andreas-jurnal kualitas pendidikan di indonesia
DESCRIPTION
Kualitas pendidikan, menurut saya di Indonesia saat ini kualitaspendidikannya tergolong rendah, dibuktikan dengan adanya data dari UNNESCOdan Balitbang. Hal ini terjadi disebabkan karena rendahnya sarana fisik,rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa,rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia mempengaruhi berbagai sisikehidupan di Indonesia, seperti Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sangattertinggal dari bangsa lain. Ciri pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia yaitupengembangan pikiran dilakukan dengan cara pemecahan soal-soal, pemecahanberbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya melalui bidangstudi yang telah dipelajari. Ada 2 solusi dalam pemecahan masalah ini yaitu:solusi sistematik dan solusi teknis. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalahtersebut adalah dengan meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisamenikmati pendidikan Indonesia, menghilangkan ketidak merataan dalam aksespendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan, penggunaan teknologi informasidalam aplikasi pendidikanTRANSCRIPT
-
i
JURNAL
KUALITAS PENDIDIKAN DI
INDONESIA
DISUSUN OLEH:
NAMA: ANDREAS JULISKAR (5133122001)
PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERITAS NEGERI MEDAN
2014
-
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia nya sehingga saya dapat menyusun jurnal ini.
Jurnal ini membahas tentang keadaan kualitas pendidikan di Indonesia pada saat
ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan mendasar pada
jurnal ini.. Oleh karena itu, saya mengajak para pembaca untuk memberi kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan jurnal yang saya buat ini.
Medan November 2014
Andreas Juliskar
-
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5
A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia ..................................................... 5
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia ........................................................................ 7
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik ................................................................... 7
2. Rendahnya Kualitas Guru ............................................................................... 7
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru ..................................................................... 8
4. Rendahnya Prestasi Siswa ................................................................................ 9
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan ....................................... 10
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan ............................... 10
7. Mahalnya Biaya Pendidikan .......................................................................... 11
C. Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia 13
KESIMPULAN ............................................................................................................... 15
-
1
ABSTRAK
Kualitas pendidikan, menurut saya di Indonesia saat ini kualitas
pendidikannya tergolong rendah, dibuktikan dengan adanya data dari UNNESCO
dan Balitbang. Hal ini terjadi disebabkan karena rendahnya sarana fisik,
rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa,
rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia mempengaruhi berbagai sisi
kehidupan di Indonesia, seperti Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sangat
tertinggal dari bangsa lain. Ciri pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia yaitu
pengembangan pikiran dilakukan dengan cara pemecahan soal-soal, pemecahan
berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya melalui bidang
studi yang telah dipelajari. Ada 2 solusi dalam pemecahan masalah ini yaitu:
solusi sistematik dan solusi teknis. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah
tersebut adalah dengan meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa
menikmati pendidikan Indonesia, menghilangkan ketidak merataan dalam akses
pendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan, penggunaan teknologi informasi
dalam aplikasi pendidikan
Kata kunci: rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
-
2
PENDAHULUAN
Dictionary of Education menyatakan bahwa pendidikan adalah proses
seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya didalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya
yang dating dari sekolah), sehingga dapat memperoleh atau mengalami
perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.
Sedangkan tujuan dari pendidikan nasional itu, seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang
sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Mencerdaskan kehidupan bangsa itu mempunyai 3 komponen yang
mempunyai arti yang sangat penting yaitu cerdas, hidup, dan bangsa.
Namun tujuan pendidikan diatas yang mempunyai arti sangat penting
bagi kelangsungan pendidikan di Indonesia belum tercapai secara optimal atau
sepenuhnya, sehingga kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dalam kategori
rendah, hal ini dibuktikan berdasarkan data dari UNESCO (2000) tentang
peringkat indeks pengembangan manusia yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala yang menunjukan
bahwa indeks pengembangan masyarakat Indonesia mengalami penurunan. Pada
tahun 1996 Indonesia menempati peringkat ke-102, pengembangan masyarakat
Indonesia mengalami kenaikan menjadi peringkat ke-99 pada tahun 1997, namun
pada tahun 1998-1999 pengembangan masyarakat Indonesia mengalami
penurunan hingga menjadi peringkat ke-105 dan ke-109.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bukan hanya dibuktikan
berdasarkan data dari UNESCO (2000) saja, tetapi dibuktikan pula berdasarkan
data dari balitbang yang menyatakan bahwa dari 146.052 Sekolah Dasar (SD)
yang ada di Indonesia hanya 8 sekolah saja yang memperoleh pengakuan dari
-
3
dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP), ditingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) hanya 8 sekolah yang memperoleh pengakuan dari
dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dari 20.918 Sekolah
Menengah Pertama (SMP) yang ada di Indonesia, sedangkan ditingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) hanya 7 sekolah yang memperoleh pengakuan dari dunia
dalam kategori The Diploma Program (DP) dari 8.036 Sekolah Menengah Atas
yang ada di Indonesia.
Memasuki abad ke-21 bangsa Indonesia mulai sadar akan bahaya
keterbelakangan atau ketertinggalan dalam kualitas pendidikan. Salah satunya
adalah adanya gelombang globalisasi yang dirasakan semakin kuat dan terbuka
serta kemajuan teknologi yang semakin pesat dan canggih itu memberikan
kesadaran baru kepada bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia itu berada
ditengah-tengah dunia yang baru yaitu dunia yang lebih terbuka sehingga setiap
orang bebas membandingkan kehidupan bangsa Indonesia dengan negara lain,
dimana perkembangan teknologi dan kualitas pendidikan di negara lain lebih maju
dibandingkan dengan Indonesia. Setelah kita membandingkan kualitas pendidikan
Indonesia dengan negara lain yang kita rasakan sekarang adalah adanya
keterbelakangan atau ketertinggalan didalam mutu pendidikan di negara kita ini,
baik dalam pendidikan formal maupun non formal.
Pada masa orde baru kehidupan bangsa indonesia berkembang pesat
sehingga bangsa indonesia digolongkan sebagai salah satu dari Miracle Asia
dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Dalam erea tersebut Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) memprioritaskan pada perekembangan ekonomi,
menjadikan sektor pendidikan sebagai penunjang bagi perkembangan ekonomi
dan stabilitas keamanan. Dengan demikian pendidikan nasional mementingkan
kepada pemerataan agar semakin banyak rakyat indonesia yang memperoleh
pendidikan.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat menimbulkan
dampak yang mempengaruhi berbagai sisi kehidupan di Indonesia, misalnya :
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia sangat tertinggal. Hal ini
dapat dilihat dari hasil riset ciputra yang menyatakan bahwa Indonesia hanya
mempunyai 0,18 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Karena jumlah
-
4
pengusaha di Indonesia rendah maka jumlah pendapatan negara yang diperoleh
dari pajak para pengusaha juga rendah. Pendapatan negara juga akan
mempengaruhi kualitas pendidikan, misalnya : adanya Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) yang diberikan oleh pemerintah untuk sekolah-sekolah yang
dananya berasal dari pendapatan negara yang diperoleh dari pajak.
-
5
PEMBAHASAN
A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan
menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami sakit.
Dunia pendidikan yang sakit ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya
membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak
begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia
cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,
menghasilkan manusia robot. Kami katakan demikian karena pendidikan yang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan
ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir
(kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi
cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak
hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang
belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati,
membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang
sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan
instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering
digembar-gemborkan sebagai pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai.
Dan siap pakai di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan
dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.
Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini
manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu
berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi
sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut
pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak
lembaga pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke
bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari
Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak
-
6
membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang
tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid
untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai
pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit
box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila
sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid
hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.
Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai
obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para
murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan
merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap
dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai
pengetahuan apa-apa.
Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia
yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan
bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah
wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang
dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar
budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat
bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau
Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam
strategi kebudayaan Asia, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu
kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan
politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini saya kemukakan.
Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini
sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan
lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia
yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus
juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi
masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
-
7
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia
Kualitas pendidikan di Indonesia dewasa ini tergolong rendah,
dibuktikan dengan adanya data dari UNNESCO dan Balitbang. Hal ini terjadi
disebabkan karena rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya
kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan
pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan
tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar
rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih
banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan,
tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan
guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai,
namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah.
Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan
optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya
dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya
jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru
dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan
SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak
mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang
kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan
-
8
guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat
orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan
minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan
kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar
(under quality).
Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum
sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak
sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa
lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya
lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya
tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu,
diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat
mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak
didik. Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak
didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan
kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat
besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru
dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang
saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar
lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang
mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru
dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan
kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat
-
9
penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan
yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta
penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat
pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi
masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah
kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9
Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak
sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU
Guru dan Dosen
.
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas
guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak
memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa
Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic
and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di
ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37
dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di
bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for
Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang
kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang
berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini
Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding
dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia
(Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of
Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan
membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes
membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand),
52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
-
10
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari
materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk
uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat
terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38
negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32
untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut
majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4
universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68,
ke-73 dan ke-75.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat
Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat
Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi
Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta
siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni
Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu
layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam
usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan
pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur.
Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang
sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas
1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
-
11
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan
yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-
Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak
memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,
sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari
kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah).
MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan
mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan
organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu
berkedok, sesuai keputusan Komite Sekolah. Namun, pada tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan
anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah,
dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara
terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan
Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik
ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat
besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan
tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang
-
12
sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan
Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa
contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada
melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor
pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan
pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN
setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya,
sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana
pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan.
Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja
dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan
dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang
Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam
Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal
yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum
pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk
diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education
Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa
dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi
komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan
pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk
menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan
mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan
berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan
status sosial, antara yang kaya dan miskin.
-
13
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut
dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah
dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui
Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah
berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan
menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya
sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan
tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status
menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika
alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya
berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara
berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya
pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya
pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya,
tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin
setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah
untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah
justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat
dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan
C. Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di
Indonesia
Ada beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yaitu :
1. Meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk dapat menikmati
pendidikan Indonesia
2. Menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan
-
14
3. Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru
dan dosen
4. Menambah jumlah jenis pendidikan dibidang kompetensi
5. Pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti : menambah
jumlah komputer dan perpustakaan disekolah
6. Meningkatkan anggaran pendidikan
7. Penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
Selain upaya dari pemerintah dalam mengatasi rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia, ada 2 solusi dalam mengatasi masalah pendidikan di
Indonesia yaitu :
Pertama, solusi sistemik yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem
sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Contohnya untuk mengatasi
rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru dan mahalnya biaya pendidikan.
Seperti yang kita ketahui bahwa sistem pendidikan berkaitan dengan sistem
ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan Indonesia saat ini, menerapkan
sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang mempunyai prinsip
meminimalkan peran dan tanggungjawab negara dalam urusan publik, termasuk
pendanaan pendidikan.
Kedua, solusi teknis yaitu solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkaitan langsung dengan pendidikan. Contohnya untuk menyelesaikan masalah
kualitas guru dan prestasi siswa. Masalah teknis dikembalikan kepada upaya-
upaya praktis yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Solusi
dalam mengatasi rendahnya kualitas guru dapat dilakukan dengan cara
peningkatan kesejahteraan, dan pemberian pelatihan untuk meningkatkan kualitas
guru. Sedangkan solusi dalam mengatasi prestasi siswa dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan kuantitas dan kualitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat
peraga dan sarana-sarana pendidikan
-
15
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan diatas banyak sekali factor
yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang
bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik,
mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan
guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan
kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari
pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang
menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini
adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya
bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara
pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di
Indonesia.
betapa tertinggalnya kualitas pendidikan di Indonesia dibandingkan
dengan negara lain yang pendidikannya lebih maju. Hal tersebut dibuktikan oleh
beberapa data hasil penelitian dari UNESCO dan Balitbang. Kesadaran bangsa
Indonesia akan bahaya keterbelakangan atau ketertinggalan dalam kualitas
pendidikan mulai dirasakan pada saat memasuki abad ke-21. Rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia disebabkan oleh rendahnya sarana fisik, rendahnya
kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya
kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Profil pendidikan nasional di Indonesia menunjukan profil yang
beragam, hal itu disebabkan karena adanya perbedaan yang mencolok antar
daerah seperti perbedaan antar pulau, perbedaan antar kota dan desa, dan
perbedaan antar daerah maju dengan daerah terpencil. Ada tiga komponen besar
untuk menetukan standar pendidikan menurut teori perencanaan pendidikan yaitu
komponen standar kurikulum, standarisasi performance dan kesempatan belajar.
Dalam mengatasi masalah pendidikan di Indonesia upaya yang akan
dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia
adalah dengan meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk dapat menikmati
pendidikan Indonesia, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan,
menambah jumlah jenis pendidikan dibidang kompetensi, menambah jumlah
-
16
komputer dan perpustakaan seekolah, meningkatkan anggaran pendidikan serta
penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan. Semoga kita bisa
bekerja sama untuk membangun kualitas pendidikan agar Indonesia dapat bangkit
dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang
berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.
-
17
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com
https://www. van88.wordpress.com/permasalahan-pendidikan-di-indonesia/
https://www.mutu pendidikan