asma bronkial

50
TUTORIAL RESPIRASI ALERGI ASMA BRONKIAL Oleh: Afnies Basugis 0708015035 Pembimbing: dr. Hj. Sukartini, Sp.A 1

Upload: erlina-ratmayanti

Post on 14-Aug-2015

120 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Page 1: Asma Bronkial

TUTORIAL

RESPIRASI ALERGI

ASMA BRONKIAL

Oleh:

Afnies Basugis 0708015035

Pembimbing:

dr. Hj. Sukartini, Sp.A

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE

SAMARINDA

2012

1

Page 2: Asma Bronkial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang

paling sering ditemukan, terutama dinegara maju. Penyakit ini

pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak, asma merupakan

suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan

karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang

meyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara,

penyakit ini paling banyak menyerang anak dan berpotensi

untuk menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda

dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan

karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau

kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),

musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan

bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada

pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah

disingkirkan). Asma adalah penyakit yang masih menjadi

masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia,

diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit

yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Lebih dari

seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan

peningkatan prevalensi pada anak-anak). Asma merupakan

gangguan saluran nafas yang sangat kompleks, tidak memiliki

sifat yang khas, baik gambaran klinis, faktor pencetus proses

perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat

bervariasi. Meskipun begitu, asma memiliki ciri klasik berupa

2

Page 3: Asma Bronkial

mengi (wheezing), bronkokontriksi, terjadi sembab mukosa dan

hipersekresi.

Pelayanan kesehatan anak terpadu dan holistik adalah

pendekatan yang paling tepat dalam penanganan penyakit

asma. Hal ini meliputi aspek promotif (peningkatan), preventif

(pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif

(pemulihan) yang dilaksanakan secara holistik (paripurna) untuk

mencapai tumbuh kembang anak yang optimal. Agar asma

terkontrol dengan baik maka kemandirian anak dalam

menghadapi asma perlu dikembangkan, karena dengan

kemandirian ini akan meningkatkan rasa percaya diri, baik pada

orang tua maupun anak yang menderita asma. Untuk

menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian orang tua dan

anak, perlu ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai

asma serta segi-segi cara penanggulangannya.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus tutorial ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan

yang terdapat pada kasus.

3

Page 4: Asma Bronkial

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien :

• Ruang perawatan : Melati

• Nama : An. H

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Umur : 9 tahun

• Alamat : Dsn Sumber Mulyo RT 22 Teluk Dalam

• Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Identitas Orang Tua

• Nama Ayah : Tn. M

• Umur : 30 tahun

• Alamat : Dsn Sumber Mulyo RT 22 Teluk Dalam

• Pekerjaan : swasta

• Pendidikan Terakhir : SLTA

• Ayah perkawinan ke : 1

• Riwayat kesehatan ayah : sehat

• Nama Ibu : Ny. M

• Umur : 27 tahun

4

Page 5: Asma Bronkial

• Alamat : Dsn Sumber Mulyo RT 22 Teluk Dalam

• Pekerjaan : IRT

• Pendidikan Terakhir : SMP

• Ibu perkawinan ke : 1

• Riwayat kesehatan ibu : sehat

Anamnesis

Anamnesis didapatkan dari auto dan alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 14 Oktober 2012 pukul 13.00 WITA.

Keluhan Utama

Sesak napas

R i wayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 jam sebelum dibawa ke RS.

Sesak dirasakan tiba-tiba dan terus menerus. Tidak ada batuk dan demam. Pasien

sering mengeluh sesak napas saat kelelahan atau setelah meminum minuman

dalam kemasan, sesak berkurang dengan istirahat. Pasien pernah mengalami sesak

seperti ini sebelumnya, namun hanya dibawa ke puskesmas terdekat.

BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat asma sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

Riwayat Kehamilan

5

Page 6: Asma Bronkial

Pemeliharaan Prenatal

• Periksa di : praktek bidan

• Penyakit kehamilan : -

• Obat-obatan yang sering diminum : vitamin

Riwayat Kelahiran :

• Lahir di : rumah

• di tolong oleh : bidan

• Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 2 hari

• Jenis partus : spontan

Pemeliharaan postnatal

• Periksa di : bidan

• Keluarga berencana : ya

• Memakai sistem : spiral

• Sikap dan kepercayaan : percaya

Pertumbuhan dan perkembangan anak :

• Berat badan lahir : 2900 gram

• Panjang badan lahir : 48 cm

• Miring : ibu lupa

• Tengkurap : ibu lupa

• Tersenyum : ibu lupa

• Duduk : ibu lupa

• Gigi keluar : ibu lupa

• Merangkak : ibu lupa

• Berdiri : 1 tahun

• Berjalan : 1 tahun

• Berbicara dua suku kata : 1,5 tahun

• Masuk TK : 5,5 tahun

• Masuk SD : 6,5 tahun

6

Page 7: Asma Bronkial

Riwayat Makan Minum anak :

• ASI : 0 hari

• Dihentikan : 2 tahun

• Alasan : -

• Susu sapi/buatan : -

• Jenis susu buatan : -

• Takaran : -

• Frekuensi : -

• Buah : 4 bulan

• Bubur susu : -

• Tim saring : 4 bulan

• Makanan padat dan lauknya : ibu lupa

Riwayat Imunisasi :

ImunisasiUsia Saat Imunisasi

I II III IV

BCG 1 bulan //////// /////// ///////

Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Campak 9 bulan ///////// //////// ///////

DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan ///////

Hepatitis B 2 bulan 3 bulan 4 bulan ///////

Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal : 14 Oktober 2012 (pukul 13.00 WITA)

Antropometri

• Berat badan : 20 kg

• Panjang Badan : 130 cm

Tanda Vital

7

Page 8: Asma Bronkial

• Nadi : 80 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)

• Frekuensi napas : 36 x/menit

• Suhu aksiler : 36,4 ⁰C

Keadaan Umum

• Kesan sakit : sakit sedang

• Kesadaran : compos mentis

• Status Gizi : gizi kurang

Rumus Behrman

BB ideal = (umur dalam tahun x 7)-5 : 2 = 29

Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100% =

= 20/29 x 100%

= 69%

Kepala

• Rambut : hitam

• Mata : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-), pupil 3

mm / 3 mm, Reflek cahaya +/+

• Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)

• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)

• Mulut : lidah bersih, tonsil dan faring tidak hiperemi

Leher

• pembesaran kelenjar : (-)

• kaku kuduk : (-)

Kulit

Kering dengan turgor kulit baik

8

Page 9: Asma Bronkial

Dada

• Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal (+),

retraksi interkostal (+)

• Palpasi : krepitasi (-)

• Perkusi : sonor

• Auskultasi : ronkhi (-/-), wheezing (+/+)

Jantung

• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra

• Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra

Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra

• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)

Abdomen

• Inspeksi : datar, venektasi (-)

• Palpasi : organomegali (-)

• Perkusi : timpani

• Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas

• Akral hangat, sianosis (-), edema -- -- -- --

Pemeriksaan refleks:

Refleks fisiologi :

• Refleks patella : +/+

• Refleks achilles : +/+

• Refleks tendo biceps : +/+

• Refleks triceps : +/+

Pemeriksaan Penunjang

9

Page 10: Asma Bronkial

Darah lengkap 13 Oktober 2012

Hemoglobin : 13.0 gr/dl

Leukosit : 21.200 103/µL

Trombosit : 400.000

Hematrokit : 41,3 %

GDS : 242 mg/dl

Diagnosis Kerja : Asma Bronkial eksaserbasi akut

Terapi : IVFD D5 ½ NS 15 tpm

Nebulizer Combivent 1 amp kemudian istirahat 5 menit

kemudian, nebulizer Polmicard 1 amp (8 x sehari)

Injeksi Dexametason 3 x 3mg IV

Paracetamol Syrup 3 x ½cth (bila demam)

Prognosis : Bonam

Lembar Follow-Up

Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan

14-10-2012

BB: 20 kg

S : sesak (+), demam (-),

batuk (+).

O : CM, T: 36.4°C, nadi 100

kali/menit, RR 46 kali/menit,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),

wh (+/+).

IVFD D5 ½ NS 15 tpm

Paracetamol 3x ½ cth

Ctm 8mg, Dmp 5mg, Salbu-

tamol 1.8mg m.f. Pulv 3x1

Inj Dexametason 3x3mg IV

Cefotaxime 3x500 mg

15-10-2012

BB: 20 kg

S : sesak (+), batuk (+),

demam (-),

Terapi lanjut

10

Page 11: Asma Bronkial

O: CM, nadi 80 kali/menit, RR

36 kali/menit, T: 36.80C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),

wh (+/+).

16-10-2012

BB : 20 kg

S : demam (-), batuk (-),

sesak (+) ↓

O: CM, nadi 76 kali/menit, T:

35.6°C, RR 30 kali/menit,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),

wh (-/-)

Terapi lanjut

17-10-2012

BB : 20 kg

S : sesak (-), demam (-),

batuk (-)

O: CM, nadi 80 kali/menit, T:

36.3°C, RR 30 kali/menit,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),

wh (-/-)

Pulang

Cefixime 2 x 1 Cth

Ambroxol 2 x 1 Cth

11

Page 12: Asma Bronkial

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan

napas yangmenimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,

dada terasa berat danbatuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari.

Episodik tersebut berhubungan denganobstruksi jalan napas yang luas, bervariasi

dan seringkali bersifat reversibel dengan atautanpa pengobatan.

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas

yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang

ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat

di dada terutama pada malam danatau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik

dengan atau tanpa pengobatan.

Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit

hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik

yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi

jalan napas denganderajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan

atau tanpa disertai episode yangberat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi

hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Keadaan

semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang

ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian.

3.2 Etiologi

Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma

dibuat berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang berkaitan

12

Page 13: Asma Bronkial

dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua kategori

timbal balik dapatdipisahkan :

1. Asma ekstrinsik imunologik 

Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada

anak-anak,umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada

bentuk intrinsik. Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai

riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk alergi dan mungkin asma

bronkial. Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-

faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,

danspora jamur.Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu 

predisposisi genetik terhadap alergi.

2. Asma intrinsik imunologik 

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang

tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti aspirin dan obat-obat sejenisnya,

latihan jasmani,emosi, cuaca/ udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh

adanya infeksi saluranpernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi

lebih berat dan sering sejalan denganberlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien

akan mengalami asma gabungan. Dapat terjadi pada segala usia dan

adakecenderungan untuk lebih sering kambuh dan berat. Lebih sering

berkembang ke status asmatikus.

Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting untuk

ditekankan bahwa perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan

jawaban terhadap subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh

lebih dari satu jenis rangsangan. Dengan mengingat hal ini, dapat diperoleh dua

kelompok besar, yaitu alergi dan idiosinkrasi. Asma alergik seringkali disertai

dengan riwayat pribadi dan atau keluarga mengenai penyakit alergi, seperti rinitis,

urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and flare yang positif terhadap

penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa udara, peningkatan kadar

13

Page 14: Asma Bronkial

IgE dalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi

antigen spesifik.

Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang akan

memperlihatkan riwayat alergi pribadi atau keluarga negatif, uji kulit negatif, dan

kadar IgE serum normal. Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan

mekanisme imunologik yang sudah jelas. Banyak pasien kelompok ini akan

menderita kompleks gejala yang khusus berdasarkan gangguan saluran napas

bagian atas. Gejala awal mungkin hanya berupa gejala flu biasa, tetapi setelah

beberapa hari pasien mulai mengalami mengi paroksismal dan dispnea yang dapat

berlangsung selama berhari-hari samapai berbulan-bulan.

3.3 Faktor Risiko

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik

dan faktor lingkungan.

 

1. Faktor genetik 

Hipereaktivitas

Atopi/alergi bronkus

Faktor yang memodifikasi penyakit genetik 

Jenis kelamin

Ras/etnik 

2. Faktor lingkungan

Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,

alternaria/jamur dll)

Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)

Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,

susu sapi, telur)

Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker

dll)

14

Page 15: Asma Bronkial

Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-

lain)

Ekpresi emosi berlebih

Asap rokok dari perokok aktif dan pasif 

Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukana

ktifitas tertentu

Perubahan cuaca

 Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor

lingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan dipikirkan

melalui kemungkinan :

Pajanan limgkungan hanya meningkatkan risiko asma pada

individu dengan genetik asma

Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-masing

meningkatkan risiko asma

Disini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi

untuk berkembangnya asma,yaitu genetik asma, alergik (atopik), hiperreaktivitas

bronkus, jenis kelamin dan ras. Fenotipyang berkaitan dengan asma dikaitkan

dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE

serum) dan atau keduanya. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan

kecenderungan atau predisposisiasma untuk berkembang menjadi asma,

menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan ataumenyebabkan gejala-gejala asma

menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen,sensitisasi lingkungan

kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, statusekonomi

dan besarnya keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan

kerjadipertimbangkan sebagai penyebab utama asma dengan pengertian faktor

lingkungan tersebutpada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan

kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan

menetapnya gejala.

15

Page 16: Asma Bronkial

3.4 Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi

berperan,terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel.

 

1. Inflamasi akut Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor

antara lain virus, iritan,alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi

akut.

Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenik

Jika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat

dalam 10-15menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel

mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut

mengeluarkan performed mediator seperti histamin protease dan newly

generated mediator  seperti leukotrien, prostaglandin dan

platelet activating factor yang menyebabkan kontraksi otot polos,sekresi

mukus dan vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang segera, baik

secaraspontan maupun dengan bronkodilator seperti simpatomimetik.

Perubahan ini dapatdicegah dengan pemberian kromoglikat atau antagonis

H1 dan H2 sebelumnya. Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian

kortikosteroid beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid

untuk beberapa hari sebelumnya dapatmencegah reaksi ini.

Reaksi fase lambat dan lama

Reaksi ini timbul antara 6 – 9 jam setelah provokasi alergen dan

melibatkanpengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan

makrofag. Patogenesisreaksi yang tergantung pada IgE, biasanya

berhubungan dengan pengumpulan netrofil 4– 8 jam setelah rangsangan.

Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan denganreaktivasi sel mast.

Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan mungkin jugamempunyai

peranan pada reaksi lambat karena mediator ini menyebabkan

kontraksiotot polos bronkus yang lama dan edema submukosa. Reaksi

16

Page 17: Asma Bronkial

lambat dapat dihambatoleh pemberian kromiglikat, kortikosteroid,

dan ketotifen sebelumnya.

2. Inflamasi kronik 

Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol

berhubungan denganinflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai

sel terlibat dan teraktivasi, sepertilimfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast,

sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Padaotopsi ditemukan infiltrasi

bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukansumbatan

bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh

mukusini bahkan dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-

sel mononuklearterjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti ECF-

A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan

makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofiotot polos dan kerusakan

mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yanglebih kuat.

Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Diduga, ketotifen

dapat juga mencegah fase ketiga ini.

Airway remodeling

 Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan

remodeling.  Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling,

juga komponen lainnyaseperti matriks ekstraselular, membran retikular

basal, matriks interstitial,  fibrogenicgrowth factor, protease dan

inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.

Perubahan struktur yang terjadi

1.Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.

2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

3.Penebalan membran retikular basal

4.Pembuluh darah meningkat

5.Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

6.Perubahan struktur parenkim

7.Peningkata  fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

17

Page 18: Asma Bronkial

 Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau

merupakan akibatinflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis airway

remodeling adalah peningkatangejala dan tanda asma seperti hiperreaktivitas jalan

napas, masalah distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. 

Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma

terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut

3.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak

napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan

pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya

batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan

mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian

kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpadisertai mengi, dikenal dengan istilah

cough variant ashtma. Bila hal yang terkahir ini dicurigai, perlu dilakukan

pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau ujiprovokasi

bronkus dengan metakolin.  

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan

gejala asma tidak  jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala

terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang,

infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.

Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk

pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang

gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik

bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya.

Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan

tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan

diagnosis.

18

Page 19: Asma Bronkial

Pemeriksaan fisik  

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang

tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.

Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk

paroksismal,kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang,

terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga.

Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga

melebar, diameter anteroposteriortoraks bertambah.

Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah

posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.

Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas

melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah.

Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi

bronkus banyak.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.

Mengi dapat tidak terdengar (silent chest ) pada serangan yang sangat berat

disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan

penggunaan obat bantu napas.

Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila

hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan

penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan

pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu

diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat

pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin

Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang

diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral

Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis

polimormonuklear.

19

Page 20: Asma Bronkial

Uji kulit alergi dan imunologi

1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit

atau pengukuran IgE spesifik serum.

2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi,

umumnyadilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang

banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat

untuk diagnosisatopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun

negative palsu. Sehinggakonfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan

dan hubungannya dengan gejalaklinik harus selalu dilakukan.

Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaanyang lebih tepat, yaitu

uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan.Reaksi uji kulit

alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin

3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan

menentukanpenatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada

keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism,

dermatitis/kelainan kulit pada lengantempat uji kulit dan lain-lain).

Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilaidalam diagnosis

alergi/atopi

Pemeriksaan Faal Paru

          Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi

mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai

dispnea dan mengi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru

antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter

objektif  menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:

·                obstruksi jalan napas

·                reversibiliti kelainan faal paru

·                variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif

jalan napas

 

20

Page 21: Asma Bronkial

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima

secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan

arus puncak ekspirasi (APE).

 

Spirometri

          Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital

paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang

standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita

sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk

mendapatkan nilai  yang akurat, diambil nilai tertinggi dari  2-3 nilai

yang reproducible danacceptable.  Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio

VEP1/ KVP < 75% atau  VEP1 < 80%  nilai prediksi.

 

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

·                Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%

atau  VEP1 < 80% nilai prediksi.

·                Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ³ 15% secara spontan, atau setelah

inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian

bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid

(inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma

·                Menilai derajat berat asma

 

Arus Puncak Ekspirasi (APE)

          Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow

meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik

dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas

ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/

dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya  digunakan penderita di

rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE

dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

21

Page 22: Asma Bronkial

   

Manfaat APE dalam diagnosis asma

·                Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ³ 15% setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator),  atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau

respons terapi  kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)

·                Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti

APE harian selama  1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai

derajat berat penyakit (lihat klasifikasi)

 

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di

samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh

karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai

terbaik  sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai

terbaik penderita yang bersangkutan..

 

Cara pemeriksaan variabiliti APE harian

          Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk

mendapatkan nilai tertinggi.  Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2

cara :

·                Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan

nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari

sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum

bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan

persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai  > 20% dipertimbangkan sebagai

asma.

    

  APE malam - APE pagi

Variabiliti harian =  -------------------------------------------- x 100 % 

                                                         1/2 (APE malam + APE pagi)

 

22

Page 23: Asma Bronkial

·                Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah

APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan

dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari). 

Contoh :

Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan

didapatkan APE pagi terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka

persentase dari nilai terbaik (% of the recent best) adalah 300/ 400 = 75%.

Metode tersebut paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai

variabiliti.

3.6 Klasifikasi

Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis  (Sebelum Pengobatan)          

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paruI. Intermiten  

Bulanan   

APE  ³ 80%  * Gejala < 1x/minggu

* Tanpa gejala di luar    serangan* Serangan singkat 

* £ 2 kali sebulan * VEP1 ³ 80% nilai prediksi   APE ³ 80% nilai    terbaik*  Variabiliti APE < 20%

II. Persisten Ringan

 Mingguan

   APE > 80%

  * Gejala > 1x/minggu,     tetapi < 1x/ hari* Serangan dapat   mengganggu aktiviti   dan tidur 

* > 2 kali sebulan * VEP1 ³ 80% nilai prediksi     APE ³ 80% nilai terbaik* Variabiliti APE 20-30% 

III. Persisten Sedang

 Harian

   APE 60 – 80%

  * Gejala setiap hari* Serangan mengganggu   aktiviti dan tidur*Membutuhkan      bronkodilator   setiap hari 

* > 1x / seminggu * VEP1  60-80% nilai prediksi   APE 60-80% nilai terbaik* Variabiliti APE  > 30%  

IV. Persisten Berat

 Kontinyu

   APE £ 60%

  * Gejala terus menerus* Sering kambuh

* Sering * VEP1 £ 60% nilai prediksi    APE £ 60% nilai terbaik

23

Page 24: Asma Bronkial

* Aktiviti  fisik terbatas * Variabiliti APE > 30% 

Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan                      Tahapan Pengobatan  yang digunakan saat penilaian

 Gejala dan Faal paru dalam

Pengobatan

Tahap I Intermiten

Tahap 2 Persisten Ringan

Tahap 3 Persisten sedang

 Tahap I : IntermitenGejala < 1x/ mggSerangan singkatGejala malam < 2x/ blnFaal paru normal di luar serangan

 Intermiten

 Persisten Ringan

 

 Persisten Sedang

 Tahap II : Persisten RinganGejala >1x/ mgg, tetapi <1x/ hariGejala malam >2x/bln, tetapi <1x/mggFaal paru normal di luar serangan 

 Persisten Ringan

 Persisten Sedang

 Persisten Berat

 Tahap III: Persisten SedangGejala setiap hariSerangan mempengaruhi aktiviti dan tidurGejala malam > 1x/mgg60%<VEP1<80% nilai prediksi60%<APE<80% nilai terbaik

 Persisten Sedang

 Persisten Berat

 Persisten Berat

 Tahap IV: Persisten BeratGejala terus menerusSerangan seringGejala malam seringVEP1 ≤ 60% nilai prediksi, atauAPE ≤ 60% nilai terbaik 

 Persisten Berat

 Persisten Berat

 Persisten Berat

3.7 Diagnosa Banding

Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan

fibrosis kistik.

Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan

stenosis bronkus.

Tuberkulosis paru ditandai dengan batuk berdahak selama kurang lebih

2 minggu disertaidengan keringat malam, demam dan penurunan BB.

24

Page 25: Asma Bronkial

Bronkitis kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang

mengeluarkansputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab

batuk kronik sepertituberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkarkan

dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien

berumur > 35 tahun dan perokok berat.Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari,

lama-kelamaan disertai mengi danmenurunnya kemampuan kegiatan jasmani.

pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.

Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Asma

kardial. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya didapatkan tanda-

tanda kelainan jantung.

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh

dunia,disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan

beratnya penyakityang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik

sehingga penderita tidak merasaperlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari

oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa

berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik

cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan

pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih

meningkatkan nilai diagnostik

Riwayat penyakit atau gejala :

1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.

3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.

5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit

1. Riwayat keluarga (atopi).

2. Riwayat alergi/atopi.

25

Page 26: Asma Bronkial

3. Penyakit lain yang memberatkan.

4. Perkembangan penyakit dan pengobatan

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila

adabeban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup

banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam

hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering

didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat

dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya

sifat-sifat asma. Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati

dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat

bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma.

3.8 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas

dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifasi

saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma.

Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka pendek dapat menyebabkan

kematian , sedangkan jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan serangan atau

terjadi obstruksi paru yang menahun. Untuk pengobatan asma perlu diketahui juga

perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat, cara untuk menghindari faktor pencetus.

Dalam penanganan pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan.

Obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Faktor alergi banyak

ditemukan dalam rumah seperti tungau debu rumah, alergen dari hewan, jamur,

dan alergen di luar rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari, jamur, polusi

udara. Obat aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus

asma. Olah raga dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi

gejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perlu diberikan pada penderita asma.

Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan

obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua

kelompok besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat

26

Page 27: Asma Bronkial

menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas . Controller adalah obat

yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang termasuk

golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin,dan kortikosteroid

sistemik. Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan

asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas

kapiler , dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan

agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan

ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif

bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol

dan isoprenalin, merupakan obat golongan simpatomimetik. Efek samping obat

golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan

tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian agonis

beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak

dapat lepas dari bronkodilator. Antikolinergik dapat digunakan sebagai

bronkodilator, misalnya ipratropium bromid dalam bentuk inhalasi. Ipratropium

bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan

enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping

ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat

ini lebih cepat dibandingkan dengan kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan

secara inhalasi. Ipratropium bromid digunakan sebagai obat tambahan jika

pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat

ini terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang

ekstrem atau pada penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.

Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator

yang lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman ,

dan harganya murah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa

biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada

pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual,

muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah

diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan

terjadinya hipotensi , takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat. Obat

27

Page 28: Asma Bronkial

yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti

kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi

lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga

digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat mencegah

bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita

asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap

lebih aman daripada kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat

menghasilkan natrium nedoksomil yang lebih poten. Obat ini digunakan sebagai

tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi kortikosteroid tetapi

belum mendapat hasil yang optimal. Antihistamin tidak digunakan sebagai obat

utama untuk mengobati asma., biasanya hanya diberikan pada pasien yang

mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis alergi. Pemberian antihistamin

selama 3 bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat

mengurangi gejala asma. Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang paling

kuat . Kortikosteroid menekan respons inflamasi dengan cara mengurangi

kebocoran mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah

kemotaksis dan aktivitas sel inflamasi, mengurangi sel inflamasi, dan

menghambat sintesis leukotrin. Kortikosteroid dapat meningkatkan sensitifitas

otot pernafasan yang dipengaruhi oleh stimulasi beta-2 melalui peningkatan

reseptor beta adrenergik. Pemberian steroid dianjurkan dengan dosis seminimal

mungkin. Pemberian kortikosteroid peroral dapat diberikan secara intermiten

beberapa hari dalam sebulan atau dosis tunggal pagi selang sehari (alternate day),

atau dosis tunggal pagi hari. Pemberian kortikosteroid peroral sering

menimbulkan efek samping pada saluran cerna seperti gastritis, penurunan daya

tahan tubuh, osteoporosis, peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah,

gangguan psikiatri, hipokalemi, moonface, retensi natrium dan cairan, obesitas,

cushing syndrom , bullneck dan yang paling ditakutkan adalah terjadinya supresi

kelenjar adrenal. Efek samping timbul terutama pada pemberian sistemik dalam

jangka lama, maka lebih baik diberikan obat steroid kerja pendek misalnya

prednison, hidrokortison, atau metilprednisolon .

28

Page 29: Asma Bronkial

Prednison diberikan 40-60 mg/hari/oral , kemudian diturunkan secara bertahap

50% setiap 3-5 hari. Hidrokortison diberikan 4 mg/kgBB secara bolus diikuti

3mg/kgBB/6jam. Metilprednisolon diberikan 50-100 mg/6 jam secara intravena.

Sekarang ini tersedia kortikosteroid dalam bentuk inhalasi seperti budesonide,

fluticasone. Dosis budesonide inhalasi untuk orang dewasa bervariasi, dosis awal

yang dianjurkan adalah 400-1600 mikrogram /hari dibagi dalam 2-4 dosis,

sedangkan untuk anak dianjurkan 200-400 mikrogram/hari dibagi dalam 2-4

dosis.

Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebih baik dibandingkan pemberian

secara sistemik, karena konsentrasi obat yang tinggi pada tempat pemberian

langsung dibawa melalui pernafasan dan bekerja langsung pada saluran napas

sehingga memberikan efek samping sistemik yang lebih kecil. Penelitian dari

Agertoft dan Pedersen. menunjukkan bahwa pemakaian budesonide tidak

mengganggu pertumbuhan anak. Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan

pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronik

yang berat. Efek samping yang sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis

orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa.

Pernah dilaporkan efek samping dispnoe dan bronkospasme pada penggunaan

kortikosteroid inhalasi. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa penggunaan

kortikosteroid secara inhalasi tidak menyebabkan terjadinya osteoporosis,

gangguan pertumbuhan, dan gangguan toleransi glukosa.

Pemberian kortikosteroid sistemik lebih sering menimbulkan efek samping, maka

sekarang dikembangkan pemberian obat secara inhalasi. Keuntungan pemberian

obat inhalasi yaitu mula kerja yang cepat karena obat bekerja langsung pada target

organ, diperlukan dosis yang kecil secara lokal, dan efek samping yang minimal.

Dengan demikian untuk mengatasi asma kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan

yang lebih baik.

3.9 Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi

emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan

29

Page 30: Asma Bronkial

memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran

jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik

dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison. Bila

sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat

terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung

lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi

bronkopneumonia. Serangan asmayang terus menerus dan beberapa hari serta

berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila

tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagal

jantung, bahkan kematian.

3.10Prognosis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang

jumlahnya10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran k

ota dengan fasilitas kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma

menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 – 80% pasien, khususnya

pasien yang penyakitnya ringan dan timbul padamasa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih

menderita asma 7 – 10 tahun setelah diagnosis.

30

Page 31: Asma Bronkial

BAB IV

PEMBAHASAN

Teori Fakta

Anamnesis dan pemeriksaan fisik :

asma merupakan kumpulan

tanda dan gejala wheezing

(mengi) dan atau batuk dengan

karakteristik yang timbul

secara episodik dan atau

kronik, cenderung pada malam

hari/dini hari (nocturnal),

musiman, adanya faktor

pencetus di antaranya aktivitas

fisik dan bersifat reversibel baik

secara spontan maupun

dengan pengobatan.

Pasien laki-laki 9 tahun, mengeluh

sesak napas tiba-tiba. Sesak napas juga

disertai batuk.

Sesak biasa dicetuskan oleh aktifitas

dan menghilang dengan istirahat.

Riwayat asma (+)

Riwayat demam (-)

Wheezing (+/+)

Riwayat keluarga (-)

Pemeriksaan penunjang :

Pada Infeksi biasanya terdapat

leukositosis

Faal Paru

Spirometri

Darah lengkap (13 Oktober 2012)

Hemoglobin : 13.0 gr/dl

Leukosit : 21.200 103/µL

Trombosit : 400.000

Hematrokit : 41,3 %

GDS : 242 mg/dl

Penatalaksanaan : IVFD D5 ½ NS 15 tpm

Nebulizer Combivent 1 amp kemudian

istirahat 5 menit kemudian nebulizer

Polmicard 1 amp (8 x sehari)

Injeksi Dexametason 3 x 3mg IV

31

Page 32: Asma Bronkial

Paracetamol Syrup 3 x ½cth (bila

demam)

Prognosis :

Informasi mengenai perjalanan klinis

asma menyatakan bahwa prognosis

baik ditemukan pada 50 – 80% pasien,

khususnya pasien yang penyakitnya ringan

dan timbul pada masa kanak-kanak.

Bonam:

32

Page 33: Asma Bronkial

BAB V

PENUTUP

1. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.

2. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat danbatuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari.

3. Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran pernafasan.

4. Prognosis baik ditemukan pada 50 – 80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul padamasa kanak-kanak.

33

Page 34: Asma Bronkial

Daftar pustaka

1. Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 – 209.

2. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, juni 2006 ; 247.

3. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol

I: Jakarta. Penerbit EGC. 1996:775.

4. Ramailah S. Asma Mengetahui Penyebab, Gejala dan Cara

Penanggulangannya, Bhuana Ilmu Populer, Gramedia.

Jakarta. 2006.

5. PDPI. ASMA pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.

PDPI. 2003.

6. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto DB,. Buku Ajar Respirologi Anak.

IDAI: Jakarta. 2012

34