aplikasi survei hidrografi dalam pengelolaan sumber daya migas (offshore)
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
Aplikasi Survei Hidrografi dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam Minyak dan Gas (offshore)
Rd Achmad Faizal P S
Mahasiswa Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM ()
Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +062-274-520226, Email: [email protected]
Abstract
Ocean dominates the Earth's surface. So many natural resources contained in and made sea as a source
of life. As well as oil and gas contained in the ocean to be one of the energy sources. In order to explore
oil and gas in the bottom of the sea, we have to mapping the sea floor to determine its location. One
mapping technique has been used is the hydrographic survey. Hydrographic survey is the science of
measurement and description of features which affect maritime navigation, marine construction,
dredging, offshore oil exploration or drilling and related activities. In this journal I will explain how the
applications of hydrographic surveys in managing natural resources of oil and gas contained in the
seabed, what technology has been used, how the process working, and what are the applications of
hydrographic surveys that support the management of oil and gas. Purpose of this paper is to investigate
the process of exploration and exploitation of oil and gas in the ocean and the role therein of
hydrographic survey. In order to get accurate result of this research, then I compiled methods in the
making of this journal, the method I use is technical documentation where I gather some many source and
article related such as Wikipedia, ocean.service and others.
Keywords: survei hidrografi, teknik pemetaan, minyak dan gas, sumber daya alam kelautan.
Pendahuluan
Laut mendominasi permukaan bumi sebesar
70,8% dengan luas 361.254.000 km2. Kawasan
laut memiliki dimensi pengembangan yang sangat
luas karena mempunyai keragaman potensi alam
yang dapat dikelola. Beberapa sektor kelautan
seperti perikanan, perhubungan laut,
pertambangan sudah mulai dikembangkan
walaupun masih jauh dari potensi yang ada, salah
satunya adalah sumber daya alam minyak dan gas
bumi. Seperti yang sudah saya jelaskan pada
jurnal sebelumnya (Pemanfaatan sumber daya
alam di berbagai zaman), minyak dan gas bumi
merupakan salah satu sumber daya alam yang
sangat mempengaruhi kehidupan umat manusia,
peningkatan kebutuhan minyak dan gas sangat
signifikan dikarenakan hampir dari separuh
kebutuhan sumber energi didominasi oleh minyak
dan gas, walaupun pemanfaatan sumber daya
Gambar 1. Anjungan minyak (oil rig)
Sumber: Wikipedia
alam terbarukan terus dikembangkan. Minyak dan
gas bumi berasal dari banyaknya jasad renik
tumbuhan dan hewan sebagai asal – usul minyak
dan gas yang mati selama 150 juta yang lalu. Sisa-
sisa organisme tersebut mengendap di dasar
lautan, kemudian ditutupi oleh lumpur. Lapisan
lumpur tersebut lambat laun berubah menjadi
batuan karena pengaruh tekanan lapisan di
atasnya. Sementara itu, dengan meningkatnya
tekanan dan suhu, bakteri anaerob menguraikan
sisa-sisa jasad renik tersebut dan mengubahnya
menjadi minyak dan gas. Proses pembentukan
minyak bumi dan gas ini memakan waktu jutaan
tahun. Minyak dan gas yang terbentuk meresap
dalam batuan yang berpori seperti air dalam batu
karang. Minyak dan gas dapat pula bermigrasi
dari suatu daerah ke daerah lain, kemudian
terkosentrasi jika terhalang oleh lapisan yang
kedap. Hal ini menyebabkan minyak dan gas
bumi banyak ditemukan di dasar laut. Namun,
karena minyak dan gas ditutupi oleh lumpur, perlu
suatu teknologi untuk bisa menheksplorasinya,
tentunya teknologi yang dibutuhkan adalah
teknologi yang dapat menggambarkan kondisi-
kondisi dasar laut dimana cabang ilmu geodesi
yaitu hidrografi sangat berguna dalam hal ini.
Hal ini sangat penting karena untuk bisa
mengelola sumber daya alam yang ada tentunya
kita perlu mengetahui kondisi lingkungan
disekitar sumber daya alam tersebut, begitu pula
dalam pengelolaan minyak dan gas di dasar laut,
kita perlu mengetahi kondisi permukaan bawah
laut, posisi dan lokasi dari sumber minyak dan
parameter-parameter yang mempengaruhi nya
seperti dinamika laut.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan
sumber daya alam kelautan, terutama minyak dan
gas bumi, teknologi survei hidrografi semakin
dikembangkan dan dilakukan baik dalam tahap
eksplorasi maupun feasibility study. Hidrografi
(geodesi kelautan) adalah ilmu tentang pemetaan
laut dan pesisir. Hidrografi menurut Intrenational
Hydographic Organization (IHO), adalah ilmu
tentang penggambaran parameter-parameter yang
diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan
konfigurasi dasar laut secara tepat, hubungan
geografis dengan daratan, serta karakteristik dan
dinamika lautan. Hidrografi sendiri sangat
berguna dalam
navigasi maritim,
konstruksi
kelautan dan eksplorasi minyak lepas pantai.
survei hidrografi mutlak dilakukan dalam tahapan
explorasi maupun feasibility study. Informasi
yang diperoleh dari kegiatan ini untuk
pengelolaan sumberdaya laut seperti minyak dan
konstruksi kelautan. Kebutuhan teknologi survei
dan pemetaan laut yang modern ini merupakan
suatu kebutuhan, apalagi dengan berlakunya
UNCLOS 1982 (United Nations Convention on
Law of The Sea).
Kompetensi profesi dan Akademisi Hidrografi
dikelompokkan menjadi beberapa aplikasi yaitu
(IHB, 2001)
1. Nautical Charting ( pemetaan laut )
2. Military
3. Inland Water
Gambar 2. Survei Hidrografi
Sumber: http://www.substructure.com
Gambar 3. Tahapan Metode Penelitian
Perumusan Masalah
Studi Pustaka
Memilih Pendekatan
Menentukan Sumber
Pengumpulan Data
Menarik Kesimpulan
Isi dan Pembahasan
Analisis Data
4. Coastal Zone management
5. Offshore Seismic
6. Offshore Construction
7. Remote sensing
Tujuan survey hidro-oseanografi diantaranya
untuk mendukung pekerjaan seperti rencana
penentuan dan pemasangan jalur kabel dan pipa
bawah laut, pencarian pesawat dan kapal-kapal
yang tenggelam, penentuan algoritma parameter
kelautan (TSS, SST, koreksi kolom perairan untuk
aplikasi penginderaan jauh, dll), penentuan
pengeboran sumur minyak (well rig), operasi
pencarian ranjau dan bahan peledak di bawah laut
dan investigasi pipa dan kabel bawah laut.
Dalam jurnal ini, saya akan menjelaskan
bagaimana teknologi survei hidrografi
diaplikasikan dalam pengelolaan minyak dan gas
bumi, apa saja teknologinya, dan bagaimana cara
kerjanya.
Metodologi
Pada penulisan jurnal ini, saya melakukan cara
dan metode penelitian (metodologi) dengan
tahapan – tahapan seperti gambar 2 diatas.
Pertama, saya merumuskan masalah apa yang
akan saya ambil, spesifikasi dari pemanfaatan
sumber daya alam minyak dan gas serta
bagaimana salah satu cabang keilmuan dari
geodesi yaitu hidrografi menjadi metode dalam
pengelolaan minyak dan gas merupakan masalah
yang saya angkat dalam jurnal ini. Disini saya
bertujuan untuk mencari tahu bagaimana survei
hidrografi berperan dalam pengelolaan SDA
minyak dan gas di laut. Maka saya melakukan
studi pustaka guna menambah wawasan saya
mengenai judul yang saya ambil sehingga
pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara
sistematis dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Studi pustaka saya lakukan dengan mencari
berbagai refrensi atau informasi terkait
pengelolaan SDA minyak dan gas. Hasil dari
perumusan masalah dan studi pustaka, saya
mencoba mencari tahu spesifikasi tentang ilmu
hidrografi, bagai mana survei hidrografi dilakukan
dilapangan, teknologi apa yang digunakan dalam
survei hidrografi seperti teknologi hidro-akustik,
setelah itu saya mencari tahu tentang bagaimana
proses dan tahapan minyak dan gas yang berada
di laut dieksploitasi dan dieksplorasi serta
bagaimana pengelolaanya. Saya memilih metode
pendekatan secara dokumentasi, yaitu dengan
mencari data berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, dan artikel online terkait.
Saya juga
menggunakan
sumber –
sumber yang
saya gunakan
ketika
melakukan
studi pustaka.
Maka,
pengumpulan
data saya lakukan guna mendapatkan refrensi dan
sumber – sumber yang akurat untuk dianalisis dan
ditarik kesimpulan. Informasi yang saya peroleh
meliputi teknologi yang digunakan dalam survei
hidrografi, teknik pengambilan datanya,
bagaimana laut dipetakan melalui survei
hidrografi, alat – alat apa saja yang digunakan
serta bagaimana semua itu di aplikasikan dalam
pengelolaan minyak dan gas bumi yang ada dilaut
berdasarkan tahapan – tahapan dan proses dalam
pengelolaan dan pemanfaatan SDA minyak dan
gas bumi yang ada di laut meliputi tahapan
eksplorasi (pencarian), eksploitasi (pengambilan),
konstruksi dari anjungan sebagai base dalam
driling (pengeboran) dan instalasi pipa – pipa
minyak dan gas di dasar laut sebagai wahana
transportasi minyak dan gas dalam proses
penyulingan serta bagaimana nautikal-chart (peta
laut) digunakan untung monitoring dalam
memanajemen distribusi dari persebaran lokasi –
lokasi SDA minyak dan gas berdasarkan lokasi
pengeboran sehingga memberikan data spasial
yang infromatif dan dapat digunakan untuk proses
perencanaan pihak – pihak terkait.
Dari hasil analisis yang saya lakukan berdasarkan
metode diatas maka saya mencoba untuk
membagi isi dan pembahasan dari jurnal ini
menjadi lima sub-bab yaitu teknologi hidrografi
(hidro-akustik) untuk memberikan pengetahuan
mendasar dari teknologi yang digunakan dalam
survei hidrografi, tahapan – tahapan dalam
pemanfaatan SDA minyak dan gas bumi di laut
seperti eksplorasi dan eksploitasi, hal – hal yang
menunjang pemanfaatan yaitu konstruksi dari
anjungan dan instalasi pipa dasar laut, serta
dengan menjelaskan bagaimana distribusi
persebaran minyak dan gas dipantau (monitoring)
menggunakan peta laut sebagai produk dari survei
hidrografi yang kemudian saya tarik kesimpulan
secara menyeluruh dari aplikasi dari survei
hidrografi dalam pengelolaan minyak dan gas
bumi di laut. Berikut adalah hasil dan pembahasan
dari analisis saya mengenai aplikasi dari survei
hidrografi dalam pengelolaan minyak dan gas
bumi di laut berdasarkan metode pendekatan
secara dokumentasi.
Hasil dan Pembahasan
Teknologi Hidrografi (Hidro-akustik)
Untuk menunjang eksplorasi dan eksploitasi
sumberdaya migas dilaut, dapat digunakan
teknologi akustik bawah air (underwater
acoustics) yang dalam hidrografi dikenal dengan
sebutan Hydro-akustik karena penggunaanya di
air. Teknologi Hydro-akustik adalah penggunaan
gelombang suara yang dalam dunia navigasi
disebut Sonar atau Echosounder dan sejenisnya.
Dengan pendekatan fungsi, Sonar atau
Echosounder pada teknologi navigasi dapat
disetarakan dengan penggunaan Radar untuk
pendeteksian objek di permukaan air. Pemrosesan
didukung oleh peralatan lainnya seperti komputer;
GPS (Global Positioning System), Colour Printer,
software program dan kompas. Hasil akhir berupa
data siap diinterpretasikan untuk bermacam-
macam kegunaan yang diinginkan. Bila
dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal
estimasi atau pendugaan, teknologi hydro-
acoustic memiliki kelebihan, antara lain.
Informasi pada areal yang dideteksi dapat
diperoleh secara cepat (real time). Dan secara
langsung di wilayah deteksi (in situ).
Hydro-acoustic dapat digunakan dalam mengukur
dan menganalisa hampir semua yang terdapat di
kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk
berbagai keperluan yang berhubungan dengan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan,
diantaranya adalah eksplorasi bahan tambang,
minyak dan energi dasar laut (seismic survey),
deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location)
untuk melestarikan laut dari bahan-bahan logam,
estimasi biota laut, mengukur laju proses
sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur
Gambar 4. Multi Sonar
Sumber: http://oceanexplorer.noaa.gov
arus dalam kolom perairan (internal wave),
mengukur kecepatan arus (current speed),
mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan
kontur dasar laut (bottom contour). Salah satu
aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang
digunakan untuk penentuan batimetri.
Sonar (Sound Navigation And Ranging) yaitu
berupa sinyal akustik yang diemisikan dan
refleksi yang diterima dari objek dalam air
(seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar
laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke
dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan
digunakan untuk mengukur kedalaman air.
Multibeam sonar merupakan instrumen
hidroakustik yang menggunakan prinsip yang
sama dengan single beam namun perbedaannya
terletak pada jumlah beam yang dipancarkannya
lebih dari satu dalam satu kali pancar. Berbeda
dengan Side Scan Sonar pola pancaran yang
dimiliki multibeam sonar melebar dan melintang
terhadap badan kapal. Setiap beam memancarkan
satu pulsa suara dan memiliki penerimanya
masing-masing. Saat kapal bergerak hasil sapuan
multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan
area permukaan dasar laut Transduser yang
terdapat di dalam multibeam sonar terdiri dari
serangkaian elemen yang memancarkan pulsa
suara dalam sudut yang berbeda. Biasanya hanya
satu beam yang ditransmisikan tetapi
menghasilkan banyak pantulan energi dari
masing-masing pulsa suara yang ditransmisikan.
Kemampuan setiap elemen transduser menerima
kembali pulsa suara yang dipantulkan tergantung
kepada metode kalibrasi terhadap gerak kapal
yang diterapkan. Multibeam sonar memiliki
ketelitian yang sangat baik dalam pengukuran
kedalaman. Kedalaman diukur melalui cepat
rambat gelombang akustik yang dipancarkan
sampai diterima kembali dibagi dengan dua kali
waktu yang dibutuhkan sehingga pengukuran
kedalaman oleh MBS dapat dirumuskan sebagai
berikut :
h=12
v ∆ t
(1)
Keterangan :
h = kedalaman (m)
v = cepat rambat gelombang akustik
∆t = selang waktu gelombang yang ditransmisikan
dengan diterima kembali
Kedalaman hasil pengukuran yang didapatkan
tetap harus dikoreksi dari berbagai kesalahan yang
mungkin terjadi. Kesalahan tersebut dapat berasal
dari kecepatan gelombang suara, pasang surut,
kecepatan kapal, sistem pengukuran, offset dan
posisi kapal.
Gambar 5. Ilustrasi Single Beam dan Multi Beam
Sumber: http://www.nauticalcharts.noaa.gov
Echosounder adalah alat untuk mengukur
kedalaman air dengan mengirimkan tekanan
gelombang dari permukaan ke dasar air dan
dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar
air. Adapun kegunaan dasar dari echosounder
yaitu menentukan kedalaman suatu perairan
dengan mengirimkan tekanan gelombang dari
permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya
sampai echo kembali dari dasar air. Data tampilan
juga dapat dikombinasikan dengan koordinat
global berdasarkan sinyal dari satelit GPS yang
ada dengan memasang antena GPS (jika fitur GPS
pada echosounder ada). Teknik echo sounder yang
dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa
dibuat alat pengukur jarak dengan ultra sonic.
Pengukur jarak ini memakai rangkaian yang sama
dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu,
ditambah dengan rangkaian pemancar dan
penerima Ultra Sonic.
Pulsa Ultrasonic, yang merupakan sinyal
ultrasonic dengan frekwensi lebih kurang 41 KHz
sebanyak 12 periode, dikirimkan dari pemancar
Ultrasonic. Ketika pulsa mengenai benda
penghalang, pulsa ini dipantulkan, dan diterima
kembali oleh penerima Ultrasonic. Dengan
mengukur selang waktu antara saat pulsa dikirim
dan pulsa pantul diterima, jarak antara alat
pengukur dan benda penghalang bisa dihitung.
Adapun rangkaian Jam Digital yang digunakan
titik desimal pada tampilan satuan dinyalakan
dengan tahanan R8. Setiap kali tombol Start
ditekan, AT89C2051 membangkitkan pulsa
ultrasonic pada Pin P3.4 yang dipancarkan,
selanjutnya lewat pin P3.5 yang terhubung ke
rangkaian penerima ultrasonic, sambil mengukur
selang waktu AT89C2051 memantau datangnya
pulsa pantul. Hasil pengukuran waktu itu, dengan
sedikit perhitungan matematis ditampilkan di
system penampil 7 ruas sebagai besaran jarak,
dengan satuan centimeter dan 1 angka dibelakang
titik desimal. Processor memerlukan waktu untuk
melaksanakan instruksi. Bagi AT89C2051 yang
Gambar 6. JRC JFV-250 Echo Sounder
Sumber: http://www.selexmarine.com
Gambar 7. Prinsip Kerja Echosounder
Sumber: http://www.dosits.org
bekerja pada frekuensi 12 MHz, instruksi NOP
(baris 4 sampai 12); instruksi CPL (baris13)
dilaksanakan dalam waktu 1 mikro detik, dan 2
mikro detik untuk melaksanakan instruksi DJNZ
(baris 14). Dengan demikian waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan instruksi-instruksi
di baris 3 sampai 13 adalah 12 mikro detik. Di
baris 12, nilai Ultra_Out (= pin P3.4) dibalik,
kalau semula Ultra_Out bernilai 0 setelah
instruksi ini dijalankan Utltra_Out akan bernilai 1,
dan sebaliknya kalau semula 1 dan berbalik
menjadi 0. Di baris 13 nilai R7 dikurangi 1,
selama R7 belum mencapai 0 AT89C2051 akan
mengulang lagi baris 2 dan seterusnya. Di baris 1
R7 diberi nilai 24, dengan demikian baris 2
sampai 13 akan diulang sebanyak 24 kali, dan
selama itu pin 3.4 akan berbalik dari 0 ke 1 dan 0
kembali sebanyak 12 kali. Dengan demikian, hasil
kerja Potongan Program 1 adalah pulsa
ultrasonic12 gelombang dengan frekuensi 1/24
mikrodetik = 41666 Hz. Prinsip echo-sounder
yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal
sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil
mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal tetapi
untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau
kapal selam atau studi lanjut dasar laut) lebar
sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya
dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan
pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada
laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil
dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan
kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan
sudut akan menambah keburukan resolusi.
Teknik echo-sounding untuk menentukan
kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah
maju dengan berkembangnya peralatan sonar
seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang
merupakan sistem echo-sounding multi-beam
yang menentukan kedalaman air di sepanjang
swath lantai laut di bawah kapal penarik,
menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat
detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA
(Geological Long Range Inclined Asdic),
SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom
Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang
sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi
atau microwave. Echo-sounding banyak juga
digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan
echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat
dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam
kolom air. Echosounder terbagi menjadi dua jenis
yaitu Echosounder single-beam dam multi-beam.
Single-beam echo sounder merupakan alat ukur
kedalaman air yang menggunakan pancaran
tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal
gelombang suara. Sistem batimetri dengan
menggunakan single beam secara umum
mempunyai susunan : transciever
(tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung
kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini
mengukur kedalaman air secara langsung dari
kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang
pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik
Gambar 8. Data Kedalaman hasil penggunaan Echosounder
Sumber: http://venus.uvic.ca
Gambar 9. Software Pengolahan Data Echosounder (Power Nav)
Sumber: Power Nav user manual
dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam
beam (gelombang suara) secara langsung
menyusuri bawah kolom air. Energi akustik
memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan
diterima kembali oleh tranciever. Transciever
terdiri dari sebuah transmitter yan mempunyai
fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang
pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga
elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.
Transmitter ini menerima secara berulang-ulang
dlam kecepatan yang tinggi, sampai pada orde
kecepatan milisekon. Perekaman kedalaman air
secara berkesinambungan dari bawah kapal
menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi
sepanjanlg lajur yang disurvei. Informasi
tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya
kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air
laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan
(mengangguk) berpusat di titik tengah kapal), dan
roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung
kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah
kapal dapat diukur oleh sebuah alat dengan nama
Motion Reference Unit (MRU), yang juga
digunakan untuk koreksi posisi pengukuran
kedalaman selam proses berlangsung.
Range frekuensi yang dipakai pada sistem ini
menurut WHSC Sea-floor Mapping Group
mengoperasikan range frekuensi dari 3.5 kHz
sampai 200 kHz. Single-beam echosounders
relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini
hanya menyediakan informasi kedalaman
sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal. Jadi,
ada feature yang tidak terekam antara lajur per
lajur sebagai garis traking perekaman, yang mana
ada ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak
terlihat oleh sistem ini. Multi-Beam Echosounder
merupakan alat untuk menentukan kedalaman air
dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip
operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada
pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung
ke arah dasar laut dan setalah itu energi akustik
dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bed),
beberapa pancaran suara (beam) secara elektronis
terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal
sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktu
penjalaran antara pengiriman dan penerimaan
dihitung dengan algoritma pendeteksian terhadap
dasar laut tersebut. Dengan mengaplikasikan
penjejakan sinar, sistem ini dapat menentukan
kedalaman dan jarak transveral terhadap pusat
area liputan. Multi-Beam Echosounder dapat
menghasilkan data batimetri dengan resolusi
tinggi ( 0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m
akurasi horisontalnya).
Cara Pemakaiannya adalah:
1. Memasang alat dan cek keadaan alat
sebelum memulai pengambilan data.
2. Pastikan kabel single beam dan display
sudah terpasang.
3. Pasang antena, jika diperlukan input
satelit GPS.
4. Masukkan single beam kedalam air.
5. Set Skala kedalaman yang ditampilkan
display.
6. Set frekuensi yang akan digunakan 200
Hz untuk laut dangkal atau 50 Hz untuk
laut dalam atau dual untuk menggunakan
keduanya.
7. Set input data air yaitu salinitas,
temperatur dan tekanan air.
8. Pengambilan data.
Gambar 10. Instrumen Echosounder
Sumber: http://www.wagtech.co.uk
9. Pengolahan Data
Perhitungan kedalaman diperoleh dari setengah
waktu pemantulan signal dari echosounder
memantul ke dasar laut kemudian kembali ke
echosounder. Nilai waktu yang diperoleh di
konversikan dengan kecepatan gelombang suara
di dalam air.
D=12
Vt (2)
dimana
D = kedalaman laut
V = kecepatan suara dalam laut
t = waktu
Untuk data kedalaman yang lebih tepat,
dimasukkan pula data-data temperatur air,
salinitas air dan tekanan air. Hal ini diperlukan
untuk memperoleh konversi yang tepat pada cepat
rambat suara di dalam air.
Berikut adalah perhitungannya :
c=1448.6+4.618 T 2−0.0523+1.25∗(−35 )+0.017 D
(3)
dimana :
c = kecepatan suara (m/s)
T = temperatur (degrees Celsius)
S = salinitas (pro mille)
D = kedalaman
Eksplorasi
Survei hidrografi diperlukan dalam proses
pemanfaatan minyak dan gas bumi terutama pada
tahap eksplorasi. Eksplorasi minyak dan gas bumi
itu sendiri adalah proses pencarian cadangan
minyak dan gas bumi di permukaan bumi baik
didarat dan dilaut dimana ilmu hidrografi
dibutuhkan untuk melakukan pemetaan pada
daerah yang memiliki cadangan minyak bumi di
laut. Proses eksplorasi migas pada awalnya
dilakukan dengan melakukan survei seismik yaitu
suatu pekerjaan untuk mencari kandungan minyak
dan gas bumi yang ada di lapisan bawah bumi
tepatnya di daerah laut dengan cara memetakan
lapisan bawah laut dengan menggunakan
gelombang seismik. Pekeraan seismik ini
dilakukan dikapal seismik dan untuk dapat
memetakan lapisan bawah laut diperlukan 2 hal
yaitu perlu adanya sumber getaran (Air gun ) dan
perlu adanya alat perekam yang dapat menerima
sumber getaran (Hidrophone ). Prinsipnya
kerjanya adalah dengan menembakkan getaran
dalam bentuk gelombang udara ( airgun) ke dasar
laut, setelah sampai di dasar laut kemudian
getaran tersebut dipantulkan, dan getaran
ditangkap kembali oleh hidrophone sebagai
perekam getaran. Alat – alat yang digunakan
dalam syrvei ini adalah GPS C-Nav dan Gyro
Compass untuk pemosisian kapal dan keperluan
navigasi, Streamer yang bentuknya seperti kabel
yang dibentangkan kemudian ditarik oleh kapal
seismik dimana streamer ini berisi Hidrophone
(alat perekam getaran), ADC (Analog to digital
converter), dan bird yang berperan untuk
mengatur posisi dan kedalaman streamer, dan
AirGun yang berfungsi sebagai sumber getaran.
Proses survei seimik ini diawali oleh oleh tahap
perencanaan jalur kapal seismik melintas yang
biasanya menggunakan nautical chart dimana
seorang hidro-surveyor melakukan pengukuran
pasang surut, Survei batimetri, design rencana
awal line seismik, navigasi arah kapal dengan
memperhatikan arus laut dan cuaca dan
Gambar 11. Sea Bed Mapping untuk kebutuhan eksplorasi
Sumber: http://oceanexplorer.noaa.gov
Processing Line untuk mendapatkan koordinat
jalur kapal yang sudah dilakukan Adjustment/
perataan .
Dalam Survei Seismik, panjang lintasan seismik
bisa mencapai ratusan kilometer (untuk satu
linenya), apalagi jika survei tersebut adalah survei
seismik 2D sehingga pengukuran melewati zone
yang berbeda dimana secara teori apabila daerah
pengukuran telah berada dua zona yang berbeda,
maka distorsinya akan lebih besar. Semakin jauh
dari meridian tengah tiap zone, maka
kesalahannya akan semakin besar, terutama
kesalahan jarak. Untuk transformasi antar zone
UTM biasanya digunakan Software bantu seperti
GeoCalc, Coord Calculator, ataupun
menggunakan perhitungan transformasi dari
GPSeismic. Penggunaan software bantu apapun,
yang paling penting adalah pengecekan
parameter-parameter transformasinya, sehingga
tidak terjadi kesalahan.
Survey GPS dilaksanakan terlebih dahulu sebelum
dilaksanakan pekerjaan pengukuran topografi
lintasan seismik. Tahapan survey GPS dimulai
dari desain jaring diatas peta, orientasi lapangan,
desain jaring final (setelah orientasi lapangan
mengenai obstruksi dan aksesibilitas tempat),
pembuatan tugu GPS (Benchmark GPS),
pengukuran GPS, pemrosesan data GPS dan
pelaporan hasil. Setelah peta jalur lintasan kapal
seismik jadi dengan dukungan GIS dalam bentuk
nautical-chart maka survei seismik dilakukan.
Dari hasil survei seismik ini maka terlihatlah
lapisan-lapisan tanah untuk diolah dan manakah
lapisan yang berpotensi mengandung gas/oil.
Eksploitasi
Dari data seismic yang ada, biasanya akan
dilakukan pengecekan dengan melakukan
pengeboran di sejumlah titik (atau dikenal dengan
nama proposed well location). Sehingga akan
didapatkan data yang lebih akurat dan kepastian
mengenai cadangan minyak dan/atau gas yang
Gambar 12. Prinsip Kerja Survei Seismik Laut
Sumber: http://rovicky.files.wordpress.com
Gambar 13. Penambangan di dasar laut
Sumber: http://asopa.typepad.com
terkandung. Biasanya pengeboran dilakukan oleh
kapal (drilling vessel) dan juga rig (tergantung
dari biaya, kedalaman laut, dan lain-lain). Untuk
spesifikasi kedalaman laut maka dikenal dengan
nama swamp rig, Jack-up rig (15-100m), semi-
submersible rig (>100m). Untuk tahap persiapan
sebelum pengeboran biasanya dibutuhkan survey
area di sekitar titik pengeboran dikenal dengan
istilah geophysical site survey (atau site survey).
Survey area biasanya berbentuk kotak (3x3km,
4x4km, dll) tergantung terhadap jenis rig/drilling
vessel yang akan digunakan. Alat-alat yang biasa
digunakan antara lain DGPS, Echosounder single
beam ataupun multibeam, Side scan sonar, USBL,
Sub bottom profilling (Pinger, Boomer/Sparker),
Magnetometer, dan lain-lain. Data akhir biasanya
berupa peta bathymetri, seabed feature, profil
penampang dibawah seabed, data magnetic area
sekitar (terutama untuk lokasi eksploitasi), dll.
Surveyor tentu saja berperan penting dalam
survey ini Selain itu Hidro-surveyor juga berperan
dalam data processor (terutama jika menggunakan
multibeam). Selain data survey, data yang lain
yang biasanya dibutuhkan sebelum pengeboran
adalah data geotechnical. Data geotechnical ini
didapatkan dari mengambil sampel tanah di
bawah permukaan laut (seabed) dengan
melakukan pengeboran di titik2 yang telah
ditentukan di skitar area pengeboran. Data survey
dan geoteknik ini nantinya akan dijadikan
referensi, safety issue (terutama untuk jack-up
rig), insurance, dan juga gambaran awal mengenai
keadaan lingkungan sekitar tempat pengeboran.
Setelah data didapatkan, maka rig akan segera
bergerak menuju lokasi titik pengeboran dengan
dibantu oleh seorang surveyor untuk penentuan
posisi titik bor (dikenal dengan istilah rig move).
Konstruksi
Sebagian besar kegiatan lepas pantai yang
melibatkan sisi produksi minyak dan gas
membutuhkan suatu rekayasa baik itu berupa
anjungan (rig\platform), maupun pipa bawah laut
sebagai jalur transportasi minyak dan gas.
Surveyor hidrografi sering bertanggung jawab
dalam pembuatan anjungan, pipa konstruksi dan
inspeksi kegiatan terkait erat. Instalasi kabel
bawah laut adalah satu lagi cabang industri lepas
pantai membutuhkan keterampilan surveyor
hidrografi. Dalam hal ini, survei hidrografi sangat
dibutuhkan
untuk
memetakan
kondisi
permukaan
laut sebagai
dasar dari
pembuatan
anjungan minyak tersebut. Dan pada tahap
kontruksi, survei geodesi seperti yang dilakukan
di darat dapat digunakan dalam pengukuran dan
pemetaan yang menunjang kegiatan konstruksi
seperti pemodelan bentuk dari anjungan minyak
lepas pantai tersebut. Akibat dari permintaan
terhadap minyak bumi dan gas yang terus
meningkat pula mengharuskan proses pengelolaan
minyak dan gas menggunakan sistem
pendistribusian yang efektif. Pembangunan pipa
bawah laut merupakan langkah yang tepat untuk
mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan dalam
pendistribusian material cair seperti minyak dan
gas dari lokasi pengeboran. Pengangkutan
material tersebut dalam jumlah besar
menggunakan kapal membutuhkan waktu yang
cukup lama. Informasi mengenai kondisi dasar
laut sangat dibutuhkan untuk kegiatan
pembangunan pipa bawah laut. Informasi
mengenai dasar laut didapatkan melalui survei
batimetri. Multibeam sonar merupakan instrumen
hidroakustik yang banyak digunakan dalam
survei batimetri. Hal ini disebabkan kemampuan
instrumen tersebut dalam melakukan pemindaian
dasar laut dengan akurasi yang sangat tinggi dan
cakupan yang luas. Informasi yang didapatkan
dari multibeam sonar berupa kedalaman dan nilai
backscattering yang dapat digunakan untuk
mengetahui sebaran jenis sedimen dasar laut.
Sebaran jenis sedimen yang dideteksi
menggunakan instrumen multibeam sonar dapat
berubah tergantung dari masukan sedimen yang
ada di sekitarnya. Pembangunan pipa bawah laut
harus memperhatikan topografi dan jenis sedimen
dasar laut. Peletakan pipa pada topografi yang
salah dapat menyebabkan pipa patah. diperlukan
empat tahapan survei secara berurutan dalam
melakukan pembangunan
pipa bawah laut, yaitu :
1. Survei pendahuluan (recconaissance survey)
2. Survei detail (detail investigation survey)
3. Survei konstruksi (construction survey)
4. Survei inspeksi (as built or inspection survey)
Adapun syarat-syarat dari instalasi pipa adalah
1. Pipa diletakan sedalam 3 meter di dasar laut
untuk kedalaman
0 – 3 meter dari
Mean Sea Level
(MSL).
2. Pipa diletakan sedalam 2 meter di dasar laut
untuk kedalaman 10 – 28 meter dari MSL.
3. Pipa langsung diletakan diatas dasar laut untuk
kedalaman lebih dari 28 meter dari MSL.
4. Lokasi peletakan pipa harus terhindar dari
lokasi pipa yang telah diletakan
berdasarkan syarat-syarat diatas tentunya
informasi yang signifikan mengenai topografi
bawah laut sangat dibutuhkan dimana itu
merupakan produk dari survei hidrografi.
Monitoring
Setelah minyak dan gas bumi dieksploitasi,
tentunya perlu dilakukan monitoring guna
memantau lancarnya proses distribusi minyak
dan gas tersebut seperti memantau kondisi
anjungan yang digunakan sebagai base
pengeboran, pipa gas dan minyak serta instalasi
nya di bawah permukaan laut dan distribusi
persediaan minyak yang telah ditemukan melalui
eksplorasi. Tentunya penggunaan peta laut
nautical-chart sangat dibutuhkan dalam
monitoring ini sebagai acuan lokasi. Survei
Hidrografi merupakan metode yang digunakan
untuk pembuatan nautica-chart, setelah dilakukan
survei seismik dan ditemukanya cadangan
minyak, lokasi ditemukannya cadangan minyak
itu akan rekam koordinat posisinya menggunakan
GPS yang kemudian ditandai pada nautical-chart.
Jalur pipa gas yang dipasang di dasar laut perlu
Gambar 13. Instalasi Anjungan dan Pipa di bawah laut
Sumber: wikipedia
Gambar 14. Pemodelan Instalasi Pipa di dasar laut
Sumber: Trico Marine
Gambar 15. Nautikal Chart
Sumber: http://www.mi-net.ca
dilakukan revisi dan rekonstruksi guna
menghindari adanya kebocoran, sehingga untuk
memantaunya diperlukan survei hidrografi untuk
memetakan jalurnya serta mengindentifikasi
adanya kerusakan atau tidak menggunakan
gelombang teknologi hydro-akustik dimana
objek-objek dasar laut dapat dipetakan.
Begitupula analisis mengenai dinamika laut
seperti gelombang dan pasang surut yang mampu
mempengaruhi kondisi instalasi pipa dan
anjungan minyak di laut yang kelak menentukan
lancar tidaknya proses distribusi minyak dan gas.
Data-data yang diperoleh melalui survei
hidrografi kemudian dibuat dalam bentuk
nautical-chart melalui pengelolahan GIS.
GIS (geographic information system) atau biasa
disebut SIG merupakan teknologi software yang
digunakan untuk mengelola data-data hasil survei
seismik yang kemudian dibentuk dalam bentuk
peta laut atau nautical-chart. Manfaat dari GIS
dalam monitoring minyak dan gas diantaranya
adalah melakukan analisis yang lebih akurat
untuk Eksplorasi dan Pengembangan Cadangan
Minyak seperti Pemodelan seismik, Visualisasi
3D pra dan pasca eksplorasi, pemodelan
permukaan penuh serta perencanaan untuk survei
seismik dalam konteks memonitoring distribusi
minyak dan gas, mengetahuin lokasi sumur, dan
rute jaringan pipa.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan penjelasan yang sudah saya berikan
pada bagian isi dan pembahasan diatas, saya
menarik kesimpulan bahwa survei hidrografi
dengan menggunakan teknologi hidro-akustik
sangat berperan dalam berbagai proses
pemanfaatan SDA minyak dan gas di laut. Lebih
tepatnya lagi, survei hidrografi sangat berperan
dalam proses eksplorasi dari minyak dan gas bumi
itu di laut dimana teknologi hidro-akustik dengan
pemanfaatan teori perambatan gelombang suara di
suatu medan perantara (dalam hal ini adalah air)
dapat dimanfaatkan untuk memetakan permukaan
bawah laut (sea bed mapping). Tentunya hasil dari
pemetaan bawah laut itu digunakan untuk
mengetahui sedimen dasar laut yang dapat
menunjang dalam menentukkan kandungan
mineral dasar laut dalam. Serta jika hasil dari data
yang diperoleh menggunakan teknologi hidro-
akustik melalui survei hidrografi dikombinasikan
dengan data dari subbottom profilers, akan
diperoleh peta dasar laut yang lengkap dan rinci.
Peta dasar laut yang lengkap dan rinci ini dapat
digunakan untuk menunjang penginterpretasian
struktur geologi bawah dasar laut dan kemudian
dapat digunakan untuk mencari mineral bawah
dasar laut. Dari hasil itu pula kita dapat
mengetahui SDA apa saja yang terdapat di dasar
laut termasuk didalamnya sumber daya alam
Gambar 16. Topografi bawah laut hasil survei hidrografi
Sumber: http://www.nauticalcharts.noaa.gov
minyak dan gas bumi.
Secara garis besar, saya menarik kesimpulan
mengenai aplikasi survei hidrografi dalam
pengelolaan minyak dan gas bumi meliputi :
1. Ekplorasi
pemetaan permukaan bawah laut
untuk menemukan cadangan minyak
penentuan jalur kapal survei seismik
(navigasi)
2. Eksploitasi
penentuan posisi titik bor di bawah
permukaan laut
pemetaan kondisi permukaan dasar
laut di sekitar lokasi pengeboran
3. Konstruksi
pemetaan dasar laut sebagai acuan
pembangunan anjungan (oil rig)
pemetaan dasar laut untuk instalasi
pipa sebagai sarana transportasi
minyak pada proses penyulingan
4. Monitoring
Penggunaan nautikal chart \peta laut
untuk memantau distribusi
penyebaran minyak dan gas bumi
dilaut dan perencanaan
Dari itu semua saya menarik kesimpulan bahwa
survei hidrografi berguna untuk pemetaan dan
memberikan data spasial sebagai acuan spasial
dalam perencanaan proses pemanfaatan dan
pengelolaan minyak dan gas bumi di laut.
Tentunya informasi mengenai parameter –
parameter apa saja yang mempengaruhi dinamika
laut, gambaran mengenai kondisi laut adalah
informasi yang dibutuhkan jika kita ingin
mengelola SDA apa saja yang ada di laut
termasuk minyak dan gas bumi. Dari yang sudah
saya jelaskan diatas pula, aplikasi lain bidang
geodesi seperti GIS sangat berguna dalam
mengelolah data hasil survei hidrografi sehingga
lebih informatif untuk digunakan.
Namun, semua teknologi dan metode seperti yang
dijelaskan diatas membutuhkan biaya yang sangat
besar dan terkadang kurang efesien sehingga
potensi sumber daya alam minyak dan gas di laut
masih belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya.
Maka perlu dilakukan penelitian dan
pengembangan dari metode – metode dan
teknologi pemetaan laut sehingga proses
pemetaan dapat dilakukan lebih efesien namun
tidak mengurangi tingkat persisi dan akurasi data
yang dibutuhkan.
Semoga informasi mengenai aplikasi survei
hidrografi dalam pengelolaan minyak dan gas
bumi di laut yang saya berikan pada jurnal ini
dapat memberikan pengetahuan lebih tentang
bagaimana SDA minyak dan gas bumi dikelola,
bagaimana ilmu geodesi berperan, dan dapat
menginspirasi kita untuk mengembangkan
teknologi yang sudah ada sehingga potensi
sumber daya alam kelautan yang ada, terutama di
Indonesia, dapat dikelola secara maksimal.
Ucapan terima kasih
Ucapan terimakasih saya ucapkan pada bapak
Djurdjani, Ir, MSP, M.eng, Ph.D selaku ketua
jurusan Teknik Geodesi Universitas Gadjah
Gambar 16.Persebaran blok Migas di Indonesia
Sumber: http://pmahatrisna.files.wordpress.com
Mada. Juga kepada dosen pengampu mata kuliah
Pengelolaan Sumber Daya Alam, bapak Heri
Sutanta, ST, Msc, karena dedikasinya dalam
memberi ilmu – ilmu akan pentingnya sumber
daya alam dan lingkungan dalam kehidupan
sehari – hari, serta tugas jurnal ilmiah yang beliau
berikan sehingga menginspirasi saya untuk
mempelajari mengenai aplikasi survei hidrografi
dalam pengelolaan sumber daya alam minyak dan
gas, teknologi – teknologi yang digunakan,
metode pemetaan laut, serta bagaimana minyak
dan gas bumi yang terdapat dibawah permukaan
dasar laut dieksplorasi dan dieksploitasi. Terima
kasih juga kepada bapak Abdul Basith,
ST,M.Si,Ph.D sebagai dosen pengampu mata
kuliah oseanografi fisis yang telah memberikan
saya dasar – dasar pengetahuan mengenai alat –
alat survei oseanografi. Dan terima kasih kepada
Google, Wikipedia, dan situs – situs online lainya
yang mensajikan artikel – artikel yang kelak saya
gunakan sebagai sumber untuk menulis jurnal ini.
Daftar Pustaka
Bachri, S.1989, Offshore Pipeline Survey,
Departement Surveying Engineering. University
of New Brunswick. New Brunswick.
Basith , Abdul, ST,M.Si,Ph.D. “peralatan survei
oseanografi”, kuliah oseanografi fisis ke-
11,Program Studi Teknik Geodesi Universitas
Gadjah Mada, 26 november 2012.
Pascasakti, Denni., 2010, “Offshore seismic and
backpacker : lingkup pekerjaan survei seimic
laut”,
http://dennipasca.blogspot.com/search/label/Sei
smik%20Laut (diakses tgl 30 Desember 2013).
Zaiho,Oiz., 2012, “Hydrographic Survey: Teknik
Pengukuran Kedalaman Laut dan Danau”,
http://zaihooiz.blogspot.com/2012/05/teknik-
pengukuran-kedalaman-laut-atau.html (diakses
tgl 30 Desember 2013)
Gumbira, Gugun., 2011, “Aplikasi Instrument
MULTIBEAM SONAR dalam Kegiatan
peletakan Pipa Bawah Laut”, skripsi,
Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan
Institut Pertanian Bogor.
Ingham, A,E. 1975, Hydrographic Survey In Sea
Surveying, John Iley and Sons Ltd., London.
IHO. 2008. Standards For Hydrographic
Surveys. International Hydrographic Bureau.
Monaco.
National Oceanic and atmospheric administration
(NOAA), National Oceanic Service, 1997,
Natuical Charts User's Manual, Washinton DC.
Anonim 2012,”SeaPro Hydrographic Survey”,
http://www.seaproegypt.com/eng/cms/services/
hydrographic-survey (diakses tgl 1 Januari
2013).
Anonim 2012,” Fugro, Oil and Gas exploration”,
http://www.fugro.com/services/oil-and-gas/expl
oration (diakses tgl 1 Januari 2013).
Anonim 2012,” Hydrographic surveying, Nautical
Char
t”,http://oceanservice.noaa.gov/navigation/hydr
o/ (diakses tgl 1 Januari 2013).
Wikipedia Foundation, Inc, 2012, “Petroleum”,
last update 30 Desember 2012, (diakses tgl. 31
Desember 2012).
Wikipedia Foundation, Inc, 2012, “Offshore
Drilling”, last update 30 Oktober 2012,
(diakses tgl. 31 Desember 2012).
Wikipedia Foundation, Inc, 2012, “Hydrographic
Survey”, last update 30 Desember 2012,
(diakses tgl. 1 Januari 2013).