artikel b enam jenis pohon berkhasiat obat dan …
TRANSCRIPT
Oleh : Andianto*
ENAM JENIS POHONBERKHASIAT OBATDANKEBERADAANNYA
ENAM JENIS POHONBERKHASIAT OBATDANKEBERADAANNYA
ArtikelArtikel
Bu d a y a
p e n g o b a t a n
t r a d i s i o n a l
dengan memanfaat-
kan bagian-bagian
tanaman sudah lama
teruji dan tumbuh
b e r k e m b a n g d i
Indonesia. Dalam per-
kembangannya, di-
kenal istilah jamu, kemudian dikenal dengan
adanya obat herbal terstandar (OHT), dan
terakhir yang kita kenal dengan istilah
fitofarmaka. Ketiganya merupakan tingkatan
produk obat-obatan yang berasal dari
tumbuhan. Jamu dapat dibedakan dengan obat
tradisional lainnya karena jamu belum
mengalami proses standardisasi bahan baku.
Menurut Poerwadarminta (1976) jamu adalah
obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-
daunan, kulit dan sebagainya atau bahan obat-
obatan dari tumbuhan. Standardisasi bahan
baku sangat diperlukan dalam uji praklinik
maupun uji klinik sebagai persyaratan untuk
mendapatkan status fitofarmaka yang setara
dengan obat konvensional yang dapat
diresepkan oleh dokter.
Slogan “kembali ke alam” mendasari pengguna-
an bahan tumbuhan sebagai pengobatan
tradisional saat ini. Kesadaran adanya efek samping
bila mengkonsumsi obat konvensional (modern)
dalam waktu yang lama, bahan alam yang relatif
murah dan kemudahan memperolehnya, serta
kenyataan adanya penyakit tertentu yang belum
dapat diobati dengan obat modern menjadi sekian
alasan mengapa obat bahan alami mulai kembali
digunakan.
Pemanfaatan hasil hutan di Indonesia belumlah
mampu menggali potensi sumber daya alam secara
optimal. Hal ini dibuktikan dengan lebih
dominannya konsumsi hasil hutan berupa kayu
dibandingkan hasil hutan non kayu atau hasil hutan
ikutan lainnya. Salah satu hasil hutan ikutan
diantaranya berupa bahan kimia alami yang berasal
dari jenis-jenis tanaman hutan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku obat. Sebagai
wilayah mega biodeversity, tidak dipungkiri bahwa
hutan di Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis
tumbuhan. Dari sekitar 30.000 jenis tumbuhan di
Indonesia, tidak kurang dari 1.000 jenis diantaranya
diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku
obat (Hamid , 1990 dalam Zuhud, 1991).
Tumbuhan obat adalah jenis tumbuhan yang
berpotensi sebagai bahan baku obat bahan alam
maupun modern (Dalimartha, 2008). Diantara
tumbuhan yang berkhasiat obat tersebut diketahui
87 jenis adalah pohon hutan (Jafarsidik, 1986).
Komponen kimia tumbuhan terbagi ke dalam
beberapa golongan senyawa yang sebagian besar
merupakan bahan ekstraktif tumbuhan. Zat
ekstraktif merupakan produk akhir proses
metabolisme yang terbagi ke dalam dua kategori,
yaitu metabolisme primer dan metabolisme
sekunder. Metabolisme primer merupakan susunan
kimia sederhana (gula, asam amino, lemak
sederhana) dan terdapat pada semua tanaman
serta jumlahnya bergantung pada jenis, gen, unsur
et al.
FORPro12
hara, iklim dan taksonominya tidak berbeda. Pada
metabolisme sekunder penyebaran senyawanya
terbatas (hanya ada pada jenis tertentu) dan
campuran senyawanya lebih kompleks (seperti
tanin, lignin, lemak, terpen), serta taksonominya
berbeda. Golongan senyawa ekstraktif tersebut
dikenal dalam beberapa kelompok senyawa,
yaitu : 1. kelompok terpens dan terpenoids
seperti resin, minyak atsiri; 2. gabungan senyawa
phenolik seperti tanin; 3. lemak seperti minyak
lemak; dan 4. lilin (wax) seperti karet, gum. Terpens
merupakan zat ekstraktif kayu yang mengandung
semua kelas terpen (dari monoterpenes hingga
tetraterpenes, kecuali sesterpena yang merupakan
kelas yang sangat jarang). Terpen merupakan
hidrokarbon murni. Gabungan senyawa phenolik
meliputi tanin, lignin, flavonoids, stilbene dan
quinon. Minyak lemak yang dihasilkan oleh
tumbuhan dikelompokkan dalam senyawa lemak.
Lemak merupakan ester asam karbonat tinggi
(asam lemak) dengan gliserol. Sedangkan lilin
adalah ester asam lemak dengan alkohol tinggi
(Syafii, 2009).
Kelompok senyawa-senyawa yang berasal dari
tumbuhan selain merupakan sumber dari banyak
bahan farmasi dan obat-obatan juga digunakan
sebagai bahan baku industri cat, pewarna, plastik
dan korek api. Kelompok senyawa terpens seperti
resin sebagian dihasilkan dari Famili Dipterocar-
paceae yaitu , , . Jenis
tumbuhan ini menghasilkan produk yang dikenal
dengan damar mata kucing. Produk ini memiliki
komposisi asam damar, damar resin yang berguna
sebagai bahan baku pembuatan korek api,
kembang api, plastik, plester, vernis dan lak. Kopal
juga merupakan produk dari kelompok resin yang
dihasilkan dari pohon yang memiliki
komposisi seperti pinena yang berguna dalam
pembuatan cat, vernis, lak merah dan tinta. Produk
lain dari kelompok resin ini adalah gondorukem,
yang berasal dari suku . Gondorukem
memiliki komposisi kimia anhidrida asam abietat
dan abietat anhidrida yang berguna dalam
pembuatan sabun, campuran cat, tinta, pelitur.
Produk lainnya adalah jernang yang diperoleh dari
jenis yang memiliki komposisi kimia
berupa resin drako yang diperlukan dalam
pembuatan bahan pewarna keramik, marmer, cat
dan keperluan farmasi. Kemenyan juga salah satu
produk yang berasal dari jenis yang memiliki
k o m p o s i s i k i m i a b e r u p a e s te r b e n zo a t ,
benzeldehida, vanilin, asam sinamat dan sterol yang
digunakan untuk obat batuk, obat luka, kosmetik
Shorea Vatica Dryobalanops
Agathis
Pinaceae
Daemanorops
Styrax
dan industri vernis (Syafii, 2009).
Akar wangi, cendana, nilam, kayu putih,
eukaliptus, gandapura, dan kamper menghasilkan
produk minyak atsiri yang berguna untuk bahan
kosmetik, farmasi, aroma pewangi dan insektisida.
Pohon jarak, kemiri, tengkawang dan wijen juga
menghasilkan senyawa lemak yang dimanfaatkan
untuk farmasi, energi, pangan dan kosmetik.
Sedangkan bahan sebagai penyamak dapat
diambil dari berbagai jenis pohon seperti akasia dan
jenis-jenis pohon mangrove. Sebagai bahan karet
dapat diambil dari pohon perca, jelutung, jenis
dan jenis-jenis dari suku Sapotaceae.
Bahan ini dimanfaatkan dalam produk insulator
kabel, pembuatan gigi, perekat, cat dan permen
karet. Gom dihasilkan dari pohon
yang dimanfaatkan dalam
pembuatan perekat, korek api, dan tinta (Syafii,
2009).
Potensi pemanfaatan jenis-jenis pohon sebagai
sumber bahan kimia terutama yang diketahui
berkhasiat obat sudah banyak dikenal, namun
kondisi keberadaan jenis-jenis tersebut di lapangan
dewasa ini belum banyak diketahui. Daerah-daerah
di Indonesia yang menginformasikan data
keberadaan jenis pohon tertentu yang dikenal
berkhasiat obat belum semuanya benar, hal ini bisa
saja karena berbagai perubahan dan kondisi di
lapangan akibat berbagai faktor yang terjadi.
Gencarnya exploitasi menyebabkan tidak sedikit
jenis-jenis tertentu mulai langka atau bahkan tidak
lagi diketahui keberadaannya.
Tulisan ini menyajikan informasi sekilas me-
ngenai keberadaan 6 (enam) jenis pohon ber-
khasiat obat baik yang tumbuh di hutan alam
maupun di areal kebun masyarakat hasil survey
tahun 2005 hingga tahun 2009, serta manfaat
kandungan kimia alami-nya yang disadur dari
beberapa sumber literatur
.
Jenis pohon spp. termasuk dalam
suku Lauraceae. Menurut Rismunandar (1989) suku
Lauraceae memiliki ciri pohon mulai kulit batang
hingga ranting yang mengandung minyak atsiri,
daunnya tunggal, berseling dan berwarna hijau.
Pucuk daun ada yang berwarna kemerah-merahan.
Bunga kecil berkelamin dua berwarna hijau atau
kuning. Bentuk buah buni, berbiji satu, berdaging
bulat memanjang. Kostermans (1957) me-
ngelompokkan 2.000 hingga 2.500 jenis anggota
Palaqium
Acasia, Sterculia
dan, Swietenia
Cinnamomum
A. P a k a n a n g i / K i s e r e h (
)
C i n n a m o m u m
parthenoxylon/C. porrectum
FORPro 13
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
famili ke dalam 31 marga (genus)
diantaranya adalah genus , ,
, , dan .
Terdapat sekitar 600 jenis pohon di Indonesia yang
dikenal dan biasa disebut dengan nama daerah
“medang” yang di dalamnya termasuk genus
. Dalam Prosea No. 5 (2) tahun 1995
disebutkan bahwa marga (genus) Cinnamomum
beranggotakan sekitar 250 jenis. Heyne (1987),
menyinggung beberapa anggota marga
Cinnamomum diantaranya seperti Bl.,
Nees & Eberm., Bl.,
Bl., Bl., Meissn.,
Bl., dan Breyn.
Pakanangi/Kisereh (
dapat ditemukan di lahan perkebunan
coklat milik rakyat di Desa Namo, dusun Sada Unta,
Gunung Panto Lumba Kec. Kulawi, Kabupaten
Donggala propinsi Sulawesi Tengah. Pohon ini
tumbuh pada lahan dataran tinggi dan
pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 mdpl.
Pohon yang ditemui berdiameter kecil dan
merupakan trubusan dari tunggak pohon
tebangan yang sudah mati.
Pada peninjauan ke lokasi pabrik pengolahan
minyak pakanangi (PT. Artha) tahun 2008 di Desa
Batu Suya, Kecamatan Sindue Kabupaten
Lauraceae
Cinnamomum Sassafras
Litsea Eusideroxylon Cryptocarya Cassytha
Cinnamomum
C. burmanii C.
camphora C. Cassia C. culilawan
C. javanicum C. Parthenoxylon C.
Sintok C. zeylanicum
C. par thenox ylon/C.
porrectum)
Pohon dan batang kayu pakanangi/kisereh
( )C. parthenoxylon/C. porrectum
Donggala, bahan baku yang digunakan umumnya
berupa tunggak-tunggak dan akar pohon
pakanangi yang berasal dari daerah Kabupaten
Poso, dan sekitar Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi,
Sulawesi Tengah. Penyelamatan/pelestarian jenis
pohon pakanangi perlu segera dilakukan karena
saat ini keberadaannya sudah sangat sulit
ditemukan. Penghentian pengolahan minyak
pakanangi perlu dipertimbangkan apabila tidak
ada upaya budidayanya. Apabila hal ini dibiarkan
berlangsung, dikhawatirkan jenis pohon pakanangi
nasibnya akan serupa dengan jenis pohon eboni
yang sudah masuk dalam jenis yang dilindungi.
B. Kulilawang/Kulilawan ( )C. halmaherae
Pohon berkhasiat obat dengan nama setempat
kulilawan ditemukan pada areal hutan adat di Desa
Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku
Tengah. Hutan adat ini berada di bawah lereng yang
berbatasan dengan daerah luar kawasan Taman
Nasional Manusela. Saat ditemukan terdapat sekitar
10-15 pohon dan kurang lebih 20-25 anakan
kulilawan (sapling) dengan kondisi tapak hutan
berupa batu-batu berkarang. Berdasarkan hasil
identifikasi pada herbarium Puslitbanghut Hutan
dan Konservasi (Puskonser) Bogor, nama botanis
pohon ini adalah
Kosterm.
Berdasarkan informasi masyarakat setempat,
pemungutan kulit kulilawan dilakukan dengan cara
menebang pohon hingga roboh. Hal tersebut
mengakibatkan keberadaan pohon kulilawan di
Desa Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten
Maluku Tengah semakin berkurang dan sulit
ditemukan. Sepuluh tahun silam, di sekitar daerah
ini pernah terdapat usaha penyulingan minyak
kulilawan yang dikelola oleh masyarakat setempat.
Karena bahan baku semakin berkurang, usaha ini
akhirnya gulung tikar dan saat ini usaha demikian
sudah tidak ditemukan lagi. Selain kulilawan, di
daerah ini juga terdapat jenis pohon lain dengan
nama daerah kanini, kole, linghua, kenari, kayu besi
dan meranti. Masyarakat memanfaatkannya untuk
bahan pembuatan rumah, kayu bakar dan
pembuatan perabot rumah tangga. Pada lahan
areal hutan adat ini sudah banyak ditanami jenis-
jenis pohon perkebunan seperti cengkeh, coklat
dan jati super.
Hasil peninjauan di Desa Negeri Lima,
Kecamatan Leihitu di kabupaten yang sama
ditemukan sejenis pohon dengan ciri kulit batang
mengeluarkan bau harum balsam. Namun
Cinnamomum halmaherae
FORPro14
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
Daun dan kayu Kulilawan (C. halmaheirae Kosterm)
demikian jenis pohon ini belum diketahui nama
setempatnya dan belum dimanfaatkan sebagai
tanaman obat oleh masyarakat. Hasil identifikasi
contoh herbarium, pohon ini memiliki nama
botanis A.Gray suku
. Kurangnya pengetahuan masyarakat
setempat mengenai jenis-jenis pohon yang
memiliki khasiat obat menyebabkan ketidak
pedulian terhadap jenis ini, sehingga pemanfaatan
pohonnya hanya sebatas untuk pembuatan
rumah.
Produk dari beberapa jenis pohon
umumnya berasal dari bagian kulitnya yang berasa
manis, sehingga kebanyakan masyarakat menyebut
jenis ini dengan pohon kayu manis. Kulit kayu manis
padang adalah kulit batang dalam
perdagangan dikenal dengan nama
dengan bau khas aromatik, rasa agak manis, agak
pedas dan kelat. Jenis dalam dunia
perdagangan dikenal dengan .
Jenis yang asli Indonesia dalam
perdagangan diberi nama padang kaneel atau
eks. padang. Jenis Blume banyak
ditemukan di Jawa Barat dan Tengah. Sedangkan
Blume asli dari Ambon (Rismunandar,
1989).
Menurut Anonim (2007), penyebaran
di Indonesia banyak terdapat di daerah
Sumatera, khususnya di daerah Provinsi Sumatera
Barat dan Kabupaten Kerinci. Pohon kayu manis di
Sumatera disebut dengan holim, holim manis,
modang siak-siak (Batak), kanigar, kayu manis
(Melayu), madang kulit manih (Minangkabau). Di
Jawa dikenal dengan huru mentek, di kalangan
masyarakat suku Sunda dikenal dengan kiamis,
kanyengar (Kangean), dan di daerah lain seperti
kesingar (Nusa Tenggara), kecingar, cingar (Bali),
onte (Sasak), kaninggu (Sumba), Puundinga
(Flores). Selanjutnya dijelaskan bahwa tanaman ini
juga terdapat di daerah Srilanka, namun kulit
Alphitonia zizyphoides
Rhamnaceae
Cinnamomum
C. burmannii,
Cassia vera
C. zeylanicum
ceylon cinnamon
C. burmanni
cassia vera C. sintok
C.
culilawan
C.
burmannii
C. Kayu Manis ( sp.)Cinnamomum
batangnya lebih tipis dari kulit batang
yang ada di Indonesia. Dikenal 2 varietas
, varietas pertama yang berdaun muda
berwarna merah pekat dan varietas kedua berdaun
hijau ungu. Varietas pertama terdiri dari 2 tipe, yaitu
tipe pucuk merah tua dan tipe pucuk merah muda.
Varietas yang banyak ditanam di daerah pusat
produksi di Sumatera Barat dan Kerinci adalah
varietas pertama. Varietas kedua hanya didapat
dalam jumlah populasi yang kecil. Kayu manis
pucuk merah mempunyai kualitas yang lebih baik,
tetapi produksinya lebih rendah daripada kayu
manis yang berpucuk hijau.
Meskipun keberadaan pohon kayu manis
awalnya banyak tumbuh di hutan, dewasa ini sudah
banyak dibudidayakan pada lahan perkebunan,
dan pekarangan penduduk. Kegunaan dan manfaat
jenis kayu ., seperti kayu manis
sangat luas dan kandungan kimianya telah banyak
diinformasikan. Bahan aktif pada kayu manis adalah
eugenol dan safrol yang ditemukan pada kayu atau
kulit (Putra, 2005) dalam Triantoro dan Susanti
(2006). Menurut Sastrohamidjojo (
2005) dalam Triantoro dan Susanti (2006)
disebutkan bahwa komponen senyawa kimia yang
diperoleh dari kayu kulilawan ( .)
hampir sama dengan senyawa kimia yang berasal
dari kulitnya, yaitu eugenol (69,0%) dan safrol
(21,0%). Eugenol dan safrol tidak hanya terdapat
pada tanaman kulilawang dan masoi tetapi juga
pada pala ( ), kayu manis
( , cengkeh ( ), dan
sirih ( . Di Indonesia banyak pohon
penghasil minyak atsiri yang
mengandung komponen safrole (Sumadiwangsa,
2006). Hasil penelitian Triantoro dan Susanti (2006)
pada Kulilawan menunjukkan bahwa eugenol kayu
teras di bagian pangkal (66,23%) lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian ujung (34,36%), dan
sebaliknya safrol berkadar lebih tinggi pada bagian
ujung (12,10%) dibandingkan dengan bagian
pangkal (9,56%). digunakan sebagai
bahan baku farmasi, yaitu sebagai obat analgesik
lokal dan antiseptik. Selain itu disebutkan pula
bahwa eugenol dapat dikonversi menjadi senyawa
turunan amfetamin maupun L-DOPA (dihidroksi
fenil alanin) yang dikenal sebagai obat parkinson.
Safrole dapat digunakan sebagai bahan baku pada
pembuatan tropical antiseptik dan ekstasi
(Triantoro dan Susanti, 2006). Beragamnya
kegunaan senyawa safrole mengindikasikan
perlunya kehati-hatian dalam penggunaan jenis
kayu .
C. burmannii
C.
burmannii
Cinnamomum spp
Personal comm.,
C.culilawane Bl
Myristica fragrans
C.burmanii) Sizygium aromatica
Piper betle)
Cinnamomum
Cinnamommum
Eugenol
FORPro 15
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
Masyarakat Kabupaten Solok di Sumatera Barat
sebagian besar memanfaatkan pohon kayu manis
untuk diambil kulitnya. Pemanfaatan batang pohon
kayu manis umumnya digunakan untuk kayu bakar
dikarenakan kayunya yang cepat mengalami
retakan, sehingga sebagian kecil masyarakat
memanfaatkannya sebagai kayu pertukangan.
Pohon kayu manis ( Camm dan
Blume) banyak tumbuh di Desa/Jorong
Bukit Gompong, Petak Tinggi, Koto Gadang Talang,
Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Pohon ini
ditemukan di areal lahan perkebunan swasta, hutan
alam serta hutan rakyat. Tumbuh pada lahan yang
datar hingga dataran tinggi dan pegunungan,
dengan ketinggian sekitar 900 mdpl. Tinggi pohon
berkisar antara 4 - 15 m dengan diameter pangkal
batang antara 7-50 cm. Potensi pohon kayu manis
cukup tersedia di daerah setempat, terlihat pada
pekarangan dan kebun masyarakat dan merupakan
usaha sampingan selain menanam tanaman
kebun/ladang.
Selain di Kabupaten Solok, pohon kayu manis
juga tumbuh di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi
Selatan pada areal lahan pekarangan rumah dan
kebun warga. Jenis yang ditemui adalah
Miq., Blume dan
Miq. Jenis-jenis ini tumbuh pada lahan
yang datar hingga dataran tinggi dan pegunungan
dengan ketinggian sekitar 800 mdpl. Tinggi pohon
berkisar antara 3 - 15 m dengan diameter pangkal
batang antara 8 - 25 cm. Potensi pohon kayu manis
cukup tersedia di daerah setempat (desa Cindranae
dan sekitarnya).
C. coriaceum
C.burmanii
C.subavenium C.inners Reinw ex.
C.celebicum
Di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi
Tengah juga ditemukan pohon kayu manis
( ). Pohon ini ditemukan di areal lahan
hutan yang sudah dibuka menjadi lahan
perkebunan coklat milik rakyat. Tumbuh pada lahan
dataran tinggi dan pegunungan dengan ketinggian
sekitar 800 mdpl. Jenis kayu manis yang ada di
daerah ini merupakan hasil penanaman masyarakat
pada tahun 1972 yang merupakan jenis tanaman
dalam program reboisasi saat itu. Namun saat ini
pohon kayu manis digantikan dengan jenis
tanaman perkebunan (coklat), sehingga pohon
kayu manis yang terdapat di daerah ini hanya
merupakan sisa hasil penanaman tahun 1972 yang
belum di tebang.
Di Kecamatan Kedungbanteng, Desa Windujaya,
Dusun Peninis yang terletak di lereng Gunung
Slamet-Jawa Tengah, pohon kayu manis didominasi
oleh yang dikenal dengan nama
setempat Keningar dan yang dikenal dengan
manis atau ki teja. Tinggi pohon tercatat antara
10 - 15 m dan diameter pangkal batang antara
25 - 30 cm. Umur pohon diperkirakan 15-30 tahun.
Daerah ini memiliki curah hujan tercatat rata-rata
3000-4000mm/tahun (type B). Pohon kayu manis
tumbuh pada lahan dataran tinggi dengan
ketinggian 500-1000 mdpl, dimana suhu udara
berkisar antara 24,4 - 30,9 C. Kondisi lahan setempat
memiliki kemiringan lereng sekitar 25-40% yang
merupakan zona pegunungan Serayu utara yang
sebagaian besar tertutup oleh endapan Gunung
Slamet dengan jenis tanah latosol coklat. Daerah
setempat merupakan daerah aliran sungai (DAS)
Serayu, Sub Das Logawa.
Salah satu jenis tumbuhan yang juga diketahui
berkhasiat obat adalah Pulai ( sp.). Jenis ini
termasuk ke dalam suku . Secara
hirarki taksonomi jenis ini berturut-turut termasuk
ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta,
Klas Magnoliopsida, Ordo Gentianales, Suku/famili
dan Genus (Anonim, 2008).
Dari sekitar 40 hingga 60 jenis pohon spp.
yang dikenal dengan nama Pulai diantaranya
adalah
dan yang
terkenal adalah (L.) R.Br. (Anonim, 2008).
Salah satu jenisnya, yaitu (pulai
rawa) dapat mencapai diameter 100 cm dengan
tinggi 40-50 m, mempunyai banir dan batang
C.burmanii
C.burmanii
C.iners
Alstonia
Apocynaceae
Apocynaceae Alstonia
Alstonia
A. macrophylla, A. angustiloba, A. angustifolia,
A. spatulata, A. elliptica, A. oblongifolia, A.
pneumatophora, A. scholaris, A. costaca
A.scholaris
A.pneumatophora
0
D. Pulai ( sp.)Alstonia
Pohon, daun dan batang kayu manis
( sp.) di Kabupaten Banyumas - Jawa TengahCinnamomum
Pohon dan batang kayu manis ( sp.)
di Kabupaten Solok - Sumatera Barat
Cinnamomum
FORPro16
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
bergalur berwarna abu-abu hingga putih. Jenis
kayu ini cocok untuk ukiran, peti dan kayu lapis.
Jenis ini memiliki akar nafas yang besar dan
panjang, sehingga dikenal dengan pulai rawa.
Bagian kulit mengandung alkaloid
sebagai bahan obat. Kayunya banyak digunakan
untuk papan tulis sekolah, sehingga dinamakan
scholaris. Pohon dapat mencapai tinggi
lebih dari 40 m, batang pohon tua beralur sangat
jelas, sayatan berwarna krem dan banyak
mengeluarkan getah berwarna putih (Anonim,
2001) Jenis umumnya disebut dengan
pulai gading (Pulai putih) dan tersebar luas
terutama di Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat
(Anonim, 2008). Genus terdiri dari sekitar
40 jenis, dimana dua jenis merupakan tumbuhan
asli di daerah tropis Afrika, empat jenis di Australia,
sekitar 15 jenis di daerah Pasifik, 12 jenis di daerah
Malesiana dan sisanya di benua Asia. (Rudjiman
., 1994). Selanjutnya diinformasikan bahwa kulit
jenis ini mengandung latex yang penting dan sering
digunakan sebagai obat tradisional, di daerah Fiji
digunakan untuk mata yang bermasalah, kulitnya
digunakan untuk melawan malaria dan bahan
obat penenang di Pilipina dan jenis ini begitu
populer di India dan Jawa untuk penyakit diare
dan disentri. Heyne (1987) mencatat bahwa di
Indonesia terdapat 11 jenis , yaitu
Miq, Wall,
M i q , M i q , M i q ,
Backer, Miq,
R. BR., BL., dan
Miq).
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu
wilayah dimana dapat ditemui keberadaan pohon
jenis pulai. Tiga jenis pulai yang dapat ditemui
di daerah ini adalah pulai putih ( ),
pulai hitam ( ) dan pulai rawa
( ). Selain di kawasan hutan
KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus)
Balai Penelitian Kehutanan Palembang, tegakan
pulai rawa ( ) terlihat tumbuh di
sudut pinggiran jalan arah ke luar kota.
Pohon Pulai diinformasikan banyak digunakan
sebagai bahan obat-obatan. Menurut Heyne (1987)
getah dimanfaatkan untuk
penyembuhan luka bernanah, dan kulit
dapat digunakan untuk membersihkan lambung
dari lendir, mengobati perut kembung dan
pembengk ak an l impa. Jenis
mengandung tiga senyawa alkaloid yaitu ditamine,
echitamine (ditaine), Echitenines, beberapa
senyawa lemak dan resin, sedangkan dalam
A.scholaris
A.scholaris
A.scholaris
Alstonia
et
al
Alstonia
A.acuminata A.angustifolia A. angustiloba
A . e x i m i a A . g r a n d i f o l i a
A.pneumatophora A.polyphylla
A.scholaris A.spathulata A.villosa
(Blaberopus villosus
A. scholaris
A. angustiloba
A. pneumatophora
A. pneumatophora
A.pneumatophora
A.scholaris
A . s c h o l a r i s
penggunaan sebagai obat kulitnya dimanfaatkan
untuk obat tradisional sebagai obat diare dan
disentri (Grieve, 2009). Menurut Anonim (2008),
kulit mengandung alkaloida ditanin,
ekitamin (ditamin), ekitanin, ekitamidin, alstonin,
ekiserin, ekitin, ekitein, porfirin dan triterpen,
sedangkan daunnya mengandung pikrinin, dan
bunga pulai mengandung asam ursolat dan lupeol
yang dapat mengatasi borok, bisul, rasa sakit
setelah melahirkan (nifas), beri-beri dan payudara
bengkak karena bendungan ASI. Kulitnya
diberitakan dapat mengatasi demam, malaria,
limpa membesar, batuk berdahak, diare, disentri,
kurang nafsu makan, perut kembung, sakit perut,
kolik, kencing manis, tekanan darah tinggi, wasir,
anemia, gangguan haid, rematik akut.
Famili dari beberapa jenis penghasil gaharu
adalah genus ,
dan . tercatat
memiliki 12 jenis. Jenis dari
diantaranya adalah
Manfaat gaharu dikelompokkan ke dalam
penggunaan obat-obatan, parfum dan kosmetika
(Anonim, 2002). Menurut Sidiyasa dan Suharti
(1987) dalam Anonim (2002), selain jenis tumbuhan
spp. dan spp., gaharu dapat
diperoleh dari jenis-jenis tumbuhan seperti
spp; spp; spp;
spp; dan spp. Dalam buku
(1960) tercatat bahwa fami l i
terdiri dari beberapa genus, yaitu
,
dan
Di sekitar daerah Samboja, Kabupaten Kutai
Kertanegara ditemukan beberapa jenis pohon
penghasil gaharu genus . Batang pohon
ini memiliki diameter berkisar 20 cm - 65 cm
dengan tinggi berkisar 10 m - 25 m. Masyarakat
setempat mengenal 4 jenis pohon penghasil
A.scholaris
Thymelaeaceae Aetoxylon, Aquilaria
Gyrinops Gonystylus Genus Aquilaria
Thymelaeaceae
Amyxa pluricornis Domke,
Gyrinopsis cumingiana, Phaleria Sp., Gyrinops
versteegii (Gilg) DOMKE, Aquilaria malaccensis LAMK.,
A.beccariana VAN TIEGH., dan A.microcarpa BAILL.
Aquilaria Gonystilus
Weikstromia Enkleia Actoxylon
Gyrinops Dalbergia Flora
M a l e s i a n a
Thymelaeaceae
Aquilaria Enkleia, Linostoma, Wikstroemia, Daphne,
Gyrinops, Drapetes, Pimelea Amyxa.
Aquilaria
E. Gaharu ( sp., sp )Aquilaria Gyrinops .
Daun dan kayu pulai putih (A. scholaris)
FORPro 17
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
(Aquilaria sp.)Pohon dan kayu gaharu
F. Pasak Bumi ( Jack)Eurycoma longifolia
Jenis pohon pasak bumi ( Jack)
termasuk anggota dari suku . Suku
Dayak Kenyah menggunakannya untuk obat sakit
E.longifolia
Simaroubaceae
perut dan demam, suku Banjar menggunakannya
untuk (penunjang stamina) sedangkan
di Thailand digunakan untuk anti malaria. Pasak
bumi sudah merupakan komoditi ekspor (Mandang
dan Andianto, 2005).
aphrodisiac ,
FORPro18
gaharu yang dicirikan dengan penampakan kulit
batang pohon dan bentuk daun, yaitu gaharu
buaya, gaharu tanduk, gaharu air, dan gaharu
beringin. Dari beberapa sumber Herbarium
Wanariset Samboja, diperoleh informasi bahwa di
sekitar daerah Samboja hanya dapat ditemukan
2 jenis pohon penghasil gaharu, yaitu ,
dan . Diinformasikan juga bahwa
belum pernah ditemukan di daerah
Kaltim bagian selatan (Kutai Kertanegara).
Adanya sejumlah masyarakat yang masih
menebang pohon penghasil gaharu yang belum
tentu kayunya mengandung gaharu, dikhawatirkan
akan semakin langkanya jenis-jenis pohon
penghasil gaharu. Dikahawatirkan apabila
penebangan pohon ini terus berlanjut akan
menimbulkan kelangkaan di daerah Samboja.
Kegiatan pembudidayaan anakan pohon penghasil
gaharu, serta penyuntikan pohon guna mendapat-
kan kandungan gaharu sudah diupayakan saat ini.
Pohon gaharu ( ) juga
ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur di
wilayah kerja RPH Anfoang selatan pada tanah yang
berbatu kapur keras yang minus air. Tinggi pohon
sekitar 4 - 6 m dan diameter antara 15 - 20 cm. Pohon
ini banyak tumbuh di hutan alam kawasan lindung
yang mutlak tidak boleh ada kegiatan produksi.
Umumnya tumbuh pada daerah tanah berbatu,
miskin hara dan air.
A.beccariana
A.microcarpa
A. Malaccensis
G.versteghii, G.cumingiana
Pohon pasak bumi dapat ditemukan di desa-
desa Kecamatan Bangkinang Barat -Kabupaten
Kampar Provinsi Riau. Ditemukan di kebun karet
rakyat yang berumur kurang lebih 15 tahun. Pohon
ini memiliki ketinggian sekitar 0,5 - 9 m dengan
diameter pangkal batang 1-12 cm, adapun ukuran
diameter pangkal akar berkisar 1-15 cm dan
panjang akar 45 - 245 cm.
Lokasi ditemukannya pasak bumi ini awalnya
merupakan wilayah hutan adat (ulayat). Menurut
informasi salah satu warga setempat, hutan adat
dapat dijadikan areal perkebunan dengan biaya
sangat murah. Untuk lahan seluas 1-2 Ha
masyarakat cukup membayar seharga 300 - 400 ribu
kepada orang yang dituakan, yaitu Nini Mama
(Datuk). Bila keadaan ini berlangsung terus,
dikhawatirkan hutan adat semakin berkurang dan
berubah menjadi perkebunan.
Pohon pasak bumi di daerah ini umumnya masih
berbentuk anakan tingkat tiang (sapling) dan
junmlahnya agak jarang, namun demikian
ditemukan juga pohon dengan akar berdiameter
sebesar ukuran paha orang dewasa dengan
panjang kurang lebih dua meter. Masyarakat sekitar
masih menganggap pohon pasak bumi sebagai
tanaman penggangu (gulma), sehingga pada saat
pembersihan lahan untuk perkebunan maka pohon
pasak bumi banyak yang ditebas. Dikarenakan sifat
pohon yang mudah bertunas diduga akar pasak
bumi berfungsi sebagai tempat penyimpanan
cadangan makanan. Hal ini terlihat pada ukuran
akar yang umumnya hampir sama atau lebih besar
dari ukuran batang pohon. Pohon pasak bumi
berbuah pada bulan Juni, namun belum diketahui
kapan mulai dan berakhir menghasilkan buah.
Pohon dan akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.)
Penutup
Sejalan dengan perkembangan industri obatmaupun farmasi yang berbahan baku tumbuhan(herbal), maka seiring itu pula eksploitasi terhadaptumbuhan berkhasiat obat gencar dilakukan yangnotabene hingga saat ini masih banyak yang
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
berasal dari hutan alam. Usaha secara bijaksanamelalui pengkayaan atau penanaman jenis-jenispohon berkhasiat obat secara intensive perlusegera dilakukan guna mencegah dan mengurangilangkanya jenis-jenis pohon tersebut terutamajenis-jenis tertentu yang sangat bernilai ekonomis.Sudah saatnya program pembangunan HutanTanaman Industri (HTI) juga diarahkan kepadaupaya pemenuhan bahan baku industri obat danfarmasi.
Sumber Bacaan
Anonim, 2001. I nformasi s ingk at benih.No.2.Alstonia scholaris (L) R.Br. IndonesiaForest Seed Project. T.H.R. Ir.H. Juanda.Bandung. http://www. dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/ Alstonia_scholaris.pdf. diakses tgl. 27-10-2009. jam 11.58.
_____. 2002. Rekomendasi Strategi GenerikPengembangan Industri Gaharu. Biro Kerja-sama Luar Negeri dan Investasi. SekretariatJenderal. Departemen Kehutanan.
_____. 2007a. Kayu Manis, http : //www.wikipedia.org., diakses 26 April 2007.
_____. 2007b. (http :
//www.usda.com., diakses 27 April 2007.
_____. 2008a. Jenis poh Pulai.http:// pule3.wordpress.com/ diakses tgl 27-10-2009 jam12.10
_____. 2008b. Kenalilah Pulai (Alstonia sp.).......
(Bagian III) . Teknik silvikultur.http://
ozonsilampari.wordpress.com/2008/02/01/
diakses tgl. 27-10-2009. jam 12.05
_____. 1995. PROSEA. Plant Resources of South-East
Asia No 5 (2). Timber trees: Minor commercial
timbers. Bogor Indonesia.
_ _ _ _ _ . 1 9 6 0 . Fl o r a M a l e s i a n a . S e r i e s I .
Spermatophyta Flowering Plants. Vol 6, part
6. Wolters-Noordhoff Publishing. Groningen,
The Netherlands.
Dalimartha, S. 2008. Jamu, Dahulu, Sekarang, Dan
Masa Depan. Makalah Semiloka: Jamu,
Brand Indonesia. Kementrian koordinator
Bidang Perekenomian. Jakarta.
Cinnamomum burmannii Nees&Th.Nees) Nees ex Blume Padang cassia,
FORPro 19
Heyne, K. 1987.Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid
II. Terjemahan. Badan Litbang Kehutanan,
Jakarta.
Jafarsidik, Y.1986. Potensi tumbuhan hutan (pohon)
penghasil obat tradisional. Prosiding diskusi
pemanfaatan kayu kurang dikenal. 13-14
Januari, 1987. Cisarua, Bogor. Badan Litbang
Kehutanan, Bogor.
Kostermans, A.J.G.H. 1957. PENGUMUMAN.
Communication. Balai Besar Penjelidikan
Kehutanan Indonesia. Nr 57. Lauraceae. Balai
Besar Penjelidikan Kehutanan Indonesia.
Bogor.
Mandang, Y.I. dan Andianto. 2005. Identifikasi jenis
kayu berkhasiat obat. Laporan Hasil Peneliti-
an. Pusat Penelitian dan pengembangan
Teknologi Hasil Hutan. Belum dipublikasikan.
Poerwadarminta, J.W.J.S. 1976. Kamus umum
bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka. Jakarta.
Rudjiman, Gintings, N., Martawijaya, A., Ilic, J. 1994.
Plant Resources of South-East Asia 5. (1)
Timber trees: Major commercial timbers. P.82-
90. PROSEA. Bogor.
Rismunandar, 1989. Kayu Manis. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Syafii,W. 2009. Kontak personal dan Bahan kuliah
Pemanfaatan Komponen Kimia Hasil Hutan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumadiwangsa S, E . 2006. Laporan Mengikuti
Second Regional Survey Meeting on Safrole-
Rich Essential Oils. 28-30 September 2006.
Kuala Lumpur, Malaysia.Tidak diterbitkan.
Triantoro, R.G.N. dan Susanti, C.M.E. 2006.
Kandungan bahan aktif kayu kulilawang
( .) dan Masoi
( ). Makalah pada
pelatihan fungsional peneliti tingkat pertama
angkatan XXXV-LIPI, Cibinong. Tidak
diterbitkan.
Zuhud, E.A.M. 1991. Pelestarian pemanfaatan
tumbuhan obat hutan tropis Indonesia.
Kerjasama Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor dan
Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan
Margasatwa Indonesia, Bogor.
Cinnamomum culilawane Bl
Cryptocaria massoia
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012