artikel ilmiah pkmp dm

27

Click here to load reader

Upload: niddy-rohim-febriadi

Post on 13-Aug-2015

45 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pkmp

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel Ilmiah PKMP DM

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

EVALUASI RUTINITAS MENGIKUTI SENAM DIABETES MELLITUS TERHADAP KEKUATAN OTOT, FLEKSIBILITAS SENDI DAN WAKTU

REAKSI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI YOGYAKARTA

BIDANG KEGIATAN :

PKM PENELITIAN (PKM-P)

Diusulkan oleh :

Ketua :

Agus Susanto (NIM 20080310035 – 2008)

Anggota :

Mirza Sanjaya (NIM 20080310051 – 2008)

Caesar Togana (NIM 20080310061 – 2008)

Wulan Amalia Kumara (NIM 20090310087 – 2009)

Estianna Khoirunnisa (NIM 20090310108 – 2009)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2012

i

Page 2: Artikel Ilmiah PKMP DM

HALAMAN PENGESAHANPROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

1. Judul Kegiatan : Evaluasi Rutinitas Mengikuti Senam Diabetes Mellitus terhadap Kekuatan Otot, Fleksibilitas Sendi dan Waktu Reaksi pada penderita Diabetes Mellitus di Yogyakarta.

2. Bidang Kegiatan : ( X ) PKM-P ( ) PKM-K ( ) PKM-T ( ) PKM-M

3. Bidang Ilmu : ( X ) Kesehatan ( ) Pertanian ( ) MIPA ( ) Teknologi dan Rekayasa ( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora ( ) Pendidikan

4. Ketua Pelaksanaan Kegiatan / Penelitian Utamaa. Nama Lengkap : Agus Susantob. NIM : 20080310035c. Jurusan : Pendidikan Dokterd. Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Muhammadiyah Yogyakartae. Alamat Rumah dan No.Telp/HP : Dsn/Ds Jerukagung RT.20 RW.06

Srumbung, Magelang, Jawa Tengah085729620203

f. Alamat Email : [email protected] 5. Anggota Pelaksanaan Kegiatan : 4 orang6. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : drh. Hj. Zulkhah Noor, M.Kesb. NIK : 173.014c. Alamat Rumah dan No.Telp/HP : Jl. Asri Harjo 07 Bangunjiwo Kasihan

Bantul / 081568573107. Biaya Kegiatan Total

a. Dikti : Rp. 8.098.500,00b. Sumber Lain : Rp. -

8. Jangka Waktu Pelaksanaan : 4 bulan

Yogyakarta, 14 Mei 2012Menyetujui,

Kepala Prodi Pendidikan Dokter Ketua Pelaksana

(dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG., M.Kes) (Agus Susanto)NIK. 173 027 NIM. 20080310035

Pembantu Rektor III Dosen Pendamping

(Sri Atmaja P. Rosyidi, ST, M. Sc, Ph. D) (drh. Hj. Zulkhah Noor , M.Kes) NIK. 123 046 NIK. 173 014

ii

Page 3: Artikel Ilmiah PKMP DM

1

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Anggota I1) Nama : Mirza Sanjaya2) NIM : 200803100573) Fakultas/Prodi : Kedokteran/Pendidikan Dokter 4) Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta5) Tempat, Tanggal Lahir : Tanjungpandan, 20 Oktober 19906) E-mail : [email protected] 7) No. Telp / Hp : 081328267777

Anggota I

Mirza SanjayaAnggota II

1) Nama : Caesar Togana2) NIM : 200803100613) Fakultas/Prodi : Kedokteran/Pendidikan Dokter4) Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta5) Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 29 September 19896) E-mail : [email protected] 7) No. Telp / Hp : 085729363070

Anggota II

Caesar ToganaAnggota III

1) Nama : Wulan Amalia Kumara2) NIM : 200903100873) Fakultas/Prodi : Kedokteran/Pendidikan Dokter4) Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta5) Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 19 Maret 19916) E-mail : [email protected] 7) No. Telp / Hp : 083869048697

Anggota III

Wulan Amalia KumaraAnggota IV

1) Nama : Estianna Khoirunnisa2) NIM : 200903101083) Fakultas/Prodi : Kedokteran/Pendidikan Dokter 4) Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta5) Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 5 Februari 19926) E-mail : [email protected] 7) No. Telp / HP : 081904200903

Anggota IV

Estianna Khoirunnisa

iii

Page 4: Artikel Ilmiah PKMP DM

2

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang menandatangani Surat Pernyataan ini:

Nama : Agus Susanto

NIM : 20080310035

1. Mengatakan bahwa PKM-AI yang saya tuliskan bersama anggota tim lainya

benar bersumber dari kegiatan yang telah dilakukan dalam bentuk Tugas

kelompok yang telah dilakukan sendiri oleh penulis bukan oleh pihak lain,

dengan topik “Evaluasi Rutinitas Mengikuti Senam Diabetes Mellitus

terhadap Kekuatan Otot, Fleksibilitas Sendi dan Waktu Reaksi pada

Penderita Diabetes Mellitus di Yogyakarta”, tahun 2012, di Yogyakarta.

2. Naskah ini belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk prosiding

maupun jurnal sebelumnya.

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan

pihak manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 14 Mei 2012

Mengetahui/menyetujui, Yang Membuat Pernyataan,Ketua Jurusan/Kaprodi Ketua pelaksana kegiatan

(dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG., M.Kes) (Agus Susanto)NIK. 173 027 NIM. 20080310035

iv

Page 5: Artikel Ilmiah PKMP DM

3

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT karena hanya oleh Rahmat dan Hidayah-Nya

penulis berhasil menyelesaikan artikel ilmiah ini. Artikel ilmiah ini dibuat sebagai

hasil Progam Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang bertujuan mengevaluasi dan

memantau kekuatan otot, fleksibilitas sendi, dan waktu reaksi berdasarkan

rutinitas mengikuti senam diabetes mellitus. Diabetes ellitus merupakan salah satu

penyakit kronis yang masih banyak terjadi di Indonesia dan banyak menimbulkan

komplikasi serta kematian.

Berbagai cara untuk mengevaluasi dan memantau keparahan DM telah

dilakukan seperti, cek gula darah puasa maupun sewaktu dan test HbA1C.

Pengukuran kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan waktu reaksi juga dapat

dilakukan untuk mengevaluasi dan memantau tingkat keparahan atau komplikasi

yang diakibatkan oleh penyakit DM.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis ingin membuat artikel

ilmiah mengenai “Evaluasi Rutinitas Mengikuti Senam Diabetes Mellitus

terhadap Kekuatan Otot, Fleksibilitas Sendi dan Waktu Reaksi pada Penderita

Diabetes Mellitus di Yogyakarta”. Perkenankanlah penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. drh. Zulkhah Noor, M. Kes., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan.

2. Komunitas Senam DM RS PKU Muhammadiyah, RSU Kota Yogyakarta

serta komunitas DM di puskesmas sedayu 1 yogyakarta atas kerjasama dan

partisipasinya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun artikel ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran terhadap artikel ini akan diterima

dengan senang hati.

Akhir kata semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca

umumnya.

Yogyakarta, 11 Mei 2012 Penulis

v

Page 6: Artikel Ilmiah PKMP DM

1

Evaluation of Routinity Following Diabetes Mellitus Gymnastic to Muscle Strength, Joint Flexibility and Reaction Time in Patients with Diabetes

Mellitus in Yogyakarta

Agus Susanto1, Mirza Sanjaya1, Caesar Togana1, Wulan Amalia K.1, Estianna Khoirunnisa1

1Medical Study Programe, Faculty of Medicine and Healt Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACTDiabetes Mellitus (DM) can cause variety of complications such as

complication in the nerve, muscle and skeletal. This study aims to determine differences in muscle strength, joint flexibility and reaction time in patients with DM who did and did not do gymnastic DM.

This study uses observational analytic study methods with cross sectional study design. The study subjects were 37 people with DM including 20 people who followed gymnastics and 17 people who did not follow gymnastics DM. The research data obtained through questionnaires and measurements of muscle strength, joint flexibility and reaction time. Statistical tests used independent t test or Mann Whitney test.

The highest muscle strength in men and women respondents were in the gymnasctic group which value was 29.50 ± 4.98 kg (p = 0.437) and 19.74 ± 8.98 kg (p = 0.26). The highest joint flexibility in men respondents was in the gymnasctic group which value was 25.33 ± 2.22 cm (p = 0.289) and the highest joint flexibility in women respondents was in the non gymnastic group which value was 33.50 ± 12.36 cm (p = 0.006 ). The fastest reaction time was in the gymnastic group which value was 396.45 ± 201.7 ms (p = 0.02).

The conclusion from the research that there was no significant difference for muscle strength and joint flexibility but there was significant difference for reaction time between people with DM who did and did not do gymnastic DM.

Keywords: Diabetes Mellitus, muscle strength, joint flexibility, reaction time

Evaluasi Rutinitas Mengikuti Senam Diabetes Mellitus terhadap Kekuatan Otot, Fleksibilitas Sendi dan Waktu Reaksi pada Penderita Diabetes Mellitus

di Yogyakarta Agus Susanto1, Mirza Sanjaya1, Caesar Togana1, Wulan Amalia K.1, Estianna Khoirunnisa1

1Program Study Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

INTI SARIPenyakit DM dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti komplikasi

pada saraf, otot dan skeletal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan waktu reaksi pada penderita DM yang senam dan tidak senam.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional study. Subyek penelitian berjumlah 37 orang pasien DM yang meliputi 20 orang yang mengikuti senam DM dan 17 orang yang tidak mengikuti senam DM. Data penelitian diperoleh melalui kuisioner dan

Page 7: Artikel Ilmiah PKMP DM

2

pengukuran kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan waktu reaksi. Uji statistik yang digunakan yaitu uji independent t test atau mann whitney.

Kekuatan otot tertinggi pada responden laki-laki dan perempuan terdapat pada kelompok senam dengan nilai berturut-turut yaitu 29,50 ± 4,98 kg (p=0,437) dan 19,74 ± 8,98 kg (p=0.26). Fleksibilitas sendi tertinggi pada responden laki-laki terdapat pada kelompok senam dengan nilai 25,33±2,22 cm (p=0,289) dan fleksibilitas sendi tertinggi pada responden perempuan terdapat pada kelompok tidak senam dengan nilai 33,50±12,36 cm (p=0,006). Waktu reaksi visual tercepat terdapat pada kelompok senam dengan nilai 396,45 ± 201,7 ms (p=0,02).

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk kekuatan otot dan fleksibilitas sendi tetapi terdapat perbedaan waktu reaksi visual yang signifikan antara pasien DM yang senam maupun yang tidak senam DM.

Kata kunci : Diabetes Mellitus, kekuatan otot, fleksibilitas sendi, waktu reaksi

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit atau gangguan metabolisme

kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai

akibat insufisiensi fungsi insulin (World Health Organization/WHO, 1999).

Penderita DM di Indoneisa saat ini berada diurutan ke-4 setelah Negara

India, China, dan Amerika (Wild et al., 2004). Berdasarkan Data Badan Pusat

Statistik, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun

adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar

14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta

penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Soegondo et al.,

2006).

Penyakit DM merupakan penyakit seumur hidup dan tidak dapat

disembuhkan, akan tetapi dapat dikendalikan dengan cara mengontrol gula darah

(Tandra, 2007). Diabetes Mellitus yang tidak dikelola dengan baik seringkali

mengakibatkan berbagai macam komplikasi kronik. Komplikasi kronik pada DM

dapat dibagi menjadi komplikasi vascular dan non vascular (Fauci et al., 2008).

Komplikasi vascular diabetes meliputi penyakit jantung koroner, penyakit

pembuluh darah otak, penyakit pembuluh darah perifer, retinopati, nefropati, dan

neuropati (Depkes RI, 2005). Komplikasi DM non vascular dapat berupa penyakit

gastrointestinal, genitourinaria, dermatologi, infeksi dan sistem muskuloskeletal

Page 8: Artikel Ilmiah PKMP DM

3

(Fauci et al., 2008). Komplikasi yang lain muncul secara kronik yaitu timbul

secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur menjadi makin

berat dan membahayakan.

Beberapa hal yang sering dilupakan oleh penderita DM dalam upaya

mencegah berbagai macam komplikasi tersebut yaitu kurangnya kesadaran dalam

melakukan kontrol gula darah secara berkala, pengaturan diet makanan, dan

kurangnya berolahraga yang nantinya dapat memperparah kondisi penderita,

sehingga bisa mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.

Pengelolaan DM terdiri dari empat pilar, yaitu edukasi, perencanaan

makan, olahraga dan intervensi farmakologis. Sebagai usaha pencegahan DM,

banyak orang berolahraga untuk menjaga kesehatannya. Olahraga telah menjadi

bagian dari kehidupan manusia dari zaman dahulu. Namun tujuan dan tipe otot

mana yang melakukan olahraga telah mengalami perubahan yang mencolok. Pada

zaman sekarang latihan olahraga lebih dibutuhkan pada reaksi dan meningkatkan

kualitas hidup (Nugrahini, 2010).

Keempat pilar tersebut bisa dikatakan saling berhubungan dan akan

memberikan hasil yang maksimal jika dilakukan dengan berkesinambungan.

Pengelolaan DM membutuhkan suatu kerjasama tim yang terdiri dari 3 perawatan

primer, yaitu endocrinologist atau diabetologist, diabetes educator, serta ahli gizi.

Namun fokus dari pengelolaan DM adalah pasien DM itu sendiri, jadi berhasil

atau tidaknya pengelolaan penyakit ini sangat tergantung pada partisipasi pasien,

sedangkan tim medis hanya perantara. Aktivitas fisik atau latihan sangat penting

dalam pengelolaan DM karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah

dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Namun pada beberapa keadaan,

aktivitas penderita DM perlu adanya pembatasan dikarenakan penyakitnya yang

sudah berkomplikasi keberbagai organ sehingga dapat memperparah keadaan

penderita.

Khusus bagi penderita DM yang sudah sangat parah, misalnya saraf

kakinya terganggu, dipilih olahraga (aktivitas) yang ringan. Selain itu, pada

penderita dengan kadar gula yang terlalu rendah juga dilarang melakukan latihan

dikarenakan dapat menimbulkan efek hipoglikemi. Olahraga pada penderita DM

mampu mengontrol kadar gula dalam darah dan membantu kerja dari insulin

Page 9: Artikel Ilmiah PKMP DM

4

dalam mengubah gula darah di sel otot menjadi energi sehingga kadar gula

didalam darah akan menurun yang nantinya meringankan kerja dari insulin.

Berolahraga secara rutin dapat membuat badan tetap bugar dan menjaga

alat-alat gerak agar berfungsi secara optimal. Olahraga yang dianjurkan untuk

penderita diabetes adalah olahraga aerobic low impact dan rithmis seperti senam,

berenang dan naik sepeda, sedangkan latihan yang tidak dianjurkan seperti

jogging, jalan terlalu lama, angkat beban, dll (American Diabetes

Association/ADA, 2003).

Di beberapa tempat di Indonesia telah dikenal senam untuk penderita

Diabetes yaitu senam Diabetes. Gerakan senam diabetes dirancang khusus oleh

para spesialis yang berkaitan dengan diabetes, diantaranya dokter spesialis

penyakit dalam, rehabilitasi medis, olahragawan dan praktisi kesehatan lainya.

Senam diabetes ini tidak hanya diperuntukkan bagi penderita diabetes saja akan

tetapi juga diperuntukkan untuk orang yang bukan diabetes dengan tujuan

mencegah terjadinya diabetes.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai evaluasi rutinitas mengikuti senam Diabetes Mellitus

terhadap kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan waktu reaksi pada penderita

Diabetes Mellitus di Yogyakarta.

PERUMUSAN MASALAH

Apakah rutinitas mengikuti senam Diabetes Mellitus bermanfaat mempertahankan

kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan waktu reaksi pada penderita Diabetes

Mellitus di Yogyakarta?

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui perbedaan kekuatan otot pada penderita Diabetes Mellitus yang

mengikuti senam Diabetes dan tidak di Yogyakarta.

2. Mengetahui perbedaan fleksibilitas sendi pada penderita Diabetes Mellitus

yang mengikuti senam Diabetes dan tidak di Yogyakarta.

3. Mengetahui perbedaan waktu reaksi pada penderita Diabetes Mellitus yang

mengikuti senam Diabetes dan tidak di Yogyakarta.

Page 10: Artikel Ilmiah PKMP DM

5

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain

cross sectional study.

Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, RSU Kota

Yogyakarta dan Puskesmas Sedayu 1 Yogyakarta pada bulan Maret-April 2012.

Sampel penelitian ini adalah pasien rawat jalan, komunitas DM serta komunitas

senam DM di RS dan puskesmas tersebut. Sampel penelitian berjumlah 37 orang,

meliputi 20 orang mengikuti senam DM dan 17 orang tidak mengikuti senam DM.

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini dengan teknik accidental sampling.

Sebagai kriteria inklusi adalah penderita yang terdiagnosis DM tipe II oleh

dokter atau berdasarkan status pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,

RSU Kota Yogyakarta dan Puskesmas Sedayu 1 Yogyakarta. Pasien tersebut

berumur 45-65tahun.

Variabel bebas adalah Rutinitas mengikuti senam DM dan variabel terikat

adalah hasil pengukuran kekuatan otot, waktu reaksi dan fleksibilias sendi.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner untuk mendata

responden, handgrip dynamometer sebagai alat pengukur kekuatan otot,

fleksometer sebagai alat pengukur fleksibilitas sendi, WRV sebagai alat pengukur

waktu reaksi visual.

Pemilihan responden penelitian dengan kuisioner, data status pasien dari

rumah sakit dan wawancara, kemudian penandatanganan persetujuan oleh pasien.

Selanjutnya dilakukan pengukuran kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan waktu

reaksi berturut-turut dengan menggunakan handgrip dynamometer, fleksometer,

dan WRV.

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kekuatan otot, fleksibilitas

sendi dan waktu reaksi selanjutnya dianalisis secara sistematik menggunakan uji

beda yaitu dengan jenis uji t tidak berpasangan (independent t test) jika distribusi

data normal dan dengan mann whitney jika distribusi data tidak normal.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mengambil data secara primer atau secara langsung kepada

subjek sebanyak 37 orang yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi

kriteia inklusi serta kriteria eksluksi yang telah ditetapkan. Subjek pada penelitian

Page 11: Artikel Ilmiah PKMP DM

6

ini terdiri dari 20 orang penderita Diabetes Mellitus (DM) yang mengikuti senam

diabetes dan 17 orang tidak mengikuti senam diabetes dengan rentang usia 45-62

tahun. Subjek pada penelitian ini lebih banyak perempuan (n=30).

Hasil pengukuran kekuatan otot pada penderita diabetes mellitus tipe II

yang mengikuti senam diabetes dan yang tidak senam diabetes pada laki-laki

maupun perempuan bisa diamati dari tabel berikut :

Tabel 1 Perbedaan kekuatan otot antara penderita yang senam dengan penderita yang tidak senam pada pasien DM tipe II laki-laki

Kelompok NKekuatan Otot

(Kg)Mean ± 2SD

Klasifikasi Kekuatan otot

Uji BedaIndependent t test

Senam 3 29,50 ± 4,98 Cukup lemahp= 0,437

Tidak Senam 4 25,02 ± 19,63 Cukup lemah

Tabel 1 menunjukan bahwa kelompok penderita DM tipe II laki-laki yang

senam memiliki rata-rata kekuatan otot yang lebih tinggi dibandingkan kelompok

yang tidak senam dengan klasifikasi kekuatan otot untuk kedua kelompok sama

yaitu cukup lemah. Hasil uji beda Independent t test didapatkan nilai p>0,05 yang

berarti tidak terdapat perbedaan kekuatan otot yang signifikan antara kelompok

yang senam dengan kelompok yang tidak senam pada penderita DM tipe II laki-

laki.

Tabel 2 Perbedaan kekuatan otot antara penderita yang senam dengan penderita yang tidak senam pada pasien DM tipe II perempuan

Kelompok NKekuatan Otot

(Kg)Mean ± 2SD

Klasifikasi Kekuatan otot

Uji BedaIndependent t test

Senam 17 19,74 ± 8,98 Cukup lemahp= 0,260

Tidak Senam 13 17,93 ± 8,01 Cukup lemah

Tabel 2 menunjukan bahwa kelompok penderita DM tipe II perempuan

yang senam memiliki rata-rata kekuatan otot yang lebih tinggi dibandingkan

kelompok yang tidak senam dengan klasifikasi kekuatan otot untuk kedua

kelompok sama yaitu cukup lemah. Hasil uji beda Independent t test didapatkan

nilai p>0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan kekuatan otot yang signifikan

antara kelompok yang senam dengan kelompok yang tidak senam pada penderita

DM tipe II perempuan.

Page 12: Artikel Ilmiah PKMP DM

7

Hasil pengukuran fleksibilitas sendi pada penderita diabetes mellitus tipe

II yang mengikuti senam diabetes dan yang tidak senam diabetes pada laki-laki

maupun perempuan bisa diamati dari tabel berikut :

Tabel 3 Perbedaan Fleksibilitas Sendi antara penderita yang senam dengan penderita yang tidak senam pada pasien DM tipe II laki-laki

Kelompok NFlesibilitas Sendi

(cm)Mean±2SD

KlasifikasiFlesibilitas

Sendi

Uji BedaMann Whitney

SenamTidak Senam

34

25,33±2,2215,87±7,18

BaikBuruk

p=0,289

Tabel 3 menunjukkan rata-rata fleksibilitas sendi kelompok senam lebih

tinggi dari pada yang tidak senam. Hasil uji beda Independent t test didapatkan

nilai p>0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan fleksibilitas sendi yang

signifikan antara kelompok yang senam dengan kelompok yang tidak senam pada

penderita DM tipe II laki-laki.

Tabel 4 Perbedaan Fleksibilitas Sendi antara penderita yang senam dengan penderita yang tidak senam pada pasien DM tipe II perempuan

Kelompok NFlesibilitas Sendi

(cm)Mean±2SD

KlasifikasiFlesibilitas

Sendi

Uji BedaIndependent t test

SenamTidak Senam

1713

26,94±11,8633,50±12,36

BaikBaik

p=0,006

Tabel 4 menunjukkan rata-rata fleksibilitas sendi kelompok senam lebih

rendah dari pada kelompok tidak senam. Hasil uji beda Independent t test

didapatkan nilai p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan fleksibilitas sendi yang

signifikan antara kelompok yang senam dengan kelompok yang tidak senam pada

penderita DM tipe II perempuan. Klasifikasi fleksibilitas sendi pada kedua

kelompok umur tergolong baik.

Hasil pengukuran waktu reaksi visual pada penderita diabetes mellitus tipe

II yang mengikuti senam diabetes dan yang tidak senam diabetes pada laki-laki

maupun perempuan bisa diamati dari tabel berikut :

Tabel 5 Perbedaan waktu reaksi visual antara penderita yang senam dengan penderita yang tidak senam pada pasien DM tipe II

Kelompok NWaktu Reaksi Visual (ms)

Mean ± 2SDUji Beda

Independent t testSenam

Tidak senam2017

396,45 ± 201,7492,00 ± 273,8

p= 0,02

Page 13: Artikel Ilmiah PKMP DM

8

Tabel 5 menunjukan bahwa rata-rata waktu reaksi visual kelompok

penderita DM tipe II yang senam lebih cepat dibandingkan rata-rata kelompok

yang tidak senam. Hasil uji beda Independent t test didapatkan nilai p<0,05 yang

berarti terdapat perbedaan waktu reaksi visual yang signifikan antara kelompok

yang senam dengan kelompok yang tidak senam pada penderita DM tipe II.

PEMBAHASAN

Penelitian ini mengambil sampel sejumlah 37 orang yang diukur kekuatan

otot, fleksibilitas sendi dan waktu reaksi visual. Sampel tersebut terdiri dari 20

orang penderita DM yang mengikuti senam diabetes dan 17 orang penderita DM

yang tidak mengikuti senam diabetes. Subjek penelitian perempuan lebih banyak

ditemukan dibandingkan subjek penelitian laki-laki dimungkinkan perempuan

lebih menyukai aktivitas aerobik atau senam, sehingga komunis senam sebagian

besar diikuti oleh perempuan. Studi epidemiologi yang dilakukan oleh World

Health Organization (WHO) (1999) menyebutkan kebanyakan penderita DM

adalah perempuan. Kadar glukosa darah sewaktu terakhir dibedakan menurut

patokan penyaring dan diagnosis DM (Soegondo, et al., 2006). Kelompok

responden yang paling banyak yaitu kelompok yang memilik kadar glukosa darah

sewaktu sebesar ≥200 mg/dl.

Kelompok penderita DM tipe II dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan

jenis kelamin, yaitu penderita laki-laki sebanyak 7 orang dan penderita perempuan

sebanyak 30 orang. Pengelompokan ini didasarkan atas klasifikasi kekuatan otot

genggam tangan yang diukur dengan menggunakan Handgrip Dynamometer dan

perbedaan massa otot antara laki-laki dengan perempuan yang berdampak pada

perbedaan kekuatan ototnya. Kekuatan otot perempuan hanya 2/3 dari kekuatan

otot laki-laki (Parahita, 2009).

Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan kekuatan

otot yang signifikan secara statistik antara penderita yang senam dengan penderita

yang tidak senam pada pasien DM tipe II baik pada laki-laki maupun perempuan,

namun hasil penelitian menunjukan penderita yang senam memiliki kekuatan otot

yang lebih tinggi daripada penderita yang tidak senam. Hal ini disebabkan oleh

Page 14: Artikel Ilmiah PKMP DM

9

banyaknya faktor lain yang mempengaruhi kekuatan otot seperti, usia, berat

badan, dan durasi menderita penyakit kronik.

Berat badan yang rendah dapat menunjukan massa otot yang rendah,

sehingga metabolisme penghasil energi di otot akan lebih sedikit. Hal ini

menyebabkan cadangan energi untuk aktivitas menjadi lebih kecil (Parahita,

2009).

Durasi menderita penyakit kronik yaitu penyakit DM tipe II pada

penelitian ini memiliki peranan penting terhadap terjadinya penurunan kekuatan

otot. Penyakit kronik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan

kekuatan fisik (Utomo, 2010).

Pengukuran fleksibilitas sendi dilakukan dengan menggunakan alat

flexometer, yaitu dengan mengukur range of motion (ROM) sendi tulang

belakang dengan metode standar sit and reach. Pemilihan pengukuran dengan

flexometer dan metode sit-and-reach ini di karenakan metode ini lebih umum,

aman, dan mudah dilakukan untuk subyek penelitian. Flexometer dapat mengukur

fleksibilitas dengan cara stand-and-reach test, standard active sit-and-reach,

standard passive sit-and reach, modifikasi aktif sit-and-reach dengan rotator

eksternal mengendur, modiikasi passive sit-and-reach dengan rotator eksternal

mengendur, modifikasi active sit-and-reach dengan otot hamstring,

gastrocnemius, dan rotator eksternal mengendur, dan modifikasi passive sit-and-

reach dengan otot hamstring, gastrocnemius, dan rotator eksternal mengendur

(Laurance, 1999).

Tabel 3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

fleksibilitas sendi Kelompok laki-laki senam dan tidak senam, hal tersebut

berbeda dengan penelitian yang dilakukan Lewis (2007) bahwa latihan ROM

dikatakan dapat mencegahterjadinya penurunan fleksibilitas sendi dan kekakuan

sendi.

Tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada kelompok

perempuan senam dengan tidak senam. Rata-rata fleksibilitas sendi perempuan

senam lebih rendah dari pada yang senam, hal ini dimungkinkan karena pada

kelompok perempuan tidak senam rata-rata mempunyai latar belakang pekerjaan

sebagai petani yang aktif dan rutin beraktivitas fisik. Penelitian sebelumnya

Page 15: Artikel Ilmiah PKMP DM

10

membuktikan bahwa kelompok penari mempunyai fleksibilitas lebih baik dari

pada yang bukan penari (Kadel et al., 2005).

Tabel 5 menunjukan bahwa terdapat perbedaan waktu reaksi visual yang

signifikan antara kelompok yang mengikuti senam dengan kelompok yang tidak

senam pada penderita DM tipe II. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

penderita yang melakukan senam lebih cepat waktu reaksi visualnya daripada

penderita yang tidak senam. Hal ini sesuai dengan teori mengenai waktu reaksi

akan semakin cepat apabila sering melakukan olah raga/latihan (Konsinski, 2010).

Penyakit DM dapat berpengaruh ke sistem saraf terbukti dengan tingginya

kadar glukosa darah (hiperglikemia) memiliki efek samping neurologis yang dapat

mempengaruhi sistem saraf perifer (Richerson et al., 2005). Terganggunya

transduki sinyal pada saraf menyebabkan waktu reaksi meningkat atau waktu

reaksinya semakin lambat (Niruba & Maruthy, 2011).

Menurut American Diabetes Association (2003), komplikasi diabetes

dapat dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa

darah. Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa

darah dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan

farmakologis. Pengelolaan nonfarmakologis meliputi pengendalian berat badan,

olah raga/latihan jasmani dan diet. Terapi farmakologis meliputi pemberian

insulin dan/atau obat hiperglikemia oral (Medicastore, 2007; Smeltzer&Bare,

2008).

Latihan jasmani merupakan salah satu dari empat pilar utama

penatalaksanaan diabetes mellitus. Latihan jasmani dapat menurunkan kadar

glukosa darah karena latihan jasmani akan meningkatkan pemakaian glukosa oleh

otot yang aktif (Yunir&Soebardi, 2006).

KESIMPULAN

1. Hasil pengukuran kekuatan otot pada responden laki-laki dan perempuan

yang senam diabetes dan yang tidak senam diabetes tidak terdapat

perbedaan yang signifikan.

2. Hasil pengukuran fleksibilitas sendi pada responden laki-laki yang senam

diabetes dan yang tidak senam diabetes tidak terdapat perbedaan yang

Page 16: Artikel Ilmiah PKMP DM

11

signifikan tetapi pada responden perempuan yang senam diabetes dan yang

tidak senam diabetes terdapat perbedaan yang signifikan. Penderita

diabetes mellitus pada responden perempuan yang senam diabetes

mempunyai fleksibilitas sendi lebih rendah daripada yang tidak senam

diabetes (berbanding terbalik).

3. Hasil pengukuran waktu reaksi visual pada responden yang senam

diabetes dan yang tidak senam diabetes terdapat perbedaan yang

signifikan, yaitu penderita diabetes mellitus yang mengikuti senam

diabetes mempunyai waktu reaksi visual yang lebih cepat daripada yang

tidak senam diabetes.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2003, January). Physical Activity/Exercise and Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 26(Suppl 1): S73-S77.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L. et al. (2008). Harrison's Principles of Internl Medicine (17th ed.). United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc, (338).

Kadel, Nancy J., Donaldson-Fletcher, Emily A., Gerberg, Lynda F., Micheli, Lyle J. (2005, September). Anthropometric Measurements of Young Ballet Dancers Examining Body Composition, Puberty, Flexibility, and Joint Range of Motion in Comparison with Non-Dancer Controls. Journal of Dance Medicine & Science. 9(3-4): 84-90.

Kosinski, R.J. (2010, September). A literature review on reaction time. Diakses 6 April 2012 dari http://biae.clemson.edu/bpc/bp/Lab/110/reaction.htm#Arousal.

Laurance, E. (1999). Modifications to the Standard Sit-and-Reach Flexibility Protocol. 34(l):43-47.

Lewis (2007). Medical surgical nursing. 7th edition. St.Louis: Missouri. Mosby-YearBook, Inc.

Medicastore. (2007). Diabetes, sillen killer. Diakses tanggal 9 Mei 2012 dari http://medicastore.com/diabetes/.

Niruba, R. & Maruthy, K. N. (2011). Assessment of Auditory and Visual Reaction Time in Type 2 Diabetics –A Case Control Study. A US National Library of Medicine enlisted journal. 4(3): 274-279.

Page 17: Artikel Ilmiah PKMP DM

12

Nugrahini, F. (2010). Pengaruh Lama Senam Diabetes Melitus (DM) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Tipe II. Karya Tulis Ilmiah Diploma IV, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Parahita, A. (2009). Pengaruh Latihan Fisik Terprogram Terhadap Daya Tahan Otot Pada Siswi Sekolah Bola Voli Tugu Muda Semarang Usia 9-12 Tahun. KTI strata satu. Universitas Diponegoro. Semarang.

Richerson, S.J., Robinson, C.J., & Shum, J. (2005, 21 February). A comparative study of reaction times between type II diabetics and non-diabetics. BioMedical Engineering OnLine. 4(12), 1-8.

Soegondo, S., Rudianto, A., Manaf, A., Subekti, I., Pranoto., et al. (2006). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Brunner&Suddart: Textbook of medical surgical nursing. Philadelphia: Lippincott.

Tandra, H. (2007). Segala Sesuatu yang harus Anda Ketahui tentang Diabetes, Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Utomo, B. (2010). Hubungan Antara Kekuatan Otot Dan Daya Tahan Otot Anggota Gerak Bawah Dengan Kemampuan Fungsional Lanjut Usia. Tesis strata dua. Universitas 11 Maret Surakarta. Solo.

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H. (2004). Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care. Original Article, 27 (5). 1047-1053.

Worth Health Organization (WHO). (1999). Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications. Report of a WHO Consultation Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Department of Noncommunicable Disease Surveillance Geneva.

Yunir, E. M. & Soebardi S.(2006). Terapi nonfarmakologis pada diabetes mellitus. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Jakarta: Pusat penerbit Departemen Penyakit Dalam FK UI.