dalam
lingkungan dan kewajiban sosial perusahaan.
Pendapat lain mengenai strategi bagi sektor publik dikeluarkan oleh Osborne dan
Gaebler. Osborne dan Gaebler (dalam Hughes, 1994) mengatakan bahwa perencanaan
strategis merupakan proses menganalisa keadaan terkini organisasi atau komunitas,
menetapkan tujuan, membangun strategi untuk mencapai tujuan tersebut, mengukur hasil dan
berbagai variasi yang meliputi berbagai langkah dasar. Dapat disimpulkan, bahwa
perencanaan strategis merupakan sebuah kegiatan proses yang akan membantu organisasi
dalam mencapai tujuannya (Hughes, 1994).
Di dalam bukunya, McMaster mengatakan ada tiga strategi yang dapat dilakukan
pemerintah. Pertama, pemerintah dapat meningkatkan penerimaan tambahan melalui berbagai
cara seperti meningkatkan user fees dan charges, meningkatkan pajak daerah,
memperkenalkan pajak dan retribusi baru, dan menjual aset seperti tanah yang tidak terpakai.
Strategi kedua, pemerintah dapat berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi
mereka melalui program peningkatan produktivitas, perencanaan dan penganggaran yang
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
7
Universitas Indonesia
lebih efisien, mengurangi beberapa program, menggunakan pendekatan yang lebih rendah
biaya, atau penghematan melalui penggunaan kontraktor swasta. Strategi ketiga, pemerintah
dapat mengurangi ruang lingkup kegiatan dengan penggunaan partisipasi swasta yang lebih
besar dalam penyediaan jasa swadaya dan mobilisasi sumber daya non pemerintah.
McMaster juga berpendapat ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan kemampuan finansial dan mempercepat pertumbuhan dari sumber
penerimaan yang mereka miliki sendiri, yaitu:
a) Memperbaharui dan menjaga sumber pajak daerah yang sudah ada, terutama pajak
properti.
b) Meningkatkan kemampuan administrasi pajak daerah, meninjau ulang pajak yang
sudah ada, mengintensifkan pemeriksaan, memperkenalkan sistem target pemungutan,
dan menggunakan metode berbasis komputerisasi.
c) Menghilangkan pajak yang tidak signifikan untuk berkonsentrasi pada pajak-pajak
yang memiliki penerimaan yang signifikan.
d) Meminta kepada pemerintah pusat untuk fleksibilitas dalam menentukan tarif pajak
e) Mencari sumber pajak daerah yang baru. (McMaster, 1991 hal. 2)
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini masuk ke dalam jenis penelitian deskriptif.
Berdasarkan manfaat, penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian murni, sedangkan
berdasarkan waktu penelitian ini masuk ke dalam jenis penelitian cross-sectional. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dan studi
lapangan, melalui observasi dan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan kepada kepala
seksi penagihan, pendataan, dan pengendalian operasional Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Banyuwangi, kepala bidang pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Banyuwangi, Kepala Sub Bidang Ekonomi BAPPEDA Banyuwangi, wajib pajak hiburan,
dan akademisi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Implementasi Pemungutan Pajak Hiburan di Banyuwangi
Banyuwangi sedang mengalami pertumbuhan pariwisata dalam beberapa tahun
terakhir. Pertumbuhan pariwisata tersebut terjadi karena Banyuwangi memiliki potensi
pariwisata yang begitu besar, seperti wisata alam, wisata budaya, dan kesenian. Selain itu,
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
8
Universitas Indonesia
pemerintah Banyuwangi juga memberikan perhatian khusus kepada sektor pariwisata
tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari arah pembangunan ekonomi Banyuwangi, yang
menjadikan sektor pariwisata sebagai pilar utama pembangunan. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam dengan Bapak Ardian Setiyana Priyadini, S.T, Kepala Sub Bidang
Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Banyuwangi, disebutkan bahwa
pemerintah Banyuwangi menjadikan Pariwisata sebagai lokomotif utama dalam
pembangunan. Sektor-sektor yang mendukung pariwisata, seperti infrastruktur akan dibangun
dalam rangka mendukung pariwisata itu sendiri. Selain itu, sektor-sektor lain, seperti
pertanian, UMKM, perkebunan juga akan diarahkan kepada pariwisata, sehingga pada
akhirnya semua sektor akan mendukung pariwisata.
Pertumbuhan pariwisata berdampak kepada meningkatnya perekonomian masyarakat
dan menjadi potensi penerimaan tersendiri bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat
memperoleh penerimaan berupa penerimaan pajak yang berasal dari sektor pariwisata, salah
satunya pajak hiburan. Pajak hiburan sendiri di Banyuwangi menjadi salah satu sumber
penerimaan pemerintah daerah, dengan dasar hukum peraturan daerah Kabupaten
Banyuwang Nomor 2 Tahun 2011 mengenai pajak daerah.
Salah satu penyebab tingginya potensi penerimaan pajak di Banyuwangi adalah
penyelenggaraan Banyuwangi Festival. Banyuwangi festival merupakan acara tahunan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah Banyuwangi yang bertujuan untuk mendatangkan
wisatawan dalam negeri maupun luar negeri untuk berkunjung ke Banyuwangi.
Penyelenggaraan Banyuwangi festival diharapkan dapat menambah lama kunjungan
wisatawan yang datang ke Banyuwangi. Selain Banyuwangi festival yang memang sudah
terjadwal, penyelenggaraan hiburan juga dapat dilakukan setiap minggunya tanpa terjadwal,
tergantung masyarakat. Selanjutnya, penyelenggaraan kegiatan insidental lainnya seperti
pertunjukkan musik dan olahraga juga sering dilaksanakan di Banyuwangi. Selain itu, masih
ada objek pajak hiburan yang bersifat tetap yang tersebar di seluruh kabupaten Banyuwangi,
seperti desa wisata Osing, Pemandian Taman Suruh, dan desa wisata Taman Sari. Oleh
karena itu, pemerintah daerah Banyuwangi memiliki potensi penerimaan yang begitu besar
dari pajak hiburan dan menetapkan target penerimaannya. Jika dilihat dari segi target,
penerimaan pajak hiburan di Banyuwangi selalu melampaui target sejak tahun 2010 hingga
tahun 2015.
Selanjutnya, di Banyuwangi sendiri potensi yang dimiliki oleh daerah belum bisa
dioptimalkan dengan baik. Masih terdapat potensi penerimaan di Banyuwangi yang belum
dapat dijangkau oleh Dispenda, meskipun Dispenda telah bekerja secara optimal. Selain itu,
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
9
Universitas Indonesia
penilaian dari DPRD Banyuwangi bahwa kinerja Dispenda belum optimal sehingga masih
banyak potensi penerimaan yang belum tercover oleh Dispenda. Target penerimaan selalu
tercapai, namun target tersebut belum menggambarkan potensi sesungguhnya yang dimiliki
Banyuwangi. Dapat disimpulkan bahwa target yang ditetapkan oleh pemerintah Banyuwangi
belum menggambarkan potensi yang sebenarnya dimiliki, sehingga penerimaan pajak hiburan
yang diperoleh pemerintah daerah belum optimal.
Prosedur Pemungutan Pajak Hiburan di Banyuwangi
Berdasarkan Peraturan Bupati No 23 Tahun 2014, Pajak hiburan dikenakan atas
penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Subjek pajak hiburan adalah orang
pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan. Wajib pajak hiburan adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Dengan demikian, pihak yang
memungut pajak hiburan adalah orang pribadi atau penyelenggara hiburan. dasar pengenaan
pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh
penyelenggara hiburan. Adapun tarif pajak hiburan ditetapkan bermacam-macam tergantung
jenis hiburannya itu sendiri. Dengan tarif terendah adalah 5% dan tarif tertinggi adalah 35%.
Pajak hiburan merupakan termasuk ke dalam self assessment. Itu berarti wajib pajak
sendirilah yang berkewajiban untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak
hiburannya. Prosedur yang harus dilalui wajib pajak hiburan yang menyelenggarakan hiburan
meliputi prosedur perhitungan pajak hiburan, prosedur penetapan pajak hiburan, prosedur
penyetoran pajak hiburan, dan prosedur pelaporan pajak hiburan. Jika merujuk ke Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2011 dan Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 23 Tahun 2014,
maka wajib pajak hiburan wajib mendaftar dan mengisi formulir Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD). Lalu SPTPD tersebut harus disampaikan kepada Dinas Pendapatan daerah
paling lambat 10 hari sejak berakhirnya masa pajak, yakni satu bulan kalender, bagi wajib
pajak hiburan permanen, atau paling lambat 3 hari untuk hiburan insidental. Baru setelah
SPTPD disampaikan, Dispenda akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD),
selanjutnya SKPD harus dilunasi oleh wajib pajak paling lambat satu bulan setelah
diterbitkannya SKPD. Setalah melunasi pajak hiburan terutang, wajib pajak harus
melaporkan kembali kepada dinas pendapatan daerah. Seperti yang telah dijelaskan pada
gambar di bawah ini
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
10
Universitas Indonesia
Gambar 1 Prosedur Pemenuhan Kewajiban Pajak Hiburan Sumber: Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 28 Tahun 2014
Namun pada prakteknya, baik bagi wajib pajak hiburan insidental maupun permanen
tidak sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Wajib pajak hiburan
insidental akan memperkirakan berapa penerimaan dari hiburan yang akan diselengarakan,
mengisi formulir SPTPD dan menyampaikannya kepada Dispenda, Dispenda akan
menerbitkan SKPD kemudian wajib pajak akan melunasi pajak yang terutang dalam SKPD.
Sementara wajib pajak hiburan permanen juga akan mengisi formulir SPTPD di awal, dengan
membawa tiket masuk yang akan dijual. Selanjutnya tiket masuk tersebut akan diperforasi
sebagai bukti bahwa tiket masuk tersebut sudah dibayarkan pajak hiburannya. Disini terdapat
diskresi yang dilakukan oleh Dispenda. Amanat Undang-Undang seperti yang dijelaskan di
gambar di atas adalah SPTPD diisikan setelah masa pajak hiburan permanen berakhir,
ataupun bagi hiburan insidental setelah hiburan tersebut selesai, baru pajaknya akan dibayar.
Namun kenyataan yang terjadi adalah, pajak hiburan akan dibayarkan di awal, sehingga
menjadi prepaid tax, karena pelaporan SPTPD dilakukan di awal sebelum tiket masuk dijual.
Dengan demikian, sebelum tiket masuk tersebut dijual kepada pengunjung hiburan, pajak
hiburannya telah disetorkan oleh wajib pajak. Dispenda berlaku demikian untuk
Wajib Pajak Hiburan
Insidental
Wajib Pajak Hiburan
Permanen
Mengisi SPTPD dan
menyampaikan
maksimal 3 hari setelah
berakhir
Dispenda menerbitkan
SKPD
WP membayar pajak
terutang berdasar SKPD
Mengisi SPTPD dan
menyampaikan
maksimal 1 bulan setelah
berakhir masa pajak
Dispenda menerbitkan
SKPD
WP membayar pajak
terutang berdasar SKPD
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
11
Universitas Indonesia
mengamankan penerimaan pajak hiburannya, karena pajak akan diterima di awal ketika wajib
pajak ingin memperforasi tiket masuknya.
Kendala dalam Pemungutan Pajak Hiburan di Banyuwangi
Kendala Eksternal
Kendala eksternal adalah kendala yang datang dari luar lingkungan dinas pendapatan
daerah Kabupaten Banyuwangi. Kendala eksternal yang dihadapi Dispenda adalah
pemahaman wajib pajak, kepatuhan wajib pajak, dan kondisi geografis. Kendala pertama
yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Banyuwangi adalah Rendahnya
Pemahaman Wajib Pajak.
Pajak hiburan merupakan pajak dengan sistem self assessment. Dengan demikian,
wajib pajak menjadi kunci utama di dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Wajib
pajaklah yang harus menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya.
Dalam sistem self assessment, wajib pajak harus proaktif untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Namun sebelum bisa sampai ke tahapan di mana wajib pajak memenuhi
kewajibannya, terlebih dahulu harus memiliki pemahaman untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Pemahaman wajib pajak merupakan kunci utama di dalam sistem ini, karena
tidak akan ada petugas pajak yang datang dan memberikan SKPD untuk dilunasi kepada
wajib pajak di awal seperti di dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Akan tetapi, kondisi
yang terjadi di Banyuwangi adalah pemahaman masyarakat akan pajak hiburan masih rendah.
Sebanyak 30% dari jumlah wajib pajak di Banyuwangi yang datang ke Dispenda untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sisanya sebesar 70% tidak datang ke Dispenda,
sehingga petugas pajak yang harus datang dan menagih pajak terhutangnya. Banyak
masyarakat di Banyuwangi yang masih belum memiliki pemahaman tentang pajak hiburan,
sehingga pada akhirnya petugas Dispenda yang harus bekerja lebih keras dengan datang
langsung ke WP tersebut dan memberikan SKPD untuk dibayar. Itu pun tidak semua wajib
pajak langsung kooperatif dengan membayar pajak sesuai dengan SKPD. Ada wajib pajak
yang harus sampai di datangi lebih dari sekali, baru wajib pajak tersebut akan melunasi
kewajban perpajakannya. Terkadang hal tersebut terjadi dengan jumlah hutang pajak yang
tidak signifikan, sehingga biaya menagih (collection cost) menjadi lebih besar dari
penerimaan pajaknya itu sendiri.
Kendala kedua yang dihadapi adalah rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak.
Banyak wajib pajak yang telah mengerti dan paham bahwa mereka memiliki kewajiban untuk
memungut dan menyetor serta melaporkan pajaknya, namun tidak melakukan kewajibannya
tersebut. Kondisi tersebut disampaikan oleh Bapak Candra, bahwa baru sebanyak 30% wajib
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
12
Universitas Indonesia
pajak di Banyuwangi yang patuh pajak. sisanya sebanyak 70% masih belum patuh sehingga
petugas Dispenda harus mendatangi wajib pajak yang belum patuh tersebut. Di lain sisi,
jumlah personel ataupun petugas pajak yang dimiliki Dispenda belum sepadan dengan jumlah
wajib pajak yang patuh. Dengan demikian Dispenda masih kewalahan dengan wajib pajak
yang belum patuh itu.
Kendala eksternal terakhir yang dihadapi oleh Banyuwangi adalah kondisi geografis.
Banyuwangi merupakan Kabupaten terluas di pulau Jawa, dan memiliki luas wilayah sebesar
5.782,50 km2, area kawasan hutan mencapai 183.396,34 ha atau sekitar 31,72% dari total luas
wilayah. Selanjutnya, luas areal persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44%, luas areal
perkebunan sekitar 82.143,63 ha atau 14,21%, luas daerah permukiman sekitar 127.454,22 ha
atau 22,04%, dan sisanya dipergunakan untuk jalan, ladang dan lain-lainnya. Oleh karena itu,
luas wilayah Banyuwangi yang demikian besar juga menjadi salah satu kendala yang harus
dihadapi Dispenda. Permasalahan luas wilayah juga disampaikan oleh Bapak Candra yang
mengatakan bahwa luas wilayah menjadi kendala bagi kami (Dispenda). Hal tersebut karena
kantor Dispenda sendiri berada di kota Banyuwangi yang berada di tengah-tengah kabupaten
Banyuwangi. Sementara, luas wilayah kerjanya meliputi daerah barat timur utara dan selatan
Banyuwangi. Permasalahan tersebut semakin parah dengan jumlah petugas pajak yang belum
memadai jika dibandingkan luas wilayah.
Kendala Internal
Kendala internal adalah kendala yang datang dari dalam lingkungan dinas pendapatan
daerah Kabupaten Banyuwangi. Kendala internal yang dihadapi oleh Dispenda adalah
keterbatasan sumber daya manusia, lemahnya penegakan hukum, dan kurangnya koordinasi
antar lembaga. Kendala Internal pertama yang dihadapi oleh Dispenda adalah mengenai
keterbatasan sumber daya manusia. Pegawai dinas pendapatan kabupaten Banyuwangi
berjumlah 130 orang, terdiri dari 130 orang atau seluruh pegawai berstatus Pegawai Negeri
Sipil (PNS). jumlah pegawai terbanyak adalah pegawai dengan jabatan pelaksana yakni
sebanyak 113 orang. Seperti yang dijelaskan di tabel sebelumnya, bahwa pendidikan terakhir
paling banyak yang dimiliki oleh pegawai Dispenda adalah lulusan SLTA, ditambah fakta
bahwa petugas pelaksana merupakan jabatan struktural terbanyak di Dispenda. Dengan
demikian, sebanyak 130 pegawai Dispenda tersebut dengan pendidikan terakhir paling
banyak adalah SLTA harus menghadapi luas wilayah Banyuwangi yang seluas 5.782,50 m2
dan tersebar di 24 kecamatan terdiri dari 189 desa dan 28 kelurahan.
. Selain itu terdapat beberapa kualifikasi tenaga yang masih belum tersedia di dinas
ini, antara lain Pemeriksa Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Tenaga Juru Sita, dan Tenaga Penilai
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
13
Universitas Indonesia
Asset. Kurangnya jumlah pegawai tersebut semakin diperparah dengan cakupan luas wilayah
Banyuwangi yang amat luas seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Permasalahan lain
tentang sumber daya manusia yang dihadapi oleh Dispenda adalah belum memadainya
kualitas sumber daya manusia. Disebutkan di dalam rencana strategis Dispenda bahwa
kualitas SDM petugas pemungut pajak masih rendah. Hal ini disebabkan karena SDM yang
bertugas sebagai pemungut pajak daerah tidak memiliki pendidikan khusus terkait pajak
daerah. Dapat dilihat dengan susunan pegawai berdasarkan pendidikan sebelumnya, bahwa
jumlah pegawai yang mengenyam pendidikan melebih SLTA hanya sebesar 25% dari total
jumlah pegawai, atau hanya sebanyak 34 orang.
Kendala kedua yang harus dihadapi oleh Dispenda adalah lemahnya penegakan
hukum. Di dalam rencana strategis Banyuwangi 2016-2021, disebutkan bahwa ada beberapa
kualifikasi tenaga yang masih belum tersedia di dinas ini, antara lain Pemeriksa Pegawai
Negeri Sipil (PPNS), Tenaga Juru Sita, dan Tenaga Penilai Asset. Dengan demikian,
penegakan hukum yang dilakukan menjadi tidak optimal karena kurangnya instrumen yang
dimiliki oleh Dispenda. Dengan ketiadaan PPNS dan Juru Sita, Dispenda mengalami
kesulitan dalam penegakan hukum. Dalam kondisi normal, jika wajib pajak menolak untuk
membayar pajak maka Dispenda dapat menurunkan pemeriksa pajak untuk melakukan
pemeriksaan, lalu terbitlah SKPD. Jika wajib pajak tetap tidak mau membayar, maka
Dispenda dapat melakukan penyitaan melalui juru sita. Namun jika Dispenda tidak memiliki
juru sita dan PPNS, maka tidak ada pegawai Dispenda lain yang dapat melaksanakan fungsi
kedua posisi tersebut.
Permasalahan terakhir yang dihadapi oleh Dispenda adalah kurangnya koordinasi
antar lembaga. Dalam menjalankan tugasnya, Dispenda membutuhkan koordinasi dengan
dinas lainnya. Namun, masih ada beberapa pandangan dari dinas-dinas tertentu yang
mengutamakan dinasnya sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Mahendra bahwa masih ada
dinas atau instansi lain yang terkadang masih ada semacam pandangan bahwa ini dinasku,
jadi antar dinasmasih terkotak-kotak. Suatu waktu BPK pernah melakukan pemeriksaan di
Banyuwangi khusus untuk penerimaan daerah. Hasil temuan BPK adalah masih banyak wajib
pajak hotel, restoran, dan hiburan yang melaporkan penerimaannya ke Dispenda tidak benar.
Hal tersebut diketahui setelah BPK melakukan pemeriksaan dengan membandingkan
penerimaan wajib pajak yang dilaporkan ke Dispenda dengan penerimaan yang dilaporkan
wajib pajak tersebut ke KPP Pratama untuk memenuhi kewajiban pajak penghasilannya.
Padahal seharusnya Dispenda dengan KPP Pratama dapat berkerja sama bertukar informasi
sehingga masing-masing dapat mengamankan penerimaan pajaknya.
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
14
Universitas Indonesia
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
15
Universitas Indonesia
Strategi Optimalisasi Penerimaan Pajak Hiburan di Banyuwangi
Ekstensifikasi
Upaya pertama yang dilakukan oleh dinas pendapatan daerah kabupaten Banyuwangi
adalah melalui ekstensifikasi. Ekstensifikasi dilakukan dengan cara menjaring wajib pajak
baru. Banyuwangi masih memiliki potensi dari pajak hiburan yang belum digali dengan baik.
Padahal jika digali, penerimaan pajak hiburan akan semakin besar. Dalam rangka
mengoptimalkan potensi yang belum tergali tersebut, maka Dispenda melakukan upaya untuk
menjaring wajib pajak hiburan baru. Proses penjaringan wajib pajak baru, baik hiburan
insidentil maupun hiburan tetap, salah satunya dilakukan dengan melakukan pembaharuan
data melalui koordinasi dengan instansi/dinas lain yang juga berurusan dengan pariwisata.
Dinas terkait tersebut adalah Badan Pelayanan Perizinan Terpadu yang selanjutnya akan
disingkat BPPT. Setiap usaha hiburan baru baik yang insidental maupun permanen jika akan
melakukan usaha di Banyuwangi harus mengurus perizinan ke BPPT. Dengan demikian,
BPPT otomatis akan mengetahui calon wajib pajak hiburan baru yang akan menjadi potensi
penerimaan bagi dinas pendapatan daerah. Sehingga dinas pendapatan nantinya akan
melakukan pendataan terhadap wajib pajak baru tersebut dengan berkoordinasi dengan
BBPT.
Cara lain yang dilakukan oleh dinas pendapatan adalah dengan melakukan
pengawasan rutin ke berbagai wilayah Banyuwangi dalam rangka menemukan adanya usaha
hiburan baru. Cara ini dilakukan untuk menjaring wajib pajak hiburan yang memiliki usaha
hiburan tetap/permanen. Sebelumnya dinas pendapatan akan berkoordinasi dengan BPPT
untuk mengetahui perizinan baru yang akan diajukan oleh pengusaha hiburan, namun dinas
pendapatan juga akan melakukan perngawasan langsung untuk mengantisipasi adanya usaha
hiburan baru yang belum berizin tetapi sudah mengadakan hiburan.
Intensifikasi
Strategi kedua yang dilakukan oleh dinas pendapatan daerah kabupaten Banyuwangi
adalah intensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara menogptimalkan pajak yang sudah
ada melalui berbagai cara, di antaranya adalah sosialisasi, penyempurnaan peraturan,
peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengawasan, dan koordinasi dengan dinas lain.
Tujuan dari intensifikasi adalah pengoptimalan sumber penerimaan pajak yang sudah ada,
tanpa menambah jenis pungutan pajak yang baru.
Sosialisasi
Untuk menanggulangi permasalahan lemahnya pemahaman wajib pajak, maka
Dispenda memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi yang diberikan oleh
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
16
Universitas Indonesia
Dispenda dilakukan dalam beberapa cara yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman wajib pajak, sehingga tumbuh kesadaran untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Cara pertama yang dilakukan oleh Dispenda adalah datang menemui wajib
pajak langsung. Dispenda sendiri langsung turun ke lapangan untuk memberikan sosialisasi
kepada wajib pajak. Sosialisasi tersebut dilakukan bersamaan dengan pengecekan lapangan.
Selain itu dinas pendapatan juga melakukan sosialisasi dengan mengadakan acara Gathering
Pajak Daerah. Gathering pajak daerah merupakan acara yang diadakan dispenda, yang
bertujuan memberikan penghargaan kepada Wajib Pajak Daerah yang patuh, dan sekaligus
memberikan sosialisasi terkait peraturan perpajakan baru.
Cara kedua yang dilakukan oleh dinas pendapatan adalah menggunakan media
informasi. Radio menjadi salah satu pilihan Dispenda karena radio merupakan media yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat Banyuwangi. Semenjak tahun 2016, dinas
pendapatan Banyuwangi membuat iklan layanan masyarakat yang ditayangkan di radio lokal
Banyuwangi. Iklan tersebut berupa sebuah percakapan antara beberapa orang mengenai
manfaat membayar pajak. Iklan radio tersebut ditayangkan dengan jadwal yang sudah
disepakati dengan pihak radio lokal. Selain menggunakan saluran radio, Dispenda juga
menggunakan media lainnya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Media lain
yang digunakan oleh Dispenda adalah media elektronik berupa website dan pemasangan
baliho.
Penyempurnaan Peraturan Perpajakan
Terdapat beberapa peraturan yang belum dimiliki oleh Banyuwangi, yang paling
utama adalah mengenai pemeriksaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan
yang nantinya akan dilakukan oleh PPNS memiliki peranan yang sangat penting bagi sistem
self assessment. Pemeriksaan yang akan menjadi instrumen bagi Dispenda dalam menguji
kepatuhan wajib pajak hiburan. Namun untuk melaksanakan pemeriksaan dibutuhkan PPNS
dan peraturan daerah terkait pemeriksaan. Penyempurnaan peraturan akan menjadi salah satu
upaya yang dapat mengoptimalkan penerimaan pajak hiburan di Banyuwangi. Peraturan
bupati tersebut akan menjadi dasar dilakukannya pemeriksaan, yang nantinya pemeriksaan
tersebut akan menjadi salah satu upaya yang ditempuh oleh Dispenda dalam mengamankan
penerimaan pajak.
Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Kurangnya jumlah pegawai dinas pendapatan dapat diatasi dengan melakukan
penambahan personel petugas pajak. Hal tersebut sudah diagendakan oleh Dispenda di dalam
Rencana Strategis Dispenda. Untuk mengatasi permasalahan kualitas sumber daya manusia
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
17
Universitas Indonesia
yang belum memadai, maka Dispenda akan melakukan pelatihan-pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi pegawai Dispenda. Hal tersebut tertuang di dalam salah satu
strategi yang akan dilaksanakan oleh Dispenda, yakni sebagai berikut: Aktif mengirimkan
pegawai untuk mengikuti pendidikan perpajakan dan pengelolaan keuangan. Termasuk di
dalamnya adalah mengirimkan pegawai untuk mengikuti pelatihan menjadi pemeriksa
pegawai negeri sipil dan juru sita.
Pengawasan dengan Sampling
Sampling dilakukan dengan cara datang langsung ke tempat usaha wajib pajak
hiburan, lalu memeriksa kepatuhan mereka. Berbeda dengan pemeriksaan, sampling
dilakukan dengan cara melihat kepatuhan wajib pajak tersebut, seperti pemenuhan kewajiban
melakukan perforasi terhadap tiket masuk. Selain itu, petugas pajak juga menghitung berapa
jumlah pengunjung tempat hiburan tersebut, lalu membandingkan dengan laporan SPTPD
yang disampaikan oleh wajib pajak tersebut untuk menguji tingkat kewajaran pelaporannya.
Sampling dilakukan secara periodik terhadap wajib pajak tertentu untuk mengetahui
kewajaran pelaporan usahanya. Fungsi yang dijalankan di dalam melakukan sampling ini
adalah fungsi pengawasan. Pengawasan menjadi krusial dilakukan dalam sistem self
assessment, dalam menguji tingkat kepatuhan wajib pajak. Apalagi salah satu kendala yang
dihadapi oleh Dispenda adalah rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak daerah, termasuk
pajak hiburan. Oleh karena itu, pengawasan melalui mekanisme sampling tersebut dapat
menambah pemasukan melalui pajak hiburan.
Penegakan Hukum
Strategi lain yang dilakukan oleh dinas pendapatan daerah kabupaten Banyuwangi
adalah melalui penegakan hukum. Penegakan hukum yang dilakukan Dispenda bertujuan
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak hiburan. Selain itu, penegakan hukum diharapkan
juga dapat meminimalisasi perilaku oportunis yang dilakukan oleh wajib pajak hiburan,
dengan melakukan tax avoidance maupun tax evasion. Cara yang dilakukan dinas pendapatan
adalah melalui pemberian surat teguran, melakukan penindakan, dan memberikan sanksi.
Tahapan penegakan hukum yang pertama adalah melalui penerbitan surat teguran.
Dinas pendapatan akan memberikan surat teguran pertama ketika ketika wajib pajak sudah
memasuki jatuh tempo pembayaran hutang pajaknya. Surat teguran pertama tersebut
memiliki jatuh tempo dalam tujuh hari, di mana wajib pajak dapat melunasi hutang pajaknya.
Apabila wajib pajak belum melunasi hutang pajaknya setelah tujuh hari tersebut, maka
Dispenda akan menerbitkan surat teguran kedua dengan tempo yang sama selama tujuh hari.
Jika wajib pajak juga belum mau membayar hutang pajaknya setelah surat teguran yang
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
18
Universitas Indonesia
kedua, maka dinas pendapatan akan menerbitkan surat tagihan pajak daerah (STPD). Namun,
ketika wajib pajak yang bersangkutan tadi belum juga melakukan pelunasan hutang pajaknya,
maka dinas pendapatan akan melakukan penindakan.
Upaya penegakan hukum lain yang dilakukan dinas pendapatan adalah dengan
melalui pemberian sanksi. Sanksi sendiri diatur di dalam Peraturan Bupati nomor 23 Tahun
2014 mengenai pajak hiburan. Sanksi yang diterapkan oleh dinas pendapatan adalah sanksi
administratif berupa pengenaan bunga. Pengenaan bunga sebesar 2% per bulan akan
diberikan kepada wajib pajak yang mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang telah
terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Bupati; dan yang tidak membayar atau
kurang membayar pajak terutangnya setelah jatuh tempo, termasuk didalamnya kurang bayar
yang diakibatkan salah tulis dan salah hitung. Pemberian sanksi administratif tersebut sudah
diterapkan oleh Dispenda. hal tersebut diungkapkan oleh Candra yang mengatakan bahwa
penegakan sanksi yang dilakukan oleh Dispenda baru sebatas pemberian sanksi administratif.
Koordinasi dengan Dinas Lain
Strategi terakhir yang dilakukan oleh dinas pendapatan adalah memperkuat koordinasi
dengan instansi ataupun dinas-dinas terkait. Strategi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh Dispenda, yakni lemahnya koordinasi dengan
SKPD lain. Menyadari permasalahan tersebut, dinas pendapatan di dalam rencana
strategisnya memasukan upaya koordinasi sebagai salah satu strategi yang akan
dilakukannya. Dinas pendapatan akan menguatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam
upaya mengoptimalkan penerimaan pajak hiburannya. Bentuk koordinasi yang dilakukan
bermacam-macam dan dilakukan dengan beberapa instansi lain. Salah satu koordinasi yang
dilakukan dinas pendapatan adalah memeriksa usaha hiburan baru yang akan meminta izin
kepada BPPT. Oleh karena itu, dinas pendapatan akan berkoordinasi dengan BPPT terkait
dengan wajib pajak hiburan baru, sehingga dinas pendapatan nantinya akan melakukan
pendataan terhadap wajibpajak baru tersebut.
Koordinasi lain yang dilakukan oleh Dispenda adalah dengan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata. Dengan melaksanakan koordinasi dengan Disbudpar, maka dinas pendapatan juga
akan mengetahui potensi wajib pajak hiburan baru yang akan melaksanakan hiburan di
Banyuwangi. Selain itu, Disbudpar juga akan sering melakukan survey lapangan kepada
pengusaha hiburan yang ada di Banyuwangi. Dinas pendapatan akan turut serta di dalam
survey tersebut bersama Disbudpar, sehingga dinas pendapatan juga sekaligus dapat
memeriksa kepatuhan wajib pajak hiburan tersebut dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
19
Universitas Indonesia
Simpulan
Pemungutan pajak hiburan di Banyuwangi diadministrasikan oleh Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Banyuwangi. Wajib pajak hiburan sebagai pihak yang menyelenggarakan
hiburan bertindak sebagai pemungut pajak hiburan, lalu akan menyetorkan pajak hiburan
tersebut ke kas daerah. Tahapan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak hiburan adalah
mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWPD, mengisi SPTPD, memperforasi tiket masuk,
menyetorkan ke kas daerah, dan melaporkan SKPD yang telah lunas. Ada dua kendala yang
dihadapi oleh dinas pendapatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak hiburan, yakni kendala
internal dan eksternal. Lalu, untuk mengoptimalkan penerimaan pajak hiburan di
Banyuwangi, dinas pendapatan memiliki dua strategi yang terbagi dalam dua cara, yakni
melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.
Saran
Dari simpulan tersebut, maka penulis dapat memberikan saran kepada Dinas
Pendapatan daerah Kabupaten Banyuwangi sebagai berikut, yakni a) Meningkatkan
sosialisasi kepada masyarakat, terutama wajib pajak hiburan untuk meningkatkan
pemahaman wajib pajak tentang kewajiban perpajakannya; b) Pemberian penghargaan
terhadap wajib pajak daerah yang patuh dapat dibuat berdasarkan kategori tertentu, sehingga
tidak hanya wajib pajak besar saja yang mendapatkan penghargaan; c) Meningkatkan kualitas
dan kuantitas pegawai dinas pendapatan, dengan melakukan pendidikan dan pelatihan dan
menambah jumlah petugas pajaknya; dan d) Melakukan peningkatan penegakan hukum,
dengan mengadakan petugas Pemeriksa Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Juru sita pajak.
Daftar Referensi
Buku Bird, R., & Oldman, O. (1975). Readings on Taxation in Developing Countries Third
Edition. Baltimore: John Hopkins University Press. Bryson, J. (2005). Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Davey, K. (1988). Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek-Praktek Internasional dan
Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Devas, N., Binder, B., Booth, A., Davey, K., & Kelly, R. (1989). Keuangan Pemerintag
Daerah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hughes, O. (1994). Public Management & Administration. Hampshire: The Macmillan Press. Ismail, T. (2005). Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia. Jakarta: Departemen Keuangan
Republik Indonesia. Mardiasmo. (2003). Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
20
Universitas Indonesia
McMaster, J. (1991). Urban Financial Management. Washington DC: Economic Development Institute of The World Bank.
Nurmantu, S. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor Indonesia. Purwanto, A., & Kurniawan, P. (2004). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia.
Malang: Bayumedia. Rosdiana, H., & Irianto, E. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di
Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Samudra, A. (2005). Perpajakan Indonesia: Keuangan, Pajak, dan Retribusi. Jakarta: PT.
Hecca Mitra Utama. Siahaan, M. (2005). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Usman, B., & Subroto, K. (1980). Pajak-Pajak Indonesia. Bandung: Yayasan Bina Pajak. Jurnal Lutfi, Achmad. “Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Suatu
Upaya dalam Optimalisasi Penerimaan PAD.” Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi: Bisnis dan Birokrasi, Volume XIV, Nomor 1, (2006):6-9.
Supriadi, Dara Rizky et al. “Kontribusi Pajak Hiburan dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Malang: Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang.” Jurnal Perpajakan, Volume 1 No.1, (2015): 3.
Undang-Undang dan Peraturan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Kabupaten Banyuwangi. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Kabupaten Banyuwangi. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata
Cara Pemungutan Pajak Hiburan Publikasi Elektronik
“Pariwisata Naik 1000 persen, PAD Harusnya terus digenjot” http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/pariwisata-naik-1000-persen-pad-harusnya-terus-
digenjot.html diunduh pada 11 November 2015 pukul 13.00 WIB “Pemkab Banyuwangi Imbau Wajib Pajak Laporkan Hasil Pajak dengan Jujur” http://bappeda.banyuwangikab.go.id/web/news426-pemkab-banyuwangi-imbau-wajib-
pajak-laporkan-hasil-pajak-dengan-jujur diunduh pada 29 Februari 2016 pukul 01.00 WIB
“Tingkatkan PAD Sektor Wisata, Dispenda Akan Pasang Tapping Box” http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/tingkatkan-pad-sektor-wisata-dispenda-akan-pasang-tapping-box.html diunduh pada 29 Feburari 2016 pukul 01.05 WIB
“Pimpinan Dispenda Berjanji Data Ulang Wajib Pajak” http://dprd.banyuwangikab.go.id/news/detail/110/pimpinan-dispenda-berjanji-data-ulang-
wajib-pajak.html diunduh pada 29 Feburari 2016 pukul 01.10 WIB “Dispenda wajib data obyek pajak hotel,restauran dan tempat hiburan”
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
21
Universitas Indonesia
http://dprd.banyuwangikab.go.id/news/detail/92/dispenda-wajib-data-obyek-pajak-hotelrestauran-dan-tempat-hiburan.html diunduh pada 29 Feburari 2016 pukul 01.15 WIB
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016
22
Universitas Indonesia
Analisis strategi..., Hafidz Al Faruqi, FISIP UI, 2016