asfiksia

47
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah (Lawn JE ,2005). Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara

Upload: chimotona

Post on 12-Aug-2015

81 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asfiksia

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada

tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan

pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada

minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama,

meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama

kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis

dan komplikasi berat lahir rendah (Lawn JE ,2005).

Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta

bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6

juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini

meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara yang

sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal

dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia neonatorum

(27%) setelah (29%) (WHO, 2005).

Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama

kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory

disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%)

(Depkes RI, 2008).

Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena

gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat

Page 2: Asfiksia

2

gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO 2. Perubahan

pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan

mempengaruhi oksigenasi sel–sel tubuh yang selanjutnya dapat

mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan ini dapat berlangsung secara

menahun akibat kondisi ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena

hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam

kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti

anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada gangguan yang

terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi

serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan

fungsi plasenta.

Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia

saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy,

retardasi mental dan gangguan belajar (Lee, 2008).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan Laporan Pendahuluan ini agar kita

sebagai mahasiswa keperawatan mengetahui tentang Asfiksia dan cara

penanganan pada klien dengan masalah Asfiksia.

1.3 Manfaat

Laporan Pendahuluan ini bermanfaat sebagai panduan atau pedoman

bagi mahasiswa keperawatan untuk melakukan penulisan Asuhan

Page 3: Asfiksia

3

Keperawatan secara baik dan benar tanpa mengalami kesulitan terutama pada

klien dengan masalah Asfiksia.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Page 4: Asfiksia

4

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas

secara spontan dan teratur. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya

kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan

paru. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami

asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan

kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi

kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. (Hidayat. Alimul A,A, 2008).

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak

dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini

biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta

sering berakhir dengan asidosis (Nursalam, 2008).

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan

hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis(IDAI, 2004).

2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa

Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa,

antara lain sebagai berikut:

2.2.1 Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat

pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,

hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,

penyakit jantung dan lain-lain.

Page 5: Asfiksia

5

2.2.2 Faktor Placenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,

plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

2.2.3 Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali

pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital

dan lain-lain.

2.2.4 Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

2.3 Patofisiologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam

pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat

CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,

sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga

paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini

sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh

karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi

darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk

kedalam arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali

(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli

akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli

akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol

paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara

Page 6: Asfiksia

6

memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan

meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan

(janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai

memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai

mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin

akan dipertahankan.

Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan

diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan

alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang

beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan

menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal

(pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat

proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler

dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan

pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna

(memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada

keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh

karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan

gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas

yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi

kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan,

asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh

obat-obat anesthesi pada operasi sesar.

Page 7: Asfiksia

7

Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya

udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni

sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut

antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan

perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan

oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun

dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus

Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.

Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan

tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel

tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat

reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala

sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan

oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan

asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan

terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam

organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya

gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini

akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan

sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan

frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada

penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya

kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya

sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang

Page 8: Asfiksia

8

biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada

bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa

pasca neonatus.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi

dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan

terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga

penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan

meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi

miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen

pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic

Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada

bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir

akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat

dan tepat.

2.4 Pathway Asfiksia Neonatorum

Page 9: Asfiksia

9

2.5 Gejala Klinik

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :

1.Pernafasan terganggu

2.Detik jantung berkurang

Page 10: Asfiksia

10

3.Reflek / respon bayi melemah

4.Tonus otot menurun

5.Warna kulit biru atau pucat

2.6 Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan

penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil

penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada

umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan

resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan

prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan

neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,

yaitu :

Tabel 2.1 Penilaian Apgar

Page 11: Asfiksia

11

Sumber : Manuaba, dkk, (2008), Gawat Darurat Obstretri Ginekologi dan Obstretri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena

peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan

akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-

paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha

nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang

dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti

asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua

tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :

1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-

merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan

tindakan istimewa.

2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Page 12: Asfiksia

12

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali

permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali

permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,

reflek iritabilitas tidak ada.

2.7 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor

1. Apgar skor menit I : 0-3

Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan

hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil,

jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi. Lakukan segera

intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila

intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian

dibawa ke ICU.

Ventilasi Biokemial : Dengan melakukan pemeriksaan blood gas,

kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas

tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-

4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap

dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung

120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung

disusul 1 x ventilasi.

2. Apgar skor menit 1 : 4-6

Page 13: Asfiksia

13

Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.

Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-

30 detik. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih

baik O2 yang dihangatkan). Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang

dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat

jantung.

3. Apgar skor menit 1 : 7-10

Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu

(karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia

choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring.

Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,

suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari

aspirasi paru. Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian

dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling

besar terutama daerah kepala. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya

2 jam sampai 4 jam.

2.8 Komplikasi

1.Pendarahan Otak

2.Anuria atau Oliguria

3.Hyperbilirubinemia

4.Obstruksi usus yang fungsional

5.Kejang sampai koma

6.Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax

BAB 3

Page 14: Asfiksia

14

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu prosese yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Nursalam, 2001)

3.1.1 Pengumpulan data

Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi

tentatang pasien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang

biopsikososial dan spiritual atau data yang berhubungan dengan

masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

masalah pasien (Hidayat, AA, 2006).

1. Identitas pasien meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir,

suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, tanggal dan

waktu datang ke Rumah sakit (Hidayat, AA, 2006).

2. Identitas penanggung jawab: nama, umur jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, hubungan dengan klien.

3.1.2 Riwayat keperawatan

1. Riwayat keperawatan sekarang

Page 15: Asfiksia

15

Riwayat keperawatan sekarang adalah faktor-faktor yang

melatarbelakangi atau hal-hal mempengaruhi atau mendahului

keluhan.

2. Keluhan utama

Keluhan utama, apa yang menyebabkan pasien berobat atau

gejala yang pertama timbul saat pasien datang ke Rumah sakit yaitu

keluhan mengenai adanya gangguan pada sistem pernafasan.

3. Riwayat penyakit saat ini

Riwayat penyakit saat ini, merupakan penyakit yang

dirasakan pasien pada saat dikaji (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).

4. Riwayat kesehatan

a. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat

antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :

1) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi

buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan

penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.

2) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya

kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion,

kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.

3) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau

periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak

pada petugas kesehatan.

4) Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin

menurun.

Page 16: Asfiksia

16

5) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia

kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).

b. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan

yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.

Yang perlu dikaji :

1) Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan

antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.

2) Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu

kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi,

forcep ektraksi).

3) Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem

pernafasan.

4) Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena

pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan

sistem pusat pernafasan.

c. Riwayat post natal yang perlu dikaji antara lain :

1) Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit

kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS

(7-10) asfiksia ringan.

2) Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-

4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm

2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal

(34-36 cm).

Page 17: Asfiksia

17

3) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus

anetrecial aesofagal.

5. Pola nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat

gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan

menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde

sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit,

cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis

metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.

a. Kebutuhan parenteral

1) Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

2) Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

b. Kebutuhan nutrisi enteral

1) BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

2) BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam

3) BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

c. Kebutuhan minum pada neonatus :

1) Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

2) Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

3) Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

4) Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari

6. Pola eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus adalah

Page 18: Asfiksia

18

a. BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

b. BAK : frekwensi, jumlah

7. Latar belakang sosial budaya

Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia

a. Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu

terutama jenis psikotropika

b. Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan

ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.

8. Hubungan psikologis

Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat

gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini

berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan

perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu

dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan

perawatan yang intensif

3.1.3 Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya

merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang

aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari

responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang

badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala

dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.

2. Tanda-tanda Vital

Page 19: Asfiksia

19

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan

asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko

terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi

hipertermi bila suhu tubuh > 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh

antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-160 kali per menit

respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post

asfiksia berat pernafasan belum teratur.

3. Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru,

pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.

4. Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal

haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan

adanya peningkatan tekanan intrakranial.

5. Mata

Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding

conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi

terhadap cahaya.

6. Hidung

Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan

lendir.

7. Mulut

Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

8. Telinga

Page 20: Asfiksia

20

Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan

9. Leher

Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

10. Thorax

Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara

wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali

per menit.

11. Abdomen

Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus

costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit

berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia

diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa

kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum

sempurna.

12. Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda

– tanda infeksi pada tali pusat.

13. Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak

muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat

labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan,

kadang perdarahan.

14. Anus

Page 21: Asfiksia

21

Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar

serta warna dari faeses.

15. Ekstremitas

Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah

tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan

serta jumlahnya.

16. Refleks

Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking

lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan

susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang.

3.1.4 Data Penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya

dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita

dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan

adalah :

1. Darah

a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

1) Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia

Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.

2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x

10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah

sehingga resiko tinggi.

3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

Page 22: Asfiksia

22

4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi

cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.

b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi

asidosis metabolik.

2) PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post

asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.

3) PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post

asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.

4) HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

2. Urine

a. Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

b. Natrium (normal 134-150 mEq/L)

c. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

d. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

3. Photo thorax

Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan

atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan

merubah (Nursalam, 2001).

Diagnosa masalah yang mungkin muncul

Page 23: Asfiksia

23

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia

berat.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek

menghisap lemah.

3. Resiko terjadinya hipoglikemia

4. Resiko terjadinya hipotermia

5. Resiko terjadinya infeksi

6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan

dengan rawat terpisah.

Page 24: Asfiksia

24

3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksiaa berat

Tujuan:Kebutuhan O2 bayi terpenuhi Kriteria:- Pernafasan normal 40-60 kali

permenit.- Pernafasan teratur.- Tidak cyanosis.- Wajah dan seluruh tubuh

1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm

1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas.

Berwarna kemerahan (pink variable).

- Gas darah normalPH = 7,35 – 7,45PCO2 = 35 mm HgPO2 = 50 – 90 mmHg

2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.

2. Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna.

3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam

3. Deteksi dini adanya kelainan.

4. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.

4. Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi

Page 25: Asfiksia

25

2. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya roses persalinan yang lama dengan ditandai akral

TujuanTidak terjadi hipotermia KriteriaSuhu tubuh 36,5 – 37,5°CAkral hangat

1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)

1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat

dingin suhu tubuh dibawah 36° C

Warna seluruh tubuh kemerahan

2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat.

2. Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.

3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.

3. Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia

4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan.

4. Mencegah terjadinya hipoglikemia

3. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.

Tujuan Kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria - Bayi dapat minum pespeen /

personde dengan baik.

1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.

1. Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang tepat.

Page 26: Asfiksia

26

- Berat badan tidak turun lebih dari 10%.

- Retensi tidak ada.

2. Monitor turgor dan mukosa mulut.

2. Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.

3. Monitor intake dan out put.

3. Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance)

4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.

4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.

5. Lakukan control berat badan setiap hari.

5. Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monito

4. Resiko terjadinya infeksi

Tujuan:Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)Kriteria

1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan

1. Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.

- Tidak ada tanda-tanda infeksi.

- Tidak ada gangguan fungsi tubuh.

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

2. Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.

3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)

3. Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi

Page 27: Asfiksia

27

4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.

4. Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.

5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.

5. Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.

6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal

6. Deteksi dini adanya kelainan

7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.

7. Mencegah terjadinya penularan infeksi.

8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.

8. Mencegah infeksi dari pneumonia

9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP.

9. Sebagai pemeriksaan penunjang.

Page 28: Asfiksia

28

5. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat

Tujuan:Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.Kriteria- Akral hangat- Tidak cyanosis

1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.

1. Mencega pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put.

- Tidak apnea- Suhu normal (36,5°C -

37,5°C)- Distrostik normal

(> 40 mg)

2. beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan

2. Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang berlebihan sedangkan suhu lingkungan berpengaruh pada suhu bayi.

3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)

3. Deteksi dini adanya kelainan.

4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik.

4. Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-kasi yang ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.

6. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.

Tujuan :Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.

1. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang.

1. Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/keluarga.

Page 29: Asfiksia

29

Kriteria:- Ibu dapat segera

menggendong dan meneteki bayi.

2. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.

2. Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.

- Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.

3. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.

3. Ketidaktahuan memperbesar stressor.

4. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).

4. Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.

5. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan.

5. Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.

Page 30: Asfiksia

30

3.4 Implementasi

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik (Nursalam, 2001). Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan

terdiri dari berbagai kegiatan yaitu

1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi

2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat

dan efisien pada situasi yang tepat

3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi

4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.

3.5 Evaluasi

Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan

berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman

pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau

teratasi sebagian.

Page 31: Asfiksia

31

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI (2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007

IDAI (2004). Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. (level of evidence IV).Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Herdman, TH. (2012). NANDA International Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta.

Hidayat Alimul A.A (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Salemba Medika

Hidayat, A.A. (2006). Kebutuhan dasar manusia 1. salemba medika: Jakarta

Lawn J.E., Cousens S., Zupan J., (2005). Lancet Neonatal Survival Steering Team. 4 million neonatal deaths: When? Where? Why?

Lee, et.al., (2008). Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics (Level of evidence Iib).

Manuaba, dkk, (2008). Gawat Darurat Obstretri Ginekologi dan Obstretri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan , Jakarta : EGC.

Nursalam. (2001). Proses & dokumentasi keperawatan. salemba medika: Jakarta

Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. salemba medika: Jakarta

Santosa, Budi. (2005). Panduan Dignosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika : Jakarta.

Wilkinson, judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta

World Health Organization, (1999). Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-Revision. Geneva: World Health Organization.: www.who.int/reproductivehealth/publications/newborn_resus_citation/index.html. Akses tanggal 24 februari 2013

World Health Organization, (2005). The World Health Report 2005: make every mother and child count. Geneva: WHO. Akses tanggal 24 februari 2013