angeline rosa h - 2012.04.0.0054
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
1/82
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN
DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)
TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III
Penelitian Eksperimental Laboratorium
ANGELINE ROSA HARTONO
2012.04.0.0054
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2016
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
2/82
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN
DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)
TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III
Penelitian Eksperimental Laboratorium
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran pada Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah
ANGELINE ROSA HARTONO
2012.04.0.0054
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2016
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
3/82
i
PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, bebas plagiat, semua sumber
baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi saya, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Surabaya,
Angeline Rosa Hartono
2012.04.0.0054
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
4/82
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
5/82
iii
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN
DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)
TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III
Penelitian Eksperimental Laboratorium
Angeline Rosa Hartono
2012.04.0054
Mengesahkan,
Ketua Penguji
Riami, dr., M. Kes
NIK. 01213
Penguji II
Erina Yatmasari, dr., M. Kes
NIK. 01194
Penguji I
Eva Pravitasari Nefertiti, dr., Sp. PA
NIK. 01452
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
6/82
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi yang berjudul “PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN DAUN
KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L) TERHADAP KEMATIAN LARVA
Aedes aegypti L INSTAR III”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
sarjana kedokteran S1. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa terlepas
dari peranan, bantuan, bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak
sehingga penulis dapat mengatasi hambatan dan kendala yang timbul.
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dengan rendah hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Sakti Hoetama, dr, Sp. U, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta staf yang
telah membantu dan memfasilitasi penulis selama mengikuti
pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang TuahSurabaya.
2. Sri Rukmini, dr, Sp. THT selaku wakil dekan I Fakultas
Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta
staf yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama
mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang
Tuah Surabaya.
3. Budiarto Adiwinoto, dr., Sp. PK., selaku Wakil Dekan II FakultasKedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta
staf yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama
mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang
Tuah Surabaya.
4. Prajogo Wibowo, dr., M. Kes, selaku Wakil Dekan III Fakultas
Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya, beserta
staf yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
7/82
v
mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang
Tuah Surabaya.
5. Erina Yatmasari, dr., M. Kes selaku dosen pembimbing. Terima
kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dalam memberikan
bimbingan, nasihat, saran, ide, dan perbaikan yang sangat
berharga dalam proses penyusunan skripsi ini di sela-sela
kesibukan beliau.
6. Riami, dr., M. Kes dan Eva Pravitasari Nefertiti, dr., Sp. PA
selaku dosen penguji skripsi, terima kasih atas waktu yang
telah diluangkan, serta saran dan ide yang diberikan selama
sidang skripsi.
7. R. Varidiyanto Yudo Tj, dr, M. Kes selaku dosen wali. Terima
kasih telah menyetujui tema karya tulis ini dan membimbing
saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah Surabaya.
8. Orang tua tercinta Hartono dan Melyana Hermanto, serta adik
tersayang Sebastian Felix Hartono, dan Alexander William
Hartono. Terima kasih banyak atas dukungannya baik secaramoril, material, dan doa-nya sehingga saya mampu
menyelesaikan karya tulis ini.
9. Yang terkasih Yudi Kristanto, yang telah memberikan
dukungan, bantuan, waktu, semangat dan doa sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Debora Renata, Reski Chandra dan Reza Muliyanto, sebagai
rekan satu kelompok yang sama-sama dibimbing oleh dr. ErinaYatmasari. Terima kasih banyak atas bantuan, kekompakan
dan kerjasamanya selama ini, sehingga saya dapat
menyelesaikan karya tulis ini.
11. Teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya angkatan 2012 khususnya Stefani Dewi Widodo,
Claudia Sandra Kuncoro, Christabela Dwiutami Tanto, Della
Valeria Sutanto, Felicia Liemanjutak, Antonius Rico Andreawan,
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
8/82
vi
Andrew Santoso yang selalu membantu, memberikan motivasi
dan semangat serta mengingtkan agar skripsi ini dapat
terselesaikan tepat waktu.
12. Kepada teman-teman kelompok tutorial 7 yang telah menjadi
sahabat saya sejak semester 1. Terima kasih atas waktu,
bantuan, dukungan, doa, dan saran yang telah kalian berikan
kepada saya.
13. Sahabat-sahabat yang tidak akan terlupakan, Sany Antika
Wijaya, Vanya Natasha Gani, Yulia Magdalena, Albert Edwin
Wiyono, Dennis Sutanto, Ivan Hendrayanta yang selalu
memberi dukungan dan semangat kepada penulis.
14. Kepada semua pihak yang sudah berperan dalam penelitian ini
namun tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis memohon
maaf atas kesalahan yang diperbuat baik yang sengaja maupun tidak
disengaja, serta penulis juga mengharapkan saran maupun kritik yangmembangun. Semoga penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat serta
membantu bagi pengembangan ilmu kedokteran.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan
Yang Maha Esa selalu memberikan berkat-Nya kepada semua pihak yang
sudah berkontribusi dalam penelitian ini.
Surabaya, Januari 2016
Penulis
Angeline Rosa Hartono
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
9/82
vii
DAFTAR ISI
Pernyataan Orisinalitas ............................................................................... i
Lembar Persetujuan .................................................................................. ii
Lembar pengesahan ................................................................................. iii
Kata Pengantar ......................................................................................... iv
Daftar Isi .................................................................................................. vii
Daftar Tabel ............................................................................................... x
Daftar Gambar .......................................................................................... xi
Daftar Lampiran ....................................................................................... xii
Daftar Simbol, Singkatan dan Istilah ....................................................... xiii
Abstract .................................................................................................. xiv
Abstrak .................................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 4
1.3.1 Tujuan umum ............................................................. 4
1.3.2 Tujuan khusus ............................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4
1.4.1 Manfaat teoritis ........................................................... 4
1.4.2 Manfaat praktis ........................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypti ............................... 52.1.1 Taksonomi .................................................................. 5
2.1.2 Morfologi nyamuk aedes aegypti ................................ 6
2.1.2.1 Kepala ........................................................... 6
2.1.2.2 Thorax ........................................................... 6
2.1.2.3 Abdomen ...................................................... 7
2.1.3 Siklus hidup nyamuk aedes aegypti ............................ 8
2.1.3.1 Telur ............................................................... 8
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
10/82
viii
2.1.3.2 Larva .............................................................. 9
2.1.3.3 Pupa ............................................................. 11
2.1.3.4 Nyamuk dewasa ........................................... 12
2.1.4 Perilaku nyamuk aedes aegypti betina ..................... 13
2.1.5 Tempat pembiakan nyamuk aedes aegypti .............. 15
2.1.6 Pemberantasan dan pencegahan ............................. 16
2.2 Tinjauan Tentang Kamboja Merah (Plumeria rubra L) .......... 17
2.2.1 Taksonomi ................................................................ 18
2.2.2 Nama lain plumeria rubra L ...................................... 18
2.2.3 Morfologi plumeria rubra L........................................ 18
2.2.4 Asal dan distribusi plumeria rubra L .......................... 20
2.2.5 Kandungan plumeria rubra L .................................... 21
2.3 Tinjauan Tentang Kamboja Merah (Plumeria rubra L) .......... 21
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS .......................... 25
3.1 Kerangka Konseptual ............................................................ 25
3.1.1 Penjelasan kerangka konseptual .............................. 26
3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................. 26
BAB 4 METODE PENELITIAN................................................................ 27
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 27
4.2 Populasi, Sampel, Unit Eksperimen dan Teknik Pengambilan
Sampel ................................................................................. 27
4.2.1 Populasi ................................................................... 27
4.2.2 Sampel ..................................................................... 27
4.2.3 Unit eksperimen ....................................................... 274.2.4 Teknik pengambilan sampel ..................................... 28
4.3 Variabel Penelitian ................................................................ 28
4.3.1 Klasifikasi variabel penelitian .................................... 28
4.3.2 Definisi operasional variabel ..................................... 29
4.4 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................... 29
4.4.1 Bahan penelitian ....................................................... 29
4.4.2 Alat penelitian ........................................................... 32
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
11/82
ix
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 32
4.6 Prosedur Penelitian ............................................................... 32
4.6.1 Persiapan alat dan bahan ......................................... 32
4.6.1.1 Persiapan larva aedes aegypti ..................... 32
4.6.1.2 Koleksi kamboja merah ................................ 32
4.6.1.3 Pembuatan larutan induk air perasan daun
kamboja merah ............................................ 33
4.6.1.4 Pembuatan larutan kontrol ........................... 33
4.6.2 Uji sesungguhnya ..................................................... 33
4.6.3 Alur penelitian........................................................... 35
4.7 Pengumpulan Data ............................................................... 36
4.8 Analisis Data ......................................................................... 37
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ............................... 38
5.1 Hasil Penelitian ..................................................................... 38
5.2 Analisa Hasil Statistik ............................................................ 40
5.2.1 Saphiro-wilk .............................................................. 40
5.2.2 Uji kruskal-wallis ....................................................... 41
5.2.3 Uji wilcoxon mann-whitney ....................................... 41
5.2.4 LC50 .......................................................................... 44
BAB 6 PEMBAHASAN ........................................................................... 46
6.1 Hasil Uji Sesungguhnya ........................................................ 47
6.2 Penentuan LC50 .................................................................... 49
6.3 Penutupan Pembahasan....................................................... 49
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 50
7.1 Kesimpulan ........................................................................... 50
7.2 Saran .................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 52
LAMPIRAN .............................................................................................. 58
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
12/82
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tanaman dengan Efek Larvasida............................................. 21
Tabel 5.1 Hasil Pemberian Air Perasan Daun Kamboja Merah terhadap
Larva Aedes aegypti instar III .................................................................. 38
Tabel 5.2 Hasil Uji Wilcoxon Mann-Whitney............................................. 41
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
13/82
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti .......................................................... 8
Gambar 2.2 Siklus Hidup Aedes aegypti .................................................... 8
Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti ............................................................... 9
Gambar 2.4 Larva Aedes aegypti ............................................................ 11
Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti ............................................................. 12
Gambar 2.6 Tempat-Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti ................ 15
Gambar 2.7 Plumeria rubra L .................................................................. 20
Gambar 5.1 Grafik Jumlah Kematian Larva terhadap Pemberian
Konsentrasi Air Perasan Daun Kamboja Merah ....................................... 39
Gambar 5.2 Grafik Persentase Rata-Rata Kematian Larva terhadap
Pemberian Konsentrasi Air Perasan Daun Kamboja Merah ..................... 39
Gambar 5.3 Grafik LC50 ........................................................................... 44
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
14/82
xii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Jadwal Pelaksanaan .......................................................... 58
LAMPIRAN 2 Taksonomi Kamboja Merah ............................................... 59
LAMPIRAN 3 Dokumentasi penelitian...................................................... 60
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
15/82
xiii
DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN dan ISTILAH
α : Tingkat signifikansi
3M : Menguras, menutup, mengubur
AChE : Asetilkolinesterase / achetylcholinesterase
Anova : Analysis of Variance
DBD : Demam Berdarah Dengue
DEN : Serotype dari virus dengue
DHF : Dengue Haemorrhagic Fever
gr : gram
ITD : Institute of Tropical Disease
LC50 : Median Lethal Concentration
LC90 : Lethal Concentration 90%
ltr : liter
LSD : Least Significant Differences
ml : mililiter
PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk
R1 : Replikasi pertamaR2 : Replikasi kedua
R3 : Replikasi ketiga
SPSS : Statistical Package for the Social Science
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
16/82
xiv
ABSTRACT
EFFECT OF RED FRANGIPANI LEAF (Plumeria rub ra L.) AGAINST
DEATH OF Aedes aegypti L THIRD INSTAR LARVA
Angeline Rosa Hartono
Background: Dengue hemorrhagic fever (DHF) are found in the tropicsand sub-tropics. DHF is caused by the infection of dengue virus which istransmitted to humans through the bite of an infected mosquito. Aedes aegypti is a vector of dengue. In Indonesia Dengue is one of the majorhealth problems. Mosquito eradication efforts, eradication of the larvaeand the use of insecticides to combat the dengue vector has been done
long ago. But, the use of insecticides that are not targeted result in theemergence of resistance in the mosquito, and is harmful to living thingsaround it. Therefore, research is needed to explore the potential of naturallarvicidal around us.Objective: This study is aimed to verify the effect of natural larvicidaleffect contained in red frangipani leaves in the form of juice to the death ofthe third instar larvae of Aedes aegypti .Method: The design of this study is pure experimental research designwith "Post Test Only Control Group Design". Samples of third instar larvaeof Aedes aegypti to be used are obtained from the laboratory ofEntomology ITD (Institute of Tropical Disease), Surabaya. The researchsample must meet the criteria for inclusion and exclusion criteria. Thisstudy uses eight treatment groups and two control groups with threerepetitions. The sample size of each group are as many as 10 larvae. Dataanalysis was done with Shapiro-Wilk normality test (p = 0.000). Thenproceeding with Kruskal Wallis test (sig = 0.001, so p
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
17/82
xv
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN
DAUN KAMBOJA MERAH (Plumeria rubra L)
TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypt i L INSTAR III
Angeline Rosa Hartono
Latar belakang: Demam berdarah dengue (DBD) banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. DBD disebabkan oleh infeksi virus dengueyang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Aedesaegypti merupakan salah satu vektor DBD. Di Indonesia DBD merupakan
salah satu masalah kesehatan yang utama. Upaya pemberantasan sarangnyamuk, pemberantasan larva dan penggunaan insektisida untukmemberantas vektor DBD sudah dilakukan sejak dulu. Tetapi penggunaaninsektisida yang tidak tepat sasaran berakibat munculnya resistensi padanyamuk, serta berbahaya bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya. Olehsebab itu perlu dilakukan penelitian untuk menggali potensi larvasidaalami di sekitar kita.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruhefek larvasida alami yang terdapat dalam daun kamboja merah dalambentuk air perasan terhadap kematian larva instar III Aedes aegypti. Metode: Rancangan penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
murni dengan rancangan “Post Test Only Control Group Design”. Sampellarva Aedes aegypti instar III yang akan digunakan diperoleh darilaboratorium Entomologi ITD (Institute of Tropical Disease), Surabaya.Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Penelitian ini menggunakan 8 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontroldengan 3 kali pengulangan. Besar sampel masing-masing kelompoksebanyak 10 ekor larva. Analisa data dilakukan dengan uji normalitasSaphiro-Wilk (p=0,000). Kemudian dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis(sig=0,001, sehingga p
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
18/82
1
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang sering disebut DBD
sudah menjadi masalah yang mendunia sejak tahun 1950, dan bersifat
endemik di Puerto Rico, Amerika Latin, Asia Tenggara dan pulau-pulau di
daerah Pasifik (CDC, 2013). Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak
ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia
menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara (Kemenkes RI, 2010).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Infeksi virus
dengue sendiri sebenarnya telah ada di Indonesia sejak abad ke – 18, dan
pada saat itu dikenal sebagai penyakit dengan sebutan demam lima hari
dan kadang juga disebut sebagai demam sendi. Hal tersebut dikarenakan
demam yang terjadi dan menghilang dalam 5 hari, disertai rasa nyeri pada
sendi, otot, dan kepala. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis yang berat, yaitu DBD
yang ditemukan di Manila, Filipina. Penyakit tersebut kemudian menyebar
ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Pada
tahun 1968 DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah
kematian yang sangat tinggi (Depkes, 2007).
DBD sendiri ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang terinfeksi oleh virus Dengue. Virus Dengue yang merupakan
penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah virus single-standed RNA
termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
19/82
2
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan memiliki 4 jenis
serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 Dari keempat serotipe
tersebut yang paling sering menyebabkan kasus-kasus berat dan
menyebabkan kematian adalah serotipe DEN-3. (Gubler, 1995; Kemenkes
RI, 2010; WHO, 2009).
Nyamuk betina mendapat virus waktu menggigit manusia yang
telah menderita viremia. Nyamuk-nyamuk tersebut menjadi infektif setelah
8-14 hari (masa inkubasi ekstrinsik). Pada manusia, penyakit klinik dimulai
pada 2-15 hari setelah gigitan nyamuk infektif. Sekali nyamuk menjadi
infektif, nyamuk mungkin tetap infektif selama sisa hidupnya (1-3 bulan
atau lebih). Virus tersebut tidak diturunkan dari satu generasi nyamuk ke
generasi berikutnya. Di daerah tropis, di mana nyamuk tetap ada
sepanjang tahun, penyakit dapat dipertahankan terus (Suhendro, 2007;
Widoyono 2008).
Seperti kita ketahui, bahwa upaya pengendalian dan
pemberantasan terhadap vektor demam berdarah telah banyak dilakukan
di berbagai daerah. Selain dengan menerapkan usaha pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), juga dilakukan fogging untuk memutus mata rantaipenularan penyakit DBD. Fogging dimaksudkan sebagai upaya
membasmi nyamuk Aedes aegypti dewasa yang merupakan vektor
penularan DBD. Di pasaran, saat ini, salah satu jenis insektisida yang
digunakan untuk memberantas vektor demam berdarah dengue adalah
malathion (Indonesian Public Health, 2014; Sukana 1993).
Namun penggunaan insektisida (untuk memberantas nyamuk
Aedes aegypti ) yang kurang terkendali akan berakibat terjadinya resistensipada nyamuk yang disebabkan karena terlalu banyaknya penggunaan
pestisida sintetis (Kemkes RI, 2010; Rawani, et al ; 2012). Menurut World
Health Organization (WHO), pengertian resistensi adalah berkembangnya
kemampuan toleransi suatu spesies serangga terhadap dosis toksik
insektisida yang mematikan sebagian besar populasi. Secara prinsip
mekanisme resistensi ini akan mencegah insektisida berikatan dengan titik
targetnya atau tubuh serangga menjadi mampu untuk mengurai bahan
http://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-pengendalian-demam-chikungunya.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/02/sanitasi-lingkungan-dan-dbd.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-teknis-pemeriksaan-kesehatan-jemaah-haji.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2015/02/respon-imun-vaksin.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2015/02/respon-imun-vaksin.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-teknis-pemeriksaan-kesehatan-jemaah-haji.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/02/sanitasi-lingkungan-dan-dbd.htmlhttp://www.indonesian-publichealth.com/2014/12/pedoman-pengendalian-demam-chikungunya.html
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
20/82
3
aktif insektisida sebelum sampai pada titik sasaran. Sedangkan jenis atau
tingkatan resistensi itu sendiri meliputi tahap rentan, toleran baru
kemudian tahap resisten (Indonesian Public Health, 2014; WHO, 2009).
Sampai sekarang tidak ada terapi anti virus atau vaksin untuk DBD
yang tersedia. Pencegahan penyebaran yang paling efektif dan dapat
dilakukan adalah dengan kontrol jumlah vektor, hal tersebut dapat
dilakukan melalui penggunaan insektisida dan membuang genangan air
yang dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
(Kemenkes RI, 2011). Di Indonesia sendiri Pengendalian vektor DBD di
daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan belum
mampu memutus rantai penularan. Hal ini disebabkan metode yang
diterapkan belum mengacu kepada data/informasi tentang vektor,
disamping itu masih mengandalkan kepada penggunaan insektisida
dengan cara penyemprotan dan larvasidasi. (Kemkes RI, 2010).
Kamboja merah biasanya ditanam sebagai tanaman hias di
pekarangan, taman, dan umumnya di daerah pekuburan. Kamboja sangat
populer di Pulau Bali karena ditanam di hampir setiap pura serta sudut
kampung, dan memiliki fungsi penting dalam kebudayaan setempat.Kemboja dapat diperbanyak dengan mudah, melalui stek batang,
cangkok. Daun dan batangnya banyak mengandung fulvoplumierin. Daun,
getah dan kulit akarnya mengandung flavonoida dan polifenol. Serta
daunnya mengandung alkaloida. Kandungan minyak menguapnya terdiri
dari geraniol, sitronellol, linallol, farnesol dan fenetilalkohol (AgroMedia,
2008; Depkes, 2015).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin melakukanpencegahan awal dari stadium larva Aedes aegypti L instar III sehingga
peneliti akan meneliti apakah penggunaan air perasan alami dari tanaman
seperti Kamboja Merah dapat bersifat larvasidal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan
masalah berikut: Apakah air perasan daun Kamboja Merah (Plumeria
rubra L) dapat bersifat larvasidal bagi larva Aedes aegypti L instar III?
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Balihttps://id.wikipedia.org/wiki/Purahttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Stek&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Stek&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Purahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Bali
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
21/82
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan daya larvasida air perasan daun Kamboja Merah
(Plumeria rubra L) terhadap larva Aedes aegypti L instar III.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk membuktikan air perasan daun Kamboja Merah (Plumeria
rubra L) mempunyai daya larvasida terhadap larva Aedes
aegypti L instar III dalam waktu 24 jam.
b. Untuk mengetahui konsentrasi minimal dari air perasan daun
Kamboja Merah (Plumeria rubra L) yang mempunyai daya
larvasida terhadap larva Aedes aegypti L instar III.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
a. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat
dalam meminimalkan angka kejadian DBD dengan
menggunakan larvasida alternatif yang alamiah.
b. Bagi peneliti lainHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar teori untuk
penelitian lebih lanjut mengenai efek larvasidal dari air
perasan daun Kamboja merah.
c. Bagi universitas
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai informasi dan
referensi di Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas
Hang Tuah Surabaya.1.4.2 Manfaat praktis
Apabila penelitian ini berhasil maka diharapkan hasil dari
penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat luas sebagai pilihan
larvasida.
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
22/82
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypt i
Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu organisme yang
perlu diwaspadai karena merupakan vektor dari virus dengue yang
menyebabkan DBD. Nyamuk tersebut harus jenis nyamuk belang-belang
hitam-putih Aedes, dan bukan oleh jenis nyamuk lainnya. Nyamuk rumah,
nyamuk malaria, dan jenis nyamuk lainnya tidak dapat membawa virus
dengue, sehingga bukan nyamuk penularnya (Nadesul, 2007;
Yuswulandary, 2008).
Agar dapat mengatasi dan mencegah penyakit DBD, salah satu hal
yang dapat kita lakukan adalah dengan merusak siklus hidup dari vektor
DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Kemkes, 2010; WHO, 2009). Oleh
karena itu, kita perlu mengetahui taksonomi, morfologi, siklus hidup,
habitat, dan sifat atau kebiasaan hidup serta penanggulangan terhadap
vektor.
2.1.1 TaksonomiMenurut Mullen dan Durden (2002), kedudukan nyamuk Aedes
aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Sub Ordo : NemaroceraInfra Ordo : Culicomorpha
Superfamili : Culicoidea
Famili : Culcidae
Sub Famili : Culcinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
23/82
6
2.1.2 Morfologi nyamuk Aedes aegypt i
Nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina tidak memiliki perbedaan
nyata dalam hal ukuran. Biasanya, nyamuk jantan sendiri memiliki tubuh
lebih kecil daripada nyamuk betina, dan terdapat rambut-rambut yang
lebih tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri tersebut dapat diamati
dengan mata telanjang (Ginanjar, 2008; Sianipar, 2010).
Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna
hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina berkisar
antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan
tungkainya ditutupi oleh sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di
bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal
di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri khas dari nyamuk spesies ini
(Ginanjar, 2008; Hamzah, 2010).
Tubuh nyamuk Aedes aegypti terdiri dari 3 bagian utama yaitu
kepala, thorax , dan abdomen. Ketiga bagian tersebut memiliki batas-batas
yang jelas yang tampak memisahkan satu bagian dengan yang lainnya
(Bogitsh, 2013; Sianipar, 2010).
2.1.2.1 KepalaKepala nyamuk Aedes aegypti mempunyai sepasang antena, pada
nyamuk jantan antena tersebut berbulu panjang dan lebat disebut tipe
pulmose, sedangkan pada nyamuk betina, antenanya berbulu pendek dan
jarang/tidak lebat disebut tipe pilose. Antena nyamuk tersebut terdiri dari
15 segmen. Mulutnya mempunyai alat penusuk yang disebut proboscis,
yang kecil dan panjang. Proboscis pada nyamuk Aedes aegypti betina dan
jantan digunakan untuk menusuk ( piercing ), dan juga untuk menghisapdarah manusia. Pada daerah kepala nyamuk Aedes aegypti juga
didapatkan mata majemuk. (Kemenkes RI, 2011; Soegijanto et al ; 2006).
2.1.2.2 Thorax
Segmen thorax ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian prothorax
yang terdapat di bagian anterior, mesothorax yang terdapat di bagian
tengah dan metathorax yang terdapat di bagian posterior. Mesothorax
tumbuh menjadi besar dan menonjol. Sebagian besar thorax yang tampak
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
24/82
7
(mesothorax ), diliputi bulu-bulu halus, prothorax dan metathorax , masing-
masing keluar satu pasang sayap. Pada ordo Diptera hanya terdapat satu
pasang sayap, yang keluar dari sisi dorsolateral mesothorax , sayap-sayap
yang terdapat pada bagian metathorax telah mengalami perubahan
bentuk dan fungsinya menjadi alat keseimbangan yang disebut halter .
Sayap nyamuk berpangkal pada mesothorax , dengan ciri khas tipis,
transparan (berbentuk membranous, dilengkapi vena sayap (wing vein)
yang terdiri atas delapan vena sayap. Pada family culicidae, terdapat
bentukan di perbatasan mesothorax dan metathorax disebut scutellum.
Setiap ruas dada (thorax ) akan keluar pula sepasang kaki dan terdapat
tiga pasang kaki sehingga berjumlah enam kaki. Pada ruas-ruas kaki ada
gelang-gelang putih, tetapi pada bagian tibia tidak ada gelang putih.
Gambaran punggung nyamuk (mesontum) Aedes aegypti berupa
sepasang garis lengkung putih (bentuk lyre) yang masing-masing garis
lengkung terdapat pada sisi lateral dan dua garis sejajar di mediannya.
(Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).
2.1.2.3 Abdomen
Abdomen berbentuk silindris, memanjang, dan terdiri atas delapanruas. Dua ruas yang terakhir pada ujung posterior berubah menjadi alat
bantu kopulasi, berbentuk seperi capit. Alat bantu kopulasi tersebut pada
nyamuk betina adalah cerci (sepasang caudal cerci ), dan pada nyamuk
jantan adalah hypopygium. Waktu istirahat posisi nyamuk Aedes aegypti
ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya.
(Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
25/82
8
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti (gambaran “lyre”)
(Sumber : Zettel, 2013)
2.1.3 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypt i
Nyamuk Aedes aegypti melewati metamorfosis sempurna
(holometabole), yang terdiri dari stadium telur, stadium larva, stadium
pupa, dan stadium nyamuk dewasa.
Gambar 2.2 Siklus hidup Aedes aegypti
(Sumber : CDC, 2012)
2.1.3.1 Telur
Setelah menghisap darah, nyamuk betina dapat menghasilkan rata-
rata 100 sampai 200 telur. Telur biasanya diletakkan pada permukaan
yang basah, kontainer air, lubang pada pohon, dan sebagainya. Bentuk
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
26/82
9
telur nyamuk Aedes aegypti halus, panjang, bulat telur/ elips, dan
panjangnya sekitar 0,5 - 0,8 milimeter. Ketika pertama kali diletakkan, telur
akan tampak putih, tapi dalam beberapa menit akan berubah warna
menjadi hitam mengkilap. Pada daerah iklim tropis, telur akan menetas
menjadi jentik setelah dua hari, pada tempat yang sesui dengan kondisi
optimum yaitu didalam air dengan suhu 20-40oC. Sedangkan di iklim
dingin bisa berlangsung hingga satu minggu (Mangunjaya, 2006;
Soegijanto, 2006).
Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti
(Sumber : Zettel, 2013)
2.1.3.2 Larva (Jentik)
Telur yang telah menetas akan menjadi larva atau sering disebut
jentik nyamuk. Larva dari kebanyakan nyamuk menggantungkan dirinya
pada permukaan air untuk mendapatkan oksigen dari udara (Andrew,
2013; Sembel, 2009).
Secara morfologis, larva dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu
kepala (cephal ), leher, dada (thorax ) dan perut (abdomen). Pada bagian
kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-
duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing ). Bagian dada larva
Aedes aegypti berbentuk globular, dan tampak bulu-bulu simetris yang
muncul dari bagian lateralnya. Bagian perut dari larva Aedes aegypti
berbentuk panjang, silindris, dan pipih, serta memiliki 8 segmen. Pada
segmen ke-8 dari abdomen ini, terdapat gigi-gigi sisir (comb spines) yang
membentuk gerigi di bagian ventral. Selain itu, dapat ditemukan corong
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
27/82
10
pernapasan (respiratory siphon), berwarna hitam, memiliki gigi pecten di
lateralnya, juga spirakel pada ujung siphon yang berfungsi untuk
mengambil kebutuhan oksigen. Pada bagian anal terdapat anal gills atau
anal papilla yang bersifat transparan (Andrew, 2013; Sianipar, 2010).
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, larva mengalami 4
kali pergantian kulit dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva
instar I (L1), larva instar II (L2), larva instar III (L3), dan larva instar IV (L4)
(Andrew, 2013; Depkes RI, 2003).
Perubahan instar larva dari instar I menjadi instar II berlangsung
dalam 2-3 hari, selanjutnya dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari,
dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2-3 hari. (Aradilla,
2009; Veriswan, 2006).
Secara spesifik perbedaan untuk identifikasi larva adalah sebagai
berikut.
1. Larva instar I, II, III, dan IV secara berurutan memiliki ukuran
sebesar 1-2 mm, 2,5-3,8 mm, 4-5 mm, dan 5-7 mm (Andrew, 2013;
Yuswulandary, 2008).
2. Larva instar I bentuk kepalanya triangular, sementara stadiumselanjutnya memiliki bentuk kepala globular dan lebih besar jika
dibandingkan stadium instar sebelumnya (Andrew, 2013). Pada
larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2
mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax ) belum begitu jelas dan
corong pernapasan (siphon) belum menghitam (Christophers,1960;
Depkes RI, 2005).
3. Larva instar II bertambah besar, duri dada belum jelas, dan corongpernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar II mengambil
oksigen dari udara, dengan menempatkan corong udara (siphon)
pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi
membentuk sudut dengan suhu pemukaan air sekitar 30oC. Larva
instar II dalam bergerak tidak terlalu aktif (Christophers,1960;
Depkes RI, 2005).
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
28/82
11
4. Larva instar III lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif
bergerak (Christophers,1960; Depkes RI, 2005).
5. Larva instar IV telah lengkap struktur morfologinya dan jelas. Tubuh
dapat dibagi jelas menjadi bagian kepala (cephal ), dada (thorax )
dan perut (abdomen). Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak
sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan temperatur optimal
untuk perkembangan larva ini adalah 25oC-30
oC
(Christophers,1960; Depkes RI, 2005). Larva instar IV juga memiliki
warna kepala yang paling gelap jika dibandingkan dengan stadium
larva sebelumnya (Andrew, 2013; Mariaty, 2010).
Gambar 2.4 Larva Aedes aegypti
(Sumber : Zettel, 2013)
2.1.3.3 Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, ukuran
tubuh 2 mm dengan bagian kepala-dada (cephalothorax ) lebih besar
daripada bagian perutnya. Pada bagian perutnya melengkung, sehingga
tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung dada, terdapat
alat bernapas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang
alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Saat pupa disentuh atau
terganggu oleh gelombang, mereka akan turun dan akan naik beberapa
saat kemudian. Pupa adalah bentuk yang tidak makan, tapi memiliki
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
29/82
12
gerakan yang lebih lincah bila dibandingkan larva. Waktu istirahat, posisi
pupa sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk
dewasa (Achmadi, 2011; Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).
Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti
(Sumber : Zettel, 2013)
2.1.3.4 Nyamuk Dewasa
Pada prinsipnya, nyamuk termasuk ke dalam kelas insecta dengan
ciri-ciri khas: badan dan kaki serangga beruas-ruas. Tubuh serangga
terdiri dari 3 bagian utama yaitu cephal (kepala), thorax (dada), abdomen
(perut). Ketiga bagian tubuh tersebut mempunyai batas-batas yang jelas
yang memisahkan satu bagian dan bagian lainnya, bentuk tubuh bilateral
simetris, sebelah luar tubuh dilapisi oleh chitin (Djakaria, 1998, UNSRAT,
2010). Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk yang lainnya. Nyamuk ini
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badan, kaki, dan sayapnya. Di kenal dari morfologinya yang khas sebagai
nyamuk yang memiliki gambaran lira (lyre form) yang putih pada
punggungnya. Probosis bersisik hitam, kaki pendek dengan ujung hitam
bersisik putih perak. Oksiput bersisik lebar, berwarna putih terletak
memanjang. Pada bagian thorax, terdapat sepasang kaki depan,
sepasang kaki tengah, sepasang kaki belakang. Tibia berwarna hitam
seluruhnya. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen basal ke-1
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
30/82
13
sampai ke-4 dan ke-5 berwarna putih. Sayap bersisik hitam dan
mempunyai ukuran selebar 2,5-3 mm. Nyamuk dewasa akan beristirahat
singkat di atas pemukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering
dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Perbandingan jumlah
munculnya nyamuk betina maupun jantan adalah 1:1. Nyamuk jantan
muncul lebih cepat 1 hari daripada nyamuk betina dan menetap dekat
dengan tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan
kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah
kemunculan pertama, nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk
mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur
nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011; Sayono,
2008).
2.1.4 Perilaku nyamuk Aedes aegypt i betina dewasa
Setelah kawin, nyamuk betina Aedes aegypti memerlukan darah
untuk bertelur. Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah manusia
setiap 2-3 hari sekali. Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari,
dan lebih banyak di siang hari pada antara pukul 08.00-12.00 dan pukul
15.00-17.00. untuk mendapatkan darah cukup, nyamuk betina sringmenggigit lebih dari satu orang dalam satu siklus gonotropik, untuk
memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk sangat
efektif sebagai penylar penyakit. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.
Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan. Waktu mencari
makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Aedes aegypti juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang,
suhu, kelembapan, kadar CO2 dan warna (Kemenkes RI, 2011;Soegijanto, 2006).
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat
sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telur. Nyamuk Aedes aegypti hidup
domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah.
Tempat istirahat yang disukai adalah berbagai tempat yang lembab dan
kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
31/82
14
seperti baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Di luar rumah seperti
tanaman hias di halaman rumah (Kemenkes RI, 2011; Soegijanto, 2006).
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga sampai
sore hari. Penularan penyakit hanya oleh nyamuk betina karena hanya
nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk
memperolah asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur.
Sedangkan nyamuk jantan tidak membutuhkan darah dan memperoleh
energi dari nectar bunga (Ginanjar, 2008; Sianipar, 2010).
Di Indonesia sendiri, nyamuk Aedes aegypti umumnya mempunyai
habitat di lingkunyan perumahan, tempat terdapat banyak penampungan
air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan yang menjadi sarang
berkembang biaknya (Ginanjar, 2008; Tampi 2013).
Selain itu, di dalam rumah juga banyak terdapat baju yang
tergantung atau lipatan gorden. Di tempat-tempat itulah biasanya nyamuk-
nyamuk Aedes aegypti betina dewasa bersembunyi (Ginanjar, 2008;
Purnama, 2012).
Nyamuk betina menghisap darah menusia. Tiga hari sesudahnya
sanggup bertelur 100 butir. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikanperkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur
dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut
disebut gonotropik. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya
(oviposition) di tempat yang airnya jernih. Telur Aedes aegypti tahan
kekeringan dan dapat bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering.
Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya,
larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya.Sekitar 2-3 hari telur tersebut menetas menjadi larva/jentik nyamuk
(hatching). Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang
disebut instar. Perkembangan dari instar I sampai instar IV membutuhkan
waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar IV, larva berubah menjadi
pupa di mana pupa memasuki masa dorman. Setelah 6-8 hari, larva
Aedes aegypti berubah menjadi pupa (pupation). Pupa bertahan selama
dua hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa yang keluar dari
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
32/82
15
pupa. Sekitar 1-2 hari, pupa menjadi nyamuk dewasa Aedes aegypti
(emergence). Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa
membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi
lingkungan tidak mendukung (Depkes, 2007; Womack, 1993).
2.1.5 Tempat pembiakan nyamuk Aedes aegypt i .
Tempat pembiakan nyamuk Aedes aegypti terdapat di dalam
rumah (indoor) maupun di luar rumah (outdoor) dan biasanya berupa
tempat penampungan air (TPA). Tempat pembiakan yang ada di dalam
rumah yang utama adalah bak air mandi, bak air, tandon air minum,
tempayan, gentong tanah liat, gentong plastikm ember, drum, vas
tanaman hias, perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat
pembiakan yang ada di luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol
bekas, ban bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi oleh air hujan,
dan lain-lain (Depkes RI, 2005; Soegijanto, 2006).
Gambar 2.6 Tempat-tempat perkembangbiakan Aedes aegypti
(Sumber : Sardar, 2011)
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
33/82
16
2.1.6 Pemberantasan dan pencegahan
1. Pemberantasan
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan terhadap
nyamuk dewasa ataupun jentiknya.
a. Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan=fogging ) dengan insektisida, misalnya:
Organofosfat misalnya malation, fenitrotion
Piretroid sintetik, misalnya lamda shalotrin, permetrin
Karbamat
b. Pemberantasan jentik
Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara:
i. Kimia
Pemberantasan larva dilakukan dengan
mengggunakan larvasida yang dikenal dengan
istilah abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan
contohnya adalah temephos, dengan formulasi
granul (sand granules) yang ditaburkan dalam air
di tempat perindukannya.
ii. Biologi
Dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(contoh: ikan kepala timah, ikan guppy).
iii. Fisik / mekanik
Cara ini dikenal dengan kegiatan 3M (menguras,
menutup, mengubur) yaitu dengan cara menguras
bak mandi, bak WC, menutup tempat
penampungan air rumah tangga (tempayan, drum,
dan lainnya) serta mengubur atau memusnahkan
barang bekas (kaleng, ban, dan lain-lain).
Pengurasan TPA (Tempat Penampungan Air)
perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
34/82
17
seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat tersebut.
Menabur bubuk pembasmi jentik (larvasida)
(Sianipar, 2010; Soegijanto, 2006).
2. Pencegahan
Pencegahan dapa dilakukan dengan berbagai cara:
a. Perlindungan perseorangan untuk mencegah gigitan Aedes
aegypti dengan memasang kawat kasa di lubang-lubang
angin di atas jendela atau pintu, memakai kelambu di sekitar
tempat tidur, penyemprotan dinding rumah dengan
insektisida dan penggunaan repellent pada saat di luar
rumah.
b. Pembuangan atau mengubur benda-benda di halaman
rumah yang dapat menampung air hujan seperti kaleng,
botol, ban mobil dan tempat lain yang berpotensi menjadi
tempat pembiakan (breeding site) Aedes aegypti.
c. Mengganti atau membersihkan tempat penampungan air
secara teratur tiap minggu sekali, pot bunga, tempayan, dan
bak mandi.
d. Pendidikan kesehatan masyarakat melalui ceramah agar
masyarakat dapat memelihara kebersihan lingkungan dan
turut serta individu dalam memberantas tempat-tempat
pembiakan Aedes aegypti di sekitar rumah (Hoedojo, 2011;
Nurcahyo, 1996; Nurcahyo, 2007).
2.2 Tinjauan tentang Kamboja Merah (Plumeria rub ra L)Tanaman yang memiliki nama latin Plumeria ini dinamakan sesuai
dengan nama penemunya, yaitu Charles Plumier yang merupakan botanis asal
Perancis. Terdapat beberapa macam spesies, diantaranya Plumeria alba,
Plumeria obtusa, Plumeria pudica, Plumeria rubra, Plumeria stenopetala,
Plumeria inodora, Plumeria stenophylla. Selain itu juga terdapat beberapa jenis
baru yang merupakan hasil persilangan seperti Rubra Hybrid , Rubra Tricolor ,
Singepore Hybrid yang memiliki warna-warna yang lebih bervariasi (Don, 2002;
Burrows, 2008).
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_alba&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_alba&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_obtusa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_obtusa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_pudica&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_pudica&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_rubra&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_rubra&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenopetala&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenopetala&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_inodora&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_inodora&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenophylla&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenophylla&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenophylla&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_inodora&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_stenopetala&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_rubra&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_pudica&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_obtusa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Plumeria_alba&action=edit&redlink=1
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
35/82
18
2.2.1 Taksonomi
Kedudukan Kamboja Merah (Plumeria rubra L) di dalam taksonomi
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Apocynales
Family : Apocynaceae
Genus : Plumeria
Species : Plumeria rubra L
2.2.2 Nama lain Plumeria rubra L
Brazil – Jasmim-De-Caiena
Danish – Mexican Frangipani
Indonesia – Kamboja
Inggris – Frangipani, Graveyard Tree, Hawaiian Lei Flower, Temple
Tree, Tree of Life
Italian – Frangipane, PomeliaJawa – Semboja, Kembang Jebun
Hawaii – Pumeli, melia
Laos – Champa, Dok Champa
Malaysia – Kemboja, Bunga Kemboja
Mexico – Caxtaxanat, Flor De Mayo
Philippines - Kalachuche
Sri Lanka – AraliyaTahiti – Tipanier
Thailand – Champa Lao
2.2.3 Morfologi Plumeria rub ra L
1. Batang
Kamboja merah memiliki batang yang berkayu, tegak serta dapat
mencapai tinggi ± 6 m. Batang utamanya besar, berbentuk bulat,
serta memiliki banyak percabangan. Cabang mudanya cenderung
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
36/82
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
37/82
20
Gambar 2.7 Plumeria rubra L
(Sumber : Depkes, 2015)
2.2.4 Asal dan Distribusi Plumeria rub ra L
Plumeria rubra merupakan tanaman local dari Mexico, Amerika
Tengah dan Venezuela. Tanaman tersebut sudah tersebar keseluruh
daerah tropis di dunia, terutama di Hawaii, di mana tanaman tersebut
dapat tumbuh dengan subur (GRIN, 2015; Lim, 2014).
Tanaman tersebut dapat tumbuh dengan subur pada daerah tropis
dan subtropis dengan suhu yang hangat sekitar 20-32 ˚C serta curah
hujan tahunan 1000-2000 mm. Tanaman ini juga tahan terhadap musim
kemarau, tetapi akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau yang
berkepanjangan. Di daerah subtropis tanaman ini harus sering disiram
saat musim panas, sedangkan saat musim dingin tidak perlu sering
disiram. Frangipani dapat tumbuh dengan baik di tanah yang subur dan
mudah menyerap air, serta mendapat sinar matahari penuh. Tanaman ini
juga bisa menjadi dorman dan bertahan pada suhu rendah meskipun tidak
dalam waktu yang lama. (Lim, 2014; Pali Plumies, 2015).
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
38/82
21
2.2.5 Kandungan Plumeria rub ra L
Pohon kamboja merah banyak mengandung getah. Getah tersebut
mengandung senyawa kimia seperti senyawa sejenis karet (damar dan
kauteuk) dan senyawa triterpenoid (amyrin dan lupeol). Kulit batangnya
banyak mengandung plumierid (zat pahit yang beracun). Daun dan
batangnya banyak mengandung fulvoplumierin. Daun, getah dan kulit akar
Plumeria rubra mengandung flavonoida dan polifenol. selain itu daunnya
juga mengandung alkaloida. Kandungan minyak menguapnya terdiri dari
geraniol, sitronellol, linallol, farnesol dan fenetilalkohol (AgroMedia, 2008;
Depkes, 2015; Permadi, 2006).
Pohon kamboja merah juga memiliki efek antiviral, antiinflamatori,
antimikrobial, dan antimutagenic , serta juga bisa digunakan sebagai obat
anestesi (Lim, 2014; Oliver, 1986).
Secara umum bahan aktif yang ditemukan dalam tanaman adalah
hasil metabolit sekunder dari tanaman tersebut yang digunakan oleh
tanaman tersebut untuk melindungi dari insekta. Ketika insekta atau
herbivora memakan tanaman tersebut, metabolit akan masuk ke dalam
tubuh herbivora atau insekta dan berefek pada berbagai level molekuler(Ghosh, 2011; Susanto, 2014).
Beberapa efek fisiologis yang terjadi dalam tubuh insekta tersebut
antara lain, abnormalitas pada sistem saraf (seperti sintesis
neurotransmitter , release, dan re-uptake). Terdapat berbagai macam
gangguan seperti inhibisi asetilkolinesterase, inhibisi respirasi seluler,
blokade kanal kalsium, toxic poisoning, serta mengganggu sistem
kolinergik. Hal yang paling penting adalah inhibisi asetilkolinesterase(AChE) yang berfungsi untuk menghentikan impuls syaraf dengan cara
memecah asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Mekanisme inilah yang pada
akhirnya mematikan insekta (Ghosh, 2011; Susanto, 2014).
2.3 Tinjauan Tentang Kamboja Merah (Plumeria rubra L )
Kamboja merah sudah terbukti pada penelitian sebelumnya dapat
berfungsi sebagai larvasida. Hal tersebut dikarenakan adanya
nanopartikel silver (AgNPs) yang disintesis dari getah kamboja merah
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
39/82
22
ditemukan bersifat toxic terhadap larva Aedes aegypti dan Anopheles
stephensi instar II dan instar IV. AgNPs ditemukan lebih bersifat toxic
terhadap larva nyamuk dibandingkan dengan ekstrak getah kamboja
merah. AgNPs juga tidak menunjukkan sifat toxic pada dosis dan
terhadap organisme yang umumnya berada di habitat dari Aedes
aegypti dan Anopheles stephensi , seperti salah satu spesies ikan Poecilia
reticulata (Lim, 2014; Patil, et al ; 2012).
Selain kamboja merah (Plumeria rubra L) yang akan digunakan
pada penelitian ini, sebenarnya masih banyak tanaman lain yang juga
memiliki efek sebagai larvasida alami. Karena diyakini bahwa salah satu
cara yang efektif untuk mengontrol jumlah nyamuk adalah dengan
menggunakan larvasida alami, sebab dianggap lebih murah dalam hal
biaya, lebih ramah lingkungan, dan lebih tidak berbahaya untuk kesehatan
manusia apabila dibandingkan dengan larvasida sintetis (Ghosh, 2011;
Susanto, 2014).
Spesies tanaman Bagian yangdigunakan
Spesies nyamuk yang menjaditarget
Artemisia annua Daun Anopheles stephensi
Acacia nilotica Daun Anopheles stephensi
Withanis somnifera Daun Anopheles stephensi
Aloe barbadensi Daun Anopheles stephensi
Jatropha curcas Daun Cx. Quinquefasciatus
Citrus aurantium Kulit buah Cx. Quinquefasciatus
Solanum xanthocarpum Akar Cx. Pipiens pallens
Eucalyptus globulus Biji, daun Culex pipiens
Thymus capitatus Daun cx. pipiens
Myrtus communis Bunga, daun Cx. Pipiens molestus
Argemone mexicana Daun, biji Cx. Quinquefasciatus
Piper nigrum Biji Cx. Pipiens
Ocimum basilicum Daun An. Stephensi, Cx.
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
40/82
23
Quinquefasciatus
Momordica charantia Buah An. stephensi, Cx.
quinquefasciatus, Ae.
Aegypti
Momordica charantia Daun Cx.
Quinquefasciatus
Kaempferia galanga Rhizom Cx. Quinquefasciatus
Khaya senegalensis Daun Cx. Annulirostris
Eucalyptus citridora Daun An. stephensi, Cx.
quinquefasciatus, Ae.
Aegypti
Solanum nigrum Buah kering An. culicifacies, An.
stephensi, Cx.
quinquefasciatus, Ae.
Aegypti
Ageratina adenophora Ranting Ae. aegypti, Cx.
Quinquefasciatus
Aloe barbadensis Daun An. Stephensi
Plumbago zeylanica Akar An. Gambiae
Nyctanthes arbotristis Bunga Cx. Quinquefasciatus
Aloe ngongensis Daun An. Gambiae
Citrus sinensis Kulit buah An. Subpictus
Atlantia monophylla Daun An. Stephensi
Chrysanthemum
Indicum
Daun Cx. Tritaeniorhynchus
Atlantia monophylla Daun Cx. Quinquefasciatus
Solanum villosum Daun An. Subpictus
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
41/82
24
Cestrum diurnum Daun An. Stephensi
Curcuma aromatica Rhizom Ae. Aegypti
Tridax procumbens Daun An. Subpictus
Feronia limonia Daun Cx. Quinquefasciatus, An.Stephensi, Ae. Aegypti
Tabel 2.1 Tanaman dengan Efek Larvasida
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
42/82
25
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
• Abate
Pemberantasan larva
Aedes aegypti L instar III
: Yang diteliti
: Yang tidak diteliti
• Air perasan daun kamboja merah
• Bakteri (Bacillusthuringiensis serotype H-14)
• Ikan pemakan jentik(Pachypanchax, Gambusiaaffinis)
• Pemberantasan sarangnyamuk (3M: Menguras,Menutup, Mengubur)
• Pengelolaan sampah padat
• Perbaikan desain Rumah
• Dibagi menjadi beberapakonsentrasi 20%, 30%, 40%,50%, 60%, 70%, 80% dan 90%(Susanto, 2014)
Flavonoid menghambat proses
makan serangga dan bersifat toksik
Alkaloid mendegradasi membran
sel dan mengganggu kerja saraf
Polifenol menghambat pencernaan
(stomach poisoning)
•
Rata-rata jumlah jentik nyamukdalam masing-masing wadah
Kematian
larva Aedes
aegypti
Bersifat larvasidal
Tidak ada
kematian larva
Aedes aegypti
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
43/82
26
3.1.1 Penjelasan kerangka konseptual
Pemberantasan larva Aedes aegypti dapat dilakukan melalui
beberapa cara, seperti metode mekanis, biologis dan kimiawi. Semua
metode tersebut bertujuan untuk memberantas larva Aedes aegypt i L
instar III. Pemberantasan larva nyamuk secara kimiawi biasanya dapat
digunakan bubuk abate yang dijual secara bebas di pasaran, atau bisa
juga menggunakan alternatif lain yaitu beberapa jenis tanaman yang
memiliki kandungan yang bersifat larvasidal (seperti Vachellia nilotica,
Solanum nigrum, Plumbago zeylanica, Artemisia annua), dalam penelitian
ini akan digunakan daun kamboja merah (Plumeria rubra L).
Kamboja merah akan diberikan dalam bentuk air perasan dengan
konsentrasi 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80% dan 90%. Jadi pada
penelitian ini akan didapatkan 8 kelompok perlakuan dan 2 kelompok
kontrol (yaitu kontrol positif dan kontrol negatif), sehingga total terdapat 10
kelompok.
Selain mengetahui efek larvasida dari kamboja merah, penelitian ini
juga bertujuan untuk menentukan median lethal concentration (), atau
berapa konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari jumlah
larva Aedes aegypti L instar III pada satu kelompok dengan perlakuan
dalam waktu 24 jam.
3.2 Hipotesis Penelitian
H0: Tidak ada pengaruh pemberian air perasan daun kamboja merah
(Plumeria rubra L) terhadap kematian larva Aedes aegypti L.
: Ada pengaruh pemberian air perasan daun kamboja merah (Plumeria
rubra L) terhadap kematian larva Aedes aegypti L.
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
44/82
27
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris.
Desain pada penelitian ini adalah post-test only group design.
4.2 Populasi, Sampel, Unit eksperimen dan Teknik Pengambilan
Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah larva nyamuk
Aedes aegypti instar III yang dibeli dari ITD (Institute of Tropical Disease)
Universitas Airlangga, Surabaya. Besar sampel yang akan digunakan
pada penelitian ini adalah 10 ekor larva uji pada masing-masing kelompok
percobaan dan replikasinya. (Malathi, 2015).
4.2.2 Sampel
a) Kriteria inklusi sampel
1. Larva Aedes aegypti instar III
2. Larva masih bergerak aktif, cepat dan spontanb) Kriteria eksklusi sampel
1. Larva Aedes aegypti yang mencapai instar III tetapi
ukurannya belum mencapai standart.
2. Larva yang telah berubah menjadi pupa atau dewasa.
3. Larva yang tidak bergerak aktif / bergerak setelah
diberikan rangsangan (disentuh dengan lidi)
4. Larva yang mati sebelum diberi perlakuan.4.2.3 Unit eksperimen
Percobaan ini menggunakan 8 kelompok perlakuan, 1 kontrol
positif dan 1 kontrol negatif. Total terdapat 10 kelompok.
Pada penelitian ini besar sampel yang digunakan adalah 10
ekor larva pada masing-masing kelompok, didapatkan dari
penelitian sebelumnya (Malathi, 2015).
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
45/82
28
Untuk memperkecil kemungkinan adanya bias pada
penelitian ini, maka harus diakukan pengulangan (replikasi).
Rumus yang digunakan untuk perhitungan banyaknya
replikasi pada penelitian ini adalah rumus Federer (Susanto,
2014).
Keterangan :
t adalah jumlah kelompok perlakuan
r adalah jumlah replikasi
(t-1) (r-1) ≥ 15 (10-1) (r-1) ≥ 15
(9) (r-1) ≥ 15
9r – 9 ≥ 15
9r ≥ 15 + 9
9r ≥ 24
r ≥ 24 / 9
r ≥ 2.6 (dibulatkan menjadi)
r ≥ 3
Dari perhitungan didapatkan bahwa pengulangan akan dilakukan
sebanyak 3 kali, maka total larva Aedes aegypti yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah: 10 larva x 10 kelompok x 3 kali pengulangan = 300
larva Aedes aegypti L instar III.
4.2.4 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling , tentunya dengan menyertakan kriteria inklusi dan eksklusi
(Notoadmodjo, 2012).
4.3 Variabel Penelitian
4.3.1 Klasifikasi Variabel
1. Variabel bebas / independent : larutan air perasan daun kamboja
merah (Plumeria rubra L) yang dibagi menjadi beberapa dosis.
2. Variabel terikat / dependent : jumlah kematian larva Aedes
aegypti L instar III.
(t-1)(r-1) ≥ 15
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
46/82
29
4.3.1 Definisi operasional variabel
1. Variabel bebas (independent ) adalah variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab adanya perubahan atau
timbulnya variabel dependent (terikat). Pada penelitian ini adalah
air perasan daun kamboja merah (Plumeria rubra L) yang terbagi
menjadi beberapa dosis konsentrasi 20%, 30%, 20%, 30%, 40%,
50%, 60%, 70%, 80%, 90%.
2. Variabel terikat (dependent ) adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Pada penelitian ini
adalah jumlah kematian larva Aedes aegypti L instar III yang
dihitung kemudian akan diubah dalam bentuk persentase kematian
sehingga LC50 dapat ditentukan.
4.4 Alat dan Bahan Penelitian
4.4.1 Bahan penelitian
a) Larva Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti L instar III didapatkan dari ITD (Institute of
Tropical Disease) Universitas Airlangga, Surabaya.
b) Air perasan daun kamboja merah (Plumeria rubra L) Perhitungan persen yang dipakai didapatkan dari 100 persen
adalah berat per volume (b/v) yang menyatakan berat 100 mg
zat dalam 100 ml larutan, pelarut yang digunakan adalah air
(aqua).
Pembuatan air perasan daun kamboja merah (Plumeria
rubra L)
i. Alat dan bahan o Bahan
Daun kamboja merah
Aqua
o Alat
Blender, pisau, gunting
Wadah (baskom kecil)
Filter mat
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
47/82
30
Kasa
Pipet
Timbangan
Botol
Cara pembuatan air perasan daun kamboja merah
(Plumeria rubra L) dengan konsentrasi 100% (Susanto,
2014).
i. Membersihkan daun kamboja merah dengan air
mengalir dari kotoran, serangga, tanah dan
sebagainya kemudian keringkan dengan angin dan
tidak boleh terkena sinar matahari.
ii. Siapkan 500 gr daun kamboja merah yang sudah
dibersihkan kemudian potong hingga berukuran
sekitar 0,5 cm – 1 cm.
iii. Kumpulkan hasilnya pada satu wadah, kemudian
tambahkan 500ml aqua.
iv. Tutupi permukaan wadah dengan kasa untuk
mencegah adanya kontaminasi.
v. Diamkan selama 24 jam.
vi. Saringlah dengan menggunakan saringan besi dan
filter mat , serta kain yang bersih.
vii. Pisahkan cairan yang sudah disaring dan
masukkan ke dalam wadah yang tertutup.
viii. Ulangi proses ini sampai didapatkan jumlah yang
dibutuhkan. Pada uji kali ini dibutuhkan 440 ml peruji. Karena ada 3 kali replikasi, maka untuk uji
sesungguhnya, total yang dibutuhkan adalah 440 x
3 = 1.320 ml. Pada proses pembuatan peneliti
membuat air perasan sebanyak 2 L.
i. Air hasil proses ini dianggap sebagai konsentrasi
100%, dan disimpan di dalam botol tertutup rapat
untuk mencegah adanya kontaminasi.
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
48/82
31
Cara pembuatan air perasan daun kamboja merah
(Plumeria rubra L) dengan konsentrasi 20%, 30%, 40%,
50%, 60%, 70%, 80% dan 90%
i. Air perasan konsentrasi 20% didapatkan dari 20 ml
air perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 80 ml.
ii. Air perasan konsentrasi 30% didapatkan dari 30 ml
air perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 70 ml.
iii. Air perasan konsentrasi 40% didapatkan dari 40 ml
air perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 60 ml.
iv. Air perasan konsentrasi 50% didapatkan dari 50 ml
air perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 50 ml.
v. Air perasan konsentrasi 60% didapatkan dari 60 ml
air perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 40 ml.
vi. Air perasan konsentrasi 70% didapatkan dari 70 ml
air perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 30 ml.
vii. Air perasan konsentrasi 80% didapatkan dari 80 ml
air perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 20 ml.
viii. Air perasan konsentrasi 90% didapatkan dari 90 mlair perasan daun kamboja merah (konsentrasi
100%) + aqua 10 ml.
c) Pembuatan larutan kontrol positif
Pembuatan larutan kontrol positif adalah dengan cara
mencampur bubuk abate (temephos 1%) dengan aqua
sesuai dosis yang tertera di sachet (10 gr abate / 100 lt
air).
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
49/82
32
d) Pembuatan larutan kontrol negatif
Kelompok kontrol negatif hanya menggunakan aqua saja.
4.4.1 Alat-alat penelitian
1. Gelas kecil plastik ukuran 150 ml sebanyak 10 buah untuk sekali
uji (8 kelompok perlakuan + 1 kelompok kontrol negatif + 1
kelompok kontrol positif), berarti total membutuhkan 8 x 3
pengulangan = 24 buah gelas.
2. Wadah untuk menghitung larva nyamuk yang mati
3. Label
4. Alat tulis
5. Pipet dan Spuit 10cc
6. Sendok bebek untuk mengambil larva dari wadahnya
7. Kasa
8. Botol berisi air perasan dengan konsentrasi 100%
9. Gelas ukur / cylinder , dengan ukuran 50 ml, 100 ml, 150 ml
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Universitas Hang
Tuah, yang berlokasi di Jl. Gadung No 1, Surabaya. Jadwal penelitian
dilakukan pada awal bulan Desember 2015 dan berlangsung selama 24
jam.
4.6 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :
4.6.1 Persiapan alat dan bahan
4.6.1.1 Koleksi larva Aedes aegypt i L instar III
Larva Aedes aegypti L instar III dikoleksi dari hasil kolonisasi ITD(Institute of Tropical Disease) Universitas Airlangga, Surabaya.
4.6.1.2 Koleksi kamboja merah
Koleksi kamboja merah didapatkan dari rumah peneliti di
Perumahan Persada Asri blok G-8, Kediri. Kemudian diambil sampel
tanaman dan dilakukan tes taksonomi di Kebun Raya Purwodadi – LIPI,
yang berada di jl. Raya Surabaya Malang Km. 65, Purwodadi, Pasuruan,
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
50/82
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
51/82
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
52/82
35
4.6.3 Alur penelitian
Membuat
larutan kontrol
Aqua +
Abate
Aqua
K- K+
K1
K2
K5
K6 K8
K7K3
K4
Menyiapkan air perasan daun Kamboja Merah sesuaidengan variasi yang sudah ditentukan pada
kelompok perlakuan (K1-K8)
Pembuatan air perasan daun Kamboja Merah(Plumeria rubra L) dengan konsentrasi 100%
Memasukkan 10 ekor larva Aedes aegypti L instar III padasetiap kelompok
Amati jumlah larva yang mati setelah 24 jam
Pengolahan dan analisis data
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
53/82
36
Keterangan :
1. Kelompok K1: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 20%.
2. Kelompok K2: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 30%.
3. Kelompok K3: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 40%.
4. Kelompok K4: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 50%.
5. Kelompok K5: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 60%.
6. Kelompok K6: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 70%.
7. Kelompok K7: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 80%.
8. Kelompok K8: air perasan daun kamboja merah dengan
konsentrasi 90%.
9. Kelompok K+: kelompok kontrol positif10. Kelompok K-: kelompok kontrol negatif
4.7 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang didapatkan
dari hasil penghitungan jumlah kematian dari larva nyamuk Aedes aegypti
L instar III yang terjadi selama penelitian. Setelah itu akan dilakukan
pengolahan data dengan beberapa tahap, yaitu:
i. Penyuntingan yaitu meneliti kembali data jumlah kematiannyamuk yang diperoleh selama penelitian, serta meneliti
kelengkapan data yang diperoleh.
ii. Tabulasi yaitu memasukkan data yang sudah diperoleh ke dalam
tabel, untuk mempermudah peneliti pada saat menganalisa data
yang sudah dikumpulkan.
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
54/82
37
4.8 Analisis Data
Secara deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel, persentase
dan grafik. Secara analitik, akan menggunakan uji statistik dengan
menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk Windows dengan tingkat
signifikansi (α) 0,05 (p = 0,05).
Apabila hasil uji normalitas (menggunakan Saphiro-Wilk) data
berdistribusi normal maka akan dilanjutkan dengan uji parametrik (metode
One-way Anova), sedangkan bila hasil penelitian ini data tidak
berdistribusi normal analisis data akan dilanjutkan dengan uji non
parametrik (Kruskal – Wallis).
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
55/82
38
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini larva Aedes aegypti L instar III diamati
sebanyak 3 kali pengulangan, hal tersebut berdasarkan perhitungan uji
replikasi yang menggunakan rumus Federer, yaitu ≥2,67 dan dibulatkan
menjadi 3 kali (Federer, 1955).
Dalam setiap pengamatan peneliti memakai 10 larva Aedes aegypti
instar III. Konsentrasi perasan yang digunakan adalah 20% (K1), 30%
(K2), 40% (K3), 50% (K4), 60% (K5), 70% (K6), 80% (K7) dan 90% (K9)
berdasarkan penelitian sebelumnya (Susanto, 2014). Kematian larva yang
didapatkan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1 Hasil Pemberian Air Perasan Daun Kamboja Merah terhadap
Larva Aedes aegypti L Instar III
KonsentrasiPerasanDaun
KambojaMerah
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Rata-Rata
Jumlah
KematianLarva
Persentase Rata-
Rata
Kematian Larva(%)
Σ Larva
Hidup
Σ Larva
mati
Σ Larva
Hidup
Σ Larva
Mati
Σ Larva
Hidup
Σ Larva
mati
K1 10 0 10 0 10 0 0 0
K2 10 0 10 0 10 0 0 0
K3 9 1 10 0 10 0 0,33 3,3
K4 8 2 9 1 8 2 1,67 16,7
K5 8 2 8 2 8 2 2 20
K6 7 3 7 3 8 2 2,67 26,7
K7 5 5 4 6 4 6 5,67 56,7
K8 3 7 2 8 3 7 7,33 73,3
K + 0 10 0 10 0 10 10 100
K – 10 0 10 0 10 0 0 0
Catatan: Setiap kelompok menggunakan 10 larva Aedes aegypti instar III.
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
56/82
39
Gambar 5.1 Grafik jumlah kematian larva terhadap pemberian konsentrasi
air perasan daun Kamboja Merah
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa jumlah kematian larva paling
banyak terdapat pada K8 (konsentrasi 90%) dan jumlah kematian larva
paling sedikit pada K1 (konsentrasi 20%).
Gambar 5.2 Grafik persentase rata-rata kematian larva terhadap
pemberian konsentrasi air perasan daun Kamboja Merah
Persentase kematian larva yang disajikan dalam tabel 5.2
didapatkan dengan menggunakan formula sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K+ K-
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
Rata-Rata Persentase Larva Mati
Rata-Rata Persentase
Larva Mati
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
57/82
40
Formula Abbot (WHO, 2005).
X = Persentase larva yang hidup pada kontrol negatifY = Persentase larva yang hidup pada perlakuan
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa kematian larva yang mencapai
50% terdapat diantara K6 - K7 yaitu pemberian konsentrasi air perasan
daun kamboja merah sebesar 70% - 80%.
5.2 Analisa Hasil Statistik
Dalam menganalisa hasil penelitian ini peneliti menggunakan
SPSS versi 23 dimana nilai signifikasi (α) sebesar 0,05. Analisa data
statistika ini bertujuan untuk mengambil kesimpulan atau
mendeskripsikan data. Uji yang ideal dilakukan dalam analisa statistik
ini adalah uji parametrik menggunakan metode One-way Anova dan
dilanjutkan dengan uji LSD. Untuk pengujian dengan menggunakan
metode anova, sebelumnya harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:
skala data minimal interval, data berdistribusi normal dan varians data
homogen.
5.2.1 Saphiro-Wilk
Uji normalitas Saphiro-Wilk akan dilakukan pada penelitian ini untuk
melihat normal atau tidaknya distribusi data penelitian dengan : data
berdistribusi normal, : data tidak berdistribusi normal. Jika nilai
signifikansi < α maka ditolak.
Setelah dilakukan uji Saphiro-Wilk didapatkan hasil nilai signifikansi
p=0,00 (p < α), yang artinya ditolak, dan dapat disimpulkan bahwa data
tidak berdistribusi secara normal. Sehingga Uji statistik One-way Anova
tidak dapat dilakukan. Maka langkah selanjutnya yaitu menggunakan uji
statistik non-parametrik yaitu Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan
Wilcoxon Mann-Whitney.
5.2.2 Uji Kruskal-Wallis
Peneliti menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis
karena data hasil penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
58/82
41
uji parametrik. Hipotesis dari uji statistik Kruskal-Wallis adalah : tidak
ada perbedaan jumlah larva mati berdasarkan konsentrasi air perasan
daun kamboja merah. : ada perbedaan (minimal sepasang) jumlah larva
mati berdasarkan konsentrasi air perasan daun kamboja merah. Dimana
hasil signifikansi p < α menyatakan diterima.
Hasil yang didapatkan pada uji Kruskal-Wallis ini yaitu nilai
signifikansi sebesar 0,00 (p< α) yang berarti ditolak dan diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ada perbedaan
jumlah larva mati berdasarkan konsentrasi air perasan daun kamboja
merah.
Untuk membandingkan pasangan yang berbeda maka akan
dilanjutkan dengan uji Wilcoxon Mann-Whitney.
5.2.3 Uji Wilcoxon Mann-Whitney
Uji ini merupakan lanjutan dari uji Kruskal-Wallis dimana uji ini
dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan yang bermakna
pada setiap kelompok konsentrasi yang akan dibandingkan. Di mana jika
nilai signifikansi α berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari
jumlah larva yang mati pada konsentrasi yang dibandingkan. Hasil dari uji
Mann-Whitney pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2 Hasil Uji Wilcoxon Mann-Whitney
Kons 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% K+ K-
20% 1,00 ,317 ,034* ,025* ,034* ,034* ,034* ,025* 1,00
30% ,317 ,034* ,025* ,034* ,034* ,034* ,025* 1,0040% ,068 ,034* ,043* ,043* ,043* ,034* ,317
50% ,317 ,099 ,043* ,043* ,034* ,034*
60% ,114 ,034* ,034* ,025* ,025*
70% ,043* ,043* ,034* ,034*
80% ,043* ,034* ,034*
90% ,034* ,034*
K+ ,025*
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
59/82
42
Keterangan :
* : Kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna (p α sehingga dapat disimpulkan
tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.
Namun pada perbandingan konsentrasi 20% terhadap
konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80% dan 90% didapatkan nilai
signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
bermakna jumlah kematian larva.
2. Pada perbandingan konsentrasi 30% terhadap 40% didapatkan
nilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan bermakna jumlah kematian larva. Namun pada
perbandingan konsentrasi 30% terhadap konsentrasi 50%, 60%,
70%, 80% dan 90% didapatkan nilai signifikansi < α sehingga
dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna jumlah
kematian larva.
3. Pada perbandingan konsentrasi 40% terhadap 50% didapatkannilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan bermakna jumlah kematian larva. Namun pada
perbandingan konsentrasi 40% terhadap konsentrasi 60%, 70%,
80% dan 90% didapatkan nilai signifikansi < α sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian
larva.
4. Pada perbandingan konsentrasi 50% terhadap 60% dan 70%didapatkan nilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan
tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.
Namun pada perbandingan konsentrasi 50% terhadap
konsentrasi 80% dan 90% didapatkan nilai signifikansi < α
sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna
jumlah kematian larva.
-
8/19/2019 Angeline Rosa H - 2012.04.0.0054
60/82
43
5. Pada perbandingan konsentrasi 60% terhadap 70% didapatkan
nilai signifikansi > α sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan bermakna jumlah kematian larva. Namun pada
perbandingan konsentrasi 60% terhadap konsentrasi 80% dan
90% didapatkan nilai signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan
terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.
6. Pada perbandingan konsentrasi 70% terhadap 80% dan 90%
didapatkan nilai signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan
terdapat perbedaan bermakna jumlah kematian larva.
7. Pada perbandingan konsentrasi 80% terhadap 90% didapatkan
nilai signifikansi < α sehingga dapat disimpulkan terdapat
perbedaan bermakna jumlah kematian larva.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa meskipun secara matematis
terdapat perbedaan pada jumlah kematian larva, namun secara statistik,
kelompok konsentrasi 20% terhadap 30% dan 40% tidak memiliki
perbedaan yang bermakna jumlah kematian larva, begitu pula dengan
kelompok konsentrasi 30% terhadap 40%, kelompok konsentrasi 40%terhadap 50%, kelompok konsentrasi 50% terhadap 60% dan 70%, serta
kelompok konsentrasi 60% terhadap 70%.
Selain uji perbandingan antar kelompok konsetrasi, juga perlu
dilakukan uji perbandingan antar kelompok konsentrasi dengan kelompok
kontrol. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah sampel
mempunyai nilai rata-rata yang berbeda dengan nilai rata-rata acuan,
dimana acuan tersebut merupakan kontrol negatif. Jika nilai rata-ratasampel sama dengan nilai rata-rata acuan maka secara statistik data itu
tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Artinya pada konsentrasi
tersebut diberikan atau tidak berikan air perasan hasilnya akan sama saja.
Pada uji ini hipotesis yang berlaku sebagai berikut:
: Jumlah larva hidup pada konsentrasi sama dengan nilai 10
: Jumlah larva hidup pada konsentrasi tidak sama dengan nilai 10
-
8/19/201