analisis struktur geologi - perpustakaan digital...
TRANSCRIPT
Analisis Struktur Geologi
53
Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.
4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1
Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS
2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya lapisan tegak pada Sungai
Cisaar (foto IV.11 dan foto IV.12). Selain itu sesar ini ditandai dengan adanya kekar
gerus yang dominan di lapangan. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen
struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar
yaitu N115ºE/ 46ºSW.
Analisis Struktur Geologi
54
Foto IV-11 Gejala Sesar Anjak Cisaar I berupa lapisan tegak pada lokasi CS 4.
Foto IV-12 Gejala Sesar Anjak Cisaar I berupa lapisan tegak pada lokasi CS 6.
Analisis Struktur Geologi
55
4.1.5 Sesar Anjak Cisaar 2
Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar dan Sungai Cipaingeun pada lokasi
CS 66 dan LDR 29. Sesar ini juga diperkirakan berperan sebagai kontak antara Satuan
Konglomerat Citalang dengan Satuan Batulempung Cisaar, Satuan Batulempung Cisaar
dengan Satuan Batulempung Subang. Kehadiran sesar ini ditunjukkan dengan adanya
curug pada Sungai Cipaingeun (foto IV.13) serta adanya kekar tarik dan kekar gerus yang
dominan di lapangan. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang
diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu berkisar
N157ºE/67ºSW.
Foto IV-13 Gejala Sesar Anjak Cisaar II berupa lapisan tegak pada lokasi LDR 29.
4.1.6 Sesar Mendatar Cinambo.
Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Cinambo pada lokasi CNB 23 dan
CNB 24. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya gores garis dan kekar gerus yang
intensif pada singkapan batupasir-batulempung dan adanya sesar geser minor yang
terlihat pada foto IV.4. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang
diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 153º E/
89ºSW.
Analisis Struktur Geologi
56
Foto IV.14 Gejala Sesar Mendatar Cinambo pada lokasi CNB 24
4.1.7 Sesar Mendatar Cikandang
Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Cikandang pada lokasi CKG 9 dan
CKG 14. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya sesar geser minor yang terlihat
pada foto IV.15 dan foto IV.16. Berdasarkan pengamatan di lapangan, didapatkan
kedudukan bidang sesar minor yaitu N 213º E/ 89ºSW.
Analisis Struktur Geologi
57
Foto IV.15 Gejala Sesar Mendatar Cikandang pada lokasi CKG 9.
Analisis Struktur Geologi
58
Foto IV.16 Gejala Sesar Mendatar Cikandang pada lokasi CKG 14.
4.1.8 Sesar Mendatar Cisaar
Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Ciasar pada lokasi CS 25.
Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya gores garis, kekar gerus yang intensif pada
singkapan batupasir-batulempung dan adanya sesar geser yang terlihat pada foto.
Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat bidang sesar minor, yaitu N120ºE/86 ºSW.
Analisis Struktur Geologi
59
Foto IV.17 Gejala Sesar Mendatar Cisaar pada lokasi CS 25.
Analisis Struktur Geologi
60
Foto IV.18 Gejala Sesar Mendatar Cisaar pada lokasi CS 25.
4.1.9 Sesar Normal Cariang
Sesar Normal Cariang ini berbentuk setengah melingkar mengikuti bentukan
morfologi dari Pasir Cariang. Adanya sesar ini diinterpretasikan berdasarkan morfologi
Pasir Cariang, kedudukan lapisan Satuan Konglomerat-Batupasir terhadap kedudukan
lapisan umum daerah penelitian dan perbedaan umur antara Satuan Batulempung C yang
berumur Pliosen dengan Satuan Konglomerat-Batupasir yang berumur Pleistosen.
Analisis Struktur Geologi
61
4.2 Struktur Lipatan 4.2.1 Antiklin Cinambo
Lipatan ini dijumpai pada lokasi CNB 6 pada sungai Cinambo. Lipatan ini
diinterpretasikan tidak berkembang secara intensif karena lipatan ini tidak dijumpai pada
lintasan lain. Kemenerusannya diperkirakan sesuai dengan penunjaman sumbu
lipatannya. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan
data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu
17º, N289.7ºE serta bidang sumbu dengan kedudukan N113ºE/76ºSW. Berdasarkan
klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk
ke dalam Inclined Fold (Lampiran C).
Foto IV.19. Singkapan Antiklin pada lokasi CNB 6.
4.2.2 Antiklin Cisaar
Lipatan ini berada di antara lokasi CS 33 dan CS 43, CS 18 dan CS 19 pada
sungai Cisaar, dan diantara LDR 8 dan LDR 9 pada sungai Cipaingeun. Lipatan ini
memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan
di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 33.5º, N297ºE serta
Analisis Struktur Geologi
62
bidang sumbu dengan kedudukan N 297ºE/89.2ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard
(1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright
Fold (Lampiran C).
4.2.3 Sinklin Cipicung
Lipatan ini berada di lembah sungai Cipicung. Kemenerusannya diperkirakan
sesuai dengan penunjaman sumbu lipatannya. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah
baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian,
didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 18.4º, N286.9ºE serta bidang sumbu dengan
kedudukan N286.9ºE/ 86.9ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul
Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright Fold (Lampiran C).
4.2.4 Sinklin Cibeber
Lipatan ini berada diantara lokasi CLT 6 dan CCR 12 pada daerah Cibeber.
Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah relatif barat-timur. Dari pengolahan data bidang
perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 33.5º, N297ºE
serta bidang sumbu dengan kedudukan N297ºE/89.2ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard
(1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright
Fold (Lampiran C).
4.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi
Berdasarkan analisis struktur geologi, daerah penelitian diinterpretasikan berada
pada zona foreland (Gambar IV.2) yang sangat berhubungan dengan adanya pemendekan
regional dari rezim tektonik kompresi yang membentuk suatu konfigurasi sesar naik yang
dinamakan dengan jalur anjakan-lipatan (fold thrust belt). Zona foreland disebut juga
dengan zona eksternal yang dicirikan oleh deformasi plastis yang kurang dominan. Zona
ini tidak dipengaruhi oleh kondisi metamorfisme dan strain yang bersifat non-penetratif
(Marshak dan Mitra, 1988). Sesar anjak pada daerah penelitian dapat diinterpretasikan
berhubungan dengan tektonik “thin-skinned” yang bekerja pada suatu lapisan stratigrafi,
serta tidak melibatkan adanya pergerakan dari batuan dasar (McClay, 2003).
Analisis Struktur Geologi
63
Gambar IV.3 Tear fault, yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan (McClay, 2003)
Sesar anjak merupakan komponen struktur utama yang bekerja pada daerah
penelitian, dengan komponen struktur penyerta terdiri sesar geser dan lipatan. Sesar geser
pada daerah penelitian umumnya dihasilkan dari sesar sobekan (tear fault). Pada peta
geologi terlampir (lampiran H) terlihat bahwa Sesar Mendatar Cinambo dan Sesar
Mendatar Cikandang memiliki arah yang hampir tegak lurus dengan arah sesar anjakan.
Sesar ini diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan dari blok yang
berbeda (Gambar IV.3), dengan kata lain sesar sobekan memisahkan segmen yang
memiliki besaran strain berbeda yang juga meyebabkan perbedaan geometri dan
frekuensi dari sesar dan lipatan.
Gambar IV.2 Jalur anjakan-lipatan pada zona subduksi di bagian foreland.
Cekungan Sedimen Forearc basin
Backarc thrust belt
Analisis Struktur Geologi
64
Sesar anjak di daerah penilitian sesuai dengan adanya struktur lipatan yang ada,
yang disebut dengan fault-related folds, yang secara umum dapat dibagi menjadi fault
bend fold dan fault propagation fold. Sesar anjakan tipe fault bend fold (Gambar IV.4)
dicirikan dengan lipatan antiklin yang memiliki sudut hampir sama, dengan sumbu
lipatan vertikal. Sedangkan untuk sesar anjakan tipe fault propagation fold dicirikan
dengan antiklin yang memiliki bidang sumbu miring. Terbentuknya lipatan pada fault
propagation folds diakibatkan oleh pembengkokan yang bersifat lentur dari suatu lapisan
batuan yang kemudian memicu pecahnya batuan dan pada akhirnya membentuk suatu
bidang pensesaran (McClay, 2003).
Adanya urutan beberapa sesar anjak yang bersifat sejajar pada darah penelitian
merupakan manifestasi dari bekerjanya suatu sistem sesar anjak (thrust system) yang
secara kinematik yang berhubungan dan menghasilkan susunan sesar yang berkembang
dan membentuk sekuen sesar (Marshak dan Mitra, 1988). Sistem sesar anjak pada daerah
penelitian diinterpretasikan berupa sistem imbrikasi yang didefinisikan sebagai sistem
sesar yang terbentuk akibat pengakomodasian pergeseran (displacement) sesar utama
dengan besar pergeseran yang ada didistribusikan ke sesar-sesar yang lebih kecil
sehingga besar (magnitude) dan arah (sense) pergeseran menjadi konsisiten (Dahlstrom,
1977).
Sistem sesar anjakan imbikrasi di daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke
dalam sesar anjakan leading (Gambar IV.5), dengan pergerakan sesar maksimum berada
pada bagian depan atau paling bawah dari urutan sesar yang ada (Boyer dan Elliott,
1982). Hal ini dibuktikan oleh hadirnya satuan batuan tertua yang naik ke permukaan
pada Sesar Anjak Cisaar 2.
Gambar IV.4 Sesar anjakan tipe Fault Bend Fold
(Suppe, 1985 dalam McClay, 2003).
Analisis Struktur Geologi
65
Gambar IV.5 (a) imbrikasi sesar leading (b) imbrikasi sesar trailing
(Boyer dan Elliott, 1982)
Umur pembentukan struktur geologi diinterpretasikan tidak lebih muda dari
Pliosen, yang dibuktikan dengan satuan batuan termuda yang terlibat adalah Satuan
Batulempung C yang berumur Pliosen. Berdasarkan analisis dinamika diperoleh bahwa
tegasan utama (σ1) memiliki arah baratdaya-timurlaut, yang juga searah dengan arah
transport tektonik pada umur pembentukan struktur geologi darah penelitian
Dalam Pada Pleistosen Awal, penulis membuat dua konsep yang terjadi pada
daerah Pasir Cariang. Konsep pertama diinterpretasikan terjadi aktivitas vulkanik.
Aktivitas vulkanik ini diinterpretasikan menyebabkan terbentuknya kaldera. Kaldera
tersebut kemudian menjadi wadah atau ruang akomodasi bagi pengendapan Satuan
Konglomerat-Batupasir. Selama aktivitas ini berangsung, dinterpretasikan terbentuk
Sesar Normal Cariang. Umur pembentukan struktur geologi tersebut diinterpretasikan
adalah Pleistosen, berdasarkan satuan batuan yang terlibat, yaitu Satuan Konglomerat-
Batupasir yang berumur Pleistosen. Kelemahan dari konsep ini adalah dengan tidak
ditemukannya dinding vulkanik pada tebing yang diinterpretasikan sebagai dinding
kaldera tersebut.
Analisis Struktur Geologi
66
Pada konsep kedua, diinterpretasikan terjadi pengangkatan (tectonic uplift) dan
erosi yang sangat besar pada daerah Pasir Cariang. Bidang erosi tersebut diinterpretasikan
membentuk sebuah cekungan yang kemudian menjadi wadah atau akomodasi bagi
terbentuknya Satuan Konglomerat-Batupasir. Kelemahan dari konsep ini adalah dilihat
dari besarnya pengangkatan dan proses erosi yang terjadi seharusnya melibatkan regional
yang luas dan tidak hanya bersifat lokal. Dalam hal ini seharusnya daerah penelitian
seluruhnya mengalami erosi dan tertutup oleh Satuan Konglomerat-Batupasir.
Dari dua konsep tersebut, penulis cenderung memilih konsep pertama, dengan
asumsi bahwa dinding vulkanik yang tidak terlihat di lapangan telah tererosi atau tertutup
oleh Satuan Konglomerat-Batupasir.
4.4 Penampang Seimbang (Balanced Cross-Section)
Rekonstruksi penampang seimbang merupakan dilakukan dalam pembuatan
penampang geologi dengan tujuan untuk memperoleh penampang yang mendekati
keadaan sebenarnya. Dalam pembuatan penampang seimbang, dibutuhkan pemahaman
mengenai stratigrafi, sekuen sesar anjak dan karakteristik dari sesar anjak (McClay,
2003).
Penampang seimbang juga bermanfaat untuk menguji validitas geometri struktur
yang dihasilkan, seperti mencakup analisis model sesar, panjang lapisan batuan dan
konsistensi area penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Salah satu kunci utama dalam
prosedur pembuatan penampang seimbang yaitu restorasi penampang. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui keadaan geologi suatu daerah sebelum mengalami proses deformasi.
Dalam melakukan penampang seimbang, rekonstruksi penampang dilakukan
dengan menggunakan metode kink. Ada beberapa asumsi yang diterapkan dalam
melakukan restorasi penampang dengan metode ini. Asumsi yang diambil pada restorasi
penampang geologi daerah penelitian adalah bahwa volume batuan selama terjadinya
deformasi dianggap tetap. Selain itu pada daerah penelitian diasumsikan bahwa ketebalan
lapisan adalah tetap.
4.4.1 Metode Kink
Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang berperan penting
karena dapat memudahkan perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan. Metode
Analisis Struktur Geologi
67
kink merupakan metode rekontrusi penampang dengan menggunakan ”dip domain”
sebagai batas suatu kemiringan lapisan mulai berubah. Lipatan yang terbentuk pada jalur
anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus namun justru membentuk
beberapa ”dip domain” sesuai dengan perubahan dip yang ada (Marshak & Woodward,
1988).
Langkah pertama dalam rekonstruksi penampang dengan menggunakan metode
kink yaitu dengan penyajian data kedudukan lapisan dan data batas satuan stratigrafi
sebagai data dasar (Gambar IV.6). Kemudian penentuan domain dip dilakukan dengan
cara membuat garis bagi sudut antara dua kemiringan lapisan yang berbeda (Gambar
IV.7), yang dibatasi oleh garis batas dengan menentukan garis bagi sudut dua
kemiringan.
Gambar IV.6 Contoh data pada penampang (Marshak dan Mitra, 1988).
Gambar IV.7 Penentuan garis bagi ‘domain’ kemiringan(Marshak dan Mitra, 1988).
Setelah semua domain dip dibuat berdasarkan setiap adanya perubahan
kemiringan lapisan, tiap-tiap batas stratigrafi kemudian ditarik berdasarkan domain
kemiringan lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap
(Gambar IV.8)
Analisis Struktur Geologi
68
4.4.2 Perhitungan Kedalaman Detachment
Penghitungan kedalaman detachment merupakan tahap penting dalam
rekonstruksi penampang seimbang dalam restorasi penampang geologi. Batas keberadaan
detachment berguna untuk penarikan elemen struktur maupun batas satuan batuan
diatasnya.
Marshak dan Mitra (1988) mengaplikasikan konsep pemendekan regional dalam
penentuan kedalaman detachment (Gambar IV.10). Dari perhitungan tersebut, dapat
diketahui bahwa besarnya nilai detachment berhubungan langsung dengan besarnya
pemendekan yang ditunjukkan oleh morfologi kurvatur dari suatu perlipatan (A) atau
yang dinamakan dengan excess area. Permasalahan biasanya dijumpai ketika ditemukan
adanya sesar di antara satuan yang terlipat dengan detachment, apabila terjadi maka
perhitungan kedalaman detachment akan menjadi tidak tepat (Marshak dan Mitra, 1988).
Metode lain yang dapat dipergunakan dalam perhitungan detachment yaitu menggunakan
data penampang seismik dan stratigrafi regional.
Gambar IV.8 Profil lengkap dari struktur lipatan (Marshak dan Mitra, 1988)
Analisis Struktur Geologi
69
Gambar IV.9 Perhitungan dalamnya detachment (Dahlstrom, 1969)
Pada daerah penelitian perhitungan bidang detachment tidak dapat dilakukan. Hal
ini dikarenakan pada daerah penelitian tidak ditemukan bagian dari lapisan batuan yang
tidak terdeformasi. Penampang seimbang yang dlakukan di daerah penelitian didasarkan
kepada ketebalan lapisan dari stratigrafi daerah penelitian.
4.4.3 Restorasi Penampang Seimbang
Pada proses restorasi penampang pin line (titik tetap) diletakkan pada footwall,
sedangkan untuk bagian hanging wall diletakkan titik yang bisa berubah, atau disebut
loose line.
Loose line dan pin line merupakan dua faktor utama yang dapat membantu untuk
menguji validitas dari suatu penampang. Dari penampang terdeformasi, loose line
diletakkan pada bagian paling selatan, sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian
paling utara.
Loose line merupakan suatu titik-titik tidak tetap yang diletakkan pada bagian
hanging-wall dari penampang terdeformasi dan berguna untuk mengetahui apakah
penampang yang dihasilkan dapat dipercaya atau tidak. Secara ideal, loose line yang
lurus menunjukkan bahwa penampang berada dalam kondisi seimbnag, namun dari
restorasi penampang A-B diperoleh garis loose line yang miring searah dengan arah
Analisis Struktur Geologi
70
kemiringan lapisan (lampiran D). Penampang dapat dikategorikan tidak seimbang jika
hasil dari restorasi loose line membentuk kemiringan yang berlawanan dengan arah
kemiringan lapisan (Marshak dan Mitra, 1988). Permasalahan ini salah-satunya dapat
diatasi dengan melakukan perubahan besaran sudut ramp sesar pada penampang
terdeformasi.
Pin line dapat dibagi menjadi pin line lokal dan pin line regional, dimana pin line
lokal diletakkan pada bagian penampang dengan satuan stratigrafi yang lengkap
sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian foot-wall ataupun pada bagian
penampang yang tidak terdeformasi. Pin line merupakan titik-titik tetap yang dibuat
tegak lurus terhadap bidang lapisan dan bertujuan untuk membantu penentuan lokasi
sesar dan lokasi area tererosi.
Pada daerah penelitian, penampang yang direstorasi adalah penampang A-B
(lampiran D). Berdasarkan penampang restorasi A-B dan analisis struktur geologi pada
daerah penelitian, dapat diketahui bahwa sesar anjak pertama yang terbentuk pada daerah
penelitian adalah Sesar Anjak Cisaar II. Pada pembentukan sesar anjak ini, daerah
penelitian mengalami pemendekan sebesar 12.1%. Kompresi yang masih berlanjut di
daerah penelitian, hal ini menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cisaar I dengan
pemendekan sebesar 20.5%. Proses pembentukan sesar anjak pada daerah penelitian
dilanjutkan dengan pembentukan Sesar Anjak Cinabo III dengan pemendekan sebesar
34.8%. Proses kompresi selanjutnya menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cinambo II
dan daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 41.9%. Proses kompresi pada
daerah penelitian masih berlangsung, hal ini menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak
Cinambo I. Pada proses ini daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 53.9%.
Proses terbentuknya sesar-sesar anjak tersebut diinterpretasikan tidak lebih muda dari
Pliosen. Hal ini diinterpretasikan berdasarkan satuan batuan termuda yang terlibat, yaitu
Satuan Batulempung C (ditandai dengan warna biru pada penampang A-B).
Selanjutnya pada konsep pertama (Lampiran D), daerah penelitian
diinterpretasikan mengalami aktivitas vulkanik yang menyebabkan terbentuknya kaldera.
Kaldera ini diinterpretasikan menjadi wadah bagi terbentuknya Satuan Konglomerat-
Batupasir (ditandai dengan warna coklat muda pada penampang A-B).
Analisis Struktur Geologi
71
Pada konsep kedua (Lampiran DII), daerah penelitian diinterpretasikan
mengalami pengangkatan (tectonic uplift), yang kemudian diteruskan dengan terjadinya
proses erosi yang besar yang mengakibatkan terbentuknya cekungan pada daerah
penelitian. Cekungan ini diinterpretasikan menjadi wadah bagi pengendapan Satuan
Konglomerat-Batupasir (ditandai dengan warna coklat muda pada penampang A-B).
Dari hasil restorasi yang dilakukan pada penampang A-B, diperoleh nilai
pemendekan sebesar 53.5% dengan tipe sistem sesar anjakan sebagai sesar anjakan
duplex dan imbrikasi leading.