artikel ilmiah analisis kemampuan berpikir kreatif …repository.unja.ac.id/2588/1/artikel...
TRANSCRIPT
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 1
ARTIKEL ILMIAH
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA BERDASARKAN
GAYA KOGNITIF DALAM PEMECAHAN MASALAH BERBASIS
PEMODELAN MATEMATIKA
Oleh:
RIRI HARISA
NIM RSA1C213004
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER 2017
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 2
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 3
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 4
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA BERDASARKAN
GAYA KOGNITIF DALAM PEMECAHAN MASALAH BERBASIS
PEMODELAN MATEMATIKA
Riri Harisa1, Kamid
2, dan Sofnidar
2
1Mahasiswa Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi
2Dosen Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi
Email: [email protected]
ABSTRAK
Berpikir kreatif merupakan salah satu hal yang harus dimiliki oleh siswa dalam
belajar matematika karena berpikir kreatif dapat melatih siswa menemukan masalah
sendiri, serta menggunakan imajinasi untuk menyelesaikan masalah dengan beragam
solusi penyelesaian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan
berpikir kreatif siswa field dependent dan field independent dalam pemecahan masalah
berbasis pemodelan matematika pada materi lingkaran, menentukan tingkatan
kemampuan serta mendeskripsikan perbedaan karakteristik berpikir kreatif siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di SMP N 7
Muaro Jambi. Subjek penelitian ini adalah enam orang siswa yang memiliki gaya
kognitif field independent dan field dependent. Instrumen penelitian terdiri dari tes
kemampuan berpikir kreatif ini berupa soal pemecahan masalah berbasis pemodelan
matematika pada materi lingkaran dan pedoman wawancara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa independent dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah berbasis pemodelan matematika pada materi
lingkaran yakni memenuhi aspek fluency dan flexibility saja, dan dapat dikategorikan
yakni mencapai tingkat 3 (kreatif) pada tingkatan berpikir kreatif, dengan kata lain
siswa FI belum memenuhi pada aspek kebaruan (originality), sedangkan siswa
dependent dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah berbasis pemodelan
matematika pada materi lingkaran secara umum tidak dapat memenuhi semua indikator
berpikir kreatif karena hanya mampu menjawab soal dengan memberikan satu cara atau
solusi yang biasa yang sesuai dengan alur penyelesaian dan perhitungan yang tepat dan
dapat dikategorikan tingkat 0 (tidak kreatif) pada tingkatan berpikir kreatif, dengan kata
lain siswa FD belum memenuhi semua aspek berpikir kreatif, serta kedua subjek
memiliki perbedaan karakteristik berpikir kreatif pada aspek fluency dan aspek
flexibility.
Kata Kunci: berpikir kreatif, field independent dan dependent, pemodelan matematika
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu
yang berperan penting dalam
pendidikan. Selain dapat
mengembangkan pemikiran kritis,
kreatif, sistematis dan logis juga
memberikan kontribusi dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mata
pelajaran matematika selalu diajarkan
pada setiap jenjang pendidikan.
Standar kompetensi lulusan dan
kompetensi inti pada kurikulum 2006
menyiratkan secara jelas bahwa
kemampuan berpikir kreatif merupakan
salah satu tujuan yang harus dicapai
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 5
dalam pembelajaran matematika di
sekolah. Menurut Siswono (2008:61)
berpikir kreatif merupakan suatu
kegiatan mental yang digunakan
seseorang untuk membangun suatu idea
atau gagasan yang baru secara fasih dan
fleksibel. Ide dalam pengertian ini
adalah ide dalam pemecahan masalah
matematika dengan tepat atau sesuai
permintaannya. Silver (Marwiyah dkk,
2015:27) juga menjelaskan bahwa
komponen berpikir kreatif mencakup
kefasihan (fluency), fleksibilitas
(flexibility) dan kebaruan (novelty)
Dalam pelaksanaan
pembelajaran untuk mengetahui
keberhasilan siswa maupun proses
pembelajaran, guru perlu mengadakan
penilaian (asessment), termasuk
penilaian terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa. Penilaian tersebut berguna
untuk mendiagnosis kekuatan dan
kelemahan siswa, memonitor kemajuan
siswa, memberikan nilai/peringkat
(grade) siswa dan menentukan
keefektifan pembelajaran (Popham,
1995). Untuk itu diperlukan suatu
patokan atau kriteria tingkat berpikir
kreatif yang valid. Siswono (2007) telah
mengembangkan penjenjangan berpikir
kreatif untuk penilaian dalam
pembelajaran matematika yang terdiri
atas 5 tingkat, yaitu tingkat 4 (sangat
kreatif), tingkat 3 (kreatif), tingkat 2
(cukup kreatif), tingkat 1 (kurang
kreatif), dan tingkat 0 (tidak kreatif).
Agar keterampilan berpikir
kreatif siswa meningkat, maka salah
satu cara yang dapat ditempuh adalah
dengan pemecahan masalah dan hal ini
sudah dibuktikan para ahli melalui
sejumlah penelitian. Pehkonen dalam
Siswono (2016:2) berpendapat bahwa
cara untuk meningkatkan berpikir
kreatif yaitu melalui pendekatan
pemecahan masalah.
Pemodelan matematika dapat
dijadikan salah satu cara menjembatani
konsep matematika yang abstrak dengan
masalah dari dunia nyata. Masalah
dunia nyata diubah terlebih dahulu
menjadi masalah matematika, yang
kemudian diselesaikan secara
matematis, hasilnya diterjemahkan
kembali sebagai solusi masalah dari
dunia nyata. pemodelan matematika
dalam melakukan pemecahan masalah
adalah sebagai suatu usaha yang
dilakukan seseorang guna
menyelesaikan masalah nyata yang
telah diidentifikasikan ke dalam
lambang atau bahasa matematika
dengan menerapkan pengetahuan yang
telah diperoleh sebelumnya.
Kemudian dalam memecahkan
masalah matematika, setiap orang
memiliki cara dan gaya berpikir yang
berbeda-beda karena tidak semua orang
memiliki kemampuan berpikir yang
sama. Ardana (dalam Ngilawajan,
2013;73) menyatakan bahwa setiap
orang memiliki cara-cara khusus dalam
bertindak, yang dinyatakan melalui
aktivitas-aktivitas perseptual dan
intelektual secara konsisten. Sesuai
dengan tinjauan aspek tersebut,
dikemukakan bahwa perbedaan individu
dapat diungkapkan oleh tipe-tipe
kognitif yang dikenal dengan istilah
gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan
cara seseorang memproses, menyimpan
maupun menggunakan informasi untuk
menanggapi suatu tugas atau berbagai
jenis lingkungannya.
Dalam penelitian ini, peneliti
memilih fokus pada tipe gaya kognitif
Field Dependent-Field Independent.
Perbedaan mendasar dari kedua gaya
kognitif tersebut yaitu dalam hal
bagaimana melihat suatu permasalahan.
Karakteristik dasar dari kedua gaya
kognitif tersebut sangat cocok untuk
diterapkan dalam penelitian yang
melibatkan proses berpikir kreatif dalam
pemecahan masalah matematika.
Di dalam KTSP salah satu
materi matematika wajib yang
menekankan kreativitas dalam berpikir
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 6
dan menemukan solusi dari
permasalahan adalah materi lingkaran.
salah satu kompetensi dasar yang harus
dicapai pada materi ini yaitu
kemampuan memahami konsep
lingkaran dan mampu menerapkan
berbagai strategi yang efektif dalam
menyelesaian berbagai permasalahan.
Kompetensi dasar tersebut dapat
memfasilitasi kemampuan berpikir
kreatif siswa karena berpikir kreatif
merupakan kunci dari berpikir untuk
merancang, memecahkan masalah,
melakukan perubahan dan perbaikan
serta memperoleh gagasan baru.
Permasalahan yang ditemukan di
SMP Negeri 7 Muaro Jambi
berdasarkan observasi dan wawancara
dengan salah satu guru matematika
kelas VIII SMP Negeri 7 Muaro Jambi
adalah kurangnya kemampuan berfikir
kreatif siswa. Hal itu dapat dilihat
ketika siswa dihadapkan pada suatu soal
cerita, siswa tidak terbiasa menuliskan
apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dari soal sebelum
menyelesaikannya, sehingga siswa
sering salah dalam menafsirkan maksud
dari soal tersebut.
Dalam penelitian ini yang akan
diteliti adalah kemampuan berpikir
kreatif siswa berdasarkan gaya kognitif
yaitu siswa field dependent dan field
independent dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah berbasis pemodelan
matematika. Subjek atau sumber data
dalam penelitian ini ialah siswa kelas
VIII SMP Negeri 7 Muaro Jambi.
Berdasarkan uraian tersebut,
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Analisis
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Berdasarkan Gaya Kognitif dalam
Pemecahan Masalah Berbasis
Pemodelan Matematika”.
KAJIAN PUSTAKA
Siswono (2011:551)
merumuskan tingkat kemampuan
berpikir kreatif dalam matematika,
seperti berikut:
1. Tingkat berpikir kreatif 4
Siswa mampu menyelesaikan suatu
masalah dengan lebih dari satu alternatif
jawaban maupun cara penyelesaian
yang berbeda-beda dengan lancar
(fasih) dan fleksibilitas dan mampu
memberi jawaban yang baru yang
berbeda dari sebelumnya. Siswa yang
mencapai tingkat ini dapat dinamakan
sebagai siswa sangat kreatif.
2. Tingkat berpikir kreatif 3
Siswa mampu menjawab soal
dengan menggunakan beberapa cara
atau solusi dengan alur penyelesaian
yang benar dan menggunakan
pendekatan dan perhitungan yang tepat
meskipun tidak baru atau membuat
berbagai jawaban yang baru meskipun
tidak dengan cara yang berbeda (tidak
fleksibilitas). Siswa yang mencapai
tingkat ini dapat dinamakan sebagai
siswa kreatif.
3. Tingkat berpikir kreatif 2
Siswa mampu membuat satu
jawaban yang berbeda (baru) dari
kebiasaan umumnya meskipun tidak
dengan fleksibilitas atau kelancaran,
atau mampu menunjukkan berbagai
penyelesaian yang berbeda dengan
luwes meskipun jawaban tidak baru.
4. Tingkat berpikir kreatif 1
Siswa tidak mampu membuat
jawaban yang berbeda (baru), atau salah
satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu
siswa dapat menyelesaikan
permasalahan dengan lebih dari cara
penyelesaian (Fluency). Siswa yang
mencapai tingkat ini dapat dinamakan
sebagai siswa kurang kreatif.
5. Tingkat berpikir kreatif 0
Siswa tidak mampu membuat
alternatif jawaban maupun cara
penyelesaian yang berbeda dengan
lancar dan fleksibel atau tidak dapat
membuat penyelesaian apapun. Siswa
yang mencapai tingkat ini dapat
dinamakan sebagai siswa tidak kreatif.
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 7
Secara deskriptif Borromeo
(2006) telah menjelaskannya kegiatan
yang dilakukan siswa pada setiap tahap,
yaitu sebagai berikut.
1. Pemahaman Masalah
Situasi masalah dari dunia nyata
menghadirkan sebuah situasi yang ada
di dalam masalah, bisa berupa gambar
atau tulisan atau keduanya. Dalam
pemahaman masalah terjadi mental
rekontruksi, yang mana bersifat implisit
dan sebagian besar individu tidak
menyadarinya. Dan bahkan jika
individu tersebut tidak memahami
masalah kegiatan pemecahan masalah
dapat terus berlangsung.
2. Penyederhanaan/ Strukturisasi
masalah
Saat memahami permasalahan
seorang individu melakukan metal
representasi yaitu berupa
penyerdehanaan situasi dalam rangka
memperoleh gambaran umum dari apa
dilihat. Hal ini bertujuan untuk
memperoleh informasi yang releven
yang dapat digunakan dalam pemecahan
masalah. MRS bisa berbeda-beda pada
setiap individu, sebagai contoh pada
individu yang berbada gaya berpikir
matematikanya: imajinasi visual
menggunakan menggunakan koneksi
yang kuat dalam menghubungkan,
pengelompokan pengalaman atau
pengetahun sebelumnya pada dirinya.
Bisa berupa juga lebih fokus pada
bilangan dan fakta yang ada pada
masalah. Bisa juga berupa
penggabungan keduanya.
3. Menjabarkan dalam persamaan
matematika
Model dari situasi masalah atau
model ‘’sebenarnya’’ biasanya dibagun
pada level internal individu. Transisi
dari model dari situasi masalah ke
model matematika (mathematical
model) mengikuti karakteristik sebagai
berikut: individu mengalami
peningkatan dalam pematematikaan
berupa kegiatan penjabarkan dalam
persamaan matematika dari model yang
telah dibuat (mathematizing).
4. Bekerja secara matematis
menggunakan kemampuan
matematik
Pada tahap ini individu membuat
eksternal representasi terkait sektsa
atau formula permasalahan.
Selanjutnya keterangan lisan individu
lebih pada tingkat pematematikaannya.
Dalam transisi dari matematika model
ke pada hasil matematik (mathematic
result) indvidu menggunakan
kemampuan matematikanya.
5. Penafsiran Hasil
Seorang individu biasanya
menuliskan hasil perkerjaan mereka,
yang mereka peroleh berdasarkan model
yang dibangun. Penafsiran hasil
berlangsung pada transisi dari hasil
kegiatan pematematikaan kepada real
result. Dan juga pada tahap ini individu
biasanya melakukan dengan tidak
menyadarinya.
6. Validasi Hasil
Merupakan sebuah hasil akhir dari
proses pematematikaan sebuah masalah
dengan pemodelan. Pada dasarnya
berdasarkan hasil yang diperoleh, ada
dua cara untuk memvalidasinya: (1)
validasi intuitif. Inidividu mencari tahu
pada dalam dirinya sendiri, terkait
kemungkinan benar atau salah akan
hasil yang mereka peroleh. Dalam cara
ini alasan tidak menjadi bagian penting
untuk dijelaskan. (2) validasi berbasis
pengetahuan. validasi ini bergantung
pada pengetahuan matematika yang
diperlukan dalam malam masalah.
Desmita (2016:148) menyatakan
bahwa gaya kognitif Field Dependent
(FD) dan gaya kognitif Field
Independent (FI) merupakan tipe gaya
kognitif yang mencerminkan cara
analisis seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Sedangkan gaya
Field Dependent (FD) cendrung
menerima suatu pola sebagai suatu
keseluruhan. Mereka sulit
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 8
memfokuskan diri pada satu aspek dari
satu situasi, atau menganalisa pola
menjadi bagian-bagian yang berbeda-
beda. Seorang siswa dengan gaya
kognitif Field Dependent (FD)
menemukan kesulitan dalam mempro-
ses, namun mudah mempersepsi apabila
informasi dimanipulasi sesuai dengan
konteksnya. Ia akan memisahkan
stimuli dalam konteksnya, tetapi
persepsinya lemah ketika terjadi
perubahan konteks.
Menurut Silver (Argarini,
2015:1075) menyebutkan bahwa ada
tiga karakteristik berpikir kreatif. Ketiga
karakteristik tersebut yaitu: (1)
kelancaran (fluency), mengacu pada
sejumlah besar ide, gagasan, atau
alternatif dalam memecahkan persoalan.
Kelancaran menyiratkan pemahaman,
tidak hanya mengingat sesuatu yang
dipelajari. (2) keluwesan (flexibility),
mengacu pada produksi gagasan yang
menunjukkan berbagai kemungkinan.
Keluwesan melibatkan kemampuan
untuk melihat berbagai hal dari sudut
pandang yang berbeda serta
menggunakan banyak strategi atau
pendekatan yang berbeda. (3) kebaruan
(originality), mengacu pada solusi yang
berbeda dalam suatu kelompok atau
sesuatu yang baru atau belum pernah
ada sebelumnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian kualitatif deskriptif dengan
subjeknya adalah siswa kelas VIII A
SMP Negeri 7 Muaro Jambi dengan
gaya kognitif field independent dan field
dependent. Menurut Satori dan
Komariah (2013:25) penelitian
kualitatif adalah suatu pendekatan
penelitian yang mengungkapkan situasi
sosial tertentu dengan mendeskripsikan
kenyataan secara benar, dibentuk oleh
kata-kata berdasarkan teknik
pengumpulan data dan analisis data
yang relevan yang diperoleh dari situasi
yang alamiah. Prosedur penelitian yang
dilaksanakan dalam penelitian ini me-
ngacu pada tahap atau prosedur
penelitian menurut Moleong
(2014:127). Tahap penelitian tersebut
meliputi: (1) tahap pra-lapangan, (2)
tahap pekerjaan lapangan, dan (3) tahap
analisis data.
Pada penelitian ini, kegiatan
yang akan dilaksanakan adalah
melakukan tes pemilihan subjek dengan
memberikan tes gaya kognitif GEFT
kepada siswa sehingga diperoleh siswa
dengan gaya kognitif field independent
dan field dependent. Kemudian
memberikan lembar soal pemecahan
masalah berbasis pemodelan
matematika materi lingkaran yang telah
divalidasi kepada subjek penelitian.
Kemudian setelah mendapatkan data
hasil tes lembar soal matematika maka
selanjutnya yaitu melakukan wawancara
dengan memberikan beberapa
pertanyaan berkaitan dengan jawaban
tertulis yang telah dikerjakan oleh
siswa, hal ini merupakan klarifikasi atas
data jawaban tes tertulis yang telah
dikerjakan subjek. Hasil jawaban
tertulis dan verbal dikaji ketetapannya.
Setelah itu peneliti melakukan analisis
terhadap seluruh data yang berhasil
dikumpulkan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBA-
HASAN
Dalam penelitian, instrumen
yang digunakan yaitu instrumen tes
gaya kognitif GEFT, lembar soal
pemecahan masalah berbasis pemodelan
matematika untuk mengungkapkan
kemampuan berpikir kreatif dalam
menyelesaikan masalah pada materi
lingkaran, serta instrumen pedoman
wawancara berupa pertanyaan untuk
menyelidiki kemampuan berpikir kreatif
pada saat menyelesaikan masalah yang
diberikan dengan menerapkan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 9
dalam menyelesaikan masalah
matematika.
Instrumen tes GEFT digunakan
untuk mengukur kemampuan pebelajar
menemukan sebuah bentuk sederhana
yang tersembunyi dalam suatu pola
yang kompleks. Tes yang berbentuk
gambar ini terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagian pertama mencakup tujuh buah
gambar, bagian kedua dan ketiga
masing-masing terdiri dari sembilan
gambar. Pada instrumen tes GEFT
tersebut tidak dilakukan proses validasi,
instrumen tersebut telah valid dan
reliabel karena sudah mengalami
sejumlah pengujian.
Instrumen lembar soal
pemecahan masalah berbasis pemodelan
matematika disusun dalam bentuk soal
uraian yaitu pada materi lingkaran yang
terdiri dari dua soal dan untuk
mengukur keshahihan dan kevalidan
instrumen soal tes, maka peneliti
melakukan validasi terhadap instrumen
soal tersebut. Pada lembar validasi,
terdapat tiga kriteria yang dinilai oleh
vali-dator yang meliputi penilaian
terhadap konstruksi soal, penilaian
terhadap penggunaan bahasa, dan juga
penilaian terhadap materi. Dimana
masing-masing kriteria terdiri atas sub-
sub kriteria, dan untuk setiap sub
kriteria penilaian ini diberi skala
penilaian yang kemudian dituangkan
dalam bentuk penilaian berupa
pernyataan setuju (s), kurang setuju (ks)
dan tidak setuju (ts).
Lembar soal pemecahan masalah
matematika yang akan digunakan telah
divalidasi oleh dua orang ahli
matematika/pendidikan matematika dan
satu orang guru matematika SMP. Hasil
penilaian dari dosen serta guru
matematika terhadap validasi instrumen
lembar soal matematika adalah
instrumen tersebut layak digunakan
sebagai instrumen penelitian, namun
dengan beberapa perbaikan, di-
antaranya adalah memperbaiki
pertanyaan-pertanyaan atau kata tanya
yang digunakan sehingga tidak
menimbulkan makna yang ambigu
sehingga peneliti memperbaiki
instrumen lembar soal pemecahan
masalah matematika yang akan
digunakan.
Setelah seluruh instrumen
peneli-tian tersebut direvisi, maka
instrumen ter-sebut digunakan peneliti
dalam melakukan penelitian di kelas
VIII A SMP N 7 Muaro Jambi. Dari tes
gaya kognitif GEFT didapat 6 orang
siswa dengan gaya kognitif field
independent 3 orang siswa dan field
dependent 3 orang siswa. Setelah
didapat 6 orang subjek tersebut, maka
diberikan lembar pemecahan masalah
berbasis pemodelan matematika dan
diwawancarai.
Berdasarkan hasil penelitian,
baik melalui hasil jawaban tertulis
maupun ha-sil wawancara, keenam
subjek penelitian menunjukkan hasil
yang tidak begitu berbeda seperti yang
terlihat pada hasil penelitian. Dalam
menyelesaikan soal yang diberikan,
rata-rata subjek tampak serius dan fokus
menyelesaikan soal namun sesekali
terlihat bingung dalam mengerjakannya.
Setelah dilakukan penelitian dan
pengolahan data, maka didapatkan
secara keseluruhan gambaran
ketercapaian aspek atau karakteristik
berpikir kreatif siswa independent dan
field dependent dalam menyelesaikan
soal pemecahan masalah berbasis
pemodelan matematika pada materi
lingkaran yaitu subjek FI1, FI2 dan FI3
secara umum hanya memenuhi aspek
fluency dan flexibility saja. Adapun
persentase ketercapaian masing-masing
aspek atau komponen berpikir kreatif
adalah sebagai berikut: aspek fluency
83,3% hal ini terlihat bahwa semua
subjek mampu memberikan jawaban
dari soal yang diberikan dengan lebih
dari satu solusi atau cara. Aspek
flexibility 83,3% hal ini terlihat bahwa
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 10
semua subjek mampu memberikan
jawaban dari soal yang diberikan
dengan lebih dari satu solusi atau cara
dengan beberapa pendekatan dan
perubahan cara yang berbeda. serta
aspek originality 25% hal ini terlihat
bahwa semua subjek tidak mampu
memberikan jawaban dari soal yang
diberikan dengan cara atau metode baru
yang tidak lazim atau tidak biasa
digunakan oleh kebanyakan individu
(siswa) lain, dengan kata lain siswa
independence belum mampu memenuhi
aspek Originality (kebaruan),
dikarenakan siswa independent belum
menggunakan pemikirannya untuk
mengembangkan ide-ide baru dalam
menyelesaikan soal yang diberikan dan
jawaban yang diberikan masih
cenderung menggunakan cara yang
terpaku pada contoh yang diberikan
disekolah.
Sedangkan subjek FD1, FD2
dan FD3 secara umum tidak dapat
memenuhi berpikir kreatif. Adapun
persentase ketercapaian masing-masing
aspek atau komponen berpikir kreatif
adalah sebagai berikut: aspek fluency
41,6% hal ini menunjukkan bahwa
ketercapaian indikator kefasihan berada
pada kategori rendah sehingga dapat
disimpulkan bahwa siswa dengan gaya
kognitif field dependent tidak
memenuhi aspek fluency, aspek
flexibility 41,6% hal ini terlihat bahwa
semua subjek belum mampu
memberikan jawaban dari soal yang
diberikan dengan lebih dari satu solusi
atau cara dengan beberapa pendekatan
dan perubahan cara yang berbeda. serta
aspek originality 25% hal ini terlihat
bahwa semua subjek tidak mampu
memberikan jawaban dari soal yang
diberikan dengan cara atau metode baru
yang tidak lazim atau tidak biasa
digunakan oleh kebanyakan individu
(siswa) lain dengan kata lain siswa
independence belum mampu memenuhi
aspek Originality (kebaruan). Hal ini
dikarenakan secara umum siswa dengan
gaya kognitif field dependent hanya
mampu menjawab soal dengan
memberikan satu cara atau solusi yang
biasa yang sesuai dengan alur
penyelesaian dan perhitungan yang
tepat. Namun pada aspek originality
siswa dependent belum mampu
memenuhi indikator dikarenakan siswa
dependent belum menggunakan
pemikirannya untuk mengembangkan
ide-ide baru dalam menyelesaikan soal
yang diberikan dan jawaban yang
diberikan masih cenderung
menggunakan cara yang terpaku pada
contoh yang diberikan disekolah.
Hal ini sesuai dengan penelitian
Woolfolk (1998) juga mengemukakan
bahwa orang yang field independent
lebih baik dalam pelajaran matematika
dan sains dibandingkan dengan orang
yang field dependent. Threadgill (1979)
juga melaporkan hal yang sama, yakni
hasil posttes siswa field independent
lebih tinggi secara signifikan dari siswa
field dependent (Hikmawati dkk,
2013:9).
Kemudian dapat ditentukan
tingkat kemampuan berpikir kreatif
siswa dengan gaya kognitif field
independent dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah berbasis pemodelan
matematika pada materi lingkaran
berada pada tingkat 3 yaitu kreatif,
sedangkan siswa dengan gaya kognitif
field dependent dalam menyelesaikan
soal pemecahan masalah berbasis
pemodelan matematika materi lingkaran
tidak dapat memenuhi aspek fluency
dan flexibility maupun originality.
Sedangkan tingkat kemampuan berpikir
kreatif siswa dengan gaya kognitif field
dependent dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah berbasis pemodelan
matematika pada materi lingkaran
berada pada tingkat 0 yaitu tidak kreatif.
Berdasarkan pembahasan hasil
penelitian yang telah dijelaskan diatas
menunjukkan bahwa subjek field
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 11
independent dan subjek field dependent
memiliki perbedaan karakteristik
bepikir kreatif dalam menyelesaikan
soal pemecahan masalah berbasis
pemodelan matematika yang diberikan.
Siswa field independent dan
siswa field dependent memiliki
perbedaan karakteristik berpikir kreatif.
Subjek field independent dapat
memenuhi aspek fluency dimana subjek
mampu menghasilkan banyak jawaban
atau gagasan dalam pemecahan masalah
secara lancar dan tepat, dan juga
memenuhi aspek flexibility yaitu dimana
subjek mampu menyajikan sejumlah
cara yang berbeda untuk menyelesaikan
masalah. Sedangkan Siswa field
dependent tidak mampu memenuhi
aspek fluency karena subjek hanya
mampu memecahkan masalah secara
lancar dan tepat dengan menggunakan
satu jawaban atau gagasan yang biasa
digunakan, subjek juga tidak dapat
memenuhi aspek flexibility karena tidak
mampu menyajikan sejumlah cara yang
berbeda untuk menyelesaikan masalah,
begitu juga dengan aspek originality
karena siswa tidak mampu
menghasilkan cara baru atau unik dari
pemikiran yang telah ada. Dengan
demikian perbedaan tersebut berada
pada aspek fluency dan aspek flexibility
dimana siswa dibedakan karena
kemampuannya menyelesaikan
pemecahan masalah dengan lancar dan
tepat serta kemampuan menyajikan
sejumlah cara yang berbeda untuk
menyelesaikan masalah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat disimpukan bahwa:
1. Ketercapaian aspek atau
karakteristik berpikir kreatif siswa
independent dan field dependent dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah
berbasis pemodelan matematika pada
materi lingkaran yaitu siswa dengan
gaya kognitif field independent mampu
menjawab soal dengan memberikan
lebih dari satu cara atau solusi yang
sesuai dengan alur penyelesaian dan
perhitungan yang tepat, namun pada
belum menggunakan pemikirannya
untuk mengembangkan ide-ide baru
dalam menyelesaikan soal yang
diberikan dan jawaban yang diberikan
masih cenderung menggunakan cara
yang terpaku pada contoh yang
diberikan disekolah. Adapun persentase
ketercapaian masing-masing aspek
berpikir kreatif adalah sebagai berikut:
aspek fluency 83,3%, flexibility 83,3%,
dan originality 25%. Sedangkan subjek
FD1, FD2 dan FD3 secara umum tidak
dapat memenuhi berpikir kreatif. Hal ini
dikarenakan secara umum siswa dengan
gaya kognitif field dependent hanya
mampu menjawab soal dengan
memberikan satu cara atau solusi yang
biasa yang sesuai dengan alur
penyelesaian dan perhitungan yang
tepat dan juga belum mampu
menggunakan pemikirannya untuk
mengembangkan ide-ide baru dalam
menyelesaikan soal yang diberikan dan
jawaban yang diberikan masih
cenderung menggunakan cara yang
terpaku pada contoh yang diberikan
disekolah. Adapun persentase
ketercapaian masing-masing aspek atau
komponen berpikir kreatif adalah
sebagai berikut: aspek fluency 41,6%,
flexibility 41,6%, dan originality 25%.
2. Tingkatan berpikir berpikir
kreatif siswa field independent berada
pada tingkat 3 (kreatif) yang artinya
siswa memenuhi aspek fluency dan
flexibility, sedangkan tingkatan berpikir
kreatif siswa field dependent berada
pada tingkat 0 (tidak kreatif) karena
tidak dapat memenuhi semua aspek
berpikir kreatif.
3. Siswa field independent dan
field dependent memiliki perbedaan
aspek berpikir kreatif dalam
memecahkan masalah berbasis
pemodelan matematika, perbedaan
Riri Harisa : Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 12
tersebut berada pada aspek fluency dan
flexibility.
DAFTAR PUSTAKA
Argarini, Budiyono dan Imam Sujadi.
2015. Karakteristik Berpikir
Kreatif Siswa Kelas VII SMPN 1
Kragan dalam Memecahkan dan
Mengajukan Masalah
Matematika Materi
Perbandingan Ditinjau dari
Gaya Kognitif. Vol. 3, No. 10,
hal 1073-1084
Blum, Werner dan Ferri. 2009.
Mathematical Modelling: Can it
Be Taught and Learnt?. Jurnal
of Mathematical Modelling and
Application. Vol 1 No. 1, page
45-58.
Desmita. 2016. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hamiyah, Nur dan Jauhar, Muhamad.
2014. Strategi Belajar-Mengajar
di Kelas. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.
Hikmawati, Kamid dan Syamsurizal.
2013. Pengaruh penggunaan
media pembelajaran dan Gaya
Kognitif Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII
Madrasah Tsanawiyah. Tekno-
Pedagogi. Vol. 3 No.2, page 1-
11
Marwiyah, Kamid dan Risnita. 2015.
Pengembangan Instrumen
Penelitian Keterampilan
Berpikir Kreatif pada Mata
Pelajaran IPA Terpadu Materi
Atom, Ion dan Molekul SMP
Islam Alfalah. Edu-Sains. Vol.4
No.1, page 26-31.
Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Ngilawajan, Darma Andreas. 2013.
Proses Berpikir Siswa dalam
Memecahkan Masalah
Matematika Materi Turunan
ditinjau dari Gaya Kognitif
Field Independent dan Field
Dependent. Vol 2 No.1, page 71-
83
Pitriani. 2016. Kemampuan Pemodelan
Matematika dalam Realistik
Mathematics Education (RME).
JES-MAT. Vol 2, No.1. halaman
65-82.
Putra, Irawan & Vionanda. 2012.
Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa dengan
Pembelajaran Berbasis
Masalah. Jurnal Pendidikan
Matematika. 1(1): 22-26
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan.
2013. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Siswono, TYE. 2007. Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Melalui Pengajuan
Masalah dan Pemecahan
Masalah Matematika. Makalah
Simposium Nasional. Halaman
1-10.
Siswono, TYE. 2008. Proses Berpikir
Kreatif Siswa dalam
Memecahkan dan Mengajukan
Masalah Matematika. Jilid 15,
No.1, Page 60-68
Siswono, TYE dan Novitasi. 2016.
Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa Melalui
Pemecahan Masalah Tipe
“What’s Another Way”.