analisis tingkat kekeringan lahan sawah menggunakan citra
TRANSCRIPT
Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landsat 8 dan Thermal
(Studi Kasus: Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu)
TUGAS AKHIR
Novie Muryati
23114015
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA
JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2019
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
viii
Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landsat 8 dan Thermal
(Studi Kasus: Kabupaten Pringsewu Kecamatan Gading Rejo) Novie Muryati 23114015
Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono S. M.Sc., Nirmawarna Simarmata S.Pd., M.Sc.
ABSTRAK
Kekeringan merupakan suatu bencana alam yang sering terjadi. Kekeringan dapat mempengaruhi suatu tempat terutama yang berada pada iklim tropis. Kekeringan dapat terjadi diantaranya akibat intensitas curah hujan yang berkurang. Kekeringan pada dasarnya diakibatkan oleh kondisi hidrologi suatu daerah dalam kondisi air tidak seimbang. Kekeringan terjadi akibat dari distribusi hujan tidak merata yang merupakan satu-satunya input bagi suatu daerah. Pada penelitian ini parameter yang digunakan untuk mendeteksi kekeringan pada wilayah Gading Rejo adalah NDMI, NDWI, NDMI, LST, dan curah hujan. Dari pengolahan parameter tersebut, kemudian hasilnya diskoring untuk mendapatkan peta kekeringan. Berdasarkan klasfikasi nilai NDMI, NDWI, NDMI, LST menunjukkan bahwa Kecamatan Gading Rejo memiliki kerapatan vegetasi sedang 75.40%, kebasahan sedang 98.7%, kelembaban sedang 75.40%, dan suhu rata-rata 26-30 sebesar 67%dari total luas kecamatan Gading Rejo. Parameter penggunaan lahan dilakukan dengan metode Maximum likelihood Classification (MLC) menghasilkan overall accuracy 86.66%. Pada analisis spasial seluruh parameter kekeringan tersebut lalu dioverlay dengan metode skoring dan pembobotan. Peta kekeringan kecamatan Gading Rejo dibagi menjadi 3 kelas yaitu, tingkat kekeringan rendah sebesar (557.80 ha), sedang (5331.66 ha), tinggi (985.62 ha). Peta kekeringan ini memiliki akurasi keseluruhan sebesar 86,66%. Berdasarkan hasil peta kekeringan wilayah kecamatan Gading Rejo tersebut, dapat diketahui bahwa, tingkat kekeringan pada kecamatan Gading Rejo termasuk dalam tingkat sedang yaitu (5331.66 ha).
Kata kunci: Landsat 8, NDVI, NDMI, NDWI, LST.
ix
Wetland Dryness Analysis Using Landsat 8 and Thermal Imagery (Case Study: Pringsewu Regency, Gading Rejo District)
Novie Muryati 23114015 Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono S. M.Sc., Nirmawarna Simarmata S.Pd., M.Sc.
ABSTRACT
Drought is a natural disaster that often occurs. Drought can affect a place, especially in a tropical climate. Drought can occur among others due to reduced rainfall intensity. Drought is basically caused by the hydrological conditions of an area under unbalanced water conditions. Drought occurs due to uneven distribution of rain which is the only input for an area. In this study the parameters used to detect drought in Gading Rejo are NDMI, NDWI, NDMI, LST, and rainfall. From processing these parameters, then the results are scoring to get a drought map. Based on the classification values of NDMI, NDWI, NDMI, LST shows that Gading Rejo District has a medium vegetation density of 75.40%, moderate wetness 98.7%, moderate humidity 75.40%, and an average temperature of 26-30 by 67% of the total area of Gading Rejo sub-district. Land use parameters carried out by the Maximum likelihood Classification (MLC) method produce an overall accuracy of 86.66%. In spatial analysis all parameters of the drought are then overlaid with the scoring and weighting method. The drought map of Gading Rejo sub-district is divided into 3 classes namely, low drought level (557.80 ha), moderate (5331.66 ha), high (985.62 ha). This drought map has an overall accuracy of 86.66%. Based on the results of the drought map of Gading Rejo subdistrict area, it can be seen that, the level of drought in Gading Rejo subdistrict is included in the medium level, namely (5331.66 ha). Keywords: Landsat 8, NDVI, NDMI, NDWI, LST
vi
KATAPENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya serta kemudahan kepada penulis,sehingga penulis mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi untuk meraih gelar sarjana yang berjudul
“Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landasat 8 dan
thermal (Studi kasus: Kecamatan Gading Rejo)” padaProgram Studi Teknik
Geomatika di Institut Teknologi Sumatera.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari pihak-pihak
terkait. Oleh sebab itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang etulus-
tulusnyakepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta kemudahan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Orang tua yang sangat saya sayangi yang telah memberikan doa, dukungan,
semangat, motivasi serta mencukupi semua kebutuhan penulis hingga saat
ini. Terimakasih atas pengorbanan kalian selama ini, I’m nothing without
you.
3. Adikku Harun Asyam yang telah memberikan semangat dan dorongan.
4. Semua Keluarga dan saudaraku yang senantiasa mengingatkan dan
memberikan motivasi kepada penulis.
5. Bapak Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono, M.Sc. selaku pembimbing I yang
telah senantiasa membimbing penulis dengan penuh kesabaran sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Ibu Nirmawana Simarmata, S.pd., M.Sc. selaku pembimbing II yang dengan
setulus hati membimbing dan memberikan dorongan serta motivasi kepada
penulis dengan sabar dan penuh semangat.
7. Ibu Nurul Qamilah, S.Pd., M.Si. selaku dosen wali sekaligus penguji I yang
telah memberikan dorongan, semangat dan motivasi kepada penulis.
8. Pak Satrio Muhammad Alif, M.T. selaku penguji II yang telah banyak
memberikan masukan dan saran sehingga skripsi saya menjadi lebih baik.
9. Bapak dan ibu dosen Itera yang telah membina, mendidik, dan memberikan
vii
ilmunya kepada penulis.
10. Para penguji skripsiku yang telah memberikan kritik sehingga skirpsi ini
menjadi lebih baik.
11. Sahabatku Anna Kartika Ratna Dewi Loekito yang senantiasa memberikan
support. Terimakasih telah menjadi sahabat dan pendengar yang baik selama
8 tahun ini.
12. Teman-teman Panceku Annisa, Dery, Kurniawan, Erlangga, Agung.
Terimakasih telah menjadi sahabat yang baik selama 8 tahun ini.
13. Teman-teman ANERO ku Elok, Anadya, Rosita. Terimakasih telah menjadi
sahabat yang baik selama 8 tahun ini.
14. Sahabatseperjuanganku di kampus Sella, Nia dan Citra. Terimakasih kalian
telah membantu, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
15. Rezalian, Tessa, Gita, Sani, Waras, kak anggun, Kencana, Erwin yang telah
berpartisipasi membantu kelancaran dalam pembuatan skripsi ini dan
memberikan semangat, motivasi kepada penulis.
16. Semua teman-teman Geomatika yang telah membantu kelancaran skripsi
penulis.
17. Staff akademik yang telah membantu kelancaran dalam mengurus berkas
penulis.
x
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... iv TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................. iv MOTTO ................................................................................................................. v PERSEMBAHAN .................................................................................................. v KATAPENGANTAR ........................................................................................... vi ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 4 1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 6 TEORI DASAR ..................................................................................................... 6
2.1 Kekeringan .................................................................................................... 6 2.1.1 Pengertian Kekeringan ............................................................................ 6 2.1.2 Kekeringan Alamiah ............................................................................... 6 2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekeringan .................................... 6 2.1.4 Dampak Kekeringan ............................................................................... 8
2.2 Penginderaan Jauh ......................................................................................... 9 2.2.1 Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh ...................................... 11 2.2.2 Sensor dan Sistem Sensor Penginderaan Jauh ...................................... 12 2.2.3 Klasifikasi Citra .................................................................................... 15
xi
2.3 Satelit Landsat 8 .......................................................................................... 16 2.3.1 Koreksi Radiometrik ............................................................................. 19 2.3.2 Koreksi Geometrik ................................................................................ 20
2.4 Metode Analisa Data ................................................................................... 20 2.4.1 Konsep Pengolahan Citra...................................................................... 21 2.4.2 Analisis Spasial Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) ..... 22 2.4.3 Analisis Spasial Normalized Difference Water Index (NDWI) ........... 24 2.4.4 Analisis Spasial Normalized Difference Moisture Index (NDMI) ....... 25 2.4.5 Analisis Spasial Land Surface Temperature (LST) ............................. 26 2.4.6 Penggunaan Lahan ................................................................................ 26 2.4.7 Curah Hujan .......................................................................................... 27 2.4.8 Overlay.................................................................................................. 29 2.4.9 Metode Skoring dan Pembobotan ......................................................... 29 2.4.10 Uji Akurasi .......................................................................................... 30 2.4.11 Uji Korelasi ......................................................................................... 31
2.5 Analisis Spasial ........................................................................................... 32 BAB III ................................................................................................................. 34 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 34
3.1 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 34 3.2 Data dan Alat Penelitian .............................................................................. 35
3.2.1 Alat........................................................................................................ 35 3.2.2 Data ....................................................................................................... 36
3.3 Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 37 3.5 Variabel Penelitian ...................................................................................... 38 3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 38
3.4.1 Studi Literatur ....................................................................................... 39 3.4.2 Pengumpulan Data ................................................................................ 39 3.4.3 Pengolahan Citra ................................................................................... 40 3.4.4 Klasifikasi Penggunaan Lahan.............................................................. 42 3.4.5 Perhitungan NDVI ................................................................................ 42 3.4.6 Perhitungan NDWI ............................................................................... 43 3.4.7 Perhitungan NDMI ............................................................................... 44 3.4.8 Perhitungan LST ................................................................................... 44 3.4.9 Analisis Spasial ..................................................................................... 45
xii
3.4.10 Uji Ketelitian Interpretasi Citra. ......................................................... 48 3.6 Analisis Statistik .......................................................................................... 48 3.7 Uji Akurasi .................................................................................................. 48
BAB IV ................................................................................................................. 50 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 50
4.1 Hasil ............................................................................................................. 50 4.1.1 Koreksi Radiometrik ............................................................................. 50 4.1.2 Koreksi Geometrik ................................................................................ 51 4.1.3 Klasifikasi Penggunaan Lahan.............................................................. 52 4.1.4 Pengolahan NDVI ................................................................................. 53 4.1.5 Pengolahan NDWI ................................................................................ 57 4.1.6 Pengolahan NDMI ................................................................................ 60 4.1.7 Pengolahan LST .................................................................................... 64 4.1.8 Curah Hujan .......................................................................................... 65
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 66 4.2.1 Koreksi Citra ......................................................................................... 66 4.2.2 Kerapatan Indeks Vegetasi ................................................................... 69 4.2.3 Kebasahan ............................................................................................. 71 4.2.4 Kelembaban .......................................................................................... 73 4.2.5 Suhu ...................................................................................................... 75 4.2.6 Curah Hujan .......................................................................................... 77 4.2.7 Klasifikasi Penggunaan Lahan.............................................................. 79 4.2.7 Hasil Validasi Lapangan ....................................................................... 81 4.2.8 Korelasi dan Regresi ............................................................................. 84 4.2.9 Ketelitian Klasifikasi ............................................................................ 85 4.2.10 Peta Kekeringan .................................................................................. 86
BAB V ................................................................................................................... 88 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 88
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 88 5.2 Saran ............................................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90 LAMPIRAN ......................................................................................................... 94
1.1 Uji Korelasi dan Regresi ............................................................................. 94 1.2 Variabeles Entered/Removed ...................................................................... 95
xiii
1.3 Model Summary .......................................................................................... 95 1.4 ANOVAb ..................................................................................................... 96 1.5 Coefficientsa ................................................................................................ 96 2.1 Tabel Koordinat Sampel .............................................................................. 97 3.1 Gambar Survei Lapangan .......................................................................... 100
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Spesifikasi Landsat .......................................................................... 18
Tabel 2.2 Klasifikasi NDWI ............................................................................ 24
Tabel 2.3 Klasifikasi Penggunaan Lahan terhadap Kekeringan ...................... 27
Tabel 2.4 Klasifikasi Curah Hujan terhadap Kekeringan ................................ 27
Tabel 3.1 Perbatasan Kabupaten Pringsewu .................................................... 34
Tabel 3.2 Perbatasan Kecamatan Gading Rejo ................................................ 34
Tabel 3.3 Data Penelitian ................................................................................. 36
Tabel 3.4 Nilai NDVI ....................................................................................... 43
Tabel 3.5 Klassifikasi NDWI ........................................................................... 44
Tabel 3.6 Split Window Coefficient .................................................................. 45
Tabel 3.7 Skoring Parameter Curah Hujan Tahunan ....................................... 46
Tabel 3.8 Parameter Penggunaan Lahan .......................................................... 46
Tabel 3.9 Skoring Prameter Suhu..................................................................... 46
Tabel 3.10 Skoring NDVI ................................................................................ 47
Tabel 3.11 Kebasahan ...................................................................................... 47
Tabel 3.12 Kelembaban ................................................................................... 47
Tabel 3.13 Confusion Matrix ........................................................................... 49
Tabel 4.1 Sebaran Sampel NDVI .................................................................... 55
Tabel 4.2 Klasifikasi NDWI ............................................................................ 57
Tabel 4.3 Sebaran Sampel NDWI .................................................................... 59
Tabel 4.4 Sebaran Sampel NDMI .................................................................... 62
Tabel 4.5 Sebaran Sampel LST ........................................................................ 65
Tabel 4.6 Curah Hujan mm/tahun .................................................................... 66
Tabel 4.7 Pengambilan GCP ............................................................................ 68
Tabel 4.8 Luas Kerapatan Vegetasi Tahun 2018 ............................................. 69
Tabel 4.9 Luas Kebasahan Tahun 2018 ........................................................... 71
Tabel 4.10 Luas Kelembaban Tahun 2018 ...................................................... 73
Tabel 4.11 Luas Suhu Tahun 2018 .................................................................. 75
Tabel 4.12 Curah Hujan ................................................................................... 77
Tabel 4.13 Luas Klasifikasi Lahan Tahun 2018 .............................................. 79
xv
Tabel 4.14 Sampel survei Lapangan ................................................................ 81
Tabel 4.15 Hasil Korelasi dan Regresi ............................................................. 84
Tabel 4.16 Matriks Kesalahan Klasifikasi ....................................................... 85
Tabel 4.17 Akurasi dan Kelas Kasifikasi ......................................................... 85
Tabel 4.18 Keseluruhan Akurasi Klasifikasi ................................................... 85
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komponen Utama Penginderaan Jauh ......................................... 12
Gambar 2.2 Penginderaan Jauh Sistem Pasif ................................................... 13
Gambar 2.3 Penginderaan Jauh Sistem Aktif .................................................. 14
Gambar 3.1 Letak Kecamatan Gading Rejo .................................................... 35
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian ............................................................... 37
Gambar 4.1 Panjang Gelombang TOA Band 2,3,4 .......................................... 50
Gambar 4.2Hasil Koreksi Radiometrik ............................................................ 50
Gambar 4.3 Koordinat X dan Y GCP .............................................................. 51
Gambar 4.4 RMS error yang dihasilkan dari Geometrik ................................ 52
Gambar 4.5 Klasifikasi Penggunaan Lahan ..................................................... 53
Gambar 4.6 Hasil NDVI .................................................................................. 54
Gambar 4.7 Histogram NDVI .......................................................................... 54
Gambar 4.8 Histogram Panjang Gelombang NDVI ........................................ 55
Gambar 4.9 Hasil Pengolahan NDWI .............................................................. 57
Gambar 4.10 Histogram Panjang Gelombang NDWI...................................... 58
Gambar 4.11 Histogram Panjang Gelombang NDWI...................................... 58
Gambar 4.12 Hasil Pengolahan NDMI ............................................................ 61
Gambar 4.13 Histogram Panjang Gelombang NDMI ...................................... 61
Gambar 4.14 Histogram Panjang Gelombang NDMI ...................................... 62
Gambar 4.15 Brightness 1 Suhu Landsat 8 wilayah Bandar Lampung ........... 64
Gambar 4.16 Hasil Pengolahan LST ................................................................ 64
Gambar 4.17 Perbandingan Nilai DN .............................................................. 67
Gambar 4.18 Sebaran GCP .............................................................................. 68
Gambar 4.19 Vektor Kecamatan Gading Rejo ................................................ 68
Gambar 4.20 Peta Kerapatan Vegetasi Gading Rejo ....................................... 70
Gambar 4.21 Peta Kebasahan Tanah Gading Rejo ......................................... 72
Gambar 4.22 Peta Kelembaban Tanah Gading Rejo ....................................... 74
Gambar 4.23 Peta Suhu Gading Rejo .............................................................. 76
Gambar 4.24 Peta Curah Hujan Gading Rejo .................................................. 78
Gambar 4.25 Peta Penggunaan Lahan Gading Rejo ........................................ 80
xvii
Gambar 4.26 Peta Kekeringan Gading Rejo .................................................... 87
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang kaya akan sumber daya
alamnya. Indonesia banyak mendapatkan investasi baik dari dalam maupun luar
negeri yang turut berpartisipasi dalam pembangunan wilayah di Indonesia.
Tentunya hal tersebut tidak hanya berdampak positif, namun menyisakan dampak-
dampak negatif khususnya bagi kondisi alam di Indonesia. Dengan banyaknya
pembangunan, maka secara otomatis akan mengurangi kawasan hijau, merusak
relief bumi yang alami dan bahkan bisa menyebabkan bencana alam seperti
kekeringan.
Kekeringan merupakan suatu bencana alam yang sering terjadi. Kekeringan dapat
mempengaruhi suatu tempat terutama yang berada pada iklim tropis. Kekeringan
dapat terjadi diantaranya akibat intensitas curah hujan yang berkurang.Kekeringan
terjadi akibat dari distribusi hujan tidak merata yang merupakan satu-satunya
input bagi suatu daerah. Ketidakmerataan hujan ini akan mengakibatkan di
beberapa daerah yang curah hujanya kecil akan mengalami ketidakseimbangan
antara input dan output air (Shofiyati, 2007).
Fenomena El nino dan La nina merupakan unsur iklim alam yang mempengaruhi
curah hujan dan kekeringan. Fenomena kekeringan di Indonesia terjadi karena letak
geografis indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera serta terletak di
garis khatulistiwa (Rahayu, 2011).Fenomena El-Nino yang terjadi di Indonesia
menyebabkan meningkatnya bencana kekeringan. Kekeringan merupakan
ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup,
pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh
angin Muson. El-Nino merupakan pengganggu sirkulasi angin Muson yang
berlangsung di Indonesia, sehingga menyebabkan perubahan durasi musim
2
penghujan dan musim kemarau. Fenomena El-Nino yang terjadi di Indonesia dapat
memicu kemarau panjang akibat pergeseran awal musim penghujan. El-Nino.
Pengalaman beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa penyimpangan iklim
El Nino telah menyebabkan kekeringan berkepanjangan di beberapa wilayah di
Indonesia. Fenomena tersebut telah menyebabkan kegagalan panen, penurunan
produksi pertanian secara nasional, kebakaran hutan, krisis air, dan penurunan
pendapatan petani di beberapa wilayah serta timbulnya masalahmasalah sosial dan
ekonomi di masyarakat. Kejadian kekeringan akibat pengaruh El Nino pada tahun
1994 telah mengakibatkan penurunan produksi beras nasional sebesar 3,2% (Imron,
1999), sedangkan kejadian El Nino pada tahun 1997 telah menyebabkan produksi
beras pada tahun 1997 dan 1998 merosot, sehingga pemerintah mengimpor beras
sebanyak 5,8 juta ton pada tahun 1998 untuk memenuhi kebutuhan pangan
(Saragih, 2001).
Berdasarkan Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Harianto, delapan daerah
berpotensi kekeringan yakni berada di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung
Timur, Lampung Utara, Pringsewu, Tulang bawang Barat, Pesawaran, Kota Metro,
dan Kota Bandar Lampung. Kabupaten Pringsewu termasuk dalam daerah yang
berpotensi mengalami kekeringan terutama pada kecamatan Gading Rejo dengan
luas lahan sawah dan kebun campuran yang lebih mendominasi dibanding daerah
lain yang ada di Pringsewu, oleh sebab itu diperlukan penelitian untuk mengkaji
tingkat kekeringan daerah tersebut. Sehingga untuk mendukung program
pendeteksi bencana alam kekeringan sangat diperlukan, dituntut memiliki
kecepatan dan ketepatan informasi yang lebih bersifat kuantitatif. Untuk itu
diperlukan sarana pengumpulan data dan informasi sistem produksi pertanian yang
lebih akurat dalam waktu yang secepat mungkin. Pemetan kekeringan lahan penting
dilakukan untuk mengetahui penyebab kekeringan. Salah satu hambatan besar dari
proses tersebut adalah pada tahap pemetaan sebaran kekeringan atau penyediaan
informasi kekeringan secara spasial yang uptodate atau real time. Keterbatasan
tersebut kini dapat diatasi dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Geografis. Kemajuan ilmu teknologi saat ini telah memunculkan ilmu yang mampu
membantu menganalisis bencana kekeringan menggunakan bantuan Sistem
3
Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis sebagai salah satu teknologi yang
berkembang saat ini dapat digunakan sebagai alat untuk membantu menghasilkan
data dan informasi seperti yang dimaksud, dengan menggunakan parameter-
parameter tumpang susun (overlay) untuk mengetahui seberapa besar potensi
bencana kekeringan lahan.
Penelitian ini di titik beratkan untuk mengetahui daerah rawan kekeringan
menggunakan parameter Penginderaan Jauh berupa NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index), NDWI (Normalized Difference Water Index), NDMI
(Normalized Difference Moisture Index), LST (Land Surface Temperature), Curah
hujan, Penggunaan lahan.Serta memetakan tingkat rawan kekeringan di suatu
wilayah-wilayah yang diteliti.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian tentang analisis sebaran
tingkat rawan kekeringan lahan di Kecamatan Gading Rejo pada tahun 2018, dalam
hal ini disusun dalam sebuah tugas akhir dengan judul “Analisis Tingkat Rawan
Kekeringan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 dan thermal (Studi Kasus:
Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu)”.
1.2 Rumusan Masalah Pada penelitian ini rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis hubungan antara kehijauan, kebasahan, kelembaban, curah
hujan dan thermal terhadap analisis tingkat kekeringan di wilayah Gading
Rejo.
2. Menganalisis tingkat kekeringan berdasarkan tutupan lahan dengan
memanfaatkan citra satelit Landsat 8 dan Thermal.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis hubungan antara NDVI, NDMI, NDWI, curah hujan dan
thermal terhadap kekeringan Kecamatan Gading Rejo tahun 2018.
4
2. Menganalisis tingkat kekeringan lahan berdasarkan analisis citra Landsat 8
dan thermal.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Instansi:
1. Memberikan masukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi.
2. Memberikan data estimasi produksi padi yang telah dilakukan dari hasil
penelitian ini.
3. Menyediakan peta lahan sawah dari hasil penelitian yang dapat
digunakan untuk keperluan instansi.
B. Perguruan Tinggi:
1. Memberikan masukan bagaimana cara mengolah citra satelit Landsat
dan citra satelit SPOT untuk menghitung etsimasi produksi padi.
2. Dapat digunakan sebagai bahan referensi terhadap penelitian-penelitian
selanjutnya.
C. Penulis:
1. Menambah wawasan tentang bagaimana cara menghitung estimasi
produksi padi menggunakan citra satelit SPOT dan citra satelit Landsat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan pada daerah kabupaten Pringsewu, Kecamatan
Gading Rejo di areal persawahan desa tersebut.
2. Data yang digunakan adalah Citra Landsat 8 dan Thermal wilayah Desa
Gading Rejo.
3. Software yang digunakan adalah Envi 4.5 dan ArcGIS 10.4.
1.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi lima bab, yang secara
rinci sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
5
Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai,
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan Tugas
Akhir.
BAB II TEORI DASAR
Bab ini berisi teori dasar yang diperolehkan berasal dari studi referensi yang berisi
bahasan dari sejumlah sumber acuan yang digunakan. Sumber acuan ini dapat
berupa tulisan-tulisan ilmiah yang berkaitan dengan tema. Bab II Teori dasar
menjelaskan tentang Penginderaan jauh secara umum, citra satelit Landsat,
klasifikasi tutupan lahan menggunakan metode klasifikasi terbimbing, analisis
kerapatan vegetasi menggunakan metode NDVI, Land Surface Temperature,
NDWI, NDMI dan penyebab terjadinya Kekeringan serta uji korelasi dan akurasi
yang dilakukan pada penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan tentang tahapan-tahapan penelitian dan pengolahan data,
kerangka pikir serta desain penelitian sehingga diperoleh tingkat kekeringan yang
ada di Kecamatan Gading Rejo dengan pengolahan citra satelit Landsat 8.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini data yang diperoleh beserta hasil pengolahannya akan disajikan. Data yang
disajikan dapat berupa Tabel, gambar, atau grafik. Bab ini juga mencakup analisis
atas hasil yang diperoleh dari pengolahan data.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan penutup dan berisi kesimpulan dari seluruh penelitian dan saran
untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II TEORI DASAR
2.1 Kekeringan
2.1.1 Pengertian Kekeringan Kekeringan pada dasarnya adalah kondisi kekurangan air pada daerah yang
biasanya tidak mengalami kekurangan air, sedangkan daerah yang kering adalah
daerah yang mempunyai curah hujan kecil atau jumlah bulan kering dalam setahun
lebih besar atau sama dengan delapan bulan. Menurut Kementerian Ristek (2008)
kekeringan secara umum bisa didefinisikan sebagai penguranganpesediaan air atau
kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau
volume yang diharapkan untuk jangka waktu tertentu (Raharjo, 2010).
Terjadinya peristiwa kekeringan ditandai oleh beberapa gejala antara lain:
a. Menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim.
Pengukuran kekeringan meterologis merupakan indikasi pertama adanya
kekeringan.
b. Terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan
ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, dan elevasi muka
air tanah.
c. Terjadinya kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada pase tertentu
pada suatu wilayah yang menyebabkan tanaman menjadi rusak atau
mengering.
2.1.2 Kekeringan Alamiah Jenis kekeringan ini merupakan kekeringan yang murni disebabkan oleh proses
alamiah tanpa adanya campur tangan manusia.
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekeringan
Dari data historis, kekeringan di Indonesia sangat berkaitan dengan fenomena El-
Nino Southern Osciliation (ENSO), namun ada beberapa faktor lain yang
7
mempengaruhi terjadinya kekeringan (Miftahudin, 2016), antara lain:
a. Curah hujan yang rendah
Kekeringan merupakan suatu fenomena alam yang disebabkan oleh
defisit curah hujan pada area dan periode yang luas. Kombinasi antara
defisit curah hujan dan laju evapotransporasi yang meningkat akan
menyebabkan defisit air tanah (Nyayu, 2013).
b. Suhu udara yang tinggi
Kekeringan erat kaitannya dengan berkurangnya curah hujan, suhu
udara di atas normal, kelembapan tanah rendah dan pasokan air
permukaan yang tidak mencukupi (Mujtahidin, 2014). Suhu
tinggi/panas di permukaan bumi berpengaruh pada penguapan air
dalam siklus air sedangkan suhu rendah di atmosfer menyebabkan
awan mengembun dan terjadihujan. Akan tetapi, jika suhu terus-
menerus panas, ketersediaan air berkurang karena jumlah air yang
menguap meningkat sedangkan hujan berkurang.
c. Kelembapan tanah yang rendah
Kelembapan tanah (soil moisture) adalah kandungan air dalam tanah
yang tertahan pada daerah perakaran (daerah aerasi) (Fadila, 2010).
Semakin tinggi kelembapan tanah maka persediaan air tanah akan
semakin tinggi, begitu juga sebaliknya semakin rendah kelembapan
tanah, maka semakin rendah persediaan air tanah yang ada
didalamnya.
d. Kurangnya daerah tangkapan air
Daerah Tangkapan Air (DTA) Daerah Tangkapan Air adalah suatu
kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber air
di wilayah daerah. Kurangnya daerah tangkapan air akan
menyebabkan kurangnya sumber air yang tersedia.
e. Minimnya sumber air
Sumber air sangat berkaitan dengan daerah sumber penyediaan air,
semakin banyak sumber air baik berasal dari pegunungan maupun air
tanah, maka tingkat kekeringan akan semakin rendah. Begitu juga
8
sebaliknya, semakin sedikit sumber air yang dimiliki oleh suatu
kawasan maka tingkat kerawanan terhadap kekeringannya akan
semakin tinggi.
f. Topografi
Topografi juga sangat mempengaruhi ketersediaan air, karena
berkaitan dengan curah hujan. Daerah pada zona bergunung
cenderung memiliki curah hujan lebih tinggi karena memiliki tipe
hujan orografik yang mengakibatkan curah hujan turun
denganitensitas yang tinggi. Sedangkan wilayah yang berada di
topografi perbukitan memiliki curah hujan yang lebih rendah.
g. Kurangnya kawasan hijau.
Salah satu fungsi kawasan hijau adalah untuk menjadi daerah
tangkapan air. Jadi semakin tinggi kawasan hijau, maka semakin
tinggi pula sumber air yang dimiliki kawasan tersebut.
h. Tutupan lahan
Sebaran tutupan lahan akan mempengaruhi daya serap tanah terhadap
air, tutupan lahan kawasan terbangun akan lebih sulit menyerap air
dibandingkan dengan kawasan hijau. Sehingga semakin banyak
kawasan terbangun maka tingkat kekeringan akan semakin tinggi
dibandingkan dengan kawasan yang memiliki kawasan hijau tinggi.
2.1.4 Dampak Kekeringan Pada saat ini, petani cenderung semakin bergantung pada lahan-lahan irigasi untuk
bercocok tanam. Disisi lain, berkurangnya sumber air tawar akan mengancam
persediaan pangan. Oleh sebab itu. kekeringan menjadi batu ujian terberat bagi
pertumbuhan ekonomi terutama karena pemenuhan kebutuhan. Terdapat beberapa
tipe kekeringan yang penyebabnya sesuai dengan tipe bencana tersebut, kekeringan
meteorologis merupakan kekeringan yang berhubungan dengan kurangnya curah
hujan yang terjadi berada di bawah kondisi normal dalam suatu musim. Kekeringan
hidrologis merupakan kekeringan akibat kurangnya pasokan air permukaan dan air
tanah, sedangkan kekeringan pertanian berhubungan dengan kekurangan
kandungan air didalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman
9
tertentu pada periode waktu tertentu sehingga dapat mengurangi biomassa dan
jumlah tanaman. Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman
serta hewan. Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan tanah menjadi
gundul yang pada musim hujan menjadi mudah tererosi dan banjir. Dampak dari
bahaya kekeringan mengakibatkan bencana berupa hilangnya bahan pangan akibat
tanaman pangan dan ternak mati, petani kehilangan mata pencaharian, banyak
orang kelaparan dan mati, sehingga berdampak terjadinya urbanisasi (Widiyartanto,
2004).
2.2 Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja, adalah ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsungdengan obyek,
daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan kiefer, 1994 dalam Purwadhi dan
Sanjoto, 2008:3).
Teknologi Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh (remote sensing) sering disingkat
inderaja, adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek,
daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand,
Kiefer, dan Chipman 2004). Data penginderaan jauh (citra) menggambarkan obyek
di permukaan bumi relatif lengkap, dengan ujud dan letak obyek yang mirip dengan
ujud dan letak di permukaan bumi dalam liputan yang luas. Citra penginderaan jauh
adalah gambaran suatu obyek, daerah, atau fenomena, hasil rekaman pantulan dan
atau pancaran obyek oleh sensor penginderaan jauh, dapat berupa foto atau data
digital (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
Teknologi penginderaan jauh satelit merupakan penginderaan jauh nonfotografik,
yang merupakan pengembangan dari penginderaan jauh fotografik atau
fotogrametri. Sebelum tahun 1960 penginderaan jauh fotografik yang dikenal
dengan istilah foto udara (FU), dan digunakan istilah penginderaan jauh karena
sudah menambah ke penginderaan jauh di luas sistem fotografik (Sutanto, 1986).
10
Konsep dasar penginderaan jauh terdiri atas beberapa elemen atau komponen,
meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan obyek di permukaan
bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai penggunaan data. Sistem
penginderaan jauh dimulai dari perekaman obyek permukaan bumi. Tenaga dalam
penginderaan jauh merupakan tenaga penghubung yang membawa data tentang
obyek ke sensor, dapat berupa bunyi, daya magnetik, gaya berat, dan tenaga
elektromagnetik, namun tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh untuk
mengindera bumi adalah tenaga elektromagnetik. Tenaga elektromagnetik bagi
sistem pasif barasal dari matahari, perjalanan tenaga radiasi matahari melalui
atmosfer, dan berinteraksi dengan benda di permukaan bumi. Tenaga radiasi
matahari tidak semua sampai di permukaan bumi karena sebagian diserap,
dihamburkan di atmosfer. Tenaga yang sampai di permukaan bumi sebagian
dipantulkan dan atau dipancarkan oleh permukaan bumi, dan direkam oleh sensor
penginderaan jauh. Sensor untuk melakukan perekaman data memerlukan tenaga
sebagai medianya. Sensor tersebut dapat dipasang dalam wahana pesawat terbang
maupun satelit. Sensor satelit merekam permukaan bumi, dikirimkan ke stasiun
penerima data di bumi. Stasiun bumi menerima data permukaan bumi dari satelit
dan direkam dalam pita magnetik dalam bentuk digital. Rekaman data diproses di
laboratorium pengolahan data hingga berbentuk citra penginderaan jauh, dan
didistribusikan ke berbagai pengguna.
Menurut Purwadhi (2001) pada penginderaan jauh terdapat beberapa resolusi yang
biasa digunakan sebagai parameter kemampuan sensor antara lain :
a. Resolusi Spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan,
dibedakan dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat
direkam, semakin baik resolusi spasialnya.
b. Resolusi Spektral yaitu kemampuan sistem pencitraan atau sensor optik
elektronik satelit untuk membedakan informasi atau daya pisah obyek
berdasarkan besarnya pantulan atau pancaran spektral spektrum
elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data. Semakin banyak
Band atau Band spectral suatu sensor, semakin baik resolusi spektralnya.
11
c. Resolusi Radiometrik yaitu kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi
perbedaan pantulan terkecil, atau kepekaan sensor terhadap perbedaan
terkecil kekuatan sinyal untuk mengubah intensitas pantulan atau pancaran
menjadi angka digital (digital number). Semakin kecil nilai digital number
suatu objek, semakin tinggi radiometriknya.
d. Resolusi Termal yaitu keterbatasan sensor penginderaan jauh yang
merekam pancaran tenaga termal atau perbedaan suhu yang masih dapat
dibedakan oleh sensor penginderaan jauh secara termal.
e. Resolusi Temporal yaitu kemampuan sensor untuk merekam ulang objek
yang sama. Semakin cepat suatu sensor merekam ulang objek yang sama,
semakin baik resolusi temporalnya.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh semakin meluas dalam berbagai bidang
kajian, antara lain untuk pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan, pertanian,
keteknikan, industri, perkotaan, cuaca, kelautan, hankam, kajian bencana alam,
pertambangan, kebudayaan, geopolitik, lingkungan dan lain-lain. Terjadinya
peningkatan penggunaan teknologi ini, antara lain disebabkan karena (Yohannes,
2012):
- Cakupan citra penginderaan jauh relatif luas dan lengkap dengan wujud dan
posisi objek menyerupai keadaan sebenarnya, serta rekaman data dapat
menjadi dokumentasi.
- Karakteristik objek yang tidak kasat mata, misalnya perbedaan panas akibat
kebocoran pipa dapat dideteksi melalui citra infra merah panas.
- Perekaman data dilakukan dengan periode waktu yang relatif pendek.
- Mampu memperoleh data untuk daerah yang sulit dijangkau secara
teresteris.
- Informasi multispektral, multisensor, multi temporal semakin banyak dan
resolusi spasial semakin tinggi.
2.2.1 Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh Komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur
transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk
12
mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh objek tersebut
(Sutanto 1994). Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi
elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target
dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target
kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi
elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan
diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini
kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses
interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatik dengan bantuan
komputer dan perangkat lunak pengolah citra. Gambar 2.1 dibawah ini merupakan
komponen utamasistem penginderaan jauh.
Gambar 2. 1. Komponen utama sistem penginderaan jauh
Sumber : (Yohannes 2012)
2.2.2 Sensor dan Sistem Sensor Penginderaan Jauh Sensor merekam atau mengindera gelombang elektromagnetik pantul dan hambur
dari gelombang datang, baik yang langsung secara alami, seperti contoh
penginderaan tanaman oleh sensor panjang gelombang kelompok hijau maupun
yang melalui penapisan untuk memperoleh panjang gelombang tertentu. Sistem
sensor dalam penginderaan jauh adalah serangkaian sistem yang digunakan dalam
pemanfaatan gelombang elektromagnetik pantul dan pancar dalam memperoleh
data atau informasi suatu objek (Soenarmo 2009). Sistem sensor penginderaan jauh
dibagi menjadi dua yaitu :
13
a. Sistem sensor pasif
Sistem sensor pasif adalah sistem penginderaan dengan memanfaatkan
gelombang elektromagnetik langsung yang ada di atmosfer. Transmitter
dan receiver terpisah dalam sistem sensor pasif, sensor yang digunakan
adalah gelombang elektromagnetik, cahaya tampak, dan infra merah.
Sensor mengindera gelombang cahaya tampak dan infra merah, panjang
gelombang yang digunakan berukuran micrometer (0,4 – 10 µm). Satelit
sumber daya seperti Landsat, SPOT, QuickBird, Ikonos, adalah contoh dari
sistem penginderaan jauh pasif ini. Gambar 2.2 merupakan sistem
penginderaan jauh pasif.
Gambar 2. 2. Penginderaan jauh sistem pasif
Sumber : (Budiyanto and Muzayanah 2018)
b. Sistem sensor aktif
Penginderaan jauh sistem aktif adalah penginderaan jauh yang
menggunakan energi yang berasal dari sensor tersebut. Sensor
membangkitkan energi yang diarahkan ke objek, kemudian objek
memantulkan kembali ke sensor, energi yang kembali ke sensor membawa
informasi tentang objek. Serangkaian nilai energi yang tertangkap sensor ini
disimpan sebagai basis data dan selanjutnya dianalisis. Penginderaan jauh
aktif dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari, sistem penginderaan
jauh aktif tidak tergantung pada adanya sinar matahari, karena energi
bersumber dari sensor (Budiyanto and Muzayanah 2018). Transmitter dan
receiver berada pada satu wahana dalam sistem sensor aktif. Sensor yang
14
digunakan adalah gelombang mikro, yaitu gelombang elektromagnetik yang
mempunyai ukuran panjang gelombang millimeter sampai meter
(Soenarmo 2009). Contoh dari sistem penginderaan jauh aktif ini adalah
sistem kerja radar. Radar membangkitkan energi yang diarahkan ke objek.
Energi yang sampai pada objek sebagian terpantul dan kembali ke sensor.
Sensor radar kembali menangkap energi tersebut, energi yang telah
melakukan perjalanan menuju objek. Gambar 2.3 merupakan penginderaan
jauh sistem aktif
Gambar 2. 3. Penginderaan jauh sistem aktif
Sumber : (Budiyanto and Muzayanah 2018)
Parameter yang menjadi ukuran kemampuan suatu sensor adalah resolusi, yaitu
batas kemampuan memisahkan / mengidentifikasi objek. Ada 5 (lima) jenis
resolusi yang dikenal dalam penginderaan jauh, yaitu:
Resolusi spasial, yaitu ukuran terkecil objek yang masih dapat dibedakan.
Semakin kecil ukuran objek yang dapat direkam, semakin baik kualitasnya.
Landsat TM 5 mampu merekam objek 30 x 30 meter per piksel, sedangkan
Ikonos mampu merekam objek 1 x 1 meter per piksel. Jadi, sensor Ikonos
lebih tingg resolusi spasialnya dibandingkan sensor Landsat.
Resolusi spektral, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan objek
berdasarkan besar spektrum elektromagnetik dalam perekaman data.
Landsat mampu merekam 7 Band, sedangkan SPOT multi-spektral mampu
15
merekam 3 Band. Jadi, sensor Landsat lebih tinggi resolusinya spektralnya
dibandingkan sensor SPOT.
Resolusi radiometrik, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan kekuatan
sinyal objek yang diterimanya. Makin tinggi resolusi radiometriknya, makin
peka sensor terhadap perubahan kecil sinyal yang diterimanya.
Resolusi temporal, yaitu ukuran kemampuan sensor mengidentifikasi
perbedaan kenampakan objek yang direkam pada waktu berbeda. Semakin
sering sensor merekam suatu objek sama, semakin tinggi resolusi
temporalnya. Landsat-TM melakukan pengulangan perekaman data pada
daerah sama dalam kurun waktu 17 hari, sedangkan SPOT dalam kurun
waktu 28 hari. Jadi, Landsat lebih tinggi resolusi temporalnya dibandingkan
SPOT.
Resolusi termal (panas), yaitu kemampuan sensor mengidentifikasi
perbedaan temperatur objek. Artinya, jika resolusi termal suatu sensor
0,5ᵒC, sensor tersebut mampu mengidentifikasi objek yang perbedaan
panasnya 0,5ᵒC.
2.2.3 Klasifikasi Citra Proses klasifikasi penutup lahan meliputi dua langkah : (1) mengenali objek-objek
penutup lahan (2) pemberian nama-nama piksel untuk diklasifikasi menggunakan
algoritma klasifikasi tertentu.
1. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan
sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam proses
pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak penentuan training
area hingga tahap pengklasterannya. Klasifikasi terbimbing dalam hal ini
mensyaratkan kemampuan pengguna dalam penguasaan informasi lahan
terhadap areal kajian. Proses metode supervised ini, analis terlebih dulu
menetapkan beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas
lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap
wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan lahan. Nilai-nilai
piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer sebagai
16
kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai-nilai piksel
sejenis akan dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Jadi dalam metode supervised ini analis mengidentifikasi kelas
informasi terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas
spektral yang mewakili kelas informasi tersebut (Danoedoro, 2012).
Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode supervised ini
antara lain:
Klasifikasi Kemiripan Maksimum (Maximum Likelihood)
Sistem klasifikasi ini pada dasarnya merupakan pengelompokan
piksel berdasarkan nilai pantulannya sesuai dengan daerah contoh
yang dipilih. Algoritma klasifikasi kemiripan maksimum,
diasumsikan bahwa probabilitas untuk semua kelas dipandang sama.
Faktanya, tidaksemua kelas dapat diperlakukan pada probabilitas
sama untuk dipresentasikan pada citra. Suatu gugus sampel yang
jauh lebih kecil dari gugus – gugus sampel yang lain akan
mempunyai probabilitas yang lebih kecil untuk muncul, sehinga
perlu adanya faktor pembobot untuk masing – masing kelas yang
ada. Gugus sampel yang kecil ini secara logis dapat diberi bobot
yang lebih rendah dibandingkan gugus – gugus yang lain
(Danoedoro, 2012).
2.3 Satelit Landsat 8
Landsat merupakan satelit pertama tidak berawak yang dikembangkan oleh NASA
dan dirancang secara spesifik untuk memperoleh data sumber daya bumi.
Pencitraannya dilakukan secara sistematik dan berulang. Satelit Landsat 8 telah
berhasil diluncurkan NASA pada tanggal 11 Februari 2013 lalu bertempat di
Vandenberg Air Force Base, California. Periode checkout sekitar 100 hari setelah
peluncuran memungkinkan pesawat ruang angkasa untuk melakukan manuver
orbit, sistem inisialisasi dan kalibrasi kegiatan. Data Landsat 8 akan tersedia secara
gratis (tanpa biaya) untuk di unduh melalui beberapa sumber yaitu Glovis, Earth
Explorer atau Viewer Landsat Look. Landsat 8 akan mengorbit setiap 99 menit dan
gambar seluruh bumi setiap 16 hari, mengumpulkan pada akuisisi jadwal yang
17
sama. Karakteristik dari citra Landsat 8 ini adalah menggunakan sensor
Operational Land Manager (OLI) dengan selang Band yang lebih pendek, terdapat
9 Band spektal dan 2 Band thermal. Citra Landsat 8 disinyalir memiliki akurasi
geodetik dan geometrik yang lebih baik (USGS 2013).
Landsat 8 memiliki kemampuan untuk merekam citra dengan resolusi spasial yang
bervariasi. Variasi resolusi spasial mulai dari 15 meter sampai 100 meter serta
dilengkapi oleh 11 saluran (Band) dengan resolusi spektral yang bervariasi. Landsat
8 dilengkapi dua instrumen sensor yaitu OLI dan TIRS. Landsat 8 mampu
mengumpulkan 400 scenes citra atau 150 kali lebih banyak dari Landsat 7 dalam
satu hari perekamannya. Sensor utama dari Landsat 8 adalah Operational Land
Imager (OLI) yang memiliki fungsi untuk mengumpulkan data di permukaan bumi
dengan spesifikasi resolusi spasial dan spektral yang berkesinambungan dengan
data Landsat sebelumnya. OLI didesain dalam sistem perekaman sensor push-
broom dengan empat teleskop cermin, performa signal-to-noise yang lebih baik,
dan penyimpanan dalam format kuantifikasi 12-bit. OLI merekam citra pada
spektrum panjang gelombang tampak, inframerah dekat, dan inframerah tengah
yang memiliki resolusi spasial 30 meter, serta saluran pankromatik yang memiliki
resolusi spasial 15 meter. Dua saluran spektral baru ditambahkan dalam sensor OLI
ini, yaitu saluran deep-blue untuk kajian perairan laut dan aeorosol serta sebuah
saluran untuk mendeteksi awan cirrus. Saluran quality assurance juga ditambahkan
untuk mengindikasi keberadaan bayangan medan, awan, dan lain-lain (USGS
2013). Spesikasi Band Landsat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 2.3.
18
Tabel 2.1 Spesifikasi Landsat 8 OLI
Sensor
Band
Resolusi Spasial (Meter)
Sensitif Warna
Panjang Rentang Spektrum Elektromagnetik (Mikrometer)
Fungsi
Onboard Operational Land Imager (OLI)
Band1 30 m Coastral/Aerosol 0,433-0,453 Mikrometer
Penelitian mengenai Coastral dan Aerosol
Band 2
30 m
Blue
0,450-0,515 Mikrometer
Pemetaan Batimetri, membedakan tanah dari vegetasi dan daun yang gugur
Band 3
30 m
GREEN
0,525-0,600 Mikrometer
Bagian atas dari vegetasi yang bermanfaatuntuk menilai vegetasi tersebut
Band 4
30 m
Red 0,630-0,680
Mikrometer
Membedakan vegetasi dari kemiringannya
Band 5 30 m Near-IR 0,845-0,885 Mikrometer
Menekankan isi dan tepian dari biomassa
Band 6
30 m
SWIR-1 1,560-1,660
Mikrometer
Membedakan kadar air tanah, vegetasi dan awan tipis
Band 7
30 m
SWIR-2
2,100-2,300 Mikrometer
Meningkatkan kelembabantanah, vegetasi dan awan tipis
Band 8 15 m Pan 0,500-0,680 Mikrometer
Resolusi 15 meter, gambar lebih tajam
Band 9
30 m
Cirrus 1,360-1,390
Mikrometer
Meningkatkan pendeteksi awan cirrus
Thermal Infrared Sensor (TIRS)
Band 10
100 m
LWIR-1
10,30-11,30 Mikrometer
Resolusi 100 meter, pemetaan panas bumi dan perkiraan kadar air tanah
Band 11
100 m
LWIR-2
11,50-12,50 Mikrometer
Resolusi 100 meter, meningkatkan pemetaan panas bumi dan perkiraan kadar air tanah
Sumber : Handbook Landsat 2016
Landsat 8 memiliki beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi Band-Band
yang dimiliki maupun panjang rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang
19
ditangkap. Kelebihan tersebut terletak pada warna objek di citra yang tersusun atas
3 warna dasar, yaitu Red, GREEN dan Blue (RGB), jika Band penyusun RGB
semakin banyak, maka warna-warna objek menjadi lebih bervariasi. Deteksi
terhadap awan cirrus juga lebih baik dengan dipasangnya kanal 9 pada sensor OLI,
sedangkan Band thermal (kanal 10 dan 11) sangat bermanfaat untuk mendeteksi
perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi spasial 100 m. Pemanfaatan
sensor ini dapat membedakan bagian permukaan bumi yang memiliki suhu lebih
panas dibandingkan area sekitarnya.
Kelebihan lain dari Landsat 8 adalah adanya spesifikasi baru yang terpasang pada
Band landsat ini khususnya pada Band 1, 9, 10, dan 11. Band 1 (ultra blue) dapat
menangkap panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada Band yang
sama pada landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut
atau aerosol. Band ini unggul dalam membedakan konsentrasi aerosol di atmosfer
dan mengidentifikasi karakteristik tampilan air laut pada kedalaman berbeda.
Adapun terkait dengan resolusi spasial, Landsat 8 memiliki kanal-kanal dengan
resolusi tingkat menengah, setara dengan kanal-kanal pada landsat 5 dan 7.
Umumnya kanal pada OLI memiliki resolusi 30 m, kecuali untuk pankromatik 15
m.Data spasial yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahap proses
pengolahan. Proses awal pengolahan citra dilakukan untuk mengkoreksi segala
informasi yang ada pada citra sehingga informasi yang ada dapat merepresentasikan
kondisi yang sebenarnya (Baboo & Devi, 2010). Pengolahan dasar dalam rupa
koreksi geometrik dan koreksi radiometrik dilakukan untuk mendapatkan kondisi
sesuai kenyataan citra satelit (Supriatna & Sukartono, 2002).
2.3.1 Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik adalah koreksi dasar citra yang dilakukan untuk
menghilangkan noiseyang terdapat pada citra sebagai akibat dari adanya distorsi
oleh posisi cahaya matahari, dan salah satu contoh citra satelit yang memerlukan
proses ini adalah citra Satelit Landsat (Rahayu & Candra, 2014). Koreksi
atmosferik dilakukan untuk menghilangkan kesalahan yang direkam oleh sensor
20
pada citra akibat dari pengaruh atmosferik yang diakibatkan dari partikel
diatmosfer sebagai bidang perantara pada saat akusisi data citra.
2.3.2 Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik adalah koreksi dasar citra yang dilakukan agar citra memiliki
sifat-sifat peta dalam bentuk, skala, dan proyeksi dengan cara mengembalikan
posisi masing-masing piksel pada gambar objek di permukaan bumi (LAPAN,
2015). Koreksi geometrik dalam penelitian ini adalah menggunakan metode non-
parametric, yakni dengan menggunakan hubungan polynomial antara koordinat
pada piksel citra terhadap titik koordinat yang sebenarnya (Baboo & Devi, 2010).
Tahapan yang dilakukan dalam koreksi geometrik secara non-parametric meliputi
proses rektifikasi dan resampling. Proses rektifikasi merupakan proses meletakkan
posisi pikselcitra kedalam posisi yang sebenarnya (LAPAN, 2015).
2.4 Metode Analisa Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini berupa analisis deskriptif spasial
dan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis berupa kuantitatif
berjenjang. Analisis Sistem Informasi Geografis menjawab tujuan pertama untuk
mengetahui sebaran tingkat rawan kekeringan lahan pertanian Kecamatan Gading
Rejo. Sedangkan analisis deskriptif spasial merupakan analisis yang memaparkan
tentang deskripsi sebaran spaial pemetaan tingkat rawan kekeringan lahan pertanian
di Kecamatan Gading Rejo tahun 2018 berdasarkan hasil pengolahan data yang
dilakukan. Analisis deskriptif digunakan untuk menjabarkan parameter yang
digunakan dalam pembuatan peta tingkat rawan kekeringan lahan pertanian.Segala
teknik atau pendekatan perhitungan matematis yang terkait dengan data atau layer
(tematik) keruangan dilakukan di dalam Analisis Spasial. Analisis spasial adalah
suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika
yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan hubungan atau pola-pola
yang terdapat di antara unsur-unsur geografis yang terkandung dalam data digital
dengan batas-batas wilayah studi tertentu (Prahasta, 2009).
21
2.4.1 Konsep Pengolahan Citra Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut
dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau fenomena yang
diteliti. Informasi yang didapat dari suatu penginderaan jauh merupakan hasil dari
suatu perekaman sensor yang menerima pantulan sinyal gelombang dari objek.
Karena setiap material pada permukaan bumi memiliki nilai reflektansi terhadap
gelombang yang berbeda-beda maka dapat diketahui jenis objek tersebut
berdasarkan karakteristik dari pantulan sinyal gelombang yang didapat
(Danoedoro,2016). Wahana dalam penginderaan jauh ini dapat berupa balon udara,
pesawat terbang, satelit, atau wahana lainnya. Citra sebagai suatu dataset juga bisa
dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis). Manipulasi yang
ada dapat berupa pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu
referensi geografis tertentu ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung
terlihat dari data. Di Indonesia metode analisa citra masih jarang digunakan sebagai
data awal eksplorasi panas bumi (Sutanto,1986).
Berdasarkan sumber energinya, sistem penginderaan jauh dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Sistem Pasif, dimana sistem ini adalah menggunakan sumber energi dari
tenaga matahari.
b. Sistem Aktif, dimana sistem ini menggunakan sumber tenaga buatan, yang
pada umumnya menggunakan gelombang mikro tapi dapat juga
menggunakan spektrum tampak dengan menggunakan laser.
Dalam melakukan interpretasi citra, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
antara lain (Ruhimat, 1998):
a. Rona dan warna, adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu obyek yang
terdapat pada citra yang tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan
objek, arah datangnya sinar matahari maupun waktu pengambilan gambar.
b. Bentuk, dimana bentuk yang ada merupakan konfigurasi atau kerangka
suatu objek.
c. Ukuran, dimana ukuran merupakan ciri objek yang berupa jarak, luas,tinggi
lereng dan volume.
22
d. Tekstur, dimana tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur
ini dinyatakan dengan halus, sedang, kasar.
e. Pola, dimana pola merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek
bentukan manusia dan beberapa objek ilmiah.
f. Bayangan, dimana bayangan bersifat menyembunyikan detail objek yang
berada dalam daerah gelap maupun sebagai tanda objek dengan ciri
memiliki ketinggian yang akan tampak lebih jelas.
g. Situs atau letak suatu objek terhadap objek lainnya.
h. Asosiasi, dimana asosisasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan
objek lainnya.
i. Konvergensi bukti, dimana adalah penggunaan beberapa unsur interpretasi
citra sehingga lingkupnya menjadi semakin menyempit ke arah satu
kesimpulan tertentu.
2.4.2 Analisis Spasial Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Vegetaasi yang menutup permukaan bumi secara fisik mudah dibedakan dengan
kenampakan air, tanah, dan bangunan melalui citra, karena mempunyai nilai
reflektan yang berbeda. Identifikasi terhadap vegetasi pada data citra digital pada
umumnya menggunakan gelombang (Band) merah dan inframerah dekat. Pada
kedua Band tersebut, zat hijau daun (chlorofil) pada vegetasi menunjukkan nilai
reflektan yang bervariasi. Perbedaan tersebut selain dipengaruhi oleh karakteristik
vegetasi, seperti jenis dan umur pohon, struktur daun dan tutupan kanopi, juga
dipengaruhi oleh karakter tanah dan kondisi atmosfer (Howard dan Lillesand &
Kiefer dalam Sobirin dkk, 2007).
Indeks vegetasi atau NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan
suatu tanaman. Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara Band
merah dan Band Near-Infrared Radiation (NIR) yang telah lama digunakan sebagai
indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer 1997).
Menurut Ryan (1997), perhitungan NDVI didasarkan pada prinsip bahwa tanaman
hijau tumbuh secara sangat efektif dengan menyerap radiasi di daerah spektrum
cahaya tampak (PAR atau Photosynthetically Aktif Radiation), sementara itu
23
tanaman hijau sangat memantulkan radiasi dari daerah inframerah dekat. Konsep
pola spektral di dasarkan oleh prinsip ini menggunakan hanya citra Band merah
dapat dilihat pada persamaan rumus 2.1 adalah sebagai berikut :
NDVI = (NIR – Red) / (NIR+Red) (2.1)
Keterangan :
NIR= radiasi inframerah dekat dari piksel.
Red= radiasi cahaya merah dari piksel
Nilai NDVI berkisar dari -1 (yang biasanya air) sampai +1 (vegetasi lebat). Nilai
vegetasi pada rentang 0.1 hingga 0.7, diatas nilai ini menggambarkan tinkat
kesehatan tutupan vegetasi. NDVI dapat digunakan sebagai indikator biomassa dan
tingkat kehijauan (GREENnes) relatif. Indeks atau nilai piksel yang dihasilkan
kemudian sering dijadikan ukuran kuantitatif tingkat kehijauan vegetasi. Apabila
diterapkan di wilayah kota, maka tingkat kehijauan lingkungan urban dapat
digunakan sebagai salah satu parameter kualitas lingkungan. Untuk lahan pertanian,
NDVI terkait dengan umur, kesehatan, dan kerapatan tanaman semusim, sehingga
seringkali dipakai untuk menaksir tingkat produksi secara regional.
Algoritma NDVI didapat dari rasio antara Band merah dan Band inframerah dekat
dari citra penginderaan jauh, dengan begitu indeks “kehijauan” vegetasi dapat
ditentukan. NDVI merupakan indeks rasio yang paling umum digunakan untuk
vegetasi. NDVI dihitung berdasarkan per-pixel dari selisih normalisasi antara Band
merah dan inframerah dekat pada citra.
NIR adalah Band 5 citra Landasat 8 dan Red adalah Band 4 dari citra Landsat 8.
Untuk menentukan nilai kerapatan tajuk vegetasi menggunakan hasil dari
perhitungan NDVI, kemudian nilai kelas NDVI tersebut diklasifikasi ulang
(reclass) menjadi tiga kelas, yaitu kerapatan jarang, sedang dan rapat. Indeks
vegetasi yang ditunjukkan persamaan di atas mempunyai nilai minimum yaitu yang
menunjukan bahwa kondisi wilayah tidak bervegetasi. Sebaliknya bahwa indeks
vegetasi yang memiliki nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi wilayah bervegetasi.
24
Nilai indeks vegetasi yang diperoleh dapat diklasifikasikan kembali oleh NASA
berupa pengklasifikasian warna yang merupakan wilayah bervegetasi atau tidak.
2.4.3 Analisis Spasial Normalized Difference Water Index (NDWI)
Dalam menganalisis indeks kebasahan dengan citra landsat, kanal/Band yang
digunakan adalah 4 dan 5. Band 4 termasuk dalam spektral infra merah dekat
(near)/Near Infrared (NIR) dengan panjang gelombang 0.76-0.90, kegunaan dari
Band 4 tersebut yaitu dapat membedakan jenis vegetasi yang dideteksi dan juga
aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat membatasi tubuh air dan juga
kelembaban tanah. Sedangkan Band 5 termasuk dalam inframerah sedang/middle
infrared dengan panjang gelombang 1.55-1.75, Band 5 berguna untuk
menunjukkan komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga dapat
membedakan salju dan awan. Indeks kebasahan ini juga menunjukkan normalized
difference water index (NDWI). NDWI ini dikembangkan untuk menggambarkan
badan air dari citra satelit. Dengan formula pada persamaan rumus 2.2 dibawah ini:
NDWI = GREEN-NIR / GREEN+NIR (2.2)
Keterangan:
NIR : Nilai reflektansi Band near infrare
GREEN : Nilai reflektansi Band hijau
Tabel 2.4 dibawah ini merupakan klasifikasi nilai NDWI
Tabel 2.2 Klasifikasi NDWI
Kelas Nilai NDWI Tingkat Kebasahan
1 -1< NDWI > 0 Non- Badan Air
2 0<NDWI<0.33 Kebasahan Sedang
3 0.33<NDWI<1 Kebasahan tinggi
25
2.4.4 Analisis Spasial Normalized Difference Moisture Index (NDMI) Kelembaban tanah merupakan jumlah air yang tersimpan di antara pori-pori tanah.
Kelembaban tanah sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui
permukaan tanah, transpirasi dan perkolasi. Perbedaan potensi kelembaban total
dan kemiringan antara dua titik/lokasi dalam lapisan tanah dapat menyebabkan
gerakan air dalam tanah. Air bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban
tinggi ke tempat dengan potensi kelembaban yang lebih rendah. Air akan bergerak
mengikuti lapisan tanah maupun batuan sesuai dengan arah kemiringan lapisan
formasi geologi. Kelembaban tidak selalu mengakibatkan mengakibatkan gerakan
air dari tempat basah ke tempat kering. Air dapat bergerak dari tempat kering ke
daerah basah seperti terjadinya pada proses perlokasi air tanah (Asdak,2018).
Pemantauan kondisi kelembaban akan lebih efektif dan efisien menggunakan
teknologi penginderaan jauh, teknologi ini merupakan salah satu metode yang dapat
dipergunakan karena data yang diperoleh berupa data digital dan pengukuran
mencakup daerah yang lebih terdistribusi. Normalized Difference Moisture Index
(NDMI) merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk mendeteksi
kelembaban suatu permukaan lahan. NDMI memiliki nilai tengah dari spektral yang
didapat dari gelombang elektromagnetik near infrared dan shortwave infrared
(Achmad et al., 2018). Panjang gelombang 0.76-0.90 dapat membedakan jenis
vegetasi yang dideteksi dan juga aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat
membatasi tubuh air dan juga kelembaban tanah. Panjang gelombang 1.55- 1.75,
berguna untuk menunjukkan komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban
tanah, juga dapat membedakan salju dan awan (Haikal, 2014). NDMI
diformulasikan pada persamaan 2.3: λNIR −λSWIR1 𝑁𝐷𝑀𝐼 = λNIR +λSWIR1 (2.3)
Keterangan:
λNIR = Nilai reflektansi Band near infrare
λSWIR = Nilai reflektansi Band shortwave infrared
26
2.4.5 Analisis Spasial Land Surface Temperature (LST) LST dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan
yang digambarkan dalam cakupan yang berbeda, (Farida&Krisbiantoro, 2014).
LST adalah salah satu kunci parameter di bergbagai studi lingkungan pada disiplin-
disiplin ilmu yang berbeda, seperti geologi, hidrologi, ekologi, oseanografi,
meteorologi, klimatologi, dan lain-lain (Jimenez-munoz dan sobrino, 2008).
LST merupakan salah satu parameter kunci keseimbangan energi pada permukaan
dan merupakan variabel klimatologis yang utama. LST mengendalikan fluks energi
gelomban panjang yang melalu atmosfer. Besarnya LST tergantung pada kondisi
parameter permukaan lainnya, seperti kelembaban permukaan dan tutupan serta
kondisi vegetasi. Oleh karena itu pengetahuan tentang distribusi spasial LST dan
keragaman temporalnya penting bagi pemodelan aliran yang akurat antara
permukaan dan atmosfer (Prasasti et al,2007).
2.4.6 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan berperan dalam menampung air ataupun melimpaskanya. Daerah
yang ditumbuhi banyak pepohonan akan membantudalam penyerapan air sehingga
air akan mudah ditampung dan limpasan air akan kecil sekali terjadi. Hal ini
disebabkan besarnya kapasitas serapan air oleh pepohonan dan lambatnya air
limpasan mengalir akibat tertahan oleh akar dan batang pohon. Kaitanya dalam
kekeringan, nilai skor rendah diberikan pada daerah dengan tutupan lahan
didominasi oleh pepohonan, sedangkan nilai skor tinggi untuk daerah dengan
penutup lahan minim pepohonan atau tanpa pepohonan. Pemberian nilai nol pada
tubuh air dikarenakan tubuh air dianggap tidak pernah mengalami kekeringan.
Klasifikasi masing-masing penggunaan lahan yang berkaitan dengan potensi
kekeringan dapat dilihat pada tabel 2.5.
27
Tabel 2.3 Klasifikasi penggunaan lahan terhadap kekeringan
Sumber: Fersely, 2007
2.4.7 Curah Hujan Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan
diameter 0.5 mm atau lebih. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang
terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak
mengalir. Curah hujan menjadi sangat penting dalam penelitian ini karena
merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan kondisi permukaan dalam
sudut pandang sumberdaya air. Hujan merupakan suatu masukan (input) yang akan
diproses oleh permukaan lahan untuk menghasilkan suatu keluaran (Raharjo, 2010).
Pengharkatan nilai curah hujan didasarkan dari jumlah curah hujanya. Daerah
dengan jumlah curah hujan paling kecil dapat dikatakan bahwa daerah itu akan lebih
berpengaruh terhadap kejadian kekeringan. Oleh karena itu, untukdaerah yang
mempunyai nilai curah hujan rendah akan diberi nilai skor yang lebih tinggi
daripada daerah dengan curah hujan tinggi. Adapun pengharkatan tertera pada tabel
2.6.
Tabel 2.4 Klasifikasi curah hujan terhadap kekeringan
No Curah Hujan Rata-rata (mm/hg) Skor
1 <1500 4
2 1500-200 3
3 2001-2500 2
Sumber: Fersely, 2007
No Penggunaan Lahan Nilai (Skor)
1 Hutan, badan air 1
2 Kebun campuran 2
3 Sawah 3
4 Tanah terbuka, lahan terbangun
(pemukiman)
4
28
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas
permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat
dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam
jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan
dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan
10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m2 adalah 10 liter.
Ancaman longsor biasanya dimulai pada saat jumlah intensitas curah hujan
meningkat. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan terjadinya
penguapan air pada tanah dalam jumlah yang sangat besar sehingga mengakibatkan
munculnya pori-pori tanah dan terbentuknya retakan pada permukaan tanah. Ketika
hujan, air masuk dan saat mencapai tingkat kejenuhan tanah atau air terakumulasi
di bagian dasar lereng akan menyebabkan gerakan lateral. Longsoran dapat dicegah
bila ada pepohonan di permukaannya, karena air akan diserap oleh akar tumbuhan.
Apabila tidak ada tumbuhan yang dapat mengikat tanah dan menyerap air, maka
longsor akan mudah terjadi karena ketahanan batuan/tanah penyusun lereng
menurun tajam dan menyebabkan lereng menjadi tidak stabil di sepanjang bidang
gelincir (Hardiyatmo, 2006). Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan
dalam jumlah, kecepatan, laju dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini
mempengaruhi kemampuannya untuk menimbulkan gerakan tanah (Arsyad, 2010).
Curah hujan suatu kawasan dapat dihitung dengan menggunakan rata-rata
aritmatik, poligon thiessen, dan isohyet. Peta isohyet merupakan hasil interpolasi
data curah hujan pada sejumlah pos hujan wilayah yang dipetakan (Setiawan &
Rohmat, 2011). Metode interpolasi spasial yang digunakan dalam pembuatan peta
ini diimplementasikan dalam ArcGIS yaitu IDW (Inverse Distance Weighted) (Lu
& Wong, 2008). Metode IDWmerupakan metode interpolasi konvesional yang
memperhitungkan jarak sebagai bobot. Jarak yang dimaksud adalah jarak (datar)
dari titik data (sampel) terhadap blok yang akan diestimasi sehingga, semakin dekat
jarak antara titik sampel dan blok yang akan diestimasi maka semakin besar
bobotnya, begitu juga sebaliknya (Hadi, 2013). Curah hujan rata- rata dengan
isohyet dapat dirumuskan dalam persamaan2.14:
29
𝑖1+𝑖2 𝑖2+𝑖3 𝑖𝑛+𝑖𝑛+1 𝐴1( )+𝐴2( )+⋯+𝐴𝑛( ) 𝑅= 2 2 2 𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛 (2.4)
Keterangan:
R : Curah hujan rata-rata (mm)
i1,i2,i3,…,in : Garis isohyet ke 1, 2, 3,…n, n+1
A1, A2,…,A3 : Luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1 dan 2, 2 dan 3,
…n dan n+1
2.4.8 Overlay Tipe dasar dari analisis spasial yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi
karakteristik spasial dan atribut dari penggabungan layer data adalah overlay.
Overlay atau yang dikenal dengan istilah tumpang susun merupakan proses
penyatuan dua buah data grafis atau lebih untuk memperoleh data grafis yang baru.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan proses overlay yaitu
sistem koordinat pada seluruh data maupun kesamaan skala gambar dalam
rangkaian kegiatan pengambilan kesimpulan secara spasial (Sari, 2017).
Proses overlay dapat dilakukan menggunakan beberapa metode yaitu identity,
intersect, union dan update. Proses overlay identity diterapkan antara dua buah data
grafis, batas data grafis pertama digunakan sebagai acuan batas luar overlay.
Apabila batas luar antara dua data grafis tidak sama, batas luar yang akan digunakan
adalah batas luar data grafis pertama. Metode intersect diterapkan untuk memproses
data pada wilayah yang bertampalan. Metode overlay union dilakukan dengan
menggabungkan antara dua buah data atau lebih yang menghasilkan gabungan
antara batas luar pada data pertama dengan batas luar data kedua. Metode update
merupakan jenis overlay yang sedikit berbeda. Proses overlay pada metode ini
dilakukan dengan menghapuskan informasi grafis pada coverage input, kemudian
diganti dengan informasi baru yang diberasal dari coverage up date (Sari, 2017).
2.4.9 Metode Skoring dan Pembobotan
Metode skoring adalah suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap parameter
yang akan digunakan dalam analisis. Tiap-tiap parameter terbagi atas beberapa
kelas. Pembagian kelas dari setiap parameter yang digunakan secara umum
30
disesuaikan dengan kelas parameter yang dimiliki oleh daerah yang diamati (Sari,
2017). Metode pembobotan atau disebut juga weighting adalah faktor pengali yang
besarnya sesuai dengan peranan variabel terhadap hasil ukur suatu metode yang
digunakan apabila setiap karakter memiliki peranan berbeda atau jika memiliki
beberapa parameter untuk mementukan kemampuan lahan atau sejenisnya.
Semakin besar pengaruh suatu parameter maka bobot dan nilai variable indikator
juga semakin besar (Sari, 2017). Persamaan matematis dengan cara
menggabungkan antara skoring dan pembobotan ditunjukkan pada persamaan 2.5: X = ∑𝑛(W𝑖 x Xi) 𝑖=1 (2.5) Keterangan :
X = Nilai kerawanan
Wi = Bobot untuk parameter ke-i
Xi = Skor kelas pada parameter ke-i
Nilai interval menjadi dasar dalam pengkelasan. Penentuan lebar interval masing-
masing kelas dilakukan dengan membagi sama banyak nilai-nilai yang didapat
dengan jumlah interval kelas yang ditentukan dengan persamaan 2.6: 𝐼 = 𝑅/𝑁 (2.6)
Keterangan:
I = Interval kelas
R = Selisih nilai maksimum dan nilai minimum
N = Jumlah kelas
2.4.10 Uji Akurasi Akurasi hasil interpretasi citra merupakan kesesuaian antara hasil interpretasi citra
dengan nilai yang dianggap benar. Semakin sesuai atau semakin kecil beda anatara
dua nilai tersebut berarti semakin akurat interpretasinya. Akurasi interpretasi dapat
ditingkatkan melalui dua cara, yaitu dengan mengganti sistem penginderaan jauh
yang diinterpretasi, dan dengan mengganti metodenya. Opsi yang pertama dapat
dilakukan dengan mengganti citra dengan resolusi spasialnya lebih baik. Opsi yang
kedua dapat dilakukan dengan menambah jumlah training area dan meningkatkan
strategi interpretasi. Perhitungan ketelitian klasifikasi dilakukan dengan
31
menghitung matriks kesalahan (confusion matrix) dengan menggunakan data
inspeksi lapangan (ground truth) sebagai referensi validasi. Melalui metode
confusion matrix dapat diperoleh indikator-indikator akurasi dan kesalahan pada
hasil klasifikasi (Sutanto, 2016).
2.4.11 Uji Korelasi Korelasi merupakan salah satu teknik analisis statistik yang paling banyak
digunakan oleh para peneliti. Peneliti umumnya tertarik terhadap peristiwa-
peristiwa yang terjadi dan mencoba untuk menghubungkannya, besarnya angka
korelasi disebut koefisien korelasi dinyatakan dengan lambang r.
Hubungan antara dua variabel di dalam teknik korelasi bukanlah dalam arti
hubungan sebab akibat (timbal balik), melainkan hanya merupakan hubungan
searah saja. Akibatnya, dalam korelasi dikenal penyebab dan akibatnya. Data
penyebab atau yang mempengaruhi disebut variabel bebas (independent) dan data
akibat atau yang dipengaruhi disebut variabel terikat (dependent). Variabel bebas
(independent) dilambangkan dengan huruf X atau X1, X2, X3 ... Xn (tergantung
banyaknya variabel bebas). Variabel terikat (dependent) dilambangkan dengan
huruf Y (Purnama 2014). Adapun kegunaan dari korelasi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara
variabel satu dengan yang lainnya.
b. Untuk menyatakan besarnya sumbangan variabel satu terhadap yang
lainnya yang dinyatakan dalam persen. Dengan demikian, maka r2 disebut
koefisien determinasi atau koefisien penentu. Hal ini disebabkan r2x 100%
terjadi dalam variabel terikat Y yang mana ditentukan oleh variabel X.
Pola atau bentuk hubungan antara dua (2) variabel korelasi yang terjadi antara dua
variabel yaitu, (i) korelasi linear positif (+) yaitu perubahan salah satu nilai variabel
diikuti perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang sama.
Jika nilai variabel X mengalami kenaikan, maka variabel Y akan ikut naik. Jika
nilai variabel X mengalami penurunan, maka variabel Y akan ikut turun, apabila
nilai koefisien korelasi mendekati +1 (positif satu) berarti pasangan data variabel X
dan variabel Y memiliki korelasi linear positif yang kuat/erat/sempurna. (ii)
32
Korelasi linear negative (-) yaitu perubahan salah satu nilai variabel diikuti
perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang berlawanan,
jika nilai variabel X mengalami kenaikan, maka variabel Y akan turun. Jika Nilai
variabel X mengalami penurunan, maka nilai variabel Y akan naik.Apabila nilai
koefisien korelasi mendekati -1 (negatif satu) maka hal ini menunjukan pasangan
data variabel X dan variabel Y memiliki korelasi linear negatif yang
kuat/erat/sempurna. (iii) Tidak berkorelasi (0) yaitu kenaikan nilai variabel yang
satunya bisa diikut dengan penurunan variabel lainnya atau diikuti dengan kenaikan
variabel yang lainnya. Arah hubungannya tidak teratur, bisa searah atau pun
berlawanan, apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati 0 (nol) berarti pasangan
data variabel X dan variabel Y memiliki korelasi yang sangat lemah atau
berkemungkinan tidak berkorelasi.
Persamaan regresi linier sederhana merupakan suatu model persamaan yang
menggambarkan hubungan satu variabel bebas/ predictor (X) dengan satu variabel
tak bebas/ response (Y), yang biasanya digambarkan dengan garis lurus (Yuliara
2016).
2.5 Analisis Spasial
Istilah sistem informasi geografis diartikan sebagai suatu sistem berdasarkan
komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi
geografis (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi
dan mengalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronoff, 2013).
Menurut Bakosurtanal (Badan Kordinasi dan Pemetaan Nasional) atau yang saat ini
namanya menjadi BIG (Badan Informasi Geospasial) sistem informasi geografis
adalah kumpulan yang terrorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat
lunak, data geografis dan personal yang di desain untuk memperoleh,
menyimpan,memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua
bentuk informasi yang bereferensi geospasial (Sodikin, 2015).
Pengertian lain menyebutkan bahwa sistem informasi geografis merupakan ilmu
pengetahuan yang berbasis pada perangkat lunak komputer yang digunakan untuk
memberikan data berbentuk digital dan analisis terhadap permukaan geografis bumi
33
sehingga membentuk suatu informasi keruangan yang tepat dan akurat (Agus
Suryantoro, 2012). Berdasarkan pengertian – pengertian yang telah diuraikan, dapat
disimpulkan bahwa sistem informasi geografis merupakan suatu sistem komputer
untuk mengolah informasi yang bereferensi geospasial, sistem ini terdiri dari tahap
input, proses sampai dengan output.
34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil daerah studi pada lahan sawah yang terletak di kabupaten
pringsewu kecamatan Gading Rejo provinsi Lampung. Secara geografis Pringsewu
terletak pada 104045'25"–10508'42" BT dan 508'10"-5034'27" LS seperti tabel 3.1:
Tabel 3.1 Perbatasan Kabupaten Pringsewu
Utara
Kecamatan Sendang Agung dan Kecamatan Kalirejo (Kabupaten Lampung Tengah)
Selatan Kecamatan Bulok dan Kecamatan Cukuh Balak (Kabupaten Tanggamus)
Barat
Kecamatan Pugung dan Kecamatan Air Naningan (Kabupaten Tanggamus)
Timur
Kecamatan Negeri Katon, Kecamatan Gedongtataan, Kecamatan Waylima dan Kecamatan Kedondong (Kabupaten Pesawaran)
Tabel 3.2 menjelaskan perbatasan Kecamatan Gading Rejo yang berbatasan
dengan:
Tabel 3.2 Perbatasan Kecamatan Gading Rejo
Utara
Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu dan Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran
Selatan Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran Barat Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu Timur Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran
Gadingrejo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pringsewu, Lampung,
Indonesia. Berjarak kira-kira 10 km ke arah timur Kota Pringsewu dan 35 km ke
arah barat Kota Bandar Lampung. Wilayah ini terdiri atas 23 pekon dengan
penghasilan utama dari pertanian. Penduduknya sebagian besar berasal dari Jawa,
maka banyak ditemukan pekon yang merupakan nama kota/kabupaten di Jawa
seperti Blitarejo (Blitar), Kediri (Kediri), Tulung Agung (Tulungagung),
Wonosari(Wonosari, Gunung Kidul), dan Yogyakarta (Yogyakarta). Luas lahan
sawah yang ada di Gading rejo seluas 5.930 ha (Badan Pusat Statistik, 2015).
Gambar 3.1 adalah gambar lokasi Kecamatan Gading Rejo.
35
Gambar 3.1 Letak Kecamatan Gading Rejo
Sumber: Google Earth
3.2 Data dan Alat Penelitian
3.2.1 Alat 1. Perangkat keras komputer yang digunakan untuk pemrosesan dan
pengolahan data dengan spesifikasi:
- Laptop HP
- Windows 10 pro
- Versi 1511
- OS build 10586.63
- Processor Intel(R) Core(TM) i5-2540M CPU @2.60GHz
- RAM 4,00GB
- 64-bit operating system, x64-based processor
2. Alat pengukur suhu permukaan tanah
3. GPS Handhel
4. Kamera, untuk kegiatan dokumentasi selama proses penelitian dilapangan.
5. Data SHP IndonesiaKecamatan Gading Rejo
6. Data suhu hasil analisis land temperatur surfacemeasured.
7. Software yang digunakan ENVI 4.5 digunakan untuk pengolahan data
penginderaan jauh citra Landsat 8, Arcgis 10.3.1 digunakan untuk overlay,
layout peta dan skoring.
36
3.2.2 Data Tabel 3.3 menjelaskan tentang semua data penilitian yang digunakan pada
penelitian ini.
Tabel 3.3 Data Penelitian No. Data Jenis Data Sumber Data Keperluan
1.
Landsat 8 (Resolusi 30 m)
Primer
situs Copernicus Open Access Hub
https://scihub.copernicus.eu/dhus/#/home
Tanggal akuisisi 6 Agustus 2018
Peta Penggunaanlahan Peta KerapatanVegetasi Peta KelembabanTanah Peta Kebasahan Tanah Peta Suhu
2. Peta RBI Kabupaten Pringsewu
Sekunder
Situs Badan Informasi Geospasial (BIG)
http://tanahair.indonesia.g o.id/portal-web
Batas Administrasi Peta
3.
Data curah hujan
Sekunder
UPT MKG ITERA
Tahun 2018
Peta Curah Hujan
4. Data Suhu
Sekunder UPT MKG ITERA Tahun 2018
Peta Suhu
5. Peta RBI kota Bandar Lampung (Skala 1:25000)
Sekunder
Situs Badan Informasi Geospasial (BIG)
http://tanahair.indonesia.g o.id/portal-web
Batas Administrasi Peta
37
3.3 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.2 dibawah ini merupakan diagram alir penelitian:
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian
Multi Spektral
38
3.5 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel ini merupakan bidang kajian peneliti
dalam sebuah penelitian. Disebut sebagai variabel karena bervariasi. Salah satu
contohnya adalah curah hujan, curah hujan dikatakan sebagai variabel, karena curah
hujan di masing-masing daerah memilikiperbedaaan.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yaitu variabel dari interpretasi
citra Landsat 8 dan variabel kondisi fisiografis yang berpengaruh terhadap
kekeringan.
1. Variabel dari interpretasi citra Landsat 8
Indeks vegetasi melalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan
adalah NDVI (Normalized Difference VegetationIndex).
Indeks Kelembaban melalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan
adalah NDMI (Normalized Difference MoistureIndex)
Indeks Kebasahanmelalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan
adalah NDWI (Normalized Difference WaterIndex)
Suhu melalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan adalah LST
(Land Surface Temperature).
2. Kondisi fisiografis yang berpengaruh terhadap kekeringan:
a. Curah hujan
b. Suhu
c. Penggunaan lahan
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan gambar 3.2. tahapan penelitian ini terdiri dari pengolahan data, analisis
spasial, uji validasi lapangan sehingga mencapai hasil akhir berupa peta kekeringan
lahan pertanian. Secara rinci tahapan pelaksanaan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
39
3.4.1 Studi Literatur Proses studi literatur merupakan proses untuk melakukan pencarian referensi yang
sesuai dengan penelitian. Referensi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
referensi yang terkait dengan penginderaan jauh, kekeringan lahan sawah, bencana
kekeringan, sistem informasi geografis, dalam hal ini referensi yang dibutuhkan
adalah pengolahan analisis citra satelit serta uji akurasi lapangan. Studi literatur
yang juga dibutuhkan adalah penyebab terjadinya kekeringan serta keterkaitan
antara tutupan lahan, curah hujan, kerapatan vegetasi, kelembaban, kebasahan
terhadap suhu permukaan Kota Bandar lampung. Referensi didapatkan dari buku,
dokumen – dokumen, jurnal ilmiah dan artikel resmi yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.4.2 Pengumpulan Data Pada penelitian ini data yang digunakan akan diperoleh meliputi:
1. Pengumpulan Data PenginderaanJauh.Data ini berupa citra foto dan non-
foto atau data numerik. Teknik pengambilan data penginderaan jauh berupa
citra landsat 8 yaitu dengan cara men-download dari situs resmi USGS yaitu
www.earthexplorer.us.gov. Citra landsat 8 merupakan citra dengan
perekaman pada tahun 2018.Setelah download citra, langkah selanjutnya
adalah melakukan koreksi geometrik dan radiometrik terhadap citra.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah curah hujan dan suhu Kecamatan
Gading Rejo tahun 20018 yang diperoleh dari BMKG, peta penggunaan
lahan, peta kerapatan vegetas, peta kelembaban tanah, peta kebasahan tanah
dan peta suhu permukaan Kecamatan Gading Rejo.
3. Observasi
Teknik pengumpulan data observasi sangat erat kaitannya dengan kegiatan
pengamatan dan ingatan (Sugiyono, hal 154). Kegiatan observasi berarti
kegiatan mengamati sekaligus mengingat berbagai gejala atau fenomena
alam yang menjadi kajian penelitian ini.
4. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang digunakan
40
adalahteknik random sampling. Menurut (Sugiyono, 2001) teknik simple
random sampling adalah teknik pengambilan sampel dari anggota populasi
yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu.
5. Validasi
Teknik ini digunakan untuk memvalidasi sampel dari citra Satelit Landsat 8
ke daerah yang sesuai dengan koordinat pada citra untuk mengetahui
kondisi lapangan yang sebenarnya.
6. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan peneliti untuk mendukung penelitian berupa foto-
foto mengenai kondisi lokasi penelitian serta dokumen- dokumen
pendukung lainnya yang didapat dari instansi pemerintahan kecamatan
Gading Rejo.
3.4.3 Pengolahan Citra a. Koreksi Geometrik
Koreksi radiometrik (satelite image callibration) ini digunakan untuk
mengurangi hamburan atmosfer pada citra satelit yang menyebabkan nilai
spektral citra menjadi lebih tinggi darisebenarnya (Soenarmo hal 129).
“Koreksi radiometrik dilakukan pada kesalahan-kesalahan oleh sensor dan
sistem sensor terhadap respon detektor serta pengaruh atmosfer yang
stasioner atau konstan. Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki
kesalahan atau distorsi yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan operasi
dan sensor, adanya atenuasi (penyerapan, hamburan) gelombang
elektromagnetik oleh atmosfer, variasi sudut pengambilan data (sudut
datang radiasi), variasi sudut iluminasi, sudutpantul, dan lainnya dapat
terjadi selama pengambilan, pengiriman serta perekamanan data (Sodikin,
hal 83). Maka dari itu, koreksi radiometrik sangat diperlukan untuk
mengembalikan nilai spektral citra sesuai dengan nilai sebenarnya.
Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengurangi kesalahan – kesalahan
yang disebabkan oleh sistem perekaman serta kesalahan yang diakibatkan
oleh perjalanan sinar matahari dari suatu objek ke kamera perekam melalui
41
media atmosfer. Data Band 10 dan Band 11 dikonversi dari citra mentah
atau nilai DN (digital number) ke nilai TOA Spectral Radiance
menggunakan radian rescalling factors dalam file metadata Landsat 8,
adapun perhitungannya dapat dilihat pada persamaan 3.1 adalah sebagai
berikut (Rajeshwari , et al., 2014) : Lα = ML ∗ Qcal + AL (3.1)
Keterangan:
Lα = TOA radiance (nilai pancaran)
ML = Band-specific multiplicative rescaling factor (ada di metadata)
AL = Band-specific additive rescaling factor (ada di metadata)
Qcal = DN pada setiap piksel dalam Band citra Landsat
Konversi nilai DN (digital number) menjadi reflektan di lakukan untuk
menurunkan variabilitas antar scene citra pada Band tampak. Tahap ini
dialkukan sebelum melakukan pengolahan kerapatan vehetasi (NDVI),
adapun perhitungan konversi nilai DN menjadi reflektan dapat dilihat pada
persamaan rumus 3.2 adalah sebagai berikut (Rajeshwari , et al., 2014) :
Pα = (Mp ∗ Qcal + Ap)/ sin(φ) (3.2)
Keterangan:
Pα = TOA reflectance (nilai pancaran)
Mp = Band-specific multiplicative rescaling factor (ada di metadata)
Ap = Band-specific additive rescaling factor (ada di metadata)
Qcal = DN pada setiap piksel dalam Band citra Landsat
Φ = sun elevation
b. Koreksi Geometrik
Data penginderaan jauh pada umumnya mengandung kesalahan (distorsi)
geometrik, baik sistematik maupun non-sistematik, kesalahan ini
diakibatkan oleh jarak orbit atau lintasan terhadap objek (hingga sudut
42
pandang kecil ) dan pengaruh kecepatan platform (wahana) (Soernamo,
hal 125-126). Cara sederhana untuk mengukur kesalahan (distorsi)
geometrik adalah dengan menghitung RMSerror yaitu kesalahan kuadrat
terkecil (root mean square) (Soernamo, hal 125-126).
Koreksi geometrik dilakukan untuk mengurangi kesalahan yang
disebabkan oleh gerak sapuan satelit, gerak perputaran bumi dan faktor
kelengkungan bumi yang mengakibatkan pergeseran posisi terhadap
sistem koordinat referensi. Proses koreksi geometrik dilakukan dengan
mentransformasikan posisi setiap piksel yang ada di citra terhadap objek
yang sama di permukaan bumi dengan memakai beberapa titik kontrol
tanah.
3.4.4 Klasifikasi Penggunaan Lahan Klasifikasi penggunaan lahan dihasilkan dari pengolahan Landsat 8 yang telah
terkoreksi. Klasifikasi dilakukan secara supervised classification. Tahapan awal
yang dilakukan dengan interpretasi visual untuk menentukan training area yang
kemudian diklasifikasi dengan metode maximum likehood. Teknik klasifikasi
dilakukan dengan metode kemiripan piksel (maximum likelihood) yaitu metode
pendugaan yang memaksimumkan fungsi kemiripan piksel (likelihood). Data
interpetrasi citra berupa klasifikasi piksel berdasarkan spektralnya, setiap kelas
piksel dicari kaitan antara objek atau gejala di permukan bumi. Salah satu algoritma
yang digunakan dalam klasifikasi terbimbing ini adalah algoritma Maximum
likelihood yang berdasarkan pada perhitungan probabilitas. Asumsi dari algoritma
ini adalah bahwa objek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi
normal, algoritma ini piksel dikelaskan sebagai objek tertentu karena bentuk,
ukuran dan orientasi sampel pada feature space (Danoedoro, 2012).
3.4.5 Perhitungan NDVI Band merah (red) dan Band infra merah dekat (Near-IR) pada citra satelit Landsat
digunakan untuk memperoleh nilai NDVI dengan perhitungan persamaan rumus
3.3 sebagai berikut, contoh Landsat 8 (Danoedoro, 2012) :
(3.3)
43
Keterangan :
Band 4 : Saluran merah pada Landsat 8
Band 5 : Saluran inframerah dekat pada Landsat 8
Hasil pengolahan nilai kerapatan vegetasi dapat dilakukan klasifikasi menjadi
beberapa kelas seperti yang di tetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.12/Menhut-II/2012 pada tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 3. 4 Nilai NDVI
Kelas NDVI Keterangan
1 -1 s/d -0.03 Lahan Tidak Bervegetasi
2 -0.03 s/d 0.15 Kehijauan sangat rendah
3 0.15 s/d 0.25 Kehijauan rendah
4 0.26 s/d 0.35 Kehijauan sedang
5 0.36 s/d 1.00 Kehijauan tinggi
Sumber : (Kehutanan, 2012)
3.4.6 Perhitungan NDWI NDWI ini dikembangkan untuk menggambarkan badan air dari citra satelit. Dengan
persamaanrumus 3.4 sebagai berikut:
NDWI = GREEN-NIR / GREEN+NIR (3.4)
Keterangan:
NIR : Nilai reflektansi Band near infrare
GREEN : Nilai reflektansi Band hijau
44
Klasifikasi NDWI dapat dilihat pada tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5 Klasifikasi NDWI
Kelas Nilai NDWI Tingkat Kebasahan
1 -1< NDWI > 0 Non- Badan Air
2 0<NDWI<0.33 Kebasahan Sedang
3 0.33<NDWI<1 Kebasahan tinggi
Sumber: (Kehutanan, 2012)
3.4.7 Perhitungan NDMI NDMI memiliki nilai tengah dari spektral yang didapat dari gelombang
elektromagnetik near infrared dan shortwave infrared (Achmad et al., 2018).
Panjang gelombang 0.76-0.90 dapat membedakan jenis vegetasi yang dideteksi dan
juga aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat membatasi tubuh air dan juga
kelembaban tanah. Panjang gelombang 1.55- 1.75, berguna untuk menunjukkan
komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga dapat membedakan
salju dan awan (Haikal, 2014). NDMI diformulasikan pada persamaan3.5 sebagai
berikut: λNIR −λSWIR1 𝑁𝐷𝑀𝐼 = λNIR +λSWIR1
(3.5)
Keterangan:
λNIR = Nilai reflektansi Band near infrare
λSWIR = Nilai reflektansi Band shortwave infrared
3.4.8 Perhitungan LST
Split Window Algorithm (SWA) adalah formula matematika dinamis yang mampu
menyajikan informasi suhu permukaan lahan. SWA dicetuskan Sobrino pada tahun
1996 dengan perhitunganpersamaan rumus 3.6 sebagai berikut (Rajeshwari , et al.,
2014):
45
LST = TB10 + C1 (TB10 – TB11) + C2 (TB10 – TB11)2 + C0 + (C3 +C4W) (1 − m) + (C5 + C6W) ∆m (3.6)
Keterangan :
LST : Land Surface Temperature (K)
C0 – C6 : Split Window Coefficient
TB10, TB11 : Nilai brightness temperature Band 10 dan Band 11
m : rata – rata nilai LSE Band 10 dan Band 11
W : Atmospheric Water Vapour Content = 0.013
∆m : selisih nilai LSE Band 10 dan Band 11
Adapun nilai koefisien dari split window dapat dilihat pada tabel 3.6 adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.6 Split Window Coefficient
Constant Value
C0 -0.268
C1 1.378
C2 0.183
C3 54.300
C4 -2.238
C5 -129.200
C6 16.400
Sumber : (Rajeshwari , et al., 2014)
3.4.9 Analisis Spasial
a. Metode penskoran (scoring)
Yaitu pemberian skor terhadap masing-masing kelas dalam setiap
parameter. Pemberian skor ini didasarkan pada seberapa besar pengaruh
kelas tersebut terhadap kekeringan. Semakin tinggi pengaruhnya terhadap
46
kekeringan maka skor akan semakin tinggi. Setelah pemberian skor, maka
dilakukan interval kelas potensi kekeringan dengan menjumlahkan skor
tertinggi dikurangi jumlah skor terendah dibagi dengan jumlah kelas yang
diinginkan. Adapun skor parameter curah hujan dapat dilihat melalui tabel
3.7 sebagai berikut.
Tabel 3.7 Skoring Parameter curah hujan Tahunan
Sumber: Fersely, 2007.
Untuk melihat parameter penggunaan lahan digunakan panduan skoring
yang disajikan pada tabel 3.8 sebagai berikut:
Tabel 3.8 Penggunaan Lahan
Sumber: Fersely, 2007
Parameter skoring suhu dapat dilihat 3.9 sebagai berikut:
Tabel 3.9 Parameter Skoring Suhu
Sumber: Fersely, 2007
No Parameter Kelas Nilai (Skor)
1 Curah Hujan Tahunan
(mm/tahun)
1000-2000 2
2 3000-4000 1
No Penggunaan Lahan Nilai (Skor)
1 Hutan, badan air 1
2 Kebun Campuran 2
3 Sawah, 3
4 Tanah terbuka, lahan terbangun
(pemukiman)
4
No Parameter Kelas Nilai (Skor) 1
Suhu
<150C 1 2 16-250C 2 3 26-300C 3 4 >300C 4
47
Skoring parameter suhu didasarkan pada pembagian kelas hasil analisis
Land Surface Temperature dan membagi kondisi suhu di kecamatan
Gading Rejo menjadi 4 kelas yang kemudian dibagi menjadi 4 nilai skor.
Parameter skoring NDVI dapat dilihat pada tabel 3.10 sebagai berikut:
Tabel 3.10 Skoring NDVI
Sumber: Fersely, 2007
Indeks vegetasi merupakan suatu bentuk transformasi spektral yang
diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek
kerapatan vegetasi. Kelas scoring NDVI dibagi berdasarkan hasil
pengolahan penginderaan jauh dengan membagi nilai NDVI menjadi 3
kelas yaitu tinggi (nilai NDVI 0,1299-0,2958) sedang (nilai NDVI
0,0525-0,1298) dan rendah (nilai NDVI -0,1837-0,0524).
Nilai skor kebasahan dapat dilihat pada tabel 3.11 sebagai berikut:
Tabel 3.11 Kebasahan
Sumber: Fersely, 2007
Nilai skor kelembaban dapat dilihat pada tabel 3.12 sebagai berikut:
Tabel 3.12 Kelembaban
Sumber: Fersely, 2007
No Parameter Kelas Nilai (Skor) 1
NDVI Tinggi 1
2 Sedang 2 3 Rendah 3
No Parameter Kelas Nilai (Skor) 1
Indeks Kebasahan
-0.732 s/d 0 1 2 0 s/d 0.33 2 3 0.33 s/d 1 3
No Parameter Kelas Nilai (Skor)
1 Indeks
Kelembaban
< 0.25 5 2 0.25 ≤ NDMI < 0.30 4 3 0.30 ≤ NDMI < 0.35 3 4 0.35 ≤ NDMI < 0.40 2
NDMI ≥ 0.40 1
48
3.4.10 Uji Ketelitian Interpretasi Citra. Metode ini digunakan untuk melihat ketelitian interpretasi citra, diperoleh melalui
survei lapangan dan wawancara. Uji ketelitian bertujuan untuk mengetahui
keakuratan hasil pengolahan citra dengan nilai ambang akurasi citra 85%, nilai
tersebut digunakan sebagai nilai minimum diterima atau tidaknya suatu interpretasi
citra. Pengambilan sampel menggunakan metode Random (acak) terhadap
kecamatan Gading Rejo. Adapun metode uji ketelitian interpretasi citra yang
digunakan adalah metode uji kebenaran interpretasi. Nilai keakuratan juga dapat
diperoleh melalui perhitungan membandingkan jumlah titik survei yang benar
dengan jumlah titik survei seluruhnya.
3.6 Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan berdasarkan persebaran spasial pada peta kekeringan di
kecamatan Gading Rejo pada tahun 2018. Analisis statistik digunakan untuk
mengetahui kekuatan dan bentuk pengaruh antar variabel yang diuji. Analisis
statistik yang digunakan berupa uji korelasi dan regresi linier untuk mengetahui
seberapa besar hubungan kerapatan vegetasi, kebasahan, kelembaban, suhu, curah
hujan dan tutupan lahan terhadap kekeringan.
3.7 Uji Akurasi Perhitungan ketelitian klasifikasi dilakukan dengan menghitung matriks kesalahan
(confusionmatrix) dengan menggunakan data inspeksi lapangan (ground truth)
sebagai referensi validasi. Adapun perancangan matriks konfusi adalah dengan cara
membuat tabulasi silang (crosstab) antara data hasil interpretasi (data peta) dengan
data sebenarnya (data inspeksi lapangan). Relasi antara kedua himpunan informasi
itu dicantumkan dalam suatu matriks kesalahan pada tabel 3.13 Confusion Matrix:
49
Tabel 3.13 Confusion Matrix
(Sumber: Sutanto, 2016)
Akurasi seluruh (Overall Accuracy) menunjukkan banyaknya jumlah piksel yang
terklasifikasi secara benar pada tiap kelas dibading jumlah sampel yang digunakan
untuk uji akurasi pada semua kelas. Secara matematis ditunjukkan pada persamaan
3.7. 𝑂𝐴(%) = jumlah sampel yang terklasifikasi secara benar𝑥100% (3.7) jumlah sampel uji akurasi Kesalahan omisi (omission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa kekurangan
jumlah piksel suatu kelas akibat masuknya piksel-piksel kelas tersebut ke kelasyang
lain. Sedangkan, kesalahan komisi (commission error) yaitu kesalahan klasifikasi
berupa kelebihan jumlah piksel pada suatu kelas yang diakibatkan masuknya piksel
dari kelas yang lain (Short, 1982 dalam Danoedoro, 2012). Nilai dari producer dan
user accuracy dihitung untuk tiap kelas yang ada dalam klasifikasi. Berdasarkan
matriks tersebut, maka didapatkan hasil akurasi pemetaan untuk menentukan peta
yang diolah memiliki hasil pemetaan yang baik dan sesuai dengan kondisi asli di
lapangan, sehingga peta dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Producer
Accuracy (PA) dihitung untuk mengetahui tingkat akurasi berdasarkan fakta yang
diperoleh dilapangan dengan persamaan 3.8. 𝑃𝐴(%) = jumlah sampel yang terklasifikasi secara benar𝑥100% (3.8)
jumlah sampel uji akurasi pada suatu kelas
User accuracy untuk mengetahui tingkat akurasi berdasarkan hasil pembacaan
citra yang diperoleh dengan persamaan 3.9. 𝑈𝐴(%) = jumlah sampel yang terklasifikasi secara benar𝑥100% (3.9)
jumlah sampel uji akurasi pada suatu kelas
Data Referensi Klasifikasi Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D Total
Kelas A n11 n12 n13 n14 N1 Kelas B n21 n22 n23 n24 N2 Kelas C n31 n32 n33 n34 N3 Kelas D n41 n42 n43 n44 N4
Total M1 M2 M3 M4 K
50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Koreksi Radiometrik
Koreksi atmosfer dilakukan untuk menghilangkan kesalahan yang direkam oleh
sensor pada citra akibat dari pengaruh atmosferik yang diakibatkan dari partikel
diatmosfer sebagai bidang perantara pada saat akusisi data citra.
Hasil koreksi radiometrik citra satelit landsat 8 pada wilayah kecamatan Gading
Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.
(a) (b)
Gambar 4.1 Panjang Gelombang TOA semua Band 2,3,4 setelah dikoreksi
Sumber: Pengolahan data 2019
(a) (b)
Gambar 4.2 Hasil Koreksi Radiometrik (a) sebelum, (b) sesudah
Sumber: Pengolahan data 2019
51
4.1.2 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik citra satelit Landsat dilakukan pengolahan pada software Envi
4.5 dengan menggunakan tahap registration image to map, yaitu proses koreksi
geometrik dilakukan dengan mentransformasikan posisi setiap piksel yang ada di
citra terhadap objek yang sama pada vektor yang telah didapat dari BIG. Batas
maksimal untuk toleransi dari kesalahan koreksi geometrik (RMS) adalah 0.5. Pada
koreksi geometrik citra Landsat 8 Kecamatan Gading Rejo, GCP yang dipilih ada
5 titik yang menyebar diseluruh Kecamatan Gading Rejo. Minimal pengambilan
GCP pada suatu citra adalah 5 titik. Jika pada pengambilan 5 titik GCP sudah
menghasilkan RMS error yang bagus, maka pengambilan GCP dapat dihentikan.
Tetapi jika dalam pengambilan 5 GCP belum menghasilkan RMS error yang bagus,
maka jumlah pengambilan GCP dapat ditambah sampai mendapatkan RMS error
yang bagus. Hasil RMS error yang dihasilkan pada koreksi geometrik citra Landsat
8 daerah Kecamatan Gading Rejo adalah 0.11. Hasil koreksi geometrik cita satelit
Landsat 8 tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Koordinat X dan Y GCP pada citra yang telah dikoreksi Geometrik
Sumber: Pengolahan 2019
52
Gambar 4.4 dibawah ini merupakan RMS error yang dihasilkan pada koreksi
geometrik:
Gambar 4.4 RMS error yang dihasilkan dari koreksi Geometrik
Sumber: Pengolahan 2019
4.1.3 Klasifikasi Penggunaan Lahan Klasifikasi penggunaan lahan didapatkan dari hasil pengolahan citra Landsat 8 yang
telah dikoreksi pada wilayah kecamatan Gading Rejo. Tahapan awal yang
dilakukan dengan interpretasi visual untuk menentukan training area yang
kemudian dilakukan klasifikasi dengan metode maximum likehood. Penggunaan
lahan pada Kecamatan Gading Rejo dibagi menjadi 4 kelas yaitu, Pemukiman,
sawah, kebun campuran, tubuh air.
53
Berikut adalah hasil pengolahan klasifikasi daerah kecamatan Gading Rejo
menggunakan citra Landsat 8 dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Klasifikasi Penggunaan Lahan
Sumber: Pengolahan 2019
4.1.4 Pengolahan NDVI Pengolahan NDVI digunakan untuk melihat kerapatan vegetasi yang ada di
Kecamatan Gading Rejo tahun 2018. Berikut adalah hasil pengolah NDVI wilayah
Kecamatan Gading Rejo menggunakan citra Landsat 8. Nilai rentang panjang
gelombang untuk kerapatan vegetasi NDVI adalah dari -1 sampai 1. Jika panjang
gelombang semakin mendekati angka 1, maka kerapatan vegetasi di daerah tersebut
semakin tinggi, begitu juga sebaliknya jika nilai panjang gelombang semakin
mendekati angka -1, maka kerapatan vegetasi di daerah tersebut semakin rendah.
Hasil pengolahan NDVI pada citra Landsat 8 Kecamatan Gading rejo menunjukkan
bahwa wilayah Kecamatan Gading Rejo memiliki rentang nilai NDVI min -
0.563362 dan max 0.886938.
54
Hasil pengolahan NDVI pada kecamatan Gading Rejo tahun 2018 menggunakan
citra Landsat 8 dapat dilihat pada gambar 4.6 sebagai berikut:
Gambar 4.6 Hasil NDVI pada landsat 8 kecamatan Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
Nilai hasil panjang gelombang dari NDVI citra Landsat 8 daerah kecamatan Gading
Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.7 dan 4.8 sebagai berikut:
Gambar 4.7 Histogram NDVI
Sumber: Pengolahan 2019
55
Gambar 4.8 Histogram panjang gelombang NDVI
Sumber: Pengolahan 2019
Berikut adalah tabel 4.1 sebaran sampel NDVI pada citra Landsat 8 wilayah
Gading Rejo:
Tabel 4.1 sebaran sampel NDVI
No. X Y NDVI 1. 5.375297222 105.061375 0.150998 2. 5.375841667 105.0608333 0.273526 3. 5.375297222 105.0611056 0.186819 4. 5.334861111 105.0250889 0.707669 5. 5.365530556 105.0166972 0.805811 6. 5.398913889 105.0175083 0.779312 7. 5.433925 105.0221139 0.768675 8. 5.356027778 105.0648944 0.584641 9. 5.328616667 105.030775 0.766175
10. 5.352230556 105.0261722 0.560544 11. 5.404069444 105.0375472 0.527642 12. 5.330241667 105.0727444 0.501305 13. 5.429580556 105.0581306 0.811669 14. 5.343547222 104.9855583 0.55289 15. 5.397827778 104.9836611 0.821893 16. 5.431752778 105.0686944 0.813483 17. 5.372855556 105.05975 0.36995 18. 5.372855556 105.0657083 0.52706 19. 5.362 105.0429611 0.57781 20. 5.404611111 105.0483806 0.759666
56
No. X Y NDVI 21. 5.360369444 105.0751833 0.761905 22. 5.361730556 105.0058639 0.422773 23. 5.372855556 105.058125 0.392284 24. 5.370686111 105.0359222 0.754449 25. 5.407872222 105.0058667 0.439751 26. 5.334047222 105.0199444 0.717701 27. 5.383172222 104.9972 0.461988 28. 5.378827778 105.0340278 0.417449 29. 5.362538889 105.0778917 0.749649 30. 5.378558333 104.9904306 0.22846 31. 5.375841667 105.0611056 0.262143 32. 5.4057 104.9847444 0.825275 33. 5.356302778 104.9787889 0.341831 34. 5.363358333 104.9833917 0.32709 35. 5.360913889 105.0448556 0.529749 36. 5.375297222 105.0611056 0.186819 37. 5.377197222 105.0686861 0.408991 38. 5.362813889 105.0670611 0.606 39. 5.393213889 104.9833889 0.753471 40. 5.357116667 105.0223833 0.503893 41. 5.399727778 105.0397139 0.659192 42. 5.332147222 104.9782472 0.211388 43. 5.375297222 105.0743722 0.830007 44. 5.328075 105.0277972 0.773259 45. 5.377197222 105.0594806 0.327585 46. 5.3791 105.0364639 0.371447 47. 5.340016667 105.0169667 0.804604 48. 5.391313889 105.0091139 0.791363 49. 5.405972222 104.9850139 0.791775 50. 5.358202778 105.0240083 0.581742 51. 5.360644444 104.9842028 0.468405 52. 5.34815 105.0643528 0.765895 53. 5.350875 105.0256306 0.59369 54. 5.359013889 105.063 0.492391 55. 5.375297222 105.0611056 0.186819 56. 5.376383333 105.0627306 0.258651 57. 5.372316667 105.0072194 0.766164 58. 5.401358333 105.0050528 0.75801 59. 5.392944444 105.0058667 0.811901 60. 5.359830556 105.0118222 0.793031
57
4.1.5 Pengolahan NDWI Pengolahan NDWI digunakan untuk melihat nilai kebasahan pada suatu wilayah
kecamatan Gading Rejo tahun 2018. Hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat
8 tahun 2018 pada wilayah Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.9:
Gambar 4.9 Hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8 pada wilayah kecamatan Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
Tabel 4.2 dibawah ini adalah klasifikasi NDWI:
Tabel 4.2 Klasifikasi NDWI
Kelas Nilai NDWI Tingkat Kebasahan
1 -1< NDWI > 0 Non- Badan Air
2 0<NDWI<0.33 Kebasahan Sedang
3 0.33<NDWI<1 Kebasahan tinggi
Gambar nilai panjang gelombang hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8
wilayah kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.10 dan 4.11.
58
Gambar 4.10 Histogram nilai panjang gelombang NDWI Citra satelit Landsat 8 wilayah
kecamatan Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
Gambar 4.11 Histogram nilai panjang gelombang NDWI citra satelit Landsat 8 wilayah kecamatan
Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
59
Berikut adalah tabel 4.3 sebaran sampel NDWI pada citra Landsat 8 wilayah
Gading Rejo:
Tabel 4.3 Sebaran sampel NDWI
No. X Y NDWI 1. 5.375297222 105.061375 -0.180576 2. 5.375841667 105.0608333 -0.247418 3. 5.375297222 105.0611056 -0.211824 4. 5.334861111 105.0250889 -0.599076 5. 5.365530556 105.0166972 -0.686027 6. 5.398913889 105.0175083 -0.65739 7. 5.433925 105.0221139 -0.64513 8. 5.356027778 105.0648944 -0.537717 9. 5.328616667 105.030775 -0.656075
10. 5.352230556 105.0261722 -0.500343 11. 5.404069444 105.0375472 -0.47446 12. 5.330241667 105.0727444 -0.48 13. 5.429580556 105.0581306 -0.677783 14. 5.343547222 104.9855583 -0.511463 15. 5.397827778 104.9836611 -0.70559 16. 5.431752778 105.0686944 -0.703662 17. 5.372855556 105.05975 -0.400406 18. 5.372855556 105.0657083 -0.48978 19. 5.362 105.0429611 -0.521899 20. 5.404611111 105.0483806 -0.644248 21. 5.360369444 105.0751833 -0.647894 22. 5.361730556 105.0058639 -0.413602 23. 5.372855556 105.058125 -0.38167 24. 5.370686111 105.0359222 -0.63661 25. 5.407872222 105.0058667 -0.413117 26. 5.334047222 105.0199444 -0.59595 27. 5.383172222 104.9972 -0.469806 28. 5.378827778 105.0340278 -0.396818 29. 5.362538889 105.0778917 -0.637142 30. 5.378558333 104.9904306 -0.236056 31. 5.375841667 105.0611056 -0.252165 32. 5.4057 104.9847444 -0.713055 33. 5.356302778 104.9787889 -0.337522 34. 5.363358333 104.9833917 -0.357024 35. 5.360913889 105.0448556 -0.472813
60
No. X Y NDWI 36. 5.375297222 105.0611056 -0.211824 37. 5.377197222 105.0686861 -0.368969 38. 5.362813889 105.0670611 -0.524186 39. 5.393213889 104.9833889 -0.635561 40. 5.357116667 105.0223833 -0.461411 41. 5.399727778 105.0397139 -0.581669 42. 5.332147222 104.9782472 -0.216075 43. 5.375297222 105.0743722 -0.717662 44. 5.328075 105.0277972 -0.651263 45. 5.377197222 105.0594806 -0.336917 46. 5.3791 105.0364639 -0.354928 47. 5.340016667 105.0169667 -0.696242 48. 5.391313889 105.0091139 -0.662386 49. 5.405972222 104.9850139 -0.682206 50. 5.358202778 105.0240083 -0.517957 51. 5.360644444 104.9842028 -0.431091 52. 5.34815 105.0643528 -0.647272 53. 5.350875 105.0256306 -0.503804 54. 5.359013889 105.063 -0.441282 55. 5.375297222 105.0611056 -0.211824 56. 5.376383333 105.0627306 -0.347388 57. 5.372316667 105.0072194 -0.627332 58. 5.401358333 105.0050528 -0.651881 59. 5.392944444 105.0058667 -0.682095 60. 5.359830556 105.0118222 -0.675006
4.1.6 Pengolahan NDMI
Pengolahan NDMI digunakan untuk melihat nilai kelembaban suatu wilayah
dengan menggunakan algoritma seperti persamaan rumus 4.1 sebagai berikut: λNIR −λSWIR1 𝑁𝐷𝑀𝐼 = λNIR +λSWIR1
(4.1)
Gambar hasil pengolahan NDMI citra satelit Landsat 8 tahun 2018 wilayah
kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.12 sebagai berikut.
61
Gambar 4.12 Hasil pengolahan NDMI citra satelit Landsat 8 wilayah Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
Gambar nilai panjang gelombang hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8
wilayah kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.13 dan 4.14 sebagai
berikut:
Gambar 4.13 Histogram nilai panjang gelombang NDMI citra satelit Landsat 8 wilayah kecamatan
Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
62
Gambar 4.14 Histogram nilai panjang gelombang NDMI citra satelit Landsat 8 wilayah kecamatan
Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
Berikut adalah tabel 4.4 sebaran sampel NDMI pada citra Landsat 8 wilayah
Gading Rejo:
Tabel 4.4 Sebaran sampel NDMI
No. X Y NDMI 1. 5.375297222 105.061375 -0.122349 2. 5.375841667 105.0608333 0.099145 3. 5.375297222 105.0611056 0.042711 4. 5.334861111 105.0250889 0.313501 5. 5.365530556 105.0166972 0.550871 6. 5.398913889 105.0175083 0.403068 7. 5.433925 105.0221139 0.374685 8. 5.356027778 105.0648944 0.232849 9. 5.328616667 105.030775 0.389357
10. 5.352230556 105.0261722 0.154061 11. 5.404069444 105.0375472 0.128578 12. 5.330241667 105.0727444 0.053436 13. 5.429580556 105.0581306 0.418509 14. 5.343547222 104.9855583 0.177474 15. 5.397827778 104.9836611 0.481063 16. 5.431752778 105.0686944 0.338938 17. 5.372855556 105.05975 -0.058836 18. 5.372855556 105.0657083 0.157139 19. 5.362 105.0429611 0.157691
63
No X Y NDMI 20. 5.404611111 105.0483806 0.477574 21. 5.360369444 105.0751833 0.507974 22. 5.361730556 105.0058639 -0.018138 23. 5.372855556 105.058125 -0.02218 24. 5.370686111 105.0359222 0.398776 25. 5.407872222 105.0058667 0.280459 26. 5.334047222 105.0199444 0.454474 27. 5.383172222 104.9972 0.032196 28. 5.378827778 105.0340278 0.074129 29. 5.362538889 105.0778917 0.475223 30. 5.378558333 104.9904306 0.119281 31. 5.375841667 105.0611056 0.062484 32. 5.4057 104.9847444 0.505001 33. 5.356302778 104.9787889 -0.017839 34. 5.363358333 104.9833917 -0.130792 35. 5.360913889 105.0448556 0.139149 36. 5.375297222 105.0611056 -0.080067 37. 5.377197222 105.0686861 -0.000365 38. 5.362813889 105.0670611 0.358393 39. 5.393213889 104.9833889 0.447454 40. 5.357116667 105.0223833 0.098354 41. 5.399727778 105.0397139 0.299742 42. 5.332147222 104.9782472 0.077623 43. 5.375297222 105.0743722 0.400584 44. 5.328075 105.0277972 0.43571 45. 5.377197222 105.0594806 -0.060935 46. 5.3791 105.0364639 0.0435 47. 5.340016667 105.0169667 0.537654 48. 5.391313889 105.0091139 0.381214 49. 5.405972222 104.9850139 0.476904 50. 5.358202778 105.0240083 0.33907 51. 5.360644444 104.9842028 0.042168 52. 5.34815 105.0643528 0.445254 53. 5.350875 105.0256306 0.176349 54. 5.359013889 105.063 0.075419 55. 5.375297222 105.0611056 -0.080067 56. 5.376383333 105.0627306 -0.072701 57. 5.372316667 105.0072194 0.437619 58. 5.401358333 105.0050528 0.43517 59. 5.392944444 105.0058667 0.395848 60. 5.359830556 105.0118222 0.559408
64
4.1.7 Pengolahan LST Gambar dibawah ini adalah hasil dari pengolah thermal. Sebelum diolah menjadi
LST, Citra satelit Landsat 8 diolah terlebih dahulu menjadi Brighnesst, setelah itu
masukkan algoritma LST.
Gambar hasil pengolah brightness suhu dapat dilihat pada gambar 4.15.
Thermal 1
Gambar 4.15 Brighness suhu Landsat 8 wilayah Bandarlampung
Sumber: Pengolahan 2019
Setelah didapatkan brightness, maka dapat dilanjutkan lagi pada pengolahan LST.
Berikut adalah hasil pengolahan LST pada citra Landsat 8 wilayah kecamatan
Gading Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.16.
Gambar 4.16 Hasil Pengolahan LST Landsat 8 wilayah Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
Berikut adalah tabel 4.5 sebaran sampel LST pada citra Landsat 8 wilayah Gading
Rejo:
65
Tabel 4.5 Sebaran sampel LST
No. X Y LST 1. 5.375297 105.0614 37.538147 2. 5.375842 105.0608 36.641815 3. 5.375297 105.0611 38.067932 4. 5.334861 105.0251 29.408081 5. 5.365531 105.0167 28.393646 6. 5.398914 105.0175 28.450653 7. 5.433925 105.0221 28.751892 8. 5.356028 105.0649 30.937012 9. 5.328617 105.0308 28.981995
10. 5.352231 105.0262 31.959076 11. 5.404069 105.0375 32.501953 12. 5.330242 105.0727 31.755341 13. 5.429581 105.0581 28.737793 14. 5.343547 104.9856 31.563507 15. 5.397828 104.9837 28.287994 16. 5.431753 105.0687 28.849518 17. 5.372856 105.0598 33.85376 18. 5.372856 105.0657 31.12027 19. 5.362 105.043 31.258179 20. 5.404611 105.0484 28.646027 21. 5.360369 105.0752 29.053314 22. 5.361731 105.0059 32.057129 23. 5.372856 105.0581 34.059418 24. 5.370686 105.0359 29.256226 25. 5.407872 105.0059 25.875061 26. 5.334047 105.0199 28.686646 27. 5.383172 104.9972 32.588501 28. 5.378828 105.034 32.306122 29. 5.362539 105.0779 29.055389
4.1.8 Curah Hujan Curah hujan berfungsi untuk mengetahui seberapa besar intensitas hujan di
Kecamatan Gading Rejo yang akan menetukan seberapa besar pengaruh terhadap
kekeringan di wilayah Gading Rejo.
66
Berikut adalah tabel 4.6 intensitas curah hujan di pesawaran tahun 2018:
Tabel 4.6 Curah Hujan mm/tahun
Tahun Bulan Curah Hujan
2018 Jan 220.1
2018 Feb 371.0 2018 Mar 345.0 2018 Apr 192.4 2018 Mei 143.5 2018 Jun 162.5 2018 Jul 7.0 2018 Ags 2.0 2018 Sep 23.0 2018 Okt 29.0 2018 Nov 175.0 2018 Des 140.0
4.2 Pembahasan
4.2.1 Koreksi Citra a. Radiometrik
Pada tahap koreksi citra satelit Landsat 8 ini terdapat dua tahap yaitu
radiance dan reflectance. Pada koreksi radiometrik ini terletak pada
perbedaan nilai DN (Digital Number) yang ada pada citra satelit Landsat
8. Koreksi radiometric digunakan untuk mengkonversi nilai DN
(Digital Number) yang nilai pikselnya masih diluar rentang brightness
value (0-255). Dapat dilihat pada gambar dibawah ini bahwa setelah
citra dikoreksi radiometrik, maka nilai DN pada piksel masuk dalam
rentang brightness value yaitu (0-255). Terbukti bahwa setelah
dikoreksi radiometrik, nilai DN pada piksel citra landsat 8 ini masuk
dalam rentang brightness value yaitu (0-255).
67
Gambar 4.17 dibawah ini menunjukan hasil nilai radiometrik (a)
sebelum dikoreksi, (b) radiance, (b) reflektance.
(a) (b) (c)
Gambar 4.17 Perbandingan Nilai DN pada citra sebelum dikoreksi dan setelah
dikoreksi.
Sumber: Pengolahan 2019
b. Geometrik
Koreksi Geometrik dilakukan menggunakan software ENVI 4.5 dengan
menggunakan tools image to map yang berarti koreksi dilakukan
berdasarkan peta vektor pada penelitian ini yang menggunakan peta
batas administrasi sebagai referensi dalam pengambilan GCP (Ground
Control Point).RMSE yang didapatkan adalah sebesar 0.115826. Hasil
tersebut telah masuk toleransi dan memenuhi standar RMSE yang telah
ditentukan. Standar maksimal RMSE adalah <1. Hasil koreksi
geometrik yang didapatkan pada pengambilan GCP dapat dilihat pada
tabel 4.7.
68
Tabel 4.7 Pengambilan GCP
Gambar 4.18 merupakan sebaran GCP pada Kecamatan Gading Rejo.
Gambar 4.18 Sebaran GCP Landat 8
Sumber: Pengolahan data 2019
Gambar 4.19 adalah vektor Kecamatan Gading Rejo:
Gambar 4.19 Vektor Kecamatan Gading Rejo
Sumber: BIG
Map X Map Y Image X Image Y Error X Error Y RMS 498242.00 9399067.04 6789.58 2572.6 0.0577 -0.00426 0.0717 504261.33 9411426.26 2378.61 2160.64 0.1351 -0.0996 0.1679 497874.48 9404876.07 6777.98 2378.61 -0.1058 0.078 0.1315 507461.69 9403770.18 7096.86 2415.79 0.0152 -0.0112 0.0188 507949.50 9410090.18 7112.85 2205.23 -0.1002 0.0753 0.127
Rata-rata RMSE 0.115826
69
4.2.2 Kerapatan Indeks Vegetasi
Berdasarkan pengolahan NDVI citra satelit Landsat 8 tahun 2018 pada kecamatan
Gading Rejo, bahwa kerapatan vegetasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas.
Yaitu vegetasi rendah, sedang, tinggi. Setelah itu setiap kelas akan dihitung luas
area yang dihasilkan.
Luas area kerapatan vegetasi berdasarkan hasil pengolahan NDVI citra satelit
Landsat 8 wilayah Gading Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai
berikut:
Tabel 4. 8 Luas Kerapatan Vegetasi Tahun 2018
Kerapatan Vegetasi Luas (ha) Luas (%)
Rendah 854.89 13.71 Sedang 4698.83 75.40
Tinggi 677.48 10.87
Sumber: Pengolahan data 2019
Berdasarkan tabel 4.8 hasil pengolahan NDVI kecamatan Gading Rejo tahun 2018
dapat diketahui luasan pada tiap kelas yang sudah dibuat. Kerapatan vegetasi
rendah memiliki jumlah luas area (854.89 ha), vegetasi sedang memiliki luas area
(4698.83 ha), vegetasi tinggi memiliki luas area (677.48 ha). Indeks vegetasi
dengan luasan tertinggi didominasi oleh kerapatan vegetasi sedang dan Indeks
vegetasi dengan luasan terendah didominasi oleh kerapatan vegetasi tinggi. Maka
jumlah total keseluruhan kerapatan vegetasi pada kecamatan Gading Rejo
berdasarkan pengolahan citra Landat 8 adalah (6231.21 ha). Jadi dapat disimpulkan
bahwa pada kecamatan Gading Rejo memiliki kerapatan vegetasi sedang dengan
luas area (0.469 ha).Peta Kerapatan Vegetasi dari hasil pengolahan NDVI citra
Landsat 8 kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.20.
70
Gambar 4.20 Peta Kerapatan Vegetasi kecamatan Gading Rejo
Sumber: Pengolahan 2019
71
4.2.3 Kebasahan Berdasarkan pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8 tahun 2018, maka dapat
diketahui tingkat kebasahan pada wilayah Gading Rejo. Tingkat kebasahan yang
dihasilkan diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu, kebasahan tanah rendah,
sedang, tinggi.Tabel 4.9 merupakan luas kebasahan tanah pada Kecamatan Gading
Rejo.
Tabel 4. 9 Luas Kebasahan Tahun 2018
Kebasahan Tanah Luas (ha) Luas (%)
Rendah 167.13 0.10
Sedang 5375.42 98.7
Tinggi 328.5 0.2 Sumber: Pengolahan data 2019
Dapat dilihat pada tabel 4.9 bahwa masing-masing luas area kebasahan tanah pada
kecamatan Gading Rejo yaitu, rendah (167.13 ha), sedang (5375.42), tinggi (328.5
ha). Berdasarkan gambar peta yang terlihat, bahwa luas area kebasahan tanah di
dominasi oleh kebasahan tanah sedang. Itu berarti, pada wilayah Gading Rejo tidak
terlalu kering dan juga tidak terlalu basah. Dapat diartikan kebasahan yang ada
diwilayah Gading Rejo masih termasuk tingkat sedang sehingga tidak perlu
khawatir terjadi kekeringan karna air di daerah Gading Rejo masih cukup untuk
kebutuhan sehari-hari termasuk untuk kebutuhan minum, perairan, dan sawah. Peta
kebasahan tanah dapat dilihat pada gambar 4.21.
72
Gambar 4.21 Peta Kebasahan Tanah
Sumber: Pengolahan 2019
73
4.2.4 Kelembaban Kelembaban tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh pori tanah.
Aplikasi dari penginderaan jauh dapat menganalisa kelembaban tanah pada
metode Normalized Difference Moisture Index (NDMI). Metode NDMI
memanfaatkan Band near infrared (NIR) dan shortwave infrared (SWIR) untuk
mengetahui kelembaban tanah di suatu wilayah. Band NIR dapat membedakan
jenis vegetasi yang dideteksi dan juga aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat
membatasi tubuh air dan juga kelembaban tanah. Sedangkan Band SWIR berguna
untuk menunjukkan komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga
dapat membedakan salju dan awan (Haikal,2014).
Kelembaban pada wilayah Gading Rejo dapat diketahui melalui hasil pengolahan
NDMI (Normalized Difference Temperature). Berdasarkan pengolahan NDMI
bahwa kelembaban dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu kelembaban
rendah, sedang dan tinggi. Pengolahan nilai NDMI dilakukan pada citra Landsat
8 yang telah terkoreksi secara radiometrik dan geometrik. Berdasarkan hasil
transformasi NDMI didapatkan nilai indeks kelembaban terendah -0.338943 dan
tertinggi 0.924321 seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.12. Tabel 4.10
merupakan luas lahan kelembaban Kecamatan Gading Rejo tahun 2018.
Tabel 4. 10 Luas Kelembaban Tahun 2018
Kelembaban Tanah Luas (ha) Luas (%)
Rendah 899.99 13.71 Sedang 3972.59 75.40
Tinggi 888.02 10.87
Sumber: Pengolahan data 2019
Pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa nilai kelembaban tanah rendah memiliki luas
area (899.99 ha), sedang (3972.59 ha), tinggi (888.02). Jadi jumlah total
keseluruhan luas area kelembaban tanah hasil klasifikasi citra Landsat 8 adalah
sebesar (14861.51 ha). Peta kelembaban dapat dilihat pada gambar 4.22.
74
Gambar 4.22 Peta Kelembaban Tanah
Sumber: Pengolahan 2019
75
4.2.5 Suhu Suhu pada wilayah Gading Rejo dapat diketahui melalui pengolahan LST (Land
Surface Temperature). Berdasarkan pengolahan LST terserbut, dapat diketahui
bahwa suhu permukaan tanah wilayah Gading Rejo memiliki nilai rata-rata 27˚C
sampai dengan maksimal 38˚C. Suhu tersebut tersebar kesemua wilayah yang ada
di daerah Gading Rejo. Berikut tabel Suhu yang didapatkan dari pengolahan LST
citra Landsat 8 tahun 2018. Tabel 4.11 merupakan luas suhu Kecamatan Gading
Rejo tahun 2018:
Tabel 4. 11 Luas Suhu Tahun 2018
Suhu (˚C) Luas (ha) Luas (%)
26-30 4.63 67 30-32 1.72 25.01
32-34 0.47 6.90
34-36 47.52 0.69
36-38 3.06 0.04
Sumber: Pengolahan data 2019
Berdasarkan hasil pengolahan LST pada citra Landsat 8, didapatkan nilai suhu
kecamatan Gading Rejo seperti tabel 4.11. nilai suhu 26-30 memiliki luas area (4.63
ha), suhu 30-32 (1.72 ha), suhu 32-34 (47.54 ha), suhu 34-36 (47.52 ha), suhu 36-
38 (3.06 ha). Suhu pada kecamatan Gading Rejo didominasi oleh suhu 26-30 ˚C
yang memiliki luas area (4.63 ha) yaitu sekitar 67% wilayah Gading Rejo.
Kemudian suhu terendah didominasi oleh suhu 36-38˚C yang memiliki luas area
(3.06 ha) atau sekitar 0.04% dari wilayah Kecamatan Gading Rejo. Peta suhu dapat
dilihat pada gambar 4.23 sebagai berikut:
76
Gambar 4.23 Peta Suhu
Sumber: Pengolahan 2019
77
4.2.6 Curah Hujan Curah hujan dan distribusi curah hujan akan menentukan seberapa besar pelung
terjadinya longsor dan lokasi longsor itu akan terjadi. Proses interpolasi dilakukan
untuk mendapatkan estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur,
sehingga didapatkan sebaran nilai pada seluruh wilayah. Data atribut berupa curah
hujan, koordinat stasiun hujan disimpan dalam microsoft excel untuk di proses
menjadi peta sebaran hujan atau yang biasa disebut dengan peta isohyet. Tabel 4.12
adalah data curah hujan tahun 2018.
Tabel 4.12 Curah Hujan Tahun 2018
Tahun Lokasi Stasiun Mm/hg per tahun 2018 Pesawaran 1810.5
Sumber: Pengolahan data 2019
Data curah hujan kecamatan Gading Rejo diambil dari data statiun BMKG wilayah
pesawaran, dikarenakan hanya stasiun itu yang dekat dengan wilayah kecamatan
Gading Rejo. Biasanya data curah hujan diambil dari beberapa stasiun, tetapi
khusus wilayah kecamatan Gading Rejo, data curah hujan hanya diambil dari satu
stasiun saja karena kecamatan Gading Rejo hanya satu wilayah yang lingkupnya
kecil jadi hanya diambil dari stasiun BMKG terdekat. Jadi peta yang dihasilkan
hanya satu warna yaitu dari rata-rata per tahun data curah hujan satu stasiun yaitu
stasiun BMKG wilayah pesawaran. Peta curah hujan wilayah Gading Rejo dapat
dilihat pada peta 4.25.
Berdasarkan rata-rata curah hujan per tahun pada wilayah gading rejo yaitu 1810.5
mm/hg, maka wilayah Gading Rejo termasuk dalam curah hujan dengan intensitas
sedang. Peta curah hujan dapat dilihat pada gambar 4.24 sebagai berikut:
78
Gambar 4.24 Peta Curah Hujan
Sumber: Pengolahan 2019
79
4.2.7 Klasifikasi Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kecamatan Gading Rejo dibedakan menjadi empat jenis, yaitu
pemukiman, kebun campuran, sawah, dan tubuh air. Klasifikasi dilakukan
berdasarkan pola yang terlihat pada citra. Dikarnakan citra landsat memiliki
resolusi 30m, maka banyak pola yang kurang jelas terlihat. Sebelum memproses
klasifikasi citra dengan menggunakan metode maximum likelihood, hasil training
area masing-masing kelas harus dilakukan analisis separabilitas terlebih dahulu.
Nilai separabilitas memberikan informasi mengenai rentang training area dari
setiap kelas. Nilai tersebut menentukan apakah suatu kelas layak digabungkan atau
tidak. Jika nilai rentang antar masing-masing kelas tidak terlalu jauh, maka dapat
dikatakan nilai separabilitas setiap kelas baik. Setelah dipastikan nilai separabilitas
tersebut baik, maka dilakukan proses klasifikasi dengan metode maximum
likelihood yang dilanjutkan dengan post-classification. Proses post-classification
bertujuan untuk menghilangkan piksel terasing (satu atau dua piksel) di tengah
piksel homogen. Berikut adalah tabel 4.13 hasil kelasifikasi penggunaan lahan
dengan menggunakan metode likelihood.
Tabel 4. 13 Luas Klasifikasi Penggunaan Lahan Tahun 2018
Kelembaban Tanah Luas (ha) Luas (%)
Pemukiman 1419.12 20.92 Sawah 2380.41 35.09
Kebun Campuran 2566.98 37.84
Badan Air 416.43 6.13 Sumber: Pengolahan data 2019
Berdasarkan peta tersebut dapat disimpulkan bahwa luas paling dominan di daerah
Gading Rejo adalah area kebun campuran yaitu memliki luas area (2566.98 ha)
sekitar 37% dari keseluruhan wilayah Gading Rejo. Sedangkan luas terendah yaitu
badan air yang memiliki luas area (416.43 ha) atau hanya sekitar 6.13% dari
keseluruhan wilayah Gading rejo. Kelas sawah memiliki luas area (2380.41 ha),
dan pemukiman memiliki luas area (1419.12 ha).
Peta penggunaan lahan dapat dilihat pada gambar 4.25.
80
Gambar 4.25 Peta Penggunaan Lahan
Sumber: Pengolahan 2019
81
4.2.7 Hasil Validasi Lapangan Validasi lapangan dilakukan dengan mencari titik sampel yang telah dibuat menggunakan software ArcMap dengan sampel sebanyak 79
titik sampel yang tersebar di wilayah kota Bandar Lampung. Hasil Survei lapangan tersebut ditunjukkan pada tabel 4.14 sebagai berikut:
Tabel 4.14 Sampel Survei Lapangan
No. Koordinat Parameter Tutupan Lahan X Y LST NDVI NDWI NDMI Citra Lapangan
1 5.375297222 105.061375 37.538147 0.150998 -0.180576 -0.122349 TA TA 2 5.375841667 105.0608333 36.641815 0.273526 -0.247418 0.099145 P P 3 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 0.042711 TA TA 4 5.334861111 105.0250889 29.408081 0.707669 -0.599076 0.313501 KC KC 5 5.365530556 105.0166972 28.393646 0.805811 -0.686027 0.550871 KC KC 6 5.398913889 105.0175083 28.450653 0.779312 -0.65739 0.403068 KC KC 7 5.433925 105.0221139 28.751892 0.768675 -0.64513 0.374685 S S 8 5.356027778 105.0648944 30.937012 0.584641 -0.537717 0.232849 P P 9 5.328616667 105.030775 28.981995 0.766175 -0.656075 0.389357 KC KC
10 5.352230556 105.0261722 31.959076 0.560544 -0.500343 0.154061 S S 11 5.404069444 105.0375472 32.501953 0.527642 -0.47446 0.128578 S S 12 5.330241667 105.0727444 31.755341 0.501305 -0.48 0.053436 S S 13 5.429580556 105.0581306 28.737793 0.811669 -0.677783 0.418509 KC KC 14 5.343547222 104.9855583 31.563507 0.55289 -0.511463 0.177474 P P 15 5.397827778 104.9836611 28.287994 0.821893 -0.70559 0.481063 KC KC 16 5.431752778 105.0686944 28.849518 0.813483 -0.703662 0.338938 KC KC 17 5.372855556 105.05975 33.85376 0.36995 -0.400406 -0.058836 TA TA
82
No. X Y LST NDVI NDWI NDMI Citra Lapangan 18 5.372855556 105.0657083 31.12027 0.52706 -0.48978 0.157139 P P 19 5.362 105.0429611 31.258179 0.57781 -0.521899 0.157691 S S 20 5.404611111 105.0483806 28.646027 0.759666 -0.644248 0.477574 KC KC 21 5.360369444 105.0751833 29.053314 0.761905 -0.647894 0.507974 KC KC 22 5.361730556 105.0058639 32.057129 0.422773 -0.413602 -0.018138 S S 23 5.372855556 105.058125 34.059418 0.392284 -0.38167 -0.02218 TA TA 24 5.370686111 105.0359222 29.256226 0.754449 -0.63661 0.398776 KC KC 25 5.407872222 105.0058667 25.875061 0.439751 -0.413117 0.280459 TA S 26 5.334047222 105.0199444 28.686646 0.717701 -0.59595 0.454474 KC P 27 5.383172222 104.9972 32.588501 0.461988 -0.469806 0.032196 S S 28 5.378827778 105.0340278 32.306122 0.417449 -0.396818 0.074129 S S 29 5.362538889 105.0778917 29.055389 0.749649 -0.637142 0.475223 S S 30 5.378558333 104.9904306 24.676147 0.22846 -0.236056 0.119281 TA TA 31 5.375841667 105.0611056 37.389313 0.262143 -0.252165 0.062484 TA TA 32 5.4057 104.9847444 27.7435 0.825275 -0.713055 0.505001 KC S 33 5.356302778 104.9787889 34.039825 0.341831 -0.337522 -0.017839 S S 34 5.363358333 104.9833917 34.685669 0.32709 -0.357024 -0.130792 S S 35 5.360913889 105.0448556 31.34845 0.529749 -0.472813 0.139149 P P 36 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 TA TA 37 5.377197222 105.0686861 34.654999 0.408991 -0.368969 -0.000365 S S 38 5.362813889 105.0670611 29.415863 0.606 -0.524186 0.358393 S S 39 5.393213889 104.9833889 28.192505 0.753471 -0.635561 0.447454 KC KC 40 5.357116667 105.0223833 31.653473 0.503893 -0.461411 0.098354 S S
83
No. X Y LST NDVI NDWI NDMI Citra Lapangan 41 5.399727778 105.0397139 30.378754 0.659192 -0.581669 0.299742 S KC 42 5.332147222 104.9782472 25.719696 0.211388 -0.216075 0.077623 TA - 43 5.375297222 105.0743722 28.776001 0.830007 -0.717662 0.400584 KC KC 44 5.328075 105.0277972 28.88678 0.773259 -0.651263 0.43571 TA - 45 5.377197222 105.0594806 34.249603 0.327585 -0.336917 -0.060935 P P 46 5.3791 105.0364639 34.406281 0.371447 -0.354928 0.0435 TA - 47 5.340016667 105.0169667 28.555054 0.804604 -0.696242 0.537654 KC S 48 5.391313889 105.0091139 29.533936 0.791363 -0.662386 0.381214 KC KC 49 5.405972222 104.9850139 27.920502 0.791775 -0.682206 0.476904 P P 50 5.358202778 105.0240083 31.621185 0.581742 -0.517957 0.33907 S - 51 5.360644444 104.9842028 33.5755 0.468405 -0.431091 0.042168 KC - 52 5.34815 105.0643528 29.114685 0.765895 -0.647272 0.445254 S S 53 5.350875 105.0256306 30.833496 0.59369 -0.503804 0.176349 KC - 54 5.359013889 105.063 32.772552 0.492391 -0.441282 0.075419 S P 55 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 P P 56 5.376383333 105.0627306 36.421112 0.258651 -0.347388 -0.072701 TA - 57 5.372316667 105.0072194 28.830261 0.766164 -0.627332 0.437619 S KC 58 5.401358333 105.0050528 28.971985 0.75801 -0.651881 0.43517 KC - 59 5.392944444 105.0058667 28.625763 0.811901 -0.682095 0.395848 P KC 60 5.359830556 105.0118222 27.885773 0.793031 -0.675006 0.559408 P P
84
Keterangan
P : Pemukiman
S : Sawah
KC: Kebun Campuran
TA: Tubuh air
4.2.8 Korelasi dan Regresi Berdasarkan hasil korelasi dan regresi antara parameter NDVI, NDMI, NDWI,
dan LST yang diolah oleh software spss dapat dilihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15 Hasil Korelasi dan Regresi
Model Summary
Model
R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 0,781a 0,610 0,589 2,08577
85
4.2.9 Ketelitian Klasifikasi Hasil uji klasifikasi berupa matriks kesalahan klasifikasi, perhitungan kesalahan
omisi dan komisi. Hasil uji ketelitian klasifikasi ditampilkan pada tabel 4.16 sebagai
berikut:
Tabel 4. 16 Matriks Kesalahan Klasifikasi
Keterangan
P : Pemukiman
S : Sawah
KC: Kebun Campuran
TA: Tubuh air
Tabel 4.17 adalah akurasi dari kelas klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 4. 17 Akurasi dari Kelas Klasifikasi
No Kelas Akurasi Kelas% 1 P 90 2 S 82.35 3 KC 81.25 4 TA 88.88
Tabel 4.18 adalah hasik dari akurasi keseluruhan klasidikasi:
Tabel 4. 18 Keseluruhan Akurasi Klasifikasi
No Total Pixel 60
1 Total Pixel Benar 52
2 Overall Accuracy % 86,66
Berdasarkan tabel 4.16 dapat disimpulkan bahwa kolom diagonal berwarna merah
menunjukkan nilai kelas benar hasil validasi dan menghasilkan 52 sample benar
No Kelas Aktual di Lapangan
Terhitung Estimasi P S KC TA Total
1 P 9 0 1 0 10 2 S 1 14 2 0 17 3 KC 1 2 13 0 16 4 TA 0 1 0 8 9 5 Total 0 0 0 52
86
dari total sample yang digunakan keseluruhan sebanyak 60 sample. Matriks
kesalahan klasifikasi menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar 86,66%.
4.2.10 Peta Kekeringan
Peta kekeringan wilayah Gading rejo dapat dibuat berdasarkan beberapa parameter
yaitu NDVI, NDMI, NDWI, LST, dan Curah hujan. Setelah semua parameter
tersebut sudah diolah, maka tahap selanjutnya adalah overlay. Metode overlay
dilakukan dengan menggabungkan antara dua buah data atau lebih yang
menghasilkan gabungan antara batas luar pada data pertama dengan batas luar data
kedua. Setelah overlay, kemudian dilanjutkan dengan metode skoring. Metode
skoring adalah suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap parameter yang
akan digunakan dalam analisis. Tiap-tiap parameter terbagi atas beberapa kelas.
Pembagian kelas dari setiap parameter yang digunakan secara umum disesuaikan
dengan kelas parameter yang dimiliki oleh daerah yang diamati (Sari, 2017).
Skoring pada masing-masing parameter tergantung pada bobot yang diberikan
untuk menghasilkan peta kekeringan. Jadi setiap parameter memiliki skor yang
berbeda beda. Setelah skoring, hasil peta kekeringan akan muncul sesuai dengan
skor yang telah diberikan. Peta kekeringan diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu
kekeringan rendah, sedang dan tinggi. Masing-masing luas kelas area kekeringan
tersebut adalah rendah sebesar (557.80 ha), sedang (5331.66 ha), tinggi (985.62 ha).
Jadi kelas kekeringan rendah lebih dominan karena memiliki luas wilayah yang
lebih luas dari area kelas sedang dan tinggi. Kelas kekeringan tinggi memiliki luas
area paling sedikit dibanding dengan kelas lainnya.
Berdasarkan hasil peta kekeringan wilayah Kecamatan Gading Rejo tersebut, dapat
diketahui bahwa, tingkat kekeringan pada Kecamatan Gading Rejo termasuk dalam
tingkat sedang. Karena area yang lebih dominan adalah kelas sedang yaitu (5331.66
ha). Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu hasil NDVI, NDMI, NDWI, LST,
dan curah hujan. Jika dilihat dari hasil parameter tersebut, peta kekeringan yang
didapat adalah tingkat kekeringan sedang. Peta kekeringan dapat dilihat pada
gambar 4.26.
Gambar 4.26 Peta Kekeringan
Sumber: Pengolahan 2019
88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Hubungan antara NDVI, NDMI, NDWI dan termal sangat berpengaruh
terhadap analisis tingkat kekeringan di wilayah Gading Rejo. Dalam
penelitian ini digunakan citra satelit Landsat 8 untuk mengolah NDVI,
NDMI, NDWI dan termal. NDVI atau indeks vegetasi digunakan untuk
mengetahui tingkat kerapatan vegetasi yang ada diwilayah Gading Rejo
yang memiliki nilai NDVI -1 sampai 1. Semakin nilai NDVI mendekati 1
maka, kerapatan vegetasinya semakin tinggi. NDMI atau indeks
kelembaban digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban tanah yang
ada di wilayah Gading Rejo. NDWI digunakan untuk mengetahui tingkat
kebasahan tanah. Thermal digunakan untuk mengetahui suhu yang ada di
wilayah Gading Rejo.
2. Pengolahan klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan pola yang terlihat
dengan menggunakan metode maximum likelihood, didapatkan bahwa
penggunaan lahan di wilayah Gading Rejo terbagi menjadi 4 kelas yaitu,
Pemukiman, sawah, kebun campuran, dan tubuh air. Luas masing-masing
kelas penggunaan lahan tersebut yaitu pemukiman (1419.12 ha), sawah
(2380.41 ha), kebun campuran (2566.98 ha), dan badan air (416.43 ha).
3. Berdasarkan pengolahan citra landsat 8 dari parameter yang telah
ditentukan, maka dapat dihasilkan peta kekeringan wilayah Gading Rejo
yang terbagi menjadi 3 kelas yaitu, rendah, sedang dan tinggi. Masing-
masing luas kelas area kekeringan tersebut adalah rendah sebesar (557.80
ha), sedang (5331.66 ha), tinggi (985.62 ha). jadi kelas kekeringan rendah
lebih dominan karena memiliki luas wilayah yang lebih luas dari area kelas
sedang dan tinggi. Kelas kekeringan tinggi memiliki luas area paling sedikit
dibanding dengan kelas lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa wilayah
Gading Rejo memiliki tingkat kekeringan yang rendah.
89
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat saran sebagai
berikut:
1. Penggunaan resolusi spasial yang tinggi pada citra akan meningkatkan
akurasi pada pengolahan citra digital dan mempermudah klasifikasi citra.
2. Meningkat kan akurasi peta kekeringan dengan menambahkan parameter
berupa jenis jenis tanah, drainasse, kemiringan lereng.
90
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Erna Sri. “Tinjauan Metode Deteksi Parameter Kekeringan Berbasis
Data Penginderaan Jauh” Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Penginderaan Jauh. Jakarta: Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN), 2014.
Tahun 2015 BMKG. Press Release Kekeringan 2018.
BNPB. “Buku Risiko Bencana Indonesia”, Jakarta: BNPB, 2016.
BMKG. Press Release Kekeringan 2015. (www.bmkg.go.id) diakses pada tanggal
8 juli 2019.
Danoedoro, P. (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Andi Offset.
Fadila Muchsin, “Estimasi Kelembapan Tanah Skala Regional (Studi Kasus
Wilayah Kabupaten Subang), Tesis pada Departemen Geografi
Universitas Indonesia (Depok, 2010).
Fersely, 2007 dalam Dzulfikar Habibi, Deteksi Potensi Kekeringan Berbasis
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Klaten,
2013.
Haikal, Teungku. 2014. Analisis Normalized Difference Wetness Index dengan
Menggunakan Data Citra Landsat 5 TM (Studi Kasus: Provinsi Jambi
Path/Row: 125:61). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Imron, M., (1999). Kebijaksanaan Nasional Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air
dan Lingkungan, Makalah Utama dalam Seminar Sehari Kebutuhan Air
Bersih dan Hak Azasi Manusia, Masyarakat Hidrologi Indonesia –
Panitia Nasional Program Hidrologi – HATHI, Jakarta.
Jamil, Dzulfikar Habibi. “Deteksi Potensi Kekeringan Berbasis Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Klaten”. Skripsi pada Strata
1 Universitas Negeri Semarang. Semarang: UNS,2013.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/19600121
1985032-ENOK_MARYANI/GEOGRAFI.pdf. Bandung: Upi, 2006
Miftahudin. “Analisis Spasial Indeks Kekeringan di Wilayah Kabupaten Subang”.
Skripsi pada Strata 1 Institut Pertanian Bogor. 2016. tidak dipublikasikan.
91
Miranti, Identifikasi Lahan Pertanian Rawan Kekeringan dengan Metode Sistem
Informasi Geografis, 2011.
Muhammad Iid Mujtahidin, Analisis Spasial Indeks Kekeingan di Kabupaten
Indramayu. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 15 No. 2, 2014. h. 99.
Mujtahidin, Muhammad Iid. Analisis Spasial Indeks Kekeringan Kabupaten
Indramayu. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Volume 15 Nomor 2. 2014.
Nyayu Fatimah Zahroh, “Karakteristik Kekeringan Hidrologi di Beberapa
DaerahAliran Sungai di Pulau Jawa” dalam Skripsi pada Departemen
Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor,(Bogor, 2013)
h.2 (http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/65891) diakses
pada tanggal 7 Juli 2019.
Purnama , L. (2014). Studi Korelasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. “Analisis Potensi Kekeringan di Beberapa
Wilayah Indonesia pada Musim Kemarau 2015”. diakses pada
pusfatja.lapan.go.id pada tanggal 26 November 2016, 2015.
Purwadhi, Sri H dan Tjaturrahono BS. 2008. Pengantar Interpretasi Citra
Penginderaan Jauh. Semarang: Unnes dan Lapan.
Riswanto, Eris. “Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan
Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan”.
Skripsi Strata 1 pada Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor: IPB, 2009.
Raharjo, P. D. (2011). Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
untuk Identifikasi Potensi Kekeringan. MAKARA of Technology Series,
14(2).
Rahayu, S.P. 2011. Penyebab Kekeringan Dan Upaya
Penanggulangannya.http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail
/3705. Diakses pada 8 Juli 2019.
Rajeshwari, A., & Mani, N. D. (2014). Estimation of Land Surface Temperature of
Dindigul District Using Landsat 8 Data. International Journal of Research
in Engineering and Technology (IJRET) , 122-126.
92
Saragih, B., (2001). Mengantisipasi Penyimpangan Iklim El-Nino Serta
Implementasi Kebijakan Sektor Pertanian. Makalah Seminar Antisipasi
El-Nino Tanggal 21 Februari 2001. PERAGI. Bogor.
Sari, M. I. (2017). HUBUNGAN ANTARA VARIASI SPATIO-TEMPORAL PULAU
PANAS DENGAN NILAI INDEKS VEGETASI MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT 8 OLI/TIRS DI KABUPATEN SLEMAN . Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Geografi, UNY.
Setiawan, Arief Chandra. “Analisis Wilayah Rawan Kekeringan untuk
Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Pada Gogo di Sulawesi
Tenggara”. Skripsi pada Strata 1 Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB,
2000.
Shofiyati, Rizatus dan Dwi Kuncoro G.P. Inderaja untuk Mengkaji Kekeringan di
Lahan Pertanin (Remote sensing for drought Assesment on Agricultural
Land). Informatika Pertanian, Volume 16, 2007.
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek
dengan Er Mapper dan Arc View. Yogyakarta: Sibuku Media, 2015.
Soenarmo, Sri Hartati. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi
Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: ITB Bandung, 2009.
Subyantoro, Arief dan FX. Suwarto. Metode dan Teknik Penelitian
Sosial.Yogyakarta: Andi, 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta,2006.
Suryantoro, Agus. Integrasi Aplikasi Sistem Informasi Geografis: Dukungan
Bahasa Pemrograman dan Basis data Relational dalam Penyusunan
Program Aplikasi Berbasis SIG. Malang: Ombak, 2012.
Sutanto, A., Trisakti, B., dan Arimurthy, A. M., 2016. Perbandingan Klasifikasi
Berbasis Obyek dan Klasifikasi Berbasis Piksel pada Data Citra Satelit
Synthetic Aperture Radar untuk Pemetaan Lahan. Jurnal Penginderaan
Jauh dan Pengolahan Citra Digital, 11(1), 63-75.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
USGS. 2014. Using the USGS Landsat 8 Product.
93
DariURL:https://landsat.usgs.gov/using-usgs-landsat-8product diakses 5
mei 2019
Wahyunto, Sri Retno Murdiyati dan Sofyan Ritung. Aplikasi Teknologi
Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya untuk Deteksi Penyebaran Lahan
Sawah dan Penggunaan / Penutupan Lahan. Artikel pada Jurnal
Informatika Pertanian Volume 13 (Desember 2014). Diakses pada
www.litbang.pertanian.go.id/warta-ip/pdf-file/wahyunto-13.pdf pada
tanggal 27 Juli 2019 pukul 21.15 WIB.
Yohannes. (2012). Diktat Bahan Kuliah Penginderaan Jauh. Lampung : Teknik
Survei dan Pemetaan, UNILA.
Yuliara, I. (2016). Regresi Linier Sederhana. Bali: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
94
LAMPIRAN
1.1 Uji Korelasi dan Regresi
Notes
Output Created 27-Agu-2019 12:32:33
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
60
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any variable used.
Syntax REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Y1
/METHOD=ENTER X1 X2 X3.
Resources Processor Time 00:00:00,015
Elapsed Time 00:00:00,065
Memory Required 1948 bytes
Additional Memory Required
for Residual Plots
0 bytes
95
1.2 Variabeles Entered/Removed
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 NDMI, NDWI, NDVIa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: LST
1.3 Model Summary
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 NDMI, NDWI, NDVIa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: LST
96
1.4 ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 380,390 3 126,797 29,146 0,000a
Residual 243,624 56 4,350
Total 624,013 59
a. Predictors: (Constant), NDMI, NDWI, NDVI
b. Dependent Variable: LST
1.5 Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 34,827 1,519 22,934 0,000
NDVI 6,750 14,192 0,442 0,476 0,636
NDWI 9,479 16,691 0,466 0,568 0,572
NDMI -12,017 3,582 -0,769 -3,355 0,001
a. Dependent Variable: LST
97
2.1 Tabel Koordinat Sampel Koordinat sampel Lapangan
No. Koordinat Parameter X Y LST NDVI NDWI NDMI
1 5.375297222 105.061375 37.538147 0.150998 -0.180576 -0.122349 2 5.375841667 105.0608333 36.641815 0.273526 -0.247418 0.099145 3 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 0.042711 4 5.334861111 105.0250889 29.408081 0.707669 -0.599076 0.313501 5 5.365530556 105.0166972 28.393646 0.805811 -0.686027 0.550871 6 5.398913889 105.0175083 28.450653 0.779312 -0.65739 0.403068 7 5.433925 105.0221139 28.751892 0.768675 -0.64513 0.374685 8 5.356027778 105.0648944 30.937012 0.584641 -0.537717 0.232849 9 5.328616667 105.030775 28.981995 0.766175 -0.656075 0.389357
10 5.352230556 105.0261722 31.959076 0.560544 -0.500343 0.154061 11 5.404069444 105.0375472 32.501953 0.527642 -0.47446 0.128578 12 5.330241667 105.0727444 31.755341 0.501305 -0.48 0.053436 13 5.429580556 105.0581306 28.737793 0.811669 -0.677783 0.418509 14 5.343547222 104.9855583 31.563507 0.55289 -0.511463 0.177474 15 5.397827778 104.9836611 28.287994 0.821893 -0.70559 0.481063 16 5.431752778 105.0686944 28.849518 0.813483 -0.703662 0.338938 17 5.372855556 105.05975 33.85376 0.36995 -0.400406 -0.058836 18 5.372855556 105.0657083 31.12027 0.52706 -0.48978 0.157139 19 5.362 105.0429611 31.258179 0.57781 -0.521899 0.157691
98
No. X Y LST NDVI NDWI NDMI 20 5.404611111 105.0483806 28.646027 0.759666 -0.644248 0.477574 21 5.360369444 105.0751833 29.053314 0.761905 -0.647894 0.507974 22 5.361730556 105.0058639 32.057129 0.422773 -0.413602 -0.018138 23 5.372855556 105.058125 34.059418 0.392284 -0.38167 -0.02218 24 5.370686111 105.0359222 29.256226 0.754449 -0.63661 0.398776 25 5.407872222 105.0058667 25.875061 0.439751 -0.413117 0.280459 26 5.334047222 105.0199444 28.686646 0.717701 -0.59595 0.454474 27 5.383172222 104.9972 32.588501 0.461988 -0.469806 0.032196 28 5.378827778 105.0340278 32.306122 0.417449 -0.396818 0.074129 29 5.362538889 105.0778917 29.055389 0.749649 -0.637142 0.475223 30 5.378558333 104.9904306 24.676147 0.22846 -0.236056 0.119281 31 5.375841667 105.0611056 37.389313 0.262143 -0.252165 0.062484 32 5.4057 104.9847444 27.7435 0.825275 -0.713055 0.505001 33 5.356302778 104.9787889 34.039825 0.341831 -0.337522 -0.017839 34 5.363358333 104.9833917 34.685669 0.32709 -0.357024 -0.130792 35 5.360913889 105.0448556 31.34845 0.529749 -0.472813 0.139149 36 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 37 5.377197222 105.0686861 34.654999 0.408991 -0.368969 -0.000365 38 5.362813889 105.0670611 29.415863 0.606 -0.524186 0.358393 39 5.393213889 104.9833889 28.192505 0.753471 -0.635561 0.447454 40 5.357116667 105.0223833 31.653473 0.503893 -0.461411 0.098354 41 5.399727778 105.0397139 30.378754 0.659192 -0.581669 0.299742 42 5.332147222 104.9782472 25.719696 0.211388 -0.216075 0.077623
99
No. X Y LST NDVI NDWI NDMI 43 5.375297222 105.0743722 28.776001 0.830007 -0.717662 0.400584 44 5.328075 105.0277972 28.88678 0.773259 -0.651263 0.43571 45 5.377197222 105.0594806 34.249603 0.327585 -0.336917 -0.060935 46 5.3791 105.0364639 34.406281 0.371447 -0.354928 0.0435 47 5.340016667 105.0169667 28.555054 0.804604 -0.696242 0.537654 48 5.391313889 105.0091139 29.533936 0.791363 -0.662386 0.381214 49 5.405972222 104.9850139 27.920502 0.791775 -0.682206 0.476904 50 5.358202778 105.0240083 31.621185 0.581742 -0.517957 0.33907 51 5.360644444 104.9842028 33.5755 0.468405 -0.431091 0.042168 52 5.34815 105.0643528 29.114685 0.765895 -0.647272 0.445254 53 5.350875 105.0256306 30.833496 0.59369 -0.503804 0.176349 54 5.359013889 105.063 32.772552 0.492391 -0.441282 0.075419 55 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 56 5.376383333 105.0627306 36.421112 0.258651 -0.347388 -0.072701 57 5.372316667 105.0072194 28.830261 0.766164 -0.627332 0.437619 58 5.401358333 105.0050528 28.971985 0.75801 -0.651881 0.43517 59 5.392944444 105.0058667 28.625763 0.811901 -0.682095 0.395848 60 5.359830556 105.0118222 27.885773 0.793031 -0.675006 0.559408
100
3.1 Gambar Survei Lapangan
No Tanggal Lokasi Kegiatan Dokumentasi
1 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengukuran suhu
2 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik Perkebunan
3 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel sawah
4 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel sawah
101
5 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel perkebunan
6 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel perkebunan
7 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel pemukiman
8 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengukuran titik sampel pemukiman
102
9 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel pemukiman