anemia defisiensi besi 2
DESCRIPTION
Blok DarahTRANSCRIPT
CASE REPORT ASLI
Case 3
A 4-y-old Arab boy from Gaza had been eating soil and sand since the age
of2 y. He had suffered from intermittent diarrhea and abdominal distension. In
another hospital he was found to have an Hb of65 g/L together with a serum iron
of4.5 tmol/L and was given a blood transfusion. When first seen by the author he
was a miserable-looking child, height 98 cm (50th centile for 3.3 y) and weight
13.5 kg (50th centile for 2.4 y). His abdomen was markedly distended without
hepatosplenomegaly. Hb was 129 g/L (posttransfusion), prothrombin activity
95%, 1-h blood D-xylose 1.0 mmol/L, serum albumin 44 gIL, vitamin E 6.7
tmol/L, and bone age of 18 month at a chronological age of4 y. Jejunal biopsy
revealed total villous atrophy; examination for G lamblia was negative. He was
started on a gluten-free diet. All symptoms including geophagia resolved and did
not recur. Six months later he had gained 5.5 kg (50th centile for 5.2 y) and
grown 8 cm (50th centile for 4.5 y). Hb was 120 g/L, serum iron 17 tmol/L, 1-h
blood D-xylose 3.3 mmol/L, and plasma vitamin E 22.5 tmol/L. A repeat jejunal
biopsy showed considerable improvement but there was still partial villous
atrophy present with a villus-to-crypt ratio of -2: 1. The child’s father admitted
that in the past 2 mo he had not been strictly observing the diet. He was thereafter
maintained on a gluten-free diet.
1
TERJEMAHAN CASE REPORT
Laporan kasus 3
Seorang anak laki-laki keturunan Arab berumur 4 tahun dari Gaza suka
makan tanah dan pasir sejak umur 2 tahun. Dia pernah menderita diare intermiten
dan perutnya menggelembung. Hasil pemeriksaan di rumah sakit menunjukkan
Hb 65 g/L bersama dengan serum besi 4,5 µmol/L dan memerlukan transfusi
darah. Ketika pertama kali anak itu dilihat oleh penulis ia tampak menyedihkan,
dengan tinggi 98 cm (urutan 50 yang terpendek dari 3,3 tahun) dan berat 13,5 kg
(urutan 50 yang teringan dari 2,4 tahun). Perutnya terlihat buncit tanpa
hepatosplenomegali. Hb 129 g/L (sesudah transfusi), aktivitas protrombin 95%. 1-
h darah d-xylose 1,0 mmol/L, serum albumin 44 g/L, vitamin E 6,7µmol/L, dan
kronologi tulang berusia 18 bulan padahal 4 tahun. Biopsi jejunum menyatakan
total atrofi vili, yang pada pemeriksaan untuk G lamblia negatif. Dia memulai
gluten-free diet. Semua gejala termasuk gejala suka makan dan tidak berulang. 6
bulan kemudian dia mencapai berat badan sekitar 5,5 kg (50th centile for 5.2 y)
dan tumbuh 8 cm (50th centile for 4.5 y). Hb 120 g/L, besi serum 17 µmol/L, 1-h
darah D-oxylose 3,3 mmol/L dan plasma vitamin E 22,5 µmol/L. Pengulangan
biopsi jejunum memperlihatkan perubahan yang besar tetapi ada perbandingan
sebagian jaringan usus dengan usus yang tersembunyi sekitar 2:1. Ayah dari anak
tersebut mengakui setelah 2 bulan yang lalu tidak mengamati dengan ketat diet
anaknya. Setelah itu dia menjaga diet bebas gluten.
2
RESUME CASE REPORT
I. RESUME ANAMNESIS
A. Identitas
1. Nama : NN
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Umur : 4 tahun
4. Kebangsaan : Arab
B. Keluhan utama : suka makan tanah dan pasir
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak laki-laki berumur 4 tahun suka makan tanah dan pasir.
Selain itu dia juga mengeluh diare intermitten, perutnya buncit
tanpa hepatosplenomegali.
D. Riwayat Penyakit Dahulu : -
E. Riwayat Penyakit Keluarga : -
F. Anamnesis Sistem :
Sistem Saraf : -
Sistem Kardiovaskuler : -
Sistem Respirasi : -
Sistem Digesti : perut buncit (+), diare intermitten
(+)
Sistem Urogenital : -
Sistem Reproduksi : -
Sistem Integumentum : -
Sistem Muskuloskeletal : -
G. Kebiasaan
Pasien suka makan tanah dan pasir.
II. RESUME PEMERIKSAAN FISIK
Ditemukan perutnya buncit tanpa hepatosplenomegali.
3
III. RESUME PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Sebelum transfusi :
Hb 65 g/L
Serum besi 4,5 µmol/L
Sesudah transfusi :
Hb 129 g/L
Aktivitas protrombin 95%.
1-h darah d-xylose 1,0 mmol/L
Serum albumin 44 g/L
Vitamin E 6,7µmol/L
Kronologi tulang berusia 18 bulan padahal 4 tahun.
Biopsi jejunum menyatakan total atrofi vili, yang pada
pemeriksaan untuk G lamblia negatif.
Enam bulan kemudian setelah diet :
Hb 120 g/L
Besi serum 17 µmol/L
1-h darah D-oxylose 3,3 mmol/L
Plasma vitamin E 22,5 µmol/L.
IV. DIAGNOSIS BANDING DAN DIAGNOSIS PASTI
Diagnosis banding berdasarkan laporan kasus di atas adalah :
1. Anemia penyakit kronis
Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia
defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan
besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter besi yang lain
diperlukan untuk membedakannya. Rendahnya besi di anemia
penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem
retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan
saturasi transferin diakibatkan oleh degradasi transferin yang
meningkat. Kadar feritin pada keadaan ini juga meningkat melalui
mekanisme yang sama. Berbeda dengan anemia defisiensi,
4
gangguan metabolisme besi disebabkan karena kurangnya asupan
besi atau tidak terpenuhinya kebutuhan besi sebagai akibat
meningkatnya kebutuhan besi atau perdarahan.
2. Anemia sideroblastik
Pada anemia seideroblastik dapat ditemukan cincin dalam
sumsum tulangnya. Dan anemia jenis ini juga termasuk ke dalam
jenis anemia mikrositik hipokromik dengan MCV dan MCH-nya
turun.
3. Thalassemia
Pada thalassemia dapat ditemukan besi serumnya meningkat
sedangkan pada ADB menurun. Thalassemia juga merupakan
salah satu jenis dari anemia mikrositik hipokromik.
Berdasarkan laporan kasus di atas dan dari hasil resume anamnesis
maupun pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa penyakit dari laporan
kasus tersebut, adalah Anemia Defisiensi Besi. Penyakit ini ditandai
dengan adanya gejala pica atau suka makan tanah dan pasir yang
merupakan gejala khas dari anemia defisensi besi. Dan juga ditandai
dengan Hb dan besi serum yang menurun.
V. RESUME PENGOBATAN
Terapi definitif : Transfusi darah
Terapi suportif : Gluten-free diet
Dengan terapi Gluten-free diet enam bulan kemudian beratnya
diperoleh : 5,5 kg (50 centile for 5,2 y) pertumbuhannya (tinggi
badan) 8 cm (50th centile for 4,5 y).
5
BAB I
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang disebabkan oleh
kurangnya persediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
sehingga pembentukan hemoglobinnya kurang. Anemia defisiensi besi
ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer yang ditandai dengan besi serum
menurun, TIBC meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum
menurun, MCH dan MCHC menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif,
dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi.
1.1 ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:
1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
a. saluran cerna : akibat dari tukak peptik (lesi yang terjadi pada
lapisan mukosa, submukosa, dan muskularis dari lambung), kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid (benjolan
disekitar anus), infeksi cacing tambang.
b. saluran genitalia perempuan : menorrhagia (pengeluaran darah haid
yang berlebihan) atau metrorhagi (perdarahan atau bercak-bercak
di luar menstruasi).
c. saluran kemih : hematuria (adanya sel darah merah dalam urine).
d. saluran nafas : hemaptoe (batuk darah).
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan dan
kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C,
dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : pada keadaan prematuritas, anak dalam
masa pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi seperti gastrektomi, kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisienai besi yang dijumpai di klinik
hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau
peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab
perdarahan paling sering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal,
6
di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara
itu, pada wanita paling sering karena menorrhagia.
1.2 EPIDEMIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang sering
dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat, selain itu ADB juga sering
dijumpai di negara berkembang. Berdasarkan data yang telah
dikumpulkan, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi
seperti berikut :
Tabel prevalensi anemia defisiensi besi di dunia
Afrika Amerika latin Indonesia
Laki-laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
Anak balita 30-40%
Anak sekolah 25-30%
7
BAB II
2.1 PATOFISIOLOGI
2.1.1 Zat besi dalam tubuh
Zat besi dalam tubuh terdiri dari 3 bagian, yaitu yang fungsional
dan reserve (simpanan), besi transpor.
a) Zat besi yang fungsional yaitu besi yang membentuk senyawa yang
berfungsi dalam tubuh. Sebagian besar dalam bentuk hemoglobin
(Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin.
b) Zat besi yang ada dalam bentuk reserve (simpanan), tidak
mempunyai fungsi fisiologis selain sebagai buffer, yaitu
menyediakan zat besi jika dibutuhkan untuk kompartmen
fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka
kebutuhan eritropoesis (pembentukan sel darah merah) dalam
sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Zat besi yang disimpan
sebagai reserve ini, berbentuk feritin (cadangan besi yang larut)
dan hemosiderin (cadangan besi yang tidak larut), terdapat dalam
hati, limpa, dan sumsum tulang.
c) Zat besi transpor yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu
dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari suatu kompartemen
ke kompartemen lainnya.
2.1.2 Absorbsi Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan
dalam usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh
diperlukan proses absorbsi. Absorbsi besi paling banyak terjadi pada
duodenum dan jejunum proksimal.
8
Proses absorbsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1. Fase luminal
Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian sdiserap
oleh duodenum. Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk
yaitu :
a. Besi heme : terdapat dalam makanan hewani antara lain daging
dan ikan, proporsi absorbsi tinggi, tidak di hambat oleh bahan
penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.
b. Besi non heme : terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya
sayuran hijau, kacang-kacangan, dan kentang. Proporsi
absorbsinya rendah, di pengaruhi oleh bahan pemacu atau
penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorbsi besi adalah “meat
factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan
penghambat adalah tanat, phytat dan serat (fibre).
Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi
dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi
reduksi dari bentuk feri ke fero yang siap untuk di serap.
2. Fase mukosal
Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu
proses aktif. Proses penyerapan terutama melalui duedonum dan
jejunum proksimal.penyerapan terjadi secara aktif melelui proses
yang sangat kompleks. Di kenal adanya mucosal block, suatu
mekanisme yang dapat mengatur meknisme yang di dapat.
3. Fase korporeal
Transfer besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang
memerlukan, serta penyimpanan besi oleh tubuh.
Besi setelah di serap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian
basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian di dalam darah di
nikat oleh apotransferin menjadi transferin, transferin akan melepaskan
besi pada sel RES melaui pinositosis.
9
Banyaknya absorbsi besi tergantung pada berikut :
Jumlah kandungan besi dalam makanan.
Jenis besi dalam makanan : heme atau non heme.
Adanya bahan penghambat atau pemacu absorbsi dalam
makanan.
Jumlah cadangan besi dalam tubuh.
Kecepatan eritropoesis.
2.1.3 Siklus Besi dalam Tubuh
Besi di serap usus setiap hari antara 1-2 mg. Ekresi besi terjadi
dalam jumlah yang sama melalui eksfolisasi epitel. Besi dari usus
dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi
dari makrofag dalam sumsum tulang 22 mg untuk dapat memenuhi
kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang
terbentuk secara efektif akan beredar melaui sirkulasi memerlukan 17
mg, sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag
karena terjadinya eritropoesis inefektif (hemolisis intramedular). Besi
yang terdapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses
penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang
sebesar 17 mg.
2.1.4 Klasifikasi derajat defisiensi besi
1. Deplesi besi
Cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis
belum terganggu. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorbsi
besi non heme.
2. Eritropoesis defisiensi besi
Cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis
terganggu tetapi belum timbul anemia secara laboratorik. Pada
pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi
transferin menurun sedangkan TIBC meningkat.
10
3. Anemia defisiensi besi
Cadangan besi kosong, disertai anemia defisiensi besi. Kadar Fe
serum rendah, saturasi transferin rendah, kadar Hb atau Ht rendah.
2.2 MANIFESTASI KLINIS
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar, yaitu gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, dan
gejala penyakit dasar.
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia dijumpai pada
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8
g/dl. Gejala ini meliputi badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
2. Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, seperti :
Kolilonychia : kuku sendok ; kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertikal menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.
Gb. 1
11
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang.
Gb. 2
Stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Gb. 3
Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Atrofi mukosa gaster`sehingga menimbulkan akhloridia.
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit
yang menjadi penyebab anemia tersebut misalnya pada anemia akibat
penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia (gangguan pencernaan),
parotis (radang kelenjar air liur) membengkak, dan kulit telapak
tangan berwarna kuning seperti jerami.
12
2.3 PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang dilakukan untuk anemia defisiensi besi dapat
dilakukan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan fisik
Anemis, tidak disertai ikhterus (ikhterus lebih mencermikan
proses hemolisis)
Kolilonychia (kuku sendok)
Organomegali dan hepatomegali
Stomatitis ngularis, atrofi papil lidah
Disfagia (nyeri menelan)
2. Pemeriksaan laboratorium
Apus Darah Tepi
Gambaran morfologi darah tepi akan ditemukan keadaan
hipokrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel
pensil, kadang-kadang sel target. Leukosit dan trombosit normal.
Kadar Hemoglobin (Hb)
Di dapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan
hemoglobin ringan sampai berat.
Indeks Eritrosit
MCV, MCH, dan MCHC menurun.
Kadar besi serum
Menurun <50 mg/dl.
TIBC
Meningkat >350 mg/dl.
Saturasi transferin <15%
Kadar serum ferritin <20 µg/dl.
Jika terdapat inflamasi maka serum ferritin bisa sampai <60
µg/dl.
Protoporpirin aritrosit meningkat >100 mg/dl.
Apus sumum tulang
13
Menunjukkan hiperplasi normoblastik dengan normoblast kecil-
kecil.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain)
menunjukkan cadangan besi yang negatif.
2.4 TERAPI
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui
faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian
dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau
parental.
1. Terapi kausal
Merupakan terapi terhadap kondisi yang menyebabkan anemia
misalnya, memberiakan obat cacing pada pasien dengan infeksi
cacing atau pembedahan pada pasien hemorroid. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Terapi oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah:
a. Ferous glukonat, fumarat, dan suksinat, dengan dosis harian 4-6
mg/kg/hari besi elemental diberikan 2-3 dosis.
b. Ferrous sulphat (sulfa ferosus), dengan dosis 3 x 200 mg.
Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi iniakan
menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang
dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan
rasa terbakar, nausea atau muntah, dan diare. Oleh karena itu
pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun
akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus
diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
3. Terapi parental
Preparat yang diberikan secara parental adalah dekstran besi, larutan
ini mengandung 50 mg besi/ml.
Dosis dihitung berdasarkan :
14
Dosis besi (mg) : BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5.
Indikasi parental :
a. Tidak dapat mentoleransi Fe oral.
b. Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat
dikompensasi dengan Fe oral.
c. Gangguan pada traktus gastrointestinal yang dapat memburuk
dengan pemberian Fe oral.
d. Tidak dapat mengabsorbsi Fe melalui traktus gastrointestinal.
e. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa.
Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak
lebih baik dibanding peroral.
4. Pengobatan lain
a. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein
terutama yang berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C : vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk
meningkatkan absorbsi besi.
c. Transfusi darah : anemia kekurangan besi jarang memerlukan
transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi
adalah :
Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah
jantung.
Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan
gejala pusing yang sangat mencolok.
Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat,
seperti pada kehamilan atau preoperasi.
2.5 PENCEGAHAN
15
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah
kekurangan besi adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
2. Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.
3. Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang
kaya dengan asam askorbat (jus buah).
4. Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan dan
minum preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi dan
menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat
dan fitrat pada makanan.
5. Menghindari minum susu berlebihan dan meningkatkan makanan
yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.
2.6 PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi
saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan
yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik
dengan pemberian preparat besi.
16
BAB III
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang disebabkan oleh
kurangnya persediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong sehingga pembentukan hemoglobinnya kurang.
Penyebab penyakit ini adalah kehilangan besi akibat perdarahan
menahun (misalnya : menorrhagia), faktor nutrisi, kebutuhan besi
meningkat, gangguan absorbsi besi.
Gejala yang paling khas adalah pica (suka makan tanah dan pasir)
yang terdapat pada kasus ini, koilonychia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster. Keadaan ini akan membaik
dengan pemberian preparat besi.
17