anastesi hirsprung
DESCRIPTION
hirsprungTRANSCRIPT
Hirschsprung Disease
HIRSCHSPRUNG DISEASE
I.Pendahuluan
Pada tahun 1886 Hischsprung mengemukakan 2 kasus obstipasi sejak lahir
yang dianggapnya disebabkan oleh dilatasi kolon. Kedua penderita itu meninggal.
Dikatakannya pula bahwa keadaan tersebut merupakan kesatuan klinis tersendiri dan
sejak itu disebut dengan penyakit Hirschsprung atau Megakolon kongenital.
Zuelser dan Wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang
menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat tersebut penyakit ini
dikenal dengan istilah Aganglionosis Congenital, yang mana pada pemeriksaan
patologi anatomi dari penyakit ini, tidak ditemukan:
Sel ganglion Auerbach dan Meissener
Serabut saraf menebal
Serabut saraf hipertrofik.
Aganglionosis dimulai dari arah anus ke arah oral.
Oleh karena itulah maka disebut penyakit ini dengan Aganglionosis Congenital.
Apabila seorang bayi perutnya kembung dan disertai kesulitan BAB, maka
janganlah buru-buru menyangka ia kena cacingan, masuk angin dan salah makan.
Bisa jadi itu adalah suatu kelainan yang merupakan bawaan sejak lahir, jadi tidak bisa
dicegah(3,8).
II. Definisi
Adalah penyakit yang mengenai usus besar yang merupakan kelainan bawaan
akibat gangguan pasase usus tersering pada neonatus, kebanyakan terjadi pada bayi
aterem dengan berat lahir ≥3 kg, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan.
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit obstruksi usus fungsional akibat
aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter
ani internus kearah proksimal, 70-80% berbatas didaerah rectosigmoid, 10% sampai
seluruh colon, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus. Penyakit
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
1
Hirschsprung Disease
ini menyebabkan konstipasi, dimana pergerakan peristaltic usus sangat sulit.
Beberapa anak dengan HD tidak memiliki peristaltic sama sekali, sehingga ampas
makanan akan menyebabkan penyumbatan dalam usus. Hal ini dapat menyebabkan
masalah serius seperti infeksi, nekrose usus bahkan kematian.(4,5,6,)
III. Pembagian
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschsprung dapat
dibedakan menjadi 2 tipe yaitu:
1. Penyakit Hirschsprung segmen pendek.
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid. Merupakan
70% dari penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak
laki-laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit Hirschsprumg segmen panjang.
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, malahan dapat
mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Ditemukan sama banyak
pada anak laki-laki dan anak perempuan(1,3).
IV. Etiologi
HD berkembang sebelum anak lahir. Normalnya, sel saraf tumbuh diusus bayi
segera setelah bayi mulai tumbuh dalam kandungan. Sel saraf ini tumbuh dari atas
menuju kebawah yaitu menuju ke anus. Pada panderita HD, sel saraf ini berhenti
tumbuh sebelum mencapai usus bagian akhir. Tak ada satupun yang tahu mengapa sel
saraf ini berhenti untuk tumbuh.
Dalam beberapa kasus, HD adalah penyakit keturunan. Yang artinya ibu dan
ayahnya dapat menurunkannya keanak mereka. Jika seseorang mempunyai anak yang
menderita HD, maka pada anak yang selanjutnya dapat juga menderita penyakit yang
sama. Penyakit HD juga disertai dengan cacat bawaan lain termasuk Sindrom Down,
Sindrom Laurence-Moon-Bardet-biedl, dan Sindrom Waardenburg serta kelainan
kardiovaskuler.(5,6)
V. Patogenesa
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
2
Hirschsprung Disease
Pada penyakit Hirschsprung terdapat absensi ganglion Meissener dan
ganglion Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani kearah
proksimal dengan panjang yang berfariasi. 70-80% terbatas didaerah
rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitar 5% kurang dapat
mengenai seluruh usus sampai pylorus.
Usus besar yang sehat: yang
ditemukan sel saraf
disepanjang usus
Usus besar yang terkena
HD: sel sarafnya tidak
ditemukan pada bagian akhir
dari usus
Absensi ganglion Meissener dan Auerbach mengakibatkan usus yang
bersangkutan tidak bekerja normal. Peristaltik usus tidak mempunyai daya
dorong, tidak propulsive, sehingga usus bersangkutan tidak ikut dalam proses
evakuasi feses ataupun udara. Penampilan klinis penderita sebagai gangguan
pasase usus.
Penampilan makroskopik. Bagian usus yang tidak berganglion terlihat
spastic, lumen terlihat kecil. Usus dibagian proksimalnya, disebut daerah
transisi, terlihat mulai melebar dari bagian yang menyempit. Usus
diproksimalnya lagi lebih melebar lagi dan umumnya lagi mengecil kembali
mendekati kaliber usus normal.
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
3
Hirschsprung Disease
Secara histology, tidak didapatkan pleksus Meisner dan Auerbach dan
ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertropi dengan konsentrasi
asetilkolinesterase yang tinggi diantara lapisan-lapisan otot dan pada sub
mukosa. Gangguan ini dapat direproduksi pada binatang percobaan dengan
merusak reseptor endotelin-B.(2,4,5)
VI. Gejala klinis
Gejala HD Agaknya sedikit berbeda pada umur yang berbeda. Gejala HD
muncul pada bayi baru lahir, remaja dan dewasa.
Gejala pada bayi yang baru lahir
Bayi yang baru lahir dengan HD tidak mempunyai peristaltik yang pertama.
Bayi-bayi ini mengeluarkan cairan hijau setelah makan dan perut mereka
membesar. Ketidak nyamanan dari gas atau konstipasi membuat mereka
gelisah. Kadang-kadang, bayi dengan HD berkembang inferksi di usus
mereka.
Gejala pada waktu anak-anak
Kebanyakan anak dengan HD mempunyai masalah dengan konstipasi.
Beberapa dari mereka sering diare. Anak-anak dengan HD juga mempunyai
anemi, disebabkan karena darah hilang bersama ampas makanan. Juga
banyak anak-anak dengan HD tumbuh lebih lambat dari seharusnya.
Gejala pada waktu remaja dan dewasa
Seperti anak-anak, remaja dan dewasa dengan HD mempunyai konstipasi
sepanjang hidupnya. Mereka juga mempunyai anemia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala klinis penyakit Hirscprung dimulai
pada saat lahir yaitu berupa gangguan defekasi. Dapat pula timbul pada umur
beberapa minggu atau menarik perhatian orang tuanya setelah umur beberapa bulan.
Trias klasik, Gambarn klinik pada neonatus adalah:
1. Mekonium keluar terlambat yaitu lebih dari 24 jam pertama
2. Muntah hijau
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
4
Hirschsprung Disease
3. Perut membuncit seluruhnya
Adakalanya gejala obstipasi kronik ini diselingi oleh diare berat dengan feses yang
berbau dan berwarna has yang disebabkan oleh Enterokolitis. Adanya feses yang
menyemprot pada colok dubur yang merupakan tanda yang khas.(1,4,5,6)
VII. Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui HD ini lebih pasti maka dilakukan pemeriksaan penunjang
yaitu:
a. Foto polos Abdomen
Akan terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak rendah. Umumnya,
gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus halus.
b. Foto dengan barium enema
Dengan pemeriksaan ini akan ditemukan:
1. Daerah transisi
2. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur disegmen yang
menyempit
3. Enterokolitis pada segmen yang melebar
4. Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam
Pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan panjang segmen yang terkena, yaitu
penting untuk menentukan tindakan pangobatan. Agar tidak mengaburkan hasil, 24
jam sebelum dilakukan foto barium enema tidak boleh dilakukan colok dubur
maupun pemasangan pipa rectal.
c. Manometri
Manometri anorektal mengukur tekanan spingter ani interna saat balon
dikembangkan direktum. Pada individu normal, penggembungan rectum
mengawali reflek penurunan tekanan spingter interna. Pada penderita
penyakit Hirschprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan
paradoks karena rectum dikembungkan. Pemeriksaan ini sulit dilakukan
pada neonatus. Respon normal pada evaluasi manometri ini menyingkirkan
diagnosa penyakit Hirschprung
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
5
Hirschsprung Disease
d. Biopsi
Pemeriksaan patologi anatomi dengan biopsy memiliki akurasi 100% jika
tidak ditemukan sel ganglion meisener disertai penebalan serabut saraf
dalam menegakkan diagnosa HD. Sedangkan ditemukannya sel ganglion,
meskipun immature, menyingkirkan diagnosa HD.(2,3,4,5,6)
VIII. Diagnosa.
Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut
membuncit seluruhnya. Neonatus hampir selalu dengan berat badan normal, sangat
jarang premature. Datang ke rumah sakit dengan obstruksi usus, dengan tanda-tanda
keterlambatan evakuasi mekonium, distensi abdomen dan muntah hijau. Obstruksi
usus ini dapat mereda spontan, atau akibat colok dubur yang dilakukan pada waktu
pemeriksaan. Dikatakan mereda, neonatus dapat defekasi dengan keluar mekonium
bercampur udara, abdomen kempes dan tidak muntah lagi. Kemudian dalam beberapa
hari lagi neonatus menunjukan tanda-tanda obstruksi usus berulang. Selanjutnya
neonatus secara klinis menunjukkan gejala sebagai obstipasi khronik dengan disertai
abdomen yang buncit. Sering neonatus meninggal dengan penyulit seperti;
enterokolitis, dan sepsis.(1,2)
IX. Diferensial Diagnosa
Pada masa neonatus, harus dipikirkan ada kemungkinan atresia ileum atau
sumbatan annorektum oleh mekonium yang sangat padat (maconnium plug
syndrome). Penyakit ini hampir tidak pernah di jumpai di Indonesia. Sedangkan pada
masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dietik, retardasi
mental, hipotiroid, dan resiko genetic.
Penyakit Hirschprung pada penderita yang lebih tua harus dibedakan dari
penyebab perut kembung lain dan konstipasi khronis. Riwayat menunjukkan
kesukaran mengeluarkan tinja yang semakin berat, yang mulai pada umur minggu-
minggu pertama. Masa tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut tetapi pada
pemeriksaan rectum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini jika keluar mungkin akan
berupa butir-butir kecil, seperti pita, atau berkonsistensi cair. Tidak ada tinja yang
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
6
Hirschsprung Disease
besar dan yang berkonsistensi sepereti tanah pada penderita dengan konstipasi
fungsional.(1,2,5)
Tanda-tanda yang membedakan penyakit Hirschprung dan konstipasi fungsional.
Variabel Fungsional ( didapat ) Penyakit Hirschprung
Riwayat
-Mulai konstipasi
-Enkopresis
-Gagal tumbuh
-Enterokolitis
-Nyeri perut
-Setelah umur 2 tahun
-Lazim
-Tidak lazim
-Tidak
-Lazim
-Saat lahir
-Sangat jarang
-Mungkin
-Mungkin
-Lazim
Pemeriksaan
-Perut kembung
-Penambahan berat badan
jelek
-Tonus anus
-Pemeriksaan rectum
-Jarang
-Jarang
-Normal
-Tinja di ampula
-Lazim
-Lazim
-Normal
-Ampula kosong
Laboratorium
-Manometri anorektal
-Biopsi rectum
-Enema barium
-Rektum mengembang
karena relaksasi spingter
interna
-Normal
-Jumlah tinja banyak,tidak
ada daerah peralihan
-Tak ada sfingter atau
relaksasi paradok atau
tekanan naik
-Tak ada sel ganglion
pewarnaan
asetilkolinesterase
meningkat
-Daerah peralihan,
pengeluaran tertunda
(lebih dari 24 jam)
X. Penatalaksanaan
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
7
Hirschsprung Disease
Bila diagnosis sudah ditegakkan, prinsip penanganannya adalah mengatasi
obstruksi, mencegah terjadinya enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan
mengembalikan kontinuitas usus. Pengobatan definitif adalah operasi. Sebelum
operasi definitif, dapat dilakukan pengobatan konservatif yaitu tindakan darurat untuk
menghilangkankan tanda-tanda obstruksi dengan cara memasang sonde lambung dan
anal-tube untuk mengeluarkan mekonium dan udara. Tindakan konservatif ini
sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan barium enema yang akan
dibuat kemudian.
Pilihan-pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin
atau melakukan colostomi sementara dan menunggu sampai bayi berumur 6-12 bulan
untuk melakukan operasi definitif. Ada 3 pilihan dasar operasi. Prosedur bedah
pertama yang berhasil, yang diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang
tidak berganglion dan melakukan anastomosis usus besar proksimal yang normal
dengan rectum 1-2 cm diatas garis batas. Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah
pada pengembangan 2 prosedur lain. Duhammel menguraikan prosedur untuk
menciptakan rectum baru, dengan menarik turun usus besar yang berinerfasi normal
kebelakang rectum yang tidak berganglion. Rektum baru yang dibuat dalam pada
prosedur ini mempunyai setengah aganglionik anterior dengan sensasi normal dan
setengah ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur “Endorektal Pull-
Through” yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan mukosa rectum yang tidak
berganglion dan membawa kolon yang berinerfasi normal kelapisan otot yang
terkelupas tersebut, dengan demikian memintas usus yang abnormal dari sebelah
dalam.
Operasi definitif ini dapat dikerjakan satu tahap atau dua tahap kemudian bila
berat badan bayi sudah cukup (> 9 Kg). Pada waktu itu megakolon dapat surut,
mencapai kolon ukuran normal.
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
8
Hirschsprung Disease
Ilustrasi dari langkah-langkah kerja operasi Pull-Through
Sebelum operasi: bagian yang sakit adalah bagian dari usus yang tidak bekerja
Langkah 1: Dokter memindahkan bagian yang sakit
Langkah 2: Dokter menjahit bagian yang sehat ke rektum atau anus
Sering Pull-Through dilakukan segera setelah diagnostik. Bagaimanapun juga anak-
anak yang sangat sakit membutuhkan pembedahan yang pertama yang disebut
ostomi. Operasi ini membantu anak-anak menjadi lebih sehat sebelum dilakukan Pull-
Through. Dalam melakukan ostomi, dokter membuang bagian yang sakit dari usus,
kemudian membuat lubang kecil diperut bayi. Lubang ini disebut Stoma. Dokter
menghubungkan bagian atas dari usus ke Stoma. Ampas makanan akan meninggalkan
tubuh dari Stoma, sedangkan bagian bawah usus akan sembuh.
Langkah 1: Dokter mengeluarkan sebagian besar dari penyakit dari usus.
Langkah 2: Dokter menyambung bagian sehat dari usus ke stoma( lubang pada perut).
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
9
Hirschsprung Disease
Jika dokter memindahkan seluruh usus besar dan menghubungkan usus kecil
kestoma, opersinya disebut Illeostomi. Jika dokter meninggalkan sebagian dari usus
besar dan menghubungkannya dengan stoma, operasinya disebut colostomi.
Kemudian, dokter akan melakukan Pull-Through. Dokter akan melepaskan
hubungan usus dengan stoma dan menariknya sampai keatas anus. Stoma tidak
diperlukan lagi, jadi dokter akan menutupnya kembali atau menunggu sekitar 6
minggu untuk memastikan Pull-Through bekerja.(1,2,3,5,6)
XI. Komplikasi
Komplikasi penyakit hirschprung adalah:
Enterokolitis nekrotikan
Pneumatosis usus
Abses perikolon perforasi
Septikemia
Komplikasi pasca bedah antara lain:
Kebocoran anastomosis
Stenosis
Enterokolitis
Striktura
Prolaps
Abses perianal
Pengotoran tinja.(4,5)
XII. Prognosis
Prognosis penyakit hirchsprung Yang diterapi dengan bedah umumnya
hasilnya memuaskan. Sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan tinja. Penyulit
pasca bedah seperti kebocoran anastomosis atau striktur anastomosis umumnya dapat
diatasi.
Anak-anak mendapatkan beberapa masalah setelah ostomi. Mereka harus
mempelajari bagaimana merawat stoma dan bagaimana mengganti kantong yang
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
10
Hirschsprung Disease
digunakan untuk membuang ampas makanan. Selain itu anak-anak juga khawatir
tentang perbedaan mereka dengan kawan-kawannya. Anak-anak harus lebih banyak
minum untuk menjaga tubuhnya agar tidak kekurangan air.Makanan yang berserat
tinggi dapat menolong mengurangi konstipasi dan diare.(1,5,6)
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
11
Hirschsprung Disease
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Bagian Bedah FKUI, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Cetakan
Pertama, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995 : 35-8.
2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, Buku Ajar Ilmu Bedah, Cetakan I, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, !997 : 840-1.
3. Way LW, Large Intestine : a Lange Medical Book, Current Surgical
Diagnosis & Treatment, eds. Way LW, Tenth edition, Appleton & lange,
Connecticut, 2001 : 651-3.
4. Nobie BA, Bowel Obstruction, Small, URL
http://www.emedicine.com/surg/topic115.html,
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
12
Hirschsprung Disease
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Enjel Meliana
Umur : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 48 kg
Tgl. Masuk RS : 27 September 2003
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Tidak bisa buang air besar
Telaah : Hal ini dialami os sejak ± 2 minggu yang lalu. OS merasa
perutnya kembung, nyeri perut (+), mules (+), mual (–),
muntah (–), sakit kepala (–), batuk (–).
RPT : OS pernah mengalami hal seperti ini pada masa balita.
RPO : Dulcolax dan minum jamu.
III. KEADAAN PRABEDAH
1. Status present
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Temperatur : 37 ºC
2. Status Generalisata
Kepala
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor ki=ka, konjungtiva
palb. inf. anemis (–)
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
13
Anemis : (–)
Ikterus : (–)
Dispnue : (–)
Oedema : (–)
Hirschsprung Disease
Hidung : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Mukosa bibir basah, warna merah muda, beslag (–)
Leher : Tidak ada kelainan
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiforme
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : vesikuler, ST : (–)
: HR: 80 x/menit, reguler, desah (–)
Abdomen
Inspeksi : Membesar/buncit
Palpasi : Distensi, Hepar/Lien sulit dinilai
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
Ekstremitas sup. dan inf. : Tidak ada kelainan
Genitalia : Laki-laki, t.a.k.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi
Hb : 11,4 gr %
Ht : 30 %
LED : 70 mm/jam I
Leukosit : 10.800 /mm3
KGD ad random : 112 mg%
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
14
Hirschsprung Disease
Fungsi hati
Bilirubin total : 0,50 mg %
Bilirubin direx : 0,16 mg %
SGOT : 15 µ/ml
SGPT : 32 µ/ml
Fungsi ginjal
Ureum : 32 mg%
Kreatinin : 0,73 mg%
Uric acid : 3,3 mg%
Foto toraks
Kesimpulan : Dalam batas normal.
IV. KESIMPULAN
Keadaan pasien sebelum operasi :
B1 (breath)
Pernafasan : Spontan
Frekwensi pernafasan : 24 x/ menit
Lainnya : Dalam batas normal
B2 (blood)
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekwensi nada : 80 x /menit
Riwayat hipertansi : (–)
Perfusi perifer : Hangat, merah, kering
Hb : 11,4 gr %
B3 (brain)
Sensorium : Compos mentis
Refleks patologis : (–)
Parese /hemiparese : (–)
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
15
Hirschsprung Disease
B4 (bladder)
Urine : (+) normal
Ureum : 32 mg%
Kreatinin : 0,73 mg%
B5 (bowel)
Bab. : (–) normal
Mual & muntah : (–)
B6 (bone) : Tidak ada kelainan
V. DIAGNOSIS : Hirschprung’s Disease
VI. STATUS FISIK : ASA I Elektif
VII. RENCANA ANESTESI : General anestesi
PERSIAPAN PRA ANESTESI
1. Persiapan Pasien
Pasien puasa sejak pukul 01.00 – 09.00 WIB
Pemasangan infus dengan cairan Ringer laktat
2. Persiapan Alat
Meja operasi dan perangkat operasi
Mesin anestesi dan perangkat anestesi umum
Abocath No. 18, infus set, spuit
Duk steril
Suction set
ETT no. 7,5 mm, Cup (+)
Stetoskop
Kassa steril dan Plester
3. Obat-Obat yang Dipakai
Premedikasi :
- Pethidine : 50 mg 09.25 WIB
- Sulfat Atropin : 0,25 mg 09.25 WIB
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
16
Hirschsprung Disease
Medikasi :
- Pentothal : 250 mg 09.30 WIB
- Succinyl Cholin : 60 mg 09.30 WIB
- Tracrium : 25 mg 09.35 WIB
- Pethidin : 50 mg 09.35 WIB
- Diazepam : 2,5 mg 10.00 WIB
- Sulfat Atropin : 0,25 mg 10.00 WIB
- Tracrium : 10 mg 10.20 WIB
- Tracrium : 10 mg 11.30 WIB
- Tracrium : 10 mg 11.45 WIB
- Diazepam : 2,5 mg 11.45 WIB
- Forgesic : 50 mg 12.30 WIB
Maintenance Anestesi
- N2O : O2 : 4 : 2 L/menit
- Enflurance : 0,5 – 2 vol%
PENATALAKSANAAN ANESTESI
1. Sebelum Induksi
Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine.
Infus RL terpasang di tangan kiri dan manset terpasang di lengan kanan.
Pengukuran tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas.
2. Saat Anestesi
Premedikasi diberikan Pethidine 50 mg & Sulfat atropin 0,25 mg iv.
Induksi dengan Pentothal 250 mg iv, diberikan secara perlahan.
Injeksi SC 60 mg iv sebagai short Acting Muscle Relaxant.
Lalu dipreoksigenasi selama 3 – 5 menit sebanyak 3 – 5 L.
Sesudah itu dipasang ETT dengan cepat beserta cuff atau balon yang ada di
ETT balon dipompa. hubungkan ETT dengan mesin anestesi dan langsung
kontrol pernafasan dengan flow meter (pastikan ETT pemasangannya benar
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
17
Hirschsprung Disease
dengan mendengarkan suara pernapasan di dadanya) dan injeksikan Tracrium
25 mg sebagai long acting muscle relaxant.
Pemberian N2O 4 L/menit, O2 2 L/menit dan Enflurance 0,6 vol% sebagai
maintenance anestesi.
3. Durante Operasi
Mempertahankan dan monitoring cairan infus
Memeriksa tekanan darah, nadi dan nafas setiap 15 menit
Maintenance N20 : 02 = 4 : 2 L/menit dan Enflurance 0,5 – 2 vol%
Mempertahankan relaksasi otot
Monitoring perdarahan
Monitoring sirkuit apakah ada kebocoran atau tidak.
Tabel Monitoring TD, HR, dan RR
Jam (WIB) TD (mmHg) HR (x/menit) RR (MK) (x/mnt)
09.30 130/90 80 20
09.45 130/90 92 20
10.00 130/90 88 20
10.15 120/90 100 20
10.30 120/80 100 20
10.45 110/80 92 20
11.00 130/90 88 20
11.15 120/90 100 20
11.30 130/90 92 20
11.45 110/90 100 20
12.00 120/90 88 20
12.15 120/90 92 20
12.30 120/90 100 20
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
18
Hirschsprung Disease
12.45 140/100 84 20
Rerata 123/89 92 20
PERHITUNGAN CAIRAN DURANTE OPERASI
Diagnosa Pasca Bedah : Post Laparatomy + Colonostomy a/i
Hirschprung’s Disease
Jenis Pembedahan : Laparatomy + Colonostomy
Jenis Anestesi : General Anestesi
Lama Anestesi : 09.25 – 12.50 WIB
Lama Operasi : ± 3 jam
Golongan Operasi : Besar (8 cc/kgBB/jam)
Berat Badan Pasien : 48 Kg
Lama Puasa : 8 jam
Cairan pengganti puasa
= 2 cc x BB x lama puasa
= 2 cc x 48 x 8 jam
= 768 cc
Kebutuhan cairan selama operasi
IWL = 0,5 x BB x lama operasi
= 0,5 x 48 x 3
= 72 cc
Perdarahan
Kassa = 20 x 5 cc = 100 cc
Suction = 200 cc
Total perdarahan = Kassa + Suction
= 100 + 200 cc = 300 cc
EBV = 70 x BB
= 70 x 48 kg
= 3.360 cc
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
19
Total PerdarahanEBV
Hirschsprung Disease
Persentase perdarahan = x 100 %
= x 100% = 9 %
Oleh karena perdarahan 9 % dari EBV maka cukup diganti dengan cairan
kristaloid = 3 x jumlah darah yang hilang
= 3 x 300 cc
= 900 cc
Kateter = 270 cc
Kebutuhan cairan trauma jaringan
= 8 cc /kg BB
= 8 cc x 48
= 384 cc
Penguapan
= 8 cc x BB x lama operasi
= 8 cc x 48 x 3 jam
= 1.152 cc
Cairan Maintainaince
= 40 cc / kgBB / 24 jam
= 40 x 48 /24 jam
= 1.920 / 24 jam
Kebutuhan Cairan Durante operasi
= 50% (cairan pengganti puasa) pada jam pertama setelah
operasi + 50 % jam berikutnya + Pengganti perdarahan +
Kebutuhan cairan trauma jaringan + Penguapan + kateter
= 50% (768) + 50 % (768) + 900 + 384 + 1.152 + 270 cc
= 384 cc + 3.090 cc = 3474 cc
Balance cairan
a. Jumlah pemasukan
RL = 6 x 500 cc = 3.000 cc
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
20
300 . 3.360
Hirschsprung Disease
b. Jumlah kebutuhan cairan = 3.090 cc
Balance cairan = a – b
= 3.000 – 3.090 cc
= – 90 cc (kekurangan cairan)
Kebutuhan cairan 24 jam post operasi
= Cairan maintenance / 24 jam + kekurangan cairan
= 1.920 + 90 cc
= 2.010 cc/24 jam
Jumlah tetesan permenit
=
=
= 27,9 gtt/menit makro
= 28 gtt/menit
PENGOBATAN POST OPERASI
Puasa s/d peristaltik usus (+) normal
IVFD RL 28 gtt/menit makro
Injeksi Cefotaxim 1 gr/12 jam
Injeksi Gentamycin 80 mg/12 jam
Injeksi Novalgin 1 ampul/8 jam IV
Injeksi Transamin 1 ampul/8 jam
Injeksi Cimetidin 1 ampul/8 jam IV
KATA PENGANTAR
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
21
20 cc x banyak cairan24 jam x 60 menit
20 cc x 2.0101.440
Hirschsprung Disease
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, berkat rahmat dan
karuniaNya kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Hirschsprung Disease ”.
Tujuan penulisan ini adalah Sebagai salah satu syarat dalam kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Anesthesiologi Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan. Dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan banyak terima kasih
kepada Dr. Rina Manurung , Sp.An.Atas bimbingan dan arahannya selama penulis
mengikuti KKS di Bagian Anesthesiologi RSU. Pirngadi Medan.
Kami menyadari bahwa laporan kauss ini belumlah sempurna serta
terdapat berbagai kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Dan semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2005
Penulis
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
22
Hirschsprung Disease
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
DEFINISI.......................................................................................................... 1
PEMBAGIAN................................................................................................... 2
ETIOLOGI........................................................................................................ 2
PATOGENESA................................................................................................ 3
GEJALA KLINIS............................................................................................. 4
PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................... 5
DIAGNOSA..................................................................................................... 6
DIFFERENSIAL DIAGNOSA........................................................................ 6
PENATALAKSANAAN.................................................................................. 8
KOMPLIKASI.................................................................................................. 10
PROGNOSIS.................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12
STATUS ORANG SAKIT............................................................................... 13
KKS SMF Anasthesi RSUPM, 2005 Halaman
23