anes

48
BAB I PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.S S Umur : 78 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Bringin, Semarang Agama : Islam Pekerjaan : Pensiunan Pendidikan : SLTA Tanggal Masuk : 04 Februari 2015 No. RM :04-05-73xx II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada 04 Februari 2015 KELUHAN UTAMA Benjolan pada lipat paha kiri RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan timbul tonjolan di lipat paha kiri, dan tidak dapat masuk kembali sejak 1 minggu SMRS, keluhan dirasa semakin memberat dengan bagian skrotum yang membesar dan terasa nyeri saat ditekan. Pasien merasa mual, perutnya terasa melilit sejak 1 hari terakhir. Pasien mengaku kemudian memiliki benjolan yang membesar pada buah zakarnya. Benjolan tersebut mulai ada sejak 5 tahun yang lalu. Menurut pengakuan pasien, 5 tahun lalu

Upload: lindasunda

Post on 01-Oct-2015

232 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

anes

TRANSCRIPT

BAB IPRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama:Tn.S SUmur:78 tahunJenis kelamin:Laki-laki Alamat:Bringin, SemarangAgama:IslamPekerjaan:Pensiunan Pendidikan : SLTATanggal Masuk :04 Februari 2015No. RM:04-05-73xxII. ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada 04 Februari 2015KELUHAN UTAMABenjolan pada lipat paha kiriRiwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan timbul tonjolan di lipat paha kiri, dan tidak dapat masuk kembali sejak 1 minggu SMRS, keluhan dirasa semakin memberat dengan bagian skrotum yang membesar dan terasa nyeri saat ditekan. Pasien merasa mual, perutnya terasa melilit sejak 1 hari terakhir. Pasien mengaku kemudian memiliki benjolan yang membesar pada buah zakarnya. Benjolan tersebut mulai ada sejak 5 tahun yang lalu. Menurut pengakuan pasien, 5 tahun lalu benjolan tersebut mulanya pada lipat paha kiri kemudian sebesar buah anggur, benjolan tersebut hilang timbul, muncul terutama pada saat pasien berdiri atau mengedan, dan hilang pada saat pasien berbaring atau dimasukan dengan cara didorong. Lama kelamaan benjolan tersebut turun sampai buah zakarnya. Sejak 1 minggu terakhir, benjolan tersebut tidak dapat dimasukkan. Sebelumnya 10 tahun yang lalu pasien sudah 2x operasi hernia. Pasien menyangkal adanya demam, panas dan kemerahan pada benjolan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien pernah mengalami hal yang sama 10 tahun yang lalu pada lipat paha kanannya dan pernah dilakukan operasi herniotomi sebanyak 2x. Riwayat penyakit hipertensi (-) Riwayat penyakit DM (-), penyakit jantung (-), asma (-) penyakit jantung (-) alergi (-)RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa dengan pasien Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit DM, penyakit jantung, asma, dan alergi.

Riwayat KebiasaanPasien mengaku sering bekerja di sawah sejak pensiun, namun tidak sering mengangkat beban berat ,tidak memiliki riwayat batuk lama atau sulit BAB yang menyebabkan pasien sering mengedan.III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum : cukupKesadaran : composmentisVital sign:Tekanan darah: 144/66 mmHgPernapasan: 20 x/menit Denyut nadi: 84 x/menitSuhu: 36,5 CKepala: Mesochepal, bentuk simetris, massa (-)Mata: Conjunctiva anemis (-) Sklera ikterik (-) refleks cahaya (-) Pupil isokor (+)Hidung: discharge (-) deviasi (-)Mulut: pembesaran tonsil (-) Mallampati kelas IGigi: caries dentis (+) gigi palsu (-)Telinga: discharge (-) darah (-) deviasi (-)Leher: Pembesaran kelenjar limfe (-)Toraks : Bentuk dinding toraks simetris, ketinggalan gerak (-) Jantung: Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak Palpasi: Iktus kordis teraba di SIC 5, linea midklavicula kiri Perkusi: Suara redup Batas jantung Kiri atas: SIC II Linea parasternalis kiri Kanan atas: SIC II Linea parasternalis kanan Kiri bawah: SIC V 2 cm kaudolateral dari linea midklavicula Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis kanan Auskultasi: S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)Paru-paru: Inspeksi: Simetris (-), ketertinggalan gerak (-)Palpasi: Ketertinggalan gerak (-), krepitasi (-), vokal fremitus ka = ki Perkusi: Sonor +/+ Auskultasi: Suara dasar : vesikuler (+), wheezing (-)Abdomen : Inspeksi: Permukaan cembung, venektasi (-) Palpasi: Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba Auskultasi: Bising usus (+) normal Perkusi: Timpani, perkusi batas hepar tidak dilakukanEkstremitas : akral hangat (+) CRT subkutis -> ligamentum supraspinosum -> ligamentum interspinosum -> ligamentum flavum -> ruang epidural -> duarmater -> ruang subarachnoid.

Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan cerebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater , lemak, dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1 , pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi /analgesi spinal dilakukan di ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Anestetika regional/lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan ikatan ini, anestetika local digolongkan menjadi - senyawa ester - senyawa amida Mekanisme Anestesi Lokal

Local anesthetic

Binds to receptor site

Na+ channel is blocked

Sodium conductance

Rate of membrane depolarization

No action potential

Conduction blockade

Indikasi 1. Bedah ekstremitas bawah2. Bedah panggul3. Tindakan sekitar rectum perineum4. Bedah obstetric-ginekologi5. Bedah urologi6. Bedah abdomen bawah7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.Kontra indikasi Absolut1. Pasien menolak2. Infeksi pada tempat suntikan3. Hipovolemia berat,syok4. Koagulopati atau mendapat terapi koagulan5. Tekanan intracranial meningkat6. Fasulitas resusitasi minim7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesiRelatif 1. Infeksi sistemik2. Infeksi sekitar tempat suntikan3. Kelainan neurologis4. Kelainan psikis5. Bedah lama6. Penyakit jantung7. Hipovolemia ringan8. Nyeri punggung kronikPersiapan Analgesia SpinalPada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anestesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini :1. Informed consentKita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal2. Pemeriksaan fisikTidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung3. Pemeriksaan laboratorium anjuranHemoglobin, hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial Prothrombine Time).Peralatan Analgesia Spinal1. Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.2. Peralatan resusitasi.3. Jarum spinalDikenal 2 macam jarum spinal, yaitu : Jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) Jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.

Gambar 2.Jarum SpinalAnastetik lokal untuk analgesia spinalBerat jenis cairan serebrospinal (CSS) pada 37 o C adalah 1.003 1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.Anastetik lokal yang paling sering digunakan :1. Lidokaine ( xylocain, lignokain) 2 % : berat jenis 1.006, sifat isobaric dosis 20-100 mg (2-5 ml)2. Lidokaine ( xylokain, lignokain) 5 % dalam dextrose 7.5 % : berat jenis 1.033,sifat hyperbaric, dosis 20-50 mg (1-2 ml)3. Bupivacain (markaine) 0.5 % dalam air : berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20 mg (1-4 ml)4. Bupivakaine (markaine) 0.5 % dalam dextrose 8.25 % : berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5 15 mg (1-3 ml)

Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.

Farmakokinetik Obat Anestesi LokalFarmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal : Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi lokal. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.

BupivakainBupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifatlong actingdan disintesa olehBO af Ekenstemdan dipakai pertama kali pada tahun 1963. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/mlsolutions.Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.Teknik Analgesia Spinal Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering digunakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya di perlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.1. Setelah dimonitor, pasien dapat diposisikan secara berikut : Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada. Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila diinginkansadle block. PosisiProne. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan posisiJack Knifeatau prone.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, missal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml5. Cara tusukan Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan, sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut, jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babock) irisan jarum (bevel) harus sejajar nya dengan duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevek mengarah ke atas atau kebawah untuk menghindari, kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukan pelan-pelan (0.5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Teknik penusukan terdiri atas : Teknik Median (metode midline)Tulang belakang dipalpasi dan posisi tubuh pasien diatur agar tegak lurus dengan lantai. Ini untuk memastikan jarumnya dimasukkan secara paralel dengan lantai dan akan tetap pada posisi garis tengah walaupun penusukan lebih dalam. Processus spinosus vertebrae di lokasi yang akan digunakan dipalpasi, dan akan menjadi tempat memasukkan jarum. Setelah mempersiapkan dan menganestesi kulit seperti di atas, jarum dimasukkan ke garis tengah. Mengingat bahwa arah processus vertebra mengarah ke bawah, maka setelah jarum masuk langsung diarahkan perlahan ke arah cephalad. Jaringan sub kutan akan memberikan sedikit tahanan terhadap jarum. Setelah dimasukkan lebih dalam, jarum akan memasuki ligamen supraspinal dan interspinal, yang akan terasa meningkat kepadatan jaringannya. Jarum juga terasa lebih kuat tertanam. Jika terasa jarum menyentuh tulang, berarti jarum mengenai bagian bawah processus spinosus. Kontak dengan tulang pada tusukan yang lebih dalam menunjukkan bahwa jarum pada posisi garis tengah dan menyentuh processus spinosus atas atau berada di posisi lateral dari garis tengah dan mengenai lamina. Dalam kasus seperti ini jarum harus diarahkan kembali. Saat jarum menembus ligamentum flavum, akan terasa tahanan yang meningkat. Pada titik inilah prosedur anestesi spinal dan epidural dibedakan. Pada anestesi epidural, hilangnya tahanan tiba-tiba menandakan jarum menembus ligamentum flavum dan memasuki ruang epidural. Untuk anestesi spinal, jarum dimasukkan lagi hingga menembus membrandura-subarachnoiddan ditandai dengan adanya aliran LCS. Teknik (metode)ParamedianPenusukan kulit untuk teknik paramedian dilakukan 2 cm lateral ke prosesus spinosus superior dari tingkat yang ditentukan. Karena teknik lateral ini sebagian besar menembus ligamen interspinous dan otot paraspinous, jarum akan menghadapi perlawanan kecil pada awalnya dan mungkin tidak tampak berada di jaringan kuat.Jarum diarahkan dan lanjutan pada 10-25 sudut ke arah garis tengah. Identifikasi ligamentum flavum dan masuk ke dalam ruang epiduralsering kali lebih halus dibanding denganteknik median. Jika tulang dijumpai pada kedalaman yang dangkal denganteknikparamedian, jarum kemungkinan bersentuhan dengan bagian medial lamina yang lebih rendah dan harus diarahkan terutama ke atas dan sedikit lebih lateral. Di sisi lain, jika tulang yang ditemukan lebihdalam, jarum biasanyakontak dengan bagian lateral lamina yang lebih rendah dan harus diarahkan hanya sedikit ke atas, lebih ke arah garis tengah.

Gambar 5.Teknik penusukan paramedian dan median

Penyebaran anastetik lokal tergantung 1. Faktor utama Berat jenis anestetik lokal (barisitas) Posisi pasien Dosis dan volume anestetik lokal2. Faktor tambahan Ketinggian Kecepatan suntikan Ukuran jarum Keadaan fisik pasien Tekanan intra abdominalLama kerja anestetik lokal tergantung Jenis anestesia lokal Besarnya dosis Ada tidaknya vasokonstriktor Besarnya penyebaran anestetik localOBAT OBAT LOKAL/ REGIONAL ANESTESI1. Ester compound Cocaine Procaine/novocaine Tetracaine/pontocaine

2. Amide Compound Lidocaine / Xylocaine Prilocaine Bupivacaine Etidocaine Ropivacaine Levo bupivacainePerbedaan Ester dan AmideEster Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan Dimetabolisme dalam plasma oleh enzym pseudocholinesterase. Masa kerja pendek. Relatif tidak toksik. Dapat bersifat alergen, karena strukturnya mirip PABA (para amino benzoic acid).Amide Lebih stabil dalam bentuk larutan Dimetabolisme dalam hati Masa kerja lebih panjang. Tidak bersifat alergen.

Obat Anestesi Golongan Ester

1. KokainKokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan. Daunnya biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Dalam tubuh manusia. Kokaindapat memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat.

Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali. Saat ini, Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya yang membantu.

Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan ilusi, euforia, peningkatan kepercayaan diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif. Tetapi, pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti agitasi, iritabilitas, gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif, dan kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor Takikardia Hipertensi Midriasis.

Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada pemakaian Kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari.

Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam (Valium).

2. ProkainProkain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak begitu toksik dibandingkan Kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan cepat dan sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol dan PABA (asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja sulfonamida, sehingga toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat minimal. Akan tetapi, resorpsi Prokain di kulit buruk, karena itu, Prokain hanya digunakan sebagai injeksi dan sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya. Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh lidokain dengan efek samping yang lebih ringan.

Efek sampingnya yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap sediaan kombinasi prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi ini dapat juga terjadi karena pemakaian secara berulang preparat Prokain bagi tubuh. Dosis: anestesi infiltrasi 0,25-0,5%, blockade saraf 1-2%.

3. TetrakainTetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi, penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin. Selain itu, Tetrakain yang potensiasinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua obat anestesi local golongan ester lainnya ini memiliki efek samping berupa rasa seperti tersengat. Namun, efek ini tidak membuat Tetrakain jarang digunakan, hal ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak menyebabkan midriasis. Tetrakain biasanya digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga, hidung, tenggorok, rectum, dan dan kulit.

Salah satu anastetik lokal yang dapat digunakan secara toikal pada mata adalah Tetrakain Hidroklorida. Untuk Pemakaian topikal pada mata digunakan larutan Tetrakain Hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik Tetrakain Hidroklorida 25 detik dengan durasi aksinya selama 15 menit atau lebih.

Perbedaan Obat-obat Anestesi Golongan Ester

AgentConcent: Clinical useOnset & DurationMax:Single dosePotency

Cocaine4-10% TopicalSlow 30150 Mg-

ProcaineInfiltration 1%Epidural 2%Plexus block 2%Spinal 10%Slow 30-45500 Mg EPI600 Mg + EPI1012 Mg/KgLow

TetracaineTopical 0,5-1%Infiltr 0,1-0,2%Epidrl 0,4-0,5%Spinal 1%Slow 180-300100 Mg2 Mg/KgHigh

Obat anestesi golongan amide

AmidatopikalinfiltrasiBlok SarafARIVEpiduralSpinal intratekal

Lidokain++++++

Etidokain-++-+-

Prilokain-++++-

Mepivakain-++-+-

Bupivakain-++-++

Ropivakain-++-++

levobupivakain-++-++

1. LidocaineLidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat ( potensi bagus ) yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1: 50.000 sampai 1 : 200.000). Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5.

Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2% dengan epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL.

Efek samping lildokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.

2. DURANEST ( ETIDOKAIN)Indikasiindikasi pemberian suntikan Duranest ( etidocaine HCl) adalah untuk anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbat atau Caudal epidural blok).Dosis : maksimum 1 suntikan ditentukan dari status pasien. meskipun 1 suntikan 450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tidak menimbulkan efek, Pada waktu sekarang salah bila menerima bentuk dosis maksimum dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000 ( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) tanpa epinefrin.Caudal dan Lumbar Epidural BlokTindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang pengalaman kurang baik sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada daerah Subarachnoid. Dosis percobaan 2-5 ml obat sampai 5 menit pertama, total volume suntikan pada Lumbar atau Caudal Epidural blok, bentuk dosis percobaan diberikan berulang-ulang jika pasien bergerak seperti biasa bahwa catheter boleh dipindahkan. Epinefrin jika berisi dosis percobaan (10-15 mg) boleh membantu pada penembusan suntikan intra vaskular. Jika suntikan mengenai Blood Vessel, epinefrin dapat menghasilkan Respon Epinefrin dalam waktu 45 menit yaitu terdiri dari bertambahnya tekanan darah sistolik , Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien.Dipakai pada Kedokteran GigiPada bidang kedokteran gigi, pemberian Duranest (Etidocaine Hcl) pada saat pasien masih sadar pada bagian oral cavity, vaskularisasinya pada oral tissue, volume efektif pada anastesi lokal harus benar-benar tepat. Pada oral cavity pemberian anastesi lokal dan teknik serta prosedurnya harus spesifik. Dosis pada maxilla, inferior alveolar, nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5% sedangkan dengan epinefrin 1:200,000 biasanya sangat efektif.Sistem CardiovaskularManisfestasi kardiovakular biasanya bradi kardi, pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi berupa lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anapilaktik. Reaksi aleri terjadi akibat sensitivitas dari anastesi local.3. LEVOBUPIVACAINE Levobupivacaine adalah obat anestesi lokal yang mengandung gugus asam amino. Ini merupakan enntiomer-S dari bupivacaine.

Penggunaan klinisJika dibandingkan dengan buvicaine, levobupivacaine menyebabkan lebih sedikit vasodilatasi dab memiliki duration of action yang lebih panjang. Obat ini memiliki sekitar 13 persen daya potensil (melalui molaritas) lebih rendah daripada golongan buvicaine.IndiaksiLevobupivacaine`didindikasikan untuk lokal anestesi meliputi infiltrsi, blok nervus, ophtalmic, anestesi epidural dan intratekal pada orang dewasa serta dapat juga diguanakan sebagi analgesia pada anak-anak.Kontraindikasi Levobupivacaine dikontarindikasiakn untuk regional anestesia IV (IVRA).Efek sampingJarang terjadi reaksi efek samping jika pemberian obat ini benar. Beberapa efek samping yang terjadi berhubungan dengan teknik pemberian (dihasilkan pada systemic exposure) atau efek farmakologikal dari anestesi yang diberikan, tetapi reaksi alergi jarang terjadi.Systemic exposure untuk jumlah yang berlebih dari buvicaine terutam dihasilkan di sistem saraf pusat (CNS) dan efek kardiovaskular. Efek CNS biasanya terjadi pada konsentrasi pembuluh darah yang lebih rendah, sementara efek kardiovaskuler tambahan terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi, sebelumnya Kolaps cardiovaskular dapat juga terjadi dengan konsentrasi yang rendah.Efek CNS meliputi eksitasi CNS (gelisah, gatal disekitar mlut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, seizure) dan diikuti oleh depresi (perasaan kantik, kehialngan kesadran, penurunan pernafasan dan apnea). Efek kardiovskular meliputi hipotensi, bradikardi, arritmia, dan/atau henti jantung. Kadang-kadang dapt terjadi hipoksemia sekunder pada saat penurunan sisem pernafasan.

4. ROPIVAKAIN HCl INJEKSI NAROPINSifat-sifat naropin injeksi Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral. Nama kimia ropivakain HCl adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pada suhu 250C, kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain (7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat) larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC.Efek samping naropin injeksiefek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metaolisme obat tersebut dalam tubuh lambat.Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan penelitian klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara lainnya. Obat yang dijadikan acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut meggunakan bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan naropin dengan konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung sekali untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang dialaminya.

Efek samping sistemikEfek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah. Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok epidural melalui lumbal (tulang punggung) , atau ketika melakukan blok saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti jantung apabila tidak ditangani dengan segera. Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein, dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat) seorang pasien.Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis naropin diatas 16mg/jam.Efek Samping Pada Sistem SarafEfek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi. Ketegangan, kecemasan, pusing, telinga berdengung (tinitus), penguatan kabur, atau tremor (bergetar) dapat terjadi dan bahkan dapat menimbulkan komvulsi (kejang otot). Akan tetapi, kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil mata menyempit).Efek Samping pada Sistem Kardiovaskuler.Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembukuh darah dapat menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan overdosis pada label obat).Efek Samping AlergiPada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan peringatan pada label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah), udem angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing, sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida pernah terjadi.Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi isotonik steril yang mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin 1:2000 dan diinjeksikan secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki kemiripan dengan lidocain dan memiliki derajat slubilitas lipid yang lebih besar. Bupivacin dihungkan secara kimia dan farmakologis dengan aastetik lokal amino acyl. Bupivacain merupakan homolog dari mepivacain dan secara kimiawi dihubungkan dengan lidocain. Ketiga anastetik ini mengandung rantai amida dan amino. Berbeda dengan anastetik lokal tipe procain yang memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan isotonik steril mengandung bupivacain hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5 mg sodium metabisulfite sebagai anti oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi.5. BUPIVACAINEBupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifatlong actingdan disintesa olehBO af Ekenstemdan dipakai pertama kali pada tahun 1963. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/mlsolutions.Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.IndikasiBupivakain digunakan untuk anestesi local termasuk infiltrasi, block saraf, epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan melalui injeksi epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul total. Juga sering di injeksikan ke luka pembedahan untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam setelah operasi. Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan epinephrine untuk memperlama durasi, dengan fentanil untuk analgesia epidural atau glukosaKontra indikasiKontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko dari kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat.Efek SampingDibandingkan dengan obat anestesi local lainnya, bupivakain dapat mengakibatkan kardio toksik. Akan tetapi, efek samping akan menjadi jarang bila diberikan dengan benar. Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara pemberian atau efek farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi.Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang diakibatkan karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskular. Bupivakain dapat mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan anestesi epidural dengan mendadak.Mekanisme KerjaBupivakain berikatan dengan bagian intracellular dari kanal sodium dan menutup sodium influk kedalam sel saraf. 6. PRILOCAINEWalaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan mepivakain.Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%.Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi topikal. Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg. Salah satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. Metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simptom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi. Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan dipergunakan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin) dengan konsistensi 0,03 i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik kedalam maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan sangat bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular.Komplikasi tindakan anestesia spinal1. Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venosus pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.2. Bradikardi Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2.Dapat berikan atropin 0,5 mg intravena3. HipoventilasiAkibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.4. Trauma pembuluh saraf5. Trauma saraf6. Mual-muntah7. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan1. Nyeri tempat suntikan2. Nyeri punggung3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor4. Retensio urine5. Meningitis

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Pre OperatifPersiapan yang dilakukan antara lain :1. Persiapan alat Hernia set, monitor tanda vital, oksigen, dan alat lain di ruang operasi.2. Persiapan obatDecain 1 Ampul, Atrocan 26, Vomceran 1 Ampul, dan Torasic 1 Ampul3. Persiapan pasienAnamnesisPemeriksaan fisik dan penunjangPenilaian status pasien (ASA II)Puasa pre operasiInformed ConsentB. Durante OperatifPasien didiagnosis dengan hernia scrotalis sinistra incarserata, pada pasien ini dilakukan operasi CITO dengan teknik anestesi spinal. Pertimbangan menggunakan anestesi spinal dikerenakan operasi yang akan dikerjakan yaitu hernioraphy dan karena pasien berusia usia tua, sehingga lebih cocok untuk anestesi regional. Sesaat sebelum operasi, pasien diberi Vomceran untuk mencegah mual, pasien diposisikan dan di beri marker pada area yang akan ditusuk. Area tersebut diberi antiseptic, kemudian dengan atrocan 26 disuntikkan 2 cm kearah sefal, jarum dan mandrin dimasukkan ke lubang jarum. Setelah resistensi menghilang, mandrin dicabut dan keluar liquor. Setelah terjadi barbotage, spuit berisi Decain dimasukkan pelan- pelan 0,5 ml/ detik diselingi aspirasi sedikit. Pasien diberi obat Decain yang merupakan golongan Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. C. Post OperatifSetelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan. Dilakukan pemasangan oksigen dan monitoring cairan selama di ruang pemulihan.Aldrete Skor Nilai210

KesadaranSadar, orientasi baikDapat dibangunkanTidak dapat

WarnaMerah muda, tanpa oksigen, Sao2 > 92%Pucat atau kehitaman perlu o2 agar Sao2>90 %Sianosis dengan o2 Sao2 tetap 50%

Total 9 dapat dipindahkan ke ruangan

DAFTAR PUSTAKA

Said. 2011Petunjuk Praktis Anestesi. Bagian Anestesi dan Terapi. Jakarta. FKUI. Latief, dkk. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta. FKUI.Tarkkila, P., Complications Associated with Spinal Anesthesia. Complication of Regional Anesthesia, 2nd Ed., 2007 : 149 166.