askep cerebral palsy

59
BABI KONSEP DASAR 1. pendahuluan Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda- tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidakprogresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinanatau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasiatau kelainan-kelainan fungsi motorik. Pada tahun 1964World Commission on Cerebral Palsymengemukakan definisiCP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerakdan sikap tubuh yang disebabkan

Upload: anggi-tesia

Post on 26-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BABI

KONSEP DASAR

1. pendahuluan

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu

dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat

kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai

pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan

tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.

Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843),

yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia

neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy,

sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.

motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidakprogresif, yang terjadi

pada masa prenatal, saat persalinanatau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur,

ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasiatau kelainan-kelainan fungsi

motorik. Pada tahun 1964World Commission on Cerebral Palsymengemukakan definisiCP

sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerakdan sikap tubuh yang disebabkan

karena adanya kelainanatau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya

Sedangkan Gilroy dkk (1975), mendefinisikan CPsebagai suatu sindroma kelainan

dalamcerebral controlterhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau

kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang

diambil, cara diagnosis, dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950)

sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan

deficit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10%

termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri,

sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 %

mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70,

35 % disertai kejang, sedangkan

2.Definisi

Serebral palsi ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak

progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak

normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam

sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia

basal dan cerebelum juga kelainan mental.

Cerebral Palsy adalah suatu situasi dengan suatu tanda tidak baik pada bagian otak

yang berfungsi mengendalikan, menggerakkan, kelumpuhan, dan lain gangguan fungsi tangan.

Serebral palsi adalah gangguan terhadap pengendalian fungsi motor disebabkan

kerosakan pada otak yang sedang berkembang. Serebral palsi adalah kecacatan yang memberi

kesan terhadap bentuk muka, pergerakan, kemahiran motor.

Serebral Palsi juga boleh berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental,

belajar,penglihatan, pendengaran dan komunikasi.

2. Ciri-Ciri

Perkembangan motor kasar dan motor halus yang lambat

Tindakan yang sepatutnya hilang masih kekal

Berjalan dengan menjinjit atau kaki diseret

Ketidaknormalan bentuk otot

Lekukan pada spinal "jawbone" kepala kecil

Penangkapan

Sawan

Percakapan komunikasi

Kerencatan akal

Masalah pembelajaran

Masalah tingkah laku

4.Patologis

Kelainan tergantung dari berat asfiksia yang terjadi pada otak. Pada

keadaan yang berat tampak ensefalomasia multipel atau iskemia yang menyeluruh. Pada keadaan

yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikluar substansia alba dan dapat

terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan tersebut dapat fokal atau

menyeluruh tergantung tempat yang terkena.

5.Etiologi

Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:

1) Pranatal :

a) Malformasi kongenital.

b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela,

toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).

c) Radiasi sinar X.

d) Tok gravidarum.

e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau

tali pusat yang abnormal).

f) Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.

2) Natal :

a) Anoksia/hipoksia.

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang

menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal,

disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan

bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.

b) Perdarahan otak.

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya

perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah

sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan

penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat

menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.

c) Trauma lahir.

d) Prematuritas.

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak

dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah

dan lain-lain masih belum sempurna.

e) Ikterus

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal

akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan

darah.

f) Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan

mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.

3) Postnatal :

a) Trauma kapitis.

b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.

c) Kern icterus.

Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada

faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat

lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin,

infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy.

Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor

perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan

kehidupan.

Sedang1 faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun

(Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16

tahun (Perlstein, Hod, 1964).

6.Patofisiologi

Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi

laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi

digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat

nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat

diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau

luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau

infeksi).

7.Patogenesis

Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi

dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada

minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya

kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.

Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke

24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.

Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35.

Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler

dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara

tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan

pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus

kalosum.

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun

pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan

metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada

stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.

Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan

Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks

motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.

Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan

subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan

nekrosis.

Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan

menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral

palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan

perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus.

Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel.

Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma

lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah

terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa

mengakibatkan bangkitan epilepsi.

8.Faktor Resiko

a. Prematuritas

b. Ikterus pada masa neonatus

c. Meningitis purulenta pada masa bayi

9.Manifestasi Klinis

a. Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek

Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun

penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan

otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya

lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari

dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan.

Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar

dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada

waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas

tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan

keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya;

hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/

diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;

tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama

hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

Golongan spastitis ini meliputi / 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan

spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:

1) Monoplegia/ Monoparesis

Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang

lainnya.

2) Hemiplegia/ Diparesis

Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.

3) Diplegia/ Diparesis

Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.

4) Tetraplegia/ Tetraparesis

Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan

dengan tungkai.

b. Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan

berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron.

Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila

dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang

atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks

babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap.

Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.

c. Koreo-atetosis

Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi

dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah

itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan

tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal

disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.

d. Ataksia

Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan

menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai

belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku.

Kerusakan terletak diserebelum.

e. Gangguan pendengaran

Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen

terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan

koreo-atetosis.

f. Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi

dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga

anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.

g. Gangguan mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada

keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.

h. Paralisis

Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.

Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.

i. Gerakan involunter

Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat

flaksid, rigiditas, atau campuran.

j. Kejang

Dapat bersifat umum atau fokal.

k. Gangguan perkembangan mental

Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy

terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai

dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama,

sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila

korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat

digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota

gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.

l. Problem emosional terutama pada saat remaja.

10.Klasifikasi

Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini akan

diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsionil.

Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy adalah sebagai berikut:

1) Tipe spastis atau piramidal.

Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :

a) Hipertoni (fenomena pisau lipat).

b) Hiperrefleksi yang djsertai klonus.

c) Kecenderungan timbul kontraktur.

d) Refleks patologis.

Secara topografi, distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:

a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.

b) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat.

c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.

d) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.

e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya

merupakan varian dan kuadriplegi.

2) Tipe ekstrapiramidal

Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia.

Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai

gejala hipertoni, hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini

kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris dan

disantni.

3) Tipe campuran

Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan

hipertoni disertai gerakan khorea. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.

1) Ringan:

Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga sama sekali tidak atau

hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.

2) Sedang:

Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau

pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan

pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau

berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.

3) Berat:

Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa

pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit

hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah

perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan

menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

11.Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan,

perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga

pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan

adanya refleks neonatus yang masih menetap.

Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali,

karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan

perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala,

pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan

gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan

ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.

Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan

menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.

12.Penatalaksanaan

a. Medik

Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama

yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT,

ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa

dan orangtua pasien.

b. Fisioterapi

Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program

latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu

istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan.

Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.

c. Tindakan bedah

Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan

pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik

dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.

d. Obat-obatan

Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin

banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di

negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien

ini.

e. Tindakan keperawatan

Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi

secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau

sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan

penanganan semestinya.

Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun

selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika

melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.

f. Occupational therapy

Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri,

memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian,

makan, minum dan keterampilan lainnya.

g. Speech therapy

Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.

13.Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di

tegakkan.

2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu

proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.

3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik

yang disertai kejang maupun yang tidak.

4. Foto rontgen kepala.

5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.

6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.

14.Komplikasi

1. Ataksi

2. Katarak

3. Hidrosepalus

4. Retardasi Mental

IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan

[menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.

5. Strain/ ketegangan

Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia

6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan

Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.

7. Kehilangan sensibilitas

Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.

8. Hilang pendengaran

Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.

9. Gangguan visual

Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.

10. Kesukaran btuk bicara

Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional

dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.

11. Lateralisasi

Dominan pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala

hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara

12. Inkontinensia

RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.

13. penyimpangan Perilaku

Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.

15.Prognosis

Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia

20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35%

dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus.

Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila

disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.

Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh

Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan

bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian

a. Kaji riwayat kehamilan ibu

b. Kaji riwayat persalinan

c. Identifikasi anak yang mempunyai resiko

d. Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak

normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan

pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya

tonus otot.

e. Monitor respon bermain anak

f. Kaji fungsi intelektual

g. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)

h. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)

i. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.

j. Badan gemetar

k. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.

l. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk

yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara,

terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang

berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air

kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.

Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.

Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat- Hipotonia,

Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara /suara, visual dan mendengar.

2.Diagnosa Keperawatan

a. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.

c. Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.

d. Ketidakteraturan perilaku anak.

e. Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.

f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.

g. Gangguan persepsi sensori.

h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.

i. Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.

j. Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

k. Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.

l. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan

kognitif.

m. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.

n. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.

o. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.

3.Perencanaan Keperawatan

DP. 1 : Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Tujuan :

Klien mudah untuk bernafas

Pengeluaran udara paksa tidak terjadi.

Penggunaan otot tambahan tidak terjadi.

Tidak terjadi dispnea.

Kapasitas vital normal.

Respirasi rate normal.

Anak tidak mengalami aspirasi.

Intervensi :

1. Kaji pola pernafasan.

2. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/

kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat.

3. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.

4. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.

5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan

jadwal yang tepat.

6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.

7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.

8. Lakukan suction segera bila ada sekret

9. Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum.

DP. 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.

Tujuan :

Terpenuhinya intake nutrisi.

Terpenuhinya energi.

Berat badan naik.

Intervensi :

1. Monitor status nutrisi pasien.

2. Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.

3. Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.

5. Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan

orang lain yang berwenang.

DP. 3 : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.

Tujuan :

Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial.

Menunjukan status neurologist.

Intervensi :

1. Pengelolaan edema serebral.

2. Peningkatan perfusi serebral.

3. Memantau tekanan intracranial.

4. Memantau neurologist

DP. 4 : Ketidakteraturan perilaku anak.

Tujuan :

Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak.

Menunjukan termoregulasi.

Intervensi :

1. Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.

2. Perbaikan kualitas tidur.

DP. 5 : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.

Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.

Intervensi :

1. Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.

2. Perhatikan anak-anak saat beraktifitas.

3. Beri istirahat bila anak lelah.

4. Gunakan alat pengaman bila diperlukan.

5. Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit

6. Lakukan suction.

7. Pemberian anti kejang bila terjadi kejang.

DP. 6 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.

Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas

normal.

Intervensi :

1. Kaji respon dalam berkomunikasi.

2. Ajarkan dan kaji makna non verbal.

3. Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.

4. Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami

dengan tepat.

5. Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.

6. Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.

7. Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.

8. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.

9. Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.

DP. 7 : Gangguan persepsi sensori.

Tujuan : Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan.

Intervensi :

1. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak.

2. Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori, seperti

deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan, penanganan,

ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya.

3. Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin.

4. Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.

5. Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.

DP. 8 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..

Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan

tidak mengalami kontraktur.

Intervensi :

1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.

2. Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.

3. Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.

4. Lakukan terapi fisik.

5. Lakukan reposisi setiap 2 jam.

6. Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas.

7. Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.

8. Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.

9. Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.

10. Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.

11. Ajarkan rom yang sesuai.

12. Berikan periode istirahat.

DP. 9 : Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.

Tujuan : Anak tidak merasa rendah diri ketika berkomunikasi.

Intervensi :

1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek.

2. Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar.

3. Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi.

DP. 10 : Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas

normal.

Intervensi :

1. Kaji tingkat tumbuh kembang.

2. Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah.

3. Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak.

DP. 11 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.

Tujuan : Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pemahaman anak.

2. Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal.

3. Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain yang dapat digunakan sesuai

kemampuan orangtua dan anak.

4. Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya.

DP. 12 : Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan

kognitif.

Tujuan : Orangtua / keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan perawatan anak yang ditandai

dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak.

Intervensi :

1. Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan-minum, eliminasi, kebersihan perseorangan,

mengenakan pakaian, aktivitas bermain.

3. Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-

hari.

DP. 13 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.

Tujuan : Pengetahuan tercapai.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan orangtua.

2. Ajarkan orangtua untuk mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak.

3. Ajarkan tentang kondisi yang dialami anak dan terkait dengan latihan terapi fisik dan kebutuhan.

DP. 14 : Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.

Tujuan : Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.

Intervensi :

1. Ajarkan orangtua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak.

2. Tekankan bahwa orangtua dan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu

pemenuhan kebutuhan.

3. Jelaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang lain.

DP. 15 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.

Tujuan : Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.

Intervensi :

1. Kaji area yang terpasang alat penyokong.

2. Gunakan lotion kulit untuk mencegah kulit kering.

3. Lakukan pemijatan pada area yang tertekan.

4. Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal.

5. Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Assuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC.

Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Internet:

Adnyana, I Made Oka. 2007. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Available from:

http://www.cerminduniakedokteran.com. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009.

Anggra. 2009. Cerebral palsi. Available from: http://sugengrawuh.blogspot.com. Diunduh pada 20 Juli

2009

Nn. 2006. Terapi bermain anak pada cerebral palsy. Available from: http://www.medicastore.com.

Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009.

Nn. 2007. Asuhan Keperawatan Cerebral Palsi. Available from: http://www.wikipedia.com. Diunduh

pada tanggal 20 Juli 2009.

Pamungkas, Brantas. 2008. Askep serebral palsi. Available from:

http://brantaspamungkas.wordpress.com. Diunduh pada 20 Juli 2009

Way. 2008. Serebral Palsi (cerebral Palsy) (CP). Available from: http://Way_Learning.blogspot.com.

Diunduh pada 20 Juli 2009

BAB IPENDAHULUAN

1.1.       Latar BelakangIstilah Cerebral Palsy (CP),Cerebral :yang berhubungan dengan otak; Palsy :

ketidaksempurnaan fungsi otot. Nama lain ialah : Little’s disease, oleh karena dokter John Little adalah orang yang pertama pada pertengahan abad ke 19 menguraikan gambaran klinik CP.

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.

William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah “Infantil Cerebral Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah “cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static encephalopathies of childhood”.

Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayi berhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat terlihat segera ataupun di kemudian hari.

Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.

1.2.       TujuanTujuan penulisan makalah ini adalah :

a.       Mengetahui cerebral palsy.b.      Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap penderita cerebral palsy.c.       Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy.d.      Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.

1.3.       Manfaata.       Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang permasalahan yang timbul pada

kasus Cerebral Palsy.b.      Memperoleh pemahaman konsep yang benar tentang Cerebral Palsy sehingga nantinya dapat

diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien.

c.       Asuhan keperawatan yang kita berikan akan lebih bermutu bila ada keseimbangan antara pengetahuan teori dan kecakapan praktis.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1    PengertianCerebral Palsy ialah suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi

motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal. Gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental.

Cerebral Palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh abnormalitas sistem motor piramida (motor kortek, basal ganglia dan otak kecil) yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal.

Cerebral Palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.

Cerebral Palsy adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.

2.2    EtiologiFaktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir, sedangkan faktor perinatal

yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.Sedangkan faktor pascanatal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau sampai 5 tahun kehidupan atau sampai 16 tahun. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.

1. PranatalInfeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh

:a.       Infeksi intrauterin : TORCH, sifilis, toksoplasmosis, rubella dan penyakit infeksi sitomegalikb.      Radiasi sinar Xc.       Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus, perdarahan

plasenta, ibu hipertensi, dan lain-lain)d.      Toksemia gravidarume.       Gangguan pertumbuhan otak2. Perinatal

a)  Anoksia/ hipoksiaPenyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak.Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia.Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnoemal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.b) Perdarahan otakPerdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah

sehingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus.Perdarahan di ruangsubdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.c) PrematuritasBayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.d) Ikterus Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.e)  Meningitis purulentaMeningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.

3. Pascanatal Setiap kerusakan pada jaringan otak yang menggangu perkembangan dapat

menyebabkan cerebral palsy :a.    Trauma kepala, trauma kapitis,lesi oleh trauma seperti fraktur tengkorak, gangguan sirkulasi

darah seperti emboli/ trombosis otakb.   Penyakit infeksi : Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan c.    Hiperbilirubinemia/ kernikterusd.   Racun : logam berat e.    Luka Parut pada otak pasca bedah

FAKTOR RESIKOFaktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar

antara lain adalah :1.   Letak sungsang2.   Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permaanen.

3.   Apgar score rendah.Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.

4.   BBLR dan prematuritas.5.   Kehamilan ganda.6.   Malformasi SSP.

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.

7.   Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.

8.   Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.9.   Kejang pada bayi baru lahir.

2.3    Gejala Klinis

Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.Gejalanya bervariasi, mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat, yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda.

Gejala klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu : spastisitas, atetosis dan ataksia.

a)   SpastisitasSpastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan, meliputi

50--65% kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi, klonus, refleks patologik positif. Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi, diplegi/hemiplegi, triplegi atau tetraplegi. Kelumpuhan tidak hanya mengenai lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot leher yang berfungsi menegakkan kepala.

b)   AtetosisAtetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul

spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar mengelilingi sumbu "kranio-kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi. Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksi berat atau jaundice.

c)   AtaksiaAtaksia adalah gangguan koordinasi. Bayi/anak dengan ataksia menunjukkan gangguan

koordinasi, gangguan keseimbangan dan adanya nistagmus. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum.

d)  RigiditasMerupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejala-gejala

motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan perkembangan mental, retardasi pertumbuhan, kejang-kejang, gangguan sensibilitas, pendengaran, bicara dan gangguan mata.

-    Gangguan PendengaranTerdapat pada 5 – 10 % anak dengan Cerebral Palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen

terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. -    GangguanBicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.

-    GangguanMataGangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada

keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita Cerebral Palsy menderita kelainan mata.

Berdasarkan gejala klinis maka pembagian Cerebral Palsy adalah sebagai berikut:1.      Tipe spastis atau piramidal (50% dari semua kasus CP, otot-otot menjadi kaku dan lemah)

Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah : peninggian tonus otot/ Hipertoni (fenomena pisau lipat), Hiperfleksi yang disertai klonus, reflek Babinski yang positif. Kecenderungan timbul kontraktur dan refleks patologis.Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :

a)   Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.b)   Spastik diplegia,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih berat.c)   Kuadriplegi,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih berat.d)  Monopologi, bila hanya satu anggota gerak.e)   Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah,biasanya

merupakn varian dan kuadriplegi.2.      Tipe ekstrapiramidal

Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia.Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental.Disamping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus.Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris.

3.      Tipe campuranGejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan

hipertoni disertai gerakan khorea.

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional. lalah berdasarkan beratnya keterlibatan neuromotorik yang membatasi kemampuan penderita untuk menjalankan aktifitas untuk keperluan hidup (activities of daily living) :

1)      RinganPenderita masih bisa melakukan pekerjaan/ aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali

tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak mempunyai problem bicara dan dapat bergerak tanpa memakai alat-alat penolong.

2)      Sedang Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau

pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat penolong diri. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarsakat dengan baik.

3)      Berat Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup

tanpa pertolongan orang lain. Penderita memerlukan perawatan. Derajat keterlibatan demikian hebat, sehingga prognosis untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara adalah jelek. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP :-     Kecerdasan dibawah normal

-     Keterbelakangan mental -     Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)-     Gangguan menghisap atau makan -     Pernafasan yang tidak teratur -     Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk ,

berguling ,merangkak , berjalan)\-     Gangguan berbicara (disatria), Gangguan penglihatan, Gangguan pendengaran -      Kontraktur persendian, Gerakan menjadi terbatas

2.4    Patofisiologi ( terlampir)Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP, cepatnya

diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Prognosis paling baik pada derajat fungsional yang ringan.Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.

Prognosis pasien dengan manifestasi motor yang ringan baik. Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.

2.1    Pemeriksaan Penunjang1.     Anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat

dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan.

2.     Pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic neckreflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting.

Observasi adanya manifestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan dengan pencapaian perkembangan :

  Perlambatan perkembangan motorik kasarManifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan.

  Tampilan motorik abnormalPenggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makaan, sariawan lidah menetap.

  Perubahan tonus otot

Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).

  Posture abnormalMempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup, menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi pada posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.

  Abnormalitas refleksRefleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.

  Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak).Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu).

  Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonal3.     Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis Cerebral Palsy

ditegakkan.4.     Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses

degeneratif. Pada Cerebral Palsy, CSS normal.5.     Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang

disertai kejang maupun yang tidak.6.     Foto rontgen kepala dan CT Scan. Untuk diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat

penting sebagai dasar dalam seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil.7.     Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.8.     Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.

2.2    Penatalaksanaan/ TerapiUntuk memperoleh hasil yang maksimal perlu kerja sama yang baik, penderita CP perlu

ditangani oleh suatu Team yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf/ neurolog, ahli jiwa/ psikiater/ psikolog, ahli bedah tulang/ ortopedi, ahli fisioterapi, occupational therapist, guru sekolah luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak , pekerja sosial dan lain-lain.

a.    MedikPengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik.

b.    FisioterapiFisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk

memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal.

c.    Tindakan bedah

Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan. Operasi bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.

Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur persendian yang semakin memburuk akibat kekakuan otot, pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang makanan dan untuk mengendalikan refluks gastroesofageal.

d.   Obat-obatanPasien serebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak

gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.

Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang menunjukkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5-10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari.

e.    Reedukasi dan rehabilitasi.Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu

mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri.

Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupationaltherapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

f.     Psiko terapi untuk anak dan keluarganya.Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko

terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.g.    Tindakan keperawatan-       Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara

cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya. Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.

-       Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepada orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal.

h.    Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa berupa : Terapi fisik, Loraces (penyangga), Kaca mata, Alat bantu dengar, Pendidikan dan sekolah khusus, Obat anti kejang, Obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan diazepam, Terapi okupasional, Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi, Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi masalah makan.

2.3    Pengkajian Keperawatan1.   Biodata-    Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.-    Sering terjadi pada anak pertama-    Kesulitan pada waktu melahirkan.

-    Kejadian lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.-    Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.-    Identifikasi anak yang mempunyai resiko (Angka kejadian sekitar 1-5 per 1000 anak).

2.   Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar kelahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.

-    Kaji riwayat kehamilan ibu-    Kaji riwayat persalinan

3.   Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.

4.   Monitor respon bermain anak5.   Kaji fungsi intelektual6.   Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan), Otot kaku dan

refleks yang berlebihan (spasticas)

7. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara8. Badan gemetar, Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulis atau menekan tombol9. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan,

termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.

10. Pemeriksaan Fisik

Muskuluskeletal:spastisitas, ataksiaNeurosensory     :gangguan menangkap suara tinggi, gangguan bicara, anak berliur, bibir dan lidah terjadi gerakan

dengan sendirinya, strabismus konvergen dan kelainan refraksiEliminasi            : konstipasiNutrisi                :intake yang kurang

11. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

-    Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)-    Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)-    Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes-    MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaaan : dapat

membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel.-    EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum-    Analisa kromosom-    Biopsi otot-    Penilaian psikologik

2.4    Diagnosa Keperawatana.    Pola nafas tidak efektif b/d ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b.   Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d factor biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas

c.    Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresifd.   Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang

berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas.e.    Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapif.    Resiko cidera b/d gangguan fungsi motorik, ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder

terhadap spastisitas.g.   Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d imobilitas.

2.5    Rencana Keperawatan1.   Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Tujuan:-       Respirasi rate normal-       Klien mudah untuk bernafas-       Pengeluaran udara paksa tidak terjadi-       Penggunaan otot tambahan tidak terjadi-       Tidak terjadi dispnea-       Kapasitas vital normal

Intervensi:1.  Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi powler/kepala

agak tinggi jurang lebih 30 derajat2. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.3. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal

yang tepat.6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.

2.   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas

Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, klien diharapkan nutrisi menjadi adekuat, Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya, Anak mengkonsumsi jumlah yang cukup

Kriteria hasil : adanya kemajuan peningkatan berat badan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisiIntervensi :

1.   Monitor status nutrisi pasien, pantau berat badan dan pertumbuhanR/ intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun

2.   Monitor pemasukan nutrisi dan kalori serta pengeluaran3.   Catat adanya anoreksia , muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi 4.   Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen yang lain

R/ memaksimalkan kualitas asupan makanan5.   Ajarkan pola makan yang teratur

R/ Memberikan intake yang adekuat dan menghindari terjadinya komplikasi / memperberat penyakit lebih lanjut

6.   Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leherR/ posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak

7.   Pertahankan kebersihan mulut anak, Beri makanan yang disukai anakR/ Meningkat kerja sistem endorphin sehingga meningkatkan kemauan untuk makan

8.   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik R/ Meningkatkan gizi anak

3.   Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresifTujuan : setelah dilaksanakan perawatan, tidak terjadi gangguan aktivitas lagi.

Kriteria hasil :aktivitas berjalan normal dan tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukanIntervensi        :

1.   Berikan aktifitas ringan yang dapat dikerjakan anak2.   Libatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktifitas yang diinginkan

R/ Anak dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki anaknya walaupun terbatas3.   Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

R/ Membantu pemenuhan kebutuhan4.   Anjurkan keluarga turut membantu program latihan di rumah

4.   Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas.

Tujuan : Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan. Intervensi :

1.   Beri tahu ahli terapi wicara dengan lebih diniR/ sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk.

2.   Bicara pada anak dengan perlahanR/ memberikan waktu pada anak untuk memahami pembicaraan

3.   Gunakan artikel dan gambarR/ menguatkan bicara adaan mendorong pemahaman

4.   Gunakan teknik makanR/ membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan berbagai gerakan lidah.

5.   Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (mis.,bahasa isyarat) untuk anak dengan disartria berat.

6.   Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi non-verbal (mis., mesin tik, microkomputer dengan pengolah suara).

5.   Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapiTujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan pengetahuan akan perawatan dan terapi meningkat.

Kriteria hasil : - menyatakan pemahaman terhadap perawatan dirumah dan kebutuhan terapi- melakukan perilaku / perubahan pola hidup untuk memperbaiki status kesehatan- kebutuhan terapi dapat dipenuhi

Intervensi :1.      Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana

R/ Menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima / memproses dan mengingat / menyimpan informasi yang diberikan

2.      Diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lamaR/ Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu / bulan dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat menolong pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya dan juga menerima perasaa tidak nyaman yang lama

3.      Berikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein / karbohidrat yang dapat diberikan / dimakan dalam jumlah kecil tetapi seringR/ Meningkatkan proses penyembuhan, makan-makanan jumlah kecil tetapi sering akan memerlukan kalori yang sedikit pada proses metabolisme, menurunkan iritasi lambung dan mungkin juga meningkatkan pemasukan secara total

6.   Resiko cidera b/d gangguan fungsi motorik, ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas.Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan berkurangnya resiko cidera. Klien tidak mengalami cedera fisik.Kriteria hasil : - menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera

- menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera.Intervensi :

1.      Ajarkan gerakan Px dalam melaksanakan ADLR/ Mengurangi terjadinya cidera yang dapat memperparah kondisi Px

2.      Bantu Px untuk memenuhi kebutuhannyaR/ Anak mempunyai banyak kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan

3.      Perhatikan posisi penderita pada waktu istirahat / tidurR/ Untuk mencegah kontraktor

4.      Berikan lingkungan fisik yang aman :Beri bantalan pada perabot. R/ untuk perlindungan.

5.      Pasang pagar tempat tidur. R/ untuk mencegah jatuh.

6.      Kuatkan perabot yang tidak licin. R/ untuk mencegah jatuh.

7.      Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan. R/ untuk mencegah jatuh.

8.      Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik.R/ untuk mencegah cedera.

9.      Dorong istirahat yang cukup. R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera.

10.  Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.11.  Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan daan memanipulasi bagian

tubuh yang paralisis.12.  Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera termal.

R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.13.  Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk menggunakannya.

R/ mencegah cedera kepala.14.  Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan.

 R/ mencegah kejang

7.   Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d imobilitasTujuan : Klien mempertahankan integritas kulit.Intervensi :

1.   Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat.R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik pada masalah yang terjadi pada klien

2.   Tempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekananR/ mencegaah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekanan

3.   Ubah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikanR/ mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi

4.   Lindungi titik-titik tekanan (misalnya : trikanter, sakrum, pergelangaan kaki,bahu dan oksiput)5.   Pertahankan kebersihan kulit dan kulit dalam keadaan kering6.   Berikan cairan yang adekuat untuk hidrasi7.   Berikan masukan makanan dengan jumlah protein dan karbohidrat yang adekuat.

2.6      Evaluasia.    Menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera, anak bebas dari cederab.   Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, tidak

mengalami tanda-tanda malnutrisic.    Aktifitas berjalan dengan normald.   Adanya kemajuan peningkatan berat badane.    Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan keringf.    Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi perawatan.g.   Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak.

BAB IIIPENUTUP

3.1  KesimpulanCerebral Palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang bersifat permanen dan tidak

progresif. Perubahan neuropatologik pada CP berlokasi pada korteks motorik, ganglia basalis dan serebelum. Manifestasi klinik bergantung pada lokalisasi dan luasnya kerusakan jaringan otak. Cerebral palsy bisa disebabkan oleh 3 bagian : Pranatal, Perinatal dan Postnatal

Berdasarkan tanda dan gejala, Cerebral palsy diklasifikasikan dalam dua kelompok : berdasarkan tipe dan berdasarkan derajat kemampuan fungsional. Dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu spastisitas, atetosis dan ataksia. Diagnosis ditegakkan atas adanya riwayat yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kerusakan jaringan otak dan kelainan fisik/neurologik yang sesuai. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang.

Untuk pengobatan pada anak dengan Cerebral palsy dapat dilakukan melalui banyak terapi, tergantung gejalanya. Penanganan meliputi : reedukasi/rehabilitasi, psiko terapi, tindakan operasi dan pemberian obat-obatan, yang melibatkan suatu team yang terdiri dari berbagi disiplin keahlian. Prognosis bergantung pada : berat ringannya CP, gejala-gejala penyerta, cepatnya dimulai dan intensipnya penanganan, sikap dan kerjasama penderita/keluarga serta masyarakat.

3.2  SaranPerawatan dari anak-anak ini memerlukan ketrampilan dan, jika mereka dirawat

dirumah, maka harus ada pelayanan pendukung yang efektif. Tindakan perawatan spesifik bertujuan :

©Pencegahan dekubitus©Mempertahankan saluran pernafasan yang bersih©Menemukan cara terbaik untuk memberikan makanan pada anak dan menjamin asupan makanan

yang adekuat©Menentukan suatu sistem komunikasi sehingga anak dapat mengutarakan, kebutuhan, keinginan

dan kerinduannya, dan©Mendorong agar anak menggunakan kemampuannya dan membantu anak mengembangkan

kemampuannya secara penuh.

Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering

terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami

kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-

anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

Franky ( 1994 ) pada penelitiannya di RSUD sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur

58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5% anak pertama, ibu

semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari

kehamilan cukup bulan.

\

DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Info medika.

Schwartz, M. William , 2004 , Pedoman Klinis Pedriati , Jakarta : EGC

setiap orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, tak jarang di antara mereka yang kecewa bahkan tidak ingin menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus.

Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus, karena anak-anak yang dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-anak pada umumnya, punya kelebihan dan kekurangan. Tetapi karena pemahaman sebagian masyarakat yang kurang, maka masyarakatlah yang memberi label cacat itu.

Untuk itu perlu dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka yang mempunyai keterbatasan ada dalam lingkungan mereka, sama-sama mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal pada umumnya.

Jika kita melihat anak-anak yang mengalami kecacatan mental, mungkin kita beranggapan bahwa mereka mengalami jenis kecacatan mental yang sama. Namun kita harus mengetahui kecacatan mental yang dialami anak-anak tersebut berbeda penyebabnya yang dalam hal ini adalah cerebral palsy.

Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayi berhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat terlihat segera ataupun di kemudian hari.