asfiksia
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan
pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada
minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama,
meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama
kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis
dan komplikasi berat lahir rendah (Lawn JE ,2005).
Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta
bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6
juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini
meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal
dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia neonatorum
(27%) setelah (29%) (WHO, 2005).
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama
kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory
disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%)
(Depkes RI, 2008).
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat
2
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO 2. Perubahan
pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan
mempengaruhi oksigenasi sel–sel tubuh yang selanjutnya dapat
mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena
hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam
kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti
anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada gangguan yang
terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi
serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan
fungsi plasenta.
Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia
saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy,
retardasi mental dan gangguan belajar (Lee, 2008).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan Laporan Pendahuluan ini agar kita
sebagai mahasiswa keperawatan mengetahui tentang Asfiksia dan cara
penanganan pada klien dengan masalah Asfiksia.
1.3 Manfaat
Laporan Pendahuluan ini bermanfaat sebagai panduan atau pedoman
bagi mahasiswa keperawatan untuk melakukan penulisan Asuhan
3
Keperawatan secara baik dan benar tanpa mengalami kesulitan terutama pada
klien dengan masalah Asfiksia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
4
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan
paru. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. (Hidayat. Alimul A,A, 2008).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta
sering berakhir dengan asidosis (Nursalam, 2008).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis(IDAI, 2004).
2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa
Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa,
antara lain sebagai berikut:
2.2.1 Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.
5
2.2.2 Faktor Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,
plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
2.2.3 Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital
dan lain-lain.
2.2.4 Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
2.3 Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara
6
memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan
meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan
(janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai
mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin
akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang
beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan
menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal
(pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat
proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler
dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan
pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna
(memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada
keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh
karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan
gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas
yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi
kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan,
asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh
obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
7
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya
udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni
sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut
antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan
perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan
oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun
dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus
Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan
tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat
reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala
sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan
oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan
asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan
terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya
gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini
akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan
sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada
penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya
kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya
sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang
8
biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa
pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi
dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan
terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga
penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi
miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen
pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic
Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada
bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir
akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat
dan tepat.
2.4 Pathway Asfiksia Neonatorum
9
2.5 Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
1.Pernafasan terganggu
2.Detik jantung berkurang
10
3.Reflek / respon bayi melemah
4.Tonus otot menurun
5.Warna kulit biru atau pucat
2.6 Menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan
penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil
penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada
umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan
resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan
prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan
neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,
yaitu :
Tabel 2.1 Penilaian Apgar
11
Sumber : Manuaba, dkk, (2008), Gawat Darurat Obstretri Ginekologi dan Obstretri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan
akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-
paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha
nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang
dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti
asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua
tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-
merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
12
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali
permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada.
2.7 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
1. Apgar skor menit I : 0-3
Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil,
jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi. Lakukan segera
intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila
intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian
dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial : Dengan melakukan pemeriksaan blood gas,
kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas
tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-
4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap
dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung
120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung
disusul 1 x ventilasi.
2. Apgar skor menit 1 : 4-6
13
Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-
30 detik. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih
baik O2 yang dihangatkan). Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang
dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat
jantung.
3. Apgar skor menit 1 : 7-10
Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu
(karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia
choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring.
Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,
suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari
aspirasi paru. Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian
dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling
besar terutama daerah kepala. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya
2 jam sampai 4 jam.
2.8 Komplikasi
1.Pendarahan Otak
2.Anuria atau Oliguria
3.Hyperbilirubinemia
4.Obstruksi usus yang fungsional
5.Kejang sampai koma
6.Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax
BAB 3
14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu prosese yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001)
3.1.1 Pengumpulan data
Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi
tentatang pasien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang
biopsikososial dan spiritual atau data yang berhubungan dengan
masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah pasien (Hidayat, AA, 2006).
1. Identitas pasien meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, tanggal dan
waktu datang ke Rumah sakit (Hidayat, AA, 2006).
2. Identitas penanggung jawab: nama, umur jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, hubungan dengan klien.
3.1.2 Riwayat keperawatan
1. Riwayat keperawatan sekarang
15
Riwayat keperawatan sekarang adalah faktor-faktor yang
melatarbelakangi atau hal-hal mempengaruhi atau mendahului
keluhan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama, apa yang menyebabkan pasien berobat atau
gejala yang pertama timbul saat pasien datang ke Rumah sakit yaitu
keluhan mengenai adanya gangguan pada sistem pernafasan.
3. Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini, merupakan penyakit yang
dirasakan pasien pada saat dikaji (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
1) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
2) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion,
kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
3) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau
periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak
pada petugas kesehatan.
4) Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin
menurun.
16
5) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia
kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
b. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.
Yang perlu dikaji :
1) Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan
antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.
2) Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu
kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi,
forcep ektraksi).
3) Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem
pernafasan.
4) Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
c. Riwayat post natal yang perlu dikaji antara lain :
1) Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit
kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS
(7-10) asfiksia ringan.
2) Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-
4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm
2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal
(34-36 cm).
17
3) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
5. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat
gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit,
cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
a. Kebutuhan parenteral
1) Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
2) Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
b. Kebutuhan nutrisi enteral
1) BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
2) BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
3) BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
c. Kebutuhan minum pada neonatus :
1) Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
2) Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
3) Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
4) Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
6. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
18
a. BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
b. BAK : frekwensi, jumlah
7. Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
a. Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu
terutama jenis psikotropika
b. Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan
ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
8. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini
berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan
perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu
dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan
perawatan yang intensif
3.1.3 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang
aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari
responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang
badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala
dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2. Tanda-tanda Vital
19
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan
asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko
terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi
hipertermi bila suhu tubuh > 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh
antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-160 kali per menit
respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post
asfiksia berat pernafasan belum teratur.
3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.
4. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
5. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
6. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
7. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
8. Telinga
20
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali
per menit.
11. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus
costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia
diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.
12. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda
– tanda infeksi pada tali pusat.
13. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat
labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan,
kadang perdarahan.
14. Anus
21
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeses.
15. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
16. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang.
3.1.4 Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya
dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita
dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan
adalah :
1. Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1) Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia
Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi.
3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
22
4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi
asidosis metabolik.
2) PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
3) PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
4) HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2. Urine
a. Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
b. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
c. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
d. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3. Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan
atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan
merubah (Nursalam, 2001).
Diagnosa masalah yang mungkin muncul
23
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia
berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
3. Resiko terjadinya hipoglikemia
4. Resiko terjadinya hipotermia
5. Resiko terjadinya infeksi
6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan
dengan rawat terpisah.
24
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
1 Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksiaa berat
Tujuan:Kebutuhan O2 bayi terpenuhi Kriteria:- Pernafasan normal 40-60 kali
permenit.- Pernafasan teratur.- Tidak cyanosis.- Wajah dan seluruh tubuh
1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm
1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas.
Berwarna kemerahan (pink variable).
- Gas darah normalPH = 7,35 – 7,45PCO2 = 35 mm HgPO2 = 50 – 90 mmHg
2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
2. Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna.
3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
3. Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
4. Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi
25
2. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya roses persalinan yang lama dengan ditandai akral
TujuanTidak terjadi hipotermia KriteriaSuhu tubuh 36,5 – 37,5°CAkral hangat
1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)
1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat
dingin suhu tubuh dibawah 36° C
Warna seluruh tubuh kemerahan
2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat.
2. Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.
3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
3. Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia
4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan.
4. Mencegah terjadinya hipoglikemia
3. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
Tujuan Kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria - Bayi dapat minum pespeen /
personde dengan baik.
1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
1. Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang tepat.
26
- Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
- Retensi tidak ada.
2. Monitor turgor dan mukosa mulut.
2. Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put.
3. Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
5. Lakukan control berat badan setiap hari.
5. Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monito
4. Resiko terjadinya infeksi
Tujuan:Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)Kriteria
1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
1. Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2. Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)
3. Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi
27
4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
4. Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
5. Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal
6. Deteksi dini adanya kelainan
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
7. Mencegah terjadinya penularan infeksi.
8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
8. Mencegah infeksi dari pneumonia
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP.
9. Sebagai pemeriksaan penunjang.
28
5. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat
Tujuan:Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.Kriteria- Akral hangat- Tidak cyanosis
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.
1. Mencega pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put.
- Tidak apnea- Suhu normal (36,5°C -
37,5°C)- Distrostik normal
(> 40 mg)
2. beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan
2. Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang berlebihan sedangkan suhu lingkungan berpengaruh pada suhu bayi.
3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)
3. Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik.
4. Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-kasi yang ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.
6. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.
Tujuan :Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
1. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang.
1. Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/keluarga.
29
Kriteria:- Ibu dapat segera
menggendong dan meneteki bayi.
2. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
2. Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
- Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
3. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.
3. Ketidaktahuan memperbesar stressor.
4. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
4. Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.
5. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan.
5. Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.
30
3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Nursalam, 2001). Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan
terdiri dari berbagai kegiatan yaitu
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.
3.5 Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan
berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman
pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau
teratasi sebagian.
31
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI (2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007
IDAI (2004). Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. (level of evidence IV).Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Herdman, TH. (2012). NANDA International Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta.
Hidayat Alimul A.A (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A.A. (2006). Kebutuhan dasar manusia 1. salemba medika: Jakarta
Lawn J.E., Cousens S., Zupan J., (2005). Lancet Neonatal Survival Steering Team. 4 million neonatal deaths: When? Where? Why?
Lee, et.al., (2008). Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics (Level of evidence Iib).
Manuaba, dkk, (2008). Gawat Darurat Obstretri Ginekologi dan Obstretri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan , Jakarta : EGC.
Nursalam. (2001). Proses & dokumentasi keperawatan. salemba medika: Jakarta
Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. salemba medika: Jakarta
Santosa, Budi. (2005). Panduan Dignosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika : Jakarta.
Wilkinson, judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta
World Health Organization, (1999). Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-Revision. Geneva: World Health Organization.: www.who.int/reproductivehealth/publications/newborn_resus_citation/index.html. Akses tanggal 24 februari 2013
World Health Organization, (2005). The World Health Report 2005: make every mother and child count. Geneva: WHO. Akses tanggal 24 februari 2013