angio graf i

Upload: farras-amany-husna

Post on 09-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

  • 626

    TEKNIK

    CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013

    PENDAHULUANDewasa ini penyakit jantung koroner menjadi ancaman serius bagi masyarakat karena merupakan salah satu penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi di dunia termasuk Indonesia. Sebagai gambaran, satu setengah juta penduduk Amerika Serikat per tahun dilaporkan menderita penyakit jantung koroner.1 Penyebab utama pada lebih dari 98% kasus penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis pembuluh darah koroner.2

    Untuk mengetahui gambaran pembuluh darah koroner, pada tahun 1959 ditemukan metode pemeriksaan invasif yang dikenal dengan nama angiografi koroner. Angiografi koroner pertama kali dilakukan oleh Sones dengan memasukkan kateter yang dilanjutkan dengan menginjeksikan agen kontras ke dalam arteri koroner dan merekamnya dengan foto radiografi . Makin berkembangnya teknik dan manajemen perioperatif membuat hasilnya makin baik serta mengurangi komplikasi. Angiografi koroner sangat membantu menentukan diagnosis, prognosis serta manajemen terapi kardiovaskuler selanjutnya.

    Saat ini angiografi koroner menjadi salah satu prosedur invasif yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia dalam manajemen terapi kardiovaskuler.

    DEFINISIAngiografi koroner adalah salah satu pemeriksaan invasif untuk menggambarkan keadaan arteri koroner jantung dengan cara memasukkan kateter pembuluh darah ke dalam tubuh dan menginjeksikan cairan kontras untuk memberikan gambaran pembuluh darah koroner pada pencitraan sinar-X segera setelah kontras diinjeksikan.3

    Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling akurat dan sesuai standar untuk mengidentifi kasi penyempitan pembuluh darah yang berhubungan dengan proses aterosklerosis di arteri koroner jantung. Selain itu, angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling andal untuk memberikan informasi anatomi koroner pada pasien penyakit jantung koroner pasca pengobatan medik maupun revaskularisasi, seperti Percutaneous Coronary Intervention (PCI), or Coronary Artery Bypass

    Graft (CABG).3 Angiografi koroner dilakukan jika hasil pemeriksaan noninvasif kurang informatif atau karena ada kontraindikasi pemeriksaan noninvasif.4

    Beberapa faktor yang mendorong perkembangan angiografi koroner:1. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia kedokteran.2. Pasien menuntut diagnosis pasti dan cepat tentang penyakit yang dideritanya.3. Dibutuhkan diagnosis pasti guna pencegahan dan terapi. 4. Dibutuhkan pencitraan anatomi pembuluh darah koroner sebagai syarat PCI maupun CABG.

    INDIKASI3,5

    2. Pasien yang akan menjalani revaskularisasi.3. Rekurensi dini gejala sedang sampai berat pasca revaskularisasi.4. Evaluasi hasil pengobatan medik PJK.5. Pasien yang akan menjalani operasi jantung untuk penyakit katup jantung, penyakit jantung kongenital.

    Alamat korespondensi email: [email protected]

    Angiografi KoronerMuhammad Ulil Aidie JomansyahRSU dr Koesnadi, Bondowoso, Jawa Timur

    ABSTRAKSejak pertama kali ditemukan pada tahun 1959, angiografi koroner telah memberi kemajuan pesat dalam bidang kesehatan jantung dan pembuluh darah. Angiografi koroner dapat memberikan informasi akurat gambaran pembuluh darah koroner untuk diagnosis, prognosis, dan rencana terapi selanjutnya. Angiografi koroner dilakukan apabila pemeriksaan noninvasif kurang dapat memberikan informasi yang cukup atau ada kontraindikasi pemeriksaan noninvasif. Manajemen operatif dan perioperatif yang baik sangat diperlukan guna hasil yang maksimal, mengurangi risiko komplikasi, serta menjaga keselamatan prosedur.

    Kata kunci: angiografi koroner, penyakit jantung koroner, noninvasif

    ABSTRACTSince coronary angiography was fi rst discovered in 1959, this technique has greatly improves cardiovascular diagnostics. Coronary angiography is often used to investigate coronary artery blockage often caused by atherosclerosis. This procedure can provide accurate information on coronary arteries for diagnosis, prognosis and management plan. Coronary angiography was planned if non-invasive examinations were not informative or there is a contraindication for non-invasive examination. Excellent operative and perioperative management are important to get maximum results, to reduce complications, and to procedural safety. Muhammad Ulil Aidie Jomansyah. Coronary Angiography.

    Key words: coronary angiography, coronary artery disease, noninvasive

  • 627

    TEKNIK

    CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013

    low-molecular-weight heparin.

    Pemilihan arteri5,6

    Pemilihan arteri yang akan digunakan sebagai akses masuknya kateter ke dalam tubuh pasien juga tidak kalah penting. Pemilihan arteri ini bergantung pada beberapa faktor, seperti keahlian operator, kondisi fi sik pasien, status antikoagulasi dan kondisi pembuluh darah perifer. Beberapa arteri yang dapat dipilih, antara lain: Arteri femoralisPaling banyak dipilih bila tidak ada kondisi yang mengganggu Arteri brakialis dan arteri radialisArteri-arteri ini kurang populer, tetapi dipilih apabila ada penyakit pembuluh darah perifer yang parah dan pada pasien obesitas. Dibandingkan dengan arteri brakialis, arteri radialis lebih sering dipilih karena kateter lebih mudah dipasang dan dilepas.

    Obat yang digunakan3

    1. Analgesik/SedatifTujuan penggunaan analgesik adalah untuk sedikit menurunkan kesadaran sehingga membuat pasien tenang tetapi masih dapat merespons perintah verbal dan menjaga jalan napasnya sendiri. Diazepam 2,5-10 mg oral dan difenhidramin 25-50 mg oral adalah obat yang dapat dipakai satu jam sebelum prosedur. Selama prosedur dapat dipakai midazolam 0,5-2 mg IV dan fentanil 25-50 mg. Selama dalam pengaruh sedasi, pasien harus dipantau kondisi hemodinamiknya, elektrokardiografi nya, dan oksimetrinya.

    2. AntikoagulanAntikoagulan tidak lagi diberikan pada prosedur angiografi koroner dengan akses arteri femoralis rutin. Unfractionated heparin 2000-5000 unit IV diberikan pada prosedur angiografi koroner dengan akses arteri brakhialis atau radialis dan pasien dengan risiko tinggi komplikasi tromboemboli.

    3. KontrasSemua kontras radiografi mengandung yodium yang secara efektif menyerap sinar X dalam kisaran energi sistem angiografi . Kontras radiografi ini dapat dibagi menjadi dua tingkat, yaitu kontras yodium osmolar tinggi dan kontras yodium osmolar rendah. Kontras angiografi memiliki efek samping terhadap hemodinamik dan ginjal. Pada beberapa pasien dapat terjadi reaksi alergi,

    6. Pasien gagal jantung kronis dengan malfungsi sistolik ventrikel kiri.7. Pasien dengan kontraindikasi tes noninvasif.

    KONTRAINDIKASI 3

    Tidak ada kontraindikasi absolut untuk prosedur ini, tetapi terdapat beberapa kontraindikasi relatif:1. Panas badan tanpa sebab pasti2. Infeksi3. Anemia dengan hemoglobin < 8 mg/dl4. Ketidakseimbangan elektrolit darah5. Perdarahan aktif yang berat6. Stroke7. Keracunan digitalis.

    TATA LAKSANA Persiapan3

    Persiapan harus benar-benar diperhatikan agar prosedur ini bisa sukses. Beberapa pemeriksaan

    fi sik dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh, antara lain: Elektrokardiografi Darah lengkap Elektrolit darah Tes fungsi ginjal Faktor koagulasi.

    Selain pemeriksaan di atas, kondisi penyakit penyerta, seperti diabetes melitus, CHF, insufi siensi ginjal, harus sudah dalam kondisi stabil, kecuali untuk kasus angiografi koroner darurat. Untuk pasien yang akan menjalani PCI setelahnya, harus diberi asam asetilsalisilat oral 162-325 mg setidaknya dua jam sebelum PCI dijadwalkan. Pasien yang terbiasa mengonsumsi warfarin harus menghentikan sementara mulai dua hari sebelum prosedur dilaksanakan, dapat diganti dengan unfractionated heparin IV atau subcutaneous

    1. Nyeri dada spesifi k (angina)Kelas I Kelas IIa Kelas IIb Kelas III

    Asimtomatis(stable angina)

    *Canadian Cardiovascular Society (CCS) kelas III dan IV dengan terapi medik*Kriteria risiko tinggi penyakit jantung koroner (PJK)*Pasien yang berhasil diresusitasi dari henti jantung dengan VT

    *CCS kelas III dan IV berubah menjadi kelas I dan II dengan terapi medik*Angina disertai penyakit berat di luar faktor risiko*CCS kelas I dan II dengan intoleransi terapi medik*Pasien dengan pekerjaan yang berisiko

    *CCS kelas I dan II tanpa kriteria risiko tinggi*Pria asimtomatik atau wanita post-menopause dengan >2 kriteria klinis mayor, risiko rendah tes non invasif, dan riwayat PJK (-)*Pasien asimtomatis dengan riwayat infark miokard

    *Pasien yang tidak ingin atau bukan kandidat revaskularisasi*Skrining untuk PJK*Pasien CABG tanpa ada bukti iskemi pada tes non invasif*Kalsifi kasi koroner pada fl uoroskopi

    Unstable angina

    *Pasien dengan risiko tinggi/sedang dengan hasil terapi medik berulang yang buruk*Risiko tinggi/sedang pada pasien stabil setelah terapi awal*Suspek Prinzmetal variant angina*Pasien risiko rendah menjadi risiko tinggi pada tes noninvasif

    (-) *Risiko rendah angina tidak stabil tanpa kriteria tinggi saat tes non invasif

    *Rasa tidak nyaman di dada berulang curiga angina tidak stabil tanpa tanda iskemia koroner*Angina tidak stabil yang tidak diindikasikan untuk revaskularisasi

    Myocard Infarct(MI)

    *MI spontan*Sebelum terapi bedah untuk regurgitasi mitral, Defek septum ventrikel, aneurisma*Hemodinamik tidak stabil

    *Suspek MI karena emboli koroner, artiritis, trauma, penyakit metabolik, spasme koroner*MI akut dengan left ventricular ejection fl ow

  • 628

    TEKNIK

    CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soesetyo B. Ilmu penyakit jantung. Surabaya: Airlangga University Press; 2003.

    2. Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah RSUD dr Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU dr Soetomo; 2010.

    3. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds heart disease: A textbook of cardiovascular medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.

    4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tata laksana penyakit kardiovaskular di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia;

    2009.

    5. Scanlon P, Faxon D, Audet AM, Carabello B, Dehmer GJ, Eagle KA, et al. ACC/AHA guidelines for coronary angiography. J Am Coll Cardiol. 1999;99(17):2345-57.

    6. Pannu N, Wiebe N, Tonelli M. Prophylaxis strategies for contrast-induced nephropathy. JAMA. 2006;295(23):2765-79.

    7. Tramer MR, von Elm E, Gubeyre P, Hauser C. Pharmacological prevention of serious anaphylactic reactions due to iodinated contrast media: Systematic review. BMJ. 2006;333(7570):675.

    8. Agostoni P, Biondi-Zoccai GG, de Benedictis ML, Rigattien S, Twin M, anselmi M, et al. Radial versus femoral approach for percutaneous coronary diagnostic and interventional procedures:

    Systematic overview and meta-analysis of randomized trials. J Am Coll Cardiol. 2004;44(2):349-56.

    9. Topol E, Teirstein PS. Textbook of interventional cardiology. 2nd ed. vol 1. Philadelphia: Saunders; 1993.

    sehingga kortikosteroid IV harus disiapkan setiap kali prosedur dilaksanakan.

    4. Obat AnginaSelama tindakan dilakukan, angina dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti takikardia, agen kontras, hipertensi, mikroemboli, dll. Nitrogliserin sublingual, intrakoroner, maupun intravena dapat diberikan pada pasien dengan tekanan sistolik >100 mmHg.

    Teknik Setelah seluruh persiapan selesai termasuk informed consent dari pasien, pasien akan dibawa masuk ke dalam ruang kateterisasi yang dilengkapi dengan alat sinar-X di dalamnya. Pasien ditidurkan di meja khusus, dilakukan sterilisasi serta anestesi lokal pada daerah insersi jarum. Sheath dimasukkan hingga ujung berada dalam arteri, kemudian kateter dimasukkan dan didorong hingga mendekati jantung dengan panduan sinar X. Ujung kateter dapat berada di jantung, arteri koroner kanan, ataupun arteri koroner kiri tergantung tujuan prosedur. Kontras diinjeksikan melalui kateter sehingga menggambarkan anatomi jantung dan pembuluh darah koroner pasien yang dapat dilihat dari serangkaian foto sinar X. Ketika kontras diinjeksikan, pasien akan merasa sensasi panas pada lokasi insersi jarum, merasa seakan tubuh menjadi basah, serta adanya sensasi logam di lidah. Hal ini wajar dan sepantasnya diinformasikan kepada pasien sebelum prosedur dilaksanakan. Setelah rangkaian tindakan di atas selesai, kateter ditarik keluar secara perlahan.

    Masa pemulihanPada saat kateter telah terlepas dari tubuh, arteri tempat insersi jarum harus ditekan cukup kuat guna menghentikan perdarahan. Untuk arteri femoralis, tenaga medis akan menekan arteri sekitar 5-10 menit dan pasien

    diminta tetap dalam keadaan terlentang hingga beberapa waktu lalu perlahan duduk dan jalan dalam beberapa jam kemudian. Untuk arteri brakhialis atau arteri radialis, manset bertekanan rendah dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan dan pasien diminta duduk tegak sebelum diperbolehkan berjalan. Rasa lelah dan nyeri pada luka wajar dirasakan dalam beberapa hari.

    Pasien pascaangiografi koroner dapat pulang dari rumah sakit pada hari yang sama, kecuali ada kondisi lain yang mengharuskan pasien tetap dirawat. Pasien harus istirahat total di rumah untuk beberapa hari. Bila dirasakan keadaan fi sik pasien telah sehat, pasien dapat beraktivitas seperti biasa, tetapi apabila kondisi memburuk, pasien harus segera kembali ke dokter spesialis jantung untuk di periksa ulang.

    KOMPLIKASI3,9

    1. Kematian2. Infark miokardium3. Stroke4. Aritmia5. Vaskular (termasuk perdarahan pada akses masuk kateter)6. Hemodinamik 7. Reaksi kontras8. Perforasi ruang jantung

    Beberapa orang dapat lebih berisiko komplikasi, yang dapat diklasifi kasikan sebagai berikut5:1. Menurut keadaan umum Usia >70 tahun Intoleransi glukosa yang tidak terkontrol Penyakit paru obstruktif kronis yang berat Insufi siensi ginjal dengan kreatinin >1,5 mg/dL2. Menurut keadaan jantung Penyumbatan cabang utama arteri

    koroner kiri atau di tiga lokasi atau lebih Gagal jantung kelas IV Fraksi ejeksi ventrikel kiri