asesmen sektoral semester i-2018 kategori lapangan usaha ... filemengacu pada klasifikasi produk...
TRANSCRIPT
1
A. PERKEMBANGAN MAKRO
A.1. Perkembangan Pangsa, Pertumbuhan dan Kontribusi Terhadap Pertumbuhan PDB
Kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi terus mengalami peningkatan dan memberikan
kontribusi signifikan pada kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Mengacu pada klasifikasi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun dasar 2010, kategori lapangan
usaha Konstruksi mencakup: (1) kegiatan konstruksi umum berbagai macam gedung/bangunan,
termasuk pembangunan baru, perbaikan gedung, penambahan dan renovasi bangunan, serta
pendirian bangunan atau struktur prafabrikasi pada lokasi dan konstruksi yang bersifat sementara;
(2) kegiatan konstruksi umum bangunan sipil, baik bangunan baru, perbaikan bangunan,
penambahan bangunan dan perubahan bangunan, pendirian bangunan/struktur prafabrikasi pada
lokasi dan kostruksi yang bersifat sementara; dan (3) kegiatan konstruksi khusus (berhubungan
dengan keahlian khusus) pada satu aspek struktur yang membutuhkan peralatan atau keterampilan
khusus antara lain instalasi pipa ledeng, pemanas/pendingin ruangan, sistem alarm, sistem listrik dll.
Grafik 1. Nilai PDB dan Pangsa Kategori
Lapangan Usaha Konstruksi thd Total PDB
Grafik 2. Pertumbuhan dan Kontribusi terhadap
Pertumbuhan Tahunan Kategori Lapangan Usaha
Konstruksi
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB), dalam kurun waktu 7 tahun terakhir (2011 -
2017), kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki pangsa yang cukup besar terhadap struktur PDB
Indonesia, yaitu secara rata-rata sebesar 9,82%, atau berada di urutan ke-4 dalam struktur
perekonomian Indonesia1. Pangsa kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki kecenderungan terus
1 Ranking 3 (tiga) kategori lapangan usaha dengan porsi rata-rata terbesar dalam struktur perekonomian Indonesia berturut-turut: Industri
Pengolahan (21,13%), Pertanian, Kehutanan & Perikanan (13,45%) dan Perdagangan Besar & Eceran, Dan Reparasi Mobil & Motor
(13,30%).
ASESMEN SEKTORAL SEMESTER I-2018
Kategori Lapangan Usaha Konstruksi
2
meningkat. Pada triwulan I-2018, pangsa kategori lapangan usaha Konstruksi terhadap
perekonomian nasional sebesar 10,49%, lebih tinggi dibandingkan pangsa rata-rata selama periode
2011 2017 (Grafik 1).
Dari sisi pertumbuhan, rata-rata pertumbuhan kategori lapangan usaha Konstruksi selama
periode 2011-2017 tercatat sebesar 6,72% per tahun. Pada tahun 2017, kategori lapangan usaha
Konstruksi mencatat pertumbuhan sebesar 6,79% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 5,22% (yoy)
pada tahun sebelumnya dan rata-rata pertumbuhan selama periode 2011 2017 (Grafik 2).
Peningkatan kinerja kategori Konstruksi berlanjut pada triwulan I-2018 dengan pertumbuhan
sebesar 7,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 5,96% (yoy) pertumbuhan pada triwulan yang sama
tahun 2017. BPS2 mencatat peningkatan kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi pada triwulan
I-2018 didorong oleh pembangunan proyek-proyek konstruksi pemerintah dalam bentuk gedung,
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini
juga tercermin dari belanja pemerintah untuk konstruksi gedung, bangunan, jalan, irigasi dan
jaringan pada triwulan I-2018 meningkat 3,63% (yoy) dibandingkan triwulan I-2018.
Peningkatan kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi juga sejalan dengan indikator
penggunaan semen. Penjualan semen pada tahun 2017 tercatat tumbuh 7,55% (yoy), meningkat
dibandingkan 1,12% (yoy) dan 1,83% (yoy) pada tahun 2016 dan 2016. Kinerja positif penjualan
semen berlanjut pada triwulan I-2018, dengan pertumbuhan sebesar 6,55% (yoy), atau lebih tinggi
dibandingkan 2,76% (yoy) pada triwulan yang sama tahun lalu (Grafik 3).
Meningkatnya pertumbuhan sektor konstruksi juga tercermin dari tingginya permintaan besi
baja dan aluminium. Pertumbuhan impor besi baja maupun aluminium meningkat pesat sejak tahun
2017, dengan mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 32,34% (yoy) dan 19,27% (yoy),
setelah pada tahun sebelumnya mengalami kontraksi 3,74% (yoy) dan 8,25% (yoy) (Grafik 4).
Grafik 3. Perkembangan Penjualan Semen Grafik 4. Pertumbuhan Impor Besi Baja dan
Aluminium (%,yoy)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, 2018
Sumber: Data Impor, Bank Indonesia, diolah
2 Workshop PDB Triwulan I-2018 BPS
58
.00
9
59
.91
0
61
.00
6
61
.68
9
66
.35
0
15
.72
2
5,53
3,28
1,83 1,12
7,55
6,55
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
2013 2014 2015 2016 2017 2018 Q1
Penjualan Semen Nasional Growth Penjualan Semen Nasional
(%, yoy)(ribu Ton)
3
Sejalan dengan kinerja pertumbuhan yang secara rata-rata meningkat, kontribusi kategori
lapangan usaha Konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi periode 2011 2017 tercatat sebesar
0,64% per tahun dengan kecenderungan meningkat. Dalam periode tersebut, kategori lapangan
usaha Konstruksi berada pada urutan ke-3 pemberi sumbangan rata-rata tertinggi terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia, setelah kategori lapangan usaha Industri Pengolahan dan
Perdagangan Besar & Eceran, dan Reparasi Mobil & Motor dengan kontribusi rata-rata sebesar
1,05% dan 0,70% per tahun. Pada tahun 2017, kontribusi kategori lapangan usaha Konstruksi
terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 0,67%, atau lebih tinggi dibandingkan 0,57%
kontribusi pada tahun 2016 dan rata-rata kontribusi sepanjang periode 2011 2017. Pada triwulan
I-2018 kategori lapangan usaha Konstruksi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,72%, lebih tinggi dibandingkan 0,58% kontribusi pada periode yang sama tahun 2017
(Grafik 2).
A.2. Struktur Output dan Permintaan
Struktur output kategori lapangan usaha Konstruksi didominasi produk Bangunan (tempat tinggal
dan bukan tempat tinggal) dan produk Jalan, Jembatan dan Pelabuhan. Dari sisi alokasi produk,
sebagian besar output kategori lapangan usaha Konstruksi dipergunakan untuk memenuhi
permintaan akhir dalam bentuk Invesati/Pembentukan Modal Tetap Bruto.
Mengacu pada Tabel Input Output (IO) Indonesia 2010 Klasifikasi 185 produk, cakupan produk
yang berada pada kategori lapangan usaha Konstruksi meliputi: Bangunan Tempat Tinggal & Bukan
Tempat Tinggal (149); Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi (150); Prasarana
Pertanian (151); Jalan, Jembatan & Pelabuhan (152) dan Bangunan Lainnya (153).
Berdasarkan pangsa produk terhadap output kategori lapangan usaha Konstruksi (Tabel 1),
diketahui bahwa struktur kategori lapangan usaha Konstruksi terutama terdiri dari produk Bangunan
Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal dengan pangsa sebesar 33,64% terhadap total output
Konstruksi, atau sebesar 4,43% terhadap total output nasional. Produk lapangan usaha Konstruksi
dengan pangsa paling tinggi selanjutnya berasal dari produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan sebesar
31,26%, atau sebesar 4,11% terhadap output nasional.
Dilihat berdasarkan struktur permintaan (alokasi produk), sebagian besar output kategori
lapangan usaha Konstruksi dipergunakan untuk memenuhi permintaan akhir dalam bentuk
Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB, dan hanya sebagian kecil yang dipergunakan untuk
memenuhi permintaan antara, atau sebagai input dalam proses pengolahan lebih lanjut (Tabel 1).
4
Tabel 1. Struktur Output dan Permintaan Kategori Lapangan Usaha Konstruksi
Sumber: Tabel Input Output 2010, BPS, diolah
B. KETERKAITAN DENGAN SEKTOR LAIN
Berdasarkan analisis linkage dengan menggunakan Tabel Input Output (IO) Indonesia 2010
Klasifikasi 185 produk, diketahui bahwa produk-produk kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki
keterkaitan yang besar dengan produk-produk lainnya, terutama keterkaitan ke belakang (backward
linkage). Hal ini sebagaimana terindikasi dari nilai backward linkage seluruh produk yang lebih besar
dibandingkan nilai rata-rata backward linkage dari 185 kategori produk. Tingginya nilai backward
linkage yang dimiliki oleh seluruh produk pada kategori lapangan usaha Konstruksi ini
mengindikasikan keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor lain yang merupakan pemasok input
bagi kategori lapangan usaha Konstruksi. Berdasarkan rincian produk, backward linkage paling tinggi
dimiliki oleh produk Bangunan Lainnya dan Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum &
Komunikasi masing-masing sebesar 2,41 dan 2,38, lebih tinggi dari 1,95 yang merupakan rata-rata
backward linkage 185 produk. Nilai backward linkage sebesar 2,41 dan 2,38 mengindikasikan bahwa
setiap pertumbuhan 1 unit pada produk Bangunan Lainnya dan Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air
Minum & Komunikasi, akan membutuhkan pasokan input dari produk lainnya secara rata-rata
sebesar 2,41 dan 2,38 unit.
Selain keterkaitan ke belakang, produk kategori lapangan usaha Konstruksi juga memiliki
keterkaitan ke depan (forward linkage) sebagai pendorong peningkatan output di sektor/produk
lainnya dalam derajat yang cukup tinggi. Berdasarkan rincian produk, forward linkage paling tinggi
dimiliki oleh produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi sebesar 2,69 dan
diikuti oleh produk Prasarana Pertanian sebesar 1,98. Nilai forward linkage sebesar 2,69 dan 1,98
mengindikasikan bahwa setiap pertumbuhan 1 unit pada produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas,
Air Minum & Komunikasi dan produk Prasarana Pertanian akan menyebabkan pertumbuhan produk
lain sebagai pengguna output yang dihasilkan secara rata-rata sebesar 2,69 dan 1,98 unit.
Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal 4.43 33.64 8.36 0.00 95.77 3.70 0.53
Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi 2.46 18.73 18.19 0.00 99.82 0.00 0.18
Prasarana Pertanian 1.61 12.27 12.19 0.00 99.25 0.00 0.75
Jalan, Jembatan & Pelabuhan 4.11 31.26 2.47 0.00 100.00 0.00 0.00
Bangunan Lainnya 0.54 4.09 6.34 0.00 100.00 0.00 0.00
Terhadap Output
Total
Terhadap Output
Kategori
Permintaan
Antara
Permintaan Akhir
Konsumsi
PRODUK
KOMPOSISI OUTPUT PERMINTAAN
PMTBPerubahan
InventoriEkspor
5
Tabel 2. Keterkaitan (Linkage) Kategori Lapangan Usaha Konstruksi
Sumber: Tabel Input Output 2010, BPS, diolah
Untuk mengetahui sektor-sektor atau produk-produk apa saja yang memiliki keterkaitan yang
tinggi terhadap produk-produk kategori lapangan usaha Konstruksi, digunakan pendekatan alokasi
input dan output utama berdasarkan Tabel IO 2010 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3 dengan
rincian sebagai berikut:
1) Produk Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal
Produk Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal memiliki keterkaitan ke belakang
paling tinggi kepada produk/sektor Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor sebagai pemasok
input utama. Produk/sektor pemasok input utama bagi produk Bangunan Tempat Tinggal &
Bukan Tempat Tinggal selanjutnya adalah produk/sektor Barang-barang Logam Lainnya dan Besi
& Baja Dasar. Sementara itu, kategori lapangan usaha Konstruksi dalam bentuk produk
Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi
dengan produk/sektor Jasa Real Estate sebagai pengguna output. Produk/sektor pengguna
output utama produk Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal selanjutnya adalah
produk/sektor Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor, Jasa Pendidikan Pemerintah dan Jasa
Keuangan Perbankan.
2) Produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi
Produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi memiliki keterkaitan ke
belakang paling tinggi kepada produk/sektor Besi & Baja Dasar sebagai pemasok input utama.
Produk/sektor pemasok input utama bagi produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum &
Komunikasi selanjutnya adalah produk/sektor Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor dan
Barang-barang dari Plastik. Sementara itu, produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum
& Komunikasi memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi dengan produk/sektor Perdagangan
selain Mobil & Sepeda Motor; Minyak Bumi, Kelapa Sawit dan Bangunan Tempat Tinggal dan
Bukan Tempat Tinggal sebagai pengguna output utama.
Produk Backward Linkage Forward Linkage
Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal 2.32 1.82
Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi 2.38 2.69
Prasarana Pertanian 2.35 1.98
Jalan, Jembatan, & Pelabuhan 2.23 1.28
Bangunan Lainnya 2.41 1.12
Rata-rata Kategori Lapangan Usaha Konstruksi 2.34 1.78
Rata-rata Total 185 Produk 1.95 1.95
6
Tabel 3. Alokasi Input Output Produk Kategori Lapangan Usaha Konstruksi
Sumber: Tabel Input Output 2010, BPS, diolah
3) Produk Prasarana Pertanian
Produk Prasarana Pertanian memiliki keterkaitan ke belakang paling tinggi kepada produk/sektor
Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi sebagai pemasok input utama. Produk/sektor
pemasok input utama bagi produk Prasarana Pertanian selanjutnya adalah produk/sektor
Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor dan Bahan Bangunan dari Logam. Sementara itu,
produk Prasarana Pertanian memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi dengan produk/sektor
Jasa Pemerintahan Umum; Kelapa Sawit dan Padi sebagai pengguna output utama.
4) Produk Jalan, Jembatan, & Pelabuhan
Produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan memiliki keterkaitan ke belakang paling tinggi kepada
produk/sektor Barang Galian Segala Jenis sebagai pemasok input utama. Produk/sektor pemasok
input utama bagi produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan selanjutnya adalah produk/sektor Barang-
barang Lainnya dari Bahan Bukan Logam dan Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor.
Sementara itu, produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi
dengan produk/sektor Jasa Telekomunikasi dan Jasa Penunjang Angkutan sebagai pengguna
output utama.
Input Utama % Produk Alokasi Output %
Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 11.29 Jasa Real Estate 40.26
Barang-barang Logam Lainnya 7.34 Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 20.91
Besi dan Baja Dasar 7.25 Jasa Pendidikan Pemerintah 7.08
Barang-barang Lainnya dari Bahan Bukan Logam 6.45 Jasa Keuangan Perbankan 6.31
Besi dan Baja Dasar 11.26 Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 25.52
Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 10.52 Minyak Bumi 9.08
Barang-Barang dari Plastik 6.76 Kelapa Sawit 7.06
Bahan Bangunan dari Logam 6.69 Bangunan Tempat Tinggal Dan Bukan Tempat Tinggal 6.52
Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 11.46 Jasa Pemerintahan Umum 33.09
Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 9.81 Kelapa Sawit 17.41
Bahan Bangunan dari Logam 7.90 Padi 10.73
Besi dan Baja Dasar 6.85 Bijih Tembaga 4.84
Barang Galian Segala Jenis 12.54 Jasa Telekomunikasi 40.09
Barang-barang Lainnya dari Bahan Bukan Logam 11.50 Jasa Penunjang Angkutan 34.25
Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 10.69 Batubara dan lignit 13.44
Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 7.36 Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 4.31
Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 11.30 Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis 22.48
Logam Dasar Bukan Besi 8.32 Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 16.02
Barang Galian Segala Jenis 8.23 Semen 12.63
Barang-Barang dari Plastik 7.98 Minyak Bumi 8.32
Bangunan Tempat Tinggal & Bukan
Tempat Tinggal
Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air
Minum & Komunikasi
Prasarana Pertanian
Jalan, Jembatan, & Pelabuhan
Bangunan Lainnya
7
5) Produk Bangunan Lainnya
Produk Bangunan Lainnya memiliki keterkaitan ke belakang paling tinggi kepada produk/sektor
Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor dan Logam Dasar Bukan Besi sebagai pemasok input
utama. Sementara itu, produk Bangunan Lainnya memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi
dengan produk/sektor Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis dan Barang-barang Hasil Kilang Minyak
dan Gas Bumi sebagai pengguna output utama.
C. TENAGA KERJA
Peningkatan kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi diiringi oleh meningkatnya penyerapan
tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja.
Pada periode 2011 - 2017, penyerapan
tenaga kerja pada kategori lapangan usaha
Konstruksi mencapai rata-rata sebesar 7,29 juta
orang per tahun dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 5,81% per tahun. Dalam periode yang
sama, pangsa rata-rata tenaga kerja di kategori
lapangan usaha Konstruksi sebesar 6,36% dari
total tenaga kerja. Pertumbuhan penyerapan
tenaga kerja tertinggi terjadi pada tahun 2015
dengan jumlah tenaga kerja yang diserap
mencapai 8,21 juta angkatan kerja, atau sebesar
7,15% dari total tenaga kerja (Grafik 5).
Grafik 5. Penyerapan Tenaga Kerja Lapangan
Usaha Konstruksi
Dari sisi produktivitas, pada periode 2011 2017, produktivitas tenaga kerja di kategori
lapangan usaha Konstruksi secara rata-rata sebesar Rp142,16 miliar per orang per tahun. Dalam
periode tersebut, produktivitas tenaga kerja lapangan usaha Konstruksi secara rata-rata tumbuh
6,66% per tahun. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pada kategori lapangan usaha Konstruksi
tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 21,41% (yoy), meningkat dari 3,37% (yoy) pada
tahun sebelumnya (Tabel 4). Pada tahun 2017 produktivitas tenaga kerja tumbuh sebesar 7,36%
(yoy).
Tabel 4. Penyerapan Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Lapangan Usaha Konstruksi
Sumber: BPS, diolah
*) Seluruh tenaga kerja diasumsikan terlibat dalam kegiatan produksi
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah Tenaga Kerja (Ribu Orang) 6,263.80 6,851.29 6,349.39 7,280.09 8,208.09 7,978.57 8,136.64
Pertumbuhan Tahunan Penyerapan Tenaga Kerja (%, yoy) 12.00 9.38 -7.33 14.66 12.75 -2.80 1.98
PDB Lapangan Usaha Konstruksi (Rp Juta) 712,184,400 805,208,100 905,990,500 1,041,949,500 1,177,084,100 1,287,659,300 1,409,833,800
Produktivitas Tenaga Kerja (Rp Juta/ Orang) 113,698.51 117,526.48 142,689.44 143,123.24 143,405.43 161,389.80 173,269.86
Pertumbuhan Tahunan Produktivitas Tenaga Kerja (%, yoy) 1.44 3.37 21.41 0.30 0.20 12.54 7.36
8
D. UPAH
Tingkat upah tenaga kerja pada kategori lapangan usaha Konstruksi masih relatif rendah jika
dibandingkan dengan tingkat upah pada kategori lapangan usaha lainnya, meskipun mengalami
peningkatan signifikan pada tahun 2016.
Pada periode 2011 2017, tingkat upah rata-rata tenaga kerja di lapangan usaha Konstruksi
tercatat sebesar Rp1,6 juta per bulan (Grafik 6). Jika dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya,
tingkat upah rata-rata pada lapangan usaha Konstruksi relatif masih rendah atau berada di urutan
kedua terendah setelah upah rata-rata di lapangan usaha Pertanian (rata-rata Rp984 ribu per bulan).
Grafik 6. Upah Rata-rata Menurut Lapangan Usaha Grafik 7. Perkembangan Upah Rata-rata
Lapangan Usaha Konstruksi
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Dari sisi pertumbuhan, selama periode 2011 sd 2017, upah tenaga kerja pada lapangan
usaha Konstruksi tumbuh secara rata-rata sebesar 10,20% per tahun. Pada periode tersebut,
pertumbuhan upah paling tinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 19,37% (yoy), meningkat
dari 9,74% (yoy) pada tahun 2015 (Grafik 7).
E. INVESTASI
Investasi di bidang Konstruksi masih didominasi dengan penanaman modal dalam negeri. Sementara
itu, investasi dalam PDB berupa Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) yang dilakukan
dalam bentuk Bangunan/Konstruksi memiliki pangsa yang signifikan terhadap PMTB dengan
kecenderungan terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), selama periode 2011-2017,
rata-rata total realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada lapangan usaha
Konstruksi tercatat sejumlah 118 proyek per tahun, atau senilai Rp9,36 triliun per tahun, dengan
rata-rata pangsa terhadap total investasi PMDN sebesar 6,11%. Selama periode tersebut, realisasi
investasi PMDN tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu senilai Rp17,16 triliun dengan jumlah 178
proyek terealisasi (Grafik 8).
9
Grafik 8. Total PMDN di Lapangan Usaha
Konstruksi
Grafik 9. Total PMA di Lapangan Usaha
Konstruksi
Sumber: BKPM, diolah
Sumber: BKPM, diolah
Dalam periode yang sama, rata-rata total realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA)
pada lapangan usaha Konstruksi sebesar USD532 juta per tahun, dengan pangsa rata-rata sebesar
1,99% terhadap total investasi PMA. Selama periode tersebut, investasi PMA tertinggi terjadi pada
tahun 2014, yaitu senilai USD1,38 miliar dengan jumlah 147 proyek terealisasi (Grafik 9).
Sementara itu, berdasarkan data BPS, selama periode 2011 sd 2017 (Grafik 10), rata-rata
investasi/Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) yang dilakukan dalam bentuk
Bangunan/Konstruksi tercatat sebesar Rp2.546 triliun, atau rata-rata sebesar 24,0% terhadap total
PDB dengan kecenderungan meningkat. Pada triwulan I-2018, nilai investasi/PMTB
Bangunan/Konstruksi tercatat sebesar Rp843,0 triliun, atau sebesar 24,1% dari total PDB.
Grafik 10. Nilai dan Pangsa Investasi/PMTB
Konstruksi
Grafik 11. Pertumbuhan dan Kontribusi
Investasi/PMTB Konstruksi
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Dari sisi pertumbuhan, rata-rata pertumbuhan investasi/PMTB dalam bentuk
Bangunan/Konstruksi selama periode 2011 sd 2017 sebesar 6,27% per tahun, dengan kontribusi
terhadap pertumbuhan PDB secara rata-rata sebesar 1,48% per tahun. Pertumbuhan rata-rata
investasi/PMTB Bangunan/Konstruksi tersebut lebih tinggi baik dibandingkan rata-rata pertumbuhan
total investasi/PMTB (sebesar 6,15% per tahun), maupun dibandingkan dengan pertumbuhan rata-
10
rata PDB yang tercatat sebesar 5,39% per tahun. Pada triwulan I-2018, investasi/PMTB
Bangunan/Konstruksi tumbuh sebesar 6,16% (yoy) dan memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan PDB sebesar 1,49% (Grafik 11).
F. HARGA
Perubahan IHPB Bahan Bangunan/Konstruksi menunjukkan tren perlambatan.
Selama periode tahun 2014-2017, perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Bahan
Bangunan/Konstruksi secara tahunan menunjukkan tren perlambatan. Rata-rata inflasi tahunan IHPB
Konstruksi pada periode tersebut sebesar 3,73% (yoy), dengan inflasi tertinggi terjadi pada tahun
2014 sebesar 7,69% (yoy) yang didorong oleh kenaikan harga BBM. Sejalan dengan pertumbuhan
tahunan PDB Kategori Lapangan Usaha Konstruksi, pada tahun 2015 dan 2016 inflasi IHPB
Konstruksi melambat menjadi sebesar 2,25% (yoy) dan 1,20% (yoy). Pada tahun 2017, inflasi IHPB
Konstruksi kembali meningkat menjadi sebesar 3,79% (yoy).
Berdasarkan kelompok/jenis bangunan, pada tahun 2017, inflasi tertinggi terjadi pada
kelompok Bangunan Pekerjaan Umum Jalan, Jembatan, dan Pelabuhan sebesar 4,88% (yoy). Inflasi
paling tinggi selanjutnya terjadi pada kelompok Bangunan Pekerjaan Umum Pertanian sebesar
4,19% (yoy) (Grafik 12).
Grafik 12. Inflasi Tahunan IHPB Konstruksi
Berdasarkan Kelompok/Jenis Bangunan
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu berdasarkan komoditas bahan bangunan, rata-rata inflasi IHPB tahunan tertinggi
terjadi pada komoditas pasir (7,54%; yoy), diikuti oleh batu bata (2,98%; yoy) dan besi beton
(2,55%; yoy). Secara umum, inflasi tahunan beberapa komoditas konstruksi selama periode 2014-
2017 menunjukkan tren perlambatan. Inflasi tahunan komoditas besi beton meningkat pada tahun
2016 dan 2017 sejalan dengan depresiasi Rupiah terhadap Dollar AS (Grafik 13). Pola inflasi tahunan
beberapa komoditas konstruksi pada IHPB tersebut sejalan dengan pola perubahan harga di level
konsumen yang tercermin dari inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) (Grafik 14).
11
Grafik 13. Inflasi Tahunan IHPB
Beberapa Komoditas Konstruksi
Grafik 14. Inflasi Tahunan IHK
Beberapa Komoditas Konstruksi
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
G. PEMBIAYAAN
Dalam melakukan aktivitasnya, kategori lapangan usaha Konstruksi memperoleh pembiayaan dari
perbankan domestik, penerbitan surat utang (debt securities) di pasar domestik dan penarikan
pinjaman luar negeri. Pada akhir 2017, pembiayaan dari perbankan domestik cenderung mengalami
perlambatan, di sisi lain pembiayaan dari penerbitan debt securities dan pinjaman luar negeri
meningkat.
Pinjaman yang diberikan oleh perbankan (Bank Umum dan BPR) kepada kategori lapangan
usaha Konstruksi memiliki pangsa 7,7% dari total pinjaman yang disalurkan perbankan pada akhir
tahun 2017. Secara nominal, pinjaman kepada kategori lapangan usaha Konstruksi pada 2017
tercatat sebesar Rp260,5 triliun, atau tumbuh 20,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan 21,88%
(yoy) rata-rata pertumbuhan pinjaman yang diterima sektor Konstruksi selama periode 7 tahun
terakhir. Pada triwulan I-2018, total pinjaman yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR mencapai
Rp256,7 triliun, atau tumbuh 18,19% (yoy) (Grafik 15).
Grafik 15. Posisi Pinjaman Perbankan Yang
Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha
Konstruksi
Grafik 16. Posisi Pinjaman Perbankan Yang
Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha
Konstruksi Menurut Kelompok Bank
Sumber: SEKI, diolah
Sumber: SEKI, diolah
75,5 96,1 117,0 148,5 174,7 216,8 260,5 256,7
19,05
27,25
21,73
27,00
17,59
24,14
20,12
18,19
17,0
19,0
21,0
23,0
25,0
27,0
29,0
-
40,0
80,0
120,0
160,0
200,0
240,0
280,0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018
(%,yoy)(triliun, Rp)
Nominal Growth (yoy)
27,5 37,5 46,7 56,0 67,9 87,7
106,0 105,1 34,6 40,9
47,2 66,2
76,9
94,7
113,0 112,0
-
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018
(triliun Rp)
Persero BPD Swasta Asing & Campuran BPR
12
Pinjaman perbankan kepada kategori lapangan usaha Konstruksi terutama diberikan oleh Bank
Swasta dan Bank Persero dengan pangsa masing-masing sebesar 43% dan 41% pada akhir tahun
2017. Posisi pinjaman yang disalurkan kepada kategori lapangan usaha Konstruksi oleh Bank Persero
dan Swasta pada 2017 masing-masing sebesar Rp106,0 triliun dan Rp113,0 triliun, atau tumbuh
20,9% (yoy) dan 19,3% (yoy) dibandingkan Rp87,7 triliun dan Rp94,7 triliun pada akhir tahun 2016.
Pada triwulan I-2018, posisi pinjaman yang diberikan kepada kategori Konstruksi oleh Bank Swasta
dan Bank Persero masing-masing sebesar Rp112,0 triliun dan Rp105,1 triliun, atau tumbuh 16,7%
(yoy) dan 17,1% (yoy) (Grafik 17 dan 18).
Grafik 17. Pinjaman Bank Persero Yang
Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha
Konstruksi
Grafik 18. Pinjaman Bank Swasta Yang
Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha
Konstruksi
Sumber: SEKI, diolah
Sumber: SEKI, diolah
Berdasarkan jenis penggunaan,
pinjaman yang diberikan kepada kategori
lapangan usaha Konstruksi didominasi dengan
jenis penggunaan untuk tujuan modal kerja
(pangsa 72%). Pada akhir 2017, pinjaman
modal kerja sebesar Rp193,4 triliun, atau
tumbuh 24,3% (yoy) dari Rp155,6 triliun posisi
akhir 2016. Sementara itu, pinjaman investasi
yang diberikan tercatat sebesar Rp67,0 triliun,
tumbuh 9,5% (yoy) dari Rp61,2 triliun pada
akhir tahun 2016. Pada triwulan I-2018,
pinjaman modal kerja yang diberikan kepada kategori lapangan usaha Konstruksi mencapai sebesar
Rp180,6 triliun atau tumbuh 16,3% (yoy) dari triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, kredit
investasi pada periode tersebut tercatat sebesar Rp76,0 triliun, tumbuh 22,9% (yoy) dari triwulan I-
2017.
27,5 37,5 46,7 56,0 67,9 87,7 106,0 105,1
35,1
36,1
24,6 19,9 21,3
29,2
20,9
17,1
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018
(%,yoy)(triliun Rp)
Persero (nominal) Persero (growth, yoy) - RHS
Grafik 19. Posisi Pinjaman Berdasarkan Jenis
Penggunaan Untuk Lapangan Usaha Konstruksi
18,0 21,8 30,8 44,9 52,1 61,2 67,0 76,057,574,3
86,2103,6
122,5
155,6
193,4 180,6
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018
(triliun Rp)
Kredit Investasi Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
28%
Kredit Modal Kerja72%
13
Grafik 20. Perkembangan Kredit Modal Kerja
Lapangan Usaha Konstruksi
Grafik 21. Perkembangan Kredit Investasi
Lapangan Usaha Konstruksi
Sumber: SEKI, diolah
Sumber: SEKI, diolah
Pembiayaan yang diterima oleh kategori lapangan usaha Konstruksi tidak hanya bersumber
dari perbankan dalam negeri namun juga diperoleh dari pasar modal melalui penerbitan surat
berharga utang korporasi (debt securities) yang diterbitkan di pasar domestik, meskipun nilainya jauh
lebih rendah dibandingkan pembiayaan perbankan. Berdasarkan data KSEI, debt securities yang
diterbitkan oleh kategori lapangan usaha konstruksi pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp30,4 triliun,
atau tumbuh 77,2% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan Rp17,2 triliun posisi akhir tahun 2016.
Peningkatan debt securities tersebut terus berlanjut hingga triwulan I-2018, yang tercatat sebesar
Rp33,5 triliun (Grafik 22).
Peningkatan debt securities yang diterbitkan kategori lapangan usaha Konstruksi terutama
bersumber dari peningkatan outstanding debt securities yang diterbitkan oleh perusahaan BUMN
(pangsa 90,4%). Pada akhir tahun 2017, debt securities perusahaan BUMN tercatat sebesar Rp27,5
triliun, atau tumbuh 80,16% (yoy) dibandingkan Rp15,3 triliun pada akhir 2016. Sementara itu, debt
securities yang diterbitkan perusahaan swasta tercatat sebesar Rp2,9 triliun, atau tumbuh 53,08%
(yoy) dibandingkan Rp1,88 triliun pada akhir 2016. Pada triwulan I-2018, outstanding debt securities
perusahaan konstruksi BUMN dan swasta masing-masing tercatat sebesar Rp30,6 triliun dan Rp2,9
triliun (Grafik 23).
Grafik 22. Perkembangan Debt Securities Sektor
Konstruksi
Grafik 23. Debt Securities Sektor Konstruksi
Berdasarkan Jenis Perusahaan
Sumber: KSEI, diolah
Sumber: KSEI, diolah
18,0 21,8 30,8 44,9 52,1 61,2 67,0 76,0
3,4
21,2
41,2
45,9
16,0
17,4
9,5
22,9
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
50,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018
(%,yoy)(triliun Rp)
Kredit Investasi (nominal) Kredit Investasi (growth,yoy) - RHS
14
Kategori lapangan usaha Konstruksi
dalam melakukan aktivitasnya, selain
menerima pembiayaan dari pasar domestik
juga menerima pinjaman dari luar negeri. Pada
akhir tahun 2017, pinjaman luar negeri
kategori lapangan usaha Konstruksi tercatat
sebesar USD1.251 juta, tumbuh 0,15% (yoy)
dibandingkan USD1.249 juta posisi akhir 2016
(Grafik 24). Peningkatan pinjaman luar negeri
berlanjut pada triwulan I-2018, sehingga total
pinjaman luar negeri kategori lapangan usaha
Konstruksi tercatat sebesar USD1.846 juta,
atau tumbuh 38,9% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016.
H. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH
Pembangunan infrastruktur nasional merupakan salah satu agenda prioritas pemerintah
Indonesia, karena sejumlah kondisi, seperti (a) terbatasnya keberadaan dan kualitas infrastruktur, (b)
tingginya biaya logistik, produksi, dan distribusi, (c) timpangnya infrastruktur antar wilayah, (d)
terhambatnya program pengentasan kemiskinan, (e) terhambatnya kelancaran distribusi pangan,
serta (f) perlunya mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara lain.
Arah kebijakan pembangunan infrastruktur pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 secara umum adalah untuk mewujudkan infrastruktur pekerjaan
umum dan perumahan rakyat yang handal dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan,
ketahanan air, kedaulatan energi, konektivitas bagi penguatan daya saing, dan layanan infrastruktur
dasar melalui keterpaduan dan keseimbangan pembangunan antardaerah, antar sektor dan antar
tingkat pemerintahan yang didukung dengan industri konstruksi nasional yang berkualitas dan
sumber daya organisasi yang kompeten dan akuntabel.
Pada tahun 2018, alokasi belanja Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur ditetapkan
sebesar 6,9% dari keseluruhan belanja Pemerintah. Besarnya anggaran Kementerian PUPR tahun
2018 sebesar Rp107,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan Rp106,3 triliun pada tahun 2017. Alokasi
anggaran Kementerian PUPR tahun 2018, antara lain kepada Bina Marga dengan porsi terbesar, yaitu
38,81% (Rp41,7 triliun), diikuti Sumber Daya Air 34,74% (Rp37,3 triliun), Cipta Karya 15% (Rp16,1
triliun), penyediaan perumahan 8,97% (Rp9,6 triliun). Adapun target alokasi pembangunan
infrastruktur prioritas tahun 2018 sebanyak Rp 104,7 triliun dari total anggaran Kementerian PUPR
sebesar Rp107,4 triliun adalah sebagai berikut3:
3 Hasil FGD dengan Kementerian PUPR tanggal 3 Mei 2018
Grafik 24. Posisi Pinjaman Luar Negeri Lapangan
Usaha Konstruksi
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri, Bank Indonesia, diolah
905 1.083 951 1.151 1.115 1.249 1.251 1.846
27,44
19,73
-12,18
20,95
-1,58 -0,630,15
38,95
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018
(%,yoy)(Juta USD)
Nominal Growth (yoy)
15
Tabel 5. Target Alokasi Pembangunan Infrastruktur Prioritas Tahun 2018
Jumlah Keterangan Pagu Anggaran
(triliun Rp)
I. Bidang Sumber Daya Air
48 Buah Bendungan 37,3
190 Km Pembangunan sarana dan prasarana
pengendali banjir
43 Buah Pembangunan embung
5,92 m3/detik Pembangunan/peningkatan sarana dan
prasarana pengelolaan air baku
48.123 Ha Pembangunan jaringan irigasi baru
31 Km Pembangunan pengendali lahar/sedimen
22 Km Pembangunan dan peningkatan sarana &
prasarana pengamanan pantai
146.556 Ha Rehabilitasi jaringan irigasi
40 Juta m3 Pengaliran lumpur ke Kali Porong
II. Bidang Jalan dan Jembatan (Bina Marga)
829 Km Pembangunan jalan 41,7
33 Km Pembangunan jalan tol (pemerintah)
15.372 M Pembangunan jembatan (termasuk jembatan
gantung)
2.420 M Pembangunan flyover/underpass/terowongan
46.812 Km Preservasi jalan
495.698 M Preservasi jembatan
III. Bidang Cipta Karya
3.435 lt/detik Pembangunan SPAM 16,1
1.991 Ha Penanganan infrastruktur kawasan
permukiman kumuh perkotaan
489.498 KK Pengolahan air limbah
1.584.789 KK Pelayanan sistem persampahan
IV. Bidang Perumahan
13.405 Unit Rumah susun 9,6
4.550 Unit Rumah khusus
180.300 Unit Rumah swadaya
27.500 Unit PSU perumahan
Total Pagu Anggaran 104,7
16
Selain pembangunan infrastruktur prioritas, Pemerintah juga menargetkan penyelesaian
Proyek Strategis Nasional (PSN). Adapun alokasi PSN tahun 2018 meliputi:
Tabel 6. Alokasi Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tahun 2018
No
.
Keterangan Alokasi Anggaran
(triliun Rp)
1 Sumber Daya Air Proyek pembangunan tanggul penahan banjir 0,3
Proyek pembangunan 47 bendungan 7,0
Proyek jaringan irigasi pada 7 daerah 1,0
2 Bina Marga Proyek pembangunan infrastruktur jalan tol
(Tol Manado-Bitung, Cisumdawu, Solo-Kertosono)
1,6
Proyek pembangunan infrastruktur jalan nasional (Jalan
Lingkar Trans Morotai, Jalan Palu-Parigi, Jalan Penghubung
Gorontalo-Manado, dan Jalan Trans Maluku
0,7
3 Cipta Karya Proyek penyediaan air minum (SPAM di Semarang Barat,
Umbulan, Lampung, dan Reginal Mamminasata
0,4
Proyek penyediaan infrastruktur air limbah komunal (Jakarta
Sewerage System)
0,1
Proyek pembangunan PLBN dan Sarana Penunjang (Nangan
Badau, Aruk & Wini)
0,3
Pariwisata (dukungan infrastruktur di 10 KSPN (Tj. Lesung,
Kep. Seribu, Tj. Kelayang, Wakatobi, Danau Toba, Borobudur,
Bromo Tengger, P. Morotai, Mandalika, Labuan Bajo)
0,5
4 Penyediaan
Perumahan
Program satu juta rumah (rusun di DKI Jakarta, Rumah Khusus
Kawasan Perbatasan & Bantuan Rumah Swadaya di Kawasan
Pariwisata
1,1
TOTAL 13,1
Pada tahun 2019, pembangunan infrastruktur diprioritaskan pada kegiatan yang berbentuk:
1) Pelaksanaan pekerjaan yang telah committed,
2) Pembangunan bendungan baru, menyelesaikan pembangunan bendungan lanjutan dan irigasi,
3) Pembangunan konektivitas antar wilayah, kawasan perbatasan Kalimantan dan NTT, Jalan Trans
Papua,
4) Pembangunan Program Kerakyatan (P3-TGAI (Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air
Irigasi), jembatan gantung, KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh), PISEW (Pengembangan Infrastruktur
Sosial Ekonomi Wilayah), PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitas Berbasis Masyarakat),
SANIMAS (Sanitas Berbasis Masyarakat), TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse &
Recycle)),
5) Pembangunan dan perbaikan, serta pemenuhan kebutuhan infrastruktur permukiman dan
perumahan,
6) Pembangunan berbasis kawasan strategis.
17
Mengacu pada prioritas pembangunan infrastruktur yang telah ditetapkan, target alokasi
pembangunan infrastruktur prioritas tahun 2019 secara garis besar meliputi4:
Tabel 7. Target Alokasi Pembangunan Infrastruktur Prioritas Tahun 2019
Jumlah Keterangan
I. Bidang Sumber Daya Air
44 Buah Bendungan
106 Km Pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir
54 Buah Pembangunan embung
4,23 m3/detik Pembangunan/peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan air
baku
51.339 Ha Pembangunan jaringan irigasi baru
16 Km Pembangunan pengendali lahar/sedimen
11 Km Pembangunan dan peningkatan sarana & prasarana pengamanan
pantai
II. Bidang Jalan dan Jembatan (Bina Marga)
1.120 Km Pembangunan jalan
670 Km Pembangunan jalan tol (pemerintah dan swasta)
13.084 M Pembangunan jembatan (termasuk jembatan gantung)
1.467 M Pembangunan flyover/underpass/terowongan
III. Bidang Cipta Karya
6.350 lt/detik Pembangunan SPAM
2.208 Ha Penanganan infrastruktur kawasan permukiman kumuh perkotaan
303.300 KK Pengolahan air limbah
966.000 KK Pelayanan sistem persampahan
IV. Bidang Perumahan
13.500 Unit Rumah susun
5.000 Unit Rumah khusus
250.000 Unit Rumah swadaya
30.000 Unit PSU perumahan
Untuk mendukung pembangunan infrastruktur (sektor konstruksi) nasional, Pemerintah telah
mengeluarkan 16 Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) termasuk PKE yang mendukung pembangunan
infrastruktur nasional (Tabel 8).
Tabel 8. Paket Kebijakan Ekonomi (PKE)
PKE I.
Melakukan deregulasi atas
165 peraturan,
mempercepat birokrasi
perizinan terkait pengadaan
lahan dan izin lainnya untuk
proyek infrastuktur,
memperkuat kepastian
hukum untuk kepemilikan
PKE II.
Mempermudah layanan
dalam pemberian izin
investasi di kawasan
industri, memangkas durasi
untuk mengurus tax
allowance dan tax holiday
dan menghapus pungutan
PPN untuk alat transportasi
PKE III.
Menurunkan harga BBM,
gas, dan tarif dasar listrik
bagi industri dan
menyederhanakan izin
pertanahan untuk
kepentingan investasi
PKE IV.
Memperbaiki sistem
ketenagakerjaan serta
sistem pendapatan yang
meningkat setiap
tahunnya dan
memberikan kebijakan
terhadap Kredit Usaha
4 Hasil FGD dengan Kementerian PUPR tanggal 3 Mei 2018
18
lahan, serta memperjelas
tata cara dan kelengkapan
dokumen yang dibutuhkan
dalam prosedur perizinan
Rakyat (KUR) yang lebih
luas dan terjangkau
PKE V.
Memberikan insentif berupa
keringanan pajak dan
revaluasi aset perusahaan
dan BUMN serta individu
untuk membuat sistem
ekonomi dan investasi yang
lebih transparan dan efisien
PKE VI.
Memberikan insentif
berupa kemudahan
investasi untuk wilayah
KEK, regulasi sumber daya
air dan proses perizinan
yang cepat
PKE VII.
Mendorong daya saing
industri padat karya
melalui insentif PPh pasal
21
PKE VIII.
Kebijakan satu peta,
mempercepat
pembangunan kilang
minyak dalam negeri,
dan memberikan insentif
bagi perusahaan jasa
pemeliharaan
PKE IX.
Mendukung percepatan
pembangunan infrastruktur
ketenagalistrikan melalui
Perpres No. 4 Tahun 2016
tentang Percepatan
Infrastruktur
Ketenagalistrikan untuk
mencapai target rasio
elektrifikasi sebesar 97% di
tahun 2019
PKE X.
Meningkatkan
perlindungan bagi Usaha
Mikro, Kecil, Menengah
dan Koperasi (UMKMK)
melalui revisi Daftar Negatif
Investasi (DNI)
PKE XI.
Memperlancar arus
barang di pelabuhan
melalui Indonesia Single
Risk Management (ISRM)
PKE XII.
Mendukung upaya
deregulasi untuk
kemudahan berusaha
dengan memangkas dari
94 prosedur menjadi 10
prosedur untuk
mendapatkan izin
memulai usaha
PKE XIII.
Menyederhanakan jumlah
dan waktu perizinan yang
diperlukan untuk
membangun rumah
Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) dari 33
izin/tahapan menjadi 11
izin/rekomendasi
PKE XIV.
Menerbitkan Peta Jalan E-
commerce untuk
mendorong perluasan dan
peningkatan kegiatan
ekonomi masyarakat di
seluruh Indonesia secara
efisien dan terkoneksi
secara global
PKE XV.
Meningkatkan
kemudahan berusaha dan
pengurangan biaya bagi
usaha penyedia jasa
logistik nasional
PKE XVI.
Menyelesaikan
hambatan dalam proses
pelaksanaan serta
memanfaatkan
teknologi informasi
melalui penerapan
sistem perizinan
terintegrasi (single
submission)
Dengan berbagai kemudahan dan dukungan terhadap pembangunan infrastruktur yang
dituangkan dalam PKE tersebut, indeks daya saing infrastruktur Indonesia meningkat ke peringkat
52 pada tahun 2017-2018 dari peringkat 60 tahun 2016-2017 maupun peringkat 62 tahun 2015-
2016. Indonesia berada di posisi ke 4 di Asia Tenggara, setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Dengan demikian, indeks daya saing global Indonesia (GCI) juga meningkat dari peringkat 41 tahun
2016-2017 menjadi peringkat 36 tahun 2017-2018.
Terdapat sejumlah tantangan yang masih harus dihadapi Indonesia dalam pembangunan
infrastruktur dasar5, yaitu antara lain:
1) Disparitas antar wilayah terutama Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia (KTI),
2) Daya saing nasional yang masih harus terus didorong, salah satunya melalui peningkatan
konektivitas,
3) Tingkat urbanisasi yang tinggi, dimana 53% penduduk tinggal pada kawasan perkotaan,
5 Renstra PUPR 2015-2019
19
4) Perubahan iklim yang antara lain berdampak pada kawasan pesisir dan perkotaan, seperti
misalnya kenaikan permukaan air laut dan penurunan permukaan tanah di Jakarta dan
Semarang.
5) Posisi Indonesia yang berada pada kawasan ring of fire berpengaruh pada perencanaan,
pelaksanaan, operasionalisasi dan pemeliharaan infrastruktur.
6) Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan pangan dan
energi, seperti misalnya potensi sumber daya air di Indonesia mencapai 3,9 triliun M3 namun
yang dimanfaatkan baru mencapai ±13,8 miliar M3
atau ±58 M3
per kapita. Nilai tersebut jauh
lebih rendah dibandingkan Thailand 1.277 M3 per kapita dan satu tingkat di atas Ethiopia 38 M
3
per kapita.
7) Pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilakukan mengacu pada rencana tata ruang
sehingga berdampak pada kerusakan alam.
8) Kurang terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan
penyeberangan, maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan infrastruktur PUPR,
terutama jalan dan sumber daya air.
9) Perlunya peningkatan sinergi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan
infrastruktur terutama dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan, sesuai
dengan batasan kewenangan pusat dan daerah. Sebagai contoh, perbaikan jaringan irigasi yang
rusak yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan
jaringan irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, dan kemantapan jaringan jalan
nasional perlu didukung dengan kemantapan jaringan jalan daerah guna mendukung arus
logistik.
Secara spasial, pembangunan infrastruktur dilakukan guna mendukung
RPJMN 2015-2019, setiap WPS dibagi berdasarkan
tema atau potensi per pulau, yaitu sebagai berikut:
1. Pulau Sumatera, sebagai pintu gerbang perdagangan internasional; industri berbasis komoditas
kelapa sawit, karet, timah, bauksit, & kaolin; lumbung energi nasional, pengembangan energi
terbarukan biomassa; hilirisasi komoditas batu bara; dan percepatan pembangunan ekonomi
berbasis maritim (kelautan).
2. Pulau Jawa, sebagai lumbung pangan nasional; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik
dunia; pendorong sektor industri dan jasa nasional; dan percepatan pembangunan ekonomi
berbasis maritim (kelautan).
3. Pulau Papua, untuk percepatan pengembangan industri komoditas lokal perkebunan,
peternakan, kehutanan; percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman; percepatan
pengembangan hilirisasi industri pertambangan, migas & tembaga; penguatan kapasitas
kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat; percepatan pengembangan pariwisata
budaya dan alam; peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan; dan
pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung
masyarakat adat.
4. Pulau Kalimantan, untuk mempertahankan fungsi Kalimantan sebagai paru-paru dunia; salah
satu lumbung pangan nasional; pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, dan
20
karet; dan lumbung energi nasional dengan pengembangan hilirisasi komoditas batu bara,
bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon & pasir kuarsa.
5. Pulau Bali sebagai lumbung pangan nasional; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik
dunia; pendorong sektor industri dan jasa nasional; dan percepatan pembangunan ekonomi
berbasis maritim (kelautan).
6. Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata ekologis; pengembangan industri perikanan,
garam, dan rumput laut; pengembangan industri berbasis peternakan sapi dan perkebunan
jagung; dan pengembangan industri mangan, dan tembaga.
7. Kepulauan Maluku sebagai produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional; Pengembangan
industri berbasis komoditas perikanan; pengembangan industri pengolahan berbasis nikel, dan
tembaga; dan pariwisata bahari.
8. Pulau Sulawesi untuk pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, bijih besi & gas bumi;
Pintu gerbang perdagangan internasional & kawasan timur; Lumbung pangan nasional dengan
pengembangan industri kakao, padi, dan jagung; Pengembangan industri berbasis logistik; dan
Percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri
perikanan & pariwisata bahari.
Pembangunan infrastruktur pada setiap WPS diarahkan untuk mempercepat pembangunan
fisik di setiap kawasan dengan memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan
keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur dalam kawasan, antar
kawasan maupun antar WPS. Terdapat 35 WPS yang tersebar di seluruh pulau dan kepulauan yaitu:
Pulau Sumatera (6 WPS), Pulau Sulawesi (5 WPS), Pulau Kalimantan (4 WPS), Kepulauan Maluku (2
WPS), Pulau Bali - Nusa Tenggara (5 WPS), Pulau Papua (4 WPS), Pulau Jawa (8 WPS), dan Pulau-
Pulau Kecil Terluar (1WPS). WPS tersebut diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu: Kelompok WPS
Pusat pertumbuhan terpadu; Kelompok WPS Pusat pertumbuhan sedang berkembang; dan
Kelompok WPS Pertumbuhan baru (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Wilayah Pengembangan Strategis
Sumber : Renstra PUPR 2015 - 2019