Application of Metacognitive Strategiesto Improve Student Activity and Learning Outcomes Physics

Drs. I Gusti Nyoman Suardika, M.Pd. Physics teacher of Senior High SchoolSMA Negeri 1 Denpasar, Jalan Kamboja No.4 Denpasar, 80234, Indonesia.

E-mail: suardika.ign@gmail.com.

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine how high the increase in student activities and student physics learning outcomes, once implemented metacognitive strategies in learning. Metacognitive strategy is a strategy of thinking about thinking, namely the ability to find out what is known and what is unknown students in learning. This is a very important role for students in taking action and strategy in learning to achieve success in learning.The research method is applied, referring to the model of action research, Kemmis and Mc.Targgart, which is a spiral-shaped cycle with steps: planning, implementation, observation and reflection. Learning activity data, obtained through observation, the learning process and learning outcomes physics, obtained through, achievement test, which was developed by myself, which is held at the end of each cycle. The formulation of the problem is: "Does the application of Metacognitive Strategies, can enhance the activity, and the results of physics learning, students of class XI-IPA-7 in semester 1 SMAN 1 Denpasar academic year 2013/2014.The results showed that the application of metacognitive strategies in learning can enhance the activity and physics student learning outcomes. This is evident of the results obtained in the initial reflection there are 19 students of 32 students, scored below the Minimum Masteries Criteria (MMC), and in the first cycle decreased to 8 students, and the second cycle only 2 students scored below the MMC. Initially the average physics student learning outcomes 72.69, rose to 81.88 in the first cycle and the second cycle increased to 84.63. Initially the percentage of completeness only 40.6% whereas in the first cycle becomes more which is 75% and in the second cycle becomes quite a lot which is 93.75%. Activity of students in the first cycle was 53.8% and in the second cycle to be pretty much which is 72.2%.Based on the results of the data analysis of this study it can be concluded that Application of metacognitive strategies in physics learning can increase the activity of the students and student learning outcomes grade XI-IPA-7, the semester-1 SMA Negeri 1 Denpasar academic year 2013/2014. On the basis of success the application of this learning strategy of physics learning more researchers suggest to teachers of physics as well as teachers of other subjects so that metacognitive strategies becoming one of the options to be applied in an effort to increase student activity and student learning outcomes .

Keywords: metacognitive strategies, activities, learning outcomes

Penerapan Strategi Metakognitifuntuk Meningkatkan Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Fisika

Drs. I Gusti Nyoman Suardika, M.Pd. Guru Fisika pada SMA Negeri 1 Denpasar, Jalan Kamboja No.4 Denpasar, 80234, Indonesia.

E-mail: suardika.ign@gmail.com.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan aktivitas siswa dan hasil belajar fisika siswa setelah diterapkan Strategi Metakognitif dalam pembelajaran.Strategi metakognitif adalah suatu strategi berpikir tentang pikiran (thinking about thinking), yaitu kebolehan untuk mengetahui apa yang diketahui dan apa yang belum diketahui siswa dalam pembelajaran. Hal ini sangat berperan bagi siswa dalam mengambil langkah dan strategi dalam belajar untuk mencapai kesuksesan dalam belajar.Metode penelitian yang diterapkan mengacu pada model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Mc.Targgart, yang merupakan siklus berbentuk spiral dengan langkah-langkah: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data aktivitas belajar diperoleh melalui observasi pada proses pembelajaran dan hasil belajar fisika diperoleh melalui tes hasil belajar yang dikembangkan peneliti sendiri yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Adapun rumusan masalahnya:Apakah penerapan Strategi Metakognitif dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa kelas XI-IPA-7 pada semester-1, SMA Negeri 1 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi metakognitif dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa. Ini terbukti dari hasil yang diperoleh pada refleksi awal terdapat 19 siswa dari 32 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan pada siklus I menurun menjadi 8 siswa dan pada siklus II hanya 2 siswa mendapat nilai di bawah KKM. Pada awalnya rata-rata hasil belajar fisika siswa 72.69 naik menjadi 81.88 pada siklus I dan pada siklus II naik menjadi 84.63. Pada awalnya persentase ketuntasan hanya 40.6%, sedangkan pada siklus I menjadi lebih banyak yaitu 75% dan pada siklus II menjadi cukup banyak yaitu 93.75%. Aktivitas siswa pada siklus I adalah 53.8%, dan pada siklus II menjadi cukup banyak yaitu 72.2%.Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerapan strategi metakognitif dalam pembelajaran fisika dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa kelas XI-IPA-7, pada semester-1 SMA Negeri 1 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014. Atas dasar keberhasilan penerapan strategi pembelajaran ini pada pembelajaran fisika, lebih lanjut peneliti menyarankan kepada para guru fisika maupun guru mata pelajaran lain, agar strategi metakognitif menjadi salah satu pilihan untuk diterapkan dalam upaya meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.

Kata kunci: strategi metakognitif, aktivitas, hasil belajar.

PENDAHULUANBerbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, antara lain: (1) pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, (2) perbaikan sarana pendidikan, (3) pengembangan dan pengadaan materi ajar, (4) meningkatkan mutu guru melalui pelatihan dan seminar macam-maca inovasi pembelajaran bagi guru-guru. Dengan adanya berbagai usaha pemerintah ini, diharapkan mutu pendidikan menjadi lebih baik.Namun pada tingkat internasional, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara di seluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 Negara pada 2011. (http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/68-kilas-balik-dunia-pendidikan -di-indonesia).Temuan oleh para peneliti bahwa penerapan pembelajaran yang dilakukan selama ini belum sepenuhnya mengakomodasi paradigma modern pembelajaran saat ini. Seperti ditemukan Sadia, dkk, dalam penelitiannya bahwa metode ceramah merupakan metode yang dominan (70%) digunakan guru, sedangkan tingkat dominasi guru dalam interaksi pembelajaran juga tinggi yaitu 67%, sehingga para siswa relatif pasif dalam proses pembelajaran (Depdiknas, 2007: 5).Temuan ini memperkuat hasil refleksi awal yang dilakukan peneliti bahwa inovasi pembelajaran di SMA Negeri 1 Denpasar belum berlangsung secara optimal. Hal ini terjadi karena pola pikir guru memang sulit berubah. Sebagian besar guru memiliki kecendrungan mempertahankan pola lama pendidikan antara lain: (1) pembelajaran di kelas umumnya dilakukan dengan ceramah, sehingga bentuk komunikasi hanya satu arah. Siswa biasanya cenderung hanya memfungsikan indera penglihatan dan indera pendengarannya. Pembelajaran ditekankan pada what to learn dengan metode menghafal dan bukan how to learn sebagaimana yang diharapkan paradigma pendidikan modern; (2) Pembelajaran mengutamakan agar siswa memiliki pengetahuan dan bukan mencari dan mengakses atau memfungsikan pengetahuan dan pengalaman; (3) Pembelajaran menekankan pada mengejar target pencapaian kurikulum yang telah ditentukan, guna tercapainya target nilai ujian nasional.Temuan peneliti, khususnya pada kelas X-IPA-6 SMA Negeri 1 Denpasar pada semester-1 tahun 2012/2013, bahwa proses pembelajaran di atas berdampak pada siswa antara lain: (1) Dari hasil wawancara dengan siswa bahwa mereka merasa jenuh mendengarkan ceramah dari setiap guru yang masuk kelasnya; (2) khususnya pada pembelajaran fisika, mereka mengalami kesulitan memahami dan menyelesaikan soal fisika bentuk uraian. Siswa mengeluh kesulitan belajar fisika sehingga sering terjadi kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal-soal. Pernyataan mereka didukung oleh kenyataan bahwa hasil belajar pada semester sebelumnya, 60% masih dibawah KKM. (3) Kebanyakan dari mereka menganggap fisika adalah suatu ilmu yang sulit dimengerti dan memerlukan banyak energi dan waktu untuk memahaminya. Mereka merasa lebih baik menghindari fisika daripada menemui kesulitan jika belajar fisika. (4) Jika mereka terpaksa belajar fisika, sesungguhnya kebanyakan dari mereka hanya sekedar mengikuti untuk memenuhi kewajiban di sekolah, bukan berusaha untuk memahaminya.Sistem penyusunan rombongan belajar paralel berdasarkan rangking akademik yang diterapkan di SMA Negeri 1 Denpasar nampaknya juga berpengaruh terhadap motivasi, kreativitas maupun hasil beajar siswa. Pada rombel yang siswanya berkemampuan akademik tinggi malah tertantang untuk semakin berprestasi baik pada tingkat daerah maupun Nasional. Namun pada rombel yang siswanya rata-rata memiliki kemampuan akademik rendah, tidak tertantang untuk meningkatkan hasil belajar mereka.Hasil belajar siswa kelas X-IPA-6 SMA Negeri 1 Denpasar, pada semester-1 tahun 2012/2013, menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran fisika. Data refleksi awal penelitian menunjukkan nilai rata-rata siswa 71,6. Rata-rata ini jauh di bawah KKM mata pelajaran fisika yaitu 78. Hanya 40% dari siswa yang mencapai tingkat panguasaan materi. Untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran fisika, penulis melakanakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas, dengan menerapkan metode scaffolding dalam pembelajaran fisika.Kontroversi idealisme dan realita menantang untuk dikaji. Kesenjangan antara harapan dengan kenyataan seperti yang sudah dipapaparkan di atas, perlu mendapat pemecahan. Inti permasalahannya pada diri siswa adalah kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika serta mengalami kesulitan dalam menjawab soal. Untuk itu mereka perlu mendapat perhatian yang lebih dalam belajar, perlu bimbingan yang lebih intensip sampai mereka dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya.Keadaan di atas membuat peneliti berusaha untuk menemukan dan memilih metode pengajaran yang setepat-tepatnya yang dipandang lebih efektif dari pada metode-metode lainnya, sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru benar-benar menjadi milik siswa. Salah satu metode pembelajaran yang menekankan bimbingan belajar adalah metode Scaffolding.Untuk mengatasi kesenjangan antara harapan dengan kenyataan seperti yang dipaparkan di atas, maka rumusan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut: Apakah metode pembelajaran Scaffolding dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas X-IPA-6 SMA Negeri 1 Denpasar.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan hasil belajar fisika siswa setelah diterapkan metode pembelajaran Scaffolding dalam pembelajaran. secara teori manfaat dari pepelitian ini adalah agar dapat memperkaya wawasan keilmuan dalam peningkatan kognitif siswa dan secara praktek akan bermanfaat: bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman materi pembelajaran fisika, bagi guru bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan membiasakan diri menjadi guru yang reflektif, yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran, bagi sekolah bermanfaat untuk meningkatkan citra sebagai sekolah yang efektif, yang membimbing siswa menjadi insan yang cerdas dan komprehensif.

KAJIAN PUSTAKAMetodescaffoldingdidasarkan pada teori Vygotsky. Menurut Vygotsky, bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum kuasai namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalamZone of Proximal Development(ZPD) yaitu perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut (Trianto, 2010: 76). Scaffoldingberarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tangung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pembelajaran, memberikan contoh ataupun yang lain sehinggga memungkinkan siswa tumbuh mandiri.Bimbingan tersebut menggunakan teknikscaffoldingyang dideskripsikan sebgai perubahan tingkat dukungan selama proses pembelajaran berlangsung. Scaffoldingakan diberikan jika diperlukan dan dikurangi seiring dengan meningkatnya pengetahuan siswa. Para peneliti menemukan bahwa ketika guru dan teman sebaya menggunakanpembelajaran scaffoldingdalam pembelajaran kolaboratif, siswa mendapatkan manfaat(Santrock, 2008). Dengan mengaplikasikan pembelajaran ini, maka diharapkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari khususnya dalam pembelajaran fisika.Depdiknas (2006), bawwa metode pembelajaran Scaffolding ditempuh sebagai berikut: 1) Menetapkan Topik pembelajaran. 2) Mengecek hasil belajar sebelumnya (prior learning) dalam hal ini kita menentukan zona of proximal development atau level perkembangan berikut di atas level perkembangan saat kini untuk masing-masing siswa. Siswa kemudian dikelompokkan menurut level perkembangan awal yang dimiliki dan atau membutuhkan zona of proximal development yang relatif sama. Siswa dengan zona of proximal development jauh berbda dengan kemajuan rata-rata kelas dapat diberi perhatian khusus. 3) Merancang tugas-tugas belajar (aktifitas belajar Scaffolding) a. Menjabarkan tugas-tugas dengan memberikan pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona atau sasaran tugas yang diharapkan akan mereka lakukan. b. Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai taraf perkembangan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan dan pemberian contoh (modelling). 4) Memantau dan memediasi aktifitas belajar a. Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar diskusi dengan pemberian dukungan sepenuhnya, kemudian secara bertahap guru mengurangi dukungan langsungnya dan membiarkan siswa menyelesaikan tugas mandiri. b. Memberikan dukungan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda mata (reminders), dorongan, contoh atau hal lain yang dapat memnacing siswa ke arah kemandirian belajar dan pengarahan diri. 5) Mengecek dan mengevaluasi belajar a. Hasil belajar yang dicapai, bagaimana kemajuan belajar tiap siswa b. Proses belajar yang digunakan, apakah siswa tergerak ke arah kemandirian dan pengaturan diri dalam belajar.Dari semua pendapat di atas apabila dihubungkan dengan tuntutan Depdiknas tentang cara pembelajaran yang interaktif, inspiratif, memotivasi, menantang, menyenangkan serta yang memberi ruang yang cukup untuk prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis siswa maka metode pembelajaran scaffolding sangat cocok dalam membimbing sisiwa untuk mencapai kesuksesan dalam belajar. Oleh karenanya metode ini sangat tepat dan selaras dengan apa yang mesti ditulis guru dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.Penelitian semacam ini sudah ada para peneliti yang melakukannya dengan permasalahan sang hampir sama namun pada objek penelitian yang berbeda. Adapun peneliti dan hasil penelitiannya adalah: Adi Nur Cahyono (2010), dengan judul penelitian: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika. Temuan hasil penelitiannya, Dengan Scaffolding yang diberikan oleh guru, peserta didik dapat menjelaskan dan menukar pemahaman matematika dalam kehidupan sosialnya sehingga pemahaman konsep dapat dicapai oleh peserta didik dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik. Ratnawati Mamin (2008), dengan judul penelitian:Penerapan Metode Pembelajaran Scaffolding Pada Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur. Temuan penelitiannya, Bantuan yang diberikan oleh pembelajar (guru) dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.Dari dua hasil penelitian di atas maka ada kesesuaian antara temuan kedua peneliti dengan hipotesis tindakan yang diajukan pada penelitian ini.

KERANGKA BERPIKIRMetode Scaffolding merupakan praktik yang berdasarkan pada konsep Vygotsky tentang zona of proximal development (zona perkembangan terdekat). Penerapan metode pembelajaran Scaffolding pada pelajaran fisika berarti memberikan kepada individu sejumlah besar bantuan selama tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak siswa tersebut untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar, segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan oleh guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.Dengan semua paparan di atas, dapat disampaikan hipotesis tindakan: Langkah-langkah Metode Pembelajaran Scaffolding dapat Meningkatkan Hasil belajar fisika Siswa Kelas X-IPA-6 pada Semester 2 Tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Denpasar.

METODOLOGI PENELITIANPenelitian dilakukan pada SMA Negeri di kota Denpasar pada semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka rancangan penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang berbasis kelas atau sekolah untuk melakukan pemecahan berbagai permasalahan yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999:1-2).Menurut Sukarnyana (2002:11), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan layanan pendidikan melalui penyempurnaan praktik pembelajaran di kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini menggunakan model kolaborasi yang mengutamakan kerjasama antara kepala sekolah, guru dan peneliti. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini merupakan upaya untuk mengkaji apa yang terjadi dan telah dihasilkan atau belum tuntas pada langkah upaya sebelumnya. Hasil refleksi digunakan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Dengan kata lain refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan terhadap pencapaian tujuan tindakan pembelajaran. Adapun rancangan (desain) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Menurut Kemmis dan McTaggart (Depdiknas, 2004:2), pelaksanaan tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi empat alur (langkah):(1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi; dan (4) refleksi. Alur (langkah) pelaksanaan tindakan dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut.

RencanatindakanPelaksanaantindakanOservasiRefleksiRencanatindakanPelaksanaantindakanOservasiRefleksidan seterusnya

Alur Pelaksanaan Tindakan. Sumber:Depdiknas, (2004:2)

Gambar tersebut di atas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu peneliti merencanakan secara seksama jenis tindakan yang akan dilakukan. Kedua, setelah rencana disusun secara matang, barulah tindakan itu dilakukan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakannya tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti kemudian melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilakukan. Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan, maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya. Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara optimal.Untuk mengumpulkan data penelitian ini digunakan tes hasil belajar, dan data dianalisis dengan metode diskriptif, dengan mencari mean, median, modus, membuat interval kelas dan melakukan penyajian dalam bentuk tabel dan grafik.Dalam penelitian ini diusulkan tingkat keberhasilan per siklus yaitu pada siklus I hasil belajar siswa mencapai nilai rata-rata 80 dengan ketuntasan belajar sebesar 85% dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 85 atau lebih dengan ketuntasan belajar minimal 90%. Ketentuan ini merupakan sasaran mutu SMA Negeri 1 Denpasar agar siswa dapat bersaing dalam sekolah lebih lanjut ke Perguruan Tinggi Negeri yang divavoritkan masyarakat.

HASIL PENELITIANPada refleksi awal penelitian diperoleh data hasil belajar fisika siswa dengan rata-rata 71,5 menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas X-IPA-6 SMA Ngeri 1 Denpasar dalam mata pelajaran fisika masih sangat rendah mengingat kriteria ketuntasan belajar siswa untuk mata pelajaran ini di SMA Negeri 1 Denpasar adalah 78. Dengan nilai yang sangat rendah seperti itu maka peneliti mengupayakan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa menggunakan metode Scaffolding. Akhirnya dengan penerapan metode Scaffolding yang benar sesuai teori yang ada, peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I dapat diupayakan dan mencapai rata-rata 75,9. Namun rata-rata tersebut belum maksimal karena hanya 16 siswa memperoleh nilai di atas KKM sedangkan yang lainnya belum mencapai KKM. Sedangkan prosentase ketuntasan belajar mereka baru mencapai 43,24. Hal tersebut terjadi akibat penggunaan metode pembelajaran scaffolding belum dapat dilakukan secara maksimal, karena metode tersebut baru dicobakan sehingga guru masih belum mampu melaksanakannya sesua alur teori yang benar.Dengan membuat perencanaan yang lebih baik Pada siklus ke II untuk perbaikan hasil belajar siswa yang lebih maksimal dengan menggunakan alur dan teori dari metode pembelajaran scaffolding dengan benar dan lebih maksimal. Disamping itu juga memotivasi siswa agar giat belajar, memberi arahan-arahan, menuntun mereka untuk mampu menguasai materi pada mata fisika lebih optimal. Akhirnya dengan semua upaya tersebut peneliti mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada siklus II menjadi rata-rata 89, dengan ketuntasan belajar 97,2. Hasil belajar ini sudah melebihi target rata-rata 85 yang diharapkan pada siklus II dan juga melampaui ketuntasan yang ditargetkan pada siklus II yaitu 90. Upaya-upaya yang maksimal tersebut menuntun kepada peneliti pada kesimpulan bahwa metode pembelajaran scaffolding mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

SIMPULANDari hasil penelitian bahwa tujuan penelitian yang disampaikan di atas dapat dicapai sesuai tabel ringkasan sebagai berikut:

IndikatorawalSiklus ISiklus II

Rata-rata71,575,989

KKM787878

Skor Maksimum 8690100

Skor Minimum566074

Jumlah Siswa yang Mesti Diremidi 23222

Jumlah Siswa yang Perlu Diberi Pengayaan 151636

Prosentase Ketuntasan Belajar 40,5%43,24%97,2%

1. Pada data awal, terdapat 23 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan pada siklus I menurun menjadi 22 siswa dan pada siklus II hanya 2 siswa mendapat nilai di bawah KKM.2. Pada data awal, rata-rata hasil belajar fisika siswa71,5 naik menjadi 75,9 pada siklus I dan pada siklus II naik menjadi 89.3. Pada data awal, siswa yang tuntas hanya 15 orang (40,5%), sedangkan pada siklus I menjadi lebih banyak yaitu 16 siswa (43,24%) dan pada siklus II menjadi cukup banyak yaitu 36 siswa (97,2%).

Berdasarkan data pendukung bukti pencapaian tujuan pembelajaran dapat disampaikan bahwa metode pembelajaran scaffolding dapat memberi jawaban yang diharapkan sesuai tujuan penelitian ini, bahwa metode pembelajaran scaffolding dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

SARANBerdasarkan temuan dan simpulan dari hasil penelitian ini, dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran fisika SMA, dapat disampaikan saran-saran.(1) Dalam melaksanakan proses pembelajaran pada mata fisika SMA, penggunaan metode pembelajaran Scaffolding diharapkan menjadi pilihan dari beberapa metode yang ada, mengingat metode ini telah terbukti dapat meningkatkan kerjasama, partisipasi aktif, mengeluarkan pendapat, bertanya, berdiskusi, berargumentasi dan lain-lain.(2) Meskipun penelitian ini sudah dapat membuktikan efektifitas dari metode pembelajaran scaffolding dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa, sudah pasti masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian ini, oleh karenanya kepada peneliti lain yang berminat meneliti topik yang sama disarankan untuk meneliti bagian-bagian yang tidak sempat diteliti pada pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKAAdi Nur Cahyono (2010), Peningkatan Kontribusi Penelitian dan Pembelajaran Matematika dalam Upaya Pembentukan Karakter Bangsa Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema pada tanggal 27 November 2010 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007. Jakarta: BSNP.Depdiknas, 2007, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Depdiknas.-------------,. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti.Syaiful Bahri Djamarah, , 1994, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya : Usaha NasionalEko Putro Widoyoko,S. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka PelajarGasong, Dina. 2007,. Model Pembelajaran Konstruktivistik sebagai Alternative Mengatasi Masalah Pembelajaran. 13 November 2007. www.gerejatoraja.com/download. Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.Mamik Suratmi, 1994, Beberapa Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Matematika Siswa SMAN Wilayah Kota Singaraja , Tesis Program Pasca Sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, MalangNana Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.----------------,. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja RosdakaryaPurwanto, Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.Ratnawati Mamin, 2008,. Penerapan Metode Pembelajaran Scaffolding Pada Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur. Jurnal Chemica Vo/. 10 Nomor 2 Desember 2008, 55-60.Santrock, J.W. (2009). Psikologi Pendidikan (edisi tiga, jilid 2). Jakarta: Salemba Humanika.Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.Trianto. (2010).Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: KencanaTirtonegoro, Sutratinah. 2001. Penelitian hasil belajar mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.Warsita Bambang. (2008). Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Ciptahttp://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/68-kilas-balik-dunia-pendidikan-di-indonesia