ansn ind keselamatan reaktor nuklir akibat gempa
TRANSCRIPT
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
KESELAMATAN STRUKTUR GEDUNG REAKTOR NUKLIRAKIBAT GEMPA
Sindur P. MangkoesoebrotoInstitut Teknologi Bandung
ABSTRAKAspek keselamatan merupakan faktor utama dalam proses operasi reaktor nuklir. Rancangan aspek keselamatan reaktor nuklir umumnya didasarkan pada prinsip pertahanan berlapis (defence in depth) yaitu pencegahan kecelakaan, proteksi reaktor dan pengurangan dampak kecelakaan terhadap lingkungan. Dalam rangka menunjang program penyediaan energi nasional jangka panjang berbasiskan teknologi nuklir maka standar jaminan mutu sesuai standar keselamatan International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk reaktor nuklir perlu dikaji, dipahami, dan diimplementasikan sejak tahap awal, termasuk standar untuk mengatasi kejadiankejadian eksternal (external events) diantaranya peristiwa gempa bumi. Dalam kaitannya dengan peristiwa gempa bumi, bangunan gedung suatu reaktor nuklir merupakan bagian dari lapis konsep hambatan ganda yang mengusahakan tetap terkungkungnya zatzat radioaktif dalam sistem reaktor sehingga tidak menyebar ke lingkungan yang mengakibatkan bahaya radiasi bagi penduduk yang tinggal di daerah sekitar. Makalah ini membahas pengaruh kejadian gempa bumi terhadap keselamatan struktur gedung reaktor. Akan disampaikan secara umum hasil penelitian untuk reaktor KARTINI di Yogyakarta dan Reaktor TRIGA di Bandung. Pada bagian akhir makalah ini dituangkan falsafah penentuan standar keselamatan gedung reaktor akibat gempa yang dinyatakan dalam nilai performance goalyang dapat diimplementasikan baik sebagai standar keselamatan reaktor riset maupun reaktor daya.Katakata kunci: keselamatan reaktor nuklir, pertahanan berlapis, gedung reaktor, analisis resiko kegempaan, reaktor riset, pembangkit listrik tenaga nuklir, performance goal
ABSTRACTSafety aspect is essential in the process of nuclear reactor operation. Design of nuclear reactor safety is generally based on the defense in depth concept, i.e., accident prevention, reactor protection and reduction of accident impact against the environment. To support the long term national energy supply based on nuclear technology, the quality assurance complying with safety standard of the International Atomic Energy Agency (IAEA) for nuclear reactor need to be assessed, recognized and implemented since the onset, including the standard in overcoming the external events such as the earthquake event when it occurs. In conjunction with the earthquake event, the building structure of some nuclear reactors is a part of the double resistance concept, which is an effort to confine the radioactive substance to remain inside the reactor system. Therefore avoiding its spreading to the environment that otherwise could endanger the surrounding inhabitants. The paper addresses the impact of earthquake event to the safety of the reactor building structure. It presents the experience gained from the reevaluation campaign of the Kartini Reactor in Yogyakarta and the TRIGA Reactor in Bandung. Briefly, the risk analysis of reactor building structure due to earthquake event is touched, in which the failure risk is compared against the performance goal as a base of an acceptance criteria. This can be implemented for research reactor as well as for nuclear power plant.Keywords: Nuclear reactor safety, defense in depth, reactor building, seismic hazard analysis, research reactor, nuclear power plant, performance goal.
13
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
I. PENDAHULUAN
Aspek keselamatan merupakan faktor utama dalam proses operasi reaktor nuklir.
Rancangan aspek keselamatan reaktor nuklir umumnya didasarkan pada prinsip
pertahanan berlapis untuk mencegah kecelakaan, memproteksi reaktor dan mengurangi
dampak kecelakaan terhadap lingkungan. International Atomic Energy Agency (IAEA)
menetapkan program dan standar jaminan mutu untuk diterapkan pada pembangunan
reaktor nuklir yang harus diterapkan pada tahap rancangan, fabrikasi, konstruksi maupun
tahap testing dan commissioning. Dalam rangka menunjang program penyediaan energi
nasional jangka panjang berbasiskan teknologi nuklir maka standar jaminan mutu sesuai
standar keselamatan IAEA untuk reaktor nuklir perlu dikaji, dipahami, dan
diimplementasikan sejak tahap awal termasuk di dalamnya standar untuk mengatasi
kejadiankejadian eksternal (external events) diantaranya peristiwa gempa bumi. Oleh
karena itu makalah ini disiapkan dengan tujuan untuk memberikan gambaran awal
standar keselamatan reaktor nuklir baik reaktor riset maupun reaktor daya terhadap
kejadiankejadian eksternal. Kejadiankejadian eksternal dapat diakibatkan oleh manusia,
diantaranya tumbukan pesawat terbang, ledakan bahan kimia, kebakaran, kebocoran
gas/ cairan berbahaya, interferensi elektromagnetik, maupun yang diakibatkan oleh
kejadian alam yaitu gempa bumi, liquifaksi, tanah longsor, hujan lebat, banjir, angin,
tornado, petir, dan letusan gunung berapi. Aspek keselamatan yang digunakan pada
reaktor nuklir adalah menghindarkan kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
memperkecil dampak yang dapat diakibatkan oleh kejadian kecelakaan − bila terjadi −
yang lebih dikenal dengan nama sistem pertahanan berlapis (defence in depth), yang
terdiri dari lima pertahanan utama, yaitu:
1. Komponenkomponen reaktor;
2. Sistem proteksi reaktor;
3. Konsep hambatan ganda;
4. Pemeriksaan dan pengujian;
5. Operator.
Dalam kaitannya dengan external events maka bangunan gedung reaktor nuklir
merupakan bagian dari lapis konsep hambatan ganda yang mengusahakan tetap
terkungkungnya zatzat radioaktif dalam sistem reaktor daya (PLTN) dan tidak menyebar
ke lingkungan yang mengakibatkan bahaya radiasi bagi penduduk yang tinggal di daerah
sekitarnya. Bangunan reaktor juga didesain untuk menahan external events sebagaimana
yang telah diuraikan di atas. Makalah ini membahas pengaruh kejadian gempa bumi
terhadap keselamatan struktur gedung reaktor. Akan disampaikan secara umum hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis untuk Reaktor TRIGA di Bandung dan
14
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
reaktor KARTINI di Yogyakarta. Secara singkat akan dikaji falsafah penentuan standar
keselamatan gedung reaktor akibat gempa yang dinyatakan dalam nilai performance goal
yang dapat diimplementasikan baik sebagai standar keselamatan reaktor riset maupun
reaktor daya.
II. EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN STRUKTUR GEDUNG
REAKTOR AKIBAT SEISMIK
Peristiwa gempa bumi Yogyakarta 27 Mei 2006 kembali menyadarkan betapa dashyatnya
kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh peristiwa ini pada strukur bangunan. Pada Tabel
1 ditampilkan kejadiankejadian gempa bumi terkini yang melanda Indonesia, Pulau Jawa
dan Pulau Sumatera, khususnya.
Pada kasus struktur gedung reaktor nuklir, yang merupakan salah satu bagian penting
dalam sistem pertahanan berlapis, perhatian terhadap kinerja seismik gedung selayaknya
menjadi prioritas utama bagi para pengambil keputusan dalam rangka peningkatan
keselamatan dan keamanan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia. Berdasarkan
pengalaman penulis yang secara langsung memperoleh dukungan dan arahan dari IAEA,
langkahlangkah yang perlu dilakukan dalam mengkaji dan mengevaluasi tingkat
keselamatan struktur gedung reaktor nuklir terhadap peristiwa gempa bumi terbagi
menjadi tiga tahap, yaitu investigasi lapangan, analisis resiko kegempaan (seismic
hazard analysis), dan analisis struktur. Investigasi lapangan bertujuan untuk
mengumpulkan data primer dan sekunder yang meliputi survei geoteknik, survei seismic
downhole, penggambaran kembali struktur gedung reaktor, dan pengujian contoh elemen
struktur gedung. Analisis resiko kegempaan atau disebut seismic hazard analysis (SHA)
bertujuan untuk mengetahui besar dan karateristik gempa yang dapat terjadi secara
spesifik di situs reaktor beserta periode ulangnya yang harus mampu dipikul oleh struktur.
Sedangkan analisis struktur bertujuan untuk mengetahui respons serta perilaku struktur
berdasarkan besaran gempa bumi yang telah ditentukan. Dalam hal reaktor riset di
Indonesia yang telah berdiri maka analisis struktur bertujuan untuk melakukan reevaluasi
15
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
ketahanan struktur terhadap gempa bumi, sedangkan untuk reaktor daya (PLTN) yang
ditargetkan untuk mulai beroperasi pada tahun 2016 maka tahap ini bertujuan untuk
merancang suatu struktur tahan gempa sesuai dengan standar keselamatan reaktor
nuklir. Berdasarkan standar IAEA, standar keselamatan baik untuk reaktor riset maupun
reaktor daya dapat dinyatakan dalam konsep performance goal.
III. SEISMIC HAZARD ANALYSIS
Tujuan seismic hazard analysis (SHA) adalah untuk mengkuantifikasi peluang terjadinya
dan terlampauinya berbagai tingkat percepatan tanah akibat gempa bumi yang dapat
terjadi di suatu situs. Nilai peak ground acceleration (PGA) dan besaran karakteristik
lainnya digunakan sebagai parameter perhitungan pergerakan tanah dalam analisis ini.
Sebelum SHA dilakukan perlu diadakan survei geoteknik dan seismic downhole test yang
bertujuan untuk memperoleh parameter dinamik tanah di situs reactor diantaranya
berupa nilai kecepatan gelombang primer (Pwave/ Vp) dan gelombang geser (Swave/
Vs) atau dikenal dengan shear wave velocity, serta nilai predominant period tanah, Tp.
Berdasarkan hasil tes ini juga dapat ditentukan angka Poisson, modulus tanah, modulus
geser, serta potensi terjadinya liquifaksi. Metodologi SHA dilakukan berdasarkan langkah
langkah sebagai berikut:
1. Penentuan zonazona sumber kegempaan di sekitar situs reaktor dalam radius
100 200 km.
2. Penentuan seismisitas masingmasing zona sumber gempa yang dapat dilakukan
berdasarkan sejarah kegempaan, data geologi, maupun berdasarkan estimasi
kegempaan.
3. Penentuan persamaan atenuasi yang memformulasikan hubungan percepatan
tanah di suatu situs terhadap magnituda gempa sumbernya. Dalam analisis ini
persamaan atenuasi yang dapat digunakan adalah Abrahamson & Silva; Boore,
Joyner & Fumal; Boore & Atkinson; Campbell & Bozorgnia; Campbell; Sadigh;
Spudich; dan Young. Penggunaan persamaan atenuasi disesuaikan dengan zona
sumber gempa yang ditinjau.
4. Perhitungan probabilistic seismic hazard assesment. Metode tersebut dituangkan
dalam bentuk logic tree sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Pada kedua gambar tersebut diperlihatkan logic tree masing – masing untuk kasus
subduksi dan patahan. Logic tree tersebut digunakan oleh penulis untuk melakukan
SHA terhadap Reaktor KARTINI di Yogyakarta[2].
16
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
Untuk reaktor TRIGA 2000 di Bandung, logic tree yang digunakan dapat dilihat secara
lengkap dalam laporan “Seismic Hazard Analysis of The Bandung Nuclear Reactor
Site”[1]. Sedangkan katalog gempa yang digunakan adalah:
1. Arthur Witchman (00001857)
2. Badan Metereologi dan Geofisika (1800 – 2003)
3. International Seismological Center (ISC) (19002003)
4. National Earthquake Information Center (NEIC) U.S. Geological Survey (1970 – 2003)
5. JISNET (1996 2003)
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa katalog gempa yang digunakan harus terlebih dulu
direlokasi sebelum dapat digunakan untuk menghasilkan analisis yang realistis, metode
relokasi dapat dilihat dalam rujukan 1 dan 2.
Pada Gambar 3 ditampilkan peta geologi untuk wilayah Yogyakarta. Patahan Imogiri yang
merupakan pemicu gempa Yogyakarta, 27 Mei 2006, telah diperhitungkan dalam logic
tree yang dianalisis.
17
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
Hasil kajian disajikan dalam bentuk kurva uniform risk yang memuat kurvakurva respons
spektra berdasarkan logic tree yang telah ditentukan (Gambar 4). Berdasarkan kurva
kurva ini selanjutnya dapat ditentukan spektra target beserta nilai PGA maksimumnya,
Gambar 5. Penentuan target spektra dan nilai PGA maksimum merupakan salah satu
tahapan penting dalam keseluruhan proses evaluasi tingkat keamanan struktur,
penentuan keduanya harus mengacu kepada standar keselamatan nuklir yang
dinyatakan dalam nilai performance goal. Hal ini secara lebih jelas akan diulas pada
bagian V.
Analisis Bahaya Kegempaan secara Probabilitas (PSHA, Probabilistic Seismic
Hazard Analysis)
18
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
Prosedur yang digunakan dalam analisis tersebut adalah yang dikembangkan oleh
Cornell (1968). Pada dasarnya, setiap aktifitas kegempaan yang berpeluang untuk
memberikan pengaruhnya pada suatu situs tertentu dimodelkan secara stokastik dalam
ruang dan waktu. Mengingat hal ini maka setiap sumber gempa perlu diidentifikasi.
Proses kegempaan diasumsikan terjadi secara acak dalam hal lokasi episenter dan
kejadiannya serta mengikuti distribusi Poisson. Model Poisson adalah model pendekatan
yang paling sederhana yang dapat diterapkan dalam analisis tersebut dan telah menjadi
baku untuk beberapa tahun belakangan ini. Anggapan utama dalam model tersebut
adalah bahwa kejadian gempa yang terasosiasi terhadap suatu sumber tertentu tidak
memiliki keterkaitan dengan kejadian gempa sebelumnya. Meskipun demikian, dapat
ditunjukkan bahwa kejadian gempagempa besar adalah sebagai fungsi waktu, yaitu,
peluang terjadinya gempa besar dari suatu sumber tertentu bergantung pada selang
waktu dari gempa besar sebelumnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
ketidakpastian epistemik terhadap proses kegempaan serta model gerakan tanahnya,
dan hal tersebut bergantung kepada persoalan yang dihadapi. Langkah selanjutnya
adalah melakukan pendekatan multi model terhadap Analisis Bahaya Kegampaan secara
Probabilitas, PSHA. Adanya kurvakurva bahaya kegempaan mencerminkan kesadaran
para analis terhadap ketidakpastian yang tak terelakkan. Terhadap strukturstruktur yang
bersifat kritis, model logic tree dapat dikembangkan untuk memberikan nilai bobot
terhadap setiap hipotesa, dan kemudian melakukan perataan nilai bobot dalam proses
pengambilan keputusan. Pada model tersebut dikenal istilah Deskripsi Skenario Bahaya
Kegempaan yaitu dimana diambil suatu skenario kegempaan yang paling kritis, dan
menjadikannya sebagai acuan dalam perencanaan berikutnya. Prosedur deagregasi
memungkinkan pemilihan skenario secara kuantitatif dalam perencanaan strukturstruktur
yang bersifat kritis, demikian sehingga strukturstruktur tersebut memiliki tahanan yang
memadai dalam memikul pengaruh gerakan tanah.
Analisis Resiko secara Kuantitatif (QRA, Quantitative Risk Assessment)
Model tersebut umumnya digunakan sebagai alat bantu dalam proses pengambilan
keputusan terhadap persoalan sistem teknologi yang rumit. Dewasa ini, metode tersebut
senantiasa disandingkan dengan metode PSHA dan dinyatakan bahwa kedua metode
tersebut bersifat saling melengkapi. Telah menjadi kenyataan bahwa kaji ulang diantara
sesama analis merupakan bagian utama dalam proses QRA; hal tersebut mengingat
bahwa dalam pengambilan keputusan, kesadaran akan resiko dianggap lebih penting
daripada perhitungan terhadap resiko itu sendiri. Pendekatan QRA yang bersifat top
down adalah sebagai berikut.
19
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
i. Identifikasi terhadap kejadian akhir yang tidak dikehendaki beserta tingkat
resikonya;
ii. Identifikasi terhadap kejadian pemicu terhadap kejadian akhir dalam butir i;
iii. Diagram logic tree digunakan dalam mengkaji uruturutan kejadian sejak
dimulainya kejadian pemicu hingga kejadian akhir. Dalam tahapan ini
dikembangkan scenario –skenario yang meliputi kejadian alam, semisal gempa.
iv. Peluang terjadinya setiap skenario dibobot berdasarkan buktibukti yang tersedia,
sejarah kejadian dan pengalaman analis.
v. Seluruh skenario diurut berdasarkan frekuensi kejadiannya.
Secara umum metode QRA dapat digunakan dengan memperhatikan halhal tersebut di
atas.
IV. PEMERIKSAAN KEAMANAN STRUKTUR AKIBAT SEISMIK
Filosofi, definisi, serta daftar sistem, struktur dan komponen terpilih (Selected
Systems, Structures and Components atau SSSCs)
Filosofi pemeriksaan keamanan struktur reaktor nuklir adalah: pada saat dikenai gempa
kuat struktur diperbolehkan mengalami kerusakan berat namun keruntuhan gedung arus
dihindarkan sehingga tidak jatuh korban jiwa serta harus dapat dijamin bahwa reactor
nuklir dapat dihentikan operasinya secara aman. Daftar sistem, struktur dan komponen
terpilih yang perlu dievaluasi keamanannya diperlihatkan pada Tabel 2 yang dapat
disesuaikan dengan fasilitas yang ada di dalam dan sekitar gedung reaktor. Sedangkan
definisi kriteria penerimaan keamanan struktur sebagaimana dimaksud pada Tabel 2
adalah sebagai berikut:
• Tahanan: tahanan terhadap lentur, geser, aksial, torsi dan kombinasinya.
• Stabilitas: keruntuhan struktur secara katastropik.
• Integritas: kekakuan sambungan antara elemen struktur dan pengangkurannya.
• Integritas terhadap kebocoran: kehilangan air yang signifikan melalui kebocoran besar
atau efek sloshing.
• Masalah interaksi: interaksi antara beberapa bagian atau komponenkomponen struktur.
• Fungsi: kinerja yang diharapkan dari peralatan, komponen, dan instrumen.
Artificial ground motion
Berdasarkan spektra target yang telah ditetapkan (Gambar 5), perlu dikembangkan
percepatan tanah artificial (artificial ground motion/ AGM) untuk memodelkan beban
20
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
gempa pada struktur. AGM ini dapat dikembangkan berdasarkan catatancatatan gempa
yang ada semisal gempa El Centro (1940), Mexico City (1995), San Fernando (1971),
Denpasar (1980), Jayapura (1984), dan Sukabumi (1982). AGM ini selanjutnya dipacukan
pada struktur untuk mensimulasikan perilaku struktur pada saat dikenai gempa kuat.
Untuk memeriksa ketepatan AGM yang dikembangkan maka perlu diperiksa terlebih dulu
kedekatan spektra percepatan (Sa’), spektra kecepatan (Sv’), dan spektra peralihan (Sd’)
terhadap masingmasing targetnya. Pada Gambar 6 dan 7 diperlihatkan salah satu AGM
yang digunakan untuk memacu struktur gedung Reaktor KARTINI dan kedekatan masing
masing spektra dengan targetnya[5]. Untuk gedung Reaktor TRIGA 2000 di Bandung
secara rinci dan lengkap dapat dilihat pada rujukan 3.
21
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
Analisis struktur
Gempa adalah peristiwa dinamik maka untuk mengevaluasi kinerja seismik struktur
idealnya digunakan analisis dinamik nonlinear. Analisis non linear mutlak dilakukan untuk
22
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
mengetahui respons dan kapasitas struktur pasca elastik. Metode ini masih jarang
digunakan karena merupakan metode yang cukup rumit dan makan waktu disamping
belum banyak perangkat lunak yang mampu melakukan analisis dinamik nonlinear ini.
Penulis telah secara khusus mengadakan perangkat lunak yang mampu melakukan
analisis dinamik nonlinear yaitu ADINA (Automatic Dynamic Incremental Nonlinear
Analysis)[6].
Untuk kasus Reaktor TRIGA & KARTINI, analisis struktur dilakukan menggunakan DINA
versi 8.2 – under LINUX. Pemodelan struktur dilakukan secara tiga dimensi dan analisis
dilakukan dengan analisis transien nonlinearmetode Newmark. Sesuai dengan arahan
IAEA[7] juga telah digunakan analisis soilstructure interaction untuk memodelkan
kekakuan tanah dan pondasi. Kegagalan elemenelemen pada struktur gedung reaktor
dan pembentukan sendisendi plastis pada balok dan kolom harus dapat diidentifikasi
dengan baik sebagaimana ilustrasi pada Gambar 8.b dan Gambar 9. Pada Gambar 9
diperlihatkan hubungan momenkurvatur untuk sendi plastis yang terbentuk pada salah
satu kolom. Kegagalan elemen struktur memgakibatkan perlunya perkuatan/ retrofit pada
struktur sehingga mampu menahan beban gempa sebesar yang direncanakan.
V. STANDAR KESELAMATAN
Pada bagian sebelumnya telah dibahas masalah reevaluasi terhadap reaktor riset
eksisting yaitu Reaktor KARTINI – Yogyakarta dan TRIGA 2000 – Bandung. Dalam hal
reaktor riset tersebut, Indonesia telah cukup berpengalaman dengan permasalahan
kualifikasi, dan baru belakangan ini mulai belajar dengan permasalahan reevaluasi
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Akan halnya reaktor daya, Indonesia belum
23
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
memiliki pengalaman sama sekali baik perihal qualifikasi apalagi terhadap reevaluasi.
Namun demikian, pengalaman Indonesia dalam hal qualifikasi dan reevaluasi reaktor
riset sangatlah berharga sebagai bekal dalam pengembangan reaktor daya. Hal tersebut
mengingat bahwa dalam beberapa hal reaktor riset bisa lebih kompleks daripada reactor
daya, karena reaktor riset dapat memiliki beberapa fungsi sekaligus, sedangkan reactor
daya umumnya memiliki fungsi utama untuk menghasilkan daya (listrik) saja. Falsafah
pengembangan reaktor daya sejalan dengan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk
reaktor riset dalam hal kejadiankejadian eksternal (external events). Perbedaannya
adalah dalam hal besaranbesaran Performance Goal, Probability of Failure, External
Events dan Hazard Category, serta Safety dan Design Class. Kajian dalam bagian ini
sepenuhnya mengacu pada rujukan 8, 9, dan 10. Probability of Failure atau PF adalah
suatu konsep probabilitas yang menggambarkan peluang terjadinya kegagalan sistem,
struktur dan komponen terpilih (Selected Systems, Structures and Components atau
SSSCs) akibat terjadinya kejadiankejadian eksternal (external events atau EE) dalam hal
ini adalah gempa bumi (SE, Seismic Event). Mengingat adanya dua obyek dalam hal ini
yaitu SSSC dan SE maka PF adalah fungsi dari kedua obyek tersebut. Secara matematik
hubungan sederhana antara PF, SSSC dan SE ditulis sebagai berikut,
PF=P(SE,PGA)*P(SSSC,PGA) ≤ Performance Goal (1)
Dalam Pers. (1), P(SE,PGA) adalah peluang tahunan terjadinya SE pada taraf PGA
(percepatan puncak permukaan atau peak ground acceleration) yang ditentukan.
Aktivitas PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis) akan memberikan sejumlah kurva
yang menghubungkan PGA dan peluang tahunan tersebut atau dalam bentuk perioda
ulang gempa; dengan demikian aktifitas PSHA mutlak diperlukan dalam menentukan PF.
Sedangkan P(SSSC,PGA) adalah peluang terjadinya kegagalan SSSC pada taraf PGA
yang ditentukan. Kurva P(SSSC,PGA) diperoleh melalui fragility test untuk semua
SSSCs. Kurva tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan Design Basis
Earthquake (DBE) melalui metode HCLPF (High Confidence LowProbability of Failure)
atau metode Median Capacity C50%. Dalam Pers. (1), Probability of Failure yang dihitung
harus lebih kecil atau sama dengan Performance Goal (PG) yang ditetapkan untuk
reaktor daya yang ditinjau, dan umumnya tergantung kepada Safety Class (SC) dan
Hazard Category (HC) yang ditinjau Untuk tingkat SC yang tertinggi nilai PG adalah 10
6/tahun. Dengan demikian hal pertama yang terpenting dalam kualifikasi reaktor daya/
riset adalah menentukan nilai kuantitatif PG dari setiap SSSC, dan hal ini mensyaratkan
bukan saja masalah keamanan operasi reaktor, namun juga kearifan, keberanian politik,
kemampuan pendanaan, dan kepedulian masyarakat. Nilai PG yang terlalu rendah akan
berakibat tingginya nilai investasi reaktor namun menurunnya tingkat resiko kegagalan,
24
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
sedang nilai PG yang terlalu besar akan meningkatkan tingkat resiko kegagalan operasi
namun menurunkan biaya investasi. Setelah nilai PG ditetapkan maka Pers. (1) dapat
digunakan untuk menentukan PGA yang akan dipilih, dan tingkat fragility dari SSSC. Bila
digunakan PGA yang rendah maka P(SE,PGA) juga akan rendah dan harus digunakan
SSSC yang kokoh agar P(SSSC,PGA) mengecil dalam upaya mencapai nilai PG yang
telah ditentukan. Kekokohan SSSC tersebut akan mensyaratkan standarstandar material
atau konstruksi yang tinggi, dan hal ini ditentukan melalui konsep Design Class.
Sebaliknya bila digunakan PGA yang relatif tinggi maka P(SE,PGA) akan menurun, dan
P(SSSC,PGA) dapat meninggi. Artinya SSSC yang digunakan tidak harus sangat kokoh
dan standar material atau konstruksi yang digunakan juga bisa lebih rendah, bahkan
dalam beberapa hal dapat digunakan standar material atau bangunan biasa. Jadi
sejatinya, masalah kualifikasi reaktor daya/ riset tidaklah terlalu rumit karena Pers. (1)
merupakan landasan dalam mempertimbangkan keamanan operasi reaktor; yang
menjadi kritis adalah dalam hal menetapkan angkaangka kuantitatifnya.
VI. KESIMPULAN
Pada makalah ini telah dipaparkan pengalaman dan kajian sehubungan dengan
keselamatan reaktor terhadap peristiwa gempa bumi. Pengalaman kualifikasi dan
evaluasi telah dimiliki Indonesia dalam hal reaktor riset. Pengalaman tersebut sangat
berharga dalam meningkatkan diri untuk dapat melakukan kualifikasi reaktor daya.
Konsep qualifikasi tidak serumit yang dibayangkan karena hal tersebut dapat dilakukan
melalui ’permainan’ Pers. (1). Hal yang lebih kritis adalah dalam hal menetapkan nilai
kuantitatif Performance Goal yang akan menentukan ramifikasi selanjutnya. Penentuan
nilai kuantitatif tersebut tidak saja dipengaruhi oleh sisi keamanan operasi reaktor namun
juga kearifan, keberanian politik, kemampuan pendanaan, dan kepedulian masyarakat.
VII. UCAPAN TERIMA KASIH
Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada PT Propenta Persisten Indonesia atas
dukungan yang telah diberikan dalam membantu terselesaikannya penelitian ini.
25
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
DAFTAR PUSTAKA
1. PARITHUSTA, R., AND MANGKOESOEBROTO, S.P., (2005), “Seismic Hazard
Analysis of The Bandung Nuclear Reactor Site”, PT PROPENTA PERSISTEN
INDONESIA, Bandung.
2. PARITHUSTA, R., AND MANGKOESOEBROTO, S.P., (2005), “Probabilistic
Seismic Hazard Analysis for Research Reactor KARTINIYogyakarta”, PT
PROPENTA PERSISTEN INDONESIA, Bandung.
3. PROPENTA PERSISTEN INDONESIA, PT., (2005), “Seismic Evaluation of Nuclear
Research Reactor’s BuildingNational Nuclear Energy AgencyBandung”, PT
PROPENTA PERSISTEN INDONESIA, Bandung.
4. PROPENTA PERSISTEN INDONESIA, PT., (2005), “Supplement of Seismic
Evaluation of Nuclear Research Reactor’s BuildingNational Nuclear Energy
Agency Bandung”, PT PROPENTA PERSISTEN INDONESIA, Bandung.
5. Foundation for Research and Industrial AfiliationInstitute Technology of Bandung
(LAPI ITB), (2005), “Seismic Evaluation of Kartini Nuclear Research Reactor’s
BuildingNational Nuclear Energy AgencyYogyakarta”, LAPI ITB, Bandung.
6. ADINA R&D, Inc. (2003), “ADINA User Interface Primer”, Report ARD 036, USA.
7. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (2003), “Consideration of External
Events in The Design of Nuclear Facilities Other than Nuclear Power Plants, with
Emphasis on Earthquake”, IAEC TECDOC1347.
8. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (2002), “Safety Standards Series:
Evaluation of Seismic Hazards for Nuclear Power Plants”, Safety Guide No. NSG
3.3.
9. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (2003), “Seismic Design and
Qualification for Nuclear Power Plants”, Safety Guide No.NSG1.6.
10. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (2005), “Safety of New and Existing
Research Reactor Facilities ini Relation to External Events”, Safety Report Series
No.41.
26
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
DISKUSI DAN TANYA JAWAB
Penanya: Ai Melani ( Staf DPIBN – BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Apakah dasar atau referensi kategorisasi SSK, metode yang dipilih dan acceptance
criteria, mengingat analisis dilakukan terhadap gedung reaktor yang menuntut aspek
keselamatan tinggi?
b.Reaktor kartini tahan sampai dengan 0.225g. Apakah reaktor kartini akan hancur
pada saat mencapai atau terkena gempa s/d 0.225g?
Jawaban:
a.SSC List ditentukan berdasarkan identifikasi seluruh komponenkomponen yang
diperlukan untuk mendukung beroperasinya research reactor. Kemudian dilakukan
pengurutan berdasarkan tingkat ke kritisannya, yang paling kritis diberikan kategori
safety class yang tertinggi ( Performance goal terkecil; misal bangunan reaktor,
stack, control room, ECCS ) dan yang paling tidak kritis diberikan kategory safety
class yang terendah ( Performance goal terbesar; misal platform, crane, catwalk ).
Berdasarkan urutan safety class tersebut dilakukan prosedur reevaluasi setiap SSC
dari tingkat yang paling canggih ( analisis kuantitatif dengan bantuan sofware ) untuk
tingkat safety class tertinggi, hingga ringan ( seismic walk down atau easy fixes )
untuk tingkat safety class terendah.
b.Bila reaktor kartini terkena gempa dengan PGA = 0.225 g, maka bangunan reaktor
boleh mengalami kerusakan struktural berat namun tidak boleh roboh baik parsial
maupun keseluruhan.
Penanya: Dedi Sunaryadi ( BAPETEN )
Pertanyaan:
a. Seberapa penting keberadaan seismograf di reaktor – reaktor yang ada di
Indonesia?
b. Muria sebagai calon tapak apakah perlu analisis Amdal ulang?
Jawaban:
a. Lebih digunakan accelerograph jika terjadi gempa dengan percepatan tertentu
telah diatur atau set untuk automatic switch off di Nuclear Power Plant Site.
b. Ada sebaiknya dilakukan analisis ulang terintegrasi dari seluruh parameter.
27
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
Penanya: Arif Isnaeni ( P2STPIBN BAPETEN )
Pertanyaan:
a. Pengertian Skala Richter?
Jawaban:
a. Skala richter adalah skala kekuatan gempa atau magnitude. Jika terjadi gempa
maka kekuatan gempa yang dihasilkan di sumber gempa tersebut yang disebut
skala richter. Skala richteratau kekuatan gempa atau magnitude bervariasi:
ML : Magnitude Local
MB : Magnitude Body ( Badan )
MS : Magnitude Surface ( Permukaan )
MM : Magnitude Moment
Penanya: Amir Effendi ( PPGN BATAN )
Pertanyaan:
a. Apakah bisa grafik yang ditampilkan pada hubungan antara besaran gempa
dengan tahun dibuat lebih pendek tahunnya atau misalkan dalam bulan.
Jawaban:
a. Berdasarkan perhitungan periode ulang pada umumnya untuk jangka panjang
minimum 50 tahun.
Penanya: R. Indrawanto
Pertanyaan:
a. Mohon penjelasan struktur RSG didisain 0,25 G mohon penjelasan?
b. Patahan bergerak secara pertahun apakah sumber energinya?
c. Bagaimana menentukan patahan?
Jawaban:
a. Patahan bergerak adalah proses bergeraknya kerak bumi atau lempeng sebagai
akibat adanya arus magma ( arus konveksi ) yang bekerja didalam bumi. Jadi jika
ada bagian bumi yang membuka ( Spreading ) maka akan ada bagian yang
bertubrukan.
b. Cara menentukan patahan :
Paleogeology: Study Stratigraphy ( sejarah atau korelasi lapisan tanah ), Study
Well log, Study Struktur geologi ( mekanisme pembentukan struktur )
28
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 1412 3258
Based on Earthquake Historical: Distribusi sumber gempa, Mekanisme
kegempaan, dll.
Paleo Seismic: Sejarah kegempaan yang terekam pada alam seperti coral,
lapisan bat, dll.
Pengukuran: Gravitasi, Magnet, Seismic refleksi – refraksi, resistivity
penentuan lapisan bumi secara kuantitatif
29