analisis strategi pengembangan beras palas di …digilib.unila.ac.id/30026/3/tesis tanpa bab...

61
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN BERAS PALAS DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (TESIS) Oleh DIAN PUSPITORINI PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: vuongtuyen

Post on 30-Mar-2019

264 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN BERAS PALAS DI

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(TESIS)

Oleh

DIAN PUSPITORINI

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRAK

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN BERAS PALAS DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

Dian Puspitorini

Beras Palas adalah merek yang dipakai untuk merepresentasikan salah satu wilayah kecamatan di kabupaten Lampung Selatan, dan juga merupakan akronim dari “Produksi Asli Lampung Selatan”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor – faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk menentukan strategi pengembangan beras palas. Metode penelitian yang dilakukan yaitu: Uji mutu produk dan proses produksi, dan analisis survey pendapat pakar untuk merumuskan strategi pengembangan Beras Palas yang dilakukan dalam tiga tahap formulasi pengolahan data yang terdiri dari: tahap input (IFE dan EFE), tahap pencocokan (analisis IE dan SWOT) dan tahap keputusan (QSPM).

Dari analisis SWOT dapat dilihat bahwa variable kekuatan utama pengembangan beras Palas adalah produk gabah yang melimpah dengan nilai bobot score 0,5555, sedangkan variable kelemahan utama adalah belum adanya uji mutu SNI dengan nilai bobot skor 0,1042. Variabel peluang utama adalah kerjasama dengan penggilingan padi (RMU) dan Badan Usaha Milik desa (BUMDes) dengan bobot skor 0,5852 dan variable ancaman utama yakni persaingan kualitas beras kemasan yang lebih baik dengan bobot skor 0,6085. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras dari aspek kelas mutu belum memenuhi standar kelas mutu beras premium, namun memenuhi kelas mutu beras medium 1 menurut SNI 6128:2015 dan memenuhi mutu kelas medium menurut Permentan RI 31/PERMENTAN/PP.130/0/2017. Dari proses produksi beras Palas belum memenuhi standar HACCP. Dan dari hasil QSPM maka diperoloeh prioritas strategi pengembangan beras Palas berstandar SNI dengan skor nilai 6,8235.

Kata kunci: beras Palas, uji mutu, proses produksi, strategi pengembangan

ABTRACT

STRATEGY ANALYSIS OF BERAS PALAS EXPANSION IN SOUTH

LAMPUNG DISTRICT

By

Dian Puspitorini

Beras Palas is a brand representing one of the subdistrict in South Lampung, and also an acronym of “Produksi Asli Lampung Selatan” means origin product from South Lampung. The aim of this research is to identify the factors that can be strengths , weaknesss, opportunities and threats to define the strategy of beras palas expansion The research methodology used analysis of product and production process quality assessment, and analysis of experts to formulate the strategy of Beras Palas expansion which is done in three stages of data processing formulation: input stage (IFE and EFE),matching stage (IE and SWOT analysis) and decision stage (QSPM analysis).

The results showed, the strong variable on the Beras Palas expansion is the huge availability rice product with a score value 0.5555, while the weak variable is there is no yet SNI standar quality assessment with a score value 0.1042. The main opportunity variable on beras Palas expansion is to collaborate with the rice milling unit (RMU) and Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) with a score value 0.5852, while the threat variable is better packed-rice quality competition with a score value 0.6085. Based on the product quality, the research shows that Beras Palas has not fulfilled premium class quality standard, but already fulfilled medium 1 class quality refer to SNI 6128:2015 and medium class quality refer to Permentan RI 31/PERMENTAN/PP.130/0/2017. From the production process Beras Palas has not fulfilled HACCP standard. And from the QSPM analysis, the research conclude that the priority strategy to expand Beras Palas is collaborating with private sector to produce Beras Palas with SNI standard and score value 6.8235.

Keywords: Beras Palas, quality assessment, production process, expansion strategy

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN BERAS PALAS DI

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

DIAN PUSPITORINI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

pada

Program Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wiyono Gedong Tataan Pesawaran (Lampung) pada tanggal

06 Agustus 1972, dari pasangan Bapak Waji Fauzi (Alm) dan Ibu Suwartini.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN I Kebagusan pada tahun

1985. Setelah lulus SD penulis meneruskan pendidikan ke SMPN I Gedong

Tataan , lulus pada tahun 1988 kemudian melanjutkan ke SMA Xaverius

Pringsewu dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan

pendididikan di Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jurusan Ilmu Hama

Penyakit Tumbuhan dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2013 penulis

mengikuti pendidikan Pasca Sarjana pada Program Magister Teknologi Industri

Pertanian Universitas Lampung.

Penulis bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara sejak tahun 2009 di Pemerintah

Daerah Kabupaten Lampung Selatan pada Badan Ketahanan Pangan, sejak

berlakunya Peraturan Bupati Lampung Selatan Nomor 49 Tahun 2016 berubah

menjadi Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Selatan, hingga saat ini

penulis mengabdi pada Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Selatan

sebagai Kepala Seksi Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan bidang Mutu dan

Keamanan Pangan.

SAN WACANA

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya,

sehingga penulis mampu menyelesaikan kuliah hingga penelitian dengan judul

tesis Analisis Strategi Pengembangan Beras Palas Di Kabupaten Lampung

Selatan. Tesis merupakan salah satu untuk menyelesaikan jenjang pendidikan

pascasarjana (S2) dan memperoleh gelar Magister Sains Program Pascasarjana

Magister Teknologi Industri Pertanian Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. dan Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo

Utomo, M.S. selaku pembimbing Utama dan Pembimbing Kedua atas

kesediannnya untuk memberikan bimbingan, pengetahuan dan meluangkan

waktu yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku Pembimbing Akademik dan Penguji.

Atas bimbingan dan arahannya selama penulis menempuh pendidikan

Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian Universitas Lampung,

serta masukan, kritik serta saran bagi penyempurnaan tesis ini.

3. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap bapak/ibu dosen

Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian Universitas Lampung

yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan selama penulis

menempuh pendidikan pascasarjana

4. Bapak/Ibu teman – teman di Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung

Selatan Ir. Rini Ariasih, M.M, Ir, Edi Effendi, M.M., Sukinun, S.E, Rizki

Alfina Kamal. S.Tp. M. Kes. Catur Martalia, A.Md, Hilmiyati, S.P,M.Si, Dwi

Yuliyanti, S.P, Drs. Mat Saleh, Fadliyansyah, Bintang, SE, Kartika Dewi,

SE.M.M yang telah memberikan support dan dukungan bagi penulis untuk

menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Universitas Lampung

5. Bapak Ir. Noviar Akmal, Ir. Irmanto Indrowijoyo, M.Si, Dr. Subeki untuk

bantuan, saran, masukan dan kerjasama selama penulis menyelesaikan

penulisan tesis ini.

6. Sahabat satu tim Magister Teknologi Industri Pertanian Angkatan 2013

Arafat, Dian, Mbak Puni, Mbak Nur, Rio, Sinta dan Zana terima kasih atas

kebersamaan, bantuan dan dukungan moril serta perhatian selama penulis

menempuh pendidikan hingga selesainya penulisan tesis ini.

7. Dwi Riyanto untuk dukungan, motivasi dan bantuan selama penulis

menempuh studi dan menyelesaikan pendidikan pascasarjana.

8. Kedua orangtua yang sangat penulis cintai dan muliakan Bapak Waji Fauzi

(Alm) dan Ibu Suwartini yang senantiasa mendoakan penulis untuk menjadi

manusia yang lebih baik dan berguna.

9. Wisnu, Reni, Ari, Om Mamak, Ditho, Kiran Karin, Bulek Nanik dan semua

keluarga untuk doa, cinta dan dukungan selama ini.

10. Bapak Fajar Agustiadi untuk kerjasama selama penulis melaksanakan

penelitian dan menyelesaikan penulisan tesis.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua

pihak yang telah membantu tetapi namanya tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, kiranya Allah SWT member balasan yang tak terhingga. Penulis

menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, meskipun demikian semoga

hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

pembangunan daerah, khususnya Kabupaten Lampung Selatan.

Bandar Lampung, Desember 2017

Penulis

Dian Puspitorini

……….Bismillahirohmanirohim……….

Setelah melewati semuanya pada akhirnya impian

yang dikejar, untuk sebuah pembelajaran dan pengharapan,

agar hidup lebih bermakna

Dengan tetesan tinta kupersembahkan karya sederhana ini

untuk ibu dan bapak atas pengorbanan, motivasi, ketabahan

dan tak hentinya memberikan doa dan dukungan dalam

setiap langkahku serta didikan yang setiap saat selalu

diberikan tanpa mengenal lelah

Untuk keluarga besar dan sahabat-sahabat terbaikku dalam

merangkai indahnya proses kehidupan

Almamater tercinta

Sebagai saksi proses perjalanan meraih harapan

“Tuntutlah ilmu dan belajarlah ketenangan dan kehormatan

Diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang lain”

(HR. Ath-Thabrani)

Jangan pernah kehilangan kepekaan. Kita, syukurilah bisa

selalu tersenyum. Paling tidak, jika tak ada yang bisa kamu

lakukan,

kamu bisa tersenyum

(Ibu Teresa)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………… i DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... ii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... iii I. PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………. 1

B. Perumusan Masalah …………………………………………. 4

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 5

D. Manfaat Penelitian …………………………………………... 5 E. Kerangka Pemikiran ………………………………………… 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………….. 8

A. Mutu Produk Beras ………………………………………….. 8

B. Proses Produksi Beras ………………………………………. 14 C. Matriks IE (Internal-Eksternal) ……………………………... 17 D. Matriks SWOT ……………………………………………… 17 E. Matriks QSPM ………………………………………………. 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ……………………………… 21

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………... 21

B. Data dan Instrumentasi …………………………………….... 21 C. Metode Pengumpulan Data …………………………………. 22

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………... 22 E. Gambaran Umum Daerah Pemilihan ……………………….. 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………….. 38

A. Analsisis Aspek Mutu ……………………………………… 38

B. Analsis Biaya Produksi …………………………………….. 49 C. Analsis Internal Eksternal ………………………………….. 51 D. Analsis SWOT ……………………………………………… 57 E. Analsis Matriks QSPM …………………………………….. 60

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. 64

A. Kesimpulan ………………………………………………… 64

B. Saran ……………………………………………………….. 65 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 66 LAMPIRAN ........................................................................................... 71

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Klasifikasi Ukuran Panjang dan Bentuk Beras …………………. 10

2. Parameter Pengujian Mutu Produk Beras ………………………. 11

3. Syarat Mutu Beras Berdasarkan SNI 6128:2015 ……………….. 12

4. Syarat Mutu Berdasar Permentan RI ……………………............ 12

5. Panduan Mutu HACCP Penggilingan Padi …………………….. 16

6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal ………………………. 23

7. Penilaian Bobot Faktor Startegis Eksternal …………………….. 23

8. Penilaian Rating dari Faktor-faktor Internal ……………………. 24

9. Penilaian Rating dari Faktor-faktor Eksternal ………………….. 25

10. Matriks SWOT ………………………………………………….. 26

11. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) ……………... 28

12. Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Selatan ………. 34

13. Luas Panen dan Produksi 2015 ………………………………….. 35

14. Jumlah Kelompok Tani dan Gapoktan ………………………….. 36

15. Jumlah Penggilingan Padi (RMU) ………………………............ 37

16. Analisa Analisis Aspek Mutu Beras Palas ………………………. 39

17. Analisis Biaya Produksi Beras …………………………………... 50

18. Analisis Matriks IFE Beras Palas ……………………………….. 52

i

19. Analisis Matriks EFE Beras Palas ……………………………… 54

20. Hasil Analisis Matriks SWOT Beras Palas …………………….. 60

i

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ……………………………….. 6

2. Ruang Lingkup Mutu …………………………………………… 8

3. Ilustrasi Tingkat Keutuhan dan Kepatahan Beras ………………. 14

4. Diagram Alir Proses Produksi Beras ……………………………. 15

5. Matriks Internal – Eksternal …………………………………….. 27

6. Sebaran Penduduk Menurut Kecamatan ………………………… 31

7. Piramida Penduduk Kabupaten Lampung Selatan ………………. 32

8. Perkembangan Tenaga Kerja ……………………………………. 33

9. Tata Letak Proses Produksi Beras Palas ………………………… 45

10. Analisis Matrik Internal-Eksternal Beras Palas …………………. 56

ii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman

1. Kuisioner untuk Rating dan Bobot Matriks IFE dan EFE …. 72 2. Kuisioner untuk Attractive Score ……………………………. 75 3. Matrik Rata-rata bobot dan rating IFE ………………………. 77 4. Matrik Rata-rata bobot dan rating EFE …………………....... 78 . 5. Atractaive Score …………………………………………........ 79 6. Matrik QSPM Beras Palas ……………………………………. 80 7. Hasil Uji Kandungan Gizi Beras Palas ………………………. 81 8. SK Tim Penumbuhan Beras Palas …………………………… 82 9. Lampi ran Foto-foto ……………………………………….. 85

iii

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsumsi beras Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan hasil survei sosial

ekonomi nasinal (Susenas) 2015 yaitu 86,76 kg per kapita per tahun dan

membutuhkan beras sebesar 84.293,42 ton per tahunnnya. Kebutuhan beras

tersebut dapat mudah terpenuhi dari produksi gabah di Kabupaten Lampung

Selatan yang mencapai 469.457 ton atau 248.812,21 ton beras (rendemen 53

persen), sedangkan kebutuhan hanya 33,88 persennya.

Rata-rata harga beras di Kabupaten Lampung Selatan selama tahun 2015 dengan

kualitas super (Rp10.714,17), medium (Rp.9.803,25), asalan (Rp.9.029,25), pada

tahun 2016 dengan kualitas super (Rp.10.643,83), medium (Rp.9.612,5), asalan

(Rp.8.683,33), pada tahun 2017 dengan kualitas super (Rp.10.243,75), medium

(Rp.9.229,17), dan asalan (Rp.8.360,42) (Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten

Lampung Selatan, 2017).

Harga pangan beras menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini

merupakan konsekuensi dari meningkatnya kualitas pangan, adanya inflasi, serta

peningkatan kebutuhan akibat pertambahan penduduk dan penambahan

pendapatan. Fluktuasi harga beras dipengaruhi oleh keunikan dalam rantai

distribusi beras dan juga budaya konsumsi dan kebiasaan makan masyarakat

Lampung Selatan. Saat musim penghujan (rendeng) gabah petani yang dihasilkan

hanya 25 persen yang disimpan untuk keperluan konsumsi keluarga, sedangkan

2

75 persennya akan dijual sebagai pengganti modal tanam dan sebagai modal

tanam selanjutnya (pada saat musim gadu).

Petani menjual gabah ke agen, yang kemudian akan dijual kembali ke

penggilingan lokal sebanyak 40 persen dan 60 persennya dijual ke luar kabupaten,

diantarannya Serang, Karawang, Subang, dan Cianjur. Hal tersebut disebabkan

karena beberapa daerah penghasil utama gabah, seperti kecamatan Palas, Sragi,

dan Candipuro merupakan daerah rawa dengan pemilihan varietas benih padi

yang ditanam adalah bulir pendek (Cilamaya Muncul), yang mempunyai

kelebihan tahan terhadap genangan dan mempunyai produktivitas yang tinggi

walaupun umur tanam lebih lama dari varietas lainnya.

Budaya konsumsi dan kebiasaan makan masyarakat Lampung khususnya

Lampung Selatan lebih menyukai beras bulir panjang (IR 64/Ciherang). Hal ini

berbeda dengan budaya konsumsi masyarakat pulau Jawa yang lebih menyukai

beras bulir pendek. Selain itu harga beli gabah oleh agen luar daerah lebih tinggi

dibandingkan dalam daerah juga menjadi faktor keluarnya gabah Lampung

Selatan ke daerah lain.

Rayendra (2012) teori permintaan menyatakan bahwa jika harga barang naik

maka permintaan akan barang tersebut turun, tidak sesuai dengan kenyataan yang

ada di lapangan. Ini disebabkan beberapa alasan, pertama beras merupakan bahan

makanan pokok meskipun terjadi perubahan pada harga beras tersebut konsumen

akan tetap berusaha untuk membeli. Kedua, ada konsumen yang sudah terbiasa

mengkonsumsi satu jenis beras (termasuk “IR 64”) sehingga konsumen tersebut

sulit/enggan untuk berpaling atau pindah ke beras jenis lain.

3

Daerah penghasil beras bulir panjang terbesar seperti kecamatan Natar dan Jati

Agung cenderung membawa beras hasil produksinya untuk memenuhi permintaan

kebutuhan di daerah Kabupaten Metro dan Bandar Lampung. Sehingga Lampung

Selatan kekurangan stok cadangan pangan, yang menyebabkan fluktuasi harga

pangan terutama di bulan November, Desember, Januari, dan Februari akibat

produksi musim tanam gadu yang tidak terlalu tinggi, dan juga di bulan-bulan

menjelang hari besar keagamaan. Gabah dan beras yang dijual ke luar daerah

tidak memakai brand/merek Lampung Selatan, sehingga Lampung Selatan sebagai

daerah sentra produksi beras di Sumatera tidak di kenal masyarakat luas.

Pemerintah Daerah perlu mengambil upaya strategis untuk memulai

mengembangkan brand/merek beras produksi Lampung Selatan, agar dapat

mengurangi keluarnya gabah daerah lain, sehingga stok cadangan pangan stabil,

fluktuasi harga dapat ditekan dan Lampung Selatan dapat dikenal sebagai

penghasil beras berkualitas. Upaya ini dimulai dari daerah Palas sebagai penghasil

produksi beras terbesar di Lampung Selatan untuk menjadi percontohan daerah

penghasil beras berkualitas dengan brand/merek produksi Lampung Selatan.

Beras Palas adalah merek yang dipakai untuk memberikan identifikasi beras yang

berasal dari Kabupaten Lampung Selatan. Kata “Palas” selain untuk

merepresentasikan salah satu wilayah kecamatan juga merupakan akronim dari

“Produksi Asli Lampung Selatan”. Beras Palas merupakan beras produksi asli

Lampung Selatan yang telah dilaunching oleh Bupati Lampung Selatan pada

tanggal 24 Maret 2017 bertempat di halaman kantor Dewan Kerajinan Nasional

Daerah (Dekranasda) Kabupaten Lampung Selatan.

4

Beras Palas pada saat diluncurkan pertama kali dikemas dalam ukuran 5 Kg

dengan label kelas beras premium dengan harga Rp 48.500 perbungkusnya. Jadi

harga beras Palas per kilogramnya sebesar Rp 9.700. Harga ini lebih rendah

dibanding dengan harga beras kemasan merek lainnya di pasaran yakni Rp

10.200/Kg. Menjual beras dalam kemasan merupakan inovasi yang

dikembangkan oleh produsen beras dengan keunggulan tersendiri dan mudah

dijumpai dipasaran (Aji dan Widodo, 2010).

Pada launching pertama produksi beras Palas dilakukan bekerjasama dengan

penggilingan padi PD. Garuda Mas milik Fajar Agustiadi beralamat di Desa Palas

Jaya, Kecamatan Palas. Keberhasilan pengembangan usaha ini apabila

masyarakat lebih memilih dan membeli beras palas untuk dikonsumsi sehari –

hari. Untuk itu perlu dilakukan upaya – upaya dari stakeholders beras palas untuk

meningkatkan kualitas mutu beras palas.

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. A p a k a h beras Palas telah memenuhi kualifikasi syarat mutu baik ditinjau

dari keamanan produk maupun kandungan gizi?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam

pengembangan beras Palas?

3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi peluang dan ancaman dalam

pengembangan beras Palas?

5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini

adalah :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam

pengembangan beras Palas.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam

pengembangan beras palas.

3. Merumuskan strategi dalam pengembangan beras Palas.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten

Lampung Selatan dalam menentukan kebijakan terhadap mutu pangan dan strategi

pengembangan beras Palas.

E. Kerangka Pemikiran

Penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan dengan ruang lingkup

penelitian berkisar tentang faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi

kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengembangan beras Palas

dengan menggunakan beberapa alat anali sis, diantaranya matriks evaluasi faktor

internal (IFE) dan matriks evaluasi faktor eksternal (EFE). Selanjutnya

menggunakan matriks Internal-Eksternal (IE) dan matriks strength, weakness,

opportunities, threats (SWOT) untuk merumuskan alternatif strategi. Hasil

dari matriks IE kemudian diintegrasikan dengan matriks SWOT.

6

Berdasarkan uraian tersebut, kerangka operasional penelitian adalah sebagai

berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Analisis mutu dilakukan untuk mengetahui apakah beras Palas telah memenuhi

standar mutu yang dipersyaratkan sebagai produk yang layak mencantumkan label

SNI dan memenuhi standar keamanan pangan. Analisis pakar dilakukan dengan

meminta pendapat para pakar untuk mengetahui faktor internal dan eksternal

pengembangan beras Palas.

Produksi Beras Palas

Matriks IFE

(Input Stage) Matriks EFE

(Input Stage)

Analisis Internal Analisis Ekstenal

Matriks IE dan SWOT (Matching

Matriks QSPM

Analisis Pakar Analisis Mutu

Strategi Pengembangan

Uji SNI Proses Produksi

7

Analisis internal dilakukan untuk mengetahui fator-faktor yang menjadi kekutan

dan kelemahan dengan meminta penilaian dari para pakar sehingga menghasilkan

matriks IFE. Analisis eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

menjadi peluang dan ancaman dengan meminta penilaian dari para pakar sehingga

menghasilkan matriks EFE.

Kombinasi dari matriks IFE dan matriks EFE akan menghasilkan matriks IE

(internal-eksternal) yang menggambarkan posisi di kuadran mana beras Palas

berada. Selanjutnya dibuat matriks SWOT untuk menentukan alternatif strategi

pengembangan beras Palas dari kombinasi analisis SWOT. Pilihan strategi mana

yang paling tepat untuk diputuskan dalam pengembangan beras Palas akan

diketahui dari matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM).

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mutu Produk Beras

Mutu suatu produk ditentukan oleh keadaan fisik, fungsi, dan sifat produk

bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan

memuaskan sesuai nilai uang yang dikeluarkan.

Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan

kandungan gizi pangan. Mutu pangan terdiri dari keamanan pangan dan

kandungan gizi. Keamanan produk terdiri dari aspek fisik, biologi, dan kimia,

sedangkan kandungan gizi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral.

Gambar 2. Ruang Lingkup Mutu Sumber: Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, 2017

MUTU

Keamanan Produk

Kandungan Gizi

Fisik Biologi

Kimia

Karbohidrat

Protein

Lemak

Vitamin Mineral

9

Pengujian mutu produk sangat penting dalam memastikan kehandalan informasi

mutu produk. Untuk itu, proses pengujian mutu produk harus memenuhi

kecermatan dan konsistensi sesuai dengan standar sehingga menjadi bermanfaat.

Beras adalah hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil

tanaman padi yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian

lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan baik berupa butir beras utuh,

beras kepala, beras patah, maupun menir. (Badan Standarisasi Nasional, 2015).

Beras dikonsumsi dalam bentuk butiran biji utuh, sehingga bentuk dan

penampilan merupakan karakteristik pertama yang diamati oleh konsumen ketika

memilih dan membeli beras. Bentuk beras merupakan karakter yang disebabkan

oleh faktor turunan atau genetik. Kenampakan beras lebih banyak dipengaruhi

oleh operasional proses penggilingan yang merupakan gabungan antara jenis dan

kemampuan mesin, kompetensi operator dan mutu gabah yang digiling.

Aspek bentuk dan kenampakan beras terdiri dari panjang (ukuran) dan bentuk

butir. Secara umum, ukuran panjang beras terdiri dari panjang (long grain),

sedang (medium grain), dan pendek (short grain). Bentuk beras terdiri dari bulat

(bold), medium, dan ramping (slender). Berikut klasifikasi ukuran panjang dan

bentuk secara lengkap berdasarkan standar proses pemuliaan tanaman padi secara

umum:

10

Tabel 1. Klasifikasi Ukuran Panjang dan Bentuk Beras

Ukuran Panjang (mm) Bentuk Rasio panjang/lebar butir

Sangat panjang

> 7.5 Ramping > 3.0

Panjang 6.61 – 7.5 Medium 2.1 – 3.0 Sedang 5.51 - 6.6 Bulat < 2.0 Pendek < 5.5

Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balitbangtan Kementan RI, 2016

Beras merupakan hasil dari penanganan pasca panen padi pada tahap penggilingan

dimana pada tahap ini beras dipisahkan dari kulitnya dengan cara menggunakan

alat penggiling (huller). Faktor penting untuk menjamin mutu beras sampai

dikonsumsi adalah penanganan beras saat penggilingan dan penyimpanan beras

yang baik sesuai standar. Penanganan beras dengan cara yang baik terutama

ditujukan untuk RMU dan tempat penyimpanan beras dalam jumlah besar baik di

tingkat petani, pedagang maupun gudang beras. Hal ini akan menjadi masalah

apabila lokasi penyimpanan tidak memenuhi syarat sebagai penyimpanan yang

baik.

Pengujian mutu produk harus dilakukan oleh laboratorium yang terakreditasi oleh

Komite Akreditasi Nasional (KAN). Parameter pengujian mutu produk untuk

beras meliputi:

a. Mutu Fisik: derajat sosoh, kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir

merah.

b. Mutu Biologi: Mikotoksin, Kapang, E-coli, dan Alt.

c. Mutu Kimia: residu kimia pestisida dan logam berat.

11

Tabel 2. Parameter Pengujian Mutu Produk Beras

No Uji Mutu Fisik Uji Mutu Kimia Uji Mutu Biologi

Uji Kandungan

Gizi 7)

1 Derajat Sosoh 1) Residu Logam Berat (Pb, Cd, As, Sn, Hg) 2)

Mitoksin: Karbohidrat

2 Kadar Air 1) Residu Pestisida 3) -Okratoksin 5) Protein

3 Beras Kepala 1) Pemutih 4) -Deoksinivalenol 5)

Lemak

4 Butir Patah 1) -Fumonisin 5) Vitamin B1 5 Butir Menir 1) Mineral 6 Butir Merah 1) Kapang 6) Serat

7 Butir Kuning/Rusak 1)

E-coli 6)

8 Butir Kapur 1) ALT 6) 9 Benda Asing 1) 10 Butir Gabah 1)

Ketarangan : 1) SNI 6128:2015 Beras 2) SNI 7387:2009 Batas Maksimun Cemaran Logam Berat Dalam Pangan 3) SNI 7313:2008 Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian 4) Permentan No. 32 Tahun 2017 Tentang Pelarangan Penggunaan Bahan Kimia

Berbahaya pada Proses Penggilingan Padi, Huller dan Penyosoh Beras 5) SNI 7385:2009 Batas Maksimum Kandungan Mikotoksin Dalam Pangan 6) SNI 7388:2009 Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan 7) PP No. 17 tahun 2015 Tentang Ketahan Pangan dan Gizi

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 6128:2015, kelas mutu beras terdiri

dari premium, medium 1, medium 2, dan medium 3, sedangkan berdasarkan

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:

31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 kelas mutu beras hanya terdiri dari dua kelas

mutu, yaitu premium dan medium.

12

Tabel 3. Syarat Mutu Beras Berdasarkan SNI 6128:2015

No Komponen Mutu Satuan

Kelas Mutu

Premium Medium

1 2 3

1 Derajat Sosoh (minimal) % 100 95 90 80 2 Kadar Air (maksimal) % 14 14 14 15 3 Beras Kepala (minimal) % 95 78 73 60 4 Butir Patah (maksimal) % 5 20 25 35 5 Butir Menir (maksimal) % 0 2 2 5 6 Butir Merah (maksimal) % 0 2 3 3

7 Butir Kuning/Rusak (maksimal)

% 0 2 3 5

8 Butir Kapur (maksimal) % 0 2 3 5

9 Benda Asing (maksimal) % 0 0,02 0,05 0,2

10 Butir Gabah (maksimal) (Butir/100g) 0 1 2 3

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2015

Tabel 4. Syarat Mutu Berdasar Permentan 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017

No Komponen Mutu Satuan Kelas Mutu

Medium Premium

1 Derajat Sosoh (minimal) % 95 95

2 Kadar Air (maksimal) % 14 14

3 Beras Kepala (minimal) % 75 85

4 Butir Patah (maksimal) % 25 15

5

Total butir beras lainnya (maksimal), teridiri atas Butir Menir, Merah, Kuning/Rusak, Kapur

% 5 0

6 Butir Gabah (maksimal) (Butir/100g) 1 0

7 Benda Lain (maksimal) % 0,05 0

Sumber: Permentan RI No. 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017

Mutu beras juga ditentukan oleh kenampakan dan keutuhan bentuknya. Mutu

beras dikatakan baik jika memiliki prosentase beras utuh dan beras kepala yang

tinggi.

13

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128 tentang beras (2015), beberapa

definisi terkait bentuk beras sebagai berikut:

• Beras utuh: butir beras yang tidak patah sama sekali.

• Beras kepala: butir beras dengan ukuran lebih besar atau sama dengan 80%

bagian butir beras utuh.

• Beras patah: butir beras dengan ukuran berkisar antara 20-80% bagian butir

beras utuh.

• Beras menir: butir beras dengan ukuran kurang dari 20% bagian dari butir

beras utuh.

• Butir beras merah: beras berwarna merah akibat factor genetik.

• Butir beras kuning: butir beras berwarna kuning kecoklatan akibat proses

penanganan atau akibat aktivitas serangga.

• Butir beras mengapur: butir beras yang berwarna seprti kapur (chalky) dan

bertekstur lunak yang disebabkan oleh faktor fisiologis.

• Butir beras rusak: semua butir beras yang berwarna putih bening, putih

mengapur, kuning, dan merah dengan banyak bintik (noktah) yang disebabkan

oleh proses fisik, kimiawi, dan biologi. Beras dengan bintik kecil tunggal tidak

termasuk butir rusak.

14

Berikut gambar ilustrasi tingkat keutuhan (dan kepatahan) butir beras berdasarkan

SNI:

Gambar 3. Ilustrasi Tingkat Keutuhan dan Kepatahan Beras Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbangtan Kementan RI, 2016

Untuk dapat menghasilkan beras yang memenuhi SNI 6128:2015, pelaku usaha

penggilingan padi harus memiliki sarana grading untuk memisahkan beras kepala dengan

butir pecah dan memiliki sarana pengemasan (packing unit) yang memadai agar dapat

menghasilkan beras berkualitas dalam kemasan retail.

B. Proses Produksi Beras

Untuk menghasilkan beras yang diinginkan dan berkualitas, gabah harus melalui

beberapa proses produksi. Setelah melalui beberapa proses produksi seperti di bawah ini

maka beras siap untuk dijual dan didistribusikan. Pada Gambar 5 dijelaskan tahapan-

tahapan dalam pengolahan beras.

15

Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Beras Sumber: Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, 2017

Pada proses produksi beras, untuk menghasilkan beras yang berkualitas, harus

memperhatikan sistem kontrol untuk mencegah terjadinya masalah yang

didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses

produksi. Ini dikenal dengan sebutan Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP). Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu produksi pangan adalah

untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu

pangan guna memenuhi tututan konsumen.

16

Berdasarkan panduan teknis penerapan jaminan mutu produk tanaman pangan

yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian

Pertanian Republik Indonesi (2017), sitem HACCP yang harus diperhatikan

dalam produksi beras adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Panduan Mutu HACCP Penggilingan Padi

No LANGKAH BATAS KRITIS

1 Penerimaan Bahan Baku segar/beku; Padi

• Kadar air 14-15 % • Tidak ada benda asing : bebas hama (kutu) dan penyakit (tidak ada gabah hampa /kondisi jelek )/

tidak ada batu, ranting dll

2 Pengeringan (Lantai jemur/dryer)

Kondisi lantai jemur bersih mulus (tidak retak/pecah)

3 Penggilingan (Mesin pecah kulit/husker)

Waktu pemanasan mesin > 10 menit dan dalam kondisi bersih

4 Pengayakan (Separator) Kondisi separator harus bersih dan dalam kondisi baik

5 Pemolesan (Polisher)

• Tidak menggunakan pemutih • Air untuk pengkabutan menggunakan

mutu baku air minum dan alat penyosohan/ pemolesan dalam kondisi baik

6 Pemilihan (Mesin Grading)

Kondisi mesin ayakan dalam kondisi bagus, bersih, dan tidak berkarat

7 Pengepakan/pengemasan (Packing)

Kemasan tidak bocor dan tidak rusak fisiknya

8 Penyimpanan (Gudang Simpan)

• Kondisi gudang bersih, rapi, dan tidak ada serangga

• Kelembaban dalam suhu normal

9 Distribusi/pengiriman Kendaraan angkut dalam kondisi baik dan bersih

Sumber: Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, 2017

17

C. Matriks IE (Internal-Eksternal)

Analisis internal merupakan pengkajian faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan

kelemahan. Sedangkan analisis eksternal merupakan pengkajian untuk

mengetahui faktor-faktor yang dapat memberikan peluang dan ancaman.

Analisis internal akan menghasilkan Matrik IFE (Internal Factor Evaluation) atau

evaluasi faktor internal sedangkan analisis eksternal akan menghasilkan Matrik

EFE (Eksternal Factor Evaluation) atau evaluasi faktor eksternal.

Matriks Internal-Eksternal (IE) merupakan matriks yang digunakan pada tahap

pencocokan (the matching stage) pada proses manajemen strategi. Matriks IE

merupakan matriks yang memadukan atau mencocokan hasil pembobotan IFE

dan EFE. Pada matriks IE, terdapat dua dimensi dengan total skor dari matriks

IFE pada sumbu X dan total skor dari matriks EFE pada sumbu Y. Hasil dari

pencocokan tersebut akan terangkum dalam matriks IE yang mempunyai sembilan

sel yang akan menunjukkan posisi usaha pertanian.

D. Matriks SWOT

Matriks SWOT merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor- faktor

strategis yang dapat menggambarkan peluang dan ancaman yang dihadapi

sehingga dapat dilakukan penyesuaian terhadap kekuatan dan kelemahan yang

dimiliki. Matriks SWOT merupakan matching tool yang penting untuk membantu

pengambil keputusan mengembangkan empat tipe strategi, yaitu:

1. Strategi SO (Strength–Opportunity).

Strategi ini menggunakan kekuatan dalam meraih peluang yang ada. Jika

memiliki banyak kelemahan, maka harus mengatasi kelemahan itu agar

18

menjadi kuat. Sedangkan, jika menghadapi banyak ancaman, harus berusaha

menghindarinya dan berkonsentrasi pada peluang yang ada.

2. Strategi WO (Weakness–Opportunity).

Strategi ini bertujuan memperkecil kelemahan internal dengan memanfaatkan

peluang eksternal.

3. Strategi ST (Strength–Threat).

Strategi ini bertujuan untuk menghindari dampak ancaman eksternal.

4. Strategi WT (Weakness–Threat).

Strategi ini bertujuan untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan serta

menghindari ancaman.

David (2009), menjelaskan delapan langkah dalam membuat matriks SWOT,

yaitu: (1) membuat daftar kekuatan, (2) membuat daftar kelemahan, (3) membuat

daftar peluang, (4) membuat daftar ancaman, (5) cocokkan kekuatan-kekuatan

dan peluang-peluang dan mencatat hasilnya dalam sel strategi SO, (6) cocokkan

kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal dan mencatat

hasilnya dalam sel strategi WO, (7) cocokkan kekuatan-kekuatan dan ancaman-

ancaman dan mencatat hasilnya dalam sel strategi ST, (8) cocokkan kelemahan-

kelemahan dan ancaman-ancaman dan mencatat hasilnya dalam sel strategi WT.

D. Matriks QSPM

Tujuan matriks QSPM adalah menetapkan kemenarikan dari strategi yang

bervariasi untuk menentukan mana yang dianggap paling baik diimplementasikan.

Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi

19

berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal

dimanfaatkan atau diperbaiki (David, 2009).

Langkah-langkah pembuatan QSPM adalah:

1. Memberi bobot untuk setiap faktor internal dan eksternal yang identik dengan

matriks IFE dan EFE.

2. Mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk

diimplementasikan.

3. Catat semua alternatif strategi dalam analisis hasil dari matriks IE pada baris

atas dari QSPM.

4. Menentukan nilai daya tarik (attractive score atau AS). Tentukan nilai numerik

yang menunjukan daya tarik dari setiap strategi untuk menunjukan daya tarik

dari suatu strategi dalam kumpulan alternatif tertentu. Nilai daya tarik itu

adalah nilai 1 jika tidak menarik, 2 cukup menarik, 3 jika menarik, dan 4 jika

sangat menarik.

5. Menghitung total daya tarik (total attractive score atau TAS). Total nilai daya

tarik sebagai hasil nilai perkalian bobot (langkah 1) dengan nilai daya tarik

(langkah 4) dalam setiap baris. Semakin tinggi total nilai daya tarik, maka

semakin menarik alternatif strategi itu.

6. Menghitung jumlah total nilai daya tarik (TAS) dalam setiap kolom strategi

QSPM. Jumlah total nilai daya tarik mengungkapkan strategi yang paling

menarik dalam setiap sel strategi. Semakin tinggi nilai menunjukan strategi itu

semakin menarik.

20

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan lokasi

dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa penulis

bekerja di kabupaten tersebut yang saat ini sedang melakukan pengembangan

beras Palas dimana Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Selatan tempat

penulis bertugas menjadi salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang

bertanggung jawab untuk mengembangkan beras Palas. Sehingga segala data yang

diperlukan dalam penelitian ini lebih mudah didapatkan. Pelaksanaan penelitian

dilakukan selama dua bulan dari bulan September sampai Oktober 2017.

B. Data dan Instrumentasi

Data primer diperoleh melalui observasi, diskusi, dan wawancara langsung,

dengan pihak-pihak yang terkait yaitu pelaku usaha beras Palas yaitu Bapak Fajar

Agustiadi (PD Garuda Mas), Bapak Dr. Subeki (akademisi Fakultas Pertanian

Unila) dan Bapak Ir. Noviar Akmal (Sekretaris Tim Penumbuhan Beras Palas).

Data sekunder diperoleh dari sumber informasi berupa laporan tertulis yang ada

pada pelaku usaha beras Palas dan melalui studi literatur buku-buku yang relevan,

jurnal ilmiah, Badan Pusat Statisika (BPS), OPD di Kabupaten Lampung Selatan.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan. Data yang

dibutuhkan didapatkan dari wawancara langsung dengan pihak terkait, observasi

21

ke instansi yang terkait dengan subjek dan objek penelitian.

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif meliputi tahap pengolahan data dan interpretasi data secara

objektif. Data kualitatif diperoleh melalui analisis lebih lanjut dari data-data yang

diperoleh selama pengumpulan data yang bertujuan untuk memberikan gambaran

dan penjelasan mengenai permasalahan yang terjadi.

Teknik perumusan strategi didasarkan kepada keputusan tiga tahap formulasi

strategi yang terdiri dari tahap input (input stage), tahap pencocokan (matching

stage), dan tahap keputusan (decision stage). Ketiga tahap analisis formulasi

strategi tersebut terdiri atas analisis lingkungan internal dan eksternal (IFE dan

EFE), analisis IE, analisis SWOT, dan analisis QSPM.

1) Tahap Input

Tahap input merupakan tahap mengumpulkan data dan informasi yang relevan

dengan permasalahan yang terjadi. Tahap input meliputi identifikasi dari faktor-

faktor internal dan eksternal, pemberian bobot, dan penentuan rating.

a. Pemberian bobot

Dalam Kinnear dan Taylor (1998), penentuan bobot pada analisis internal dan

eksternal dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak pelaku

usaha dan pakar dengan menggunakan paired comparison. Metode tersebut

digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu

internal dan eksternal.

22

Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal

Faktor Strategis Internal A B ….. Total Bobot

A B …..

Total

Sumber : David (2009) Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal

Faktor Strategis Eksternal A B ….. Total Bobot

A B

….. Total

Sumber : David (2009)

Bobot setiap variabel diperoleh dengan membagi jumlah nilai setiap

variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan rumus :

αi = Xi n Σ Xi i = 1

Keterangan : αi = Bobot variabel ke-i

xi = Nilai ariabel ke-

i i = 1,2,3, … n

n = Jumlah variable Penentuan nilai bobot adalah sebagai berikut :

a) bobot = 1, jika indikator horizontal kurang penting pengaruhnya (terhadap

keberhasilan) daripada indikator vertikal.

b) bobot = 2, jika indikator horizontal sama penting pengaruhnya (terhadap

keberhasilan) daripada indikator vertikal.

c) bobot = 3, jika indikator horizontal lebih penting pengaruhnya (terhadap

keberhasilan) daripada indikator vertikal.

23

b. Penentuan rating

Penentuan peringkat atau rating oleh pelaku usaha dan pakar atau

dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis. Pengukuran rating

menggunakan nilai peringkat dengan menggunakan skala 1,2,3, dan 4

terhadap masing-masing faktor strategis.

Tabel 8. Penilaian Rating dari Faktor-faktor Interrnal

Faktor-faktor Internal Utama Bobot Rating Skor (Bobot x Rating)

Kekuatan :

1.

….

Kelemahan :

1.

….

Total

Tabel 9. Penilaian Rating dari Faktor-faktor Eksternal

Faktor-faktor Eksternal Utama Bobot Rating Skor (Bobot x Rating)

Peluang :

1.

….

Ancaman:

1.

….

Total

Sumber : David (2009)

Skala nilai peringkat yang digunakan untuk matriks IFE dan EFE, yaitu :

a) Nilai 1, jika faktor tersebut dinilai sangat lemah

b) Nilai 2, jika faktor tersebut dinilai lemah

c) Nilai 3, jika faktor tersebut dinilai kuat

d) Nilai 4, jika faktor tersebut dinilai sangat kuat

24

Kekuatan (Strengths – S) 1. …. 2. Dsb

Kelemahan (Weakness – W) 1. …. 2. Dsb

Peluang (Opportunities – O)

1. …. 2. Dsb

Strategi SO Memanfaatkan kekuatan

untuk menarik keuntungan dari peluang

Strategi WO Memperbaiki kelemahan

dengan mengambil keuntungan dari peluang

Ancaman (Threats – T) 1. …. 2. Dsb

Strategi ST Menggunakan kekuatan

untuk menghindari ancaman

Strategi WT Mengurangi kelemahan serta

menghindari ancaman

Untuk faktor kelemahan sama dengan faktor kekuatan, dimana skala 4 berarti

sangat lemah dan skala 1 berarti sangat kuat. Kemudian nilai dari pembobotan

dengan peringkat pada setiap faktor dan semua hasil kali dijumlahkan secara

vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan.

Total skor pembobotan pada matriks IFE dan EFE berkisar antara 1 sampai

4 dengan rata-rata 2,5. Klasifikasi total skor untuk matriks IFE dan EFE adalah :

Skor 3,0 – 4,0= Kondisi internal/eksternal tinggi atau kuat.

Skor 2,0 – 2,99= Kondisi internal/eksternal rata-rata atau sedang.

Skor 1,0 – 1,99= Kondisi internal/eksternal rendah atau lemah.

2) Tahap Pencocokan

Tahap pencocokan bersandar pada informasi yang diturunkan dari tahap input

untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan

kelemahan internal. Mencocokkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal

adalah kunci untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak secara efektif

(David, 2009).

Tabel 10. Matriks SWOT

Sumber : David (2009)

25

Selain matriks SWOT, ada matriks lain yang digunakan pada tahap pencocokan

(matching stage) adalah matriks IE. Pada tahap ini merupakan tahap pemaduan

atau pencocokan dengan memasukkan hasil pembobotan IFE dan EFE ke dalam

matriks IE.

Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci: skor bobot IFE pada sumbu x dan

skor bobot EFE pada sumbu y. Pada sumbu x pada matriks IE, skor bobot IFE

total 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah; skor 2,0 sampai

2,99 diangap sedang; dan skor 3,0 sampai 4,0 adalah kuat. Pada sumbu y, skor

bobot EFE total 1,0 sampai 1,99 dipandang rendah; skor 2,0 sampai 2,99

dianggap sedang; dan skor 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi (David, 2009).

Gambar 5. Matriks Internal-Eksternal Sumber: David (2009)

Matriks IE dibagi menjadi tiga kuadran yang mempunyai implikasi strategi

yang berbeda (Gambar 5). Tiga kuadran tersebut adalah:

Kuat 3,0 – 4,0

Sedang 2,0 – 2,99

Lemah 1,0 – 1,99

I

II

III

Tinggi 3,0 – 4,0

IV

V

VI

Sedang 2,0 – 2,99

VII

VIII

IX

Rendah 1,0 – 1,99

Skor Bobot IFE

Skor Bobot IFE

1,0 2,0 3,0 4,0

1,0

2,0

3,0

4,0

x

y

26

Faktor-faktor Kunci

Bobot Alternatif Strategi

Strategi 1 Strategi 2

AS TAS AS TAS

Faktor-faktor Kunci Internal

Faktor-faktor Kunci Eksternal

Jumlah Total Daya Tarik

1. Kuadran 1 meliputi sel I, II, dan IV, merupakan kuadran tumbuh dan

membangun (grow and buil d). Strategi dalam kuadran ini adalah strategi

intensif, misalnya pengembangan produk, penetrasi pasar, dan pengembangan

pasar.

2. Kuadran 2 meliputi sel III, V, dan VII, merupakan kuadran menjaga dan

bertahan (hold and maintain). Strategi dalam kuadran ini adalah strategi

integrasi, misalnya penetrasi pasar dan pengembangan pasar.

3. Kuadran 3 meliputi sel VI, VIII, dan IX, merupakan kuadran panen dan

divestasi (harvest and divest). Karena masa panen telah terlewati, maka

strategi dalam kuadran ini adalah strategi pengurangan usaha.

3) Tahap Keputusan

Tahap keputusan dalam menentukan alternatif strategi mana yang akan dipilih

dilakukan dengan matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM).

Tabel 11. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM)

Keterangan : AS = nilai daya tarik , TAS = total nilai daya tarik Sumber : David (2009)

27

E. Gambaran Umum Daerah Penilitian

a. Geografi

Kabupaten Lampung Selatan berada antara 105o14’ dan 105o45’ Bujur Timur dan

antara 5o15’ dan 6o Lintang Selatan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

Desember dengan curah hujan 330,30 mm dan terjadi selama 23 hari. Tekanan

udara minimum 1.011,10 mb yang terjadi pada bulan November sementara

penyinaran matahari mencapai 88,20 persen pada bulan Juli.

Luas Kabupaten Lampung Selatan mencapai 2007,01 km2 terdiri dari 17

kecamatan, 256 desa dan 4 kelurahan. Dengan garis pantai yang panjang terdapat

39 desa yang lokasinya dekat tepi laut, yaitu desa yang berada di Kecamatan

Sragi, Ketapang, Bakauheni, Rajabasa, Kalianda, Sidomulyo, dan Katibung.

Sebanyak 24 desa di Lampung Selatan lokasinya berada di sekitar hutan.

Kecamatan Rajabasa merupakan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak yang

berada di sekitar hutan.

Daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih

2.007,01 km², dengan kantor Pusat Pemerintahan di Kota Kalianda, yang

diresmikan menjadi Ibukota Kabupaten Lampung Selatan oleh Menteri Dalam

Negeri pada tanggal 11 Februari 1982.

Sampai saat ini Kabupaten Lampung Selatan telah mengalami pemekaran dua

kali. Pertama berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997 yang ditetapkan

pada tanggal 3 Januari 1997 tentang pembentukan Kabupaten Tanggamus.

Kemudian yang kedua berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

28

33 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pesawaran tanggal 10 Agustus

2008.

Wilayah administrasi Kabupaten Lampung Selatan mempunyai batas-batas

sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung

Tengah dan Lampung Timur; sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda;

sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pesawaran; sebelah Timur

berbatasan dengan Laut Jawa.

b. Pemerintahan

Pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015 memiliki sebanyak 9.473

ASN, dengan proporsi lebih dari 50 persennya ASN perempuan. Jika

dibandingkan tahun 2014, jumlah ASN di tahun 2015 mengalami penambahan

sebanyak 800 orang atau 9,22 persen.

Dalam jenjang karir ASN ditentukan salah satunya dari golongan/kepangkatan,

semakin tinggi golongan ASN semakin tinggi jabatan yang dapat didudukinya.

Dilihat dari golongan kepangkatan di tahun 2015, ASN Lampung Selatan

terbanyak berada di golongan kepangkatan Pembina (IV/a) dengan jumlah

mencapai 2.737 ASN, kemudian Penata Tk. I (III/d) 1.234 ASN dan Penata Muda

(III/a) 1.190 ASN.

Tingkat pendidikan bagi ASN sangatlah penting, karena untuk mencapai

golongan/ kepangkatan tertentu harus mencapai tingkat pendidikan tertentu. ASN

Lampung Selatan memiliki tingkat pendidikan yang cukup beragam, dari mulai

tingkat SD sampai dengan S3. Tahun 2015, hampir 50 persen pegawainya

29

memiliki tingkat pendidikan D4/S1. Sementara tingkat pendidikan dengan jumlah

ASN paling sedikit adalah tingkat pendidikan S3 yang jumlahnya hanya 5 orang.

c. Kependudukan

Lampung Selatan dengan luas 2.007,01 km2 pada tahun 2015 memiliki jumlah

penduduk sebanyak 972.579 jiwa sehingga kepadatan penduduk per 1 km2

mencapai 485 jiwa. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka terjadi

penambahan penduduk sebanyak 5 jiwa per 1 km2 atau meningkat 1,05 persen.

Sementara itu, untuk tingkat kecamatan, Natar memiliki jumlah penduduk

terbanyak dengan jumlah 183.522 jiwa atau 19,16 persen dari total penduduk

Lampung Selatan. Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah

Kecamatan Way Panji dengan jumlah penduduk sebanyak 16.817 jiwa.

Gambar 6. Sebaran Penduduk Menurut Kecamatan Pada 2015 (Sumber: BPS, Lampung Selatan Dalam Angka, 2016)

Kecamatan Natar merupakan kecamatan yang paling padat dimana setiap 1 km2

ditempati 858 jiwa, dua kali lipat kepadatan penduduk Kabupaten Lampung

30

Selatan. Sementara Kecamatan Rajabasa kepadatan penduduknya hanya 216 jiwa

per 1 km2.

Komposisi penduduk Lampung Selatan berdasarkan kelompok umur dan jenis

kelamin, digambarkan dalam bentuk piramida penduduk menunjukkan bahwa

frekuensi terbesar berada pada kelompok umur 0-4 tahun.

Gambar 7. Piramida Penduduk Kabupaten Lampung Selatan, 2015 (Sumber: BPS, Lampung Selatan Dalam Angka, 2016)

Penduduk usia kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun di Kabupaten

Lampung Selatan mencapai 332.874 orang. Rasio ketergantungan (RK) usia tidak

produktif terhadap usia produktif adalah sebesar 52,04 persen artinya satu orang

usia tidak produktif menjadi tanggungan untuk 2 orang produktif.

d. Ketenagakerjaan

Di Lampung Selatan penduduk yang berusia 15 tahun ke atas mencapai 687 ribu

orang, dimana lebih dari 60 persennya termasuk ke dalam angkatan kerja sedang

31

sisanya bukan angkatan kerja atau penduduk yang sedang bersekolah atau

mengurus rumah tangga.

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menganalisa partisipasi angkatan

kerja adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Tahun 2015, TPAK

Lampung Selatan mencapai 60,12 persen artinya dari 100 penduduk usia 15 tahun

ke atas, sebanyak 60 orang tersedia untuk memproduksi barang/jasa.

Gambar 8. Perkembangan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Kerja dan Jenis Kelamin

(Sumber: BPS, Lampung Selatan Dalam Angka, 2016)

Untuk melihat penyerapan angkatan kerja pada pasar tenaga kerja salah satunya

dengan melihat tingkat pengangguran terbuka (TPT). Selama tiga tahun terakhir,

TPT Lampung Selatan semakin rendah dari 6,46 persen di tahun 2013 menjadi

5,38 persen (2015). Perkembangan TPT merupakan salah satu indikator

keberhasilan program ketenagakerjaan. Dari angkatan kerja yang bekerja di

32

Lampung Selatan, hampir 50 persen bekerja di bidang pertanian dan lebih dari 70

persennya adalah pekerja laki-laki dengan usia 24-54 tahun.

e. Pertanian

Kabupaten Lampung Selatan memiliki luas wilayah 200.701 Ha terdiri dari lahan

sawah seluas 45.785 Ha (22,81 persen) dan sisanya 77,19 persen adalah lahan

bukan sawah dan lahan bukan pertanian misalnya rumah, bangunan, jalan, sungai,

danau, dan lain-lain. Tanaman pangan seperti padi, jagung, dan ubi kayu

merupakan komoditi unggulan pada sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari

luas panen dan produksi yang relatif besar dari ketiga komoditi tersebut.

Tabel 12. Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Selatan

(Sumber: BPS, Lampung Selatan Dalam Angka, 2016)

Jika komoditi ubi kayu mengalami peningkatan yang relatif tinggi, komoditi

jagung sebaliknya. Produksi dan luas panen jagung tahun 2015 menurun hampir

33

sebesar 10 persen. Sementara untuk komoditi padi, tahun 2015 mengalami

peningkatan produksi sebesar 9 persen.

Tabel 13. Luas Panen dan Produksi (Padi Sawah dan Padi Ladang) menurut Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, 2015

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan (LSDA 2016) Catatan : Data Angka Tetap (ATAP) Tahun 2015

Peningkatan produksi padi (sawah dan ladang) dari 469.457 ton pada 2014

menjadi 512.844 ton pada 2015. Peningkatan produksi padi terjadi hampir dua

kali lipat di Kecamatan Palas, terutama untuk padi sawah yaitu dari 60.710 ton

pada 2014 (Tabel 3) menjadi 103.161 ton pada 2015 (Tabel 13).

Kecamatan

Padi Sawah Padi Ladang

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Natar 8 176 45 281 100 301

2. Jati Agung 5 329 29 513 350 1 054

3. Tanjung Bintang 2 632 14 577 735 2 212

4. Tanjung Sari 1 570 8 695 605 1 821

5. Katibung 1 743 9 653 1 126 3 389

6. Merbau Mtaram 2 807 15 546 254 765

7. Way Sulan 2 959 16 388 367 1 105

8. Sidomulyo 5 835 32 316 790 2 378

9. Candipuro 10 755 59 564 150 452

10. Way Panji 3 916 21 688 190 572

11. Kalianda 5 190 28 743 1 420 4 274

12. Rajabasa 2 680 14 842 115 346

13. Palas 18 627 103 161 350 1 054

14. Sragi 3 838 21 256 300 903

15. Penengahan 5 909 32 725 600 1 806

16. K etapang 4 998 27 680 525 1 580

17. Bakauheni 1 165 6 452 250 753

Lampung Selatan 88 129 488 079 8 227 24 764

34

Jumlah kelompok tani (Poktan) di Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 3.721

yang tergabung kedalam 246 gabungan kelompok tani (Gapoktan). Kelompok tani

terbanyak berada di Katibung sebanyak 430 poktan dan yang paling sedikit berada

di Kecamatan Rajabasa sebanyak 61 poktan.

Tabel 14. Jumlah Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani 2015

Sumber: BPS, Lampung Selatan Dalam Angka, 2016 Dalam memproduksi beras di Kabupaten Lampung Selatan telah tersebar

penggilingan atau rice milling unit (RMU) dengan jumlah 296 dengan sebaran

terbanyak di Kecamatan Palas sebanyak 50 RMU dan paling sedikit di Kecamatan

Sragi sebanyak 7 RMU.

Kecamatan Poktan Gapoktan

(1) (2) (3) 1. Natar 383 23 2. Jati Agung 253 21 3. Tanjung Bintang 157 16 4. Tanjung Sari 74 8 5. Katibung 430 12 6. Merbau Mataram 257 15 7. Way Sulan 140 8 8. Sidomulyo 253 16 9. Candipuro 157 14 10. Way Panji 120 4 11. Kalianda 302 24 12. Rajabasa 61 14 13. Palas 345 21 14. Sragi 184 10 15. Penengahan 182 18 16. Ketapang 336 17 17. Bakauheni 87 5

Jumlah 3721 246

35

Tabel 15. Jumlah Penggilingan Padi (RMU) 2015

Sumber: BKP Lampung Selatan, 2016

Kecamatan RMU

(1) (2) 1. Natar 35 2. Jati Agung 14 3. Tanjung Bintang 19 4. Tanjung Sari 12 5. Katibung 11 6. Merbau Mataram 13 7. Way Sulan 10 8. Sidomulyo 17 9. Candipuro 25 10. Way Panji 13 11. Kalianda 21 12. Rajabasa 10 13. Palas 50 14. Sragi 7 15. Penengahan 15 16. Ketapang 14 17. Bakauheni 10 Jumlah 296

61

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Variable kekuatan utama pengembangan beras Palas adalah produk gabah

yang melimpah dengan nilai bobot skor rata-rata terbesar 0,5555 sedangkan

variabel kelemahan utama yakni belum ada uji mutu SNI dengan nilai bobot

skor rata-rata 0,1042. Beras Palas belum memiliki label SNI karena belum

dilakukan uji mutu kimia dan uji mutu biologi sebagaimana dipersyaratkan SNI

6128:2015 dan belum mencantumkan informasi harga eceran tertinggi sebagaimana

dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017. Kelas mutu beras Palas belum masuk dalam

kategori beras premium, namun masuk dalam kategori beras medium 1

menurut standar SNI 6128:2015 dan masuk dalam kategori beras medium menurut

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.

31/PERMENTAN/PP.130/8/2017.

2. Variabel peluang utama p e n g e m b a n g a n beras Palas adalah kerjasama

dengan penggilingan padi (RMU) dan badan usaha milik desa (BUMDes)

dengan skor nilai 0,5852 dan variabel ancaman utama yakni persaingan

kualitas beras kemasan yang lebih baik dengan nilai skor bobot rata-rata

0,6085.

62

3. Dari hasil analisis QSPM maka diperoleh prioritas strategi pengembangan

beras Palas yaitu dengan bekerjasama dengan pihak swasta dalam

memproduksi beras Palas berstandar SNI. Strategi ini memiliki nilai tertinggi

yakni 6,8235 karena dengan bekerjasama dengan pihak swasta Pemerintah

Daereah tidak perlu mengeluarkn biaya besar untuk belanja modal peralatan

mesin produksi penggilingan padi.

B. Saran

1. Pemerintah Daerah perlu mendorong dan membina para pelaku usaha

penggilingan padi agar dalam memproduksi beras dilakukan dengan

memperhatikan standar mutu pangan, mulai dari penerimaan bahan baku

gabah, pengeringan, penggilingan, pengayakan, pemolesan, garding,

pengemasan, penyimpanan, dan distribusi.

2. Pemerintah Daerah perlu mendorong dan membina para pelaku usaha

penggilingan padi untuk mendapatkan sertifikasi SNI sebagai jaminan kualitas

mutu beras Palas sehingga dapat dicantumkan dalam pelabelan pengemasan

beras Palas.

3. Pemerintah Daerah perlu melakukan pembinaan dan pengawasan secara rutin

kepada pelaku usaha penggilingan padi agar dalam memproduksi beras

memperhatikan standar yang dipersyarakat dalam SNI 6128:2015 dan

Permentan RI No. 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 serta dalam memasarkannya

memperhatikan standar yang dipersyaratkan Permendag RI Nomor 57/M-

DAG/PER/8/2017.

63

DAFTAR PUSTAKA

Aji,A.A. Satria, A. dan Hariono, B. 2014. Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Padi Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Volume 11 No 1 Maret 2014. Politeknik Negeri Jember. Jember.

Aji, J.M.M dan Widodo, A. 2010. Perilaku Konsumen Pada Pembelian Beras Bermerk Di

Kabupaten Jember Dan Faktor Yang Mempengaruhinya. J-SEPVol.4 No. 3 November 2010. Universitas Jember. Jember.

Amang, B. dan Sawit, M.H. 2001. Kebijaksanaan Beras dan Pangan Nasional:

Pengalaman dari Orde Baru dan Orde Reformasi, (edisi revisi dan diperluas). IPB Press. Bogor.

BALITBANGLS. 2017. Kajian Strategis Pengembangan Beras Palas. Laporan Akhir.

Balai Penelitian dan Pengembangan Lampung Selatan. Kalianda. Bandrang, T,N. Natawidjaya, R.S dan Karmana, M. 2015. Analisis Daya Saing Dan

Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Ilmu Pertanian Dan Peternakan Volume 3 Nomor 1 Juli Universitas Padjadjaran. Bandung.

BKPLS. 2016. Kajian Distribusi Dan Harga Pangan (Gabah/Beras) Di Kabupaten

Lampung Selatan Tahun Anggaran 2016. Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda.

BPS. 2017. Luas Lahan, Produktivitas, Produksi dan Pertumbuhan Produksi Padi

Nasional Tahun 2003-2017. Badan Pusat Statistik. Jakarta. BSN. 2008. SNI 7313:2008 Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian. Badan

Standarisasi Nasional. Jakarta. BSN. 2009. SNI 7385:2009 Batas Maksimum Kandungan Mikrotoksin Dalam Pangan.

Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. BSN. 2009. SNI 7387:2009 Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan.

Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

64

BSN. 2009. SNI 7388:2009 Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan

Standarisasi Nasional. Jakarta. BSN. 2015. SNI 6128:2015 Uji Mutu Beras. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Cahyono SA. 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Beras di Provinsi Lampung dan

Kaitannya dengan Pasar Beras Domestik dan Internasional. (Tesis). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

David FR. 2009. Strategic Management, 12th ed. Dono S, penerjemah. Manajemen

Strategis: Konsep, Edisi 12. Salemba Empat. Jakarta. Dirjen Tanaman Pangan. 2017. Panduan Teknis Penerapan Jaminan Mutu Produk

Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. DKPLS. 2017. Laporan Harga Pangan Tingkat Kabupaten Lampung Selatan 2017.

Dinas Ketahanan Panagn Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda.

Dudiagunoviani, Y. 2009. Analisis Strategi Pengembangan Usahatani Beras Organik Kelompok Tani Cibeureum Jempol. (Tesis). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Eviyati, R dan Wahyuni, S. 2011. Kepuasan Konsumen Terhadap Pemilihan Kualitas dan

Rasa Beras. Unswagati Cirebon. Jurnal Agrijati Volume 16 No 1 April 2011. Gonarsyah, 1997. Efisiensi Tataniaga Dan Kerangka Kearah Pembinaannya. Lokakarya

Metoda Penelitian Ilmu Soasial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Haming, M. 2014. Manajemen Produksi Modern (Operasi Manufaktur dan Jasa). Edisi

3. Penerbit PT. Bumi aksara. Jakarta. Harianto. 2001. Pendapatan, Harga dan Konsumsi Beras. Dalam Suryana dan

Mardianto (Editor) Bunga Rampai Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. UGM Press. Yogyakarta. Hasbullah, R., Fadhallah, E.G., Almada, D.P., Koswara, S. dan Surahman, M. 2016.

Teknologi Pengolahan Dan Pengembangan Usaha Beras Pratanak Heizer, Jay dan Render, B. 2010. Manajemen Operasi. Edisi Kesembilan Buku 2.

Salemba Empat. Jakarta.

65

Hermawan, I. 2017. Refleksi Kondisi Perberasan Nasional Dari Kasus PT. Indo Beras Unggul. Majalah Info Singkat Volume IX, No. 15/I/Puslit/Agustus/2017.

Hilmiyati. 2015. Strategi Pembangunan Ketahanan Pangan Melalui Analisis Dan

Pemetaan Ketahanan Pangan Di Kabupaten Lampung Selatan. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hunger, J.D and Wheelen, T.L. 2003. Strategic Management 5th Edition. Manajemen

Strategis. Agung J, penerjemah. Penerbit Andi. Yogyakarta. Kadariah. 1994. Pengantar Evaluasi Proyek. Universitas Indonesia. Jakarta. Kemenetrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Republik

Indonesia Tahun 2015-2019. Kementerian Pertanian. Jakarta. Kinnear. Thomas, C dan James R. Taylor. 1998. Riset Pemasaran Edisi Tiga. Erlangga.

Jakarta. Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Beras (Teori dan Praktek. eBookPangan.com Mangunwidjaja, D.M dan Sailah, I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar

Swadaya. Depok. Mubyarto. 1975. Masalah Beras Di Indonesia. Lembaga Penelitian Ekonomi. UGM.

Yogyakarta. Mustika, R.S. 2008. Analisis Biaya Produksi Dengan Pendekatan Theory Of Constraint

Untuk Meningkatkan Laba, Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis. Volume 8 Nomor 1. UPN Veteran. Malang.

Nasir., Bintoro,M.H dan Limbong W.H. 2012. Kelayakan Dan Strategi Pengembangan

Usaha Beras Cimanuk Melalui Peningkatan Mutu Oleh PD Jaya Saputra Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. Jurnal Vol. 7 No. 2. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi. Di akses tanggal 20 Desember 2017.

Patiwiri, A.W. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi. Jakarta.

Permendag RI. 2017. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 57/M-

DAG/PER/8/2017 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.

66

Permentan RI. 2017. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 Tentang Kelas Mutu Beras. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Rachmat, R. 2012. Model Penggilangan Padi Terpadu Untuk Meningkatkan Nilai

Tambah. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Volume 8 Nomor 1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Bogor.

Raharjo, B., Dedeh H., Kgs. A. Kodir. 2012. Kajian Kehilangan Hasil Pada Pengeringan

dan Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan . Jurnal Lahan Suboptimal. Volume. 1 Nomor1. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Rauf, S. 2017. Makalah FGD Tentang Beras. KPPU. Jakarta. Rayendra, A. 2016. Kajian Preferensi Konsumen Beras “IR 64” Dan Faktor – Faktor

Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsinya Di Kota Bengkulu. Jurnal. Bengkulu. hhtp://media.neliti.com/media/publications. Diakses tanggal 20 Desember 2017.

Ritonga, E. 2004. Analisis Keefektifan Kebijakan Harga Dasar Beras. (Tesis). Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rohmiatin, E. 2006. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Beras Organik Lembaga

Pertanian Sehat di Desa Pasir Buncit Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. (Tesis). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rokhani Habullah dkk. 2016. Teknologi Pengolahan dan Pengembagan Usaha Beras

Pratanak. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Setyono, A. Kusbiantoro,B. Jumali. Wibowo,P. dan Guswara, A. 2008. Evaluasi Mutu

Beras Di Beberapa Wilayah Sentra Produksi Padi. Seminar Nasional Padi 2008. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang.

Silalahi, N.E. Salmiah dan Jufri, M. 2016. Tingkat Konsumsi Dan Pola Konsumsi Beras

Masyarakat Kota Medan. Medan. hhtp://media.neliti.com/media/publications. Diakses tanggal 20 Desember 2017.

Soerjandoko. 2010. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboaratorium. Buleti Teknik

Pertanian Vol. 15, No.2, 2010:44-47.

67

Sriningsih, E. Widjojoko, T dan Purwaningsih, A. 2012. Peran Agroindustri Padi Dalam

Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Di Kecamatan Sumbang. Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 12 Nomor 1, hal 38-44. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Sudaryanto, T. dan B. Rachman. 2000. Arah Kebijakan Distribusi/Perdagangan Beras

Dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Distribusi/Perdagangan Luar Negeri, Semiloka Perberasan. Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Pertanian. Jakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D). Alfbeta. Bandung. Suismono. 2006. Pilihan Konsumen Terhadap Mutu Beras. Majalah Padi. Volume 1

Nomor 3. DPP Perpadi. Jakarta. Suismono dan Darniadi S. 2010. Prospek Beras Berlabel SNI. Jurnal Pangan. Volume 19

Nomor 1. Kementan RI. Jakarta. Suryana, A., Mardianto, S. dan Ikhsan, M. 2001. Dinamika Kebijakan Perberasan

Nasional: Sebuah Pengantar. Dalam Bungai Rampai Ekonomi Beras. LPEM-UI Press. Jakarta.

Swastika, N. Yanto,T dan Hartati, A. 2013. Performasi Kualitas Atribut Beras Organik

Dan Tingkat Kepuasan Konsumen Beras Organik Di Kabupaten Sragen. ISSN: 1410-0029 agrin Vol. 17, No.2,. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

Tjahjoutomo R dkk. 2004. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Rakyat

Terhadap Rendemen dan Mutu Beras. Jurnal Enjiniring Pertanian. Volume 2 Nomor 1. FT Unhas. Makassar.

Umar H. 2008. Strategic in Action. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Umar S. 2011. Pengaruh Sistim Penggilingan Padi Terhadap Kualitas Giling Di Sentra

Produksi Beras Lahan Pasang Surut. Jurnal Teknologi Pertanian. Volume 7 Nomor 1. FP Universitas Mulawarman. Samarinda.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Penerbit Universitas

Lampung. Bandar Lampung. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Jakarta. Wimbley JE. 1983. Paddy Post Harvest Industry in Development Countries. IRRI Los

Banos. Philippines.