arah politik kebijakan pembangunan smelter

42
Arah Politik Kebijakan Smelter Pasca UUNo.23/2014 Tim Smelter (Subarudi, Rachman E, Lukas R, Fenti S, Triyono P, Deden J dan Ismatul H) Pusekjakpi

Upload: 01112015

Post on 12-Apr-2017

573 views

Category:

Environment


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Arah Politik Kebijakan Smelter Pasca UUNo.23/2014

Tim Smelter (Subarudi, Rachman E, Lukas R, Fenti S, Triyono P, Deden J dan Ismatul H)

Pusekjakpi

Page 2: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Kewajiban mendirikan proses pengolahan untuk mineral logam paling lambat 5 tahun setelah keluar UU No. 4/2009 tentang Minerba

Namun tidak terjadi karena ditolak pemilik IUP dengan berbagai alasan dan berbagai cara

Kebijakan larangan ekspor mineral mentah sejak 12 Januari 2014 dan PermenESDM No. 1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui smelter di DN

Menimbulkan pertentangan antara Pemerintah dan Pengusaha tambang

Pendahuluan

Page 3: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Pada tahun 1998, nilai ekspor mineral Indonesia mencapai US $ 1,8 miliar, meningkat menjadi US $ 11,6 miliar pada tahun 2009 (Kompas 28/12/2009).

Ekspor konsentrat dalam 5 tahun terakhir meningkat 800% untuk bauksit dan nikel

Ekspor konsentrat 70% ekspor dan 30% diolah smelter (Konsentrat 30% logam + 70% lumpur)

Pendahuluan

Page 4: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Cadangan dan Ekspor Mineral

Page 5: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Perkembangan (6 Oktober 2014): 253 unit

Pendahuluan Komit Oke Akhir (15) GC (15) UGC (10) Amdal (16) Nato

666

75

112

Page 6: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter
Page 7: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Menjelaskan definisi, persyaratan dan hambatan pembangunan smelter

Mengkaji keuntungan vs kerugianMenganalis kebijakan smelterMelihat kondisi smelter pasca UU No.23/2014

Tujuan Penelitian

Page 8: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

1. Skala ekonomi?2. Kapasitas produksi smelter?3. Harga jual + Nilai Tambah = Investasi

smelter4. Valuasi ekonomi pencemaran lingkungan

dengan teknologi pyrometalurgy5. Belajar dari smelter di PT Inalum, PT

Gresik Smelting, dan di PT Tinindo Inter Nusa

Langkah Riset

Page 9: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Metode Penelitian

Gambar 1. Alur pikir penelitian pembangunan smelter

Kebutuhan konsentrat dan logam dalam dan luar negeri

Pasokan konsentrat dan logam (smelter)

dalam dan luar negeri

Pembangunan Smelter

Teknologi Tepat Guna

Ramah Lingkungan

Secara Ekonomi Menguntungkan

Diterima secara Sosial Budaya

Dukungan Kebijakan antar Sektor

No

Green Economy

Page 10: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Definisi dan persyaratan serta pasar Smelter

Hambatan dan kendala pembangunan smelter

Dampak sosial dan lingkungan Keuntungan vs kerugian Smelter Kebijakan Pembangunan Smelter Kondisi smelter pasca UU No. 22/2013

Hasil dan Pembahasan

Page 11: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Mineral yang ditambang dari alam bercampur dengan kotoran (70% material bawaan yang tidak diinginkan)

Fasilitas pengololah hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam (timah, nikel, tembaga, emas dan perak) hingga memenuhi standar sebagai bahan

baku produk akhir

Pengertian dan Persyaratan Smelter

Page 12: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Lahan Teknologi + kontrator Biaya (1,2 juta =2 Miliar USD) tergantung teknologi yang digunakan

Upah dapat dipenuhi Infrastruktur terbatas (jalan dan energi)

Persyaratan lingkungan

Pengertian dan Persyaratan Smelter

Page 13: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Pasar Mineral dan Smelter

Page 14: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Pembebasan tanah tidak mudah karena spekulan tanah shg harga tanah melambung

Ketersedian listrik yang terbatas sebagai nafas industri. Saling cari alasan smelter --- listrik ada (wil pertambang bukan di kota)

Perijinan pembangunan smelter yang tidak mudah sebagaimana IUP sendiri

Keterbatasan biaya bagi pemilik tambang

Kendala Pembangunan Smelter

Page 15: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Hambatan Pembangunan SmelterNo. Daftar Hambatan

Yang Dihadapi Jenis Produk Smelter

Timah (Babel) Tembaga (Jatim) Allumuniun (Sumut)

Tembaga (Papua)

1 Luasan areal yang dibutuhkan

1-1,5 ha untuk produksi dan 1 ha untuk fasilitas pendukung.

70 ha untuk produksi dan 30 ha untuk fasilitas pendukung

250 ha untuk produksi dan 200 ha untuk sarana penunjang. Untuk rencana pembangunan smelter bauksit pengadaan lahan masih menjadi kendala.

1000 ha untuk kawasan industri terpadu (smelter, pabrik semen, PLTA, dan pabrik pupuk)

2 Lokasi dan status lahan

Lokasi di kawasan industri dengan status CNC.

Lokasi di kawasan industri dengan status CNC.

Lokasi dekat pelabuhan dan statusnya CNC.

Calon lokasi sudah tersedia.

Page 16: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

3 Sumber energi Listrik (PLN dan Genset): 6,3 megawatt untuk kapasitas 12.000 ton/tahun

Terpenuhi dari sumber listrik sendiri untuk memenuhi kapasitas 300.000 ton/tahun

Listrik: 604 megawatt untuk kapasitas 225.000 ton/tahun. Jarak ke pabrik120 km.

Belum tersedia.

4 Tenaga kerja dan produktivitas

180 orang dengan produktivitas 66 ton/orang /tahun

2.000 orang dengan produktivitas 150 ton/orang/tahun

2.000 orang dengan produktivitas 112 ton/orang/tahun

Tersedia tenaga kerja lokal.

5 Keterpaduan industri Tidak ada Ada: industri pupuk dan semen

Tidak ada Perlu direncanakan

6 Ketersediaan bahan baku

Domestik dan tidak mencukupi

Domestik dan impor

Bauksit tersedia domestik dan alumina melalui impor

Domestik dan tersedia

Page 17: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Dijelaskan oleh Saleng (2004) dalam Pasaribu (2010) bahwa kontribusi pengusahaan pertambangan terhadap pembangunan secara nasional melalui penerimaan negara sangat besar

Namun terhadap pembangunan daerah dan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan, baik melalui program pemberdayaan masyarakat (community development) maupun program pembangunan lainnya, belum nampak signifikan.

Selain itu akan ada banyak pendatang yang ikut menambang sehingga beresiko menimbulkan konflik (Ahyani, 2011).

Dampak Sosial Budaya Masyarakat

Page 18: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Penggunaan teknologi smelter (90%) adalah Pyrometallurgy daripada Hydrometallugy

Pyrometallugy menghasilkan polusi timbal yang dibatas ambang baku mutu.

Pengamatan polusi tahun 2012-2014 di Surabaya ada pencemaran logam berat. Kandungan timbal (Pb) 322 mikrogram/m3 dengan batas ambang baku mutu (2 mikrogram/m3). Jakarta hanya 43,6 mikrogram/m3)

Dampak Lingkungan Smelter

Page 19: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

SEBARAN TEKNOLOGI SMELTER SEBELUM UU No.4/2009 dan PERMEN ESDM NO. 7/2012

dan SEBARAN PERIODE 2014-2019

4 Nikel HM, PM

2 Nikel PM

39 Timah, , HM, PM

7 Nikel, PM

12 Nikel PM

3 Nikel HM

7 Nikel, HM, PM

2 Bauksit PM

5 bauksit, PM

5 besi, PM

3 besi, PM

2 mangan, PM

1 mangan, PM1 zirkon, PM

1 zirkon, PM

11 zirkon, PM1 Pb & Zn, PM

2 Kaolin & Zeolit, PM 1 Kaolin & Zeolit, PM

1 Kaolin & Zeolit, PM

Sebelum 45 UnitSesudah 66 Unit

Sumber: diramu dari data ESDM 2014

Page 20: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

TEKNOLOGI SMELTER DI INDONESIA

No

Metode Proses Teknologi Daya

listrik Keterangan

1. Pyrometallurgy (PM)(menggunakan panas sebagai media pengolah)

Blast Furnace

50-200 MW

o Dipakai Industri smelter kecil-sedang,

o sumber bahan bakar kokas atau batubara,

o Sangat tidak ramah lingkungan dengan sumber emisi partikulat tinggi (PM10 & PM2.5) dan sisa bahan bakar kokas atau Batubara (limbah B3).

o Konsumsi lahan relatif tidak terlalu luas

o Sumber utama teknologi dari Chinao Investasi lebih murah (US$ 2-50

Million)

2. Hydrometallurgy (HM)(menggunakan cairan kimia sebagai media pengolah)

Electric arc furnace

>200 MW o Digunakan industri smelter skala besar,

o sumber bahan bakar umumnya listrik on grid (power plant),

o lebih ramah lingkungan dengan sumber pencemar partikulat diudara (PM10 & PM2.5), dan sedikit sisa bahan kimia proses (limbah B3)

o Konsumsi lahan membutuhkan lahan yang luas

o Sumber utama teknologi dari negara eropa, Korea dan Jepang

o Investasi mahal (US $ 50 million – 1 billion)

Page 21: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Menambah nilai jual mineral Meningkatkan investasi dalam dan luar

negeri Membuka lapangan kerja baru Upaya baik pemerintah untuk memperbaiki

perekonomian bangsa Meningkatkan taraf hidup masyarakat Mengembalikan citra pertambangan yang

terkadang disebut perusak alam

Keuntungan Vs Kerugian Pembangunan Smelter

Page 22: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter
Page 23: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Studi Smelter Timor (Gulf Manganese Cooporation Ltd, 2015)

Page 24: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Economic Effects of Indonesa’s Mineral Processing requirement for Export (Usaid, 2013)

Sulit untuk smelter karena prospek rendah hingga tahun 2020

Kapasitas smelter dunia masih rendah dan tidak mampu bersaing dengan China dan Timteng (modal+Op Cost rendah)

Modal besar dan pinjaman komersial sulit (500-700 juta US$)

Keuntungan Vs Kerugian Pembangunan Smelter

Page 25: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Larangan ekspor mineral mentah kehilangan US$ 6,3 miliar/th, pajak dan royalti US$ 300 juta serta pajak tak langsung US$ 1 juta.

Penelitian menunjukkan bahwa intervensi kebijakan untuk mendorong pengolahan hilir untuk diversifikasi ekspor dan memperbaiki kinerja perdagangan adalah nasihat yang keliru (ill-advice).

Sedikit kebutuhan TK: Alumina refinery butuh US$ 2 miliar, TK 500 org, US$ 3,5 miliar, TK 1000 org, copper smelter US$ US$ 1,2 miliar, TK = 800 orang, Nikel US$ 1,7 miliar, TK 450 orang

Keuntungan Vs Kerugian Pembangunan Smelter

Page 26: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Prioritas pembangunan ekonomi saat ini (Juoro, 2015).

Fenomena industri mineral dan prospek pendirian smelter (Ishlah, 2010).

Studi smelter timor (Gulf Manganese Corp, Ltd, 2015)

Pengenaan bea keluar dan alasannya Pengenaan royalti baru Renegosiasi kontrak Rencana pembangunan smelter di Mimika

Validasi terhadap Kajian USAID

Page 27: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Berdasarkan fenomena industri mineral, terdapat kecenderungan negara maju sangat keberatan dengan pembangunan smelter di lokasi penambangan/di negara penghasil mineral.

Kajian kelayakan pengolahan bijih nikel dan bauksit, pelaku usaha pertambangan menghadapi masalah tenaga listrik sehingga perusahaan mundur

Pemberlakuan kewajiban smelter, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan pertambangan di Indonesia sehingga dalam pelaksanaanya dapat berjalan untuk kepentingan kemakmuran rakyat.

FENOMENA INDUSTRI MINERAL DAN PROSPEK PENDIRIAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERALOleh Teuku Ishlah (2010)

Page 28: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Saat ekonomi melemah, kebijakan fiskal semestinya fokus pada stimulasi ekonomi

Peningkatan penerimaan pajak penting untuk pembangunan, tetapi memaksakan saat ini akan melemahkan ekonomi

Reformasi pajak secara sistematis dan jangka panjang bukan dengan kebijakan kejutan

Pengembangan industri manufaktur diarahkan kepada rantai pasokan global

Peningkatan kadungan lokal dan produk dalam negeri disesuaikan dengan tahapan kemampuan, konsisten dan tidak berubah-ubah dan tidak kontraproduktif

Pembangunan Ekonomi (Juoro, 2015)

Page 29: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

UU 4/2009:

Lingkungan Hidup (UU 32/2009)

Kehutanan (UU

41/1999)

Perdagangan (UU

25/2007)

Tenaga Kerja (UU 13/2006)

Tata Ruang (UU

26/2007)

Perhubungan ( UU

17/2006)

Keuangan (pajak dan

PNBP)

Dalam Negeri (UU 23/2014)

Wil Tambang (PP 22/2010)

Pengusahaan (PP 23/2010)Binwas (PP 55/2010)

Reklamasi Tambang (PP 78/2010)

Kebijakan Pembangunan Smelter

Page 30: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Kebijakan smelter tidak terlepas dari persoalan politik ekonomi pertambangan dimana hegemoni perusahaan tambang dan asosiasinya begitu kuat mempengaruhi kebijakan pemerintah

PP No. 23/2010: pelaksanaan kegiatan minerba sudah mewajibkan smelter, tapi 2 tahun keluar Permen ESDM No. 7/2012

Hal ini ditandai upaya perlawanan dan keberatan dari para pemilik IUP dan asosiasi usaha biji mineral dengan melakukan pengajuan uji materi (yudicial review) Permen ESDM No. 7/2012 ke Mahkamah Agung.

MA mengabulkan dan memerintahkan Menteri ESDM untuk mencabut dan mereview Permen ESDM No. 7/2012 tersebut.

Kebijakan Pembangunan Smelter

Page 31: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Dampak hegemoni tersebut adalah Permen ESDM No. 7/2012 telah direvisi sebanyak 3 (tiga) kali melalui Permen ESDM No. 11/2012, Permen ESDM No. 20/2012 dan terakhir Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Dalam Negeri.

Jim Brumby, Lead Economist World Bank kewajiban pemb smelter menimbulkan ketidakpastian iklim investasi

Contoh Chile dan Australia (Kota Victoria) tahun 1990 wajib membangun smelter akhirnya gagal

Kebijakan Pembangunan Smelter

Page 32: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

PT Newmont mengajukan gugutan arbitrase karena adanya larangan ekspor mineral (stok 80.000 ton)

Selama beroperasi 13 th (2000-2013) dimana 6.7% pendapatan (8,83 milliar USD) dengan 3,1 milliar USD untuk pajak, non pajak dan royalti ke pemerintah pusat dan daerah

Permenkeu No. 6/2014 Bea keluar untuk tembaga > 15%, 25% (2014), 35% (Sem I 2015), 40% (Sem II 2015), 50% (Sem I 2016) dan 60% (Sem II 2016) untuk meningkatkan investasi dan hilirisasi sektor industri berbasis produk pertambangan

Kebijakan Pembangunan Smelter

Page 33: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

1) Pengembangan sistem data dan informasi minerba (belum terintegrasi dan realtime)

2) 12 aturan pelaksanaan UU No.4/2009 belum diterbitkan dari 22 aturan

3) Renegosiasi kontrak (34 KK dan 78 P2KB belum dilaksanakan dari target 12 Januari 2010)

4) Pembangunan smelter (belum jelas sikap pemerintah, tapi memberikan kelonggaran (relaksasi) kepada KK dan IUP/IUPK untuk ekspor konsentrat hasil olahan hingga 12/1/2017)

5) . Penataan KP/IUP (ada 4912 IUP (45%) belum Clean and clear dari 10.916 IUP)

KPK-Gerakan Penyelamatan SDA(Minerba)

Page 34: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

6. Pemenuhan kebutuhan dalam negeri (belum ada upaya sistematis).

7. Pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler (banyak IUP yang tidak melapor)

8. Pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang (sulit menelusuri penggunaan danjamrek)

9. Pelaksanaan pengawasan (di lapangan tidak berjalan optimal)

10. Pengoptimalan penerimaan Negara (PNBP 2003-2011 Rp. 6,7 triliun, kurang bayar royalti US$24,66 juta untuk mineral dan US$ 1,22 miliar untuk batubara (2010-2012)

KPK-Gerakan Penyelamatan SDA(Minerba)

Page 35: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Proses penarikan bandul otonomi (pertambangan) dari kabupaten/kota ke provinsi

Renegosiasi kontrak terus berjalan Peningkatan royalti sebuah keharusan

PT Freeport wajib membangun smelter di Papua

Kebijakan smelter pasca UU No.23/2014

Page 36: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Penarikan semua kewenangan pengurusan tambang dari kabupaten/kota ke provinsi

Pengurusan pengembalian izin ke tingkat provinsi menjadi alat “pemerasan” terakhir dari aparatur kab/kota

Perijinan smelter berada di tangan provinsi rawan KKN karena yang dipindahkan hanya personil dan strukturnya tidak berubah

Peluang Pemda Kab/Kota jadi pengawas yang handal untuk mewujudkan tata kelola?

Penarikan bandul otonomi

Page 37: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Ada 112 unit (37 KK dan 75 PKP2B) dan 25 sudah menyatakan Oke

Subyek renegosiasi kontrak:1. Luas wilayah pertambangan2. Perpanjangan kontrak3. Penerimaan negara (royalti)4. Kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam

negeri5. Kewajiban divestasi saham 51%6. Kewajiban menggunak tenaga lokal, barang dan

jasa dalam negeri

Renegosiasi kontrak dilanjutkan

Page 38: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

NO.

Negara Emas Tembaga

Perak

1. Indonesia (2014)

1% 3,75%

3,5% 4 %

1% 3,25%

2. Uzbekistan (2004)

2,8% 5%

7,9% 8,1%

7% 8%

3. Ghana (2010)

5%

4. Australia 2,5% 2,7%-3,5%

Peningkatan royalti tambang

Page 39: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Pemerintah Pusat Setuju membangun smelter di Papua dan sudah di dorong dari awal

Pemda Papua juga setuju membangun di Mimika dan bahkan akan mengusir Freeport dari Papua jika menggunakan smelter di Gresik

Masyarakat Adat Kamoro dan LSM tidak setuju dibangun smelter di Mimika karena kompensasi kehadiran Freeport belum menyejahterahkan mereka

Pemda Jatim sangat antusias menerima Freeport di Gresik dengan saham Freeport 25% di PT Smelting Gresik

Freeport wajib membangun smelter karena multiplier effectnya (ada pabrik semen, pupuk, dll).

Prokon Pembangunan Smelter di Mimika

Page 40: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Peningkatan intensitas dialog dengan semua stakeholder, khususnya dengan masyarakat suku Kamoro dan Amungme.

Perlu disusun Perda penanganan dampak negatif pembangunan smelter terhadap masyarakat Kamoro dan Amungme.

Perlu disusun Perda distribusi dana CSR dan bagi hasil untuk masyarakat Kamoro dan Amungme, yang mengatur mekanisme pemerataan dan transparansi penggunaan dana.

Pendampingan total perlu dilakukan dengan menerbitkan Perda yang melibatkan instansi pemerintah daerah terkait dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat suku Kamoro dan Amungme.

Persyaratan dalam pembangunan smelter di Papua

Page 41: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

Kebijakan selektif diperlukan untuk smelter untuk mineral khusus dengan profil investasi yang menguntungkan

Dampak sosial dan lingkungan perlu juga menjadi pertimbangan ditengah hegemoni pertambangan

Pembangunan smelter pasca UU No. 23/2014 perlu dikaji lebih mendalam untuk memastikan transformasi korupsi tidak terjadi

Perubahan royalti suatu keniscayaan dan harus segera diwujudkan

PT Freeport harus membangun smelter di Papua walupun smelter di Gresik telah menerapkan zero waste (pabrik semen, pupuk dan dll)

Kesimpulan

Page 42: Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter

TERIMA KASIH