analisis transformasi spasial sosial ekonomi dan...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS TRANSFORMASI SPASIAL SOSIAL EKONOMI
DAN KEKOMPAKAN KOTA (COMPACT CITY) DI WILAYAH PERI
URBAN KOTA TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
RAMADHIAN WIJAYANTI
NIM : 11140840000059
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439/2018
ii
iii
iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Ramadhian Wijayanti
Alamat :Jalan Yaspatar Rt 004 Rw 001 No 46 Kelurahan
Pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren Kota
Tangerang Selatan Banten 15229
No Telepon : 08975969761
Email : [email protected]
No Telepon : 08975969761
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 19 Februari 1996
Warga Negara : Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
2001-2002 TK Mutiara
2002-2008 SDN Pondok Pucung 1
2008-2011 SMPN 5 Tangerang Selatan
2011-2014 SMKN 2 Tangerang Selatan Jurusan Akuntansi
2014-2018 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PRESTASI DAN PENGHARGAAN
1. Finalis Economic Call For Paper National Championship di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2016
2. Peserta Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Nasional Fiction Tahun 2015
di Universitas Negeri Padang 2015
3. Peserta Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional GSC (Green Scientific
Competition) 2015 di Universitas Negeri Semarang
viii
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. BPH Rohis SMKN 2 Tangerang Selatan 2011-2014
2. Anggota Divisi Keagaamaan HMJ Ekonomi Pembangunan 2015-2016
3. Koordinator Bidang PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) LDK
Komda FEB 2015-2016
4. Anggota Divisi PSU LDK Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Praktik Kerja Lapangan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong
6. Guru Taman Pendidikan Al-Quran di Masjid Raya Bintaro.
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Suharta
2. Ibu : Siti Kudriah
3. Alamat : Jalan Yaspatar Rt 004 Rw 001 No. 46 Pondok Pucung
Pondok Aren Tangerang Selatan Banten 15229
ix
Abstract
The purpose of this study was to analyze the Pattern of Change both in terms of
physical changes (spatial) and socio-economic changes in the South Tangerang
City. Then analyzed based on the factors that caused the Spatial Transformation
of Socio-Economic. Transformation. This study also analyzes the concept of
sustainable development as measured by the Urban Compactness Index in
Tangerang Selatan City to know the relation between spatial, socio-economic
aspect and sustainable development. This research uses overlay analysis using
Geographic Information System (GIS) with ArcGis 10.1 software assistance to
analyze spatial land use change and relate to secondary data data which is
described by descriptive and literature study. The results show that there has been
a spatial transformation and social and economic transformation in the South
Tangerang City Region. From the spatial transformation that in the period of
2011-2017 there has been a change of land use. From the social and economic
transformation, there is a change in the economic sector, which was originally
oriented towards the primary and secondary sectors into the secondary and
tertiary sectors. Then analyzed peotensi seeded by using Location Quotient to
analyze the superior potential and changes in economic sector. From the results
of identification of the concept of sustainable development measured by Urban
Compactness Index that the District of East Ciputat closest to the compact city
structure (Compact City).
Keywords: Spatial Transformation, Socio-Economic Transformation, Sustainable
Development, Urban Compactness Index, Location Quotient, Urban Elite Region,
Geographic Information System (GIS)
x
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Pola Perubahan baik dari sisi
perubahan fisik (spasial) maupun perubahan secara sosial ekonomi di Wilayah
Kota Tangerang Selatan. Kemudian dianalisa berdasarkan faktor-faktor yang
menyebabkan Transformasi Spasial Transformasi Sosial Ekonomi. Penelitian ini
juga menganalisis konsep pembangunan yang berkelanjutan yang diukur
berdasarkan Indeks Urban Compactness di wilayah Kota Tangerang Selatan
untuk mengetahui keterkaitan antara aspek spasial, sosial ekonomi dengan
pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan analisis overlay
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan bantuan
perangkat lunak ArcGis 10.1 untuk menganalisa perubahan penggunaan lahan
secara spasial dan mengkaitkan dengan data data sekunder yang dijelasakan
dengan deskriptif dan studi literatur. Dari hasil menunjukkan bahwa telah terjadi
transformasi spasial dan transformasi sosial dan ekonomi di Wilayah Kota
Tangerang Selatan. Dari transformasi spasial bahwa dalam periode tahun 2011-
2017 telah terjadi perubahan penggunaan lahan. Dari transformasi sosial dan
ekonomi terjadi perubahan sektor ekonomi, yang semula berorientasi pada sektor
primer dan sekunder menjadi sektor sekunder dan tersier. Kemudian dianalisis
peotensi unggulan dengan menggunakan Location Quotient untuk menganalisa
potensi unggulan dan perubahan sektor ekonomi. Dari hasil identifikasi konsep
pemabangunan yang berkelanjutan yang diukur berdasarkan Indeks Urban
Compactness bahwa Kecamatan Ciputat Timur paling mendekati struktur
kekompakan kota (Compact City).
Kata Kunci : Transformasi Spasial, Transformasi Sosial Ekonomi, Pembangunan
Berkelanjutan, Indeks Urban Compactness, Location Quotient, Wilayah Peri
Urban, Sistem Informasi Geografis (SIG)
xi
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penulis penjatkan kehadirat Allah Subhanahu
Wata‟ala atas Ridha dan Rahmatnya yang selalu tercurah, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS TRANSFORMASI
SPASIAL, SOSIAL EKONOMI DAN KEKOMPAKAN KOTA (COMPACT
CITY) DI WILAYAH PERI URBAN KOTA TANGERANG SELATAN”
dengan baik, sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa menuntun umatnya untuk
berada pada jalan kebenaran. Kepenulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat
guna menyelesaikan Program Sarjana Strata I (SI) pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari segala bentuk dukungan, saran, dan
motivasi yang penulisan terima dari banyak pihak. Penulis menyadari bahwa
segala bentk dukungan,saran dan motivasi yang diberikan akan sangat membantu
penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini sehingga dapat bermanfaat baik untuk
penulis dan pembaca. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak berkonntribusi dalam penyusunan skripsi ini, terkhusus
kepada:
1. Allah Subhanahu Wata‟ala atas segala nikmat dan karunianya kepada
penulis.
2. Kepada Ayahanda tercinta Alm Bapak Suharta walaupun sudah berada di
sisi-Nya namun selalu mendukung dalam setiap aktivitas kegiatan dan
pencapaian anak-anaknya semoga Allah tempatkan Bapak di tempat yang
paling diridhoi Allah
3. Kepada Ibunda Tersayang Ibunda Siti Kudriah yang selalu melantunkan
doa dan dukungannya kepada anak-anaknya semoga selalu berada dalam
lindungan Allah SWT
4. Kepada adik Taslimah Ramadhanti dan Muhammad Zurays Iqbal semoga
allah selalu melimpahi rahmatnya kepada keluarga
5. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung dan
xii
memberikan pengalaman berharga kepada penulis selama menjadi
mahasiswa.
6. Bapak Arief Fitrijanto, S.SI, M.SI selaku ketua jurusan Ekonomi
Pembangunan sekaligus pembimbing penulis selama penulisan skripsi ini.
Terima kasih atas dukungan dan waktu luang semangat, motivasi dan
bekal ilmu pengetahuan yang diberika. Semoga segala yang telah
diamalkan dapat menjadi amal jariyah dan memperoleh balasan berlipat
ganda oleh Allah SWT.
7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bismis, terutama Bapak Arief
Fitrijanto, S.SI, M.SI selaku ketua jurusan Ekonomi Pembangunan dan Ibu
Najwa Khairina S.E,. M.A selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
8. Ibu Utami Baroroh, S.E., M.Si, Zuhairan Yunmi Yunan, S.E, M.Sc dan
Bapak Drs. Jacky Nurdjaman Rahman, M.Ps yang selalu mendukung dan
mendukung dan membimbing dalam penulisan skripsi dan akademik.
9. Seluruh civitas akademika dan karyawan baik pada tingkat jurusan,
fakultas, hingga universitas yang telah mendukung dan membantu
penulis dalam kegiatan perkuliah dan perlombaan selama mengenyam
pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Kepada Robiah Nila Fauziah S.Pd. MA, Verra Febriani, Asri Rahmawati
dan segenap guru TPQ Masjid Raya Bintaro yang senantiasa mendoakan
dan mendudukung dalam pendidikan ini.
11. Kepada Terryna Ledy Desi, Ulfi Husnul Tadzkiyah, Dwi Ratna Sari,
Imro‟atul Husna, Effa Safirah, Choirunnisa, Varrah Ainun Istiqomah, Wini
Muliagustina Dhimas Setyanik dan seluruh teman teman Konsentrasi
Otonomi dan Keuangan Daerah Semoga kita tidak pernah lelah dalam
mengembangkan kapasitas diri.
12. Temen temen angkatan tahun 2014 yang selalu mendampingi selama
menempuh pendidikan.
13. Kepada seluruh adik adik tercinta semoga penulisan skipsi ini bermanfaat
untuk kalian dan menambah referensi dalam kepenulisan skripsi nya
xiii
Penulis menyadari bahwa kepenulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, besar harapan bagi penulis untuk menerima
segala bentuk kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi untuk
pencapaian yang
lebih baik.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Jakarta, 28 Mei 2018
Ramadhian Wijayanti
11140840000059
xiv
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ......................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 10
A. Wilayah Peri Urban .............................................................................. 10
1. Pengertian Wilayah Peri Urban ..................................................... 10
2. Konsep Wilayah Peri Urban .......................................................... 11
3. Dinamika Wilayah Peri Urban ...................................................... 12
B. Konsep Transformasi ........................................................................... 14
1. Pengertian Transformasi ............................................................... 14
2. Transformasi Wilayah Peri Urban................................................. 15
a. Transformasi Spasial ................................................................. 15
b. Transformasi Sosial ................................................................... 16
c. Transformasi Ekonomi .............................................................. 18
xv
C. Desain Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Design) ................................................................................................. 20
1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 20
2. Konsep Compact City.................................................................... 21
D. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 25
E. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 28
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 28
B. Populasi dan Sampel ............................................................................ 28
C. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 29
D. Jenis Dan Sumber Data ........................................................................ 29
E. Pengumpulan Data ............................................................................... 30
F. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 32
G. Variabel Pelitian ................................................................................... 32
H. Metode Analisis Data.......................................................................... 34
1. Sistem Informasi Geografis (SIG) ................................................ 34
2. Analisis Location Quotient (LQ) ................................................. 38
3. Analisis Indeks Urban Compactness .......................................... 39
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 43
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian .................................................. 43
1. Sejarah .......................................................................................... 43
2. Profil Wilayah Penelitian ............................................................. 45
a. Kondisi Geografis ..................................................................... 45
b. Kondisi Fisik Lahan ................................................................. 46
c. Keadaan Iklim ........................................................................... 47
d. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah ............................................ 47
e. Jaringan Jalan ............................................................................ 48
B. Analisis Transformasi Spasial .............................................................. 51
1. Analisis Penggunaan Lahan ......................................................... 51
2. Analisis Overlay ........................................................................... 52
xvi
a. Penggunaan Lahan Permukiman .............................................. 52
b. Penggunaan Lahan Kosong ...................................................... 53
c. Penggunaan Lahan Primer ........................................................ 54
d. Penggunaan Lahan untuk Fasilitas Dasar ................................ 55
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transformasi Spasial Peri Urban . 63
D. Analisis Transformasi Sosial Ekonomi ................................................ 72
1. Perubahan Sektor Ekonomi .......................................................... 72
a. Perubahan Sektor Berdasarkan Penggunaan Lahan ................. 72
b. Perubahan Sektor Berdasarkan PDRB ..................................... 73
c. Perubahan Sektor Berdasarkan Potensi Unggulan ................... 75
d. Perubahan Sektor Berdasarkan Unit Fasilitas Usaha .............. 76
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Transformasi Sosial Ekonomi ..... 78
F. Identifikasi Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustainable
Development). ...................................................................................... 84
1. Analisis Karakteristik Urban Compactness. ................................. 84
2. Mengukur Indeks Urban Compactnesss ....................................... 99
3. Karakteristik Compactess dari Struktur Ruang Kecamatan Ciputat
Timur ............................................................................................. 101
G. Keterkaitan Antara Transformasi Spasial, Transformasi Sosial
Ekonomi dan Indeks Urban Compactness .......................................... 108
1. Analisis Korelasi Indeks Urban Compactness berdasarkan faktor-
faktornya........................................................................................ 109
2. Keterkaitan Transformasi Spaisal Sosial Ekonomi dan Sustainable
Development. ................................................................................. 111
3. Hubungan sebab akibat antara tiga sektor ........................................ 112
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 114
A. Kesimpulan ........................................................................................... 115
B. Saran .................................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA. ..................................................................................... 117
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.2 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan 3
1.3 Tabel Developer yang berada di Wilayah Tangerang Selatan 4
1.4 Tabel Kepadatan Penduduk di Wilayah Tangerang Selatan 6
3.1 Variabel dalam penelitian 42
4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan 46
4.2 Tabel Penggunaan Lahan Eksisting 51
4.10 Tabel Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Selatan 59
4.11 Luas Penggunaan Lahan (Ha) 67
4.12 Sebaran industri kecil, menengah, dan besar Kota Tangerang
Selatan 71
4.13 Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa 72
4.14 Indikator Ketenagakeran Kota Tangerang Selatan 2011-2015 74
4.15 Rasio Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam
Negeri 77
4.16 Jenis Penanaman Modal Kota Tangerang Selatan 78
4.17 Kepadatan Lahan Terbangun Kota Tangerang Selatan 80
4.18 Kepadatan Lahan Terbangun 81
4.19 Kepadatan Lahan Terbangun Kota Tangerang Selatan 81
4.20 Standar Ketersediaan Fasilitas Pendidikan menurut SNI 03-1772-
2004 82
4.21 Tabel Ketersediaan Fasilitas Pendidikan 84
4.22 Standar Ketersediaan fasilitas Kesehatan menurut SNI 03-1772-
2004 85
4.23 Standar Ketersediaan Fasilitas Perdagangan dan Jasa Menurut
SNI 03-1772-2004 88
4.24 Ketersediaan Fasilitas Perdagangan dan Jasa 89
4.25 Presentase Ketersediaan RTH 90
4.26 Tabel Tingkat Penggunaan Kendaraan Pribadi 91
4.27 Presentase Pertumbuhan Penduduk 92
4.28 Presentase Pertumbuhan Permukiman Baru 93
4.29 Indeks Densifikasi Kota Tangerang Selatan 94
4.30 Indeks Mixed Use 95
4.31 Indeks Densifikasi 96
4.32 Tabel Indikator Urban Compactness 97
xviii
4.33 Variabel dalam Penelitian 103
4.34 Proyeksi Penggunaan Lahan 58
4.35 Proyeksi Penggunaan Lahan Terbangun 59
4.37 Proyeksi Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031 61
4.38 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Selatan 2011-
2031 62
xix
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1.1 Penggunaan Lahan Kota Tangerang Selatan 2
4.1 Peta Rupa Bumi (RBI) Kota Tangerang Tahun 2001 sebelum
Pemekaran
45
4.2 Peta Topografi Kota Tangerang Selatan 47
4.3 Peta Geologi Kota Tangerang Selatan 48
4.4 Peta Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan 50
4.5 Grafik Penggunaan Lahan Kosong dan Lahan Terbangun 53
4.5 Grafik Penggunaan Lahan Primer 54
4.6 Grafik Perubahan pemanfaatan Lahan Fasilitas Dasar Kota
4.7 Peta Penggunaan Lahan 2017 56
4.8 Peta Penggunaan Lahan 2011 57
4.9 Peta Kepadatan Penduduk dan Perbatasan Kota Tangerang
Selatan
59
4.11 Peta Kawasan Strategis 61
4.12 Peta Jaringan Jalan 63
4.13 Peta Sistem Perkotaan 66
4.14 PDRB Sektor Primer 67
4.15 Kontribusi Sektor Terhadap PDRB ADHB 68
4.16 Struktur Perekonomian Kota Tangerang Selatan 69
4.17 Location Quotient (LQ) Sektor Primer, Sekunder dan Tersier 70
4.18 Peranan PDRB Kota Tangerang Selatan Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2016
75
4.19 Jumlah Usaha dan Tenaga Kerja Menurut Kategori Lapangan
Usaha (Hasil Pendaftaran Sensus Ekonomi 2016)
76
4.20 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Ciputat Timur 97
4.21 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2011 dan 2017 98
4.22 Peta Kepadatan Penduduk Tinggi 99
4.23 Peta Jarak Kerapatan Antar Bangunan 99
4.24 Peta Jarak Kerapatan Antar Bangunan 100
4.25 Fasilitas yang mudah dijangkau 100
4.26 Pola Pergerakan Penduduk 101
4.27 Jumlah Kendaraan Bermotor 101
4.28 Tabel Hasil Korelasi 105
4.29 Pertumbuhan Penduduk 2011-2031 60
4.30 Grafik Pertumbuhan Penduduk 2011-2031 61
xx
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan
1 Penggunaan Lahan
2 Perhitungan LQ Tangerang Selatan
3 Presentase PDRB Kota Tangerang Selatan
4 Perhitungan Koefisien Korelasi
5 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2011
6 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2017
7 Peta Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan
8 Peta Kawasan strategis Kota Tangerang Selatan
9 Peta Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan
10 Peta Administrasi Kota Tangerang Selatan
11 Peta Geologi Koto Tangerang Selatan
12 Peta Sistem Perkotaan Kota Tangerang Selatan
13 Peta Topografi Kota Tangerang Selatan
14 Data perhitungan Korelasi
15 Proyeksi Perhitungan Lahan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin bertambahnya penduduk kota menyebabkan semakin
bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap jumlah lahan yang digunakan,
maka untuk memenuhinya diperlukan suatu pengembangan atau perluasan
wilayah ke daerah-daerah disekitar kota tersebut.
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan aktivitas kota terus meningkat,
yang selalu diiringi dengan kebutuhan akan ruang dan lahan. Disisi lain lahan di
kota tersebut terbatas dan tidak dapat berkembang. Jika kebutuhan lahan melebihi
ketersediaan lahan yang ada, maka akan terjadi tekanan penduduk terhadap lahan.
Masyarakat tidak hanya membutuhkan lahan untuk bertempat tinggal,tetapi juga
membutuhkan sarana dan fasilitas lainnya yang tentunya juga harus diikuti dengan
penyediaan lahannya.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka akan meningkatkan
aktivitas perekonomian. Karena keterbatasan daya dukung lahan,tentunya akan
menjadi beban yang signifikan karena pesatnya urbanisasi dan pertumbuhan
ekonomi. Daya dukung lahan yang melebihi kapasitas akan menimbulkan
berbagai masalah dalam perkotaan seperti kemacetan, kekurangan perumahan,
degradasi ekosistem, polusi udara dan air, kurangnya sarana sanitasi, dan
kesenjangan sosial. Sumber daya alam di dalam dan sekitar kota-kota akan
terkena eksternalitas dari proses pembangunan perkotaan
Kota Tangerang Selatan adalah sebuah kota yang terletak di Tatar
Pasundan Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini terletak 30 km sebelah
barat Jakarta dan 90 km sebelah tenggara Serang, ibu kota Provinsi Banten. Kota
Tangerang Selatan berbatasan dengan Kota Tangerang di sebelah
utara, Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat) di sebelah selatan, Kabupaten
Tangerang di sebelah barat, serta Daerah Khusus Ibukota Jakarta di sebelah timur.
Dari segi jumlah penduduk, Tangerang Selatan merupakan kota terbesar kedua di
Provinsi Banten setelah Kota Tangerang serta terbesar kelima di
2
kawasan Jabodetabek setelah Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok. Wilayah
Kota Tangerang Selatan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Secara fungsional, maka Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah sub-
urban dari Kota Jakarta. Pusat-pusat pertumbuhan dan kota-kota baru yang
tumbuh di kota ini adalah salah satu dampak perkembangan Kota Jakarta yang
sangat pesat di berbagai aspek. Beberapa kawasan permukiman dan infrastruktur
penduduk dibangun secara terencana oleh para pengembang besar (BSD, Bintaro
Jaya, Alam Sutera), dan sebagian spot-spot kawasan permukiman dibangun oleh
pengembang kecil, dan juga bagian dari fenomena urban sprawl,
Gambar 1. 1 Penggunaan Lahan Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan memiliki wilayah seluas 14.719 hektar.
Pertumbuhan fisik kota menunjukkan dominasi kawasan terbangun, yaitu seluas
10.596,10 Ha atau 71,99 % dari seluruh luas kota yang terdiri dari kawasan
perumahan dan permukiman (67,54 %), kawasan industri (1,14) %, dan kawasan
perdagangan dan jasa (3,31 %). Sektor perdagangan dan jasa di Kota Tangerang
Selatan tumbuh beriringan dengan pesatnya pengembangan perumahan yang ada
[CATEGORY
NAME] [CATEGORY
NAME]
Kawasan
Perdagangan
dan Jasa
[CATEGORY
NAME]
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan
3
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan
Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
2012 2013 2014 2015 2016
Setu 72170 75002 77881 80811 83777
Serpong 150736 157252 163915 170731 177677
Pamulang 305909 314931 323957 332984 341967
Ciputat 206293 212824 219384 225974 232559
Ciputat Timur 188957 193484 197960 202386 206729
Pondok Aren 329103 341416 353904 366568 379354
Serpong Utara 141237 148494 155998 163755 171749
Kota Tangerang
Selatan
1394405 1443403 1492999 1543209 1593812
Sumber Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan
Kabupaten/Kota Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota (Persen)
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kab Pandeglang 0.84 0.77 0.86 0.46 0.55 0.47
Kab Lebak 1.13 1.05 0.98 0.91 0.83 0.76
Kab Tangerang 3.54 3.47 3.34 3.39 3.24 3.17
Kab Serang 1.06 0.98 0.92 0.84 0.77 0.69
Kota Tangerang 2.66 2.59 2.51 2.43 2.36 2.28
Kota Cilegon 1.99 1.90 1.82 1.76 1.68 1.60
Kota Serang 2.20 2.14 2.06 1.99 1.92 1.83
Kota Tangerang
Selatan
3.67 3.59 3.51 3.44 3.36 3.28
Provinsi Banten 2.39 2.33 2.27 2.20 2.14 2.07
Sumber Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pada 2011-2016, jumlah
penduduk di kota pemekaran Kabupaten Tangerang itu mencapai 1 juta jiwa.
Bahkan, pada 2016, jumlahnya sudah mencapai 1,5 juta jiwa. Pertumbuhan
4
penduduk, disebabkan arus urbanisasi yang besar dalam beberapa tahun terakhir.
Kota Tangerang Selatan ini menarik datangnya urbanisasi dikarenakan Sebagai
daerah hunian, banyak warga dari Jakarta yang pindah ke Tangerang Selatan ini.
Karena itu, terjadi pertumbuhan penduduk yang besar. Dibandingkan dengan
pertumbuhan penduduk di kota kota lain, Kota Tangerang Selatan laju
pertumbuhan penduduk nya terbesesar di Provinsi Banten
Gambar 1.2 Grafik Distribusi PDRB Kota Tangerang Selatan ADHL
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2016 (Persen
Sumber Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan
Dari data tersebut terlihat bahwa pendapatan distribusi PDRB Kota
Tangerang Selatan ADHL berasal dari Real Estate hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan Real Estate di Kota Tangerang Selatan terus mengalami
peningkatan dan perkembangan dibandingkan dengan pendapatan pada sektor
lain. Namun begitu pembangunan tersebut kurang adanya sinergitas pengembang
dengan pemerintah daerah maupun pengembang dengan pengembang itu
sendiri.Selain itu peran pemerintah kota untuk menegakkan peraturan masih
kurang optimal. Wilayah Kota Tangerang Selatan berkembang begitu pesat,
karena berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
5
Depok, Kabupaten Tangerang serta Kota Tangerang. Selain itu, wilayah kota ini
juga terkait langsung dalam dinamika pembangunan nasional.
Tangerang Selatan adalah kota termuda di Provinsi Banten, merupakan
kota terbesar kedua di Banten dan terbesar kelima di kawasan Jabodetabek dalam
hal jumlah penduduk. Semula merupakan wilayah hunian penyangga Jakarta,
Tangerang Selatan berkembang menjadi pusat aktivitas bisnis dengan
perdagangan dan jasa sebagai aktivitas utamanya. Dengan sebagian besar
penduduk berusia muda, Tangerang Selatan memiliki karakter urban dengan
aktivitas komunitas yang hidup. Pembentukan Tangerang Selatan, yang
merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang, ditetapkan melalui
Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan di Propinsi Banten tertanggal 26 November 2008 dan dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan,
dan kemasyarakatan serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan
potensi daerah. Luas wilayah dan jumlah penduduk Kabupaten Tangerang yang
besar perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui
pembentukan daerah otonom baru, yaitu Kota Tangerang Selatan, sehingga
pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-Undang No. 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang, telah memberikan warna baru terhadap penyelenggaraan
penataan ruang di Indonesia, yaitu untuk menjadikan Rencana Tata Ruang betul-
betul menjadi acuan di dalam pelaksanaan pembangunan wilayah. Salah satu
tindak lanjut dari Undang-Undang tersebut, tahun 2008 kemarin telah diterbitkan
PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN), yang memberikan arahan makro pengembangan wilayah nasional
selama 20 tahun yang akan datang. Keberadaan ke-dua produk hukum tersebut
perlu terus disosialisasikan, agar dapat diketahui dan dipahami oleh seluruh
pelaku pembangunan termasuk masyarakat pada umumnya
6
Guna mengantisipasi perkembangan Kota Jakarta dan sekitarnya,
pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Instruksi Presiden No. 13 tahun 1976
tentang tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek. Salah satu ketetapan dalam
konsep pengembangan wilayah Jabodetabek tersebut adalah pengembangan kota
baru-kota baru atau lebih umum lagi disebut permukiman skala besar. Tujuan
pembangunan kota baru-kota baru tersebut adalah untuk mendekonsentrasikan
tekanan-tekanan pertumbuhan dari Kota Jakarta ke sub-sub pusat tingkat kedua,
yaitu kota baru-kota baru tersebut. Sub-sub pusat ini berlaku sebagai counter
magnet dari kota induk mereka. Kota baru-kota baru di Kota Tangerang Selatan
yang merupakan implementasi dari Inpres tersebut, yaitu:
Tabel 1.3 Tabel Developer yang berada di Wilayah Tangerang Selatan
No Nama Daerah Tahun Bangun Luas Lahan
1 Bumi Serpong Damai (BSD) 1989 6000 Ha
2 Bintaro Jaya 1992 1700 Ha
3 Alam Sutera 1993 700 Ha
Sumber : (Pusat Data Properti Indonesia 1999 dalam Malik 2005)
Akibat dari diberlakukannya peraturan tersebut akan mengakibatkan
ledakan kepadatan penduduk di Wilayah Tangerang Selatan dan berkembangan
berbagai aktivitas pelayanan untuk mendukung pertumbuhan kota.
Tabel 1.4 Tabel Kepadatan Penduduk di Wilayah Tangerang Selatan
No Kecamatan
Jumlah
Penduduk
(Orang)
Luas Wilayah
(Km2)
Kepadatan
Penduduk
(Orang/Km2)
1. Setu 80.811 14,8 5.460
2. Serpong 170.731 24,04 7.102
3. Pamulang 332.985 26,82 12.416
4. Ciputat 225.974 18,38 12.295
5. Ciputat Timur 202.386 15,433 13.116
6. Pondok Aren 366.568 29,88 12.268
7. Serpong Utara 163.755 17,84 9.179
Kota Tangerang Selatan 1.543.209 147,19 10.484
Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2016
7
Peningkatan penduduk yang akan terjadi tiap tahunnya berdasarkan
kecenderungan perkembangan penduduk pada masing-masing kecamatan. Kondisi
demikian menunjukkan suatu karakteristik perkembangan kawasan perkotaan
berdasarkan aspek demografi. Perkembangan tersebut harus disertai dengan
perkembangan kualitas lingkungan baik lingkungan sosial ekonomi, maupun
kualitas lingkungan ekologisnya.
Terkait dengan hal tersebut, maka perlu disususn skenario pengembangan
penduduk sebagai salah satu arahan untuk kenyamanan kehidupan dalam
pembangunan wilayah. sekenario pengembangannya penduduk ini didasarkan
pada:
a) Pemerataan kepadatan penduduk pada semua kecamatan
b) Ketersediaan lahan terbangun pada masing-masing kecamatan
c) Pengembangan penduduk sampai batas daya tampung lahan dan air yang
menjadi pembatas utama bagi kemampuan daya tampung wilayah.
d) Memperhatikan daya tampung horizontal masing-masing wilayah dan
perlu ada penyebaran penduduk dari kecamatan yang padat ke wilayah
kecamatan lainnya yang dapat menampung kelebihan jumlah penduduk
tersebut
e) Pemambahan kapasitas daya tampung dalam pengembangan vertikal
Konsep compact city berupaya untuk mengefektifkan penggunaan
lahan,dapat meningkatkan interaksi sosial serta penurunan tingkat kesenjangan
sosial. Konsep compact city didesain agar kawasan permukiman, perdagangan
dan jasa, perkantoran dan lain-lain menjadi terpusat. Keunggulan lainnya dari
konsep compact city yaitu dapat mengurangi ketergantungan akan kendaraan
pribadi, meminimalisir biaya transport dan mengurangi waktu terbuang untuk
perjalanan. Melihat permasalahan tersebut, maka konsep kota kompak dapat
difungsikan sebagai revitalisasi permasalahan urban sprawl yang dihadapi
Kota Tangerang Selatan sehinngga akan menciptakan konsep pembangunan yang
berkelanjuran (sustainable development design) menuju pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development). Untuk melihat penerapan konsep
8
tersebut, maka sebelumnya perlu diketahui ukuran urban compactness Kota
Tangerang Selatan .
Dari uraian permasalahan tersebut penelitian ini menganalisis pola
perubahan spasial (Transformasi Spasial) Perubahan Sosial Ekonomi
(Transformasi Sosial Ekonomi) dan kekompakan kota (Compact City) di wilayah
wilayah Kota Tangerang Selatan selama rentang waktu 2011-2017
Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka selanjutnya penulis
merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Transformasi Spasial pada Wilayah Tangerang Selatan?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Transformasi Spasial pada Wilayah
Tangerang Selatan?
3. Bagaimana Transformasi Sosial Ekonomi pada Wilayah Tangerang
Selatan?
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi Transformasi Sosial Ekonomi pada
Kawasan di Wilayah Tangerang Selatan?
5. Bagaimana implementasi penerapan konsep desain berkelanjutan
(sustainable design) untuk pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development ) di Wilayah Kota Tangerang Selatan?
6. Bagaimana keterkaitan antara transformasi spasial transformasi sosial
ekonomi dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di
Wilayah Kota Tangerang Selatan?
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui pola transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota
Tangerang Selatan
2. Mengetahui dinamika sosial ekonomi yang terbentuk seiring dengan
adanya transformasi tersebut
3. Mengetahui transformasi sosial ekonomi yang dialami oleh penduduk
yang bertempat tinggal disana. Termasuk diantaranya kecenderungan
9
pertumbuhan di masa yang akan datang, serta dampaknya terhadap
kualitas kehidupan masyarakat.
4. Mengetahui gambaran pembangunan yang terjadi di Wilayah Kota
Tangerang Selatan
5. Mengetahui keterkaitan antara transformasi spasial, transformasi sosial
ekonomi dan konsep desain berkelanjutan untuk pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development)
D. Manfaat penelitian
1. Menambah kajian terkait pengembangan kawasan pada peri urban
Jabodetabek
2. Menambah kajian terkait transformasi spasial dan sosial ekonomi kawasan
dengan penggerak utama (prime mover) berupa keberadaan kawasan
permukiman skala besar yang dikelola oleh swasta.
3. Sebagai alat dan bahan acuan untuk menentukan kebijakan yang sesuai
dengan kondisi pembangunan di kota Tangerang Selatan
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Wilayah Peri-urban
1. Pengertian Wilayah Peri Urban
Wilayah Peri Urban (WPU) merupakan wilayah yang terletak di antara dua
wilayah yang sangat berbeda kondisi lingkungannya, yaitu antara wilayah
yang mempunyai kenampakan kekotaan di satu sisi dan wilayah yang
mempunyai kenampakan kedesaan di sisi yang lain. Oleh karena wilayah
kota dan desa mempunyai dimensi kehidupan yang sedemikian kompleks yang
pada umumnya menunjukkan atribut yang saling berbeda, maka di daerah
antara ini kemudian muncul atribut khusus yang merupakan hibrida dari
keduanya (Yunus, 2008).
Menurut Gaplin (1915) dalam Yunus (2008), wilayah peri urban
merupakan suatu wilayah kedesaan yang mengalami perubahan menuju sifat
kekotaan. Studi yang pertama kali mulai menyinggung WPU dikemukakan oleh
Von Thunen pada tahun 1926, teorinya dikenal dengan The Isolated State
Theory. Wilayah peri urban yang disinggung adalah pola pemanfaatan lahan
yang terbentuk berkaitan dengan pertimbangan biaya transportasi, jarak dan sifat
komoditas
2. Konsep Wilayah Peri Urban
Peri urban diartikan sebagai wilayah yang berada diantara wilayah
kekotaan dan wilayah pedesaan yang berdimensi multi. Wilayah peri urban
yang kemudian disingkat WPU di dasarkan pada istilah pedesaan maupun
kekotaan dari segi fisik morfologi yang diindikasikan oleh bentuk
pemanfaatan lahan non-agraris versus penggunaan lahan agraris. Dari sisi ini,
wilayah kekotaan adalah suatu wilayah yang didominasi oleh bentuk
pemanfaatan lahan non-agraris sedangkan wilayah kedesaan adalah wilayah
yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris.
11
Wilayah peri urban dapat dikatakan merupakan wilayah yang berada
di pinggiran kota atau wilayah yang memiliki percampuran sifat antara desa
dan kota (Yunus,2008). Sementara itu wilayah peri urban menurut (Pryor 1968)
merupakan wilayah peralihan yang terkait dengan perubahan pemanfaatan
lahan, karakteristik sosial dan demografis. Wilayah peri urban muncul akibat
perkembangan kota ke arah luar. Bila dilihat secara spasial kenampakan
perkembangan lahan terbangun yang terjadi di wilayah peri urban tidak
terbatas oleh batasan administrasi, namun didasarkan pada perkembangan
lahan terbangun yang merupakan perambatan dari pusat kota ataupun
diakibatkan adanya pusat pertumbuhan baru hingga wilayah yang masih belum
terbangun atau masih merupakan wilayah pertanian
Untuk dapat memudahkan identifikasi wilayahnya, WPU dapat
dikenali dari batas terluar lahan terbangun suatu kompak yang kompak
dengan lahan kekotaan utama dan ditandai oleh 100% kenampakan kekotaan
atau bentuk pemanfaatan lahan non-agraris sampai ke wilayah yang 100%
ditandai oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris. WPU berada dimana
didalamnya terdapat pencampuran bentuk pemanfaatan lahan kekotaan disatu sisi
dan bentuk bentuk pemanfaatan lahan non-agraris disisi lain. Keberadaan bentuk
pemanfatan lahan non-agraris mengisyaratkan adanya penjalaran lahan kekotaan
ke arah luar dan makin dekat jarak kelahan kekotaan terbangun utama,
maka makin intensif perkembangan kenampakan fisikal kekotaannya dan
demikian pula sebaliknya, makin jauh akan makin berkurang intensitas
perkembangan kenampakan fisikal kekotaannya.
WPU selalu bertambah luas baik dari tinjauan fisikal morfologis
maupun dari segi sosial ekonomi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa moda
transportasi selalu bertambah canggih dengan kemampuan jangkau yang
semakin jauh. Selain itu, pertambahan penduduk dan kegaiatan juga selalu
diikuti oleh peningkatan tuntutan akan ruang yang dimanfaatkannya baik
untuk tempat tinggal maupun untuk tempat kegiatan. Yunus (2008)
mengemukakan konsep WPU khusunya dalam menyoroti keberadaan jalur
wilayah yang mengantarai Zona bingkai kota (Zobikot) dan Zona bingkai
desa (Zobides). Oleh karena itu batas zobikot dan zobides diyakini bukan
12
merupakan sutu garis batas yang jelas dan lebih merupakan jalur wilayah.
Batas antara zobikot dan zobides dapat dibagi ke dalam dua subzona lagi
walaupun nuansanya lebih kecil. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa
ditandai oleh proporsi yang mencolok perbedaannya antara lahan kekotaan dan
lahan kedesaan.
3. Dinamika Wilayah Peri Urban
Selama bertahun-tahun di mana dinamika yang tidak berkelanjutan seperti
urbanisasi yang tidak terencana atau suburbanisasi menyebar jauh ke pedalaman
perkotaan, dan pemerintahan belum memilikinya tujuan untuk mengatasi masalah
penggunaan lahan tersebut . Apalagi, karena fokus menyeluruh pada
pertumbuhan konsumsi lahan tambahan itu tidak dilihat sebagai masalah sama
sekali. Baru setelah pergantian milenium, penggunaan lahan itu terjadi
diidentifikasi sebagai masalah lingkungan atau dan akan membawa efek
keberlanjutan (Ellen Banzhaf 2011)
Di daerah perkotaan lahan sangat cepat pada percepatan konsumsi yang
membuat itu sumber daya langka dan berharga. Oleh karena itu diperlukan proses
transformatif untuk menangani penggunaan lahan yang logis dan bertanggung
jawab. Transformasi perkotaan sebagai fundamental, multi dimensi perubahan
pola penggunaan lahan perkotaan, perkembangan kependudukan, infrastruktur,
tata pemerintahan sebagai serta nilai, norma dan perilaku yang mapan. Fokus
utama adalah pada penggunaan lahan dan perubahannya
Transformasi perkotaan sebagai perubahan mendasar dan
multidimensional dalam penggunaan lahan perkotaan dan konsumsi pola lahan,
perkembangan populasi dan penyediaan infrastruktur,tata kelola pemerintahan
serta nilai-nilai dan norma-norma yang telah ditetapkan. Paling Yang penting bagi
kita adalah proses yang berkaitan dengan fenomena inisangat dinamis dan non
linier (Kabisch 2014)
Fenomena perkembangan ruang kota pada dasarnya ditunjukan oleh 2
perwatakan dasar, yaitu bentuk struktur ruang “compact” dan “sprawl”. Sangat
disadari, bentuk struktur ruang dengan perwatakan tersebut tentunya akan
13
sangat mempengaruhi bentukan pola aktivitas ataupun orientasi pergerakan
yang terjadi. Secara teoritis telah diakui, bahwa hubungan antara pola ruang dan
pola pergerakan sangat kuat. Pada perkembangan awal suatu kota,
tumbuhnya kawasan pinggiran tentunya dimaksudkan sebagai perluasan
ukuran kota yang tentunya akan mengakibatkan semakin panjangnya atau
lamanya perjalanan komuting. Meluasnya kawasan perkotaan yang ditandai
dengan berkembangnya kawasan pinggiran (urban fringe) sebagai alternatif lokasi
residensial bagi masyarakat akibat sudah padatnya daerah inti kota. Dampak
ikutan dari adanya perkembangan kawasan pinggiran adalah besarnya tingkat
ketergantungan kawasan pinggiran terhadap kawasan intinya. Beberapa
indikasi ditunjukan oleh Punpuing (1993), Giuliano & Small (1993),
Kombaitan (1999) serta beberapa peneliti lainnya, menunjukan pengaruh
yang kuat antara perkembangan pola ruang dengan pola pergerakan. Wujud
dari ketergantungan tersebut adalah dalam bentuk besarnya interaksi
pergerakan antara lokasi residensial di kawasan pinggiran dengan inti kota
sebagai kawasan pusat layanan. Indikasinya ditunjukan oleh besaran arus
pergerakan lalu lintas pada koridor penghubungnya.
Pendapat Pucher (1990) yang mengemukakan bahwa perkembangan
kawasan pinggiran umumnya akan menimbulkan dampak terhadap
peningkatan pergerakan. Alasannya mendasarkan pada pemilihan kawasan
pinggiran sebagai tempat tinggal merupakan pencerminan “consumer choice in
market place‟ dimana perkembangan lokasi kegiatan lebih banyak ditentukan
oleh perilaku konsumen, ataupun perilaku ‟public choice in local landuse policy‟
yang terkesan sektoral. Pada akhirnya pola ruang yang terbentuk berupa “low
density” and “unfocus development‟ ini tidak sesuai dengan pengembangan
pelayanan sistem transit sehingga “ rely almost exclusively on the auto for
their travel needs ‟ (Pucher, 1990).
Istilah lain yang menjelaskan perkembangan kawasan pinggiran
adalah fenomena urban sprawl, sebagai kawasan yang berkembang di luar
kawasan kota sebagai akibat murahnya harga lahan di pinggiran kota,
peningkatan aksesibilitas, mudahnya pembiayaan kredit properti, pesatnya
jumlah pengembang perumahan (real estate) serta pembangunan perumahan
14
secara masal (Neuman, 2005). Meskipun dampak negatif dari perkembangan
urban
B. Konsep Transformasi
1. Pengertian Transformasi
Transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsur -angsur
sehingga sampai pada tahap terbatas, perubahan dilakukan dengan cara
memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan
mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya proses
menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan Antoniades (1990).
(S. R. Giyarsih 2010) menyatakan bahwa transformasi wilayah merupakan
representasi dari perkembangan wilayah yang digambarkan sebagai suatu
perubahan dan pergeseran karakteristik dari komponen wilayah dalam kurun
waktu tertentu sebagai akibat dari hubungan timbal balik antar komponen
wilayah tersebut. Transformasi wilayah yang terjadi ini, dapat berdampak
terhadap sumberdaya lokal, sosial, ekonomi dan kultural. Gejala perembetan
atribut sifat Kota pada akhirnya mengubah wilayah alami menjadi wilayah
dengan sifat kekotaan dan membawa perubahan terhadap banyak aspek
diwilayah peri-urban (daerah pinggiran Kota) terutama pada aspek sosial
ekonomi. (Ritohardyono 2013), menyebutkan bahwa meskipun latar belakang
pertumbuhan setiap Kota memiliki karakteristik beragam, namun implikasi
keruangan yang ditimbulkan mirip satu sama lain yakni kecenderungan
kompetensi penggunaan lahan didaerah pinggiran atau sekitar Kota.
Perubahan lainnya adalah meningkatkan ciri-ciri kehidupan sosial ekonomi
Kota di perdesaan sehingga membawa gejolak sosial dan perubahan gaya
hidup di perdesaan. Perubahan ciri Kota juga mendorong proses reklasifikasi Desa
atau secara administratif ciri Kota sprawl telah lama dikenali, namun teori dan
penelitian yang dikembangkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan,
hingga saat ini masih tetap belum memuaskan (Burchell, 2002)
15
2. Transformasi Wilayah Peri Urban
Wilayah peri urban merupakan suatu wilayah yang paling dinamis
kondisinya dibandingkan dengan bagian-bagian lain di bagian dalam kota
maupun di daerah pedesaan. Hal ini sangat wajar kerana bagian ini merupakan
sasaran pendatang baik penduduk maupun fungsi -fungsi yang berasal dari
bagian dalam kota, kota-kota lain maupun dari wilayah pedesaan untuk
bertempat tinggal. Sebagai akibat kedatangan penduduk dan fungsi yang terus
menerus ke bagian ini sudah dapat dipastikan bahwa daerah ini akan
mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan inilah yang dapat
diartikan sebagai transformasi wilayah
a. Transformasi Spasial
Transformasi spasial wilayah peri urban dapat diartikan sebagai
transformasi wilayah yang terjadi di kawasan peri urban dilihat dari aspek
spasialnya. sebuah entitas yang terbentuk dari berbagai elemen wilayah dan
membentuk karakteristik yang dapat dibedakan dengan wilayah lainnya.
Dengan demikian transformasi wilayah dapat dikatakan merupakan perubahan
yang terjadi pada suatu wilayah dalam proses kurun waktu tertentu dari berbagai
aspek pada batasan teritorial tertentu (Yunus 2008)
Menurut Charles Colby (1993), mengemukakan bahwa dari waktu ke
waktu kota berkembang secara dinamis dan demikian pula pola penggunaan
lahannya. Perkembangan ruang merupakan manifestasi spasial dari
pertambahan penduduk sebagai akibat dari meningkatnya proses urbanisasi
maupun proses alamiah, yang kemudian mendorong terjadinya peningkatan
pemanfaatan ruang serta perubahan fungsi lahan.
Menurut pendapat beberapa ahli transformasi spasial dapat dilihat
dari indicator perubahan bentuk pemanfatan lahan (Yunus, 2008) dan
(Smailes, 1981), perubahan karaktersitik permukiman (Sargent 1976 dalam
giyarsih, 2009), tingkat aksesibilitas (S. R. Giyarsih 2009) serta perubahan
jumlah dan kepadatan penduduk (Hardati 2011)
16
Transformasi spasial yang terjadi pada suatu kawasan termasuk peri urban
tidak terlepas dari faktor yang ada diantaranya faktor akses jalan, peningkatan
jumlah penduduk, kebijakan pemerintah, harga lahan, serta peran developer.
Hal ini seperti yang ditemukan oleh (Predato 2012) dalam penelitianya yaitu
kebijakan pemerintah dalam perencanan, pelayanan umum, mobilitas dan
kesempatan membangun menjadi pemicu terjadinya transformasi spasial.
Adapun (Webster 2011) mengklasifikasikan faktor yang mempengaruhi
transformasi tersebut ke dalam kekuatan sentrifugal dan sentripetal perkotaan.
Kekuatan sentrifugal ini dapat berupa manufaktur, kemacetan, jalan lingkar,
dan harga lahan yang murah. Sementara kekuatan sentripetal dapat berupa jasa,
pariwisata, biaya energi, kesempatan membangun dan budaya.
Transformasi tidak berlangsung secara spontan dan menyeluruh.
Karakter transformasi suatu lingkungan sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial
budaya. Transformasi itu sendiri memiliki bagianbagian dari sistem budaya
yang mudah terpengaruh dan ada yang merupakan inti yang cenderung
bertahan. Dalam hal ini unsur yang bersifat fisik cenderung lebih mudah
mengalami transformasi, sedangkan yang bersifat keyakinan dan kebiasaan akan
cenderung bertahan (Rapoport 1983)
Berdasarkan teori sektor yang diperkenalkan oleh Hoyt dalam Daldjoeni
(1998), dikemukakan bahwa pola perkembangan sebuah kota atau ekspansi kota
ke daerah pinggiran dapat terjadi dalam 3 bentuk yaitu perluasan mengikuti
sumbu atau jalur transportasi, daerah-daerah hinterland di luar kota semakin
lama semakin berkembang menjadi besar, dan terjadinya konurbasi atau
penggabungan daerah kota inti dengan pinggiran juga mengatakan bahwa pola
transformasi spasial dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu transformasi tinggi,
transformasi sedang, dan transformasi rendah.
Babcock (1933) dalam Yunus 2008 mengemukakan teori poros
menyatakan bahwa keberadaan poros transportasi akan mengakibatkan
pertumbuhan daerah kekotaan karena di sepanjang jalur ini berasosiasi dengan
mobilitas yang tinggi. Asumsi tersebut berimplikasi perkembangan zona-zona
17
yang ada di daerah sepanjang poros transportasi akan lebih besar dari zona yang
lain
Selama bertahun-tahun di mana dinamika yang tidak berkelanjutan seperti
urbanisasi yang tidak terencana atau suburbanisasi menyebar jauh ke pedalaman
perkotaan, dan pemerintahan belum memilikinya tujuan untuk mengatasi masalah
penggunaan lahan tersebut . Apalagi, karena fokus menyeluruh pada
pertumbuhan konsumsi lahan tambahan itu tidak dilihat sebagai masalah sama
sekali. Baru setelah pergantian milenium, penggunaan lahan itu terjadi
diidentifikasi sebagai masalah lingkungan atau dan akan membawa efek
keberlanjutan (Ellen Banzhaf 2011)
Di daerah perkotaan lahan sangat cepat pada percepatan konsumsi yang
membuat itu sumber daya langka dan berharga. Oleh karena itu diperlukan proses
transformatif untuk menangani penggunaan lahan yang logis dan bertanggung
jawab. Transformasi perkotaan sebagai fundamental, multi dimensi perubahan
pola penggunaan lahan perkotaan, perkembangan kependudukan, infrastruktur,
tata pemerintahan sebagai serta nilai, norma dan perilaku yang mapan. Fokus
utama adalah pada penggunaan lahan dan perubahannya
Transformasi perkotaan sebagai perubahan mendasar dan
multidimensional dalam penggunaan lahan perkotaan dan konsumsi pola lahan,
perkembangan populasi dan penyediaan infrastruktur,tata kelola pemerintahan
serta nilai-nilai dan norma-norma yang telah ditetapkan. Paling Yang penting bagi
kita adalah proses yang berkaitan dengan fenomena inisangat dinamis dan non
linier (Kabisch 2014)
b. Transformasi Sosial
Semakin dekat dengan kota, makin padat penduduknya. Hal ini sangat
terkait dengan preferensi pemukiman yang ditentukan oleh kedekatan dengan
tempat kerja. Kota sebagai pusat kegiatan berbagai aspek kehidupan manusia juga
berfungsi sebagai konsentrasi tempat kerja. Hal inilah yang mendasari preferensi
pemukiman suatu tempat. Kecenderungan untuk memperoleh kemudahan
18
mobilitas dari dan ke tempat kerja di daerah pinggiran diikuti oleh makin padatnya
penduduk ke arah kota (Sinha 1980)
Diadaptasi dari pemikiran evolutionis filsafat (Spencer) dan biologi
(Darwin), Mereka menafsirkan kota itu sebagai multi spesies ekosistem, di mana
sosial dan ekonomi kelompok berjuang untuk 'posisi ekologis'. (Park 1925) Di
dalam aspek spasial posisi wilayah ekologi adalah dekat dengan masing-masing
wilayahnya. Penempatan ruang dilakukan sebagai invasi berbeda etnis atau
pendapatan suatu kelompok atau organisasi tersier dalam sebuah lingkup wilayah
dan menggunakan konsep “invansi” atau “dominan”untuk menggambarkan fase
penempatan tersebut. (Burgess 1925) (Hoyt 1939) (Harris 1945)
(Yunus 2008) karakteristik Wilayah Peri-Urban yang mempunyai
attracting forces baik bagi penduduk perdesaan maupun penduduk perkotaan
telah mengakibatkan banyaknya pendatang baru baik berupa perorangan
maupun institusi. Wacana yang berkembang berkaitan dengan transformasi
sosial adalah dari sifat-sifat sosial kedesaan menjadi sifat-sifat kekotaan. Makin
dekat dengan lahan kekotan terbangun, maka makin kental suasana kekotaan
secara fisikal yang terlihat dan hal ini selalu berasosiasi secara spasial dengan
perubahan-perubahan sosial yang terjadi
Ada keragaman yang berkembang gaya hidup dan preferensi perumahan,
yang mungkin akan dominasi pinggiran kota sebagai manifestasi utama dari
'Hidup yang baik'. Di beberapa negara ada tanda-tanda dari kehidupan perkotaan
dan tren untuk kembali ke kota terdalam 'dari tepi' (Gratz 1998). Di ujung lain
Spektrumnya, ada ide baru di perkotaan dan desain lanskap menuju bentuk baru
integrasi perumahan dan alam dengan perspektif ekologis. Dan di banyak kota
konsentrasi baru bisnis dan jasa keuangan telah berkembang baik di beberapa
bagian kota dalam maupun di simpul transportasi yang mudah diakses di
pinggiran dari wilayah metropolitan. Ada di lokasi ini bahwa wilayah penggunaan
lahan multifungsi perkotaan kemungkinan besar akan berkembang.
19
c. Transformasi Ekonomi
(Michael P Todaro 2008) proses transformasi ekonomi atau perubahan
struktur perekonomian ditandai dengan menurunya pangsa sektor primer atau
sektor pertanian, meningkatnya pangsa sektor sekunder seperti sektor industri
dan pangsa sektor tersier atau jasa juga memberikan kontribusi yang
mengingkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
Menurut Kuncoro (dalam (Wijaya 2014) teori pembangunan Arthur
Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara desa
dan kota, mengikutsertakan proses pembangunan yang terjadi antara kedua
tempat tersebut. Teori ini membahas pola investasi yang terjadi pada sektor
modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku disektor modern yang
pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada.
Urbanisasi ini salah satu faktor yang membentuk Wilayah Peri-Urban
(Yunus 2008) sejalan dengan perkembangan Wilayah Peri-Urban
sebagai akibat dari pengaruh pertambahan penduduk dan kegiatan, khususnya
kegiatan ekonominya juga mengalami perubahan. Pengaruh kegiatan ekonomi
kekotaan yang secara umum dikaitkan dengan kegiatan ekonomi berorientasi
nonagraris lambat laun akan semakin nyata terlihat. Transformasi kegiatan
ekonomi kedesaan menjadi kekotaan tampak dalam beberapa hal antara lain,
transformasi kegiatan perekonomian yang dilaksakan oleh penduduk asli dan
meningkatnya kegiatan perekonomian yang diprakarsai oleh penduduk
pendatang.
Lanjut (Yunus 2008) munculnya kegiatan perekonomian baru yang
diprakarsai oleh penduduk lokal merupakan respon rasional yang muncul
sebagai akibat perubahan fisikal yang terjadi dan bertambahnya penduduk.
Perubahan fisikal di Wilayah Peri-Urban khususnya yang berkaitan dengan
perubahan bentuk pemanfaatan lahan agraris menjadi non-agraris telah
mengakibatkan hilangnya sumber penghasilan petani dan hal ini akan
berakibat makin menurunya jumlah penduduk yang berstatus sebagai petani.
Semakin mendekati lahan kekotaan terbangun, semakin besar proporsi petani
yang berubah profesinya menjadi nonpetani. Beberapa kegiatan ekonomi yang
20
muncul antara lain kegiatan perdagangan dan kegiatan jasa. Sementara itu,
usaha yang banyak dilakukan oleh penduduk pendatang yaitu seperti
kompleks pemukiman, kompleks perkantoran, kompleks pendidikan, kompleks
perbelanjaan dan kompleks industri. Hal ini didasari Wilayah Peri-Urban
yang masih mempunyai lahan terbuka cukup leluasa untuk didirikanya
infrastruktur yang besar skalanya serta aksesbilitas yang memadai
C. Desain Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Design)
1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, pengertian wilayah adalah “ruang” yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Berdasarkan
pengertian undang-undang tersebut, ada dua aspek yang harus diperhatikan
dalam konsep wilayah, yaitu : pertama, di dalam wilayah ada unsur-unsur yang
saling terkait yaitu ruang yang berfungsi lindung yang harus selalu dijaga
keberadaannya dan ruang yang berfungsi budidaya sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya untuk kelangsungan hidupnya, yang pada dasarnya
keduanya tidak dapat hidup dan berkembang serta survive (keberlanjutan)
sendiri-sendiri. Kedua, adanya pengertian deliniasi fungsi berdasarkan
koordinasi geografis (batasan berdasarkan titik-titik koordinat) yang
deliniasinya bisa wilayah administrasi (pemerintahan) atau wilayah fungsi
tertentu lainnya.Oleh karenanya, berdasarkan UU No. 26/2007, Wilayah harus
dibangun karena secara memiliki fungsi lindung dn fungsi budidaya.
Menurut Djakapermana (2010),1 pengembangan wilayah pada dasarnya
mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat
perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui
optimasi pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya secara harmonis, serasi
dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek
1 Direktur Jenderal Penataan Ruang, 2003 Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang di
Indonesia. Tinjauan teoritis dan Praktis. Makalah pada Stadium General Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
21
fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan
berkelanjutan. Sementara menurut aspek lingkungan kualitas hidup juga
bergantung pada status sosial ekonomi warga yang pada gilirannya mempengaruhi
perilaku penduduk.perilaku dan penggunaan lahan perkotaan. (Romero 2012)
digunakan vegetasi perkotaan tidak hanya mencakup indikator untuk penyediaan
dari beberapa layanan ekosistem. Mereka juga membahas sosio-
spasialkorespondensi penutup vegetasi ke kelas sosio-ekonomi perubahan
terutama urban sprawl, pertumbuhannya pola tata ruang kota dengan kepadatan
rendah, ekspansi luar yang besar, terpisah secara spasial penggunaan lahan,
pergeseran pengembangan kota , dan pengembangan komersial yang luas,
umumnya dianggap tidak kondusif untuk kualitas hidup yang baik di daerah
perkotaan (Burchell 2000)
Konsep pembangunan berkelanjutan pada dasarnya sudah menjadi
perhatian semua pihak (negara) di muka bumi ini. Berawal dari pernyataan
tentang pentingnya kesadaran segenap pihak tentang berbagi isu lingkungan
global, maka muncul istilah pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development). Pembangunan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan
generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan dimasa mendatang.
2. Konsep Compact City
Design berkelanjutan (sustainable design) yang merupakan bagian dari
pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaan perancangan memperhatikan
objek fisik, lingkungan binaan, dan fasilitas pelayanannya yang mematuhi prinsip-
prinsip sosial, ekonomi dan ekologi. Dengan demikian maka desain berkelanjutan
(sustainable design) adalah desain untuk mengatasi kondisi-kondisi yang terjadi
pada dewasa ini terkait dengan krisis lingkungan global, pertumbuhan pesat
kegiatan ekonomi dan populasi manusi, depresi sember daya alam, kerusaka
ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati manusia. Desain berkelanjutan
(sustainable design) berusahan mengurangi dampak negatif lingkungan, kesehatan
dan kenyamanan penghuni bangunan, sehingga meningkatan kinerja bangunan.
Kota berkelanjutan (Sustainable City) adalah kota yang mampu memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang.Secara
22
umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) langsung
berintegerasi dengan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Diagram berikut
menujukkan bagaimana integerasi lingkungan, ekonomi dan sosial.
Di banyak negara maju dewasa ini diyakini kota yang berkelanjutan adalah
bentuk kota yang kompak (Compact City). Hal ini pada dasarnya mengacu pada
pengalaan empiril. Ketika pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) telah menjadi agenda global, banyak perencana tata ruang percaya
bahwa mereka telah mempunyai konsep yang berkelanjutan. Kota yang kompak
(compact city). Seperti yang diungkapkan adalah tempat yang menujukkan bentuk
perkontaan (urban form) yang kompak.
Sosial
Ekonomi
Sustainability
Compact City
konsentrasi kegiatan
insentifikas Transportasi
umum
kesejahteraan sosial
ekonomi Pertimbangan
Proses Menuju Kompak
penaikan Densitas
Penduduk
Komunitas
yang
Kompak
23
Kota kompak (compact city) tidak digagas sekedar untuk menghemat
konsumsi energi, tetapi juga diyakinilebih menjamin keberlangsungan generasi
yang akan datang. Dalam konsep kota kompak (compact city) tidak digagas yang
akan datang. Dalam konsep kota kompak (compact city) ini terdapat gagasan yang
kuat pada perencanaan urban containent, dimana menyediakan suatu konsentrasi
dari penggunaan campuran secara sosial berkelanjutan, mengkonsentrasikan
pembangunan dan merduksi kebutuhan perjalanan, hingga mereduksi emisi
kendaraan
Secara khusus Jabbareen mengkaji rumusan konsep dan pendekatan
sustainable yang difokuskan terhadap aspek bentuk kota (urban forms).
Menurutnya, paling tidak terdapat sedikitnya 7 pendekatan dalam rumusan
konsep sustainable urban forms, (Jabbareen, 2006) yaitu :
1. Compactness, tipologi lingkungan binaan, dalam bentuk bangunan
fungsional berstruktur kompak atau dekat satu sama lain dan efisien
dalam pemanfaatan ruang;
2. sustainable transport, merefleksikan perimbangan antara “the needs for
mobility and safety and with the needs for access, environmental quality,
and neighborhood livability”
3. Density, menyangkut ambang kepadatan penduduk atau “ the number of
people within a given area becomes sufficient to generate the interaction
needed to make urban functions or activities viable”
4. Mixed-landuse , merupakan keragaman penggunaan lahan atau “
heterogeneous zoning allow compatible landuse to locate in close
proximity to one another and thereby decrease the travel distance
between activities”
5. Diversity, dalam bentuk keragaman fungsi bangunan atau kawasan, mirip
dengan mix- landuse tetapi bersifat multidimensional;
6. Passive solar design , berkaitan dengan reduksi ketergantungan
terhadap energi panas “can make the optimum use of solar gain and
microclimatic conditions to minimized the need for space heating”
24
7. Greening, mempertahankan sumber daya alam secara integral “ to
embrace natures as integral to the city it self and to bring nature in to the
life of city, makes urban place appealing and pleasent.”
Ciri kota kompak menurut Dantzig da Saaty (1978) paling tiak dapat
dilihat dari 3 aspek yaitu bentuk ruang, dan fungsinya.
Form of Space 1. High-dense settlements
2. Less dependence of automobile (high density)
3. Clear boundary from surrounding area
Space Characteristic 4. Mixed land use
5. Diversity of life (complex land use)
6. Clear identity
Function 7. Social fairness (high dense settlements)
8. Self-suffiency of daily life
9. Independence of governance (clear
boundary)
Dari uraian diatas dpat disipulkan bahwa terdapat hubungan yang dekat
antara bentuk kota kompak (compact city) dan keberlanjutan (sustainability)
a. Pengurangan ketergantungan pada kendaraan bermotor
b. Penyediaan infrastruktur dan servis publik yang efisien
c. Komunitas yang aktif melalui hunian berkepadatan tinggi
d. Revitalisasi pusat kota
25
D. Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Variabel Metodologi Hasil
1. Nela
Agustin
Kurnainin
gsih , Iwan
Rudiarti
Analisis
Transformasi
Wilayah Peri-
Urban pada
Aspek Fisik
dan Sosial
Ekonomi
(Kecamatan
Kartasura)
Aspek Fisik
1. Perubahan Lahan
2. Harga Lahan
3. Aksesibilotas
4. Pelayanan Umum
Dasar
5. Sarana Infrastruktur
Aspek Sosial Ekonomi
1. Kependudukan
2. Ketenagakerjaan
3. Perilaku sosial
ekonomi masyarakat
Penelitian
kuantitatif
melalui survei
primer
(kuesioner dan
observasi
lapangan) dan
survei
sekunder
Sampel data
dengan tekhnik
proportionate
purposive
sampling
Pesebaran laju
transformasi
Wilayah
Terjadinya
perbedaan cepat
lambat laju
transformasi
pada tiap bagian
wilayahnya
Pada jangka
waktu 2002-
2012 arah sifat
kekotaan
2. Yusril
Ihza
Mahendra,
Wisnu
Pradoto
Transformasi
Spasial di
Kawasan Peri
Urban Kota
Malang
1. Guna Lahan
2. Kependudukan
3. Harga lahan
4. Akses jalan
5. Peran Developer
6. Kebijakan
Pemerintah
Pendekatan
Kuantitatif
dengan metode
analisis
Overlay
Analysis dan
kernel density
Terjadinya
ketidakmerataan
antar wilayah
yang diteliti
khususnya
perkembangan
secara spasial
3. I Putu
Praditya
Adi
Pratama
dan Putu
Gde
Ariastita
Faktor-faktor
pengaruh
urban
compactness
di Kota
Denpasar
Bali
1. Jumlah Penduduk
2. Luas lahan
terbangun
3. Luas lahan
permukiman
4. Luas lahan terbuka
hijau
penelitian ini
dilakukan
melalui
metode primer
dan sekunder.
Hasil
penelitian ini
dapat menjadi
masukan bagi
penelitian
lanjutan
terkait skenario
26
5. Luas wilayah
6. Niali proporsi
penggunaan lahan
7. Jumlah jenis
penggunaan lahan
8. Jumlah fasilitas
perkotaan
9. Standar
ketersediaan fasilitas
perkotaan (SNI 03-1773-
2004
dan intervensi
konsep kota
kompak dalam
merumuskan
bentuk struktur
dan pola ruang
Kota Denpasar
yang lebih
kompak dan
berkelanjutan
4. Sri Rum
Giyarsih
Pola Spasial
Transformasi
Wilayah di
Koridor
Yogyakarta-
Surakarta
1. Kepadatan penduduk
2. Pertumbuhan
penduduk
3. Presentase KK non
petani
4. Presentase lahan
terbangun
5. Ketersediaan fasilitas
sosial ekonomi
Analisis data
sekunder dan
observasi
langsung
dengan analisis
faktor
Terdapat
perbedaan
tingkat
transformasi
wilayah antar
tipe desa
disebabkan oleh
perbedaan
derajat
aksesibilitas
5. Dhimas
Prasetyo
Nugroho
Kajian
Transformasi
Spasial di
Peri Urban
koridor
Kartasura-
Boyolali
Memisahkan lahan
terbangun dan non-
terbangun
Kunci
interpretasi
citra
Uji omisi dan
komisi
Terjadi
perkembangan
permukiman di
Koridor
Kartasura-
Boyolali pada
tahun 2013
mempunyai tipe
clustered
medium density
27
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
serangkaian masalah yang ditetapkan (Rodoni,2010). Berikut penjelasan dari
kerangka pemikiran dalam penelitian yang dilakukan.
Analisis Transformasi Spasial Sosial Ekonomi dan Kekompakan Kota (Compact City)
di Wilayah Peri Urban Kota Tangerang Selatan
Keterbatasan Lahan di Pusat Kota
Penduduk Lebih Memilih untuk Tinggal di Kawasan sekitar (Pinggir Kota)
Transformasi Spasial Transformasi Sosial
Ekonomi
Perubahan Penggunaan Lahan
1. Alih Fungsi Lahan
a. Penggunaan Lahan
Permukiman
b. penggunaan lahan kosong
2. Analisis Overlay Peta
Pergeseran Sektor Primer menjadi
sekunder dan tersier
a. Perubahan Sektor berdasarkan
penggunaan lahan
b. Perubahan sektor ditinjau dari
PDRB
c. Perubahan sektor berdasarkan unit
Potensi Unggulan
d. Perubahan Sektor berdasarkan unit
Fasilitas/ usaha Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Implementasi konsep kota berkelanjutan (Sustainable Design) untuk
mengidentifikasi Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustanable Development)
Daya Tarik pusat kota untuk bermigrasi
1. Faktor Kependudukan
2. Keberadaan Pusat Aktivitas
3. Aksesbilitas
4. Peran Developer
5. Kebijakan Pemerintah
1. Ketenagakerjaan
2. Mata Pencaharian
3. Perubahan Pola Investasi
Compact City
28
Bab III
Metode Penelitian
A. Ruang Lingkup Penelitian
Secara umum, penelitian ini bersifat deskriptif-analisis. Jenis penelitian
ini berdasarkan rumusan masalah serta tujuan penelitian yaitu sifatnya
deskriptif kualitatif dan kuantitatif atau penelitian terapan yang di dalamnya
mencakup penelitian survey, yang berarti bahwa penelitian yang bertujuan
untuk menggambarkan keadaan/fakta serta fenomena perubahan pemanfaatan
lahan akibat transformasi spasial di kawasan peri urban di Wilayah Tangerang
Selatan yang terjadi saat ini dengan pendekatan kuantitatif yaitu melalui
perhitungan tabulatif dan analisis secara deskriptif. Penelitian ini menggunakan
basis data sekunder untuk analisis. Data sekunder yang dimaksud adalah data
Kabupaten/Kota, peta tematik dan peta penggunaan lahan secara berkala.
Penelitian literatur diperoleh dari survei instansi, hasil penelitian, jurnal, dan
makalah seminar. Adapun metode penelitian yang digunakan merupakan
gabungan antara studi literatur, analisis data sekunder, dan observasi lapangan.
Keseluruhan metode tersebut akan dibantu dengan teknik pemetaan dan
Sistem Informasi Geografis (SIG)
B. Populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan segala subjek atau seluruh unit dalam
ruang lingkup penelitian. Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin
baik hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dan
karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas
yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 1992). sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Kete,2014). Sample adalah
bagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili
seluruh populasi (Arikunto, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan data sekunder yang di peroleh dari survei yang dilakukan studi
literatur di wilayah Tangerang Selatan.
29
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan keseluruhan Wilayah Tangerang Selatan.
Wilayah Tangerang Selatan terdiri dari 7 kecamatan yakni Kecamatan Setu,
Kecamatan Serpong, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat, Kecamatan
Ciputat Timur, Keccamatan Pondok Aren dan Kecamatan Serpong Utara.
Waktu penelitian ini berlangsung selama 4 (bulan) yakni dimulai pada minggu
pertama bulan Desember hingga bulan April. Waktu penelitian tersebut mencakup
waktu persiapan penelitian, tahapan pelaksanaan penelitian, hingga tahapan akhir
penyusunan skripsi.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang di pergunakan dalam penelitian ini meliputi
data kualitatif dan kuantitatif, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Data Kualitatif yaitu data yang bukan berentuk angka atau
menjelaskan secara deskripsi tentang kondisi ruang lingkup lokasi
studi secara umum.Yang termasuk dalam jenis data kualitatif ini
meliputi kondisi fisik lokasi studi, pola penggunaan lahan,
kebijakan pemerintah, serta kondisi persebaran sarana dan prasarana.
b. Data kuantitatif yaitu data yang menjelaskan kondisi lokasi
penelitian dengan tabulasi angka – angka yang dapat
dikalkulasikan untuk mengetahui nilai yang diinginkan. Adapun
jenis data yang dimaksud adalah luas wilayah, jumlah penduduk,
tingkat urbanisasi, jumlah dan jenis sarana-dan prasarana perkotaan,
serta data lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
30
2. Sumber data
Data yang diperoleh kaitannya dengan penelitian ini bersumber dari
beberapa instansi terkait seperti Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (Bappeda) , Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pertanahan (BPN)
Kota Tangerang Selatan , Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan. Sumber
data tersebut antara lain :
a. Internal
Sumber data internal, yaitu sumber data yang diperoleh dari obyek
penelitian yang didapatkan dengan cara wawancara, obeservasi, maupun
pengamatan di lapangan.
b. Eksternal
Sumber data eksternal, yaitu sumber data yang diperoleh selain dari
obyek penelitian baik dari dokumen-dokumen, buku-buku maupun
informasi-informasi dari pihak lain.
E. Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan langsung
pada objek penelitian dilapangan melalui pengamatan, pencatatan atau
penelitian terhadap obyek penelitian di lapangan , data yang dimaksud
meliputi:
1) Kondisi eksisting penggunaan lahan
2) Pola persebaran dan kondisi sarana dan prasarana.
b. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu
melalui dokumentasi data dari buku-buku literatur mengenai Sistem
Informasi Geografis. melalui instansi -instansi terkait baik dalam bentuk
tabulasi maupun deskriptif. Jenis data tersebut antara lain :
1) Luas wilayah penelitian,
2) Jumlah penduduk,
3) Penggunaan lahan,
4) Kondisi fisik dasar
31
5) Ketersediaan Fasilitas
6) Profil Wilayah Penelitian
Data data yang tersedia dalam bentuk tabular saat ini harus
diintegerasikan kedala tabel- tabel yang saling terhubung satu sama lain,
yaitu dengan cara membuat database SIG. Database SIG ini sangat diperlukan
untuk membangun sistem informasi geografis karena didalam sisten informasi
geografis data adalah salah satu komponen utamanya. Data data tersebut
harus disimpan dalam layer-layer yang terpisah, layer-layer tersebut antara
lain:
1. Peta Wilayah Administrasi Tangerang Selatan hingga tingkat
kelurahan
2. Peta Rupa Bumi (RBI) Kota Tangerang (sebelum pemekaran)
3. Peta Geologi dan Jenis Tanah
4. Peta Topografi
5. Peta Jaringan Jalan
6. Peta Kawasan Strategis
7. Peta Sistem Perkotaan
8. Peta Kepadatan Penduduk
9. Peta Penggunaan Lahan Secara berkala (tahun 2011 dan tahun 2017)
Format peta tersebut berbentuk Shapefile berisi atribut-atribut peta Setelah data
data tersebut tersedia, maka hal ini memungkinkan untuk dapat melakukan
analisis spasial.
Data dan fasilitas yang dapat disediakan terdiri dari (dua) hal, yaitu:
a. Data Spasial Keruangan
yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau tempat di
permukaan bumi (peta). Peta Rupa Bumi (RBI) diperoleh dari Badan
Informasi Geospasial (BIG) dan Badan Perencaaan Pembangunan Daerah
(Bappeda)
b. Data Atribut (deskripsi)
yaitu data yang terdapat pada ruang dan tempat. Data atribut
diperoleh dari statistik, sensus atau tabular lainnya. Sumber data atribut
dalam penelitian ini diperoleh dari:
32
- Data Primer yang diperoleh dengan melakukan survei ke instansi terkait
- Data Sekunder yang diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data
yang ada di instansi terkait.
F. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang benar-benar akurat,relevan, valid dan
reliabel akan penulis mengumpulkan data dengan cara :
a. Observasi
Pengumpulan data melalui pengamaatn dan pencatatan terhadap gejala
atau peristiwa yang diselidiki pada objek penelitian Metode ini akan
digunakan untuk memperoleh data deskriptif yang faktual, cermat, dan
terinci mengenai keadaan di lapangan (data primer).
b. Interview
Pengumpulan data melalui tatap muka dan tanya jawab langsung
dengan sumber data atau pihak-pihak yang berkepentingan yang
berhubungan dengan penelitian.
c. Studi pustaka
Untuk mencari teori/konsep yang dapat digunakan sebagai landasan
teori/kerangka dalam penelitian untuk mencari metodologi yang sesuai
dan membandingkan antara teori yang ada dengan fakta yang ada di
lapangan
G. Variabel Penelitian
Variabel dapat diartikan ciri dari individu, objek, gejala,
peristiwa yang dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif
(Sudjana, 1981). Variabel dipakai dalam proses identifikasi, ditentukan
berdasarkan kajian teori yang dipakai. Semakin sederhana suatu
rancangan penelitian semakin sedikit variabel penelitian yang digunakan.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut :
33
No. Rumusan Masalah Variabel
1. Perubahan Pemanfaatan
Lahan/ Transformasi
Spasial (alih fungsi lahan)
1. Perubahan pemanfaatan lahan secara
berkala
2. Aksesbilitas
3. Karakteristik Fasilitas sarana dan
prasarana yang tersedia
2. Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Perubahan
Pemanfaatan Lahan/
Transformasi Spasial di
kawasan peri urban Kota
Tangerang Selatan
1. Faktor Sosial Ekonomi
-Perubahan sektor primer menjadi sektor
sekunder dan tersier
- Ketenagakerjaan dan Mata Pencaharian
- Perubahan Pola Investasi
3. Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable
Development)
1. Penerapan Kota Kompak (Compact City)
Identifikasi Penerapan Kota Kompak
(Compact City)
1. Kepadatan
-Kepadatan Penduduk
-Kepadatan Lahan Terbangun
-Kepadatan Lahan Pemukiman
2. Identifikasi hubungan faktor-faktor
Compact City
- ketersediaan fasilitas pendidikan
- ketersediaan fasilitas kesehatan
- Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
- Ketersediaan perdagangan dan jasa
- presentase pertumbuhan penduduk
- presentase pertumbuhan permukiman
baru
3. Identifikasi Karakteristik dan Kesesuaian
Compactness
34
H. Metode Analisis Data
Untuk menjawab rumusan masalah serta sesuai dengan tujuan penelitian
maka digunakan metode analisis berupa :
A. Metode analisis untuk rumusan masalah pertama
1. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah alat-alat yang sangat baik
untuk visualisasi dan analisa data, dan penggunaannya yang terus
meningkat. Secara sederhana SIG merupakan bentuk reprensentasi data akan
dunia nyata yang lebih sederhana digambarkan dengan layer-layer tematik
yang direalisasikan dengan lokasi-lokasi geografi dipermukaan bumi.
Dalam kegiatan penyusunan peta tematik digunakan perangkat lunak
ArcGis kerena mempunyai keunggulan berbasis windows dan cukup
sederhana untuk diaplikasikan. ArcGis merupakan perangkat lunak Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang berbasiskan sistem informasi operasi
windows yang dikembangkan oleh ESRI. Perangkat lunak ini terdiri dari
beberapa bagian, yaitu ArcMap. ArcCatalog, ArcGlobe, ArcReader dan
ArcScene. Untuk kepentingan pembuatan peta, aplikasi yang banyak
digunakan adalah ArcMap yang berfungsi dalam pengolahan data,
menampilkan data, pembuaatan peta cetak hasil peta
DBMS (Data Base Management System) tidak lepas dari prespective
basis data itu sendiri. Hal ini terdapat kemiripan pengertian antara basis data
dan basis data (SIG)
a. Basis data yaitu kumpulan data di dalam komputer dalam struktur data
(model basis data) tertentu, sehingga data tersebut dapat ditambah,
diperbaiki, dan dipanggil kembali secara cepat untuk berbagai keperluan
35
b. Basis data SIG, yaitu didefinisikan sebagi kumpulan dari daata grafis,
atribut yag saling etrakit menjadi satu kesatuan yang dapa ditambah,
diperbaiki, dan dipanggil kembali secara cepat untuk berbagai
keperluan
Terdapat sembilan tekhnik operasional DBMS, yaitu:
1) Membuat basis data (create database)
2) Menghapus basis data (drop database)
3) Membuat tabel basis data (create table)
4) Menghapus tabel basis data (drop table)
5) Mengisi dan menyisipkan data (record) kedalam tabel (insert)
6) Mebaca dan mencari data (field atau record) dari tabel basis
data (seek,find search, retrieve)
7) Menampilkan data dari tabel basis data
8) Mebuat indeks untuk setiap tabel basis data (create indeks)
c. Metode Analisis Overlay
Salah satu metode analisis keruangan yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah proses tumpang susun atau overlay antara dua atau lebih
layer tematik untuk mendapatkan tematik kombinasi baru sesuai dengan
persamaan yang dipergunakan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
sejauh mana perubahan pemanfaatan lahan. Dengan melakukan overlay peta
maka diharapkan akan menghasilkan suatu gambaran yang jelas
bagaimana kondisi spasial serta perubahan pemanfaatan lahan di Kota
Tangerang Selatan.Tumpang susun data keruangan atau overlay adalah
salah satu prosedur analisis data spasia, dimana pada proses ini layer
dimodifikasi sesuai dengan yang diperlukan. Proses overlay sendiri terdiri dari
beberapa metode, yaitu identity, intersect, union, update, erase, dan symme
trical difference.Software yang digunakan dalam teknik penggambaran
serta simulasi penelitian yaitu menggunakan software Arc View atau ArcGIS
10.1
Analisa dasar pemetaan secara sederhana dapat dilakukan dengan
membandingkan dua atau beberapa peta dengan metode analisa horizontal.
36
Metode analisa horizontal adalah analisa perbandingan dua atau beberapa
data/indikator/peta ukuran dalam suatu kurun waktu yang sama. Cara
penyajiannya dapat dilakukan dengan menggunakan dua peta atau satu peta.
Analisa horizontal akan bermanfaat untuk melihat pola sebaran per
kecamatan/kelurahan dari beberapa data/indikator tersebut sehingga dapat
dianalisa korelasi antar data/indikator tersebut
2. Sub Sistem SIG (Sistem Informasi Geografis)
a. Input Data/ Masukan Data
Masukan data merupakan proses identifikasi dan pengumpulan data
yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Proses ini, biasanya diawali dengan
analisis kebutuhan data (baik spasial maupun atrubut), pengumpulan data,
desain database, penentuan data spasial mengenai geoferensi dan validasi
datanya.Proses input secara umum berfungsi sebagai tempat mengubah data
dari data mentah atau bentuk atau bentuk asli ke suatu bentuk yang dapat
digunakan SIG (konversi data harus sesuai)
Data yang diperlukan untuk suatu kegiatan umumnya tersedia dalam
berbagai bentuk yang berbeda seperti peta analog, tabel/grafik/diagram, set
data digital asli, peta foto udara citra satelit. Hasil pengukuran lapangan dan
format digital dari sumber lain, keuntungan yang diproleh dengan
penggunaan SIG adalah efisiensi dan integerassi dengan lingkup yang luas
dari berbagai sumber informasi menjadi format yang kompatibel
SIG tidak hanya dapat digunakan untuk menghasilkan peta secara
otomatis, tetapi SIG mempunyai peranan khusus dalam integerasi dan
analisis spasial dari data multi sumber, misalnya data populasi, topografi
jaringan transportasi.
b. Analisa Data
Keistimewaan SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis
gabungan dari data spasial dan data atribut. Data dianalisis untuk
memperoleh informasi yang berguna untuk berbagai aplikasi. Terdapat
lingkup yang luas untuk operasi analisis yang tersedia untuk pengguna SIG
37
c. Output data
Komponen keluaran SIG menyediakan jalan untuk melihat data atau
informasi untuk melihat dalam bentuk peta, tabel, diagram dan bentuk lain.
Sub sisnte keluaran data menyajikan hasil dari proses dan analisis data SIG.
Hasil ini dapat ditampilkan dalam berbagi bentuk
B. Metode analisis untuk rumusan masalah yang kedua
Analisis Faktor Faktor yang mempengaruhi Transformasi Spasial di
Wilayah Peri-Urban Kota Tangerang Selatan pada Aspek Pada tahap ini
menggunakan dua teknik analisis diskriptif kuantitatif
Metode analisis dengan menggunakan data tabulasi peta hasil overlay
kemudian akan dianalisis dengan menggunakan tekhnik analisis deskriptif
kuantitatif dengan memanfaatkan software Microsoft Excel berupa bar chart
dengan perbandingan data 2011 , 2014 dengan 2017. Analisis Klasifikasi di
Wilayah Peri Urban berdasarkan laju transformasi yang diperoleh selama kurun
waktu penelitian. Pada analisis ini akan menggunakan teknik analisis spasial
dengan penggunaan metode tambahan, seperti: metode pembobotan dan
overlay. Proses analisis dilakukan dalam dua tahap: tahap pertama
klasifikasi pada tiap variabel yang didapat melalui perhitungan interval
kelas lalu dilakukan mapping analysis
C. Metode analisis untuk rumusan masalah yang ketiga dan keempat
Analisis Faktor Faktor yang mempengaruhi Transformasi Sosial
Ekonomi di Kota Tangerang Selatan Pada tahap ini menggunakan dua teknik
analisis diskriptif kuantitatif
1. Data sekunder akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
diskriptif kuantitatif dengan memanfaatkan software Microsoft Excel
berupa column chart yang dengan membandingkan data 2011, 2014
dengan data 2017. Sumber data dari Survey yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS), Statistik Daerah Kota Tangerang Selatan,
38
2. Kemudian untuk menganalisis perubahan sektor perekonomian di Kota
Tangerang Selatan
a. Analisis ditinjau dari penggunaan lahan secara berkala (time series)
b. Perubahan sektor yaitu dengan membandingkan pola perubahan PDRB
c. Pembangunan sektor ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan
selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan
berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi
Perubahan Pola Perubahan Sektor Perekonomian tersebut
dibandingkan dengan lingkup wilayahnya yang lebih besar. Dalam hal
ini mengidentifikasi potensi unggulan dengan menggunakan Analisis
LQ
Analisis LQ berguna untuk mengidentifikasi basis ekonomi
(sektor basis) suatu wilayah. Dengan analisis ini dapat diketahui
seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan
(leading sector) di suatu wilayah. Data yang digunakan adalah
PDRB. Analisis LQ mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan
ekonomi dalam suatu daerah dengan cara membandingkan
peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan
kegiatan ekonomi sejenis pada lingkup yang lebih luas (regional
atau nasional). Secara matematis rumus LQ sebagai berikut:
Keterangan:
LQ : Index Location Quotient (LQ)
Xij : PDRB sektor i di Kota Tangerang Selatan
Xj : PDRB total Kota Tangerang Selatan
Yi : PDRB sektor i di Provinsi Banten
Y : PDRB total di Provinsi Banten
Setelah dihitung, maka hasil LQ tersebut dapat di
interpretasikan. Kriteria pengukuran menurut Bendavid Val ada tiga
kemungkinan yang terjadi yaitu (Choliq, 2007:56):
39
1. Jika LQ > 1 maka sektor tersebut dikategorikan sektor basis,
artinya tingkat spsesialisasi kabupaten/kota lebih tinggi dari tingkat
provinsi. Produksi komoditas yang bersangkutan sudah melebihi
kebutuhan konsumsi di daerah dimana komoditas tersebut dihasilkan
dan kelebihannya dapat dijual keluar daerah (ekspor).
2. Jika LQ = 1 maka tingkat spesialisasi kabupaten/kota sama dengan di
tingkat provinsi. Produksi komoditas yang bersangkutan hanya
cukup untuk kebutuhan daerah setempat. Produksi komoditas
tersebut belum mencukupi kebutuhan konsumsi di daerah yang
bersangkutan dan pemenuhannya didatangkan dari daerah lain
3. Jika LQ < 1 maka sektor tersebut dikategorikan sektor non basis,
artinya tingkat spesialisasi kabupaten/kota lebih rendah dari tingkat
provinsi
d. Perubahan sektor berdasarkan Unit Fasilitas atau Usaha yakni dengan
menganalisis data penyebaran Fasilitas Perdagangan dan jasa serta unit
usaha, dan industri kecil dan menengah di Kota Tangerang Selatan
D. Metode analisis untuk rumusan masalah kelima
Menganalisis konsep berkelanjutan (sustainable development) terdiri dari
2 tahapan analisis yaitu :
a. Mengidentifikasi karakteristik Urban Compactness di Wilayah Peri
Urban Kota Tangerang Selatan.
Analisis ini dilakukan melalui metode deskriptif-kuantitatif terhadap
10 variabel yang menjelaskan karakteristik urban compactness di
Wilayah Peri Urban Kota Tangerang Selatan. Tujuan dari tahapan
analisis ini adalah mengidentifikasi karakteristik kuantitatif dari
urban compactness di di Wilayah Peri Urban Kota Tangerang Selatan.
b. Mengidentifikasi Indikator Urban Compactness
40
Tabel I
Metode Analisis Indeks Urban Compactness
Sasaran Masukan/input data Metode Output
1. Mengidentifikasi
karakteristik Urban
Compactness di
Wilayah Peri
Urban Kota
Tangerang Selatan.
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Luas lahan terbangun (ha)
Luas lahan permukiman
(ha)
Luas Ruang Terbuka
hijau (RTH)
Jumlah jenis penggunaan
lahan
Deskriptif
kuantitatif
Kepadatan lahan
terbangun
Kepadatan
permukiman
Presentase konsentasi
luas permukiman
Presentase
ketersediaan fasilitas
perkotaan (pendidikan
kesehatan,
perdagangan dan jasa)
2. Menentukan
faktor-faktor yang
berhubungan ukuran
urban compactness
di Wilayah Peri
Urban Kota
Tangerang Selatan
Variabel variabel yang
merepresentasikan urban
compactnes di Wilayah
Peri Urban Kota
Tangerang Selatan
Analisis
hubungan
korelasi
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan
ukuran urban
compactness di
Wilayah Peri Urban
Kota Tangerang
Selatan
41
E. Metode analisis untuk rumusan masalah keenam
Analisis Keterkaitan antara transformasi spasial, transformasi sosial ekonomi dan
pembangunan yang berkelanjutan
a. Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Urban
Compactness kemudian dikaitkan dengan Variabel Sosial Variabel Ekonomi
dan Variabel Spasial
Analisis ini dilakukan melalui analisis korelasi. Korelasi. Tujuan dari
tahapan analisis ini adalah melihat hubungan yang kuat dan hubungan yang
lemah antara faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan urban
compactness , melalui uji statistik antara 11 variabel urban compactness
sebagai variabel bebas dengan indeks urban compactness di Wilayah Peri
Urban Kota Tangerang Selatan sebagai variabel terikat.
Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya sebab akibat
atau dapat terjadi karena kebetulan. Dua variabel dikatakan berkorelasi
apabilaperuahan pada variabel yang satu akan diikuti dengan perubahan vari
yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif ) atau
berlawanan (korelasi negatif)
Analisis korelasi mencoba mengukur hubungan antara dua variabel X dan
Y. Keeratan hubungan antara 2 variabel tersebut dinyatakan dalam bentuk
koefisisien korelasi. Koefisien korelasi menunjukkan seberapa dekat titik-titik
kombinasi antara variabel Y dan X pada garis lurus sebagai garis dugaannya..
semakin dekat dengan titik kombinasi dengan garis dugaannya maka nilai
korelasi semakin besar dan sebaliknya.
Rumus perhitungan koefisien korelasi
( ) ( )( )
√* ( ) ( ) +√* ( ) ( ) +
Dimana:
r : Nilai koefisien korelasi
: jumlah pengamatan variabel X
: jumlah pengamatan variabel Y
: jumlah pengamatan variabel X dan Y
42
( ) : jumlah kuadrat dari pengamatan variabel X
( ) : jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X
( ) : jumlah kuadrat dari pengamatan variabel Y
( ) : jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel Y
: Jumlah pasangan pengamatan Y dan X
Tabel 3.1Variabel dalam Penelitian
No Variabel Variabel
1 Indeks Urban Compactness Y
2 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan X1
3 Ketersediaan Fasilitas Pendidikan X2
4 Ketersediaan Fasilitas Perdagangan Jasa X3
5 Kepadatan Lahan Permukiman X4
6 Kepadatan Lahan Terbangun X5
7 Ketersediaan Fasilitas Ruang Terbuka Hjau (RTH) X6
8 Presentase Konsentrasi Permukiman X7
9 Presentase Permukiman Baru X8
10 Presentase Pertumbuhan Penduduk X9
43
Bab IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
1. Sejarah
Menurut tradisi lisan yang menjadi pengetahuan masyarakat Tangerang,
nama daerah Tangerang dulu dikenal dengan sebutan Tanggeran (dengan satu g
maupun dobel g) yang berasal dari kata tengger dan perang. Kata “tengger dalam
bahasa Sunda memiliki arti “tanda” yaitu berupa tugu yang didirikan sebagai
tanda batas wilayah kekuasaan Banten dan VOC, sekitar perteng ahan abad 17.
Tugu dibangun oleh Pangeran Soegiri, salah satu putra Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada tugu tersebut tertulis prasasti dalam huruf Arab gundul dengan dialek
Banten. Sedangkan istilah “perang” menunjuk pengertian bahwa daerah tersebut
dalam perjalanan sejarah menjadi medan perang antara Kasultanan Banten dengan
tentara VOC. Hal ini makin dibuktikan dengan adanya keberadaan benteng
pertahanan Kasultanan Banten di sebelah barat Cisadane dan benteng pertahanan
VOC di sebelah timur Cisadane. Hingga masa pemerintahan kolonial, Tangerang
lebih lazim disebut dengan istilah “Benteng”. Perubahan sebutan Tangeran
menjadi Tangerang terjadi pada masa daerah Tangeran mulai dikuasai oleh VOC
yaitu sejak ditandatangani perjanjian antara Sultan Haji dan VOC pada tanggal 17
April 1684. Daerah Tangerang seluruhnya masuk kekuasaan Belanda. Kala itu,
tentara Belanda tidak hanya terdiri dari bangsa asli Belanda (kaukasian) tetapi
juga merekrut warga pribumi. Tentara kompeni yang berasal dari Makasar tidak
mengenal huruf mati, dan terbiasa menyebut “Tangeran” dengan “Tangerang”.
Kesalahan ejaan dan dialek inilah yang diwariskan hingga kini. Sebutan
“Tangerang” menjadi resmi pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945.
Selanjutnya pada tanggal 26 November 2008 bagian selatan Kabupaten
Tangerang mengalami pemekaran dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan
dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta agar dapat
memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah, maka terbentuklah
daerah otonom baru di wilayah tersebut yang diberi nama Kota Tangerang
Selatan. Hal ini telah ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun
44
2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten tertanggal
26 November 2008 dengan 7 kecamatan dan luas wilayah 147,19 Km2. Profil
Kota Tanggerang Selatan Tahun 2016
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom
baru, diharapkan pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat di wilayah Kota Tangerang Selatan.
Masyarakat Kota Tangerang Selatan sejak dulu sangat beragam karena dihuni
oleh berbagai kelompok etnik. Sebagian besar berlatar belakang budaya Betawi
dengan sedikit pengaruh Sunda. Dengan semakin banyaknya pendatang sejak
tahun 80-an dari berbagai wilayah dan etnisitas dari seluruh Indonesia, karakter
budaya urban menjadi lebih melekat. Sehari-hari, masyarakat menggunakan
bahasa Indonesia, namun bahasa Betawi, bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa
Tionghoa, bahasa Inggris, dan bahasa lainnya juga dipakai di antar pengguna
bahasa-bahasa tersebut.
Gambar 4.1 Peta Rupa Bumi (RBI) Kota Tangerang Tahun 2001 sebelum
Pemekaran
45
2. Profil Wilayah Penelitian
a. Kondisi Geografis
Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten, yaitu
pada titik koordinat 106˚38‟-106˚47‟ Bujur Timur dan 06˚13‟30”-06˚22‟30”
Lintang Selatan, memiliki Luas sebesar 147,19 Km2,
dan mempunyai 7 (tujuh)
kecamatan yang terdiri atas 54 (lima puluh empat) kelurahan (berdasarkan Perda
Kota Tangerang Selatan Nomor 10 Tahun 2012).
Kota Tangerang Selatan terletak di sebelah Timur Provinsi Banten dengan
batas wilayah:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tangerang dan Provinsi DKI
Jakarta
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok
Provinsi Jawa Barat
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kota Tangerang Selatan
46
Kecamatan dengan wilayah paling besar adalah Pondok Aren dengan luas
29,88 Km2 atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan, sedangkan
kecamatan dengan luas paling kecil adalah Setu dengan luas 14,80 Km2 atau
10,06%.
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan
No Kecamatan Luas Daerah
(Hektar)
Luas Wilayah
(Km2)
Persentase
Terhadap Luas
Kota (%)
1 Serpong 2.836,90 24,04 16,33%
2 Serpong Utara 2.228,60 17,84 12,12%
3 Ciputat 2.106,00 18,38 12,49%
4 Ciputat Timur 1.775,80 15,43 10,48%
5 Pamulang 2.869,10 26,82 18,22%
6 Pondok Aren 2.993,50 29,88 20,30%
7 Setu 1.696,90 14,80 10,06%
Kota Tangerang Selatan 16.506,80 147,19 100,00%
Sumber: RTRW Kota Tangerang Selatan
b. Kondisi Fisik Lahan
Sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah
dan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3%,
sedangkan ketinggian wilayah antara 0-25 mdpl. Untuk kemiringan garis besar
terbagi dari 2 (dua) bagian, yaitu:
1. Kemiringan antara 0-3% meliputi: Kecamatan Ciputat, Kecamatan
Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong dan
Kecamatan Serpong Utara.
2. Kemiringan antara 3-8% meliputi: Kecamatan Pondok Aren dan
Kecamatan Setu.
47
Gambar 4.2 Peta Topografi Kota Tangerang Selatan
c. Keadaan Iklim
Keadaan iklim didasarkan pada info dari Stasiun Pos Pengamatan Balai
Besar Wilayah II Ciputat pada Koordinat 06° 18' 15.2"LS-106° 45' 38.2"BT dan
elevasi 41 meter, yaitu berupa data temperatur (suhu) udara, kelembaban udara
dan intensitas matahari, curah hujan dan rata-rata kecepatan angin. Temperatur
udara rata-rata berada disekitar 26,4°C-28,2°C dengan temperatur udara minimum
berada di 23,9°C dan temperatur udara maksimum sebesar 33,9°C. Rata-rata
kelembaban udara adalah 98%, sedangkan keadaan curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Januari, yaitu 526,8 mm, sedangkan rata-rata curah hujan dalam
setahun adalah 225,9 mm. Hari hujan tertinggi pada bulan Januari, dengan hari
hujan sebanyak 25 hari. Rata-rata kecepatan angin dalam setahun adalah 4
m/detik, dan kecepatan maksimum rata-rata 12,3 m/detik.
d. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah
Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Beberapa
kecamatan memiliki lahan yang bergelombang, seperti diperbatasan antara
Kecamatan Setu dan Kecamatan Pamulang serta sebagian di Kecamatan Ciputat
Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan
alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan
bongkah.
48
Dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya di Kota Tangerang Selatan
berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan yang secara umum
cocok untuk pertanian/ perkebunan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya
makin banyak yang berubah penggunaannya untuk kegiatan lainnya yang bersifat
non-pertanian. Untuk sebagian wilayah seperti Kecamatan Serpong dan
Kecamatan Setu, jenis tanah ada yang mengandung pasir khususnya untuk
wilayah yang dekat dengan Sungai Cisadane
Gambar 4.3 Peta Geologi Kota Tangerang Selatam
e. Jaringan Jalan
Pola jaringan di kota Tangerang Selatan pada umumnya berbentuk grid
dengan kondisi alam yang relatif datar amat memungkinkan pola jalan seperti ini
dibuat untuk mendukung pergerakan penduduk. Jangkauan pelayanan jalan pada
saat ini di Kota Tangerang Selatan sudah hampir merata pada semua wilayah
hanya ada beberapa jalan yang rusak dan belum diperbaiki
1. Jalan Tol
Jalan tol dalam wilayah kota Tangerang Selatan merupakan terusan
jalan tol luar wilayah. jalan tol melalui atau menuju kawasan primer. Jalan
tol dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.
49
Lebar badan jalan tol tidak kurang dari 8 meter. Lalu lintas yang terjadi di
jalan di jalan ini merupakan lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tidak
tergangggu oleh lalu lintas ulak-alik, dan lalu lintas lokal dari kegiatan
lokal. Jalan tol yang berada di Kota Tangerang Selatan adalan Jalan tol
Jakarta-Serpong sepanjang 11,07 Km
2. Jalan Arteri Sekunder
Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder satu kawasan sekunder dengan satu kawasan sekunder
lainnya. Jalan ini dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
30km/jam. „Lebar jalan tidak kurang dari 8 meter. Lalu lintas cepat pada
jalan ini tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Akses langsung
dibatasi tidak lebih pendek dari 250 meter. Lokasi berhenti dan parkir pada
badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk.
Panjang arteri sekunder di Kota Tangerang Selatan adalah 29,26 Km
3. Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder
kedua, kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Jalan
ini dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/ja.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter. Kendaraan angkutan berat
tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah perumahan. Lokasi parkir
pada badan jalan dibatasi. Harus mempunyai kelengkapan jalan yang
cukup seperti rambu marka, lampu pengatur lalu lintas dan penerangan
jalan. Adapun Kota Tangerang Selatan yang masuk kolektor sekunder
antara lain adalah jalan yang menghubungkan batas Kota Tangerang
Selatan-Serpong Utara-Serpong-Setu-Batas Kabupaten Bogor yang
merupakan jalan Provinsi dengan ruas minimum jalan 40 m dan panjang
kurang lebih 16 Km. Ruas jalan yang menghubungkan Serpong dan Setu
dengan ruas minimum jalan
4. Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder menghubungkan antar kawasan ketiga atau
dibawahnya, kawasan sekunder dengan perumahan. Jalan ini di desain
berdasarkan kecepatan paling rendah 10 Km/jam. Lebar badan jalan lokal
50
sekunder tidak kurang dari 5 meter. Kendaraan angkutan barang dan bus
tidak diizinkan melalui jalan ini. Termasuk dalam jalan adalah jalan pada
kawasan perumahan-perumahan yang ada di Kota Tangerang Selatan
4.4 Peta Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan
51
B. Analisis Transformasi Spasial
1. Analisis Penggunaan Lahan
a. Perubahan Alih Fungsi Lahan
Berdasarkan data ekstising penggunaan lahan dapat dilihat bahwa
penggunaan ruang di Kota Tangerang Selatan yaitu sebagian besar adalah
permukiman. Dengan presentase perubahan lahan sebesar 242,318 atau sebesar 2-
3% per tahun perubahan penggunaan lahan nya. Penggunaan lahan Kota
Tangerang Selatan sebagian besar adalah untuk perumahan dan permukiman yaitu
seluas 67,54%. Sawah, ladang dan kebun menempati posisi kedua dengan
18,99%, sedangkan tanah kosong menempati posisi ketiga dengan luasan 5,50%.
Tanah kosong umumnya adalah milik pengembang yang akan dikembangkan
menjadi permukiman atau lokasi perdagangan dan jasa. Lahan yang digunakan
untuk aktivitas perdagangan dan jasa adalah sebesar 3,31%. Penggunaan lahan
untuk aktivitas industri/kawasan industri hanya seluas 1,14%. Lahan berupa
semak belukar serta situ dan danau/tambak/kolam masing-masing seluas 2,49%
dan 0,93%. Penggunaan lahan paling kecil adalah berupa pasir dan galian, yaitu
0,10%
Tabel 4.2 Penggunaan Lahan Eksisting
PENGGUNAAN
LAHAN
Presentase (%) Penggunaan Lahan
2011* 2014 2016 2017*
Rata-Rata
Presentase
Perubahan
Permukiman 61,77 52,22 61,79 66,52 60,57
Perkebunan/Kebun 15,03 6,78 - 16,31 9,53
Lahan Kosong 5,78 3,90 5,79 1,89 4,34
Perdagangan dan
Jasa 3,65 4,04 3,65 3,48 3,70
Tegalan/Ladang 2,83 2,42 2,84 1,99 2,52
Sawah Tadah Hujan 2,70 6,78 2,71 2,14 3,58
Bangunan Industri 2,00 1,32 2,01 1,68 1,75
Puspitek 1,77 2,45 1,78 - 1,50
Pariwisata dan
Olahraga 1,64 1,77 1,64 - 1,26
Pendidikan 0,46 0,43 0,47 0,80 0,54
Sumber : RTRW, RKPD, RPJMD Kota Tangerang Selatan
*Perhitungan Hasil Foto Udara, Citra Pleiades 2016,RBI 2014, PU Tangsel 2017
52
10930.42
10967.1
2011 2017Permukiman
10930.42 10967.1
8621.032 9094.87
2011 2017 2014 2016
Permukiman
Permukiman HasilPerhitungan Foto Udara
Permukiman
Expon. (Permukiman)
8621.032
9094.87
2014 2016
Permukiman
2. Analisis Overlay
Berdasarkan hasil analisis overlay peta eksisting penggunaan lahan
tahun 2017 dan peta eksisting penggunaan lahan tahun 2011 dan Peta
Eksisting Penggunaan Lahan tahun 2017 , diperoleh hasil evaluasi perubahan
lahan sebagai berikut:
a. Penggunaan Lahan Permukiman
Untuk penggunaan lahan permukiman dari hasil analisis penggunaan
lahan menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan luasan lahan permukiman
hasil perhitungan foto udara dan citra satelit menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan penggunaan lahan untuk permukiman dimana pada tahun 2011 luas
lahan pemukiman di Kota Tangerang Selatan sebesar 10930,42 Ha sedangkan
pada tahun 2017 luas lahan permukiman sebesar 10967,1 Ha artinya
penggunaan lahan Permukiman di Kota Tangerang Selatan mengalami
peningkatan sebesar 36,68 Ha selama periode 6 tahun. Kemudian sumber data
yang diperoleh dari RKPD dan RPJMD Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dan
tahun 2016 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penggunaan lahan
permukiman sebesar 473,838 H. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan lahan
permukiman terus berkembang dan kebutuhan lahan akan permukiman terus
meningkat setiap tahunnya. Kecenderungan peningkatan jumlah permukiman
semangkin meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk.
53
2010 2012 2014 2016 2018
Bandara
Bangunan Industri
Pertahanan danKeamanan
2017
2016
2014
2011
Lahan Kosong
Hutan Lahan Kering
Jaringan Listrik
Stasiun Kereta
Gedung
Lahan Terbangun
b. Penggunaan Lahan Kosong
Untuk penggunaan lahan kosong , dari hasil analisis diatas diketahui
bahwa telah terjadi perubahan luasan lahan kosong dimana pada tahun 2011 luas
lahan kosong di Kota Tangerang Selatan sebesar 1023,457 sedangkan pada tahun
2017 penggunaan lahan kosong sebesar 312,84 Ha. Dari hasil analisis diatas
menunjukkan bahwa untuk penggunaan lahan kosong mengalami peningkatan
cukup signifikan dalam rentang 6 tahun yakni sebesar 710,67 Ha. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya produktiftas dalam penggunaan lahan kosong.
Peningkatan produktifitas lahan dapat dilihat dari adanya penggunaan lahan untuk
gedung, jaringan listrik, stasiun kereta, hutan lahan kering dan lahan yang
terbangun. Ketika penggunaan lahan untuk gedung, jaringan listrik, stasiun kereta
menimbulkan spread effect untuk penggunaan lahan lainnya.
Grafik 4.5 Penggunaan Lahan Kosong Dan Lahan Terbangun
54
c. Penggunaan Lahan Primer
Dari analisis overlay tersebut memperlihatkan bahwa terjadi penurunan
penggunaan lahan primer. Hal ini terlihat pada penggunaan lahan untuk
tegalan/ladang yang pada tahun 2011 seluas 502,434 Ha secara signifikan
mengalami penurunan menjadi 328,98 Ha. Kemudian penggunaan lahan untuk
sawah tadah hujan mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 125,217
Ha selama periode 6 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pergeseran
penggunaan primer
Grafik 4.6 Penggunaan Lahan Primer
Danau/SituPerkebunan
/KebunSawah
Tadah HujanSungai Tambak
Tegalan/Ladang
RuangTerbuka
Hijau
2011 127.735 2660.364 478.807 80.338 502.434
2017 76.24 2689.83 353.59 74.99 35.08 328.98 269.51
2011 2017 Linear (2011) Linear (2017)
55
d. Penggunaan Lahan untuk Fasilitas Dasar
Untuk penggunaan lahan sebagi Fasilitas dasar meliputi urusan pendidikan
kesehatan keamanan dan pertahanan Puspitek, pariwisata dan olahraga dari hasil
analisis diatas diketahui bahwa terjadi peningkatan penggunaan lahan fasilitas
kota terutama untuk perluasan lahan untuk pendidikan. Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan jumlah fasilitas pendidikan mengindikasikan bahwa terjadi
percepatan dalam pembangunan kota terutama pada penyediaan fasilitas
pendidikan.
Grafik 4.6 Perubahan pemanfaatan Lahan Fasilitas Dasar Kota
Pemerintahan Pendidikan Peribadatan Pariwisatadan Olahraga
Puspitek Pertahanandan
Keamanan
2011 2017 Linear (2011)
56
57
58
e. Proyeksi Penggunaan Lahan
Untuk melihat proyeksi jumlah penggunaan lahan mengalami perubahan.
Menggunakan Analisis Matematis sebagai berikut :
Pn = P0 {1+(r.n)}
Pn : Jumlah Penggunaan Lahan setelah n tahun kedepan
P0 :Jumlah Penggunaan Lahan Tahun awal
r : Angka Pertumbuhan Penggunaan Lahan
n : Jangka dalam tahun
Tabel 4. 34 Proyeksi Penggunaan Lahan
PENGGUNAAN LAHAN
Presentase Penggunaan Lahan 2011
Presentase Penggunaan Lahan 2017 growth
Presentase Perubahan per tahun
Proyeksi
2016 2021 2031 2042 2046
Lahan Kosong 0,057843 0,018977 -2,048
-0,34135 -0,5345 -1,126 -2,311 -3,614 -4,088
Danau/Situ 0,007219 0,004625 -0,5610
-0,0935 -0,0130 -0,033 -0,073 -0,118 -0,134
Tambak 0,00454 0,002128 -1,1337
-0,18896 -0,0212 -0,046 -0,098 -0,155 -0,175
Tegalan/Ladang 0,028396 0,019956 -0,4229
-0,07049 -0,031 -0,091 -0,211 -0,343 -0,391
Sumber : Hasil Olah
Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa penggunaan lahan khusunya
untuk penggunaan lahan primer terus mengalami penurunan penggunaan lahan.
Dilihat dari proyeksi lahan kosong yang terus mengalami penurunan pada 31
tahun ke depan. Hal ini membuktikan bahwa di prediksi 31 tahun kedepan
kebutuhan lahan kosong sudah padat dengan presentase berkisar 4%.
59
Tabel 4.35 Proyeksi Penggunaan Lahan Terbangun
PENGGUNAAN LAHAN
Presentase Penggunaan Lahan 2011
Presentase Penggunaan Lahan 2017
growth Presentase Perubahan per tahun
Proyeksi
2016 2021 2031 2042 2046
Bandara 0,007 0,007 -0,044 -0,007 0,005 0,004 0,001 -0,003 -0,004
Bangunan Industri 0,020 0,017 -0,188 -0,031 0,001 -0,018 -0,056 -0,097 -0,112
Perdagangan dan Jasa 0,037 0,035 -0,049
-0,008 0,028 0,019 0,001 -0,019 -0,026
Pertahanan dan Keamanan 0,0042 0,0021
-0,9948
-0,1658 -0,016 -0,037 -0,079 -0,124 -0,141
Dari hasil olah untuk penggunaan lahan yang telah terbangun seperti
Bandara, Bangunan Industri, perdagangan dan jasa serta Pertahanan dan
Keamanan juga diprediksikan akan mengalami penurunan 30 tahun kedepan.
Tabel 4.36 Proyeksi Penggunaan Lahan Terbangun
PENGGUNAAN LAHAN
Presentase Penggunaan Lahan 2011
Presentase Penggunaan Lahan 2017
growth Presentase Perubahan per tahun
Proyeksi
2016 2021 2031 2042 2046
Pendidikan 0,0047 0,0081 0,4229
0,0705 0,0145 0,0243 0,0440 0,0656 0,0735
Perkebunan/Kebun 0,1504 0,1632 0,0785
0,0131 0,2094 0,2684 0,3864 0,5162 0,5634
Permukiman 0,6178 0,6653 0,0714
0,0119 0,8383 1,0588 1,4999 1,9851 2,1616
Sumber : Hasil Olah
Dari hasil perhitungan proyeksi untuk penggunaan lahan untuk
pendidikan, perkebunan dan permukiman terus mengalami peningkatan. Proyeksi
penggunaan lahan permukiman di 30 tahun kedepan akan mengalami kepadatan
tinggi. Sehingga di proyeksikan akan mengalami kepadatan akan ruang.
60
f. Proyeksi Transformasi Spasial ditinjau jumlah penduduk Menurut
Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Tangerang Selatan.
Grafik 4.29 Pertumbuhan Penduduk 2011-2031
Sumber: RTRW Kota Tangerang Selatan, 2011
Berdasarkan data RTRW Kota Tangerang Selatan, terlihat bahwa periode
tahun 2031 penduduk Kota Tangerang Selatan diperkirakan mencapai 3.658.2017
Jiwa. Jumlah Penduduk tersebut jika dikorelasikan luas wilayah Kota Tangerang
Selatan (16,320 Ha) maka tingkat kepadatan di wilayah ini dalam kurun waktu 20
tahun kedepan dapat mencapai lebih dari 250 jiwa/Ha dengan kepadatan tinggi.
Berdasarkan SNI tentang Perencanaan Kawasan Perkotaan, Maka angka
kepadatan penduduk tersebut termasuk dalam keriteria kepadatan tinggi.
8.7%
6.2%
4.1% 4.8%
3.6%
4.8%
6.6%
4.6%
Serpong SerpongUtara
Ciputat CiputatTimur
Pamulang PondokAren
Setu KotaTangerang
Selatan
61
Grafik 4.30 Pertumbuhan Penduduk 2011-2031
Sumber: RTRW Kota Tangerang Selatan, 2011
Tabel 4.37 Proyeksi Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031
Berdasarkan Angka Pertumbuhan Penduduk (Jiwa)
Kecamatan Rata-Rata
Pertumbuhan
2011 2015 2020 2025 2031
Serpong 8,70% 137,398 208,511 316,429 480,202 728,738
Serpong Utara 6,20% 126,291 170,606 230,472 311,344 420,594
Ciputat 4,10% 195,900 239,49 292,780 357,928 437,571
Ciputat Timur 4,80% 183,330 231,761 292,989 370,384 468,230
Pamulang 3,60% 288,511 344,319 410,923 490,409 585,272
Pondok Aren 4,80% 307,154 388,396 490,873 620,548 784,480
Setu 6,60% 64,985 89,454 123,136 169,501 233,323
Tangerang
Selatan
4,60% 1,303,569 1,672,437 2,157,598 2,800,315 3,658,207
Jika ditinjau dari proyeksi per kecamatan, maka angka kepadatan
penduduk pada akhir tahun rencana (2031) pada masing-masing kecamatan
termasuk keriteria kepadatan tinggi, kecuali Kecamatan Setu masuk kedalam
kategori Kepadatan Sedang. Demikian, perlu adanya strategi dalam menyikapi
laju pertumbuhan penduduk tersebut. Implikasi dari kondisi tersebut adalah
4.9
5
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
62
optimasi terhadap daya tampung wilayah yang sangat terbatas serta peningkatan
kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana.
g. Proyeksi Transformasi Spasial ditinjau dari Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk mencerminkan jumlah penduduk per luas. Analisis
kepadatan penduduk dilakukan untuk menghitung dan memprediksikan kapasitas
wilayah terhadap jumlah penduduk. Dengan menganalisis kepadatan penduduk
maka akan menunjukkan atau diperoleh gambaran suatu kemampuan wilayah
dalam menampung jumah penduduknya.
Dilihat dari daya dukung lahan kota Tangerang Selatan tahun 2031 dengan
skenario luas terbangin mencapai kurang lebih 10.000 hektar maka secara
horizontal Kota Tangerang Selatan dapat menampung hingga kurang lebih 3 Juta
jiwa. Bila dikomparasikan dengan penduduk Kota Tangerang Selatan yaitu
berkisar 3,6 juta jiwa maka terlihat jumlah tersebut telah melampaui standar daya
tampung untuk pembangunan secara horizontal dengan kondisi tidak merata.
Tabel 4.38 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun
2011-2031 (Jiwa/Ha)
Kecamatan
Tahun
2011 2015 2020 2025 2031
Serpong 57 87 132 200 303
Serpong Utara 71 96 129 175 236
Ciputat 107 130 159 195 238
Ciputat Timur 119 150 190 240 303
Pamulang 108 128 153 183 218
Pondok Aren 103 130 164 208 263
Setu 44 60 83 115 158
Tangerang Selatan 89 114 147 190 249
Sumber : RTRW Kota Tangerang Selatan
63
C. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Transformasi Spasial Peri Urban
Faktor yang mempengaruhi transformasi spasial berbeda-beda terkait
dengan fokus penelitian dan lokasinya. Webster (2011) mengklasifikasikan
faktor yang mempengaruhi transformasi wilayah ke dalam kekuatan sentrifugal
dan sentripetal perkotaan. Sementara itu transformasi di wilayah Kota Tangerang
Selatan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti faktor
kependudukan, faktor kebijakan, aksesibilitas, keberadaan pusat kegiatan dan
peran developer.
a. Faktor Kependudukan
Pada wilayah peri urban kecenderungan peningkatan pertumbuhan
penduduk yang tinggi berada di wilayah yang lebih dekat dengan pusat kota dan
dilalui oleh akses jalan. Seperti diungkapkan Sinha (1980) bahwa semakin
dekat dengan kota maka semakin padat penduduknya. Hal ini dikarenakan
kecenderungan penduduk yang akan lebih memilih lokasi yang dekat dengan
pusat kegiatan dan terdapat kelengkapan fasilitas. Pertumbuhan penduduk
yang tinggi dapat terlihat pada kecamatan dan kelurahan yang jaraknya lebih
dekat dengan pusat kota seperti pertumbuhan yang tinggi ini terlihat di
Kecamatan Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Pamulang Kecamatan Ciputat
dan Kecamatan Ciputat Timur sedangkan pertumbuhan penduduk yang rendah
berada di kecamatan Setu dan Serpong Utara. Pertumbuhan penduduk yang
tinggi dapat berarti transformasi spasial yang tinggi, dan pertumbuhan
penduduk yang rendah dapat berarti transformasi spasial yang rendah pula. Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menimbulkan
kepadatan yang tinggi terkait jumlah penduduk dan mendorong transformasi
spasial terkait pemenuhan kebutuhan ruang
64
Gambar 4.9 Peta Kepadatan Penduduk dan Perbatasan Kota Tangerang Selatan
Tabel Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Selatan
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan,2016
No Kecamatan Jumlah Penduduk
(Orang)
Luas Wilayah
(Km2)
Kepadatan
Penduduk
(Orang/Km2)
1. Setu 80.811 14,80 5.460
2. Serpong 170.731 24,04 7.102
3. Pamulang 332.985 26,82 12.416
4. Ciputat 225.974 18,38 12.295
5. Ciputat Timur 202.386 15,433 13.116
6. Pondok Aren 366.568 29,88 12.268
7. Serpong Utara 163.755 17,84 9.179
Kota Tangerang Selatan 1.543.209 147,19 10.484
65
Dengan luas wilayah 147,19 Km2, kepadatan penduduk Kota mencapai
10.484 orang/Km2. Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Ciputat Timur
yaitu 13.116 orang/Km2 sedangkan kepadatan terendah di Kecamatan Setu yaitu
5.460 orang/Km2.Kepadatan penduduk yang tinggi disebabkan kecenderungan
peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu, yang bukan hanya disebabkan
oleh pertambahan secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas dari kecenderungan
masuknya para migran yang disebabkan oleh daya tarik Kota Tangerang Selatan
seperti banyaknya perumahan-perumahan baru yang dibangun sebagai daerah
yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan menjadi limpahan penduduk
dari DKI Jakarta. Hal tersebut akan menyebabkan dibutuhkannya ruang yang
memadai dengan lapangan kerja baru untuk mengimbangi pertambahan tenaga
kerja
b. Keberadaan Pusat Aktivitas
Sundarman dan Rao (1984 dalam Hardati,2011) mengungkapkan
salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan lahan di daerah
pinggiran kota adalah kedekatan dengan pusat aktivitas. Keberadaan pusat
aktivitas terkait pula dengan keberadaan pusat pertumbuhan. Transformasi
spasial yang tinggi terjadi di kawasan yang lebih dekat dengan pusat aktivitas
dibanding dengan yang jaraknya jauh. Transformasi spasial yang terjadi di
Kecamatan Pondok Aren dipengaruhi keberadaan Fasilitas kota serta peran
developer (pengembang) untuk menyediakan hunian yang diperuntukkan untuk
masyarakat menengah dan atas.
Kawasan urban fringe terdiri atas tiga kategori yakni Predominantly
Urban, Semi Urban dan Potential Urban. Dari kategori-tersebut Wilayah Ciputat
masuk kedalam Predominantly Urban yakni sebuah kawasan yang didominasi
kondisi dan kegiatan yang bercirikan perkotaan. Karakteristiknya yakni dengan
adanya perumahan berkepadatan tinggi, penggunaan lahan untuk perdagangan dan
jasa, serta industri ringan. Akses ke pusat kota (DKI Jakarta) yang terintegerasi
dengan baik, serta jaringan transportasi yang terintergasi dengan kota inti.
Pertumbuhan permukiman baru baik perumahan, town house , kos-kosan, ruko-
ruko francise, tempat kuliner supermarket dan minimarket dan juga fly over yang
66
melintasi Kecamatan Ciputat hal ini memperlihatkan pertumbuhan pola
penggunaan lahan pinggiran kota.
Sementara itu keberadaan pusat aktifitas ekonomi juga mempengaruhi
pola penggunaan lahan. Kawasan strategis ekonomi Alam Sutera, Bintaro Jaya
dan BSD akan memunculkan keberadaan pusat-pusat kegiatan ekonomi yang
akhirnya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi kota. Dengan
begitu keberadaan pusat aktifitas kota akan menimbulkan dampak pertumbuhan
ke wilayah-wilayah pinggiran.
Gambar 4.11 Peta Kawasan Strategis Kota Tangerang Selatan
67
c. Aksesibilitas
Jaringan jalan merupakan prasarana terpenting dalam sistem
transportasi. Keterkaitan wilayah satu dengan wilayah lain atau hubungan santar
satu wilayah dengan wilayah lain tidak lepas dari suatu sistem transportasi yang
dihubungkan dengan jaringan jalan. Pengaruh tersebut dapat terjadi pada pola
sistem transportasi internal dan transportasi eksternal. Transportasi internal Kota
Tangerang Selatan akan berpengaruh terhadap pola pergerakan internal Kota
Tangerang Selatan dan wilayah sekitarnya. Sedangkan sistem transportasi yang
lebih luas dalam arti keadaan transportasi yang dipengaruhioleh pola-pola
pergerakan antar wilayah atau kota/kabupaten. Elemen-elemen yang mendukung
sistem transportasi adalah sarana dalam hal ini moda atau alat angkut dan
prasarana atau infrastruktur yang berupa jaringan jalan.
Giyarsih (2010) juga menyatakan pola transformasi yang lebih
tinggi terdapat di wilayah yang memiliki tingkat aksesibilitas
tinggi.Aksesibilitas dalam hal ini keberadaan dan kondisi jalan sangat
berpengaruh terhadap kondisi transformasi secara spasial. Akses yang tinggi
tentunya akan diikuti oleh transformasi spasial yang tinggi di sekitarnya.
Dari sisi aksesibilitas Kecamatan Pondok Aren dan Ciputat tentunya lebih
tinggi dikarenakan jalan utama yang melewati Kecamatan ini adalah jalan
Kolektor Primer yang menghubungkan Kota DKI Jakarta dan Kota Tangerang.
Hal ini berbeda dengan Kecamatan Setu yang hanya dilewati jalan kolektor
sekunder. Dari sisi aksesibilitas Kecamatan Pondok Aren Ciputat Ciputat
Timur Serpong Serpong Utara cenderung lebih tinggi karena akses jalan yang
menuju pusat kota dan pusat aktivitas masih sangat dekat dengan DKI
Jakarta, Kota Tangerang Kabupaten Tangerang Bogor dan Kota Depok.
68
Gambar 4.12 Peta Jaringan Jalan
d. Peran Developer
Developer memiliki peran yang tinggi dalam transformasi spasial di
sebuah wilayah. Pradoto (2012) mengungkapkan bahwa developer memiliki peran
dalam pengembangan di kawasan peri urban, baik itu pengembang skala besar
maupun skala kecil. Developer yang berorientasi pada keuntungan cenderung
mencari lahan-lahan yang belum terbangun dan dianggap strategis untuk dibeli
kemudian dialih fungsikan sebagai perumahan. Semakin strategis suatu
wilayah maka semakin terlihat peran developer dalam transformasi spasial di
wilayah tersebut. Pengembangan perumahan dalam skala besar akan sangat
mempengaruhi perkembangan lahan disekitarnya. Hal ini seperti yang terlihat di
Kecamatan Pondok Aren yang didominasi oleh peran developer PT Jaya Real
Property Tbk,yang memiliki skala besar. Keberadaan perumahan ini
memunculkan pula perumahan-perumahan baru di sekitarnya dalam skala
kecil. Perumahan yang dibangun oleh developer di wilayah peri urban
biasanya diperuntukan untuk masyarakat menengah kebawah, sehingga
perumahan-perumahan yang dibangun tergolong sederhana. Kemudian pada
Kecamatan Serpong didominasi peran Developer PT Alam Sutera Realty Tbk
69
kemudian di wilayah Serpong Utara dikembangkan “Summarecon Serpong” dan
sebagian lahannya dikembangkan oleh Paramount dengan nama “Paramount
Land”. Kemudian di Kecamatan Serpong dikembangkan pula oleh pengembang
(deveoper) PT Sinarmas Land yang mengembangkan fasilitas hunian kota seperti
apartemen, mall, kolam renang dan berbagai fasilitas lainnya.
e. Kebijakan Pemerintah
Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kota
Tangerang selatan yang tercantum dalam Kebijakan yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021 mengenai
struktur ruang meliputi:
1) Sistem Pusat Pelayanan Kota
a) PPK (Pusat Pelayanan Kota), meliputi:
- PPK I sebagai pusat pemerintahan, pelayanan umum, perdagangan
dan jasa skala pelayanan regional dan perumahan kepadatan tinggi
diarahkan di Kecamatan Ciputat;
- PPK II memiliki fungsi sebagai kegiatan pemerintahan, pelayanan
umum, perdagangan dan jasa skala pelayanan regional dan nasional
serta perumahan kepadatan sedang diarahkan di Kecamatan Serpong;
dan
- PPK III memiliki fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum,
perdagangan dan jasa skala pelayanan regional dan nasional serta
perumahan kepadatan tinggi diarahkan di Kecamatan Pondok Aren.
b) SPK (Sub Pelayanan Kota), meliputi:
- SPK I memiliki fungsi sebagai pelayanan umum, perdagangan dan
jasa, dan perumahan kepadatan sedang diarahkan di Kecamatan
Serpong Utara;
- SPK II memiliki fungsi sebagai perkantoran pemerintahan, dan
perumahan kepadatan sedang diarahkan di Kecamatan Setu;
- SPK III memiliki fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum, dan
perumahan kepadatan tinggi diarahkan di Kecamatan Ciputat
Timur; dan
70
- SPK IV memiliki fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum,
perdagangan dan jasa dan perumahan kepadatan tinggi diarahkan di
Kecamatan Pamulang.
c) Pusat Layanan, meliputi:
- PL memiliki fungsi sebagai kegiatan ekonomi ditetapkan di:
1) Kelurahan Pondok Jagung, Kelurahan Paku Alam,
Kelurahan Jelupang, dan Kelurahan Lengkong Karya pada
Kecamatan Serpong Utara; dan
2) Kelurahan Muncul dan Kelurahan Setu, Kecamatan Setu.
- PL memiliki fungsi sebagai kegiatan pendidikan ditetapkan di:
1) Kelurahan Pondok Aren, Kelurahan Pondok Jaya,
Kelurahan Jurangmangu Timur, Kelurahan Jurangmangu
Barat, Kelurahan Pondok Karya, Kelurahan Parigi Baru,
Kelurahan Parigi di Kecamatan Pondok Aren;
2) Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur;
3) Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Pisangan, Kecamatan
Ciputat;
4) Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pondok Benda,
Kecamatan Pamulang; dan
5) Kelurahan Rawa Buntu, Kelurahan Serpong, dan Kelurahan
Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Serpong.
- PL kegiatan perdagangan, jasa dan pendidikan terletak di
Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pondok Benda,
Kecamatan Pamulang;
- PL kegiatan perdagangan, jasa dan pendidikan terletak di sekitar
Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat;
- PL kegiatan perdagangan, jasa dan pendidikan terletak di
Kelurahan Rawa Buntu, Kelurahan Serpong, Kelurahan Rawa
Mekar Jaya, Kecamatan Serpong; dan
- PL kegiatan ekonomi lokal terletak di lokasi pertigaan Puspiptek
hingga perempatan Muncul, Kelurahan Muncul dan Kelurahan
Setu, Kecamatan Setu.
71
Gambar 4.13 Peta Sistem Perkotaan
72
C. Analisis Transformasi Sosial Ekonomi
Proses transformasi ekonomi atau perubahan struktur perekonomian
ditandai dengan menurunya pangsa sektor primer atau sektor pertanian,
meningkatnya pangsa sektor sekunder seperti sektor industri dan pangsa sektor
tersier atau jasa juga memberikan kontribusi yang mengingkat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi
1. Perubahan Sektor Ekonomi
a. Perubahan Sektor Berdasarkan Penggunaan Lahan
Jika analisis ditinjau dari penggunaan lahan untuk sektor pertanian di
Kota Tangerang Selatan semakin menurun disebabkan semakin bertambahnya
bangunan/ gedung baik untuk tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pergeseran sektor primer menjadi
sektor sekunder dan tersier ditinjau dari perubahan penggunaan lahan. Hal ini
membuktikan bahwa produktifitas penggunaan lahan cukup tinggi untuk di
transformasikan ke penggunaan lahan lainnya
Tabel 4.11 Luas Penggunaan Lahan (Ha)
No Penggunaan
Lahan
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
2011 2014 2016 2017
1. Lahan Kosong 1023,457 1061,628* 852,2301 312,84
2. Tambak 80,338 - - 35,08
3. Sawah Tadah
Hujan
478,807 399,583* 398,8849 353,59
4. Tegalan/Ladang 502,434 400,675 - 328,98
Sumber : RTRW Kota Tangerang Selatan 2011-2021
*Perhitungan sementara
73
b. Perubahan Sektor berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB)
Jika dilihat dari laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan,
Sekor Pertanian kehutanan dan perikanan hanya berkontribusi terhadap PDRB
dibawah 6% yang artinya bahwa sektor primer di Wilayah Tangerang Selatan
tidak mengalami perkembangan tiap tahunnya dan bahkan minus. Sektor primer
di Tangerang Selatan awalnya tidak didominasi oleh sektor primer, melainkan
sektor sekunder dan tersier
Grafik 4.14 PDRB Sektor Primer
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan data PDRB Atas Dasar Harga (ADH) Berlaku tahun 2011-
2016 struktur ekonomi Kota Tangerang Selatan didominasi oleh sektor Real
Estate (17,8%) Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan sepeda
motor (16,5%) dan konstruksi (15,4%). Sektor sektor Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan, Pertambangan dan Penggalian, Pengadaan Listrik dan Gas dan
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang masing-
masing di bawah satu persen. Jika dibandingkan PDRB tahun 2013 dan tahun
2014, Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terus mengalami penurunan
yang cukup signifakan pada tahun 2010 sektor ini menyumbangkan 0,34% PDRB
namum pada tahun 2016 hanya menyumbangkan 0,02% dari total keseluruhan
PDRB.
Seluruh sektor menunjukan peningkatan, kecuali pada Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami penurunan Hal ini menujukkan
bahwa sektor yang memiliki kontribusi terhadap PDRB yakni sektor sekunder dan
tersier.
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Laju Pertumbuhan Produk domestik Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut lapangan Usaha (Persen)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
74
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Konstruksi0.1764360.1862790.180550.1775810.171710.16508
Real Estate0.1227570.1355320.1447270.148020.1502790.154471
Sektor Real Estate dan Konstruksi
Real Estate Konstruksi
0,034
0,03 0,029
0,029
0,027
0,026
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sektor Pertanian Kehutanan dan Perikanan
Kontribusi Sektor Pertanian Perkebunan Perikanan
Grafik 4.15 Kontribusi Sektor terhadap PDRB ADHB
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan,2016
Penggerak utama ekonomi adalah sektor tersier (perdagangan, keuangan
dan jasa) dengan kontribusi lebih dari 75 persen. Sektor-sektor dengan sumbangan
terbesar adalah sektor real estate, sektor perdagangan besar dan eceran; dan
reparasi mobil dan sepeda motor, dan sektor konstruksi masing-masing sebesar
17,44 persen, 17,16 persen dan 14,66 persen.
Grafik 4.16 Struktur Perekonomian Kota Tangerang Selatan
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan,2016
73.68%
0.28%
26.04%
STRUKTUR PEREKONOMIAN
Tersier Primer Sekunder
75
0 0.5 1 1.5
2015
2016
Sektor Primer dan Sekunder
Perdagangan Besar dan Eceran, dan ReparasiMobil dan Sepeda Motor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
0 1 2 3 4
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan,…
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan…
Jasa lainnya
Sektor Tersier
2016 2015
c. Perubahan Sektor Berdasarkan Potensi Unggulan
Metode Location Quotient (LQ) dapat digunakan untuk mengetahui
kapasitas ekspor yang dimiliki oleh daerah. Artinya dengan menggunakan
metode ini, perencana dapat mengetahui spesialisasi yang dimililki oleh
daerah dibandingkan dengan daerah yang tingkatannya lebih tinggi atau
sektor lain yang memiliki kategori yang sama.
Jika dilihat dari potensi unggulan Kota Tangerang Selatan sebagai salah
satu wilayah otonom di Provinsi Banten memiliki potensi ekonomi yang cukup
besar, terutama dalam hal pengembangan sektor tersier. Berdasarkan hasil analisis
Location Quotient (LQ) Kota Tangerang Selatan dibandingkan dengan Provinsi
Banten, kategori jasa kesehatan dan kegiatan sosial, jasa pendidikan, jasa
perusahaan, real estate, konstruksi dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib di Tangerang Selatan memiliki kemampuan yang
potensi yang tinggi dibanding kategori yang sama di tingkat Provinsi Banten pada
tahun 2016. Hal tersebut bisa dilihat melalui nilai LQ yang lebih besar dari 1.
Nilai LQ sebesar 1 artinya bahwa proporsi penciptaan nilai tambah kategori 1
kali lebih besar daripada proporsi penciptaan nilai tambah sektor tersebut di
Provinsi Banten.
Grafik 4.17 Location Quotient (LQ) Sektor Primer, Sekunder dan Tersier
Sumber : Hasil Olah
76
d. Perubahan Sektor Berdasarkan Unit Fasilitas atau Usaha
Salah satu cara untuk melihat transformasi ekonomi adalah dengan melihat
sebaran aktivitas dan fasilitas perkotaan, jika unit kegiatan atau unit usaha
berkembang maka memungkinkan terjadinya transformasi sosial ekonomi.
- Penyebaran Sektor Sekunder
Industri bukan merupakan sektor utama yang menggerakkan
perekonomian Kota Tangerang Selatan. Namun demikian, perannya masih lebih
besar dibandingkan dengan sektor primer seperti sektor pertanian. hal ini
menunjukkan bahwa sektor sekunder mampu untuk menggerakan struktur
perekonomian meskipun tidak terlalu besar. Terdapat 947 unit industri yang
didominasi oleh industri makanan dan minuman (41,29 persen) serta industri
pakaian jadi/konveksi (27,88 persen)
Tabel 4.12 Sebaran industri kecil, menengah, dan besar Kota Tangerang
Selatan
No Jenis Industri Jumlah
2015 %
1 Industri Kayu Anyaman Dari Bambu/Rotan 47 4,96
2 Industri Gerabah 2 0,21
3 Industri Pakaian Jadi/Konveksi/Penjahit 264 27,88
4 Industri Makanan Dan Minuman 391 41,29
5 Industri Kulit/Alas Kaki 13 1,37
6 Industri Penerbitan/Percetakan Reproduksi Media
Rekaman
33 3,48
7 Industri Kimia 41 4,33
8 Industri Karet/Plastik 34 3,59
9 Barang Galian Bukan Logam 16 1,69
10 Barang Dari Logam 22 2,32
11 Mesin Dan Perlengkapan 25 2,64
12 Mesin Dan Peralatan Kantor/Rumah Tangga 10 1,06
13 Kosmetik/Obat-Obatan/Sabun 49 5,17
Total 947 100
Sumber Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan, 2016
- Penyebaran Sektor Perdagangan
Sektor perdagangan dan jasa memberikan kontribusi yang besar bagi
perekonomian Kota Tangerang Selatan. Kegiatan perdagangan dan jasa tersebar
hampir di seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan. Sarana perdagangan tersebar
77
di seluruh wilayah kota, berupa 13 unit pasar tradisional milik Pemkot dan
swasta, 2 unit pasar modern, 387 minimarket, lebih dari 21 pusat perbelanjaan.
Kegiatan perdagangan dan jasa yang paling menonjol adalah di sepanjang
koridor jalan-jalan utama seperti Jalan Raya Serpong, Jalan Raya Ceger, Jalan
Raya Bintaro Utama – Jalan kesehatan, Jalan Raya Pondok Betung - Jalan Raya
WR Supratman, Jalan Raya Pamulang – Ciputat, Jalan Raya Pamulang – Pondok
Cabe dan Jalan Raya Ir. H. Juanda.
Tabel 4.13 Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa
No Kecamatan
Sebaran
Pasar
Mode
rn*
Pasar
Tradisi
onal*
Mini
Market *
Super
market
*
Hyper
market
*
Restoran
**
Hotel*
* Bank
1. Serpong 1 2 60 3 0 133 7 32
2. Serpong
Utara 2 1 59 7 1 123 6 18
3. Ciputat
Timur 0 2 46 1 0 20 1 12
4. Pamulang 1 2 44 4 0 34 0 10
5. Pondok
Aren 1 2 96 3 0 168 4 14
6. Ciputat 0 3 44 2 0 15 1 7
7 Setu 2 13 367 20 1 498 19 96
Sumber : *Dinas Penindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan tahun
2016
** DPPKAD Kota Tangerang Selatan, 2016
78
E. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Transformasi Sosial Ekonomi
Transformasi sosial ekonomi ditandai oleh perubahan Beberapa
komponen utama perubahan struktural tersebut mencakup “pergeseran” yang
berangsur-angsur dari aktifitas pertanian ke sektor non petanian dan dari
sektor industri ke jasa. Dampak pembangunan suatu daerah, seperti mengenai
perubahan sektor-sektor apa yang meningkat atau menurun, merupakan
pengetahuan yang
penting dalam pembangunan suatu daerah.
a. Ketenagakerjaan
Transformasi ekonomi ditandai dengan peningkatan jumlah angkatan kerja
yang bekerja letak Kota Tangerang Selatan yang berdekatan dengan ibu kota
negara menyebabkan perekonomian berjalan dengan cepat dan oleh karenanya
banyak tersedia lapangan kerja yang merupakan daya tarik bagi para penduduk
daerah lain untuk bermigrasi ke Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2015, jumlah
penduduk Kota Tangerang Selatan sebesar 1.543.209 orang atau 75,17 persen
merupakan penduduk usia kerja. Dari jumlah tersebut 685.752 orang diantaranya
atau 59,12 persen merupakan angkatan kerja. Proporsi pekerja terhadap angkatan
kerja pada tahun 2015 sebesar 93,87 persen, angka ini menunjukkan besarnya
kesempatan seseorang untuk memperoleh pekerjaan atau yang dikenal dengan
istilah Tingkat Kesempatan Kerja (TKK). Dengan begitu, maka tingkat
pengangguran di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015 sebesar 6,13
persen.Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tingkat pengangguran
terbuka di Kota Tangerang Selatan mengalami penurunan yaitu dari 6,92 persen
pada tahun 2015 menjadi 6,23 persen pada tahun 2015.
79
Tabel 4.14 Indikator Ketenagakerjaan Kota Tangerang Selatan 2011-2015
Indikator
Ketenagakerjaan 2011 2012 2013 2014 2015
Penduduk Usia Kerja 957.896 984.101 1.0700.776 1.118.827 1.160.021
-Angkatan Kerja 667.098 638.659 650.259 705.312 685.752
a. Bekerja 587.163 587.131 620.627 656.498 643.694
b. Pengangguran
terbuka
79.935 51.528 29.632 48.823 42.058
-Bukan Angkatan Kerja 290.798 345.442 420.517 413.506 474.269
TKK (%) 88,02 91,93 95,44 93,08 93,86
TPT (%) 11,98 8,07 4,56 6,92 6,13
TPAK (%) 69,64 64,90 60,73 63,04 59,12
Sumber : Badan Pusat Statistik (Hasil Sakernas 2011-2015)
Seiring perjalanan waktu dan perubahan struktur perekonomian di Kota
Tangerang Selatan, penduduk bekerja menurut lapangan usahanya mengalami
pergeseran dari tahun ke tahun selama tiga tahun terakhir, pada tahun 2016,
penduduk yang bekerja di sektor jasa-jasa lebih banyak dibanding sektor pertanian
dan industri berbeda halnya dengan tahun 2014 penduduk yang bekerja di sektor
lainnya lebih banyak dibandingkan penduduk yang bekerja di sektor jasa-jasa
maupun sektor perdagangan, hotel dan restoran.
80
Grafik 4.18 Peranan PDRB Kota Tangerang Selatan Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2016
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2016
b. Mata Pencaharian
Dari hasil sensus ekonomi Badan Pusat Statistik tahun 2016 Jumlah usaha
menurut kategori (UMK) lapangan usaha yang terbanyak adalah usaha
perdagangan, yaitu sebesar 44.196 jenis usaha atau 41,78 persen dengan
penyerapan tenaga kerja sebesar 109.456 orang. Jenis usaha urutan kedua adalah
usaha akomodasi dan rumah makan, yaitu sebesar 26.910 jenis usaha atau 25,44
persen dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 53.136 orang. Adapun jumlah
usaha paling sedikit dibandingkan jenis usaha lain di Kota Tangerang Selatan
adalah pertambangan, hanya sebesar 3 jenis usaha dengan penyerapan jumlah
tenaga kerja sebesar 303 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan
dan jasa merupakan penggerak utama perekonomian kota Tangerang Selatan dan
penyerapan tenaga kerja yang tertinggi yaitu pada sektor perdagangan dan jasa.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya transormasi ketenagakerjaan dan mata
pencaharian yang mulanya berada pada sektor primer dan beralih kepada sektor
sekunder dan tersier.
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 0%
Pertambangan dan Penggalian
0% Industri Pengolahan
9%
Pengadaan Listrik, Gas 0%
Konstruksi 13%
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
14%
Transportasi dan Pergudangan
3%
Penyediaan Akomodasi
3%
Informasi dan Komunikasi
10%
Jasa Keuangan 15%
Real Estate 15%
Jasa Perusahaan 3%
Adm Pemerintahan Pertahanan dan Jaminana Sosial
Wajib 1%
Jasa Pendidikan 7%
[CATEGORY NAME] [PERCENTAGE]
Jasa Lainnya 3%
Other 32%
81
Grafik 4.19
Jumlah Usaha dan Tenaga Kerja Menurut Kategori Lapangan Usaha
(Hasil Pendaftaran Sensus Ekonomi 2016)
Sumber :Badan Pusat Statistik,2017
UMK UMB Jumlah Tenaga Kerja
Pertambangan Industri Listrik Gas
Air Konstruksi Perdagangan
Pengangkutan dan Pergudangan Akomodasi dan Rumah Makan Infokom
Jasa Keuangan Real Estate Persewaan
Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Hiburan dan Jasa Lainnya
3
80
71
29
17
8
67
0
44
19
6
36
10
26
91
0
31
07
75
3 6
98
3
22
80
18
87
98
7 61
30
Jumlah Usaha
82
c. Perubahan Pola Investasi
Menurut Kuncoro (dalam (Wijaya 2014) teori pembangunan Arthur
Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara desa
dan kota, mengikutsertakan proses pembangunan yang terjadi antara kedua
tempat tersebut. Teori ini membahas pola investasi yang terjadi pada sektor
modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku disektor modern yang
pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada.
Urbanisasi ini salah satu faktor yang membentuk Wilayah Peri-Urban
Berdasarkan data Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) terdapat beberapa investor berskala nasional, pada tahun
2015 Jumlah perusahaan sebanyak 80 perusahaan antara lain: 71 perusahaan
PMA, dan 9 Perusahaan PMDN. Dengan masih banyaknya perusahaan di Kota
Tangerang Selatan mengindikasikan bahwa Kota Tangerang Selatan masih
menjadi daerah tujuan calon investor untuk menanamkan modalnya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah investasi yang terjadi di Kota
Tangerang Selatan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi
Tabel 4.15 Rasio Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Tahu
n PMA PMA (USD) PMDN PMDN (IDR) Jumlah
Rasio
PMA/PMDN
Rasio
PMDN/PMA
2010 102 25.954.271.976 15 215.525.276.000 117 12,04233 8,304039
2011 143 2.691.106.298 17 243.775.276.000 160 1,103929 90,58552
2012 167 2.934.539.498 12 340.687.976.000 179 0,861357 116,0959
2013 172 3.230.423.144 18 426.592.556.000 190 0,757262 132,0547
2014 86 2.990.000.000 6.199 487.163.100.500 6.285 0,613757 162,9308
2015 95 3.943.625.600 6.279 494.694.875.660 6.360 0,797183 125,4416
Sumber : Kantor Penanaman Modal Kota Tangerang Selatan,2016
Bidang usaha yang mendominasi di Kota Tangerang Selatan setiap
tahunnya yaitu perdagangan besar. Tahun 2015 jumlah bidang usaha perdagangan
besar terdiri dari 17 perusahaan, sedangkan di tahun 2014 sebanyak 15
perusahaan, tahun 2013 sebanyak 15 perusahaan. Tahun 2015 dan 2014 bidang
usaha kedua terbanyak yaitu Real Estat yang dimiliki sendiri atau disewa, di tahun
2013 bidang usaha terbanyak yaitu bidang usaha perdagangan besar sebanyak 16
perusahaan dan Real Estate yang dimiliki sendiri atau disewa sebanyak 5
perusahaan. Kota Tangerang Selatan memang identik dengan sektor perdagangan
83
dan jasa yang sangat berkembang dan menjadi potensi daerah untuk lebih
mengembangkan investasi bagi para investor.
Sedangkan data PMDN dari BKPM RI periode 1 Januari 2011 sampai
dengan 30 November 2015 bidang usaha yang ada di tahun 2015 hanya
perdagangan dan reparasi, serta jasa lainnya masing-masing sebanyak 1
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pergeseran sektor ekonomi
sangat dipengaruhi oleh jenis investasi daerah tersebut.
Tabel 4.16 Jenis Penanaman Modal Kota Tangerang Selatan
Jenis Penanaman Modal 2011 2012 2013 2014 2015
Perdagangan besar (PMA) 14 16 15 15 17
Real Estate yang dimilki sendiri atau disewa (PMA) - - 5 5 5
Real Estate yang dimilki sendiri atau
disewa,perdagangan besar hypermarket (PMDN) - - 3 6 -
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modar RI,2015
84
F. Identifikasi Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustainable
Development)
Ketika pembangunan yang berkelanjutan (sustainable Development) telah
menjadi agenda global, banyak perencana tata ruang percaya bahwa mereka telah
mempunyai konsep yang berkelanjutan yaitu kota yang kompak (Compact City).
Menurut Beatly (dalam Roo,2003), komunitas yang berkelanjutan adalah tempat
yang menunjukan bentuk perkotaan (urban form) yang kompak
1. Analisis Karakteristik Urban Compactness Kota Tangerang Selatan
Analisis ini dilakukan melalui metode deskriptif-kuantitatif terhadap 10
variabel yang menjelaskan karakteristik urban compactness Kota Tangerang
Selatan. Hasil analisis ini yaitu mengidentifikasi karakteristik kuantitatif dari
urban compactness di Kota Tangerang Selatan
a. Kepadatan Lahan Terbangun
Kepadatan lahan terbangun merupakan salah satu ciri utama
penerapan konsep kota kompak. Rumus untuk perhitungan nilai kepadatan
lahan terbangun Kota Tangerang Selatan adalah:
Kepadatan Lahan Terbangun (Jiwa/Ha) =
( )
( )
85
Tabel 4.17 Kepadatan Lahan Terbangun Kota Tangerang Selatan
Kecamatan
Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Lahan
Terbangun
(Ha)
Kepadatan
Lahan
Terbangun 2012 2013 2014 2015 2016
Setu 72170 75002 77881 80811 83777 2181,25 38,40779
Serpong 150736 157252 163915 170731 177677 4054,904 43,81781
Pamulang 305909 314931 323957 332984 341967 3502,205 97,64334
Ciputat 206293 212824 219384 225974 232559 2108,063 110,3188
Ciputat
Timur
188957 193484 197960 202386 206729 1538,463 134,3737
Pondok Aren 329103 341416 353904 366568 379354 3459,061 109,6696
Serpong
Utara
141237 148494 155998 163755 171749 2297,814 74,74451
Kota
Tangerang
Selatan
1394405 1443403 1492999 1543209 1593812 16172,68 98,54968
Dari hasil perhitungan kepadatan lahan terbangun pada tahun 2016 sebesar
98,54965 hal ini menunjukan bahwa penggunaan lahan di Kota Tangerang Selatan
cukup tinggi. Dari analisa per kecamatan, dari analisa perhitungan tersebut bahwa
kepadatan lahan terbangun tertinggi di tempati oleh Kecamatan Ciputat Timur
dengan nilai 134,3737 dan Kecamatan terendah yaitu Kecamatan Setu denga nilai
sebesar 38,40779. Hal ini memperlihatkan bahwa kepadatan lahan terbangun Kota
Tangerang Selatan memiliki ketimpangan yang cukup tinggi. Hasil ini
memperlihatkan belum efektifnya penggunaan lahan di Kota Tangerang Selatan.
b. Kepadatan Lahan Permukiman
Konsep kota kompak mengindetifikasi bentuk permukiman yang
berkepadatan tinggi yang mendukung terpenuhinya kebutuhan sehari-
masyarakat. Tingkat kepadatah permukiman menjelaskan efisiensi pemanfaatan
lahan permukiman suatu kota. Rumus untuk perhitungan nilai kepadatan lahan
permukiman Kota Tangerang Selatan adalah:
Kepadatan Lahan Permukiman (Jiwa/Ha):
( )
( )
86
Tabel 4.18 Kepadatan Lahan Terbangun Kota Tangerang Selatan
Kecamatan Jumlah
Penduduk
Luas lahan
Permukiman
(Ha)
Kepadatan
permukiman
Setu 83777 1012,757 82,72171903
Serpong 177677 2176,595 81,63070469
Pamulang 341967 2472,39 138,3143548
Ciputat 232559 1295,126 179,5647128
Ciputat Timur 206729 1476,551 140,0080796
Pondok Aren 379354 2603,011 145,7366216
Serpong Utara 171749 1488,74 115,3653115
Kota Tangerang Selatan 1593812 12525,17 127,2487309
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa kepadatan lahan permukiman di
Kota Tangerang Selatan memiliki ketimpangan yang cukup tinggi, dimana di
Kecamatan tertinggi ditempati oleh Kecamatan Ciputat dengan nilai 179,5647128
Jiwa/Ha Ciputat Timur 140,0080796 Jiwa/Ha dan Pondok Aren 145,7366216
Jiwa/Ha. Hal ini menunjukkan belum efektifnya penggunaan lahan di Kota
Tangerang Selatan
c. Presentase Konsentrasi Permukiman (%)
Untuk menghitung Presentase Konsentrasi Permukiman menggunakan
rumus:
( )
( )
Tabel 4.19 Kepadatan Lahan Terbangun Kota Tangerang Selatan
Kecamatan Luas lahan
Permukiman
Luas
Wilayah
% Konsentrasi
Permukiman
Setu 1012,757 1480 68,42953
Serpong 2176,5952 2404 90,54057
Pamulang 2472,3898 2682 92,18456
Ciputat 1295,1264 1838 70,4639
Ciputat Timur 1476,5505 1543 95,69349
Pondok Aren 2603,0108 2988 87,11549
Serpong Utara 1488,7404 1784 83,44957
Kota Tangerang Selatan 12525,1701 14719 117,5154
87
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa penyediaan permukiman
pada Kota Tangerang Selatan terkonsentrasi pada pusat kota yaitu Ciputat.
Dimana presentase konsentrasi permukiman tertinggi ditempati oleh Kecamatan
Ciputat Timur 95,69349 Kecamatan Pamulang 92,18456 dan Kecamatan Serpong
90,54057 sedangkan konsentrasi permukiman terendah ditempati oleh Kecamatan
Setu 68,42953
d. Ketersediaan Fasilitas Pendidikan
Salah satu karakteristik kunci dari konsep kota kompak adalah akesbilitas
dan keterjangkauan yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan lokal, diantaranya
fasilitas pendidikan Kota Tangerang Selatan diukur dengan memperbandingkan
standar yang berlaku dalam SNI 03-1772-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Untuk menghitung ketersediaan fasilitas pendidikan menggunakan rumus:
( )
Tabel 4.20 Standar Ketersediaan Fasilitas Pendidikan menurut SNI 03-
1772-2004
No Jenis Sarana Jumlah
Penduduk
Luas
lantai
Min
(M2)
Luas
Lahan
Min.
(M2)
Standard
(M2/Jiwa)
Radius
Pencapaian
(M2)
1. TK 1.250 216 500 0,28 500
2. SD 1.600 633 2.000 1,25 1.000
3. SMP 4.800 2282 9.000 1,88 1.000
4. SMA/K 4.800 3835 12.500 2,6 3.000
88
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa untuk standar pelayanan pendidikan
Negeri untuk jenjang SD, SMP dan SMA/K sederajat masih dibawah standar
ketersediaan artinya bahwa presentase ketersediaan fasilitas pendidikan negeri di
wilayah Tangerang Selatan masih kurang dan mencukupi dibandingkan dengan
laju pertumbuhan penduduk terutama pada pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) . Hal tersebut dapat dilihat bahwa presentase
ketersediaan fasilitas pendidikan dasar (SDN) dan SMPN yang masih dibawah
standar yang tersedia. Karena letak Kota Tangerang Selatan yang dekat denga
pusat Ibukota DKI Jakarta maka ada beberapa siswa bersekolah di luar Kota
Tangerang Selatan. Jika dibandingkan dengan standar ketersediaan fasilitas
pendidikan untuk jenjang SMA/K sudah lebih memadai dan sudah diatas standar
ketersediaan
Dari hasil perhitungan memperlihatkan bahwa presentase ketersediaan
fasilitas pendidikan di Kota Tangerang masih terpusat di pusat kota dimana nilai
presentase ketersediaan fasilitas pendidikan tertinggi ditempati oleh Kecamatan
Ciputat Timur sebesar 25,59294% kemudian diikuti dengan Kecamatan Serpong
14,50043 %dan Kecamatan dengan presentase ketersediaan fasilitas pendidikan
terendah ditempati oleh Kecamatan Pondok Aren 3,907077%. Hal ini
membuktikan bahwa penyebaran fasilitas pendidikan di Kota Tangerang Selatan
masih belum merata di setiap kecamatan
89
Sekolah Dasar Negeri Sekolah Menengah Pertama Negeri Sekolah Menengah Atas/Kejuruan
Kecamatan Jumlah
Pendudu
k 5-9
Jumla
h SDN
Standar
Ketersedi
aan
(%)
Ketersediaan
Fasilitas
pendidikan
Jumlah
Pendudu
k usia 10-
14
Jumla
h
SMPN
Standar
Ketersediaan
(%)
Ketersediaa
n Fasilitas
pendidikan
Jumlah
Pendud
uk Usia
15-19
Jumla
h
SMA/
K
Jumlah
Pendudu
k Standar
Minimal
(%)
Ketersedia
an
Fasilitas
pendidika
n
Total
(%)Keters
ediaan
Fasilitas
Pendidika
n
Ciputat
Timur 9092 26 7,103125 3,660361 8368 5 3,277467 1,525569 1357 15 0,735042 20,40701 25,59294
Ciputat 10653 41 8,322656 4,926312 8973 1 3,514425 0,284542 9067 28 4,911292 5,701148 10,912
Pondok
Aren 32818 47 25,63906 1,83314 27374 3 10,72148 0,279812 31899 31 17,27863 1,794124 3,907077
Serpong 7770 25 6,070313 4,118404 6380 6 2,498833 2,401121 6477 28 3,508375 7,980903 14,50043
Serpong
utara 15693 17 12,26016 1,386605 11597 2 4,542158 0,440319 12412 5 6,723167 0,743697 2,570622
Setu 7508 13 5,865625 2,216303 6407 2 2,509408 0,797001 6453 10 3,495375 2,860923 5,874227
Pamulang 14717 40 11,49766 3,47897 12759 5 4,997275 1,000545 13625 16 7,380208 2,16796 6,647476
Tangerang
Selatan 98251 209 76,75859 21,6201 81858 24 32,06105 6,728908 81290 133 44,03208 41,65576 70,00477
Tabel 4.21 Ketersediaan Fasilitas Pendidikan
90
e. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan
Untuk memaksimalkan bentuk kekompakan kota (Compact City) perlu
adanya Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang kesehatan dan pendidikan.
Oleh karenanya salah satu aspek kekompakan kota yang diukur dengan
memperbandingkan jumlah unit posyandu, puskesmas, praktik dokter serta apotik
atau toko obat sesuai denga standar SNI 02-1772-20014 tentang Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Rumus perhitungan presentase ketersediaan fasilias kesehatan Kota Tangerang
Selatan adalah :
( )
Tabel 2.2Standar Ketersediaan Fasilitas Kesehatan
menurut SNI 03-1772-2004
No Jenis Sarana Jumlah
Penduduk
Luas
lantai
Min
(M2)
Luas
Lahan
Min.
(M2)
Standard
(M2/Jiwa)
Radius
Pencapaian
(M2)
1. Posyandu
1.250 36 60 0,048 500
2. Puskesmas
120.000 420 1.000 0,008 3.000
3. Praktik Dokter
5.000 18 - - 1.500
4. Apotik/Toko
Obat Berizin 30.000 120 250 0,025 1.500
91
Kecamatan
Posyandu Puskesmas
Jumlah
Penduduk standar Jumlah Unit (%)Ketersediaan Jumlah Unit puskesmas (%)Ketersediaan
Setu 83777 3,217037 352 109,4175 4 0,055851 71,6187
Serpong 177677 6,822797 529 77,53419 3 0,118451 25,32686
Pamulang 341967 13,13153 1181 89,93619 4 0,227978 17,54555
Ciputat 232559 8,930266 947 106,0439 5 0,155039 32,24988
Ciputat Timur 206729 7,938394 897 112,9952 4 0,137819 29,0235
Pondok Aren 379354 14,56719 1384 95,008 6 0,252903 23,72454
Serpong Utara 171749 6,595162 415 62,92492 3 0,114499 26,20103
Kota Tangerang
Selatan 1593812 61,20238 5705 93,21533 29 1,062541 27,29306
Standar Ketersediaan Posyandu 0,048m/jiwa 1250 jiwa Puskesmas 0,048m/Jiwa 120000
Kecamatan
Apotik dan Toko Obat Berizin Praktik Dokter
Jumlah
Penduduk apotik Jumlah Unit (%)Ketersediaan
Jumlah
Unit Praktik Dokter (%)Ketersediaan
Setu 83777 0,069814 13 186,2086 36 0,279257 128,9137 Serpong 177677 0,148064 93 628,1061 71 0,592257 119,8805
Pamulang 341967 0,284973 82 287,7471 197 1,13989 172,8237
Ciputat 232559 0,193799 40 206,3992 98 0,775197 126,4195
Ciputat Timur 206729 0,172274 58 336,6726 75 0,689097 108,8381
Pondok Aren 379354 0,316128 97 306,8374 197 1,264513 155,7912
Serpong Utara 171749 0,143124 62 433,1903 134 0,572497 234,0625
Kota Tangerang
Selatan 1593812 1,328177 445 335,0458 808 5,312707 152,0882
Standar Ketersediaan Apotik dan
Toko Obat
Berizin
0,025m/jiwa 30. 000 Praktik
dokter
0,1m/Jiwa 30.000 jiwa
92
Dari hasil analisa data tersebut dapat diketahui bahwa standar pelayanan
kesehatan di Kota Tangerang Selatan sudah baik terbukti dari hasil perhitungan
presentase ketersediaan fasilitas kesehatan meliputi unit posyandu, puskesmas,
apotik dan toko obat berizin dan praktik dokter. Dari hasil didapatkan bahwa di
Kota Tangerang Selatan diatas sudah diatas 50 %. yakni Praktik Dokter
(152,08%) Pelayanan Puskesmas (27,29%) serta Pelayanan Posyandu (61,20%)
Dari hasil perhitungan Jumlah Ketersediaan fasilotas kesehatan
didapatkan bahwa Kecamatan Serpong Utara memiliki presentase ketersediaan
tertinggi dengan nilai 234,0625 kemudian disusul oleh Kecamatan Pamulang dengan
nilai 172,8237. Hal ini membuktikan bahwa penyediaan fasilitas kesehatan baik yang
dikelola oleh pemerintah maupun swasta sudah cukup membaik. Hal lain yang juga
tampak menggembirakan yakni bertambahnya sarana dan prasarana kesehatan di Kota
Tangerang Selatan yang makin meluas.
f. Ketersediaan Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Selain fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasilitas perdagangan dan jasa
juga merupakan fasiloias dasar yang dapat dijadikan ukuran compactness suatu
wilayah. ketersediaan fasilitas perdagangan dan jasa Kota Tangerang Selatan
diukur dengan memperbandingkan ketersediaan Fasilitas Toko, Pertokoan
(Minimarket), Pasar lingkungan (pasar tradisional dan pasar modern) serta pusat
perbelanjaan dan niaga (Bank, Supermarket, hotel, restoran dan Hypermarket)
Dari hasil perhitungan memperlihatkan bahwa standar Fasilitas Perdagangan
dan jasa di Kota Tangerang selatan sudah cukup baik dimana sebagian besar
kecamatan telah memiliki presentase ketersediaan lebih dari 100% yakni Serpong,
Ciputat Timur dan Pondok Aren karena wilayah tersebut memang difokuskan
untuk pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa. Sektor perdagangan dan jasa
memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian yang tersebar hampir di
seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan. Sarana perdagangan tersebar di seluruh
wilayah Kota
93
Tabel 4.23 Standar Ketersediaan Fasilitas Perdagangan dan Jasa
menurut SNI 03-1772-2004
No Jenis Sarana Jumlah
Penduduk
Luas
lantai
Min
(M2)
Luas
Lahan
Min.
(M2)
Standard
(M2/Jiwa)
Radius
Pencapaian
(M2)
1. Toko/Warung 250 50 100 0,4 300
2. Pertokoan 6.000 1.200 3.000 0,5 2000
3. Pusat Pertokoan +Pasar
Lingkungan 30.000 13.500 10.000 0,33 -
4. Pusat Perbelanjaan
(Toko+Pasar+Bank+Kantor 120.000 36.000 36.000 0,3 -
94
Kecamatan Jumlah
Penduduk
Pasar
Modern
Pasar
Tradisional
Jumlah
Pasar
Standar
ketersediaan
(%) Mini
Market
Standar (%)
Setu 83777 0 2 2 0,921547 2,170264 38 6,981417 5,443021
Serpong 177677 1 2 3 1,954447 1,534961 60 14,80642 4,052297
Pamulang 341967 1 2 3 3,761637 0,797525 44 28,49725 1,544009
Ciputat 232559 0 3 3 2,558149 1,172723 44 19,37992 2,270392
Ciputat Timur 206729 0 2 2 2,274019 0,8795 46 17,22742 2,670162
Pondok Aren 379354 1 2 3 4,172894 0,718926 96 31,61283 3,036741
Serpong Utara 171749 2 3 5 1,889239 2,646568 59 14,31242 4,122295
Kota Tangerang
Selatan
1593812 5 16 21 17,53193 1,197814 387 132,8177 2,913769
pusat pertokoan/pasar lingkungan
0,33m/jiwa 30000 jiwa pertokoan 0,5m/jiwa 6000 jiwa
Kecamatan Supermarket Hypermarket Restoran Hotel Bank Jumlah Standar Jumlah
Ketersediaan
Total
ketersediaan
Setu 0 0 5 0 3 8 0,209443 38,19664 45,80993
Serpong 3 0 133 7 32 175 0,444193 393,9733 399,5606
Pamulang 4 0 34 0 10 48 0,854918 56,14577 58,4873
Ciputat 2 0 15 1 2 20 0,581398 34,39987 37,84299
Ciputat Timur 1 0 20 1 12 34 0,516823 65,78661 69,33627
Pondok Aren 3 0 168 4 14 189 0,948385 199,2862 203,0418
Serpong Utara 7 1 123 6 18 155 0,429373 360,9919 367,7608
Kota Tangerang
Selatan
20 1 498 19 91 629 3,98453 157,8605 161,9721
perbelanjaan mall kantor pasar
bank
0,3 120000
Tabel 4.24 Ketersediaan Fasilitas Perdagangan dan Jasa
95
g. Presentase Ketersediaan RTH (Ruang Terbuka Hijau)
Walaupun kota kompak dipresentasikan dengan kepadatan yang tinggi dan
kadang mendekati kepadatan kota yang padat, tetapi kota kompak mengutamakan
ketersediaan Ruang Terbuka hijau.
Rumus untuk perhitungan presentase ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
adalah :
( )
( )
Tabel 4.25 Presentase Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Kecamatan Luas RTH
(Ha)
Luas
Wilayah
(Ha)
Ketersediaan
(Ha)
%
Ketersediaan
RTH
Setu 87,584 1480 0,059178 5,917838
Serpong 1045,329 2404 0,434829 43,4829
Pamulang 514,099 2682 0,191685 19,16849
Ciputat 20,898 1838 0,01137 1,136997
Ciputat Timur 0 1543 0 0
Pondok Aren 121,782 2988 0,040757 4,075703
Serpong Utara 218,6731 1784 0,122575 12,25746
Tangerang Selatan 2008,365 14719 0,136447 13,64471
Dari perhitungan diatas bahwa ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di
Tangerang Selatan masih minim yakni hanya sebesar (13,64471%) dari total
keseluruhan penggunaan lahan. Menurut Peraturan Daerah (Perda) Kota
Tangerang Selatan No. 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031 bahwa standar untuk Ruang Terbuka
Hijau yakni 30 %. Ruang Terbuka Hijau untuk publik minimal 20% dan Ruang
Terbuka Hijau untuk privat sebesar 10% yang tersebar di seluruh kecamatan. Dari
hasil perhitungan memperlihatkan bahwa Kecamatan Serpong memiliki
presentase Ruang Terbuka Hijau sebesar 43,4829% dan Kecamatan Ciputat Timur
sebesar 0% Hal ini menunjukan bahwa terjadi ketimpangan dalam penyediaan
fasilitas Ruang Terbuka Hijau , perlu adanya peningkatan penggunaan lahan
untuk Ruang Terbuka Hijau.
96
h. Presentase Tingkat Penggunaan Kendaraan Pribadi (%)
Konsep kota kompak menyebabkan berkurangnya ketergantungan
terhadap kendaraan pribadi sehingga tingkat kendaraan pribadi dapat dijadikan
ukuran compactness suatu wilayah. sebuah wilayah yang memiliki tingkat
penggunaan kendaraan pribadi lebih rendah telah mampu meminimlisir jarak
perjalanan dan membentuk sistem transportasi yang bertumpu pada kendaraan
umum. Rumus Perhitungan Presentase Tingkat Penggunaan Kendaraan Pribadi
Tabel 4.26 Tingkat Penggunaan Kendaraan Pribadi
Tahun Roda 2 Roda 4 Jumlah Kendaraan
Rasio
Kendaraan
Roda 2
Rasio
Kendaraan
Roda 4
2010 111.226 38.576 149.802 0,74248675 0,25751325
2011 133.675 48.008 181.683 0,73575954 0,26424046
2012 149.894 58.909 208.803 0,71787283 0,28212717
2013 169.630 72.065 241.695 0,70183496 0,29816504
2014 191.397 84.124 275.521 0,694673 0,305327
2015 208.798 92.937 301.735 0,69199132 0,30800868
i. Presentase Pertumbuhan Penduduk
Salah satu indikator Compactness suatu wilayah adalah kepadatan dan
pertumbuhan penduduk ke bagian dalam wilayah. pertumbuhan penduduk yang
tinggi akan berpengaruh pada proses insentifikasi sebuah wilayah menuju kota
yang kompak Rumus perhitungan pertumbuhan penduduk :
Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa presentase kepadatan penduduk di
wilayah Tangerang Selatan mengalami peningkatan yang signifikan di setiap
waktunya (2010-2016). Presentase pertumbuhan penduduk tertinggi yakni pada
Kecamatan Serpong Utara (34,73%) dan Kecamatan Serpong (28,58%). Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan penduduk yang cepat disebabkan arus
urbanisasi yang cepat dan perluasan area pinggiran kota (sprawl). Salah satu
daerah hunian kepadatan tinggi yakni Kecamatan Serpong.
97
Tabel 4.27 Presentase Pertumbuhan Penduduk
Kecamatan 2010 2011
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Jumlah
Penduduk
tahun 2010-
2016
Pertumbu
han
Penduduk
2010
Presentase
Pertumbu
han
penduduk 2012 2013 2014 2015 2016
Setu 66667 69391 72170 75002 77881 80811 83777 17110 66667 25,66487
Serpong 138177 144378 150736 157252 163915 170731 177677 39500 138177 28,58652
Pamulang 287955 296915 305909 314931 323957 332984 341967 54012 287955 18,7571
Ciputat 193369 199807 206293 212824 219384 225974 232559 39190 193369 20,26695
Ciputat
Timur 179792 184391 188957 193484 197960 202386 206729 26937 179792 14,98231
Pondok Aren 305073 316988 329103 341416 353904 366568 379354 74281 305073 24,3486
Serpong
Utara 127471 134232 141237 148494 155998 163755 171749 44278 127471 34,73574
Kota
Tangerang
Selatan
1298504 1346102 1394405 1443403 1492999 1543209 1593812 295308 1298504 22,74217
98
i. Presentase Pertumbuhan Permukiman Baru (%)
Insentifikasi permukiman ke dalam wilayah merupakan salah satu elemen
utama terbentuknya kota kompak.
Rumus Perhitungan Pertumbuhan Permukiman Baru (%):
( )
Tabel 4.28 Presentase Pertumbuhan Permukiman Baru
Kecamatan
Jumlah
Pendud
uk 2011
Luas
Permukim
an 2011
Kepad
atan
Permu
kiman
2011
Jumlah
Pendud
uk
2016
Kepadat
an
Permuki
man
2016
Pertumbu
han
Pemukima
n Baru
Presentase
Pertumbu
han
Pemukima
n Baru
Setu 69391 5406,768 12,83 83777 82,72 69,88 5,44
Serpong 144378 63153,53 2,28 177677 81,63 79,34 34,70
Pamulang 296915 41627,99 7,13 341967 138,31 131,18 18,39
Ciputat 199807 134002,4 1,49 232559 179,56 178,07 119,42
Ciputat Timur 184391 38977,91 4,73 206729 140 135,27 28,59
Pondok Aren 316988 173742,5 1,82 379354 145,73 143,91 78,87
Serpong Utara 134232 64202,65 2,09 171749 115,36 113,27 54,17
Kota
Tangerang
Selatan
1346102 521113,8 2,58 1593812 117,51 114,93 44,49
Dari hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwa dalam periode 6 tahun
telah terjadi peningkatan pertumbuhan lahan permukiman sebesar 44,49349% di
Kota Tangerang Selatan. Kecamatan Ciputat memperlihatkan presentase
pertumbuhan tertinggi dengan nilai 119,4267 %. Hal ini memperlihatkan pesatnya
pertumbuhan pada wilayah Tangerang Selatan yang menujukkan fakta bahwa
terjadi perkembangan wilayah secara sprawl di Wilayah Tangerang Selatan.
Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Pondok Aren yang diarahkan sebagai wilayah
pusat pertumbuhan hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan presentase
pertumbuhan permukiman baru.
99
2. Mengukur Indeks Urban Compactness Kota Tangerang Selatan
a. Indeks Urban Compactness Kota Tangerang Selatan
Indeks urban compactness Kota Tangerang Selatan diukur melalui
metode kuantifikasi yang dilakukan oleh D. Stahakis dan G. Tsilikmigkas
.Indeks tersebut didapatkan melalui kombinasi indeks densifikasi dan indeks
mixed use. Kedua indeks tersebut kemudian distandardisasi dan
dikombinasikan menjadi indeks urban compactness. Rumus perhitungan
indeks urban compactness Kota Tangerang Selatan adalah:
Indeks Densifikasi =
Tabel 4.29 Indeks Densifikasi Kota Tangerang Selatan
Kecamatan Kepadatan
Penduduk
Kepadatan
Permukiman
Kepadatan
Lahan
Terbangun
Total Indeks
Densifikasi
Setu 56,60608 82,72172 38,40779 177,7356 59,2452
Serpong 73,9089 81,6307 43,81781 199,3574 66,45247
Pamulang 127,5045 138,3144 97,64334 363,4622 121,1541
Ciputat 126,5283 179,5647 110,3188 416,4118 138,8039
Ciputat Timur 133,9786 140,0081 134,3737 408,3604 136,1201
Pondok Aren 126,9592 145,7366 109,6696 382,3654 127,4551
Serpong Utara 96,27186 115,3653 74,74451 286,3817 95,46056
Kota Tangerang
Selatan 159,3812 127,2487 98,54968 385,1796 128,3932
100
Indeks Mixed Use=
( )
Tabel 4.30 Indeks Mixed Use
Kecamatan Luas lahan
Terbangun
Luas
penggunaan
lahan
permukiman
Luas Penggunaan
Lahan Terbangun -
Luas penggunaan
lahan permukiman
Indeks
Mixed
Use
Setu 21812500 10127570 11684930 0,866721
Serpong 40549039 21765952 18783087 1,158806
Pamulang 35022052 24723898 10298154 2,400809
Ciputat 21080628 12951264 8129364 1,593146
Ciputat Timur 15384631 14765505 619126 23,84895
Pondok Aren 34590610 26030108 8560502 3,040722
Serpong Utara 22978141 14887404 8090737 1,840055
Kota Tangerang
Selatan 191417601 125251701 66165900 1,892995
Kemudian indeks tersebut kemudian di standarisasi dan dikombinasikan menjadi
Indeks Urban Compactness menggunakan persamaan :
Indeks Urban Compactness=
Tabel 4.31 Indeks Urban Compactness
Kecamatan Indeks
Densifikasi
Indeks Mixed
Use
Indeks
Densifikasi+Indeks
Mixed Use
Indeks
Urban
Compactness
Setu 69,25244 0,866721 70,11916 35,05958
Serpong 82,02672 1,158806 83,18553 41,59276
Pamulang 119,3345 2,400809 121,7353 60,86764
Ciputat 125,519 1,593146 127,1121 63,55606
Ciputat Timur 123,2267 23,84895 147,0757 73,53784
Pondok Aren 119,9371 3,040722 122,9778 61,48891
Serpong Utara 98,36225 1,840055 100,2023 50,10115
Kota Tangerang
Selatan 128,3932 1,892995 130,2862 65,1431
101
Dari hasil analisis didapatkan bahwa Kecamatan Ciputat Timur memiliki
nilai Urban Compactness tertinggi yakni sebesar 73,53784 sedangkan Kecamatan
Setu memiliki nilai terendah yakni sebesar 35,05958. Angka indeks Compactness di Kota
Tangerang Selatan memiliki angka yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa Kota
Tangerang Selatan memiliki Nilai Urban Compactness yang terbentuk secara
berbeda. Masing masing kecamatam memiliki karakteristik dan strukturnya
masing-masing. Kota Tangerang Selatan memiliki Nilai Urban Compactness
dengan nilai 65,1431 semakin tinggi nilai dapat disimpulkan bahwa struktur
Compactness wilayah tersebut lebih terbentuk.
3. Karakteristik Compactness dari Struktur Ruang Kecamatan Ciputat
Timur
Dari hasil analisis didapatkan bahwa Kecamatan Ciputat Timur memiliki
nilai Urban Compactness tertinggi yakni sebesar 73,53784. Jika dilihat dari pola
ruang, Kecamatan Ciputat Timur berada dekat Pusat Ibukota DKI Jakarta
sehingga akses menuju pusat kota lebih mudah. Sehingga aksesbilitas dan
pertumbuhan perkotaan cukup tinggi.
Jika dilihat dari indeks Indeks Mixed used diperoleh bahwa jumlah lahan
terbangun untuk permukiman di kota ini cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan
bahwa terjadi urban sprawl di Kecamatan Ciputat Timur khusunya. Kecamatan
Ciputat Timur merupakan salah satu kecamatan di kota Tangerang Selatan,
Provinsi Banten. Kecamatan Ciputat Timur merupakan hasil pemekaran dari
Kecamatan Ciputat. Karena letaknya yang strategis maka sebagian besar
wilayah Kecamatan Ciputat Timur merupakan wilayah pemukiman serta sentra
perdagangan dan jasa. Pesatnya perkembangan wilayah Kecamatan Ciputat
Timur karena wilayah Kecamatan Ciputat Timur merupakan salah satu daerah
penyangga ibukota Jakarta.Sebagai wilayah perkotaan, pertumbuhan penduduk
Kecamatan Ciputat Timur sangat dinamis, terdiri dari beraneka suku, adat istiadat,
dan budaya serta berbagai karakter.
102
Gambar 4.20 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Ciputat Timur
1. Mengidentifikasi Indikator Urban Compactness di Kecamatan Ciputat
Timur
Tabel 4.32 Tabel Indikator Urban Compactness
No Variabel Indikator Deskripsi
1. Aktivitas Dan
Penggunaan
Lahan
1. Kepadatan Penduduk
Kepadatan Lahan
Terbangun
2. Jenis Penggunaan Lahan
3. Jarak Dan Kerapatan
Antar Bangunan
1. Kepadatan Penduduk Yang
Menempati Area Terbangun
Tinggi Atau Sangat Tinggi
2. Penggunaan Lahan
Campuran/Mixed Used, Adanya
Beragam Tipe Tempat Tinggal
3. Perubahan Penggunaan Lahan
2. Jaringan
Transportasi
1. Jaringan Jalan
2. Keterjangkauan Fasilitas
1. Jaringan Jalan Yang
Menghubungkan Jalan Pusat,
Provinsi Dan Jalan Lingkungan
2. Pemetaan Kawasan Fasilitas Kota
Meliputi Sarana Pendidikan,
Perdagangan Jasa, Dan Industri
3. Pola Perilaku
Pergerakan
Penduduk
1. Penggunaan Jenis
Kendaraan
1. Peningkatan Jumlah Kendaraan
Di Kota Tangerang Selatan
Hasil Analisis 2017
103
1. Aktivitas Penggunaan Lahan
a. Kepadatan Tinggi
SPK III memiliki fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum, dan perumahan
kepadatan tinggi diarahkan yang di Kecamatan Ciputat Timur. Dari peta
penggunaan lahan Kecamatan Timur tahun 2011 dan peta penggunaan lahan tahun
2017 memperlihatkan perubahan penggunaan lahan permukiman yang signifikan.
Karena kecamatan ini memang diarahkan untuk kawasan permukiman padat.
Kemudian Kecamatan Ciputat Timur diarahkan untuk pusat pelayanan
perdagagangan dan jasa untuk menunjang Kecamatan Ciputat. Penggunaan lahan
untuk pertanian hampir tidak ada di daerah Ciputat Timur. Kalaupun ada adalah
milik komplek yang belum dibangun dan dimanfatkan warga untuk menanam
padi. Pertanian di Kecamatan Ciputat Timur lebih banyak di dominasi lahan
kebun untuk palawija dan sayuran
b.Kepadatan Penduduk yang tinggi
Kecamatan Ciputat Timur memiliki Kepadatan penduduk bruto tertinggi
(134,37 jiwa/Ha). Kemudian disusul oleh Kecamatan Pondok Aren
(109,66jiwa/Ha) karena di wilayah Pondok Aren dikembangkan permukiman
skala besar. Kondisi ini disebabkan sebagian besar permukiman didominasi
rumah-rumah tunggal dengan ketinggian satu lantai. Sehingga mengakibatkan
kepadatan lahan terbangun untuk permukiman semakin tinggi.
4.21 Peta Penggunaan Lahan Tanun 2011 dan 2017
2011 2017
104
Gambar 4.22 Peta Kepadatan Penduduk Tinggi
c. Jarak dan Kerapatan antar Bangunan
Sebagian besar bangunan merupakan rumah-rumah tunggal dengan
ketinggian satu lantai. Untuk bangunan-bangunan bertingkat hanya berada di
lokasi-lokasi terentu terutama di sekitar tepi jalan utama
4.23 Peta Jarak Kerapatan antar Bangunan
105
2. Jaringan Transportasi
a. Jaringan jalan
Sebagian besar area perkotaan di Kecamatan Ciputat Timur telah
berada dalam jangkauan berjalan kaki menuju pelayanan angkutan
umum, karena Wilayah Kecamatan Ciputat Timur sangat strategis dimana
kecamatan ini dilalui oleh jalan kolektor sekunder dan arteri sekunder.
Kecamatan ini juga dilalui oleh jalur kereta api dan jalan tol memungkinkan
aksesbilitas jalan lebih mudah.
b.Fasilitas yang mudah dijangkau
Karena Wilayah Ciputat Timur merupakan wilayah pemekaran dari
Kecamatan Ciputat makan penyediaan jasa pendidikan dan perdagangan
relatif tersebar di wilayah
tersebut. Mengindikasikan
bahwa fasilitas perdagangan
dan jasa berkembang
diwilayah ini. Fasilitas
pendidikan muncul di
sepanjang jalan arteri
sekunder dan lokal sekunder
4.24 Peta Jarak Kerapatan antar Bangunan
Gambar 4.25 Fasilitas Yang Mudah Dijangkau
106
2010
2011
2012
2013
2014
2015
0 50000 100000 150000 200000 250000
Roda 4 Roda 2
c. Pola Pergerakan Penduduk
Dari analisis untuk pola pergerakan penduduk kelurahan Rengas dan
Cirendeu tidak dilalui kendaraan roda 3, hanya dilalui oleh kendaraan bermotor
dan kendaraan roda 4 (BPS dalam Ciputat Timur). Dari data penggunaan
kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan tahun 2010-2015 jumlah
kendaraan bermotor roda 2 dan roda 4 terus mengalami peningkatan yang
signifikan, hal ini membuktikan bahwa pola pergerakan penduduk di Kota
Tangerang Selatan cukup tinggi terlebih di Kecamatan Ciputat Timur yang lokasi
aksesbilitasnya dekat dengan pusat kota DKI Jakarta dan Pusat Kota Kecamatan
Ciputat.
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan
Gambar 4.26 Pola Pergerakan Penduduk
Grafik 4.27 Jumlah Kendaraan Bermotor
107
3. Kesesuaian Urban Compactness di Wilayah Ciputat Timur
Hasil analisis diperoleh bahwa struktur ruang Kawasan Ciputat Timur
sudah membentuk ruang-ruang yang kompak ditandai dengan sebagian besar
karakteristik struktur ruang masih sudah sesuai dengan karakteristik struktur
ruang yang kompak diantaranya:
1. Sesuai
a. Adanya beragam tempat tinggal.
b. Kepadatan penduduk wilayah sangat tinggi
c. Jarak antara bangunan satu dengan bangunan lainnya cukup padat
d. Jaringan jalan yang menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnya
sudah teritegerasi
e. Kenaikan densitas penduduk yang tinggi
f. Adanya pembangunan pada ruang-ruang sisa/antara di dalam area
perkotaan.
2. Belum Sesuai
a. lingkungan dengan kepadatan tinggi belum terintegrasi dengan baik .
b. Guna lahan campuran masih berkembang dengan intensitas yang sama
secara linear.
c. Transportasi publik masih belum menjangkau beberapa area permukiman .
d. Jaringan jalan belum mengakomodasi kegiatan berjalan kaki dan bersepeda
e. Hanya ada beberapa lokasi dengan fasilitas publik yang berdekatan.
f. Penduduk lebih banyak menggunakan kendaraan dilihat dari peningkatan
jumlah kendaraan bermotor
g. Penyebaran fasilitas kota masih belum merata
h. Pembangunan masih terpusat
108
G. Keterkaitan antara Transformasi Spasial, Transformasi Sosial Ekonomi
dan Indeks Urban Compactness di Wilayah Kota Tangerang Selatan
1. Analisis Korelasi Indeks Urban Compactness berdasarkan faktor-
faktornya di Kota Tangerang Selatan
Analisis ini dilakukan melalui analisis korelasi sederhana untuk
mengetahui hubungan yang sangat erat antara indeks urban compacness
dengan 9 variabel yang telah dilakukan perhitungan. Variabel dalam
Penelitian dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.33 Variabel dalam Penelitian
No Variabel Variabel Kedudukan
1 Indeks Urban Compactness Y Indikator Sustainable
2 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan X1 Indikator Sosial
3 Ketersediaan Fasilitas Pendidikan X2 Indikator Sosial
4 Ketersediaan Fasilitas Perdagangan Jasa X3 Indikator Ekonomi
5 Kepadatan Lahan Permukiman X4 Indikator Spasial
6 Kepadatan Lahan Terbangun X5 Indikator Spasial
7
Ketersediaan Fasilitas Ruang Terbuka Hjau
(RTH) X6
Indikator Spasial
8 Presentase Konsentrasi Permukiman X7 Indikator Spasial
9 Presentase Permukiman Baru X8 Indikator Spasial
10 Presentase Pertumbuhan Penduduk X9 Indikator Sosial
Hubungan antara indeks Urban Compactness di Wilayah Tangerang
Selatan yang memiliki hubungan korelasi yang kuat yaitu pada kepadatan lahan
yakni sebesar (0,98) terbangun dan kepadatan lahan permukiman (0,815) dari
hasil tersebut menindikasikan bahwa adanya hubungan yang kuat antara
kepadatan lahan terbangun dan kepadatan lahan permukiman.
Sedangkan hubungan korelasi yang rendah antara Indeks Urban
Compactness yaitu ketersediaan fasilitas pendidikan, presentase konsentrasi
permukiman, dan presentase konsentrasi permukiman baru, hal ini
mengindikasikan bahwa adanya hubungan yang lemah antara indeks Urban
Compactness dengan ketersediaan fasilitas pendidikan, presentase konsentrasi
permukiman, dan presentase konsentrasi permukiman baru
109
a. Hubungan Antara Aspek Sosial Dengan Indeks Urban Compactness
Variabel sosial yang dilihat yaitu ketersediaan fasilitas kesehatan ,
ketersediaan fasilitas pendidikan dan pertumbuhan penduduk. Dari hasil
hubungan korelasi antara indeks urban compactness menunjukkan bahwa
hubungan antara ketersediaan fasilitas kesehatan yaitu sebesar (-0,325) artinya
ada hubungan negatif yang lemah antara indeks urban compactness. Ketersediaan
fasilitas pendidikan yaitu sebesar (0,144) yang artinya bahwa terdapat hubungan
positif yang lemah antara indeks urban compactnsess dengan ketersediaan fasilitas
pendidikan. Hubungan antara presentase pertumbuhan penduduk yaitu sebesar (-
0,69) artinya ada hubungan negatif yang kuat antara indeks urban compactness
dengan presentase pertumbuhan penduduk
b. Hubungan Antara Aspek Ekonomi Dengan Indeks Urban Compactness
Variabel Ekonomi yang dilihat yaitu ketersediaan fasilitas perdagangan
dan jasa , mengingat bahwa sektor yang berkontribusi besar dalam
perekonomian yakni sektor perdagangan dan jasa. Jika dilihat dari hasil
perhitungan menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas perdagangan dan jasa
dengan hasil hubungan korelasi antara indeks urban compactness menunjukkan
bahwa hubungan antara ketersediaan fasilitas perdagangan dan jasa yaitu sebesar
(-0,382) artinya ada hubungan negatif yang lemah antara indeks urban
compactness dengan fasilitas perdagangan dan jasa
c. Hubungan Antara Aspek Spasial Dengan Indeks Urban Compactness
Variabel spasial yang diperhitungkan yakni kepadatan lahan permukiman
(0,815), kepadatan lahan terbangun (0,98), ketersediaan ruang terbuka hijau
(RTH) (-0,477), presentase konsentrasi permukiman (0,489), presentase
permukiman baru (0,372). Hal ini mengindikasikan bahwa adanya hubungan
yang positif yang kuat antara kepadatan lahan permukiman dan kepadatan lahan
terbangun. Hubungan korelasi positif yang rendah yaitu presentase permukiman
baru dan presentase konsentrasi permukiman.
110
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
Y 1 -0.325 0.144 -0.382 0.815 0.9804 -0.477 0.489 0.372 -0.690
X1 -0.325 1 -0.061 0.941 -0.549 -0.403 0.787 0.304 -0.2008 0.624
X2 0.144 -0.061 1 -0.022 -0.036 0.0037 0.027 0.639 0.0127 0.00709
X3 -0.382 0.941 -0.022 1 -0.481 -0.427 0.665 0.186 0.00857 0.795
X4 0.815 -0.549 -0.036 -0.481 1 0.860 -0.599 0.006 0.732 -0.549
X5 0.98 -0.403 0.003 -0.427 0.86 1 -0.593 0.334 0.425 -0.682
X6 -0.477 0.787 0.027 0.665 -0.599 -0.593 1 0.248 -0.321 0.4017
X7 0.489 0.304 0.639 0.186 0.006 0.3348 0.248 1 -0.224 -0.2005
X8 0.372 -0.2008 0.0127 0.0085 0.732 0.425 -0.321 -0.224 1 0.0084
X9 -0.69 0.6247 0.007 0.795 -0.549 -0.682 0.401 -0.2005 0.0084 1
Grafik 4.28 Tabel Hasil Korelasi
111
2. Keterkaitan Transformasi Spaisal Sosial Ekonomi dan Sustainable
Development
Keterkaitan antara transformasi spasial , transformasi sosial ekonomi tidak
bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena perkembangan Wilayah Peri-
Urban sebagai akibat dari pengaruh pertambahan penduduk dan kegiatan,
khususnya kegiatan ekonominya juga mengalami perubahan. Pengaruh kegiatan
ekonomi kekotaan yang secara umum dikaitkan dengan kegiatan ekonomi
berorientasi nonagraris lambat laun akan semakin nyata terlihat. Transformasi
kegiatan ekonomi kedesaan menjadi kekotaan tampak dalam beberapa hal antara
lain, transformasi kegiatan perekonomian yang dilaksakan oleh penduduk asli dan
meningkatnya kegiatan perekonomian yang diprakarsai oleh penduduk pendatang.
Perubahan fisikal di Wilayah Peri-Urban khususnya yang berkaitan
dengan perubahan bentuk pemanfaatan lahan agraris menjadi non-agraris telah
mengakibatkan hilangnya sumber penghasilan petani dan hal ini akan berakibat
makin menurunya jumlah penduduk yang berstatus sebagai petani. Semakin
mendekati lahan kekotaan terbangun, semakin besar proporsi petani yang berubah
profesinya menjadi nonpetani. Beberapa kegiatan ekonomi yang muncul antara
lain kegiatan perdagangan dan kegiatan jasa. Sementara itu, usaha yang banyak
Transformasi Spasial
Transformasi Sosial
Ekonomi
Pembangunan yang
Berkelanjutan (Sustainable
Development)
112
dilakukan oleh penduduk pendatang yaitu seperti kompleks pemukiman,
kompleks perkantoran, kompleks pendidikan, kompleks perbelanjaan dan
kompleks industri. Hal ini didasari Wilayah Peri-Urban yang masih mempunyai
lahan terbuka cukup leluasa untuk didirikanya infrastruktur yang besar skalanya
serta aksesbilitas yang memadai.
3. Hubungan sebab akibat antara tiga sektor
a) Hubungan pertama antara jumlah penduduk dan ekonomi, jika jumlah
penduduk meningkat maka akan meningkatan aktivitas ekonomi berarti ada
hubungan yang positif antara jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi.
Disini ada keterkaitan penduduk dan ekonomi dalam penyediaan tenaga
kerja yang diberikan kepada faktor penduduk kepada sektor tenaga kerja
dan sebaliknya aktivitas ekonomi yang baik akan menyebabkan
ketertarikan penduduk untuk datang ke kawasan tersebut dan akan
meningkatkan populasi.
b) Menghubungkan ekonomi, lahan dan populasi. Jika aktifitas ekonomi
membaik/meningkat, maka berakibat pada ketertarikanpenduduk untuk
memasuki kawasan tersebut. Jumlah penduduk yang bertambah banyak
akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan (terutama lahan
pemukiman), sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi keadaan lahan
(menjadi berkurang). Lahan yang berkurang jumlahnya akan menyebabkan
terjadinya penurunan di dalam aktifitas ekonomi.
Ekonomi
Penggunaan Lahan
Jumlah
Penduduk
113
c) Menghubungkan antara lahan dan ekonomi. Ketersediaan lahan memiliki
hubungan positif dengan pertambahan aktivitas ekonomi . Akibat
perkembangan ekonomi (misalnya bertambahnya aktifitas di bidang
industri, berkembangnya sektor jasa serta sektor perdagangan hotel dan
restoran) yang memiliki dampak ruang berupa kebutuhan lahan. Sehingga
hubungan antara ekonomi dan lahan adalah negatif, yaitu jika kegiatan
ekonomi meningkat maka jumlah lahan kosong akan menurun
menghubungkan sektor lahan dan populasi serta membentuk lingkar
umpan balik negatif. Keterkaitan antara lahan dan populasi bersifat
negatif.
d) Perubahan pada lahan non pertanian yang terus meningkat, lebih banyak
ditentukan oleh faktor penduduknya, walaupun faktor penduduk juga
secara tidak langsung di pengaruhi oleh sektor non pertanian, melalui
pengaruh peningkatan pendapatan perkapita terhadap kelahiran dan
kematian. Perubahan lahan terbangun lebih banyak dipengaruhi karena
jumlah penduduk yang lebih banyak dimana memerlukan lahan
bangunan yang lebih banyak.
114
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya dapat disimpulkan :
A. Berdasarkan analisis overlay untuk menganalisis penggunaan lahan dan
alih fungsi lahan maka dapat disimpulkan bahwa terjadi transformasi
spasial (perubahan penggunaan lahan) di Kota Tangerang Selatan untuk
periode waktu 2011-2017. Perubahan penggunaan lahan di Kota
Tangerang Selatan disebabkan karena peningkatan jumlah permukiman
Penggunaan lahan kosong menjadi lahan untuk menunjang aktivitas
permukiman. Juga terjadi pergeseran pengunaan lahan bagi sektor
ekonomi berorientasi sekunder dan tersier yang semula pada sektor
ekonomi primer.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi spasial di Wilayah Peri
Urban Kota Tangerang Selatan yaitu faktor kependudukan, keberadaan
pusat aktivitas, aksesibilitas, peran developer dan peran pemerintah.
C. Transformasi sosial ekonomi di Wilayah Peri Urban Kota Tangerang
terjadi pada :
a. Ketersediaan lahan bagi sektor pertanian di Kota Tangerang
Selatan semakin menurun disebabkan semakin bertambahnya
kebutuhan bangunan/gedung untuk tempat tinggal maupun bukan
tempat tinggal.
b. Perubahan dominasi PDRB dari sektor primer kepada sektor
sekunder dan tersier, bahkan pada kedua sector tersebut telah
menjadi penggerak perekonomian wilayah. Sektor tersebut adalah
jasa kesehatan dan kegiatan sosial, jasa pendidikan, jasa
perusahaan, real estate, konstruksi dan Administrasi Pemerintahan.
c. Jika dilihat dari unit fasilitas dan usaha sektor industri (sektor
sekunder) bukan merupakan sektor utama yang menggerakkan
perekonomian Kota Tangerang Selatan. Namun demikian,
perannya masih lebih besar dibandingkan dengan sektor primer
115
seperti sektor pertanian, hal ini menunjukkan bahwa sektor
sekunder mampu untuk menggerakan struktur perekonomian
meskipun tidak terlalu besar. Sektor tersier yakni perdagangan.
Kegiatan perdagangan dan jasa tersebar hampir di seluruh wilayah
Kota Tangerang Selatan.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Transformasi Sosial dan Ekonomi
yakni ketenagakerjaan, mata pencaharian dan perubahan pola investasi.
E. Transformasi spasial dan sosial ekonomi menghasilkan kota tangerang
selatan yang masuk dalam kategori pembangunan berkelanjutan
sustainable development) dengan indikator Urban Compactness Index
(UCI). Nilai ini membuktikan bahwa struktur compact city telah terbentuk
di wilayah Tangerang Selatan. Kecamatan Ciputat Timur memiliki nilai
UCI tertinggi yaitu sebesar 73,53. Karakteristik compactness dari struktur
ruang di Kecamatan Ciputat Timur bahwa jumlah lahan terbangun untuk
permukiman di kota ini cukup tinggi.
F. Keterkaitan antara transformasi spasial , transformasi sosial ekonomi serta
pembangunan berkelanjutan yang diindikasikan oleh UCI tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena perkembangan Wilayah
Peri-Urban sebagai akibat dari pengaruh pertambahan penduduk dan
kegiatan, khususnya kegiatan ekonominya juga mengalami perubahan
a. Hubungan antara aspek sosial dengan Urban Compactness
IndexVariabel sosial yang dilihat yaitu ketersediaan fasilitas
kesehatan , ketersediaan fasilitas pendidikan dan pertumbuhan
penduduk. Dari hasil hubungan korelasi antara indeks urban
compactness menunjukkan bahwa hubungan antara ketersediaan
fasilitas kesehatan yaitu sebesar (-0,325) artinya ada hubungan
negatif yang lemah antara indeks urban compactness.
b. Hubungan antara Aspek Ekonomi dengan Indeks Uban
Compactness Jika dilihat dari hasil perhitungan menunjukkan
bahwa ketersediaan fasilitas perdagangan dan jasa dengan hasil
hubungan korelasi antara indeks urban compactness menunjukkan
bahwa hubungan antara ketersediaan fasilitas perdagangan dan
116
jasa yaitu sebesar (-0,382) artinya ada hubungan negatif yang
lemah antara indeks urban compactness dengan fasilitas
perdagangan dan jasa
c. Hubungan antara Aspek Spasial dengan Indeks Urban
Compactness adanya hubungan yang positif yang kuat antara
kepadatan lahan permukiman dan kepadatan lahan terbangun.
Hubungan korelasi positif yang rendah yaitu presentase
permukiman baru dan presentase konsentrasi permukiman.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian pada
wilayah peri urban terkait dengan perubahan spasila dan sosial ekomo maka
peneliti menyarankan beberapa hal, sebagai berikut :
A. Dibutuhkan pengawasan dan pengendalian yang ketat terkait dengan
pengembangan dan pemanfaatan ruang di kawasan peri urban Kota
Tangerang Selatan dan wilayah sekitarnya karena wilayah ini sangat
cepat untuk penyebaran gejala sprawl
B. Untuk penetapan Ruang Terbuka Hijau masih terjadi ketimpangan dan
belum memenuhi standar yang telah ditetapkan yaitu dalam pembangunan
dan dapat tercipta RTH 30 %.
C. Arah pembangunan dan pengembangan fisik ruang seharusnya
disesuaikan dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Tangerang Selatan
D. Perlu dibuat rencana yang lebih rinci untuk melihat secara spesifik
mengenai pengembangan ruang dimasa mendatang
E. Perlu dukungan dan peran masyarakat dan pihak swasta untuk
mengendalikan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) Untuk penelitian selanjutnya, agar dapat melakukan
penelitian perubahan kawasan yang telah terbangun seperti permukiman
sesuai peruntukannya.
117
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.2015 “Metode Riset Kuantitatif”:Jakarta PT Gramedia
Burchell, R,Listokin,D. and Gallery,C. 2000. “Housing Policy Debat.” Smart
growth: more than a ghost of urban policy past, less than a bold new
horizon 821-879.
Burgess, E.W. 1925. “Burgess, F.W. and MacKenzie, R.D. The City
Chicago:Chicago University Press.” The growth of the city, in park 47-62.
Charles,Colby "Here After CWC paper Series Box 11.1 Adress on Charless Colby
Ellen Banzhaf, Sigrun Kabisch,Sonja Knapp,Dieter Rink, Manuel Wollf,
Annegret Kindler. 2011. “dkk,Banzhaf.” Integrated research on land-use
changes in the face of urban transformations – An analytic framework for
further studies 2.
Giyarsih, Sri R. 2009. “Jurnal Arsitektur dan Perkotaan.” Pola Spasial
Transformasi Wilayah di Koridor Yogyakarta- Surakarta Pola Spasial
Transformasi Wilayah di Koridor Yogyakarta- Surakarta” 60-64.
Giyarsih, Sri Rum. 2008. “Spatial Pattern of Regional Transformation In
Yogyakarta-Surakarta Coridor Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada.” Pola Spasial Trasformasi Wilayah di Koridor Yogyakarta-
Surakarta.
Gratz, R.B and Mintz N. 1998. “New York:Wiley.” Cities Back from the edge
:New Life for Downtown.
Hardati, Puji. 2011. “Jurnal Geografi.” Transformasi Wilayah Peri Urban Kasus
di Kabupaten Semarang 108-117.
Harris, C.D. and Ullman, E.L. 1945. “Annals of the American Acade my of
Political and Social Sciences.” The nature if cities 7-17.
Hoyt, H. 1939. “Washington DC: Federal Housing Administration.” Structure and
Growth of Residential Neighborhoods in American Cities.
Jabbareen. 2010. "Smart Buliding in Changing Climates.Univercity Of California.
Techne Press
Kabisch, S., Kuhlicke, C. 2014. Urban Transformations and the idea of resource-
efficiency: quality of life and resilience: first conceptual considerations for
an interdisciplinary research program. Built Environ 497–507.
Michael P Todaro, Stephen C Smith. 2008. Pembangunan Ekonomi Jilid I.
Jakarta: Erlangga.
118
Nella Agustin Kurnianingsih, Iwan Rudiarto. 2014. “Jurnal Pembangunan
Wilaayh & Kota.” Analisis Transformasi Wilayah Peri-Urban pada Aspek
Fisik dan Sosial Ekonomi (Kecamatan Kartasura).
Newmon,2016 "ZEMCH, Towards the Delivery of Zero Energy Mass Custom
Homes", Springer
Nugroho, Dhimas Prasetyo. 2014. “Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.” Kajian transformasi Spasial di
Peri-Urban Koridor Kartasura-Boyolali.
Park, R.E., Burgess, F.W. and MacKenzie, R.D. 1925. “Chicago: Chicago
University Press.” The City.
Pucher, J,1995,Urban Passanger Transport In The United Stated and Europe. A
Comparative Analysis In Public Sector Policie. Transport Review 261-267
Punpuing,Giulano and Small, 2016 "The Screet Life of Cities: Sosial
Reproduction of Everyday" Life,Routledege,.
Predato, Wishnu. 2012. “Technische Universität Berlin.” Development Patterns
and Sosioeconomic Transformation in Peri-Urban Area: Case of
Yogyakarta, Indonesia.
Pryor, R. J. 1968. “ University of North Carolina Press.” Defining the Rural-
Urban Fringe. Social Forces 202-215.
Rapoport, A. 1983. “Habitat International.” Development, Culture Change, and
Supportive Design 249-268.
Romero, H., Vásquez, A., Fuentes, C., Salgado, M., Schmidt, A., Banzhaf, E.
2012. Assessing urban environmental segregation (UES). The case of
Santiago de Chile. Ecol. Indic. 76-87.
Sari, Maulien Khairina. 2007. “Perencanaan Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Institut Teknologi Bandung.” Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat
Peri-Urban di Sekitar Pengembangan Lhan Skala Besar (Kasus
Pengembangan Lahan Bumi Serpong Damai).
Sinha, M.M.P. 1980. The Impacts of Urbanisation on Land Use in the Rural
Urban Fringe. New Delhi: Concept Publishing Company.
Sirojuzilam. 2005. “Jurnal Perencanaan dan Pengambangan Wilayah.” Regional
Planning and Development Vol 1.
Sudjana.1992Metode Statistik:Jakarta:Erlangga
The European Environmental, Agency,. 2012. “The Multifunctionality of Green
Infrastructure. European Commission‟s Directorate-General Environment,
Bristol.” 1-37.
119
Webster, D. 2011. “An Overdue Agenda: Systematizing East Asian Peri-Urban
Research. Pacific Affairs.” 631-642.
Wijaya, Roni. 2014. “Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.” Analisis Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Dalam
Mendorong Perekonomian Kota Bantang Periode 2008-2012.
Yunus, Hadi Sabari. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban Determinan Masa
Depan Kota (Pustaka Pelajar).
Yunus, Hadi Sabari. 2008. Dinamika Wilayah Peri-urban Determinan Masa
Depan Kota. (Pustaka Belajar) Pustaka Belajar:Yogyakarta.
Yusril Ihza Mahendra, Wisnu Pradoto. 2015. “Jurnal Pembangunan
Wilayah&Kota.” Transformasi Spasial di Kawasan Peri Urban Kota
Malang.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangerang Selatan
Badan Pertanahan (BPN) Kota Tangerang Selatan
Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan
Rencana Tata Ruang Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tangerang Selatan
2016-2021
Statistik Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Tangerang Tahun
2005-2025
Sensus Ekonomi Kota Tangerang Selatan Hasil Listing Potensi Ekonomi Kota
Tangerang Selatan
Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2017
1
-
PENGGUNAAN LAHAN Luas Ha presentase
2011 Luas Ha
Presentase 2014
Luas Lahan 2016
Presentase 2016
Luas (Ha)
Presentase 2017
Presentase Perubahan
Bandara 123,812 0,699749398 109,626 0,664126299 103,033 0,7 110,5 6,70285E-05 2,063942726
Bangunan Industri 355,153 2,007221415 217,95 1,320364941 295,8519 2,01 278,42 1,688876056 7,026462411
Danau/Situ 127,735 0,721921052
76,24 0,462466455 1,184387507
Gedung
7,1 0,043068099 0,043068099
Hutan Lahan Kering
0,82 0,004974062 0,004974062
Jaringan Listrik
2,15 0,013041748 0,013041748
Kolam Air
68,79 0,417275282 0,417275282
Lahan Kosong 1023,457 5,784281162 644,611 3,905123949 852,2301 5,79 312,84 1,897665345 17,37707046
Lahan Terbangun
11,91 0,072245219 0,072245219
Pemerintahan
42,33 0,25677079 0,25677079
Pendidikan 82,308 0,465180866 71,697 0,434348269 69,1793 0,47 132,89 0,806101354 2,175630489
Perdagangan dan Jasa 646,194 3,65210046 667,148 4,04165556 537,2435 3,65 574,11 3,482510712 14,82626673
Peribadatan
6,6 0,040035134 0,040035134
Perkantoran
100,56 0,609989858 0,609989858
Perkebunan/Kebun 2660,364 15,03560322 1119,525 6,782204909
2689,83 16,31631881 38,13412694
Permukiman 10930,42 61,77555334 8621,032 52,22715487 9094,8701 61,79 10967,1 66,52565403 242,3183622
Pertahanan dan Keamanan 74,057 0,418548615 43,503 0,263545933 61,8198 0,42
34,59 0,209820497 1,311915045
Ruang Terbuka Hijau
269,51 1,634828625 1,634828625
Sawah Tadah Hujan 478,807 2,706077842 1119,525 6,782204909 398,8849 2,71 353,59 2,144851967 14,34313472
Stasiun Kereta
6,61 0,040095793 0,040095793
Sungai
74,99 0,454884044 0,454884044
-
Tambak 80,338 0,454046999 304,044 1,84193181 35,08 0,212792802 2,508771612
Tegalan/Ladang 502,434 2,839610771 400,675 2,427332978 418,0196 2,84 328,98 1,995569445 10,10251319
Pasir dan Galian 238,246 1,443320329 1,443320329
Puspitek 314,138 1,775416569 405,508 2,456611821 261,9982 1,78 6,01202839
Pariwisata dan Olahraga 290,35 1,640973715 293,352 1,777158504 241,3916 1,64 5,058132219
Lain-Lain 4,196 0,023714571 1000,465 6,060926406 6,084640977
PDRB Tangerang Selatan PDRB PROVINSI BANTEN
-
Lapangan Usaha PDRB
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 2010 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)
PDRB Sektor
PDRB Total
Lapangan Usaha PDRB
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)
PDRB
Sektor
PDRB
Total
LQ
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
104104,8
104104,8
118224,3
129903,2
146818,5
155996,9
159386,7
918539,2
0,002951
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
16737,61
17242,08
17793,38
18990,92
19456,95
20743,47
22123,09
133087,5
0,057637
0,051196
Pertambangan dan Penggalian
0 0 0 0 0 0 0 0 0 2. Pertambangan dan Penggalian
2614,13
2746,96
2745,74
2575,23
2677,28
2775,25
2870,48
19005,07
0,008231
0
Industri Pengolahan
3980249
3980249
4627847
5182797
5791503
6248354
6184809
35995808
0,115637
3. Industri Pengolahan
107806,6
113462,4
118846,2
128133,4
130305,9
134907,5
139073,5
872535,5
0,377877
0,306017
Pengadaan Listrik, Gas
30817,95
30817,95
43953,43
49190,19
57626,13
76082,39
79259,54
367747,58
0,001181
4. Pengadaan Listrik dan Gas
4044,36
4066,74
4207,62
4063,47
4399,17
4338,09
4158,64
29278,09
0,01268
0,093172
Pengadaan Air
17564,1
17564,1
18880,8
20081,1
21495,17
24366,77
26231,75
146183,79
0,00047
5. Pengadaan Air 285,68
295,53
297,1
307,3
329,28
346,29
369,93
2231,11
0,000966
0,486021
Konstruksi 3747187
3747187
5295439
6418182
7411978
8418473
9379749
44418195
0,142694
6. Konstruksi 21686,19
23288,51
25805,84
28383,59
31636,47
34153,9
36307,71
201262,21
0,087162
1,637102
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
5385758
5385758
7278208
8006805
8892223
9618985
10023939
54591676
0,175376
7. Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
34422,8
38666,55
42275,12
44559,12
47249,36
49575,36
51486,46
308234,77
0,13349
1,313777
-
Transportasi dan Pergudangan
769339,8
769339,8
1055132
1290182
1564068
1773820
1967313
9189194,6
0,02952
8. Transportasi dan Pergudangan
16256,99
18223,94
19953,78
20782,54
21908,32
23348,64
25131,76
145605,97
0,063059
0,468139
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
942641,1
942641,1
1225851
1359132
1566031
1762514
1948983
9747793,2
0,031315
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
6185,42
6709,73
7081,44
7356,97
8006,95
8520,04
9165,73
53026,28
0,022965
1,363616
Informasi dan Komunikasi
3765003
3765003
4663234
4886737
5597847
6169716
6794000
35641540
0,114499
10. Informasi dan Komunikasi
11246,1
12343,14
14129,08
15263
18119,06
19782,89
21373,06
112256,33
0,048616
2,355172
Jasa Keuangan
369969,5
369969,5
478481,1
543599,2
618689,6
693151,6
776601,7
3850462,2
0,01237
11. Jasa Keuangan 6649,31
7414,4
8216,72
8927,39
9351,26
10136,57
11572,36
62268,01
0,026967
0,458696
Real Estate
5200654
5200654
6431705
7452619
8238091
9686390
10814788
53024901
0,170343
12. Real Estate 20528,89
22018,74
23804,67
25546,75
27697,29
29687,73
32003,54
181287,61
0,078512
2,169645
Jasa Perusahaan
919747,7
919747,7
1220866
1463385
1730312
1994817
2255041
10503916
0,033744
13. Jasa Perusahaan
2470,45
2666,18
2858,31
3076,62
3346,88
3607,27
3875,63
21901,34
0,009485
3,557604
Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
342904,1
342904,1
472346
534512,5
625938,1
722671,5
816808,5
3858084,8
0,012394
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
4983,89
5144,45
5463,3
5519,39
5970,7
6361,71
6813,81
40257,25
0,017435
0,710894
-
Jasa Pendidikan
2474602
2474602
3200349
3682694
4162830
4717892
5173582
25886551
0,083161
15. Jasa Pendidikan
8228,83
8567,84
8925,55
9277,29
9979,68
10647,51
11354,62
66981,32
0,029008
2,8668
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1515341
1515341
1788421
1936800
2086509
2275888
2488226
13606526
0,043711
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
3385,31
3532,53
3719,71
3780,94
4020,47
4228,76
4542,41
27210,13
0,011784
3,709314
Jasa Lainnya
959431,4
959431,4
1152551
1390121
1562151
1679730
1832961
9536376,8
0,030636
17. Jasa lainnya 3932,77
4156,17
4262,05
4555,15
4896,2
5216,25
5601,58
32620,17
0,014127
2,168574
Jumlah 30525315
30525315
39071488
44346741
50074111
56018848
60721678
311283496
1 PDRB 271465,3
290545,8
310385,6
331099,1
349351,2
368377,2
387824,4
2309048,6
1 1
-
Lapangan
Usaha PDRB
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 2010 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)
2011 presentase
2011
2012 presentase
2012
2013 prsesnta
se 2013
2014 presentase
2014
2015 Presentase
2015
2016 Presentas
e 2016
Pertanian,
Kehutanan,
dan Perikanan
104104,77 0,00341 118224,31 0,00302585 129903,24 0,002929 146818,52 0,002932 155996,88 0,002785 159386,67 0,002625
Pertambangan
dan
Penggalian
0 0 0 0 0 0
Industri
Pengolahan
3980248,76 0,130392 4627847,04 0,11844563 5182796,84 0,11687 5791503,49 0,115659 6248354,39 0,11154 6184808,91 0,110406
Pengadaan
Listrik, Gas
30817,95 0,00101 43953,43 0,00112495 49190,19 0,001109 57626,13 0,001151 76082,39 0,001358 79259,54 0,001415
Pengadaan Air 17564,1 0,000575 18880,8 0,00048324 20081,1 0,000453 21495,17 0,000429 24366,77 0,000435 26231,75 0,000432
Konstruksi 3747187,27 0,122757 5295439,33 0,13553206 6418182,09 3188,367 7411977,78 0,14802 8418473,21 0,150279 9379749,04 0,154471
Perdagangan
Besar dan
Eceran, dan
Reparasi
Mobil dan
Sepeda Motor
5385757,63 0,176436 7278208,12 0,18627927 8006804,95 0,18055 8892222,8 0,177581 9618984,8 0,17171 10023938,7 0,16508
Transportasi
dan
Pergudangan
769339,76 0,025203 1055131,85 0,02700516 1290182,1 0,029093 1564067,99 0,031235 1773819,54 0,031665 1967312,86 0,032399
Penyediaan
Akomodasi
dan Makan
Minum
942641,05 0,030881 1225851 0,03137457 1359131,77 0,030648 1566030,81 0,031274 1762514,42 0,031463 1948982,95 0,032097
-
Informasi dan
Komunikasi
3765003,03 0,12334 4663233,98 0,11935133 4886737,09 0,110194 5597847,4 0,111791 6169715,69 0,110136 6793999,55 0,111888
Jasa Keuangan 369969,46 0,01212 478481,1 0,0122463 543599,22 0,012258 618689,59 0,012355 693151,64 0,012374 776601,68 0,01279
Real Estate 5200654,27 0,170372 6431704,73 0,16461377 7452619,04 0,168053 8238090,8 0,164518 9686389,59 0,172913 10814787,9 0,178104
Jasa
Perusahaan
919747,68 0,030131 1220865,74 0,03124697 1463385,44 0,032999 1730311,94 0,034555 1994816,91 0,03561 2255040,89 0,037137
Administrasi
Pemerintah,
Pertahanan,
dan Jaminan
Sosial Wajib
342904,14 0,011233 472345,96 0,01208928 534512,49 0,012053 625938,07 0,0125 722671,48 0,012901 816808,47 0,013452
Jasa
Pendidikan
2474602,22 0,081067 3200348,52 0,08191008 3682693,87 0,083043 4162829,6 0,083133 4717892,45 0,08422 5173582,05 0,085202
Jasa
Kesehatan dan
Kegiatan
Sosial
1515341,46 0,049642 1788421,08 0,04577305 1936800,14 0,043674 2086509,37 0,041668 2275888,3 0,040627 2488225,98 0,040978
Jasa Lainnya 959431,35 0,031431 1152550,57 0,02949851 1390120,97 0,031347 1562151,09 0,031197 1679729,94 0,029985 1832961,27 0,030186
Jumlah 30525314,9 39071487,6 44346740,5 50074110,6 56018848,4 60721678,2
-
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
Y 1 -0.325 0.144 -0.382 0.815 0.9804 -0.477 0.489 0.372 -0.690
X1 -0.325 1 -0.061 0.941 -0.549 -0.403 0.787 0.304 -0.2008 0.624
X2 0.144 -0.061 1 -0.022 -0.036 0.0037 0.027 0.639 0.0127 0.00709
X3 -0.382 0.941 -0.022 1 -0.481 -0.427 0.665 0.186 0.00857 0.795
X4 0.815 -0.549 -0.036 -0.481 1 0.860 -0.599 0.006 0.732 -0.549
X5 0.98 -0.403 0.003 -0.427 0.86 1 -0.593 0.334 0.425 -0.682
X6 -0.477 0.787 0.027 0.665 -0.599 -0.593 1 0.248 -0.321 0.4017
X7 0.489 0.304 0.639 0.186 0.006 0.3348 0.248 1 -0.224 -0.2005
X8 0.372 -0.2008 0.0127 0.0085 0.732 0.425 -0.321 -0.224 1 0.0084
X9 -0.69 0.6247 0.007 0.795 -0.549 -0.682 0.401 -0.2005 0.0084 1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
kecamatan
indeks
Urban
Compactnes
s
K_Lahan
Terbangun
K_Lahan_P
ermukiman
%Konse
ntrasi_Pe
rmukima
n
K_F_Pend
idikan
K_F_Keseh
atan
K_F_Per
jas K_RTH
K_Ken
daraan
%Pertum
buhan_Pe
nduduk
%Pemu
kiman_
Baru
Setu 35,05958151 38,4077937 82,72171903 68,42953 25,59294 496,1585 45,80993 5,917838 301735 0,256649 5,445463
Serpong 41,59276499 43,81780786 81,63070469 90,54057 10,912 850,8476 399,5606 43,4829 301735 0,285865 34,70674
Pamulang 60,86763526 97,64333626 138,3143548 92,18456 3,907077 568,0525 58,4873 19,16849 301735 0,187571 18,39191
Ciputat 63,55605634 110,3188197 179,5647128 70,4639 14,50043 471,1125 37,84299 1,136997 301735 0,20267 119,4267
Ciputat
Timur 73,53783823 134,3737136 140,0080796 95,69349 2,570622 587,5294 69,33627 0 301735 0,149823 28,59593
Pondok
Aren 61,48890778 109,6696473 145,7366216 87,11549 5,874227 581,3611 203,0418 4,075703 301735 0,243486 78,87887
Serpong
Utara 50,1011521 74,7445148 115,3653115 83,44957 6,647476 756,3787 367,7608 12,25746 301735 0,347357 54,17879
Kota
Tangerang
Selatan 65,14309863 98,54967664 127,2487309 117,5154 70,00477 607,6424 161,9721 13,64471 301735 0,227422 44,49349
-
PENGGUNAAN
LAHAN
Luas Ha
LUAS
(HA)
Presentase
Penggunaan Lahan 2011
Presentase
Penggunaan Lahan 2017
grow
th rxn (5)
rxn (10)
rxn (20)
rxn (31)
1 + rxn (35)
1 + rxn
1 + rxn
1 + rxn
1 + rxn
1+rxn
5 tahu
n
10 tahu
n
20 Tahu
n
31 Tahu
n
35 Tahu
n
Bandara 123,81
2
110,5
0,0069974
94
0,0067028
52
-0,0002946
42
-0,0
4396
-0,2
1979
-0,4
3958
-0,8
7915
-1,3
6269
-1,5
3852
0,7802
11
0,5604
23
0,1208
46
-0,3
6269
-0,5
3852
0,0054
6
0,0039
22
0,0008
46
-0,0
0254
-0,0
0377
Bangunan Industri
355,15
3
278,4
2
0,0200722
14
0,0168887
61
-0,0031834
54
-0,1
885
-0,9
4248
-1,8
8495
-3,7
6991
-5,8
4336
-6,5
9734
0,0575
23
-0,8
8495
-2,7
6991
-4,8
4336
-5,5
9734
0,0011
55
-0,0
1776
-0,0
556
-0,0
9722
-0,1
1235
Danau/Situ
127,73
5
76,24
0,0072192
11
0,0046246
65
-0,0025945
46
-0,5
6102
-2,8
0512
-5,6
1024
-11,
2205
-17,
3917
-19,
6358
-1,8
0512
-4,6
1024
-10,
2205
-16,
3917
-18,
6358
-0,0
1303
-0,0
3328
-0,0
7378
-0,1
1834
-0,1
3454
Lahan Kosong
1023,457
312,8
4
0,0578428
12
0,0189766
53
-0,0388661
58
-2,0
481
-10,
2405
-20,
481
-40,
9621
-63,
4912
-71,
6836
-9,2
4052
-19,
481
-39,
9621
-62,
4912
-70,
6836
-0,5
345
-1,1
2684
-2,3
1152
-3,6
1467
-4,0
8854
Pendidikan
82,308
132,8
9
0,0046518
09
0,0080610
14
0,0034092
05
0,4229
25
2,1146
25
4,2292
51
8,4585
02
13,110
68
14,802
38
3,1146
25
5,2292
51
9,4585
02
14,110
68
15,802
38
0,0144
89
0,0243
25
0,0439
99
0,0656
4
0,0735
1
-
Perdagangan dan Jasa
646,19
4
574,1
1
0,0365210
05
0,0348251
07
-0,0016958
97
-0,0
487
-0,2
4349
-0,4
8698
-0,9
7395
-1,5
0962
-1,7
0441
0,7565
12
0,5130
24
0,0260
49
-0,5
0962
-0,7
0441
0,0276
29
0,0187
36
0,0009
51
-0,0
1861
-0,0
2573
Perkebunan/Kebun
2660,364
2689,83
0,1503560
32
0,1631631
88
0,0128071
56
0,0784
93
0,3924
65
0,7849
29
1,5698
58
2,4332
81
2,7472
52
1,3924
65
1,7849
29
2,5698
58
3,4332
81
3,7472
52
0,2093
65
0,2683
75
0,3863
94
0,5162
14
0,5634
22
Permukiman
10930,42
1096
7,1
0,6177555
33
0,6652565
4
0,0475010
07
0,0714
03
0,3570
13
0,7140
25
1,4280
51
2,2134
79
2,4990
89
1,3570
13
1,7140
25
2,4280
51
3,2134
79
3,4990
89
0,8383
02
1,0588
49
1,4999
42
1,9851
44
2,1615
82
Pertahanan dan Keamanan
74,057
34,59
0,0041854
86
0,0020982
05
-0,0020872
81
-0,9
9479
-4,9
7397
-9,9
4794
-19,
8959
-30,
8386
-34,
8178
-3,9
7397
-8,9
4794
-18,
8959
-29,
8386
-33,
8178
-0,0
1663
-0,0
3745
-0,0
7909
-0,1
2489
-0,1
4154
Sawah Tadah Hujan
478,80
7
353,5
9
0,0270607
78
0,0214485
2
-0,0056122
59
-0,2
6166
-1,3
0831
-2,6
1662
-5,2
3324
-8,1
1152
-9,1
5816
-0,3
0831
-1,6
1662
-4,2
3324
-7,1
1152
-8,1
5816
-0,0
0834
-0,0
4375
-0,1
1455
-0,1
9244
-0,2
2077
Tambak 80,
338
35,08
0,0045404
7
0,0021279
28
-0,0024125
42
-1,1
3375
-5,6
6876
-11,
3375
-22,
675
-35,
1463
-39,
6813
-4,6
6876
-10,
3375
-21,
675
-34,
1463
-38,
6813
-0,0
212
-0,0
4694
-0,0
9841
-0,1
5504
-0,1
7563
Tegalan/Ladang
502,43
4
328,9
8
0,0283961
08
0,0199556
94
-0,0084404
13
-0,4
2296
-2,1
1479
-4,2
2958
-8,4
5915
-13,
1117
-14,
8035
-1,1
1479
-3,2
2958
-7,4
5915
-12,
1117
-13,
8035
-0,0
3166
-0,0
9171
-0,2
1181
-0,3
4392
-0,3
9197