asfiksia

20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat. Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara—baik negara maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonaturum 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien asfiksia neonaturum b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien asfiksia neonaturum. c. Dapat membuat perencanaan pada klien asfiksia neonaturum. d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien asfiksia neonaturum. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992). Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini

Upload: indrajanjok

Post on 09-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hipoksia

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDi seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negarabaik negara maju ataupun berkembangmenunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara.B. Tujuan1. Tujuan UmumMampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonaturum2. Tujuan Khususa. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien asfiksia neonaturumb. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien asfiksia neonaturum.c. Dapat membuat perencanaan pada klien asfiksia neonaturum.d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien asfiksia neonaturum.BAB IILANDASAN TEORIA. Konsep Dasar Penyakit1. DefinisiAsfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.2. EtiologiPengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:a. Faktor ibuHipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.b. Faktor plasentaPertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.c. Faktor fetusKompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.d. Faktor neonatusDepresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.3. PatofisiologiSelama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).4. Gejala KlinisBayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.Gejala lanjut pada asfiksia :a. Pernafasan megap-magap dalamb. Denyut jantung terus menurunc. Tekanan darah mulai menurund. Bayi terlihat lemas (flaccid)e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerobi. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskularj. Pernafasan tergangguk. Detik jantung berkurangl. Reflek / respon bayi melemahm. Tonus otot menurunn. Warna kulit biru atau pucat5. KomplikasiKomplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :a. Edema otak & Perdarahan otakPada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.b. Anuria atau oliguriaDisfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.c. KejangPada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.d. KomaApabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.6. Pemeriksaan diagnostika. Laboratorium AGDUntuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat untuk mempertahankan PH darah yang normal.b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisikc. Foto rontgen dada (baby gram)Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi patologis lain dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan rontgen.d. Elektrolit darahe. Gula darahf. Pulse OximetryAdalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap saturasi Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahahn saturasi oksigen yang kecil / mendadak.7. Penatalaksanaana. Resusitasi1) Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR.2) Terapi medikamentosab. EpinefrinIndikasi :1) Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.2) Asistolik.Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB). Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.c. Volume ekspanderIndikasi :1) Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.2) Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.Jenis cairan :1) Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)2) Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.d. BikarbonatIndikasi :1) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.2) Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%). Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.e. NaloksonNalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.Indikasi :1) Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.2) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan I.M atau S.C.f. Suportif1) Jaga kehangatan.2) Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.3) Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).B. Konsep Asuhan Keperawatan1. Pengkajiana. Identitas orang tuab. Identitas bayi baru lahirc. Riwayat Persalinand. Pemeriksaan fisik:1) Keadaan umum tampak lemah2) Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup.3) Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis4) Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap, belum napas5) Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran6) Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering7) Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid8) Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada9) Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)10) Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit11) Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan ( ronkhi basah +)12) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih basah13) Kulit : warna kulit sianosi14) Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah15) Refleks : tak ada reflek moro2. Diagnosa keperawatana. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasib. Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dinginc. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.d. Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik3. Rencana keperawatanNoDianogsa KeperawatanTujuanIntervensi1.Pola napas tidak efektif b.d hipoventilasi.Batasan karakteristik :- Bernapas menggunakan otot napas tambahan.- Dispnea- Napas pendek- Frekwensi napas < 25 kali / menit atau > 60 kali / menitSetelah dilakukan tindakan keperawatan selamaX 24 jam, diharapkan pola napas bayi efektif dengan kriteria:Status Respirasi : Ventilasi (0403) :- Pernapasan pasien 30-60X/menit.- Pengembangan dada simetris.- Irama pernapasan teratur- Tidak ada retraksi dada saat bernapas- Inspirasi dalam tidak ditemukan- Saat bernapas tidak memakai otot napas tambahan- Bernapas mudah tidak ada suara napas tambahanManajemen Jalan Napas (3140):1. Buka jalan napas2. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea3. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan4. Identifikasi bayi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan5. Keluarkan sekret dengan suctin6. Monitor respirasi dan ststus oksigen bila memungkinkanMonitor Respirasi (3350) :1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya bernapas2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada dan alat bantu pernapasan3. Monitor adanya cuping hidung4. Monitor pada pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul, cheyne stokes, apnea5. Monitor adanya penggunaan otot diafragma6. Auskultasi suara napas, catat area penurunan dan ketidakadanya ventilasi dan bunyi napas.2.Hipotermi b.d terpapar lingkungan dingin.Batasan karakteristik :- Pucat- Kulit dingin- Suhu tubuh di bawah rentang normal- Menggigil- Kuku sianosis- Pengisian kapiler lambatSetelah dilakukan tindakan keperawatan selamaX 24 jam hipotermi teratasi de-ngan indicator :Termoregulasi Neonatus (0801) :- Suhu axila 36-37 C- RR : 30-60 X/menit- Warna kulit merah muda- Tidak ada distress respirasi- Tidak menggigil- Bayi tidak gelisah- Bayi tidak letargiPengobatan Hipotermi (3800) :1 Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke tempat yang hangat (di dalam incubator atau di bawah lampu sorot)2 Bila basah segera ganti pakaian bayi dengan yang hangat dan kering, beri selimut3 Monitor suhu bayi4 Monitor gejala hipotermi : fatigue, lemah, apatis, perubahan warna kulit.5 Monitor status pernapasan6 Monitor intake/output3Resiko infeksiFaktor Resiko :1. Prosedur invasif2. Ketidak adanya pera-watan imun buatan3. MalnutrisiSetelah dilakukan tindakan keperawatan selamaX 24 jam bayi diharapkan terhin-dar dari tanda dan gejala infeksi dengan indicator :Status Imun (0702) :- RR : 30-60X/menit- Irama napas teratur- Suhu 36-370 C- Integritas kulit baik- Integritas nukosa baik- Leukosit dalam batas normalMengontrol Infeksi (6540) :1. Bersihkan box / incubator setelah dipakai bayi lain2. Pertahankan teknik isolasi bagi bayi ber-penyakit menular3. Batasi pengunjung4. Instruksikan pada pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan6. Cuci tangan sebelum dan sesudah mela-kukan tindakan keperawatan7. Pakai sarung tangan dan baju sebagai pelindung8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat9. Ganti letak IV perifer dan line kontrol dan dressing sesuai ketentuan10. Tingkatkan intake nutrisi11. Beri antibiotik bila perlu.Mencegah Infeksi (6550)1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal2. Batasi pengunjung3. Skrining pengunjung terhadap penyakit menular4. Pertahankan teknik aseptik pada bayi beresiko5. Bila perlu pertahankan teknik isolasi6. Beri perawatan kulit pada area eritema7. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, dan drainase8. Dorong masukan nutrisi yang cukup9. Berikan antibiotik sesuai program4.Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologikBatasan karakteristik :- Tidak mampu dalam menghisap, menelan dan bernafas- Tidak mampu dalam memulai atau menunjang penghisapan efektifSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama X 24 jam pola makan bayi efektifEnteral Tube Feeding (1056) :- Pasang NGT / OGT- Monitor ketepatan insersi NGT / OGT- Cek peristaltic usus- Monitor terhadap muntah / distensi abdomen- Cek residu 4-6 jam sebelum pemberian enteral4. PelaksanaanImplementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih ditentukan.5. EvaluasiEvaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetetapkan ntk melihat keberhasilannya.(suprajitno,2004).Tahap evaluasi merupakan tahapan akhir pada proses keperawatan. Evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria yang dibuat pada tahap intervensi (Dongoes, Marillyn, 2001). Bayi akan kembali ke dalam sistem atau proses keperawatan jika masalah keperawatan belum selesai atau akan keluar dari proses keperawatan jika masalah keperawatan bayi telah berakhir.Tahapan evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen, yaitu kriteria hasil, keefektifan tahap-tahap proses keperawatan dan perbaikan rencana asuhan keperawatan. Kerangka pembuatan kriteria hasil dibuat dalam bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning).Adapun penjelasan lebih lanjut sebagai berikut :a. S (subyektif), yaitu keluhan-keluhan klien (apa saja yang dikatakan klien, keluarga klien dan orang terdekat klien).b. O (obyektif), yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat.c. A (analisis), yaitu suatu kesimpulan yang dirumuskan oleh perawat tentang kondisi klien.d. P (planning), yaitu rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien selanjutnya.BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanAsfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.B. SaranBagi tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala bronchiolitis sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan.DAFTAR PUSTAKAAlen. C.V. (1998). Memahami Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. JakartaArif. M. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. FKUI. JakartaBrunner and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC. JakartaCarpenito. J.L. (2001). Diagnosa Keperawatan. EGC. JakartaDoengoes. M.E. (2001). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. JakartaDorland. (2002). Kamus Saku Kedokteran. Edisi 25. EGC. JakartaHidayat. A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. JakartaMarkum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. JakartaNelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. JakartaNgastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. JakartaNursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika: JakartaPearce. E.C. (1979). Iktisar Penyakit Anak. Binarupa Aksara. JakartaRusepno. H. dkk. (1985). Ilmu kesehatan anak. FKUI. JakartaSetiadi. S.F.A. (2001). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. JakartaSoetjiningsih (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. JakartaSuprajitno. (2004). Askep Keluarga. EGC. JakartaSyaifudin. (1997). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Edisi 2. EGC. JakartaWiknjosastro. H. (2006). Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

ASFIKSIA NEONATORUMBAB IPENDAHULUAN1. Latar BelakangAsfiksia neonatorumadalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2

Di Indonesia banyaknya bayi yang meninggal di karenakan terserang asfiksia neonatorum sebesar 33%, ini di karenakan ketidak mampuan anak untuk bernafas secara baik, Keadaan ini juga di pengaruhi oleh posisi anak atau bayi yang tidak baik sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum. (WHO,2010).B. Tujuan1. Mahasiswa Kedokteran dapat menjelaskan definisi Asfiksia neontorum, etiologi Asfiksia neonatorum, epidemiologi Asfiksia neonatorum, gejala klinis Asfiksia neonatorum, patofisiologi Asfiksia neonatorum, pemeriksaan fisik Asfiksia neonatorum, pemeriksaan penunjang Asfiksia neonatorum, penatalaksanaan Asfiksia neonatorum, diagnosa Asfiksia neonatorum, diagnosis banding Asfiksia neonatorum, komplikasi Asfiksia neonatorum, prognosis Asfiksia neonatorum2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah / Makalah di bidang kedokteran.3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik4. Metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. Definisi Asfiksia neonatorum Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.1. Etiologi Asfiksia neonatorumFaktor ibu1. Cacat bawaan2. Hipoventilasi selama anastesi3. Penyakit jantung sianosis4. Gagal bernafas5. Keracunan CO6. Tekanan darah rendah7. Gangguan kontraksi uterus8. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun9. Sosial ekonomi rendah10. Hipertensi pada penyakit eklampsiaFaktor janin / neonatorum1. Kompresi umbilikus2. Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat3. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir4. Prematur5. Gemeli6. Kelainan congential7. Pemakaian obat anestesi8. Trauma yang terjadi akibat persalinanFaktor plasenta1. Plasenta tipis2. Plasenta kecil3. Plasenta tidak menempel4. Solusio plasentaFaktor persalinan1. Partus lama2. Partus tindakan1. Patofisiologi Asfiksia neonatorumBila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.1. Manifestasi klinis Asfiksia neonatorumBayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.1. serangan jantung2. Periode hemorragis3. Sianosis dan kongestif4. Penemuan jalan nafasDiagnosis Asfiksia neonatorumAnamnesis: Gangguan / kesulitan waktu lahir tidak bernafas/menangiPemeriksaan fisik Asfiksia neonatorumKlinis 0 1 2Detak jantung Tidak ada 100x/menitPernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuatRefleks saat jalan nafas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersinTonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat gerak aktifWarna kulit Biru pucat Tubuh merah ektermitas biru Merah seluruh tubuhNiali 0-3 : Asfiksia beratNilai 4-6 : Asfiksia sedangNilai 7-10 : NormalDilakukan pemantuan nilai apgar pada menit ke01 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7, nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resustansi bayi baru lahir dan menetukan prognosis, bukan untuk memulai resustansi karena dimulai 30 detik setelah lahir bila bayitidak menangis ( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar ).1. Pemeriksaan penunjang Asfiksia neonatorum1. Foto polos dada2. USG kepala3. laboraturium : Darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolitPemeriksaan diagnostik Asfiksia neonatorum1. Analisa gas darah2. Elektrolit darah3. Gula darah4. Baby gram5. USG ( Kepala )6. Penilaian APGAR score7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan1. Komplikasi Asfiksia neonatorumMeliputi berbagai organ yaitu:1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh5. Hematologi: dic1. Penatalaksanaan Asfiksia neonatorum Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang keringBebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendirBersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan: Ekstensi kepaladan lehert sedikit lebih brendah dari tubuh bayi Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir DeleeRangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belumcukup untuk menimbulkan pernafsan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu: Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.

Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.

Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :a. "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerkikan istimewa.b. "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak adac. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak adaAsfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir lengkap.2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.II. ETIOLOGIAsfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian hes;ir asfiksia bayi baru lahir meriip;ik;in kcltiniutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:1. Faktor Ibua. Hipoksia ibuTerjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.b. Gangguan aliran darah uterusMengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :-Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.- Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.- Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.2. Faktor plasentaPertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.3. Faktor fetusKompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.4. Faktor NeonatusDepresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :1. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.2. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

III. PATOFISIOLOGIPernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi Primarg gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.IV. MAN1FESTASI KLINISAsfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:- DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur- Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala- Apnea- Pucat '- sianosis- penurunan terhadap stimulus.V. PENATALAKSANAAN KLINISa. Tindakan Umum- Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam.- Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.- Mempertahankan suhu tubuh.b. Tindakan khusus- Asfiksia beratBerikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit.- Asfiksia sedang/ringanPasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit- Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK- Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH- Pemeriksaan fungsi paru- Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler- Gambaran patologi