“optimasi rendemen lemak algae cyanophyta (phormidium ...€¦ · ditinjau dari waktu sonikasi...
TRANSCRIPT
“Optimasi Rendemen Lemak Algae Cyanophyta (Phormidium foveolarum)
Ditinjau dari Waktu Sonikasi dan Nisbah Pelarut Ekstraksi”
(Lipid Yield Optimation from Cyanophyta Algae (Phormidium foveolarum) as
Revealed by Sonication Duration and Solvent Ratio)
Oleh:
Aldy Pratama
652012023
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
i
“Optimasi Rendemen Lemak Algae Cyanophyta (Phormidium foveolarum)
Ditinjau dari Waktu Sonikasi dan Nisbah Pelarut Ekstraksi”
(Lipid Yield Optimation from Cyanophyta Algae (Phormidium foveolarum) as
Revealed by Sonication Duration and Solvent Ratio)
Oleh:
Aldy Pratama
652012023
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
ii
iii
iv
v
vi
1
“Optimasi Rendemen Lemak Algae Cyanophyta (Phormidium foveolarum) Ditinjau
dari Waktu Sonikasi dan Nisbah Pelarut Ekstraksi”
(Lipid Yield Optimation from Cyanophyta Algae (Phormidium foveolarum) as
Revealed by Sonication Duration and Solvent Ratio)
Aldy Pratama*, A.Ign Kristijanto** dan Margareta Novian Cahyanti**
*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro no 52 – 60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRACT
The objectives of this study are to determine the optimum lipid yield of cyanophyta algae (Phormidium
foveolarum) as revealed by sonication duration, solvent ratio, and the interaction between the two
factors. The extraction has been done by ultrasound cleaning bath in various duration of 0,5 hour, 1
hour, 1,5 hours, and 2 hours, using a mixture of chloroform, methanol, and aquadest with in various
chloroform:methanol:aquadest ratio of 1:1,2:0,8; 1:1,6:0,8; 1:2:0,8. Data of lipid yield were analyzed
using Randomized Completely Block Design (RBCD), 4 treatments and 3 replications with analysis
period as the block. To test the difference between the treatment means, the Honestly Significant
Difference (HSD) at 5% significance level were used.
The results of this study showed that the optimum lipid yield as revealed by sonication duration 0,854 ±
0,201 mg is obtained by 2 hours of sonication duration. The optimum lipid yield as revealed by solvent
ratio 0,852 ± 0,115 mg is obtained by chloroform:methanol:aquadest ratio of 1:1,6:0,8. The optimum
lipid yield as revealed by solvent ratio and sonication duration 0,328 ± 0,034 mg is obtained by
chloroform:methanol:aquadest ratio of 1:1,6:0,8 and 1,5 hours of sonication.
Keywords: Phormidium foveolarum, lipid extraction, sonication, solvent ratio.
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahan bakar dari sumber fosil merupakan sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui dengan demikian bahan bakunya semakin lama semakin menipis. Saat ini
biodiesel menjadi salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk
mesin diesel. Bahan bakar ini bersifat biodegradable atau mudah terurai dan lebih
bersifat ramah lingkungan bila dibandingkan dengan minyak diesel dari petroleum
(Christie, 2009 dalam Purwanti, 2014). Biodiesel dapat diolah dari minyak nabati yang
dapat diambil dari limbah minyak goreng, kacang kedelai, kelapa, bunga matahari,
minyak jagung, minyak ikan, lemak ayam, dan algae. (Hossain et al., 2008)
2
Produksi biodiesel dari sumber selain algae memiliki kelemahan karena
membutuhkan lahan yang luas, sehingga kurang ramah lingkungan. Kendala ini
mendorong algae menjadi sumber bahan pengolahan biodiesel yang sangat potensial.
(Darzins et al., 2010). Apabila dibandingkan dengan kedelai, algae dapat memproduksi
minyak 250 kali lebih banyak dari jumlah minyak yang diproduksi dengan kacang
kedelai per hektar, sehingga membutuhkan lahan yang jauh lebih sedikit. Selain itu,
algae juga dapat memproduksi minyak 7 – 31 kali lebih baik daripada minyak kelapa
sawit (Shay, 1993).
Samudra dkk. (2013) menyatakan bahwa Phormidium sp. adalah salah satu
algae divisi Cyanophyta yang terdapat di Rawa Pening dan P. foveolarum adalah jenis
algae yang termasuk dalam marga Phormidium. Mahapatra & Ramachandra (2013)
menyatakan bahwa Phormidium sp. memiliki kandungan lemak sebesar 18,66% (b/b).
Telah ada beberapa usaha untuk menemukan cara paling optimal dalam mengekstrak
lemak (Bligh & Dyer, 1959; Kumari et al., 2010; Purwanti, 2014) namun belum ada
cara yang digunakan sebagai metode standar untuk mengekstrak lemak.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan rendemen lemak optimal dari P.
foveolarum ditinjau dari waktu sonikasi, nisbah pelarut, dan interaksinya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ALGAE SEBAGAI SUMBER BIODIESEL
Algae umumnya didefinisikan sebagai mikroorganisme fotosintetik. Algae
dianggap sebagai organisme sederhana karena tidak memiliki organ seperti yang
ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi ataupun hewan dan termasuk sebagai produsen
biofuel komersil yang sangat potensial. Biofuel dapat diperoleh dari algae melalui
proses perubahan seluruh biomassa menjadi metana (CH4) ataupun menjadi minyak
mentah melalui berbagai proses. Contoh jenis algae yang telah diteliti untuk diolah
menjadi biodiesel adalah Chlorella, Scenedesmus, Chlamydomonas, dan lain-lain.
Sedangkan contoh jenis algae yang berpotensi sebagai produsen biofuel adalah algae
Cyanobacteria / Cyanophyta. (Mandal et al., 2013 dan Wijffels et al., 2013).
Cyanophyta terbagi atas 3 bangsa yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, dan
Nostocales. P. foveolarum termasuk dalam bangsa Oscillatoriales yaitu Cyanophyta
berfilamen yang tidak memiliki heterosis. Marga algae yang termasuk dalam bangsa ini
3
adalah Oscillatoria, Trichodesmium, Lyngbya, Spirulina, Hydrocoleus, dan Phormidium
(Lee, 2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti jumlah dari jenis lemak
(Valeem & Shameel, 2005) dan persentase lemak yang terdapat dalam beberapa algae
Cyanophyta (Singh et al., 2008; Wu et al., 2012; Miranda et al., 2015). Jumlah dari
jenis lemak beberapa Algae Cyanophyceae disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Algae Cyanophytha dan Kandungan Jumlah Jenis Lemak (Valeem
and Shameel, 2005)
Jenis Algae Jumlah Jenis Asam Lemak
Aphanothece pallida (Kützing) Rabenhorst 17
A. stagnina (Sprengel) A. Braun 6
Microcystis aeruginosa (Kützing) Kützing 26
Lyngbya hieronymusii Lemmermann 20
L. majuscula (Dillwyn) Harvey 24
L. martensiana Meneghini ex Gomont 39
Oscillatoria princeps Vaucher 33
O. sancta C. Agardh ex Gomont 6
Gloeotrichia natans (Hedwig) Rabenhorst ex Bornet et
Flahault 22
G. raciborskii Woloszynska 24
4
Sedangkan persentase dan kandungan lemak dalam beberapa jenis algae Cyanophyta
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa Jenis Algae Cyanophytha dan Persentase Lemak yang
Terkandung
(Singh et al., 2008; Wu et al., 2012; Miranda et al., 2015)
Jenis Algae Lemak (% )
Anabaena cylindrical 4 – 7
Cyanobium sp. 8
Oscillatoria sp. 2,7
Spirulina maxima 6 – 7
Spirulina platensis 4 – 9
Spirulina sp. 3
Synechoccus sp. 11
2.2 PELARUT EKSTRAKSI
Ekstraksi lemak dapat dilakukan melalui ekstraksi dengan menggunakan pelarut.
Dalam metode ini, pasta ganggang basah (dalam air) diekstrak menggunakan pelarut
(benzena, siklo-heksana, heksana, aseton, atau kloroform) yang memecah dinding sel
algae. Dengan memecah dinding sel algae, minyak dapat diekstraksi oleh media pelarut,
karena kelarutan yang tinggi dalam pelarut organik dibandingkan dengan air. Minyak
kemudian dapat dipisahkan melalui destilasi dari pelarut. Efisiensi maksimum ekstraksi,
apabila pelarut yang digunakan memiliki beberapa sifat; (a) Polaritas pelarut organik
harus cocok dengan lemak dalam sel; (b) Pelarut harus murah, (c) Pelarut harus mudah
dibuang; dan (d) Tidak beracun, tidak larut dalam air, dan idealnya dapat didaur ulang.
Namun, pada skala komersiel metode ini akan menjadi tidak praktis karena pelarut
organik yang merusak lingkungan dan tingginya biaya (Al Hattab, 2014).
Salah satu pelarut yang banyak digunakan dalam ekstraksi lemak algae
Cyanophyta adalah campuran kloroform dan metanol (1:2) (Mandal et al., 2013). Bligh
& Dyer (1959) menyatakan bahwa campuran pelarut kloroform dan methanol dengan
perbandingan 1:2 dapat mengekstraksi hingga 70% lemak dalam sampel dan merupakan
metode ekstraksi pelarut yang lebih sederhana dan tidak makan waktu. Mandal et al.
(2013) menyatakan bahwa ekstraksi lemak dari algae Cyanophyta menggunakan
5
campuran pelarut kloroform dan metanol memberikan hasil terbaik dibandingkan
dengan pelarut lain seperti heksana, campuran isopropanol dan heksana (2:3), campuran
sikloheksana dan 2-propanol, campuran aseton dan heksana. Yield lemak berbagai algae
hasil ekstraksi menggunakan pelarut kloroform:metanol (1:2) disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Yield Lemak dari Berbagai Algae Hasil Ekstraksi Menggunakan Pelarut
Kloroform : Metanol (1:2) (Mandal et al. 2013)
Algae Bobot Algae
(g)
Lemak
(%)
Anabaena cylindrical
100
6.2 ± 0.3
A. nidulans 11.1 ± 0.1
Chlorella vulgaris 9.2 ± 0.1
Chlamydomonas sp. 11.1 ± 0.6
Nostoc. Muscorum 7.2 ± 0.2
Pinnularia sp. 7.5 ± 0.4
Scenedesmus acuminatus 10.5 ± 0.3
S. obliquus 12.9 ± 0.2
S. maxima 7.2 ± 0.1
S. platensis 7.4 ± 0.1
Perbandingan Hasil dari penelitian Bligh & Dyer (1959) menunjukan bahwa persentase
lemak yang diperoleh juga dipengaruhi oleh nisbah campuran pelarut. Pengaruh nisbah
campuran pelarut terhadap persen lemak disajikan dalam Tabel 4.
6
Tabel 4. Pengaruh Nisbah Campuran Pelarut terhadap Persen Lemak
Nisbah Pelarut Bobot Algae
(g)
Lemak
(g) Kloroform (ml) Metanol (ml) Air (ml)
23 144 80
100
0,31
54 202 80 0,56
94 228 80 0,63
162 270 80 0,64
296 355 80 0,62
97 121 80 0,56
50 174 160 0,32
54 87 80 0,32
96 80 80 0,40
175 76 80 0,41
100 200 80 0,70
2.3 SONIKASI
Iradiasi gelombang ultrasonik terhadap algae menyebabkan terjadinya
pemecahan sel algae, baik terhadap mikroalgae maupun makroalgae, dan akan
menyusutkan ukuran partikel algae sehingga kandungan di dalam algae dapat diekstrak.
Al Hatab (2014) menyatakan bahwa pemecahan terjadi karena paparan terhadap
gelombang ultrasonik sehingga membentuk gelembung kavitasi di sekitar sel algae.
Pada saat gelembung pecah gelombang renjatan (shock wave) dilepaskan sehingga
kandungan isi sel berpindah ke dalam pelarut. Pemecahan gelembung kavitasi
menyebabkan peningkatan effisiensi ekstraksi dengan menggunakan pelarut baik
pelarut biasa maupun pelarut superkritis. Menurut Luo et al. (2013) kandungan yang
biasa diekstrak dapat berupa lemak, karbohidrat, protein, pigmen, dan lain – lain.
Beberapa penelitian terkait ekstraksi lemak dari algae menggunakan sonikasi
telah banyak dilakukan (Araujo et al., 2013; Menendez et al., 2014; Reddy &
Majumder, 2014; Naveena et al., 2015). Yield lemak hasil ekstraksi dengan
menggunakan sonikasi dalam berbagai durasi sonikasi disajikan pada Tabel 5.
7
Tabel 5. Yield Lemak Hasil Ekstraksi dengan Menggunakan Sonikasi dalam Berbagai
Durasi
3. METODA PENELITIAN
3.1 Bahan
Sampel yang digunakan adalah P. foveolarum yang dibeli dari pedagang umpan.
Sedangkan bahan – bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, kloroform PA
Merck (CHCl3), metanol PA Merck (CH3OH), Asam Sulfat Pekat (H2SO4), Asam
Palmitat PA (C16H32O2).
3.2 Piranti
Piranti yang digunakan antara lain Spektrofotometer UV/VIS Shimadzu,
timbangan digital Mettler H80, kertas saring, corong pisah, Sonikator Krisbow,
moisture analyzer, dan peralatan gelas lainnya.
Jenis Algae
Durasi
Sonikasi
(menit)
Bobot
Algae (g)
Yield
(%) Referensi
Chlorella vulgaris 30 1 9,82 Naveena et al.
(2015)
C. vulgaris 60 5 52,5 Araujo et al. (2013)
C. minutissima 20 0,1 15,5 Naveena et al.
(2015)
Nannochloropsis gaditana 20 5 36,2 Menendez et al.
(2014)
Spirogyra sp. 120 200 12,5 Reddy & Majumder.
(2014)
Thalassiosira fluviatilis 20 0,1 40,3 Naveena et al.
(2015)
T. pseudonana 20 0,1 39,5 Naveena et al.
(2015)
8
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengukuran Kadar Air
Sampel P. foveolarum dibersihkan terlebih dahulu lalu ditimbang sebanyak 1 g.
Bahan diletakkan dalam cawan petri dan dimasukkan ke dalam moisture analyzer.
Ditunggu dan dicatat angka hasil kadar air sampel yang dimunculkan.
3.3.2 Ekstraksi Rendemen Lemak (Bligh & Dyer, 1959 yang dimodifikasi)
Sebanyak 44,4 g sampel P. foveolarum basah ditimbang dan diekstraksi dengan
campuran pelarut kloroform, methanol, dan air. Penambahan campuran pelarut
kloroform, metanol, dan air dilakukan dengan berbagai kombinasi nisbah
kloroform:metanol:air yaitu 1:1,2:0,8; 1:1,6:0,8; 1:2:0,8 dan durasi sonikasi yaitu yaitu
30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Rendemen kemudian didiamkan hingga
terpisah. Larutan yang mengandung minyak diambil dan diukur kadar lemaknya.
3.3.4 Pengukuran Rendemen Lemak (Kochert et al., 1978)
3.3.4.1 Pembuatan Kurva Standar
Larutan lemak standar dipindahkan ke dalam wadah tertutup dengan masing –
masing volume: 0,05 mL; 0,1 mL; 0,15 mL; 0,20 mL; 0,25 mL; dan 0,50 mL. Semua
wadah dikeringkan dengan mengalirkan gas N2. 2 ml larutan dikromat ditambahkan ke
dalam masing – masing wadah, ditutup, dan dipanaskan selama 45 menit. Tabung
dikocok 2 atau 3 kali selama pemanasan. Setelah pemanasan, campuran didinginkan dan
1 mL campuran diencerkan dengan akuades hingga 10 mL. Absorbansi setiap campuran
diukur pada panjang gelombang 590 nm, dan dibuat kurva standarnya.
3.3.4.2 Pengukuran Rendemen Lemak
Larutan rendemen lemak dipindahkan ke dalam wadah tertutup dengan masing –
masing volume: 0,1 mL. Semua wadah dikeringkan dengan mengalirkan gas N2.
Sejumlah 2 mL larutan dikromat ditambahkan ke dalam masing – masing wadah,
ditutup, dan dipanaskan selama 45 menit. Tabung dikocok 2 atau 3 kali selama
pemanasan. Setelah pemanasan, campuran didinginkan dan 1 mL campuran diencerkan
9
dengan akuades hingga 10 mL. Absorbansi setiap campuran diukur pada panjang
gelombang 590 nm lalu dihitung konsentrasinya.
3.3.6 Analisa Data
Data rendemen lemak P. foveolarum dianalisis dengan menggunakan Rancangan
Perlakuan Faktorial (4x3) dan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 3 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah durasi sonikasi yaitu 30 menit, 60
menit, 90 menit, dan 120 menit. Sedangkan sebagai faktor kedua adalah nisbah pelarut
kloroform:metanol:air yaitu: 1:1,2:0,8; 1:1,6:0,8; dan 1:2:0,8. Sebagai kelompok adalah
waktu analisis. Pengujian rataan antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel & Torrie, 1989).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Lemak Ditinjau dari Waktu Sonikasi
Rataan rendemen lemak antar waktu sonikasi berkisar antara 0,595 ± 0,061 -
0,854 ± 0,201 mg (Tabel 1 dan Lampiran 1)
Tabel 1. Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Ditinjau dari Antar Waktu Sonikasi
Keterangan: * BK = 4,04 g
** Kadar air = 90,9%
***W= BNJ 5%
****Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur
yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna sebaliknya
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang
sama menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini juga berlaku
untuk Tabel 2.
W0.5 W1 W1.5 W2
W=0,0747 0,600 ± 0,141 0,595 ± 0,061 0,646 ± 0,310 0,854 ± 0,201
a a a b
10
Dari Tabel 1. terlihat bahwa rataan rendemen lemak meningkat sejalan dengan
lama waktu sonikasi dan mencapai hasil tertinggi pada waktu sonikasi dua jam yaitu
sebesar 0,854 ± 0,201 mg (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram Batang Rataan Rendemen Lemak (dalam mg±SE) antar Waktu
Sonikasi
Dari Gambar 1 terlihat bahwa rendemen lemak optimal diperoleh dalam waktu
sonikasi 2 jam, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Reddy & Majumder (2014)
juga menunjukkan terjadinya peningkatan hasil ekstraksi lemak pada alga Spirogyra sp.
dengan penambahan waktu sonikasi dari 0,5 jam menjadi 2 jam sebesar 1 g. Proses
sonikasi menyebabkan terbentuknya gelembung kavitasi. Saat terjadi perubahan tekanan
secara mendadak, gelembung kavitasi akan terpecah dan menghancurkan dinding sel
disekitarnya yang menyebabkan kandungan di dalam sel dapat berpindah ke pelarut.
Lebih lanjut, peningkatan durasi sonikasi akan meningkatkan jumlah dinding sel yang
dihancurkan, sehingga meningkatkan hasil ekstraksi. Kecenderungan yang sama
ditunjukkan oleh hasil penelitian Keris–Sen et al. (2014) yaitu terjadi peningkatan yield
hasil ekstraksi kumpulan berbagai jenis alga dalam pelarut kloroform dan metanol (1:1)
sebesar 0,2 mg dengan menggunakan sonikasi dibandingkan dengan menggunakan
maserasi.
4.2 Rendemen Lemak Ditinjau dari Nisbah Pelarut
Rataan rendemen lemak antar nisbah pelarut berkisar antara 0,544 ± 0,096 -
0,852 ± 0,115 mg (Tabel 2 dan Lampiran 1).
(jam)
11
Tabel 2. Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Ditinjau dari Antar Nisbah Pelarut
A (1:1,2:0,8) B (1:1,6:0,8) C (1:2:0,8)
W=0,0594 0,544 ± 0,096 0,852 ± 0,115 0,625 ± 0,135
a c b
Dari Tabel 2. terlihat bahwa rataan rendemen lemak meningkat pada nisbah B
(0,852 ± 0,115 mg) lalu menurun pada nisbah C (0,625 ± 0,135 mg) (Gambar 2).
Gambar 2. Diagram Batang Rataan Rendemen Lemak Ditinjau dari Antar Nisbah
Pelarut
Dari Gambar 2 terlihat bahwa rendemen lemak optimal diperoleh dalam nisbah
B (1:1,6:0,8). Hasil rendemen ekstraksi berkaitan dengan sistem pelarut. Air merupakan
senyawa polar yang meningkatkan kepolaran sistem pelarut dan menurunkan daya
campur senyawa non-polar sehingga ketika ditambah senyawa non-polar maka lemak
akan lebih mudah terekstrak. Pada konsentrasi metanol rendah akan terjadi
kesetimbangan distribusi lemak yang lebih besar antara fase hidroalkohol (metanol-air)
dan kloroform. Semakin banyak metanol yang ditambahkan maka akan semakin besar
lemak yang diperoleh sampai pada titik maksimum kemudian akan menurun. Penurunan
ini terkait dengan terbentuknya emulsi kloroform dalam air dan emulsi menyebabkan
ekstraksi lemak semakin sulit. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Fajardo et al.
(2007) dengan menggunakan larutan hidroalkoholik etanol-air dalam ekstraksi lemak
alga Phaeodactylum tricornutum. Hasil ekstraksi lemak meningkat seiring dengan
penambahan etanol hingga titik maksimum dan kemudian menurun.
Kloroform:Metanol:Air
12
4.3 Rendemen Lemak Hasil dari Interaksi Antara Nisbah Pelarut dan Waktu
Sonikasi
Hasil interaksi nisbah pelarut dan waktu sonikasi disajikan pada Tabel 3. Rataan
jumlah lemak dari hasil interaksi nisbah pelarut dan waktu sonikasi berkisar antara 0,12
± 0,096 – 0,364 ± 0,122 mg (Tabel 3 dan Lampiran 1).
Tabel 3. Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Hasil Interaksi Antara Nisbah Pelarut dan
Waktu Sonikasi
Waktu
Sonikasi
(Jam)
Nisbah Pelarut (Kloroform:Metanol:Air)
A(1:1.2:0.8) B(1:1.6:0.8) C(1:2:0.8)
0.5 0,27 ± 0,134 b 0,211 ± 0,093 a 0,12 ± 0,096 a
W=0,029 c
b
a
1 0,168 ± 0,.056 ab 0,233 ± 0,152 ab 0,194 ± 0,148 a
W=0,029 a
b
a
1.5 0,126 ± 0,061 a 0, 328 ± 0,034 b 0,191 ± 0,096 a
W=0,029 a
c
b
2 0,161 ± 0,105 ab 0,364 ± 0,122 b 0,328 ± 0,122 b
W=0,029 a
W=0,131
c
W=0,131
b
W=0,131
Keterangan: *W= BNJ 5%
**Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur yang sama
menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna sebaliknya angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan antar
perlakuan berbeda bermakna
Dari Tabel 3. terlihat bahwa rataan rendemen lemak antar nisbah pelarut dalam
waktu sonikasi 0,5 jam mengalami penurunan seiring perubahan nisbah. Sebaliknya
dalam waktu sonikasi 1 jam, 1,5 jam, dan 2 jam, terjadi pola peningkatan yang sama
yaitu pada nisbah B lalu diikuti penurunan pada nisbah C. Penurunan hasil rendemen
lemak dalam waktu sonikasi 0,5 jam terkait dengan polaritas sistem pelarut, semakin
kecil presentase air di dalam pelarut, maka rendemen lemak akan menurun. Merujuk
hasil penelitian Gonzalez (1998) dengan menggunakan pelarut etanol-heksan untuk
memperoleh lemak dari Phaeodactylum tricornutum, hasilnya adalah polaritas sistem
pelarut akan menurun seiring dengan meningkatnya persentase metanol di dalam sistem
pelarut dan mengurangi distribusi lemak dari metanol dan air ke pelarut non-polar.
Peningkatan hasil rendemen lemak pada nisbah pelarut B dalam waktu sonikasi
1, 1,5, dan 2 jam berkaitan dengan komposisi larutan hidroalkohol dan kloroform dalam
sistem pelarut. Komposisi larutan hidroalkoholik dalam proses ekstraksi lemak alga
13
dapat menyebabkan terbentuknya emulsi antara larutan hidroalkohol (metanol & air)
dan pelarut non-polar sehingga hasil rendemen lemak optimal hanya diperoleh pada
nisbah tertentu. (Fajardo et al., 2007)
Telaah lebih lanjut, rendemen lemak antar waktu sonikasi dalam nisbah pelarut
A mengalami penurunan dalam waktu sonikasi 1 jam dan 1,5 jam, selanjutnya
cenderung meningkat dalam waktu sonikasi 2 jam. Pada nisbah B, rendemen lemak
antar waktu sonikasi mengalami peningkatan sejalan dengan penambahan waktu
sonikasi sampai 1,5 jam dan tetap pada waktu sonikasi 2 jam. Sebaliknya pada nisbah
C, rataan rendemen lemak antar waktu sonikasi 0,5 jam sampai 1,5 jam tetap (tidak
mengalami perubahan) lalu meningkat dalam waktu sonikasi 2 jam. Rataan rendemen
lemak optimal sebesar 0,328 ± 0,034 mg diperoleh pada nisbah B (1:1,6:0,8) dan waktu
sonikasi 1,5 jam.
Penurunan hasil rendemen lemak pada waktu sonikasi 1, dan 1,5 jam dalam
nisbah A dan peningkatan pada waktu sonikasi 2 jam berkaitan dengan waktu sonikasi.
Goh, et al. (2016) menyatakan bahwa peningkatan waktu sonikasi menyebabkan
bertambahnya jumlah gelembung kavitasi yang terbentuk dan memperkecil ukuran –
ukuran partikel emulsi di dalam larutan, sehingga emulsi yang terbentuk di dalam
sistem pelarut semakin stabil, namun peningkatan durasi yang terlalu besar dapat
menyebabkan ukuran partikel emulsi kembali membesar dan menurunkan kestabilan
dari emulsi tersebut akibat dari peningkatan suhu yang meningkatkan kecenderungan
partikel untuk bergerak dan bertabrakan. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Raikos
(2010) tentang efek pemanasan terhadap pembentukan emulsi protein susu yang
menunjukkan bahwa pemanasan mengurangi kemampuan protein susu untuk
membentuk partikel yang stabil.
Terjadinya peningkatan rendemen lemak dalam waktu sonikasi 1, dan 1,5 jam
dalam nisbah B, terkait dengan adanya interaksi antara faktor nisbah pelarut dan waktu
sonikasi. Keris-Sen et al. (2014) menyatakan bahwa efek pemecahan dari pelarut dan
sonikasi yang sinergis akan meningkatkan efisiensi ekstraksi sehingga menyebabkan
lebih banyak lemak yang masuk ke dalam larutan.
Peningkatan rendemen lemak dalam waktu sonikasi 2 jam dalam nisbah C,
berkaitan dengan waktu sonikasi. Peningkatan waktu sonikasi menyebabkan
14
bertambahnya jumlah gelembung kavitasi yang terbentuk di dalam larutan, sehingga
meningkatkan jumlah lemak yang masuk ke dalam larutan. (Reddy & Majumder, 2014).
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik keismpulan sebagai berikut:
1.) Rendemen lemak optimal sebesar 0,854 ± 0,201 mg diperoleh dalam waktu sonikasi
2 jam.
2.) Rendemen lemak optimal sebesar 0,852 ± 0,115 mg diperoleh pada nisbah pelarut B
(1:1,6:0,8).
3.) Rendemen lemak optimal dari hasil interaksi waktu sonikasi dan nisbah pelarut
sebesar 0,328 ± 0,034 mg diperoleh dalam waktu sonikasi 1,5 jam dan nisbah
pelarut B (1:1,6:0,8).
SARAN
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya proses ekstraksi dilakukan dalam skala
yang lebih besar pada nisbah 1:1,6:0,8.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hattab, M.. 2014. Production of Oil from Freshwater and Marine Water Microalgae
for Biodiesel Production. Dalhousie University
Araujo, G. S., Leonardo J.B.L. Matos, Jader O. fernandes, Samuel J.M. Cartaxo,
Luciana R.B. Goncalves, Fabiano A.N. Fernandes, and Wladimir R.L. Farias.
2013. Extraction of Lipids from Microalgae by Ultrasound Application:
Prospection of the Optimal Extraction Method. Ultrasonics Sonochemistry
20: 95-98
Bligh, E. G., and W.J. Dyer. 1959. A Rapid Method of Total Lipid Extraction and
Purification. Canadian Journal of Biochemistry and Physiology Vol. 37 No.
8: 911 – 917. Canada. The National Research Council of Canada.
Darzins, A., P. Pienkos, and L. Edye. 2010. Current Status and Potential for Algal
Biofuels Production. A Report to IEA Bioenergy Task 39.
Fajardo, A. R., Luis E.C., Medina A. R., Fernandez F. G. A., Pedro, and Emilio M. G.
2007. Lipid extraction from the microalga Phaeodactylum tricornutum. Eur.
J. Lipid Sci. Technol. 109 120–126. Spain. Almería: Universidad de Almería.
Goh, P. S., Ng Mei Han, Choo Y. M., Nasrulhaq B. M., Cheng H. C. 2016. Production
of Tocols Nanoemulsion by Ultrasonication. Journal of Oil Palm Research. 28
p. 121-130. Malaysia. Kuala Lumpur. Universiti Malaya.
15
Gonzalez, I. M. J., A. R. Medina, E. M. Grima, A. G. Gimenez, M. Carstens, L. E.
Cerdan. Optimization of Fatty Acid Extraction from Phaeodactylum
tricornutum UTEX 640 Biomass 1998. JAOCS. 75 1735–1740.
Hossain, A.B.M., A. Salleh, A. N. Boyce, P. Chowdhury, and Mohd Naqiuddin. 2008.
Biodiesel Fuel Production from Algae as Renewable Energy. American
Journal of Biochemistry and Biotechnology 4 (3): 250-254. Malaysia:
University of Malaya.
Keris-Sen, U. D., Unal Sen, G. Soydemir, Mirat D. G., 2014. An investigation of
ultrasound effect on microalgal cell integrity and lipid extraction efficiency.
Bioresource Technology. 152 407–413. Turkey. Kocaeli. Gebze Institute of
Technology.
Kochert, G., J. A. Hellebust, and J. S. Eds. Craigie. 1978. Handbook of Phycological
Methods. Physiological and Biochemical Methods: 95-97. New York:
Cambridge University Press.
Kumari, P., M. Kumar, V. Gupta, C.R.K. Reddy, and B. Jha. 2010. Tropical Marine
Macroalgae as Potential Sources of Nutritionally Important PUFAs. Food
Chem. 120: 749–757.
Lee, R. E.. 2008. Phycology. Fourth Edition: 33-80. New York: Cambridge University
Press.
Luo, Jia, Z. Fang, and R. L. Smith Jr. 2013. Ultrasound-Enhanced Conversion of
Biomass to Biofuels. Progress in Energy and Combustion Science 41: 56-93
Mahapatra, D. M., and T. V. Ramachandra. 2013. Algal Biofuel: Bountiful Lipid from
Chlorococcum sp. Proliferating Municipal Wastewater. Current Science Vol.
105 No. 1.
Mandal., S., R. Patnaik, A. K. Singh, and N. Mallick. 2013. Comparative Assessment of
Various Lipid Extraction Protocols and Optimization of Transesterification
Process for Microalgal Biodiesel Production. India: Indian Institute of
Technology Kharagpur.
Menendez, J. M. B., A. Arenillas, J. A. M. Diaz, L. Boffa, S. Mantegna, and G.
Cravotto. 2014. Optimization of Microalgae Oil Extraction Under Ultrasound
and Microwave Irradiation. Journal of Chemical Technology and
Biotechnology 89 (11). Spain.
Miranda, C. T., R. F. Pinto, D. V. N. de Lima, C. V. Viegas, S. M. da Costa, and Sandra
M. F. O. Azevedo. 2015. Microalgae Lipid and Biodiesel Production: A
Brazilian Challenge. American Journal of Plant Sciences 6: 2522-2533.
Scientific Research Publishing Inc.
Naveena, B., P. Armshaw, and J. T. Pembroke. 2015. Ultrasonic Intensification as a
Tool for Enhanced Microbial Biofuel Yields.
Purwanti, A.. 2014. Pengambilan Lipid dari Mikroalga basah dengan Cara Ekstraksi
dalam Autoklaf. Yogyakarta.
Raikos V. 2010. Effect of heat treatment on milk protein functionality at emulsion
interfaces. A review. Food Hydrocolloids 24 259–265. Greece. University of
Patras.
Reddy, A., and A. B. Majumder. 2014. Use of a Combined Technology of
Ultrasonication, Three-Phase Partitioning, and Aqueous Enzymatic Oil
Extraction for the Extraction of Oil from Spirogyra sp. Journal of
Engineering.
16
Samudra, S. R., T. R. Soeprobowati, dan M. Izzati. 2013. Komposisi, Kemelimpahan
dan Keanekaragaman Fitoplankton Danau Rawa Pening Kabupaten
Semarang. BIOMA Vol. 15 No. 1: 6-13.
Shay, E.G., 1993. Diesel Fuel from Vegetable Oils: Status and Opportunities. Biomass
Bioenergy, 4: 227-242.
Singh, M., M. Chiya, and F. Bux. 2008. The Potential of Microalgae Isolated from
Wastewater Treatment Plants to be Used a Feedstock for Biodiesel
Production. South Africa: Duban University of Technology.
Steel, R.G.D and J.H. Torrie, 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia,
Jakarta
Valeem, E. E., and M. Shameel. 2005. Fatty Acid Composition of Blue-Green Algae of
Sindh, Pakistan. International Journal Phycology Phycochemistry 1(1): 83-
92.
Wijffels, R. H., O. Kruse, and K. J. Hellingwerf. 2013. Potential of Industrial
Biotechnology with Cyanobacteria an Eukaryotic Microalgae. Current
Opinion in Biotechnology Vol. 24: 1-9. Amsterdam.
Wu, Xiaodan, R. Ruan, Zhenyi Du, and Yuhuan Liu. 2012. Current Status and
Prospects of Biodiesel Production from Microalgae. Energies Vol. 5: 2667-
2682.
17
Lampiran I
Kombinasi Perlakuan
Ulangan W0.5A W0.5B W0.5C W1A W1B W1C W1.5A W1.5B W1.5C
1 0.355 0.225 0.162 0.174 0.245 0.162 0.126 0.305 0.162
2 0.257 0.15 0.055 0.132 0.138 0.126 0.09 0.34 0.155
3 0.198 0.257 0.142 0.198 0.317 0.293 0.162 0.34 0.257
TP 0.81 0.632 0.359 0.504 0.7 0.581 0.378 0.985 0.574
Xp 0.27 0.211 0.12 0.168 0.233 0.194 0.126 0.328 0.191
SD 0.079 0.055 0.057 0.033 0.09 0.088 0.036 0.02 0.057
S2 0.006 0.003 0.003 0.001 0.008 0.008 0.001 4E-04 0.003
SE 0.134 0.093 0.096 0.056 0.152 0.148 0.061 0.034 0.096
FK 1.815
JKTotal 0.317
JKU 0.024
JKKP 0.22
JKGA 0.073
Keterangan: FK = Frekuensi Kumulatif, JKTotal = Jumlah Kuadrat Total, JKU =
Jumlah Kuadrat Ulangan, JKKP = Jumlah Kuadrat Kombinasi Perlakuan,
JKGA = Jumlah Kuadrat Galat Acak, TP = Total Perlakuan, Xp = Rata-Rata
Perlakuan, Tu = Total Ulangan, Xu = Rata-Rata Ulangan, T.. = Total
Kombinasi Perlakuan, X.. = Rata-Rata Kombinasi Perlakuan, SD = Standar
Deviasi, S2 = Varian, SE = Standard of Error.
18
Tabel Dwi Arah
A B C Total X SD SE
W0.5 0.81 0.632 0.359 1.801 0.60033 0.22716 0.14081
W1 0.504 0.7 0.581 1.785 0.595 0.09875 0.06121
W1.5 0.378 0.985 0.574 1.937 0.64567 0.30978 0.19202
W2 0.484 1.092 0.985 2.561 0.85367 0.32458 0.20119
Total 2.176 3.409 2.499 9.818
X 0.544 0.85225 0.62475
SD 0.18575 0.2212 0.26134
SE 0.0963 0.11468 0.13548
JKW 0.04475
JKNisbah 0.06813
JKWN 0.10698
Keterangan: JKW = Jumlah Kuadrat Waktu, JKNisbah = Jumlah Kuadrat Nisbah,
JKWN = Jumlah Kuadrat Waktu x Nisbah, X = Rata – Rata, SD = Standar
Deviasi, SE = Standard of Error.
DASIRA
Ftabel
Sumber Ragam Db JK KT Fhit 0.05 0.01
Ulangan 2 0.02399 0.01199 3.58998 2.56 5.72
Komb. Perlakuan 11 0.21986 0.01999
*Waktu (W) 3 0.04475 0.01492 4.46534 2.35 4.82
*Nisbah (N) 2 0.06813 0.03407 10.1976 3.47 5.78
*Interaksi (W x N) 6 0.10698 0.01783 5.33755 2.55 3.76
Galad Acak 22 0.07349 0.00334
Total 35 0.31734
Kesimpulan: Antar Ulangan Berbeda Nyata
Antar Waktu Berbeda Nyata
Antar Nisbah berbeda Sangat Nyata
Ada interaksi sangat nyata antara waktu x nisbah
Uji selanjutnya dengan uji BNJ 5%
19
Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Ditinjau dari Antar Waktu Sonikasi
W0.5 W1 W1.5 W2
0,600 ± 0,141 0,595 ± 0,061 0,646 ± 0,310 0,854 ± 0,201
W=0,0747 a a a b
Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Ditinjau dari Antar Nisbah Pelarut
A (1:1,2:0,8) B (1:1,6:0,8) C (1:2:0,8)
0,544 ± 0,096 0,852 ± 0,115 0,625 ± 0,135
W=0,0594 a c b
Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Hasil Interaksi Antara Nisbah Pelarut dan
Waktu Sonikasi
Waktu Nisbah Pelarut (Kloroform:Metanol:Air)
Sonikasi
(Jam) A(1:1.2:0.8) B(1:1.6:0.8) C(1:2:0.8)
0.5 0,27 ± 0,134 b 0,211 ± 0,093 a 0,12 ± 0,096 a
W=0,029 c
b
a 1 0,168 ± 0,.056 ab 0,233 ± 0,152 ab 0,194 ± 0,148 a
W=0,029 a
b
a 1.5 0,126 ± 0,061 a 0, 328 ± 0,034 b 0,191 ± 0,096 a
W=0,029 a
c
b 2 0,161 ± 0,105 ab 0,364 ± 0,122 b 0,328 ± 0,122 b
W=0,029 a
c
b
W=0,131 W=0,131 W=0,131
20
W2A W2B W2C Tu Xu
0.126 0.447 0.376 2.865 0.239
0.125 0.328 0.364 2.26 0.188
0.233 0.317 0.245 2.959 0.247
0.484 1.092 0.985 8.084 0.161 0.364 0.328 T..
0.062 0.072 0.072 0.225
0.004 0.005 0.005 X..
0.105 0.122 0.122