aspek hukum pemberian kredit dengan jaminan deposito (kredit back to back)
DESCRIPTION
Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM Yogyakarta an. Raimond Flora Lamandasa, NRM 18884/PS/MKN/06 yang dipertahankan dalam ujian tesis tanggal 28 Maret 2008.TRANSCRIPT
ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN
JAMINAN DEPOSITO (KREDIT BACK TO BACK)
DI PT. BANK DANAMON INDONESIA, TBK
KANTOR CABANG MANADO
Tesis untuk memenuhi sebagaian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Kenotariatan
diajukan oleh :
Raimond Flora Lamandasa 18884/PS/MK/06
kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah menganugerahkan berkat, kesehatan dan kekuatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : ASPEK HUKUM PEMBERIAN
KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO (KREDIT BACK TO BACK) DI PT.
BANK DANAMON INDONESIA, TBK KANTOR CABANG MANADO.
Tesis ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai
derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan-kekurangan dalam tesis ini, baik dalam substansi maupun sistematika
penyajiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna kesempurnaannya lebih lanjut.
Dalam proses perkuliahan hingga pada penyusunan tesis ini, penulis telah
banyak menerima dukungan moriil maupun materiil dari berbagai pihak, untuk itu
melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah mendukung penulis
dalam studi selama ini. Teristimewa, ucapan terima kasih dan penghargaan ini penulis
sampaikan secara khusus kepada, yang terhormat :
1. Bapak Taufiq El Rahman, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik
sekaligus selaku Dosen Pembimbing Tesis, yang telah banyak membantu,
iv
memotivasi, dan memberikan waktunya dalam pembimbingan hingga
selesainya tesis ini.
2. Bapak Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., L.L.M., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H., selaku Ketua Pengelola
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Bapak Prof.
Dr. Sudjito, S.H., MSi., selaku Pengelola Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan, serta Bapak Sularto, S.H., C.N., M.H., selaku Pengelolah
Bidang Administrasi Umum dan Keuangan.
4. Management PT. Bank Danamon Indonesia, TBk Kantor Cabang Manado,
beserta staffnya di Bagian Marketing, Bagian Administrasi Kredit, Bagian
Legal dan Bagian Collection, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk berdiskusi dalam pelaksanaan penelitian lapangan di sela-sela
pekerjaannya masing-masing.
5. Ibu Anne Hommes dan Bapak Prof. Dr. Tj. Hommes di Maine - Amerika
Serikat, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk lebih berkarya
demi kemanusiaan.
6. Ibu Marie Claire Barth di Bassel - Swiss, yang juga banyak memberikan
motivasi untuk keberhasilan study penulis.
7. United Church of America yang telah membantu keuangan penulis dengan
beasiswa yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan Magister
Kenotariatan di UGM.
v
8. Para Guru Besar Pengasuh Mata Kuliah Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
9. Seluruh Dosen Pengasuh Mata Kuliah Program Magister Kenotariatan, bersama
staff karyawan/karyawati pada Program Studi Magister Kenotariatan.
10. Seluruh staff karyawan/karyawati Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada.
11. Isteri penulis, yang tercinta Ir. Gladys Peuru, M.Si., yang dalam kesibukannya
sebagai mahasiswa S3 Institut Pertanian Bogor (IPB), bersama anak-anak kami,
yang tersayang : Canty Gracella Lamandasa, Cindy Daniella Lamandasa, Cinta
Immanuella Lamandasa dan Chanto Joshua Lamandasa, yang dengan setia dan
penuh pengertian atas keterpisahan selama studi, tekun berdoa dan selalu
memotivasi penulis untuk menyelesaikan studi.
12. Ibu bapak, kakak-kakak (Ir. Sulzofyan Lamandasa, Sherly Lamandasa, SE,
MSi, Ir. Nopelius Lamandasa) dan adik penulis (Ir. Lewingston Lamandasa),
serta ayah ibu mertua yang juga turut mendoakan dan memotivasi penulis agar
sukses selalu dalam studi.
13. Teman-teman MKN angkatan tahun 2006, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
14. Teman-teman kost di Jl. Jetisharjo No.560 Jetis II Yogyakarta.
Dengan kerendahan hari, penulis berharap kiranya tesis ini dapat menjadi
masukan yang bermanfaat bagi PT. Bank Danamon Indonesia, TBk dan atau kepada
siapa saja yang membutuhkan informasi sehubungan dengan materi tesis ini.
vi
Akhirnya, satu babak dalam perjalanan hidup ini tercapai sudah, telah terbuka
titik awal jalan baru untuk ditempuh dalam asa perjalanan hidup ini. Semoga harap
dan cita yang selalu menyemangati penulis selama ini bisa terealisasi hanya dalam
Pimpinan dan Anugerah dari Tuhan Yesus Kristus, amien.
Yogyakarta, Januari 2008
Raimond Flora Lamandasa
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… viii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xi
INTISARI …………………………………………………………………… xii
ABSTRACT ………………………………………………………………… xiii
I. PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang.………………………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah …………………………………………………… 8
C. Keaslian Penelitian …………………………………………………….. 9
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 9
E. Kegunaan Penelitian …………………………………………………… 10
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 11
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian …………………………………... 11
1. Pengertian Perjanjian dan Perikatan ………………………………. 11
2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian …………………………………… 14
3. Berakhirnya Perjanjian ……………………………………………. 19
4. Wanprestasi ……………………………………………………….. 21
viii
B. Tinjauan Tentang Kredit dan Perjanjian Kredit ………………………. 24
1. Pengertian Kredit …………………………………………………. 24
2. Jenis-Jenis Kredit …………………………………………………. 32
3. Perjanjian Kredit ………………………………………………….. 33
4. Kredit Bermasalah .............................…………………………….. 38
5. Penanganan Kredit Bermasalah .............................………………… 42
C. Tinjauan Tentang Jaminan ……………………………………………. 43
1. Pengertian Jaminan ……………………………………………….. 43
2. Klasifikasi Jaminan Kredit ……………………………………….. 45
D. Tinjauan Tentang Gadai Sebagai Salah Satu Lembaga Jaminan …….. 47
1. Pengertian Gadai …………………………………………………. 47
2. Sifat Perjanjian Gadai Sebagai Perjanjian Accesoir .……………. 49
3. Hak dan Kewajiban Kreditur Pemegang Gadai …………………. 50
4. Hak dan Kewajiban Debitur / Penjamin Pemberi Gadai ………… 51
5. Berakhirnya Perjanjian Gadai ……………………………………. 53
E. Tinjauan Tentang Deposito Sebagai Jaminan Kredit …………………. 53
1. Pengertian Deposito ………………………………………………. 53
2. Jenis-Jenis Deposito ………………………………………………. 55
3. Deposito Sebagai Jaminan Kredit ………………………………… 56
4. Tata Cara Pengikatan Deposito Sebagai Jaminan Kredit ………… 57
III. CARA PENELITIAN ……………………………………………………. 60
A. Sifat Penelitian ……………………………………………………….. 60
B. Jenis Penelitian ……………………………………………………….. 61
1. Penelitian Kepustakaan ……………………………………………. 61
2. Penelitian Lapangan ………………………………………………. 62
ix
C. Jalannya Penelitian …………………………………………………… 64
D. Analisa Data …………………………………………………………. 65
E. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi dan Cara Mengatasinya ……… 65
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………………. 67
A. Gambaran Umum PT. Bank Danamon Indonesia ……………………. 67
1. Sejarah Singkat PT. Bank Danamon Cabang Manado ……………. 67
2. Bank Danamon Kantor Cabang Manado …………………………. 71
3. Pencapaian Bisnis PT. Bank Danamon Cabang Manado …………. 73
B. Pelaksanaan Kredit Dengan Jaminan Deposito ……………………… 74
1. Hasil Penelitian ……………………………………………………. 74
2. Pembahasan ……………………………………………………….. 88
C. Pencairan Depoito Jaminan Yang Tidak Turut Ditandatangani ……… 92
1. Hasil Penelitian ……………………………………………………. 92
2. Pembahasan ……………………………………………………….. 96
V. PENUTUP ……………………………………………………………….. 101
A. Kesimpulan …………………………………………………………... 101
B. Saran ………………………………………………………………….. 102
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 104
x
DAFTAR LAMPIRAN
I. Surat Perjanjian Kredit Bank Danamon Indonesia
II. Surat Perjanjian Gadai Deposito Bank Danamon
III. Surat Kuasa Mencairkan Deposito Jaminan Bank Danamon
IV. Surat Kuasa Debet Rekening Bank Danamon
xi
ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO (KREDIT BACK TO BACK)
DI PT. BANK DANAMON INDONESIA, TBK KANTOR CABANG MANADO
Raimond Flora Lamandasa, 1 dan Taufiq El Rahman 2
INTISARI
Tujuan penelitian ini ialah : (1) untuk mengetahui bagaimana PT.Bank Danamon Indonesia, TBk Kantor Cabang Manado melakukan pengikatan jaminan deposito yang perjanjiannya tidak turut ditandatangani oleh isteri atau suami pemilik deposito, dalam menjamin kredit back to back; (2) untuk mengetahui bagaimana PT.Bank Danamon Indonesia, TBk Kantor Cabang Manado melakukan pencairan deposito jaminan yang pengikatannya tidak turut ditanda tangani oleh istri atau suami pemilik deposito jika debitur kredit back to back tersebut wanprestasi. Penyusunan tesis ini dilakukan berdasarkan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer, dan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder, dengan masing-masing teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi literatur. Seluruh data kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian ini ialah : (1) PT. Bank Danamon Indonesia, TBk, Kantor Cabang Manado melakukan pengikatan kredit dengan jaminan deposito yang tidak turut ditanda tangani oleh isteri atau suami debitur/penjamin berdasarkan rekomendasi komite kredit kantor pusat atas penyimpangannya. PT.Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor Cabang Manado tidak sepenuhnya terlindungi dengan pemberian jaminan deposito yang perjanjian jaminannya tidak turut ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik deposito. (2) PT.Bank Danamon Indonesia TBk Kantor Cabang Manado mencairkan deposito jaminan untuk melunasi kredit back to back yang bermasalah, jika kreditnya tertunggak selama 14 hari dan untuk pencairan itu debitur telah diberikan Surat Peringatan 1 sampai dengan 3 untuk melunasi tunggakannya. Kata kunci : kredit back to back, deposito jaminan tidak ditanda tangani isteri atau suami, wanprestasi
1 Jl. Jetisharjo No.560, Jetis II, Yogyakarta 2 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogakarta
LEGAL ASPECT OF BACK TO BACK LOAN AT PT. BANK DANAMON INDONESIA TBK, BRANCH OF MANADO
Raimond Flora Lamandasa, 1 and Taufiq El Rahman 2
ABSTRACT
The aim of this research is : (1) to know how PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Branch of Manado engages deposit guarantee which is spouse of owner are excluded from this agreement, in guarantying back to back loan; (2) to know how PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Branch of Manado frees a deposit guarantee in which the engagement excludes spouse of owner if back to back loan that is guaranteed default.
It based upon field research to get primary data and literature research to get secondary data, and used interview and literature study as data collecting technique. All of data was analyze with qualitative method. The results are : (1) PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Branch of Manado engaged loan with deposit guarantee that excluded spouse of debtor/guarantor based on recommendation of head office credit committee toward the deviation. PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Branch of Manado is not fully protected by giving the deposit guarantee that excluded spouse of owner. (2) PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Branch of Manado liquefied deposit guarantee to settled back to back loan which had problem, if the payment is delayed during 14 days and therefore debtor has been warned by Warning Letter 1 until 3 to settle the arrears. Keywords: back to back loan, deposit guarantee with no initial of spouse, default. 1 Jl. Jetisharjo No. 560, Jetis II, Yogyakarta 2 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pada umumnya semua negara yang sedang berkembang seperti halnya
Indonesia mempunyai program pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks ini peranan
perbankan menjadi sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh manusia.
Keduanya saling mempengaruhi dalam arti perbankan menjadi salah satu sumber
pembiayaan yang akan mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi, sehingga bank yang
sehat akan memperkuat kegiatan ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan
ekonomi yang tidak sehat, lesu atau rapuh juga akan sangat mempengaruhi tingkat
kesehatan dunia perbankan.
Peranan lembaga perbankan yang sangat strategis ini terus ditata dan
diperbaiki dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang
Perbankan, yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan
(untuk selanjutnya disebut UU Perbankan). Undang-undang ini memberikan landasan
yuridis yang lebih luas dan jelas serta mempertegas jangkauan pelayanan bank
terhadap segala lapisan masyarakat.
Bank, menurut UU Perbankan didefinisikan sebagai “badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
2
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat,
bank mempunyai visi dan misi yang sangat mulia yaitu sebagai sebuah lembaga yang
diberi tugas untuk mengemban amanat pembangunan bangsa demi tercapainya
peningkatan taraf hidup rakyat.
Untuk melaksanakan visi dan misi tersebut, bank berperan sebagai agent of
intermediary, dengan menyelenggarakan fungsi-fungsi, sebagai berikut :
1. Fungsi menghimpun dana.
2. Fungsi pemberian kredit.
3. Fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
4. Fungsi sebagai penyedia informasi, pemberian konsultasi dan bantuan
penyelenggaraan administrasi (PT. Persero Danareksa, 1987 : 238).
Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang penyaluran kredit, bank
dihadapkan pada permasalahan resiko yaitu resiko pengembalian kredit sehubungan
dengan adanya jangka waktu antara pencairan kredit dengan pembayaran kembali. Ini
berarti bahwa semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi pula resiko kredit
tersebut.
Menghadapi resiko tersebut, pasal 2 UU Perbankan mengamanatkan suatu
prinsip agar pihak perbankan dalam melakukan kegiatan usahanya harus bersasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential banking
principle).
3
Lebih lanjut pasal 8 UU Perbankan mengarahkan bahwa ”dalam memberikan
kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur
untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.” Dan untuk
memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan
penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek
usaha dari calon debitur.
Mengingat bahwa agunan atau jaminan merupakan salah satu unsur dalam
pemberian kredit dan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur untuk
adanya kepastian atas pelunasan hutang debitur, atau untuk pelaksanaan suatu prestasi
oleh debitur atau oleh penjamin debitur, maka meskipun berdasarkan unsur-unsur lain
telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya,
jaminan tambahan atau agunan masih tetap diminta oleh pihak bank (Hasan, 1996 :
233).
Untuk memberi landasan yuridis bagi kreditur dalam melaksanakan hak dan
kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur atau penjamin debitur,
maka atas barang jaminan tersebut lebih dahulu dilakukan pengikatan menurut
hukum yang berlaku, misalnya dengan pengikatan Hipotik, Hak Tanggungan,
Fidusia, Gadai atau dengan Jaminan Perorangan (Personal Guarantee) dan Jaminan
Perusahaan (Coorporate Guarantee).
Menurut sifatnya, lembaga jaminan dapat dibedakan dalam bentuk jaminan
perorangan (persoonlijke zekerheid) yang menimbulkan hak perseorangan; dan
jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid) yang menimbulkan hak kebendaan.
4
Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung
pada perorangan tertentu, selalu berupa suatu perjanjian antara seorang berpiutang
(kreditur) dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban dari si
berutang (debitur), bahkan jaminan perorangan ini dapat diadakan tanpa pengetahuan
dari si berutang (debitur) tersebut sehingga jaminan perorangan menimbulkan
hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Termasuk dalam
jaminan perorangan adalah : personal guarantee, coorporate guarantee dan atau
perikatan tanggung-menanggung.
Sedang jaminan kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu
benda dengan ciri-ciri mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu dari
debitur atau pihak ketiga sebagai penjamin, dapat dipertahankan terhadap siapapun,
selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan ini selain
dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya juga dapat diadakan antara
kreditur dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang
(debitur) sehingga hak kebendaan ini memberikan kekuasaan yang langsung terhadap
bendanya. Yang termasuk dalam jaminan kebendaan adalah : hak tanggungan,
hipotik, gadai dan jaminan fidusia.
Ada dua pertimbangan yang setidaknya menjadi prasyarat utama untuk sesuatu
benda dapat diterima sebagai jaminan, yaitu :
1. Secured, artinya benda jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis
formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika di
5
kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan
yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.
2. Marketable, artinya benda jaminan tersebut bila hendak dieksekusi dapat segera
dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur (Ibrahim, 2004 :
71).
Sebagai salah satu bank yang terus menggulirkan kredit kepada masyarakat
umum, PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Manado (untuk
selanjutnya disebut Bank Danamon), dalam setiap pemberian fasilitas kredit,
mensyaratkan calon debitur untuk memberikan jaminan.
Bank Danamon menggolongkan jaminan kredit ke dalam tiga kategori, yaitu
Jaminan Utama, Jaminan Penunjang dan Jaminan Tambahan. Penggolongan jaminan
tersebut didasarkan pada tingkat likuiditas dan marketabilitas jaminan itu sendiri.
Yang paling likuid dan marketabel digolongkan sebagai Jaminan Utama, yang
likuiditas dan marketabilitasnya sedang-sedang digolongkan sebagai Jaminan
Penunjang dan yang tingkat likuiditas dan marketabilitasnya rendah digolongkan
sebagai Jaminan Tambahan. Jaminan Utama terdiri dari dana cash dari debitur atau
pihak ketiga (penjamin) yang dikhususkan untuk itu (bisa berupa tabungan, giro atau
deposito), emas, bank garansi dari bank lain, tanah dan bangunan yang
aksesibilitasnya sangat lancar (terletak di daerah pusat bisnis dengan nilai
marketabilitas yang tinggi). Jaminan Penunjang terdiri dari tanah dan bangunan atau
tanah kosong yang aksesibilitasnya sedang-sedang, mesin-mesin yang dibiayai dan
kendaraan bermotor (mobil). Sedangkan Jaminan Tambahan terdiri dari piutang
6
dagang atau tagihan dagang (receivables) serta persediaan barang dagangan (stock
inventory) usaha debitur yang dibiayai.
Bank Danamon termasuk bank yang cukup ketat dengan ketentuan rasio
kecukupan jaminan atau total collateral coverage (TCC). Benda yang akan
dijaminkan terlebih dahulu dilakukan penilaian (taksasi) oleh appraiser interen Bank
Danamon dengan patokan harga pasar (market value), kemudian dari harga pasar
tersebut dinilai lagi dengan menggunakan nilai Maximum Reliance Bank Danamon
(Bank Danamon value), yang range prosentasenya berbeda-beda, sesuai jenis barang
jaminannya. Dari nilai Bank Danamon inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar
perhitungan rasio kecukupan jaminannya.
Untuk jaminan dalam bentuk dana tunai dalam currency yang sama, nilai Bank
Danamonnya 100 %, sedangkan jaminan berupa tanah dan bangunan, mesin-mesin
serta kendaraan bermotor (mobil) maksimum nilainya hanya sampai 80 % dari
market value. Total collateral coverage suatu kredit harus mengkover minimal 125
% dari plafond kredit yang diberikan, komposisinya bisa terdiri dari total ketiga
kriteria jaminan tersebut, tetapi dengan minimum nilai kecukupan Jaminan Utama 80
%. Namun kecukupan collateral coverage sebesar 125 % ini dapat dikecualikan jika
jaminan yang diberikan adalah seluruhnya dalam bentuk dana cash dalam currency
yang sama, yaitu sudah cukup dengan total collateral coverage-nya sebesar 100 %
saja.
Belakangan ini berkembang menjadi trend dalam pemberian jaminan dalam
bentuk deposito. Bank Danamon, mengklasifikasikan deposito sebagai Jaminan
7
Utama, karena memiliki tingkat kepastian nominal yang sudah pasti dan likuiditasnya
pun paling likuid dibanding dengan jaminan lainnya. Oleh karena itu, jika
memungkinkan, jaminan inilah yang dimintakan kepada calon debitur untuk
diserahkan. Selain faktor kepastian dan likuiditas tersebut, alasan lain sehingga Bank
Danamon, disatu sisi meminta, ataupun calon debitur, disisi lainnya, memberikan
jaminan deposito atas kreditnya adalah proses persetujuan kreditnya mudah, cepat,
tidak berbelit-belit serta biayanya kecil. Selebihnya adalah faktor psikologis
penggunaan kredit juga turut menjadi pertimbangan nasabah dimana dengan
menggunakan kredit bank, debitur merasa lebih bertanggung jawab dalam
pengelolaan keuangannya.
Tetapi kemudian, mudah dan cepatnya proses persetujuan dan pencairan
kredit dengan jaminan deposito itu, dalam banyak kasus justru menjadi salah satu
sumber permasalahan hukum tersendiri bagi bank, karena debitur yang memberikan
deposito sebagai jaminan, umumnya adalah debitur yang secara finansial kuat,
sehingga memiliki bargaining position di mata perbankan. Menyadari bargaining
position-nya lebih kuat dibanding dengan debitur pada umumnya, pemilik deposito
selalu meminta pengecualian-pengecualian dalam pengikatan kredit dan atau
jaminannya. Pengecualian yang umum diminta adalah pemilik deposito keberatan dan
tidak mau jika perjanjian kredit dan perjanjian jaminan gadai depositonya turut
ditanda tangani oleh isteri atau suaminya. Situasi ini menyebabkan bank berada
dalam posisi sulit, memilih antara pencapaian target atau pemenuhan aspek hukum
kreditnya. Dalam praktek, biasanya pertimbangan bisnis selalu mengalahkan aspek
8
hukum, sehingga sering kali aspek hukum ini khususnya dalam hal pengikatan kredit
dan jaminan gadai depositonya menjadi terabaikan. Adanya tarik-menarik
kepentingan, terlebih bagi bank yang tidak mau kehilangan bisnisnya, maka
terjadilah pengikatan kredit dan penjaminan deposito atas nama suami yang diikat
oleh bank tanpa persetujuan isteri, atau sebaliknya. Tidak ditanda tanganinya oleh
salah satu dari suami atau isteri atas perjanjian gadai deposito jaminan tersebut,
menjadi potensi masalah hukum ketika debitur kredit dengan jaminan deposito
tersebut wanprestasi.
Celah hukum tersebut, dapat menjadi dasar yuridis yang kuat bagi pihak
yang tidak memberikan persetujuan untuk melakukan intervensi hukum dengan cara
mengajukan keberatan (tuntutan) jika pencairan deposito jaminan tersebut akan
dilakukan oleh bank. Tuntutannya adalah pencairan deposito jaminan tidak dapat
dilakukan oleh bank karena pengikatan jaminannya tidak dilakukan dengan
sempurna dimata hukum.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, penulis tertarik
melakukan penelitian dengan fokus kepada permasalahan-permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana Bank Danamon melaksanakan pengikatan jaminan deposito yang
tidak turut ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik deposito ?
9
2. Bagaimana Bank Danamon melakukan pencairan deposito jaminan yang tidak
turut ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik deposito jika debitur kredit
yang dijamin dengan deposito tersebut wanprestasi ?
C. Keaslian Penelitian
Dari penelusuran bahan pustaka yang dilakukan oleh penulis, diketahui
bahwa penelitian tentang Aspek Hukum Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito
(Kredit Back to Back) Di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor Cabang
Manado, lebih khusus lagi penelitian yang fokusnya kepada pengikatan jaminan
deposito yang tidak turut ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik deposito
jaminan, belum pernah ada. Dengan demikian penelitian ini adalah penelitian yang
pertama dan asli adanya, namun demikian apabila ternyata pernah dilakukan
penelitian yang sama maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana Bank Danamon melaksanakan pengikatan kredit
dengan jaminan deposito yang pengikatan kredit dan jaminannya tidak turut
ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik deposito.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pencairan deposito jaminan yang pengikatan
kredit dan jaminannya tidak turut ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik
deposito jika debitur kredit yang dijamin dengan deposito tersebut wanprestasi.
10
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa kegunaan dalam hal :
1. Untuk dapat menjadi bahan masukan dan informasi bagi Bank Danamon dan para
pihak tentang Aspek Hukum Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito (Kredit
Back to Back) yang pengikatan deposito jaminannya tidak turut ditanda tangani
oleh isteri atau suami pemilik deposito.
2. Untuk melengkapi literatur dan bahan diskusi tentang kredit dengan jaminan
deposito (kredit back to back) dan sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang
tertarik pada tema yang sama.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian dan Perikatan
Pengaturan tentang hukum perjanjian di Indonesia terdapat dalam Buku III
Bab Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian Keempat Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUH Perdata) dibawah titel
Tentang Perikatan, mulai dari pasal 1233 sampai dengan pasal 1864.
Kata “perjanjian” dan “perikatan” merupakan dua istilah yang dikenal dalam
KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata, memberikan definisi bahwa “perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sedangkan tentang perikatan, sekalipun dalam KUH Perdata tidak secara
tegas mendefinisikannya, tetapi dalam pasal 1233 KUH Perdata dinyatakan
bahwa perikatan, selain lahir dari Undang-undang, juga karena perjanjian.
Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian, sedangkan
suatu perjanjian sudah pasti merupakan suatu perikatan.
Definisi perjanjian sebagaimana pasal 1313 KUH Perdata tersebut
mendapatkan tanggapan beragam dari para sarjana hukum kita. Sofwan (1980 :
1), menyatakan bahwa definisi itu kurang lengkap lagipula terlalu luas. Kurang
lengkap karena yang dirumuskan dalam pasal itu hanya perjanjian sepihak saja,
12
dimana hanya menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi salah satu pihak saja,
tetapi tidak meliputi perjanjian timbal balik dimana para pihak saling
mengikatkan diri untuk timbulnya hak dan kewajiban bagi para pihak. Terlalu
luas karena mencakup pula hal-hal mengenai pelangsungan perkawinan,
membuat janji kawin dan perbuatan-perbuatan semacam itu yang diatur dalam
lapangan hukum keluarga, sedangkan pengertian perjanjian yang dimaksud dalam
buku III ini adalah perjanjian di dalam lapangan hukum harta kekayaan antara dua
belah pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban.
Berusaha melengkapi definisi perjanjian yang terdapat pada pasal 1313 KUH
Perdata, Setiawan (1999 : 49), mengemukakan pendapatnya bahwa :
a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
b. Perlu ditambahkan dengan kata-kata “atau saling mengikatkan dirinya” dalam
pasal 1313 KUH Perdata;
sehingga dengan saran tersebut ia memberi definisi perjanjian adalah “suatu
perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Mertokusumo (2005 : 118) memberikan perumusan bahwa “perjanjian adalah
hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat
hukum.”
Definisi yang lebih jelas dan tidak semata menekankan pada subjeknya adalah
yang dikemukakan oleh Subekti, dimana Ia memberikan perumusan bahwa,
13
“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
(Subekti, 1990 : 1).
Senada dengan Subekti, lebih jauh beberapa sarjana memberikan penekanan
pada ruang lingkupnya yang berada di dalam lapangan hukum harta
benda/kekayaan.
Prodjodikoro (2000 : 4) merumuskan bahwa “perjanjian adalah suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu
pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk
tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji
itu.”
Harahap (1986 : 6) merumuskan bahwa “perjanjian adalah suatu hubungan
hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi
kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
Pendapat yang justru menyamakan pengertian perjanjian dan perikatan adalah
Muljadi. Dengan menggunakan istilah perikatan, ia memberikan penjelasan,
bahwa perikatan sebagai peraturan yang mengatur mengenai hubungan hukum
antara subjek hukum dengan subjek hukum yang melahirkan kewajiban pada
salah satu subjek hukum dalam perikatan tersebut. Adanya kewajiban pada salah
satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut akan melahirkan hak pada
pihak lainnya dalam hubungan hukum perikatan tersebut (Muljadi, 2004 : 10).
14
Sedangkan Satrio (2001 : 1) mengatakan bahwa perikatan dalam arti luas
meliputi semua hubungan hukum antara dua pihak, dimana disatu pihak ada hak
dan dilain pihak ada kewajiban didalamnya termasuk semua hubungan hukum
yang muncul dari hubungan hukum dalam lapangan hukum keluarga dan hukum
acara.
Dari beberapa perumusan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa hakekat
perjanjian dan perikatan pada dasarnya adalah sama yaitu keduanya merupakan
hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian
perikatan jauh lebih luas dari perjanjian sebab hubungan hukum yang ada dalam
perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari Undang-undang.
Perbedaan lain dari keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya
mengikat para pihak berdasar pada kesepakatan (kata sepakat) diantara mereka,
sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat
karena diwajibkan oleh Undang-undang.
Dengan demikian keduanya juga berbeda dari konsekuensi hukumnya. Pada
perjanjian, oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak maka tidak
dipenuhinya prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan ingkar janji
(wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan
menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum.
2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Pasal 1320 KUH Perdata merumuskan empat syarat untuk sahnya suatu
perjanjian. Keempat syarat tersebut adalah :
15
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Sesuatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua dikualifisir sebagai syarat-syarat subjektif karena
berhubungan dengan subjek perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat
merupakan syarat objektif karena berhubungan dengan objek perjanjiannya. Jadi
sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi unsur-unsur subjektif dan objektif
seperti tersebut di atas.
a. Sepakat.
Sepakat diartikan sebagai pernyataan kehendak menyetujui, seia-sekata atau
persesuaian kehendak dari kedua subyek mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga
dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara
timbal-balik.
Dalam kata sepakat ini, para pihak harus mempunyai kebebasan kehendak.
Artinya dalam mencapai atau menentukan kata sepakat tersebut para pihak tidak
boleh mendapatkan sesuatu tekanan, yang mengakibatkan adanya cacat bagi
perwujudan kehendak tersebut.
Menurut Pasal 1321 KUH Perdata, ada tiga hal yang menyebabkan cacat
kehendak dalam suatu perjanjian. Ketiga hal tersebut terlihat dalam rumusan
16
pasalnya sebagai berikut “tiada kata sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
Selain karena kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang) ataupun penipuan
(bedrog), belakangan ini juga berkembang faham bahwa cacat kehendak juga bisa
terjadi dalam hal penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).
Penyalahgunaan keadaan berlatar belakang ketidak seimbangan keadaan
mengenai keunggulan pihak yang satu terhadap yang lain. Dalam
perkembangannya, penyalahgunaan keadaan ini bisa berwujud dalam hal
keunggulan ekonomi, ataupun keunggulan kejiwaan, sehingga dengan
keunggulan ini jika disalahgunakan oleh salah satu pihak akan melahirkan
penyalahgunaan keadaan (Widyadharma, 1995 : 17).
Menurut Nieuwenhuis dalam Panggabean (2001 : 40), penyalahgunaan
keadaan dapat terjadi jika memenuhi empat syarat, sebagai berikut :
1) Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere omstandigheden), seperti keadaan
darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa yang kurang waras dan tidak
berpengalaman.
2) Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), disyaratkan bahwa salah satu pihak
mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena keadaan
istimewa tergerak hatinya unuk menutup suatu perjanjian.
3) Penyalahgunaan (misbruik), salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian
itu walaupun dia mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa dia seharusnya
tidak melakukannya.
17
4) Hubungan kausal (causaal verband), adalah penting bahwa tanpa
menyalahgunakan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup.
Penyalahgunaan keadaan itu berhubungan dengan terjadinya perjanjian, yang
menyangkut keadaan-keadaan yang berperan untuk terjadinya suatu perjanjian
dimana memanfaatkan keadaan orang lain sedemikian rupa untuk membuat
perjanjian itu disepakati.
b. Cakap
Orang yang membuat perjanjian itu harus cakap menurut hukum. Pada
asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil-baliq dan sehat pikirannya
adalah cakap menurut hukum. Pasal 1330 KUH Perdata disebut sebagai orang-
orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :
1). Orang-orang yang belum dewasa; 2). Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; 3). Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-
undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
KUH Perdata menyatakan bahwa orang-orang yang belum dewasa adalah
orang-orang yang belum berumur 21 tahun dan / atau tidak telah menikah. Secara
a contrario, Satrio (1995 : 5) menyimpulkan bahwa dewasa adalah mereka yang :
1) telah berumur 21 tahun; dan
2) telah menikah, termasuk mereka yang belum berusia 21 tahun tetapi telah
menikah.
Orang didalam pengampuan juga termasuk tidak cakap. Tetapi tentang
pengampuan atau curatele ini harus diingat bahwa curatele tidak pernah terjadi
18
demi hukum, tetapi selalu harus didasarkan atas permohonan (sesuai Pasal 434
sampai dengan Pasal 445 KUH Perdata) dan ia baru mulai berlaku sejak ada
ketetapan pengadilan atas permohonan itu (Pasal 446 KUH Perdata). Satrio
menegaskan bahwa orang yang dapat ditaruh dibawah pengampuan, disebabkan
karena :
1) Gila (sakit otak), dungu (onnoozelheid), mata gelap (rezernij);
2) Lemah akal (zwakheid van vermogens); dan
3) Pemborosan (Satrio, 1995 : 5).
Sedangkan ketidak-cakapan perempuan yang telah bersuami, sejak
diundangkannya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, harus
dilihat dulu apakah ada perjanjian kawin atau tidak. Jika terdapat perjanjian kawin
yang isinya tidak ada percampuran harta sama sekali, maka ketentuan bahwa
isteri tidak cakap melakukan perbuatan hukum tidak berlaku lagi. Lain halnya jika
tidak ada perjanjian kawin maka demi hukum telah terjadi percampuran harta
bulat, sehingga dengan ini, segala perbuatan hukum apapun sepanjang
berkonsekuensi terhadap harta dalam perkawinan, isteri harus mendapatkan
persetujuan dari suaminya, atau demikian sebaliknya.
c. Suatu hal tertentu
Hal tertentu artinya adalah objek perjanjian itu sendiri, yaitu apa yang
diperjanjikan. Hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian itu harus jelas
disebutkan di dalamnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
19
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.
d. Sebab yang halal
Sebab yang halal bukan berarti sesuatu hal yang menyebakan perjanjian itu
dibuat, tetapi menunjuk kepada pokok atau substansi dari apa yang diperjanjikan
itu harus halal adanya. Hukum perjanjian tidak mempermasalahkan motivasi apa
yang mencetuskan pembuatan perjanjian, tetapi kepada substansi atau isi daripada
perjanjian itu.
Konsekuensi dari tidak terpenuhinya salah satu atau kedua syarat subjektif
maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar atau voidable). Dalam hal ini
salah satu pihak dapat memohonkan pembatalan perjanjian kepada hakim di
pengadilan negeri. Sepanjang perjanjian itu tidak dibatalkan oleh hakim, maka
menurut Subekti, perjanjian itu tetap mengikat para pihak, sepanjang ada
kesediaan para pihak (Subekti, 1990 : 20). Sedangkan jika salah satu atau kedua
syarat ojektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum (nietig atau
null and void). Artinya bahwa demi hukum, perjanjian itu tidak pernah lahir dan
tidak pernah ada suatu perikatan apapun.
3. Berakhirnya Perjanjian
Hapusnya perjanjian harus benar-benar dibedakan dengan hapusnya perikatan,
karena suatu perikatan dapat saja hapus sedangkan perjanjiannya yang merupakan
salah satu sumbernya masih tetap ada.
20
Perikatan jual beli misalnya, dimana didalamnya terkandung dua prestasi
perikatan yaitu perikatan untuk membayar dan perikatan untuk menyerahkan
barang (levering). Dengan dibayarnya harga jual beli, maka perikatan untuk
membayar menjadi hapus. Tetapi hal tersebut belum menghapuskan perjanjian
karena masih ada satu perikatan lagi yang belum dilakukan yaitu perikatan untuk
menyerahkan barang. Jadi perjanjian akan berakhir jika bermacam-macam
perikatan yang terdapat dalam perjanjian itu telah dilaksanakan.
Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan sepuluh macam alasan yang
menyebabkan perikatan-perikatan dalam suatu perjanjian berakhir. Ke-sepuluh
hal tersebut adalah :
a. karena pembayaran
b. karena penawaran pembayaran tunai disertai penitipan
c. karena pembaharuan hutang
d. karena perjumpaan hutang atau konpensasi
e. karena percampuran hutang
f. karena pembebasan hutang
g. karena musnahnya barang yang terhutang
h. karena kebatalan atau pembatalan
i. karena berlakunya syarat-syarat batal
j. karena kedaluwarsa (verjaring)
Sedangkan menurut Setiawan (1999 : 69), suatu perjanjian dapat berakhir
disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :
21
a. Ditentukan dalam perjanjian yang dilakukan oleh para pihak.
b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian, contohnya
ketentuan pasal 1066 ayat 3 jo ayat 4 KUH Perdata dimana perjanjian untuk
tidak mengadakan pemecahan harta oleh ahli waris hanya dapat dilakukan
untuk jangka waktu 5 tahun.
c. Para pihak atau Undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya
peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus, contoh perjanjian pemberian
kuasa, akan hapus dengan meninggalnya salah satu pihak (pasal 1813 KUH
Perdata).
d. Pernyataan menghentikan perjanjian. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh
kedua belah pihak untuk perjanjian-perjanjian bersifat sementara, seperti
perjanjian kerja dan atau perjanjian sewa-menyewa.
e. Perjanjian hapus karena putusan hakim.
f. Karena tujuan dari perjanjian itu telah tercapai.
g. Dengan persetujuan para pihak.
4. Wanprestasi
Secara sederhana, wanprestasi dirumuskan selain sebagai pelaksanaan
kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut yang
diperjanjikan, juga menunjuk kepada ketiadaan pelaksanaan prestasi oleh salah
satu pihak dalam perjanjian. Ketiadaan prestasi ini bisa terwujud dalam beberapa
bentuk, seperti berikut :
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
22
b. Terlambat dalam memenuhi prestasi;
c. Berprestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya.
Dari bentuk-bentuk wanprestasi tersebut kadang-kadang menimbulkan
keraguan pada waktu mana debitur tidak memenuhi prestasi, apakah termasuk
tidak memenuhi prestasi sama sekali atau terlambat dalam memenuhi prestasi.
Apakah debitur sudah tidak mampu memenuhi prestasinya maka hal ini termasuk
pada yang pertama, tetapi apabila debitur masih mampu memenuhi prestasi, ia
dianggap sebagai terlambat dalam memenuhi prestasi. Bentuk ketiga adalah jika
debitur memenuhi prestasinya tetapi tidak sebagaimana mestinya atau keliru
dalam memenuhi prestasinya, apabila prestasinya masih dapat diharapkan untuk
diperbaiki maka ia dianggap terlambat tetapi jika tidak dapat diperbaiki lagi maka
ia sudah dianggap sama sekali tidak memenuhi prestasi.
Pertanyaan yang sering kali timbul dalam praktek adalah sejak kapan debitur
dianggap telah melakukan wanprestasi? Ini penting dipersoalkan karena
wanprestasi mempunyai akibat hukum yang penting bagi debitur.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur itu wanprestasi, perlu diperhatikan
apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan
prestasi atau tidak.
Dalam hal tenggang waktu yang tidak ditentukan maka diperlukan suatu
tindakan hukum dari bank berupa teguran atau somasi kepada debitur. Somasi ini
dimaksudkan untuk teguran bahwa debitur telah lalai memenuhi prestasi dan
karenanya ia diingatkan agar dalam tenggang waktu tertentu (disebutkan dalam
23
somasi), debitur harus segera melaksanakan prestasinya. Ketidak taatan debitur
dalam memenuhi prestasinya sesuai tanggal yang ditentukan dalam somasi, maka
dalam hal ini debitur telah dinyatakan wanprestasi (Muhammad, 1992 : 22).
Sebaliknya jika dalam perjanjian ditentukan dengan jelas tenggang waktu
pemenuhan prestasi, maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata, debitur dianggap
telah wanprestasi dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Praktek baik perbankan yang ada saat ini, walaupun umumnya masalah
wanprestasi telah diatur tenggang waktunya dalam perjanjian kredit, tetapi bank
tetap membuat somasi kepada debitur untuk menegaskan bahwa ia telah benar-
benar wanprestasi.
Lalu apa akibat hukumnya jika debitur wanprestasi? Akibat hukum bagi
debitur dalam hal ia wanprestasi adalah hukuman atau sanksi-sanksi, yang oleh
hukum telah mengatur hal ini. Sanksi-sanksi hukumnya, antara lain adalah :
a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang telah diderita oleh kreditur
(Pasal 1243 KUH Perdata).
b. Debitur diwajibkan membayar biaya perkara di pengadilan, apabila karena
wanprestasinya itu sampai kepada pengadilan (Pasal 181 ayat 1 HIR).
c. Debitur wajib memenuhi perjanjian disertai pembayaran ganti rugi (Pasal
1267 KUH Perdata).
24
B. Tinjauan Tentang Kredit dan Perjanjian Kredit
1. Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang artinya “percaya”.
Dalam bahasa Belanda istilahnya “vertrouwen”, dalam bahasa Inggeris “believe”
atau “trust” atau “confidence”, yang kesemuanya berarti percaya (Badrulzaman,
1991 : 23).
Jika dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa bank
selaku pemberi kredit percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada
nasabah karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas
pinjamannya setelah jangka waktu tertentu.
Dalam masyarakat umum, istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan
dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah
dicampur-adukan begitu saja dengan istilah hutang. Tetapi, sungguhpun kata
kredit sudah berkembang kemana-mana, dalam tahap apapun dan kemanapun
arah perkembangannya, dalam setiap kata kredit tetap mengandung unsur
“kepercayaan”, walaupun sebenarnya kredit itu bukan hanya sekedar
kepercayaan.
Simorangkir (1988 : 91) merumuskan bahwa “kredit adalah pemberian prestasi
(misalnya uang dan barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi), akan terjadi
pada waktu mendatang.”
UU Perbankan menggunakan dua istilah yang berbeda yaitu “kredit” dan
“pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Penggunaan kedua istilah itu
25
disesuaikan dengan dinamika perkembangan perbankan saat ini dimana selain
bank-bank yang menjalankan usaha secara konvensional berkembang juga bank-
bank berdasarkan prinsip syariah. Bank yang menjalankan usahanya secara
konvensional menyebutnya sebagai “kredit”, sedangkan bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah menggunakan istilah “pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah”.
Pasal 1 angka (11) UU Perbankan memberikan definisi tentang kredit :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Sedangkan tentang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dirumuskan
dalam Pasal 1 angka (12) UU Perbankan, sebagai berikut :
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.” Berdasarkan rumusan pengertian kedua istilah tersebut, perbedaannya terletak
pada bentuk kontra prestasi yang akan diberikan oleh nasabah peminjam (debitur)
kepada pihak bank selaku kreditur atas pemberian kredit atau pembiayaan
dimaksud. Pada bank dengan prinsip konvensional kontra prestasi yang diberikan
debitur adalah berupa “bunga”, sedangkan pada bank dengan prinsip syariah
kontra prestasinya berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan kesepakatan
bersama.
26
Dengan demikian, kredit dan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
merupakan perjanjian pinjam-meminjam (uang) yang dilakukan antara bank
dengan pihak lain dalam hal ini nasabah peminjam dana. Perjanjian mana dibuat
atas dasar kepercayaan bahwa peminjam dalam tenggang waktu tertentu akan
melunasi atau mengembalikan uang atau tagihan tersebut kepada bank disertai
bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Dari pengertian-pengertian di atas terlihat dengan jelas adanya beberapa unsur
kredit. Tentang hal ini, Suyatno (2003 : 14) mengemukakan bahwa unsur-unsur
kredit adalah sebagai berikut :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.
b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan
datang.
c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit
diberikan berarti semakin tinggi pula tingkat resikonya.
d. Prestasi atau objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga
dalam bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern
27
sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit dalam
bentuk uanglah yang lazim dalam praktek perkreditan.
Tanpa mengenyampingkan unsur-unsur yang lain, unsur terpenting dalam
suatu pemberian kredit adalah kepercayaan. Untuk memperoleh kepercayaan
tersebut haruslah sampai pada suatu keyakinan sejauh mana konsep penilaian
kredit dapat terpenuhi dengan baik.
Menurut Halle (1983 : 54), jika seorang bankir memberikan pinjaman kepada
perorangan atau perusahaan, bankir tersebut membutuhkan penilaian kredit dalam
bentuk analisis kredit untuk membantu menentukan resiko yang ada atau yang
mungkin terjadi dari pinjaman yang diberikan. Untuk itu analisis kredit amat
penting, karena berguna untuk :
a. Menentukan berbagai resiko yang akan dihadapi oleh bank dalam memberikan
kredit kepada seseorang atau badan usaha.
b. Mengantisipasi kemungkinan pelunasan kredit tersebut karena bank telah
mengetahui kemampuan pelunasan melalui analisis cashflow usaha debitur.
c. Mengetahui jenis kredit, jumlah kredit dan jangka waktu kredit yang
dibutuhkan oleh usaha debitur, sehingga bank dapat melakukan penyesuaian
dengan struktur dana yang dipersiapkan untuk digunakan.
d. Mengetahui kemampuan dan kemauan debitur untuk melunasi kreditnya, baik
dari sumber pelunasan primer maupun sekunder.
28
Untuk memperoleh kepercayaan kepada calon debitur, umumnya perbankan
menggunakan instrument analisa kredit yang terkenal dengan nama azas “the five
of credit” , yaitu :
a. Character (karakter).
b. Capacity (kemampuan).
c. Capital (modal).
d. Collateral (jaminan).
e. Condition of Economy (kondisi ekonomi).
Oleh Henderson dan Maness (1989 : 67) menjelaskan secara singkat konsep
“5 C” tersebut adalah :
a. Character (watak).
Adalah adanya keyakinan dari pihak bank bahwa calon debitur mempunyai
moral, watak ataupun sifat yang dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar
belakang debitur, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang
bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianut dalam
keluarga. Oleh karena itu petugas bank mengadakan penyelidikan secara
mendalam dengan jalan mencari informasi dari orang-orang yang berada
dalam lingkungan pergaulannya dan hal tersebut akan sangat berpengaruh
pada pelunasan kreditnya.
b. Capacity (kemampuan)
Merupakan gambaran mengenai kemampuan calon debitur untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya, kemampuan debitur untuk mencari dan
29
mengkombinasikan resources yang terkait dengan bidang usaha, kemampuan
memproduksi barang dan jasa yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan
konsumen/pasar. Disamping itu juga kemampuan untuk mengantisipasi
variabel dari cashflow usaha, sehingga cashflow tersebut dapat menjadi
sumber pelunasan kredit yang utama sesuai dengan jadwal yang sudah
disetujui bersama.
c. Capital (modal)
Penilaian pada aspek ini diarahkan pada kondisi keuangan nasabah, yang
terdiri dari aktiva lancar (current assets) yang tertanam dalam bisnis dikurangi
dengan kewajiban lancar (current liabilities) yang disebut dengan modal kerja
(working capital); dan modal yang tertanam pada aktiva jangka panjang dan
aktiva lain-lain. Analisis capital itu dimaksudkan untuk menggambarkan
struktur modal (capital structure) debitur, sehingga bank dapat melihat modal
debitur sendiri yang tertanam pada bisnisnya dan berapa jumlah yang berasal
dari pihak lain (kreditur dan supplier). Bank harus mengetahui “debt to equity
ratio”, yaitu berapa besarnya seluruh hutang debitur dibandingkan dengan
seluruh modal dan cadangan perusahaan serta likuiditas perusahaan.
d. Collateral (jaminan)
Collateral adalah jaminan kredit yang mempertinggi tingkat keyakinan bank
bahwa debitur dengan bisnisnya mampu melunasi kredit, dimana agunan ini
berupa jaminan pokok maupun jaminan tambahan yang berfungsi untuk
menjamin pelunasan utang jika ternyata dikemudian hari debitur tidak
30
melunasi utangnya. Debitur menjanjikan akan menyerahkan sejumlah
hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran
utangnya. Jaminan tambahan ini dapat berupa kekayaan milik debitur atau
pihak ketiga.
e. Condition of Economy (kondisi ekonomi)
Kondisi yang mempersyaratkan bahwa kegiatan usaha debitur mampu
mengikuti fluktuasi ekonomi, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan
usaha masih mempunyai prospek kedepan selama kredit masih dinikmati
debitur. Termasuk juga analisis terhadap kemampuan usaha debitur dalam
menghadapi situasi perekonomian yang mungkin tiba-tiba berubah diluar
dugaan semula.
Untuk mempertajam analisa, terutama terhadap permohonan kredit dalam
jumlah besar, menurut Henderson dan Maness (1989 : 79) perlu ditambahkan
dengan kriteria “5 P Principles”, sebagai berikut :
a. Purpose
Ini merupakan penilaian terhadap maksud permohonan kredit dari calon
debitur agar penggunaan jumlah atau jenis kredit tersebut terarah, aman dan
produktif serta membawa manfaat bagi pengusaha, masyarakat, bank dan
otorita moneter.
31
b. People
Adalah penilaian yang dilakukan terhadap calon debitur tentang siapa mitra
usahanya, orang atau lembaga yang mem-backup debitur, customer dan
supplier, yang kesemuanya sangat penting dalam menunjang kegiatan usaha
calon debitur.
c. Protection
Bilamana usaha debitur mengalami kegagalan, bank sudah harus terlindungi
dengan baik dari kesulitan penyelesaian kreditnya, dan bank harus
mempunyai alternatif penyelesaian dengan agunan yang dikuasai dan
pengikatan yuridis sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Payment
Penilaian juga harus dilakukan terhadap sumber-sumber pelunasan primer dan
sekunder, sehingga peta pelunasan (roadmap repayment) dan kemungkinan
penyelesaian kredit dapat dilaksanakan tanpa kesulitan. Ini berkaitan dengan
casflow perusahaan dan variabel yang mempengaruhinya, sehingga akan lebih
jelas bagaimana posisi cash in dan cash out, yang menggambarkan apakah
perusahaan mengalami likuiditas usaha yang baik atau tidak.
e. Perspective
Posisi usaha debitur pada waktu yang akan datang apakah mampu mengikuti
kondisi ekonomi, keuangan dan fiskal. Ini berarti merupakan proyeksi
perbandingan resiko dan cashflow perusahaan. Perspektif ini dinilai dengan
menggunakan kriteria :
32
1) Return, yaitu hasil usaha yang akan dicapai dari kegiatan yang
mendapatkan pembiayaan tersebut;
2) Repayment, yaitu perhitungan pengembalian dana dari kegiatan yang
mendapatkan pembiayaan kredit;
3) Risk Bearing Ability, yaitu perhitungan besarnya kemampuan debitur dalam
menghadapi resiko yang tidak terduga.
2. Jenis-Jenis Kredit
Praktek perbankan yang ada, umumnya bank-bank menggolongkan kredit ke
dalam dua jenis kredit, yaitu berdasarkan jangka waktu (term) dan berdasarkan
tujuan atau penggunaan kredit (utility of loan).
Berdasarkan jangka waktu (term of loan), kredit dibagi dalam :
a. Kredit jangka waktu pendek (short-term loan), yaitu kredit dengan jangka
waktu tidak lebih dari 1 tahun.
b. Kredit jangka menengah (middle-term loan), yaitu kredit dengan jangka
waktu 1-3 tahun.
c. Kredit jangka panjang (long-term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu
lebih dari 3 tahun.
Sedangkan berdasarkan tujuan penggunaan kredit (utility of loan), dibedakan
menjadi :
a. Kredit konsumtif, yaitu kredit kepada orang perorangan dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif. Contohnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR),
33
Kredit Pemilikan Mobil (KPM), Kredit Pemilikan Sepeda Motor (KPSM) dan
lain sebagainya.
b. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan untuk pembiayaan usaha-usaha
produktif. Kredit produktif ini umumnya dibedakan lagi menjadi :
1) Kredit investasi, yaitu kredit untuk pengadaan barang modal atau jasa bagi
usaha debitur;
2) Kredit modal kerja, yaitu kredit untuk pembiayaan modal kerja usaha-
usaha debitur, termasuk untuk pembiayaan biaya produksi atau
penjualannya;
3) Kredit likuiditas, yaitu kredit dari Bank Indonesia yang diperuntukan bagi
bank-bank pemerintah maupun swasta guna disalurkan kembali ke
berbagai sektor.
3. Perjanjian Kredit
Pengertian ataupun rumusan perjanjian kredit tidak diatur secara khusus
dalam Undang-undang Perbankan No.10 tahun 1998, maupun dalam KUH
Perdata. Oleh karena itu untuk memahami pengertian perjanjian kredit perlu
dikemukakan pendapat para sarjana.
Beberapa sarjana hukum, seperti Subekti (1991 : 3) berpendapat bahwa
“dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu
pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam
sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata.”
34
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Hay (1975 : 67) bahwa “perjanjian
kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan tunduk kepada
ketentuan Bab XIII dari Buku III KUH Perdata.”
Hal yang sama dikemukakan pula oleh Badrulzaman (1994 : 110), bahwa
“dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-undang perbankan mengenai
perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah
perjanjian pinjam-meminjam di dalam KUH Perdata Pasal 1754.”
Rumusan perjanjian pinjam-meminjam menurut pasal 1754 KUH Perdata,
adalah :
“Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.” Sarjana lainnya, seperti Hasan berpendapat lain, bahwa perjanjian kredit tidak
tepat dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III KUH Perdata, sebab antara
perjanjian pinjam-meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa
perbedaan. Perbedaannya, menurut Hasan (1996 : 174) terdapat pada hal-hal :
a. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan
dengan program pembangunan; biasanya dalam perjanjian kredit sudah
ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima, sedangkan dalam
perjanjian pinjam-meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat
menggunakan uang secara bebas.
35
b. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank
atau lembaga pembiayaan, dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu,
sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam, pemberi pinjaman dapat
dilakukan oleh individu.
c. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian
pinjam-meminjam. Pada perjanjian kredit berlaku ketentuan UUD 1945,
ketentuan bidang ekonomi dalam GBHN, ketentuan-ketentuan umum KUH
Perdata, UU Perbankan, Paket Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi
terutama bidang perbankan, Surat-Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) dan
sebagaimnya, sedangkan pada perjanjian pinjam-meminjam tunduk semata-
mata pada KUH Perdata Bab XIII Buku III.
d. Pada perjanjian kredit dan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah telah
ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman itu harus disertai bunga,
imbalan, atau pembagian hasil, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam
hanya berupa bunga saja, dan bunga inipun baru ada apabila diperjanjikan.
e. Pada perjanjian kredit, bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan
debitur akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan
baik materiil maupun immateriil, sedangkan pada perjanjian pinjam-
meminjam, jaminan merupakan pengaman bagi kepastian pelunasan hutang
dan inipun baru ada apabila diperjanjikan, dan jaminan itu hanya merupakan
jaminan secara fisik atau materiil saja.
36
Senada dengan pendapat dari Hasan diatas, Ibrahim (2004 : 28) juga
berpendapat bahwa “perjanjian kredit berbeda dengan penjanjian pinjam-
meminjam yang diatur dalam Bab XIII Buku III KUH Perdata, baik dari
pengertian, subjek pemberi kredit, pengaturan, tujuan dan jaminannya.” Akan
tetapi dengan perbedaan tersebut tidaklah berarti dapat dilepaskan sama sekali
dari akarnya yaitu perjanjian pinjam-meminjam, karena perjanjian kredit
merupakan modifikasi sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
dunia bisnis saat ini.
Perjanjian kredit bank dilaksanakan berdasarkan atas kesepakatan diantara
kedua belah pihak yaitu pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai
debitur, yang dilandasi dengan kepercayaan, terutama kepercayaan dari pihak
bank sebagai pemberi kredit kepada debiturnya.
Menurut Halle (1983 : 53), terjadinya perjanjian kredit harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1) Terdapat kedua belah pihak serta ada persetujuan pinjam meminjam antar kreditur dan debitur.
2) Mempunyai jangka waktu tertentu. 3) Hak kreditur untuk menuntut dan memperoleh pembayaran serta
kewajiban debitur untuk membayar prestasi yang diterima. Perjanjian kredit adalah suatu perjanjian pokok yang bersifat riil artinya
terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada
nasabah debitur. Perjanjian kredit harus diikuti dengan penyerahan uang secara
riil kepada debitur. Dalam praktek, ada kemungkinan pinjaman yang
diperjanjikan dalam perjanjian kredit tidak jadi dicairkan. Ini terjadi jika bank
37
mendapat informasi baru yang tidak menguntungkan tentang debitur. Ada juga
kemungkinan bahwa besarnya jumlah yang diserahkan berlainan dengan jumlah
yang semula disetujui di dalam perjanjian kredit.
Penyerahan uang kepada penerima kredit bergantung pula pada sifat atau jenis
kredit yang diperjanjikan. Jika kredit itu dalam bentuk investasi, maka
pencairannya dilakukan berdasarkn progress fisik proyek yang dibiayai. Jika
pinjaman dalam bentuk rekening koran, maka pencairannya dilakukan dalam
bentuk plafond ke dalam rekening koran, penarikan oleh debitur tergantung
kebutuhannya tetapi dalam limit plafond yang disediakan.
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya
menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Artinya, perjanjiannya
telah disediakan oleh bank dalam bentuk blanko, sedangkan debiturnya tinggal
mempelajari dan memahaminya dengan baik. Kelemahan dari perjanjian ini, jika
dilihat dari sudut debitur, adalah debitur tinggal memiliki salah satu pilihan dari
dua pilihan yakni menerima atau menolak, tanpa adanya kemungkinan melakukan
negosiasi atau tawar menawar dengan bank. Dalam hal ini debitur tidak dapat
berbuat banyak dalam menghadapi kreditur karena perjanjian baku telah
ditentukan oleh bank.
Keberadaan perjanjian kredit sangat penting karena berfungsi sebagai dasar
hubungan kontraktual antara para pihak. Dalam perjanjian kredit dapat ditelusuri
berbagai hal tentang pemberian, pengelolaan ataupun penatalaksanaan kredit itu
sendiri. Untuk itu sangat perlu untuk diperhatikan bersama.
38
Wardoyo dalam Hermansyah (2006 : 72), mengemukakan bahwa perjanjian
kredit itu memiliki tiga fungsi, yaitu :
a. Berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan
sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang
mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;
b. Berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di
antara kreditur dan debitur;
c. Berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
4. Kredit Bermasalah
Membahas masalah kredit, tidak lepas dari pembicaraan mengenai kredit
bermasalah (non performing loan). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan
perkreditan bank, karena bank tidak mungkin menghindarkan adanya kredit
bermasalah. Sepandai apapun para analis kredit dalam menganalisis permohonan
kredit, tetap saja ada kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Itulah sebabnya
adalah hal yang wajar jika setiap bank memiliki kredit bermasalah. Tetapi
sungguhpun demikian, tidak semua kredit bermasalah itu adalah kredit macet.
Suatu kedit bermasalah yang tidak dikelolah dengan baik akan mengakibatkan
kemacetan kredit atau umum disebut sebagai kredit macet.
Terjadinya kemacetan dalam pengembalian kredit mungkin saja disebabkan
oleh kesalahan atau kelalaian dari pihak bank sendiri atau dari pihak nasabah,
ataupun oleh karena keadaan memaksa (force majeur). Bank hanya berusaha
39
menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi
ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan.
Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/2/PBI/2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, membedakan kualitas kredit ke
dalam 5 (lima) kolektibilitas, yaitu :
a. Lancar (L)
b. Dalam Perhatian Khusus (DPK)
c. Kurang Lancar (KL)
d. Diragukan (D)
e. Macet (M)
Kredit yang termasuk dalam golongan kolektibilitas lancar dan dalam
perhatian khusus dinilai sebagai kredit yang tidak bermasalah (adalah performing
loan), sedangkan kredit yang termasuk dalam golongan kurang lancar, diragukan
dan macet dinilai sebagai kredit bermasalah (non performing loan). Beberapa
indikator untuk penggolongan kelima kualitas kredit tersebut, adalah sebagai
berikut :
a. Kredit digolongkan Lancar (L), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;
2) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
3) bagian kredit yang dijamin dengan agunan tunai.
b. Kredit digolongkan Dalam Perhatian Khusus (DPK), yaitu jika memenuhi
kriteria :
40
1) terdapat tunggakan angsuran pembayaran pokok dan/atau bunga yang
belum melampaui 90 hari; atau
2) kadang-kadang terjadi cerukan; atau
3) mutasi rekening relatif rendah; atau
4) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
5) didukung oleh pinjaman baru.
c. Kredit digolongkan Kurang Lancar (KL), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
90 hari; atau
2) sering terjadi cerukan; atau
3) frekuensi mutasi relatif rendah; atau
4) terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau
5) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
6) dokumentasi pinjaman yang lemah.
d. Kredit yang digolongkan Diragukan (D), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
180 hari; atau
2) sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
3) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
4) terjadi kapitalisasi bunga; atau
5) dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan.
41
e. Kredit yang digolongkan Macet (M), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
270 hari; atau
2) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
3) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan
pada nilai wajar.
Penting untuk diperhatikan bahwa sebelum menurunkan kolektibilitas kredit,
bank akan melakukan evaluasi yang mendalam terhadap debitur-debitur yang
termasuk dalam kolektibilitas non performing loan. Ini penting karena penurunan
kolektibilitas kredit akan mempengaruhi kinerja bank yang bersangkutan, karena
penilaian sehat tidaknya suatu bank salah satunya ditentukan dari berapa besar
non performing loan bank itu. Untuk itu setiap bank secara periodik selalu
melakukan evaluasi debiturnya dengan menganalisa aspek-aspek :
a. Prospek usaha
b. Kondisi keungan dengan penekanan cash flow.
c. Kemampuan membayar.
Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan untuk menilai kualitas kredit, dan
tidak dapat dinilai terpisah satu sama lainnya.
Kredit bermasalah akan menjadi beban bank karena ia menjadi salah satu
tolok ukur bagi Bank Indonesia untuk menilai kinerja bank itu sendiri. Untuk itu
adanya kredit bermasalah, perlu penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat, perlu
42
dilakukan penilaian ulang secara periodik guna penentuan langkah-langkah
penyelamatan dan atau penyelesaian bagi bank.
5. Penanganan Kredit Bermasalah
Dalam hal terjadinya kredit bermasalah, bank akan melakukan tindakan-
tindakan penyelamatan kredit. Tindakan penyelamatan kredit ini umumnya
dilaksanakan dengan tiga treatment, yaitu : Rescheduling, Reconditioning dan
Restructuring.
Recheduling adalah tindakan penyelamatan terhadap kredit bermasalah
dengan jalan merubah jangka waktu kredit, misalnya dengan jalan
memperpanjang jangka waktu kredit dan atau memperpanjang jangka waktu
angsuran kredit. Reconditioning adalah tindakan penyelamatan kredit dengan
jalan memberikan keringanan atas persyaratan-persyaratan kredit, misalnya
dengan merekapitalisasi bunga tertunggak, penundaan pembayaran bunga sampai
pada waktu tertentu (grace period), penurunan suku bunga, pembebasan bunga
ataupun pengkonversian kredit dengan jangka waktu pendek menjadi jangka
waktu panjang. Sedangkan restructuring adalah tindakan penyelamatan kredit
dengan melakukan perubahan struktur kredit setelah lebih dahulu melakukan
analisa atas keadaan permodalan debitur. Tindakan-tindakannya dapat berupa
penambahan jumlah kredit (injection) dan atau merubah struktur kredit misalnya
dari kredit modal kerja menjadi kredit angsuran.
Apabila upaya-upaya penyelamatan kredit seperti telah dikemukakan diatas
tidak berhasil, maka penanganan atau upaya penagihan kredit yang terakhir
43
adalah dengan melihat jaminan sebagai second way-out (second source of
repayment). Dalam hal ini akan dilakukan upaya hukum eksekusi atas jaminan,
yang tindakan hukumnya tergantung daripada jenis dan macam jaminan yang
diserahkan oleh debitur atau penjaminnya. Prakteknya, eksekusi atas jaminan
dijadikan upaya bank yang paling akhir dilakukan, hanya apabila upaya-upaya
penyelamatan kredit tidak berhasil.
C. Tinjauan Tentang Jaminan
1. Pengertian Jaminan
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam setiap penyaluran kredit, bank
selalu mensyaratkan adanya jaminan kredit. Hal ini dilakuan untuk
mengantisipasi resiko pengembalian kredit sehubungan dengan adanya jangka
waktu pengembaliannya. Dalam hal ini, jaminan berfungsi untuk memberikan
hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil
penjualan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya
pada waktu yang telah ditentukan. Normalnya, setiap bank berusaha agar kredit
yang disalurkan merupakan secured loans, karena didukung dengan jaminan dan
berusaha menghindari terjadinya unsecured loans karena tidak didukung dengan
jaminan. Jadi jika kredit tidak dapat lagi dilunasi dari usaha sebagai first source of
repayment, maka bank akan menempuh jalan pelunasan terakhir dari jaminan
sebagai second source of repayment.
44
Penulis memakai kata “jaminan” dalam tesis ini sebagai pengertian daripada
“agunan” sebagaimana dirumuskan oleh UU Perbankan dalam Pasal 1 ayat (23)
bahwa “agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah.” Jaminan tambahan ini dapat berupa jaminan
materiil (berwujud) berupa benda-benda bergerak dan benda tetap atau jaminan
immaterial (tak berwujud).
Sutarno (2005 : 142) merumuskan pengertian jaminan kredit adalah “segala
sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji
sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian
kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur.”
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hadisoeprapto (1984 : 50) yang
mengemukakan bahwa “jaminan kredit ialah segala sesuatu yang diberikan
kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi
kewajiban, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.”
Bahwa jaminan yang baik atau ideal, menurut Subekti dalam bukunya
Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia (1991 :
19), adalah jaminan yang memenuhi syarat :
a. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukannya;
b. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan
(meneruskan) usahanya;
45
c. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa
barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu, bila perlu dapat
mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit
adalah seluruh harta kekayaan seseorang, baik barang bergerak, tidak bergerak,
barang berwujud maupun tidak berwujud, baik yang diserahkan secara tegas
(berdasarkan perjanjian) maupun secara otomatis (berdasarkan Undang-undang)
oleh debitur kepada kreditur, dengan maksud untuk menjamin pembayaran
kembali kreditnya berdasarkan suatu perikatan.
Dalam praktek, jaminan yang sering diterima oleh kreditur bank bukan hanya
milik debitur itu sendiri tetapi juga milik pihak ketiga yang atas kemauannya
sendiri menyerahkan secara tegas harta kekayaannya untuk menjamin kredit dari
debitur.
2. Klasifikasi Jaminan Kredit
a. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus
Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa “segala kebendaan si berutang
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatannya perseorangan.”
Dari rumusan pasal tersebut menunjuk kepada sifat jaminan yang umum,
artinya benda jaminan tidak ditunjuk secara khusus dan juga tidak diperuntukan
kepada kreditur tertentu. Sehingga jika terdapat beberapa kreditur, maka
46
kedudukan para kreditur itu konkuren satu sama lainnya, dan atas harta kekayaan
debitur yang dijual guna pelunasan hutangnya, akan dibagi-bagi secara
proporsional. Jadi jaminan umum ini lahir secara otomatis karena ditentukan oleh
Undang-undang.
Walaupun Undang-undang telah menentukan bahwa semua harta debitur
menjadi jaminan bagi hutangnya, praktek perbankan tetap menghendaki adanya
jaminan yang dikhususkan untuk penjaminan kepada kreditur tertentu. Artinya,
jaminan khusus ini harus dibuat dengan perjanjian antara kreditur disatu pihak
dan debitur atau penjamin di pihak lain.
b. Jaminan Perorangan dan Jaminan Kebendaan
Penggolongan jaminan yang lain, yang sangat umum dilakukan oleh para
sarjana adalah jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan
atau persoonlijke zekerheid adalah jaminan yang menimbulkan hubungan
langsung pada perorangan tertentu, selalu berupa suatu perjanjian antara seorang
berpiutang (kreditur) dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban
dari si berutang (debitur), bahkan jaminan perorangan ini dapat diadakan tanpa
pengetahuan dari si berutang (debitur) tersebut, sehingga jaminan perorangan
menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain.
Bentuk jaminan perorangan adalah personal guarantee, coorporate guarantee
dan atau perikatan tanggung-menanggung.
Sedang jaminan kebendaan atau zakelijke zekerheid ialah jaminan yang
berupa hak mutlak atas sesuatu benda dengan ciri-ciri mempunyai hubungan
47
langsung dengan benda tertentu dari debitur atau pihak ketiga sebagai penjamin,
dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat
diperalihkan. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan
debiturnya tetapi dapat juga diadakan antara kreditur dengan pihak ketiga yang
menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang (debitur) sehingga hak kebendaan
ini memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya. Bentuk jaminan
kebendaan adalah hak tanggungan, hipotik, gadai dan jaminan fidusia.
Subekti mengemukakan bahwa “pemberian jaminan kebendaan ini selalu
berupa menyendirikan suatu bagian dari harta kekayaan seseorang, si pemberi
jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembaharuan) kewajiban
(hutang) seorang debitur” (Subekti, 1991 : 17). Dengan demikian maka
pemberian jaminan kebendaan kepada kreditur tertentu, memberikan “privelege”
atau kedudukan istimewa bagi kreditur penerima jaminan itu terhadap kreditur
lainnya.
D. Tinjauan Tentang Gadai Sebagai Salah Satu Lembaga Jaminan
1. Pengertian Gadai
Ketentuan Gadai diatur dalam Buku II Bab XX KUH Perdata mulai pasal
1150 sampai dengan 1160. Menurut ketentuan Pasal 1150 bahwa pihak yang
menggadaikan disebut “pemberi gadai” dan pihak yang menerima gadai disebut
“penerima atau pemegang gadai”.
48
Lembaga jaminan Gadai hingga saat ini banyak ditemukan dalam praktek.
Kedudukan pemegang gadai jika dibandingkan dengan fidusia, lebih kuat karena
benda jaminan berada dalam penguasaan kreditur. Dalam hal ini kreditur selaku
pemegang gadai terhindar dari itikad buruk (the kwader trouw) dari pemberi
gadai, sebab dalam gadai benda jaminan sama sekali tidak boleh dipegang oleh
atau dibawah penguasaan pemberi gadai (inbezitstelling).
Pasal 1150 KUH Perdata mendefinisikan gadai sebagai berikut :
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untu menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”
Selanjutnya, Volmar (1994 : 310), dengan bahasanya sendiri, ia memberikan
pengertian gadai adalah :
“Sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain yang dimaksud tujuannya bukan memberikan kepada orang yang berhak terhadap gadai itu (penerima gadai) nikmat benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan kepadanya jaminan tertentu bagi pelunasan suatu hutang”.
Dari perumusan di atas dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak
kebendaan yang mempunyai objek berupa benda bergerak yang berwujud dan
tidak berwujud yang penyerahannya dilakukan oleh debitur atau orang lain atas
nama debitur/pihak ketiga dengan fungsi untuk menjamin pemenuhan piutang
kreditur, dimana pemegang gadai mempunyai hak untuk didahulukan (hak
49
preferen) dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang.
2. Sifat Perjanjian Gadai Sebagai Perjanjain Accessoir
Perjanjian gadai sifatnya accesoir, artinya ia merupakan perjanjian tambahan
dari suatu perjanjian pokok pinjam-meminjam uang dimana ia dimaksudkan
untuk menjaga agar jangan sampai siberhutang lalai dalam pembayaran uang
pinjamannya.
Perjanjian accesoir mempunyai ciri-ciri antara lain : tidak dapat berdiri
sendiri, ada maupun hapusnya bergantung pada perjanjian pokoknya dan apabila
perjanjian pokoknya dialihkan maka secara otomatis pun ia ikut teralih.
Dengan diadakan perjanjian accessoir ini akan membawa konsekuensi
sebagai berikut :
1) Sekalipun perjanjian gadainya sendiri mungkin dibatalkan karena melanggar
ketentuan gadai yang bersifat memaksa, tetapi perjanjian pokok itu sendiri
yang biasanya perjanjian kredit, tetap berlaku, kalau ia dibuat secara sah.
Hanya saja tagihan tersebut kalau tidak ada dasar preferensinya sekarang
berkedudukan sebagai tagihan konkuren.
2) Hak gadainya sendiri tidak dapat dipindah tangankan tanpa turut
berpindahnya perikatan pokoknya, tetapi sebaliknya pengoperan perikatan
pokok meliputi pula semua accessoir, dalam mana termasuk kalau ada hak
gadainya, yang demikian sesuai dengan ketentuan pasal 1533 KUH Perdata.
50
Menurut Hoey Tiong (1985 : 17), unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam
suatu perjanjian gadai adalah :
a. Gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur
pemegang gadai.
b. Penyerahan barang itu dapat dilakukan oleh debitur pemberi gadai atau orang
lain atas nama debitur.
c. Barang yang menjadi objek gadai atau barang atau barang gadai hanyalah
benda/barang bergerak.
d. Kreditur pemegang gadai berhak mengambil pelunasan piutang dari barang
gadai lebih dahulu daripada kreditur lainnya.
3. Hak dan Kewajiban Kreditur Pemegang Gadai
a. Hak-hak kreditur pemegang gadai
1) Parate eksekusi, kreditur berhak menjual atas kekuasan sendiri, setelah
lewat jangka waktu yang telah diperjanjikan. Parate eksekusi sendiri
adalah kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasan piutang dari
kekayaan debitur dengan tanpa melalui proses pengadilan, dan untuk
melaksanakan parate eksekusi ini kreditur harus telah melakukan somasi
kepada pemberi gadai supaya hutangnya dibayar, sesuai dengan pasal
1155 KUH Perdata.
2) Hak menjual barang gadai dengan perantaraan hakim, ini sesuai dengan
pasal 1156 KUH Perdata.
51
3) Hak menahan benda sampai segala macam hutang debitur dibayar lunas
(hak retensi), sesuai dengan pasal 1159 KUH Perdata.
4) Berhak untuk didahulukan dari pembayaran-pembayaran debitur terhadap
kreditur lainnya (hak preferen), sesuai dengan pasal 1150 KUH Perdata.
5) Berhak meminta penggantian biaya yang telah dikeluarkannya dalam
rangka menjaga agar nilai barang gadai tidak merosot, sesuai dengan pasal
1157 KUH Perdata.
b. Kewajiban kreditur pemegang gadai
1) Tidak dapat atau tidak wenang untuk memiliki benda jaminan secara
otomatis, sesuai dengan pasal 1154 KUH Perdata.
2) Bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya nilai barang objek
gadai jika hilang atau merosotnya barang gadai tersebut atas kelalaiannya,
sesuai dengan pasal 1157 KUH Perdata
3) Kreditur tidak dapat memakai, menggunakan, mengeksploitasi barang
jaminan untuk kepentingan diri sendiri kecuali ada perjanjian secara tegas
yang memungkinkan untuk itu, sesuai dengan pasal 1159 KUH Perdata.
4) Kreditur wajib memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai
itu dijual atas kekuasan sendiri, sesuai pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata.
5) Bertanggung jawab atas hasil penjualan barang gadai, yaitu digunakan
untuk pelunasan jumlah piutangnya, sesuai pasal 1155 KUH Perdata.
4. Hak dan Kewajiban debitur / penjamin selaku pemberi gadai
a. Hak-hak debitur / penjamin sebagai pemberi gadai
52
1) Berhak meminta agar pemegang gadai memperhitungkan hasil bunga yang
didapatkan dari barang gadai (jika barang gadai berupa piutang atau
tagihan yang menghasilkan bunga) dengan kewajiban bunga kredit yang
harus dibayarkannya, sesuai dengan pasal 1158 KUH Perdata.
2) Berhak menuntut pemegang gadai jika atas penjualan barang gadai telah
tidak digunakan oleh penerima gadai guna pelunasan hutang pemberi
gadai, sesuai dengan pasal 1155 KUH Perdata.
3) Berhak menuntut penerima gadai sehubungan dengan hilang atau
merosotnya nilai barang gadai yang disebabkan karena kelalaian penerima
gadai, sesuai dengan pasal 1157 KUH Perdata.
4) Berhak menuntut penerima gadai untuk mengembalikan barang gadai jika
penerima gadai menyalahgunakan barang gadai tersebut, sesuai dengan
pasal 1159 KUH Perdata.
b. Kewajiban debitur / penjamin sebagai pemberi gadai
1) Wajib mengganti segala biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang
gadai ketika pemegang gadai berupaya mempertahankan keselamatan
barang gadai, sesuai dengan pasal 1157 KUH Perdata.
2) Wajib menyerahkan barang gadai ke dalam penguasaan penerima gadai,
sesuai dengan pasal 1152 KUH Perdata.
3) Wajib menerima pemberitahuan atas penjualan barang gadai guna
pelunasan hutang yang tidak dapat diselesaikan, sesuai pasal 1155 KUH
Perdata.
53
4) Wajib menyetujui perhitungan pelunasan atas hutang yang dijamin dengan
gadai, pelunasan mana berasal dari hasil penjualan barang gadai, sesuai
dengan pasal 1155 KUH Perdata.
5. Berakhirnya Perjanjian Gadai
Ada enam alasan yang dikemukakan oleh Satrio (2002 : 132) dimana
perjanjian gadai berakhir. Alasan-alasan itu adalah jika :
a. Hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai.
b. Terlepasnya benda jaminan dari kekuasaan pemegang gadai.
c. Musnahnya benda jaminan gadai.
d. Dilepasnya benda jaminan gadai dengan sukarela.
e. Adanya percampuran dimana pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai.
f. Jika terjadi penyalah gunaan benda gadai oleh pemegang gadai.
E. Tinjauan Tentang Deposito Sebagai Jaminan Kredit
1. Pengertian Deposito
Pengertian deposito disebut dalam pasal 1 angka (7) UU Perbankan. Pasal
tersebut menyatakan bahwa “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan
dengan bank”
Berdasarkan pasal tersebut, deposito dikategorikan sebagai bentuk simpanan
dana oleh nasabah penyimpan (deposan) kepada pihak bank, dimana berdasarkan
54
perjanjian antara keduanya, dana itu dapat ditarik kembali oleh nasabah setelah
jangka waktu tertentu.
Kata perjanjian yang terdapat pada pasal 1 angka (7) UU Perbankan tersebut
menunjukan bahwa simpanan deposito yang lahir dari perjanjian yang dibuat
antara pihak bank dengan nasabah, tidak terikat bentuknya, tetapi diberikan
kesempatan kepada para pihak untuk menentukan syarat-syaratnya. Asas ini
sengaja demikian untuk memberikan ruang gerak kepada bank dan nasabah dalam
menentukan syarat-syarat deposito yang akan dibuat diantara mereka.
Anwari (1979 : 12) memberikan pengertian bahwa “deposito adalah nama
yang diberikan pada simpanan deposan di bank yang lasim diletakkan pada
persyaratan jangka waktu penyimpanan”.
Referensi dari sarjana lain, seperti Karim (2004 : 411), juga mengemukakan
pendapat bahwa : “uang yang dititipkan pada bank oleh pribadi maupun lembaga
usaha tertentu untuk disimpan dan kemudian ditarik kembali saat dibutuhkan atau
berdasarkan syarat yang telah disepakati bersama, yang dapat dimintai atau
dibutuhkan disebut deposito”.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa deposito adalah
simpanan uang ke bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu menurut perjanjian yang telah disepakati yang dibuat secara tertulis oleh
dan antara pihak bank dengan nasabah penyimpan dana (deposan).
55
2. Jenis-jenis Deposito
Simorangkir dalam bukunya “Seluk Beluk Bank Komersial”, membagi
deposito menjadi empat jenis, yaitu :
a. Deposito berjangka (time deposit), yaitu simpanan dalam rupiah milik pihak
ketiga yang penarikannya dilakukan setelah jangka waktu tertentu menurut
perjanjian antara bank dan si penyimpan (deposan). Bila jangka waktunya
telah habis maka kemungkinannya deposan dapat mencairkan atau
memperpanjang jangka waktunya. Jangka waktu deposito ini biasanya
bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 6 ataupun 12 bulan, tergantung kesepakatan
kedua belah pihak. Dalam praktek sehari-hari jenis ini lasim disebut deposito
biasa.
b. Deposito on call, yaitu simpanan deposan dalam jumlah tertentu artinya
penempatannya ada syarat jumlah minimal tertentu, biasanya lebih besar dari
deposito berjangka biasa, dan jangka waktu penempatannya minimal 7 hari,
tergantung bank yang bersangkutan.
c. Deposito Automatic Roll-over, perbedaannya dengan deposito berjangka biasa
ialah ketika jatuh tempo maka pihak bank harus melakukan perpanjangan
jangka waktu secara otomatis, tanpa menunggu konfirmasi lagi ke deposan.
Artinya pada saat penempatannya sudah ditentukan syarat perpanjangan
otomatis tersebut.
d. Sertifikat Deposito, adalah surat berharga yang pada hakikatnya sama dengan
surat tanda bukti menyimpan uang. Perbedaan dengan deposito biasa adalah
56
pembayaran bunganya adalah diawal penempatan, diterbitkan oleh bank
sebagai surat berharga atas unjuk yang dapat diperjual-belikan atau dipindah
tangankan, sedangkan deposito biasa diterbitkan atas nama dan tidak dapat
diperjual-belikan (Simorangkir, 1988 : 79-88).
3. Deposito Sebagai Jaminan Kredit
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa jaminan
diperlukan sebagai salah salah satu sumber pembayaran kredit jika kredit yang
diberikan bermasalah maka deposito belakangan ini juga berkembang menjadi
trend yang berlaku/diterima sebagai jaminan kredit. Diterimanya deposito sebagai
jaminan kredit tidak terlepas dari sifat kepastian jumlahnya yang memang sangat
pasti dan sangat likuid dibanding dengan jaminan-jaminan kredit lainnya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian kredit dengan jaminan deposito
memberikan tingkat keamanan yang sangat tinggi dan pasti bagi kreditur. Apalagi
jika deposito tersebut keberadaannya (penempatannya) berada di bank pemberi
kredit.
Selain karena sifatnya yang sangat likuid tersebut, dari sudut debitur, faktor
pendorong deposito diserahkan sebagai jaminan kredit, adalah pertimbangan
proses permohonan dan approval kredit serta biaya. Dibandingkan dengan kredit
dengan jaminan selain deposito, proses permohonan dan approval kreditnya
sangat cepat dan tidak berbelit-belit. Demikian juga dengan biaya, dalam kredit
dengan jaminan deposito (back to back loan), biaya kredit yang dikeluarkan oleh
debitur dapat ditekan sedemikian rupa sehingga bisa jauh lebih murah
57
dibandingkan dengan kredit umum dengan jaminan lainnya. Hal ini disebabkan
karena dua hal :
a. seluruh pengikatan kredit dan jaminannya cukup dilakukan secara dibawah
tangan;
b. karena kepentingan kreditur yang tidak mau kehilangan bisnis dari sisi
pendanaan, yaitu dengan penempatan depositonya di bank yang sama dengan
kreditur, maka bagi kreditur, deposito jaminan ini juga membawa keuntungan
tersendiri sebagai bagian dari pemenuhan target pengumpulan dana-dana
pihak ketiga. Sehingga karenanya, terdapat bargaining position yang relatif
lebih kuat dibanding dengan jenis-jenis kredit dengan jaminan selain deposito.
4. Tata Cara Pengikatan Deposito Sebagai Jaminan Kredit
Deposito termasuk dalam kategori benda bergerak yang tidak berwujud,
sehingga atasnya, dapat dibebani dengan hak gadai. Terhadap gadai atas benda
bergerak tersebut maka hukum yang berlaku adalah ketentuan dalam KUH
Perdata pasal 1150 sampai dengan pasal 1160.
Hak gadai terjadi dengan penyerahan benda gadai secara nyata sehingga
benda tersebut berada di bawah kekuasaan kreditur. Hak kebendaan (jaminan)
atas benda bergerak itu ada pada pemegang gadai. Hal tersebut tercantum dalam
pasal 1152 ayat 1 KUH Perdata :
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan
dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau seorang
pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.”
58
Gadai merupakan perjanjian accesoir, maksudnya adalah bahwa sebelum
diadakan perjanjian gadai, terlebih dahulu harus ada perjanjian kredit sebagai
perjanjian pokoknya.
Maka untuk mengikat deposito sebagai jaminan kredit, akan dilakukan
tahap-tahap pengikatan sebagai berikut :
a. Tahap pertama. Pengikatan kredit sebagai perjanjian pokok dimana
didalamnya disebutkan jaminan kredit ini adalah deposito.
b. Tahap kedua. Pengikatan deposito dilakukan dengan pembuatan akta
perjanjian gadai antara pemilik deposito dengan pihak bank. Menurut hukum,
akta perjanjian gadai dapat dibuat secara sah dengan dilakukan secara notaril
maupun dibawah tangan, dibuat untuk menjamin perjanjian pokoknya yang
berupa perjanjian kredit.
c. Tahap ketiga. Untuk membebankan hak gadai maka setelah pembuatan akta
perjanjian gadai antara pemilik deposito dengan pihak bank, selanjutnya
diikuti dengan penyerahan bilyet deposito yang dijaminkan kepada pemegang
gadai, dalam hal ini pihak bank. Penyerahan tersebut merupakan penyerahan
yang nyata, artinya bilyet deposito itu harus benar-benar diserahkan dibawah
kekuasaan bank, tidak boleh hanya berdasarkan pada pernyataan dari pemberi
gadai saja, tetapi benda itu masih berada didalam kekuasaannya. Penyerahan
nyata ini dilakukan bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga
penyerahan tersebut merupakan unsur sahnya gadai.
59
d. Tahap keempat. Bersamaan dengan tahap ketiga, pemilik deposito/penjamin
harus memberikan kuasa kepada pemegang gadai/pihak bank untuk
melakukan pencairan deposito dalam hal pemilik deposito/debitur
wanprestasi. Kuasa mencairkan deposito ini adalah juga bentuk nyata
penyerahan yuridis deposito kepada bank untuk memudahkan pihak kreditur
dalam melakukan pelunasan kredit yang dijamin dengan deposito tersebut.
e. Tahap kelima. Kreditur selaku penerima gadai deposito akan melakukan
pemblokiran atas deposito jaminan tersebut sesuai dengan jangka waktu
perjanjian kreditnya. Artinya sepanjang kredit sebagai perjanjian pokok belum
dilunasi maka sepanjang itu pula deposito jaminan diblokir.
Untuk efektifnya pengikatan jaminan deposito, perlu diperhatikan bagaimana
status keberadaan deposito tersebut, apakah merupakan harta bersama dalam
perkawinan atau tidak. Untuk itu perlu diperhatikan status perkawinan daripada
debitur atau penjaminnya. Jika di dalam perkawinan tersebut ada perjanjian kawin
yang menyebabkan tidak ada percampuran harta, maka dalam hal pengikatannya,
pemilik deposito dapat bertindak sendiri tanpa adanya persetujuan dari isteri atau
suaminya. Tetapi jika di dalam perkawinannya tidak ada perjanjian kawin,
sehingga demi hukum harus dipandang bahwa telah terjadi persatuan harta secara
bulat, maka diperlukan persetujuan penjaminan dari isteri atau suami pemilik
deposito. Ini penting guna memenuhi ketentuan hukum dalam penjaminan harta
bersama di dalam perkawinan, sehingga dengan terpenuhinya pengikatan yang
dibuat benar-benar mengamankan pihak bank selaku penerima jaminan.
60
BAB III
CARA PENELITIAN
Sebagai suatu hasil karya ilmiah yang memenuhi nilai-nilai ilmiah, maka
penelitian ini dilakukan dengan pendekatan-pendekatan sistematis dan metodologis
seperti terurai berikut :
A. Sifat Penelitian
Penelitian mengenai Aspek Hukum Pemberian Kredit Dengan Jaminan
Deposito (Kredit Back to Back) khususnya terhadap pengikatan jaminan deposito
yang tidak turut ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik deposito di PT.
Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor Cabang Manado merupakan suatu
penelitian hukum empiris (yuridis-empiris), yang menitik beratkan pada
penelitian lapangan (studi lapangan) guna mendapatkan data primer. Dan untuk
menunjangnya dilakukan penelitian kepustakaan (studi literatur) untuk
memperoleh data sekunder.
Laporan hasil penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya laporannya
menggambarkan (mendeskripsikan) fakta-fakta empiris di lapangan dengan
menggunakan analisa normatif sehingga fakta-fakta tersebut mempunyai makna
dan kaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan empiris
61
di lapangan dan akhirnya didapatkan solusi hukum berdasarkan data yang
diperoleh.
B. Jenis Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) jenis penelitian berupa :
1. Penelitian Kepustakaan (studi literatur)
Penelitian kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh data sekunder,
yaitu data yang sudah tersedia yang berasal dari :
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang diurut
berdasarkan hirarki perundang-undangan yang meliputi :
1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
4) Akta Perjanjian Kredit dan Akta Gadai Deposito yang berlaku di PT.
Bank Danamon Indonesia, TBk.
5) Memorandum-memorandum tentang jaminan kredit yang berlaku di
PT. Bank Danamon Indonesia, TBk.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer yang meliputi :
1) Literatur yang membahas mengenai masalah perbankan.
2) Literatur yang membahas mengenai hukum perjanjian.
62
3) Literatur yang membahas mengenai hukum jaminan.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus
hukum, ensiklopedia dan lain-lain.
d. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan ini adalah studi
dokumen atas bahan-bahan hukum tersebut.
2. Penelitian Lapangan (studi lapangan)
Penelitian lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data
primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumbernya.
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT.Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor
Cabang Manado, Jl. Toar No.17 Manado, Propinsi Sulawesi Utara.
Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan untuk
kemudahan akses penelitian karena sebelum mengambil studi notariat,
penulis adalah mantan karyawan PT. Bank Danamon Indonesia, TBk
selama 13 tahun dan terakhir berkantor di Kantor Cabang Manado.
b. Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor
Cabang Manado sebagai kreditur pemberi kredit dan nasabah debiturnya
yang memperoleh fasilitas kredit dengan jaminan deposito (kredit back to
back).
63
c. Teknik Pengambilan Sampel
Penentuan sampel terhadap nasabah dilakukan dengan teknik random
sampling (acak) diantara nasabah debitur yang memperoleh fasilitas kredit
back to back. Jumlah debitur back to back yang ada di PT. Bank
Danamon Indonesia, Tbk Kantor Cabang Manado adalah 10 (sepuluh)
debitur. Dari jumlah tersebut peneliti mengambil acak sejumlah 4 (empat)
debitur untuk dijadikan responden.
Dengan demikian yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah :
1) Business Manager (BM), Account Officer atau Marketing Officer (AO
atau MO), Credit Support Administration (CSA), Apraisal Officer,
Legal Officer dan Remedial (Collection) Officer dari PT. Bank
Danamon Indonesia, Tbk Kantor Cabang Manado.
2) Nasabah debitur PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor Cabang
Manado yang memiliki fasilitas pinjaman dengan jaminan deposito
(kredit back to back), yang telah ditentukan secara random. Dari
random yang dilakukan terpilih 4 (empat) debitur back to back sebagai
responden.
d. Alat dan Cara Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian lapangan ini adalah pedoman
wawancara, dalam hal ini pedoman wawancara tidak terstruktur, yang
hanya memuat garis besar tentang hal yang akan ditanyakan, selanjutnya
dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan teknik wawancara bebas guna
64
mendapatkan data yang dibutuhkan. Cara pengumpulan datanya dilakukan
dengan wawancara. Wawancara dilakukan dengan wawancara langsung
ke tempat para responden berada.
C. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti alur atau langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Tahap persiapan, yaitu tahap pra penelitian dengan terlebih dahulu melakukan
perumusan masalah yang akan diteliti, selanjutnya dibuatkan dalam bentuk
proposal penelitian untuk mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing.
Setelah proposal disetujui peneliti menyusun pedoman wawancara dan penentuan
/ pengambilan responden.
2. Tahap pelaksanaan, yaitu tahap pengerjaan penelitian itu sendiri. Tahap ini
dilaksanakan dengan dua langkah yaitu penelitian kepustakaan (studi literatur)
yang ditujukan untuk menelusuri bahan-bahan pustaka yang relevan untuk
diangkat dalam kerangka teoritis; dan pelaksanaan penelitian di lapangan untuk
melakukan pengumpulan data primer dari responden maupun nara sumber.
3. Tahap penyelesaian, yaitu tahap pengolahan (analisis) data yang dilanjutkan
dengan penyusunan draft tesis untuk dikonsultasikan dan mendapatkan
persetujuan dari dosen pembimbing. Setelah mendapatkan persetujuan
pembimbing, finalisasinya adalah pelaksanaan presentasi dihadapan komisi
dosen penguji untuk dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
65
D. Analisis Data
Seluruh data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan
dan pustaka diklasifikasikan dan disusun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan
acuan dalam melakukan analisis.
Langkah selanjutnya, dari data primer dan data sekunder yang telah disusun
dan ditetapkan sebagai sumber dalam penyusunan tesis ini kemudian dianalisa secara
kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.
Analisa kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan
menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan
kebenarannya kemudian dihubungan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi
kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan. Sedang metode
deskriptif yaitu metode analisis dengan memilih data yang menggambarkan keadaan
sebenarnya di lapangan.
E. Hambatan-hambatan yang dihadapi dan cara mengatasinya
Peneliti tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam melaksanan penelitian
ini, karena sebelum mengikuti program studi Magister Kenotariatan Universitas
Gadjah Mada ini, peneliti adalah karyawan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk yang
bekerja selama 13 tahun dalam berbagai jabatan di beberapa kota, mulai dari Legal
and Appraisal Officer di Cabang Palu, Account Officer di Cabang Palu , Vice Branch
Manager di Cabang Palu, Branch Manager di Cabang Toli-toli, kemudian sewaktu
Bank Danamon Change Management pada saat Bank Danamon diambil alih oleh
66
Konsorsium Asia Finance Indonesia (Asia Financial Indonesia, Pte. Ltd.), menjadi
Business Manager di Cabang Amurang, Cabang Kotamobagu, dan terakhir berkantor
di Kantor Cabang Manado sebagai Senior Account Officer. Sehingga dengan
demikian para responden (nara sumber) baik yang berasal dari pejabat bank yang
berkompeten ataupun nasabahnya sudah saling kenal sebelumnya. Satu-satunya
hambatan yang ditemui hanyalah pada penentuan waktu untuk wawancara dengan
responden debitur yang sekaligus pemilik jaminan deposito disebabkan karena
kesibukan dalam usahanya masing-masing. Hambatan ini diatasi dengan lebih dahulu
menghubungi nasabah debitur dengan melakukan telepon untuk meminta kesepakatan
waktu bertemu dan peneliti tinggal menyesuaikan dengan kesediaan waktu mereka.
Dengan cara ini, hambatan tadi teratasi dengan baik.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk dan Kantor Cabang
Manado
1. Sejarah Singkat PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.
PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk didirikan pada tahun 1956 dengan nama
PT. Bank Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 dilakukan penggantian nama
menjadi PT. Bank Danamon Indonesia, nama itu terus dipertahankan hingga
kini. Bank Danamon mencatatkan diri sebagai bank devisa swasta pertama di
Indonesia pada tahun 1976 dan menjadi Perseroan Terbuka pada tahun 1989.
Pada tahun 1997, sebagai akibat krisis moneter di Asia, Bank Danamon
mengalami kesulitan likuiditas dan diambil alih oleh Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) sebagai salah satu Bank Take Over (BTO). Pada
tahun 1999, Pemerintah Indonesia melalui BPPN merekapitalisasi Bank
Danamon dengan obligasi pemerintah senilai Rp 32 triliun. Saat itu juga, Bank
Danamon sebagai sebuah bank BTO dilebur ke Perseroan sebagai bagian dari
program pembenahan BPPN.
Pada tahun 2000, delapan bank BTO lainnya dilebur ke dalam Bank
Danamon. Bank-bank tersebut adalah : Bank Rama, Bank Duta, Bank Tiara,
Bank Nusa Nasional (BNN), Bank Tamara, Bank Risjad Salim Internasional
68
(Bank RSI), Bank Jaya, dan Bank Pos. Sejak saat itu, sebagai surviving entity,
Bank Danamon bangkit menjadi salah satu pilar perbankan nasional.
Dalam kurun waktu tiga tahun berikutnya, Bank Danamon melakukan
restrukturisasi luas mencakup manajemen, sumber daya manusia, organisasi,
sistem, nilai, perilaku serta identitas perusahaan. Upaya ini berhasil meletakkan
fondasi maupun prasarana baru bagi Perseroan guna meraih pertumbuhan
berdasarkan nilai-nilai “Transparansi”, “Responsibilitas”, “Integritas” dan
“Profesionalisme” (TRIP).
Pada tahun 2003, melalui dealing dengan BPPN, Bank Danamon diambil
alih oleh Konsorsium Asia Finance Indonesia (Asia Financial Indonesia, Pte.
Ltd.) sebagai pemegang saham pengendali. Kepemilikan terbesar dari
Konsorsium Asia Finance ini adalah Temasek, Pte. Ltd., yaitu salah satu
BUMN-nya Singapura. Dengan kendali manajemen baru, serta modal 180-hari
pemetaan model bisnis dan strategi baru, Bank Danamon terus menjalani
perubahan transformasional yang dirancang untuk dijadikannya sebagai bank
nasional terkemuka dan pelaku regional unggulan. Menurut data publikasi Bank
Danamon per tanggal 30 September 2007, kepemilikan saham Bank Danamon
adalah 68,2 % oleh Asia Financial (Indonesia) Pte. Ltd., dan sisanya 31,8 %
oleh publik.
Dalam menjalankan operasionalnya, Bank Danamon mempunyai Visi :
“Kita peduli dan membantu jutaan orang mencapai kesejahteraan (We care and
Enable Millions to Prospers).” Visi tersebut berjalan beriringan dengan misinya
69
“Danamon bertekad untuk menjadi Lembaga Keuangan Terkemuka di
Indonesia yang keberadaannya diperhitungkan”. Sebagai suatu organisasi yang
terpusat pada nasabah, Bank Danamon yang melayani semua segmen dengan
menawarkan nilai yang unik untuk masing-masing segmen, berdasarkan
keunggulan penjualan dan pelayanan, dan didukung oleh teknologi kelas dunia.
Aspirasinya adalah menjadi perusahaan pilihan untuk berkarya dan yang
dihormati oleh nasabah, karyawan, pemegangan saham, regulator dan
komunitas dimana Bank Danamon berada.
Guna merealisasikan Visi dan Misi tersebut, Bank Danamon memiliki nilai-
nilai yang harus dipegang teguh oleh seluruh karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Nilai-nilai tersebut adalah “Peduli (caring), Jujur (honesty),
Mengupayakan yang terbaik (passion to excel), Kerjasama (teamwork) dan
Profesionalisme yang disiplin (disciplined professionalism).
Berdasarkan data publikasi Bank Danamon per tanggal 30 September 2007,
kinerja keuangan Bank Danamon dari bulan Januari hingga bulan September
2007 dinilai sangat baik, terjadi peningkatan yang signifikan dibanding
periode yang sama pada tahun 2006. Dengan Total Aktiva Rp.87.987 Milyar,
Bank Danamon berhasil mengumpulkan Laba Bersih Sebelum Pajak sebesar
Rp.2.542 Milyar, Laba Bersih Setelah Pajak Rp.1.600 Milyar (ROAA 2,5 %),
dengan cost to income ratio sebesar 46,8 %. Total kredit yang disalurkan adalah
Rp.50.153 Milyar dan berhasil membukukan dana pihak ketiga sebesar
Rp.58.853 Milyar. Rasio kecukupan modalnya (CAR) adalah 19,2 %, diatas
70
ketentuan CAR nasional. Rasio penyaluran kredit dibandingkan total dana
pihak ketiga (loan to deposit ratio) termasuk salah satu yang tertingi di
perbankan yang ada saat ini, yaitu dengan ratio 85 %. Bank Danamon juga
berhasil menekan non performing loan-nya dengan ratio gross 2,8 %, angka ini
masih berada dalam angka yang terkendali dan dibawah angka rata-rata
perbankan nasional.
Hingga saat ini Bank Danamon di dukung oleh 1.400 cabang, tersebar di
seluruh wilayah 33 Propinsi di Indonesia, 7 Kantor Wilayah, dengan jumlah
karyawan 33.000 orang. Selain unit konvensional, Bank Danamon juga telah
memiliki unit usaha syariah, yang dirintis sejak tahun 2002, hingga saat ini telah
dibuka 7 Kantor Cabang Syariah, tersebar di kota-kota besar di Indonesia,
dengan 3 unit Kantor Cabang Pembantu dan 12 Cabang Office Channeling.
Berkat dukungan dari berbagai stake-holder, di tahun 2007 ini Bank
Danamon telah meraih beberapa penghargaan yang cukup prestisius dan
membanggakan yakni, Indonesian Bank Loyalty Award (IBLA 2007) pada
Januari 2007, Worlds Best Trade Finance Awards 2007 pada bulan Januari
2007 dan Service Quality Award 2007 pada bulan Maret 2007. Demikian juga
dengan unit usaha syariahnya, telah mendapatkan penghargaan antara lain The
Best Phone Handling dan The Best Overall Service Quality dari Islamic
Banking Quality Award pada tahun 2005, pemenang kedua Loyalty Index
Syariah Banking pada tahun 2005, pemenang ketiga Best Syariah Banking pada
tahun 2006 dan The Most Innovative Syariah Bank pada bulan September 2007.
71
2. Bank Danamon Kantor Cabang Manado
Sebagai Ibukota Propinsi Sulawesi Utara, Kota Manado, dinilai memiliki
nilai strategis, karena selain sebagai kota yang sedang berkembang di Indonesia
Timur, juga merupakan salah satu kota yang menjadi pusat perdagangan di
perbatasan Indonesia dan Philipina, sehingga memiliki potensi bisnis yang baik
di masa yang akan datang. Untuk itulah Bank Danamon membuka kantor
cabangnya di Kota Manado.
Kantor Cabang Manado didirikan pada Bulan Mei tahun 1989,
berkedudukan di Jl. Toar No.17 Manado. Seiring perkembangan bisnis yang
dicapai, saat ini Bank Danamon Manado memiliki 3 kantor cabang pembantu,
masing-masing Kantor Cabang Pembantu (KCP) Manado Sutomo, KCP
Ranotana dan KCP Bahu Malalayang. Operasionalisasi ketiga KCP ini di
remote oleh Kantor Cabang Induknya yaitu Kantor Cabang Manado Toar.
Organisasi kerja Bank Danamon Kantor Cabang Manado didukung oleh
empat unit kerja, yakni : Unit Bisnis, yang terdiri dari Small Medium Enterpize
(SME) dan Consumer atau Primagold Banking (PB); Unit Operasional; dan
Supporting Business Unit. Keempat unit kerja ini masing-masing dipimpin oleh
seorang Manager yang kedudukan jabatannya selevel satu dengan lainnya.
Setiap unit kerja bertanggung jawab atas pencapaian kinerja di unitnya
masing-masing. Unit bisnis yang terbagi dalam dua sub unit, diberi tanggung
jawab pada pencapaian target baik dari sisi penyaluran kredit (loan) maupun
pengumpulan dana pihak ketiga (funding). Target market unit SME adalah
72
nasabah-nasabah yang memiliki skala usaha kecil-menengah (UKM), dengan
kriteria total asset produktif nasabah tidak boleh lebih dari Rp.5 milyar, atau
indikator lainnya dari sisi kredit, total kredit perbankan yang dinikmatinya
maksimum Rp.5 milyar. Dari sisi funding, SME ditargetkan untuk pencapaian
funding yang berasal dari dana-dana hasil usaha produktif nasabah.
Target market unit konsumer adalah pemberian kredit atas kebutuhan-
kebutuhan konsumtif nasabah, misalnya untuk pembelian rumah, pembelian
mobil, pembelian sepeda motor dan / atau kebutuhan-kebutuhan konsumtif
lainnya. Dari sisi funding, target market unit consumer adalah nasabah-nasabah
perorangan yang memiliki variabel fixed income, seperti karyawan swasta,
pegawai negeri, anggota Kepolisian Republik Indonesia dan atau anggota
Tentara Nasional Indonesia beserta pensiunannya.
Unit operasional bertanggung jawab atas seluruh pelayanan transaksi-
transaksi tunai maupun non-tunai di teller serta pelayanan jasa-jasa bank lainnya
berupa jasa transfer, inkaso, kliring, anjungan tunai mandiri (ATM), save
deposit box dan sebagainya.
Sedangkan unit supporting bisnis bertanggung jawab atas penata-usahaan,
pengikatan dan dokumentasi kredit, yang pekerjaannya meliputi administrasi,
pembukuan, dan pembuatan laporan-laporan perkreditan ke Bank Indonesia.
Secara struktural, masing-masing unit kerja ini bertanggung jawab secara
vertikal ke Kantor Wilayah sesuai garis bidangnya masing-masing, seterusnya
73
Kantor Wilayah bertanggung jawab kepada Divisinya masing-masing di Kantor
Pusat dan terakhir Divisi bertanggung jawab kepada Dewan Direksi.
3. Pencapaian Bisnis Bank Danamon Cabang Manado
Keberadaan Bank Danamon Kantor Cabang Manado, cukup diperhitungkan
oleh bank-bank kompetitor yang ada di Manado. Dari data Statistik Bank
Indonesia Manado, per tanggal 31 Agustus 2007, mengindikasikan angka-angka
kinerja yang cukup baik. Dari sisi kredit, Bank Danamon berhasil menguasai
market share sebesar 12,9 % dari total penyaluran kredit perbankan yang ada di
wilayah Kota Manado sebesar Rp.1.972 milyar. Di sisi funding juga demikian,
berhasil menguasai market share sebesar 9,5 % dari total funding perbankan
sebesar Rp.3.836 milyar. Penyaluran kredit terkontrol dengan baik, hal itu
nampak pada angka gross kredit bermasalah yang hanya sebesar Rp.6,0 milyar.
Dari segi profitabilitas, sesuai data per tanggal 30 September 2007, Bank
Danamon Cabang Manado berhasil memperoleh laba sebesar Rp.16,6 milyar,
dengan total asset Rp.389,7 milyar.
Angka-angka ini membuktikan bahwa kinerja bisnis Kantor Cabang
Manado cukup berperan dalam kerangka pembangunan ekonomi masyarakat
guna peningkatan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia. Peran serta ini akan
terus bergulir seiring dengan tuntutan kinerja cabang yang ditentukan oleh
Kantor Pusat Bank Danamon. Dengan dukungan karyawan yang berjumlah 145
orang, Bank Danamon Cabang Manado bertekad untuk terus berkarya dan
74
memberi warna dalam upaya peningkatan taraf hidup seluruh masyarakat
Indonesia.
B. Pelaksanaan Kredit dengan pengikatan Jaminan Deposito Yang Tidak
Turut Ditanda-tangani oleh Isteri atau Suami Pemilik Deposito Jaminan
1. Hasil Penelitian
a. Penelitian Terhadap Responden Bank
Telah dikemukakan diatas bahwa Bank Danamon Manado terus
menunjukan eksistensinya dalam upaya peningkatan taraf hidup
masyarakat pada umumnya. Dalam kerangka itu, Bank Danamon terus
berupaya meningkatkan angka penyaluran kredit kepada masyarakat,
selain tentunya berusaha untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu
sebagaimana ditargetkan oleh Kantor Pusat. Dari tahun ke tahun, akses
masyarakat untuk memperoleh fasilitas kredit terus dibuka, sehingga
seluruh masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh fasilitas kredit di Bank Danamon. Tetapi sungguhpun
demikian, tidak semua masyarakat tentunya dapat menikmati fasilitas
yang ditawarkan itu, karena harus melalui proses tahap-tahapan analisa
kelayakan terlebih dahulu, sehingga hanya nasabah yang benar-benar
bankable-lah nantinya yang akan menikmati fasilitas kredit.
Untuk menunjang upaya penetrasi pasar, Bank Danamon menawarkan
berbagai jenis kredit yang dikemas sedemikian rupa mengikuti tuntutan
75
kebutuhan pasar yang ada. Terdapat berbagai pilihan variasi produk yang
masing-masing memiliki karakter dan keuntungan sendiri-sendiri. Untuk
kebutuhan modal kerja, terdapat Kredit Rekening Koran (KRK) dan
Kredit Berjangka (KB). Untuk kebutuhan investasi berupa pembelian atau
pembiayaan barang modal usaha seperti mesin-mesin, pembukaan out-let
baru usaha, renovasi tempat usaha, ataupun ekspansi usaha lainnya,
terdapat Kredit Angsuran Berjangka (KAB) yang jangka waktu
pengembaliannya dapat disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah.
Untuk fasilitas penunjang usaha lainnya dalam bentuk non-cash loan
terdapat produk-produk trade-finance seperti L/C, Guarantee Bank, Trust
Receipt, Pre Export Financing, Post Export Financing dan Rediscontro.
Sedangkan untuk kebutuhan konsumtif terdapat fasilitas Kredit Pemilikan
Rumah (KPR), Kredit Pemilikan Mobil (KPM), Kredit Sepeda Motor
(KPSM), dan Kredit Multi Guna (KMG), yang tergantung kepada
kebutuhan konsumtif nasabah.
Kebijakan dan prosedur penyaluran kredit, dari waktu ke waktu terus
dievaluasi dan dilakukan penyesuaian dengan tuntutan kebutuhan pasar
yang semakin hari juga semakin kompetitif. Langkah ini mau tak mau
harus dilakukan agar Bank Danamon tetap dapat bersaing di tengah
semakin ketatnya persaingan pasar, karena disaat yang sama bank-bank
kompetitor juga semakin ekspansif dalam penyaluran kredit. Salah satu
perubahan mendasar yang dilakukan adalah pola marketing, dari pola
76
yang lama marketing pasif “menunggu di tempat” dirubah menjadi
marketing aktif “turun ke pasar”. Marketing Officer (MO) atau biasa
dikenal juga Account Officer (AO) sebagai ujung tombak di lapangan di
haruskan untuk aktif melakukan approach untuk mendapatkan prospek
nasabah. Dari prospek nasabah ini MO akan melakukan analisa-analisa
awal, apakah memungkinkan untuk diproses lebih lanjut atau tidak. Jika
hasil penilaian awal baik, maka MO akan melakukan collecting data yang
diperlukan, mulai dari data legal aspect usaha berupa ijin-ijin usaha; aspek
keuangan nasabah berupa laporan keuangan, mutasi rekening bank yang
dimiliki; serta aspek collateral, berupa bukti kepemilikan atas barang
jaminan yang akan diserahkan guna menjamin kredit. Setelah melakukan
taksasi jaminan, marketing officer mengolah data yang ada untuk
selanjutnya dibuatkan memo analisa kredit dalam bentuk proposal kredit
dan diajukan kepada komite kredit yaitu pejabat pemegang wewenang
memutus kredit, untuk disetujui sesuai limitnya. Memo analisa kredit ini
berisikan analisa-analisa yang berkaitan dengan pemenuhan prinsip-
prinsip perkreditan yang dikenal dengan “the 5 principles of credit”. Dari
sini nantinya Komite Kredit akan me-review dan selanjutnya dikeluarkan
Memo Keputusan Kredit (MKK atau Credit Approval).
Dari aspek pemberian jaminan, satu perkembangan yang cukup positif
dalam praktek belakangan ini adalah pemberian jaminan berupa deposito.
Untuk mengakomodir demand pemberian jaminan dalam bentuk deposito
77
tersebut, Bank Danamon menciptakan suatu produk kredit yang cukup
ekslusif dengan nama Kredit dengan Jaminan Deposito atau di internal
Bank Danamon lasimnya disebut Pinjaman dengan Jaminan Deposito
(PJD atau kredit back to back).
Dibandingkan dengan jenis-jenis kredit umum yang telah disebutkan
diatas, terdapat beberapa perbedaan penanganan terhadap produk kredit
ini. Perbedaannya terletak pada proses pengajuan dan approval kreditnya,
pengikatan kredit dan jaminannya, maintenance debitur dan penentuan
plafond kredit yang dapat diberikan.
Dalam proses pengajuan kredit back to back, analisa mendalam tidak
perlu dilakukan selayaknya kredit umum lainnya, karena kredit jenis ini
benar-benar atas pertimbangan jaminan (based on collateral). Dengan
demikian, Bank Danamon memberikan target service level yang lebih
singkat dibandingkan dengan kedit umum lainnya. Service level yang
diukur sejak dari pengajuan kredit oleh MO hingga pengikatan dan
pencairan kreditnya, untuk kredit back to back hanya satu hari kerja.
Dari segi pengikatan kredit dan jaminannya, pada kredit umum
dengan jaminan sertifikat tanah dan bangunan ataupun berupa jaminan
lainnya, pengikatannya harus dilakukan secara notaril, berbeda halnya
dengan kredit back to back. Pengikatan kredit dan jaminan pada kredit
back to back cukup dilakukan dengan akta dibawah tangan.
Pertimbangannya adalah karena barang jaminan tersebut ada dalam
78
penguasaan Bank Danamon, sehingga dipandang sudah sangat aman bagi
bank. Tetapi hal penting yang diperhatikan oleh bank dalam hal ini adalah
pemenuhan aspek hukum dalam pelaksanaan pengikatannya, apakah
terpenuhi dengan baik atau tidak.
Dalam pengikatan kredit dan jaminannya, digunakan format standar
yang telah dibakukan oleh Kantor Pusat Bank Danamon. Baik perjanjian
pokoknya yang berupa Perjanjian Kredit maupun perjanjian accesoir-nya
berupa Perjanjian Gadai Deposito, standar bakunya telah disiapkan.
Untuk lebih memberikan alas hak kepada bank, maka perjanjian gadai
deposito tersebut diikuti dengan Surat Kuasa Mencairkan Deposito yang
diberikan oleh debitur atau pemilik jaminan deposito. Semua format
pengikatan ini telah distandarisir oleh kantor pusat, cabang selaku
pelaksana di lapangan tinggal mengisi blanko yang sudah ada, selanjutnya
memintakan penanda tanganan debitur/penjamin.
Ketentuan standar yang berlaku dalam hal pengikatan perjanjian kredit
dan jaminan, perjanjian itu selain ditanda tangani oleh debitur/pemilik
jaminan, juga harus turut ditanda tangani oleh isteri atau suami debitur
atau oleh isteri atau suami pemilik jaminan deposito. Ketentuan ini
dikecualikan jika terdapat bukti-bukti yang kuat yang menyatakan bahwa
dalam perkawinan debitur/penjamin terdapat perjanjian kawin.
Akan tetapi karena umumnya latar belakang munculnya kredit back to
back adalah atas inisiatif bank yang menawarkan faslitas itu kepada
79
debitur, maka dokumen menyangkut perjanjian kawin jarang dimintakan
konfirmasinya kepada debitur/penjamin. Untuk itu bank memberi
perlakuan (jalan pintas) dengan menggeneralisir bahwa tidak ada
perjanjian kawin, sehingga beranggapan bahwa seluruh harta dalam
perkawinan adalah harta bersama suami-isteri dari debitur/penjamin secara
bulat (terjadi persatuan harta secara bulat). Untuk itu setiap perjanjian
yang dibuat harus turut ditanda tangani atau mendapatkan persetujuan
daripada isteri atau suami debitur/penjamin. Maka dalam pelaksanaan
perjanjian jaminannya, isteri atau suami debitur/pemilik jaminan deposito
wajib hadir dan turut membubuhkan tanda tangan pada formulir
perjanjiannya.
Normatif ketentuan dalam pelaksanaan pengikatan tersebut memang
sangat ideal, tetapi sebagus-bagusnya aturan itu dirumuskan untuk
dilaksanakan, tidak selamanya seratus persen mulus terlaksana dalam
praktek seperti yang diharapkan.
Dalam praktek, khususnya terhadap kredit back to back, terdapat
berbagai macam argumentasi yang menyebabkan aturan tertulis tersebut
diterobos bahkan disimpangi. Ini dilatarbelakangi oleh karena pada
umumnya yang memiliki deposito itu adalah nasabah yang secara
ekonomi cukup kuat (kalangan berkecukupan atau the have), dan inisiasi
kredit itu berasal dari pihak bank untuk tujuan pencapaian bisnis,
sehingga golongan ini memiliki bargaining position tersendiri di mata
80
bank. Menyadari bargaining position-nya, debitur yang sekaligus juga
pemilik deposito mengajukan syarat dispensasi-dispensasi dalam hal
pengikatan kredit dan atau jaminan depositonya. Alasan-alasan yang
umum dikemukakan oleh debitur adalah tidak mau repot, deposito atas
nama debitur sendiri, dalam urusan penempatan deposito isteri atau suami
tidak pernah dilibatkan, sibuk, dan sebagainya. Berdasar alasan-alasan
tersebut, debitur mensyaratkan agar perjanjian kredit dan atau jaminan
depositonya tidak ditanda tangani oleh isteri atau suaminya. Hal ini tentu
membuat bank dalam posisi sulit, jika tidak memenuhi permintaan
debitur/pemilik deposito jaminan berarti kemungkinan bank akan
kehilangan bisnis dari dua sisi sekaligus : dari sisi funding, karena
depositonya bisa dicairkan atau dipindahkan ke bank lain; dari sisi kredit,
tidak ada incremental kredit karena kredit tidak jadi realisasi. Disisi lain,
jika memenuhi permintaan debitur/pemilik deposito sama artinya dengan
mengabaikan aspek hukum, sehingga membuka celah hukum yang dapat
melemahkan bank. Diperhadapkan dengan adanya tarik menarik
kepentingan ini, pada akhirnya bank memilih mengikuti kemauan
nasabah, setelah menempuh prosedur standar internal bank. Maka
terjadilah pengikatan kredit dan atau jaminan depositonya tanpa turut
ditanda tangani oleh isteri/suami pemilik deposito.
Pelaksana dan management cabang bukannya tidak menyadari resiko
hukum yang dihadapi, tetapi pertimbangan bisnis selalu menjadi pilihan
81
“terpaksa” jika diperhadapkan dengan masalah di atas. Maka dengan
motivasi bisnis, cabang melakukan terobosan dengan cara berupaya
mengalihkan resiko kepada pemutus kredit di kantor pusat. Untuk itu,
pelaksana di cabang menempuh jalan dengan mengajukan permohonan
one up level approval (OLA) yaitu mengajukan permohonan persetujuan
atas penyimpangan atau deviasi kepada komite kredit kantor pusat di
Jakarta.
Pengalaman yang ada bahwa komite kredit kantor pusat dalam
menanggapi dan merekomendasikan permohonan cabang tidak lepas dari
pertimbangan business orientation, sehingga cenderung menyetujui
realisasi kredit dengan pelaksanaan pengikatan sesuai permintaan nasabah.
Dalam menanggapi permohonan cabang, komite kredit kantor pusat akan
memberikan rekomendasi (solusi) dengan syarat agar cabang memenuhi
salah satu alternatif solusi, sebagai berikut :
1) disyaratkan agar dibuat persetujuan umum, yang dilakukan secara
terpisah dari pengikatan kredit dan gadai deposito oleh isteri atau
suami debitur/penjamin, yang isinya menyetujui tindakan hukum
apapun yang dilakukan oleh suaminya, termasuk mengajukan kredit
dan menjaminkan seluruh harta bersama kepada bank.
2) jika surat persetujuan yang sifatnya umum tersebut tidak dapat
diberikan, maka debitur diwajibkan membuat pernyataan bahwa atas
82
segala resiko yang timbul dari kredit dan deposito jaminan ini adalah
dalam tanggung jawab debitur sepenuhnya seorang diri.
Solusi ini sebetulnya juga merupakan bentuk upaya dari komite kredit
untuk bebas dari tanggung jawab hukum atas pemberian persetujuan yang
menyimpang akan tetapi pada prakteknya tidak selalu disetujui oleh
debitur/penjamin. Maka untuk mengatasi hal itu, pelaksana di cabang
akan terus melakukan permohonan dengan mengajukan argumentasi dan
perbandingan bisnis yang nyata (akan terjadi) bahwa jika syarat nasabah
tidak diikuti maka kredit terancam batal realisasi, sehingga dengan
batalnya realisasi, cabang akan kehilangan bisnis dari dua sisi : kredit dan
funding (deposito). Dengan kegigihan cabang berargumentasi, pada
akhirnya (selalu terjadi demikian), komite kredit kantor pusat
merekomendasikan deviasinya. Berdasar rekomendasi komite kredit
kantor pusat maka dilaksanakanlah pengikatan kredit back to back tanpa
turut ditanda tangani oleh isteri atau suami debitur/penjamin (pemilik
deposito). Sebaliknya, jika tanpa rekomendasi dari pemutus kredit, cabang
tidak akan melakukan pengikatan.
Perbedaan lainnya adalah dalam hal account maintenance. Untuk
kredit back to back, account maintenance setelah kredit dicairkan cukup
dilakukan oleh Marketing Officer sekali sebulan. Itupun tidak diwajibkan
harus melakukan on the spot kepada nasabah, melainkan cukup dengan
media telepon saja. Pada kredit umum, account maintenance dilakukan
83
lebih intensif, minimal dalam sebulan, MO harus on the spot kepada
debitur.
Hal lainnya yang berbeda adalah tentang penentuan plafond kredit.
Dalam kredit dengan jaminan deposito, plafond kredit ditentukan semata-
mata dari jumlah deposito yang dijaminkan, komite kredit dapat
menyetujui hingga maksimum sama besarnya dengan jumlah deposito
jaminan yang diserahkan, sedangkan pada kredit umum, penentuan
plafond kredit tidak semata-mata berdasarkan pada jaminan yang
diberikan, tetapi gabungan dari seluruh aspek penilaian kredit. Ketentuan
yang berlaku jika plafond kredit back to back diberikan sama dengan
jumlah deposito yang diserahkan, adalah penempatan deposito harus
secara automatic roll over (ARO) dan bunga dikapitalisasi ke pokok.
Tingkat suku bunga deposito jaminan hanya dapat diberikan counter-rate
artinya deposito jaminan tidak diperkenankan menggunakan special rate.
Sedangkan untuk suku bunga kreditnya adalah suku bunga deposito + 2
%, artinya suku bunga kredit dengan jaminan deposito bunganya lebih
mahal 2 % dibandingkan dengan bunga depositonya sendiri. Selisih bunga
ini diharapkan oleh bank akan menutupi overhead cost atas maintenance
debitur back to back, artinya selisih bunga ini membiayai diri sendiri.
Dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, pertimbangan yang cukup
mendasar sehingga dibuatkan produk kredit dengan jaminan deposito ini
dilatar belakangi oleh karena faktor keamanan bagi bank, bahwa dengan
84
sifat deposito yang pasti jumlahnya dan sangat likuid dibandingkan
jaminan lainnya, keamanan bank atas resiko kredit ini sudah pasti teratasi
dengan penguasaan barang jaminan secara fisik oleh bank. Selain itu, dari
sisi debitur, memang menghendaki agar depositonya dijaminkan guna
mendapatkan kredit bank. Dan dengan penjaminan deposito ini, aspek
birokrasi dalam pengajuan dan pencairan kredit diperpendek, selain itu
juga biaya dapat ditekan sedemikian rupa.
b. Penelitian Dengan Responden Pihak Debitur Sekaligus Pemilik
Deposito Jaminan
Dari penelitian lapangan yang dilakukan kepada para debitur kredit
dengan jaminan deposito diketahui bahwa latar belakang mereka
mengajukan kredit back to back umumnya disebabkan karena probalilitas
persetujuan kreditnya yang sudah pasti, proses persetujuannya cepat,
tidak bertele-tele dan biaya murah. Berbeda dengan kredit umum dengan
jaminan sertifikat tanah dan bangunan, setelah mengajukan permohonan
peluang diterimanya hanya 50 %. Dari lama proses, pada kredit umum
dengan jaminan selain deposito, waktu prosesnya paling cepat dalam 14
hari kerja, sedangkan kredit back to back sudah bisa cair hanya dalam
waktu paling lama 2 hari kerja. Dari segi biaya, kalau kredit umum dengan
jaminan bukan deposito, selain biaya provisi dan administrasi, juga yang
paling besar biayanya adalah biaya pengikatan jaminan di notaris serta
biaya asuransi atas objek jaminan. Pada kredit back to back biaya
85
pengikatan di notaris dan asuransi jaminan tidak ada, yang ada hanya
dikenai biaya provisi dan administrasi, itupun masih dapat ditekan 50 – 75
% dari provisi administrasi pada kredit umum.
Faktor lain yang juga melatar belakangi diberikannya deposito sebagai
jaminan kredit adalah faktor psikologis penggunaan kredit bank. Jika
deposito yang dicairkan dan dipakai sebagai penambah modal dalam
kebutuhan usaha, karena memang bawaannya adalah milik sendiri maka
pemakaiannya biasanya kurang ketat perhitungannya, artinya bisa saja
debitur menggunakannya kepada hal-hal lain yang tidak ada hubungannya
dengan pembiayaan usaha. Sedangkan jika menggunakan kredit bank,
debitur merasa ada beban tersendiri yang harus dipikul, dan karena itulah
maka penggunaannya benar-benar difokuskan kepada pembiayaan usaha
yang produktif, sehingga dari usaha itu menghasilkan uang guna
pembayaran kewajiban ke bank.
Dalam pengikatan kredit dan jaminan deposito, karena pada dasarnya
yang dibutuhkan oleh nasabah adalah kecepatan pencairan kreditnya,
maka para nasabah umumnya tidak secara detail memperhatikan isi dari
perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh bank. Umumnya mereka
berpendapat bahwa perjanjian itu hanya memenuhi formalitas saja, yang
penting sudah ditanda tangani supaya kreditnya cepat cair. Debitur atau
pemilik deposito jaminan tidak sampai berpikir jauh tentang konsekuensi
hukum dari apa yang mereka tanda tangani dalam perjanjian kredit dan
86
gadai jaminan deposito. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah jika
kreditnya bermasalah maka deposito itulah yang dicairkan guna
pelunasannya.
Berangkat dari latar belakang pengikatan yang hanya memenuhi
formalitas saja, para debitur penerima kredit back to back tidak mau tahu
jika pengikatan-pengikatan yang dibuat oleh bank terlalu menyulitkannya
misalnya dengan mengharuskan isteri atau suaminya turut ikut menanda
tangani perjanjian. Logika yang dipegang oleh debitur adalah bilyet
deposito tertulis atas namanya, maka yang berhubungan dengan bank
hanyalah siapa yang tertulis di dalam bilyet deposito tersebut. Bahwa
selama penerbitan bilyet deposito, isteri atau suami tidak pernah dilibatkan
oleh bank, karenanya adalah hal yang wajar juga jika mereka tak mau tahu
dan tak mau mengerti jika isteri atau suaminya turut dibawa-bawa dalam
perurusan tersebut.
Ketika ditanyakan dengan pertanyaan bagaimana jika pihak bank
memaksakan agar isteri atau suaminya turut bertanda tangan dalam
perjanjian kredit dan jaminannya? Tentang hal ini ada dua pendapat yang
sedikit berbeda satu dengan lainnya, yang pertama, adalah golongan yang
keras dengan pandangannya bahwa bagaimanapun isteri atau suami tidak
perlu untuk turut ikut menanda tangani perjanjian-perjanjian yang dibuat
oleh bank. Kalau dipaksakan oleh bank, konsekuensinya kredit back to
back yang telah disetujui tidak akan direalisasikannya, dan debitur
87
memilih depositonya yang dicairkan atau dipindahkan sebagai jaminan ke
bank lain yang lebih mudah ketentuannya untuk tambahan modal usaha.
Pandangan kedua, adalah mereka yang cukup moderat dengan sedikit
mengalah, jika memang bank memaksa untuk itu, ada sedikit kompromi
yaitu dengan jalan membuat surat persetujuan dalam dokumen tersendiri,
tetapi intinya hanya persetujuan umum bahwa isteri atau suaminya
menyetujui suami atau istrinya memperoleh pinjaman di bank dan
kemudian menjaminkan barang-barang yang merupakan harta bersama
dalam perkawinan.
Jika jalan kompromi telah didapatkan, maka perjanjian dapat segera
direalisasikan. Dalam pelaksanaan penandatanganan perjanjian kredit dan
gadai jaminan deposito, debitur tidak membaca detail isi perjanjiannya.
Ketika ditanyakan tentang hal ini mengapa, umumnya selain
berargumentasi bahwa hanya melakukan formalitas bank, juga karena
semuanya telah dibuat dalam bentuk format baku, maka mereka mengikuti
saja. Membaca dan menanyakan detail isi perjanjian adalah hal yang tidak
berguna, hanya membuang-buang waktu kerja saja. Yang inti dipegang
oleh debitur adalah jika kreditnya bermasalah maka depositolah yang
dicairkan, maka persoalan selesai.
Penggunaan kredit back to back bagi debitur tidak ada bedanya dengan
penggunaan kredit umum lainnya. Debitur tidak secara khusus
memperuntukkan dana kredit ini hanya untuk kebutuhan tertentu, tetapi
88
semuanya dipakai untuk usaha. Jadi keuntungan menggunakan kredit ini
adalah dalam hal waktu proses kredit cepat dan biayanya murah. Inilah
yang umum menjadikan deposito menjadi salah satu alternatif pengajuan
kredit kepada bank.
2. Pembahasan
Pemberlakuan bentuk perjanjian tertulis dibidang perkreditan bank
merupakan salah satu pelaksanaan asas kehati-hatian dalam hubungan
hukum antara bank dengan debitur. Dengan lain perkataan bahwa dibuat
tertulisnya perjanjian kredit dan atau perjanjian-perjanjian lainnya yang
timbul dalam hubungan hukum antara bank dan debitur mempunyai
tujuan :
1) Untuk menjamin kepercayaan secara timbal-balik antara bank dan
debitur;
2) Untuk dokumentasi hukum jika terjadi kredit bermasalah yang dapat
merugikan bank.
Praktek umumnya bank, termasuk Bank Danamon, perjanjian-
perjanjian tersebut telah distandarisir sedemikian rupa oleh Kantor Pusat,
bahkan dalam pelaksanaannya telah dibuatkan dalam bentuk formulir atau
blanko perjanjian, sehingga pelaksana di cabang tinggal menyesuaikan
dengan debiturnya, artinya pelaksana bank tinggal mengisi kolom-kolom
yang kosong sesuai dengan data debitur dan fasilitasnya. Dalam teori
89
perjanjian, perjanjian semacam ini disebut sebagai perjanjian standar atau
perjanjian baku.
Pemberlakuaan bentuk perjanjian kredit berikut perjanjian jaminannya
yang bersifat standard dan baku dalam hubungan hukum antara bank
dengan debitur/penjamin, dimaksudkan untuk :
a. Untuk penyeragaman isi dari klausul-klausul perjanjian kredit di
seluruh cabang Bank Danamon;
b. Untuk kepraktisan bagi pelaksana di cabang, dalam hal ini bagian
legal Bank Danamon di dalam melakukan pengikatan kredit. Dari sisi
ini diharapkan oleh managemen akan melahirkan efisiensi waktu
sehingga pekerjaan dapat lebih terukur efektifitasnya.
c. Untuk memudahkn monitoring atau supervisi atas legal
documentation, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi
dan dapat segera diidentifikasi adanya penyimpangan-penyimpangan
dalam pelaksanaan pengikatannya.
Untuk memperoleh kesempurnaan dan daya ikat yang efektif dari
suatu pengikatan kredit dan jaminan deposito bagi kredit back to back,
disyaratkan adanya tiga dokumen yang harus dibuat. Ketiga dokumen
hukum tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perjanjian Kredit, sebagai perjanjian pokok.
b. Perjanjian gadai deposito, sebagai perjanjian jaminannya.
c. Surat kuasa mencairkan deposito
90
Pada tahap ini tidak ada pilihan bagi debitur/penjamin karena formulir-
formulir itu telah disiapkan oleh bank. Hanya ada dua kemungkinan bagi
debitur/penjamin, menyetujui atau menolak, jika menyetujuinya maka
perjanjian dilaksanakan, sebaliknya jika tidak maka kredit tersebut
terancam tidak terealisasi. Disinilah letak kelemahan perjanjian standar,
tidak adanya kesempatan lagi bagi debitur/penjamin untuk menegosiasi
klausul-klausul yang ada di dalamnya. Tetapi sungguhpun demikian,
praktek perbankan yang terjadi seperti itulah adanya.
Ketentuan dasar Bank Danamon yang mengharuskan isteri atau suami
dari debitur/pemilik jaminan ikut turut menandatangani perjanjian kredit
dan perjanjian gadai deposito jaminan adalah hal yang normatif dilakukan.
Adanya penyimpangan-penyimpangan dalam praktek bahwa pengikatan
kredit dan gadai jaminan tetap dilaksanakan tanpa turut ikut ditanda
tangani oleh isteri atau suami debitur/penjamin, secara hukum merupakan
suatu kelemahan tersendiri bagi bank. Hal yang pertama dilakukan
menurut hukum adalah mengetahui status perkawinan daripada
debitur/penjamin, apakah didalam perkawinan mereka terdapat perjanjian
kawin atau tidak. Apabila terdapat perjanjian kawin dengan mana
menyatakan terdapat pemisahan atas harta, maka perlakuan hukumnya
berbeda. Dengan tindakan menggeneralisir seluruh debitur kredit back to
back bahwa tidak ada perjanjian kawin, maka hukumnya adalah seluruh
harta yang diperoleh sepanjang perkawinan adalah harta bersama secara
91
bulat. Dengan demikian perlakuan hukum terhadap harta bersama satu
sama lainnya harus saling memberikan persetujuan. Demikian juga
terhadap perbuatan penjaminan deposito ke bank, harus dilakukan atas
dasar persetujuan suami isteri secara bersama-sama. Jadi kelemahan bank
disini jelas berkaitan dengan jumlah resiko yang ter-cover. Karena
deposito merupakan harta bersama, maka nilai deposito yang diikat
sebagai jaminan itu menjadi berkurang separoh, karena masing-masing
dari suami ataupun isteri atas deposito tersebut berhak atas separohnya.
Dengan dermikian, secara hukum, bank telah di cover dengan separuh
nominal kredit saja, artinya bank telah tidak dicover penuh sebesar nilai
kredit yang dicairkan. Jadi dalam hal ini terdapat potensi kerugian bagi
bank jika kreditnya bermasalah.
Tentang adanya alternatif jalan keluar yang ditempuh bank dalam
merealisasikan kredit ini yaitu dengan memintakan persetujuan umum
kepada isteri atau suami debitur penjamin, dari sudut pandang hukum,
khususnya hukum perjanjian, juga tetap mengandung unsur kelemahan
bagi bank. Terjadi kelemahan hukum karena dalam surat persetujuan
tersebut tidak menyebutkan secara spesifik perbuatan hukum yang
menjadi objek perjanjian. Artinya, surat persetujuan seharusnya berisi
tentang perbuatan hukum yang sudah spesifik, dalam hal ini menyetujui
suami atau isteri untuk meminjam kredit ke bank dengan jumlah, jangka
waktu dan jenis kredit yang spesifik. Dengan hanya menerima persetujuan
92
yang bersifat umum, ini merupakan satu kelemahan tersendiri bagi bank.
Celah hukum ini bisa saja dimanfaatkan oleh isteri atau suami yang
memberi persetujuan untuk mengajukan klaim ke bank atas kekaburan
persetujuan yang diberikannya.
Jalan terakhir dengan adanya persetujuan atas penyimpangan yang
diajukan oleh pelaksana di cabang hanyalah persetujuan yang bersifat
administratif, karena tidak menyangkut substansi hukum dan perbuatan
hukumnya. Secara administratif memang membebaskan pelaksana cabang
atas penyimpangan pengikatan jaminan, tetapi dari aspek hukum
penyimpangan ini tetap merupakan kelemahan bagi bank.
Pelaksanaan pemberian jaminan deposito dengan tidak turut ditanda
tangani oleh isteri atau suami pemilik deposito pada satu sisi merupakan
kelemahan hukum bagi bank atas perjanjian yang dibuat, tetapi pada sisi
lainnya merupakan kekuatan hukum tersendiri bagi pihak penjamin
karena dengan isteri atau suaminya tidak ikut turut menanda tangani
perjanjian, menjadi dasar hukum yang kuat untuk melakukan penuntutan
haknya terhadap deposito yang dijaminkan ke bank.
C. Pencairan Deposito Jaminan Yang Tidak Ditanda Tangani Suami atau
Isteri Pemilik Deposito Jika kredit macet
1. Hasil Penelitian
1) Penelitian Dengan Responden Pihak Bank
93
Dari hasil penelitian lapangan diketahui bahwa prosedur/penanganan
kredit back to back yang bermasalah dilakukan secara lebih simpel
dibandingkan hal yang sama terhadap kredit lainnya yang dijamin dengan
jaminan selain deposito.
Tanggung jawab penanganan kredit bermasalah untuk kredit back to
back tetap menjadi tanggung jawab Marketing Officer (MO) sebagai yang
bertanggung jawab dalam account maintenance. Bentuk-bentuk
maintenance terhadap debitur ini dilakukan dengan jalan kunjungan
kepada debitur secara periodik, paling tidak sekali dalam setiap bulan.
Hasil pertemuan dengan debitur dituangkan dalam bentuk call memo (call
visit atau call report). Dalam formulir call memo atau call visit atau call
report tersebut dituangkan informasi-informasi terbaru debitur dalam hal
kemajuan usaha, kondisi keuangan dan atau permasalahan-permasalahan
yang ada dalam pengelolaan usahanya. Informasi-informasi ini menjadi
sangat perlu dalam rangka pemeliharaan debitur, karena dari sini dapat
dengan mudah diidentifikasi potensi masalah kredit yang mungkin terjadi
di kemudian hari. Dengan cara ini, sejak dini MO akan mengetahui
potensi masalah ini sehingga di kemudian hari akan mudah pula
penanganannya.
Fungsi maintenance account dari debitur ini adalah salah satu tugas
dan tanggung jawab pokok MO selain mencari debitur baru untuk
pencapaian target. Keberhasilan dalam melaksanakan fungsi maintenance
94
ini sangat erat hubungannya dengan terjadinya kredit bermasalah.
Hubungan yang terjadi bisa sebagai hubungan sebab akibat, jika berhasil
menjaga, maka resiko kredit bermasalah bisa ditekan, sebaliknya jika tidak
berhasil maka risiko kredit bermasalah menjadi semakin besar.
Jika ternyata setelah dilakukan maintain tetap saja timbul masalah
dalam pemenuhan kewajiban kepada bank, maka pola penangananya telah
jelas diatur dalam Standard Operating Prosedure (SOP) perkreditan back
to back. SOP penanganan masalah ini adalah, setelah menunggak bunga
dan atau angsuran pokok dalam 3 hari, MO wajib membuat surat Surat
Peringatan (SP), berturut-turut SP 1 – SP 3 yang mengingatkan tentang
pemenuhan kewajiban debitur untuk masa tertentu diwajibkan harus
melunasi tunggakannya. Dalam surat tersebut selain memberikan
peringatan akan tunggakan debitur, ditegaskan juga bahwa jika tetap
menunggak maka dalam 14 hari sejak tunggakannya, deposito jaminan
akan dicairkan guna melunasi total outstanding (O/S) kredit. Pencairan
jaminan ini tidak saja akan melunasi terhadap total tertunggak tetapi
terhadap seluruh outstanding (O/S) pinjaman yang masih tersisa, akan
dibayar secara sekaligus dengan dana dari deposito jaminan.
Surat-surat peringatan ini kemudian dilakukan filing oleh bagian
administasi kredit guna melengkapi dokumendasi hukum yang ada bagi
setiap debitur.
95
Jika dalam jangka waktu 14 hari debitur tidak juga melakukan
pembayaran maka dengan dasar SP 1-3 tersebut telah merupakan dasar
hukum yang kuat bagi bank untuk menyatakan bahwa debitur wanprestasi.
Dan berdasarkan adanya wanprestasi ini pencairan deposito jaminan
dilakukan.
Pencairan deposito ini dilakukan atas dasar perjanjian gadai dan surat
kuasa pencairan deposito dari debitur/penjamin yang telah ditanda tangani
pada tahap awal pencairan kredit.
Dana hasil pencairan deposito tersebut dimasukkan ke rekening
debitur, selanjutnya dengan tersedianya dana ini maka pendebetan/
pelunasan kredit segera dilakukan. Pelunasan kredit dilakukan terhadap
seluruh O/S pinjaman tersisa, tunggakan bunga, dan denda berjalan
sampai dengan hari dilakukan pelunasan atas kreditnya.
2) Penelitian Dengan Responden Pihak Debitur Sekaligus Pemilik
Deposito Jaminan
Dari penelitian lapangan kepada debitur/penjamin (pemilik deposito
jaminan) diketahui bahwa pelaksanaan maintenance account kredit back
to back dirasakan tidak dilakukan sepenuhnya dengan baik oleh bank.
Menurut debitur, kemungkinan ini terjadi karena bank di satu sisi merasa
sudah sangat aman dengan menguasai deposito jaminan yang diikat
secara “ketat” oleh bank. Sehingga dengan alasan itu bank tidak mau
96
membuang waktu untuk melakukan monitoring kredit dengan langkah-
langkah maintain yang benar kepada debitur.
Terinformasi dari debitur back to back bahwa ketika kewajiban
tertunggak, tiba-tiba saja debitur mendapatkan surat peringatan 1 – 3
dengan ancaman bahwa jika terjadi tunggakan yang terus-menerus untuk
jangka waktu 14 hari, maka bank akan melakukan pencairan deposito
jaminan. Yang lebih memprihatinkan adalah dengan tanpa adanya
langkah-langkah persuasif, misalnya menggalang komunikasi dengan
mencari tahu sumber masalah mengapa kredit tertunggak, hingga
pemberian surat-surat peringatan sebelumnya, tiba-tiba debitur
mendapatkan surat pemberitahuan dari bank bahwa seluruh O/S kredit dari
debitur telah dilakukan pelunasan dengan pencairan deposito. Menghadapi
kenyataan ini, debitur tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain berusaha
mengerti kondisi dan kenyataan yang dihadapinya.
2. Pembahasan
Bank Indonesia adalah pemegang otoritas dalam hal mengeluarkan
regulasi, kebijakan dan pengawasan perbankan yang ada di Indonesia. Di
bidang kredit, Bank Indonesia berupaya selalu meng up-date peraturan-
peraturan perkreditan yang berlaku bagi seluruh bank dengan mengeluarkan
Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia (SK Dir BI), Peraturan Bank
Indonesia (PBI) ataupun Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI). Tetapi
sungguhpun Bank Indonesia selalu melakukan up-dating peraturan yang
97
berlaku, bank-bank yang ada tetap diberi kewenangan khusus untuk
membuat regulasinya sendiri-sendiri dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuan Bank Indonesia, termasuk kebijakan perkreditan. Dengan
demikian ketentuan perkreditan internal berlaku sebagai ketentuan yang
harus ditaati oleh bank dan debitur dalam hubungannya dengan kredit yang
ada.
Bahwa dalam ketentuan penanganan kredit back to back, Bank
Danamon mengeluarkan ketentuan Standard Operating Prosedure (SOP)
tersendiri mulai dari tatacara handling sampai pada penanganan kredit
bermasalahnya, maka dalam hal menangani kredit back to back bermasalah,
ketentuan itulah yang berlaku.
Permasalahannya adalah apakah ketentuan tersebut benar-benar telah
dilaksanakan oleh para user di lapangan atau tidak.
Untuk efektifitas pelaksanaannya, perlu dilakukan supervisi dari para
atasan (supervisor). Secara periodik harus dilakukan penilaian dan evaluasi
atas kinerja pelaksana cabang (user) agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan yang dapat merugikan para pihak.
Satu kajian hukum yang sangat penting dalam penanganan kredit back
to back bermasalah adalah penentuan kapan debitur wanprestasi. Menurut
Pasal 1238 KUH Perdata, tentang wanprestasi sebaiknya diatur secara jelas
dan spesifik dalam perjanjian. Tetapi jika tidak dirumuskan secara spesifik
tentang kapan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian, maka lewatnya
98
waktu dalam melaksanakan prestasi sudah merupakan titik dimana salah
satu pihak telah wanprestasi terhadap perjanjian.
Dalam perjanjian kredit Bank Danamon, ketentuan tentang
wanprestasi sudah secara jelas dirumuskan. Menurut Pasal 12 Formulir
Surat Perjanjian Kredit Bank Danamon menyatakan bahwa dengan
mengenyampingkan jangka waktu kredit dalam pasal 1, bank dapat dengan
seketika dan sekaligus memintakan pelunasan segala kewajiban debitur,
apabila :
a) Angsuran pokok atau bunga atau jumlah yang terhutang lainnya tidak
dibayar lunas pada waktunya, dimana dengan lewatnya waktu saja
sudah merupakan bukti yang cukup dan sah bahwa debitur telah
wanprestasi;
b) Debitur tidak memenuhi, terlambat memenuhi atau memenuhi namun
hanya sebagian kewajiban yang diperjanjikan;
c) Jika suatu pernyataan, surat keterangan atau dokumen yang diberikan
oleh debitur kepada bank tidak sesuai dengan yang sebenarnya;
d) Bila menurut bank, keadaan keuangan, bonafiditas dan solvabilitas
debitur mundur sedemikian rupa sehingga debitur tidak dapat
melakukan kewajibannya;
e) Bila debitur dan atau penjamin mengajukan permohonan dinyatakan
pailit;
99
f) Bila debitur dan atau penjamin mengambil keputusan bubar atau
membubarkan diri (jika debitur adalah perusahaan);
g) Bila harta kekayaan debitur dan atau penjamin disita oleh instansi
berwenang sehingga membahayakan pelaksanaan kewajiban ke bank;
h) Bila barang-barang jaminan disita oleh instansi berwenang;
i) Bila debitur dan atau penjamin lalai atau melanggar ketentuan dalam
perjanjian kredit;
j) Bila perpanjangan kredit tidak dapat lagi dilakukan;
k) Bila asset debitur dan penjamin menurut penilaian bank menurun;
l) Bila debitur masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia.
Dengan perumusan yang terdapat pada pasal 12 perjanjian kredit Bank
Danamon tersebut telah jelas saat mana seorang debitur dikategorikan telah
wanprestasi. Jika salah satu dari hal-hal tersebut diatas dilanggar oleh
debitur maka untuk seketika dan sekaligus tanpa perlu adanya surat teguran
dari juru sita atau surat lainnya yang serupa dengan itu dan tanpa
perantaraan Pengadilan, Bank dapat langsung menjual harta benda yang
dijaminkan oleh debitur dan atau penjamin. Dengan ditandatanganinya
perjanjian kredit maka berdasarkan pasal 12 tersebut bank diberi kekuasan
untuk melakukan tindakan hukum terhadap jaminan deposito guna
pelunasan kewajiban debitur. Praktek dan itikad baik yang dilakukan oleh
Bank Danamon saat ini adalah tetap memberikan SP 1-3 kepada debitur
dengan memberi waktu 14 hari guna menyelesaikan tunggakannya.
100
Pencairan deposito jaminan baru benar-benar akan dilakukan Bank
Danamon setelah tenggang waktu ini tidak juga ditaati oleh debitur
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa dasar fundamental dari
perjanjian kredit dan jaminan adalah persetujuan, yang dilakukan berupa
menanda tanagani seluruh dokumen perjanjian kredit dan jaminan, maka
dengan adanya hal ini telah meletakan dasar hukum yang kuat bagi para
pihak untuk mengikatkan diri dan taat pada perjanjian itu.
Dalam hal telah ditanda-tanganinya seluruh dokumen perjanjian dalam
pemberian kredit back to back maka dimata hukum, apapun tindakan
hukum yang dilakukan bank dalam rangka pelunasan kredit yang
bermasalah tersebut dipandang sebagai ketentuan yang berdasar hukum dan
mengikat bagi para pihak termasuk debitur atau penjaminnya.
Sebaliknya dengan tidak adanya persetujuan dari isteri atau suami
pemilik deposito jaminan, pihak yang tidak turut bertanda tangan tersebut
memiliki dasar hukum yang kuat guna melakukan tuntutan hukum kepada
bank atas pencairan deposito yang separohnya adalah hak yang
bersangkutan. Pemberian persetujuan atas pemberian jaminan deposito yang
merupakan harta bersama menjadi sangat perlu diperhatikan oleh bank
dalam pelaksanaan pemberian kredit back to back jika bank tidak ingin
terjadi kerugian dalam pengembalian kredit.
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukankan di atas maka dapatlah
ditarik kesimpulan atas pokok masalah yang diteliti, sebagai berikut :
1. Bahwa untuk melaksanakan perjanjian gadai atas deposito yang
perjanjiannya tidak turut ditanda tangani oleh isteri atau suami pemilik
deposito, maka dilakukan langkah-langkah yang telah terpola, sebagai
berikut :
a) pelaksana di Cabang mengajukan permohonan persetujuan atas
penyimpangan atau deviasi kepada komite kredit kantor pusat;
b) pengikatan kredit dan jaminan deposito tanpa turut ditanda tangani oleh
isteri atau suami debitur/penjamin dilakukan berdasarkan rekomendasi
komite kredit kantor pusat.
Pengikatan kredit dan jaminan deposito tanpa turut ditanda tangani oleh
isteri atau suami debitur/penjamin tidak dapat dilakukan oleh cabang jika
tidak ada rekomendasi dari komite kredit kantor pusat.
Pengikatan jaminan deposito dengan tidak turut ditanda tangani oleh isteri
atau suami pemilik deposito guna menjamin kredit back to back tidak
sepenuhnya melindungi Bank Danamon dari resiko kredit.
2. Dalam hal terjadinya wanprestasi atas kredit back to back yang pengikatan
jaminan gadainya tidak turut ditandatangani oleh isteri atau suami pemilik
102
deposito, bank melakukan langkah-langkah yang telah terpola (prosedur
standar), sebagai berikut :
a) Memberikan Surat Peringatan 1 sampai 3 (SP 1-3), yang isinya debitur
telah lalai dalam memenuhi kewajibannya, dan untuk itu diberi waktu
selama 14 hari agar debitur segera menyelesaikan/melunasi kewajiban
tertunggaknya kepada bank.
b) Jika debitur tidak memenuhi prestasi yang dituangkan dalam SP 1-3
tersebut dalam jangka waktu 14 hari, maka bank melakukan pencairan
deposito, dana hasil pencairan tersebut dikreditkan (dimasukkan) ke
rekening debitur.
c) Langkah selanjutnya adalah melakukan pelunasan atas seluruh
outstanding (O/S) kredit, berikut bunga tertunggak dan denda
keterlambatan debitur dengan cara mendebet rekening debitur.
d) Langkah terakhir yang dilakukan bank adalah memberikan
pemberitahuan tertulis kepada debitur bahwa seluruh O/S kredit berikut
dengan tunggakan bunga dan denda, telah dilakukan pelunasan dengan
pencairan deposito jaminan.
B. Saran
Untuk mencegah terjadinya pengikatan jaminan kredit yang tidak sempurna
yang pada akhirnya menyebabkan bank tidak sepenuhnya terlindungi dalam
pemberian kredit back to back, maka bersama ini disarankan :
103
1. Bank perlu merubah kebijakan kredit back to back-nya, tidak semata
mendasarkan diri pada orientasi bisnis gna pencapaian target tetapi juga
selektif menerima debitur kredit back to back, dengan memperhatikan
pemenuhan aspek hukumnya. Orientasi bisnis perlu dijalankan secara
beriringan dengan aspek hukumnya. Selanjutnya kebijakan itu agar
dilakukan secara konsisten dalam pelaksanaannya.
2. Pemberian kredit dengan jaminan dengan deposito yang tidak turut ditanda
tangani oleh isteri atau suami dari pemilik deposito jaminan hendaknya
dihindari, karena bagaimanapun bank menyiasati pengikatannya, dimata
hukum tetap merupakan pengikatan yang tidak aman bagi pihak bank,
karena didalamnya terdapat celah hukum yang dapat digunakan oleh pihak
yang tidak turut menanda tangani perjanjian jaminan untuk melakukan
tuntutan hukum.
104
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Anwari, Ahmad, 1979, Praktek Perbankan (Deposito Berjangka), PT. Balai Aksara,
Jakarta. Badrulzaman, Mariam Darus, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung. -----------------------------------, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung. Danareksa, PT. (Persero), 1987, Pasar Modal Indonesia Pengalaman dan Tantangan,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Hadisoeprapto, Hartono, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,
Liberty, Yogyakarta. Halle, R. H., 1983, Credit Analisys A Complete Guide, Jhon Wiley and Sons Inc,
New York. Hasan, Djuhaendah, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda
Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal (Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Hay, Marhainis Abdul, 1975, Hukum Perbankan Indonesia, Pradnya Paramita,
Bandung. Henderson, J.W dan Maness, T.S., 1989, The Financial Analisys Desk Book : A Cash
Flow Approach to Liquidity, Van Nostrand Reinhold, New York. Hermansyah, 2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, PT. Kencana Prenada
Media Group, Jakarta. Hoey Tiong, Oey, 1985, Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Ghalia
Indonesia, Jakarta. Ibrahim, Johannes, 2004, Cross Default Dan Cross Collateral Sebagai Upaya
Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT.Refika Aditama, Bandung.
105
Karim Adwarman, 2004, Bank Islam, Analisa Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Bandung.
Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta. Muhammad, Abdulkadir, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2004, Perikatan Pada Umumnya, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. -----------------------------------------------, 2005, Hak Istimewa, Gadai dan Hipotik,
PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Panggabean, Hendry P., 2001, Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru)
Untuk Pembatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta. Patrik, Purwahid, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju,
Bandung. Prodjodikoro, Wirjono, 2000, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung. Ross, Stephen A. Westerfield, Radolph W. Jafe, Jeffrey, 1999, Corporate Finance,
Irwin Mc Graw-Hill, 5th edition. Satrio, J., 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Undang-Undang, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung. ----------, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung. Setiawan, R., 1999, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A. Bardin, Bandung. Simorangkir, O.P., 1988, Seluk Beluk Bank Komersial, Aksara Persada Indonesia,
Jakarta. Sowfan, Sri Soedewi Masjchoen, 1980, Hukum Perdata Hukum Perutangan Bagian
B, Liberty, Yogyakarta. -----------------------------------------, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-
Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta.
106
Subekti, R., 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta. --------------, 1991, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Subekti, R., Tjitrosudibio, R., 2006, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta. Sudargo, 2005, Kamus Hukum Edisi Baru, Rineka Cipta, Jakarta. Sutarno, 2005, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung. Suyatno, Thomas, H.A. Chalik, M. Sukada, C.T.Y. Ananda dan D.T. Marala, 2003,
Dasar-dasar Perkreditan, edisi keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Volmar (diterjemahkan oleh I.S.Adiwirmata), 1994, Pengantar Studi Hukum Perdata
Jilid I, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Widyadharma, Ignatius Ridwan, 1995, Hukum Perbankan, Ananta, Semarang. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Lembaran Negara Nomor 1 tahun 1974 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan,
Lembaran Negara Nomor 31 tahun 1992 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, Lembaran Negara Nomor 182 tahun 1998
C. REFERENSI LAINNYA
Buku Statistik Bank Indonesia Manado, edisi September 2007 Buku Kebijakan Kredit Bank Danamon Indonesia
107
Buku Legal Manual Bank Danamon Indonesia Surat-Surat Edaran Bank Danamon Indonesia tentang Perkreditan Memo-memo Intern Bank Danamon Indonesia tentang Jaminan Kredit Bank
Danamon
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 1/14
PERJANJIAN KREDIT Nomor : ………………..
Perjanjian Kredit ini (selanjutnya disebut Perjanjian) dibuat dan ditandatangani pada hari …………………. , tanggal ………………………….. oleh dan antara : 1. PT. BANK DANAMON INDONESIA Tbk, berkedudukan di Jakarta, dalam hal ini melalui cabangnya di
………………………………………………………………………….………………………………. dalam hal ini diwakili oleh …………………………….………………………………………………….………….. , dalam kedudukannya selaku ……………………………………………………………… (untuk selanjutnya disebut "BANK").
2. ……………………………………… , swasta, bertempat tinggal di
……………..…………………………………………. dalam hal ini bertindak : *) a. untuk diri sendiri dan untuk melakukan tindakan hukum tersebut dalam Perjanjian ini telah mendapat
persetujuan dari suaminya / istrinya, yaitu : ………………………………………... yang turut menandatangani perjanjian ini / sebagaimana ternyata dari Surat Persetujuan yang dibuat dibawah tangan bermeterai cukup tertanggal ……………………………. *)
b. selaku …………………………………………………………………….. dari dan oleh karenanya sah bertindak
untuk dan atas nama PT. …….…………………………………….. berkedudukan di ……………………..……. dan untuk melakukan tindakan hukum tersebut dalam perjanjian ini telah memperoleh persetujuan dari ……………………………………… yang turut menandatangani perjanjian ini / sebagaimana ternyata dalam suratnya tertanggal …………………… *) (selanjutnya disebut "DEBITUR").
Bahwa BANK dan DEBITUR telah saling setuju untuk membuat, menetapkan, melaksanakan dan mematuhi Perjanjian ini dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
PASAL1 FASILITAS KREDIT
1.1. Jenis, Jumlah, Jangka Waktu dan Tujuan Penggunaan
a. Fasilitas Kredit yang diberikan BANK kepada DEBITUR (selanjutnya disebut Fasilitas Kredit) adalah : *)
(i) Jenis Fasilitas : ( Non revolving / revolving ) *) Jumlah : Jangka Waktu : Tujuan Penggunaan :
(selanjutnya disebut Fasilitas ………………………………………………)
(ii) Jenis Fasilitas : ( Non revolving / revolving ) *) Jumlah : Jangka Waktu : Tujuan Penggunaan :
(selanjutnya disebut Fasilitas ………………………………………………)
(iii) Jenis Fasilitas : ( Non revolving / revolving ) *) Jumlah : Jangka Waktu : Tujuan Penggunaan :
(selanjutnya disebut Fasilitas ………………………………………………)
(selanjutnya fasilitas tersebut diatas secara bersama-sama disebut “Fasilitas Kredit”).
sehingga seluruh jumlah Fasilitas Kredit yang diberikan BANK kepada DEBITUR adalah ………………………………… (……………………………………………………………………………………….).
b. Yang dimaksud dengan fasilitas kredit revolving dan non revolving adalah :
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 2/14
♦ "Non revolving" dimana DEBITUR tidak dapat melakukan penarikan kembali atas pembayaran Fasilitas Kredit yang telah dibayar dari waktu ke waktu selama jangka waktu Perjanjian ini.
♦ “Revolving”dimana DEBITUR dapat melakukan penarikan dan/atau pembayaran kembali atas Fasilitas Kredit dari waktu ke waktu selama jangka waktu Perjanjian ini .
c. Khusus untuk Fasilitas Kredit Rekening Koran, maka pemberian Fasilitas Kredit oleh Bank kepada DEBITUR akan dilaksanakan melalui Rekening Koran dan setiap pembayaran kembali sampai lunas terhadap penarikan atas Fasilitas Kredit dan/atau menimbulkan rekening bersaldo kredit atau nihil, tidak mengakibatkan berakhirnya/gugurnya Perjanjian ini.
1.2. Perubahan Mata Uang Pinjaman Apabila dilarang oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku atau apabila dana dalam mata uang Dollar Amerika
Serikat tidak tersedia pada BANK atau dalam hal disyaratkan oleh ketentuan dan/atau kebijaksanaan yang berlaku atau oleh karena sebab apapun juga, BANK menurut pertimbangannnya sendiri tidak dapat/tidak bersedia memberikan Fasilitas Kredit dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, maka DEBITUR menyetujui dan memberi wewenang kepada BANK untuk sewaktu-waktu mengkonversikan seluruh atau sebagian Fasilitas Kredit ke dalam mata uang Rupiah dan setiap konversi tersebut mengikat DEBITUR cukup dengan pemberitahuan tertulis dari BANK kepada DEBITUR . DEBITUR setuju bahwa perubahan mata uang pinjaman dilakukan berdasarkan kurs yang berlaku dan/atau ditetapkan oleh BANK pada hari dimana perubahan tersebut dilakukan. Fluktuasi kurs mata uang pinjaman yang timbul sehubungan dengan dilakukannya perubahan berdasarkan ketentuan ini adalah menjadi resiko dan tanggung-jawab DEBITUR.
Untuk itu DEBITUR juga menyatakan setuju untuk menandatangani perubahan Perjanjian sehubungan dengan
konversi tersebut apabila diminta oleh BANK, dan apabila setelah diminta oleh BANK, DEBITUR belum juga menandatangani perubahan Perjanjian tersebut maka dengan ini DEBITUR memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada BANK untuk dan atas nama DEBITUR menandatangani akta atau perjanjian perubahan atas Perjanjian sehubungan dengan konversi tersebut.
Apabila karena perubahan yang dimaksud pada ketentuan 1.2. ini jumlah Fasilitas Kredit menjadi lebih besar
dari jumlah yang disebut dalam ketentuan 1.1. di atas, maka DEBITUR wajib mengembalikan kelebihan jumlah fasilitas tersebut dalam jangka waktu dan cara yang ditentukan oleh BANK.
1.3. Penarikan Fasilitas Kredit
a. Jangka Waktu Penarikan
(i) Untuk Fasilitas Kredit Angsuran Berjangka ; Jangka waktu penarikan adalah sejak …………………………………….. dan akan berakhir pada tanggal yang jatuhnya ……………………………………... Jangka waktu mana dapat diperpanjang dengan persetujuan tertulis dari BANK setelah mempertimbangkan permohonan tertulis dari DEBITUR, yang merupakan kesatuan dari Perjanjian.
(ii) Untuk Fasilitas Kredit Berjangka, Fasilitas Kredit Rekening Koran dan Fasilitas Kredit Modal Kerja ; Jangka waktu penarikan adalah sejak penandatanganan Perjanjian.
b. Cara Penarikan
(1) Bila DEBITUR hendak melakukan penarikan dana atas Fasilitas Kredit, DEBITUR wajib mengirimkan pemberitahuan tertulis atau menyerahkan bukti penarikan kepada BANK yang memberitahukan jumlah pinjaman dan tanggal penarikan yang dikehendaki, tanggal mana tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari kerja setelah BANK menerima pemberitahuan tersebut.
(2) (Tiap) Penarikan Fasilitas Kredit hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu penarikan Fasilitas Kredit, pada hari kerja dan jam kerja BANK yang disetujui bersama oleh BANK dan DEBITUR.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, BANK tetap mempunyai hak untuk menunda
atau mengatur kembali (Rescheduling) penarikan Fasilitas Kredit. Penundaan atau pengaturan kembali tersebut tidak memberikan hak kepada DEBITUR untuk mengajukan tuntutan/gugatan
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 3/14
hukum berupa apapun terhadap BANK, antara lain (namun tidak terbatas) tuntutan/gugatan membayar ganti rugi kepada DEBITUR atas kerugian-kerugian yang mungkin diderita DEBITUR sebagai akibat penundaan atau pengaturan kembali penarikan Fasilitas Kredit tersebut.
(4) DEBITUR setuju bahwa BANK juga mempunyai hak untuk sewaktu-waktu membatalkan ataupun mengurangi jumlah Fasilitas Kredit (dalam hal DEBITUR tidak dapat memenuhi Syarat Penarikan Pinjaman sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Perjanjian atau dalam hal DEBITUR melakukan salah satu Peristiwa Kelalaian dalam Pasal 12 Perjanjian)
(5) Khusus untuk Fasilitas Kredit Rekening Koran, DEBITUR tidak dapat melakukan penarikan pinjaman apabila saldo di rekening DEBITUR menjadi negatif.
c. Bukti Penarikan
Untuk (tiap) penarikan, DEBITUR wajib dan akan menyerahkan pada BANK media penarikan berupa : *) (1) Promissory Note; (2) Cek, Bilyet Giro; (3) Tanda Terima Uang atau media lainnya yang ditentukan oleh BANK dalam bentuk dan isi yang
disetujui dan diterima oleh BANK. media-media penarikan mana akan menjadi bukti bagi BANK mengenai telah diterimanya uang oleh DEBITUR dari BANK. Dalam hal tidak ditandatanganinya media-media penarikan seperti tersebut di atas maka Perjanjian ini dianggap sebagai Tanda Terima Uang untuk suatu jumlah uang berdasarkan Perjanjian ini dan Perjanjian-perjanjian lainnya yang merupakan perubahan dan/atau penambahan dari Perjanjian ini.
d. Kewajiban BANK untuk memberikan Fasilitas Kredit adalah sebesar sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 1.1 Perjanjian ini.
e. Khusus untuk kredit rekening koran, berlaku ketentuan bahwa penggunaan kredit yang diberikan kepada
DEBITUR harus menunjukkan perputaran yang aktif dari waktu ke waktu dalam setiap bulannya, atau jika rekening itu tidak diselesaikan sekurang-kurangnya sekali setahun, maka Kredit ini dapat dihentikan.
1.4. Pembuktian Hutang
Sebagai akibat dari penarikan Fasilitas Kredit, maka DEBITUR dengan ini menyatakan menerima Fasilitas Kredit dari BANK dengan jumlah setinggi-tingginya sebagaimana disebutkan dalam ketentuan 1.1. di atas, jumlah mana belum termasuk bunga, provisi, komisi dan ongkos-ongkos serta biaya-biaya lainnya yang timbul sebagai akibat penarikan Fasilitas Kredit sehubungan dengan Perjanjian ini. DEBITUR dan BANK setuju bahwa media-media penarikan dan/atau pembukuan-pembukuan dan/atau catatan-catatan serta surat-surat dan dokumen-dokumen lain yang dipegang dan dipelihara oleh BANK juga merupakan bukti yang lengkap dari semua jumlah hutang DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian ini dan mengikat terhadap DEBITUR.
1.5. Pembayaran Kembali
a. Pembayaran kembali akan dilakukan oleh DEBITUR kepada BANK dengan ketentuan sebagai berikut : (i) Untuk Fasilitas Kredit Angsuran Berjangka ; sesuai dengan jadwal pembayaran kembali sebagaimana
terlampir dalam Perjanjian. (ii) Untuk Fasilitas Kredit Berjangka dan Modal Kerja ; pada tanggal jatuh tempo Perjanjian dan/atau pada
tanggal jatuh tempo Surat Promes. (iii) Untuk Fasilitas Kredit Rekening Koran ; pada tanggal jatuh tempo Perjanjian. (iv)
…………….………………………………………………………………………………………………………….. ………….…………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………..
(jika tidak mencukupi, dipergunakan lembar tambahan yang merupakan lampiran Perjanjian ini)
b. Setiap pembayaran dari DEBITUR, pertama-tama akan diperuntukkan bagi pembayaran :
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 4/14
(1) Biaya terhutang kepada negara, termasuk tetapi tidak terbatas pada pajak; (2) ongkos-ongkos, misal ongkos perkara (jika ada); (3) bunga dan pembayaran lainnya selain denda dan pinjaman pokok; (4) denda yang belum dibayarkan dan; (5) pokok pinjaman yang terhutang.
1.6. Pembayaran Kembali Lebih Cepat/Awal (berlaku untuk Fasilitas Kredit Angsuran Berjangka) a. DEBITUR diperkenankan membayar kembali pinjaman yang terhutang kepada BANK berdasarkan
Fasilitas Kredit (baik seluruhnya maupun sebagian) lebih cepat/awal dari tanggal pembayaran yang telah ditetapkan dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut : 1. DEBITUR wajib mengirim surat pemberitahuan mengenai keinginan membayar kembali lebih
cepat/awal tersebut kepada dan diterima oleh BANK sedikitnya 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal pembayaran yang lebih cepat/awal dilakukan, dengan menyebutkan jumlah uang yang akan dibayar kembali lebih cepat/awal dan tanggal dimana pembayaran kembali yang lebih cepat/awal tersebut akan dilakukan (tanggal tersebut harus merupakan suatu Tanggal Pembayaran Bunga, sebagaimana diatur dalam Perjanjian ini);
2. Suatu Surat Pemberitahuan Membayar Lebih Cepat seketika diterima oleh BANK dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam ayat (a) di atas ini mengikat kepada dan mewajibkan DEBITUR melaksanakan pembayaran lebih cepat/awal kepada BANK pada tanggal dan dalam jumlah uang yang disebutkan dalam surat pemberitahuan tersebut;
3. Pembayaran kembali yang lebih cepat/awal atas pinjaman yang terhutang berdasarkan Perjanjian ini wajib dilakukan dalam jumlah pokok tidak kurang dari ……………… (………..………… ) kali angsuran.
4. Jumlah uang yang dibayar oleh DEBITUR untuk membayar kembali lebih cepat/awal tidak dapat dipinjam kembali oleh DEBITUR dari BANK berdasarkan Perjanjian ini;
5. Jumlah uang yang diterima oleh BANK untuk pembayaran kembali lebih cepat/awal pinjaman yang terhutang berdasarkan Fasilitas Kredit akan digunakan oleh BANK untuk membayar kembali atau mengurangi angsuran pembayaran kembali pinjaman tersebut mulai dari angsuran yang harus dibayar pada tanggal pembayaran angsuran yang paling akhir (inverse order of maturity).
b. DEBITUR wajib membayar uang denda/penalti kepada BANK sebesar ……… % flat dari jumlah uang
yang dibayar kembali lebih cepat/awal, dan uang denda/penalti tersebut wajib dibayar oleh DEBITUR pada waktu melaksanakan pembayaran kembali lebih cepat/awal tersebut.
1.7. Bunga, Provisi/Fee Dan Bunga Denda
a. Bunga Atas tiap jumlah uang yang terhutang atau sisanya yang belum dibayar lunas atas pemberian Fasilitas Kredit, DEBITUR wajib membayar bunga kepada BANK sebagai berikut :
Jenis Fasilitas Jumlah Fasilitas Bunga
(i) (ii) (iii)
Setiap penarikan Fasilitas Kredit dikenakan bunga sebagaimana disebut diatas yang dikenakan pertahun yang dihitung berdasarkan : *) (i) saldo harian dan untuk maksud tersebut BANK akan membebankan bunga pada jumlah Fasilitas
Kredit yang terhutang dan DEBITUR harus membayar pada tanggal yang ditetapkan oleh BANK, dengan ketentuan bilamana tanggal tersebut jatuh pada bukan hari kerja BANK, maka bunga akan dibebankan pada hari kerja sebelum tanggal tersebut.
(ii) Khusus untuk Fasilitas Kredit Rekening Koran, bunga dihitung berdasarkan saldo harian dan untuk maksud tersebut BANK akan membebankan bunga pada rekening DEBITUR atau DEBITUR harus membayar pada tanggal yang ditetapkan oleh BANK, dengan ketentuan bilamana tanggal tersebut bukan hari kerja BANK, maka bunga akan dibebankan pada hari kerja sebelum tanggal tersebut.
DEBITUR setuju dan dengan ini memberi kuasa kepada BANK untuk sewaktu-waktu merubah ketentuan besarnya suku bunga tersebut diatas sesuai perkembangan keadaan pasar, dan BANK akan memberitahukan perubahan suku bunga tersebut kepada DEBITUR, pemberitahuan mana akan mengikat DEBITUR.
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 5/14
Tanggal Pembayaran Bunga adalah pada setiap tanggal 22 (dua puluh dua) setiap bulannya (dan/atau hari kerja berikutnya bila tanggal 22 tersebut jatuh pada hari libur), kecuali ditentukan lain oleh BANK. Bunga tersebut di atas terhutang oleh DEBITUR sejak tanggal penarikan pinjaman sampai dengan hari dan tanggal hutang tersebut dibayar kembali dengan lunas, penuh dan dengan sebagaimana mestinya oleh DEBITUR kepada BANK sesuai dengan jumlah hari yang telah berlalu, dihitung atas dasar bahwa 1 (satu) tahun adalah 360 (tiga ratus enampuluh) hari, dan wajib dibayar lunas, penuh dan dengan sebagaimana mestinya oleh DEBITUR kepada BANK pada setiap tanggal pembebanan bunga.
b. Provisi Dan Fee
DEBITUR setuju untuk membayar provisi dan fee sebagai berikut :
Jenis Fasilitas Jumlah Fasilitas Provisi/Fee (i) (ii) (iii)
c. Bunga Denda
Bilamana DEBITUR tidak atau gagal membayar lunas suatu pinjaman, bunga atau lain-lain jumlah uang yang wajib dibayar berdasarkan Perjanjian ini atau bukti penerimaan uang, maka (dengan tidak mengurangi kewajiban DEBITUR untuk tetap membayar jumlah uang yang telah wajib dibayarnya itu berikut bunga yang berlaku pada saat itu) DEBITUR wajib membayar bunga denda atas jumlah yang tidak atau lalai dibayar tersebut kepada BANK.
Besarnya bunga denda adalah ……….. % (……………….) pertahun di atas bunga yang berlaku pada saat itu dihitung dari jumlah bunga tertunggak dan/atau jumlah uang yang tidak atau lalai dibayar tersebut. Perhitungan bunga denda terhutang dihitung secara harian mulai dari hari dan tanggal jatuh tempo jumlah uang yang wajib dibayar tersebut tidak atau lalai dibayar sampai dengan hari dan tanggal jumlah uang yang wajib dibayar tersebut dibayar lunas sesuai dengan jumlah hari yang lewat, dengan ketentuan jumlah hari dalam satu tahun adalah 360 (tiga ratus enam puluh) hari sebagai faktor pembagi tetap dan bunga denda tersebut wajib dibayar dengan sekaligus (lunas) oleh DEBITUR seketika ditagih secara tertulis oleh BANK.
1.10. Pembukuan. Fasilitas Kredit yang dimaksud dalam Perjanjian ini akan dibukukan oleh BANK pada kantor/cabang yang
tercantum dalam Perjanjian ini. Akan tetapi DEBITUR setuju dan bersama ini memberikan kuasa pada BANK untuk bilamana BANK menganggap perlu berdasarkan pertimbangan BANK sendiri, untuk mengalihkan pembukuan Fasilitas Kredit dimaksud pada kantor/cabang BANK yang lain, baik yang berada di Indonesia maupun di luar Indonesia.
PASAL 2
KUASA MENDEBET REKENING Tanpa mengurangi kewajiban DEBITUR untuk melaksanakan sendiri pembayaran kepada BANK sebagaimana ditetapkan di atas, pada hari dimana suatu pembayaran berdasarkan Perjanjian ini wajib dilakukan, DEBITUR setuju dan dengan ini memberi kuasa dan wewenang penuh pada BANK setiap waktu dan dari waktu ke waktu yang ditetapkan oleh BANK khusus untuk mendebet rekening DEBITUR pada BANK, baik rekening/account giro, rekening/account deposito (hal mana bersama ini DEBITUR memberi kuasa pula pada BANK khusus untuk mencairkan terlebih dahulu deposito atas nama DEBITUR tersebut), baik dalam mata uang Rupiah maupun dalam mata uang lain, jumlah yang besarnya setiap kali akan ditetapkan oleh BANK dan menggunakan/memakai jumlah uang tersebut untuk membayar dan membayar kembali semua dan setiap jumlah uang yang sekarang telah dan/atau dikemudian hari akan terhutang dan dibayar oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian ini beserta segala perubahan dan tambahannya, media-media penarikan, perjanjian lain dan perjanjian-perjanjian jaminan, baik untuk jumlah pokok, bunga, denda atau lain-lain jumlah uang yang wajib dibayar oleh DEBITUR pada BANK.
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 6/14
Selama hutang DEBITUR kepada BANK belum dibayar lunas, maka segala kuasa yang diberikan oleh DEBITUR kepada BANK dalam Perjanjian ini atau dokumen-dokumen lain sehubungan dengan pemberian Fasilitas Kredit kepada DEBITUR merupakan bagian yang terpenting dan tidak terpisahkan dari Perjanjian ini, yang dengan tidak adanya kuasa-kuasa tersebut Perjanjian ini tidak akan dibuat dan dengan demikian kuasa-kuasa tersebut tidak akan berakhir karena sebab apapun juga termasuk tetapi tidak terbatas oleh sebab-sebab yang tercantum dalam pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
PASAL 3
SYARAT PENARIKAN PINJAMAN Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan lain dalam PERJANJIAN ini, BANK baru wajib mencairkan pinjaman kepada DEBITUR berdasarkan Perjanjian ini bila DEBITUR paling tidak telah memenuhi, seperti namun tidak terbatas pada, syarat-syarat : 3.1. BANK telah menerima dokumen-dokumen (semua dengan bentuk dan isi yang disetujui BANK dan dalam hal
yang diserahkan adalah salinan maka aslinya wajib ditunjukkan pada BANK saat penyerahan dokumen-dokumen tersebut) sebagai berikut : a. Dokumen yang disyaratkan dalam Perjanjian ini, yaitu termasuk akta pendirian dan/atau anggaran dasar
yang dibuat sampai dengan tanggal dan hari ini, berikut pengesahan-pengesahan yang telah diberikan oleh instansi yang berwajib terhadap anggaran dasar tersebut dan perubahan-perubahannya, berikut pula salinan Berita Acara Rapat Para Pemegang Saham dimana diangkat Direksi atau Komisaris DEBITUR yang sekarang menjabat jabatan-jabatan tersebut dan/atau persetujuan komisaris dan/atau persetujuan rapat umum para pemegang saham bila disyaratkan dalam anggaran dasar dan/atau peraturan yang berlaku.
b. Asli surat kuasa dan/atau persetujuan yang disyaratkan oleh anggaran dasar DEBITUR yang dibuat dan diberikan oleh DEBITUR kepada orang-orang tertentu (jika ada) yang ditunjuk untuk dan atas nama DEBITUR melaksanakan Perjanjian ini dan Perjanjian (-perjanjian) Jaminan serta semua dokumen yang disyaratkan oleh atau berkaitan dengan Perjanjian ini atau Perjanjian-perjanjian jaminan, berikut contoh tandatangan orang-orang tersebut.
c. Salinan surat izin usaha perdagangan dan/atau surat-surat izin lainnya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang diperlukan oleh DEBITUR dalam menjalankan usahanya.
d. Asli bukti-bukti hak kepemilikan atas barang-barang yang dijadikan Jaminan dan/atau Perjanjian (-perjanjian) Jaminan yang disebut dalam Pasal 9 Perjanjian ini.
3.2. Semua Perjanjian-(perjanjian) Jaminan telah ditanda tangani dan dalam bentuk dan isi yang disetujui BANK. 3.3. DEBITUR tidak sedang dalam keadaan lalai berdasarkan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Pasal 13
Perjanjian ini atau berdasarkan sebab lain sesuai pertimbangan BANK. 3.4. Pernyataan dan Jaminan yang diberikan DEBITUR sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 Perjanjian adalah
benar dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
PASAL 4 PERNYATAAN DAN JAMINAN
DEBITUR bersama ini menyatakan dan menjamin bahwa : 4.1. Kewenangan Bertindak.
DEBITUR mempunyai kekuasaan dan wewenang serta berhak untuk membuat, menandatangani dan melaksanakan segala ketentuan dalam Perjanjian ini dan Perjanjian Jaminan. Pihak yang menandatangani Perjanjian ini dan Perjanjian Jaminan adalah pihak yang mempunyai wewenang dan sah untuk mewakili DEBITUR dalam melakukan hal tersebut. DEBITUR telah mengambil segala tindakan yang disyaratkan oleh anggaran dasarnya dan ketentuan hukum yang berlaku untuk sahnya Perjanjian dan untuk melaksanakan Perjanjian Jaminan, dan Anggaran Dasar DEBITUR telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan tertanggal ………………………………. Nomor ………………………………………….. dan telah dimuat dalam Berita Negara Nomor ………. tertanggal ……………………………, dan Tambahan Berita Negara Nomor ………………., dokumen-dokumen mana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini.
4.2. Kekuatan Perjanjian.
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 7/14
Perjanjian ini dan segala dokumen serta instrument yang timbul sehubungan dan berkaitan dan sebagai akibatnya, adalah sah dan mengikat DEBITUR serta berlaku sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalamnya. Pembuatan, penyerahan dan pelaksanaan Penandatangan Perjanjian dan dokumen-dokumen terkait lainnya tidak melanggar atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau kebijakan pemerintah atau keputusan pengadilan atau badan arbitrase atau anggaran dasar DEBITUR sendiri dan tidak mengakibatkan pelanggaran (atau dinyatakan sebagai pelanggaran) atas kewajiban DEBITUR berdasarkan atau memerlukan suatu persetujuan yang disyaratkan oleh setiap perjanjian atau dokumen yang telah ada, terhadap mana DEBITUR merupakan pihak didalamnya atau harta kekayaan DEBITUR terikat atau terlibat, kecuali atas hal-hal yang telah diberitahukan terlebih dahulu secara tertulis oleh DEBITUR kepada BANK sebelum penandatanganan tersebut.
4.3. Tidak Ada Tuntutan/Sengketa. Tidak ada dan tidak akan pernah ada sengketa maupun tuntutan terhadap DEBITUR maupun barang-barang
yang dijadikan Jaminan, baik di luar maupun di dalam pengadilan atau peradilan manapun juga yang dapat berakibat buruk/menambah resiko terhadap usaha DEBITUR pada umumnya dan keadaan keuangan DEBITUR pada khususnya yang dapat membahayakan BANK atas pemberian Fasilitas Kredit ini. Debitur tidak akan mengajukan tuntutan/gugatan hukum berupa apapun terhadap BANK, antara lain (namun tidak terbatas) tuntutan/gugatan membayar ganti rugi kepada DEBITUR atas kerugian-kerugian yang mungkin diderita DEBITUR sebagai akibat dari Perjanjian ini. Dalam hal debitur karena suatu perkara di pengadilan atau karena suatu sitaan sebelum diputuskan perkaranya oleh pengadilan atau karena suatu putusan pengadilan atau karena proses hukum lainnya memperoleh hak kekebalan, DEBITUR dengan ini memberikan pernyataan yang tidak dapat dicabut kembali melepaskan hak kekebalan tersebut yang berkenaan dengan kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini
4.4. Laporan Keuangan Laporan Keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik atau dibuat oleh DEBITUR sendiri (yang telah
dinyatakan "sah" oleh DEBITUR) adalah benar, tepat dan tidak ada kesalahan apapun, dan menunjukkan secara jelas keadaan keuangan DEBITUR yang sebenarnya.
4.5. Perijinan. Setiap ijin, persetujuan atau wewenang yang dikeluarkan oleh instansi yang berwajib dan yang disyaratkan
untuk dan dalam rangka pembuatan, penyerahan dan pelaksanaan Perjanjian ini dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan pemberian Fasilitas Kredit ini telah diperoleh DEBITUR. Ijin-ijin, persetujuan-persetujuan dan wewenang mana sekarang ini masih berlaku, dan akan diperpanjang oleh DEBITUR apabila jangka waktu ijin, persetujuan dan/atau wewenang-wewenang tersebut telah habis namun seluruh pinjaman dibayar lunas oleh DEBITUR.
4.6. Tidak Dalam Keadaaan Lalai/Wanprestasi
DEBITUR tidak sedang dalam keadaan lalai dan/atau melakukan pelanggaran dan/atau dinyatakan dalan keadaan wanprestasi, berdasarkan perjanjian kredit lain dengan BANK.
4.7. Pajak
DEBITUR tidak memiliki tunggakan atas kewajiban pada pihak ketiga atau kepada Pemerintah dalam hal perpajakan.
4.8. Kepailitan. DEBITUR, PENJAMIN dan/atau PEMBERI JAMINAN tidak sedang dan tidak akan mengajukan
permohonan penundaan pembayaran (surseance van betaling) terhadap Fasilitas Kredit yang diberikan berdasarkan Perjanjian ini dan tidak menjadi insolvent atau dinyatakan pailit dan tidak kehilangan haknya untuk mengurus atau menguasai harta bendanya.
PASAL 5 HAL-HAL YANG DIWAJIBKAN
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 8/14
Kecuali ditentukan lain oleh BANK, terhitung sejak tanggal Perjanjian ini sampai dengan dilunasinya seluruh kewajiban yang terhutang oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian ini, maka DEBITUR wajib melakukan/melaksanakan hal-hal sebagai berikut : 5.1. Menjalankan usahanya secara layak dan efisien. 5.2. Menggunakan Fasilitas Kredit semata-mata untuk keperluan sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian ini. 5.3. Senantiasa memberikan ijin kepada BANK atau petugas-petugas yang diberi kuasa oleh BANK untuk :
a. melakukan pemeriksaan (audit) terhadap buku-buku, catatan-catatan dan administrasi DEBITUR serta memeriksa keadaan barang-barang jaminan;
b. melakukan peninjauan ke dalam proyek, bangunan-bangunan lain dan kantor-kantor yang digunakan DEBITUR dan
c. mengizinkan BANK untuk menempatkan karyawan-karyawannya dan/atau kuasanya dalam perusahaan DEBITUR guna ikut mengawasi pengelolaan perusahaan tersebut, apabila dianggap perlu oleh BANK.
5.4. Mengizinkan karyawan-karyawan BANK atau kuasanya atau perusahaan penilai sebagaimana akan ditetapkan
oleh BANK dan akan diberitahukan kepada DEBITUR untuk melakukan collateral inspection minimal satu kali dalam satu tahun dan dengan biaya ditanggung oleh DEBITUR.
5.5. Melakukan pembukuan mengenai keuangan perusahaan dan membuat catatan-catatan yang mencerminkan
keadaan keuangan perusahaan DEBITUR yang sesungguhnya serta hasil pengoperasian perusahaan DEBITUR yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembukuan yang diterima secara umum atau sesuai dengan prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia yang mencerminkan kewajaran dan dilaksanakan secara konsisiten.
5.6. Memberikan pada BANK segala informasi/keterangan/data-data (seperti, namun tidak terbatas pada laporan
keuangan DEBITUR), yaitu : a. segala sesuatu sehubungan dengan keuangan dan usaha DEBITUR, b. bilamana terjadi perubahan dalam sifat atau luas lingkup usaha DEBITUR bilamana terjadi suatu peristiwa
atau keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan usaha atau keuangan DEBITUR, setiap waktu, baik diminta maupun tidak diminta oleh BANK.
5.7. Mempertahankan, memperpanjang atau memperbaharui apabila sudah habis jangka waktunya semua izin
usaha dan izin-izin lainnya yang dipunyai oleh DEBITUR dalam rangka menjalankan usahanya dan menyerahkan fotocopy dari izin-izin tersebut kepada BANK serta menyimpan sebaik-baiknya surat-surat izin dan persetujuan-persetujuan yang telah diperolehnya dari pihak yang berwenang dan apabila ternyata dikemudian hari diperlukan surat-surat izin dan persetujuan-persetujuan yang baru, DEBITUR wajib segera mengurusnya.
5.8. Membayar pajak-pajak dan beban-beban lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah, bea meterai, biaya-biaya
dan semua tagihan-tagihan yang wajib dibayar oleh DEBITUR sehubungan dengan usahanya dengan sebagaimana mestinya.
5.9. Menyerahkan pada BANK :
a. Laporan Keuangan Tahunan (Audited) segera setelah diminta oleh BANK, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal laporan.
b. Laporan Keuangan Triwulanan (House Figures), termasuk neraca dan perhitungan laba-rugi, segera setelah diminta oleh BANK, selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tanggal laporan, yang ditandatangani oleh pengurus DEBITUR.
c. Laporan Keuangan Tahunan yang merupakan lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Atas Pajak Penghasilan (SPT-PPh) yang bertanda terima dari kantor Pelayanan Pajak setempat, selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) hari sejak tanggal laporan.
d. Daftar Tagihan-tagihan (Piutang) DEBITUR dengan disertai aging schedule setiap triwulan, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh lima) hari kalender setelah tanggal periode laporan tersebut dan ditandatangani oleh pengurus perusahaan DEBITUR.
e. Daftar Barang Dagangan (Inventory) DEBITUR setiap triwulan, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tanggal periode laporan dan ditandatangani oleh pengurus perusahaan DEBITUR.
PASAL 6
HAL-HAL YANG DILARANG
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 9/14
Kecuali ditentukan lain oleh BANK, terhitung sejak tanggal Perjanjian ini sampai dengan dilunasinya seluruh kewajiban yang terhutang oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian ini, maka DEBITUR dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut : 6.1. Menjual atau dengan cara lain mengalihkan hak atau menyewakan/menyerahkan pemakaian seluruh atau
sebagian kekayaan/asset DEBITUR, baik barang-barang bergerak maupun tidak bergerak milik DEBITUR, kecuali dalam rangka menjalankan usaha DEBITUR sehari-hari.
6.2. Menjaminkan/mengagunkan dengan cara bagaimanapun kekayaan DEBITUR kepada orang/pihak lain,
kecuali menjaminkan/mengagunkan kekayaan kepada BANK sebagaimana termaktub dalam Perjanjian (-perjanjian) Jaminan.
6.3. Mengadakan perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban DEBITUR untuk membayar kepada pihak ketiga,
kecuali dalam rangka menjalankan usaha DEBITUR sehari-hari. 6.4. Menjamin langsung maupun tidak langsung pihak ketiga lainnya, kecuali melakukan endorsemen atas surat-
surat yang dapat diperdagangkan untuk keperluan pembayaran atau penagihan transaksi-transaksi lain yang lazim dilakukan dalam menjalankan usaha.
6.5. Memberikan pinjaman kepada atau menerima pinjaman dari pihak lain kecuali dalam rangka menjalankan
usaha DEBITUR sehari-hari. 6.6. Mengadakan perubahan dari sifat dan kegiatan usaha DEBITUR seperti yang sedang dijalankan dewasa ini. 6.7. Merubah susunan pengurus, susunan Para Pemegang Saham dan nilai saham DEBITUR. 6.8. Mengumumkan dan membagikan deviden saham DEBITUR. 6.9. Melakukan merger atau akuisisi. 6.10. Membayar atau membayar kembali tagihan-tagihan atau piutang-piutang berupa apapun juga yang sekarang
dan/atau dikemudian hari akan diberikan oleh para Pemegang Saham DEBITUR baik berupa jumlah pokok, bunga dan lain-lain jumlah uang yang wajib dibayar.
PASAL 7 PERLINDUNGAN TERHADAP PENGHASILAN BANK
7.1. Semua biaya yang dapat ditagih dan harus dibayar dan yang timbul berdasarkan Perjanjian ini dan
segala akibat dari pada Perjanjian ini, termasuk tapi tidak terbatas kepada, biaya-biaya yang bertalian dengan penyimpanan dan pemilikan jaminan, upah serta beban-beban dan setiap pembayaran yang harus dibayar BANK kepada pengacara dan/atau penasehat hukum yang diberi tugas oleh BANK untuk menagih kredit tersebut, segala ongkos-ongkos yang bersangkutan dengan realisasi jaminan itu, termasuk komisi dan pembayaran-pembayaran lainnya kepada pihak ketiga, demikian pula pajak (seperti, namun tidak terbatas pada bea materai) daripada Perjanjian ini (termasuk segala perubahan dan/atau penambahannya) menjadi tanggungan DEBITUR.
7.2. Juga apabila terjadi perubahan pada Undang-undang, peraturan perundang-undangan, petunjuk
pelaksanaannya atau penafsirannya atau hal-hal lain yang mengakibatkan bertambahnya biaya (seperti, namun tidak terbatas pada pengenaan pajak, bea, pungutan atau biaya lain) pada BANK sehubungan dengan pemberian Fasilitas Kredit dalam Perjanjian ini merupakan tanggungan DEBITUR.
7.3. Maka sejak tanggal permintaan BANK, DEBITUR wajib dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari membayar tambahan
biaya-biaya tersebut kepada BANK.
PASAL 8 JAMINAN ATAS PEMBERIAN KREDIT
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 10/14
8.1. Untuk menjamin pembayaran lunas, penuh, tertib dan dengan sebagaimana mestinya semua jumlah uang yang terhutang dan wajib dibayar oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian ini dan perubahan dan/atau perpanjangannya, baik jumlah pokok pinjaman(-pinjaman), bunga, biaya-biaya dan lain-lain jumlah uang yang wajib, maka DEBITUR menyerahkan pada BANK Jaminan(-jaminan), yang pengalihan hak kepemilikannya dibuktikan dengan dokumen atau perjanjian-perjanjian yang dibuat dalam bentuk, jumlah dan isi yang memuaskan BANK, termasuk namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut, berikut segala tambahan dan/atau penggantinya yang diuraikan dalam perjanjian terpisah namun merupakan kesatuan dari Perjanjian ini, yaitu :
……...…………………………………………………………………………………………………………………………. ……...…………………………………………………………………………………………………………………………. ……...…………………………………………………………………………………………………………………………. ……...…………………………………………………………………………………………………………………………. ……...…………………………………………………………………………………………………………………………. ……...…………………………………………………………………………………………………………………………. ……...………………………………………………………………………………………………………………………….
Seluruh Perjanjian Jaminan (-Perjanjian Jaminan) tersebut (selanjutnya disebut Perjanjian (-perjanjian) Jaminan) juga terikat secara “Cross Collateralized” terhadap fasilitas(-fasilitas) kredit lainnya yang diberikan oleh BANK kepada DEBITUR, yang diuraikan dalam perjanjian(-perjanjian) terpisah antara BANK dan DEBITUR.
8.2. BANK berhak dan berwenang menjalankan hak dan wewenangnya atas jaminan yang disebut pada ketentuan-ketentuan diatas.
PASAL 9
ASURANSI BARANG JAMINAN
9.1. DEBITUR atas tanggungan sendiri harus selalu mengasuransikan harta benda yang dijaminkan oleh DEBITUR dan/atau PENJAMIN kepada BANK pada perusahaan asuransi dan sampai jumlah pertanggungan yang ditetapkan oleh BANK, terhadap kerugian karena kebakaran dan bahaya-bahaya lain yang menurut pertimbangan BANK dapat menimpa harta benda tersebut. Setiap polis asuransi harus memuat "Banker's Clause", yakni bahwa selama harta benda yang diasuransikan masih merupakan jaminan hutang kepada BANK, maka uang pertanggungan yang dibayar oleh perusahaan asuransi akan diserahkan langsung oleh perusahaan asuransi tersebut kepada BANK dan selanjutnya untuk diperhitungkan dengan hutang DEBITUR kepada BANK dan jika masih ada sisa, menyerahkan sisa tersebut kepada DEBITUR atau PENJAMIN sebagai pemilik harta benda yang dijaminkan kepada BANK. Dalam hal hasil uang pertanggungan tidak cukup untuk melunasi seluruh hutang, sisa hutang tersebut tetap menjadi hutang DEBITUR kepada BANK dan harus dibayar dengan seketika dan sekaligus oleh DEBITUR pada saat ditagih oleh BANK. Asli kwitansi atau bukti pembayaran premi asuransi dan asli polis asuransi beserta "Banker's Clause" harus diserahkan kepada BANK.
9.2. Jika menurut pertimbangan BANK, DEBITUR lalai memenuhi kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) Pasal ini, maka tanpa mengurangi kewajiban DEBITUR tersebut BANK berhak dan dengan ini diberi kuasa oleh DEBITUR untuk dan atas tanggungan DEBITUR mengasuransikan harta benda yang dijaminkan dan mendebet rekening DEBITUR pada BANK sejumlah premi asuransi serta biaya-biaya lain yang harus dibayar, tetapi hal tersebut bukan merupakan kewajiban BANK.
9.3. Apabila DEBITUR karena satu dan lain hal lalai atau tidak melaksanakan haknya pada saat hak tersebut timbul
untuk mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini, maka BANK atas tanggungan DEBITUR dengan ini diberi kuasa oleh DEBITUR untuk melakukan klaim kepada perusahaan asuransi untuk dan atas nama DEBITUR dan melaksanakan segala sesuatu yang diperlukan untuk itu termasuk tetapi tidak terbatas pada pengurusan surat-surat/ dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pengajuan klaim tersebut kepada perusahaan asuransi serta DEBITUR wajib menyerahkan segala dokumen yang diperlukan oleh BANK untuk melaksanakan pengajuan klaim asuransi tersebut; tetapi pengajuan klaim dimaksud di atas bukan kewajiban BANK.
PASAL 10 KOMPENSASI
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 11/14
10.1. Kewajiban DEBITUR untuk membayar kembali hutangnya pada BANK berdasarkan Perjanjian ini atau setiap perjanjian lain yang berhubungan, wajib dipenuhi oleh DEBITUR tanpa DEBITUR berhak untuk memperhitungkan (mengkompensir) dengan tagihan/piutang dagang DEBITUR terhadap BANK (bila ada) dan tanpa hak untuk menuntut terlebih dahulu suatu pembayaran lain (counter claim).
10.2. DEBITUR menyetujui bahwa tagihan/piutang dagang DEBITUR pada BANK (bila ada) tidak dapat dijadikan
alasan untuk tidak membayar atau menuntut kembali BANK berdasarkan Perjanjian ini atau berdasarkan perjanjian-perjanjian lain yang disebut dalam Perjanjian ini. DEBITUR dengan ini melepaskan semua haknya seperti disebut dalam pasal 1425 sampai dengan 1429 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
PASAL 11
PENGALIHAN HAK 11.1. DEBITUR setuju bahwa apabila dianggap perlu oleh BANK, berdasarkan pertimbangannya sendiri BANK
mempunyai hak untuk mengalihkan, baik seluruh atau sebagian hak-hak yang timbul sehubungan dengan pemberian Fasilitas Kredit yang diberikan kepada DEBITUR berdasarkan Perjanjian (berikut setiap perubahan, penambahan atau perpanjangannya) kepada pihak ketiga lainnya. Dan DEBITUR dengan ini setuju bahwa penerima pengalihan hak yang bersangkutan akan mendapat manfaat yang sama dengan yang diberikan kepada BANK berdasarkan Perjanjian ini.
11.2. Menyimpang dari hal dimuka, DEBITUR setuju untuk tidak mengalihkan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini pada pihak ketiga lainnya tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari BANK.
11.3. Dalam hal BANK mengalihkan Fasilitas Kredit ini, baik sebagian maupun seluruhnya, DEBITUR tetap terikat
dan tunduk pada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian (berikut setiap perubahan dan/atau perpanjangannya) serta perjanjian-perjanjian lainnya yang berhubungan dengan pemberian Fasilitas Kredit oleh BANK kepada DEBITUR.
PASAL 12 PERISTIWA KELALAIAN
Menyimpang dari jangka waktu pemberian kredit yang disebut dalam ketentuan 1.1. diatas, berikut segala perubahannya, seluruh jumlah pinjaman dari DEBITUR terhadap BANK, baik karena hutang pokok, bunga, komisi, fee dan biaya-biaya lainnya yang terhutang berdasarkan Perjanjian ini, dapat ditagih dan wajib dibayarkan kembali dengan seketika dan sekaligus seluruhnya, tanpa perlu adanya surat teguran juru sita atau surat lainnya yang serupa dengan itu, dan tanpa perantaraan Pengadilan, BANK dapat langsung menjual harta benda yang dijaminkan oleh DEBITUR dan/atau PENJAMIN kepada BANK baik dibawah-tangan maupun dimuka umum (secara lelang) dengan harga dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh BANK, dengan ketentuan pendapatan bersih dari penjualan dipergunakan untuk pembayaran seluruh kewajiban/hutang DEBITUR kepada BANK dan jika ada sisa, maka sisa tersebut akan dikembalikan kepada DEBITUR dan/atau PENJAMIN sebagai pemilik harta benda yang dijaminkan kepada BANK. Sebaliknya, apabila hasil penjualan tersebut tidak cukup untuk melunasi seluruh kewajiban/hutang DEBITUR kepada BANK, maka kekurangan tersebut tetap menjadi kewajiban/hutang DEBITUR kepada BANK dan wajib dibayar oleh DEBITUR dengan seketika dan sekaligus pada saat ditagih oleh BANK, yaitu dalam hal terjadinya, paling tidak, salah satu dari kejadian di bawah ini : 12.1. Bilamana angsuran hutang pokok dan/atau bunga dan/atau jumlah yang terhutang lain yang timbul
berdasarkan Perjanjian ini tidak dibayar lunas pada waktu dan dengan cara sebagaimana yang ditentukan dalam Perjanjian ini dan/atau perubahan dan/atau perpanjangannya, dimana lewatnya waktu saja sudah merupakan bukti yang cukup dan sah bahwa DEBITUR telah melalaikan kewajibannya;
12.2. Bilamana menurut BANK, DEBITUR tidak memenuhi, terlambat memenuhi atau memenuhi namun hanya
sebagian, paling tidak salah satu dari syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain dalam Perjanjian ini dan/atau terjadi kelalaian atau pelanggaran yang termaktub dalam perjanjian-perjanjian jaminan yang dibuat berkenaan dengan Perjanjian ini.
12.3. Jika suatu pernyataan, surat keterangan atau dokumen yang diberikan sehubungan dengan Perjanjian ini
dan/atau perubahan dan/atau penambahan dan/atau sehubungan dengan Perjanjian ini ternyata tidak benar atau tidak sesuai dengan pernyataan sebenarnya dalam atau mengenai hal-hal yang oleh BANK dianggap penting.
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 12/14
12.4. Apabila semata-mata menurut pertimbangan BANK, keadaan keuangan, bonafiditas dan solvabilitas DEBITUR mundur sedemikian rupa yang dapat mengakibatkan DEBITUR tidak dapat membayar hutangnya lagi.
12.5. Bilamana DEBITUR atau orang/pihak lain yang menanggung atau menjamin pembayaran hutang-hutang
DEBITUR (untuk selanjutnya disebut juga PENJAMIN) berdasarkan perjanjian ini mengajukan permohonan untuk dinyatakan dalam keadaan pailit atau penundaan pembayaran hutang-hutang ("surseance van betaling") kepada instansi yang berwenang atau tidak membayar hutangnya kepada pihak ketiga yang telah dapat ditagih (jatuh waktu) atau karena sebab apapun tidak berhak lagi mengurus dan menguasai kekayaannya atau dinyatakan pailit atau suatu permohonan atau tuntutan untuk kepailitan telah diajukan terhadap DEBITUR dan/atau terhadap PENJAMIN kepada instansi yang berwenang.
12.6. Bilamana DEBITUR atau PENJAMIN dibubarkan atau mengambil keputusan untuk bubar (bilamana DEBITUR
atau PENJAMIN adalah suatu perusahaan) meninggal dunia atau menangguhkan untuk sementara usahanya atau dinyatakaan berada dibawah pengampuan ("Onder Curatele Gesteld").
12.7. Bilamana kekayaan DEBITUR atau PENJAMIN seluruhnya atau sebagian disita oleh instansi yang berwajib;
atau apabila menurut penilaian BANK kekayaan DEBITUR atau PENJAMIN dianggap menjadi berkurang sehingga dapat membahayakan Fasilitas Kredit yang dimaksud dalam Perjanjian ini.
12.8. Bilamana barang(-barang) yang dijadikan jaminan untuk pembayaran hutang DEBITUR kepada BANK
berdasarkan Perjanjian ini disita oleh instansi yang berwenang, atau bilamana barang(-barang) jaminan tersebut hilang, rusak atau musnah karena sebab apapun juga.
12.9. Apabila DEBITUR atau PENJAMIN telah lalai atau melanggar sesuatu ketentuan dalam suatu perjanjian-
perjanjian lain, termasuk namun tidak terbatas pada perjanjian yang mengenai atau berhubungan dengan pinjaman uang atau pemberian kredit dimana DEBITUR atau PENJAMIN adalah sebagai pihak yang meminjam dan bilamana kelalaian/atau pelanggaran tersebut mengakibatkan atau memberikan hak kepada pihak lain dalam perjanjian tersebut untuk menyatakan bahwa hutang atau kredit yang diberikan dalam perjanjian tersebut menjadi harus dibayar atau dibayar kembali dengan seketika dan sekaligus pada tanggal jatuh waktu pembayaran yang telah ditentukan.
12.10. Bilamana tidak dapat diperoleh salah satu atau beberapa atau seluruh ijin, persetujuan atau wewenang,
baru maupun perpanjangannya, yang dikeluarkan oleh instansi yang berwajib dan yang disyaratkan untuk dan dalam rangka pembuatan, penyerahan dan pelaksanaan Perjanjian ini dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan pemberian Fasilitas Kredit ini.
12.11. Apabila nilai asset/kekayaan milik DEBITUR menurut penilaian BANK menurun. 12.12. Jika DEBITUR masuk dalam Daftar Kredit Macet dan/atau Daftar Hitam (blacklist) yang dikeluerkan oleh Bank
Indonesia.
PASAL 13 KETENTUAN TAMBAHAN
Atas Fasilitas Kredit ini berlaku pula ketentuan sebagai berikut : ………....….……………………………………………………..……………………………………………………………………
… ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………….
. ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………….
. ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………… ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………… ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………… ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………… ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………… ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………… ………....….…………………………………………………………………………………………………………………………… ………....….……………………………………………………………………………………………………………………………
PASAL 14
PEMBERITAHUAN
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 13/14
14.1. Semua surat menyurat atau pemberitahuan yang harus dikirim oleh masing-masing pihak kepada pihak lain
dalam Perjanjian ini mengenai atau sehubungan dengan Perjanjian ini dilakukan dengan secara langsung, surat tercatat, facsimile, telex atau melalui perusahaan ekspedisi (kurir) ke alamat-alamat yang tersebut dibawah ini : a. BANK Nama : Alamat : Telp/Fax : Telex : Contact Person : b. DEBITUR Nama : Alamat : Telp/Fax : Telex : Contact Person :
14.2. Surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan dianggap telah diterima oleh pihak yang dituju (i) pada tanggal tanda terima ditandatangani apabila disampaikan secara langsung atau melalui jasa kurir (ii) pada tanggal setelah 5 (lima) hari kerja sejak diposkannya apabila dikirim dengan surat tercatat atau sejak diserahkan kepada perusahaan ekspedisi (kurir) dan cukup bila ditandatangani oleh pihak-pihak yang berhak mewakili BANK atau DEBITUR (iii) pada hari dikirimkannya apabila dikirim melalui telex yang dikonfirmasi dengan kode jawab; dan (iv) pada hari dikirimkannya apabila dikirim melalui facsimile yang dikonfirmasi dengan tanda telah dikirim.
14.3. Dalam hal terjadi perubahan alamat dari alamat tersebut diatas atau alamat terakhir yang tercatat pada masing-
masing pihak, maka perubahan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada pihak lain dalam Perjanjian ini selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum terjadinya perubahan alamat yang dimaksud. Jika perubahan alamat tidak diberitahukan, maka surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan berdasarkan Perjanjian ini dianggap telah diberikan sebagaimana mestinya dengan dikirimnya surat atau pemberitahuan itu dengan secara langsung, surat tercatat, facsimile atau telex atau sejak diserahkan kepada perusahaan ekspedisi (kurir) yang ditujukan kealamat tersebut diatas atau alamat terakhir yang diketahui/tercatat pada masing-masing pihak.
PASAL15
KETENTUAN PENUTUP 15.1. DEBITUR dengan ini menyatakan bahwa DEBITUR tunduk kepada semua peraturan-peraturan dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai kredit yang ada pada BANK sekarang sebagaimana terlampir dan/atau diperlihatkan kepada DEBITUR.
15.2. Semua dan setiap kuasa yang diberikan oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian ini
merupakan bagian-bagian yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan dari Perjanjian ini, yang tanpa adanya kuasa-kuasa tersebut Perjanjian ini tidak akan dibuat dan dengan demikian maka kuasa-kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali maupun dibatalkan oleh sebab-sebab yang tercantum dalam pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia.
15.3. Perjanjian ini tidak dapat diubah atau ditambah kecuali dengan suatu perjanjian perubahan atau tambahan yang
ditandatangani para pihak dalam Perjanjian ini. 15.4. Mengenai Perjanjian ini DEBITUR dan BANK dengan ini melepaskan ketentuan pasal 1266 dan pasal 1267
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. 15.5. Jika ada salah satu ketentuan dalam Perjanjian ini yang oleh karena suatu ketetapan pemerintah atau
pengadilan dilarang atau tidak dapat dilaksanakan atau menjadi tidak berlaku atau dinyatakan batal demi hukum, hal tersebut tidak mempengaruhi keabsahan ketentuan lainnya dalam Perjanjian ini, dan ketentuan-ketentuan lainnya tersebut tetap berlaku dan mengikat serta dapat dilaksanakan sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian ini, DEBITUR wajib membuat dan menandatangani dokumen yang berisikan ketentuan yang
Lampiran 1
Divisi Hukum – Kantor Pusat 14/14
memenuhi persyaratan BANK sebagai pengganti ketentuan yang dilarang atau tidak dapat dilaksanakan tersebut, sebagaimana diminta oleh BANK.
15.6. Tidak digunakannya atau ditundanya penggunaan sesuatu hak, kuasa atau hak istimewa oleh BANK bukan
berarti bahwa BANK melepaskan hak atau kuasa atau hak istimewanya itu kecuali hak tersebut dilepas oleh BANK secara tertulis. Dan digunakannya sebagian hak, kuasa atau hak istimewa tadi tidak menghalangi BANK untukmeneruskan atau mengulangi digunakannya hak atau kuasa atau hak istimewa tersebut. Hak-hak dan upaya-upaya yang diberikan kepada BANK dalam Perjanjian ini bersifat kumulatif dan tidak mengurangi hak-hak-hak dan upaya-upaya lain yang diberikan kepadanya menurut hukum.
15.7. Dalam hal terjadi atau timbul suatu Kelalaian/Pelanggaran, maka suatu tindakan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh BANK atau kelambatan dalam melaksanakan suatu hak, wewenang atau tuntutan tidak melemahkan hak, wewenang atau tuntutan tersebut dan juga tidak dapat diartikan bahwa BANK melepaskan hak, wewenang atau tuntutan tersebut atau membenarkan terjadinya kelalaian pada atau dilakukannya pelanggaran oleh DEBITUR.
15.8. Terhadap Perjanjian ini dan segala dokumen yang berhubungan dan yang timbul akibat Perjanjian ini, seperti
namun tidak terbatas pada perjanjian-perjanjian jaminan, tunduk pada hukum negara Republik Indonesia. 15.9. Mengenai Perjanjian ini dan segala akibatnya kedua belah pihak memilih tempat kedudukan hukum yang
tetap dan seumumnya di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri …………………… di ……………………………… . Namun, tidak mengurangi hak dan wewenang BANK untuk memohon pelaksanaan (eksekusi) atau mengajukan tuntutan/gugatan hukum terhadap DEBITUR berdasarkan Perjanjian ini dimuka pengadilan lain dalam wilayah Republik Indonesia.
Demikian PERJANJIAN ini dibuat dan ditandatangani di …………………………. , pada tanggal dan tahun sebagaimana tersebut diatas, dan mulai berlaku sejak tanggal ……………………………. . BANK DEBITUR PT. BANK DANAMON INDONESIA Tbk
Materai _________________________________ _______________________________ Nama : Nama : Jabatan : Jabatan : Mengetahui dan Menyetujui,
________________________________ Nama : Jabatan : *) Coret yang tidak perlu
Lampiran 2
PERJANJIAN GADAI DEPOSITO No. .............................
Perjanjian Gadai Deposito ini (selanjutnya disebut “Perjanjian”) dibuat pada hari ini, ....................., tanggal ..............……....................... oleh dan antara : 1. PT. BANK DANAMON INDONESIA Tbk, berkedudukan di Jakarta, dalam hal ini melalui kantornya di Jalan
…………………………………………….. , dan diwakili oleh …………………………………………………...... dalam kedudukannya selaku ……………………………………….. (selanjutnya disebut “BANK”);
2. ……………………………………………………………….………………………………… , swasta, bertempat tinggal di …………………………………………………………………. dalam hal ini bertindak : *) a. untuk diri sendiri dan untuk melakukan tindakan hukum tersebut dalam Perjanjian ini telah mendapat
persetujuan dari suaminya / istrinya, yaitu : ………………………………………... yang turut menandatangani Perjanjian ini / sebagaimana ternyata dari Surat Persetujuan yang dibuat dibawah tangan bermeterai cukup tertanggal ……………………………………. *)
b. selaku ……………………………………………………………………….. dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama PT. …………………………………….. berkedudukan di ……………………..……. dan untuk melakukan tindakan hukum tersebut dalam Perjanjian ini telah memperoleh persetujuan dari ……………………………………… yang turut menandatangani Perjanjian ini / sebagaimana ternyata dalam suratnya tertanggal …………………… *) (selanjutnya disebut “PEMBERI GADAI”).
Para pihak dengan ini menerangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut : a. Bahwa oleh dan antara …………….………………………...…. (selanjutnya disebut “DEBITUR”) dan BANK
telah dibuat dan ditandatangani Perjanjian Kredit nomor ………….., tanggal ……………... (selanjutnya perjanjian kredit tersebut berikut seluruh perubahannya, perpanjangannya dan atau pembaharuannya yang akan dibuat dikemudian hari disebut “Perjanjian Kredit”).
b. Bahwa untuk menjamin pembayaran kembali dengan tertib dan secara sebagaimana mestinya seluruh hutang DEBITUR kepada BANK yang telah dan akan ada berikut bunga, denda, provisi serta biaya-biaya lain yang mungkin timbul karena fasilitas kredit yang telah dan atau akan diberikan berdasarkan Perjanjian Kredit, PEMBERI GADAI menggadaikan kepada BANK, semua hak atas Rekening Deposito sebagaimana akan disebut dibawah ini.
c. Bahwa untuk menggadaikan Hak atas Rekening Deposito tersebut, PEMBERI GADAI telah : *) (i) mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, sebagaimana ternyata dari
Berita Acara Rapat Umum Para Pemegang Saham Luar Biasa tertanggal …………………………… / menyerahkan Surat Pernyataan Direksi PEMBERI GADAI tertanggal ……………………..., yang menyatakan bahwa jumlah saham yang digadaikan oleh PEMBERI GADAI kepada BANK ini tidak merupakan sebagaian besar (hanya merupakan sebagian kecil) dari seluruh kekayaan/asset yang dimiliki PEMBERI GADAI dan oleh karenanya oleh karenanya persetujuan dari Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham PEMBERI GADAI sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 88 ayat 1 Undang-undang no.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tidaklah diperlukan. *)
(ii) dan/atau telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam anggaran dasar Perseroan serta PEMBERI GADAI dan peraturan-peraturan yang berlaku, termasuk tetapi tidak terbatas pada persetujuan pengalihan hak atas Rekening Deposito sesuai dengan ketentuan Perjanjian ini dan peraturan yang berlaku.
Maka sehubungan dengan segala sesuatu yang diuraikan di atas, BANK dan PEMBERI GADAI telah saling setuju dan sepakat untuk dan dengan ini membuat serta menetapkan Perjanjian untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pihak, dengan memakai syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Divisi Hukum – Kantor Pusat hal.1/5
Lampiran 2
PASAL 1
PEMBERIAN GADAI 1. Guna menjamin setiap dan seluruh jumlah uang yang terhutang oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan
Perjanjian Kredit, PEMBERI GADAI menyatakan dengan ini menggadaikan dan/atau memberikan kepada BANK, semua Hak atas Rekening Deposito yang dibuktikan dengan : Bilyet Deposito Berjangka : Nomor Deposito : Tanggal Deposito : Atas Nama : Jumlah : berikut setiap jumlah penambahan bunga ke dalam jumlah nominal yang setiap perubahan tersebut telah ternyata dari perubahan kontrak dan Bilyet Depositonya (Selanjutnya disebut “Deposito”).
2. PEMBERI GADAI dapat mengajukan permohonan kepada BANK untuk merubah jenis mata uang atas Deposito
berjangka yang digadaikan tersebut diatas sesuai kurs yang berlaku sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum tanggal perubahan mata uang yang diminta oleh PEMBERI GADAI tersebut, dengan ketentuan bahwa BANK atas pertimbangan sendiri berhak untuk menolak permintaan tersebut.
PASAL 2
EKSEKUSI DAN HASILNYA 1. Dalam hal terjadi kejadian kelalaian sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kredit, maka tanpa harus mendapatkan
suatu keputusan, perintah atau wewenang dari Pengadilan terlebih dahulu yang PEMBERI GADAI dengan ini secara tegas mengenyampingkannya dan dengan memberitahukan secara tertulis kepada PEMBERI GADAI, PEMBERI GADAI setuju dan dengan ini memberikan kuasanya kepada BANK yang tidak dapat ditarik kembali dan tidak akan berakhir oleh sebab apapun termasuk tapi tidak terbatas pada sebab-sebab yang tercantum dalam pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia untuk mencairkan Deposito tersebut dan PEMBERI GADAI menyetujui BANK dapat memperhitungkan hasil pencairan Deposito serta mengambil pelunasan atas hutang pokok, bunga, provisi dan/atau biaya lain yang timbul berdasarkan Perjanjian Kredit termasuk tetapi tidak terbatas pada biaya perkara dimuka Pengadilan, honor Pengacara Hutang tersebut diatas.
2. Kuasa tersebut di atas dan kuasa lain yang diberikan di dalam Perjanjian ini bersifat tidak dapat ditarik kembali dan merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini, tanpa kuasa mana Perjanjian Kredit tidak akan dibuat dan karenanya kuasa-kuasa tersebut tidak akan berakhir karena sebab-sebab yang termaktub dalam pasal 1813, pasal 1814 dan pasal 1816 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia atau sebab apapun.
3. Dalam melaksanakan setiap hak untuk melakukan pencairan Deposito berdasarkan Perjanjian ini, BANK tidak perlu membuktikan jumlah yang terhutang dan wajib dibayar oleh DEBITUR berdasarkan Perjanjian Kredit, dan untuk keperluan tersebut BANK berhak menentukan jumlah yang terhutang dan wajib dibayar oleh DEBITUR berdasarkan pembukuan dan catatan BANK, demikian dengan tidak mengenyampingkan hak DEBITUR atau PENJAMIN untuk kemudian membuktikan bahwa jumlah yang terhutang.
4. Setiap jumlah yang diperoleh BANK dari hasil eksekusi berdasarkan Perjanjian ini, akan dipergunakan untuk membayar :
a. seluruh ongkos, biaya dan pengeluaran yang timbul akibat pelaksanaan Perjanjian ini; dan b. seluruh jumlah yang jatuh tempo dan atau dibayar berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Perjanjian
Kredit. 5. Apabila hasil pencairan Deposito tersebut kurang untuk membayar hutang DEBITUR berdasarkan Perjanjian
Kredit maka DEBITUR tetap berkewajiban membayar sisa hutang DEBITUR kepada BANK. Demikian sebaliknya apabila dari hasil pencairan Deposito tersebut masih terdapat sisa, maka BANK akan mengembalikan sisanya kepada PEMBERI GADAI, tanpa mewajibkan BANK untuk membayar bunga atas sisa pencairan Deposito tersebut.
Divisi Hukum – Kantor Pusat hal.2/5
Lampiran 2
PASAL 3
PERNYATAAN DAN JAMINAN 1. PEMBERI GADAI menyatakan bahwa apa yang digadaikan tersebut diatas adalah miliknya, tidak digadaikan
kepada pihak lain, serta bebas dari sitaan dan mengenai hal ini BANK tidak akan mendapat tuntutan dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak terlebih dahulu atau turut mempunyai hak terlebih dahulu atau turut mempunyai hak atas apa yang dijaminkan tersebut diatas.
2. PEMBERI GADAI memiliki hak dan kewenangan penuh untuk mengalihkan dan menyerahkan Deposito kepada BANK dan persetujuan (-persetujuan) yang diperlukan sesuai anggaran dasar PEMBERI GADAI maupun peraturan yang berlaku telah diperoleh PEMBERI GADAI secara cukup dan lengkap.
3. PEMBERI GADAI akan atas biayanya sendiri dan setiap waktu atas permintaan tertulis dari BANK, tepat pada waktunya dan sebagaimana seharusnya, menandatangani dan menyerahkan kepada BANK setiap instrumen dan dokumen sebagaimana BANK secara beralasan menganggap perlu dalam mendapatkan manfaat penuh dan atas hak dan kekuasaan yang diberikan dalam Perjanjian ini;
4. BANK berhak untuk menyimpan asli bilyet Deposito sebaik-baiknya pada tempat yang aman, satu dan lain hal atas biaya DEBITUR atau PEMBERI GADAI.
5. Dalam hal PEMBERI GADAI karena suatu perkara di pengadilan atau karena suatu sitaan sebelum diputuskan perkaranya oleh pengadilan atau karena suatu putusan pengadilan atau karena proses hukum lainnya memperoleh hak kekebalan, PEMBERI GADAI dengan ini memberikan pernyataan yang tidak dapat dicabut kembali melepaskan hak kekebalan tersebut yang berkenaan dengan kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit dan atau Perjanjian ini.
6. DEBITUR dan atau PEMBERI GADAI wajib membela, mengganti rugi dan membebaskan BANK dari dan terhadap setiap tindakan, tuntutan, gugatan, perkara, kerugian, kewajiban, pungutan dan biaya dalam bentuk apapun, sah atau tidak, yang BANK alami atau derita dengan cara apapun juga atas atau sehubungan dengan Deposito atau Perjanjian ini, termasuk namun tidak terbatas pada biaya yang dikeluarkan oleh BANK sehubungan dengan eksekusi Perjanjian ini.
PASAL 4
KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Perjanjian ini bukan merupakan pembayaran atas jumlah yang terhutang dan wajib dibayar oleh DEBITUR kepada
BANK berdasarkan Perjanjian Kredit kecuali dan sampai BANK benar-benar menerima dana hasil pencairan Deposito untuk membayar setiap jumlah yang terhutang dan wajib dibayar oleh DEBITUR.
2. Perjanjian ini oleh para pihak dimaksudkan sebagai jaminan terhadap jumlah yang terhutang dan wajib dibayar oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian Kredit dan tidak boleh ditafsirkan sebagai membatasi atau menghalangi dengan cara apapun juga eksekusi oleh BANK atas setiap hak yang dimiliki oleh BANK untuk memperoleh pelunasan atas setiap jumlah yang terhutang dan wajib dibayar oleh DEBITUR.
3. Hak jaminan yang diberikan berdasarkan Perjanjian ini merupakan tambahan terhadap dan tidak bergantung kepada hak atau benda jaminan lainnya yang mungkin dipegang atau diperoleh BANK sehubungan dengan Hutang yang dijamin berdasarkan Perjanjian ini. BANK berhak untuk menerima hak atau benda jaminan tambahan lainnya dari pihak ketiga dan/atau untuk melepaskan hak atau benda jaminan itu dengan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada PEMBERI GADAI dan tanpa mempengaruhi kewajiban-kewajiban PEMBERI GADAI berdasarkan Perjanjian ini.
4. Jaminan dalam Perjanjian ini sekali-kali tidak dan tidak dapat mengurangi atau mempengaruhi hak dan wewenang BANK untuk menjalankan/melaksanakan atau mengajukan tuntutan atau gugatan berdasarkan agunan atau perjanjian lain berupa apapun yang sekarang telah dan di kemudian hari akan dipegang oleh atau diberikan kepada BANK untuk memberikan jaminan atau kepastian pembayaran hutang yang wajib dibayar oleh DEBITUR kepada BANK berdasarkan Perjanjian Kredit.
PASAL 5
PEMBERITAHUAN 1. Semua surat menyurat atau pemberitahuan-pembertahuan yang harus dikirim oleh masing-masing pihak kepada
pihak lainnya dalam Perjanjian ini mengenai atau sehubungan dengan Perjanjian ini dilakukan secara langsung, surat tercatat, faksimile, telex atau melalui perusahaan ekspedisi (kurir) ke alamat-alamat tersebut di bawah ini : Divisi Hukum – Kantor Pusat
Divisi Hukum – Kantor Pusat hal.3/5
Lampiran 2
a. BANK Nama : PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Alamat : Telpon : Fax : Telex : Contact Person : b. PEMBERI GADAI Nama : Alamat : Telpon : Fax : Telex : Contact Person : 2. Surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan dianggap telah diterima oleh pihak yang dituju (i) pada tanggal
tanda terima ditandatangani apabila disampaikan secara langsung atau melalui jasa kurir (ii) pada tanggal setelah 5 (lima) hari kerja sejak diposkannya apabila dikirim dengan surat tercatat atau sejak diserahkan kepada perusahaan ekspedisi (kurir) dan cukup bila ditandatangani oleh pihak-pihak yang berhak mewakili BANK atau PEMBERI GADAI (iii) pada hari dikirimkannya apabila dikirim melalui telex yang dikonfirmasi dengan kode jawab; dan (iv) pada hari dikirimkannya apabila dikirim melalui facsimile yang dikonfirmasi dengan tanda telah dikirim.
3. Dalam hal terjadi perubahan alamat dari alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang tercatat pada masingmasing pihak, maka perubahan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada pihak lain dalam Perjanjian ini selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum terjadinya perubahan alamat dimaksud. Jika perubahan alamat tersebut tidak diberitahukan, maka surat-menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan berdasarkan Perjanjian ini dianggap telah diberikan sebagaimana mestinya dengan dikirimnya surat atau pemberitahuan itu dengan secara langsung, surat tercatat, facsimile, telex atau sejak diserahkan kepada perusahaan ekspedisi (kurir) yang ditujukan ke alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang diketahui atau tercatat pada masing-masing pihak.
PASAL 6
KETENTUAN PENUTUP 1. Perjanjian ini dibuat berdasarkan dan hanya dapat ditafsirkan menurut hukum Republik Indonesia. 2. PEMBERI GADAI menyetujui bahwa Deposito yang digadaikan berdasarkan Perjanjian ini tunduk kepada
"Ketentuan-ketentuan Operasi Bank" termasuk setiap alat bukti yang diajukan/dipergunakan oleh BANK yang berlaku untuk setiap perubahan, perpanjangan dan/atau setiap penambahan jumlah nominal deposito tersebut, yang berasal dari jumlah bunga yang diterima maupun valuta tersebut diatas sehingga penggadaian yang dilakukan sejak pertama kalinya akan tetap berlaku untuk seterusnya selama hutang belum dibayar lunas.
3. PEMBERI GADAI dengan ini menyatakan secara tegas melepaskan hak dan hak istimewa yang diberikan oleh Undang-undang seperti tercantum pada pasal 1831, 1833, 1837 dan 1848 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia.
4. Bila suatu ketentuan dalam Perjanjian yang oleh karena suatu ketetapan pemerintah atau pengadilan dilarang atau tidak dapat dilaksanakan atau menjadi tidak berlaku, selama adanya larangan tersebut tanpa mengakibatkan batalnya ketentuan hukum lain dari Perjanjian, dan tanpa menghilangkan kemungkinan diberlakukannya kembali ketentuan yang dilarang tersebut di kemudian hari, PEMBERI GADAI wajib membuat dan menandatangani dokumen yang berisikan ketentuan yang memenuhi persyaratan BANK sebagai pengganti ketentuan yang dilarang atau tidak dapat dilaksanakan tersebut, sebagaimana diminta oleh BANK.
5. Jika ada salah satu ketentuan dalam Perjanjan ini yang dinyatakan batal demi hukum, hal tersebut tidak mempengaruhi keabsahan ketentuan lainnya dalam Perjanjian ini, dan ketentuan-ketentuan lainnya tersebut tetap berlaku dan mengikat dan dapat dilaksanakan sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian ini, PEMBERI GADAI wajib membuat dan menandatangani dokumen yang berisikan ketentuan yang memenuhi persyaratan BANK sebagai pengganti ketentuan yang dilarang atau tidak dapat dilaksanakan tersebut, sebagaimana diminta oleh BANK.
Divisi Hukum – Kantor Pusat hal.4/5
Lampiran 2
6. Tidak digunakannya atau ditundanya penggunaan sesuatu hak, kuasa atau hak istimewa oleh BANK bukan berarti
bahwa BANK melepaskan hak atau kuasa atau hak istimewanya itu kecuali hak tersebut dilepas oleh BANK secara tertulis. Dan digunakannya sebagian dari hak, kuasa atau hak istimewa tadi tidak menghalangi BANK untuk meneruskan atau mengulangi digunakannya hak atau kuasa atau hak istimewa tersebut. Hak-hak dan upaya-upaya yang diberikan kepada BANK dalam Perjanjian ini bersifat kumulatif dan tidak mengurangi hak-hak dan upaya-upaya lain yang diberikan kepadanya menurut hukum.
7. Kegagalan atau kelalaian BANK untuk menuntut PEMBERI GADAI melaksanakan suatu ketentuan dalam Perjanjian ini tidak akan melepaskan hak BANK untuk menuntut PEMBERI GADAI untuk melaksanakan ketentuan tersebut dikemudian hari, kecuali hak tersebut dilepas oleh BANK secara tertulis.
8. Mengenai Perjanjian ini dan segala akibatnya para pihak memilih domisili hukum yang tetap dan tidak berubah di Kantor Panitera Pengadilan Negeri ……..…………………….. di ……………….., demikian dengan tidak mengurangi hak BANK untuk melakukan penuntutan atau gugatan terhadap DEBITUR dan atau PEMBERI GADAI berdasarkan Perjanjian ini di pengadilan-pengadilan lain dalam wilayah Republik Indonesia.
Demikian Perjanjian ini dibuat di ……………………….., pada hari dan tanggal tersebut di atas dan mulai berlaku sejak tanggal ………………………………... BANK PT BANK DANAMON INDONESIA, Tbk PEMBERI GADAI
Materai ________________________________ _________________________ Nama : Nama : Jabatan : Jabatan : Mengetahui dan Menyetujui,
________________________ Nama : Jabatan :
*) Coret yang tidak perlu Divisi Hukum – Kantor Pusat hal.5/5
Lampiran 3
SURAT KUASA PENCAIRAN DEPOSITO Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ………………………………… Alamat : ………………………………… KTP No. : ………………………………… Dengan ini menerangkan terlebih dahulu : Bahwa sehubungan dengan pemberian fasilitas kredit oleh PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, berkedudukan di Jakarta (selanjutnya disebut “Bank”) kepada Pemberi Kuasa sebagaimana ternyata dalam Perjanjian Kredit No………………………………. tanggal ………………………. (berikut dengan segenap perubahan, penambahan, perpanjangan dan pembaharuan daripadanya, disebut “Perjanjian Kredit”) yang ditanda tangani oleh dan antara Pemberi Kuasa dengan Bank, dengan ini Pemberi Kuasa memberi kuasa dengan hak subtitusi kepada Bank (selanjutnya disebut juga “Penerima Kuasa”), untuk dan atas nama Pemberi Kuasa : --------------------------------------------------------- K H U S U S------------------------------------------------------- 1. mencairkan deposito berjangka milik Pemberi Kuasa yang terdapat pada Bank baik yang ada pada
saat ini maupun yang akan diserahkan dikemudian hari, termasuk tetapi tidak terbatas pada bilyet deposito dengan nomor ……………………….. nominal Rp.……………………… (………………………………………………..) (selanjutnya disebut “Deposito”) dan selanjutnya memperhitungkan serta mengambil pelunasan atas hutang pokok, bunga, provisi dan/atau biaya lain yang timbul dan dipandang perlu oleh Bank termasuk tetapi tidak terbatas pada biaya perkara di muka Pengadilan, honor Pengacara yang timbul akibat hutang berdasarkan Perjanjian Kredit, yaitu dalam hal Pemberi Kuasa lalai (wanprestasi) berdasarkan Perjanjian Kredit, dengan ketentuan bahwa Pemberi Kuasa tetap berkewajiban untuk memenuhi kewajibannya sekalipun pencairan Deposito tersebut telah dilakukan.
2. menandatangani surat-surat/tanda terima, serta dokumen-dokumen lainnya sehubungan dengan pencairan Deposito tersebut menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan/prosedur yang diatur dan berlaku pada Bank tidak ada yang dikecualikan, sehingga walaupun untuk sesuatu tindakan itu diperlukan surat kuasa khusus, kuasa tersebut supaya dianggap telah diberikan dengan kuasa ini.
Segala kuasa yang diberikan sehubungan dengan surat kuasa ini bersifat tidak dapat ditarik kembali dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Perjanjian Kredit, dan tidak akan berakhir karena sebab-sebab yang termaktub dalam Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Divisi Hukum – Kantor Pusat 1/2
Lampiran 3 Pemberi Kuasa dengan ini menyatakan menjamin dan membebaskan Bank dari segala kewajiban, tuntutan, gugatan dan klaim apapun juga serta dari pihak manapun juga, termasuk dari Pemberi Kuasa sendiri serta dari semua kerugian dan resiko yang timbul dikemudian hari sehubungan dengan Surat Kuasa ini. Demikian Surat Kuasa ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan dengan semestinya. ……………………….., …………… PENERIMA KUASA, PEMBERI KUASA, ……………………………………. ……………………………………… Divisi Hukum – Kantor Pusat 2/2
Lampiran 4
SURAT KUASA Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ………………………………… Alamat : ………………………………… KTP No. : ………………………………… Pemegang Rekening A/C : …………………………………, Bank Danamon dan/atau Tabungan No. : …………………………………, Bank Danamon Selanjutnya disebut PEMBERI KUASA, Dengan ini memberi kuasa dengan hak Subtitusi kepada : PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk berkedudukan di Jakarta, melalui Cabangnya di ………………………………………………………………………………………………….., selanjutnya disebut PENERIMA KUASA. ------------------------------------------------------- K H U S U S --------------------------------------------------------- Untuk mendebet Rekening/Tabungan tersebut di atas dan/atau rekening lain atas nama PEMBERI KUASA pada PENERIMA KUASA guna membayar biaya administrasi, provisi, hutang pokok, bunga, denda, notaris, asuransi dan biaya-biaya lain yang mungkin timbul sehubungan dengan pemberian kredit oleh PENERIMA KUASA kepada PEMBERI KUASA. Selama hutang dari PEMBERI KUASA belum dibayar lunas kepada PENERIMA KUASA, kuasa ini tidak akan berakhir oleh karena sebab apapun juga termasuk tetapi tidak terbatas oleh sebab-sebab yang tercantum dalam Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Demikian Surat Kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. ……………………., …………. PENERIMA KUASA, PEMBERI KUASA, ………………………………… ……………………………........ Divisi Hukum – Kantor Pusat 1/1