jaijanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · jurnal anestesiologi indonesia ... dan...

67
JAI Jurnal Anestesiologi Indonesia Volume IV Nomor 01, Maret 2012 www.janesti.com ISSN 2089-970X Dipersembahkan untuk kemanusiaan khususnya bangsa Indonesia melalui insan yang berkarya, belajar dan tertarik di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Diterbitkan oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) Jawa Tengah

Upload: hoangtruc

Post on 31-Mar-2018

262 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

JAIJurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV Nomor 01, Maret 2012

www.janesti.com

ISSN 2089-970X

Dipersembahkan untuk kemanusiaan khususnya bangsa Indonesiamelalui insan yang berkarya, belajar dan tertarik di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif

Diterbitkan oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi IntensifFakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan

Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif(PERDATIN) Jawa Tengah

Page 2: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

Pelindung: Ÿ Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro Ÿ Ketua Program Studi Anestesiologi dan

Terapi Intensif FK UNDIPŸ Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi

dan Terapi Intensif (PERDATIN) Jawa Tengah

Ketua Redaksi: dr. Uripno Budiono, SpAn

Wakil Ketua Redaksi: dr. Johan Arifin, SpAn, KAP

Anggota Redaksi: dr. Abdul Lian Siregar, SpAn, KNAdr. Hariyo Satoto, SpAndr. Witjaksono, MKes, SpAn, KARdr. Ery Leksana, SpAn, KIC, KAOdr. Heru Dwi Jatmiko, SpAn, KAKV, KAPdr. Jati Listianto Pujo, SpAn, KICdr. Doso Sutiyono, SpAndr. Widya Istanto N, SpAn, KAKV, KARdr. Yulia Wahyu Villyastuti, SpAndr. Himawan Sasongko, SpAn, MSi.Meddr. Aria Dian Primatika, SpAn, MSi.Meddr. Danu Soesilowati, SpAndr. Hari Hendriarto, SpAn, MSi.Med

Mitra Bestari:Prof. dr.Soenarjo,SpAn, KMN, KAKV (Semarang)Prof. dr.Marwoto, SpAn, KIC, KAO (Semarang)Dr. dr. Sofyan Harahap, SpAn, KNA (Semarang)Dr. dr. Hari Bagianto, SpAn, KIC (Malang)Dr. dr. Syarif Sudirman, Sp.An (Surakarta)Prof. Dr. dr. Made Wiryana, Sp.An, KIC (Denpasar)

Seksi Usaha: dr. Mochamat, Sp.An

Administrasi: Maryani, Yulia Sekar Ayu Milasari, SAP

Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan 3 kali per tahun, setiap bulan Maret, Juli dan November sejak tahun 2009. Harga Rp.200.000,- per tahun.Bagi pengirim artikel penelitian yang dimuat di JAI, dikenakan kontribusi senilai Rp. 500.000,-.Untuk berlangganan dan sirkulasi: Ibu Nik Sumarni (081326271093)

Alamat Redaksi:Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK

UNDIP/ RS Dr. Kariadi,Jl. Dr. Sutomo 16 Semarang.

Telp. 024-8444346.Email: [email protected]

Website: www.janesti.com

Page 3: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

Sejawat terhormat,

Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) terus berusaha meningkatkan kualitas isi artikel

yang dimuat dalam jurnal ini demi kemajuan ilmu anestesi dan terapi intensif.

Edisi ini sepenuhnya memuat artikel penelitian. Diantaranya adalah mengenai

penggunaan closed suction system pada pasien dengan ventilator mekanik, peranan

D 2.5 % NaCl 0.45% terhadap gula darah pasien pediatrik, Penggunaan simvastatin

untuk meningkatkan fagositosis makrofag, perbandingan kestabilan hemodinamik antar

dua regimen anestesi intravena pada pasien ligasi tuba, pengaruh pemilihan teknik

anestesi pada eklamsia terhadap Apgar score bayi dan regimen oral hygiene pada

penderita dengan ventilator mekanik.

Semoga Bermanfaat

Salam,

dr. Uripno Budiono, SpAn

Ucapan Terima Kasih: Kepada Mitra Bestari Jurnal Anestesiologi Indonesia

Vol. IV No. 2 Tahun 2012:

Prof. dr.Soenarjo,SpAn, KMN, KAKV (Semarang)

Prof. dr.Marwoto, SpAn, KIC, KAO (Semarang)

Prof. DR.dr. Made Wiryana, SpAn, KIC (Denpasar)

DR.dr. Syarif Sudirman, SpAn, KMN, KAR, SpAK (Surakarta)

DR. dr. Hari Bagianto, SpAn, KIC (Malang)

DR. dr. Mohamad Sofyan Harahap, SpAn, KNA (Semarang)

DR. dr. Sudadi SpAn, KNA (Yogyakarta)

Page 4: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

PENELITIAN Hal

Yusnita Debora, Ery Leksana, Doso Sutiyono 73

Perbedaan Jumlah Bakteri pada Sistem Closed Suction dan Sistem Open Suction pada Penderita dengan Ventilator Mekanik

Penggunaan closed suction system pada pasien dengan ventilasi mekanik mengurangi jumlah bakteri post-intervensi secara signifikan, demikian halnya dengan open suction system. Closed suction system tidak lebih baik dalam mengurangi jumlah bakteri.

Erna Fitriana Alfanti, Uripno Budiono, Johan Arifin 85

Pengaruh Infus Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45% Terhadap Kadar Glukosa Darah Perioperatif pada Pasien Pediatri

Pemberian cairan infus Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 % lebih baik dari cairan D5 % NaCl 0,45% karena tidak menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia selama dan setelah operasi pada pasien pediatric.

Sherliyanah Harahap, Heru Dwi Jatmiko, Mohamad Sofyan Harahap 96

Pengaruh Simvastatin Terhadap Kapasitas Fagositosis Makrofag Pada Mencit Balb/C Yang Diberi Lipopolisakharida

Pemberian simvastatin dosis 0,06 mg dan 0,12 mg peroral menunjukkan perbedaan bermakna pada penurunan kapasitas fagositosis makrofag intraperitoneal dibanding kontrol pada mencit yang diberi lipopolisakarida.

Laurentius Sandhie Prasetya, Sudadi 104

Stabilitas Hemodinamik Propofol – Ketamin Vs Propofol – Fentanyl pada Operasi Sterilisasi / Ligasi Tuba

Kombinasi Propofol 2 Mg/Kgbb/Jam dan Ketamin 0,5mg/Kgbb/Jam memberikan stabilitas hemodinamik yang lebih baik daripada Kombinasi Propofol 2 Mg/Kgbb/Jam dan Fentanyl 1 Μg/Kgbb/Jam pada operasi ligasi tuba

Nurhadi Wijayanto, Ery Leksana, Uripno-Budiono 115

Pengaruh Anestesi Regional dan General pada Sectio Cesaria pada Ibu dengan Pre Eklampsia Berat terhadap Apgar Score

Apgar score pada kelompok anesthesi spinal lebih tinggi daripada anestesi umum pada pasien sectio caesaria karena preeklampsia berat, tetapi secara klinis berdasarkan kategori Apgar score kedua kelompok sama.

Fitri Hapsari Dewi, Jati Listiyanto Pujo, Ery Leksana 127

Perbedaan Jumlah Bakteri Trakhea pada Tindakan Oral Hygiene Menggunakan Chlorhexidine dan Povidone Iodine pada Penderita dengan Ventilator Mekanik

Penurunan jumlah bakteri trakhea pada tindakan oral hygiene dengan chlorhexidine 0,2% tidak berbeda bermakna dengan povidone iodine 1%

DAFTAR ISI

Page 5: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

73

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Perbedaan Jumlah Bakteri pada Sistem Closed Suction dan Sistem Open

Suction pada Penderita dengan Ventilator Mekanik

PENELITIAN

Yusnita Debora*, Ery Leksana**, Doso Sutiyono**

*Bagian Anestesiologi RSUD Metro, Lampung

**Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang

ABSTRACT

Background: Bacterial colonization is identified as major mechanism in the pathogenesis

of Ventilator Associated Pneumonia. Application of suction is one of the non-

pharmacologic strategy to decrease number of Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

incidence. Since its introduction, closed tracheal suction system (CSS) has been reported

offering microbial advantage over conventional open closed suction system (OSS).

Objective: This research was aimed to identify the difference of bacterial count pre and

post-intervention between CSS and OSS group.

Method: This is a Randomized Control Group Pretest-Postest Design with Consecutive

Sampling Approach. Number of subjects are 30 patients in whom equally distributed into

2 intervention groups; (15 closed suction system, 15 open suction system). Oral suction

was performed every 12 hours for consecutive 48 hours. Secret of trachea was collected

pre and post-intervention to identify for bacteria count and profile. Statistic analysis was

conducted using Wilcoxon and Mann-Whitney test.

Result: Bacterial count was significant different in group 1 (p=0,0010. Significant result

was also identified in group II (p=0,005). Comparatively, pre and post intervention

between group I and II was not significantly different (p=0,008).

Conclusion: Closed suction system’s application in mechanically ventilated patients was

confirmed with decrement in number of bacteria significantly. Comparatively, closed

suction was not significantly better than OSS. However this research that although did

not differ significantly, CSS’ performance was better than OSS.

Key Word: Closed suction system, open suction system

ABSTRAK

Latar belakang: Kolonisasi bakteri didefinisikan sebagai mekanisme utama di dalam

patogenesis Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Penggunaan suction merupakan

salah satu strategi dalam mengurangi jumlah kejadian Ventilator Associated Pneumonia

(VAP). Closed tracheal suction system (CSS) dilaporkan memiliki keuntungan dalam

aspek mikrobiologi bila dibandingkan dengan open closed suction system (OSS).

Page 6: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

74

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tujuan: Mengetahui efektivitas penggunaan closed suction system dibandingkan dengan

open suction system pada penderita dengan ventilator mekanik.

Metode: Merupakan penelitian Randomized Control Group Pretest-Postest Design with

Consecutive Sampling Approach. Jumlah subyek adalah 30 orang yang dibagi menjadi 2

kelompok (15 closed suction system, 15 open suction system). Masing-masing kelompok

diberikan oral hygiene tiap 12 jam selama 48 jam. Tiap kelompok diambil sekret dari

trakhea sebelum dan sesudah perlakuan, untuk kemudian dilakukan pemeriksaan hitung

jumlah dan jenis bakteri. Uji statistik dilakukan menggunakan Wilcoxon dan Mann-

Whitney test.

Hasil: Hitung bakteria berbeda bermakna pada kelompok I (p=0,001) dan berbeda

bermakna pada kelompok II ( p=0,005). Analisis komparatif selisih skor sebelum dan

sesudah perlakuan kedua kelompok berbeda tidak bermakna (p=0,008).

Simpulan: Penggunaan closed suction system pada pasien dengan ventilasi mekanik

mengurangi jumlah bakteri post-intervensi secara signifikan, demikian halnya dengan

open suction system. Closed suction system tidak lebih baik dalam mengurangi jumlah

bakteri pada penelitian ini.

Kata Kunci: Closed suction system, open suction system

selama perawatan di ICU akibat kasus

infeksi saluran napas.6 Berdasarkan

penelitian diketahui tingkat mortalitas

akibat VAP mencapai 27% dan sebanyak

43% jika agen penyebabnya resisten

terhadap antibiotika.7 Length of stay di

ruang ICU juga mengalami peningkatan

selama 2-3 hari pada pasien dengan VAP.8

Pasien-pasien dengan kondisi terintubasi

memiliki resiko terkena pneumonia lebih

tinggi 21% bila dibandingkan dengan

pasien-pasien yang tidak mendapatkan

saluran napas buatan.9 Pneumonia yang

didapat pada unit rawat intensif

merupakan infeksi saluran napas bawah

yang didahului dengan adanya sejumlah

bakteri atau terjadinya infeksi saluran

napas atas. Aspirasi bakteri dari saluran

pencernaan atas merupakan penyebab

penting terjadinya kolonisasi bakteri di

trakhea.10

PENDAHULUAN

Ventilasi mekanik merupakan bagian

penting dalam unit perawatan intensif

(ICU).1,2 Pneumonia nosokomial

(nosocomial infection) dan pneumonia

akibat penggunaan ventilator (ventilator

associated pneumonia-VAP) merupakan

kejadian yang banyak terjadi di ruang

perawatan intensif/Intensive Care Unit

(ICU) lebih beresiko untuk kejadian

infeksi nosokomial.3 Berdasarkan data

dari National Nosocomial Infection

Surveillance System, VAP merupakan

penyebab infeksi nosokomial kedua

terbanyak setelah infeksi saluran kemih,

yang mengenai 27% dari pasien kritis.4

VAP banyak dikaitkan dengan

peningkatan morbiditas dan mortalitas.5

Hal ini juga berakibat pada peningkatan

biaya hospitalisasi dan pengobatan

antibiotika yang harus ditanggung pasien

Page 7: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

75

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Aspirasi makro atau mikro dari sekret

yang terinfeksi saluran napas bagian atas

mengawali terjadinya pneumonia di rumah

sakit. Organisme-organisme ini kemudian

dapat memperbanyak diri melalui jalan

masuk dan kemudian membentuk lapisan

seperti biofilm secara cepat dan melapisi

permukaan bagian dalam dari pipa

trakhea. Seringkali hal ini diikuti dengan

sejumlah bakteri organisme patogen di

trakhea.11

Terdapat beberapa faktor resiko yang

diduga berperan di dalam patogenesis

VAP, di antaranya adalah prosedur suction

pada pasien dengan ventilasi mekanik

dengan intubasi. Beberapa penelitian

menunjukkan adanya perbedaan di dalam

efek penggunaan sistem endotracheal

suction (open versus closed) dalam

terjadinya VAP.12 Combes dkk

menemukan bahwa closed suction system

memberikan penurunan frekuensi kejadian

VAP.12 Hal tersebut didukung oleh hasil

penelitian oleh Zeitoun dkk yang

menunjukkan bahwa closed suction system

dikaitkan dengan penurunan VAP pada

suatu studi multivariat.13

Kolonisasi bakteri kuman gram positif dan

negatif di orofaring merupakan salah satu

faktor resiko penting terjadinya VAP.

Trakhea dan pipa endotrakhea merupakan

tempat kolonisasi bakteri pada pasien

dengan sakit kritis, kultur dari sputum atau

aspirasi trakhea merupakan cara yang

dapat digunakan untuk mengetahui jenis

mikroorganisme.14

Untuk mencegah kolonisasi bakteri di

regio orofaring telah diteliti beberapa

pendekatan. Antara lain berupa

penggunaan antibiotika non-absorbable

dalam bentuk larutan atau pasta ke dalam

ruang orofaring. Penggunaannya sendiri

telah dibukti pada suatu uji double blind

dengan 2 kelompok (plasebo dan

kontrol).15 Namun demikian penggunaan

ant ib io t ika sebaga i p ro f i laks is

meningkatkan resiko induksi dan

selektivitas patogen resisten, sehingga

tidak dianjurkan untuk rutin digunakan.16

Dekontaminasi oral dapat dilakukan

dengan pemberian antiseptik oral seperti

chlorherhexidine glukonat ataupun

povidone iodine.17,18 Chlorhexidine

glukonat dapat menurunkan tingkat

kejadian pneumonia nosokomial pada

pasien-pasien dengan sakit kritis.

Penggunaan chlorhexidine glukonat secara

bilasan oral sebanyak dua kali sehari dapat

menurunkan tingkat kejadian infeksi

saluran napas sebesar 69%.12 Pada

penelitian lain juga disebutkan bahwa

pemberian chlorhexidine 2% empat kali

sehari merupakan metode yang aman dan

efektif untuk mencegah VAP pada pasien

dengan ventilator mekanik. Pneumonia ini

disebabkan oleh adanya kolonisasi bakteri

di trakhea.19 Suatu metaanalisis juga

menyatakan bahwa dekontaminasi oral

dengan antiseptik chlorhexidine sebagai

profilaksis pada pasien dengan ventilasi

mekanik dapat menurunkan resiko VAP.

Suatu studi yang dilakukan pada pasien

dengan resiko infeksi tinggi dengan

pember ian chlorhexidine dengan

konsentrasi lebih dari 0,12% memberikan

hasil yang bermakna terhadap angka

penurunan kejadian pneumonia.9 Suatu

Page 8: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

76

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

studi lain juga menyebutkan bahwa

pember ian chlorhexidine dengan

konsentrasi 0,2 atau 2% setiap 12 jam

dapat mencegah pembentukan biofilm dari

bakteri di trakhea sehingga menurunkan

kejadian pneumonia.20

Penggunaan antiseptik atau antimikroba

seperti chlorhexidine (CHX) merupakan

pendekatan alternatif untuk dekontaminasi

orofaring. Sifat antiseptik CHX memiliki

spektrum luas terhadap aktivitas

mikroorganisme gram positif, termasuk

jenis kuman patogen multiresisten seperti

Methicillin-Resistant Staphylococcus

aureus (MRSA) dan Vancomycin-

Resistant Enterococci (VRE).21,22

Sehingga pada penelitian ini menggunakan

chlorhexidine sebagai antiseptik.

Suction trakhea seringkali dilakukan pada

pasien yang menggunakan ventilasi

mekanik. Terdapat laporan yang

menunjukkan pasien yang mengalami

suction hingga 8-17 kali sehari.11,22 Selama

prosedur sekret trakhea dibuang untuk

memastikan patennya jalan napas dan

menghindari obstruksi lumen pernapasan

yang mengakibatkan peningkatan kerja

napas, infeksi paru, atelektasis dan infeksi

paru. Namun demikian pada penggunaan

suction terdapat beberapa resiko efek

samping seperti gangguan detak jantung,

hipoksemia, dan pneumonia terkait

ventilator/ventilator associated pneumonia

(VAP). Selain itu juga dikarenakan

prosedur yang invasif dan tidak nyaman. 23

Terdapat dua sistem suction yang tersedia:

open suction system dan closed suction

system. Jenis OSS hanya digunakan

sekali dan membutuhkan lepasnya

ventilator dari pasien. CSS diletakkan di

antara tube trakhea dan sirkuit ventilator

mekanik dan bisa berada di dalam pasien

lebih dari 24 jam. Penggunaan CSS di

Amerika Serikat telah populer selama

dekade terakhir ini dan berdasarkan

statistika penggunaannya yang makin

meningkat yaitu pada 58% dari kasus-

kasus, sementara OSS hanya dipergunakan

pada 4% dari senter-senter yang ada.24

Pada beberapa penelitian penggunaan

OSS nampaknya memiliki beberapa

keuntungan seperti insidensi pneumonia

yang lebih rendah, kurangnya perubahan

fisiologis selama prosedur,kurangnya

kontaminasi bakteria, dan ongkos yang

lebih rendah.25

Pada rekomendasi yang dikeluarkan pada

tahun 2004 terdapat rekomendasi yang

menunjukkan berkurangnya ongkos

perawatan dengan penggunaan CSS.

Selain itu juga terdapat efek samping

lainnya berupa kehilangan volume paru

dan efek lanjutan berupa hipoksemia.

Hingga saat ini tidak terdapat bukti yang

menunjang apakah satu sistem lebih baik

dibandingkan yang lainnya. Namun

demikian belum dievaluasi perbedaan

jenis jumlah bakteri trakhea antara sistem

closed suction dan open suction dengan

penggunaan oral chlorhexidine sebagai

anti septik oral.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

jumlah koloni kuman bakteri trakhea pada

penderita dengan ventilator mekanik

sistem closed suction dan open suction

yang mendapat oral hygiene dengan

Page 9: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

77

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 1. Karakteristik Umum Subyek Penelitian

No Variabel Open suction system Closed suction system P

1. Umur 52,53 + 11,38 51,13 + 11,58 0,147*

2. Jenis kelamin 1,4 + 0,51 1,46 + 0,51 0,407*

*Uji Mann-Whitney U

Tabel 2 Jumlah bakteria masing-masing kelompok

Closed suction system Open suction system

Pre (mean+SD) Post (mean+SD) Pre (mean+SD) Post (mean+SD)

3.0000E8+ 0,0000 1.3200E8+5.25357E7 2.9467E7+2.06559E7 3.3933E8+5,19003E8

Gambar 1. Jumlah bakteri sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok closed suction system (CSS)

Gambar 2: Jumlah bakteri sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok open suction system (CSS)

Page 10: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

78

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 3. Perbandingan jenis kuman pada kultur sekret trakhea kelompok CSS dan OSS

Closed suction system (n=15) Open suction system (n=15)

Kuman Gram Positif

S.epidermidis 9 9

S. βhemolyticus - 1

Kuman Gram Negatif

E.coli 3 1

A.faecalis 3 2

P.mirabilis - 1

Tabel 4. Uji normalitas masing-masing kelompok

*Uji dengan Shapiro-Wilk

Closed suction system Open suction system

Variabel Pre (mean+SD) Post (mean+SD) Pre (mean+SD) Post (mean+SD)

Jumlah

Bakteri 0,006 0,0018 0,007 0,0058

Tabel 5. Uji pre dan post masing-masing kelompok

Closed suction system Open suction system

Pre 3.00x108+ 0,00 2.95x107+2.06x107

Post 1.32x108+5.25x107 3.39x108+5,20 x108

P 0.001 0.05

*Uji dengan Wilcoxon Signed Rank Test

Gambar 3. Perbandingan jumlah bakteri trakhea dari kedua kelompok perlakuan

Page 11: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

79

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

chlorhexidine, serta menganalisis

perbedaan jumlah koloni kuman bakteri

trakhea sistem closed suction dan open

suction yang mendapat oral hygiene

dengan chlorhexidine pada pasien dengan

ventilator mekanik.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

dengan bentuk rancangan randomized

clinical control trial. Kelompok penelitian

dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok

(1) : closed suction system dengan

chlorhexidine 0,2% sebagai oral hygiene

pada penderita dengan ventilator

mekanik , Kelompok (2) : open suction

system dengan chlorhexidine 0,2% sebagai

oral hygiene pada penderita dengan

ventilator mekanik. Penelitian dilakukan

di : ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang,

pada periode: September-Desember 2011.

Sampel penelitian adalah semua penderita

dengan ventilator mekanik di ICU RSUP

Dr. Kariadi yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi pada bulan September

-Desember 2011. Kriteria inklusi:

Penderita dewasa dengan ventilator

mekanik, Kriteria eksklusi: Alergi atau

terdapat kontraindikasi, penyakit

keganasan, HIV, menggunakan

kortikosteroid dalam jangka lama. Dari

penghitungan besar sampel pada penelitian

ini didapatkan jumlah sampel: N=14,533

orang, dalam penelitian ini akan

digunakan sampel sebesar 15 orang. Total

sampel adalah 30 orang dibagi menjadi 2

kelompok secara berurutan yaitu Pada

kelompok 1 diberikan ventilasi mekanik

closed suction system dan chlorhexidine

0,2% sebanyak 25 mL. Pada kelompok 2

diberikan open suction system dan

chlorhexidine 0,2% sebanyak 25 mL.

Dilakukan penyikatan dengan sikat gigi

pada 4 kuadran gigi (kanan atas, kanan

bawah, kiri atas, kiri bawah) dan di antara

kuadran tersebut dilakukan semburan /

semprotan dengan pola teratur.

Pembersihan rongga mulut ini dilakukan

setiap hari setiap 12 jam dan pada hari ke

dua atau 48 jam setelah pemakaian

ventilator dilakukan pengambilan sampel.

Sampel yang diambil kemudian dikirim ke

laboratorium mikrobiologi klinik.

Dilakukan pengenceran dengan NaCl

0,9% dengan perbandingan sampel

pengencer 1;10, 1:100, 1:1000, 1:10.000,

1:100.000. 1:1.000.000 ditanam di media

Nutrient Agar dan dicari perbandingan

pengenceran di mana sampel dapat

dihitung. Untuk mengetahui jenis, sampel

ditanam di media Mac Konkey dan Blood

Agar.

Data yang terkumpul telah diedit,

dikoding dan dientry ke dalam file

komputer serta dilakukan cleaning data.

Analisa deskriptif dilakukan dengan

menghitung propors i gambaran

karakteristik responden menurut kelompok

perlakuan dan kontrol. Hasil analisa

disajikan bentuk grafik Box Plot. Analisis

analitik akan dilakukan untuk menguji

hasil kultur mikrobiologi pada kedua

kelompok perlakuan dengan uji non-

parametrik Mann Whitney, Wilcoxon.

Semua uji analitik menggunakan α=0,05.

Semua perhitungan statistik menggunakan

software Stastical Pakckage for Social

Science SPSS 15.0

Page 12: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

80

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

HASIL

Telah dilakukan penelitian perbedaan

pemberian chlorhexidine pada closed

suction system dan open suction system

pada penderita dengan ventilator mekanik

pada 30 pasien yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi tertentu. Penderita

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

kelompok (1) closed suction system dan

kelompok (2) open suction system

diberikan oral hygiene tiap 12 jam selama

48 jam.

Uji normalitas Shapiro-wilk digambarkan

pada Tabel 1, di mana karakteristik umum

umur pada kelompok closed dan open

suction system memiliki distribusi yang

tidak normal p>0,05, sehingga untuk uji

homogenitas diperlukan Mann Whitney U

test. Karakteristik jenis kelamin dengan

skala nominal digunakan uji kai-kuadrat

(x2). Hasilnya didapatkan data homogen

(p>0.05) dari semua variabel.

Jumlah bakteri trakhea yang diambil

sebelum dan sesudah mendapat perlakuan

pada masing-masing kelompok subyek

penelitian disajikan dalam Tabel 2.

Data perubahan jumlah bakteri trakhea

sebelum dan sesudah mendapat perlakuan

menggunakan uji Shapiro-Wilk dan

didapatkan distribusi data yang tidak

normal (p<0,05).

Pada analisis jumlah bakteri sebelum dan

sesudah intervensi pada kelompok closed

suction system (CSS) sebagai berikut.

Seluruh subyek penelitian mengalami

penurunan jumlah bakteri pada kultur

sekret trakhea sesudah dilakukan

intervensi.

Hal yang sama juga didapatkan pada

kelompok open suction system di mana

seluruh subyek penelitian mengalami

penurunan jumlah bakteri pada kultur

sekret trakhea sesudah dilakukan

intervensi

Analisis jenis bakteri untuk masing-

masing kelompok perlakuan disajikan

pada Tabel 3. Berdasarkan uji normalitas

data sebagaimana terlihat pada tabel

tersebut , jumlah bakteri trakhea pada

kelompok closed suction system dan open

suction system didapatkan distribusi tidak

normal (p<0,05) maka untuk masing-

masing kelompok penelitian digunakan

Wilcoxon Signed Rank Test.

Tabel 5 menunjukkan jumlah bakteri

trakhea pada kelompok closed suction

system sebelum perlakuan 3.00x108+0,00

dan sesudah perlakuan 1.32x108

+5.25x107, terdapat perbedaan 1,68x108

+5,1x107 dan kelompok open suction

sebelum perlakuan 2.95x107+2.06x107 dan

sesudah perlakuan 3.39x108+5,20 x108,

terdapat perbedaan 26,11 x108+15,40

x108.

Hasil uji statistik yang dilakukan dengan

Wilcoxon signed rank test menunjukkan

terdapatnya perubahan jumlah bakteri

trakhea yang berarti pada kelompok closed

suction system yang bermakna (p<0,05).

Sedangkan jumlah bakteri trakhea pada

kelompok open suction system

menunjukkan perbedaan yang bermakna

(p<0,05)

Page 13: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

81

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Pada analisa komparatif antar kelompok

digunakan Mann Whitney U test. Hasil

analisis disajikan dalam grafik box-plot.

Pada analisis komparatif antarkelompok,

didapatkan penurunan jumlah bakteri

trakhea pada kelompok closed suction

system dibandingkan kelompok open

suction system dengan perbedaantidak

bermakna (p>0.005) dengan nilai

(p=0.083).

PEMBAHASAN

Penggunaan CSS berdasarkan tinjauan

memberikan sejumlah keuntungan antara

lain penggunaannya yang multiple-use,

tanpa melepas ventilator dari pasien yang

dapat berakibat pada munculnya tekanan

negatif sehingga terjadi kehilangan

volume paru yang intens sehingga

berakibat pada hipoksemia.26,27

Temuan Combes dkk menunjukkan bahwa

sistem closed endotracheal suction

menurunkan frekuensi VAP sebesar 3,5

kali bila dibandingkan dengan open

endotracheal suction system.28 Penelitian

Zeitound dkk juga menunjukkan

penurunan VAP pada analisis multivariat

dikaitkan dengan penggunaan closed

endotracheal suction system.29 Deppe dkk

menunjukkan bahwa keuntungan survival

lebih banyak ditunjukkan oleh closed

endotracheal suction. Namun demikian

masih terdapat perdebatan mengenai

efektivitas penggunaan closed suction

system.

Penelitian yang dilakukan ini adalah

membandingkan jumlah kuman antar

pemberian chlorhexidine 2% pada sistem

Closed Suction System (CSS) dan Open

Suction System (OSS). Sebelumnya belum

pernah ada yang melakukan penelitian

sejenis dengan membandingkannya

terhadap jumlah koloni bakteri. Pada hasil

penelitian ini digunakan 30 subyek

penelitian dengan karakteristik yang telah

diseleksi melalui kriteria inklusi dan

eksklusi dan didapatkan sejumlah 30

penderita dengan dengan karakteristik

umur, jenis kelamin yang tidak berbeda

bermakna (p>0.05) sehingga dengan

demikian menjadi layak untuk

dibandingkan. Hasil analisis uji Wilcoxon

pada kedua kelompok secara terpisah

menunjukkan bahwa jumlah bakteri

trakhea sebelum dan sesudah perlakuan

berbeda bermakna pada kelompok closed

suction system (p=0.001) dan pada

kelompok open suction system (p=0,005).

Sedangkan pada analisis jumlah bakteri

trakhea pada kelompok closed suction

system dan open suction system yang

dianalisis dengan uji Mann-Whitney tidak

menunjukkan perbedaan bermakna

(p=0,083).

Hasil penelitian ini sesuai dengan sebagian

besar penelitian dan meta analisis yang

ada dan didapatkan hasil tidak ada

pengaruh yang positif terhadap

kemungkinan terjadinya pneumonia

nosokomial. 20 Selain itu efektivitas biaya

juga masih menjadi pertimbangan karena

penggunaan CSS multiple-use terkait

dengan biaya yang lebih tinggi. Freytag

menunjukkan bahwa penggunaan kateter

suction in-line dalam waktu yang lama

menunjukkan peningkatan kolonisasi dari

traktus respirasi bagian bawah dan

Page 14: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

82

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

pertumbuhan bakteri pada permukaan

kateter dalam kurun waktu 72 jam.30

Lorente, 2005 menunjukkan bahwa swab

yang diperoleh pada saat pasien masuk

dan dua kali per-minggu pada saat

menjalani perawatan menunjukkan tidak

terdapat perbedaan bermakna dan juga

tidak didapatkan perbedaan pada jenis

mikroba.20 Penelitian yang dilakukan

Zeitound, 2003 menunjukkan bahwa

penggunaan closed suction system tidak

menurunkan insidensi pneumonia

nosokomial.27 Temuan meta-analisis

Jongerden 2007 juga menunjukkan bahwa

berdasarkan hasil penelitian yang ada (8

penelitian, 1272 pasien) dan tingkat

mortalitas (4 penelitian, 19 pasien) dan

kultur sekret (2 penelitian, 37 pasien).

Namun demikian penggunaan CSS sendiri

masih menjadi pertimbangan terutama bila

dihubungkan dengan efek samping OSS,

yang mengakibatkan lepasnya pasien dari

ventilator mekanik. Meta-analisis

Jongerden menggaris-bawahi bahwa CSS

secara signifikan menurunkan perubahan

dalam detak jantung (empat penelitian, 85

pasien, weighted mean difference, -6.33;

95% confidence interval, -10.80 to -1.87)

dan juga mengurangi perubabahan tekanan

rerata arteri (tiga penelitian, 59 pasien;

standardized mean difference, -0.43; 95%

confidence interval, -0.87 to 0.00).28

Temuan Brucia, 1996 menunjukkan

bahwa penggunaan CSS lebih diutamakan

untuk menghindari kenaikan tekanan

intrakranial selama penggunaan OSS. Hal

yang masih memberikan dukungan

penggunaan CSS antara lain adalah CSS

mengurangi kontaminasi dari lingkungan

bila dibandingkan dengan OSS.30 Pada

penelitian ini ditunjukkan tidak

ditemukannya kuman patogen di saluran

napas, yang diketahui seperti

Staphylococcus aureus, S.pyogenes, C.

diphteriae, S. pneumoniae, H. influenzae,

Chlamydia trachomatis, S. pneumoniae,

H. influenzae, Moraxella catarrhalis,

Streptococcus grup A, Mycoplasma

pneumonia, N.meningitidis, M.

tuberculosis, Klebsiella pneumonia. Jenis

bakteria yang ditemukan pada penelitian

ini untuk kelompok closed suction system

adalah S.epidermidis 60% (9/15), E.coli

20% (3/15), A.faecalis 20%(3/15).

Sedangkan untuk kelompok open suction

system adalah S.epidermidis 60% (9/15),

S. βhemolyticus 6% (1/15), E.coli 6%

(1/15). A.faecalis 12%(2/15), dan

P.mirabilis 6%(1/15).

SIMPULAN

Terdapat penurunan jumlah bakteri

trakhea pada kelompok closed suction

system dengan pembilasan chlorhexidine

2% secara bermakna. Terdapat juga

penurunan jumlah bakteri trakhea pada

kelompok open suction system dengan

pembilasan chlorhexidine 2% secara

bermakna. penurunan jumlah bakteria

trakhea pada kelompok closed suction

system didapatkan tidak bermakna bila

dibandingkan dengan open suction system.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ibrahim EH, Mehringer L, Prentice D,

Sherman G, Schaiff R, Fraser V, Kollef

MH. Early versus late enteral feeding of

mechanically ventilated patients: results of a

Page 15: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

83

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

clinical trial. JPEN J Parenter Enteral Nutr

2002;26(3):174–181.

2. Rello J, Ollendorf DA, Oster G, Vera-

Llonch M, Bellm L, Redman R, et al.

Epidemiology and outcomes of ventilator-

associated pneumonia in a large US

database. Chest 2002;122(6):2115–2121.

3. Japoni A, Vazin A, Davarpanah MA,

Afkhami Ardakani M, Alborzi A, Japoni S,

Rafaatpour N. Ventilator-associated

pneumonia in Iranian intensive care units. J

Infect Dev Ctries. 2011 Apr 26;5(4):286-93.

4. Richards MJ, Edwards JR, Culver DH,

Gaynes RP. Nosocomial infections in

medical intensive care units in the United

States. National Nosocomial Infections

Surveillance System. Crit Care Med

1999;27:887–892.

5. Chastre J, Fagon JY. Ventilator-associated

pneumonia. Am J Respir Crit Care Med

2002;165:867–903.

6. Bergmans DCJJ, Bonten MJM, Gaillard

CA, van Tiel FH, van der Geest S, de

Leeuw PW, Stobberingh EE. Indications for

antibiotic use in ICU patients: a one-year

prospective surveillance. J Antimicrob

Chemother 1997;39:527–535.

7. Craven DE. Epidemiology of

ventilatorassociated pneumonia. Chest.

2000;117 (4 suppl 2):186S-187S.

8. Kollef MH. The prevention of

ventilatorassociated pneumonia. N Engl J

Med.1999;340(8):627-634.

9. Chan EY, Ruest A, Meade M, Cook DJ.

Oral decontamination for prevention of

pneumonia in mechanically ventilated

adults: systematic review and meta-analysis.

BMJ (serial on internet) 2007 (cited 2010

Dec 10); 334:889. Available from: http://

www.medscape.com/viewarticle

10. Wiryana M. Ventilator associated

pneumonia. Jurnal penyakit dalam (serial on

internet) 2007 (cited 7 Januari 2012) http://

ejournal.unud.ac.id/abstrak/ventilator%

20associated%20pneumonia.pdf

11. Deppe SA, Kelly JW, Thoi LL, et al.

Incidence of colonization, nosocomial

pneumonia, and mortality in critically ill

patients using a Trach Carew closed-suction

system versus an opensuction system:

prospective, randomized study. Crit Care

Med 1990;18:1389—1393.

12. Jelic S, Cunningham JA, Factor P. Clinical

review: airway hygiene in the intensive care

unit: Critical Care 2008, 12:209

13. Combes P, Fauvage B, Oleyer C.

Nosocomial pneumonia in mechanically

ventilated patients, a prospective

randomized evaluation of the Stericath

closed suctioning system. Intens Care Med

2000;26:878—882.

14. Zeitoun SS, De Barros ALBL, Diccini S. A

prospective, randomized study of ventilator-

associated pneumonia in patients using a

closed vs. open suction system. J Clin Nurs

2003;12:484—489.

15. Bonten MJM, Bergmans DCJJ, Ambergen

AW, de Leeuw PW, van der Geest S,

Stobberingh EE, Gaillard CA. Risk factors

for pneumonia, and colonization of

respiratory tract and stomach in

mechanically ventilated ICU patients. Am J

Respir Crit Care Med 1996;154:1339–1346.

16. Pugin J, Auckenthaler R, Lew DP, Suter

PM. Oropharyngeal decontamination

decreases incidence of ventilator-associated

pneumonia: a randomized, placebo-

controlled, double-blind clinical trial.

JAMA 1991;265:2704–2710.

17. Koeman M. Hak F, Ramsay G, Joore,

Kaasjager K, Hans et.al. Oral

decontamination with chlorhexidine reduces

the incidence of ventilator-associated

pneumonia. Am J Resp Crit Care Med

2006;173:1348-55

18. Ogata J, Minami K, Miyamoto H, Horishita

T, Ogawa M, Sata T, et al. Gargling with

povidone-iodine reduces the transport of

bacteria during oral intubation. Can J

Anaesth 2004;51(9):932-6

19. Tantipong H, Morkchareonpong C,

Jaiyindee S, Thamlikitkul V. Randomized

controlled trial and meta-analysis of oral

decontamination with 2% chlorhexidine

solution for the prevention of ventilator-

Page 16: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

84

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

associated pneumonia. Infect Control Hosp

Epidemiol 2009;30(1):101-2

20. Panchabhai TS, Dangayach NS. Role of

chlorhexidine gluconate in ventilator

associated pneumonia prevention strategies

in ICU patients: where are we headed? Crit

Care 2009;13(6):427

21. Tablan OC, Anderson LJ, Besser R, Bridges

C, Hajjeh R. Guidelines for preventing

health-care–associated pneumonia, 2003:

recommendations of CDC and the

Healthcare Infection Control Practices

AdvisoryCommittee. MMWR Recomm Rep

2004;53:1–36.

22. Emilson CG. Susceptibility of various

microorganisms to chlorhexidine. Scand J

Dent Res 1977;85:255–265.

23. Maggiore SM, Iacobone E, Zito G, Conti C,

Antonelli M,Proietti R. Closed versus open

suctioning techniques. Minerva Anestesiol.

2002;68(5):360-4.

24. Paul-Allen J, Ostrow CL. Survey of nursing

practices with closed-system suctioning.

Am J Crit Care. 2002;9(1):9-17,quiz 18-9.

Comment in: Am J Crit Care. 2000;9(1):6-

8.

25. Lorente L, Lecuona M, Martin MM, Garcia

C, Mora ML,Sierra A. Ventilator-associated

pneumonia using a closed versus an open

tracheal suction system. Crit Care Med.

2005;33(1):115-9.

26. Kollef MH. The prevention of ventilator

associated pneumonia. N Engl J

Med2005;340:627-34.

27. Lasocki S, Lu Q, Sartorius A, Fouillat D,

Remerand F,Rouby JJ. Open and closed-

circuit endotracheal suctioning in acute lung

injury: efficiency and effects on gas

exchange. Anesthesiology. 2006;104(1):39-

47.

28. Brochard L, Mion G, Isabey D, Bertrand C,

Messadi AA, Mancebo J, et al. Constant-

flow insufflation prevents arterial oxygen

desaturation during endotracheal suctioning.

Am Rev Respir Dis 1991; 144(2):395–400.

29. Combes P, Fauvage B, Oleyer C.

Nosocomial pneumonia in mechanically

ventilated patients, a prospective

randomized evaluation of the Stericath

closed suctioning system. Intens Care Med

2000;26:878-882.

30. Zeitoun SS, De Barros ALBL, Diccini S. A

prospective, randomized study of ventilator-

associated pneumonia in patients using a

closed vs. open suction system. J Clin Nurs

2003;12:484-489.

Page 17: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

85

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

PENELITIAN

Pengaruh Infus Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45% Terhadap Kadar Glukosa

Darah Perioperatif pada Pasien Pediatri

Erna Fitriana Alfant i*, Uripno Budiono**, Johan Arifin **

ABSTRACT

Background: In pediatric patients who undergo fasting period, every routine fluid

infusion given should contain glucose because children had less glycogen supply in their

liver, which can lead to fatal hypoglycemia especially for brain cell if oral glucose

intakes are discontinued in few moments. Over the time, we usually use 5 % dextrose 0,45

% NaCl, but this may cause postoperative hyperglycemia. Therefore, we used 2,5 %

dextrose 0,45 % NaCl which have less level of dextrose.

Objective: To compare the effectiveness of 5% Dextrose 0,45 % NaCl and 2,5 % Dextrose

0,45 % NaCl to prevent hypoglycemia and hyperglycemia during and after surgery in

pediatric patientst.

Method: This research was a clinical trial stage 1 (human sample) on 48 patients

undergoing surgery by general anesthesia. All patients underwent 4 hours fasting period

and received premediacation. Peripheral blood sampling was performed before and after

induction, and every 30 minutes during surgery for blood glucose measurement. Patients

were randomly divided in two groups. Group I received 5% Dextrose 0,45% NaCl

infusion and group two received 2,5% Dextrose 0,45% NaCl. The normality distribution

of blood glucose level was tested by using Kolmogorov-Smirnov test. A normal

distribution was determined by p>0,05. Analytical analysis was done to evaluate the

difference of blood glucose level between two groups by using independent-t-test (normal

distribution). The difference test of blood glucose between two groups were performed by

using paired t-test (normal distribution)

Result: The general characteristics of the subjects in each group had a normal

distribution (p>0,05), showing homogen data (no significant difference; p>0,05) on all

variables. Data before treatment in Group I (p=0,109) and group II (p=106) gave normal

blood glucose level distribution (p>0,05). There was a non significant increase of blood

glucose level (p>0.05) between preinduction (p=0.762) and postinduction (p=0.714).

There was a significant difference on blood glucose level between the two groups 30

minutes and 150 minutes after induction (p=0.00). Blood glucose level in group I

preinduction 102,36±4,31mg/dl,postinduction 106,0±44,17mg/dl , 30 menit 107,28±6,05

mg/dl, 60 menit 108,68±7,64 mg/dl, 90 menit 110,36±9,26 mg/dl, 120 menit 112,16±16,07

mg/dl dan 150 menit 114,64±22,38mg/dl. From periodic blood glucose level normality

*Bagian Anestesiologi RSUD Keraton, Pekalongan

**Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang

Page 18: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

86

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

test, each group had normal distribution (p>0.05). The difference test of blood glucose

level between the two groups gave a significant difference (p>0.05).

Conclusion: Infusion of 2,5% Dextrose 0,45% NaCl significantly better not cause

hypoglycemia from preoperative fasting and postoperative hyperglycemia in pediatric

patients.

Keywords: blood glucose, 5% Dextrose 0,45% NaCl, 2,5% Dextrose 0,45% NaCl,

pediatric patients

ABSTRAK

Latar belakang : Dari pasien pediatri yang dipuasakan, semua cairan rutin diberikan

harus mengandung glukosa dengan alasan pada anak hanya sedikit mempunyai

cadangan glikogen di hepar, sehingga bila pemasukan per oral terhenti selama beberapa

waktu akan dengan mudah menjadi hipoglikemia yang dapat berakibat fatal terutama

bagi sel otak. Cairan dekstrosa 5% NaCl 0,45% dapat mencegah hipoglikemia tetapi

menyebabkan hiperglikemia post operasi. Cairan infus dekstrosa 2,5% NaCl 0,45% yang

mempunyai kadar glukosa lebih kecil, diperkirakan tidak menyebabkan hiperglikemia

atau hipoglikemia

Tujuan: Untuk membandingkan cairan infus dekstrosa 5% NaCl 0,45% dan cairan infus

dekstrosa 2,5% NaCl 0,45% dalam mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia

durante dan setelah operasi pada pasien pediatrik

Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik tahap 1 (subyek manusia) pada 48 penderita

yang menjalani operasi dengan anestesi umum. Semua penderita dipuasakan 4 jam dan

diberi obat premedikasi. Pengambilan sampel darah perifer untuk pemeriksaan GDS pre

induksi, pasca induksi, tiap 30 menit durante operasi. Penderita dikelompokkan secara

random menjadi 2 kelompok. Kelompok I mendapat infus dekstrosa 5% NaCl 0,45% dan

kelompok II mendapat infus dekstrosa 2,5% NaCl 0,45%. Akan dilakukan uji normalitas

distribusi kadar glukosa darah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila

p>0,05 maka distribusinya disebut normal. Analisis analitik akan dilakukan untuk

menguji perbedaan kadar glukosa antar kelompok dengan independent-t-test (distribusi

normal). Uji beda kadar glukosa antar kelompok dengan menggunakan paired t-test

(distribusi normal).

Hasil : Karakteristik umum subyek pada masing–masing kelompok memiliki distribusi

yang normal (p > 0,05), didapatkan data yang homogen (perbedaan yang tidak

bermakna, p>0,05) dari semua variabel. Data sebelum perlakuan pada kelompok I (p=

0,109 ) dan kelompok II (p=0,106) memberikan hasil nilai kadar glukosa darah

berdistribusi normal ( p > 0,05 ). Prainduksi ( p = 0,762 ) sampai sesaat setelah induksi

( 0,714 ) terjadi kenaikan kadar glukosa darah namun tidak bermakna ( p> 0,05 ) . Kadar

glukosa antar kelompok berbeda bermakna pasca operasi mulai menit 30 sampai menit

150 ( p=0,00 ). Kadar glukosa darah pada kelompok I saat prainduksi 102,36±4,31 mg/

Page 19: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

87

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

PENDAHULUAN

Glukosa merupakan suatu metabolit yang

penting bagi kelangsungan hidup

manusia . Pada pasien pediatri yang

dipuasakan, semua cairan rutin yang

diberikan harus mengandung glukosa

dengan alasan pada anak hanya sedikit

mempunyai cadangan glikogen di

hepar ,sehingga bila asupan peroral

terhenti selama beberapa waktu akan

dengan mudah menjadi hipoglikemia yang

dapat berakibat fatal terutama bagi sel

otak. Pada anak yang puasa akan terjadi

pemecahan glikogen di hati dan otot

menjadi asam laktat dan piruvat. Sehingga

untuk menghindari hal tersebut pada

pasien pediatri kita biasanya menggunakan

infus yang mengandung dekstrosa.1

Glikogen hepar sebagian besar

berhubungan dengan simpanan dan

pengiriman heksosa keluar untuk

mempertahankan kadar glukosa darah ,

khususnya pada saat-saat sebelum sarapan.

Setelah 12-18 jam puasa, hampir seluruh

simpanan glikogen dalam hepar

mengalami deplesi Cairan dekstrosa 5 %

tanpa kandungan natrium atau kandungan

natriumnya lebih kecil dari plasma

sebaiknya tidak digunakan untuk resusitasi

cairan pada anak oleh karena cairan

tersebut tidak efektif untuk mengisi

rongga intravaskular. Selain itu

glukosanya sendiri dapat menyebabkan

hiperglikemia dan osmotik diuretik.1

Hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah

glukosa fruktosa dan galaktosa yang

selanjutnya akan dikonversi hepar menjadi

glukosa. Sel akan mengadakan utulisasi

glukosa melalui glikolisis (anaerobik) atau

siklus “Citric Acid” (aerobikal). Glukosa

disimpan dalam bentuk glikogen. Insulin

akan meningkatkan sintesis glikogen. Pada

keadaan normal , pemberian glukosa

secara intravena pada anak jangan

melebihi 5 mg/kgBB/ menit. Hal ini

berhubungan dengan kemampuan tubuh

memetabolisir glukosa. Pemberian glukosa

yang berlebihan akan menyebabkan

hiperglikemi, meningkatkan termogenesis,

dan peningkatan produksi CO2.2

Pemberian glukosa sendiri akan

meningkatkan pelepasan insulin endogen.

Hiperglikemia yang terjadi dapat

memperburuk outcome neurologis serta

dl, pasca induksi 106,0±44,17 mg/dl , 30 menit 107,28±6,05 mg/dl, 60 menit 108,68±7,64

mg/dl, 90 menit 110,36±9,26 mg/dl, 120 menit 112,16±16,07 mg/dl dan 150 menit

114,64±22,38 mg/dl. Uji normalitas variabel glukosa darah dilihat dari waktu, masing-

masing kelompok memiliki distribusi yang normal ( p> 0,05 ) .Uji beda kadar glukosa

darah antara kedua kelompok memberikan hasil berbeda bermakna ( p> 0,05 ).

Simpulan: Pemberian cairan infus Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 % lebih baik dari cairan

D5 % NaCl 0,45% karena tidak menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia

selama dan setelah operasi pada pasien pediatri

Kata kunci: glukosa darah, Dekstrosa 5 % NaCl 0,45 %, Dekstrosa 2,5% NaCl 0,45 %

pediatri

Page 20: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

88

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 3. Nilai Rerata dan Simpangan baku (Standar deviation) karakteristik umum subyek pada masing-

masing kelompok

No Variabel

Kel D21/2% Kel D5% p

(n=24) (n=24)

1 Umur (bulan) 6,58± 0,916 6,54±0,845 0,871

2 Berat Badan (kg) 7,07 ± 0,30 7,10±0,289 0,662

3 Lama Anestesi (menit) 140,21±5,80 139,38±6,81 0,650

4 Lama Puasa (jam) 4,04±0,58 4,00±0,57 0,804

5 Gula Darah Prainduksi (mg/dl) 102,54±4,30 102,67±4,23 0,920

6 Nadi 106,50±5,70 107,46±5,82 0,567

7 Status ASA

ASA I 22 21

ASA II 2 3 0,640

Tabel 4. Uji Normalitas kadar glukosa darah preinduksi

Variabel Kelompok p keterangan

Kadar Glukosa Darah D5% 1/2N 0,109 Distribusi Normal

D2 1/2 % 1/2N 0,106 Distribusi Normal

Tabel 5. Nilai rerata dan Simpangan baku kadar baku glukosa (mg/ dl) dilihat dari waktu pengukuran dan

kelompok perlakuan

No Waktu Kel D21/2% Kel D5% p

1 Prainduksi 102,36± 4,31 102,74± 4,29 0,762

2 Pascainduksi 106,04± 4,17 106,48± 4,05 0,714

3 30 menit 107,28± 6,05 128,52±14,79 0,000*

4 60 menit 108,68± 7,64 141,26± 21,79 0,000*

5 90 menit 110,36± 9,26 148,83± 25,54 0,000*

6 120 menit 112,16± 16,07 187,52± 14,69 0,000*

7 150 menit 114,36± 22,38 211,83± 6,55 0,000*

*=bermakna (p<0,005

Page 21: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

89

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

memperlama penyembuhan luka operasi

setelah operasi. Kadar glukosa darah yang

tetap dalam batas normal saat anestesi

merupakan tujuan pemberian cairan

intraoperatif pada bedah anak. 2,3

Setiap tindakan operasi akan

menyebabkan terjadinya suatu stress.

Stress operasi dapat merupakan stress

psikologi, stress anestesi dan stress

pembedahan. Respon tubuh terhadap

stress operasi menunjukkan suatu pola

tertentu , yang bersifat sentral, perifer dan

imunologikal. Respon stress normal

dicirikan oleh respon sympathetic

neurohormonal akibat stimulasi dari

sympathoadrenergic dan pituitary

pathways mengakibatkan peningkatan

level pada norephinefrin, ephinefrin,

glucagon dan kortisol.4

Pada stress operasi glukosa meningkat

paling sedikit dua kali lipat. Penurunan

insulin terjadi pada tahap awal,

selanjutnya meningkat karena peningkatan

level growth hormone. Glukagon dan

kortisol menginduksi glukoneogenesis.

Hiperglikemia adalah khas dan

menggambarkan peningkatan produksi

hepatic dan juga peningkatan pemakaian

oleh jaringan perifer. Juga terjadi

penurunan toleransi terhadap pembebanan

glukosa, akibat dari penurunan sekresi

insulin dan resistensi perifer terhadap aksi-

aksi itu. Kedua efek tersebut disebabkan

oleh peningkatan sekresi katekolamin

yang juga meningkatkan lipolisi. Pada

periode perioperatif peningkatan glukosa

darah juga bisa berasal dari stress

psikologi dan stress anestesi. Akibatnya,

pemberian cairan intraoperatif yang

mengandung glukosa berlebihan

cenderung menyebabkan hiperglikemia.5

Hiperglikemia yang terjadi dapat

menimbulkan kerusakan otak, medulla

spinalis dan ginjal karena iskhemia, koma,

melambatkan pengosongan lambung,

melambatkan penyembuhan luka dan

kegagalan fungsi sel darah putih. Oleh

karena itu diharapkan sesudah operasi

tidak terjadi hiperglikemia sehingga pasien

dapat mencapai kondisi yang baik.3,6

Pada penelitian sebelumnya digunakan

cairan infus Dekstrosa 5 % NaCl 0,225 %,

tetapi masih terjadi peningkatan kadar

glukosa darah yang signifikan dan

hiperglikemia pasca operasi sehingga pada

penelitian ini digunakan cairan infuse

Dekstrosa 2,5% NaCl 0,45 % yang

mengandung kadar glukosa lebih rendah.

Penggunaan cairan infus Dekstrosa 2,5 %

NaCl 0,45 % diharapkan dapat mencari

dosis glukosa yang optimal yang dapat

mencegah hipoglikemia dan hiperglikemia

selama dan post operasi.6

METODE

Penelitian ini merupakan uji klinik

eksperimental murni tahap 2 dengan

randomized control trial dengan double

blind. Pengukuran atau observasi

dilakukan selama dan setelah perlakuan.

Kelompok penelitian dibagi menjadi dua

kelompok sebagai berikut :

Kelompok 1 sebagai kontrol (K) :

mendapat infus Dekstrosa 5 % NaCl

0,45% menjelang awal , selama dan akhir

operasi. Kelompok 2 sebagai perlakuan

(P): mendapat infus Dekstrosa 2,5 %NaCl

Page 22: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

90

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Grafik 1. Nilai rerata kadar glukosa darah

Tabel 6. Uji normalitas kadar glukosa darah

No Waktu

Kel D21/2% Kel D5%

Keterangan P P

1 Prainduksi 0,664 0,705 Distribusi Normal

2 Pascainduksi 0,629 0,558 Distribusi Normal

3 30 menit 0,826 0,870 Distribusi Normal

4 60 menit 0,495 0,769 Distribusi Normal

5 90 menit 0,745 0,856 Distribusi Normal

6 120 menit 0,977 0,865 Distribusi Normal

*=bermakna (p<0,005

Tabel. 7. Uji beda kadar glukosa

No Waktu p Keterangan

1 Pascainduksi 0,940 Distribusi Normal

2 30 menit 0,000 Distribusi Normal

3 60 menit 0,000 Distribusi Normal

4 90 menit 0,000 Distribusi Normal

5 120 menit 0,000 Distribusi Normal

6 150 menit 0,000 Distribusi Normal

Page 23: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

91

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

0,45 % menjelang awal, selama dan akhir

operasi. Subyek penelitian yaitu semua

penderita di RS.Dr. Kariadi yang

dipersiapkan untuk pembedahan elektif

labioplasti dan herniotomi dengan

menggunakan infus Dekstrosa 5 % NaCl

0,45% atau Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 %

yang memenuhi kriteria seleksi tertentu.

Tempat penelitian dilakukan Instalansi

Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi

Semarang. Waktu penelitian

dilakukanmulai dari 1 Januari 2007

sampai dengan 30 April 2007. Kriteria

inklusi sebagai berikut; Usia antara 1

bulan – 1 tahun, status fisik ASA I-II,

menjalani operasi dengan anestesi umum,

lama operasi tidak lebih dari 3 jam, berat

badan normal. Sedangkan Kriteria

eksklusi pada penelitian ini adalah

mengalami hipoglikemia atau

hiperglikemia saat akan dilakukan

penelitian, mendapat transfusi selama

operasi berlangsung, pasien sakit berat.

Dosis dan cara pemberian infus adalah

memberikan infus dengan menggunakan

tetesan infus paediatric maintenance sesuai

dengan rumus : Holliday & Segar yaitu 4

ml/kgBB untuk 10 kgBB pertama, 2 ml/

kgBB untuk 10 kg kedua dan 1 ml/kgBB

untuk setiap kgBB diatas 20 kg.

Penelitian dikerjakan dengan menyeleksi

pasien pada saat kunjungan pra bedah di

RS. Dr. Kariadi Semarang dan pasien yang

memenuhi kriteria inklusi ditetapkan

sebagai sampel. Penelitian dilakukan

terhadap 48 pasien yang akan menjalani

operasi labioplasti dan herniotomi dengan

randomized control trial dengan double

blind yang sebelumnya telah mendapat

penjelasan dan menyetujui untuk

mengikuti semua prosedur penelitian serta

menandatangani informed consent. Pasien

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

kelompok Dekstrosa 5 % NaCl 0,45 % dan

kelompok Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 %,

sehingga masing-masing kelompok

berjumlah 24 orang. Semua pasien diberi

penjelasan tentang hal-hal yang

berhubungan dengan kondisi yang akan

dialami selama perlakuan dan bersedia

mengikuti penelitian. Semua pasien

dipuasakan sesuai standar internasional

(rumus 2-4-6-8) sebelum pembedahan/

anestesi. Pasien diinfus setelah ditidurkan

dengan isoflurane. Induksi anestesi

dilakukan dengan inhalasi menggunakan

isoflurane 2 volume % dalam N2O 50 %

dengan aliran gas 3 L/menit, Oksigen 3 L/

menit, atracurium besylate 0,5 mg/kgbb

IV, fentanyl 2 μg/kgBB IV. Kadar glukosa

darah diperiksa dari darah perifer sesaat

sebelum induksi, setelah induksi, dan pada

akhir operasi dengan menusukkan jarum

pada jari tangan atau kaki dan hasilnya di

baca dengan optium ( blood glucose test )

dan MediSense strip. Kemudian diberi

cairan yang sesuai dengan kelompok

penelitian yang sudah ditetapkan. Jumlah

kecepatan infus yang diberikan sesuai

dengan rumus dari Holliday & Segar.

Data yang terkumpul kemudian akan di-

edit, di-koding, dan di-entry kedalam file

komputer.

HASIL

Pada grafik 1 dapat kita lihat pola kadar

glukosa darah dari kedua kelompok .Pada

Page 24: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

92

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

kelompok II (P) mendapat dekstrosa 2,5 %

NaCl 0,45 % kadar glukosa darah tampak

lebih stabil jika dibandingkan dengan

kelompok I ( K) yang mendapat dekstrosa

5% NaCl 0,45 % kadar glukosa darah

meningkat tajam sampai lebih dari 200

mg% . Pada kelompok II (P) tidak ada

satupun yang mengalami hiperglikemia.

Pada tabel 5 nampak bahwa dari waktu

prainduksi sampai sesaat setelah induksi

terjadi kenaikan kadar glukosa darah

namun tidak bermakna seacara statistik.

Pada tabel 6 dapat dilihat Uji normalitas

variabel kadar glukosa darah dilihat dari

waktu menggunakan One – Sample

Kolmogorov Smirnov dimana masing –

masing kelompok memiliki distribusi yang

normal (p > 0,05), sehingga untuk uji

homogenitas diperlukan analisis statistik

dengan parametrik independent t test. Data

kemudian dianalisis secara parametrik

menggunakan uji independent t-test untuk

melihat perbedaan kadar glukosa darah

antara kelompok yang mendapat infuse D

5% N dan D 2 ½ % ½ N.

Pada tabel 7 dapat dilihat Uji beda kadar

glukosa darah antara kelompok I ( infus D

5 % ½ N ) dan kelompok II ( infus D 2 ½

% ½ N ) dimana didapatkan p > 0,05 yang

berarti kadar glukosa darah pada kedua

kelompok berbeda bermakna

menggunakan uji independent t-test.

PEMBAHASAN

Pada penelitian sebelumnya dilakukan

penelitian mengenai cairan pada pediatri

yang mana mengguanakan cairan

Dekstrosa 5 % NaCl 0,45 % yang selama

ini merupakan cairan yang diberikan untuk

pasien pediatri selama operatif. Ternyata

pasca operatif terjadi hiperglikemia pada

pasien. Pada pasien pediatri yang

dipuasakan, semua cairan rutin yang

diberikan harus mengandung glukosa

dengan alasan pada anak hanya sedikit

mempunyai cadangan glikogen di

hepar ,sehingga bila masuk peroral

terhenti selama beberapa waktu akan

dengan mudah menjadi hipoglikemia yang

dapat berakibat fatal terutama bagi sel

otak. Pada anak yang puasa akan terjadi

metabolisme anaerob dimana terjadi

pemecahan glikogen di hati dan otot

menjadi asam laktat dan piruvat.

Sehingga untuk menghindari hal tersebut

pada pasien pediatri kita biasanya

menggunakan infus yang mengandung

dekstrosa. Pada keadaan normal ,

pemberian glukosa secara intravena pada

anak jangan melebihi 5 mg/kgBB/ menit.

Hal ini berhubungan dengan kemampuan

tubuh memetabolisir glukosa.2 Pemberian

glukosa yang berlebihan akan

menyebabkan hiperglikemi, meningkatkan

termogenesis, dan peningkatan produksi

CO2. Pemberian glukosa sendiri akan

meningkatkan pelepasan insulin endogen.

2,3

Hiperglikemia yang terjadi dapat

memperburuk keluaran neurologis serta

memperlama penyembuhan luka operasi

setelah operasi. Kadar glukosa darah yang

tetap dalam batas normal saat anestesi

merupakan tujuan pemberian cairan

intraoperatif pada bedah anak.

Page 25: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

93

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Pada tabel 5 nampak bahwa dari waktu

prainduksi sampai sesaat setelah induksi

terjadi kenaikan kadar glukosa darah

namun tidak bermakna seacara statistik.

Hal ini menunjukan bahwa pada penelitian

ini , induksi anestesi tidak menyebabkan

perubahan yang bermakna pada kadar

glukosa darah. Kadar glukosa antar

kelompok berbeda secara bermakna pada

waktu pasca operasi mulai pada menit ke

30 sampai menit ke 150. Pada penelitian

ini, pemberian cairan Dekstrosa 5 % NaCl

0,45 % menyebabkan peningkatan kadar

glukosa darah yang signifikan bermakna

dan hiperglikemia pasca operasi (tabel 5).

Pada kelompok ini kadar glukosa darah

meningkat dari rerata 102,74±4,29 mg/dL

prainduksi menjadi rerata 211,83±6,55

mg/dL pasca operasi.

Peningkatan kadar glukosa darah dapat

dilihat pada pola yang dimulai dari menit

30 pasca induksi dengan rerata 128,52±

14,79 mg/dL yang kemudian meningkat

pada menit 60 dengan rerata 141,26±21,79

mg/dL pada menit 90 dengan rerata

148,83±25,54 mg/dL pada menit 120

dengan rerata 187,52±14,69 mg/dL pada

menit 150 dengan rerata 211,83±6,55 mg/

dL Hiperglikemia (kadar glukosa darah >

180 sampai 200 mg/dL) sering disebabkan

oleh defisiensi insulin, resistensi reseptor

insulin atau pemberian glukosa yang

berlebihan. Stress periopeatif dapat

meningkatkan glukosa darah baik itu dari

stress psikhologi preoperatif, stress

anestesia dan stress pembedahan.2,7,8,9

Beberapa tehnik anestesia tertentu

menggunakan methode non farmakologi

hypothermia. Hypothermia menghalangi

penggunaan dan metabolisme yang

sepantasnya dari glukosa dan dapat

menyebabkan hiperglikemia. Respon

hiperglikemik dapat terjadi dari agen-agen

anestesia tertentu (seperti, ketamin dan

halotan). Beberapa tindakan anestesia

seperti intubasi dan extubasi endotrakheal

meningkatkan respon stress katekholamin

dan hemodinamik dan akan meningkatkan

glukosa darah.10,11

Hiperglikemia itu sendiri cukup untuk

menyebabkan kerusakan otak, medulla

spinalis dan ginjal karena iskhemia, koma,

melambatkan pengosongan lambung,

melambatkan penyembuhan luka dan

kegagalan fungsi sel darah putih ,

dehidrasi seluler yang berhubungan

dengan perubahan-perubahan pada

konsentrasi sodium juga hadir Pada

kelompok yang diberi cairan infus

Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 % tidak

menyebabkan peningkatan kadar glukosa

darah yang signifikan (tabel 4) dan tidak

menyebabkan hiperglikemia pasca operasi.

Pada kelompok ini kadar glukosa darah

meningkat dari rerata 102,36±4,31 mg/dL

prainduksi menjadi rerata 114,64±22,38

mg/dL pasca operasi. Peningkatan kadar

glukosa darah dapat dilihat pada pola yang

dimulai dari menit 30 pasca induksi

dengan rerata 107,28±6,05 mg/dL yang

kemudian meningkat pada menit 60

dengan rerata 108,68±7,64 mg/dL pada

menit 90 dengan rerata 110,36±9,26 mg/

dL pada menit 120 dengan rerata

112,16±16,07 mg/dL pada menit 150

dengan rerata 114,64±22,38 mg/dL.

Pengurangan kadar glukosa setengah dari

cairan yang biasa dipakai ( 2 ,5 % )

Page 26: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

94

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

membuktikan mampu menghindari

terjadinya hipoglikemia akibat puasa tetapi

juga mampu menncegah terjadinya

hiperglikemia pasca operasi. Perbandingan

kadar glukosa darah pada kedua kelompok

yaitu antara kelompok I ( infus Dekstrosa

5 % NaCl 0,45 %) dan kelompok II

(Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 % )

didapatkan hasil perbedaan bermakna ( p <

0,05 ).

Pada penelitian sebelumnya

diperbandingkan antara dekstrosa 5 %

NaCl 0,225 % yang mana terbukti terjadi

hiperglikemia pasca operasi. Ada juga

penelitian yang menggunakan dekstrosa

1% dalam larutan ringer laktat dimana

tidak terjadi peningkatan kadar glukosa

darah dan hiperglikemia pasca operasi,

tetapi oleh karena belum ada sediaan

diatas kita harus mencampur lebih dahulu

sehingga kesterilan tidak bisa dijaga dan

bisa menyebabkan infeksi.

Peneliti memakai sediaan dekstrosa 2,5%

NaCl 0,45% yang terbukti tidak

menyebabkan peningkatan kadar glukosa

darah dan hiperglikemia pasca operasi dan

dipasaran sudah mulai ada, tetapi di

instalansi bedah sentral belum ada.

Pada pasien yang mengalami anestesi dan

pembedahan seharusnya kecepatan

pemberian glukosa ini lebih rendah lagi

karena adanya stres pembedahan yang

meningkatkan pelepasan hormon

katabolik, disertai pengaruh hormon

katabolik, disertai pengaruh obat anestesi

yang menekan pelepasan insulin dari sel β-

pankreas.

Pada penelitian ini didapat bahwa cairan

yang dapat memelihara kadar glukosa

darah dalam batas normal selama periode

intraoperatif adalah Dekstrosa 2,5% NaCl

0,45 % dan tidak menyebabkan

hiperglikemia pasca operasi.

Respon stres adalah suatu keadaan dimana

terjadi perubahan-perubahan fisiologis

tubuh sebagai reaksi terhadap kerusakan

jaringan yang ditimbulkan oleh keadaan-

keadaan seperti syok, trauma, operasi,

anestesi, gangguan fungsi paru, infeksi

dan gagal fungsi organ yang multipel

1.Pada respon stres akan dilepaskan

hormon-hormon yang dikenal sebagai

neuroendokrin hormon yaitu : ADH,

aldosteron, angiotensin II, cortisol,

epinephrin dan norepinephrin. Hormon-

hormon ini akan berpengaruh terhadap

beberapa fungsi fisiologik tubuh yang

penting dan merupakan suatu mekanisme

kompensasi untuk melindungi fungsi

fisiologik tubuh 2,3,4.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini ,

maka kita tidak perlu takut lagi

menggunakan cairan infus Dekstrosa 2,5

% NaCl 0,45 % karena takut terjadi

hipoglikemia karena puasa. Ternyata

cairan infus Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 %

mampu mengatasi kadar glukosa puasa

pada pediatri . Pasca operasi juga tidak

terjadi hiperglikemia seperti terjadi pada

penggunaan cairan infus Dekstrosa 5 %

NaCl 0,45 % sebagaimana yang biasa kita

lakukan.

Page 27: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

95

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

SIMPULAN

Pemberian cairan infus Dekstrosa 2,5 %

NaCl 0,45 % lebih baik dari cairan D5%

NaCl 0,45% karena tidak menyebabkan

terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia

selama dan setelah operasi pada pasien

pediatri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smith’s. Anestesia for infants and children, 6 th

ed, St. Louis: Mosby; 1996: 319-20.

2. Robert K. Fluid and electrolytes : Parenteral

fluid therapy.Pediatrics in review; 2001 : 22

(11).

3. Bell C. The pediatric anestesia handbook,

2nd ,St louis: Mosby; 1997 : 73-80.

4. Barash P. Clinical anestesia, 4th ed,

Philadelphia : lipincott Company; 2001: 1201-

2.

5. Paediatric Surgery chapter 15.(2005, Oktober

17).Primary surgery volume one:non trauma.

http://www.meb.uni-bonn.de/dtc/primsurg/

index.html

6. Pradian E. The Effect of Dextrose to Blood of

Glucose and Ketone Bodies Level in Pediatric

Patient underwent Labioplasty. The Indonesian

Journal of Anaesthesiology and Critical

Care,Bandung ; 2004 : 109-117.

7. Berry FA. Hypoglycemia and hyperglycemia:

is there a problem? Eg J Anesth 2002; 18: 157-

62Stoelting RK. Pharmacology and physiology

in anesthetic practice.3rd ed , Lippincott Raven,

Philadelphia, New York, 1999: 302-11.

8. Intravenous Fluids. Clinical Practice

Guidelines. Royal Children’s Hospital

Melbourne. http://www.rch.org.au/

clinicalguide/cpg.cfm .

9. Elizabeth M. Molyneux, F.R.C.P.C.H.,

F.F.A.E.M., and Kath Maitland, M.R.C.P.,

Ph.D. (2005, September 1). Intravenous

Fluids— Getting the Balance Right. http://

www.nejm.org/intravenous fluids-getting the balance right.htm.

10. Waxman K. Physiologic response to injury.

In : Shoemaker WC, Holbrook PR,Ayres

SM,Grenvik A. Critical care. W.B.Saunders

company, Philadelphia, London ,Toronto,

2000 : 277-82.

11. Oczenski W,Krenn H, Dahaba AA, Binder M.

Hemodynamic and Cathecolamine Stress

Responses to Insertion of the Combitube,

Laryngeal Mask Airway or Tracheal

Intubation. Anesth Analg 1999 , 88:1389-94.

Page 28: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

96

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Pengaruh Simvastatin Terhadap Kapasitas Fagositosis Makrofag Pada

Mencit Balb/C Yang Diberi Lipopolisakharida

PENELITIAN

Sherliyanah Harahap*, Heru Dwi Jatmiko**, Mohamad Sofyan Harahap**

*Bagian Anestesiologi RSUD Mataram, Lombok

**Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang

ABSTRACT

Background: Simvastatin is included in a group of medicine called hydroxy metyl

glutaryl (HMG Co) reductase inhibitors or statin. The effect of simvastatin on TNF-alpha

neutralizing antibody is that statin (3-hydroxy-3-methylglutaryl) coenzyme reductase

inhibitors has the pleiotropic actions effect that can improve the survival of sepsis

patients.

Objective: To prove the effect of simvastatin administration 0.03 mg, 0.06 mg and 0.12

mg PO on LPS intraperitoneal injected mice to the decrease of intraperitoneal

macrophages’ phagocytosis capacity.

Methods: Experimental design research on post test only control group. The samples

were 20 male mice type balb/c. Mice are divided into 4 groups, consisted of control group

(without simvastatin injection), treatment group 1,2,3 consecutively administered

simvastatin 0.03 mg; 0.06 mg; and 0.12 mg PO respectively. Initially these groups were

injected intraperitoneal lipopolysaccharida 20 mg/kg.

Results: The mean capacity of macrophages’ phagocytosis for each groups: Control =

44,40+3,97; K 1 = 37,80+2,86; K 2 = 31,20+1,30; K 3 = 2,.00+4,30. The results of

statistical tests between groups were shown significant differences between K1 with K3

and K4, between K2 with K3 and K4 (p<0,0,05). There were no significant differences

between K1 dan K2, and between K3 and K4 (p>0.005).

Conclusion: The administration of simvastatin 0.03 mg, 0.06 mg and 0,12 mg PO show

significant differences on the intraperitoneal macrophages’ phagocytosis capacity

compared to the control group of mice with lipopolisakharida injection.

Keywords: Simvastatin, lipopolisakharida, macrophages’ phagocytosis.

ABSTRAK

Latar Belakang : Simvastatin merupakan grup obat yang disebut sebagai hydroxy metyl

glutaryl (HMG Co) reductase inhibitors). Efek simvastatin terhadap TNF-alpha

neutralizing antibody bahwa Statins (3-hydroxy-3-methylglutaryl) coenzyme reductase

inhibitors memiliki efek pleiotropic actions, yang mampu memperbaiki survival penderita

sepsis.

Page 29: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

97

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tujuan : Membuktikan efek pemberian simvastatin 0,03 mg, 0,06 mg dan 0,12 mg

peroral pada mencit yang diberi LPS intraperitoneal terhadap penurunan kapasitas

fagositosis makrofag intraperitoneal.

Metode : Penelitian eksperimental desain the post test only controlgroup. Sampel

penelitian 20 ekor mencit balb/c jantan. Mencit dibagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok

Kontrol (tidak diberi simvastatin), kelompok Perlakuan 1,2,3 berturut-turut diberi

simvastatin 0,03 mg; 0,06 mg; dan 0,12 mg peroral.Sebelumnya masing-masing

kelompok disuntikkan lipopolisakarida 10 mg/kgBB intraperitoneal.

Hasil : Rerata kapasitas fagositosis makrofag untuk masing-masing kelompok : Kontrol

= 44,40+3.97; Perlakuan 1 = 37,80+2,86; Perlakuan 2 = 31,20+1,30; Perlakuan 3 =

23,00+4,30. Hasil uji statistik antar kelompok didapatkan perbedaan yang bermakna

antara kelompok K1 dengan K3 dan K4, antara K2 dengan K3 dan K4 (p<0,0,05). Tidak

terdapat perbedaan bermakna antara K1 dan K2, serta K3 dan K4. (p>0,0,05).

Kesimpulan : Pemberian simvastatin dosis 0,06 mg dan 0,12 mg peroral menunjukkan

perbedaan bermakna pada penurunan kapasitas fagositosis makrofag intraperitoneal

dibanding kontrol pada mencit yang diberi lipopolisakarida.

Kata kunci : Simvastatin, lipopolisakharida, fagositosis makrofag.

PENDAHULUAN

Simvastatin merupakan grup obat yang

disebut dengan hydroxy metyl glutaryl

(HMG Co) reductase inhibitors atau

statin. Obat ini digunakan untuk

mengurangi kolesterol low-density

lipoprotein (LDL) dan trigliserid dalam

darah, serta meningkatkan kadar kolesterol

high-density lipoprotein (HDL).1

Statin mempunyai kemampuan dapat

mengurangi kadar kolesterol, tetapi

berdasarkan laporan penelitian Su Zhang

menyatakan bahwa obat ini mempunyai

peran penting dalam pengurangan

kerusakan paru-paru akibat sepsis dan

infeksi.2

Penelitian Yasuda menyatakan bahwa efek

simvastatin dan TNF-alpha neutralizing

antibody telah diteliti pada hewan yang

disertai sepsis. Statins (3-hydroxy-3-

methylglutaryl) coenzyme reductase

inhibitors memiliki efek pleiotropic

actions, dimana obat ini mampu

memperbaiki survival penderita sepsis

atau penderita dengan penyakit infeksi

dengan cara memperbaiki cecal ligation

and puncture (CLP) pada mediator

inflamasi sehingga mengurangi kerusakan

pada organ yang dapat memicu terjadinya

kematian.3

Bahan penyebab syok sepsis yaitu

lipopolisakarida (LPS) merupakan struktur

utama dinding sel bakteri gram negatif

yang berfungsi untuk integritas struktur

bakteri dan melindungi bakteri dari sistem

pertahanan imun hospes. Zat ini bersifat

endotoksin yang menginduksi produksi

sitokin proinflamatori seperti interleukin-

1α (IL-1α), IL-1β, IL-6, tumor necrosis

Page 30: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

98

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

factor-α (TNF-α) dan prostaglandin

(PGE2).4 LPS ini mengikat reseptor

CD14/ Toll-like receptor-4 (TLR4) yang

mengak iba t kan sek r es i s it o k in

proinflamatori dari beberapa tipe sel.

CD14 merupakan reseptor permukaan sel

pada makrofag dan monosit untuk

karbohidrat.5

Makrofag adalah sel darah putih yang

berada didalam jaringan. Monosit dan

makrofag adalah fagosit yang bertindak

pada pertahanan non spesifik (kekebalan

bawaan) serta membantu memulai

mekanisme pertahanan spesifik (kekebalan

adaptif) dari host. Peran makrofag adalah

fagositosis, menelan dan mencerna puing-

puing selular dan patogen, merangsang

limfosit dan sel kekebalan lainnya untuk

merespon patogen. Makrofag dapat

diidentifikasi dengan cara menilai ekspresi

tertentu dari sejumlah protein, termasuk

CD14, CD11b, F4/80 (tikus)/ EMR1

(manusia), lisozim M, MAC-1/MAC-3

dan CD68 dengan sitometri atau

pewarnaan imunohistokimia bergerak

dengan aksi gerakan amoeboid. 6,7

Makrofag adalah fagosit yang paling

efisien, dan bisa mencerna sejumlah besar

bakteri atau sel lainnya. Pengikatan

molekul bakteri ke reseptor permukaan

makrofag memicu proses penelanan dan

penghancuran bakteri melalui "serangan

respiratori", menyebabkan pelepasan

bahan oksigen reaktif. Patogen juga

me ns t imu la s i ma k r o fa g u nt u k

menghasilkan kemokin, yang merekrut sel

fagosit lain di sekitar wilayah terinfeksi

dan makrofag tidak teraktivasi oleh

stimulasi sejumlah sitokin seperti TNFα,

IL-1β, IL-15 dan IL-8.6

Pemberian simvastatin 40 mg pada

penelitian Yasuda menyatakan dapat

memperbaiki syok sepsis dan kematian

akibat acute kidney injury (AKI).3 Merx,

menyatakan simvastatin sangat bermanfaat

pada pengobatan dislipidemi dan penyakit

jantung koroner serta memiliki efek dalam

pengobatan sepsis dengan menurunkan

aktivitas monosit.8 Victor, dalam

penelitiannya menyatakan simvastatin

dapat mencegah dan mengobati sepsis.9

Marc dkk dalam penelit iannya

menyatakan statin merupakan terapi

sepsis yang aman pada penderita

dislipidemi dan penyakit jantung koroner

dengan menganalisis konsentrasi IL-6

plasma.10

Pemberian LPS pada penelitian ini

dilakukan terhadap mencit dengan

penyuntikan intraperitoneal karena pada

intraperitoneal terdapat banyak makrofag.

LPS yang disuntikkan akan merangsang

makrofag untuk menghasilkan sitokin

proinflamasi seperti TNF, IL-1, dan IL-6

yang akan meyebabkan syok septik.11

Penelit ian ini bertujuan untuk

membuktikan pengaruh pemberian

simvastatin terhadap kapasitas fagositosis

makrofag pada mencit dengan dosis 10

mg, 20 mg dan 40 mg yang kemudian

dikonversikan ke dalam dosis mencit

menjadi 0,03 mg, 0,06 mg dan 0,12 mg.

METODE

Penelitian ini termasuk eksperimental

laboratorik dengan desain post test only

control group dengan tujuan mencari

Page 31: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

99

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

pengaruh pemberian simvastatin peroral

pada mencit yang diberi lipopolisakarida

intraperitoneal terhadap kapasitas

fagositosis makrofag. Sampel penelitian

20 ekor mencit babl/c jantan, umur 8 - 10

minggu, berat 20 - 30 gram, sehat dan

tidak tampak cacat secara anatomi.

Mencit dibagi dalam 4 kelompok

perlakuan, sehingga total jumlah sampel

20 ekor mencit balb/c. Sampel yang

memenuhi kriteria inklusi diadaptasikan

dengan dikandangkan per kelompok dan

diberi pakan standar serta minum yang

sama selama 1 minggu secara ad libitum.

Setelah ditunggu selama 6 jam kemudian

dilakukan pengambilan dan kultur

makrofag intraperitoneal. Selanjutnya

dilihat kapasitas fagositosis makrofag

intraperitoneal dibawah mikroskop.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian

ini adalah data primer hasil pemeriksaan

kapasitas fagositosis makrofag yang

dinyatakan dengan jumlah makrofag yang

memfagosit partikel latex dalam 100

makrofag yang diperiksa dengan

mikroskop cahaya.

HASIL

Penelitian ini menggunakan 20 ekor

mencit Balb/c jantan, dari keturunan murni

berumur dua setengah bulan dan berat

badan 20-40 gram. Pene lit ian

menggunakan 4 kelompok yaitu kelompok

kontrol (K1) terdiri dari 5 ekor mencit

yang diber ikan per lakuan LPS

intraperitoneal 10 mg/kgBB. Kelompok

perlakuan 1 (K2), kelompok perlakuan 2

(K3) dan kelompok perlakuan 3 (K4)

masing-masing terdiri 5 ekor mencit

m e n d a p a t k a n p e r l a k u a n L P S

intraperitoneal 10 mg/kgBB dan

simvastatin peroral (0,03 mg, 0,06 mg dan

0,12 mg).

Subyek penelitian dilakukan pemeriksaan

kemampuan fagositosis makrofag dengan

menggunakan partikel latex yang

difagositosis makrofag dalam 100

makrofag pada cairan peritoneum mencit.

Data penghitungan kapasitas fagositosis

makrofag intraperitoneal tercantum pada

Tabel 1.

Hasil pengamatan rerata kapasitas

fagositosis makrofag intraperitoneal pada

keempat kelompok menunjukkan

kapasitas fagositosis makrofag yang

berbeda yaitu pada kelompok perlakuan 1

(K2) menunjukkan kemampuan kapasitas

fagositosis makrofag paling rendah

dibandingkan kelompok kontrol (K1).

Uji beda dilakukan untuk mengetahui

apakah ada perbedaan yang bermakna

pada kapasitas fagositosis makrofag

intraperitoneal pada kelompok kontrol

(K1), kelompok perlakuan 1 (K2) dan

kelompok perlakuan 2 (K3) dan kelompok

perlakuan 3 (K4). Uji beda ini dilakukan

dengan menggunakan ANOVA dan

dilanjutkan dengan uji posteriori. Hasil uji

one way-Anova menunjukkan hasil

signifikan (p<0,001) dengan interpretasi

perbedaan bermakna dari dua kelompok

penelitian.

Hasil uji homogenitas varian dilihat dari

output Levene test. Nilai p pada Levene

test menunjukkan nilai 0,03 (p < 0,05).

Page 32: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

100

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 1. Data penghitungan kapasitas fagositosis makrofag intraperitoneal

Kelompok N Mean SD

K1 5 44.40 3.975

K2 5 37.80 2.864

K3 5 31.20 1.304

K4 5 23.00 4.301

Gambar 1. Grafik error bar kapasitas fagositosis makrofag kelompok penelitian

Error Bars show 95.0% Cl of Mean

Kontrol

Simvastatin 0,03 mg

Simvastatin 0,06 mg

Simvastatin 0,12 mg

Nama kelompok

20

30

40

50

Ka

da

r M

ak

ro

fag

Gambar 2 grafik scatterplot kadar makrofag kelompok penelitian.

Kontrol

Simvastatin 0,03 mg

Simvastatin 0,06 mg

Simvastatin 0,12 mg

Nama kelompok

20

30

40

50

Ka

da

r M

ak

rofa

g

Page 33: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

101

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Hal ini berarti varian data pada ketiga

kelompok tersebut adalah homogen, untuk

mengetahui kelompok mana yang

memiliki perbedaan, maka dilakukan uji

posteriori dengan Tamhane.

Dari hasil uji posteriori didapatkan

perbedaan yang bermakna antara kapasitas

fagositosis makrofag intraperitoneal pada

kelompok perlakuan 1 (K1) dengan

kelompok perlakuan 3 (K3) dan K4.

Terdapat perbedaan bermakna pada

kelompok perlakuan 2 (P2)

dibandingkan kelompok perlakuan 3

(P3) dan P4. Tidak terdapat perbedaan

bermakna antara kelompok kontrol K1

dengan K2, serta antara K3 dan K4

(p>0,005). Hasil selengkapnya dapat

dilihat di lampiran.

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui

apakah ada korelasi yang bermakna antara

dosis pemberian simvastatin dengan

kapasitas fagositosis makrofag

intraperitoneal pada kelompok penelitian.

Uji ini dilakukan menggunakan uji

Pearson. Dari hasil uji korelasi didapatkan

korelasi yang bermakna (p=0,001), dengan

nilai koefisien korelasi Pearson sebesar (-

0.935), dan arah korelasi negatif dengan

koefisien korelasi kuat.

PEMBAHASAN

Simvastatin merupakan grup obat yang

disebut dengan hydroxy metyl glutaryl

(HMG Co) reductase inhibitors atau

statin. Obat ini digunakan untuk

mengurangi kolesterol low-density

lipoprotein (LDL) dan trigliserid dalam

darah, serta meningkatkan kadar kolesterol

high-density lipoprotein (HDL).1

Penelitian Yasuda menyatakan bahwa efek

simvastatin dan TNF-alpha neutralizing

antibody telah diteliti pada hewan yang

disertai sepsis. Statins (3-hydroxy-3-

methylglutaryl) coenzyme reductase

inhibitors memiliki efek pleiotropic

actions, dimana obat ini mampu

memperbaiki survival penderita sepsis

atau penderita dengan penyakit infeksi

dengan cara memperbaiki cecal ligation

and puncture (CLP) pada mediator

inflamasi sehingga mengurangi kerusakan

pada organ yang dapat memicu terjadinya

kematian.3

Bahan penyebab syok sepsis yaitu

lipopolisakarida (LPS) merupakan struktur

utama dinding sel bakteri gram negatif

yang berfungsi untuk integritas struktur

bakteri dan melindungi bakteri dari sistem

pertahanan imun hospes. Zat ini bersifat

endotoksin yang menginduksi produksi

sitokin proinflamatori seperti interleukin-

1α (IL-1α), IL-1β, IL-6, tumor necrosis

factor-α (TNF-α) dan prostaglandin

(PGE2).4 LPS ini mengikat reseptor

CD14/ Toll-like receptor-4 (TLR4) yang

mengak iba t kan sek r es i s it o k in

proinflamatori dari beberapa tipe sel.

CD14 merupakan reseptor permukaan sel

pada makrofag dan monosit untuk

karbohidrat.5

Pada pemberian LPS akan merangsang

pelepasan mediator proinflamasi seperti

IFN-γ, TNF-α serta IL-I. makrofag

merupakan komponen penting dari respon

inflamasi terhadap kerusakan jaringan.12

Page 34: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

102

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Hasil penelitian dapat dilihat bahwa

terdapat penurunan yang kapasitas

fagositosis makrofag intraperitoneal yang

bermakna pada pemberian simvastatin

baik pada dosis 0,06 mg dan dosis 0,12 mg

peroral dibandingkan dengan kelompok

yang tidak diberi simvastatin (Kontrol)

dan pada kelompok (P4).

Hal tersebut di atas disebabkan 2 faktor.

Pertama, karena simvastatin menghambat

langsung produksi sitokin proinflamasi

TNF alfa, IL-6, dan IL-8 yang diinduksi

oleh lipopolisakarida. Menurut penelitian

Gown dkk. menyatakan bahwa simvastatin

menekan TNF-α, IL-6 dan IL-8 yang

diinduksi oleh LPS, dimana TNF-α

merupakan sitokin pertama yang

terinduksi setelah stimulasi LPS yang

kemudian juga akan menstimulasi IL-1

dan IL-6 pada makrofag, monosit,neutrofil

dan sel endotel. Efek supresi simvastatin

terhadap IL-6 dan IL-8 dapat secara

langsung maupun melalui penghambatan

pelepasan TNF-α yang diinduksi oleh

LPS. Pada penelitian ini terdapat efek

supresi simvastatin terhadap TNF-α serta

IL-6 dan IL-8. TNF alfa yang tersupresi

kemudian akan menyebabkan penurunan

kapas it a s fagos ito s is makro fag

intraperitoneal.13

Faktor transkrip NF-κB mempunyai

peranan krusial pada proses inflamasi. NF-

κB merupakan faktor transkripsi yang

akan memicu produksi sitokin. Pemberian

LPS akan mengaktifkan NF-κB yang akan

meningkatkan produksi mediator inflamasi

seperti IL-8, TNF-α,13

Dari hasil uji korelasi didapatkan korelasi

yang bermakna (p=0,001), dengan nilai

Pearson sebesar -0,935 yang menunjukkan

bahwa arah korelasi negatif dengan

koefisien korelasi kuat. Hal ini berarti

bahwa terdapat hubungan erat antara

peningkatan dosis simvastatin semakin

rendahnya kapasitas fagositosis makrofag

intraperitoneal. Dosis simvastatin yang

diberikan semakin tinggi maka kapasitas

fagositosis makrofag intraperitoneal akan

semakin rendah.

SIMPULAN

Pada penelitian ini didapatkan juga bahwa

hasil simvastatin pada dosis 0,12 mg pada

mencit yang setara dengan pemberian

dosis simvastatin 40 mg/kgBB pada

manusia menurunkan kapasitas fagositosis

makrofag intraperitoneal secara signifikan

bila dibandingkan dengan simvastatin

dosis 0,03 mg pada mencit yang setara

dengan pemberian simvastatin 10 mg/

kgBB pada manusia dan simvastatin 0,06

mg pada mencit yang setara dengan

pemberian simvastatin 20 mg/kgBB pada

manusia (p>0,05).

DAFTAR PUSTAKA

1. Sandika. Simvastatin. Tersedia pada : http://

www.detikhealth.com. diakses 12 Agustus

2010.

2. Zhang S, Rahman M, Zhang SQ, Thorlacius H.

Simvastatin Antagonizes CD4OL Secretion,

CXC Chemokine Formation, and Pulmonary

Infiltritation of Neutrophils in Abdominal

Sepsis. J Leukoc Biol 2011;89(5):735-42.

3. Yasuda H, Yuen P, Hu X, Zhou H, Star R.

Simvastatin Improves Sepsis-Induced Mortality

and Kidney Injury via Renal Vascular Effects.

Kidney Int.2006;69(9):1535-42.

Page 35: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

103

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

4. Stashenko P. Interrelationship of Dental Pulp

and Apical Periodontitis. In : Hargreaves KM,

Goodis, editors. Dental Pulp. Chicago:

Quintessence Publishing Co Inc; 2002.p.389-

409.

5. Akashi S, Shimazu R, Ogata H, Nagai Y,

Takeda K, Kimoto M, et al. Cutting Edge: Cell

Surface Expression and Lipopolysaccharide

Signaling via the Toll-Like Receptor 4-MD-2

Complex on Mouse Peritoneal Macrophages. J

Immunol 2000; 164: 3471-5.

6. Dilandx. Makrofag. Tersedia pada situs: http://

surgaku.com/2010/03/makrofag. Diakses pada

5 September 2011

7. Widodo D, Pohan HT, Bunga Rampai Penyakit

infeksi. Jakarta: Departemen IPD FKUI.2004:

p.54-88.

8. Merx MW, Liehn EA, Janssens U. HMG-Coa

Reductase Inhibitor Simvastatin Profoundly

Improves Survival in a Murine Model of

Sepsis. Circulation 2004;109:2560-65.

9. Novack V, Terblanche M, Almog Y. Do

Statins have a Role in Preventing or Treating

Sepsis? Critial Care 2006;10:113.

10. Marc W, Liehn EA, Graf J, Sandt A,

Schaltenbrand M, Schrader J, Hanrath P,

Weber C. Statin Treatment After Onset of

Sepsis in a Murine Model Improves Survival.

Circulation 2005;112:117-24.

11. Young D. Simvastatin and Severe Sepsis : A

Randomised Controlled Trial. tersedia pada

situs http://www.controlled-ttrials.com/

ISRCTN92093279. Diakses 11 September

2011.

12. Hermawan G, editor. Sitokin yang berperan

dalam Sirs dan Sepsis. In : SIRS, Sepsis &

Syok Septik. 1st ed. Surakarta:Sebelas Maret

University Press;2008. P. 86-98

13. Visintin A. Pharmacological Inhibition of

Endotoxin Responses is Achieved by Targeting

the TLR4 Coreceptor, MD-2. J Immunol

2005;175(10):6465-72.

Page 36: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

104

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Stabilitas Hemodinamik Propofol – Ketamin Vs Propofol – Fentanyl pada

Operasi Sterilisasi / Ligasi Tuba : Perbandingan Antara Kombinasi Propofol 2

Mg/Kgbb/Jam Dan Ketamin 0,5mg/Kgbb/Jam Dengan Kombinasi Propofol 2 Mg/

Kgbb/Jam Dan Fentanyl 1 Μg/Kgbb/Jam

PENELITIAN

Laurent ius Sandhie Prasetya*, Sudadi *

*Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/ RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Continuous TIVA technique using combination of propofol and fentanyl

has been commonly used in RSUP Sardjito. These techniques could provide adequate

anesthesia, but often cause a variety of durante operative hemodynamic changes. The

combination of propofol and ketamine are expected to provide a comfortable anesthesia

for surgery with a more stable durante operative hemodynamic changes.

Methods: The study design was randomized controlled trial. The scope of the study were

female who underwent tubal ligation operations with Metode Operasi Wanita (MOW)

technique at the Instalasi Kontrasepsi Mantap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta with

continuous TIVA technique. Total 70 subjects that met criteria of inclusion were divided

into two groups which consisted of 35 each. PK group used a combination of propofol 2

mg/kg and ketamine 0.5 mg/kg and were followed with propofol 2 mg/kg/hour and

ketamine 0.5 mg/kg/hour intravenously. The PF group used a combination of propofol 2

mg / kg and fentanyl 1 mcg/kg and were followed with propofol 2 mg/kg/hour and

fentanyl 1 mcg/kg/hour intravenously. Parameters of hemodynamic changes were systolic

blood pressure (SBP), mean arterial pressure (MAP) and heart rate (HR) assessed at

induction, incission and every 5 minutes until the operation was completed.

Results: The change of hemodynamic parameters more than 10 % occurred in the PF

group at the time of induction, after first incision and the fifth minute, in which the SBP

decreased by 15.5 (7.26) %, MAP of 14.0 (8.34) %, HR 14.2 (6.52) % whereas in group

PK, SBP decreased by 4.3 (2.72) % (p = 0.000), MAP of 4.6 (3.18) % (p =0.000) and HR

of 3.5(2.63) % (p = 0.000) at the time of induction.

Conclusion: The hemodynamic stability of the PK group was better than the PF group.

Key words: Continuous TIVA, propofol, ketamine, fentanyl

ABSTRAK

Latar belakang: Teknik TIVA kontinyu menggunakan kombinasi propofol dan fentanyl

telah umum digunakan. Teknik tersebut dapat memberikan anestesi yang adekuat, namun

dapat menyebabkan perubahan hemodinamik durante operatif yang bervariasi.

Page 37: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

105

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Kombinasi propofol dan ketamin diharapkan dapat memberikan anestesi yang nyaman

untuk pembedahan dengan perubahan hemodinamik durante operatif yang lebih stabil.

Metode: Desain penelitian percobaan acak terkontrol. Ruang lingkup penelitian adalah

pasien wanita yang menjalani operasi sterilisasi ligasi tuba dengan Metode Operasi

Wanita dengan tehnik anestesi TIVA kontinyu. Subyek berjumlah 70 yang memenuhi

kriteria inklusi, dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 35.

Kelompok PK adalah subyek yang menggunakan kombinasi propofol 2 mg/kgbb dan

ketamin 0,5 mg/kgbb dilanjutkan pemeliharaan propofol 2 mg/kgbb/jam dan ketamin 0,5

mg/kgbb/jam intravena, sedangkan kelompok PF adalah subyek yang menggunakan

kombinasi induksi propofol 2 mg/kgbb dan fentanyl 1 μg/kgbb dilanjutkan pemeliharaan

propofol 2 mg/kgbb/jam dan fentanyl 1 μg/kgbb/jam intravena. Penilaian parameter

perubahan hemodinamik meliputi tekanan darah sistolik (TDS), tekanan arteri rerata

(TAR) dan laju denyut jantung (DJ) dinilai pada saat induksi, insisi dan durante operasi

hingga selesai.

Hasil: Penurunan parameter hemodinamik lebih dari 10 % terjadi pada kelompok PF

pada saat induksi, insisi dan menit ke-5, dimana tekanan darah sistolik (TDS) menurun

sebesar 15,5 (7,26) %, tekanan arteri rerata (TAR) menurun sebesar 14,0 (8,34) % dan

laju denyut jantung (DJ) sebesar 14,2 (6,52) % sedangkan pada kelompok PK terjadi

penurunan TDS sebesar 4,3 (2,72) % (p = 0,000), TAR of 4,6 (3,18) % (p =0,000) dan DJ

sebesar 3,5(2,63) % (p = 0,000) saat induksi.

Simpulan: Stabilitas hemodinamik kelompok PK lebih baik daripada kelompok PF.

Kata kunci: TIVA kontinyu, propofol, ketamin, fentanyl

PENDAHULUAN

TIVA dalam praktek klinik menjadi

populer karena onset yang cepat serta efek

toksisitas obat sedatif dan hipnotik yang

minimal, juga menghindari efek yang

merugikan dari pengeluaran gas anestesi

kepada personal anestesi dan personal

kamar operasi lainnya. Dari segi ekonomi,

TIVA memiliki harga yang lebih rendah

daripada teknik inhalasi, sehingga

dianggap lebih efisien dalam menekan

biaya.1

Propofol, telah umum digunakan sebagai

agen induksi dan pemeliharaan anestesi

untuk masa operasi yang singkat dan

nyaman. Kecepatan clearance yang tinggi

dan penurunan konsetrasi dalam darah

yang cepat, membuatnya cocok digunakan

dalam bentuk infusan. Saat dihentikan,

pemulihan akan terjadi secara cepat.

Selain itu juga didapatkan angka kejadian

mual muntah postoperatif (PONV) lebih

rendah daripada penggunaan agen

inhalasi.2,3

Ketamin adalah satu-satunya obat anestesi

intravena yang memiliki kemampuan

hipnosis, analgesik dan amnesia sekaligus

dan relatif murah. Mempunyai onset kerja

yang cepat dan mencapai efek kerja

maksimal dalam waktu yang singkat pula.

Pada dosis subanestesi ketamin dapat

memberikan analgesi yang kuat.4

Page 38: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

106

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Fentanyl, adalah opioid yang umum

digunakan pada TIVA. Fentanyl

memberikan analgesia yang baik dengan

onset yang cepat namun memiliki efek

depresi kardiorespirasi dan sedasi serta

meningkatnya risiko PONV, yang sering

menjadi masalah pada pasca pembedahan.5

Bajwa et al. (2010) dan Badrinath et al.

(2008), menunjukkan bahwa kombinasi

propofol dengan ketamin pada dosis

subhipnotik dapat memberikan analgesia

yang cukup tanpa depresi hemodinamik

serta kardiorespirasi.6,7 Efek

psikotomimetik minimal pada kombinasi

tersebut.8

Sebuah penelitian yang membandingkan

kombinasi propofol – fentanyl (PF)

dengan propofol – ketamin (PK)

menunjukkan stabilitas hemodinamik pada

kelompok PK sedangkan hipotensi

didapatkan pada kelompok PF. Hal ini

menjadi penting karena perubahan

hemodinamik duranteoperatif secara

bermakna akan meningkatkan resiko

terjadinya komplikasi kardiak dan renal

pasca operasi. Kedua kelompok tidak

menunjukkan berbeda dalam

perbandingan lamanya membuka mata

spontan. Insiden PONV lebih banyak

didapatkan pada kelompok PF dan tidak

didapatkan efek psokotomimetik pada

kelompok PK.9

Kombinasi propofol dan ketamin

memberikan anestesi yang cukup nyaman

untuk pembedahan dengan onset cepat,

durasi yang cepat, stabilitas hemodinamik,

dan analgesia yang poten namun profil

pulih sadar yang cukup bervariasi.

Teknik TIVA kontinyu dengan

menggunakan kombinasi propofol dan

fentanyl telah umum digunakan di RSUP

dr. Sardjito. Teknik tersebut dapat

memberikan anestesi yang adekuat, namun

dapat menyebabkan perubahan

hemodinamik duranteoperatif yang

bervariasi. Di rumah sakit tertentu di

Indonesia khususnya di Yogyakarta dan

Jawa Tengah, ketamin lebih mudah

didapatkan dan lebih ekonomis

dibandingkan fentanyl. Efek depresi napas

lebih kecil terjadi sehingga lebih aman

apabila digunakan di daerah terpencil. Hal

ini tentunya dapat menjadi pertimbangan

pemilihan obat kombinasi TIVA oleh

dokter anestesi.

Penelitian ini akan membandingkan

stabilitas hemodinamik pada pasien yang

menjalani sterilisasi ligasi tuba Metode

Operasi Wanita (MOW) dengan TIVA

kontinyu menggunakan dua kombinasi

obat anestesi intravena, propofol-ketamin

dengan propofol-fentanyl. Dosis yang

digunakan untuk induksi propofol 2 mg/

kgbb dan ketamin 0,5 mg/kgbb dilanjutkan

pemeliharaan propofol 2 mg/kgbb/jam dan

ketamin 0,5 mg/kgbb/jam intravena

dibandingkan dengan induksi propofol 2

mg/kgbb dan fentanyl 1 μg/kgbb

dilanjutkan pemeliharaan propofol 2 mg/

kgbb/jam dan fentanyl 1 μg/kgbb/jam

intravena. Penilaian stabilitas

hemodinamik meliputi perubahan tekanan

darah sistolik (TDS), tekanan arteri rerata

(TAR) dan laju denyut jantung (DJ).

Page 39: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

107

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 1. Karakteristik Subyek

Variabel PK PF p

Umur (tahun) 37,7(4,57) 37,31(4,25) 0,667

Berat badan (Kg) 51,2(7,19) 49,8(5,29) 0,367

Tinggi Badan (cm) 155,1(4,12) 156,6(4,14) 0,130

BMI 21,3(2,77) 20,3 (2,15) 0,097

ASA n (%) n (%)

I 35((100) 35(100)

II 0 0

Hemodinamik Awal

Systolik mmHg 118(11,38) 117,4(13,02) 0,815

Diastolik mmHg 73,31(7,11) 73,6(7,9) 0,849

TAR mmHg 88,3(7,86) 88,2 (9,09) 0,989

DJ bpm 84,0(11,44) 80,4 (7,85) 0,127

Tabel 2. Perbandingan persentase perubahan tekanan darah sistolik

Waktu (menit)

Propofol-Ketamin Propofol-Fentanyl

P % %

Mean SD Mean SD

Induksi 4,3 (2,72) 15,5 (7,26) 0,000*

Insisi 3,5 (3,95) 12,5 (6,96) 0,000*

5 4,6 (2,11) 10,8 (8,62) 0,000*

10 7,4 (1,37) 8,4 (4,89) 0,125

15 4,7 (2,66) 5,6 (3,11) 0,205

20 6,2 (2,48) 7,1 (3,19) 0,417

25 5,7 (2,05) 6,6 (3,11) 0,757

30 5,8 (2,93) 6,7 (4,13) 0,188

35 7,5 (1,15) 8,4 (4,04) 0,737

Data ditampilkan sebagai mean (SD) atau n(%) *p<0,05, independent t-test

Page 40: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

108

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

METODE

Sampel pada penelitian ini adalah subyek

yang memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi yang diambil dari

populasi terjangkau, yaitu wanita yang

menjalani tindakan pembedahan Metode

Operasi Wanita (ligasi tuba) menggunakan

anestesi umum TIVA di Instalasi

Kontrasepsi Mantap RSUP Dr. Sardjito.

Kriteria inklusi meliputi subyek usia 30 –

45 tahun, dengan status fisik ASA I – II,

BMI 18 – 30 kg/m2 dan telah

menandatangani informed consent. Pasien

dengan hipertensi. gangguan fungsi ginjal,

gangguan fungsi hepar, schizophrenia,

riwayat pemakaian obat obatan golongan

opioid dan monoamine oksidase inhibitor

sebelumnya dan pasien yang memiliki

alergi terhadap obat propofol, ketamin

atau fentanyl tidak diikutsertakan dalam

penelitian ini.

Randomisasi dilakukan dengan cara

randomisasi blok dengan tabel angka

random untuk membagi sampel menjadi

Grup A yang mendapat kombinasi induksi

propofol 2 mg/kgbb + ketamin 0,5 mg/

kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan dengan

propofol 2 mg/kgbb/jam + ketamin 0,5

mg/kgbb/jam iv dan Grup B yang

mendapat kombinasi induksi propofol 2

mg/kgbb + fentanyl 1 g/kgbb iv

dilanjutkan pemeliharaan dengan propofol

2 mg/kgbb/jam iv + fentanyl 1 g/kgbb/jam

iv. Kedua obat ditempatkan dalam spuit

injeksi, ditutup kertas dan diberi label oleh

petugas farmasi dan tidak diketahui tim

peneliti.

Setelah mendapat persetujuan komite etik,

subyek diberi penjelasan mengenai

jalannya penelitian, dan setelah

menyetujui ikut terlibat dalam penelitian,

menandatangani informed consent. Di

ruang persiapan pasien dipasang infus

dengan kateter vena no. 18 G dengan

threeway stop cock pada daerah punggung

tangan dan diberikan infus kristaloid

setengah kebutuhan cairan pengganti

puasa dan dilanjutkan dengan

pemeliharaan 2 ml/kgbb/jam, kemudian

infus dihentikan. Penyediaan obat sesuai

amplop randomisasi dan pembagian pasien

dilakukan oleh petugas khusus (pembantu

peneliti). Untuk induksi, Fentanyl,

konsentrasi 50 μg/ml diencerkan menjadi

konsentrasi 20 μg/ml dengan cara

mengambil 2 ml fentanyl (100 μg) dan

ditambahkan 3 ml NaCl 0,9 % menjadi

total volume keseluruhan 5 ml dalam spuit

5ml. Ketamin, digunakan konsentrasi 10

mg/ml dalam spuit 5 ml. Untuk

pemeliharaan ketamin konsentrasi 10 mg/

ml disiapkan dalam spuit 20 ml dan

fentanyl konsentrasi 50 μg/ml diencerkan

menjadi konsentrasi 20 μg/ml dengan cara

mengambil 8 ml fentanyl dan ditambahkan

NaCl 0,9% 12 cc dalam spuit 20 ml.

Propofol konsentrasi 10 mg/ml disiapkan

dalam spuit 20 ml dan semua obat

terpasang pada syringe pump. Di kamar

operasi, dilakukan pemasangan nasal

kanul dengan oksigen 2–3 liter/menit.

Lakukan pengukuran tekanan darah

sistolik (TDS), tekanan darah diastolik

(TDD) dan denyut jantung (DJ) sebelum

dilakukan prosedur anestesi, data tersebut

dicatat sebagai data awal. Diberikan sedasi

Midazolam dengan dosis 0,05 mg/kgbb iv,

Page 41: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

109

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

setelah 3 menit, dilakukan pencatatan

TDD,TDS dan DJ, hasil pengukuran

dicatat sebagai data sebelum induksi. Pada

kelompok A diberikan injeksi ketamin (0,5

mg/kgBB IV) perlahan-lahan, kemudian

injeksi Propofol (2 mg/kgBB IV) perlahan

-lahan, dilanjutkan dengan Propofol (2

mg/kgBB/jam IV) dan ketamin (0,5 mg/

kgBB/jam IV). Sedangkan pada kelompok

B Kelompok B diberikan injeksi fentanyl

(1 μg/kgBB IV) perlahan-lahan, kemudian

injeksi propofol (2 mg/kgBB IV) perlahan

-lahan dilanjutkan dengan propofol 2/

kgBB/jam IV) dan fentanyl (1 μg/kgBB/

jam IV), menggunakan syringe pump.

Setelah 3 menit dari awal injeksi ketamin

dilakukan penilaian reflek bulu mata dan

tes pinprick. Bila tidak ada respon pada tes

pinprick maka dilakukan pencatatan

TDS,TDD dan DJ sebagai data setelah

induksi. Incisi kulit dilakukan Lakukan

pengukuran TDS,TDD dan DJ sebagai

data setelah incisi. Setiap interval 5 menit

dilakukan pengukuran TDS,TDD dan DJ.

Setelah selesai jahitan kulit, obat-obat

anestesi dihentikan. Operasi selesai, pasien

dipindah ke ruang pulih sadar.

HASIL

Penelitian dilakukan di Instalasi

Kontrasepsi Mantap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta mulai tanggal 23 Agustus

2011 sampai dengan 20 Oktober 2011

setelah mendapatkan ethical clearance

dari Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian

dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak

70 orang. Data yang tercatat pada formulir

yang telah disediakan, dilakukan tabulasi

dan di analisis dengan menggunakan

perangkat lunak SPSS versi 18.0.

Data karakteristik umum pasien antara

kedua kelompok meliputi: umur, berat

badan, tinggi badan, Body Mass Index

(BMI), klasifikasi ASA dan data

hemodinamik awal dapat dilihat pada

Tabel 1.

Data karakteristik subyek untuk variabel-

variabel: umur, berat badan, tinggi badan,

BMI dan hemodinamik awal dianalisis

dengan t-test tidak berpasangan dimana

secara statistik kedua kelompok propofol-

ketamin (PK) maupun propofol-fentanyl

(PF) tidak berbeda bermakna (P < 0,05 )

sehingga karakteristik subyek penelitian

setara.

Perbandingan tekanan darah sistolik

(TDS), tekanan arteri rerata (TAR) dan

laju denyut jantung (DJ) pada kedua

kelompok dan hasil uji statistik dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan bermakna bila persentase

perubahan hemodinamik dibandingkan

antara kedua kelompok. Pada kelompok

PF tekanan sistolik mengalami perubahan

sebesar > 10 % didapatkan pada saat

setelah induksi 15,5 (7,26) %, setelah

insisi 12,5 (6,96) %, menit ke-5 sebesar

10,8 (8,62) % dimana berbeda bermakna

dengan kelompok PK saat induksi 4,3

(2,72) %, saat insisi 3,5 (3,95) % dan

menit ke-5 sebesar 4,6 (2,11) %. Pada

menit berikutnya perbedaan yang terjadi

tidak bermakna secara statistik.

Page 42: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

110

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 3. Perbandingan persentase perubahan tekanan arteri rerata

Waktu (menit)

Propofol-Ketamin Propofol-Fentanyl

P % %

Mean SD Mean SD

Induksi 4,6 (2,35) 14,0 (8,34) 0,000*

Insisi 6,3 (2,37) 11,6 (6,30) 0,000*

5 6,3 (1,39) 8,3 (5,20) 0,028*

10 6,2 (1,98) 6,8 (4,89) 0,531

15 5,2 (3,24) 6,1 (5,15) 0,415

20 5,2 (2,41) 4,7 (3,32) 0,051

25 4,0 (2,67) 4,5 (3,58) 0,178

30 4,2 (2,50) 4,3 (2,42) 0,386

35 2,8 (1,77) 1,9 (1,65) 0,171

Data ditampilkan sebagai mean (SD) atau n(%) *p<0,05, independent t-test

Tabel 4. Perbandingan persentase perubahan laju denyut jantung

Waktu (menit)

Propofol-Ketamin Propofol-Fentanyl

P % %

Mean SD Mean SD

Induksi 3,5 (2,63) 14,2 (6,52) 0,000*

Insisi 4,2 (2,68) 9,3 (8,19) 0,018*

5 6,6 (1,71) 8,7 (4,50) 0,019*

10 7,0 (0,98) 7,2 (4,77) 0,123

15 6,0 (0,78) 7,1 (5,59) 0,218

20 6,2 (1,14) 6,4 (4,33) 0,371

25 5,6 (2,15) 5,7 (3,31) 0,565

30 5,9 (1,57) 4,9 (1,35) 0,031*

35 7,0 (2,83) 4,2 (2,69) 0,009*

Data ditampilkan sebagai mean (SD) atau n(%) *p<0,05, independent t-test

Page 43: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

111

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 3 menunjukkan pada kelompok PF

terjadi perubahan tekanan arteri rerata

sebesar > 10 % didapatkan pada saat

setelah induksi sebesar 14,0 (8,34) % dan

setelah insisi 11,9 (6,30) %. Pada menit ke

-5 sebesar 8,3 (5,20) % juga didapatkan

beda bermakna dengan kelompok PK

yaitu saat induksi 4,6 (3,18) % dengan

p=0,000, saat insisi 6,3 (1,03) % dengan

p=0,000 dan menit ke-5 sebesar 6,3 (2,11)

% dengan p=0,028.

Tabel 4 menunjukkan pada kelompok PF

terjadi perubahan laju denyut jantung

sebesar > 10 % didapatkan pada saat

setelah induksi sebesar 14,2 (6,52) %.

Perubahan saat setelah insisi 9,3 (8,19) %

dan menit ke-5 sebesar 8,7 (4,50) % juga

berbeda bermakna dengan kelompok PK

yaitu saat induksi 3,5 (2,63) % dengan

p=0,000, saat insisi 4,2 (2,68) % dengan

p=0,018 dan menit ke-5 sebesar 6,6 (1,71)

% dengan p=0,019.

Penambahan obat propofol 0,5 mg/kgbb

diberikan pada saat durante operasi

dengan tanda-tanda pasien akan terbangun

atau adanya gerakan, yaitu pada 7 pasien

(20 %) pada kelompok PK dan 10 pasien

(28,5 %) pada kelompok PF, namun tidak

bermakna secara statistik (p=0,472).

Frekuensi penambahan obat pada

kelompok PK 1,4 (0,53) kali sedangkan

pada kelompok PF 1,5 (0,70) kali

pemberian dan tidak bermakna secara

statistik (p=0,825). Total dosis propofol

yang ditambahkan pada kelompok PK

28,6 (10,69) mg sedangkan pada

kelompok PF 30,0 (14,14) mg dan tidak

bermakna secara statistik (p=0,825).

PEMBAHASAN

Data demografi menunjukkan bahwa pada

karakteristik dasar kedua kelompok dan

dari masing-masing variabel umur, berat

badan, tinggi badan, BMI, ASA dan

parameter hemodinamik awal baik tekanan

darah sistolik, tekanan darah diastolik,

tekanan arteri rerata dan laju denyut

jantung tidak didapatkan perbedaan

bermakna sehingga kedua kelompok layak

untuk dibandingkan.

Terdapat perbedaan durasi operasi pada

kedua kelompok dimana kelompok PK

dengan rerata durasi 27,9 (9,66) menit dan

kelompok PF 24,1 (5,59) menit. Durasi

operasi lebih dari 35 menit pada kelompok

PK didapatkan pada 4 pasien dan 1 pasien

pada kelompok PF dimana penyebabnya

adalah faktor kesulitan visualisasi tuba

oleh operator. Rerata selisih waktu yang

diperlukan mulai saat induksi hingga

operator memulai dimulai insisi adalah 5

(0,24) menit pada kelompok PK dan 5,14

(0,55) menit pada kelompok PF (p=0,166).

Perbandingan persentase perubahan

hemodinamik bila dibandingkan antara

kedua kelompok menunjukkan beda

bermakna. Tekanan darah sistolik pada

kelompok PF mengalami perubahan

sebesar > 10 % didapatkan pada saat

setelah induksi 15,5 (7,26) %, setelah

insisi 12,5 (6,96) %, menit ke-5 sebesar

10,8 (8,62) % dimana berbeda bermakna

dengan kelompok PK saat induksi 4,3

(2,72) %, saat insisi 3,5 (3,95) % dan

menit ke-5 sebesar 4,6 (2,11) %.

Page 44: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

112

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Perubahan tekanan arteri rerata sebesar >

10 % didapatkan pada saat setelah induksi

sebesar 14,0 (8,34) % dan setelah insisi

11,9 (6,30) % pada kelompok PF. Pada

menit ke-5 sebesar 8,3 (5,20) % juga

didapatkan beda bermakna dengan

kelompok PK yaitu saat induksi 4,6 (3,18)

% dengan p=0,000, saat insisi 6,3 (1,03) %

dengan p=0,000 dan menit ke-5 sebesar

6,3 (2,11) % dengan p=0,028.

Pada kelompok PF terjadi perubahan laju

denyut jantung sebesar > 10 % didapatkan

pada saat setelah induksi sebesar 14,2

(6,52) %. Perubahan saat setelah insisi 9,3

(8,19) % dan menit ke-5 sebesar 8,7 (4,50)

% juga berbeda bermakna dengan

kelompok PK yaitu saat induksi 3,5 (2,63)

% dengan p=0,000, saat insisi 4,2 (2,68) %

dengan p=0,018 dan menit ke-5 sebesar

6,6 (1,71) % dengan p=0,019.

Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh

Mahajan et al. (2010), Bajwa et al. (2010)

dan Almeida 2005 yang membandingkan

kombinasi propofol – fentanyl (PF)

dengan propofol – ketamin (PK) dimana

didapatkan penurunan bermakna pada

keempat parameter hemodinamik tersebut.

Penurunan yang terjadi pada saat induksi,

setelah insisi dan menit-menit awal pada

kelompok PF lebih besar dan melebihi

rentang 10 % dari hemodinamik awal

sehingga dapat dikatakan stabilitas

hemodinamik pada kelompok PK lebih

baik daripada kelompok PF meskipun

kemudian, rerata persentase perubahan

hemodinamik pada kedua grup berada

dalam rentang kurang dari 10 %

dibandingkan hemodinamik sebelum

induksi. Perlu dicermati bahwa perubahan

hemodinamik duranteperatif merupakan

salah satu prediktor kejadian komplikasi

pascaoperasi dimana beberapa poin

penting dalam pengendalian hemodinamik

intraoperatif.10

Saat dilakukan insisi tidak didapatkan

gerakan pada semua subyek penelitian,

sehingga tidak dibutuhkan penambahan

obat. Hal ini menunjukkan bahwa ketamin

pada dosis 0,5 mg/kg untuk induksi

dilanjutkan dosis pemeliharaan 0,5 mg/

kgbb/jam dapat memberikan analgesi yang

baik sebanding dengan fentanyl 1 μg/kgbb

yang dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 1 μg/kgbb/jam. Dosis

ketamin 0,5 mg/kgbb telah digunakan

dalam penelitian sebelumnya pada

tindakan debridement luka bakar dimana

didapatkan efek analgesi yang cukup

adekuat. 11

Selama operasi penambahan propofol

diberikan karena adanya gerakan atau

tanda-tanda pasien akan bangun pada saat

dilakukan eksplorasi lebih dalam oleh

operator dan bila terjadi takikardiatau

hipertensi. Penambahan propofol

diperlukan pada kedua kelompok meski

tidak berbeda bermakna secara statistik.

Tujuh pasien (20 %) pada kelompok PK

dan 10 pasien (28,5 %) pada kelompok PF

memerlukan penambahan propofol bolus

sebesar 0,5 mg/kgbb. Frekuensi

penambahan obat pada kelompok PK 1,4

(0,53) kali sedangkan pada kelompok PF

1,5 (0,70) kali pemberian dan tidak

bermakna secara statistik (p=0,825). Total

dosis propofol yang ditambahkan pada

kelompok PK 28,6 (10,69) mg sedangkan

Page 45: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

113

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

pada kelompok PF 30,0 (14,14) mg dan

tidak bermakna secara statistik (p=0,825).

Penambahan ini mungkin dapat menjadi

pertimbangan perlunya menaikkan dosis

pemeliharaan propofol kontinyu yang pada

penelitian ini diberikan 2 mg/kgbb/jam.

Penelitian sebelumnya oleh Mahajan, et

al. (2010) yang menggunakan dosis

propofol yang diberikan dengan dosis 4

mg/kgbb/jam, penelitian Bajwa, et al.

(2010) menggunakan dosis rumatan

propofol 2 mg/kgbb/jam, sedangkan

Almeida (2005) menggunakan dosis

propofol titrasi 10 mg/kgbb/jam yang

diturunkan 2 mg/kgbb/jam tiap 10 menit

dan dilanjutkan titrasi yang dimulai

dengan dosis 4 mg/kgbb/jam.9,6,11

Selama pemantauan baik setelah induksi

maupun durante operasi hingga selesai

tidak didapatkan kejadian penurunan

SpO2 hingga dibawah 95 %, kedua

kombinasi obat masih memungkinkan

ventilasi spontan yang adekuat. Beberapa

penelitian sebelumnya dengan dosis

fentanyl yang lebih besar dari 1 μg/kgbb/

jam menunjukkan kecenderungan

terjadinya depresi napas baik selama

operasi maupun di ruang pemulihan.6

Selama operasi tidak didapatkan kejadian

bradikardi yang membutuhkan

penatalaksanaan khusus. Walaupun terjadi

penurunan laju denyut jantung, namun

penurunan tersebut tidak disertai gejolak

yang bermakna dan berlangsung singkat.

Kedua kombinasi obat baik propofol-

ketamin dan propofol-fentanyl

memberikan kondisi pascaanestesi yang

cukup nyaman tanpa adanya keluhan mual

muntah selama observasi di ruang pulih

sadar. Efek anti emetik pada propofol

dapat menurunkan angka kejadian PONV

pada penggunaan ketamin dengan dosis

0,5 mg/kgbb/jam maupun fentanyl 1 μg/

kgbb/jam. Penelitian sebelumnya

menyebutkan bahwa dosis subhipnotik

ketamin 0,5 sampai 1 mg/kgbb/jam

dengan kombinasi infus propofol dapat

memberikan analgesia tanpa depresi

hemodinamik dan kejadian PONV,

sedangkan pada dosis lebih besar 1,4 mg/

kgbb/jam secara bermakna meningkatkan

kejadian PONV.7

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian propofol –

ketamin vs propofol – fentanyl dapat

disimpulkan bahwa hemodinamik pada

TIVA kontinyu kombinasi propofol –

ketamin (PK) lebih stabil dibandingkan

TIVA kontinyu kombinasi propofol –

fentanyl (PF) pada operasi MOW.

DAFTAR PUSTAKA

1. Loose, E., Egan, T.D., 2006. Short-acting

Intravenous Anesthetics. In R.L. Hines, ed.

Ambulatory Anesthesia. Philadelphia: Mosby

Elsevier. 39.

2. Lerman, J., 2009. TIVA,TCI and Pediatrics:

Where are we and where are we going.

Available at: http://www.utswanesthesia.com

[Accessed 2 March 2011]

3. Aitkenhead, A.R., 2003. Intravenous anesthetic

agents. In A.R. Aitkenhead, D.J. Rowbotham

& S. Graham, (eds). Textbook of anesthesia.

4th ed. Philadelphia: Elsevier. 184-9.

4. Reves, J.G., Glass, P.S., Lubarsky, D.A.,

McEvoy, M.D., 2010. Intravenous anesthetics.

In Miller, R.D. ed. Miller's Anesthesia. 7th ed.

Philadelphia: Elsevier. 10:719-59.

Page 46: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

114

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

5. Stoelting, R.K., Hillier, S.C., 2006.

Nonbarbiturate intravenous anesthetic drugs. In

Brown, B., Murphy, F. (eds). Pharmacology

and Physiology In Anesthetic Practice. 4th ed.

Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

1:155

6. Bajwa, S.J., Bajwa, S.K., Kaur, J., 2010.

Comparison of two drug combinations in total

intravenous anesthesia: propofol-ketamine and

propofol-fentanyl. Saudi J Anest, 4(2):72-9

7. Badrinath, S., Avramov, N., Shadrick, M.,Witt,

T.R., Ivankovich, A., 2000. The use of a

ketamine-propofol combination during

monitored anesthesia care. Anest analg, 90:858

-62.

8. Messenger, D.W., Messenger, D.W., Murray,

H.E., Dungey, P.E., Vlymen, J., Sivilotti, M.L.,

2008. Subdissociative-dose ketamine versus

fentanyl for analgesia during propofol

procedural sedation: a randomized clinical

trial. Am Emergency Med J, 15:877-86

9. Mahajan, R., Swarnkar, N., Ghosh, A., 2010.

Comparison of ketamine and fentanyl with

propofol in total intravenous anesthesia: a

double blind randomized clinical trial. Internet

J Anest, 23

10. Charlson, M.E., MacKenzie, R., Gold, J.P.,

Ales, K.L., Topkins, M., Shires, T., 1990.

Intraoperative blood pressure : what patterns

identify patients at risk for postoperative

complications. Ann. Surg, 560-80.

11. Almeida, S.L., 2005. Comparative evaluation of

propofol-ketamine and propofol fentanyl in

management of pain during dressing changes in

patients with burns. Available at: http://

www.rila.co.uk [Accessed 4 March 2011]

Page 47: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

115

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Pengaruh Anestesi Regional dan General pada Sectio Cesaria pada Ibu

dengan Pre Eklampsia Berat terhadap Apgar Score

PENELITIAN

Nurhadi Wijayanto*, Ery Leksana**, Uripno-Budiono**

*Bagian Anestesiologi RSU Bhayangkara Sartika Asih Bandung

**Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang

ABSTRACT

Background: in patients with severe preeclampsia intubation is dangerous because of the

actions associated with airway management and hemodynamic fluctuations that may

occur. Spinal anesthesia avoided many risks associated with hypotensive but some

studies have shown that spinal anesthesia is safe for both mother and fetus. debate about

the influence of general anesthesia and spinal anesthesia on Apgar score is something

interesting. Some research suggests that there was no difference in anesthesia on both of

them but other studies say that the appreciation of the general anesthesia will result in a

lower than spinal anesthesia.

Objective: to compare the influence of general anesthesia and spinal anesthesia on

children born to mothers with a sectio caesaria because of severe preeclampsia.

Methods: an experimental study design with prospective randomized control trial study,

the research group is divided into two (n: 8), Group I is the group that received general

anesthesia with pentothal 5mg/bb dose and dose muscle paralytic suksinilkholis 1.5mg/bb

Conclusion: Apgar score in the group of spinal anesthetics are higher than general

anesthesia in patients with sectio caesaria because of severe preeclampsia, but clinically

by Apgar score categories of the two groups together

Key words: pre-eclampsia, Apgar score, spinal anesthesia, sectio Cesaria, hemodynamic

ABSTRAK

Latar belakang: pada pasien preeklampsia berat intubasi merupakan tindakan yang

berbahaya karena berkaitan dengan menejeman jalan napas dan gejolak hemodinamik

yang mungkin terjadi. Anestesi spinal banyak dihindari berkaitan dengan resiko

hipotensinya namun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa anestesi spinal

adalah aman bagi ibu maupun janin . perdebatan tentang pengaruh anestesi umum dan

anestesi spinal terhadap Apgar score adalah sesuatu yang menarik. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan anestesi pada keduanya namun pada

penelitian lainnya dikatakan bahwa dengan apresiasi umum akan menghasilkan anestesi

yang lebih rendah daripada anestesi spinal.

Page 48: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

116

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

PENDAHULUAN

Kurang lebih 50.000 ibu meninggal

karena preeklampsia tiap tahun diseluruh

dunia dan hipertensi pada kehamilan

menyebabkan 15%-20% kematian ibu

dan kurang lebih 30% bayi yang

dilahirkan mengalami asfiksia selama

persailinan dan IUFD (intrauterine fetal

death sebesar 12% kematian perinatal

terjadi karena asfiksia. Hipertensi

merupakan penyebab ketiga kematian ibu

di USA setelah tromboembolisme dan

pendarahan.1,2

Sebuah penelitian yang dilakukan di

Yogyakarta mendapatkan bahwa

preeklampsia akan meningkatkan resiko

terjadinya asfiksia berat sebesar 15 kali

dibanding kehamilan normotensi,

sedangkan untuk terjadinya asfiksia

sedang meningkat 2,9 kali.3

Asfiksia terjadi bila pada saat neonatus

lahir mengalami gangguan gas dan

transport O2 sehingga menderita

kekurangan persediaan O2 dan kesulitan

mengeluarkan CO2. Salah satu penyebab

terjadinya asfiksia adalah adannya

penurunan perfusi uteroplasenta akibat

tindakan anestesi yang diberikan.

Pada waktu yang lampau istilah hipertensi

selama kehamilan masih membingungkan

namun demikian The National High Blood

Pressure Education Program Working

Group telah merekomendasikan bahwa

istilah hipertensi gestasional diganti

dengan pregnancy-induced hypertension

untuk mendiskripsikan naiknya tekanan

darah disertai proteinuria. Setelah

kehamilan 20 minggu dan dan kemudian

menurun pada post partum, sebanyak 25%

wanita dengan hipertensi gestasional akan

timbul proteinuria dan sindrom

preeklampsia.1

Preeklampsia merupakan sekumpulan

gejala yang terdiri dari hipertensi dan

proteinuria setelah kehamilan berumur 20

minggu. lstilah eklampsia digunakan

bila sindrom preeklampsia melibatkan

system saraf pusat sehingga berakibat

kejang. Istilah HELLP Syndrome

digunakan pada preeklampsia dengan

hemolysis elevated liver enzymes, and low

platelet meskipun kaitan antara

preeklampsia dengan HELLP syndrome

tidak jelas 1,2,3

Tujuan : untuk membandingkan pengaruh anestesi umum dan anestesi spinal terhadap

anak yang dilahirkan oleh ibu dengan sectio caesaria karena preeklampsia berat.

Metode : merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian prospective

randomized control trial, kelompok penelitian dibagi menjadi dua (n:8), kelompok I

merupakan kelompok yang mendapat anestesi umum dengan pentothal dosis 5mg/bb dan

pelumpuh otot suksinilkholis dosis 1.5mg/bb

Kesimpulan : Apgar score pada kelompok anesthesi spinal lebih tinggi daripada

anestesi umum pada pasien sectio caesaria karena preeklampsia berat, tetapi secara

klinis berdasarkan kategori Apgar score kedua kelompok sama

Kata kunci : preeklampsia, Apgar score, anestesi spinal, sectio cesaria, hemodinamik

Page 49: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

117

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Preeklampsia terjadi pada 5% sampai 9%

dari semua kehamilan meskipun

prevalensi berbeda-beda ditiap Negara.

Di United States 7%-10% wanita

menderita preeklampsia, di Singapura

0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-

8,5% dan ini menyebabkan peningkatan

morbiditas dan mortalitas ibu dan

neonatus . Antara tahun 1979 dan 1986

insidensi preeklampsia rneningkat dari 2,4

per 1000 persalinan, menjadi 5,2 per

1.000 persalinan di USA. Pada

penelitian terhadap 40.124 kelahiran

yang berkaitan dengan kematian ibu

setelah kehamilan 20 minggu di USA

antara 1979 dan 1992. Telah dilaporkan

bahwa rata-rata kematian ibu karena

preeklampsia atau eklampsia adalah 1.5

kematian dari 100.000 kelahiran hidup. 1,4

Sectio caesaria merupakan metode untuk

melahirkan bayi melalui irisan pada

abdomen dan uterus. Asal mula nama ini

tidak jelas walaupun secara luas diyakini

bahwa nama ini berasal dari nama Julius

Caesar walaupun Julius Caesar tidak

dilahirkan dengan metode ini. Mungkin

nama ini berasal dari peraturan yang

dahulu digunakan yaitu berdasar undang-

undang Julius Caesar. Berdasarkan Center

for Disease Control and Prevention

(CDC) lebih dari 700.000 orang menjalani

sectio caesaria yang pertama dan 400.000

wanita menjalani sectio caesaria berulang

tiap tahun. Jumlah total sectio caesaria

adalah 29% selama tahun 2004. Wanita

dengan preeklampsia menunjukkan

peningkatan untuk dilakukan pengakhiran

kehamilan dengan sectio caesaria, dalam

satu penelitian didapat 83% yang

didiagnosis preeklampsia menjalani sectio

caesaria.2

Beberapa pasien yang memerlukan

tindakan sectio caesaria tentunya

memerlukan penatalaksanaan anestesi.

Karena bahaya yang mungkin timbul

berkaitan dengan manajemen jalan napas

dan gejolak hemodinamik pada saat

intubasi maka anestesi umum dipilih bila

ada kontra indikasi terhadap anestesi

regional. Anestesi epidural digunakan

pada saat pasien dengan preeklampsia

berat, meskipun anestesi spinal banyak

dihindari berkaitan dengan resiko

hipotensinya namun dari beberapa

penelitian telah menunjukkan bahwa efek

anestesi spinal dan epidural terhadap

hemodinamik sama. Perdebatan tentang

pengaruh anestesi umum dan anestesi

spinal terhadap Apgar score adalah

sesuatu yang menarik. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

Apgar score pada keduanya namun pada

penelitian lainnya dikatakan bahwa

dengan anestesi umum akan menghasilkan

Apgar score yang lebih rendah daripada

anestesi spinal.

Telah dilakukan penelitian tingkat stress

hormone selama anestesi. Pada Kelompok

yang dilakukan anestesi umum,

adrenocorticotrophic hormone (ACTH)

dan betaendorphin meningkat secara

bermakna pada saat insisi kulit, tetapi

perubahan ini tidak terjadi pada anestesi

epidural. Epinefrin dan norepinefrin

plasma meningkat secara bermakna pada

saat insisi kulit untuk pasien dengan

anestesi umum sedangkan anestesi

epidural perubahannya tidak bermakna.

Page 50: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

118

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Anestesi regional yang digunakan dapat

menggunakan anestesi epidural atau

anestesi spinal karena keduanya

menunjukkan efek hermodinamik yang

stabil dan tidak bermakna.1,5,6

Pada wanita dengan preeklampsia,

anestesi spinal mempunyai beberapa

keuntungan yaitu menghindari kesulitan

intubasi pada anestesi umum dan

mencegah gejolak intubasi, onset yang

cepat, lebih mudah dikerjakan, lebih

terpercaya jika dibandingkan dengan

anestesi epidural, mempunyai resiko yang

lebih kecil dalam menyebabkan trauma di

ruang epidural sehingga menurunkan

resiko hematom.1,5

Pemeriksaan penunjang dan penilaian

dalam penatalaksanaan asfiksia, dapat

dilakukan dengan : pemantauan janin

(klinik dan kardiotokografi), analisis gas

darah, USG kepala, Computed Tomografi,

MRI, EEG dan Apgar score.7

Apgar score merupakan metode untuk

melakukan penilaian terhadap bayi baru

lahir secara cepat. Penilaian tersebut

meliputi lima komponen yang dengan

mudah dpt dilakukan. Kelima komponen

itu meliputi laju jantung, usaha bernapas,

tonus otot, refleks dan warna kulit, dan

reflek tergantung dari maturitas fisiologi

bayi. Bayi preterm yang sehat tanpa

riwayat asfiksia mungkin saja mendapat

score yang rendah karena imaturitasnya.

Sejumlah faktor pada fetus dipengaruhi

oleh penurunan konsentrasi oksigen yang

dihirup oleh ibu, penurunan aliran darah

uterus, penurunan aliran darah umbilikus,

emboli uteroplasenta, pendarahan pada

ibu, kombinasi dari hipoksemia dan

hipotensia.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimental dengan desain penelitian

prospective randomized control trial,

kelompok penelitian dibagi menjadi dua

sebagai berikut, Kelompok I mendapat

anestesi umum, yang rnerupakan

kelompok kontrol, Kelompok II mendapat

anestesi spinal.Tempat penelitian adalah

instalasi bedah sentral dan ruang operasi

UGD Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi

Semarang. Waktu penelitian adalah 4

bulan sejak usulan di setujui.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah

pasien dengan preeklampsia berat yang

akan menjalani SC, tidak ada riwayat

alergi dengan obat-obat anestesi yang

akan diberikan, kehamilan aterm,

sedangkan Kriteria eksklusi dari penelitian

ini adalah pasien menolak untuk ikut

dalam penelitian, kontraindikasi untuk

dilakukan anestesi umum atau anestesi

spinal, BMI > 35 kg/m2, mallampati > 2,

koagulasi yang abnormal, trombositopeni

(trombosit 75 X 109/1), SIRS/Sepsis,

deformitas tulang belakang, kehamilan

kembar, fetal distress, partus lama, bayi

preterm atau serotinus, penderita

diabetes mellitus, perdarahan antepartum

dan perdarahan intrapartum, ruptur uteri.

Jumlah sampel yang diperlukan untuk

penelitian ini adalah 16 sampel, yang

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

kelompok I (anestesi umum) dan

kelompok II (anestesi spinal), masing-

Page 51: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

119

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

masing kelompok berjumlah 8 sampel.

Randomisasi dilakukan sebelum operasi.

Penderita dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu kelompok I dan II. Kelompok II

mendapatkan anestesi spinal dengan

bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg,

fentanil 25 ug. Sebelum diberikan anestesi

spinal diberikan pemberian koloid HES

6% dalam larutan berimbang sebanyak

500 ml, kelompok I mendapatkan anestesi

umum dengan pentothal 5% 5 mg/kg bb,

suksinilkholin 1,5 mg/kgbb kemudian

dilakukan intubasi 1 menit kemudian,

analgetik diberikan tramadol 2mg/kgbb,

rumatan anestesi dengan menggunakan

50% N2O dalam O2 dan 0,75-1,5%

isoflurane. Setelah bayi lahir dilakukan

penilaian Apgar score oleh dokter anak/

residen anak.

Data yang terkumpul dibagi, menjadi

dua kelompok. Yaitu kelompok I yang

mendapatkan anestesi umum dan

kelompok II yang mendapatkan anestesi

spinal. Data-data tersebut meliputi data

demografi dasar, status obstetrik, umur

kehamilan, hemoglobin ibu, gula darah

sewaktu melahirkan, hemodinamik ibu,

berat badan bayi baru lahir dan Apgar

score.

HASIL

Pada Tabel 1, Rerata (simpangan baku)

umur ibu, kelompok I, kelompok II

berturut-turut adalah 26,75 (7,09) tahun

dan 29,63) tahun. Keadaan tersebut

berbeda tidak bermakna antara kedua

kelompok ( p= 0,408). Umur ibu pada

kedua kelompok sama.

Rerata (simpangan baku) umur kehamilan

kelompok I dan kelompok II berturut-

turut adalah 37,25 (1,58) minggu dan

38,00 (1,60) minggu, sehingga umur

kehamilan pada kedua kelompok berbeda

tidak bermakna (p=0,328). Umur

kehamilan antara kelompok I dan II adalah

sama. Rerata (simpangan baku) kadar

hemoglobin (Hb) kelompok I dan

kelompok II berturut-turut adalah 10,87

(0,63) g% dan 11,16 (1,04) g%. Kadar Hb

pada dua kelompok berbeda tidak

bermakna (p=0,516), sehingga kadar Hb

pada kedua kelompok adalah sama.

Rerata (simpangan baku) kadar gula darah

sewaktu (GDS) kelompok I dan Kelompok

II berturut-turut adalah 103,50 (20,87)

mg/dL dan 102,75 (8,88) mg/dL. Kadar

GDS antara kedua kelompok berbeda

tidak bermakna (p= 0,927), sehingga

kadar GDS antara kedua kelompok

adalah sama. Demikian juga berdasarkan

indikasi c=section kedua kelompok

berbeda tidak bermakna (p=0,41),

sehingga berdasarkan indikasi sectio

caesaria kedua kelompok adalah sama.

Rerata (simpangan baku) waktu insisi-

lahir kelompok I dan Kelompok II berturut

-turut adalah 7,25 (0,46) menit dan 7,5

(0,93) menit. Kedua kelompok

menunjukkan adanya perbedaan yang

tidak bermakna waktu insisi-lahir

(p=0,574), sehingga berdasarkan waktu

insisi-lahir kedua kelompok adalah sama.

Rerata (simpangan baku) berat bayi lahir

kelompok I dan kelompok II berturut-

turut adalah 2869 (266) gram dan 2981

(474) gram. Hasil uji beda menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan yang tidak

Page 52: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

120

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

bermakna berat bayi lahir antara kedua

kelompok (p=0,568).

Rerata (simpangan baku) waktu insisi-

lahir kelompok I dan Kelompok II berturut

-turut adalah 7,25 (0,46) menit dan 7,5

(0,93) menit. Kedua kelompok

menunjukkan adanya perbedaan yang

tidak bermakna waktu insisi-lahir

(p=0,574), sehingga berdasarkan waktu

insisi-lahir kedua kelompok adalah sama.

Rerata (simpangan baku) berat bayi lahir

kelompok I dan kelompok II berturut-

turut adalah 2869 (266) gram dan 2981

(474) gram. Hasil uji beda menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan yang tidak

bermakna berat bayi lahir antara kedua

kelompok (p=0,568). Berat bayi lahir

antara kedua kelompok adalah sama (tabel

2).

Dari grafik 1 dapat dilihat pada kelompok

I hanya terdapat dua sampel (25%) dengn

riwayat partus satu kali, sedangkan sisanya

belum pernah melahirkan sebelumnya.

Sebaliknya pada kelompok II terdapat

lima sampel (62,5%) dengan riwayat

partus satu kali, sedangkan sisanya belum

pernah melahirkan sebelumnya.

Rerata (simpangan baku) Apgar score

menit ke 1,5. 10 kelompok I dan

kelompok II berturut-turut adalah 7,00

(1,07),7,88 (0,84), 9,00 (0,76) dan 8,63

(0,52), 9,50 (0,53),9,88(0,35). Terdapat

perbedaan bermakna Apgar score menit

ke 1,5 dan 10 antara kelompok I dan II.

Apgar score menit ke-1, 5,10 pada

kelompok II lebih tinggi daripada

kelompok I (tabel 3).

Berdasarkan ketegori klinis Apgar score

dikategorikan menjadi 3 yaitu Apgar score

0 – 3 (asfiksia berat), Apgar score 4 -6

(asfiksia ringan), Apgar score 7 – 10

(normal). Pada kelompok I menit ke – 1

ada sampel yang masuk kategori asfiksia

ringan sebanyak 3 sampel, sedangkan pada

menit ke – 5 dan 10 semua sampel masuk

dalam kategori normal.

Pada kelompok II semua sampel adalah

normal, baik pada menit ke – 1, menit ke –

5, maupun menit ke – 10 . berdasarkan uji

beda terdapat perbedaan tidak bermakna

antara dua kelompok baik pada menit ke –

1 (p = 0,234), menit ke - 5 (p = 1,00) dan

menit ke – 10 (p = 1,00), sehingga

bedasarkan kategori klinis kedua

kelompok sama

Hipotensi berdasarkan tekanan darah

sistolik menunjukkan bahwa semua

sampel kelompok I tidak ada yang

hipotensi sedangkan pada kelompok II

terdapat dua sampel (25%) yang hipotensi

dan sisanya (75%) tidak hipotensi.

Sementara itu apabila hipotensi

berdasarkan MAP, maka terdapat seorang

sampel (12,5%) dari kelompok I yang

bipotensi dan tiga sampel (37,5%) dari

kelompok II (grafik 2).

Berdasarkan uji Fisher’s Exact

menunjukkan bahwa kejadian hipotensi

berdasarkan tekanan darah sistolik dan

MAP pada kedua kelompok berbeda tidak

bermakna (p=0,233) dan (p=0,285) kedua

kelompok sama

PEMBAHASAN

Perdebatan tentang anestesi spinal pada

Page 53: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

121

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 1. Umur, umur kehamilan, kadar Hb dan kadar GDS, indikasi sectio caesaria

Kelompok Perlakuan

P

Variabel Kelompok I Kelompok II

Umur (tahun)

Umur Kehamilan (minggu)

Kadar Hemoglobin (g%)

Kadar GDS (mg/dL)

Indikasi sectio caesaria

Panggul sempit

Disproporsi kepala panggul

Malpresentasi

Partus tak maju

26,75 (7,09)

37,25 (1,58)

10,87 (0,63)

103,50 (20,87)

0

0

4

4

29,63(6,37)

38,00 (1,60)

11,16 (1,04)

102,75 (8,88)

1

0

2

5

0,4081

0,3282

0,5161

0,9271

0,4113

Keterangan: 1: independen t test

2: mann whitney test 3: chi-square test

Tabel 2. Waktu insisi- lahir dan berat bayi lahir

Variabel Kelompok perlakuan p

Kelompok I Kelompok II

Insisi-lahir (menit) 7,25 (0,46) 7,50 (0,93) 0,5742

Berat bayi lahir (gram) 2868 (266) 2981( 474) 0,5681

Ket : 1= independent t test 2= mann whitney test

Grafik 1. Distribusi frekuensi (dalam %) riwayat partus di antara kedua kelompok

Page 54: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

122

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

preeklamasia berat saat ini telah

ditinggalkan. Penelitian yang telah

dilaksanakan di Perancis pada tahun 2003

menunjukkan bahwa anestesi spinal pada

pasien preeklampsia berat menunjukkan

bahwa anestesi spinal pada pasien

preeklampsia berat menunjukkan hipotensi

yang lebih rendah daripada anesthesia

spinal pada pasien sectio caesaria tanpa

preeklampsia. Resiko hipotensi enam kali

lebih rendah pada pasien dengan

preeklampsia berat dari pada pasien tanpa

preeklampsia.5

Ada dua hal yang mengatur tekanan darah

yaitu tonus vaskuler yang diperantarai

oleh jalur simpatis dan jalur endothelial

jalur simpatis menuju pembuluh darah

berubah dengan tindakan anestesi spinal

pada pasien preeklampsia berat maupun

pada pasien tanpa preeklampsia. Perhatian

tertuju pada jalur endothelial. Akibat

kegagalan invasi trophoblast

menyebabkan penurunan perfusi utero

plasenta. Plasenta wanita dengan

preeklampsia menunjukkan adanya

peningkatan frekuensi infark dan

perubahan morfologi karena adanya

proliferasi sitotrofoblast yang abnormal

dan adanya peningkatan pembentukakan

syncytial knots.

Endothelium vaskuler mempunyai

beberapa fungsi penting termasuk

mengontrol tonus vaskuler dengan

melepaskan beberapa zat yang bersifat

vasokonstriktor dan vasodilator dan

mengatur fungsi antikoagulasi, antiplatelet

dan fibrinolisis. Hal ini menunjukkan

bahwa pelepasan beberapa zat dari

palsenta sebagai respon dari iskemia

plasenta menyebabkan disfungsi endothel

sirkulasi ibu. Disfungsi endothel

merupakan tanda awal preeklampsia dan

hal ini merupakan penyebab dan bukan

akibat dari ganggguan kehamilan.8

Selama kehamilan normal terjadi

peningkatan aktivitas endothelial Nitric

Oxide Synthase (NOS) dan

Cyclooxigenase (COX) dan peningkatan

produksi nitric oxide (NO), prostacyclin

(PG12), dan endothelium-derived

hyperpolarizing factor (EDHF). NO

meningkatkan cGMP dan PG12

Meningkatkan c GMP dan PG12

meningkatkan cAMP pada otot polos,

Ca2+ intraseluler mengalami penurunan

dan miofilamen menjadi sensitif terhadap

Ca2+. Demikian juga EDHF akan

membuka K+ channels, sehingga

menyebabkan membran otot mengalami

hiperpolarisasi. hal ini menyebabkan

relaksasi otot polos dan penurunan

tahanan perifer serta penurunan tekanan

arteri. Pada preeklampsia terjadi

meningkatkan pelepasan sitokin plasenta

yang menghambat produksi endothelium-

derived relaxing factor sehingga terjadi

penurunan relaksasi otot polos. Sitokin

juga merangsang pelepasan endothelium-

derived contracting factor seperti

endothelin-1 (ET-1) dan tromboksan A2

(TXA2) dan mengaktifkan renin-

angiotensin system (RAS) di ginjal

sehingga meningkatkan ANG II.

Endothelin-1, TXA2, dan ANG II

merangsang reseptor spesifik di otot polos

sehingga meningkatkan Ca2+ intraseluler,

aktifitas protein kinase C (PKC) dan hal

ini menyebabkan kontraksi otot polos,

Page 55: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

123

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

dan meningkatkan tahanan perifer serta

tekanan arteri.8

Demikian juga penelitian di Thailand

pada tahun 2005 telah membandingkan

anestesi spinal dan anestesi epidural pada

preeklampsia, dari penelitian tersebut

didapatkan bahwa insidensi hipotensi pada

anestesi spinal lebih tingi daripada

anestesi epidural namun durasi hipotensi

pada kedua kelompok singkat.

Penggunaan efedrin untuk mengatasi

hipotensi lebih banyak pada anestesi

spinal namun demikian hipotensi yang

terjadi mudah untuk diatasi pada kedua

kelompok. Bayi yang dilahirkan

kemudian dilakukan peniliaian dengan

Apgar score maupun analisa gas darah

dari arteri umbilikus dan ternyata

keduanya sama pada kedua kelompok.9

Perencanaan tindakan anestesi pada sectio

caesaria harus senantiasa memperhatikan

keselamatan ibu maupun anak. Anestesi

umum maupun anestesi regional, termasuk

anestesi spinal, epidural maupun combine

spinal epidural, dapat dilakukan pada

pasien yang akan menjalani sectio

caesaria. Sebagian besar operasi sectio

caesaria yang dilakukan di Amerika

Serikat menggunakan anestesi regional,

dan anestesi regional yang sering

digunakan adalah anestesi spinal.10

Pertanyaan mengenai seberapa besar

pengaruh anesesi umum dibandingkan

anestesi regional terhadap Apgar score

bayi baru lahir merupakan satu hal yang

menarik, bahkan hal ini telah diteliti oleh

beberapa peneliti, dan umumnya

merupakan penelitian retrospektif

terutama pada operasi-operasi elektif.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa tidak

ada perbedaan antara anestesi umum dan

anestesi regional namun beberapa peneliti

melaporkan bahwa Apgar score yang

rendah telah terjadi pada pasien sectio

caesaria dengan anestesi umum.10

Sementara itu hasil pada penelitian ini

menunjukkan bahwa Apgar score pada

menit pertama dengan anesesi spinal

karena preeklampsia berat menunjukkan

rerata yang lebih tinggi dan perbedaan

rerata Apgar score antara anestesi umum

dan menunjukkan perbedaan yang

bermakna dengan p=0,007 (p<0,05),

demikian juga pada menit kelima maupun

menit kesepuluh Apgar score pada pasien

preeklamasia berat yang mendapatkan

anestesi spinal mempunyai rerata yang

lebih tinggi daripada anestesi umum dan

terdapat perbedaan yang bermakna antara

kedua kelompok berturut-turut didapatkan

nilai p=0,002 dan p=0,028 (p<0,05). Dari

keseluruhan sampel penelitian didapatkan

bahwa Apgar score > 7, sehingga kondisi

bayi yang dilahirkan semuanya masuk

dalam kelompok yang sama yaitu

kelompok normal. Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian sebelumya yang

menyatakaan bahwa umumnya bayi yang

dilahirkan oleh ibu dengan preeklampsia

berat lahir pada saat aterm dengan berat

badan yang normal, morbiditas dan

mortalitas yang lebih kecil jika

dibandingkan dengan literatur yang telah

ada sebelumnya. Apgar score merupakan

metode yang sederhana dan mudah untuk

diulang dalam menilai kondisi bayi yang

baru dilahirkan secara cepat dan ringkas.

Page 56: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

124

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 3. Apgar score

Kelompok Perlakuan P Kelompok I Kelompok II

Apgar score menit ke-1

Apgar score menit ke-5

Apgar score menit ke 10

7,00 (1,07)

7,88 (0,84)

9,00(0,76)

8,63 (0,52)

9,50 (0,53)

9,88 (0,35)

0,0072

0,0022

0,0282

Ket :2 mann whitney test

Tabel 4. Perbedaan klinis Apgar score

Kategori Apgar score Kelompok Perlakuan P

Kelompok I Kelompok II

Menit ke – 1 Asfiksia berat 0 0 0,2342

Asfiksia ringan 3 0

Normal 5 8

Menit ke – 5 Asfiksia berat 0 0 12

Asfiksia ringan 0 0

Normal 8 8

Menit ke - 10 Asfiksia berat 0 0 12

Asfiksia ringan 0 0

Normal 8 8

Grafik 2. Distribusi frekuensi (dalam 100%) riwayat hipotensi berdasarkan MAP diantara kedua kelompok

Ket :2 mann whitney test

Page 57: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

125

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tes Apgar bertujuan utuk menilai kondisi

fisiologis bayi secara cepat apakah bayi

tersebut segera memerlukan perawatan

medis dan tidak untuk menilai kesehaan

bayi dalam jangka panjang.11,12

Insidensi hipotensi lebih tinggi pada

kelompok yang mendapat anestesi spinal

yaitu sebesar 37,5% dibanding kelompok

yang mendapatkan anestesi umum yaitu

sebesar 12,5%. Perbedaan insidensi

hipotensi ini tidak berbeda bermakna antar

kedua kelompok. Hasil penelitian ini

sesuai dengan hasil penelitian

Visalyaputra yang menyatakan bahwa

insidensi hipotensi pada preeklampsia

yang diberikan anestesi spinal lebih tinggi.

Walaupun insidensi hipotensinya lebih

tinggi namun Apgar score pada kelompok

anesthesia spinal baik hal ini diduga

karena durasi hipotensinya hanya singkat,

mudah dalam penatalaksanaanya serta

bayi mempunyai mekanisme kompensasi

untuk tetap mempertahankan kecukupan

oksigennya yaitu dengan meningkatkan

laju nadi bayi sehingga anestesi spinal

aman untuk diberikan pada ibu dengan

preeklampsia.6,9

Nilai Apgar score yang rendah pada

menit pertama saja tidak menunjukkan

hasil akhir dari bayi. Apgar score yang

rendah pada menit pertama menunjukkan

bahwa bayi baru lahir memerlukan

perhatian medis tetapi bukan merupakan

indikasi bahwa bayi tersebut akan

mempunyai masalah kesehatan dalam

jangka panjang. Pada anestesi umum obat

induksi yang digunakan dalam hal ini

thiopental dapat menyebabkan depresi

ringan aktivitas bayi yang sifatnya

sementara sehingga dapat berakibat

rendahnya Apgar score pada menit

pertama. Sementara obat induksi yang lain

yaitu suksinikholin tidak menunjukkan

adanya transfer plasenta kecuali dosis

yang diberikan lebih dari 300 mg. dari

penelitian analisis retrospektif

disimpulkan bahwa Apgar score pada

menit kelima merupakan prediktor yang

valid untuk menilai resiko kematian bayi

baru lahir. Apgar score pada menit kelima

sampai 10 menit menunjukkan bahwa

kondisi bayi normal, Apgar score 4,5,6

(asfiksia ringan) biasanya memerlukan

bantuan medis misalnya dapat diberikan

oksigen dan bantuan napas, sedangkan

Apgar score kurang dari 4 maka bayi

tersebut memerlukan resusitasi.13

Penelitian ini mempunyai keterbatasan

diantaranya adalah sampel penelitian yang

kecil, sehingga perlu sampel yang lebih

besar agar diperoleh hasil yang lebih

akurat. Disamping itu sectio caesaria

karena preeklampsia berat sebagian besar

dikerjakan dalam status darurat (cito),

maka untuk operator, dokter anestesi,

maupun dokter anak sulit untuk

dikerjakan oleh tim yang sama karena

disesuaikan dengan jadwal jaga masing-

masing bagian, sehingga keterbatasan

diatas akan merupakan bias dalam

penelitian ini.

SIMPULAN

Apgar score bayi yang lahir dari pasien

sectio caesaria karena preeklampsia berat

pada kelompok anestesi spinal lebih

Page 58: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

126

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

tinggi daripada anestesi umum, tetapi

secara klinis berdasarkan kategori Apgar

score kedua kelompok sama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gambling, RG, Hypertensive disorders.

In :Chesnut DH. Obstetric anesthesia

principles and practice 3 rd . ed. Philadelphia :

Elsevier Mosby, 2004 :795-830

2. Hypertensive disorder in Pregnancy :

Anesthetic implication and management.

Available from :URL http ://www.

Freemedeme.com/eme/article.efm /

mode=article full view & cme id=13

3. Hermatno. Factor Resiko asfiksi neonatorum di

RSUP dr. Sardjito Yogyakarta; Bagian IKA FK

UGM//RSUPdr. Sardjito; 1992

4. Granger JP, Barbara TA, Llamas MT, Bennett

WA, Khalil RA Pathophysiology of

hypertension during preeclampsia linking

placental ischemia with endothelial

dysfunction. Available from URL: http://

www.hyper.ahojourplas.org.egi/content/

full/97/3/867

5. Aya GM, mangin R, Vialles N, Ferrer JM,

Robert C, Ripart J, Coussaye JE. Patients with

severe preeclampsia experience less

hypotension during spinal anesthesia for

elective cesarean delivery than healthy

parturient; A prospective cohort comparison.

Available from URL :http://www/aneshesia.

Analgesia.org/egi/content/full/97/3/867

6. MacArhur A, Anesthesia for severe

hypertensive disease of pregnancy and ischemic

heart from URL :http://www.anesthesia

analgesia.org/egi/reprint/101/3/862.

7. Chair I, Ensefalopati biopsies iskemikpada bayi

baru lahir. Dalam :reasy RK, Resnik R eds

Maternal Fetal Medicine. 3 rd ws, USA;WB

Saunders, 1994: 28

8. Khalil RA, Granger JP. Vascular mechanisms

of increased arterialpressure in

preeclampsia :lessons from animal medels.

Availale from URL : http://

ajpregu.physiology.org/cegi/content/full/283/1/

R29/BIBL

9. Visalyaputra S, Rondonant O, somboonvinoon

W, Tantivitayatan K, Thientong S.

SaengchoteW. Spinal versus

epiduralanesthesisa for cesarean deligery in

severa preeclamsia : a prospective

randomizedmultycenter study. Avialableform

URL :http: www.medscape.com/

viewarticle/520775

10. Khademis. The effect of anesthesia on apgar.

Availabelform URL: Http://

www.medscape.com/viearticle /520775

11. Bellis M. Apgar Scoring for Newborn.

Available form UR:http//en. Wikipedia.org/

wiki/Apghar score.

12. Nava F., Roblesn P., Padilla L. Neonatal

Outcome in women with severe preeclamsia.

Available from URL : http://

www.imbiomed,com.mx/Inper/Prv12n4/

english/Zor84-01.html

13. American Academy of Pediatrics, Committee

on Fetus and Newborn, American College of

Obstetricians and sGyanccologist and

Committec on Obstetric Practice. The apgar

score.available from URL :http://aapopolicy.

Aappublications . org/cgi/content/full/

pediatrics;1174/1444

Page 59: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

127

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Perbedaan Jumlah Bakteri Trakhea pada Tindakan Oral Hygiene

Menggunakan Chlorhexidine dan Povidone Iodine pada Penderita dengan

Ventilator Mekanik

PENELITIAN

Fitri Hapsari Dewi*, Jat i List iyanto Pujo**, Ery Leksana**

* Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD dr. Moewardi/ FK UNS Surakarta

** Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP dr. Kariadi / FK UNDIP Semarang

ABSTRACT

Background: pneumonia is a nosocomial infection that often occurs. Pneumonia can be

caused by bacterial colonization in the trachea due to aspiration of upper respiratory

tract bacteria. Oral hygiene in the upper respiratory tract can decrease the number of

bacteria.

Objective: To find the differences in decrease in the number of tracheal bacteria with

oral hygiene chlorhexidine 0.2% and povidone iodine 1% on patients with mechanical

ventilator.

Methods: A randomized clinical control trial study on 30 patients with mechanical venti-

lator. Patients were divided into 2 groups (n=15), group 1 using chlorhexidine 0.2% and

group 2 using povidone iodine 1%. Each group was given oral hygiene every 12 hours for

48 hours. Each group was taken of tracheal secretions before and after treatment, for

later examination counting the number and types of bacteria. Statistics using the Wil-

coxon test and Mann-Whitney test (with degrees of significance <0.05).

Results: This study found a decrease the number of bacteria trachea in chlorhexidine

group 78.99 ± 69.105 (significant difference p=0.04) more than in the povidone iodine

group 24.91 ± 104.764 (not significantly different p=0.75). While the comparative differ-

ence in the two groups of test results obtained p=0144 (not significantly different).

Conclusion: The decrease in the number of tracheal bacteria on oral hygiene with chlor-

hexidine 0.2% was not different from povidone iodine 1%

Keywords: chlorhexidine 0.2%, povidone iodine 1%, the number of tracheal bacteria,

oral hygiene, mechanical ventilator.

ABSTRAK

Latar belakang: Pneumonia merupakan infeksi nosokomial yang sering terjadi. Pneumo-

nia dapat disebabkan karena kolonisasi bakteri di trakhea karena aspirasi bakteri salu-

ran nafas atas. Tindakan oral hygiene pada saluran nafas atas dapat menurunkan jumlah

bakteri.

Tujuan: Untuk mengetahui adanya perbedaan penurunan jumlah bakteri trakhea pada

tindakan oral hygiene dengan chlorhexidine 0,2% dan povidone iodine 1% pada

penderita dengan ventilator mekanik.

Metode: Merupakan penelitian randomized clinical control trial pada 30 penderita den-

gan ventilator mekanik. Penderita dibagi menjadi 2 kelompok (n=15), kelompok 1 meng-

gunakan chlorhexidine 0,2% dan kelompok 2 menggunakan povidone iodine 1%. Masing-

masing kelompok diberikan oral hygiene tiap 12 jam selama 48 jam. Tiap kelompok

diambil sekret dari trakhea sebelum dan setelah perlakuan, untuk kemudian dilakukan

Page 60: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

128

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

PENDAHULUAN

Infeksi nosokomial merupakan salah satu

penyebab morbiditas dan mortalitas di

rumah sakit.1 Infeksi nosokomial yang

disebabkan oleh pneumonia bakteri

disebabkan karena adanya kolonisasi

bakteri di trakhea. Pneumonia bakteri

karena infeksi nosokomial yang terjadi

setelah dua hari pemakaian ventilator

mekanik disebut dengan pneumonia terkait

ventilator/ventilator associated pneumonia

(VAP), kejadian ini merupakan infeksi

nosokomial yang sering didapatkan di

ICU.2

Pasien yang terintubasi memiliki

kemungkinan mengalami pneumonia lebih

tinggi 21% dibandingkan dengan yang

tidak mendapatkan saluran nafas buatan.3

Pneumonia yang didapat di rumah sakit

merupakan penyakit infeksi saluran nafas

bawah yang didahului dengan adanya

jumlah bakteri atau infeksi saluran nafas

atas. Aspirasi bakteri dari saluran

pencernaan atas merupakan penyebab

penting terjadinya kolonisasi bakteri di

trakhea.4

Pneumonia yang didapat di rumah sakit

diawali dengan adanya aspirasi makro atau

mikro dari sekret terinfeksi yang berasal

dari saluran nafas atas. Berbagai

organisme ini kemudian dapat

memperbanyak jalan masuk dan kemudian

membentuk jumlah bakteri seperti biofilm

yang secara cepat dapat melapisi

permukaan bagian dalam dari pipa

trakhea. Hal ini seringkali diikuti dengan

jumlah bakteri organisme patogen di

trakhea.5

Pembersihan sekret di saluran nafas atau

higienitas saluran nafas merupakan proses

fisiologis normal yang diperlukan untuk

menjaga patensi saluran nafas dan

mencegah terjadinya infeksi saluran nafas.

Oleh karena itu, perawatan pasien – pasien

yang terintubasi meliputi pengisapan

trakhea untuk mempermudah pembuangan

hasil – hasil sekresi saluran nafas.5

Dekontaminasi oral dapat dilakukan

dengan antiseptik oral seperti

chlorhexidine glukonat atau povidone

iodine.6,7 Chlorhexidine glukonat dapat

menurunkan tingkat kejadian pneumonia

nosokomial pada pasien – pasien dengan

sakit kritis. Penggunaan chlorhexidine

glukonat secara bilasan oral sebanyak dua

pemeriksaan hitung jumlah dan jenis bakteri. Uji statistik menggunakan Wilcoxon dan

Mann-Whitney test ( dengan derajat kemaknaan < 0,05 ).

Hasil: Pada penelitian ini didapatkan penurunan jumlah bakteri trakhea pada kelompok

chlorhexidine sebesar 78,99±69,105 ( berbeda bermakna p=0,04 ) lebih banyak bila

dibandingkan pada kelompok povidone iodine 24,91±104,764 ( berbeda tidak bermakna

p=0,75). Sedangkan pada uji selisih komparatif dua kelompok didapatkan hasil berbeda

tidak bermakna ( p=0.144 ).

Simpulan: Penurunan jumlah bakteri trakhea pada tindakan oral hygiene dengan chlor-

hexidine 0,2% tidak berbeda bermakna dengan povidone iodine 1%

Kata kunci: chlorhexidine 0,2%, povidone iodine 1%, jumlah bakteri trakhea, oral hy-

giene, ventilator mekanik.

Page 61: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

129

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

kali sehari dapat menurunkan tingkat

kejadian infeksi saluran nafas sebesar

69%.5

Faktor resiko kejadian pneumonia adalah

jumlah bakteri pada orofaring oleh bakteri

patogen potensial seperti Staphylococcus

aureus, Streptococcus pneumonia atau

bakteri gram negatif.8,9,10 Trakhea dan

selang endotrakhea secara cepat menjadi

tempat jumlah bakteri pada pasien dengan

sakit kritis, kultur dari sputum atau

aspirasi trakhea merupakan cara yang

dapat digunakan untuk mengetahui jumlah

dan jenis mikroorganismenya.5

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui adakah perbedaan jumlah

bakteri trachea pada tindakan oral hygiene

menggunakan chlorhexidine 0,2% bila

dibandingkan dengan povidone iodine 1%

yang diberikan pada penderita dengan

ventilator mekanik.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

dengan bentuk rancangan randomized

clinical control trial. Pengukuran

dilakukan pada awal dan akhir perlakuan.

Kelompok 1 chlorhexidine 0,2% sebagai

oral hygiene pada penderita dengan

ventilator mekanik. Kelompok 2 povidone

iodine 1% sebagai oral hygiene pada

penderita dengan ventilator mekanik di

ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang pada

bulan Februari hingga April 2011. Peneliti

tidak mengetahui penderita karena urutan

penderita berdasarkan undian terhadap 2

kelompok secara acak.

Kriteria inklusi yaitu pasien dewasa

dengan ventilator mekanik. Kriteria

eksklusi meliputi alergi atau terdapat

kontraindikasi terhadap obat yang

digunakan, keganasan, mengidap HIV,

dan penggunaan kortikosteroid dalam

jangka lama. Penelitan ini menggunakan

sampel 15 orang untuk masing-masing

kelompok, sehingga total sampel adalah

30. Keluarga penderita diberikan

penjelasan tentang hal-hal yang akan

dilakukan, serta bersedia untuk mengikuti

penelitian dan mengisi formulir informed

consent.

Pada kelompok 1 diberikan chlorhexidine

0,2% sebanyak 25 ml setiap 12 jam. Pada

kelompok 2 diberikan povidone iodine 1%

sebanyak 25 ml setiap 12 jam. Hasil kultur

sekret trakhea dihitung jumlah bakteri

setelah 48 jam dengan 4 kali perlakuan.

Hasil analisis disajikan dalam bentuk

grafik Box Plot. Analisis analitik akan

dilakukan untuk menguji hasil kultur

mikrobiologi pada kedua kelompok

perlakuan dengan uji non parametrik

Mann Whitney,Wilcoxon. Semua uji

analitik menggunakan α=0,05. Semua

perhitungan statistik menggunakan

perangkat lunak Statitiscal Package for

Social Science (SPSS) 15.

HASIL

Telah dilakukan penelitian pada 30 pasien

yang memenuhi kriteria inklusi dan

ekslusi tertentu. Penderita dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu kelompok (1)

chlorhexidine yang mendapatkan

chlorhexidine 0,2% dan kelompok (2)

povidone iodine yang mendapatkan

Page 62: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

130

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Tabel 1. Karakteristik Umum Subyek Penelitian

No Variabel Chlorhexidine Povidone iodine p

1. Umur 49,47±16,128 48,20±13,718 0,917*

2. Jenis kelamin 15(26,7-23,3) 15 (23,3-26,7) 0,133**

Tabel 2. Jumlah bakteri trakhea masing-masing kelompok

Variabel

Chlorhexidine 0,2% Povidone iodine 1%

Pre (mean±SD) Post (mean±SD) Pre (mean±SD) Post

(mean±SD)

Jumlah

bakteri 198.827±121.192 119.833±113.915 206.767±123.021

181.853±107.0

38

Tabel 3. Uji normalitas masing-masing kelompok

Variabel

P

Chlorhexidine 0,2% Povidone Iodine 1%

Pre Post Pre Post

Jumlah Bakteri 0,002 0,014 0,001 0,068

Tabel 4. Uji pre dan post masing-masing kelompok

Chlorhexidine 0,2% Povidone iodine 1%

Pre 198.827±121.192 206.767±123.021

Post 119.833±113.915 181.853±107.038

p 0,004 0,75

Page 63: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

131

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

povidone iodine 1%, kedua kelompok

diberikan oral hygiene tiap 12 jam selama

48 jam. Karakteristik subyek penelitian

ditampilkan pada Tabel 1.

Uji normalitas Shapiro-Wilk digambarkan

pada tabel di atas, dimana karakteristik

umum umur pada kelompok chlorhexidine

memiliki distribusi yang normal (p >

0,05), sedangkan kelompok povidone

iodine memiliki distribusi tidak normal (p

< 0,05) sehingga untuk uji homogenitas

diperlukan Mann Whitney U test.

Karakteristik jenis kelamin dengan skala

nominal digunakan uji kai-kuadrat (x2).

Hasilnya didapatkan data homogen (p >

0,05) dari semua variabel.

Jumlah bakteri trakhea yang diambil

sebelum dan sesudah mendapat perlakuan

pada masing-masing kelompok subyek

penelitian ditampilkan dalam Tabel 2.

Berdasarkan uji normalitas data

sebagaimana terlihat pada Tabel 3, jumlah

bakteri trakhea pada pemberian

chlorhexidine 0,2% maupun povidone

iodine 1% didapatkan distribusi tidak

normal (p < 0,05), maka untuk masing-

masing kelompok penelitian digunakan

Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil analisis

masing-masing kelompok disajikan dalam

Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan jumlah bakteri

trakhea pada kelompok chlorhexidine

0,2% sebelum perlakuan 198.827±121.192

dan setelah perlakuan119.833±113.915

yang berarti mengalami penurunan sebesar

78,99±69,105. Pada kelompok povidone

iodine 1% jumlah bakteri trakhea sebelum

perlakuan 206.767±123.021 dan setelah

perlakuan 181.853±107.038 yang berarti

mengalami penurunan sebesar

24,91±104,764.

Grafik 1. Perbandingan jumlah bakteri trakhea dari kedua kelompok perlakuan

Kelompok

POVIDONE IODINECHLORHEXIDINE

Sel

isih

jum

lah

ku

man

300

200

100

0

-100

-200

20

Page 64: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

132

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Hasil uji statistik yang dilakukan dengan

menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test,

perubahan jumlah bakteri trakhea pada

kelompok chlorhexidine menunjukkan

perubahan yang bermakna (p<0,05).

Sedangkan jumlah bakteri trakhea pada

kelompok povidone iodine menunjukkan

perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05).

Pada analisis komparatif antar kelompok

digunakan Mann Whitney U-test. Hasil

analisis disajikan dalam boxplot Grafik

1.Pada analisis komparatif antar

kelompok, didapatkan penurunan jumlah

bakteri trakhea pada kelompok

chlorhexidine 0,2% dibandingkan

kelompok povidone iodine 1% dengan

perbedaan tidak bermakna (p > 0,05).

PEMBAHASAN

Antiseptik atau antimikroba pada dosis

terapi, seperti chlorhexidine dan colistin,

dapat menjadi alternatif untuk

dekontaminasi orofaring. Chlorhexidine

memiliki spektrum luas untuk

mikroorganisme gram positif dan

mikroorganisme gram negatif.6

Penggunaan chlorhexidine glukonat 0,12%

secara bilasan oral sebanyak dua kali

sehari dapat menurunkan tingkat kejadian

infeksi saluran nafas sebesar 69% dan

menurunkan penggunaan antibiotik

sebesar 43% tanpa mempengaruhi pola

resistensi antibiotik. Pengaruh terbesar

didapatkan pada pasien – pasien yang

telah diintubasi selama lebih dari 24 jam

dimana pasien – pasien ini memiliki

derajat jumlah bakteri bakteri terbesar.5,

Penelitian Rahn, dikatakan bahwa

povidone iodine dapat menurunkan angka

kejadian bakterimia pada pasien dengan

resiko tinggi infeksi dengan memberikan

cairan povidone iodine secara rutin pada

sulkus ginggiva.

Penelitian yang dilakukan ini adalah

membandingkan jumlah kuman antara

pemberian oral hygiene chloerhexidine

0,2% dengan povidone iodine 1% pada

penderita dengan ventilator mekanik.

Sebelumnya belum pernah ada yang

membandingkan antara keduanya terhadap

jumlah bakteri trakhea. Pada hasil

penelitian ini digunakan 30 subyek

penelitian dengan karakteristik yang telah

diseleksi melalui kriteria inklusi dan

eksklusi didapatkan 30 penderita dengan

karakteristik umur, jenis kelamin yang

tidak berbeda bermakna (p>0,05) sehingga

layak dibandingkan.

Hasil analisis uji Wilcoxon pada kedua

kelompok secara terpisah menunjukkan

bahwa jumlah bakteri trakhea sebelum dan

sesudah perlakuan berbeda bermakna pada

kelompok chlorhexidine (p=0,004) dan

tidak berbeda bermakna pada kelompok

povidone iodine (p=0,075). Sedangkan

selisih jumlah bakteri trakhea antara kedua

kelompok dianalisis dengan uji komparatif

Mann-Whitney, dengan hasil menunjukkan

tidak berbeda bermakna (p=0,144).

Kelompok chlorhexidine menunjukkan

penurunan jumlah bakteri bermakna secara

statistik. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Mirelle Koeman yang menyatakan bahwa

terdapat penurunan jumlah kolonisasi di

trakhea pada penderita dengan ventilator

mekanik yang diberi chlorhexidine selama

Page 65: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

133

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

48 jam perlakuan.6

Kelompok povidone iodine menunjukkan

penurunan jumlah bakteri tidak bermakna

secara statistik. Penelitian ini sesuai

dengan penelitian Joel Chua, yang

meneliti povidone iodine 1% yang

diberikan terhadap penderita dengan

ventilator mekanik terhadap angka

kejadian VAP yang dinilai secara klinis

bermakna tetapi tidak bermakna secara

statistik11.

Meskipun didapatkan hasil tidak berbeda

bermakna pada uji komparatif kedua

kelompok, akan tetapi chlorhexidine lebih

efektif menurunkan jumlah bakteri trakhea

dibanding dengan povidone iodine. Hal ini

dilihat dari penurunan jumlah bakteri

trakhea sebelum dan sesudah perlakuan

pada kelompok chlorhexidine sebesar

78,99±69,105 (p=0,004), sedangkan pada

kelompok povidone iodine sebesar

24,91±104,764 (p=0,075).

Lebih efektifnya chlorhexidine dalam

menurunkan jumlah bakteri dibandingkan

dengan povidone iodine mungkin

disebabkan oleh sifat chlorhexidine yang

memiliki broad spectrum yang luas,

aktivitas antibakterinya lebih cepat,

absorbsinya minimal, aktivitas dalam

darah baik, dan memiliki efek residu.

Kekurangan pada penelitian ini adalah

ketidakmampuan peneliti dalam

mengontrol waktu antara pengambilan

sampel di ICU, pengiriman, serta

pemeriksaan sampel di laboratorium

mikrobiologi klinik. Peneliti telah

berusaha meminimalkan kekurangan

dengan cara mempersingkat pengiriman

serta langsung dilakukan pemeriksaan saat

sampel diterima petugas.

SIMPULAN

Terdapat penurunan jumlah bakteri

trakhea pada kelompok chlorhexidine

secara bermakna, terdapat penurunan

jumlah bakteri trakhea pada kelompok

povidone iodine secara tidak bermakna,

serta terdapat penurunan jumlah bakteri

trakhea pada kelompok chlorhexidine

dibandingkan kelompok povidone iodine

secara tidak bermakna.

Sebaiknya chlorhexidine 0,2% digunakan

sebagai oral hygiene terpilih pada

penderita dengan ventilator mekanik

dibandingkan povidone iodine 1%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hunter JD. Ventilator associated pneumonia.

Postgraduate medical journal 2006; 82 (965):

172-78. Available from : http// pmj.bmj.com/

content/82/965/172.full

2. Kohl BA, Hanson CW. Critical care protocols.

In: Miller RD, editor. Miller’s anesthesia 7th ed.

America: Elsevier, 2010;Vol 2:23-87.

3. Chan EY, Ruest A, Meade M, Cook DJ. Oral

decontamination for prevention of pneumonia

in mechanically ventilated adults: systematic

review and meta-analysis. BMJ 2007;334:889.

Available from : http//www.medscape.com/

viewarticle/707833_4

4. Wiryana M. Ventilator associated pneumonia.

Jurnal penyakit dalam 2007 ; 8(3):254-69.

Available from : http // ejournal.unud.ac.id/.../

ventilator%20associated%20pneumonia

5. Jelic S, Cunningham JA, Factor P. Clinical

review:airway hygiene in the intensive care

unit. Critical care 2008;12:209. Available

from : http// www.ncbi.nlm.nih.gov › Journal

List › Crit Care › v.12(2); 2008

6. Koeman M, Hak F, Ramsay G, Joore,

Page 66: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal

134

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Volume IV, Nomor 2, Tahun 2012

Kaasjager K, Hans, et al. Oral decontamination

with chlorhexidine reduces the incidence of

ventilator-associated pneumonia. American

journal of respiratory and critical care medicine

2006; 173 : 1348-1355. Available from: http //

ajrccm.atsjournals.org/cgi/content/

short/173/12/1348

7. Ogata J, Minami K, Miyamoto H, Horishita T,

Ogawa M, Sata T, et al. Gargling with povidone

-iodine reduces the transport of bacteria during

oral intubation. Can j anaesth 2004;51(9):932-

6. Available from : http// pubget.com/

paper/15525622

8. Genuit T, Mccarter RJ, Roghman MC,

Bochichio G, Napolitano LM. Prophylactic

chlorhexidine oral rinse decrease ventilator-

associated pneumonia in surgical ICU patients.

Surgical infection 2001;2:1-14. Available

from:http// www.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed/12594876

9. Panchabhai TS, Dangayach NS, Khrisnan A,

Kothari VM, Karnad DR.Oropharyngeal

cleansing with 0,2% chlorhexidine for

prevention of nosocomial pneumonia in critical

care patients. Chest 2008;135:1116-1118.

Available from:http//

chestjournal.chestpubs.org/content/135/5/1150.

10. Morgan G E, Mikhail M S. Critical care.

In :Morgan GE, ed. Clinical Anesthesiology.4th

ed. Connecticut , Appleton and Lange; 2006.

11. Joel V, Chua MD, Eleanor A, Dominguez MD,

Cherrie M, Sisson MD, et al. The efficacy of

povidone-iodine oral rinse in preventing

ventilator-associated pneumonia: A randomized

double-blind, placebo-controlled (VAPOR)

trial: preliminary report . J mikrobiol infect dis

2004;33(4):153-161. Available from : http //

www.psmid.org.ph/vol33/

vol33num4topic153.pdf

Page 67: JAIjanesti.com/uploads/default/files/4.2-full_.pdf · Jurnal Anestesiologi Indonesia ... dan pneumonia akibat penggunaan ventilator ... efek penggunaan sistem endotracheal