asidosis metabolik dan siklus krebs
TRANSCRIPT
I. D E F I N I S I
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan,
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan
keasaman melampaui sistem penyangga pH , da r ah akan bena r -bena r
men j ad i a s am. Se i r i ng dengan menurunnya pH da rah , pernafasan
menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan ke l eb ihan a sam da l am da rah dengan ca r a
menurunkan j umlah ka rbond ioks ida . Pada a k h i r n y a , g i n j a l
j u g a b e r u s a h a m e n g k o m p e n s a s i k e a d a a n t e r s e b u t d e n g a n
c a r a menge lua rkan l eb ih banyak a sam da l am u r in . Te t ap i
kedua mekan i sme t e r s ebu t b i s a berlebihan jika tubuh terus menerus
menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir
dengan keadaan koma.
Asidosis metabolik adalah suatu keadaan terjadi peningkatan keasaman di
dalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit
tertentu dimana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam pengaturan
keseimbangan asam basa. Hal ini penting un tuk men j aga
ke se imbangan fungs i s i s t em o rgan t ubuh manus i a . G in j a l dan
pa ru merupakan dua organ yang berperan penting dalam pengaturan
keseimbangan ini. Untuk mempertahankan pH antara 7,38-7,42, tubuh
menetralkan dan membuang kuantitas volatile acid (dari pembakaran
selular karbohidrat dan lemak) dan nonvolatile acid (hasil metabolisme
protein). Asam-asam tersebut di buffer segera setelah diproduksi,sehingga akan
mencegah perubahan pH secara mendadak. Sistem buffer yang
pokok d a l a m t u b u h a d a l a h p r o t e i n d a n f o s f a t d a l a m
k o m p a r t e m e n i n t r a s e l u l e r , s i s t e m bikarbonat-asam karbonik
dalam kompartemen ekstra seluler, dan hemoglobin di dalam sel darah
merah. Dalam praktek sehari hari di klinik, sistem bikarbonat-asam
karbonik dipakai un tuk ana l i s i s , ka r ena dengan mudah komponen
bag i an dapa t d iuku r . Sebag i an be sa r diagnosis gangguan asam
basa dapat ditegakan dengan data laboratorium, seperti pH, PCO2,
konsentrasi bikarbonat natrium (biknat), klorida urin, dan perhitungan
kesenjangan anion. Walaupun demikian, untuk akurasi diagnosis, data
laboratorium harus dikaitkandengan klinik pasien. Kelainan komponen
respirasi ditentukan oleh pengukuran PCO2 arterial, kadar dibawah 40
mmHg menunjukan terjadinya ventilasi pulmonary yang berlebihan
dankadar diatas 40 mmHg menunjukan keadaan hipoventilasi. Apakah
perubahan ventilasi d i s ebabkan o l eh ke l a inan p r ime r ( a s i dos i s
a t au a lka lo s i s r e sp i r a to r i k ) a t au ak iba tkompensa s i gangguan
me tabo l i k ( a s i dos i s a t au a lka lo s i s me t abo l i k ) t e rgan tung
da r i penilaian klinik. Komponen metabolik dievaluasi dengan
pengukuran CO2 content atau CO2 combining power. Sua tu pe rubahan
konsen t r a s i b ika rbona t dapa t me rupakan kelainan metabolik
primer atau sekunder akibat kelainan respirasi.
II. E T I O L O G I
Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti
:
1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang
normalnya dibentuk dalam tubuh.
2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.
3. Penambahan asam metabolik ke dalam tubuh melalui makanan.
4 . Keh i l angan ba sa da r i c a i r an t ubuh ( f aa l ) .
Asidosis di tubulus ginjal terjadi akibat dari gangguan ekskresi ion hidrogen atau
reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal ataukedua-duanya. Gangguan reabsorbsi
bikarbonat di tubulus ginjal menyebabkan hilangnya b ika rbona t da l am u r in
a t au ke t i dakmampuan mekan i sme sek re s i h id rogen d i t ubu lus
g in j a l un tuk mencapa i kea saman u r i n yang no rma l
menyebabkan eks r e s i u r i n yang alkalis.
A. Diare
Dia re be r a t me rupakan penyebab a s idos i s yang pa l i ng
s e r i ng . Penyebabnya ada l ah hilangnya sejumlah besar natrium bikarbonat
melalui feses karena sekresi gastrointestinal yang secara normal mengandung
sejumlah besar bikarbonat dan diare ini menyebabkanhilangnya ion
bikarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat dan dapat
menyebabkan kematian terutama pada anak-anak .
B. Diabetes Melitus (DM)
Diabe t e s me l i t u s d i s ebabkan o l eh t i dak adanya s ek re s i
i n su l i n o l eh pank rea s yang menghambat penggunaan glukosa dalam
metabolisme. Hal ini terjadi karena adanya pemecahan lemak menjadi
asam asetoasetat dan asam ini dimetabolisme oleh jaringan u n t u k
m e n g h a s i l k a n e n e r g i , m e n g g a n t i k a n g l u k o s a . P a d a D M
y a n g b e r a t k a d a r a se toa se t a t da l am da rah men ingka t s anga t
t i ngg i s eh ingga menyebabkan a s idos i s metabolik yang berat.
C. Penyerapan Asam
Ja r ang s eka l i s e jumlah be sa r a sam d i s e r ap da r i makanan
no rma l akan t e t ap i a s i dos i s me t abo l i k yang be ra t kadang -
kadang dapa t d i s ebabkan o l eh ke r acuan a sam t e r t en tu antara lain
aspirin dan metil alkohol.
[1,2,3]
D. Gagal Ginjal Kronis
Saat fungsi ginjal sangat menurun terjadi pembentukan anion
dari asam lemak dalam c a i r a n t u b u h y a n g t i d a k e k s r e s i k a n
o l e h g i n j a l . S e l a i n i t u p e n u r u n a n l a j u f i l t r a s i glomerulus
mengurangi eksresi fosfat dan NH 4+ yang mengurangi jumlah
bikarbonat. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu
untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah
asam yang normal bisa menyebabkan asidosis j i ka g in j a l t i dak
be r fungs i s eca r a no rma l . Ke l a inan fungs i g in j a l i n i d ikena l
s ebaga i a s i dos i s t ubu lus r ena l i s , yang b i s a t e r j ad i pada
pende r i t a gaga l g in j a l a t au pende r i t a dengan kelainan yang
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam
III. PATOGENESIS
Pada keadaan normal, pH darah dipertahankan dalam rentang yang
sempit (7,35-7,45) agar sel tubuh dapat bekerja dengan baik. Ini dimungkinkan
dengan adanya sistem buffer yang dibantu mekanisme kompensasi dan
koreksi fisiologis oleh paru-paru dan ginjal. B i l a pH da rah
men ingka t da r i no rma l d i s ebu t a l ka l emia dan s eba l i knya pH
da rah menurun disebut asidemia. Sedangkan istilah “osis” (asidosis atau
alkalosis) merupakan proses yang menyebabkan perubahan kadar asam
atau basa dalam darah (asidemia ataualkalemia). Demikian juga, istilah
“osis” tidak selalu berarti ada perubahan pH darah. Misalnya, pada asidosis
metabolik tidak selalu ada asidemia. Karena penumpukan asam dapat
dinetralisir oleh sistem buffer yang dibantu mekanisme kompensasi dan
koreksi oleh paru-paru dan ginjal.
Dari persamaan Henderson-Hasselbalch:
Terlihat pH dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat (HCO 3-) dan asam
karbonat darah( H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah
dipengaruhi oleh tekanan CO 2 darah (pCO2). Bila rasio ini berubah, pH
akan naik atau turun.
Penurunan pH darah di bawah normal yang disebabkan
penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis metabolik. Sebagai
kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan
cepat dandalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun
(hipokarbia). Selain itu ginjal akan membentuk bikarbonat baru
(asidifikasi urine) sehingga pH urine akan men j ad i a s am.
Penu runan kada r b ika rbona t da r ah b i s a d i s ebabkan o l eh
h i l angnya b i k a r b o n a t d a r i d a l a m t u b u h ( k e l u a r m e l a l u i
s a l u r a n c e r n a a t a u g i n j a l ) a t a u p u n disebabkan oleh penumpukan
asam-asam organik, baik endogen maupun eksogen, yang menetralisir
pH = pK + log HCO3 - H2CO3
bikarbonat. Berdasarkan hukum elektroneutral, jumlah kation harus
sama dengan j umlah an ion da l am sa tu l a ru t an , pada a s idos i s
me t abo l i k d i mana t e r j ad i penurunan kadar bikarbonat plasma
akibat penumpukan asam organik dalam plasma (anion yang tidak terukur
meningkat), dijumpai kadar klorida darah normal. Keadaan ini d i s ebu t
a s i dos i s me t abo l i k dengan an ion gap (ke sen j angan an ion )
men ingka t a t au asidosis metabolik normokloremia. Sebaliknya bila
asidosis metabolik terjadi karena penu runan kada r b ika rbona t
p l a sma ak iba t h i l angnya b ika rbona t da r i t ubuh , akan dijumpai
peninggian kadar klorida darah. Ini disebut dengan asidosis metabolik
dengan anion gap (kesenjangan anion) normal ataupun asidosis metabolik
hiperkloremia. Anion gap (kesenjangan anion) dihitung dengan cara
mengurangi kadar natrium darah dengan jumlah bikarbonat dan klorida
darah.
Normalnya an t a r a 8–16 mEq /L . Ka rena i t u pemer ik saan kada r
k lo r i da da r ah , d i s amp ing kada r b ika rbona t dan na t r i um da rah
d ipe r l ukan un tuk membedakan kedua j en i s a s i dos i s metabolik
tersebut di atas.
Pada diet normal, ginjal harusnya mengeluarkan 40-60 mEq ion hidrogen
(H+) untuk mencegah asidosis. Pada gagal ginjal, gangguan kemampuan ginjal
untuk mengekskresikan ion H+ mengakibatkan asidosis sistemik disertai
penurunan kadar bikarbonat (HCO3-) dan pH plasma. Kadar HCO3
- menurun
karena digunakan untuk mendapat H+. Ekskresi ion amonium (NH4+) merupakan
mekanisme utama ginjal dalam usahanya mengeluarkan H+ dan pembentukan
kembali HCO3- (sebab mekanisme ini memungkinkan perubahan de novo HCO3
-
baru dan bukan hanya reabsorbsi HCO3- terfiltrasi ke dalam cairan ekstraseluler).
Pada gagal ginjal, ekskresi NH4+ total berkurang karena berkurangnya
jumlah nefron. Ekskresi fosfat merupakan mekanisme lain untuk mengekskresi H+
dalam bentuk asam yang dapat difiltrasi (yaitu, H+ yang didapat fosfat). Namun,
Anion gap = Na+ - (HCO3¯ + Cl¯).
kecepatan ekskresi fosfat ditentukan kebutuhan untuk mempertahankan fosfat
bukan untuk mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Pada gagal ginjal,
fosfat cenderung tertahan dalam tubuh karena berkurangnya massa nefron dan
karena faktor-faktor yang berkaitan dengan metabolisme kalsium. Retnsi sulfat
dan anion organik lainnya juga berperan dalam penurunan HCO3-. Kadar
bikarbonat serum biasanya stabil pada sekitar 18-20 mEq/L (asidosis sedang).
IV. PATOFISIOLOGI
Asidosis metabolik terjadi ketika terdapat peningkatan produksi asam
nonvolatile atau hilangnya bikarbonat dari tubuh sebagai mekanisme
keseimbangan asam-basa atau ketika mekanisme pengasaman ginjal terganggu.
Dalam kondisi pola makan dan metabolisme normal, rata-rata produksi
asam bersih adalah 1 mmol / kg per hari pada orang dewasa 6 dan 1-3 mmol / kg
per hari pada bayi dan anak. Kelainan pada metabolisme perantara, seperti yang
yang terjadi dalam sintesis asam laktat atau ketogenesis, dan pencernaan zat yang
dimetabolisme menjadi asam organik, seperti metanol atau etilen glikol, dapat
meningkatkan produksi asam beberapa kali lipat.
Untuk menjaga keseimbangan asam-basa normal, setiap hari para tubulus ginjal
harus menyerap kembali kuantitatif yang disaring HCO3- (4.500 mmol) dan
mensintesis cukup HCO3- untuk menetralkan beban asam endogen. Sebagian besar
(80-85%) dari HCO3- diserap dalam tubulus proksimal melalui NHE3 isoform
(90%) dari pertukaran Na+/H+ dan proton pemindahan ATPase (H+ATPase; 10%).
Karbonat anhidrase II (CA II) dalam tubulus proksimal memfasilitasi pemecahan
dari H2CO3 di sitosol menjadi H+ dan HCO3- sehingga memungkinkan sekresi
proton ke dalam lumen. HCO3- yang terbentuk keluar sel melalui electrogenic
basolateral Na+ / HCO3- cotransporter, SLC4A4 (juga dikenal sebagai kNBCe1).
CA IV meningkatkan disosiasi dari H2CO3 luminal menjadi CO2 dan H2O, yang
mencegah penumpukan gradien proton yang akan memperlambat proses tersebut.
Faktor utama reabsorbsi HCO3- termasuk konsentrasi HCO3
- luminal, pH luminal,
laju aliran luminal, tekanan parsial peritubular CO2 (pCO2), serta luminal dan
peritubular konsentrasi angiotensin II. Penurunan atau tidak adanya aktivitas CA
II atau CA IV atau mutasi pada gen SLC4A4, menyebabkan gangguan HCO3-
reabsorpsi dan karena itu dapat menyebabkan asidosis tubulus proksimal ginjal
(RTA).
HCO3- yang terlepas di tubulus proksimal diserap dalam lengkung Henle
asenden melalui pertukaran NHE3 Na+ / H+ dan H+ ATPase elektrogenik, dan juga
diserap di tubulus kolektivus melalui H+ ATPase electrogenik dan mungkin
sebuah electroneutral H+ / K+ ATPase.
Mekanisme pengasaman pada ginjal yang normal, HCO3- diekskresikan
dalam urin dan pH urin puasa biasanya di bawah 6,0. HCO3- yang baru terbentuk
oleh proses yang melibatkan baik tubulus proksimal dan tubulus kolektivus.
Sebagian besar HCO3- dihasilkan dalam tubulus proksimal sebagai efek dari
produksi NH3 dan ekskresi NH4+ dalam urin. Glutamin dimetabolisme oleh
glutaminase membentuk NH3 dan HCO3-. HCO3
- yang terbentuk keluar dari sel
melalui Na+/ HCO3-- SlC4A4 cotransporter.
V. MANIFESTASI KLINIS
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun
biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan
menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat. Sejalan dengan memburuknya
asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa
mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Apabila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan
syok, koma dan kematian.
Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak berikut:
Rendahnya kada r ka l i um da l am da rah . J i ka kada r
ka l i um da rah r endah , maka terjadi kelainan neurologis
seperti kelemahan otot, penurunan refleks dan bahkan
kelumpuhan.
Pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat
mengakibatkan pembentukan batu ginjal. Jika itu terjadi
maka bisa terjadi kerusakan pada sel-sel ginjal dan
gagalginjal kronis.
Kecenderungan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan).
P e r l u n a k a n d a n p e m b e n g k o k a n t u l a n g
y a n g m e n i m b u l k a n r a s a n y e r i (osteomalasia atau
rakhitis).
G a n g g u a n m o t o r i k t u n g k a i b a w a h m e r u p a k a n
k e l u h a n u t a m a y a n g s e r i n g ditemukan, sehingga anak
mengalami keterlambatan untuk dapat duduk, merangkak,dan
berjalan.
Kecenderungan gangguan pencernaan, karena kelebihan asam dalam
lambung dan usus, sehingga pasien mengalami gangguan
penyerapan zat gizi dari usus ke dalam darah. Akibat
selanjutnya pasien akan mengalami keterlambatan tumbuh
kembang (delayed development ) dan berat badan kurang.
VI. PENGUKURAN KLINIS DAN ANALISIS ASIDOSIS
Diagnosis asidosis dapat dilakukan dari analisis gas darah karena dapat
memberikan g a m b a r a n h o m e o s t a s i s d a r i k e s e i m b a n g a n a s a m
b a s a , p e r b e d a a n basa, dan oksigenasi darah. Pada asidosis metabolik
didapatkan hasil pemeriksaan:
Nilai pH kurang dari 7,4.
Konsentrasi PCO2 plasma akan meningkat dari 44 mmHg.
Konsentrasi bikarbonat kurang dari 22 mEq/L.
Selain dari AGD dapat diperlukan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menentukan p e n y e b a b n y a . M i s a l n y a k a d a r g u l a d a r a h
y a n g t i n g g i d a n a d a n y a k e t o n d a l a m u r i n biasanya menunjukkan
suatu diabetes yang tidak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah
menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh
keracunan a t a u k e l e b i h a n d o s i s . K a d a n g - k a d a n g
d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n u r i n a l i s a s e c a r a mikroskopis dan
pengukuran pH urin serta kadar elektrolit serum.
VII. PENATALAKSANAAN ASIDOSIS METABOLIK
A. Asidosis Ringan
Asidosis metabolik kronik yang ringan akan menjadi stabil pada kadar
bikarbonat plasma 16-20 mEq/L. Keadaan ini tidak berkembang melewati
titik tersebut karena produksi H+ diimbangi oleh dapar tulang. Penurunan
asupan protein dapat memperbaiki kondisi asidosis,.
B. Asidosis Sedang
Bila kadar bikarbonat kurang dari 15 mEq/L diberikan natrium
bikarbonat maupun sitrat dosis 1mEq/kgBB/hari per oral untuk
menghilangkan efek sakit pada asidosis metabolik termasuk penurunan
masa tulang yang berlebihan.
C. Asidosis Berat
Asidosis berat dapat tercetus bila suatu asidosis akut terjadi pada
penderita yang sebelumnya sudah pernah mengalami asidosis kronik ringan.
Asidosis berat dikoreksi dengan pemberian NaHCO3 parenteral.
K o r e k s i d e n g a n NaHCO3 h a n y a d i l a k u k a n p a d a
a s i d o s i s m e t a b o l i k b e r a t a t a u diperkirakan tidak
terkompensasi dengan sendirinya atau pada keadaan dengan
gagal ginjal. Asidosis metabolik berat didefinisikan sebagai pH <7,2.
Karena pada pH demikian sangat mudah terjadi disritmia akibat
gangguan kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap
katekolamin.Target pH adalah >7,2 dan HCO3 >38 (kecuali pada
gagal ginjal dimana target a d a l a h n i l a i n o r m a l ) . U n t u k
b a n y a k n y a b i k n a t y g d i b e r i k a n d a p a t d e n g a n l a n g s u n g
memberikan biknat IV sebesar 50-100 mEq dititrasi sampai
konsentrasi HCO3 sesuai target.
Cara cepat: 100mEq jika pH < 7,3.
Dengan defisit basa: HCO3= defisit basa x BB (kg) / 4
Dengan kadar HCO3= (HCO3 target- HCO3 terukur) x BB x
0,6 atau BE x BB x 0,3
Semen ta r a i n i penanganan gaga l g in j a l ba ru s eba t a s t e r ap i
un tuk mengon t ro l tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan
obat yang mengandung zat bersifat basa (alkalis) secara berkala (periodik),
sehingga tercapai tingkat keasaman netral, seperti pada orang normal. Zat basa ini
mengandung bahan aktif natrium bikarbonat (biknat). J i ka pa s i ennya anak -
anak , maka j i ka menggunakan oba t da l am ben tuk t ab l e t , t ab l e t
t e r s ebu t ha rus d ige rus t e r l eb ih du lu s ebe lum d igunakan .
Se t e l ah i t u d i campur dengan air matang, lalu diberikan pada pasien.
Sedangkan apabila menggunakan bentuk bubuk dan ca i r an , t i ngga l
d i campur a i r ma t ang l a l u d ibe r i kan kepada pa s i en , s e sua i dengan
dosis yang ditentukan dokter.
Kasus yang be rka i t an dengan a s idos i s me t abo l i k r i ngan
ya i t u pH > 7 ,2 dan berkaitan dengan asidosis respiratorik tidak diberi terapi
bikarbonat karena menyebabkan penumpukan ion bikarbonat yang tinggi dalam
darah dan menyebabkan gagal napas. Keadaan ini timbul akibat
ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO2. Ha l i n i
menyebabkan pen ingka t an H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen
sehingga menghasilkan asidosis.
Pembe r i an b ika rbona t t e rgan tung pada kond i s i be r a tnya
keadaan pa s i en . Te rap i bikarbonat diberikan pada pasien dengan nilai pH <
7,2 serta tidak terkompensasi oleh tubuh. Hal ini dapat dinilai dari pemeriksaan
fisik dan laboratorium.4 .Kasus yang t i dak d ibe r i t e r ap i b ika rbona t
ada l ah a s idos i s me t abo l i k yang dapa t d i k o m p e n s a s i o l e h
t u b u h s e n d i r i d a n b e r k a i t a n d e n g a n p e n y a k i t
y a n g menyebabkan asidosis respiratorik.
Beberapa prinsip pemberian terapi bikarbonat:
1.Tidak memberikan secara cepat melalui intravena kecuali
kasus cardiopulmonaryresuscitation (CPR).
2 . D i b e r i k a n s a m p a i p H 7 , 2 5
K o n s e n t r a s i b i k a r b o n a t d a l a m s e r u m h a r u s
m e n c a p a i 1 5 m E q / L j i k a pasien tidak dapat mencapai pCO2 <
35 mmHg.
Bikarbonat diberikan secara perlahan-perlahan yaitu ½ dari total
defisit pada 1 jam pertama jika pH kurang dari 7,15 dan selanjutnya
diberi 2-3 jam berikutnya. Hal ini karena asam laktat sebagai produksi
dari koreksi akan dimetabolisme menjadi bikarbonatsetelah direhidrasi
dan diberi oksigen serta glukosa.4.Dilakukan pemeriksaan analisa gas
darah secara serial.Pengobatan yang paling baik untuk asidosis adalah
mengoreksi keadaan yangmenyebabkan kelainan, seringkali
pengobatan ini menjadi sulit terutama pada penyakit kronis yang
menyebabkan gangguan fungsi paru atau gagal ginjal. U n t u k m e n e t r a l k a n
k e l e b i h a n a s a m s e j u m l a h b e s a r n a t r i u m b i k a r b o n a t d a p a t
diserap melalui mulut. Natrium bikarbonat diabsorbsi dari traktus
gastroinstestinal ke dalam darah dan meningkatkan bagian bikarbonat
pada sistem penyangga bikarbonat sehingga meningkatkan pH menuju
normal.
VIII. SIKLUS KREBS
A. Definisi
Siklus Krebs adalah tahapan selanjutnya dari respirasi seluler. Siklus
Krebs adalah reaksi antara asetil ko-A dengan asam oksaloasetat, yang kemudian
membentuk asam sitrat. Siklus Krebs disebut juga dengan siklus asam sitrat,
karena menggambarkan langkah pertama dari siklus tersebut, yaitu penyatuan
asetil ko-A dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat.
B. Fungsi siklus Krebs
Merupakan jalur akhir oksidasi Karbohidrat , Lipid dan Protein.
Karbohidrat, lemak dan protein semua akan dimetabolisme menjadi asetyl-KoA.
C. Tujuan Siklus Krebs
Menjelaskan reaksi-reaksi metabolik akhir yang umum terdapat pada jalur
biokimia utama katabolisme tenaga. Menggambarkan bahwa CO2 tidak hanya
merupakan hasil akhir metabolisme, namun dapat berperan sebagai zat antara,
misalnya untuk proses lipogenesis. Mengenali peran sentral mitokondria pada
katalisis dan pengendalian jalur- jalur metabolik tertentu, mitokondria berfungsi
sebagai penghasil energi.
Gambar 1. Siklus Krebs
Pertama-tama, asetil ko-A hasil dari reaksi antara (dekarboksilasi
oksidatif) masuk ke dalam siklus dan bergabung dengan asam oksaloasetat
membentuk asam sitrat. Setelah "mengantar" asetil masuk ke dalam siklus Krebs,
ko-A memisahkan diri dari asetil dan keluar dari siklus. Kemudian, asam sitrat
mengalami pengurangan dan penambahan satu molekul air sehingga terbentuk
asam isositrat. Lalu, asam isositrat mengalami oksidasi dengan melepas ion H+,
yang kemudian mereduksi NAD+ menjadi NADH, dan melepaskan satu molekul
CO2 dan membentuk asam a-ketoglutarat (baca: asam alpha ketoglutarat).
Setelah itu, asam a-ketoglutarat kembali melepaskan satu molekul CO2, dan
teroksidasi dengan melepaskan satu ion H+ yang kembali mereduksi NAD+
menjadi NADH. Selain itu, asam a-ketoglutarat mendapatkan tambahan satu ko-A
dan membentuk suksinil ko-A. Setelah terbentuk suksinil ko-A, molekul ko-A
kembali meninggalkan siklus, sehingga terbentuk asam suksinat. Pelepasan ko-A
dan perubahan suksinil ko-A menjadi asam suksinat menghasilkan cukup energi
untukmenggabungkan satu molekul ADP dan satu gugus fosfat anorganik menjadi
satu molekul ATP. Kemudian, asam suksinat mengalami oksidasi dan melepaskan
dua ion H+, yang kemudian diterima oleh FAD dan membentuk FADH2, dan
terbentuklah asam fumarat. Satu molekul air kemudian ditambahkan ke asam
fumarat dan menyebabkan perubahan susunan (ikatan) substrat pada asamfumarat,
karena itu asam fumarat berubah menjadi asam malat. Terakhir, asam malat
mengalami oksidasi dan kembali melepaskan satu ion H+, yang kemudianditerima
oleh NAD+ dan membentuk NADH, dan asam oksaloasetat kembali terbentuk.
Asam oksaloasetat ini kemudian akan kembali mengikat asetil ko-Adan kembali
menjalani siklus Krebs.Dari siklus Krebs ini, dari setiap molekul glukosa akan
dihasilkan 2 ATP, 6 NADH, 2FADH2, dan 4 CO2. Selanjutnya, molekul NADH
dan FADH2 yang terbentuk akan menjalani rangkaian terakhir respirasi aerob,
yaitu rantai transpor elektron.
Pada siklus Krebs, 1 molekul piruvat akan diubah menjadi Asetil-CoA
dengan bantuan enzim Pyruvate Dehidrogenase. Pada proses tersebut, satu
molekul CO2 dan dan satu atom H akan dilepaskan dari piruvat, serta satu
molekul CoA (coenzym A) akan ditambahkan. Atom H akan ditangkap oleh
NAD+ dan menghasilkan NADH. Asetil-CoA kemudian masuk ke dalam siklus
Krebs dengan langkah sebagai berikut:
Asetil akan dilepaskan dari Asetil-CoA, kemudian digabungkan ke
oksaloasetat untuk membentuk sitrat dengan penambahan air. Proses
tersebut dikatalisasi oleh enzim citratesynthase.
Sitrat kemudian diubah menjadi isositrat dengan bantuan enzim
acotinase.
Isositrat akan diubah menjadi alfa-ketoglutarat dengan melepaskan
satu molekul CO2 dan satu atom H. Atom H akan ditangkap oleh
NAD+ untuk membentuk NADH. Proses tersebut dikatalisasi oleh
enzim isocitrate dehydrogenase.
Alfa-ketoglutarat kemudian diubah menjadi suksinil-CoA dengan
melepaskan satumolekul CO2 dan satu atom H serta menempelkan
satu molekul CoA. Atom H akan ditangkap oleh NAD+ untuk
membentuk NADH. Enzim yang berperan adalah alpha-ketoglutarate
dehydrogenase.
Suksinil-CoA lalu diubah menjadi suksinat oleh enzim Succinyl-CoA
synthetase. Padaproses ini molekul CoA akan dilepaskan, selain itu
terdapat satu atom P yang ikut dalamreaksi dan kemudian akan
ditangkap oleh ADP untuk membentuk ATP.
Langkah selanjutnya adalah perubahan suksinat menjadi Fumarat oleh
enzim succinatedehydrogenase. Dua atom H akan dilepaskan dan
ditangkap oleh FAD+ untuk membentuk FADH2.
Fumarat lalu diubah menjadi malat oleh fumarase dengan penambahan
air.
Malat kemudian akan diubah kembali menjadi oksaloasetat oleh
enzim malatedehydrogenase. Satu atom H dilepaskan pada proses
tersebut dan ditangkap oleh NAD+ untuk membentuk NADH. Hasil
akhir dari siklus Krebs saja dari 1 molekul piruvat adalah 3 molekul
NADH, 1 molekul FADH2, dan 1 molekul ATP. Namun kalau
ditambah NADH yang dihasilkan pada perubahan piruvat menjadi
asetil-CoA, maka total NADH yang dihasilkan adalah 4 molekul.
Gambar 2. Pembentukan ATP pada siklus Krebs
IX. HUBUNGAN ASIDOSIS METABOLIK DAN SIKLUS KREBSPasien dengan asidosis metabolik mengalami peningkatan anion terutama
terkait dengan siklus asam trikarboksilat Krebs secara signifikan. Asidosis
metabolik memiliki efek berbeda pada fosforilasi aktif dan non-phos-phorylating
mitokondria yang menunjukkan bahwa pengaruh acidae-mia mungkin tergantung
pada kondisi fisiologis. Tingkat pengiriman oksigen ke saluran pernapasan juga
mungkin memainkan peran dalam menghasilkan intermediet asam Krebs. Selain
itu, hipoksia yang dapat menyebabkan peningkatan intermediet dari acidcycle
sitrat. Pada asidosis terjadi kelebihan proton yang disebabkan hilangnya basis
produksi ataupun proton yang berlebihan.
Peningkatan konsentrasi laktat ion dalam darah mencerminkan peningkatan
produksi laktat baik, penurunan metabolisme, atau kombinasi dari keduanya. Pada
pasien dengan asidosis metabolik, 3 asam hidroksibutirat dan asam acetoacetic
memainkan peran utama dalam generasi anion gap. Asidosis dihasilkan sebagai
akibat dari hilangnya elektrolit tidak terkendali baik dari ginjal (asidosis tubulus
ginjal) atau usus. Konsentrasi asam pada plasma yang terkait dengan siklus asam
trikarboksilat meningkat pada pasien dengan asidosis metabolik. Akumulasi dari
asam tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk produksi anion
gap.
Asidosis metabolik memiliki efek berbeda pada fosforilasi aktif dan non-
phos-phorylating mitokondria, menunjukkan bahwa pengaruh asidemia mungkin
tergantung pada kondisi fisiologis. Tingkat pengiriman oksigen ke saluran
pernapasan juga mungkin memainkan peran dalam menghasilkan intermediet
asam Krebs. Selain itu, hipoksia juga dapat menyebabkan peningkatan intermediet
dari acidcycle sitrat
Pada pasien asidosis terjadi peningkatan konsentrasi plasma pada siklus
Krebs dan keberadaan oksaloasetat sitosol. Hal ini menyebabkan terjadinya
penyimpangan kecil pada piruvat. peran anion terutama terkait dengan siklus
Krebs mungkin lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain itu,
anion tampaknya memiliki peran penting dalam generasi anion gap pada pasien
asidosis. Konsentrasi anion biasanya terkait dengan siklus asam trikarboksilat
Krebs yang meningkat dalam jumlah yang cukup pada pasien dengan asidosis
metabolik. Hal tersebut memainkan peran penting dalam menghasilkan anion
gap.
DAFTAR PUSTAKA
1 . G o m e l l a L , H a i s t S . Blood Gases and Acid Base Disorders.
Dalam: Clinicians PocketReference 10th ed. New York, McGraww-Hill;
2004:159-1642 .
2 . S a b a t i n e M . Acid Base Disturbances. Dalam: Pocket
Medicine 3rdv ed. Philadelphia,Lippincot William & Willkins; 20083 .
3 . S e t y o h a d i B , S a l i m S . Gangguan Keseimbangan Asam
Basa. Dalam: Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi
keempat. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
DalamFKUI; 2006: 143-149.
4 . D u B o s e T D . J r . Acidosis and Alkalosis. Dalam: Kasper
DL, Braunwald E, Fauci ASe t a l ( e d s ) . H a r r i s o n ’ s P r i n c i p l e s
o f I n t e r n a l M e d i c i n e 1 6 th. McGraww-Hill. NewYork. 2005:267-
70.5 .
5 . B e r g C S e t a l . Sodium bicarbonate administration and
outcome in preterm infants. JPediatr 2010 Oct; 157:684
6. Nazaret C. et al. 2008. Mitochondrial energetic metabolism: A simplified
model of TCA cycle with ATP Production. Journal of Theoretical Biology
7. Schroeder M.A. Real-time assessment of Krebs cycle metabolism using
hyperpolarized 13C magnetic resonance spectroscopy. The FASEB Journal
8. Forni L.G. et al. 2005. Circulating anions usually associated with the Krebs
cycle in patients with metabolic acidosis. Critical care Vol 9 No.5
9. Smith I, Kumar P, Molloy S, Rhodes A, Newman PJ, Grounds RM, Bennett
ED: Base excess and lactate as prognostic indicators for patients admitted to
intensive care. Intensive Care Med 2001, 27:74-83.
10. Haterwill M, Waggie Z, Purves L, Reynolds L, Argent A: Correction of the
anion gap for albumin in order to detect occult tissue anions in shock. Arch
Dis Child 2002, 87:526-529.
11. Kaplan LJ, Kellum JA: Initial pH, base deficit, lactate, anion gap, strong ion
difference, and strong ion gap predict outcome from major vascular injury.
Crit Care Med 2004, 32:1120-1124.
12. Morgan TJ: The meaning of acid-base abnormalities in the intensive care
unit: part III - effects of fluid administration. Crit Care 2005, 9:204-211.
13. Kellum JA: Closing the gap on unmeasured anions. Crit Care2003, 7:219-
220.
14. Bowling F.G dan Morgan T.J. 2005. Krebs Cycle Anions in Metabolic
Acidosis. Critical Care 2005, 9:E23
15. Hatherill M, Waggie Z, Purves L, Reynolds L, Argent A: Correction of the
anion gap for albumin in order to detect occult tissue anions in shock. Arch
Dis Child 2002, 87:526-529.
16. Kaplan LJ, Kellum JA: Initial pH, base deficit, lactate, anion gap, strong ion
difference, and strong ion gap predict outcome from major vascular injury.
Crit Care Med 2004, 32:1120-1124.
17. Morgan TJ: The meaning of acid-base abnormalities in ICU Part III: Effects
of fluid administration. Crit Care 2005, 9:204-211.
18. Liskaser FJ, Bellomo R, Hayhoe M, Story D, Poustie S, Smith B,Letis A,
Bennett M: Role of pump prime in the etiology and pathogenesis of
cardiopulmonary bypass-associated acidosis. Anesthesiology 2000,
93:1170-1173.