analisis supply chain management (scm) benih jambu mete

12
Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur) Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011 239 ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK BENIH JAMBU METE (STUDI KASUS DI KABUPATEN FLORES TIMUR) Abdul Muis Hasibuan dan Agus Wahyudi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Jalan Raya Pakuwon km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357 [email protected] (Diajukan tanggal 11 April 2011, diterima tanggal 17 Juni 2011) ABSTRAK Kabupaten Flores Timur sumber merupakan rujukan benih unggul jambu mete sehingga wilayah ini sangat berpotensi sebagai produsen benih unggul jambu mete untuk program pengembangan jambu mete pada masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi manajemen rantai pasok dan strategi pengembangan benih unggul jambu mete. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pada Juni - Agustus 2010. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan analisis yang digunakan adalah model manajemen rantai pasok. Hasil analisis menunjukkan bahwa permintaan benih jambu mete di Kabupaten Flores Timur sangat tergantung kepada proyek pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah dan waktunya sering tidak bertepatan dengan masa panen jambu mete yang mengakibatkan permintaan benih tidak dapat dipenuhi. Aplikasi manajemen rantai pasok sudah berjalan cukup baik dan optimal walaupun lebih banyak disebabkan oleh campur tangan pemerintah dalam hal penyaluran benih, sehingga optimasi proses manajemen rantai pasok belum dihasilkan dari proses aktivitas bisnis yang baik. Strategi yang dapat ditempuh adalah: (i) pemerintah daerah perlu mendorong proses sertifikasi benih oleh lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah; (ii) pembangunan kebun induk dalam jumlah yang cukup dengan mempertimbangkan proyeksi permintaan benih pada masa yang akan datang, baik dalam bentuk biji maupun entres; (iii) petani/kelompok tani pemilik kebun (BPT) Blok Penghasil Tinggi sebaiknya dapat menerapkan manajemen stok benih sehingga permintaan benih di luar masa panen tetap dapat dipenuhi; (iv) penangkar perlu melakukan perbaikan metode distribusi benih dalam polybag; (v) Pemerintah perlu mengintroduksi secara luas teknologi grafting, khususnya kepada penangkar dan kelompok tani; (vi) Pemerintah perlu melakukan perencanaan dan pemetaan kebutuhan benih unggul serta melakukan promosi varietas unggul MPF 1. Kata Kunci : Jambu mete, benih, manajemen rantai pasok, penangkar, varietas unggul. ABSTRACT Supply chain management analysis of cashew seed (Case study in the district of East Flores). East Flores is sourced reference of superio cashew seeds, so that this region is potentially a superior seed producer of cashew for development program in the future. This study aimed to analyze supply chain management (SCM) and development strategy of cashew superior seed. The research was conducted in East Flores, East Nusa Tenggara Province in June - August 2010. The data used are primary and secondary data. Analysis used model of supply chain management. The results showed that the demand for cashew seed is dependent on the procurement project undertaken by the government. The time often not coincide with the harvest of cashew seeds. Supply chain management applications has been running optimal although more are caused by government intervention in terms of distribution of seeds, so that the optimization process of SCM has not been produced from a process of good business activity. Strategies that can be achieved are: (i) government needs to encourage the process of seed certification by an official agency, (ii) developing the seed garden in an amount sufficient to consider the projected seed demand in the future, either in the form of seeds and scion, (iii) the farmer / farmer group, the owner of seed source should be able to apply the seed stock management so that demand outside the crop seed remain to be fulfilled, (iv) the breeder needs to make improvements in a poly bag seed distribution methods, (v) The Government needs to introduce grafting technology, particularly to the breeder and farmer groups, (vi) The Government needs to do the planning and mapping needs and promoting improved seed varieties MPF 1. Keywords : cashew, seed, supply chain management, breeder, superior variety.

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011 239

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK BENIH JAMBU METE(STUDI KASUS DI KABUPATEN FLORES TIMUR)

Abdul Muis Hasibuan dan Agus Wahyudi

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman IndustriJalan Raya Pakuwon km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357

[email protected]

(Diajukan tanggal 11 April 2011, diterima tanggal 17 Juni 2011)

ABSTRAK

Kabupaten Flores Timur sumber merupakan rujukan benih unggul jambu mete sehingga wilayah ini sangat berpotensi sebagaiprodusen benih unggul jambu mete untuk program pengembangan jambu mete pada masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui kondisi manajemen rantai pasok dan strategi pengembangan benih unggul jambu mete. Penelitian ini dilaksanakandi Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pada Juni - Agustus 2010. Data yang digunakan adalah data primer dan datasekunder. Sedangkan analisis yang digunakan adalah model manajemen rantai pasok. Hasil analisis menunjukkan bahwa permintaanbenih jambu mete di Kabupaten Flores Timur sangat tergantung kepada proyek pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah danwaktunya sering tidak bertepatan dengan masa panen jambu mete yang mengakibatkan permintaan benih tidak dapat dipenuhi.Aplikasi manajemen rantai pasok sudah berjalan cukup baik dan optimal walaupun lebih banyak disebabkan oleh campur tanganpemerintah dalam hal penyaluran benih, sehingga optimasi proses manajemen rantai pasok belum dihasilkan dari proses aktivitas bisnisyang baik. Strategi yang dapat ditempuh adalah: (i) pemerintah daerah perlu mendorong proses sertifikasi benih oleh lembaga resmiyang ditunjuk oleh pemerintah; (ii) pembangunan kebun induk dalam jumlah yang cukup dengan mempertimbangkan proyeksipermintaan benih pada masa yang akan datang, baik dalam bentuk biji maupun entres; (iii) petani/kelompok tani pemilik kebun(BPT) Blok Penghasil Tinggi sebaiknya dapat menerapkan manajemen stok benih sehingga permintaan benih di luar masa panen tetapdapat dipenuhi; (iv) penangkar perlu melakukan perbaikan metode distribusi benih dalam polybag; (v) Pemerintah perlumengintroduksi secara luas teknologi grafting, khususnya kepada penangkar dan kelompok tani; (vi) Pemerintah perlu melakukanperencanaan dan pemetaan kebutuhan benih unggul serta melakukan promosi varietas unggul MPF 1.

Kata Kunci : Jambu mete, benih, manajemen rantai pasok, penangkar, varietas unggul.

ABSTRACT

Supply chain management analysis of cashew seed (Case study in the district of East Flores). East Flores is sourced reference ofsuperio cashew seeds, so that this region is potentially a superior seed producer of cashew for development program in the future. This study aimed toanalyze supply chain management (SCM) and development strategy of cashew superior seed. The research was conducted in East Fl ores, East NusaTenggara Province in June - August 2010. The data used are primary and secondary data. Analysis used model of supply chain management. Theresults showed that the demand for cashew seed is dependent on the procurement project undertaken by the government. The time often not coincidewith the harvest of cashew seeds. Supply chain management applications has been running optimal although more are caused by g overnmentintervention in terms of distribution of seeds, so that the optimization process of SCM has not been produced from a process of good business activity.Strategies that can be achieved are: (i) government needs to encourage the process of seed certification by an official agency, (ii) developing the seedgarden in an amount sufficient to consider the projected seed demand in the future, either in the form of seeds and scion, (iii) the farmer / farmergroup, the owner of seed source should be able to apply the seed stock management so that demand outside the crop seed remain to be fulfilled, (iv) thebreeder needs to make improvements in a poly bag seed distribution methods, (v) The Government needs to introduce grafting technology, par ticularlyto the breeder and farmer groups, (vi) The Government needs to do the planning and mapping needs and promoting improved s eed varieties MPF 1.

Keywords : cashew, seed, supply chain management, breeder, superior variety.

Page 2: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

240 Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011

PENDAHULUAN

Jambu mete (Anacardium occidentale L.)merupakan salah satu komoditas perkebunan yangmenjadi andalan bagi banyak wilayah di Indonesiabaik secara sosial maupun ekonomi. Komoditas inimenjadi sangat penting karena menjadi komoditasandalan di daerah – daerah marginal di manakomoditas lain relatif sulit untuk diusahakan.Adanya anggapan bahwa jambu mete akan tumbuhdan berproduksi dengan baik di lahan marginalmendorong pemerintah untuk mencanangkanpengembangan jambu mete secara besar-besaran diKawasan Timur Indonesia sejak tahun 1990sehingga luas areal jambu mete meningkat lebih 5kali lipat dalam 2 dasawarsa (Karmawati, 2008)melalui berbagai program yang dilaksanakanpemerintah.

Luas areal jambu mete menempati urutanke- 5 terbesar pada subsektor perkebunan setelahkelapa sawit, karet, kelapa dan kakao. Pada tahun2009, luas areal tanaman jambu mete di Indonesiaadalah sebesar 572.870 ha dengan produksi sebesar147.403 ton. Jumlah ini meningkat drastis dalamdua dekade terakhir di mana pada tahun 1990luasnya meningkat menjadi 275.221 ha denganproduksi 29.907 ton. Hampir seluruh perkebunanjambu mete di Indonesia dikelola oleh rakyatsehingga melibatkan jumlah petani yang cukupbesar. Direktorat Jenderal Perkebunan mencatatbahwa pada tahun 2009, sekitar 841.329 kepalakeluarga petani mengusahakan jambu mete(Ditjenbun, 2010). Luasnya areal perkebunanjambu mete yang ada menempatkan Indonesiaberada pada peringkat ke- 6 sebagai produsenjambu mete terbesar di dunia di bawah Vietnam,India, Nigeria, Pantai Gading dan Brazil pada tahun2008. Jambu mete juga merupakan komoditasekspor, sehingga pasar jambu mete memilikicakupan yang luas dan tidak hanya terbatas padapasar domestik (Indrawanto, 2008).

Pengembangan jambu mete mengalamiberbagai permasalahan yang cukup kompleks yangpada dasarnya saling terkait satu sama lain mulaidari subsistem agribisnis hulu, usahatani, hilir, danpenunjang. Witjaksono, et al., (2008)menyebutkan bahwa dalam agribisnis jambu mete,keberadaan dan kinerja usahatani tidak didukungoleh subsistem lainnya dengan baik mulai dari hulu,hilir dan layanan pendukung. Hal ini berdampak

pada rendahnya produktivitas tanaman danpendapatan petani. Faktor – faktor yangmenyebabkan rendahnya produktivitas tanamansangat beragam seperti kondisi tanaman yang sudahtua dan banyak yang rusak (Sutisna, 2006);kepemilikan lahan usahatani yang sempit(Supriatna, 2005; Witjaksono, et al., 2008); sertadikembangkan di lahan marjinal (Daras, 2007;Budastra and Dipokusumo, 2003). Kondisitersebut menunjukkan bahwa daya dukung jambumete sebagai sumber kesejahteraan petani dankeluarganya relatif terbatas (Ditjenbun, 2011) danbertolak belakang dengan upaya untuk menjadikanjambu mete sebagai komoditas yang dapatmenanggulangi kemiskinan serta pengembanganperekonomian wilayah (Darsono, 1996).

Kondisi perbenihan memegang peranankunci dalam permasalahan yang terjadi dalamsistem agribisnis jambu mete. Daras (2007)menyebutkan bahwa sebagian besar bahan tanamanyang digunakan dalam pengembangan jambu metedi Indonesia adalah benih asalan yang tidak jelas asal– usulnya. Kondisi ini juga tidak diimbangi denganpenyediaan benih unggul yang memadai sehinggaakses petani terhadap benih – benih bermutu darivarietas unggul jambu mete sangat minim. Padahal,sudah ada 8 varietas unggul jambu mete denganproduktivitas lebih dari 1.5 ton/ha/tahun yaituGG1, PK 36, MR 851, SM 9, B02, Meteor YK,Populasi Flotim MPF-1, dan Populasi Ende MPE-1yang sudah dilepas. Untuk itu, perlu dilihat kondisirantai pasok benih unggul jambu mete sehinggaterjadi kesinambungan antara penghasil benih,penangkar dan petani sebagai konsumen. Tujuanpenelitian ini adalah menganalisis kondisimanajemen rantai pasok dan menyusun strategipengembangan rantai pasok benih unggul jambumete di Kabupaten Flores Timur.

BAHAN DAN METODE

Kerangka TeoriManajemen rantai pasok adalah sebuah

proses di mana produk diciptakan dan disampaikankepada konsumen. Dari sudut struktural, sebuahmanajemen rantai pasok merujuk kepada jaringanyang rumit dari hubungan di mana organisasimempertahankan dengan partner bisnis untukmemperoleh bahan baku, produksi dan

Page 3: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011 241

menyampaikannya kepada konsumen (Kalakota andRobinson, 2001). Manajemen rantai pasok secaranyata semakin diakui sebagai pertimbanganstrategis untuk mencapai keunggulan kompetitif(Djohar et al., 2003). Selama ini pola kemitraansebagai salah satu indikator penerapan manajemenrantai pasok sudah banyak memberikan manfaatyang besar baik bagi petani maupun pemasok.Menurut Basuki (2006), hubungan kemitraan yangpaling ideal dan mampu meningkatkan daya saingperusahaan adalah tipe partnerships yang mempunyaikarakteristik adanya pembagian sistem informasi,fungsi logistik dan pengembangan produk sertapembagian investasi. Selain itu juga adanyaperencanaan bersama, adanya daya saing tinggi dankenyal (resilience) dan yang paling penting adalahmenghasilkan nilai tambah superior untukkonsumen. Di negara-negara maju manajemenrantai pasok telah banyak diterapkan dandilaksanakan dalam bidang industri dan bisnistermasuk di bidang pertanian (Tan, 2005).

Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikandalam manajemen rantai pasok yaitu: (1) tujuandari manajemen rantai pasok adalah untukmelakukan efektifitas dan efisiensi mulai darisuppliers, manufacturers, warehouse dan stores; (2)manajemen rantai pasok mempunyai dampakterhadap pengendalian biaya; dan (3) manajemenrantai pasok mempunyai peranan penting dalammeningkatkan kualitas pelayanan perusahaankepada konsumen.

Morgan dan Hunt (1994) menyebutkanbahwa dalam model relationship marketing sepertihalnya manajemen rantai pasok, kepercayaan dankomitmen di antara anggota rantai pasokmerupakan kunci kesuksesan dalam pelaksanaanrantai pasok tersebut. Morgan dan Hunt (1994)mengidentifikasi lima hal utama yang dibutuhkandalam membentuk kepercayaan dan komitmenyaitu: (1) termination cost (biaya pemindahan), yaitubiaya yang timbul akibat perpindahan kegiatan jualbeli produk ke perusahaan lain; (2) relationshipbenefit, yaitu keuntungan yang didapatkan olehmitra baik secara langsung maupun tidak langsung;(3) shared value, merupakan salah satu variabel yangmempengaruhi kepercayaan dan komitmen dalamsebuah hubungan kemitraan; (4) communication; dan(5) non opportunistic behaviour. Selain itu, Collinsand Dunn (2002) menyebutkan bahwa terdapatenam prinsip dasar untuk mengoptimalkan rantai

pasok dalam model manajemen rantai pasok, yaitu:(1) fokus terhadap pelanggan; (2) menciptakan danmenyebarkan nilai; (3) mengimplementasikanquality system management yang efektif; (4)membangun sistem komunikasi yang terbuka; (5)menjamin atau memastikan sistem logistik yangefisien dan efektif; dan (6) membangun hubunganyang baik dengan anggota rantai pasok.

Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten

Flores (Flotim) Timur, Provinsi Nusa TenggaraTimur pada bulan Juli – Agustus 2010. Pemilihanlokasi tersebut dilakukan secara purposive mengingatKabupaten Flores Timur merupakan salah satusentra produksi jambu mete. Selain itu, KabupatenFlores Timur juga sudah melepas varietas ungguljambu mete spesifik lokasi melalui Surat KeputusanMenteri Pertanian No.1688/Kpts/SR.120/12/2008 tanggal 12Desember 2008 tentang pelepasan jambu metepopulasi Flotim 1 (MPF 1). Kabupaten FloresTimur juga merupakan rujukan benih danpengembangan jambu mete khususnya di wilayahNusa Tenggara Timur (Kompas, 2009).

Sumber dan Analisis DataData yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Data primerdiperoleh melalui wawancara dengan petanipemilik benih sumber (Kebun BPT), penangkarbenih, pengawas benih dan petani sebagaikonsumen benih. Sedangkan data sekunderdikumpulkan dari Dinas Kehutanan danPerkebunan Kabupaten Flores Timur, DirektoratJenderal Perkebunan, dan lain – lain. Analisis datadilakukan dengan analisis deskriptif danmenggunakan rancangan manajemen rantai pasok.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Perbenihan Jambu MeteFlores Timur sudah menjadi rujukan

perbenihan jambu mete khususnya di wilayahPropinsi Nusa Tenggara Timur. Melalui SuratKeputusan Menteri Pertanian No.1688/Kpts/SR.120/12/2008 tanggal 12Desember 2008 tentang pelepasan jambu metepopulasi Flotim 1 (MPF 1) sebagai varietas unggul

Page 4: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

242 Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011

maka Kabupaten Flores Timur merupakan rujukanbenih dan pengembangan jambu mete khususnya diwilayah Nusa Tenggara Timur (Kompas, 2009).Dalam rangka membangun industri perbenihan,Kabupaten Flores Timur memiliki kebun BlokPenghasil Tinggi (BPT), Pohon Induk, KebunEntres, kebun induk dan Penangkar benih yangsudah memiliki legalitas dari Dinas PerkebunanPropinsi Nusa Tenggara Timur maupun DinasPerkebunan dan Kehutanan Kabupaten FloresTimur.

Peredaran benih jambu mete yang berasalBPT jambu mete di Kabupaten Flores Timur sudahmencakup berbagai wilayah di Propinsi NusaTenggara Timur maupun di propinsi lain. Jumlahpasokan benih dari kabupaten ini tergolong besaryaitu mencapai 12.702 kg pada tahun 2007, 2.615kg pada tahun 2008 dan 2.716 kg pada tahun 2009.Hampir seluruh distribusi benih tersebut disalurkanke kabupaten lain yang ada di wilayah Provinsi

Nusa Tenggara Timur. Sedangkan distribusi keluar wilayah provinsi seperti Nusa Tenggara Baratdan Maluku Utara jumlahnya sangat sedikit.Besarnya jumlah permintaan benih ini dapat dilihatsebagai keunggulan daerah ini di bidangpengembangan jambu mete.

Model Manajemen Rantai Pasok BenihJambu Mete di Flores Timur

Model rantai pasok benih jambu mete diKabupaten Flores Timur melibatkan beberapaelemen, baik dalam aliran barang, aliran uang danaliran informasi. Elemen - elemen yang terlibatadalah (1) petani pemilik kebun BPT, pemilikkebun entres dan kebun induk komposit jambumete varietas MPF – 1 merah dan kuning; (2)Penangkar dan Dinas Perkebunan Kabupaten FloresTimur; (3) Penangkar dan Dinas Perkebunan diluar Kabupaten Flores Timur; (4) Kelompok Tani;dan (5) Pertani (Gambar 1).

Kebun BPTBelogili

Kebun Entres

Kebun Induk

Penangkar

Disbun Flotim

PetaniKelompokTani

Disbun Luar Flotim

PenangkarLuar Flotim

KelompokTani Petani

Aliran Benih

Aliran Uang dan InformasiPemesanan benih

Kabupaten Flotim

Luar Kabupaten Flotim

Gambar 1. Kondisi Supply Chain Management Benih Jambu Mete di Kabupaten Flores TimurFigure 1. Cashew seed supply chain management condition in East Flores

Page 5: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011 243

Masing – masing elemen rantai pasoktersebut diuraikan sebagai berikut:1. Rantai 1 (Pemasok)

Rantai 1 (Pemasok) yang terlibat dalam sistemrantai pasok benih jambu mete di KabupatenFlores Timur ada tiga, yaitu:a. Petani Pemilik Kebun Blok Penghasil Tinggi

(BPT)Kebun BPT yang dijadikan pemasok

benih adalah kebun BPT yang terdaftardalam pelepasan varietas komposit jambumete MPF – 1 sesuai dengan SK. MenteriPertanian No.16888/Kpts/SR.120/12/2008 yaitu BPTBellogili. BPT ini terdapat di DesaBalukhering, Kecamatan. LewolemaKabupaten. Flores Timur. Produk yangdihasilkan oleh petani pemilik Kebun BPTadalah berupa benih jambu mete dalambentuk gelondong jambu mete yang telahdilakukan seleksi sesuai dengan kriteriakelayakan benih yang ditetapkan oleh DinasPerkebunan Kabupaten Flores Timur. Prosesseleksi gelondong jambu mete untuk benihtersebut dilakukan di bawah pengawasanpetugas pengawas benih dari DinasPerkebunan untuk tetap memastikan mutubenih yang dihasilkan. Selain itu, pemerintahdaerah melalui Dinas Perkebunan jugamelakukan pembinaan secara berkalaterhadap petani.

Penjualan gelondong jambu metedalam bentuk benih pada dasarnya sangatmenguntungkan petani karena harga jualyang jauh lebih tinggi jika dibandingkandengan harga gelondong untuk konsumsi.Pada saat pelaksanaan survei, hargagelondong jambu mete untuk keperluankonsumsi hanya berkisar antara Rp. 8.000 –12.000,- per kg. Sedangkan gelondonguntuk keperluan benih, harganya mencapaiRp. 15.000,- per kg. Dengan demikian,petani yang memiliki kebun jambu meteyang terpilih sebagai pohon induk memilikikeuntungan dibandingkan dengan yang tidakterkait dengan harga jual gelondong yangdiperoleh.

Namun demikian, masih terdapatberbagai permasalahan terkait denganproduksi benih sumber dari BPT Bellogili

antara lain: (i) benih yang dihasilkan belumdisertifikasi, sehingga kualitas benih yangdihasilkan belum terjamin walaupun sudahada pengawasan dan pembinaan dari instansiterkait; (ii) permintaan benih sangatberfluktuasi, bahkan permintaan benihumumnya terjadi ketika jambu mete tidakdalam masa panen sehingga tidak dapatdipenuhi, sedangkan pada masa panen,permintaan benih terkadang sangat rendah;(iii) keterbatasan jumlah petugas pengawasbenih menyebabkan mutu benih yangdihasilkan masih rendah.

b. Kebun EntresKabupaten Flores Timur memiliki

kebun entres jambu mete yang dapatdigunakan untuk menghasilkan benihgrafting. Kebun entres yang dimilikiberjumlah 312 pohon dengan luas 4 ha yangdimiliki oleh Cornelis Reket Ritan dan NicoLaus masing – masing 2 ha di Desa SinarHading Kec. Lewo Lema Kab. Flores Timur.Kebun entres ini dibangun dengan benihyang berasal dari pohon induk terpilih padaBPT Bellogili yang ditanam pada tahun1996. Setiap pohon jambu mete memilikipotensi produksi entres sebanyak 150 entresper tahun dengan harga jual Rp. 500,-/entres. Namun, produksi entres dari kebunentres tersebut hanya dimanfaatkan olehDinas Perkebunan setempat dan tidakdigunakan untuk pengembangan. Kondisi initidak terlepas dari tidak adanya upayapengembangan jambu mete denganmenggunakan benih grafting di sampingtenaga yang memiliki kemampuan dalammenerapkan teknologi grafting masih sangatminim. Hal tersebut juga ditambah denganbelum efisiennya teknologi grafting jambumete sehingga masih relatif mahal di tingkatpetani (Saefudin, 2009). Padahal, Zaubin, etal., (2004) menyebutkan bahwa penguasaanteknik grafting diperlukan karena tanamanjambu mete menyerbuk silang, sedangkanpopulasi tanaman yang ada potensigenetiknya rendah. Untuk itu, perludilakukan introduksi teknologi graftingterutama di kalangan penangkar benih dankelompok tani sehingga untuk

Page 6: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

244 Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011

pengembangan jambu mete dapatmenggunakan benih grafting sesuai denganrekomendasi pengadaan benih jambu mete.

c. Kebun Induk Komposit MPF 1 Merah danKuning

Untuk menindaklanjuti saran TimPenguji pelepasan Varietas MPF 1, makauntuk menjaga kemurnian benih,Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timurmelalui Dinas Perkebunan telah membangunkebun induk komposit untuk varietas ungguljambu mete MPF 1 merah dan kuningmasing – masing 3 ha. Kebun induk tersebutdibangun pada tahun 2008 dan belumberproduksi. Pada masa yang akan datang,penyebaran benih jambu mete dan jugaentres untuk keperluan grafting diharapkandapat dipenuhi dari kebun tersebut sehinggamutunya lebih terjamin. Selain itu, jikakebun induk sudah berproduksi diharapkandapat menggantikan sumber benih yang lainseperti kebun BPT dan kebun entres untukpengembangan sesuai dengan peraturan yangberlaku.

Pemasok benih pada rantai 1 dalamsistem manajemen rantai pasok benih jambumete memegang peranan yang sangatpenting karena berada pada sisi hulu rantaipasok. Dengan berbagai permasalahan yangada dalam rantai 1 tersebut, adanyamanajemen rantai pasok benih jambu meteyang baik diharapkan dapat meningkatkanpendapatan petani. Marimin dan Maghfiroh(2010) menyebutkan bahwa petani yangberada di sisi hulu rantai pasok memilikibeberapa kebutuhan seperti harga jual yangbersaing, kontinuitas produksi, kemudahandalam kemitraan serta kualitas produk yangbaik.

2. Rantai 1 – 2Rantai 1 – 2 dalam sistem rantai pasok benihjambu mete di Kabupaten Flores Timur terdiridari 3 pola yaitu: (a) Pemasok – penangkarbenih; (b) Pemasok – Dinas Perkebunan FloresTimur; dan (c) Pemasok – kelompok tani.Namun seluruh pemasok yang terlibat dalamrantai 1 – 2 ini adalah kebun BPT Bellogili.

a. Pemasok – penangkar benihPada pola ini, penangkar benih

mendapatkan pasokan benih dari kebun BPTBellogili. Di Kabupaten Flores Timurterdapat 4 penangkar benih yaitu (CV.Family Karya, CV Santo Mikael, CV. NR,CV Anugrah Putra (Tabel 1). Jenis benihyang dihasilkan oleh penangkar adalah benihdalam polybag dan benih gelondong jambumete yang sudah diseleksi. Benih dalampolybag diproduksi dari benih yangdiperoleh dari BPT Bellogili, kemudiandibibitkan selama 4 bulan. Harga pokokproduksi benih dalam polybag berkisarantara Rp. 1.000 – 1.200,- per polybag.Produksi benih jambu mete dalam polybagumumnya dilakukan penangkar ketika adaproyek pengadaan benih oleh pemerintahsehingga produksinya tidak kontinu. Hal inimenyebabkan penangkar juga memproduksibenih lain di luar jambu mete, baik itutanaman perkebunan maupun kehutanan.Benih dalam polybag langsung disalurkanpenangkar kepada kelompok tani/petanisesuai dengan perjanjian yang tercantum didalam kontrak dengan pihak pemerintah.Selain benih dalam polybag, penangkar jugamenjual benih gelondongan. Benih ini padaumumnya di jual untuk memenuhipermintaan dari luar Kabupaten FloresTimur. Benih gelondong jambu metediperoleh dari BPT Bellogili yang telahmelalui proses seleksi ulang dan penjemuranoleh pihak penangkar. Harga benih dalambentuk gelondong dijual seharga Rp.20.000,- per kg.

Dalam memproduksi benih jambumete, baik benih dalam polybag maupundalam bentuk gelondong, penangkarmendapat pembinaan dan pengawasan daripemerintah daerah setempat untukmemastikan kelayakan benih yangdiproduksi. Benih yang dianggap layak untukdisalurkan dilengkapi dengan SuratKeterangan Kelayakan dari Tim Pemeriksa.Permasalahan yang umumnya dihadapipenangkar benih adalah (i) permintaan benihhanya terjadi ketika ada proyek pengadaanbenih jambu mete oleh pemerintah sehinggaproses produksi tidak dapat berlangsung

Page 7: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011 245

secara kontinu; (ii) seleksi benih yangdilakukan petani pemilik kebun BPT masihkurang baik sehingga dilakukan seleksi ulangoleh penangkar; (iii) penangkar belummampu untuk menghasilkan benih grafting;dan (iv) benih yang dihasilkan olehpenangkar, baik benih dalam polybagmaupun gelondong belum melalui prosessertifikasi.

b. Pemasok – Dinas Perkebunan Flores TimurPada dasarnya, peran Dinas

Perkebunan Kabupaten Flores Timur padarantai 1 – 2 dengan pola ini hanya sebagaiperantara pengadaan benih kepada kelompoktani maupun Dinas Perkebunan di luarKabupaten Flores Timur. Pemasok yangmemasok benih kepada Dinas Perkebunanadalah BPT Bellogili dalam bentuk benihgelondongan dan kebun entres. Bahan bakuentres digunakan untuk menghasilkan benihgrafting jambu mete, namun belum sampaipada tahap pengembangan secara luas.

c. Pemasok – kelompok taniSelain dengan 2 pola yang telah

disampaikan di atas, pada rantai 1 – 2 jugaterdapat pola dimana kelompok tanilangsung membeli benih jambu mete ke BPTBellogili untuk dibibitkan sendiri menjadibenih dalam polybag dan disalurkan kepadapetani anggota kelompoknya. Pola inidilakukan di bawah pengawasan danpembinaan Dinas Perkebunan setempat.

3. Rantai 1 – 2 – 3Pada rantai 1 – 2 – 3 terdapat tiga pola yaitu:a. Pemasok – Penangkar – Kelompok Tani

Pada pola ini, kelompok tani akanmemperoleh benih jambu mete dalampolybag untuk disalurkan pada petanianggota kelompok.

b. Pemasok – Dinas Perkebunan – KelompokTani

Penyaluran benih jambu mete kepadakelompok tani yang diperoleh dari DinasPerkebunan sebagai perantara umumnyadalam bentuk benih dalam bentukgelondong. Benih tersebut kemudiandibibitkan sendiri oleh kelompok tani untukdisalurkan kepada petani anggota kelompok.

c. Pemasok – Kelompok Tani – petaniDengan pola ini, petani akan

memperoleh benih siap tanam dalam polybagdi tempat pembibitan kelompok tani. Benihdalam polybag kemudian diangkut olehmasing – masing petani ke kebun untukditanam.

d. Pemasok – Penangkar/Disbun – DisbunLuar Flotim

Tingginya permintaan benih jambumete dari luar Kabupaten Flores Timurumumnya difasilitasi oleh Dinas Perkebunanmasing – masing melalui penangkar ataupunDinas Perkebunan yang ada di KabupatenFlores Timur. Tingginya permintaantersebut tidak terlepas dari dilepasnya benihunggul MPF 1 oleh Menteri Pertanian,sehingga Kabupaten Flores Timur dijadikansebagai rujukan perbenihan jambu metekhususnya oleh daerah – daerah disekitarnya.

4. Rantai 1 – 2 – 3 – 4Pada rantai 1 – 2 – 3 – 4 ini, proses rantai pasokmeliputi pemasok – penangkar/DinasPerkebunan – kelompok tani – petani. Prosesini sebenarnya sudah melibatkan pelaku –pelaku dalam sistem rantai pasok yang telahdisampaikan di atas.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwasistem manajemen rantai pasok benih jambu metedi Kabupaten Flores Timur melibatkan berbagaipihak yang memiliki kepentingan yang berbeda –beda sehingga membuat rantai pasok menjadi rumitdan kompleks. Kondisi tersebut dapat dianggapsebagai salah satu faktor penghambat implementasimanajemen rantai pasok seperti yang disampaikanoleh Chopra and Meindl (2007). Untuk itu,Marimin dan Maghfiroh (2010) menyebutkanbahwa diperlukan kelembagaan rantai pasok yangbaik sehingga terbentuk sistem kerja yangsistematis dan saling mendukung di antara pihak –pihak yang terlibat dan manajemen rantai pasokbenih jambu mete. Keberhasilan kelembagaantersebut dapat terjadi jika kunci sukses (key successfactor) dapat diterapkan dengan baik. Kunci suksestersebut adalah trust building, koordinasi dankerjasama, kemudahan akses pembiayaan dandukungan pemerintah.

Page 8: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

246 Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011

Tabel 1. Penangkar Benih Jambu Mete di Kabupaten Flores TimurTable 1. Cashew seed breeder in East Flores District, 2010No Nama Penangkar Lama Usaha Kapasitas Produksi Harga Jual1 CV. Family Karya 9 tahun 200.000 polybag/tahun Rp. 2.000/polybag

2 CV. Santo Mikael 5 tahun 100.000 polybag/tahun1.500 kg/tahun

Rp. 2.000/polybagRp. 20.000/kg gelondong

3 CV. NR 6 tahun 1 ton/tahun Rp. 20.000/kg gelondong

4 CV. Anugrah Putra 5 tahun 80.000 polybag/tahun3,5 ton/bulan

Rp. 2.000/polybagRp. 20.000/kg gelondong

Optimasi Manajemen Rantai Pasok BenihJambu Mete

Sesuai dengan enam prinsip dasar untukoptimalisasi rantai pasok dalam suatu sistemmanajemen rantai pasok seperti yang diuraikan olehCollins and Dunne (2002), maka dilakukan analisisterhadap ke enam prinsip tersebut. Perbandinganpersepsi mengenai optimasi rantai pasok antarapenangkar benih dengan petani sebagai konsumenakhir (Gambar 2). Persepsi penangkar dan petaniyang terkait dengan shared value dan hubungan yangbaik dengan anggota rantai pasok relatif sama. Skorpersepsi penangkar terhadap shared value sebesar

4,2 dan petani sebesar 4,1. Sedangkan skorhubungan yang baik antar anggota rantai pasokdipersepsikan penangkar sebesar 4,3 dan petanisebesar 4,1. Hal ini menunjukkan bahwa upayayang ditempuh oleh penangkar terkait dengankedua prinsip tersebut sama dengan yang dirasakanoleh petani sebagai pengguna akhir benih jambumete. Namun, skor untuk 4 prinsip lainnya sepertifokus terhadap pelanggan, sistem logistik yangefektif dan efisien, sistem komunikasi yang terbukaserta implementasi sistem manajemen mutu masihbelum sejalan.

Gambar 2. Persepsi Penangkar dan Petani mengenai 6 Prinsip Optimasi Rantai Pasok Benih Jambu Mete di Kabupaten Flores TimurFigure 2. Breeder and farmer perception about 6 optimize principal of seed SCM in East Flores District

Page 9: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011 247

1. Fokus terhadap pelangganHasil survei menunjukkan bahwa

penangkar benih jambu mete di Kabupaten FloresTimur menganggap bahwa dalam memproduksibenih jambu mete, mereka sudah berusahamemenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.Dalam manajemen rantai pasok, mengerti danmemahami hal yang dibutuhkan oleh pelangganserta bagaimana memenuhinya merupakan suatuhal yang sangat penting (Collins and Dunne (2002);Liker and Choi (2004)). Kebutuhan dan harapanpelanggan terhadap benih jambu mete yangdiidentifikasi dalam penelitian ini terkait dengankualitas dan spesifikasi yang diinginkan petani,pemenuhan kebutuhan benih jambu mete dalamjumlah dan waktu yang tepat serta hubungan yangbaik antara penangkar dengan langganannya.Perbedaan persepsi petani dengan penangkarterjadi akibat terjadinya beberapa kerusakan benihjambu mete ketika sampai di tangan petani.Kerusakan tersebut terjadi akibat kurang baiknyasistem transportasi yang dilakukan. Kondisi ini jugasangat dipengaruhi oleh kondisi geografisKabupaten Flores Timur yang merupakan wilayahkepulauan sehingga pengangkutan benih jambumete dalam polybag menjadi rawan rusak.

2. Shared valueDalam rantai pasok benih jambu mete di

Kabupaten Flores Timur, penciptaan danpenyebaran nilai dipersepsikan hampir sama baikoleh penangkar maupun petani. Dalam penelitianini, shared value dipersepsikan sebagai upayapenangkar untuk memenuhi permintaan semuapelanggan secara adil, kewajaran tingkatkeuntungan yang diambil oleh penangkar sertapenetapan harga jual benih. Kesamaan persepsiantara penangkar dan petani lebih cenderungdisebabkan oleh pengadaan benih jambu mete yangterjadi pada umumnya merupakan proyekpemerintah. Dengan demikian penentuan hargajual sudah ditetapkan oleh pemerintah. Demikianjuga dengan petani yang mendapatkan benih jambumete sebagai bantuan pemerintah, sehingga tidakterlalu memperhatikan harga beli benih. Sharedvalue yang baik menunjukkan adanya kepercayaandan komitmen di antara pihak yang terlibat(Morgan and Hunt, 1994), walaupun dalampenelitian ini shared value terjadi karena keterlibatanpemerintah daerah.

3. Implementasi sistem manajemen mutu yangefektif

Penangkar merasa bahwa mereka sudahmenghasilkan benih jambu mete dengan kualitasyang baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya suratketerangan kelayakan dari tim pemeriksa danpengawas benih untuk benih yang dihasilkan.Seperti yang telah diuraikan di atas, mutu benihjambu mete yang sampai di tangan petani yangmengalami kerusakan membuat persepsi petanimengenai implementasi manajemen mutu lebihrendah jika dibandingkan dengan persepsipenangkar. Untuk meningkatkan mutu benih yangdilakukan, penangkar juga mengikuti pelatihanuntuk meningkatkan keahlian dalam memproduksibenih jambu mete yang berkualitas.

4. Membangun sistem komunikasi yang terbukaCollins and Dunne (2002) menyebutkan

bahwa komunikasi yang terbuka merupakan awalberkembangnya hubungan yang sehat, dimanaterjadi aliran informasi yang dapat dipercaya.Sistem komunikasi dalam rangka berbagi informasimerupakan kunci manajemen rantai pasok (Liu, etal., 2011). Pentingnya komunikasi dalammanajemen rantai pasok juga disampaikan olehGagalyuk, et al., (2009); Baihaqi and Beaumont(2005) yang menyatakan bahwa komunikasi yangbaik antar mitra dalam sistem manajemen rantaipasok akan dapat menyelaraskan kepentingan,tujuan dan masalah yang mereka hadapi. Dalammenjaga hubungan dengan pelanggan terutamapetani, penangkar merasa sudah melakukankomunikasi yang baik dan terbuka serta menerimakritik dan saran dari petani. Selain itu, penangkarjuga merasa menjalin komunikasi yang intensifdengan instansi terkait. Lain halnya dengan persepsipetani yang disurvei, dimana mereka menganggapsistem komunikasi yang dibangun belum sebaikyang dipersepsikan oleh penangkar. Kondisitersebut terjadi karena adanya keengganan daripihak – pihak yang terlibat untuk berbagi informasidalam membangun komunikasi. Hambatankomunikasi berupa keengganan dalam berbagiinformasi juga ditemukan Liu, et al. (2011) dalammanajemen rantai pasok industri makanan.

5. Sistem logistik yang efektif dan efisienBenih jambu mete dalam polybag sangat

rentan terhadap kerusakan terutama dalam sistem

Page 10: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

248 Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011

transportasi di wilayah kepulauan seperti diKabupaten Folres Timur. Sama dengan kondisiyang terjadi pada beberapa prinsip rantai pasokyang disampaikan di atas, terjadinya beberapakerusakan benih yang diterima petani menyebabkanpersepsi petani mengenai sistem logistik yangdigunakan oleh penangkar belum cukup baik.

6. Hubungan yang baik dengan anggota rantaipasok

Hubungan yang baik dengan elemen –elemen yang terlibat dalam rantai pasok sangatpenting. Gao and Yang (2010) menyebutkan bahwaintegrasi antar pihak – pihak yang terlibat dalamrantai pasok produk pertanian yang tergabungdalam sebuah kelembagaan menjadi sebuahhubungan yang saling tergantung satu sama lainmenjadi sangat penting. Lebih lanjut, Gagalyuk, etal., (2009) menyebutkan bahwa kunci suksesmanajemen rantai pasok adalah adanya bangunankerjasama (kepentingan yang sejajar) dankoordinasi (usaha yang sejajar) antar pihak yangterkait. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa semuaelemen yang terlibat dalam rantai pasok benihjambu mete merasa hubungan antara anggota rantaipasok sudah berjalan dengan baik. Dari prinsip –prinsip optimasi rantai pasok benih jambu meteyang disampaikan di atas dapat diketahui bahwamanajemen rantai pasok relatif sudah cukupoptimal. Permasalahan yang terjadi hanya terdapatpada kualitas benih yang diterima petani kadangmengalami kerusakan. Namun, hal yang perludiperhatikan adalah bahwa optimalnya manajemenrantai pasok benih jambu mete tidak terlepas dariproses penyaluran benih jambu mete yangmerupakan proyek pemerintah, sehingga semuaproses yang terjadi berada di bawah pengawasanpemerintah daerah setempat. Keterlibatanpemerintah membuat kerjasama antar pihak yangterkait terjalin dengan baik, sehingga dapatmemudahkan manajemen rantai pasok berjalandengan baik (Hausen and Fritz, 2006). Dengandemikian, tingkat optimasi manajemen rantai pasokbenih jambu mete sebagai suatu proses bisnis yangberdiri sendiri belum dapat disimpulkan.

Dari hasil analisis yang disampaikan di atas,untuk meningkatkan optimasi manajemen rantaipasok benih jambu mete di Kabupaten FloresTimur dapat dilakukan dengan berbagai strategi(Tabel 2).

Tabel 2. Strategi dan Aksi untuk meningkatkan optimasi SCM benihjambu mete di Kabupaten Flores Timur

Table 2. Strategy and action for rising cashew seed SCM optimizing in EastFlores District

Strategi AksiSourcing 1. Quality Control/standar mutu benih BPT

Bellogili2. Pemanfaatan kebun induk sebagai

sumber benih (biji/entres)Supply Flow 1. Manajemen stok biji jambu mete untuk

benih2. Perbaikan metode penyaluran benih ke

petani sehingga tidak rusak3. SOP pemeliharaan benih4. Pelatihan dan bimbingan teknis bagi

penangkar, petani BPTDemand Flow 1. Perencanaan dan pemetaan permintaan

benih unggul2. Promosi benih unggul MPF 1 terutama

ke luar NTTCustomer Service Fokus terhadap kebutuhan dan keinginan

petaniSupply-ChainIntegration

Peningkatan hubungan petani, penangkar,pemilik Kebun BPT, Disbun, LembagaLitbang dan konsumen luar daerah

KESIMPULAN DAN IMPLIKASIKEBIJAKAN

Kesimpulan1. Kabupaten Flores Timur sudah dijadikan sebagai

rujukan benih unggul jambu mete terutama olehwilayah di sekitarnya setelah dilepasnya varietasunggul MPF 1 sebagai varietas unggul spesifiklokasi oleh Menteri Pertanian, sehingga wilayahini sangat berpotensi sebagai produsen benihunggul jambu mete untuk programpengembangan jambu mete pada masa yangakan datang.

2. Pemasok utama benih unggul jambu meteberasal dari BPT Bellogili dalam bentukgelondong, dimana benih yang dihasilkan belumdisertifikasi sehingga mutu benih yang dihasilkanmasih rendah. Sedangkan sumber benih yangberasal dari kebun entres belum dioptimalkanpemanfaatannya karena keterbatasan keahliandalam melakukan grafting. Selain itu, kebuninduk komposit yang seharusnya menjadisumber benih sesuai dengan peraturan yangberlaku belum berproduksi.

3. Kabupaten Flores Timur memiliki empatpenangkar yang sangat berperan khususnyadalam memproduksi benih dalam polybag sertapendistribusiannya untuk pengembangan jambumete.

Page 11: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011 249

4. Aplikasi manajemen rantai pasok sudah berjalancukup baik dan optimal walaupun lebih banyakdisebabkan oleh campur tangan pemerintahdalam hal penyaluran benih, sehingga optimasiproses manajemen rantai pasok belumdihasilkan dari suatu proses aktivitas bisnis yangbaik.

Implikasi Kebijakan1. Pemerintah daerah perlu mendorong petani

pemilik Kebun BPT untuk meningkatkan mutubenih yang dihasilkan melalui proses sertifikasioleh lembaga resmi yang ditunjuk olehpemerintah.

2. Sebagai varietas unggul yang sudah dilepas,sumber benih unggul varietas MPF 1 yang akandikembangkan seharusnya berasal dari pohoninduk varietas tersebut, baik dalam bentuk bijimaupun entres. Dengan demikian, pemerintahdaerah bekerja sama dengan petani perlumembangun kebun induk dalam jumlah yangcukup dengan mempertimbangkan proyeksipermintaan benih unggul jambu mete pada masayang akan datang, baik dalam bentuk bijimaupun entres sehingga seluruh permintaanbenih dapat dipenuhi dari kebun induk tersebut.

3. Petani/kelompok tani pemilik kebun BPTsebaiknya dapat menerapkan manajemen stokbenih sehingga permintaan benih di luar masapanen tetap dapat dipenuhi. Untuk itu,pemerintah daerah perlu mendorongpembentukan kelembagaan yang kuat di tingkatkebun BPT sehingga mampu mengelola stokbenih.

4. Penangkar perlu melakukan perbaikan metodedistribusi benih dalam polybag kepada petanipengguna sehingga benih tersebut dapatdisampaikan kepada petani dengan kualitas yangmemadai.

5. Pemerintah perlu mengintroduksi secara luasteknologi grafting, khususnya kepada penangkardan kelompok tani.

6. Pemerintah daerah Kabupaten Flores Timurperlu melakukan perencanaan dan pemetaankebutuhan benih unggul serta melakukanpromosi varietas unggul MPF 1 khususnyauntuk wilayah – wilayah di luar Propinsi NusaTenggara Timur untuk meningkatkanpermintaan benih unggul serta perencanaansupply dan distribusi benih yang lebih tertata.

7. Peningkatan hubungan komunikasi dankoordinasi antara pihak – pihak yang terlibatdalam manajemen rantai pasok jambu meteseperti petani, penangkar, pemilik kebun BPT,Dinas Perkebunan, Lembaga Litbang danstakeholder lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, I., and N. Beaumont. 2005. InformationSharing in Supply Chains: A LiteratureRiview and Research Agenda. WorkingPaper 45/05, Monash University.

Budastra, K. and B. Dipokusumo. 2003. Impacts ofLiberalization on the Competitiveness andEfficiency of the Cashew System in NusaTenggara Barat Province, Indonesia.Faculty of Agriculture, MataramUniversity, Mataram.

Chopra, S and P. Meindl. 2007. Supply ChainManagement: Strategy, Planning &Operation. Third Edition. PearsonInternational Edition. Pearson Education,Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

Collins, R.J. and A.J. Dunn. 2002. Farming andManaging Supply Chain in Agribusiness:Learning From Others. Departement OfAgriculture. Forestry and Fisheries.Canberra ACT.

Daras, U. 2007. Strategi dan Inovasi TeknologiPeningkatan Produktivitas Jambu Mete diNusa Tenggara. Jurnal Litbang Pertanian,26(1): 25 – 34.

Darsono. 1996. Analisis Ekonomi PengusahaanJambu Mete (Annacardium occdentale L.) diKabupaten Gunung Kidul dan Wonogiri.Tesis Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. StatistikPerkebunan 2009 – 2011: Jambu Mete.Direktorat Jenderal Perkebunan,Kementerian Pertanian, Jakarta.

Page 12: Analisis Supply Chain Management (SCM) Benih Jambu Mete

Analisis Manjemen Rantai Pasok Benih Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Flores Timur)

250 Buletin RISTRI Vol 2 (2) 2011

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Strategidan Program Kerja Pengembangan JambuMete. Makalah Disampaikan PadaPertemuan Forum KomunikasiPengembangan Jambu Mete di PusatPenelitian dan Pengembangan Perkebunan,Bogor, 5 Mei 2011.

Gagalyuk, T., J.H. Hanf, and C. Steinbauer. 2009.Managing Supply Chains Succesfully: anEmpirical Testing of Success of SupplyChain Network in the German Fish Sector.European Association of AgriculturalEconomists 113th Seminar, September 3-6,2009, Chania, Crete, Greece.http://purl.umn.edu/58017.

Gao, S.J. and Q.X. Yang. Construction ofNetwork Management Information Systemof Agricultural Products Supply ChainBased on 3PLs. Asian AgriculturalResearch, 2 (10): 57 – 64.http://purl.umn.edu/101902.

Hausen, T., and M. Fritz. 2006. Supply ChainManagement in the Life Science Sector:Does Trust Play a aRole? EuropeanAssociation of Agricultural Economists 99th

Seminar, February 8-10, 2006, Bonn,Germany. http://purl.umn.edu/7776.

Indrawanto, C. 2008. Penentuan PolaPengembangan Agroindustri Jambu Mete.Jurnal Littri, 14 (2): 78 – 86.

Karmawati, E. 2008. Perkembangan Jambu Metedan Strategi Pengendalian HamaUtamanya. Perspektif, 7 (2): 102 – 111.

Kompas. 2009. Flotim dan Ende Jadi RujukanBenih Unggul Jambu Mete.http://kesehatan.kompas.com/read/2009/03/12/17545012/function.simplexml-load-file.

Liker, J.K.,and T.Y. Choi. 2004. Building DeepSipplier Relationships. Harvard BusinessReview 82 (12):104-113.

Liu, Y.M., F.F. Yin, and X.Z. Fu.2011. Analysis ofInformation Sharing Mechanism in theFood Industry Green Supply ChainManagement and Operation Process. AsianAgricultural Research, 3 (2): 86 – 90.http://purl.umn.edu/113206.

Marimin dan N. Maghfiroh. 2010. Aplikasi TeknikPengambilan Keputusan dalam ManajemenRantai Pasok. IPB Press, Bogor.

Morgan, R.M. and S.D. Hunt. 1994. TheCommitment-Trust Theory OfRelationship Marketing. Journal OfMarketing 58:20-38.

Saefudin. 2009. Kesiapan Teknologi SambungPucuk dalam Penyediaan Bahan TanamanJambu Mete. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4): 149 – 155.

Supriatna, A. 2005. Keragaan Usahatani JambuMete Perkebunan Rakyat: Studi Kasus diPropinsi Nusa Tenggara Barat. ICASEPSWorking Paper No. 84. Pusat AnalisisSosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Sutisna, E. 2006. Strategi PemulihanPengembangan Jambu Mete di KabupatenMuna: Suatu Sumbangan Pemikiran.Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian,3: 65 - 74.

Witjaksono, J., A. Sulle, dan S. Ruku. 2008.Strategi Akselerasi Peningkatan PendapatanPetani Jambu Mete di Sulawesi Tenggara.Media SOCA, 8 (1).

Zaubin, R., R. Suryadi, dan Y.T. Yuhono. 2004.Diversifikasi Produk dan RehabilitasiPerkebunan Jambu Mete untukMeningkatkan Pendapatan Petani. JurnalLitbang Pertanian, 23 (2): 53 – 60.