analisis tingkat kekeringan lahan sawah menggunakan citra

118
Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landsat 8 dan Thermal (Studi Kasus: Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu) TUGAS AKHIR Novie Muryati 23114015 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA LAMPUNG SELATAN 2019

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landsat 8 dan Thermal

(Studi Kasus: Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu)

TUGAS AKHIR

Novie Muryati

23114015

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA

JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

LAMPUNG SELATAN

2019

Page 2: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra
Page 3: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

Scanned with CamScanner

Page 4: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

Scanned with CamScanner

Page 5: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

viii

Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landsat 8 dan Thermal

(Studi Kasus: Kabupaten Pringsewu Kecamatan Gading Rejo) Novie Muryati 23114015

Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono S. M.Sc., Nirmawarna Simarmata S.Pd., M.Sc.

ABSTRAK

Kekeringan merupakan suatu bencana alam yang sering terjadi. Kekeringan dapat mempengaruhi suatu tempat terutama yang berada pada iklim tropis. Kekeringan dapat terjadi diantaranya akibat intensitas curah hujan yang berkurang. Kekeringan pada dasarnya diakibatkan oleh kondisi hidrologi suatu daerah dalam kondisi air tidak seimbang. Kekeringan terjadi akibat dari distribusi hujan tidak merata yang merupakan satu-satunya input bagi suatu daerah. Pada penelitian ini parameter yang digunakan untuk mendeteksi kekeringan pada wilayah Gading Rejo adalah NDMI, NDWI, NDMI, LST, dan curah hujan. Dari pengolahan parameter tersebut, kemudian hasilnya diskoring untuk mendapatkan peta kekeringan. Berdasarkan klasfikasi nilai NDMI, NDWI, NDMI, LST menunjukkan bahwa Kecamatan Gading Rejo memiliki kerapatan vegetasi sedang 75.40%, kebasahan sedang 98.7%, kelembaban sedang 75.40%, dan suhu rata-rata 26-30 sebesar 67%dari total luas kecamatan Gading Rejo. Parameter penggunaan lahan dilakukan dengan metode Maximum likelihood Classification (MLC) menghasilkan overall accuracy 86.66%. Pada analisis spasial seluruh parameter kekeringan tersebut lalu dioverlay dengan metode skoring dan pembobotan. Peta kekeringan kecamatan Gading Rejo dibagi menjadi 3 kelas yaitu, tingkat kekeringan rendah sebesar (557.80 ha), sedang (5331.66 ha), tinggi (985.62 ha). Peta kekeringan ini memiliki akurasi keseluruhan sebesar 86,66%. Berdasarkan hasil peta kekeringan wilayah kecamatan Gading Rejo tersebut, dapat diketahui bahwa, tingkat kekeringan pada kecamatan Gading Rejo termasuk dalam tingkat sedang yaitu (5331.66 ha).

Kata kunci: Landsat 8, NDVI, NDMI, NDWI, LST.

Page 6: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

ix

Wetland Dryness Analysis Using Landsat 8 and Thermal Imagery (Case Study: Pringsewu Regency, Gading Rejo District)

Novie Muryati 23114015 Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono S. M.Sc., Nirmawarna Simarmata S.Pd., M.Sc.

ABSTRACT

Drought is a natural disaster that often occurs. Drought can affect a place, especially in a tropical climate. Drought can occur among others due to reduced rainfall intensity. Drought is basically caused by the hydrological conditions of an area under unbalanced water conditions. Drought occurs due to uneven distribution of rain which is the only input for an area. In this study the parameters used to detect drought in Gading Rejo are NDMI, NDWI, NDMI, LST, and rainfall. From processing these parameters, then the results are scoring to get a drought map. Based on the classification values of NDMI, NDWI, NDMI, LST shows that Gading Rejo District has a medium vegetation density of 75.40%, moderate wetness 98.7%, moderate humidity 75.40%, and an average temperature of 26-30 by 67% of the total area of Gading Rejo sub-district. Land use parameters carried out by the Maximum likelihood Classification (MLC) method produce an overall accuracy of 86.66%. In spatial analysis all parameters of the drought are then overlaid with the scoring and weighting method. The drought map of Gading Rejo sub-district is divided into 3 classes namely, low drought level (557.80 ha), moderate (5331.66 ha), high (985.62 ha). This drought map has an overall accuracy of 86.66%. Based on the results of the drought map of Gading Rejo subdistrict area, it can be seen that, the level of drought in Gading Rejo subdistrict is included in the medium level, namely (5331.66 ha). Keywords: Landsat 8, NDVI, NDMI, NDWI, LST

Page 7: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

vi

KATAPENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya serta kemudahan kepada penulis,sehingga penulis mampu

menyelesaikan penyusunan skripsi untuk meraih gelar sarjana yang berjudul

“Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landasat 8 dan

thermal (Studi kasus: Kecamatan Gading Rejo)” padaProgram Studi Teknik

Geomatika di Institut Teknologi Sumatera.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari pihak-pihak

terkait. Oleh sebab itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang etulus-

tulusnyakepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta kemudahan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Orang tua yang sangat saya sayangi yang telah memberikan doa, dukungan,

semangat, motivasi serta mencukupi semua kebutuhan penulis hingga saat

ini. Terimakasih atas pengorbanan kalian selama ini, I’m nothing without

you.

3. Adikku Harun Asyam yang telah memberikan semangat dan dorongan.

4. Semua Keluarga dan saudaraku yang senantiasa mengingatkan dan

memberikan motivasi kepada penulis.

5. Bapak Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono, M.Sc. selaku pembimbing I yang

telah senantiasa membimbing penulis dengan penuh kesabaran sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Ibu Nirmawana Simarmata, S.pd., M.Sc. selaku pembimbing II yang dengan

setulus hati membimbing dan memberikan dorongan serta motivasi kepada

penulis dengan sabar dan penuh semangat.

7. Ibu Nurul Qamilah, S.Pd., M.Si. selaku dosen wali sekaligus penguji I yang

telah memberikan dorongan, semangat dan motivasi kepada penulis.

8. Pak Satrio Muhammad Alif, M.T. selaku penguji II yang telah banyak

memberikan masukan dan saran sehingga skripsi saya menjadi lebih baik.

9. Bapak dan ibu dosen Itera yang telah membina, mendidik, dan memberikan

Page 8: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

vii

ilmunya kepada penulis.

10. Para penguji skripsiku yang telah memberikan kritik sehingga skirpsi ini

menjadi lebih baik.

11. Sahabatku Anna Kartika Ratna Dewi Loekito yang senantiasa memberikan

support. Terimakasih telah menjadi sahabat dan pendengar yang baik selama

8 tahun ini.

12. Teman-teman Panceku Annisa, Dery, Kurniawan, Erlangga, Agung.

Terimakasih telah menjadi sahabat yang baik selama 8 tahun ini.

13. Teman-teman ANERO ku Elok, Anadya, Rosita. Terimakasih telah menjadi

sahabat yang baik selama 8 tahun ini.

14. Sahabatseperjuanganku di kampus Sella, Nia dan Citra. Terimakasih kalian

telah membantu, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

15. Rezalian, Tessa, Gita, Sani, Waras, kak anggun, Kencana, Erwin yang telah

berpartisipasi membantu kelancaran dalam pembuatan skripsi ini dan

memberikan semangat, motivasi kepada penulis.

16. Semua teman-teman Geomatika yang telah membantu kelancaran skripsi

penulis.

17. Staff akademik yang telah membantu kelancaran dalam mengurus berkas

penulis.

Page 9: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

x

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... iv TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................. iv MOTTO ................................................................................................................. v PERSEMBAHAN .................................................................................................. v KATAPENGANTAR ........................................................................................... vi ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 4 1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................... 4

BAB II .................................................................................................................... 6 TEORI DASAR ..................................................................................................... 6

2.1 Kekeringan .................................................................................................... 6 2.1.1 Pengertian Kekeringan ............................................................................ 6 2.1.2 Kekeringan Alamiah ............................................................................... 6 2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekeringan .................................... 6 2.1.4 Dampak Kekeringan ............................................................................... 8

2.2 Penginderaan Jauh ......................................................................................... 9 2.2.1 Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh ...................................... 11 2.2.2 Sensor dan Sistem Sensor Penginderaan Jauh ...................................... 12 2.2.3 Klasifikasi Citra .................................................................................... 15

Page 10: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

xi

2.3 Satelit Landsat 8 .......................................................................................... 16 2.3.1 Koreksi Radiometrik ............................................................................. 19 2.3.2 Koreksi Geometrik ................................................................................ 20

2.4 Metode Analisa Data ................................................................................... 20 2.4.1 Konsep Pengolahan Citra...................................................................... 21 2.4.2 Analisis Spasial Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) ..... 22 2.4.3 Analisis Spasial Normalized Difference Water Index (NDWI) ........... 24 2.4.4 Analisis Spasial Normalized Difference Moisture Index (NDMI) ....... 25 2.4.5 Analisis Spasial Land Surface Temperature (LST) ............................. 26 2.4.6 Penggunaan Lahan ................................................................................ 26 2.4.7 Curah Hujan .......................................................................................... 27 2.4.8 Overlay.................................................................................................. 29 2.4.9 Metode Skoring dan Pembobotan ......................................................... 29 2.4.10 Uji Akurasi .......................................................................................... 30 2.4.11 Uji Korelasi ......................................................................................... 31

2.5 Analisis Spasial ........................................................................................... 32 BAB III ................................................................................................................. 34 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 34

3.1 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 34 3.2 Data dan Alat Penelitian .............................................................................. 35

3.2.1 Alat........................................................................................................ 35 3.2.2 Data ....................................................................................................... 36

3.3 Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 37 3.5 Variabel Penelitian ...................................................................................... 38 3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 38

3.4.1 Studi Literatur ....................................................................................... 39 3.4.2 Pengumpulan Data ................................................................................ 39 3.4.3 Pengolahan Citra ................................................................................... 40 3.4.4 Klasifikasi Penggunaan Lahan.............................................................. 42 3.4.5 Perhitungan NDVI ................................................................................ 42 3.4.6 Perhitungan NDWI ............................................................................... 43 3.4.7 Perhitungan NDMI ............................................................................... 44 3.4.8 Perhitungan LST ................................................................................... 44 3.4.9 Analisis Spasial ..................................................................................... 45

Page 11: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

xii

3.4.10 Uji Ketelitian Interpretasi Citra. ......................................................... 48 3.6 Analisis Statistik .......................................................................................... 48 3.7 Uji Akurasi .................................................................................................. 48

BAB IV ................................................................................................................. 50 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 50

4.1 Hasil ............................................................................................................. 50 4.1.1 Koreksi Radiometrik ............................................................................. 50 4.1.2 Koreksi Geometrik ................................................................................ 51 4.1.3 Klasifikasi Penggunaan Lahan.............................................................. 52 4.1.4 Pengolahan NDVI ................................................................................. 53 4.1.5 Pengolahan NDWI ................................................................................ 57 4.1.6 Pengolahan NDMI ................................................................................ 60 4.1.7 Pengolahan LST .................................................................................... 64 4.1.8 Curah Hujan .......................................................................................... 65

4.2 Pembahasan ................................................................................................. 66 4.2.1 Koreksi Citra ......................................................................................... 66 4.2.2 Kerapatan Indeks Vegetasi ................................................................... 69 4.2.3 Kebasahan ............................................................................................. 71 4.2.4 Kelembaban .......................................................................................... 73 4.2.5 Suhu ...................................................................................................... 75 4.2.6 Curah Hujan .......................................................................................... 77 4.2.7 Klasifikasi Penggunaan Lahan.............................................................. 79 4.2.7 Hasil Validasi Lapangan ....................................................................... 81 4.2.8 Korelasi dan Regresi ............................................................................. 84 4.2.9 Ketelitian Klasifikasi ............................................................................ 85 4.2.10 Peta Kekeringan .................................................................................. 86

BAB V ................................................................................................................... 88 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 88

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 88 5.2 Saran ............................................................................................................ 89

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90 LAMPIRAN ......................................................................................................... 94

1.1 Uji Korelasi dan Regresi ............................................................................. 94 1.2 Variabeles Entered/Removed ...................................................................... 95

Page 12: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

xiii

1.3 Model Summary .......................................................................................... 95 1.4 ANOVAb ..................................................................................................... 96 1.5 Coefficientsa ................................................................................................ 96 2.1 Tabel Koordinat Sampel .............................................................................. 97 3.1 Gambar Survei Lapangan .......................................................................... 100

Page 13: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spesifikasi Landsat .......................................................................... 18

Tabel 2.2 Klasifikasi NDWI ............................................................................ 24

Tabel 2.3 Klasifikasi Penggunaan Lahan terhadap Kekeringan ...................... 27

Tabel 2.4 Klasifikasi Curah Hujan terhadap Kekeringan ................................ 27

Tabel 3.1 Perbatasan Kabupaten Pringsewu .................................................... 34

Tabel 3.2 Perbatasan Kecamatan Gading Rejo ................................................ 34

Tabel 3.3 Data Penelitian ................................................................................. 36

Tabel 3.4 Nilai NDVI ....................................................................................... 43

Tabel 3.5 Klassifikasi NDWI ........................................................................... 44

Tabel 3.6 Split Window Coefficient .................................................................. 45

Tabel 3.7 Skoring Parameter Curah Hujan Tahunan ....................................... 46

Tabel 3.8 Parameter Penggunaan Lahan .......................................................... 46

Tabel 3.9 Skoring Prameter Suhu..................................................................... 46

Tabel 3.10 Skoring NDVI ................................................................................ 47

Tabel 3.11 Kebasahan ...................................................................................... 47

Tabel 3.12 Kelembaban ................................................................................... 47

Tabel 3.13 Confusion Matrix ........................................................................... 49

Tabel 4.1 Sebaran Sampel NDVI .................................................................... 55

Tabel 4.2 Klasifikasi NDWI ............................................................................ 57

Tabel 4.3 Sebaran Sampel NDWI .................................................................... 59

Tabel 4.4 Sebaran Sampel NDMI .................................................................... 62

Tabel 4.5 Sebaran Sampel LST ........................................................................ 65

Tabel 4.6 Curah Hujan mm/tahun .................................................................... 66

Tabel 4.7 Pengambilan GCP ............................................................................ 68

Tabel 4.8 Luas Kerapatan Vegetasi Tahun 2018 ............................................. 69

Tabel 4.9 Luas Kebasahan Tahun 2018 ........................................................... 71

Tabel 4.10 Luas Kelembaban Tahun 2018 ...................................................... 73

Tabel 4.11 Luas Suhu Tahun 2018 .................................................................. 75

Tabel 4.12 Curah Hujan ................................................................................... 77

Tabel 4.13 Luas Klasifikasi Lahan Tahun 2018 .............................................. 79

Page 14: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

xv

Tabel 4.14 Sampel survei Lapangan ................................................................ 81

Tabel 4.15 Hasil Korelasi dan Regresi ............................................................. 84

Tabel 4.16 Matriks Kesalahan Klasifikasi ....................................................... 85

Tabel 4.17 Akurasi dan Kelas Kasifikasi ......................................................... 85

Tabel 4.18 Keseluruhan Akurasi Klasifikasi ................................................... 85

Page 15: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komponen Utama Penginderaan Jauh ......................................... 12

Gambar 2.2 Penginderaan Jauh Sistem Pasif ................................................... 13

Gambar 2.3 Penginderaan Jauh Sistem Aktif .................................................. 14

Gambar 3.1 Letak Kecamatan Gading Rejo .................................................... 35

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian ............................................................... 37

Gambar 4.1 Panjang Gelombang TOA Band 2,3,4 .......................................... 50

Gambar 4.2Hasil Koreksi Radiometrik ............................................................ 50

Gambar 4.3 Koordinat X dan Y GCP .............................................................. 51

Gambar 4.4 RMS error yang dihasilkan dari Geometrik ................................ 52

Gambar 4.5 Klasifikasi Penggunaan Lahan ..................................................... 53

Gambar 4.6 Hasil NDVI .................................................................................. 54

Gambar 4.7 Histogram NDVI .......................................................................... 54

Gambar 4.8 Histogram Panjang Gelombang NDVI ........................................ 55

Gambar 4.9 Hasil Pengolahan NDWI .............................................................. 57

Gambar 4.10 Histogram Panjang Gelombang NDWI...................................... 58

Gambar 4.11 Histogram Panjang Gelombang NDWI...................................... 58

Gambar 4.12 Hasil Pengolahan NDMI ............................................................ 61

Gambar 4.13 Histogram Panjang Gelombang NDMI ...................................... 61

Gambar 4.14 Histogram Panjang Gelombang NDMI ...................................... 62

Gambar 4.15 Brightness 1 Suhu Landsat 8 wilayah Bandar Lampung ........... 64

Gambar 4.16 Hasil Pengolahan LST ................................................................ 64

Gambar 4.17 Perbandingan Nilai DN .............................................................. 67

Gambar 4.18 Sebaran GCP .............................................................................. 68

Gambar 4.19 Vektor Kecamatan Gading Rejo ................................................ 68

Gambar 4.20 Peta Kerapatan Vegetasi Gading Rejo ....................................... 70

Gambar 4.21 Peta Kebasahan Tanah Gading Rejo ......................................... 72

Gambar 4.22 Peta Kelembaban Tanah Gading Rejo ....................................... 74

Gambar 4.23 Peta Suhu Gading Rejo .............................................................. 76

Gambar 4.24 Peta Curah Hujan Gading Rejo .................................................. 78

Gambar 4.25 Peta Penggunaan Lahan Gading Rejo ........................................ 80

Page 16: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

xvii

Gambar 4.26 Peta Kekeringan Gading Rejo .................................................... 87

Page 17: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang kaya akan sumber daya

alamnya. Indonesia banyak mendapatkan investasi baik dari dalam maupun luar

negeri yang turut berpartisipasi dalam pembangunan wilayah di Indonesia.

Tentunya hal tersebut tidak hanya berdampak positif, namun menyisakan dampak-

dampak negatif khususnya bagi kondisi alam di Indonesia. Dengan banyaknya

pembangunan, maka secara otomatis akan mengurangi kawasan hijau, merusak

relief bumi yang alami dan bahkan bisa menyebabkan bencana alam seperti

kekeringan.

Kekeringan merupakan suatu bencana alam yang sering terjadi. Kekeringan dapat

mempengaruhi suatu tempat terutama yang berada pada iklim tropis. Kekeringan

dapat terjadi diantaranya akibat intensitas curah hujan yang berkurang.Kekeringan

terjadi akibat dari distribusi hujan tidak merata yang merupakan satu-satunya

input bagi suatu daerah. Ketidakmerataan hujan ini akan mengakibatkan di

beberapa daerah yang curah hujanya kecil akan mengalami ketidakseimbangan

antara input dan output air (Shofiyati, 2007).

Fenomena El nino dan La nina merupakan unsur iklim alam yang mempengaruhi

curah hujan dan kekeringan. Fenomena kekeringan di Indonesia terjadi karena letak

geografis indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera serta terletak di

garis khatulistiwa (Rahayu, 2011).Fenomena El-Nino yang terjadi di Indonesia

menyebabkan meningkatnya bencana kekeringan. Kekeringan merupakan

ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup,

pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh

angin Muson. El-Nino merupakan pengganggu sirkulasi angin Muson yang

berlangsung di Indonesia, sehingga menyebabkan perubahan durasi musim

Page 18: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

2

penghujan dan musim kemarau. Fenomena El-Nino yang terjadi di Indonesia dapat

memicu kemarau panjang akibat pergeseran awal musim penghujan. El-Nino.

Pengalaman beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa penyimpangan iklim

El Nino telah menyebabkan kekeringan berkepanjangan di beberapa wilayah di

Indonesia. Fenomena tersebut telah menyebabkan kegagalan panen, penurunan

produksi pertanian secara nasional, kebakaran hutan, krisis air, dan penurunan

pendapatan petani di beberapa wilayah serta timbulnya masalahmasalah sosial dan

ekonomi di masyarakat. Kejadian kekeringan akibat pengaruh El Nino pada tahun

1994 telah mengakibatkan penurunan produksi beras nasional sebesar 3,2% (Imron,

1999), sedangkan kejadian El Nino pada tahun 1997 telah menyebabkan produksi

beras pada tahun 1997 dan 1998 merosot, sehingga pemerintah mengimpor beras

sebanyak 5,8 juta ton pada tahun 1998 untuk memenuhi kebutuhan pangan

(Saragih, 2001).

Berdasarkan Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Harianto, delapan daerah

berpotensi kekeringan yakni berada di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung

Timur, Lampung Utara, Pringsewu, Tulang bawang Barat, Pesawaran, Kota Metro,

dan Kota Bandar Lampung. Kabupaten Pringsewu termasuk dalam daerah yang

berpotensi mengalami kekeringan terutama pada kecamatan Gading Rejo dengan

luas lahan sawah dan kebun campuran yang lebih mendominasi dibanding daerah

lain yang ada di Pringsewu, oleh sebab itu diperlukan penelitian untuk mengkaji

tingkat kekeringan daerah tersebut. Sehingga untuk mendukung program

pendeteksi bencana alam kekeringan sangat diperlukan, dituntut memiliki

kecepatan dan ketepatan informasi yang lebih bersifat kuantitatif. Untuk itu

diperlukan sarana pengumpulan data dan informasi sistem produksi pertanian yang

lebih akurat dalam waktu yang secepat mungkin. Pemetan kekeringan lahan penting

dilakukan untuk mengetahui penyebab kekeringan. Salah satu hambatan besar dari

proses tersebut adalah pada tahap pemetaan sebaran kekeringan atau penyediaan

informasi kekeringan secara spasial yang uptodate atau real time. Keterbatasan

tersebut kini dapat diatasi dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi

Geografis. Kemajuan ilmu teknologi saat ini telah memunculkan ilmu yang mampu

membantu menganalisis bencana kekeringan menggunakan bantuan Sistem

Page 19: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

3

Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis sebagai salah satu teknologi yang

berkembang saat ini dapat digunakan sebagai alat untuk membantu menghasilkan

data dan informasi seperti yang dimaksud, dengan menggunakan parameter-

parameter tumpang susun (overlay) untuk mengetahui seberapa besar potensi

bencana kekeringan lahan.

Penelitian ini di titik beratkan untuk mengetahui daerah rawan kekeringan

menggunakan parameter Penginderaan Jauh berupa NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index), NDWI (Normalized Difference Water Index), NDMI

(Normalized Difference Moisture Index), LST (Land Surface Temperature), Curah

hujan, Penggunaan lahan.Serta memetakan tingkat rawan kekeringan di suatu

wilayah-wilayah yang diteliti.

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian tentang analisis sebaran

tingkat rawan kekeringan lahan di Kecamatan Gading Rejo pada tahun 2018, dalam

hal ini disusun dalam sebuah tugas akhir dengan judul “Analisis Tingkat Rawan

Kekeringan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 dan thermal (Studi Kasus:

Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu)”.

1.2 Rumusan Masalah Pada penelitian ini rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis hubungan antara kehijauan, kebasahan, kelembaban, curah

hujan dan thermal terhadap analisis tingkat kekeringan di wilayah Gading

Rejo.

2. Menganalisis tingkat kekeringan berdasarkan tutupan lahan dengan

memanfaatkan citra satelit Landsat 8 dan Thermal.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis hubungan antara NDVI, NDMI, NDWI, curah hujan dan

thermal terhadap kekeringan Kecamatan Gading Rejo tahun 2018.

Page 20: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

4

2. Menganalisis tingkat kekeringan lahan berdasarkan analisis citra Landsat 8

dan thermal.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Instansi:

1. Memberikan masukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi padi.

2. Memberikan data estimasi produksi padi yang telah dilakukan dari hasil

penelitian ini.

3. Menyediakan peta lahan sawah dari hasil penelitian yang dapat

digunakan untuk keperluan instansi.

B. Perguruan Tinggi:

1. Memberikan masukan bagaimana cara mengolah citra satelit Landsat

dan citra satelit SPOT untuk menghitung etsimasi produksi padi.

2. Dapat digunakan sebagai bahan referensi terhadap penelitian-penelitian

selanjutnya.

C. Penulis:

1. Menambah wawasan tentang bagaimana cara menghitung estimasi

produksi padi menggunakan citra satelit SPOT dan citra satelit Landsat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan pada daerah kabupaten Pringsewu, Kecamatan

Gading Rejo di areal persawahan desa tersebut.

2. Data yang digunakan adalah Citra Landsat 8 dan Thermal wilayah Desa

Gading Rejo.

3. Software yang digunakan adalah Envi 4.5 dan ArcGIS 10.4.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi lima bab, yang secara

rinci sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Page 21: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

5

Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai,

manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan Tugas

Akhir.

BAB II TEORI DASAR

Bab ini berisi teori dasar yang diperolehkan berasal dari studi referensi yang berisi

bahasan dari sejumlah sumber acuan yang digunakan. Sumber acuan ini dapat

berupa tulisan-tulisan ilmiah yang berkaitan dengan tema. Bab II Teori dasar

menjelaskan tentang Penginderaan jauh secara umum, citra satelit Landsat,

klasifikasi tutupan lahan menggunakan metode klasifikasi terbimbing, analisis

kerapatan vegetasi menggunakan metode NDVI, Land Surface Temperature,

NDWI, NDMI dan penyebab terjadinya Kekeringan serta uji korelasi dan akurasi

yang dilakukan pada penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan tentang tahapan-tahapan penelitian dan pengolahan data,

kerangka pikir serta desain penelitian sehingga diperoleh tingkat kekeringan yang

ada di Kecamatan Gading Rejo dengan pengolahan citra satelit Landsat 8.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini data yang diperoleh beserta hasil pengolahannya akan disajikan. Data yang

disajikan dapat berupa Tabel, gambar, atau grafik. Bab ini juga mencakup analisis

atas hasil yang diperoleh dari pengolahan data.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup dan berisi kesimpulan dari seluruh penelitian dan saran

untuk penelitian selanjutnya.

Page 22: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

6

BAB II TEORI DASAR

2.1 Kekeringan

2.1.1 Pengertian Kekeringan Kekeringan pada dasarnya adalah kondisi kekurangan air pada daerah yang

biasanya tidak mengalami kekurangan air, sedangkan daerah yang kering adalah

daerah yang mempunyai curah hujan kecil atau jumlah bulan kering dalam setahun

lebih besar atau sama dengan delapan bulan. Menurut Kementerian Ristek (2008)

kekeringan secara umum bisa didefinisikan sebagai penguranganpesediaan air atau

kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau

volume yang diharapkan untuk jangka waktu tertentu (Raharjo, 2010).

Terjadinya peristiwa kekeringan ditandai oleh beberapa gejala antara lain:

a. Menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim.

Pengukuran kekeringan meterologis merupakan indikasi pertama adanya

kekeringan.

b. Terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan

ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, dan elevasi muka

air tanah.

c. Terjadinya kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga

tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada pase tertentu

pada suatu wilayah yang menyebabkan tanaman menjadi rusak atau

mengering.

2.1.2 Kekeringan Alamiah Jenis kekeringan ini merupakan kekeringan yang murni disebabkan oleh proses

alamiah tanpa adanya campur tangan manusia.

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekeringan

Dari data historis, kekeringan di Indonesia sangat berkaitan dengan fenomena El-

Nino Southern Osciliation (ENSO), namun ada beberapa faktor lain yang

Page 23: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

7

mempengaruhi terjadinya kekeringan (Miftahudin, 2016), antara lain:

a. Curah hujan yang rendah

Kekeringan merupakan suatu fenomena alam yang disebabkan oleh

defisit curah hujan pada area dan periode yang luas. Kombinasi antara

defisit curah hujan dan laju evapotransporasi yang meningkat akan

menyebabkan defisit air tanah (Nyayu, 2013).

b. Suhu udara yang tinggi

Kekeringan erat kaitannya dengan berkurangnya curah hujan, suhu

udara di atas normal, kelembapan tanah rendah dan pasokan air

permukaan yang tidak mencukupi (Mujtahidin, 2014). Suhu

tinggi/panas di permukaan bumi berpengaruh pada penguapan air

dalam siklus air sedangkan suhu rendah di atmosfer menyebabkan

awan mengembun dan terjadihujan. Akan tetapi, jika suhu terus-

menerus panas, ketersediaan air berkurang karena jumlah air yang

menguap meningkat sedangkan hujan berkurang.

c. Kelembapan tanah yang rendah

Kelembapan tanah (soil moisture) adalah kandungan air dalam tanah

yang tertahan pada daerah perakaran (daerah aerasi) (Fadila, 2010).

Semakin tinggi kelembapan tanah maka persediaan air tanah akan

semakin tinggi, begitu juga sebaliknya semakin rendah kelembapan

tanah, maka semakin rendah persediaan air tanah yang ada

didalamnya.

d. Kurangnya daerah tangkapan air

Daerah Tangkapan Air (DTA) Daerah Tangkapan Air adalah suatu

kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai

manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber air

di wilayah daerah. Kurangnya daerah tangkapan air akan

menyebabkan kurangnya sumber air yang tersedia.

e. Minimnya sumber air

Sumber air sangat berkaitan dengan daerah sumber penyediaan air,

semakin banyak sumber air baik berasal dari pegunungan maupun air

tanah, maka tingkat kekeringan akan semakin rendah. Begitu juga

Page 24: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

8

sebaliknya, semakin sedikit sumber air yang dimiliki oleh suatu

kawasan maka tingkat kerawanan terhadap kekeringannya akan

semakin tinggi.

f. Topografi

Topografi juga sangat mempengaruhi ketersediaan air, karena

berkaitan dengan curah hujan. Daerah pada zona bergunung

cenderung memiliki curah hujan lebih tinggi karena memiliki tipe

hujan orografik yang mengakibatkan curah hujan turun

denganitensitas yang tinggi. Sedangkan wilayah yang berada di

topografi perbukitan memiliki curah hujan yang lebih rendah.

g. Kurangnya kawasan hijau.

Salah satu fungsi kawasan hijau adalah untuk menjadi daerah

tangkapan air. Jadi semakin tinggi kawasan hijau, maka semakin

tinggi pula sumber air yang dimiliki kawasan tersebut.

h. Tutupan lahan

Sebaran tutupan lahan akan mempengaruhi daya serap tanah terhadap

air, tutupan lahan kawasan terbangun akan lebih sulit menyerap air

dibandingkan dengan kawasan hijau. Sehingga semakin banyak

kawasan terbangun maka tingkat kekeringan akan semakin tinggi

dibandingkan dengan kawasan yang memiliki kawasan hijau tinggi.

2.1.4 Dampak Kekeringan Pada saat ini, petani cenderung semakin bergantung pada lahan-lahan irigasi untuk

bercocok tanam. Disisi lain, berkurangnya sumber air tawar akan mengancam

persediaan pangan. Oleh sebab itu. kekeringan menjadi batu ujian terberat bagi

pertumbuhan ekonomi terutama karena pemenuhan kebutuhan. Terdapat beberapa

tipe kekeringan yang penyebabnya sesuai dengan tipe bencana tersebut, kekeringan

meteorologis merupakan kekeringan yang berhubungan dengan kurangnya curah

hujan yang terjadi berada di bawah kondisi normal dalam suatu musim. Kekeringan

hidrologis merupakan kekeringan akibat kurangnya pasokan air permukaan dan air

tanah, sedangkan kekeringan pertanian berhubungan dengan kekurangan

kandungan air didalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman

Page 25: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

9

tertentu pada periode waktu tertentu sehingga dapat mengurangi biomassa dan

jumlah tanaman. Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman

serta hewan. Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan tanah menjadi

gundul yang pada musim hujan menjadi mudah tererosi dan banjir. Dampak dari

bahaya kekeringan mengakibatkan bencana berupa hilangnya bahan pangan akibat

tanaman pangan dan ternak mati, petani kehilangan mata pencaharian, banyak

orang kelaparan dan mati, sehingga berdampak terjadinya urbanisasi (Widiyartanto,

2004).

2.2 Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja, adalah ilmu dan seni

untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui

analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsungdengan obyek,

daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan kiefer, 1994 dalam Purwadhi dan

Sanjoto, 2008:3).

Teknologi Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh (remote sensing) sering disingkat

inderaja, adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek,

daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa

kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand,

Kiefer, dan Chipman 2004). Data penginderaan jauh (citra) menggambarkan obyek

di permukaan bumi relatif lengkap, dengan ujud dan letak obyek yang mirip dengan

ujud dan letak di permukaan bumi dalam liputan yang luas. Citra penginderaan jauh

adalah gambaran suatu obyek, daerah, atau fenomena, hasil rekaman pantulan dan

atau pancaran obyek oleh sensor penginderaan jauh, dapat berupa foto atau data

digital (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).

Teknologi penginderaan jauh satelit merupakan penginderaan jauh nonfotografik,

yang merupakan pengembangan dari penginderaan jauh fotografik atau

fotogrametri. Sebelum tahun 1960 penginderaan jauh fotografik yang dikenal

dengan istilah foto udara (FU), dan digunakan istilah penginderaan jauh karena

sudah menambah ke penginderaan jauh di luas sistem fotografik (Sutanto, 1986).

Page 26: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

10

Konsep dasar penginderaan jauh terdiri atas beberapa elemen atau komponen,

meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan obyek di permukaan

bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai penggunaan data. Sistem

penginderaan jauh dimulai dari perekaman obyek permukaan bumi. Tenaga dalam

penginderaan jauh merupakan tenaga penghubung yang membawa data tentang

obyek ke sensor, dapat berupa bunyi, daya magnetik, gaya berat, dan tenaga

elektromagnetik, namun tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh untuk

mengindera bumi adalah tenaga elektromagnetik. Tenaga elektromagnetik bagi

sistem pasif barasal dari matahari, perjalanan tenaga radiasi matahari melalui

atmosfer, dan berinteraksi dengan benda di permukaan bumi. Tenaga radiasi

matahari tidak semua sampai di permukaan bumi karena sebagian diserap,

dihamburkan di atmosfer. Tenaga yang sampai di permukaan bumi sebagian

dipantulkan dan atau dipancarkan oleh permukaan bumi, dan direkam oleh sensor

penginderaan jauh. Sensor untuk melakukan perekaman data memerlukan tenaga

sebagai medianya. Sensor tersebut dapat dipasang dalam wahana pesawat terbang

maupun satelit. Sensor satelit merekam permukaan bumi, dikirimkan ke stasiun

penerima data di bumi. Stasiun bumi menerima data permukaan bumi dari satelit

dan direkam dalam pita magnetik dalam bentuk digital. Rekaman data diproses di

laboratorium pengolahan data hingga berbentuk citra penginderaan jauh, dan

didistribusikan ke berbagai pengguna.

Menurut Purwadhi (2001) pada penginderaan jauh terdapat beberapa resolusi yang

biasa digunakan sebagai parameter kemampuan sensor antara lain :

a. Resolusi Spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan,

dibedakan dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat

direkam, semakin baik resolusi spasialnya.

b. Resolusi Spektral yaitu kemampuan sistem pencitraan atau sensor optik

elektronik satelit untuk membedakan informasi atau daya pisah obyek

berdasarkan besarnya pantulan atau pancaran spektral spektrum

elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data. Semakin banyak

Band atau Band spectral suatu sensor, semakin baik resolusi spektralnya.

Page 27: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

11

c. Resolusi Radiometrik yaitu kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi

perbedaan pantulan terkecil, atau kepekaan sensor terhadap perbedaan

terkecil kekuatan sinyal untuk mengubah intensitas pantulan atau pancaran

menjadi angka digital (digital number). Semakin kecil nilai digital number

suatu objek, semakin tinggi radiometriknya.

d. Resolusi Termal yaitu keterbatasan sensor penginderaan jauh yang

merekam pancaran tenaga termal atau perbedaan suhu yang masih dapat

dibedakan oleh sensor penginderaan jauh secara termal.

e. Resolusi Temporal yaitu kemampuan sensor untuk merekam ulang objek

yang sama. Semakin cepat suatu sensor merekam ulang objek yang sama,

semakin baik resolusi temporalnya.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh semakin meluas dalam berbagai bidang

kajian, antara lain untuk pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan, pertanian,

keteknikan, industri, perkotaan, cuaca, kelautan, hankam, kajian bencana alam,

pertambangan, kebudayaan, geopolitik, lingkungan dan lain-lain. Terjadinya

peningkatan penggunaan teknologi ini, antara lain disebabkan karena (Yohannes,

2012):

- Cakupan citra penginderaan jauh relatif luas dan lengkap dengan wujud dan

posisi objek menyerupai keadaan sebenarnya, serta rekaman data dapat

menjadi dokumentasi.

- Karakteristik objek yang tidak kasat mata, misalnya perbedaan panas akibat

kebocoran pipa dapat dideteksi melalui citra infra merah panas.

- Perekaman data dilakukan dengan periode waktu yang relatif pendek.

- Mampu memperoleh data untuk daerah yang sulit dijangkau secara

teresteris.

- Informasi multispektral, multisensor, multi temporal semakin banyak dan

resolusi spasial semakin tinggi.

2.2.1 Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh Komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur

transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk

Page 28: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

12

mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh objek tersebut

(Sutanto 1994). Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi

elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target

dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target

kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi

elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan

diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini

kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses

interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatik dengan bantuan

komputer dan perangkat lunak pengolah citra. Gambar 2.1 dibawah ini merupakan

komponen utamasistem penginderaan jauh.

Gambar 2. 1. Komponen utama sistem penginderaan jauh

Sumber : (Yohannes 2012)

2.2.2 Sensor dan Sistem Sensor Penginderaan Jauh Sensor merekam atau mengindera gelombang elektromagnetik pantul dan hambur

dari gelombang datang, baik yang langsung secara alami, seperti contoh

penginderaan tanaman oleh sensor panjang gelombang kelompok hijau maupun

yang melalui penapisan untuk memperoleh panjang gelombang tertentu. Sistem

sensor dalam penginderaan jauh adalah serangkaian sistem yang digunakan dalam

pemanfaatan gelombang elektromagnetik pantul dan pancar dalam memperoleh

data atau informasi suatu objek (Soenarmo 2009). Sistem sensor penginderaan jauh

dibagi menjadi dua yaitu :

Page 29: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

13

a. Sistem sensor pasif

Sistem sensor pasif adalah sistem penginderaan dengan memanfaatkan

gelombang elektromagnetik langsung yang ada di atmosfer. Transmitter

dan receiver terpisah dalam sistem sensor pasif, sensor yang digunakan

adalah gelombang elektromagnetik, cahaya tampak, dan infra merah.

Sensor mengindera gelombang cahaya tampak dan infra merah, panjang

gelombang yang digunakan berukuran micrometer (0,4 – 10 µm). Satelit

sumber daya seperti Landsat, SPOT, QuickBird, Ikonos, adalah contoh dari

sistem penginderaan jauh pasif ini. Gambar 2.2 merupakan sistem

penginderaan jauh pasif.

Gambar 2. 2. Penginderaan jauh sistem pasif

Sumber : (Budiyanto and Muzayanah 2018)

b. Sistem sensor aktif

Penginderaan jauh sistem aktif adalah penginderaan jauh yang

menggunakan energi yang berasal dari sensor tersebut. Sensor

membangkitkan energi yang diarahkan ke objek, kemudian objek

memantulkan kembali ke sensor, energi yang kembali ke sensor membawa

informasi tentang objek. Serangkaian nilai energi yang tertangkap sensor ini

disimpan sebagai basis data dan selanjutnya dianalisis. Penginderaan jauh

aktif dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari, sistem penginderaan

jauh aktif tidak tergantung pada adanya sinar matahari, karena energi

bersumber dari sensor (Budiyanto and Muzayanah 2018). Transmitter dan

receiver berada pada satu wahana dalam sistem sensor aktif. Sensor yang

Page 30: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

14

digunakan adalah gelombang mikro, yaitu gelombang elektromagnetik yang

mempunyai ukuran panjang gelombang millimeter sampai meter

(Soenarmo 2009). Contoh dari sistem penginderaan jauh aktif ini adalah

sistem kerja radar. Radar membangkitkan energi yang diarahkan ke objek.

Energi yang sampai pada objek sebagian terpantul dan kembali ke sensor.

Sensor radar kembali menangkap energi tersebut, energi yang telah

melakukan perjalanan menuju objek. Gambar 2.3 merupakan penginderaan

jauh sistem aktif

Gambar 2. 3. Penginderaan jauh sistem aktif

Sumber : (Budiyanto and Muzayanah 2018)

Parameter yang menjadi ukuran kemampuan suatu sensor adalah resolusi, yaitu

batas kemampuan memisahkan / mengidentifikasi objek. Ada 5 (lima) jenis

resolusi yang dikenal dalam penginderaan jauh, yaitu:

Resolusi spasial, yaitu ukuran terkecil objek yang masih dapat dibedakan.

Semakin kecil ukuran objek yang dapat direkam, semakin baik kualitasnya.

Landsat TM 5 mampu merekam objek 30 x 30 meter per piksel, sedangkan

Ikonos mampu merekam objek 1 x 1 meter per piksel. Jadi, sensor Ikonos

lebih tingg resolusi spasialnya dibandingkan sensor Landsat.

Resolusi spektral, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan objek

berdasarkan besar spektrum elektromagnetik dalam perekaman data.

Landsat mampu merekam 7 Band, sedangkan SPOT multi-spektral mampu

Page 31: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

15

merekam 3 Band. Jadi, sensor Landsat lebih tinggi resolusinya spektralnya

dibandingkan sensor SPOT.

Resolusi radiometrik, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan kekuatan

sinyal objek yang diterimanya. Makin tinggi resolusi radiometriknya, makin

peka sensor terhadap perubahan kecil sinyal yang diterimanya.

Resolusi temporal, yaitu ukuran kemampuan sensor mengidentifikasi

perbedaan kenampakan objek yang direkam pada waktu berbeda. Semakin

sering sensor merekam suatu objek sama, semakin tinggi resolusi

temporalnya. Landsat-TM melakukan pengulangan perekaman data pada

daerah sama dalam kurun waktu 17 hari, sedangkan SPOT dalam kurun

waktu 28 hari. Jadi, Landsat lebih tinggi resolusi temporalnya dibandingkan

SPOT.

Resolusi termal (panas), yaitu kemampuan sensor mengidentifikasi

perbedaan temperatur objek. Artinya, jika resolusi termal suatu sensor

0,5ᵒC, sensor tersebut mampu mengidentifikasi objek yang perbedaan

panasnya 0,5ᵒC.

2.2.3 Klasifikasi Citra Proses klasifikasi penutup lahan meliputi dua langkah : (1) mengenali objek-objek

penutup lahan (2) pemberian nama-nama piksel untuk diklasifikasi menggunakan

algoritma klasifikasi tertentu.

1. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan

sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam proses

pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak penentuan training

area hingga tahap pengklasterannya. Klasifikasi terbimbing dalam hal ini

mensyaratkan kemampuan pengguna dalam penguasaan informasi lahan

terhadap areal kajian. Proses metode supervised ini, analis terlebih dulu

menetapkan beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas

lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap

wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan lahan. Nilai-nilai

piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer sebagai

Page 32: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

16

kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai-nilai piksel

sejenis akan dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Jadi dalam metode supervised ini analis mengidentifikasi kelas

informasi terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas

spektral yang mewakili kelas informasi tersebut (Danoedoro, 2012).

Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode supervised ini

antara lain:

Klasifikasi Kemiripan Maksimum (Maximum Likelihood)

Sistem klasifikasi ini pada dasarnya merupakan pengelompokan

piksel berdasarkan nilai pantulannya sesuai dengan daerah contoh

yang dipilih. Algoritma klasifikasi kemiripan maksimum,

diasumsikan bahwa probabilitas untuk semua kelas dipandang sama.

Faktanya, tidaksemua kelas dapat diperlakukan pada probabilitas

sama untuk dipresentasikan pada citra. Suatu gugus sampel yang

jauh lebih kecil dari gugus – gugus sampel yang lain akan

mempunyai probabilitas yang lebih kecil untuk muncul, sehinga

perlu adanya faktor pembobot untuk masing – masing kelas yang

ada. Gugus sampel yang kecil ini secara logis dapat diberi bobot

yang lebih rendah dibandingkan gugus – gugus yang lain

(Danoedoro, 2012).

2.3 Satelit Landsat 8

Landsat merupakan satelit pertama tidak berawak yang dikembangkan oleh NASA

dan dirancang secara spesifik untuk memperoleh data sumber daya bumi.

Pencitraannya dilakukan secara sistematik dan berulang. Satelit Landsat 8 telah

berhasil diluncurkan NASA pada tanggal 11 Februari 2013 lalu bertempat di

Vandenberg Air Force Base, California. Periode checkout sekitar 100 hari setelah

peluncuran memungkinkan pesawat ruang angkasa untuk melakukan manuver

orbit, sistem inisialisasi dan kalibrasi kegiatan. Data Landsat 8 akan tersedia secara

gratis (tanpa biaya) untuk di unduh melalui beberapa sumber yaitu Glovis, Earth

Explorer atau Viewer Landsat Look. Landsat 8 akan mengorbit setiap 99 menit dan

gambar seluruh bumi setiap 16 hari, mengumpulkan pada akuisisi jadwal yang

Page 33: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

17

sama. Karakteristik dari citra Landsat 8 ini adalah menggunakan sensor

Operational Land Manager (OLI) dengan selang Band yang lebih pendek, terdapat

9 Band spektal dan 2 Band thermal. Citra Landsat 8 disinyalir memiliki akurasi

geodetik dan geometrik yang lebih baik (USGS 2013).

Landsat 8 memiliki kemampuan untuk merekam citra dengan resolusi spasial yang

bervariasi. Variasi resolusi spasial mulai dari 15 meter sampai 100 meter serta

dilengkapi oleh 11 saluran (Band) dengan resolusi spektral yang bervariasi. Landsat

8 dilengkapi dua instrumen sensor yaitu OLI dan TIRS. Landsat 8 mampu

mengumpulkan 400 scenes citra atau 150 kali lebih banyak dari Landsat 7 dalam

satu hari perekamannya. Sensor utama dari Landsat 8 adalah Operational Land

Imager (OLI) yang memiliki fungsi untuk mengumpulkan data di permukaan bumi

dengan spesifikasi resolusi spasial dan spektral yang berkesinambungan dengan

data Landsat sebelumnya. OLI didesain dalam sistem perekaman sensor push-

broom dengan empat teleskop cermin, performa signal-to-noise yang lebih baik,

dan penyimpanan dalam format kuantifikasi 12-bit. OLI merekam citra pada

spektrum panjang gelombang tampak, inframerah dekat, dan inframerah tengah

yang memiliki resolusi spasial 30 meter, serta saluran pankromatik yang memiliki

resolusi spasial 15 meter. Dua saluran spektral baru ditambahkan dalam sensor OLI

ini, yaitu saluran deep-blue untuk kajian perairan laut dan aeorosol serta sebuah

saluran untuk mendeteksi awan cirrus. Saluran quality assurance juga ditambahkan

untuk mengindikasi keberadaan bayangan medan, awan, dan lain-lain (USGS

2013). Spesikasi Band Landsat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 2.3.

Page 34: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

18

Tabel 2.1 Spesifikasi Landsat 8 OLI

Sensor

Band

Resolusi Spasial (Meter)

Sensitif Warna

Panjang Rentang Spektrum Elektromagnetik (Mikrometer)

Fungsi

Onboard Operational Land Imager (OLI)

Band1 30 m Coastral/Aerosol 0,433-0,453 Mikrometer

Penelitian mengenai Coastral dan Aerosol

Band 2

30 m

Blue

0,450-0,515 Mikrometer

Pemetaan Batimetri, membedakan tanah dari vegetasi dan daun yang gugur

Band 3

30 m

GREEN

0,525-0,600 Mikrometer

Bagian atas dari vegetasi yang bermanfaatuntuk menilai vegetasi tersebut

Band 4

30 m

Red 0,630-0,680

Mikrometer

Membedakan vegetasi dari kemiringannya

Band 5 30 m Near-IR 0,845-0,885 Mikrometer

Menekankan isi dan tepian dari biomassa

Band 6

30 m

SWIR-1 1,560-1,660

Mikrometer

Membedakan kadar air tanah, vegetasi dan awan tipis

Band 7

30 m

SWIR-2

2,100-2,300 Mikrometer

Meningkatkan kelembabantanah, vegetasi dan awan tipis

Band 8 15 m Pan 0,500-0,680 Mikrometer

Resolusi 15 meter, gambar lebih tajam

Band 9

30 m

Cirrus 1,360-1,390

Mikrometer

Meningkatkan pendeteksi awan cirrus

Thermal Infrared Sensor (TIRS)

Band 10

100 m

LWIR-1

10,30-11,30 Mikrometer

Resolusi 100 meter, pemetaan panas bumi dan perkiraan kadar air tanah

Band 11

100 m

LWIR-2

11,50-12,50 Mikrometer

Resolusi 100 meter, meningkatkan pemetaan panas bumi dan perkiraan kadar air tanah

Sumber : Handbook Landsat 2016

Landsat 8 memiliki beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi Band-Band

yang dimiliki maupun panjang rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang

Page 35: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

19

ditangkap. Kelebihan tersebut terletak pada warna objek di citra yang tersusun atas

3 warna dasar, yaitu Red, GREEN dan Blue (RGB), jika Band penyusun RGB

semakin banyak, maka warna-warna objek menjadi lebih bervariasi. Deteksi

terhadap awan cirrus juga lebih baik dengan dipasangnya kanal 9 pada sensor OLI,

sedangkan Band thermal (kanal 10 dan 11) sangat bermanfaat untuk mendeteksi

perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi spasial 100 m. Pemanfaatan

sensor ini dapat membedakan bagian permukaan bumi yang memiliki suhu lebih

panas dibandingkan area sekitarnya.

Kelebihan lain dari Landsat 8 adalah adanya spesifikasi baru yang terpasang pada

Band landsat ini khususnya pada Band 1, 9, 10, dan 11. Band 1 (ultra blue) dapat

menangkap panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada Band yang

sama pada landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut

atau aerosol. Band ini unggul dalam membedakan konsentrasi aerosol di atmosfer

dan mengidentifikasi karakteristik tampilan air laut pada kedalaman berbeda.

Adapun terkait dengan resolusi spasial, Landsat 8 memiliki kanal-kanal dengan

resolusi tingkat menengah, setara dengan kanal-kanal pada landsat 5 dan 7.

Umumnya kanal pada OLI memiliki resolusi 30 m, kecuali untuk pankromatik 15

m.Data spasial yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahap proses

pengolahan. Proses awal pengolahan citra dilakukan untuk mengkoreksi segala

informasi yang ada pada citra sehingga informasi yang ada dapat merepresentasikan

kondisi yang sebenarnya (Baboo & Devi, 2010). Pengolahan dasar dalam rupa

koreksi geometrik dan koreksi radiometrik dilakukan untuk mendapatkan kondisi

sesuai kenyataan citra satelit (Supriatna & Sukartono, 2002).

2.3.1 Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik adalah koreksi dasar citra yang dilakukan untuk

menghilangkan noiseyang terdapat pada citra sebagai akibat dari adanya distorsi

oleh posisi cahaya matahari, dan salah satu contoh citra satelit yang memerlukan

proses ini adalah citra Satelit Landsat (Rahayu & Candra, 2014). Koreksi

atmosferik dilakukan untuk menghilangkan kesalahan yang direkam oleh sensor

Page 36: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

20

pada citra akibat dari pengaruh atmosferik yang diakibatkan dari partikel

diatmosfer sebagai bidang perantara pada saat akusisi data citra.

2.3.2 Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik adalah koreksi dasar citra yang dilakukan agar citra memiliki

sifat-sifat peta dalam bentuk, skala, dan proyeksi dengan cara mengembalikan

posisi masing-masing piksel pada gambar objek di permukaan bumi (LAPAN,

2015). Koreksi geometrik dalam penelitian ini adalah menggunakan metode non-

parametric, yakni dengan menggunakan hubungan polynomial antara koordinat

pada piksel citra terhadap titik koordinat yang sebenarnya (Baboo & Devi, 2010).

Tahapan yang dilakukan dalam koreksi geometrik secara non-parametric meliputi

proses rektifikasi dan resampling. Proses rektifikasi merupakan proses meletakkan

posisi pikselcitra kedalam posisi yang sebenarnya (LAPAN, 2015).

2.4 Metode Analisa Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini berupa analisis deskriptif spasial

dan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis berupa kuantitatif

berjenjang. Analisis Sistem Informasi Geografis menjawab tujuan pertama untuk

mengetahui sebaran tingkat rawan kekeringan lahan pertanian Kecamatan Gading

Rejo. Sedangkan analisis deskriptif spasial merupakan analisis yang memaparkan

tentang deskripsi sebaran spaial pemetaan tingkat rawan kekeringan lahan pertanian

di Kecamatan Gading Rejo tahun 2018 berdasarkan hasil pengolahan data yang

dilakukan. Analisis deskriptif digunakan untuk menjabarkan parameter yang

digunakan dalam pembuatan peta tingkat rawan kekeringan lahan pertanian.Segala

teknik atau pendekatan perhitungan matematis yang terkait dengan data atau layer

(tematik) keruangan dilakukan di dalam Analisis Spasial. Analisis spasial adalah

suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika

yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan hubungan atau pola-pola

yang terdapat di antara unsur-unsur geografis yang terkandung dalam data digital

dengan batas-batas wilayah studi tertentu (Prahasta, 2009).

Page 37: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

21

2.4.1 Konsep Pengolahan Citra Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut

dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau fenomena yang

diteliti. Informasi yang didapat dari suatu penginderaan jauh merupakan hasil dari

suatu perekaman sensor yang menerima pantulan sinyal gelombang dari objek.

Karena setiap material pada permukaan bumi memiliki nilai reflektansi terhadap

gelombang yang berbeda-beda maka dapat diketahui jenis objek tersebut

berdasarkan karakteristik dari pantulan sinyal gelombang yang didapat

(Danoedoro,2016). Wahana dalam penginderaan jauh ini dapat berupa balon udara,

pesawat terbang, satelit, atau wahana lainnya. Citra sebagai suatu dataset juga bisa

dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis). Manipulasi yang

ada dapat berupa pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu

referensi geografis tertentu ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung

terlihat dari data. Di Indonesia metode analisa citra masih jarang digunakan sebagai

data awal eksplorasi panas bumi (Sutanto,1986).

Berdasarkan sumber energinya, sistem penginderaan jauh dibagi menjadi dua,

yaitu:

a. Sistem Pasif, dimana sistem ini adalah menggunakan sumber energi dari

tenaga matahari.

b. Sistem Aktif, dimana sistem ini menggunakan sumber tenaga buatan, yang

pada umumnya menggunakan gelombang mikro tapi dapat juga

menggunakan spektrum tampak dengan menggunakan laser.

Dalam melakukan interpretasi citra, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,

antara lain (Ruhimat, 1998):

a. Rona dan warna, adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu obyek yang

terdapat pada citra yang tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan

objek, arah datangnya sinar matahari maupun waktu pengambilan gambar.

b. Bentuk, dimana bentuk yang ada merupakan konfigurasi atau kerangka

suatu objek.

c. Ukuran, dimana ukuran merupakan ciri objek yang berupa jarak, luas,tinggi

lereng dan volume.

Page 38: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

22

d. Tekstur, dimana tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur

ini dinyatakan dengan halus, sedang, kasar.

e. Pola, dimana pola merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek

bentukan manusia dan beberapa objek ilmiah.

f. Bayangan, dimana bayangan bersifat menyembunyikan detail objek yang

berada dalam daerah gelap maupun sebagai tanda objek dengan ciri

memiliki ketinggian yang akan tampak lebih jelas.

g. Situs atau letak suatu objek terhadap objek lainnya.

h. Asosiasi, dimana asosisasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan

objek lainnya.

i. Konvergensi bukti, dimana adalah penggunaan beberapa unsur interpretasi

citra sehingga lingkupnya menjadi semakin menyempit ke arah satu

kesimpulan tertentu.

2.4.2 Analisis Spasial Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Vegetaasi yang menutup permukaan bumi secara fisik mudah dibedakan dengan

kenampakan air, tanah, dan bangunan melalui citra, karena mempunyai nilai

reflektan yang berbeda. Identifikasi terhadap vegetasi pada data citra digital pada

umumnya menggunakan gelombang (Band) merah dan inframerah dekat. Pada

kedua Band tersebut, zat hijau daun (chlorofil) pada vegetasi menunjukkan nilai

reflektan yang bervariasi. Perbedaan tersebut selain dipengaruhi oleh karakteristik

vegetasi, seperti jenis dan umur pohon, struktur daun dan tutupan kanopi, juga

dipengaruhi oleh karakter tanah dan kondisi atmosfer (Howard dan Lillesand &

Kiefer dalam Sobirin dkk, 2007).

Indeks vegetasi atau NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan

suatu tanaman. Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara Band

merah dan Band Near-Infrared Radiation (NIR) yang telah lama digunakan sebagai

indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer 1997).

Menurut Ryan (1997), perhitungan NDVI didasarkan pada prinsip bahwa tanaman

hijau tumbuh secara sangat efektif dengan menyerap radiasi di daerah spektrum

cahaya tampak (PAR atau Photosynthetically Aktif Radiation), sementara itu

Page 39: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

23

tanaman hijau sangat memantulkan radiasi dari daerah inframerah dekat. Konsep

pola spektral di dasarkan oleh prinsip ini menggunakan hanya citra Band merah

dapat dilihat pada persamaan rumus 2.1 adalah sebagai berikut :

NDVI = (NIR – Red) / (NIR+Red) (2.1)

Keterangan :

NIR= radiasi inframerah dekat dari piksel.

Red= radiasi cahaya merah dari piksel

Nilai NDVI berkisar dari -1 (yang biasanya air) sampai +1 (vegetasi lebat). Nilai

vegetasi pada rentang 0.1 hingga 0.7, diatas nilai ini menggambarkan tinkat

kesehatan tutupan vegetasi. NDVI dapat digunakan sebagai indikator biomassa dan

tingkat kehijauan (GREENnes) relatif. Indeks atau nilai piksel yang dihasilkan

kemudian sering dijadikan ukuran kuantitatif tingkat kehijauan vegetasi. Apabila

diterapkan di wilayah kota, maka tingkat kehijauan lingkungan urban dapat

digunakan sebagai salah satu parameter kualitas lingkungan. Untuk lahan pertanian,

NDVI terkait dengan umur, kesehatan, dan kerapatan tanaman semusim, sehingga

seringkali dipakai untuk menaksir tingkat produksi secara regional.

Algoritma NDVI didapat dari rasio antara Band merah dan Band inframerah dekat

dari citra penginderaan jauh, dengan begitu indeks “kehijauan” vegetasi dapat

ditentukan. NDVI merupakan indeks rasio yang paling umum digunakan untuk

vegetasi. NDVI dihitung berdasarkan per-pixel dari selisih normalisasi antara Band

merah dan inframerah dekat pada citra.

NIR adalah Band 5 citra Landasat 8 dan Red adalah Band 4 dari citra Landsat 8.

Untuk menentukan nilai kerapatan tajuk vegetasi menggunakan hasil dari

perhitungan NDVI, kemudian nilai kelas NDVI tersebut diklasifikasi ulang

(reclass) menjadi tiga kelas, yaitu kerapatan jarang, sedang dan rapat. Indeks

vegetasi yang ditunjukkan persamaan di atas mempunyai nilai minimum yaitu yang

menunjukan bahwa kondisi wilayah tidak bervegetasi. Sebaliknya bahwa indeks

vegetasi yang memiliki nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi wilayah bervegetasi.

Page 40: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

24

Nilai indeks vegetasi yang diperoleh dapat diklasifikasikan kembali oleh NASA

berupa pengklasifikasian warna yang merupakan wilayah bervegetasi atau tidak.

2.4.3 Analisis Spasial Normalized Difference Water Index (NDWI)

Dalam menganalisis indeks kebasahan dengan citra landsat, kanal/Band yang

digunakan adalah 4 dan 5. Band 4 termasuk dalam spektral infra merah dekat

(near)/Near Infrared (NIR) dengan panjang gelombang 0.76-0.90, kegunaan dari

Band 4 tersebut yaitu dapat membedakan jenis vegetasi yang dideteksi dan juga

aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat membatasi tubuh air dan juga

kelembaban tanah. Sedangkan Band 5 termasuk dalam inframerah sedang/middle

infrared dengan panjang gelombang 1.55-1.75, Band 5 berguna untuk

menunjukkan komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga dapat

membedakan salju dan awan. Indeks kebasahan ini juga menunjukkan normalized

difference water index (NDWI). NDWI ini dikembangkan untuk menggambarkan

badan air dari citra satelit. Dengan formula pada persamaan rumus 2.2 dibawah ini:

NDWI = GREEN-NIR / GREEN+NIR (2.2)

Keterangan:

NIR : Nilai reflektansi Band near infrare

GREEN : Nilai reflektansi Band hijau

Tabel 2.4 dibawah ini merupakan klasifikasi nilai NDWI

Tabel 2.2 Klasifikasi NDWI

Kelas Nilai NDWI Tingkat Kebasahan

1 -1< NDWI > 0 Non- Badan Air

2 0<NDWI<0.33 Kebasahan Sedang

3 0.33<NDWI<1 Kebasahan tinggi

Page 41: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

25

2.4.4 Analisis Spasial Normalized Difference Moisture Index (NDMI) Kelembaban tanah merupakan jumlah air yang tersimpan di antara pori-pori tanah.

Kelembaban tanah sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui

permukaan tanah, transpirasi dan perkolasi. Perbedaan potensi kelembaban total

dan kemiringan antara dua titik/lokasi dalam lapisan tanah dapat menyebabkan

gerakan air dalam tanah. Air bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban

tinggi ke tempat dengan potensi kelembaban yang lebih rendah. Air akan bergerak

mengikuti lapisan tanah maupun batuan sesuai dengan arah kemiringan lapisan

formasi geologi. Kelembaban tidak selalu mengakibatkan mengakibatkan gerakan

air dari tempat basah ke tempat kering. Air dapat bergerak dari tempat kering ke

daerah basah seperti terjadinya pada proses perlokasi air tanah (Asdak,2018).

Pemantauan kondisi kelembaban akan lebih efektif dan efisien menggunakan

teknologi penginderaan jauh, teknologi ini merupakan salah satu metode yang dapat

dipergunakan karena data yang diperoleh berupa data digital dan pengukuran

mencakup daerah yang lebih terdistribusi. Normalized Difference Moisture Index

(NDMI) merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk mendeteksi

kelembaban suatu permukaan lahan. NDMI memiliki nilai tengah dari spektral yang

didapat dari gelombang elektromagnetik near infrared dan shortwave infrared

(Achmad et al., 2018). Panjang gelombang 0.76-0.90 dapat membedakan jenis

vegetasi yang dideteksi dan juga aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat

membatasi tubuh air dan juga kelembaban tanah. Panjang gelombang 1.55- 1.75,

berguna untuk menunjukkan komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban

tanah, juga dapat membedakan salju dan awan (Haikal, 2014). NDMI

diformulasikan pada persamaan 2.3: λNIR −λSWIR1 𝑁𝐷𝑀𝐼 = λNIR +λSWIR1 (2.3)

Keterangan:

λNIR = Nilai reflektansi Band near infrare

λSWIR = Nilai reflektansi Band shortwave infrared

Page 42: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

26

2.4.5 Analisis Spasial Land Surface Temperature (LST) LST dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan

yang digambarkan dalam cakupan yang berbeda, (Farida&Krisbiantoro, 2014).

LST adalah salah satu kunci parameter di bergbagai studi lingkungan pada disiplin-

disiplin ilmu yang berbeda, seperti geologi, hidrologi, ekologi, oseanografi,

meteorologi, klimatologi, dan lain-lain (Jimenez-munoz dan sobrino, 2008).

LST merupakan salah satu parameter kunci keseimbangan energi pada permukaan

dan merupakan variabel klimatologis yang utama. LST mengendalikan fluks energi

gelomban panjang yang melalu atmosfer. Besarnya LST tergantung pada kondisi

parameter permukaan lainnya, seperti kelembaban permukaan dan tutupan serta

kondisi vegetasi. Oleh karena itu pengetahuan tentang distribusi spasial LST dan

keragaman temporalnya penting bagi pemodelan aliran yang akurat antara

permukaan dan atmosfer (Prasasti et al,2007).

2.4.6 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan berperan dalam menampung air ataupun melimpaskanya. Daerah

yang ditumbuhi banyak pepohonan akan membantudalam penyerapan air sehingga

air akan mudah ditampung dan limpasan air akan kecil sekali terjadi. Hal ini

disebabkan besarnya kapasitas serapan air oleh pepohonan dan lambatnya air

limpasan mengalir akibat tertahan oleh akar dan batang pohon. Kaitanya dalam

kekeringan, nilai skor rendah diberikan pada daerah dengan tutupan lahan

didominasi oleh pepohonan, sedangkan nilai skor tinggi untuk daerah dengan

penutup lahan minim pepohonan atau tanpa pepohonan. Pemberian nilai nol pada

tubuh air dikarenakan tubuh air dianggap tidak pernah mengalami kekeringan.

Klasifikasi masing-masing penggunaan lahan yang berkaitan dengan potensi

kekeringan dapat dilihat pada tabel 2.5.

Page 43: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

27

Tabel 2.3 Klasifikasi penggunaan lahan terhadap kekeringan

Sumber: Fersely, 2007

2.4.7 Curah Hujan Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan

diameter 0.5 mm atau lebih. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak

mengalir. Curah hujan menjadi sangat penting dalam penelitian ini karena

merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan kondisi permukaan dalam

sudut pandang sumberdaya air. Hujan merupakan suatu masukan (input) yang akan

diproses oleh permukaan lahan untuk menghasilkan suatu keluaran (Raharjo, 2010).

Pengharkatan nilai curah hujan didasarkan dari jumlah curah hujanya. Daerah

dengan jumlah curah hujan paling kecil dapat dikatakan bahwa daerah itu akan lebih

berpengaruh terhadap kejadian kekeringan. Oleh karena itu, untukdaerah yang

mempunyai nilai curah hujan rendah akan diberi nilai skor yang lebih tinggi

daripada daerah dengan curah hujan tinggi. Adapun pengharkatan tertera pada tabel

2.6.

Tabel 2.4 Klasifikasi curah hujan terhadap kekeringan

No Curah Hujan Rata-rata (mm/hg) Skor

1 <1500 4

2 1500-200 3

3 2001-2500 2

Sumber: Fersely, 2007

No Penggunaan Lahan Nilai (Skor)

1 Hutan, badan air 1

2 Kebun campuran 2

3 Sawah 3

4 Tanah terbuka, lahan terbangun

(pemukiman)

4

Page 44: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

28

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas

permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat

dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam

jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan

dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan

10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m2 adalah 10 liter.

Ancaman longsor biasanya dimulai pada saat jumlah intensitas curah hujan

meningkat. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan terjadinya

penguapan air pada tanah dalam jumlah yang sangat besar sehingga mengakibatkan

munculnya pori-pori tanah dan terbentuknya retakan pada permukaan tanah. Ketika

hujan, air masuk dan saat mencapai tingkat kejenuhan tanah atau air terakumulasi

di bagian dasar lereng akan menyebabkan gerakan lateral. Longsoran dapat dicegah

bila ada pepohonan di permukaannya, karena air akan diserap oleh akar tumbuhan.

Apabila tidak ada tumbuhan yang dapat mengikat tanah dan menyerap air, maka

longsor akan mudah terjadi karena ketahanan batuan/tanah penyusun lereng

menurun tajam dan menyebabkan lereng menjadi tidak stabil di sepanjang bidang

gelincir (Hardiyatmo, 2006). Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan

dalam jumlah, kecepatan, laju dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini

mempengaruhi kemampuannya untuk menimbulkan gerakan tanah (Arsyad, 2010).

Curah hujan suatu kawasan dapat dihitung dengan menggunakan rata-rata

aritmatik, poligon thiessen, dan isohyet. Peta isohyet merupakan hasil interpolasi

data curah hujan pada sejumlah pos hujan wilayah yang dipetakan (Setiawan &

Rohmat, 2011). Metode interpolasi spasial yang digunakan dalam pembuatan peta

ini diimplementasikan dalam ArcGIS yaitu IDW (Inverse Distance Weighted) (Lu

& Wong, 2008). Metode IDWmerupakan metode interpolasi konvesional yang

memperhitungkan jarak sebagai bobot. Jarak yang dimaksud adalah jarak (datar)

dari titik data (sampel) terhadap blok yang akan diestimasi sehingga, semakin dekat

jarak antara titik sampel dan blok yang akan diestimasi maka semakin besar

bobotnya, begitu juga sebaliknya (Hadi, 2013). Curah hujan rata- rata dengan

isohyet dapat dirumuskan dalam persamaan2.14:

Page 45: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

29

𝑖1+𝑖2 𝑖2+𝑖3 𝑖𝑛+𝑖𝑛+1 𝐴1( )+𝐴2( )+⋯+𝐴𝑛( ) 𝑅= 2 2 2 𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛 (2.4)

Keterangan:

R : Curah hujan rata-rata (mm)

i1,i2,i3,…,in : Garis isohyet ke 1, 2, 3,…n, n+1

A1, A2,…,A3 : Luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1 dan 2, 2 dan 3,

…n dan n+1

2.4.8 Overlay Tipe dasar dari analisis spasial yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi

karakteristik spasial dan atribut dari penggabungan layer data adalah overlay.

Overlay atau yang dikenal dengan istilah tumpang susun merupakan proses

penyatuan dua buah data grafis atau lebih untuk memperoleh data grafis yang baru.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan proses overlay yaitu

sistem koordinat pada seluruh data maupun kesamaan skala gambar dalam

rangkaian kegiatan pengambilan kesimpulan secara spasial (Sari, 2017).

Proses overlay dapat dilakukan menggunakan beberapa metode yaitu identity,

intersect, union dan update. Proses overlay identity diterapkan antara dua buah data

grafis, batas data grafis pertama digunakan sebagai acuan batas luar overlay.

Apabila batas luar antara dua data grafis tidak sama, batas luar yang akan digunakan

adalah batas luar data grafis pertama. Metode intersect diterapkan untuk memproses

data pada wilayah yang bertampalan. Metode overlay union dilakukan dengan

menggabungkan antara dua buah data atau lebih yang menghasilkan gabungan

antara batas luar pada data pertama dengan batas luar data kedua. Metode update

merupakan jenis overlay yang sedikit berbeda. Proses overlay pada metode ini

dilakukan dengan menghapuskan informasi grafis pada coverage input, kemudian

diganti dengan informasi baru yang diberasal dari coverage up date (Sari, 2017).

2.4.9 Metode Skoring dan Pembobotan

Metode skoring adalah suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap parameter

yang akan digunakan dalam analisis. Tiap-tiap parameter terbagi atas beberapa

kelas. Pembagian kelas dari setiap parameter yang digunakan secara umum

Page 46: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

30

disesuaikan dengan kelas parameter yang dimiliki oleh daerah yang diamati (Sari,

2017). Metode pembobotan atau disebut juga weighting adalah faktor pengali yang

besarnya sesuai dengan peranan variabel terhadap hasil ukur suatu metode yang

digunakan apabila setiap karakter memiliki peranan berbeda atau jika memiliki

beberapa parameter untuk mementukan kemampuan lahan atau sejenisnya.

Semakin besar pengaruh suatu parameter maka bobot dan nilai variable indikator

juga semakin besar (Sari, 2017). Persamaan matematis dengan cara

menggabungkan antara skoring dan pembobotan ditunjukkan pada persamaan 2.5: X = ∑𝑛(W𝑖 x Xi) 𝑖=1 (2.5) Keterangan :

X = Nilai kerawanan

Wi = Bobot untuk parameter ke-i

Xi = Skor kelas pada parameter ke-i

Nilai interval menjadi dasar dalam pengkelasan. Penentuan lebar interval masing-

masing kelas dilakukan dengan membagi sama banyak nilai-nilai yang didapat

dengan jumlah interval kelas yang ditentukan dengan persamaan 2.6: 𝐼 = 𝑅/𝑁 (2.6)

Keterangan:

I = Interval kelas

R = Selisih nilai maksimum dan nilai minimum

N = Jumlah kelas

2.4.10 Uji Akurasi Akurasi hasil interpretasi citra merupakan kesesuaian antara hasil interpretasi citra

dengan nilai yang dianggap benar. Semakin sesuai atau semakin kecil beda anatara

dua nilai tersebut berarti semakin akurat interpretasinya. Akurasi interpretasi dapat

ditingkatkan melalui dua cara, yaitu dengan mengganti sistem penginderaan jauh

yang diinterpretasi, dan dengan mengganti metodenya. Opsi yang pertama dapat

dilakukan dengan mengganti citra dengan resolusi spasialnya lebih baik. Opsi yang

kedua dapat dilakukan dengan menambah jumlah training area dan meningkatkan

strategi interpretasi. Perhitungan ketelitian klasifikasi dilakukan dengan

Page 47: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

31

menghitung matriks kesalahan (confusion matrix) dengan menggunakan data

inspeksi lapangan (ground truth) sebagai referensi validasi. Melalui metode

confusion matrix dapat diperoleh indikator-indikator akurasi dan kesalahan pada

hasil klasifikasi (Sutanto, 2016).

2.4.11 Uji Korelasi Korelasi merupakan salah satu teknik analisis statistik yang paling banyak

digunakan oleh para peneliti. Peneliti umumnya tertarik terhadap peristiwa-

peristiwa yang terjadi dan mencoba untuk menghubungkannya, besarnya angka

korelasi disebut koefisien korelasi dinyatakan dengan lambang r.

Hubungan antara dua variabel di dalam teknik korelasi bukanlah dalam arti

hubungan sebab akibat (timbal balik), melainkan hanya merupakan hubungan

searah saja. Akibatnya, dalam korelasi dikenal penyebab dan akibatnya. Data

penyebab atau yang mempengaruhi disebut variabel bebas (independent) dan data

akibat atau yang dipengaruhi disebut variabel terikat (dependent). Variabel bebas

(independent) dilambangkan dengan huruf X atau X1, X2, X3 ... Xn (tergantung

banyaknya variabel bebas). Variabel terikat (dependent) dilambangkan dengan

huruf Y (Purnama 2014). Adapun kegunaan dari korelasi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara

variabel satu dengan yang lainnya.

b. Untuk menyatakan besarnya sumbangan variabel satu terhadap yang

lainnya yang dinyatakan dalam persen. Dengan demikian, maka r2 disebut

koefisien determinasi atau koefisien penentu. Hal ini disebabkan r2x 100%

terjadi dalam variabel terikat Y yang mana ditentukan oleh variabel X.

Pola atau bentuk hubungan antara dua (2) variabel korelasi yang terjadi antara dua

variabel yaitu, (i) korelasi linear positif (+) yaitu perubahan salah satu nilai variabel

diikuti perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang sama.

Jika nilai variabel X mengalami kenaikan, maka variabel Y akan ikut naik. Jika

nilai variabel X mengalami penurunan, maka variabel Y akan ikut turun, apabila

nilai koefisien korelasi mendekati +1 (positif satu) berarti pasangan data variabel X

dan variabel Y memiliki korelasi linear positif yang kuat/erat/sempurna. (ii)

Page 48: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

32

Korelasi linear negative (-) yaitu perubahan salah satu nilai variabel diikuti

perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang berlawanan,

jika nilai variabel X mengalami kenaikan, maka variabel Y akan turun. Jika Nilai

variabel X mengalami penurunan, maka nilai variabel Y akan naik.Apabila nilai

koefisien korelasi mendekati -1 (negatif satu) maka hal ini menunjukan pasangan

data variabel X dan variabel Y memiliki korelasi linear negatif yang

kuat/erat/sempurna. (iii) Tidak berkorelasi (0) yaitu kenaikan nilai variabel yang

satunya bisa diikut dengan penurunan variabel lainnya atau diikuti dengan kenaikan

variabel yang lainnya. Arah hubungannya tidak teratur, bisa searah atau pun

berlawanan, apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati 0 (nol) berarti pasangan

data variabel X dan variabel Y memiliki korelasi yang sangat lemah atau

berkemungkinan tidak berkorelasi.

Persamaan regresi linier sederhana merupakan suatu model persamaan yang

menggambarkan hubungan satu variabel bebas/ predictor (X) dengan satu variabel

tak bebas/ response (Y), yang biasanya digambarkan dengan garis lurus (Yuliara

2016).

2.5 Analisis Spasial

Istilah sistem informasi geografis diartikan sebagai suatu sistem berdasarkan

komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi

geografis (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi

dan mengalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronoff, 2013).

Menurut Bakosurtanal (Badan Kordinasi dan Pemetaan Nasional) atau yang saat ini

namanya menjadi BIG (Badan Informasi Geospasial) sistem informasi geografis

adalah kumpulan yang terrorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat

lunak, data geografis dan personal yang di desain untuk memperoleh,

menyimpan,memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua

bentuk informasi yang bereferensi geospasial (Sodikin, 2015).

Pengertian lain menyebutkan bahwa sistem informasi geografis merupakan ilmu

pengetahuan yang berbasis pada perangkat lunak komputer yang digunakan untuk

memberikan data berbentuk digital dan analisis terhadap permukaan geografis bumi

Page 49: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

33

sehingga membentuk suatu informasi keruangan yang tepat dan akurat (Agus

Suryantoro, 2012). Berdasarkan pengertian – pengertian yang telah diuraikan, dapat

disimpulkan bahwa sistem informasi geografis merupakan suatu sistem komputer

untuk mengolah informasi yang bereferensi geospasial, sistem ini terdiri dari tahap

input, proses sampai dengan output.

Page 50: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil daerah studi pada lahan sawah yang terletak di kabupaten

pringsewu kecamatan Gading Rejo provinsi Lampung. Secara geografis Pringsewu

terletak pada 104045'25"–10508'42" BT dan 508'10"-5034'27" LS seperti tabel 3.1:

Tabel 3.1 Perbatasan Kabupaten Pringsewu

Utara

Kecamatan Sendang Agung dan Kecamatan Kalirejo (Kabupaten Lampung Tengah)

Selatan Kecamatan Bulok dan Kecamatan Cukuh Balak (Kabupaten Tanggamus)

Barat

Kecamatan Pugung dan Kecamatan Air Naningan (Kabupaten Tanggamus)

Timur

Kecamatan Negeri Katon, Kecamatan Gedongtataan, Kecamatan Waylima dan Kecamatan Kedondong (Kabupaten Pesawaran)

Tabel 3.2 menjelaskan perbatasan Kecamatan Gading Rejo yang berbatasan

dengan:

Tabel 3.2 Perbatasan Kecamatan Gading Rejo

Utara

Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu dan Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran

Selatan Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran Barat Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu Timur Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran

Gadingrejo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pringsewu, Lampung,

Indonesia. Berjarak kira-kira 10 km ke arah timur Kota Pringsewu dan 35 km ke

arah barat Kota Bandar Lampung. Wilayah ini terdiri atas 23 pekon dengan

penghasilan utama dari pertanian. Penduduknya sebagian besar berasal dari Jawa,

maka banyak ditemukan pekon yang merupakan nama kota/kabupaten di Jawa

seperti Blitarejo (Blitar), Kediri (Kediri), Tulung Agung (Tulungagung),

Wonosari(Wonosari, Gunung Kidul), dan Yogyakarta (Yogyakarta). Luas lahan

sawah yang ada di Gading rejo seluas 5.930 ha (Badan Pusat Statistik, 2015).

Gambar 3.1 adalah gambar lokasi Kecamatan Gading Rejo.

Page 51: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

35

Gambar 3.1 Letak Kecamatan Gading Rejo

Sumber: Google Earth

3.2 Data dan Alat Penelitian

3.2.1 Alat 1. Perangkat keras komputer yang digunakan untuk pemrosesan dan

pengolahan data dengan spesifikasi:

- Laptop HP

- Windows 10 pro

- Versi 1511

- OS build 10586.63

- Processor Intel(R) Core(TM) i5-2540M CPU @2.60GHz

- RAM 4,00GB

- 64-bit operating system, x64-based processor

2. Alat pengukur suhu permukaan tanah

3. GPS Handhel

4. Kamera, untuk kegiatan dokumentasi selama proses penelitian dilapangan.

5. Data SHP IndonesiaKecamatan Gading Rejo

6. Data suhu hasil analisis land temperatur surfacemeasured.

7. Software yang digunakan ENVI 4.5 digunakan untuk pengolahan data

penginderaan jauh citra Landsat 8, Arcgis 10.3.1 digunakan untuk overlay,

layout peta dan skoring.

Page 52: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

36

3.2.2 Data Tabel 3.3 menjelaskan tentang semua data penilitian yang digunakan pada

penelitian ini.

Tabel 3.3 Data Penelitian No. Data Jenis Data Sumber Data Keperluan

1.

Landsat 8 (Resolusi 30 m)

Primer

situs Copernicus Open Access Hub

https://scihub.copernicus.eu/dhus/#/home

Tanggal akuisisi 6 Agustus 2018

Peta Penggunaanlahan Peta KerapatanVegetasi Peta KelembabanTanah Peta Kebasahan Tanah Peta Suhu

2. Peta RBI Kabupaten Pringsewu

Sekunder

Situs Badan Informasi Geospasial (BIG)

http://tanahair.indonesia.g o.id/portal-web

Batas Administrasi Peta

3.

Data curah hujan

Sekunder

UPT MKG ITERA

Tahun 2018

Peta Curah Hujan

4. Data Suhu

Sekunder UPT MKG ITERA Tahun 2018

Peta Suhu

5. Peta RBI kota Bandar Lampung (Skala 1:25000)

Sekunder

Situs Badan Informasi Geospasial (BIG)

http://tanahair.indonesia.g o.id/portal-web

Batas Administrasi Peta

Page 53: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

37

3.3 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.2 dibawah ini merupakan diagram alir penelitian:

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

Multi Spektral

Page 54: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

38

3.5 Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel ini merupakan bidang kajian peneliti

dalam sebuah penelitian. Disebut sebagai variabel karena bervariasi. Salah satu

contohnya adalah curah hujan, curah hujan dikatakan sebagai variabel, karena curah

hujan di masing-masing daerah memilikiperbedaaan.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yaitu variabel dari interpretasi

citra Landsat 8 dan variabel kondisi fisiografis yang berpengaruh terhadap

kekeringan.

1. Variabel dari interpretasi citra Landsat 8

Indeks vegetasi melalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan

adalah NDVI (Normalized Difference VegetationIndex).

Indeks Kelembaban melalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan

adalah NDMI (Normalized Difference MoistureIndex)

Indeks Kebasahanmelalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan

adalah NDWI (Normalized Difference WaterIndex)

Suhu melalui Citra Landsat 8, indeks yang digunakan adalah LST

(Land Surface Temperature).

2. Kondisi fisiografis yang berpengaruh terhadap kekeringan:

a. Curah hujan

b. Suhu

c. Penggunaan lahan

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan gambar 3.2. tahapan penelitian ini terdiri dari pengolahan data, analisis

spasial, uji validasi lapangan sehingga mencapai hasil akhir berupa peta kekeringan

lahan pertanian. Secara rinci tahapan pelaksanaan yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

Page 55: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

39

3.4.1 Studi Literatur Proses studi literatur merupakan proses untuk melakukan pencarian referensi yang

sesuai dengan penelitian. Referensi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah

referensi yang terkait dengan penginderaan jauh, kekeringan lahan sawah, bencana

kekeringan, sistem informasi geografis, dalam hal ini referensi yang dibutuhkan

adalah pengolahan analisis citra satelit serta uji akurasi lapangan. Studi literatur

yang juga dibutuhkan adalah penyebab terjadinya kekeringan serta keterkaitan

antara tutupan lahan, curah hujan, kerapatan vegetasi, kelembaban, kebasahan

terhadap suhu permukaan Kota Bandar lampung. Referensi didapatkan dari buku,

dokumen – dokumen, jurnal ilmiah dan artikel resmi yang berhubungan dengan

penelitian ini.

3.4.2 Pengumpulan Data Pada penelitian ini data yang digunakan akan diperoleh meliputi:

1. Pengumpulan Data PenginderaanJauh.Data ini berupa citra foto dan non-

foto atau data numerik. Teknik pengambilan data penginderaan jauh berupa

citra landsat 8 yaitu dengan cara men-download dari situs resmi USGS yaitu

www.earthexplorer.us.gov. Citra landsat 8 merupakan citra dengan

perekaman pada tahun 2018.Setelah download citra, langkah selanjutnya

adalah melakukan koreksi geometrik dan radiometrik terhadap citra.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah curah hujan dan suhu Kecamatan

Gading Rejo tahun 20018 yang diperoleh dari BMKG, peta penggunaan

lahan, peta kerapatan vegetas, peta kelembaban tanah, peta kebasahan tanah

dan peta suhu permukaan Kecamatan Gading Rejo.

3. Observasi

Teknik pengumpulan data observasi sangat erat kaitannya dengan kegiatan

pengamatan dan ingatan (Sugiyono, hal 154). Kegiatan observasi berarti

kegiatan mengamati sekaligus mengingat berbagai gejala atau fenomena

alam yang menjadi kajian penelitian ini.

4. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang digunakan

Page 56: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

40

adalahteknik random sampling. Menurut (Sugiyono, 2001) teknik simple

random sampling adalah teknik pengambilan sampel dari anggota populasi

yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi itu.

5. Validasi

Teknik ini digunakan untuk memvalidasi sampel dari citra Satelit Landsat 8

ke daerah yang sesuai dengan koordinat pada citra untuk mengetahui

kondisi lapangan yang sebenarnya.

6. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan peneliti untuk mendukung penelitian berupa foto-

foto mengenai kondisi lokasi penelitian serta dokumen- dokumen

pendukung lainnya yang didapat dari instansi pemerintahan kecamatan

Gading Rejo.

3.4.3 Pengolahan Citra a. Koreksi Geometrik

Koreksi radiometrik (satelite image callibration) ini digunakan untuk

mengurangi hamburan atmosfer pada citra satelit yang menyebabkan nilai

spektral citra menjadi lebih tinggi darisebenarnya (Soenarmo hal 129).

“Koreksi radiometrik dilakukan pada kesalahan-kesalahan oleh sensor dan

sistem sensor terhadap respon detektor serta pengaruh atmosfer yang

stasioner atau konstan. Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki

kesalahan atau distorsi yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan operasi

dan sensor, adanya atenuasi (penyerapan, hamburan) gelombang

elektromagnetik oleh atmosfer, variasi sudut pengambilan data (sudut

datang radiasi), variasi sudut iluminasi, sudutpantul, dan lainnya dapat

terjadi selama pengambilan, pengiriman serta perekamanan data (Sodikin,

hal 83). Maka dari itu, koreksi radiometrik sangat diperlukan untuk

mengembalikan nilai spektral citra sesuai dengan nilai sebenarnya.

Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengurangi kesalahan – kesalahan

yang disebabkan oleh sistem perekaman serta kesalahan yang diakibatkan

oleh perjalanan sinar matahari dari suatu objek ke kamera perekam melalui

Page 57: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

41

media atmosfer. Data Band 10 dan Band 11 dikonversi dari citra mentah

atau nilai DN (digital number) ke nilai TOA Spectral Radiance

menggunakan radian rescalling factors dalam file metadata Landsat 8,

adapun perhitungannya dapat dilihat pada persamaan 3.1 adalah sebagai

berikut (Rajeshwari , et al., 2014) : Lα = ML ∗ Qcal + AL (3.1)

Keterangan:

Lα = TOA radiance (nilai pancaran)

ML = Band-specific multiplicative rescaling factor (ada di metadata)

AL = Band-specific additive rescaling factor (ada di metadata)

Qcal = DN pada setiap piksel dalam Band citra Landsat

Konversi nilai DN (digital number) menjadi reflektan di lakukan untuk

menurunkan variabilitas antar scene citra pada Band tampak. Tahap ini

dialkukan sebelum melakukan pengolahan kerapatan vehetasi (NDVI),

adapun perhitungan konversi nilai DN menjadi reflektan dapat dilihat pada

persamaan rumus 3.2 adalah sebagai berikut (Rajeshwari , et al., 2014) :

Pα = (Mp ∗ Qcal + Ap)/ sin(φ) (3.2)

Keterangan:

Pα = TOA reflectance (nilai pancaran)

Mp = Band-specific multiplicative rescaling factor (ada di metadata)

Ap = Band-specific additive rescaling factor (ada di metadata)

Qcal = DN pada setiap piksel dalam Band citra Landsat

Φ = sun elevation

b. Koreksi Geometrik

Data penginderaan jauh pada umumnya mengandung kesalahan (distorsi)

geometrik, baik sistematik maupun non-sistematik, kesalahan ini

diakibatkan oleh jarak orbit atau lintasan terhadap objek (hingga sudut

Page 58: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

42

pandang kecil ) dan pengaruh kecepatan platform (wahana) (Soernamo,

hal 125-126). Cara sederhana untuk mengukur kesalahan (distorsi)

geometrik adalah dengan menghitung RMSerror yaitu kesalahan kuadrat

terkecil (root mean square) (Soernamo, hal 125-126).

Koreksi geometrik dilakukan untuk mengurangi kesalahan yang

disebabkan oleh gerak sapuan satelit, gerak perputaran bumi dan faktor

kelengkungan bumi yang mengakibatkan pergeseran posisi terhadap

sistem koordinat referensi. Proses koreksi geometrik dilakukan dengan

mentransformasikan posisi setiap piksel yang ada di citra terhadap objek

yang sama di permukaan bumi dengan memakai beberapa titik kontrol

tanah.

3.4.4 Klasifikasi Penggunaan Lahan Klasifikasi penggunaan lahan dihasilkan dari pengolahan Landsat 8 yang telah

terkoreksi. Klasifikasi dilakukan secara supervised classification. Tahapan awal

yang dilakukan dengan interpretasi visual untuk menentukan training area yang

kemudian diklasifikasi dengan metode maximum likehood. Teknik klasifikasi

dilakukan dengan metode kemiripan piksel (maximum likelihood) yaitu metode

pendugaan yang memaksimumkan fungsi kemiripan piksel (likelihood). Data

interpetrasi citra berupa klasifikasi piksel berdasarkan spektralnya, setiap kelas

piksel dicari kaitan antara objek atau gejala di permukan bumi. Salah satu algoritma

yang digunakan dalam klasifikasi terbimbing ini adalah algoritma Maximum

likelihood yang berdasarkan pada perhitungan probabilitas. Asumsi dari algoritma

ini adalah bahwa objek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi

normal, algoritma ini piksel dikelaskan sebagai objek tertentu karena bentuk,

ukuran dan orientasi sampel pada feature space (Danoedoro, 2012).

3.4.5 Perhitungan NDVI Band merah (red) dan Band infra merah dekat (Near-IR) pada citra satelit Landsat

digunakan untuk memperoleh nilai NDVI dengan perhitungan persamaan rumus

3.3 sebagai berikut, contoh Landsat 8 (Danoedoro, 2012) :

(3.3)

Page 59: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

43

Keterangan :

Band 4 : Saluran merah pada Landsat 8

Band 5 : Saluran inframerah dekat pada Landsat 8

Hasil pengolahan nilai kerapatan vegetasi dapat dilakukan klasifikasi menjadi

beberapa kelas seperti yang di tetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.12/Menhut-II/2012 pada tabel 3.4 dibawah ini.

Tabel 3. 4 Nilai NDVI

Kelas NDVI Keterangan

1 -1 s/d -0.03 Lahan Tidak Bervegetasi

2 -0.03 s/d 0.15 Kehijauan sangat rendah

3 0.15 s/d 0.25 Kehijauan rendah

4 0.26 s/d 0.35 Kehijauan sedang

5 0.36 s/d 1.00 Kehijauan tinggi

Sumber : (Kehutanan, 2012)

3.4.6 Perhitungan NDWI NDWI ini dikembangkan untuk menggambarkan badan air dari citra satelit. Dengan

persamaanrumus 3.4 sebagai berikut:

NDWI = GREEN-NIR / GREEN+NIR (3.4)

Keterangan:

NIR : Nilai reflektansi Band near infrare

GREEN : Nilai reflektansi Band hijau

Page 60: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

44

Klasifikasi NDWI dapat dilihat pada tabel 3.5 sebagai berikut:

Tabel 3.5 Klasifikasi NDWI

Kelas Nilai NDWI Tingkat Kebasahan

1 -1< NDWI > 0 Non- Badan Air

2 0<NDWI<0.33 Kebasahan Sedang

3 0.33<NDWI<1 Kebasahan tinggi

Sumber: (Kehutanan, 2012)

3.4.7 Perhitungan NDMI NDMI memiliki nilai tengah dari spektral yang didapat dari gelombang

elektromagnetik near infrared dan shortwave infrared (Achmad et al., 2018).

Panjang gelombang 0.76-0.90 dapat membedakan jenis vegetasi yang dideteksi dan

juga aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat membatasi tubuh air dan juga

kelembaban tanah. Panjang gelombang 1.55- 1.75, berguna untuk menunjukkan

komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga dapat membedakan

salju dan awan (Haikal, 2014). NDMI diformulasikan pada persamaan3.5 sebagai

berikut: λNIR −λSWIR1 𝑁𝐷𝑀𝐼 = λNIR +λSWIR1

(3.5)

Keterangan:

λNIR = Nilai reflektansi Band near infrare

λSWIR = Nilai reflektansi Band shortwave infrared

3.4.8 Perhitungan LST

Split Window Algorithm (SWA) adalah formula matematika dinamis yang mampu

menyajikan informasi suhu permukaan lahan. SWA dicetuskan Sobrino pada tahun

1996 dengan perhitunganpersamaan rumus 3.6 sebagai berikut (Rajeshwari , et al.,

2014):

Page 61: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

45

LST = TB10 + C1 (TB10 – TB11) + C2 (TB10 – TB11)2 + C0 + (C3 +C4W) (1 − m) + (C5 + C6W) ∆m (3.6)

Keterangan :

LST : Land Surface Temperature (K)

C0 – C6 : Split Window Coefficient

TB10, TB11 : Nilai brightness temperature Band 10 dan Band 11

m : rata – rata nilai LSE Band 10 dan Band 11

W : Atmospheric Water Vapour Content = 0.013

∆m : selisih nilai LSE Band 10 dan Band 11

Adapun nilai koefisien dari split window dapat dilihat pada tabel 3.6 adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.6 Split Window Coefficient

Constant Value

C0 -0.268

C1 1.378

C2 0.183

C3 54.300

C4 -2.238

C5 -129.200

C6 16.400

Sumber : (Rajeshwari , et al., 2014)

3.4.9 Analisis Spasial

a. Metode penskoran (scoring)

Yaitu pemberian skor terhadap masing-masing kelas dalam setiap

parameter. Pemberian skor ini didasarkan pada seberapa besar pengaruh

kelas tersebut terhadap kekeringan. Semakin tinggi pengaruhnya terhadap

Page 62: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

46

kekeringan maka skor akan semakin tinggi. Setelah pemberian skor, maka

dilakukan interval kelas potensi kekeringan dengan menjumlahkan skor

tertinggi dikurangi jumlah skor terendah dibagi dengan jumlah kelas yang

diinginkan. Adapun skor parameter curah hujan dapat dilihat melalui tabel

3.7 sebagai berikut.

Tabel 3.7 Skoring Parameter curah hujan Tahunan

Sumber: Fersely, 2007.

Untuk melihat parameter penggunaan lahan digunakan panduan skoring

yang disajikan pada tabel 3.8 sebagai berikut:

Tabel 3.8 Penggunaan Lahan

Sumber: Fersely, 2007

Parameter skoring suhu dapat dilihat 3.9 sebagai berikut:

Tabel 3.9 Parameter Skoring Suhu

Sumber: Fersely, 2007

No Parameter Kelas Nilai (Skor)

1 Curah Hujan Tahunan

(mm/tahun)

1000-2000 2

2 3000-4000 1

No Penggunaan Lahan Nilai (Skor)

1 Hutan, badan air 1

2 Kebun Campuran 2

3 Sawah, 3

4 Tanah terbuka, lahan terbangun

(pemukiman)

4

No Parameter Kelas Nilai (Skor) 1

Suhu

<150C 1 2 16-250C 2 3 26-300C 3 4 >300C 4

Page 63: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

47

Skoring parameter suhu didasarkan pada pembagian kelas hasil analisis

Land Surface Temperature dan membagi kondisi suhu di kecamatan

Gading Rejo menjadi 4 kelas yang kemudian dibagi menjadi 4 nilai skor.

Parameter skoring NDVI dapat dilihat pada tabel 3.10 sebagai berikut:

Tabel 3.10 Skoring NDVI

Sumber: Fersely, 2007

Indeks vegetasi merupakan suatu bentuk transformasi spektral yang

diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek

kerapatan vegetasi. Kelas scoring NDVI dibagi berdasarkan hasil

pengolahan penginderaan jauh dengan membagi nilai NDVI menjadi 3

kelas yaitu tinggi (nilai NDVI 0,1299-0,2958) sedang (nilai NDVI

0,0525-0,1298) dan rendah (nilai NDVI -0,1837-0,0524).

Nilai skor kebasahan dapat dilihat pada tabel 3.11 sebagai berikut:

Tabel 3.11 Kebasahan

Sumber: Fersely, 2007

Nilai skor kelembaban dapat dilihat pada tabel 3.12 sebagai berikut:

Tabel 3.12 Kelembaban

Sumber: Fersely, 2007

No Parameter Kelas Nilai (Skor) 1

NDVI Tinggi 1

2 Sedang 2 3 Rendah 3

No Parameter Kelas Nilai (Skor) 1

Indeks Kebasahan

-0.732 s/d 0 1 2 0 s/d 0.33 2 3 0.33 s/d 1 3

No Parameter Kelas Nilai (Skor)

1 Indeks

Kelembaban

< 0.25 5 2 0.25 ≤ NDMI < 0.30 4 3 0.30 ≤ NDMI < 0.35 3 4 0.35 ≤ NDMI < 0.40 2

NDMI ≥ 0.40 1

Page 64: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

48

3.4.10 Uji Ketelitian Interpretasi Citra. Metode ini digunakan untuk melihat ketelitian interpretasi citra, diperoleh melalui

survei lapangan dan wawancara. Uji ketelitian bertujuan untuk mengetahui

keakuratan hasil pengolahan citra dengan nilai ambang akurasi citra 85%, nilai

tersebut digunakan sebagai nilai minimum diterima atau tidaknya suatu interpretasi

citra. Pengambilan sampel menggunakan metode Random (acak) terhadap

kecamatan Gading Rejo. Adapun metode uji ketelitian interpretasi citra yang

digunakan adalah metode uji kebenaran interpretasi. Nilai keakuratan juga dapat

diperoleh melalui perhitungan membandingkan jumlah titik survei yang benar

dengan jumlah titik survei seluruhnya.

3.6 Analisis Statistik

Analisis statistik dilakukan berdasarkan persebaran spasial pada peta kekeringan di

kecamatan Gading Rejo pada tahun 2018. Analisis statistik digunakan untuk

mengetahui kekuatan dan bentuk pengaruh antar variabel yang diuji. Analisis

statistik yang digunakan berupa uji korelasi dan regresi linier untuk mengetahui

seberapa besar hubungan kerapatan vegetasi, kebasahan, kelembaban, suhu, curah

hujan dan tutupan lahan terhadap kekeringan.

3.7 Uji Akurasi Perhitungan ketelitian klasifikasi dilakukan dengan menghitung matriks kesalahan

(confusionmatrix) dengan menggunakan data inspeksi lapangan (ground truth)

sebagai referensi validasi. Adapun perancangan matriks konfusi adalah dengan cara

membuat tabulasi silang (crosstab) antara data hasil interpretasi (data peta) dengan

data sebenarnya (data inspeksi lapangan). Relasi antara kedua himpunan informasi

itu dicantumkan dalam suatu matriks kesalahan pada tabel 3.13 Confusion Matrix:

Page 65: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

49

Tabel 3.13 Confusion Matrix

(Sumber: Sutanto, 2016)

Akurasi seluruh (Overall Accuracy) menunjukkan banyaknya jumlah piksel yang

terklasifikasi secara benar pada tiap kelas dibading jumlah sampel yang digunakan

untuk uji akurasi pada semua kelas. Secara matematis ditunjukkan pada persamaan

3.7. 𝑂𝐴(%) = jumlah sampel yang terklasifikasi secara benar𝑥100% (3.7) jumlah sampel uji akurasi Kesalahan omisi (omission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa kekurangan

jumlah piksel suatu kelas akibat masuknya piksel-piksel kelas tersebut ke kelasyang

lain. Sedangkan, kesalahan komisi (commission error) yaitu kesalahan klasifikasi

berupa kelebihan jumlah piksel pada suatu kelas yang diakibatkan masuknya piksel

dari kelas yang lain (Short, 1982 dalam Danoedoro, 2012). Nilai dari producer dan

user accuracy dihitung untuk tiap kelas yang ada dalam klasifikasi. Berdasarkan

matriks tersebut, maka didapatkan hasil akurasi pemetaan untuk menentukan peta

yang diolah memiliki hasil pemetaan yang baik dan sesuai dengan kondisi asli di

lapangan, sehingga peta dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Producer

Accuracy (PA) dihitung untuk mengetahui tingkat akurasi berdasarkan fakta yang

diperoleh dilapangan dengan persamaan 3.8. 𝑃𝐴(%) = jumlah sampel yang terklasifikasi secara benar𝑥100% (3.8)

jumlah sampel uji akurasi pada suatu kelas

User accuracy untuk mengetahui tingkat akurasi berdasarkan hasil pembacaan

citra yang diperoleh dengan persamaan 3.9. 𝑈𝐴(%) = jumlah sampel yang terklasifikasi secara benar𝑥100% (3.9)

jumlah sampel uji akurasi pada suatu kelas

Data Referensi Klasifikasi Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D Total

Kelas A n11 n12 n13 n14 N1 Kelas B n21 n22 n23 n24 N2 Kelas C n31 n32 n33 n34 N3 Kelas D n41 n42 n43 n44 N4

Total M1 M2 M3 M4 K

Page 66: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 4.1.1 Koreksi Radiometrik

Koreksi atmosfer dilakukan untuk menghilangkan kesalahan yang direkam oleh

sensor pada citra akibat dari pengaruh atmosferik yang diakibatkan dari partikel

diatmosfer sebagai bidang perantara pada saat akusisi data citra.

Hasil koreksi radiometrik citra satelit landsat 8 pada wilayah kecamatan Gading

Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.

(a) (b)

Gambar 4.1 Panjang Gelombang TOA semua Band 2,3,4 setelah dikoreksi

Sumber: Pengolahan data 2019

(a) (b)

Gambar 4.2 Hasil Koreksi Radiometrik (a) sebelum, (b) sesudah

Sumber: Pengolahan data 2019

Page 67: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

51

4.1.2 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik citra satelit Landsat dilakukan pengolahan pada software Envi

4.5 dengan menggunakan tahap registration image to map, yaitu proses koreksi

geometrik dilakukan dengan mentransformasikan posisi setiap piksel yang ada di

citra terhadap objek yang sama pada vektor yang telah didapat dari BIG. Batas

maksimal untuk toleransi dari kesalahan koreksi geometrik (RMS) adalah 0.5. Pada

koreksi geometrik citra Landsat 8 Kecamatan Gading Rejo, GCP yang dipilih ada

5 titik yang menyebar diseluruh Kecamatan Gading Rejo. Minimal pengambilan

GCP pada suatu citra adalah 5 titik. Jika pada pengambilan 5 titik GCP sudah

menghasilkan RMS error yang bagus, maka pengambilan GCP dapat dihentikan.

Tetapi jika dalam pengambilan 5 GCP belum menghasilkan RMS error yang bagus,

maka jumlah pengambilan GCP dapat ditambah sampai mendapatkan RMS error

yang bagus. Hasil RMS error yang dihasilkan pada koreksi geometrik citra Landsat

8 daerah Kecamatan Gading Rejo adalah 0.11. Hasil koreksi geometrik cita satelit

Landsat 8 tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Koordinat X dan Y GCP pada citra yang telah dikoreksi Geometrik

Sumber: Pengolahan 2019

Page 68: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

52

Gambar 4.4 dibawah ini merupakan RMS error yang dihasilkan pada koreksi

geometrik:

Gambar 4.4 RMS error yang dihasilkan dari koreksi Geometrik

Sumber: Pengolahan 2019

4.1.3 Klasifikasi Penggunaan Lahan Klasifikasi penggunaan lahan didapatkan dari hasil pengolahan citra Landsat 8 yang

telah dikoreksi pada wilayah kecamatan Gading Rejo. Tahapan awal yang

dilakukan dengan interpretasi visual untuk menentukan training area yang

kemudian dilakukan klasifikasi dengan metode maximum likehood. Penggunaan

lahan pada Kecamatan Gading Rejo dibagi menjadi 4 kelas yaitu, Pemukiman,

sawah, kebun campuran, tubuh air.

Page 69: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

53

Berikut adalah hasil pengolahan klasifikasi daerah kecamatan Gading Rejo

menggunakan citra Landsat 8 dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Klasifikasi Penggunaan Lahan

Sumber: Pengolahan 2019

4.1.4 Pengolahan NDVI Pengolahan NDVI digunakan untuk melihat kerapatan vegetasi yang ada di

Kecamatan Gading Rejo tahun 2018. Berikut adalah hasil pengolah NDVI wilayah

Kecamatan Gading Rejo menggunakan citra Landsat 8. Nilai rentang panjang

gelombang untuk kerapatan vegetasi NDVI adalah dari -1 sampai 1. Jika panjang

gelombang semakin mendekati angka 1, maka kerapatan vegetasi di daerah tersebut

semakin tinggi, begitu juga sebaliknya jika nilai panjang gelombang semakin

mendekati angka -1, maka kerapatan vegetasi di daerah tersebut semakin rendah.

Hasil pengolahan NDVI pada citra Landsat 8 Kecamatan Gading rejo menunjukkan

bahwa wilayah Kecamatan Gading Rejo memiliki rentang nilai NDVI min -

0.563362 dan max 0.886938.

Page 70: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

54

Hasil pengolahan NDVI pada kecamatan Gading Rejo tahun 2018 menggunakan

citra Landsat 8 dapat dilihat pada gambar 4.6 sebagai berikut:

Gambar 4.6 Hasil NDVI pada landsat 8 kecamatan Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Nilai hasil panjang gelombang dari NDVI citra Landsat 8 daerah kecamatan Gading

Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.7 dan 4.8 sebagai berikut:

Gambar 4.7 Histogram NDVI

Sumber: Pengolahan 2019

Page 71: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

55

Gambar 4.8 Histogram panjang gelombang NDVI

Sumber: Pengolahan 2019

Berikut adalah tabel 4.1 sebaran sampel NDVI pada citra Landsat 8 wilayah

Gading Rejo:

Tabel 4.1 sebaran sampel NDVI

No. X Y NDVI 1. 5.375297222 105.061375 0.150998 2. 5.375841667 105.0608333 0.273526 3. 5.375297222 105.0611056 0.186819 4. 5.334861111 105.0250889 0.707669 5. 5.365530556 105.0166972 0.805811 6. 5.398913889 105.0175083 0.779312 7. 5.433925 105.0221139 0.768675 8. 5.356027778 105.0648944 0.584641 9. 5.328616667 105.030775 0.766175

10. 5.352230556 105.0261722 0.560544 11. 5.404069444 105.0375472 0.527642 12. 5.330241667 105.0727444 0.501305 13. 5.429580556 105.0581306 0.811669 14. 5.343547222 104.9855583 0.55289 15. 5.397827778 104.9836611 0.821893 16. 5.431752778 105.0686944 0.813483 17. 5.372855556 105.05975 0.36995 18. 5.372855556 105.0657083 0.52706 19. 5.362 105.0429611 0.57781 20. 5.404611111 105.0483806 0.759666

Page 72: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

56

No. X Y NDVI 21. 5.360369444 105.0751833 0.761905 22. 5.361730556 105.0058639 0.422773 23. 5.372855556 105.058125 0.392284 24. 5.370686111 105.0359222 0.754449 25. 5.407872222 105.0058667 0.439751 26. 5.334047222 105.0199444 0.717701 27. 5.383172222 104.9972 0.461988 28. 5.378827778 105.0340278 0.417449 29. 5.362538889 105.0778917 0.749649 30. 5.378558333 104.9904306 0.22846 31. 5.375841667 105.0611056 0.262143 32. 5.4057 104.9847444 0.825275 33. 5.356302778 104.9787889 0.341831 34. 5.363358333 104.9833917 0.32709 35. 5.360913889 105.0448556 0.529749 36. 5.375297222 105.0611056 0.186819 37. 5.377197222 105.0686861 0.408991 38. 5.362813889 105.0670611 0.606 39. 5.393213889 104.9833889 0.753471 40. 5.357116667 105.0223833 0.503893 41. 5.399727778 105.0397139 0.659192 42. 5.332147222 104.9782472 0.211388 43. 5.375297222 105.0743722 0.830007 44. 5.328075 105.0277972 0.773259 45. 5.377197222 105.0594806 0.327585 46. 5.3791 105.0364639 0.371447 47. 5.340016667 105.0169667 0.804604 48. 5.391313889 105.0091139 0.791363 49. 5.405972222 104.9850139 0.791775 50. 5.358202778 105.0240083 0.581742 51. 5.360644444 104.9842028 0.468405 52. 5.34815 105.0643528 0.765895 53. 5.350875 105.0256306 0.59369 54. 5.359013889 105.063 0.492391 55. 5.375297222 105.0611056 0.186819 56. 5.376383333 105.0627306 0.258651 57. 5.372316667 105.0072194 0.766164 58. 5.401358333 105.0050528 0.75801 59. 5.392944444 105.0058667 0.811901 60. 5.359830556 105.0118222 0.793031

Page 73: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

57

4.1.5 Pengolahan NDWI Pengolahan NDWI digunakan untuk melihat nilai kebasahan pada suatu wilayah

kecamatan Gading Rejo tahun 2018. Hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat

8 tahun 2018 pada wilayah Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.9:

Gambar 4.9 Hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8 pada wilayah kecamatan Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Tabel 4.2 dibawah ini adalah klasifikasi NDWI:

Tabel 4.2 Klasifikasi NDWI

Kelas Nilai NDWI Tingkat Kebasahan

1 -1< NDWI > 0 Non- Badan Air

2 0<NDWI<0.33 Kebasahan Sedang

3 0.33<NDWI<1 Kebasahan tinggi

Gambar nilai panjang gelombang hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8

wilayah kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.10 dan 4.11.

Page 74: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

58

Gambar 4.10 Histogram nilai panjang gelombang NDWI Citra satelit Landsat 8 wilayah

kecamatan Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Gambar 4.11 Histogram nilai panjang gelombang NDWI citra satelit Landsat 8 wilayah kecamatan

Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Page 75: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

59

Berikut adalah tabel 4.3 sebaran sampel NDWI pada citra Landsat 8 wilayah

Gading Rejo:

Tabel 4.3 Sebaran sampel NDWI

No. X Y NDWI 1. 5.375297222 105.061375 -0.180576 2. 5.375841667 105.0608333 -0.247418 3. 5.375297222 105.0611056 -0.211824 4. 5.334861111 105.0250889 -0.599076 5. 5.365530556 105.0166972 -0.686027 6. 5.398913889 105.0175083 -0.65739 7. 5.433925 105.0221139 -0.64513 8. 5.356027778 105.0648944 -0.537717 9. 5.328616667 105.030775 -0.656075

10. 5.352230556 105.0261722 -0.500343 11. 5.404069444 105.0375472 -0.47446 12. 5.330241667 105.0727444 -0.48 13. 5.429580556 105.0581306 -0.677783 14. 5.343547222 104.9855583 -0.511463 15. 5.397827778 104.9836611 -0.70559 16. 5.431752778 105.0686944 -0.703662 17. 5.372855556 105.05975 -0.400406 18. 5.372855556 105.0657083 -0.48978 19. 5.362 105.0429611 -0.521899 20. 5.404611111 105.0483806 -0.644248 21. 5.360369444 105.0751833 -0.647894 22. 5.361730556 105.0058639 -0.413602 23. 5.372855556 105.058125 -0.38167 24. 5.370686111 105.0359222 -0.63661 25. 5.407872222 105.0058667 -0.413117 26. 5.334047222 105.0199444 -0.59595 27. 5.383172222 104.9972 -0.469806 28. 5.378827778 105.0340278 -0.396818 29. 5.362538889 105.0778917 -0.637142 30. 5.378558333 104.9904306 -0.236056 31. 5.375841667 105.0611056 -0.252165 32. 5.4057 104.9847444 -0.713055 33. 5.356302778 104.9787889 -0.337522 34. 5.363358333 104.9833917 -0.357024 35. 5.360913889 105.0448556 -0.472813

Page 76: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

60

No. X Y NDWI 36. 5.375297222 105.0611056 -0.211824 37. 5.377197222 105.0686861 -0.368969 38. 5.362813889 105.0670611 -0.524186 39. 5.393213889 104.9833889 -0.635561 40. 5.357116667 105.0223833 -0.461411 41. 5.399727778 105.0397139 -0.581669 42. 5.332147222 104.9782472 -0.216075 43. 5.375297222 105.0743722 -0.717662 44. 5.328075 105.0277972 -0.651263 45. 5.377197222 105.0594806 -0.336917 46. 5.3791 105.0364639 -0.354928 47. 5.340016667 105.0169667 -0.696242 48. 5.391313889 105.0091139 -0.662386 49. 5.405972222 104.9850139 -0.682206 50. 5.358202778 105.0240083 -0.517957 51. 5.360644444 104.9842028 -0.431091 52. 5.34815 105.0643528 -0.647272 53. 5.350875 105.0256306 -0.503804 54. 5.359013889 105.063 -0.441282 55. 5.375297222 105.0611056 -0.211824 56. 5.376383333 105.0627306 -0.347388 57. 5.372316667 105.0072194 -0.627332 58. 5.401358333 105.0050528 -0.651881 59. 5.392944444 105.0058667 -0.682095 60. 5.359830556 105.0118222 -0.675006

4.1.6 Pengolahan NDMI

Pengolahan NDMI digunakan untuk melihat nilai kelembaban suatu wilayah

dengan menggunakan algoritma seperti persamaan rumus 4.1 sebagai berikut: λNIR −λSWIR1 𝑁𝐷𝑀𝐼 = λNIR +λSWIR1

(4.1)

Gambar hasil pengolahan NDMI citra satelit Landsat 8 tahun 2018 wilayah

kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.12 sebagai berikut.

Page 77: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

61

Gambar 4.12 Hasil pengolahan NDMI citra satelit Landsat 8 wilayah Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Gambar nilai panjang gelombang hasil pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8

wilayah kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.13 dan 4.14 sebagai

berikut:

Gambar 4.13 Histogram nilai panjang gelombang NDMI citra satelit Landsat 8 wilayah kecamatan

Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Page 78: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

62

Gambar 4.14 Histogram nilai panjang gelombang NDMI citra satelit Landsat 8 wilayah kecamatan

Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Berikut adalah tabel 4.4 sebaran sampel NDMI pada citra Landsat 8 wilayah

Gading Rejo:

Tabel 4.4 Sebaran sampel NDMI

No. X Y NDMI 1. 5.375297222 105.061375 -0.122349 2. 5.375841667 105.0608333 0.099145 3. 5.375297222 105.0611056 0.042711 4. 5.334861111 105.0250889 0.313501 5. 5.365530556 105.0166972 0.550871 6. 5.398913889 105.0175083 0.403068 7. 5.433925 105.0221139 0.374685 8. 5.356027778 105.0648944 0.232849 9. 5.328616667 105.030775 0.389357

10. 5.352230556 105.0261722 0.154061 11. 5.404069444 105.0375472 0.128578 12. 5.330241667 105.0727444 0.053436 13. 5.429580556 105.0581306 0.418509 14. 5.343547222 104.9855583 0.177474 15. 5.397827778 104.9836611 0.481063 16. 5.431752778 105.0686944 0.338938 17. 5.372855556 105.05975 -0.058836 18. 5.372855556 105.0657083 0.157139 19. 5.362 105.0429611 0.157691

Page 79: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

63

No X Y NDMI 20. 5.404611111 105.0483806 0.477574 21. 5.360369444 105.0751833 0.507974 22. 5.361730556 105.0058639 -0.018138 23. 5.372855556 105.058125 -0.02218 24. 5.370686111 105.0359222 0.398776 25. 5.407872222 105.0058667 0.280459 26. 5.334047222 105.0199444 0.454474 27. 5.383172222 104.9972 0.032196 28. 5.378827778 105.0340278 0.074129 29. 5.362538889 105.0778917 0.475223 30. 5.378558333 104.9904306 0.119281 31. 5.375841667 105.0611056 0.062484 32. 5.4057 104.9847444 0.505001 33. 5.356302778 104.9787889 -0.017839 34. 5.363358333 104.9833917 -0.130792 35. 5.360913889 105.0448556 0.139149 36. 5.375297222 105.0611056 -0.080067 37. 5.377197222 105.0686861 -0.000365 38. 5.362813889 105.0670611 0.358393 39. 5.393213889 104.9833889 0.447454 40. 5.357116667 105.0223833 0.098354 41. 5.399727778 105.0397139 0.299742 42. 5.332147222 104.9782472 0.077623 43. 5.375297222 105.0743722 0.400584 44. 5.328075 105.0277972 0.43571 45. 5.377197222 105.0594806 -0.060935 46. 5.3791 105.0364639 0.0435 47. 5.340016667 105.0169667 0.537654 48. 5.391313889 105.0091139 0.381214 49. 5.405972222 104.9850139 0.476904 50. 5.358202778 105.0240083 0.33907 51. 5.360644444 104.9842028 0.042168 52. 5.34815 105.0643528 0.445254 53. 5.350875 105.0256306 0.176349 54. 5.359013889 105.063 0.075419 55. 5.375297222 105.0611056 -0.080067 56. 5.376383333 105.0627306 -0.072701 57. 5.372316667 105.0072194 0.437619 58. 5.401358333 105.0050528 0.43517 59. 5.392944444 105.0058667 0.395848 60. 5.359830556 105.0118222 0.559408

Page 80: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

64

4.1.7 Pengolahan LST Gambar dibawah ini adalah hasil dari pengolah thermal. Sebelum diolah menjadi

LST, Citra satelit Landsat 8 diolah terlebih dahulu menjadi Brighnesst, setelah itu

masukkan algoritma LST.

Gambar hasil pengolah brightness suhu dapat dilihat pada gambar 4.15.

Thermal 1

Gambar 4.15 Brighness suhu Landsat 8 wilayah Bandarlampung

Sumber: Pengolahan 2019

Setelah didapatkan brightness, maka dapat dilanjutkan lagi pada pengolahan LST.

Berikut adalah hasil pengolahan LST pada citra Landsat 8 wilayah kecamatan

Gading Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 4.16.

Gambar 4.16 Hasil Pengolahan LST Landsat 8 wilayah Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Berikut adalah tabel 4.5 sebaran sampel LST pada citra Landsat 8 wilayah Gading

Rejo:

Page 81: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

65

Tabel 4.5 Sebaran sampel LST

No. X Y LST 1. 5.375297 105.0614 37.538147 2. 5.375842 105.0608 36.641815 3. 5.375297 105.0611 38.067932 4. 5.334861 105.0251 29.408081 5. 5.365531 105.0167 28.393646 6. 5.398914 105.0175 28.450653 7. 5.433925 105.0221 28.751892 8. 5.356028 105.0649 30.937012 9. 5.328617 105.0308 28.981995

10. 5.352231 105.0262 31.959076 11. 5.404069 105.0375 32.501953 12. 5.330242 105.0727 31.755341 13. 5.429581 105.0581 28.737793 14. 5.343547 104.9856 31.563507 15. 5.397828 104.9837 28.287994 16. 5.431753 105.0687 28.849518 17. 5.372856 105.0598 33.85376 18. 5.372856 105.0657 31.12027 19. 5.362 105.043 31.258179 20. 5.404611 105.0484 28.646027 21. 5.360369 105.0752 29.053314 22. 5.361731 105.0059 32.057129 23. 5.372856 105.0581 34.059418 24. 5.370686 105.0359 29.256226 25. 5.407872 105.0059 25.875061 26. 5.334047 105.0199 28.686646 27. 5.383172 104.9972 32.588501 28. 5.378828 105.034 32.306122 29. 5.362539 105.0779 29.055389

4.1.8 Curah Hujan Curah hujan berfungsi untuk mengetahui seberapa besar intensitas hujan di

Kecamatan Gading Rejo yang akan menetukan seberapa besar pengaruh terhadap

kekeringan di wilayah Gading Rejo.

Page 82: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

66

Berikut adalah tabel 4.6 intensitas curah hujan di pesawaran tahun 2018:

Tabel 4.6 Curah Hujan mm/tahun

Tahun Bulan Curah Hujan

2018 Jan 220.1

2018 Feb 371.0 2018 Mar 345.0 2018 Apr 192.4 2018 Mei 143.5 2018 Jun 162.5 2018 Jul 7.0 2018 Ags 2.0 2018 Sep 23.0 2018 Okt 29.0 2018 Nov 175.0 2018 Des 140.0

4.2 Pembahasan

4.2.1 Koreksi Citra a. Radiometrik

Pada tahap koreksi citra satelit Landsat 8 ini terdapat dua tahap yaitu

radiance dan reflectance. Pada koreksi radiometrik ini terletak pada

perbedaan nilai DN (Digital Number) yang ada pada citra satelit Landsat

8. Koreksi radiometric digunakan untuk mengkonversi nilai DN

(Digital Number) yang nilai pikselnya masih diluar rentang brightness

value (0-255). Dapat dilihat pada gambar dibawah ini bahwa setelah

citra dikoreksi radiometrik, maka nilai DN pada piksel masuk dalam

rentang brightness value yaitu (0-255). Terbukti bahwa setelah

dikoreksi radiometrik, nilai DN pada piksel citra landsat 8 ini masuk

dalam rentang brightness value yaitu (0-255).

Page 83: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

67

Gambar 4.17 dibawah ini menunjukan hasil nilai radiometrik (a)

sebelum dikoreksi, (b) radiance, (b) reflektance.

(a) (b) (c)

Gambar 4.17 Perbandingan Nilai DN pada citra sebelum dikoreksi dan setelah

dikoreksi.

Sumber: Pengolahan 2019

b. Geometrik

Koreksi Geometrik dilakukan menggunakan software ENVI 4.5 dengan

menggunakan tools image to map yang berarti koreksi dilakukan

berdasarkan peta vektor pada penelitian ini yang menggunakan peta

batas administrasi sebagai referensi dalam pengambilan GCP (Ground

Control Point).RMSE yang didapatkan adalah sebesar 0.115826. Hasil

tersebut telah masuk toleransi dan memenuhi standar RMSE yang telah

ditentukan. Standar maksimal RMSE adalah <1. Hasil koreksi

geometrik yang didapatkan pada pengambilan GCP dapat dilihat pada

tabel 4.7.

Page 84: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

68

Tabel 4.7 Pengambilan GCP

Gambar 4.18 merupakan sebaran GCP pada Kecamatan Gading Rejo.

Gambar 4.18 Sebaran GCP Landat 8

Sumber: Pengolahan data 2019

Gambar 4.19 adalah vektor Kecamatan Gading Rejo:

Gambar 4.19 Vektor Kecamatan Gading Rejo

Sumber: BIG

Map X Map Y Image X Image Y Error X Error Y RMS 498242.00 9399067.04 6789.58 2572.6 0.0577 -0.00426 0.0717 504261.33 9411426.26 2378.61 2160.64 0.1351 -0.0996 0.1679 497874.48 9404876.07 6777.98 2378.61 -0.1058 0.078 0.1315 507461.69 9403770.18 7096.86 2415.79 0.0152 -0.0112 0.0188 507949.50 9410090.18 7112.85 2205.23 -0.1002 0.0753 0.127

Rata-rata RMSE 0.115826

Page 85: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

69

4.2.2 Kerapatan Indeks Vegetasi

Berdasarkan pengolahan NDVI citra satelit Landsat 8 tahun 2018 pada kecamatan

Gading Rejo, bahwa kerapatan vegetasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas.

Yaitu vegetasi rendah, sedang, tinggi. Setelah itu setiap kelas akan dihitung luas

area yang dihasilkan.

Luas area kerapatan vegetasi berdasarkan hasil pengolahan NDVI citra satelit

Landsat 8 wilayah Gading Rejo tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai

berikut:

Tabel 4. 8 Luas Kerapatan Vegetasi Tahun 2018

Kerapatan Vegetasi Luas (ha) Luas (%)

Rendah 854.89 13.71 Sedang 4698.83 75.40

Tinggi 677.48 10.87

Sumber: Pengolahan data 2019

Berdasarkan tabel 4.8 hasil pengolahan NDVI kecamatan Gading Rejo tahun 2018

dapat diketahui luasan pada tiap kelas yang sudah dibuat. Kerapatan vegetasi

rendah memiliki jumlah luas area (854.89 ha), vegetasi sedang memiliki luas area

(4698.83 ha), vegetasi tinggi memiliki luas area (677.48 ha). Indeks vegetasi

dengan luasan tertinggi didominasi oleh kerapatan vegetasi sedang dan Indeks

vegetasi dengan luasan terendah didominasi oleh kerapatan vegetasi tinggi. Maka

jumlah total keseluruhan kerapatan vegetasi pada kecamatan Gading Rejo

berdasarkan pengolahan citra Landat 8 adalah (6231.21 ha). Jadi dapat disimpulkan

bahwa pada kecamatan Gading Rejo memiliki kerapatan vegetasi sedang dengan

luas area (0.469 ha).Peta Kerapatan Vegetasi dari hasil pengolahan NDVI citra

Landsat 8 kecamatan Gading Rejo dapat dilihat pada gambar 4.20.

Page 86: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

70

Gambar 4.20 Peta Kerapatan Vegetasi kecamatan Gading Rejo

Sumber: Pengolahan 2019

Page 87: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

71

4.2.3 Kebasahan Berdasarkan pengolahan NDWI citra satelit Landsat 8 tahun 2018, maka dapat

diketahui tingkat kebasahan pada wilayah Gading Rejo. Tingkat kebasahan yang

dihasilkan diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu, kebasahan tanah rendah,

sedang, tinggi.Tabel 4.9 merupakan luas kebasahan tanah pada Kecamatan Gading

Rejo.

Tabel 4. 9 Luas Kebasahan Tahun 2018

Kebasahan Tanah Luas (ha) Luas (%)

Rendah 167.13 0.10

Sedang 5375.42 98.7

Tinggi 328.5 0.2 Sumber: Pengolahan data 2019

Dapat dilihat pada tabel 4.9 bahwa masing-masing luas area kebasahan tanah pada

kecamatan Gading Rejo yaitu, rendah (167.13 ha), sedang (5375.42), tinggi (328.5

ha). Berdasarkan gambar peta yang terlihat, bahwa luas area kebasahan tanah di

dominasi oleh kebasahan tanah sedang. Itu berarti, pada wilayah Gading Rejo tidak

terlalu kering dan juga tidak terlalu basah. Dapat diartikan kebasahan yang ada

diwilayah Gading Rejo masih termasuk tingkat sedang sehingga tidak perlu

khawatir terjadi kekeringan karna air di daerah Gading Rejo masih cukup untuk

kebutuhan sehari-hari termasuk untuk kebutuhan minum, perairan, dan sawah. Peta

kebasahan tanah dapat dilihat pada gambar 4.21.

Page 88: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

72

Gambar 4.21 Peta Kebasahan Tanah

Sumber: Pengolahan 2019

Page 89: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

73

4.2.4 Kelembaban Kelembaban tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh pori tanah.

Aplikasi dari penginderaan jauh dapat menganalisa kelembaban tanah pada

metode Normalized Difference Moisture Index (NDMI). Metode NDMI

memanfaatkan Band near infrared (NIR) dan shortwave infrared (SWIR) untuk

mengetahui kelembaban tanah di suatu wilayah. Band NIR dapat membedakan

jenis vegetasi yang dideteksi dan juga aktivitas vegetasi tersebut sehingga dapat

membatasi tubuh air dan juga kelembaban tanah. Sedangkan Band SWIR berguna

untuk menunjukkan komposisi kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga

dapat membedakan salju dan awan (Haikal,2014).

Kelembaban pada wilayah Gading Rejo dapat diketahui melalui hasil pengolahan

NDMI (Normalized Difference Temperature). Berdasarkan pengolahan NDMI

bahwa kelembaban dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu kelembaban

rendah, sedang dan tinggi. Pengolahan nilai NDMI dilakukan pada citra Landsat

8 yang telah terkoreksi secara radiometrik dan geometrik. Berdasarkan hasil

transformasi NDMI didapatkan nilai indeks kelembaban terendah -0.338943 dan

tertinggi 0.924321 seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.12. Tabel 4.10

merupakan luas lahan kelembaban Kecamatan Gading Rejo tahun 2018.

Tabel 4. 10 Luas Kelembaban Tahun 2018

Kelembaban Tanah Luas (ha) Luas (%)

Rendah 899.99 13.71 Sedang 3972.59 75.40

Tinggi 888.02 10.87

Sumber: Pengolahan data 2019

Pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa nilai kelembaban tanah rendah memiliki luas

area (899.99 ha), sedang (3972.59 ha), tinggi (888.02). Jadi jumlah total

keseluruhan luas area kelembaban tanah hasil klasifikasi citra Landsat 8 adalah

sebesar (14861.51 ha). Peta kelembaban dapat dilihat pada gambar 4.22.

Page 90: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

74

Gambar 4.22 Peta Kelembaban Tanah

Sumber: Pengolahan 2019

Page 91: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

75

4.2.5 Suhu Suhu pada wilayah Gading Rejo dapat diketahui melalui pengolahan LST (Land

Surface Temperature). Berdasarkan pengolahan LST terserbut, dapat diketahui

bahwa suhu permukaan tanah wilayah Gading Rejo memiliki nilai rata-rata 27˚C

sampai dengan maksimal 38˚C. Suhu tersebut tersebar kesemua wilayah yang ada

di daerah Gading Rejo. Berikut tabel Suhu yang didapatkan dari pengolahan LST

citra Landsat 8 tahun 2018. Tabel 4.11 merupakan luas suhu Kecamatan Gading

Rejo tahun 2018:

Tabel 4. 11 Luas Suhu Tahun 2018

Suhu (˚C) Luas (ha) Luas (%)

26-30 4.63 67 30-32 1.72 25.01

32-34 0.47 6.90

34-36 47.52 0.69

36-38 3.06 0.04

Sumber: Pengolahan data 2019

Berdasarkan hasil pengolahan LST pada citra Landsat 8, didapatkan nilai suhu

kecamatan Gading Rejo seperti tabel 4.11. nilai suhu 26-30 memiliki luas area (4.63

ha), suhu 30-32 (1.72 ha), suhu 32-34 (47.54 ha), suhu 34-36 (47.52 ha), suhu 36-

38 (3.06 ha). Suhu pada kecamatan Gading Rejo didominasi oleh suhu 26-30 ˚C

yang memiliki luas area (4.63 ha) yaitu sekitar 67% wilayah Gading Rejo.

Kemudian suhu terendah didominasi oleh suhu 36-38˚C yang memiliki luas area

(3.06 ha) atau sekitar 0.04% dari wilayah Kecamatan Gading Rejo. Peta suhu dapat

dilihat pada gambar 4.23 sebagai berikut:

Page 92: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

76

Gambar 4.23 Peta Suhu

Sumber: Pengolahan 2019

Page 93: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

77

4.2.6 Curah Hujan Curah hujan dan distribusi curah hujan akan menentukan seberapa besar pelung

terjadinya longsor dan lokasi longsor itu akan terjadi. Proses interpolasi dilakukan

untuk mendapatkan estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur,

sehingga didapatkan sebaran nilai pada seluruh wilayah. Data atribut berupa curah

hujan, koordinat stasiun hujan disimpan dalam microsoft excel untuk di proses

menjadi peta sebaran hujan atau yang biasa disebut dengan peta isohyet. Tabel 4.12

adalah data curah hujan tahun 2018.

Tabel 4.12 Curah Hujan Tahun 2018

Tahun Lokasi Stasiun Mm/hg per tahun 2018 Pesawaran 1810.5

Sumber: Pengolahan data 2019

Data curah hujan kecamatan Gading Rejo diambil dari data statiun BMKG wilayah

pesawaran, dikarenakan hanya stasiun itu yang dekat dengan wilayah kecamatan

Gading Rejo. Biasanya data curah hujan diambil dari beberapa stasiun, tetapi

khusus wilayah kecamatan Gading Rejo, data curah hujan hanya diambil dari satu

stasiun saja karena kecamatan Gading Rejo hanya satu wilayah yang lingkupnya

kecil jadi hanya diambil dari stasiun BMKG terdekat. Jadi peta yang dihasilkan

hanya satu warna yaitu dari rata-rata per tahun data curah hujan satu stasiun yaitu

stasiun BMKG wilayah pesawaran. Peta curah hujan wilayah Gading Rejo dapat

dilihat pada peta 4.25.

Berdasarkan rata-rata curah hujan per tahun pada wilayah gading rejo yaitu 1810.5

mm/hg, maka wilayah Gading Rejo termasuk dalam curah hujan dengan intensitas

sedang. Peta curah hujan dapat dilihat pada gambar 4.24 sebagai berikut:

Page 94: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

78

Gambar 4.24 Peta Curah Hujan

Sumber: Pengolahan 2019

Page 95: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

79

4.2.7 Klasifikasi Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kecamatan Gading Rejo dibedakan menjadi empat jenis, yaitu

pemukiman, kebun campuran, sawah, dan tubuh air. Klasifikasi dilakukan

berdasarkan pola yang terlihat pada citra. Dikarnakan citra landsat memiliki

resolusi 30m, maka banyak pola yang kurang jelas terlihat. Sebelum memproses

klasifikasi citra dengan menggunakan metode maximum likelihood, hasil training

area masing-masing kelas harus dilakukan analisis separabilitas terlebih dahulu.

Nilai separabilitas memberikan informasi mengenai rentang training area dari

setiap kelas. Nilai tersebut menentukan apakah suatu kelas layak digabungkan atau

tidak. Jika nilai rentang antar masing-masing kelas tidak terlalu jauh, maka dapat

dikatakan nilai separabilitas setiap kelas baik. Setelah dipastikan nilai separabilitas

tersebut baik, maka dilakukan proses klasifikasi dengan metode maximum

likelihood yang dilanjutkan dengan post-classification. Proses post-classification

bertujuan untuk menghilangkan piksel terasing (satu atau dua piksel) di tengah

piksel homogen. Berikut adalah tabel 4.13 hasil kelasifikasi penggunaan lahan

dengan menggunakan metode likelihood.

Tabel 4. 13 Luas Klasifikasi Penggunaan Lahan Tahun 2018

Kelembaban Tanah Luas (ha) Luas (%)

Pemukiman 1419.12 20.92 Sawah 2380.41 35.09

Kebun Campuran 2566.98 37.84

Badan Air 416.43 6.13 Sumber: Pengolahan data 2019

Berdasarkan peta tersebut dapat disimpulkan bahwa luas paling dominan di daerah

Gading Rejo adalah area kebun campuran yaitu memliki luas area (2566.98 ha)

sekitar 37% dari keseluruhan wilayah Gading Rejo. Sedangkan luas terendah yaitu

badan air yang memiliki luas area (416.43 ha) atau hanya sekitar 6.13% dari

keseluruhan wilayah Gading rejo. Kelas sawah memiliki luas area (2380.41 ha),

dan pemukiman memiliki luas area (1419.12 ha).

Peta penggunaan lahan dapat dilihat pada gambar 4.25.

Page 96: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

80

Gambar 4.25 Peta Penggunaan Lahan

Sumber: Pengolahan 2019

Page 97: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

81

4.2.7 Hasil Validasi Lapangan Validasi lapangan dilakukan dengan mencari titik sampel yang telah dibuat menggunakan software ArcMap dengan sampel sebanyak 79

titik sampel yang tersebar di wilayah kota Bandar Lampung. Hasil Survei lapangan tersebut ditunjukkan pada tabel 4.14 sebagai berikut:

Tabel 4.14 Sampel Survei Lapangan

No. Koordinat Parameter Tutupan Lahan X Y LST NDVI NDWI NDMI Citra Lapangan

1 5.375297222 105.061375 37.538147 0.150998 -0.180576 -0.122349 TA TA 2 5.375841667 105.0608333 36.641815 0.273526 -0.247418 0.099145 P P 3 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 0.042711 TA TA 4 5.334861111 105.0250889 29.408081 0.707669 -0.599076 0.313501 KC KC 5 5.365530556 105.0166972 28.393646 0.805811 -0.686027 0.550871 KC KC 6 5.398913889 105.0175083 28.450653 0.779312 -0.65739 0.403068 KC KC 7 5.433925 105.0221139 28.751892 0.768675 -0.64513 0.374685 S S 8 5.356027778 105.0648944 30.937012 0.584641 -0.537717 0.232849 P P 9 5.328616667 105.030775 28.981995 0.766175 -0.656075 0.389357 KC KC

10 5.352230556 105.0261722 31.959076 0.560544 -0.500343 0.154061 S S 11 5.404069444 105.0375472 32.501953 0.527642 -0.47446 0.128578 S S 12 5.330241667 105.0727444 31.755341 0.501305 -0.48 0.053436 S S 13 5.429580556 105.0581306 28.737793 0.811669 -0.677783 0.418509 KC KC 14 5.343547222 104.9855583 31.563507 0.55289 -0.511463 0.177474 P P 15 5.397827778 104.9836611 28.287994 0.821893 -0.70559 0.481063 KC KC 16 5.431752778 105.0686944 28.849518 0.813483 -0.703662 0.338938 KC KC 17 5.372855556 105.05975 33.85376 0.36995 -0.400406 -0.058836 TA TA

Page 98: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

82

No. X Y LST NDVI NDWI NDMI Citra Lapangan 18 5.372855556 105.0657083 31.12027 0.52706 -0.48978 0.157139 P P 19 5.362 105.0429611 31.258179 0.57781 -0.521899 0.157691 S S 20 5.404611111 105.0483806 28.646027 0.759666 -0.644248 0.477574 KC KC 21 5.360369444 105.0751833 29.053314 0.761905 -0.647894 0.507974 KC KC 22 5.361730556 105.0058639 32.057129 0.422773 -0.413602 -0.018138 S S 23 5.372855556 105.058125 34.059418 0.392284 -0.38167 -0.02218 TA TA 24 5.370686111 105.0359222 29.256226 0.754449 -0.63661 0.398776 KC KC 25 5.407872222 105.0058667 25.875061 0.439751 -0.413117 0.280459 TA S 26 5.334047222 105.0199444 28.686646 0.717701 -0.59595 0.454474 KC P 27 5.383172222 104.9972 32.588501 0.461988 -0.469806 0.032196 S S 28 5.378827778 105.0340278 32.306122 0.417449 -0.396818 0.074129 S S 29 5.362538889 105.0778917 29.055389 0.749649 -0.637142 0.475223 S S 30 5.378558333 104.9904306 24.676147 0.22846 -0.236056 0.119281 TA TA 31 5.375841667 105.0611056 37.389313 0.262143 -0.252165 0.062484 TA TA 32 5.4057 104.9847444 27.7435 0.825275 -0.713055 0.505001 KC S 33 5.356302778 104.9787889 34.039825 0.341831 -0.337522 -0.017839 S S 34 5.363358333 104.9833917 34.685669 0.32709 -0.357024 -0.130792 S S 35 5.360913889 105.0448556 31.34845 0.529749 -0.472813 0.139149 P P 36 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 TA TA 37 5.377197222 105.0686861 34.654999 0.408991 -0.368969 -0.000365 S S 38 5.362813889 105.0670611 29.415863 0.606 -0.524186 0.358393 S S 39 5.393213889 104.9833889 28.192505 0.753471 -0.635561 0.447454 KC KC 40 5.357116667 105.0223833 31.653473 0.503893 -0.461411 0.098354 S S

Page 99: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

83

No. X Y LST NDVI NDWI NDMI Citra Lapangan 41 5.399727778 105.0397139 30.378754 0.659192 -0.581669 0.299742 S KC 42 5.332147222 104.9782472 25.719696 0.211388 -0.216075 0.077623 TA - 43 5.375297222 105.0743722 28.776001 0.830007 -0.717662 0.400584 KC KC 44 5.328075 105.0277972 28.88678 0.773259 -0.651263 0.43571 TA - 45 5.377197222 105.0594806 34.249603 0.327585 -0.336917 -0.060935 P P 46 5.3791 105.0364639 34.406281 0.371447 -0.354928 0.0435 TA - 47 5.340016667 105.0169667 28.555054 0.804604 -0.696242 0.537654 KC S 48 5.391313889 105.0091139 29.533936 0.791363 -0.662386 0.381214 KC KC 49 5.405972222 104.9850139 27.920502 0.791775 -0.682206 0.476904 P P 50 5.358202778 105.0240083 31.621185 0.581742 -0.517957 0.33907 S - 51 5.360644444 104.9842028 33.5755 0.468405 -0.431091 0.042168 KC - 52 5.34815 105.0643528 29.114685 0.765895 -0.647272 0.445254 S S 53 5.350875 105.0256306 30.833496 0.59369 -0.503804 0.176349 KC - 54 5.359013889 105.063 32.772552 0.492391 -0.441282 0.075419 S P 55 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 P P 56 5.376383333 105.0627306 36.421112 0.258651 -0.347388 -0.072701 TA - 57 5.372316667 105.0072194 28.830261 0.766164 -0.627332 0.437619 S KC 58 5.401358333 105.0050528 28.971985 0.75801 -0.651881 0.43517 KC - 59 5.392944444 105.0058667 28.625763 0.811901 -0.682095 0.395848 P KC 60 5.359830556 105.0118222 27.885773 0.793031 -0.675006 0.559408 P P

Page 100: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

84

Keterangan

P : Pemukiman

S : Sawah

KC: Kebun Campuran

TA: Tubuh air

4.2.8 Korelasi dan Regresi Berdasarkan hasil korelasi dan regresi antara parameter NDVI, NDMI, NDWI,

dan LST yang diolah oleh software spss dapat dilihat pada tabel 4.15

Tabel 4.15 Hasil Korelasi dan Regresi

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 0,781a 0,610 0,589 2,08577

Page 101: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

85

4.2.9 Ketelitian Klasifikasi Hasil uji klasifikasi berupa matriks kesalahan klasifikasi, perhitungan kesalahan

omisi dan komisi. Hasil uji ketelitian klasifikasi ditampilkan pada tabel 4.16 sebagai

berikut:

Tabel 4. 16 Matriks Kesalahan Klasifikasi

Keterangan

P : Pemukiman

S : Sawah

KC: Kebun Campuran

TA: Tubuh air

Tabel 4.17 adalah akurasi dari kelas klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 4. 17 Akurasi dari Kelas Klasifikasi

No Kelas Akurasi Kelas% 1 P 90 2 S 82.35 3 KC 81.25 4 TA 88.88

Tabel 4.18 adalah hasik dari akurasi keseluruhan klasidikasi:

Tabel 4. 18 Keseluruhan Akurasi Klasifikasi

No Total Pixel 60

1 Total Pixel Benar 52

2 Overall Accuracy % 86,66

Berdasarkan tabel 4.16 dapat disimpulkan bahwa kolom diagonal berwarna merah

menunjukkan nilai kelas benar hasil validasi dan menghasilkan 52 sample benar

No Kelas Aktual di Lapangan

Terhitung Estimasi P S KC TA Total

1 P 9 0 1 0 10 2 S 1 14 2 0 17 3 KC 1 2 13 0 16 4 TA 0 1 0 8 9 5 Total 0 0 0 52

Page 102: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

86

dari total sample yang digunakan keseluruhan sebanyak 60 sample. Matriks

kesalahan klasifikasi menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar 86,66%.

4.2.10 Peta Kekeringan

Peta kekeringan wilayah Gading rejo dapat dibuat berdasarkan beberapa parameter

yaitu NDVI, NDMI, NDWI, LST, dan Curah hujan. Setelah semua parameter

tersebut sudah diolah, maka tahap selanjutnya adalah overlay. Metode overlay

dilakukan dengan menggabungkan antara dua buah data atau lebih yang

menghasilkan gabungan antara batas luar pada data pertama dengan batas luar data

kedua. Setelah overlay, kemudian dilanjutkan dengan metode skoring. Metode

skoring adalah suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap parameter yang

akan digunakan dalam analisis. Tiap-tiap parameter terbagi atas beberapa kelas.

Pembagian kelas dari setiap parameter yang digunakan secara umum disesuaikan

dengan kelas parameter yang dimiliki oleh daerah yang diamati (Sari, 2017).

Skoring pada masing-masing parameter tergantung pada bobot yang diberikan

untuk menghasilkan peta kekeringan. Jadi setiap parameter memiliki skor yang

berbeda beda. Setelah skoring, hasil peta kekeringan akan muncul sesuai dengan

skor yang telah diberikan. Peta kekeringan diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu

kekeringan rendah, sedang dan tinggi. Masing-masing luas kelas area kekeringan

tersebut adalah rendah sebesar (557.80 ha), sedang (5331.66 ha), tinggi (985.62 ha).

Jadi kelas kekeringan rendah lebih dominan karena memiliki luas wilayah yang

lebih luas dari area kelas sedang dan tinggi. Kelas kekeringan tinggi memiliki luas

area paling sedikit dibanding dengan kelas lainnya.

Berdasarkan hasil peta kekeringan wilayah Kecamatan Gading Rejo tersebut, dapat

diketahui bahwa, tingkat kekeringan pada Kecamatan Gading Rejo termasuk dalam

tingkat sedang. Karena area yang lebih dominan adalah kelas sedang yaitu (5331.66

ha). Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu hasil NDVI, NDMI, NDWI, LST,

dan curah hujan. Jika dilihat dari hasil parameter tersebut, peta kekeringan yang

didapat adalah tingkat kekeringan sedang. Peta kekeringan dapat dilihat pada

gambar 4.26.

Page 103: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

Gambar 4.26 Peta Kekeringan

Sumber: Pengolahan 2019

Page 104: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Hubungan antara NDVI, NDMI, NDWI dan termal sangat berpengaruh

terhadap analisis tingkat kekeringan di wilayah Gading Rejo. Dalam

penelitian ini digunakan citra satelit Landsat 8 untuk mengolah NDVI,

NDMI, NDWI dan termal. NDVI atau indeks vegetasi digunakan untuk

mengetahui tingkat kerapatan vegetasi yang ada diwilayah Gading Rejo

yang memiliki nilai NDVI -1 sampai 1. Semakin nilai NDVI mendekati 1

maka, kerapatan vegetasinya semakin tinggi. NDMI atau indeks

kelembaban digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban tanah yang

ada di wilayah Gading Rejo. NDWI digunakan untuk mengetahui tingkat

kebasahan tanah. Thermal digunakan untuk mengetahui suhu yang ada di

wilayah Gading Rejo.

2. Pengolahan klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan pola yang terlihat

dengan menggunakan metode maximum likelihood, didapatkan bahwa

penggunaan lahan di wilayah Gading Rejo terbagi menjadi 4 kelas yaitu,

Pemukiman, sawah, kebun campuran, dan tubuh air. Luas masing-masing

kelas penggunaan lahan tersebut yaitu pemukiman (1419.12 ha), sawah

(2380.41 ha), kebun campuran (2566.98 ha), dan badan air (416.43 ha).

3. Berdasarkan pengolahan citra landsat 8 dari parameter yang telah

ditentukan, maka dapat dihasilkan peta kekeringan wilayah Gading Rejo

yang terbagi menjadi 3 kelas yaitu, rendah, sedang dan tinggi. Masing-

masing luas kelas area kekeringan tersebut adalah rendah sebesar (557.80

ha), sedang (5331.66 ha), tinggi (985.62 ha). jadi kelas kekeringan rendah

lebih dominan karena memiliki luas wilayah yang lebih luas dari area kelas

sedang dan tinggi. Kelas kekeringan tinggi memiliki luas area paling sedikit

dibanding dengan kelas lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa wilayah

Gading Rejo memiliki tingkat kekeringan yang rendah.

Page 105: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

89

5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat saran sebagai

berikut:

1. Penggunaan resolusi spasial yang tinggi pada citra akan meningkatkan

akurasi pada pengolahan citra digital dan mempermudah klasifikasi citra.

2. Meningkat kan akurasi peta kekeringan dengan menambahkan parameter

berupa jenis jenis tanah, drainasse, kemiringan lereng.

Page 106: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

90

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Erna Sri. “Tinjauan Metode Deteksi Parameter Kekeringan Berbasis

Data Penginderaan Jauh” Makalah disampaikan pada Seminar Nasional

Penginderaan Jauh. Jakarta: Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional (LAPAN), 2014.

Tahun 2015 BMKG. Press Release Kekeringan 2018.

BNPB. “Buku Risiko Bencana Indonesia”, Jakarta: BNPB, 2016.

BMKG. Press Release Kekeringan 2015. (www.bmkg.go.id) diakses pada tanggal

8 juli 2019.

Danoedoro, P. (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Andi Offset.

Fadila Muchsin, “Estimasi Kelembapan Tanah Skala Regional (Studi Kasus

Wilayah Kabupaten Subang), Tesis pada Departemen Geografi

Universitas Indonesia (Depok, 2010).

Fersely, 2007 dalam Dzulfikar Habibi, Deteksi Potensi Kekeringan Berbasis

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Klaten,

2013.

Haikal, Teungku. 2014. Analisis Normalized Difference Wetness Index dengan

Menggunakan Data Citra Landsat 5 TM (Studi Kasus: Provinsi Jambi

Path/Row: 125:61). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Imron, M., (1999). Kebijaksanaan Nasional Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air

dan Lingkungan, Makalah Utama dalam Seminar Sehari Kebutuhan Air

Bersih dan Hak Azasi Manusia, Masyarakat Hidrologi Indonesia –

Panitia Nasional Program Hidrologi – HATHI, Jakarta.

Jamil, Dzulfikar Habibi. “Deteksi Potensi Kekeringan Berbasis Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Klaten”. Skripsi pada Strata

1 Universitas Negeri Semarang. Semarang: UNS,2013.

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/19600121

1985032-ENOK_MARYANI/GEOGRAFI.pdf. Bandung: Upi, 2006

Miftahudin. “Analisis Spasial Indeks Kekeringan di Wilayah Kabupaten Subang”.

Skripsi pada Strata 1 Institut Pertanian Bogor. 2016. tidak dipublikasikan.

Page 107: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

91

Miranti, Identifikasi Lahan Pertanian Rawan Kekeringan dengan Metode Sistem

Informasi Geografis, 2011.

Muhammad Iid Mujtahidin, Analisis Spasial Indeks Kekeingan di Kabupaten

Indramayu. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 15 No. 2, 2014. h. 99.

Mujtahidin, Muhammad Iid. Analisis Spasial Indeks Kekeringan Kabupaten

Indramayu. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Volume 15 Nomor 2. 2014.

Nyayu Fatimah Zahroh, “Karakteristik Kekeringan Hidrologi di Beberapa

DaerahAliran Sungai di Pulau Jawa” dalam Skripsi pada Departemen

Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor,(Bogor, 2013)

h.2 (http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/65891) diakses

pada tanggal 7 Juli 2019.

Purnama , L. (2014). Studi Korelasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. “Analisis Potensi Kekeringan di Beberapa

Wilayah Indonesia pada Musim Kemarau 2015”. diakses pada

pusfatja.lapan.go.id pada tanggal 26 November 2016, 2015.

Purwadhi, Sri H dan Tjaturrahono BS. 2008. Pengantar Interpretasi Citra

Penginderaan Jauh. Semarang: Unnes dan Lapan.

Riswanto, Eris. “Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan

Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan”.

Skripsi Strata 1 pada Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian

Bogor. Bogor: IPB, 2009.

Raharjo, P. D. (2011). Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

untuk Identifikasi Potensi Kekeringan. MAKARA of Technology Series,

14(2).

Rahayu, S.P. 2011. Penyebab Kekeringan Dan Upaya

Penanggulangannya.http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail

/3705. Diakses pada 8 Juli 2019.

Rajeshwari, A., & Mani, N. D. (2014). Estimation of Land Surface Temperature of

Dindigul District Using Landsat 8 Data. International Journal of Research

in Engineering and Technology (IJRET) , 122-126.

Page 108: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

92

Saragih, B., (2001). Mengantisipasi Penyimpangan Iklim El-Nino Serta

Implementasi Kebijakan Sektor Pertanian. Makalah Seminar Antisipasi

El-Nino Tanggal 21 Februari 2001. PERAGI. Bogor.

Sari, M. I. (2017). HUBUNGAN ANTARA VARIASI SPATIO-TEMPORAL PULAU

PANAS DENGAN NILAI INDEKS VEGETASI MENGGUNAKAN CITRA

LANDSAT 8 OLI/TIRS DI KABUPATEN SLEMAN . Yogyakarta: Jurusan

Pendidikan Geografi, UNY.

Setiawan, Arief Chandra. “Analisis Wilayah Rawan Kekeringan untuk

Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Pada Gogo di Sulawesi

Tenggara”. Skripsi pada Strata 1 Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB,

2000.

Shofiyati, Rizatus dan Dwi Kuncoro G.P. Inderaja untuk Mengkaji Kekeringan di

Lahan Pertanin (Remote sensing for drought Assesment on Agricultural

Land). Informatika Pertanian, Volume 16, 2007.

Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek

dengan Er Mapper dan Arc View. Yogyakarta: Sibuku Media, 2015.

Soenarmo, Sri Hartati. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi

Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: ITB Bandung, 2009.

Subyantoro, Arief dan FX. Suwarto. Metode dan Teknik Penelitian

Sosial.Yogyakarta: Andi, 2007.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta,2006.

Suryantoro, Agus. Integrasi Aplikasi Sistem Informasi Geografis: Dukungan

Bahasa Pemrograman dan Basis data Relational dalam Penyusunan

Program Aplikasi Berbasis SIG. Malang: Ombak, 2012.

Sutanto, A., Trisakti, B., dan Arimurthy, A. M., 2016. Perbandingan Klasifikasi

Berbasis Obyek dan Klasifikasi Berbasis Piksel pada Data Citra Satelit

Synthetic Aperture Radar untuk Pemetaan Lahan. Jurnal Penginderaan

Jauh dan Pengolahan Citra Digital, 11(1), 63-75.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana.

USGS. 2014. Using the USGS Landsat 8 Product.

Page 109: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

93

DariURL:https://landsat.usgs.gov/using-usgs-landsat-8product diakses 5

mei 2019

Wahyunto, Sri Retno Murdiyati dan Sofyan Ritung. Aplikasi Teknologi

Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya untuk Deteksi Penyebaran Lahan

Sawah dan Penggunaan / Penutupan Lahan. Artikel pada Jurnal

Informatika Pertanian Volume 13 (Desember 2014). Diakses pada

www.litbang.pertanian.go.id/warta-ip/pdf-file/wahyunto-13.pdf pada

tanggal 27 Juli 2019 pukul 21.15 WIB.

Yohannes. (2012). Diktat Bahan Kuliah Penginderaan Jauh. Lampung : Teknik

Survei dan Pemetaan, UNILA.

Yuliara, I. (2016). Regresi Linier Sederhana. Bali: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

Page 110: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

94

LAMPIRAN

1.1 Uji Korelasi dan Regresi

Notes

Output Created 27-Agu-2019 12:32:33

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data

File

60

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are

treated as missing.

Cases Used Statistics are based on cases with no

missing values for any variable used.

Syntax REGRESSION

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R

ANOVA

/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN

/DEPENDENT Y1

/METHOD=ENTER X1 X2 X3.

Resources Processor Time 00:00:00,015

Elapsed Time 00:00:00,065

Memory Required 1948 bytes

Additional Memory Required

for Residual Plots

0 bytes

Page 111: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

95

1.2 Variabeles Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 NDMI, NDWI, NDVIa . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: LST

1.3 Model Summary

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 NDMI, NDWI, NDVIa . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: LST

Page 112: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

96

1.4 ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 380,390 3 126,797 29,146 0,000a

Residual 243,624 56 4,350

Total 624,013 59

a. Predictors: (Constant), NDMI, NDWI, NDVI

b. Dependent Variable: LST

1.5 Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 34,827 1,519 22,934 0,000

NDVI 6,750 14,192 0,442 0,476 0,636

NDWI 9,479 16,691 0,466 0,568 0,572

NDMI -12,017 3,582 -0,769 -3,355 0,001

a. Dependent Variable: LST

Page 113: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

97

2.1 Tabel Koordinat Sampel Koordinat sampel Lapangan

No. Koordinat Parameter X Y LST NDVI NDWI NDMI

1 5.375297222 105.061375 37.538147 0.150998 -0.180576 -0.122349 2 5.375841667 105.0608333 36.641815 0.273526 -0.247418 0.099145 3 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 0.042711 4 5.334861111 105.0250889 29.408081 0.707669 -0.599076 0.313501 5 5.365530556 105.0166972 28.393646 0.805811 -0.686027 0.550871 6 5.398913889 105.0175083 28.450653 0.779312 -0.65739 0.403068 7 5.433925 105.0221139 28.751892 0.768675 -0.64513 0.374685 8 5.356027778 105.0648944 30.937012 0.584641 -0.537717 0.232849 9 5.328616667 105.030775 28.981995 0.766175 -0.656075 0.389357

10 5.352230556 105.0261722 31.959076 0.560544 -0.500343 0.154061 11 5.404069444 105.0375472 32.501953 0.527642 -0.47446 0.128578 12 5.330241667 105.0727444 31.755341 0.501305 -0.48 0.053436 13 5.429580556 105.0581306 28.737793 0.811669 -0.677783 0.418509 14 5.343547222 104.9855583 31.563507 0.55289 -0.511463 0.177474 15 5.397827778 104.9836611 28.287994 0.821893 -0.70559 0.481063 16 5.431752778 105.0686944 28.849518 0.813483 -0.703662 0.338938 17 5.372855556 105.05975 33.85376 0.36995 -0.400406 -0.058836 18 5.372855556 105.0657083 31.12027 0.52706 -0.48978 0.157139 19 5.362 105.0429611 31.258179 0.57781 -0.521899 0.157691

Page 114: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

98

No. X Y LST NDVI NDWI NDMI 20 5.404611111 105.0483806 28.646027 0.759666 -0.644248 0.477574 21 5.360369444 105.0751833 29.053314 0.761905 -0.647894 0.507974 22 5.361730556 105.0058639 32.057129 0.422773 -0.413602 -0.018138 23 5.372855556 105.058125 34.059418 0.392284 -0.38167 -0.02218 24 5.370686111 105.0359222 29.256226 0.754449 -0.63661 0.398776 25 5.407872222 105.0058667 25.875061 0.439751 -0.413117 0.280459 26 5.334047222 105.0199444 28.686646 0.717701 -0.59595 0.454474 27 5.383172222 104.9972 32.588501 0.461988 -0.469806 0.032196 28 5.378827778 105.0340278 32.306122 0.417449 -0.396818 0.074129 29 5.362538889 105.0778917 29.055389 0.749649 -0.637142 0.475223 30 5.378558333 104.9904306 24.676147 0.22846 -0.236056 0.119281 31 5.375841667 105.0611056 37.389313 0.262143 -0.252165 0.062484 32 5.4057 104.9847444 27.7435 0.825275 -0.713055 0.505001 33 5.356302778 104.9787889 34.039825 0.341831 -0.337522 -0.017839 34 5.363358333 104.9833917 34.685669 0.32709 -0.357024 -0.130792 35 5.360913889 105.0448556 31.34845 0.529749 -0.472813 0.139149 36 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 37 5.377197222 105.0686861 34.654999 0.408991 -0.368969 -0.000365 38 5.362813889 105.0670611 29.415863 0.606 -0.524186 0.358393 39 5.393213889 104.9833889 28.192505 0.753471 -0.635561 0.447454 40 5.357116667 105.0223833 31.653473 0.503893 -0.461411 0.098354 41 5.399727778 105.0397139 30.378754 0.659192 -0.581669 0.299742 42 5.332147222 104.9782472 25.719696 0.211388 -0.216075 0.077623

Page 115: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

99

No. X Y LST NDVI NDWI NDMI 43 5.375297222 105.0743722 28.776001 0.830007 -0.717662 0.400584 44 5.328075 105.0277972 28.88678 0.773259 -0.651263 0.43571 45 5.377197222 105.0594806 34.249603 0.327585 -0.336917 -0.060935 46 5.3791 105.0364639 34.406281 0.371447 -0.354928 0.0435 47 5.340016667 105.0169667 28.555054 0.804604 -0.696242 0.537654 48 5.391313889 105.0091139 29.533936 0.791363 -0.662386 0.381214 49 5.405972222 104.9850139 27.920502 0.791775 -0.682206 0.476904 50 5.358202778 105.0240083 31.621185 0.581742 -0.517957 0.33907 51 5.360644444 104.9842028 33.5755 0.468405 -0.431091 0.042168 52 5.34815 105.0643528 29.114685 0.765895 -0.647272 0.445254 53 5.350875 105.0256306 30.833496 0.59369 -0.503804 0.176349 54 5.359013889 105.063 32.772552 0.492391 -0.441282 0.075419 55 5.375297222 105.0611056 38.067932 0.186819 -0.211824 -0.080067 56 5.376383333 105.0627306 36.421112 0.258651 -0.347388 -0.072701 57 5.372316667 105.0072194 28.830261 0.766164 -0.627332 0.437619 58 5.401358333 105.0050528 28.971985 0.75801 -0.651881 0.43517 59 5.392944444 105.0058667 28.625763 0.811901 -0.682095 0.395848 60 5.359830556 105.0118222 27.885773 0.793031 -0.675006 0.559408

Page 116: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

100

3.1 Gambar Survei Lapangan

No Tanggal Lokasi Kegiatan Dokumentasi

1 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengukuran suhu

2 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik Perkebunan

3 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel sawah

4 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel sawah

Page 117: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

101

5 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel perkebunan

6 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel perkebunan

7 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel pemukiman

8 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengukuran titik sampel pemukiman

Page 118: Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra

102

9 22-08-2019 Kecamatan Gading Rejo Pengecekkan titik sampel pemukiman