askep anak autisme & retardasi mental
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PADA ANAK: AUTISME DAN RETARDASI MENTAL
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik VIII
oleh:Ria Rohmawati NIM 112310101015Dini Dian Flowerenty NIM 102310101022Melida Puspitasari NIM 112310101025Reza Riyady Pragita NIM 112310101042
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
2.1 Pengertian...................................................................................... 3
2.2 Psikopatologi................................................................................. 3
2.3 Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis.............................. 4
2.4 Penatalaksanaan keperawatan dan medis ................................ 5
BAB 3. PENUTUP........................................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 36
3.2 Saran................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 37
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap anak yang terlahir di dunia ini rentan mengalami masalah yang berkaitan
dengan proses pertumbuhan, bila gangguan tersebut tidak segera diatasi maka akan
berkelanjutan pada fase perkembangan berikutnya yaitu fase perkembangan anak
sekolah, gangguan tersebut dapat menghambat proses perkembangan anak secara
optimal. Adanya berbagai masalah tersebut maka penting bagi para orang tua dan guru
untuk memahami permasalahan-permasalahan anak agar dapat meminimalkan
kemunculan dan dampak permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya
bantuan yang tepat.
Memiliki anak merupakan anugerah terindah yang dirasakan suami istri dalam
rumah tangga dan harapan orang tua menginginkan kondisi anaknya sempurna atau
normal. Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anaknya menderita gangguan
seperti autisme dan retardasi mental. Sebagian masyarakat memang masih menganggap
tabu terhadap penderita autisme. Tidak sedikit sekolah yang menolak anak autis berada
di lingkungannya. Jumlah anak pengidap autisme di Indonesia semakin bertambah
setiap tahunnya, sehingga diperlukan semacam sosialisasi edukasi deteksi dini pada
orangtua, supaya bisa memperhatikan perkembangan anaknya dengan lebih baik. Hal
yag sama juga terjadi pada kejadian anak dengan retardasi mental merupakan masalah
dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Prevalensi
retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya
menderita kelainan ini. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3%
dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.
Beberapa fenomena menunjukkan bahwa kejadian anak yang mengalami autisme
dan redartasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan
masyarakat. Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka dalam makalah ini akan
dibahas mengenai masalah autisme dan retardasi mental yang terjadi pada anak.
1.2 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan tujuan
penulisan dari makalah ini, di antaranya:
1.2.1 untuk mengetahui pengertian autisme;
1.2.2 untuk mengetahui psikopatologi atau psikodinamika autisme;
1.2.3 untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dari autisme;
1.2.4 untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari autisme;
1.2.5 untuk mengetahui pengertian retardasi mental;
1.2.6 untuk mengetahui psikopatologi atau psikodinamika retardasi mental;
1.2.7 untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dari retardasi
mental;
1.2.8 untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari retardasi mental.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.2.1 Autisme
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham atau
aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan
dalam dunianya sendiri. Beberapa pengertian autis menurut para ahli adalah sebagai
berikut.
1. Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas atau orang lain namun pada bayi tidak terlihat tanda dan gejalanya.(Sacharin,
R. M., 1996).
2. Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal,
aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30
bulan.(Behrman, 1999).
3. Autisme menurut Rutter dalam Sacharin (1996) adalah gangguan yang melibatkan
kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan),
hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan
konvulsif.
4. Autisme adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik
cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia muda,
biasanya sekitar usia 2-3 tahun ( Yatim, Faisal., 2002).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme adalah suatu
kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita sekitar usia 2-3 tahun
yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang
normal.
2.2.2 Retardasi mental
Istilah retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi kognitif dan
adaptif. Retardasi mental merupakan kelemahan mental yang tidak mencukupi sejak
masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Adapun definisi retardasi
mental dari beberapa sumber antara lain.
1. Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi
gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F.
Maramis, 2005 dalam Kuntjojo, 2009).
2. Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah
yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Carter CH,
Toback C. dalam Soetjiningsih, 1995).
3. Retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang
disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan gejalanya timbul pada
masa perkembangan (Crocker AC, 1983 dalam Soetjiningsih, 1995).
4. Retardasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi Intelektual
berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan /dibawah usia 18 tahun,
berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (Muttaqin, 2008).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa retardasi mental
adalah suatu keadaan kelemahan mental dengan inteligensi yang kurang (subnormal)
yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap
tuntutan masyarakat karena adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan timbul
pada masa perkembangan /dibawah usia 18 tahun.
2.2 Psikopatologi
2.2.1 Autisme
Etiologi autisme adalah virus, zat beracun, kelainan imunonologi, abnormalitas
SSP, cedera otak, kerusakan otak, faktor genetik. Autisme dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor predisposisi terjadinya autis menurut
Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:
1. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom
yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang
autis).
2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun
setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella,
Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam
timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan.
Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang
bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya
keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja
berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi
makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang
mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam
tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah
bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian
membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah ketidakseimbangan biokimia,
faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa
disebabkan oleh infeksi virus (TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti
fenilketonuria (penyakit kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom).
Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu
1. Faktor keluarga dan psikologi
Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan.
2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf)
Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan gangguan
fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan keadaan autisme pada penderita
3. Faktor genetik
Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga
menderita penyakit yang sama.
4. Faktor kekebalan tubuh
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida
otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung
jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak
(Betz and Sowden, 2002).
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without
guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye
sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel
Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan
atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih
lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan
kegagalan mengeksplorasi lingkungan (Hamid, 2008).
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran
sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur
dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).
2.2.2 Retardasi mental
Etiologi dari retardasi mental adalah infeksi pada kandungan, gangguan
metabolisme pada anak usia kurang dari 6 tahun, bayi prematur, depresi berat, penyakit
otak, keracunan/intoksikasi saat ibu hamil, kelainan kromosom, genetik, dan trauma
otak.
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.
Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul
pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan di bawah normal (IQ 70 sampai 75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-
keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif: berbicara dan berbahasa,
kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial,
penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab retardasi mental bisa
digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental
ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak (Lusmilasari, 2002).
2.3 Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis
2.3.1 Autisme
A. Diagnosa medis
Diagnosa medis yang dapat ditegakkan yaitu autisme. Autisme sebaiknya
didiagnosa oleh tim ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tim bisa terdiri dari Ahli
perkembangan anak, Dokter, Ahli wicara, dan Psikolog. Biasanya anak dengan autisme
dibawa ke ahli medis terlebih dulu, lalu dokter akan membawa kasus temuannya untuk
didiskusikan dengan berbagai ahli klinis kesehatan anak. Idealnya semua ahli harus
sepakat untuk menentukan suatu diagnosa (Hands-out Workshop on Autism, August
2013).
Perlu dipahami bahwa gejala autisme tidak sama dengan keterlambatan
perkembangan. Karena secara khas gangguan komunikasi, interaksi sosial, perilaku
serta keunikan kognitif dan sensoris akan muncul pada anak yang mengalami autisme.
Sedangkan pada keterlambatan perkembangan akan lebih spesifik pada hambatan
perkembangan kemampuan tertentu pada anak. Lebih lanjut, gejala autisme juga harus
ditunjukkan secara kontinyu selama masa perkembangan anak; atau bukan sekedar
respon atas suatu stimulus atau kondisi medis sementara (misalkan gejala hanya muncul
karena sakit dan setelah minum obat) (Hands-out Workshop on Autism, August 2013).
Tidak ada satu cara atau satu tes untuk menentukan Autisme. Diagnosa juga perlu
mempertimbangkan hasil pembicaraan dengan orang tua, untuk mengetahui riwayat
anak, dan mengobservasi bagaimana perilaku dan gejala anak. Ketika anak sudah
mendapatkan diagnosa, maka anak dapat memulai treatmentnya secara intensif untuk
mengoptimalisasi perkembangannya (Hands-out Workshop on Autism, August 2013).
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien autisme diantaranya adalah
a. Hambatan komunikasi
b. Hambatan interaksi sosial
c. Isolasi sosial (Carpenito-Moyet, 2006).
2.3.2 Retardasi mental
A. Diagnosa medis
Diagnosa medis yang dapat ditegakkan adalah retardasi mental. Diagnosa medis
ditegakkan dengan melakukan skrining secara rutin misalnya dengan menggunankan
DDST (Denver Developmental Screening Test), maka diagnosis dini dapat segera
dibuat. Demikian pula anamnesis yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya,
sangat membantu dalam diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur 6 tahun dapat
dilakukan test IQ. Sering kali hasil evaluasi medis tidak khas dan tidak dapat diambl
kesimpulan. Pada kasus seperti ini, apabila tidak ada kelainan pada sistem susunan saraf
pusat, perlu, anamnesis yang teliti apakah ada keluarga yang cacat, mencari masalah
lingkungan/factor nonorganic lainnya dimana diperkirakan mempengaruhi kelainan
pada otak anak. Biasanya Fungsi intelektual yang secara signifikan berada dibawah rata-
rata. IQ kira-kira 70 atau kurang (untuk bayi penilaian klinis dari fungsi fungsi
intelektual dibawah rata-rata). Terjadi Kekurangan atau kerusakan fungsi adaptif yang
terjadi bersamaan misalnya efektifitas seseorang dalam memenuhi harapan kelompok
budayanya terhadap orang seusianya dalam sedikitnya dua area yaitu komunikasi,
perawatan diri, ketrampilan sosial dan interpersonal, penggunaan sarana-sarana
masyarakat pengarahan diri, ketrampilan akademik fungsional, bekerja, bersantai,
kesehatan dan keamanan. Awitan terjadinya sebelum usia 18 tahun (Mansjoer, 2000).
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien retardasi mental diantaranya
adalah:
a. Hambatan komunikasi verbal
b. Hambatan interaksi sosial
c. Isolasi sosial
d. Defisit perawatan diri
e. Resiko cedera (Carpenito-Moyet, 2006).
2.4 Penatalaksanaan keperawatan dan medis
2.4.1 Penatalaksanaan medis
Menurut (Ginanjar, 2006), penatalaksanaan klien autisme secara medikamentosa
diberikan karena adanya abnormalitas anatomi dan kimia otak pada penyandang
autisme. Terapi obat ditujukan untuk mengurangi hiperaktifitas, stimulasi diri, menarik
diri, agresifitas, gangguan tidur. Pemberian antipsikotik dalam dosis rendah dapat
membantu.
Menurut Sularyo dan Kadim (2000), obat-obat yang sering digunakan dalam
pengobatan retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik.
Metilfenidat (ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif.
Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang-kadang
dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar pada umumnya
diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, gamma
aminobutyric acid (GABA).
2.4.2 Penatalaksanaan keperawatan
Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan,
sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Terapi
harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda
(Wahyudi, 2006).
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan
didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi
pelatihan khusus pada anak dengan memberikan possitive reinforcement (hadia atau
pujian). Jenis terapi ini bisa diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling
banyak dipakai di Indonesia.
2. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu austic
yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Terapi wicara sangat
menolong karena klien dengan autis kurang mampu berinteraksi dengan orang lain.
3. Terapi Okupasi
Terapi okupasi untuk melatih mempergunakan otot-otot halus klien dengan benar.
4. Terapi Fisik
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat menolong untuk menguatkan
otot-otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh.
Selain itu, terapi lain yang dapat dilakukan kepada klien dengan klien autisme antara
lain:
1. Terapi Sosial
2. Terapi Bermain
3. Terapi Perilaku
4. Terapi Perkembangan
5. Terapi Visual
Bagan Psikopatologi/Psikodinamika autisme
Virus, zat beracun
Kelainan imunologi
ibu
Perilaku orang tua (emosional, kaku,
obsesif)
Abnormalitas SSP, cedera otak, kerusakan
otak
Faktor genetik
Hambatan komunikasi
Tidak dapat berkomunikasi secara verbal maupun non verbal (terlambat bicara/tidak dapat berbicara, mimik muka datar)
Hambatan interaksi sosial
Menolak/menghindar untuk bertatap muka, bila didekati menjauh, enggan berinteraksi dengan orang lain
Autisme
Isolasi sosialTidak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar
Bagan Psikopatologi/Psikodinamika Retardasi Mental
Riwayat Infeksi pada kandungan (pada ibu saat hamil)
Gangguan metabolisme pada anak usia <6 tahun
bayi prematur
Intoksikasi/ keracunan pada saat ibu hamil
Genetik Kelainan kromosomPenyakit
otakTrauma
otakDepresi berat
RETARDASI MENTAL
Ketidakmampuan kognitif (IQ <70-75)
↓ atau kelainan fungsi kognitif dalam berbicara dan berbahasa
Hambatan komunikasi
verbal
Tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar
Hambatan interaksi sosial
Isolasi sosial
Tidak mampu merawat diri sendiri
Defisit perawatan diri
Mobilitas fisik tidak seimbang
Perilaku hiperaktif
Resiko cedera
BAB 3. PENUTUP
3.1 KesimpulanAutisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita sekitar usia 2-3 tahun yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan
sosial atau komunikasi yang normal. Sedangkan retardasi mental suatu keadaan
kelemahan mental dengan inteligensi yang kurang (subnormal) yang menyebabkan
ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat
karena adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan timbul pada masa
perkembangan /dibawah usia 18 tahun. Penatalksanaan yang dapat dilakukan yaitu
penatalasanaan medis dan keperawatan. Salah satu penatalaksanaan medis pada anaka
dengan autisme yaitu terapi obat ditujukan untuk mengurangi hiperaktifitas, stimulasi
diri dan pada anak dengan retardasi mental yaitu salah satunya dengan pemeberian obat
retardasi mental seperti Metilfenidat (ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi
dan fungsi kognitif. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan pada anak dengan autisme
yaitu dengan pemberian terapi seperti terapi bermain, terapi kognitif, terapi wicara, dan
penatalaksanaan keperawatan pada anak dengan retardasi mental yaitu dengan
psikoterapi.
3.2 SaranUntuk perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada
klien dengan autisme dan retardasi mental . Untuk klien dan keluarga diharapkan dapat
melakukan pengobatan secara optimal untuk meminimalkan gejala yang ditimbulkan
akibat autisme dan retardasi mental. Untuk mahasiswa agar lebih memahami tentang
autisme dan retardasi mental agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan autisme dan retardasi mental secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, K. A. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Betz and Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hamid A.Y. 2008. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Hands-out Workshop on Autism. August 2013. Autism Association of Western Australia.
Kuntjojo. 2009. Psikologi Abnormal. Program Studi Bimbingan Dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri. [Serial online] http://www. psikoterapis .com/ files/download- ebook-psikologi-abnormal-gratis.pdf. Diambil tanggal 13 februari 2014.
Lusmilasari L. 2002. Asuhan Keperawatan Klien dengan Retardasi Mental. materi kuliah tidak di publikasikan. PSIK FK UGM Jogjakarta.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Sacharin, R.M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Yatim, Faisal. 2002. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.