asuhan keperawatan berduka situasional pada ibu a … laporan kasus kelolaan utama 23 3.1 ......
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN BERDUKA SITUASIONAL PADA IBU A YANG MENGALAMI STROKE NON- HEMORAGIK
DI RUANG RAWAT ANTASENA
RUMAH SAKIT MARDZOEKI MAHDI BOGOR
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ROSIANA PUTRI, S.Kep
0806334413
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
DEPOK
JUNI 2013
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN BERDUKA SITUASIONAL PADA IBU A YANG MENGALAMI STROKE NON-HEMORAGIK
DI RUANG RAWAT ANTASENA
RUMAH SAKIT MARDZOEKI MAHDI BOGOR
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
ROSIANA PUTRI, S.Kep
0806334413
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
DEPOK
JUNI 2013
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Rosiana Putri, S.Kep
NPM : 0806334413
Tanda Tangan :
Tanggal : 13 Juni 2013
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh :
Nama : Rosiana Putri, S.Kep
NPM : 0806334413
Program Studi : Profesi Ners Keperawatan
Judul Karya Ilmiah Akhir Ners : Asuhan Keperawatan Berduka
Situasional pada Ibu A yang
Mengalami Stroke Non- Hemoragik
di Ruang Rawat Antasena Rumah
Sakit Mardzoeki Mahdi Bogor
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
di Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Mustikasari, SKp., MARS. ( )
Penguji : Fauziah, M.Kep., Sp. Kep. Jiwa. ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 13 Juni 2013
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini.
Penulisan karya ilmiah akhir Ners ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Mustikasari,
SKp., MARS., selaku dosen pembimbing akademik dan Ibu Fauziah, M.Kep., Sp.
Kep. Jiwa., selaku pembimbing klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini.
Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
2. Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana dan
Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
3. Ibu Riri Maria, SKp., MANP., selaku dosen koordinator mata ajar Karya
Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia;
4. Pihak Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi (RSMM) Bogor yang telah
menyediakan lahan praktik untuk mata ajar praktik klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) Peminatan Jiwa;
5. Ibu Linggar Kumoro, SKp., selaku Kepala Ruang Antasena RSMM Bogor
yang telah banyak membantu saya selama praktik di Ruang Antasena;
6. Seluruh staf perawat Ruang Antasena RSMM Bogor yang telah banyak
membantu dan memberikan banyak pengalaman kepada saya selama
praktik di Ruang Antasena;
7. Mama, Bapak, Iyang Ega, Duli Rika, dan Bowo yang telah memberikan
doanya serta dukungan semangatnya;
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
v Universitas Indonesia
8. Teman-teman praktik Ruang Antasena (Mbak Cilik, Mbak Yani, Teh Fay,
Oyip) dan My Roommate “Sari” yang telah banyak memberikan semangat
dan membantu saya dalam memberikan kritik dan sarannya selama
penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini; dan
9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Saya menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan karya ilmiah akhir Ners ini. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini
dapat bermanfaat bagi saya dan pembaca khususnya, serta untuk masyarakat pada
umumnya.
Depok, Juni 2013
Penulis
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Rosiana Putri, S.Kep
NPM : 0806334413
Program Studi : Profesi Ners Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N)
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Asuhan Keperawatan Berduka Situasional pada Ibu A yang Mengalami
Stroke Non- Hemoragik di Ruang Rawat Antasena
Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi Bogor
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 13 Juni 2013
Yang menyatakan
(Rosiana Putri, S.Kep)
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Rosiana Putri, S.Kep
Program Studi : Profesi Ners Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Berduka Situasional pada Ibu A
yang Mengalami Stroke Non- Hemoragik di Ruang Rawat
Antasena Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi Bogor
Stroke merupakan salah satu penyakit perkotaan yang disebabkan oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah gaya hidup buruk yang menjadi masalah kesehatan
yang serius di wilayah perkotaan. Terdapat 11 provinsi mempunyai prevalensi
stroke diatas prevalensi nasional, diantaranya Provinsi Jawa Barat (9.3%). Stroke
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap fisik penderitanya, seperti
penurunan fungsi tubuh yang dapat memicu munculnya beberapa masalah
psikososial, salah satunya berduka situasional. Pemunculan emosi positif dengan
masalah berduka situasional diperlukan agar pasien dapat melewati setiap tahapan
berduka dengan baik. Untuk itu, seorang perawat sebaiknya dapat memberikan
asuhan keperawatan dengan membantu memunculkan emosi positif pasien
melalui pengungkapan perasaan dengan cara lisan, aktivitas fisik, sosial dan
spiritual berdasarkan tahapan berduka yang sedang dialaminya.
Kata Kunci:
Asuhan keperawatan, berduka situasional, stroke
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Rosiana Putri, S.Kep
Study program : Ners Profession Program
Title : The Nursing Care Process of Situational Grieving on Mrs
A with Stroke Non-Hemoragic Disease in Antasena
Room Care of Mardzoeki Mahdi Bogor Hospital
Stroke is one of the urban disease that caused by many factors, one of them is bad
lifestyle that becomes serious health problem in the urban area. There are eleven
provinces that have higher stroke prevalence than national’s, one of them is West
Java Province (9.3%). Stroke may cause negative impacts on the physical
problems, such as the decline of body function that cause many psychosocial
problems, one of them is situational grieving. The appearance of positive
emotions of patient who has situational grieving problem is needed so that patient
can through each stage of grieving well. For that reason, a nurse should give the
nursing care process to help the patient to appear the positive emotions by
expressing his or her feeling with talking, doing physical activity, social and
spiritual according to the stages of grieving that is being experienced.
Keywords:
Nursing Care Process, Situational Grieving, Stroke
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 5
1.3.1 Tujuan Umum 5
1.3.2 Tujuan Khusus 5
1.4 Manfaat Penulisan 6
1.4.1 Manfaat Keilmuan 6
1.4.2 Manfaat Aplikatif 6
1.4.3 Manfaat Metodologis 6
2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Stroke 7
2.1.1 Definisi Stroke 7
2.1.2 Penyebab Stroke 7
2.1.3 Klasifikasi Stroke 10
2.1.3.1 Stroke Hemoragik 10
2.1.3.2 Stroke Non-Hemoragik 11
2.1.4 Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik 12
2.1.5 Manifestasi Klinis Stroke 12
2.2 Berduka Situasional 14
2.2.1 Definisi Berduka 14
2.2.2 Faktor Penyebab Berduka 15
2.2.3 Tahapan Berduka 17
2.2.4 Tanda dan Gejala Berduka 18
2.2.5 Akibat Berduka 20
2.2.6 Asuhan Keperawatan Berduka 20
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
x Universitas Indonesia
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 23
3.1 Pengkajian Kasus 23
3.2 Masalah Keperawatan 24
3.3 Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan 25
4. ANALISIS SITUASI 26
4.1 Profil Lahan Praktik 26
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP
dan Konsep Kasus Terkait 27
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan Berduka Situasional terhadap
Konsep dan Penelitian Terkait 32
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah 36
5. PENUTUP 39
5.1 Kesimpulan 39
5.2 Saran 40
5.2.1 Bidang Keilmuan 40
5.2.2 Bidang Aplikatif 40
5.2.3 Bidang Metodologis 41
DAFTAR PUSTAKA 42
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Stroke Berdasarkan Defisit Neurologis
yang Terkena 13
Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang
Muncul 19
Tabel 2.3 Tindakan Keperawatan Berdasarkan Tahapan Berduka 22
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Pohon Masalah Keperawatan 25
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pengkajian
Lampiran 2 : Analisa Data
Lampiran 3 : Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 4 : Catatan Perkembangan
Lampiran 5 : Riwayat Hidup Penulis
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan tahap awal dari sebuah penulisan karya ilmiah untuk
memberikan gambaran permasalahan yang ada secara umum dan tujuan dari
diadakannya penulisan. Pada bab pendahuluan ini, penulis membahas latar
belakang yang berisikan justifikasi penulis, rumusan masalah, tujuan penulisan,
serta manfaat penulisan.
1.1 Latar Belakang
Perilaku hidup bersih dan sehat (gaya hidup sehat) masyarakat merupakan
salah satu faktor penting untuk mendukung peningkatan status kesehatan
masyarakat. Seperti diketahui, penduduk perkotaan saat ini harus berhadapan
dengan berbagai masalah kesehatan sebagai akibat gaya hidup dan
lingkungan yang tidak sehat, baik masalah kesehatan konvensional ataupun
modern (Efendi & Makhfudli, 2009). Masalah kesehatan konvensional yang
sering muncul seperti penyakit infeksi dan menular. Sedangkan masalah
kesehatan modern yakni semacam penyakit degeneratif, kelebihan gizi,
penyakit kelamin, serta penyalahgunaan napza dan minuman keras.
Masalah kesehatan yang sering disebabkan karena gaya hidup tidak sehat
diperkotaan adalah munculnya berbagai macam penyakit degeneratif yang
masuk dalam kategori masalah kesehatan modern. Penyakit degeneratif
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan penyakit yang
muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh, yaitu dari keadaan yang normal
menjadi lebih buruk (Japardi, 2002). Ada sekitar 50 jenis penyakit
degeneratif, diantaranya penyakit jantung dan pembuluh darah (hipertensi,
stroke, dan jantung), endokrin (diabetes mellitus, tiroid, hiperkolesterol),
neoplasma (tumor ganas dan tumor jinak), gangguan pencernaan, kegemukan,
dan lain-lain. Stroke adalah penyebab utama kedua kematian setelah penyakit
iskemik jantung di seluruh dunia, dengan perkiraan 5.5 juta subjek meninggal
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
2
Universitas Indonesia
karena stroke setiap tahun dari kesemua penyakit degenaratif yang ada
(WHO, 2004).
Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di
seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian
sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang
permanen. Dua pertiga dari kematian ini terjadi di negara-negara dengan
sumber daya rendah. Prevalensi stroke di Indonesia sendiri ditemukan sebesar
8.3 per 1000 penduduk yang menderita stroke atau sebesar 8.3%. Terdapat 11
provinsi mempunyai prevalensi stroke diatas prevalensi nasional dan provinsi
Jawa Barat masuk ke dalam kesebelas provinsi tersebut yaitu sebesar 9.3%
(Riskesdas, 2007).
Penyakit stroke dianggap sebagai salah satu penyakit yang menakutkan bagi
masyarakat karena dianggap sebagai penyakit yang mematikan dari 10 jenis
penyakit mematikan yang masuk dalam daftar data Riskesdas pada tahun
2007. Stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer and Bare, 2002).
Berhentinya suplai darah ke otak ini merupakan akibat adanya sumbatan
ataupun pecahnya pembuluh darah yang disebabkan oleh berbagai faktor,
salah satunya adalah gaya hidup atau kebiasaan yang buruk, seperti pola
makan yang tidak sehat, stress, dan kurang gerak (WHO dalam Andry
Hartono, 2006).
Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang cukup besar sehingga
memerlukan penanganan secara serius. Hal ini dikarenakan penyakit stroke
dapat menimbulkan dampak negatif pada orang yang mengalaminya, yaitu
dapat berdampak negatif atau buruk pada kondisi fisik dan psikologis. Stroke
dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan otot, masalah bicara dan
bahasa, masalah memori dan penalaran, kesulitan menelan, masalah
penglihatan, penurunan kesadaran, dan berpotensi terhadap kematian (Stroke
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Association, 2008). Kesemua masalah fisik yang muncul tentunya berpeluang
terhadap timbulnya masalah emosional (psikologis) pada penderita stroke.
Berbagai masalah emosional mungkin dialami setelah seseorang mengalami
stroke. Penelitian Hilari, et al (2010) menunjukkan bahwa penderita stroke
pada tahap baseline (bulan pertama hari rawat) akan mengalami distress
sebagai akibat respon dari kehilangan yang dialaminya. Faktor pencetus
terjadinya distress pada tahap baseline ini adalah karena kurangnya dukungan
sosial, rasa kesepian, dan juga ketidakpuasan terhadap lingkungan sosialnya.
Hal ini yang memunculkan rasa depresi pada penderita stroke sebagai respon
rasa kehilangan dan berduka yang dialaminya.
Penelitian Hilari et al sejalan dengan hasil penelitan yang dilakukan
Townend, et al (2010), dimana sebanyak 33 % dari total 89 responden
mengalami depresi pada tahap berduka pasca stroke di bulan pertama
terserang stroke. Perasaan ini muncul sebagai respon karena ketidakmampuan
emosional individu beradaptasi terhadap stroke yang dideritanya. Respon
yang terlihat umumnya perasaan sedih dan rasa tidak berguna.
Respon berduka yang muncul pada penderita stroke merupakan akibat lanjut
dari kehilangan yang dirasakan oleh seseorang yang baru mengalami stroke.
Seperti diketahui, berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. Umumnya, respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
dimanifestasikan dengan perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain (NANDA, 2011).
Respon berduka yang dapat menyebabkan perasaan depresi tentunya dapat
dicegah dan diatasi agar tidak sampai ketahap yang lebih buruk lagi (berduka
disfungsional). Untuk mengatasi atau mencegah rasa depresi sebagai respon
dari berduka yang dialami penderita stroke, tentunya diperlukan berbagai
upaya dari keluarga, tim kesehatan ataupun lingkungan sosial klien. Beckley
(2006) mengatakan peningkatan emosi positif merupakan upaya yang dapat
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
4
Universitas Indonesia
dilakukan untuk mengatasi rasa depresi yang dialami penderita stroke
sehingga pemulihan status fungsional juga dapat meningkat.
Penelitian lain menyebutkan bahwa dalam proses pemulihan rasa berduka
pada penderita stroke diperlukan orang lain yang berperan untuk memotivasi
penderita stroke agar mau terlibat dalam kegiatan yang meningkatkan status
fungsionalnya (Deiner & Lucas, 2000). Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan Dunn, Elswatte, and Elliot (2009) yang melaporkan bahwa harapan
dan fokus berorientasi pada masa depan dapat meningkatkan emosi positif
dan memotivasi penderita stroke untuk melakukan aktivitas fisik yang
menguntungkan bagi kondisinya setelah stroke. Motivasi ini dapat berasal
dari orang-orang disekitar penderita stroke.
Upaya untuk meningkatkan emosi positif, dukungan sosial, dan motivasi
untuk melakukan aktivitas fisik dinilai cukup berhasil dalam mengatasi
perasaan depresi sebagai respon berduka yang dialami penderita stroke.
Penelitan Seale, et al (2010) menunjukkan dari 840 responden, yaitu
sebanyak 35,6% pada tiga bulan pasca stroke mengalami peningkatan emosi
ke arah positif setelah dilakukan upaya-upaya tersebut. Hal ini dikarenakan
emosi positif dapat mengurangi efek berbahaya dari kecemasan atau depresi
yang sering menyertai terjadinya awal penyakit, termasuk stroke (Fredickson,
et al, 2000).
Masalah berduka yang muncul sebagai respon dari kehilangan fungsi pada
penderita stroke ini harus segera ditangani karena dapat memberikan berbagai
dampak negatif. Dampak negatif yang umumnya muncul adalah perasaan
ketidakberdayaan, gangguan citra tubuh, harga diri rendah, hingga isolasi
sosial. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar
dampak-dampak tersebut tidak muncul. Termasuk bantuan dari seorang
perawat. Perawat harus dapat menangani klien yang mengalami masalah
berduka situasional dengan memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
1.2 Perumusan Masalah
Stroke merupakan salah satu penyakit perkotaan yang memiliki masalah yang
kompleks dengan penyebab yang bersifat multifaktorial. Stroke dapat
menimbulkan dampak negatif pada fisik penderitanya, seperti penurunan
fungsi tubuh yang dapat memicu munculnya masalah psikososial. Masalah
psikososial yang biasanya muncul pada awal terserang stroke adalah berduka
situasional sebagai respon dari kehilangan yang dirasakan penderita stroke.
Untuk mengatasi masalah berduka situasional pada penderita stroke agar
tidak berlanjut ke tahap yang lebih parah, seperti depresi, harga diri rendah,
hingga isolasi sosial diperlukan bantuan dari berbagai pihak, termasuk dari
perawat selama proses perawatan di rumah sakit. Perawat harus dapat
menangani klien yang mengalami masalah berduka situasional dengan
memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada klien dengan cara
membantu pasien memunculkan emosi positif melalui pengungkapan
perasaan secara verbal, aktivitas fisik, sosial dan spiritual.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan berduka situasional
pada klien yang mengalami stroke.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah
mahasiswa:
Mampu mengidentifikasi masalah fisik yang muncul pada klien yang
mengalami stroke;
Mampu memberikan gambaran tentang masalah fisik yang
berpengaruh terhadap masalah psikososial pada klien yang mengalami
stroke;
Mampu memberikan asuhan keperawatan fisik maupun psikososial
pada klien yang mengalami stroke;
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
praktek dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berduka situasional
pada klien yang mengalami stroke;
Mampu mengidentifikasi penyelesaian masalah kesenjangan yang
terjadi antara teori dan praktek dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan berduka situasional pada klien yang mengalami stroke.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Keilmuan
Karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
keperawatan, khususnya dalam memberikan gambaran tentang pemberian
asuhan keperawatan berduka situasional pada klien yang mengalami
stroke. Sehingga jika menemukan klien yang mengalami stroke perlu
dikaji lagi aspek psikososial pada klien tersebut.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
gambaran pemberian asuhan keperawatan berduka situasional pada klien
yang mengalami stroke pada pihak rumah sakit dan perawat ruangan
Antasena. Hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perawat saat
menemui klien yang mengalami stroke, agar dapat memperhatikan aspek
psikososial saat memberikan asuhan keperawatan terhadap klien sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang
diwujudkan dengan meningkatnya kepuasaan klien terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
1.4.3 Manfaat Metodologis
Karya ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai penemuan baru terkait
penerapan asuhan keperawatan psikososial pada klien yang mengalami
stroke sehingga kemudian hari dapat dijadikan sebagai sumber rujukan
ilmiah bagi penulisan karya ilmiah berikutnya.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab tinjauan pustaka ini, penulis menguatkan permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan hasil asuhan keperawatan berduka situasional yang telah
diberikan sebelumnya. Tinjauan pustaka yang dibahas pada bab ini mengenai
konsep dan teori stroke dan berduka situasional. Selain itu, pada bab tinjauan
pustaka ini penulis juga membahas mengenai konsep dan teori terkait pemberian
asuhan keperawatan kepada klien dengan masalah berduka situasional, mulai dari
sampai dengan rencana tindakan yang akan dilakukan.
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
Stroke merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada sistem neurologis
manusia. Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah suatu
keadaan dimana seseorang kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). WHO
(2004) sendiri mendefinisikan stroke sebagai defisit neurologi akut yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak
dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang
terganggu. Definisi lain menyebutkan stroke adalah suatu defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi
saraf otak (Ignatavicius & Workman, 2006). Dari beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa stroke merupakan gangguan yang terjadi pada
sistem neurologis sebagai akibat adanya iskemia ataupun hemoragik
pembuluh darah sehingga suplai darah ke bagian otak terhenti.
2.1.2 Penyebab Stroke
Stroke dapat disebabkan oleh beberapa hal, baik karena adanya bekuan
darah ataupun pecahnya pembuluh darah. Menurut Smeltzer and Bare
(2002), penyebab stroke terbagi menjadi empat jenis yaitu karena adanya
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
8
Universitas Indonesia
trombosis, emboli serebral, iskemia, dan hemoragik serebral. Trombosis
dan emboli serebral merupakan bekuan darah di dalam pembuluh darah
otak yang berasal dari aliran darah bagian tubuh lain sehingga otak bagian
distal tidak memperoleh nutrien dan oksigen. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan aliran darah ke otak (iskemia). Selain dapat
menyebabkan iskemia, trombosis dan emboli ini juga dapat memicu
pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan
otak atau ruang sekitar otak (hemoragik serebral) sehingga mengakibatkan
terjadinya stroke. Stroke merupakan penyakit degeneratif yang tidak dapat
dihindari tetapi dapat dicegah melalui pencegahan berbagai faktor resiko.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan stroke,
diantaranya:
Hipertensi
Hipertensi menjadi faktor risiko karena orang yang mengalami
hipertensi (bukan hanya sistemik melainkan juga ginjal) dapat
menyebabkan kontur pembuluh darah berubah, sehingga apapun yang
lewat mudah tertempel dan memudahkan terjadinya arterosklerosis.
Penyakit jantung
Sebanyak 40-90% dari penderita Miocard Cardiac Infark (MCI) akan
berkembang menjadi stroke padahal kerusakan terjadi pada pembuluh
darah koroner (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini disebabkan karena
orang dengan MCI akan terjadi kerusakan ditingkat endokardium yang
rapuh sebagai akibat tidak adanya suplai oksigen sehingga
menyebabkan terjadinya nekrotik yang dapat menyumbat pembuluh
darah.
Diabetus mellitus
Pada penderita diabetes mellitus, viskositas darah akan menjadi
kental. Proses kekentalan darah inilah yang dapat mengendap pada
pembuluh darah. Komplikasi jangka panjangnya akan menyebabkan
angiopati pada pembuluh darah otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Usia
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), seseorang berusia diatas 65 tahun
beresiko terkena stroke lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan data
Riskesdas (2007) bahwa penyakit terbanyak yang dialami seseorang
diatas usia 65 tahun yang dapat menimbulkan kematian baik pada
laki-laki maupun perempuan di Indonesia adalah stroke yaitu dengan
presentase sebesar 20.9% untuk laki-laki dan 24.4% untuk perempuan.
Hal ini disebabkan pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh
darah di otak.
Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh darah otak.
Habit (kebiasaan)
Pola makan yang salah dapat memicu terjadinya stroke pada individu.
Seringnya mengonsumsi makanan junk food, makanan yang berlemak
atau mengandung kolestrol tinggi dapat memicu penumpukan plak
pada pembuluh darah. Akumulasi konsumsi makanan yang berlemak
atau tinggi kolesterol inilah yang akan berpengaruh terhadap aliran
darah dalam pembuluh darah, dimana elastisitas pembuluh darah
dapat menurun. Lama-kelamaan akan menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah dan stroke.
Selain pola makan yang salah, kurang olahraga juga dapat memicu
terjadinya stroke. Hal ini disebabkan karena kurang olahraga dapat
mengakibatkan pembuluh darah seseorang menjadi lemah dan kaku
sehingga menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk otak
menjadi kurang lancar. Kebiasaan buruk lain yang dapat
menyebabkan stroke adalah kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok
dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada pembuluh
darah, seperti pengerasan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Faktor lain yang juga mempengaruhi timbulnya penyakit stroke adalah
adanya stress emosional. Seperti diketahui, stress emosional kini telah
melanda segenap lapisan masyarakat. Hal ini terutama akibat beban
ekonomi yang semakin berat, kehidupan keras yang menuntut
persaingan ketat, ketidakpuasan terhadap sesuatu yang telah dicapai,
kesulitan dalam hubungan antar manusia, dan sebagainya (Anies,
2005). Stres yang berkepanjangan inilah yang akan membahayakan
karena akan mempengaruhi jantung, dimana dapat menyebabkan
denyut jantung dan tekanan darah meningkat sehingga dapat
meningkatkan resiko timbulnya penyakit stroke.
2.1.3 Klasifikasi Stroke
Secara umum klasifikasi stroke dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (iskemik).
2.1.3.1 Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah
sehingga menyebabkan iskemia dan hipoksia (Corwin, 2008). Stroke
hemoragik disebabkan rupturnya pembuluh darah di otak sehingga
darah mengisi ruang di antara otak dan tengkorak (hemoragi
subarachnoid) atau ketika terjadi kerusakan pada pembuluh darah
arteri sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan mengisi ruang-
ruang di antara jaringan di otak (hemoragi serebral). Penyebab stroke
hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneurisma, atau malformasi
arteriovenosa (hubungan yang abnormal).
Hemoragi dalam otak secara signifikan meningkatkan tekanan
intrakranial, yang memperburuk cedera otak yang dihasilkannya.
Stroke jenis ini umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas,
namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya
menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
2.1.3.2 Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik sering disebut juga dengan stroke iskemik.
Pada stroke non hemoragik, terjadi gangguan pada peredaran darah
akibat obstruksi pembuluh darah. Obstruksi pembuluh darah ini
menyebabkan penurunan aliran darah yang dibutuhkan oleh otak.
Obstruksi yang terjadi pada pembuluh darah dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor. Selain itu, obstruksi yang terjadi juga dapat
sebagian maupun total. Faktor yang paling sering menyebabkan
terjadinya sumbatan pada pembuluh darah tersebut yaitu karena
terjadinya aterosklerosis.
Stroke non hemoragik sendiri didefinisikan sebagai penyumbatan
arteri yang terjadi akibat trombus, yaitu bekuan darah di arteri serebri
atau embolus, yaitu bekuan darah yang berjalan ke arah otak dari
tempat lain di tubuh (Corwin, 2008). Stroke ini biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran pasien pada
umumnya baik. Stroke iskemik ini terbagi menjadi dua, yaitu stroke
trombotik dan stroke embolik.
Stroke trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, biasanya
karena arterosklerosis berat. Stroke trombotik biasanya
berkembang dalam periode 24 jam. Selama periode perkembangan
stroke, individu dikatakan mengalami stroke in evolution. Pada
akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami stroke
lengkap (completed stroke) (Corwin, 2008).
Stroke embolik
Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus
yang terbentuk di luar otak. Sumber umum embolus yang
menyebabkan adalah jantung setelah infark miokardium atau
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
12
Universitas Indonesia
fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis
atau aorta (Corwin, 2008).
2.1.4 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik
Pada stroke non hemoragik, terjadi gangguan pada peredaran darah akibat
obstruksi pembuluh darah, karena aterosklerosis, trombus, maupun emboli.
Aterosklerosis dapat terjadi akibat hipertensi, kolesterol, stress, serta
berbagai faktor risiko yang lain (Smeltzer & Bare, 2002). Obstruksi
pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran darah yang dibutuhkan
oleh otak. Penurunan aliran darah pada pembuluh darah otak hingga 25 ml
per 100 g/menit. Aliran darah seharusnya dipertahankan pada 750-1000
ml/min (55 ml/100 g/menit pada jaringan otak) atau sekitar 20% dari
cardiac output untuk mengoptimalkan fungsi otak (Lewis, et al 2007). Jika
kebutuhan akan oksigen dan nutrisi tidak dapat lagi dikompensasi oleh
otak, maka iskemik pada otak pun akan terjadi.
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi
setelah 4-6 menit (Price & Wilson, 2003). Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas. Bila aliran darah ke
jaringan otak terganggu (hipoksia), maka akan mempercepat kematian sel.
Kematian jaringan otak pada tempat-tempat tertentu pada akhirnya akan
mengakibatkan gangguan-gangguan neurologis.
2.1.5 Manifestasi Klinis Stroke
Menurut Smeltzer and Bare (2002), manifestasi klinis pada penderita
stroke akan berpengaruh pada lapang penglihatan, verbal, motorik,
kognitif maupun emosional bagi orang yang mengalaminya. Berikut ini
penjelasan dari masing-masing defisit neurologis yang terkena:
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Stroke Berdasarkan Defisit Neurologis
yang Terkena
Defisit Neurologis Manifestasi
Defisit lapang
penglihatan
1. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah
lapang penglihatan): tidak menyadari orang atau
objek ditempat kehilangan, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan
menilai jarak;
2. Kehilangan penglihatan perifer: kesulitan
melihat pada malam hari, tidak menyadari objek
atau batas objek;
3. Diplopia, penglihatan ganda.
Defisit motorik 1. Hemiparesis: kelemahan wajah, lengan dan kaki
pada sisi yang sama. Paralisis wajah (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan);
2. Ataksia: berjalan tidak mantap, tidak tegak, dan
tidak mampu menyatukan kaki/mendekatkan
kaki, perlu dasar berdiri yang luas;
3. Disartria: kesulitan dalam membentuk kata;
4. Disfagia: kesulitan dalam menelan.
Defisit verbal 1. Afasia ekspresif: tidak mampu membentuk kata
yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara
dalam respon kata tunggal;
2. Afasia reseptif: tidak mampu memahami kata
yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak
masuk akal;
3. Afasia global: kombinasi baik afasia reseptif dan
ekspresif.
Defisit kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori
jangka pendek dan panjang, penurunan lapang
perhatian, kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi, alasan abstrak buruk, perubahan
penilaian.
Defisit emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri,
labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi
yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa
takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi.
Sumber: Cerebrovascular Disease, 2008
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Tabel diatas menununjukkan bahwa penyakit stroke merupakan penyakit fisik
yang memerlukan penanganan secara serius. Hal ini dikarenakan penyakit
stroke ternyata tidak hanya menimbulkan dampak secara fisik, namun juga
berdampak pada emosional (psikologis) orang yang mengalaminya. Secara
psikologis, penderita stroke umumnya akan mengalami kehilangan kontrol
diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan
stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, serta muncul
perasaan isolasi (Stroke Association, 2008). Masalah stress yang muncul
sebagai respon kehilangan dan berduka ini tidak ditangani segera tentunya
dapat memberikan berbagai dampak. Dampak yang muncul diantaranya
perasaan ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi sosial.
Penelitian Townend, et al (2010) menunjukkan bahwa sebanyak 60 responden
dari total 89 responden yang mengalami stroke di awal penyakitnya (pada
bulan pertama) mengungkapkan perasaan sedih dan tidak berguna karena rasa
berduka akibat kehilangan fungsi tubuhnya. Umumnya mereka tidak
menerima kecacatan yang diderita sehingga efek lebih lanjutnya
menyebabkan depresi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Hilari, et al (2010) yang menunjukkan bahwa sebanyak 32 % responden
stroke dengan aphasia mengalami stress pada tahap baseline (bulan pertama)
sebagai respon kehilangan yang dialaminya. Dari beberapa penelitian nampak
bahwa respon awal seseorang ketika mengalami stroke adalah perasaan
berduka yang karena kehilangan atau kerusakkan salah satu fungsi tubuhnya.
2.2 Berduka Situasional
2.2.1 Definisi Berduka
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
Stroebe dan Stroebe (1987) (dalam Moyle & Hogan, 2006) menganggap
berduka sebagai situasi objektif dari seorang individu yang baru saja
mengalami kehilangan dari sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
ada. Berduka mengacu pada respons emosional terhadap kehilangan ini,
termasuk beberapa reaksi psikologis dan fisik (Buglass, 2010).
Definisi lain menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini dukacita adalah
proses kompleks yang normal yang mencakup respons dan perilaku emosi,
fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan
komunitas menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi,
atau persepsi kehilangan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari
(NANDA, 2011). Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
berduka merupakan suatu reaksi psikologis sebagai respon kehilangan
sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku emosi, fisik,
spiritual sosial maupun intelektual seseorang. Berduka sendiri merupakan
respon yang normal yang dihadapi setiap orang dalam menghadapi
kehilangan yang dirasakan.
Berduka situasional sendiri diartikan sebagai suatu kondisi ketika individu
atau kelompok mengalami sejumlah reaksi dalam merespon kehilangan
yang bermakna yang berhubungan dengan efek negatif akibat peristiwa
kehilangan sekunder, kehilangan gaya hidup dan kehilangan normalitas
sekunder (Carpenito, 2006). Peristiwa kehilangan sekunder timbul akibat
adanya nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian. Kehilangan gaya
hidup timbul akibat peristiwa melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak
meninggalkan rumah, dan perceraian. Sedangkan kehilangan normalitas
sekunder muncul sebagai akibat keadaan cacat, bekas luka, dan penyakit.
2.2.2 Faktor Penyebab Berduka
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan yang dapat
menimbulkan respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006).
Situasi yang paling sering ditemui adalah sebagai berikut:
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
1) Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang
bersifat sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler,
sensori, muskuloskeletal, digestif, pernapasan, ginjal dan trauma;
2) Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam
jangka waktu yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi,
kolostomi, histerektomi);
3) Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder
akibat nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian; berhubungan
dengan kehilangan gaya hidup akibat melahirkan, perkawinan,
perpisahan, anak meninggalkan rumah, dan perceraian; dan
berhubungan dengan kehilangan normalitas sekunder akibat keadaan
cacat, bekas luka, penyakit;
4) Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman-teman,
pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan
harapan dan impian.
Rasa berduka yang muncul pada setiap individu dipengaruhi oleh
bagaimana cara individu merespon terhadap terjadinya peristiwa
kehilangan. Menurut Miller (1999) (dalam Carpenito, 2006), dalam
menghadapi kehilangan, individu dipengaruhi oleh:
1) Dukungan sosial (Support System);
2) Keyakinan religius yang kuat;
3) Kesehatan mental yang baik;
4) Banyaknya sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik atau
psikososial yang dialami.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
2.2.3 Tahapan Berduka
Terdapat beberapa teori mengenai tahap berduka. Salah satunya adalah
teori yang dikemukan Kubler-Ross (1969) (dalam Moyle & Hogan, 2006).
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross adalah berorientasi
pada perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut:
1) Fase pengingkaran (Denial)
Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis,
gelisah, lemah, letih, dan pucat. Individu bertindak seperti seolah tidak
terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah
terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti
itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umumnya dilontarkan klien;
2) Fase kemarahan (Anger)
Perasaan marah dapat diproyeksikan pada orang atau benda yang
ditandai dengan muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi
cepat, gelisah, dan perilaku agresif. Individu mempertahankan
kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini
individu akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan
marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa
kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan;
3) Fase tawar menawar (Bargaining)
Individu mampu mengungkapkan rasa marah akan kehilangan, ia akan
mengekspresikan rasa bersalah, takut dan rasa berdosa. Individu
berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, individu sering kali
mencari pendapat orang lain. Peran perawat pada tahap ini adalah
diam, mendengarkan, dan memberikan sentuhan terapeutik;
4) Fase depresi (Depression)
Fase ini terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata
dari makna kehilangan tersebut. Individu menunjukan sikap menarik
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
18
Universitas Indonesia
diri, tidak mau bicara, putus asa. Perilaku yang muncul seperti
menolak makan, susah tidur, dan dorongan libido menurun. Peran
perawat pada fase ini tetap mendampingi individu dan tidak
meninggalkannya sendirian;
5) Fase penerimaan (Acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran
yang berpusat pada objek kehilangan mulai berkurang. Peran perawat
pada tahap ini menemani klien bila mungkin, bicara dengan pasien,
dan menanyakan apa yang dibutuhkan klien.
2.2.4 Tanda dan Gejala Berduka
Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala
yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Menurut Buglass
(2010), tanda dan gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi, meliputi:
1) Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah,
kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa,
kerinduan;
2) Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara
dan cahaya, mulut kering, kelemahan;
3) Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah
lupa, tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
ketidaktegasan;
4) Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.
Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh Videbeck (2001), yang
mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif, emosional, spiritual,
perilaku, dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang Muncul
Respon Berduka Tanda dan Gejala
Respon Kognitif - Gangguan asumsi dan keyakinan;
- Mempertanyakan dan berupaya menemukan
makna kehilangan;
- Berupaya mempertahankan keberadaan orang
yang meninggal atau sesuatu yang hilang;
- Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-
olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
Respon Emosional - Marah, sedih, cemas;
- Kebencian;
- Merasa bersalah dan kesepian;
- Perasaan mati rasa;
- Emosi tidak stabil;
- Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan
dengan individu atau benda yang hilang;
- Depresi, apatis, putus asa selama fase
disorganisasi dan keputusasaan.
Respon Spiritual - Kecewa dan marah pada Tuhan;
- Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa
ditinggalkan atau kehilangan;
- Tidak memiliki harapan, kehilangan makna.
Respon Perilaku - Menangis terisak atau tidak terkontrol;
- Gelisah;
- Iritabilitas atau perilaku bermusuhan;
- Mencari atau menghindar tempat dan aktivitas
yang dilakukan bersama orang yang telah
meninggal;
- Kemungkinan menyalahgunakan obat atau
alkohol;
- Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri
atau pembunuhan.
Respon Fisiologis - Sakit kepala, insomnia;
- Gangguan nafsu makan;
- Tidak bertenaga;
- Gangguan pencernaan;
- Perubahan sistem imun dan endokrin.
Sumber: Videbeck, 2001
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
2.2.5 Akibat Berduka
Setiap orang merespon peristiwa kehilangan dengan cara yang sangat
berbeda. Tanpa melihat tingkat keparahannya, tidak ada respon yang bisa
dikatakan maladaptif pada saat menghadapi peristiwa kehilangan akut.
Apabila proses berduka yang dialami individu bersifat maladaptif, maka
akan menimbulkan respon detrimental (cenderung merusak) yang
berkelanjutan dan berlangsung lama (Carpenito, 2006). Proses berduka yang
maladaptif tersebut akan menyebabkan berbagai masalah sebagai akibat
munculnya emosi negatif dalam diri individu. Dampak yang muncul
diantaranya perasaan ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi
sosial.
2.2.6 Asuhan Keperawatan Berduka
Dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan berduka
situasional tentunya juga memerlukan beberapa tahapan yang sama seperti
dalam pemberian asuhan keperawatan dengan masalah yang lain, yang
meliputi tahapan pengkajian hingga evaluasi.
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama yang dapat dilakukan di
dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Pengkajian dilakukan
agar perawat dapat memberikan tindakan keperawatan dengan tepat
sesuai dengan masalah-masalah keperawatan yang ditemukan pada
klien. Pengkajian yang dapat dilakukan meliputi pengkajian identitas,
riwayat penyakit (baik riwayat saat ini, dahulu, maupun riwayat
penyakit keluarga), pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dan juga
pengkajian psikososial, sosial serta spiritual klien.
Pengkajian yang dapat dilakukan dalam menentukan diagnosa
keperawatan berduka situasional harus didukung oleh data-data yang
mengarah pada masalah berduka. Data yang mungkin muncul pada
klien yang mengalami masalah berduka dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu data mayor dan minor (Carpenito, 2006):
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
a. Data Mayor
Ekspresi distress tentang kehilangan yang terjadi.
b. Data Minor
Penyangkalan
Rasa bersalah
Kemarahan
Sikap putus asa
Ketidakmampuan
berkonsentrasi
Halusinasi penglihatan,
pendengaran, dan sentuhan
mengenai objek atau orang
Ide untuk bunuh diri
Tangis
Penderitaan
Perilaku
mengharap/mencari
Fobia
Perasaan tidak berharga
2) Diagnosa keperawatan: Berduka situasional
Definisi: suatu kondisi ketika individu atau kelompok mengalami
sejumlah reaksi dalam merespon kehilangan yang bermakna yang
berhubungan dengan efek negatif akibat peristiwa kehilangan
sekunder, kehilangan gaya hidup dan kehilangan normalitas sekunder
(Carpenito, 2006). Faktor yang berhubungan meliputi faktor
patofisiologis akibat kehilangan fungsi yang bersifat sekunder,
situasional (personal, lingkungan), dan maturasional individu.
3) Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan dibuat untuk mencegah terjadinya
proses berduka yang berkepanjangan sehingga pada individu yang
mengalami berduka perlu dilakukan intervensi dengan adekuat.
a. Tujuan
Pasien mampu melalui proses berduka dan menerima kehilangan.
b. Tindakan keperawatan
Menjelaskan proses berduka;
Tindakan keperawatan sesuai tahapan berduka seperti tertera
pada tabel dibawah ini.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Tabel 2.3 Tindakan Keperawatan Berdasarkan Tahapan Berduka
Tahapan Tindakan keperawatan
Mengingkari Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya dengan cara:
1. Secara verbal mendukung pasien tetapi tidak mendukung
pengingkaran yang dilakukan;
2. Tidak membantah pengingkaran pasien, tetapi menyampaikan
fakta-fakta;
3. Duduk disamping pasien;
4. Teknik komunikasi diam dan sentuhan;
5. Perhatikan kebutuhan dasar pasien.
Marah Mendorong dan memberi waktu pada pasien untuk
mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan
kemarahan dengan cara:
1. Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah
adalah suatu respons yang normal untuk merasakan
kehilangan dan ketidak berdayaan;
2. Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga;
3. Hindari menarik diri dan dendam, karena pasien atau keluarga
bukan sedang marah pada perawat;
4. Tangani kebutuhannya pada segala reaksi kemarahannya.
Tawar
menawar
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya dengan cara:
1. Dengarkan dengan penuh perhatian;
2. Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan
ketakutan yang tidak rasional;
3. Berikan dukungan spiritual.
Depresi Mengidentifikasi tingkat depresi dan membantu mengurangi rasa
bersalah dengan cara:
1. Memberikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan
kesedihannya;
2. Memberi dukungan non verbal dengan cara duduk disamping
pasien dan memegang tangan pasien;
3. Bersama pasien membahas pikiran negatif yang sering
timbul;
4. Latih mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki;
Penerimaan 1. Membantu pasien mengidentifikasi rencana kegiatan yang
akan dilakukan;
2. Bantu keluarga dan rekan pasien untuk bisa mengerti
penyebab kehilangan.
Sumber: CHMN, 2006
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
23 Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab ini membahas mengenai laporan asuhan keperawatan yang diberikan terhadap
klien dengan masalah berduka situasional. Laporan asuhan keperawatan pada bab
ini meliputi pengkajian kasus klien kelolaan utama, masalah keperawatan yang
muncul pada klien, dan penentuan diagnosa keperawatan psikososial utama yang
diambil penulis. Dalam menentukan diagnosa keperawatan psikososial utama,
pada bab ini penulis menggambarkan pohon masalah berdasarkan data pengkajian
yang telah dikumpulkan oleh penulis sebelumnya.
3.1 Pengkajian Kasus
Klien bernama Ibu A, usia 66 tahun, di rawat di ruang Antasena V RSMM
Bogor sejak tanggal 5 Mei 2013 dengan diagnosa medis awal Hemiparase
Sinistra ec. Susp SNH. Klien dibawa kerumah sakit dengan alasan mengalami
kelemahan anggota badan sebelah kiri. Klien mengatakan ketika bangun pagi
merasa lengan dan tungkai kirinya terasa lemas dan terasa kesemutan. Sekitar
pukul 11.00 ketika memasak, lengan dan tungkai kirinya terasa semakin berat
dan lemas, klien mulai sulit berjalan dan wajahnya, terutama bibirnya terlihat
tidak simetris. Pada pukul 13.00 keluarga mengatakan bicara klien sudah
mulai pelo, lengan dan tungkai kiri tidak bisa digerakkan lagi, dan kepala
terasa berat sehingga keluarga memutuskan untuk membawa klien ke rumah
sakit.
Saat pertama kali berinteraksi dengan klien, yaitu pada tanggal 7 Mei 2013
diperoleh data bahwa klien masih tampak gelisah dan tidak tenang. Raut
wajah klien tampak tegang, nada suara terkadang tampak meninggi ketika
berinteraksi dengan orang lain dan nampak kurang bersabar. Keluarga
mengatakan ketika hari pertama rawat, klien tampak seperti orang yang
mengalami syok dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri serta sering
terlihat bersedih dan menangis.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Klien mengatakan andai saja dirinya menjaga pola makan dan tidak makan
‘ikan asin’ pada malam harinya mungkin dirinya tidak seperti saat ini. Klien
mengatakan takut tidak dapat kembali seperti dulu lagi dan tidak dapat
beraktivitas seperti dulu lagi. Selain itu, klien juga mengatakan jika
keadaannya seperti ini terus dirinya tidak bisa lagi menjaga warung,
memasak, menjaga cucu-cucunya dan mengikuti pengajian seperti biasanya.
Pada saat pemeriksaan klien tampak sadar, namun bicara kurang jelas (bicara
pelo). Keadaan umum sakit sedang dan tampak lemah, kesadaran compos
mentis, dimana verbal klien mengalami afasia. Tanda-tanda vital
menunjukkan bahwa tekanan darah 180/110 mmHg, nadi 88 x /menit,
pernapasan 22 x/menit, suhu 36,7oC. Pemeriksaan jantung dan paru klien
dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan hemiparese
sinisitra dengan kekuatan 1, parase nervus VII sinistra dan XII dextra. Klien
mengalami kelemahan pada anggota tubuh bagian kiri dengan kekuatan otot
sebesar .
Pengkajian lengkap: terlampir.
3.2 Masalah Keperawatan
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan, lalu dilakukan analisa kasus dan
didapatkan beberapa masalah keperawatan yang muncul, baik masalah
keperawatan fisik maupun psikososial. Namun, disini penulis lebih
menekankan kepada masalah psikososial yang dialami klien. Masalah
psikososial yang dialami klien berhubungan dengan masalah fisik yang
timbul sebelumnya. Seperti diketahui klien masuk ke rumah sakit dengan
masalah hambatan mobilitas fisik akibat stroke, ditandai dengan kelemahan
anggota tubuh bagian kiri, sehingga anggota tubuh bagian kiri sulit untuk
digerakkan dan membuat dirinya tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
Masalah hambatan mobilitas fisik yang dialami klien membuat dirinya
mengalami berduka situasional sebagai respon kehilangan yang dialaminya.
5555 3333
5555 3333
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Berduka situasional ini berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa
kehilangan sekunder akibat penyakit yang dialami klien, yaitu kehilangan
fungsi tubuh yang dialami klien. Hal ini nampak dari respon klien yang
terkadang masih menyalahkan diri sendiri dan cenderung menyesal pada
aktivitas yang dilakukan sebelum kehilangan. Saat berinteraksi, klien masih
tampak bersedih dan lemas. Keluarga mengatakan klien menjadi malas
makan dan susah tidur karena kejadian ini.
Masalah psikososial lain yang muncul sebagai akibat adanya masalah fisik
pada klien adalah ansietas. Hal ini nampak pada respon klien yang
menyatakan ketakutan “Tidak bisa seperti dulu lagi dan tidak dapat
beraktivitas seperti dulu lagi”. Selain itu terlihat dari adanya respon
penyesalan yang diucapkan klien saat berinteraksi. Klien masih tampak
tegang saat berinteraksi, konsentrasi kurang, dan mulut tampak kering.
Analisa data: terlampir
3.3 Pohon Masalah Dan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan pada klien (Ibu A), maka
penulis mengambil diagnosa utama berduka situasional sebagai core problem
dari masalah psikososial yang ditemukan pada klien. Diagnosa keperawatan
psikososial lain yang ditemukan pada klien adalah ansietas. Berikut ini
gambaran pohon masalah keperawatan yang ditemukan pada klien:
Gambar 3.1 Pohon Masalah Keperawatan
Ansietas
Berduka Situasional
Kehilangan
Hambatan Mobilitas Fisik
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
26 Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini membahas mengenai hasil analisis situasi terkait dengan pemberian
asuhan keperawatan situasional yang telah dilakukan sebelumnya yang
dihubungkan dengan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya sehingga dapat
dicari alternatif pemecahan masalah jika ditemukan adanya kesenjangan. Analisis
situasi ini dikaitkan dengan masalah kesehatan utama yang timbul dan
dihubungkan dengan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
(KKMP). Selain itu, penulis juga menambahkan profil lahan praktik untuk
memberikan gambaran mengenai kondisi dari tempat layanan kesehatan yang
dijadikan penulis sebagai lahan praktik dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap klien.
4.1 Profil Lahan Praktik
Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi (RSMM) Bogor merupakan rumah sakit yang
berada di wilayah perkotaan, yaitu di bagian barat Kota Bogor. Seperti
diketahui, dewasa ini penduduk perkotaan harus berhadapan dengan berbagai
masalah kesehatan sebagai akibat gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat
(Anies, 2005). Pertambahan jumlah penduduk adalah faktor predisposisi bagi
masalah kesehatan di lingkungan perkotaan. Sempitnya ruang hidup ditambah
minimnya pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman
lingkungan menyebabkan masyarakat perkotaan mengalami berbagai masalah
kesehatan.
Munculnya berbagai masalah kesehatan di perkotaan tentunya memerlukan
penanganan yang serius dari pemerintah setempat dan instansi terkait,
misalnya instansi kesehatan. Penanganan yang serius ini bertujuan agar
masalah kesehatan tidak berdampak lebih parah lagi dan menyebar ke
masyarakat lain. Salah satu instansi kesehatan yang ikut serta berperan
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
27
Universitas Indonesia
menangani masalah kesehatan adalah Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi
(RSMM) yang berada dibawah naungan Departemen Kesehatan RI.
Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi (RSMM) Bogor adalah Badan Layanan
Umum yang memiliki kapasitas rawat inap sebanyak 718 tempat tidur, terdiri
dari 580 tempat tidur untuk rawat inap psikiatri dan 138 tempat tidur untuk
rawat inap non psikiatri. RSMM menjadi salah satu rumah sakit yang dipilih
masyarakat di wilayah Bogor untuk menangani masalah kesehatan yang
dirasakan masyarakat, baik masalah kesehatan fisik maupun psikis. Terdapat
berbagai macam layanan, fasilitas, dan ruangan di RSMM, salah satunya
adalah ruang Antasena yang merupakan salah satu ruang rawat inap di
RSMM.
Ruang Antasena merupakan ruang rawat inap kelas II dan III di RSMM yang
menangani masalah kesehatan orang dewasa dan lansia dengan kapasitas
sebanyak 35 tempat tidur. Ruang Antasena dikelompokkan menjadi dua
klasifikasi penyakit, yaitu ruang penyakit dalam dan ruang penyakit bedah.
Menurut hasil rekapitulasi data penyakit selama tahun 2012 di ruang
Antasena, terdapat beberapa penyakit yang sering terjadi di ruang Antasena
setiap bulannya, baik di ruang penyakit bedah maupun penyakit dalam,
diantaranya penyakit DM, DHF, thypoid, TBC, stroke, CHF, hipertensi,
kanker, tumor, dan appendiksitis. Dari berbagai masalah penyakit yang sering
terjadi di ruang Antasena, lebih dari 80% masuk dalam kategori penyakit
perkotaan.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Kasus Terkait
Analisis asuhan keperawatan yang dilakukan penulis meliputi lima proses
asuhan keperawatan, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
tindakan keperawatan, implementasi, hingga evaluasi. Langkah pertama yang
dilakukan penulis dalam melakukan pengkajian terhadap klien tentunya
adalah mengkaji identitas klien dan faktor penyebab terjadinya masalah
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
28
Universitas Indonesia
kesehatan klien saat ini, yaitu stroke non-hemoragik. Dari hasil pengkajian
terhadap klien, baik dari hasil observasi, wawancara terhadap klien dan
keluarga maupun data sekunder rekam medis, didapatkan klien “Ibu A” saat
ini tinggal diwilayah perkotaan, yaitu daerah Balumbang Jaya, Kota Bogor.
Seperti diketahui, menurut data Riskesdas (2007) angka kejadian (prevalensi)
stroke di wilayah Jawa Barat melebihi prevalensi Nasional, yaitu sebesar
9.3%. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala ruangan
Antasena, penyakit stroke masuk ke dalam peringkat 10 besar dari banyaknya
kasus yang sering ditangani di RSMM Bogor, khususnya ruang Antasena.
Klien yang merupakan penduduk perkotaan tentunya harus berhadapan
dengan berbagai masalah kesehatan sebagai akibat gaya hidup dan
lingkungan yang tidak sehat. Masalah kesehatan tersebut dapat muncul dapat
berupa masalah kesehatan konvensional, seperti penyakit infeksi dan menular
ataupun masalah kesehatan modern, seperti penyakit degeneratif, misalnya
hipertensi dan stroke (Efendi dan Makhfudli, 2009). Kehidupan di perkotaan
dapat saja menjadi salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit
hipertensi (sejak empat tahun lalu) dan stroke yang dialami klien.
Seperti diketahui penyebab utama timbulnya penyakit stroke di wilayah
perkotaan diperkirakan karena besarnya perubahan gaya hidup akibat
urbanisasi dan modernisasi. Perubahan gaya hidup ini dapat dilihat secara
jelas antara lain dengan munculnya tempat-tempat makan junk food yang
menyediakan makanan serba instan di hampir seluruh sudut kota. Junk food
merupakan makanan yang tidak sehat karena memiliki nilai nutrisi rendah.
Jenis makanan ini mengandung lemak jenuh (saturated fat), garam dan gula,
serta bermacam-macam zat additif seperti monosodium glutamate dan
tartrazine dengan kadar yang tinggi yang dapat memicu terjadinya berbagai
penyakit, termasuk stroke (WHO dalam Andry Hartono, 2006).
Faktor lain yang juga mempengaruhi timbulnya penyakit stroke adalah terkait
stress emosional. Seperti diketahui, stress emosional kini telah melanda
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
segenap lapisan masyarakat. Hal ini terutama akibat beban ekonomi yang
semakin berat, kehidupan keras yang menuntut persaingan ketat,
ketidakpuasan terhadap sesuatu yang telah dicapai, kesulitan dalam hubungan
antar manusia, dan sebagainya (Anies, 2005). Stres yang berkepanjangan
inilah yang akan membahayakan karena akan mempengaruhi jantung, dimana
dapat menyebabkan denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Akibatnya
jantung bekerja lebih berat dan meningkatkan resiko timbulnya penyakit
stroke.
Selain itu, aktivitas fisik (kurang gerak) juga mempengaruhi timbulnya
penyakit stroke. Hal ini disebabkan karena kurang gerak dapat
mengakibatkan pembuluh darah seseorang menjadi lemah dan kaku sehingga
menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk ke otak menjadi kurang
lancar. Kehidupan sehari-hari yang ditandai dengan kurang gerak, ingin serba
mudah tanpa banyak mengeluarkan tenaga merupakan ciri kehidupan modern.
Banyak masyarakat perkotaan yang kurang meluangkan waktunya untuk
berolahraga (Japardi, 2002).
Klien sendiri mengakui bahwa selama ini dirinya kurang menjaga pola makan
dan tidak pernah berolahraga. Tidak ada makanan yang dipantang oleh klien
meskipun dirinya mengetahui memiliki hipertensi. Klien mengatakan sangat
jarang sekali kontrol ke puskemas atau pelayanan kesehatan lainnya untuk
memeriksakan hipertensi yang dialaminya, kecuali jika ada keluhan yang
dirasakan cukup berat oleh klien. Selain itu, klien mengakui bahwa dirinya
memang selama ini cenderung mudah emosional dan kurang bersabar dalam
bertindak.
Stroke yang dialami klien menimbulkan berbagai masalah fisik pada dirinya,
salah satunya adalah hemiparase tubuh bagian kiri yang menyebabkan klien
mengalami kehilangan salah satu fungsi tubuhnya sehingga muncul masalah
hambatan mobilitas fisik. Kehilangan fungsi tubuh ini memicu timbulnya
respon berduka situasional pada klien. Hasil pengkajian terhadap faktor
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
penyebab munculnya masalah berduka situasional ini adalah karena faktor
patofisiologis (kehilangan fungsi tubuh) yang dipengaruhi oleh mekanisme
koping dan support system klien. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hilari,
et al (2010) menyatakan bahwa faktor pemicu munculnya rasa berduka pada
tahap baseline adalah karena kurangnya dukungan sosial, rasa kesepian, dan
ketidakpuasan dengan lingkungan sosial. Penelitan lain menyebutkan bahwa
pemicu munculnya rasa berduka pada penderita stroke karena
ketidakmampuannya beradaptasi menerima kecacatan akibat stroke sehingga
menimbulkan perasaan sedih dan tak berguna (Townend, et al, 2010).
Hasil pengkajian terhadap Ibu A diatas terkait faktor penyebab yang
menimbulkan masalah berduka situasional ternyata sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hilari, et al (2010) dan Townend, et al (2010). Dimana
faktor penyebab yang mempengaruhi respon berduka situasional adalah
karena adanya faktor patofisiologis dalam diri klien, yaitu kehilangan fungsi
tubuh akibat kecacatan yang dialami klien yang dipengaruhi oleh beberapa
mekanisme koping yang yang buruk dan support system lingkungan sekitar
klien. Karena mekanisme koping yang buruk, klien menjadi sulit untuk
beradaptasi dengan kondisinya saat ini dan menganggap kondisi yang dialami
saat ini sebagai suatu stressor yang tidak dapat diatasi. Selain itu, support
system yang kurang dari keluarga membuat kesedihan klien akan kehilangan
menjadi bertambah. Klien mengatakan hanya anak pertamanya saja yang
memperhatikan dirinya, sedangkan keempat anaknya yang lain belum datang
menjenguknya. Hal ini membuat klien menjadi semakin bersedih.
Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisa untuk mengetahui adanya
permasalahan dan dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan. Dari hasil
pengkajian, diagnosa keperawatan psikososial yang ditemukan pada klien
adalah berduka situasional dan ansietas. Penelitian Lanreville, et al (2009)
menunjukkan bahwa masalah yang umum terjadi pada seseorang yang
mengalami stroke (pasca stroke) adalah kehilangan yang menimbulkan
perasaan berduka. Kesedihan yang muncul pada fase berduka yang dialami
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
penderita stroke disebabkan adanya pembatasan, baik pembatasan kegiatan
sehari-hari maupun peran sosial yang memunculkan ansietas pasca keluar
rumah sakit nantinya. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa sebanyak 33%
responden penderita stroke di minggu pertama mengalami perasaan sedih dan
rasa tidak berguna karena proses berduka yang dialaminya dan sebanyak 16%
responden mengalami ansietas di minggu pertamanya (Townend, et al, 2010).
Sedangkan menurut NANDA (2011), diagnosa keperawatan psikososial yang
mungkin muncul pada individu dengan stroke adalah dukacita, keputusasaan,
ketidakberdayaan, hambatan interaksi sosial dan gangguan citra tubuh.
Diagnosa keperawatan yang muncul dari hasil pengkajian terhadap klien
ternyata memiliki kesamaan dengan beberapa penelitan yang telah dilakukan
sebelumnya maupun teori terkait, yaitu berduka situasional dan ansietas.
Namun, terdapat beberapa diagnosa yang tidak atau belum muncul pada klien
seperti keputusasaan, ketidakberdayaan, hambatan interaksi sosial, dan
gangguan citra tubuh (NANDA, 2011). Hal ini dikarenakan pada saat
pengkajian, klien masih berada pada tahap baseline, dimana respon yang
sangat terlihat adalah respon berduka karena kehilangan yang dialaminya.
Diagnosa berduka situasional yang ditemukan pada klien tidak sampai
menimbulkan perasaan depresi pada klien. Pada saat pengkajian, penulis
menemukan klien pada tahap tawar menawar dari proses berduka. Sedangkan
tahap denial dan anger menurut keluarga dialami klien pada hari pertama
rawat sebelum penulis melakukan pengkajian terhadap klien. Selama
memberikan asuhan keperawatan juga tidak nampak adanya perasaan depresi
sebagai respon berduka yang dialami klien. Padahal menurut teori Kubler-
Ross, tahapan berduka terdiri dari dari lima tahap, meliputi tahap
pengingkaran, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan Berduka Situasional terhadap Konsep
dan Penelitian Terkait
Setelah menentukan diagnosa keperawatan yang didapat dari hasil
pengkajian, barulah penulis mulai menganalisis intervensi atau rencana
tindakan keperawatan berduka situasional yang akan diberikan pada klien.
Rencana tindakan keperawatan yang dibuat untuk mengatasi berduka
situasional pada klien bertujuan agar klien dapat mengenal peristiwa
kehilangan yang dialaminya, memahami hubungan antara kehilangan yang
dialami dengan keadaan dirinya, mengidentifikasi cara-cara mengatasi
berduka yang dialaminya, dan memanfaatkan faktor pendukung disekeliling
klien. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan verbal (mengungkapkan
perasaan), fisik, sosial, dan spiritual (CHMN, 2010).
Penelitian Seale, et al (2010) menunjukkan bahwa cara yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan status fungsional pada penderita stroke adalah dengan
mengatasi masalah psikososial yang dialaminya, seperti perasaan sedih dan
tidak berguna. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memunculkan emosi
positif pada penderita stroke melalui pengungkapan perasaan, aktivitas fisik
hingga meningkatkan aktivitas sosial penderita stroke. Penelitian lain
menyebutkan bahwa untuk mengatasi rasa sedih dan kehilangan pasca stroke
seharusnya tidak ada pembatasan dalam aktivitas fisik sehari-hari maupun
pembatasan peran sosial individu (Landreville, et al, 2009) karena dengan
adanya pembatasan justru akan membuat individu semakin merasa bersedih
dan tidak berguna.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa rencana tindakan keperawatan yang
dibuat penulis mengacu dan sejalan pada teori yang sudah ada dan penelitian
yang dilakukan sebelumnya. Dimana, untuk mengatasi masalah berduka
situasional yang dialami klien, penulis menekankan pada aktivitas
memunculkan emosi positif melalui pengungkapan perasaan, baik secara
fisik, sosial, maupun spiritual klien yang didukung oleh support system klien,
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
yaitu keluarga dan lingkungan sosial klien. Rencana tindakan keperawatan:
terlampir
Setelah rencana tindakan keperawatan dibuat, barulah penulis mulai
melakukan implementasi atau memberikan tindakan keperawatan kepada
klien. Implementasi untuk mengatasi masalah berduka situasional dilakukan
sebanyak tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan pada hari Rabu,
tanggal 8 Mei 2013 pukul 10.00-10.30 WIB. Penulis melakukan beberapa
tindakan keperawatan, meliputi mempertahankan hubungan saling percaya
dengan klien yang telah dibina pada saat pengkajian klien sebelumnya,
membantu klien mengungkapkan perasaan yang dirasakan klien, dan
membantu klien mengetahui tahapan berduka yang sedang dialami klien.
Pada pertemuan kedua dalam melakukan implemementasi berduka situasional
(Jumat, 10 Mei 2013 pukul 09.00-09.30), penulis membantu klien untuk
menggambarkan arti kehilangan yang dirasakan klien agar dapat diambil
hikmah dari semua kejadian yang sudah terjadi. Selain itu penulis
memberikan gambaran terhadap klien maupun keluarga mengenai koping
yang adaptif yang dapat digunakan dalam menghadapi proses berduka yang
dialami klien. Pada pertemuan kedua ini penulis menjelaskan cara-cara yang
dapat dilakukan klien untuk mengatasi berduka yang dialaminya, dengan cara
mengungkapkan perasaan secara verbal, secara fisik dengan memberikan
kesempatan aktivitas fisik pada klien dan membuatkan jadwal aktivitas fisik,
secara sosial, maupun secara spiritual. Aktivitas fisik yang dipilih klien
adalah dengan berolahraga di tempat tidur, membaca majalah, dan
mengajarkan ‘ngaji’ cucu-cucunya.
Pada pertemuan ketiga (Sabtu, 11 Mei 2013 pukul 09.30-10.00),
implementasi yang telah dilakukan penulis adalah membantu dan memotivasi
klien untuk menerima kehilangan dengan ikhlas dengan cara meningkatkan
nilai spiritual pada klien. Pada pertemuan ketiga ini, penulis juga menjelaskan
pada keluarga bahwa support keluarga merupakan dukungan terbesar yang
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
34
Universitas Indonesia
dibutuhkan klien menghadapi proses kehilangan yang terjadi pada klien.
Keluarga diharapkan dapat terus memotivasi klien untuk mencegah efek
berduka situasional lebih lanjut. Disini penulis memberikan edukasi terhadap
keluarga tentang bagaimana cara membimbing klien agar dapat melewati fase
berduka dengan baik sehingga tidak menimbulkan akibat lebih lanjut, seperti
depresi. Catatan perkembangan: terlampir
Setiap memberikan tindakan keperawatan terhadap klien, penulis tentunya
melakukan evaluasi. Seperti diketahui, evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil dari keseluruhan
tindakan yang telah dilakukan. Pada evaluasi, penulis mendapatkan respon
klien terhadap tindakan yang sudah dilaksanakan selama tiga hari untuk
mengatasi diagnosa berduka situasional, yaitu tanggal 8, 10, dan 11 Mei
2013. Dari tujuan khusus 1 hingga 7 yang dilaksanakan, dapat dievaluasi
bahwa semua tujuan yang direncanakan tercapai. Klien dan penulis dapat
saling membina hubungan saling percaya dengan menggunakan komunikasi
yang terapeutik. Hal ini terlihat dari terlaksananya semua kontrak pertemuan
yang telah disepakati dengan klien sebelumnya.
Evaluasi terhadap TUK 2 dan TUK 3, yaitu klien sudah mampu
mengungkapkan kehilangan yang dirasakannya dan mengetahui tahapan
berduka yang sedang dirasakan klien. Klien mengatakan bahwa dirinya
merasa sedih karena kehilangan fungsi tubuh akibat stroke yang dialaminya,
namun rasa kehilangan ini tidak separah ketika dirinya kehilangan suaminya
dahulu yang membuat dirinya tidak keluar rumah selama tiga bulan lebih.
Klien juga mengungkapkan bahwa sesaat setelah dirinya mengetahui terkena
stroke, dirinya merasa sangat syok dan takut serta selalu menyalahkan diri
sendiri. Klien mengatakan sampai saat ini masih ada rasa penyesalan dalam
dirinya sehingga membuat dirinya malas berbuat apa-apa.
Kehilangan yang dirasakan klien yang sudah masuk dalam kategori sesuai
dengan teori kehilangan yang dikemukan oleh Miller. Pada lansia, proses
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
35
Universitas Indonesia
berduka sering kali dikaitkan dengan kehilangan dalam diri mereka, seperti
perubahan peran, perubahan citra tubuh, atau penurunan fungsi tubuh.
Kehilangan tersebut terkadang lebih sulit diterima dibandingkan kehilangan
orang terdekat (Miler, 1999 dalam Carpenito, 2006). Respon yang dialami
biasanya ada rasa sedih dan perasaan tidak berguna.
Evaluasi terhadap TUK 4 dan TUK 5 yaitu klien sudah mampu
menggambarkan arti kehilangan dan belum dapat menggunakan mekanisme
koping yang adaptif untuk mengatasi kesedihan yang dirasakan klien
sehingga dapat memunculkan emosi positif pada diri klien. Bersama penulis,
klien mengidentifikasi cara-cara yang dapat dilakukan klien untuk mengatasi
berduka yang dialami klien. Klien sudah dapat mengungkapkan perasaaanya
secara verbal. Disini penulis juga mengidentifikasi aktivitas fisik bersama
klien agar dapat dilakukan untuk mengurangi rasa berduka yang dialaminya.
Aktivitas fisik yang dipilih klien adalah dengan berolahraga di tempat tidur,
membaca majalah, dan mengajarkan ‘ngaji’ cucu-cucunya. Kemudian
bersama penulis, klien membuat jadwal latihan fisik dirumah sakit dan untuk
di rumah nantinya.
Upaya untuk meningkatkan emosi positif dan motivasi untuk melakukan
aktivitas fisik dinilai cukup berhasil dalam mengatasi berduka sebagai respon
kehilangan yang dialami penderita stroke. Penelitan Seale, et al (2010)
menunjukkan dari 840 responden, yaitu sebanyak 35,6% pada tiga bulan
pasca stroke mengalami peningkatan emosi ke arah positif setelah dilakukan
upaya-upaya tersebut. Hal ini dikarenakan emosi positif dapat mengurangi
efek berbahaya dari kecemasan atau ketidakberdayaan yang sering menyertai
terjadinya awal penyakit, termasuk stroke (Fredickson, et al, 2000).
Evaluasi terhadap TUK 6 dan TUK 7, yaitu klien sudah mampu menyebutkan
cara kehilangan dengan ikhlas dan menggunakan sistem pendukung yang ada.
Klien sudah mampu mengambil hikmah dari kehilangan yang dialaminya dan
mau kembali mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
36
Universitas Indonesia
kembali menjalankan ibadah sholat dan mengaji ketika dirawat di ruangan.
Selain itu, klien juga sudah mampu berbagi cerita bersama anak-anaknya
terkait perasaannya. Hal ini nampak ketika keempat anaknya yang lain datang
jauh-jauh dari luar kota mengunjungi dirinya, klien nampak lebih
bersemangat. Klien merasa jika tidak ada keluarganya mungkin dirinya akan
sudah tidak berguna dan berarti apa-apa lagi.
Penggunaan support system yang ada disekitar klien dan keyakinan religious
yang kuat merupakan hal penting yang berpengaruh dalam mengatasi rasa
berduka situasional sehingga dapat meningkatkan status fungsional klien.
Menurut Miller (1999) (dalam Carpenito, 2006), dukungan sosial dan
keyakinan religious yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap respon
seseorang menghadapi kehilangan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Hilari, et al (2010), bahwa untuk mengatasi rasa stress dari proses berduka
pada penderita stroke yang harus dilakukan adalah mengatasi faktor pemicu
munculnya rasa stress tersebut. Faktor pemicu yang dimaksud adalah
kurangnya dukungan sosial (support system), kesepian akibat mekanisme
koping yang buruk, dan ketidakpuasaan terhadap lingkungan sosial.
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
Asuhan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi masalah berduka
situasional pada klien bertujuan agar klien dapat mengenal peristiwa
kehilangan yang dialaminya, memahami hubungan antara kehilangan yang
dialami dengan keadaan dirinya, mengidentifikasi cara-cara mengatasi
berduka yang dialaminya, dan memanfaatkan faktor pendukung disekeliling
klien. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan verbal (mengungkapkan
perasaan), fisik, sosial, dan spiritual (CHMN, 2010). Dalam memberikan
asuhan keperawatan berduka situasional pada klien, tentunya penulis tetap
memperhatikan tahapan berduka yang sedang dialami klien karena hal ini
juga mempengaruhi penulis merespon keadaan klien saat memberikan asuhan
keperawatan.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Menurut teori Kubler-Ross (1969) (dalam Moyle & Hogan, 2006), tahapan
berduka terdiri dari dari lima tahap, meliputi tahap pengingkaran, kemarahan,
tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Namun, pada kasus yang terjadi,
masalah berduka yang ditemukan pada klien tidak sampai menimbulkan
perasaan depresi pada klien. Klien hanya mengalami tahap pengingkaran dan
kemarahan pada hari pertama rawat, tahap tawar-menawar dan langsung pada
tahap penerimaan yang ditunjukkan dengan respon klien yang berbeda-beda.
Setiap tahap berduka yang terjadi pada klien perlu menjadi perhatian bagi
perawat karena respon dalam memberikan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan terhadap klien pun akan berbeda meskipun tujuan asuhan
keperawatan yang akan diberikan tetap sama.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah
berduka situasional pada klien sudah sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang sudah dibuat sebelumnya. Disini penulis menekankan pada
pengungkapan perasaan agar menimbulkan emosi positif pada diri klien. Cara
yang dapat dilakukan adalah dengan verbal (mengungkapkan perasaan), fisik,
sosial, dan spiritual. Upaya untuk meningkatkan emosi positif dan motivasi
untuk melakukan aktivitas fisik dengan membuat penjadwalan aktivitas
dinilai cukup berhasil dalam mengatasi berduka sebagai respon kehilangan
yang dialami penderita stroke. Penelitan Seale, et al (2010) menunjukkan dari
840 responden, yaitu sebanyak 35,6% pada tiga bulan pasca stroke
mengalami peningkatan emosi ke arah positif setelah dilakukan upaya-upaya
tersebut. Hal ini dikarenakan emosi positif dapat mengurangi efek berbahaya
dari kecemasan atau ketidakberdayaan yang sering menyertai terjadinya awal
penyakit, termasuk stroke (Fredickson, et al, 2000).
Cara lain yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menekankan pada
pengungkapan perasaan terkait harapan di masa depan klien setelah terkena
stroke. Disini penulis lebih menggali keinginan-keinginan klien di masa
depan setelah keluar dari rumah sakit nantinya. Cara ini efektif dilakukan
karena perasaan klien lebih banyak tergali lagi sehingga memunculkan emosi
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
38
Universitas Indonesia
yang positif untuk mewujudkan keinginan-keinginannya. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Dunn, Elswatte, dan Ellot (2009) yang
melaporkan bahwa harapan dan fokus berorientasi pada masa depan dapat
meningkatkan emosi positif dan memotivasi seseorang untuk bertindak
dengan cara meningkatkan hasil yang menguntungkan setelah stroke.
Selain itu, penulis juga menekankan adanya keterlibatan keluarga sebagai
support system klien dalam menghadapi kehilangan yang dirasakannya.
Keterlibatan orang lain, khususnya keluarga berpengaruh terhadap proses
pemulihan klien. Seperti diketahui, dalam proses pemulihan ini diperlukan
orang lain yang terlibat untuk memotivasi orang yang mengalami stroke agar
mau terlibat dalam kegiatan yang dapat meningkatkan status fungsional
individu (Deiner & Lucas, 2000). Untuk itu, menurut penulis dukungan dari
keluarga juga membawa pengaruh besar buat kesembuhan klien.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang dilakukan penulis adalah
menumbuhkan keyakinan religious klien yang kuat. Seperti diketahui,
keyakinan religious yang kuat merupakan hal penting yang berpengaruh
dalam mengatasi rasa berduka situasional sehingga dapat meningkatkan status
fungsional klien. Hal ini sesuai dengan teori Miller (1999) (dalam Carpenito,
2006) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang memiliki pengaruh
yang besar terhadap respon seseorang menghadapi kehilangan adalah
keyakinan religious yang kuat. Cara ini dapat dilakukan oleh perawat lainnya
karena dapat membantu menghantarkan klien pada tahap akhir berduka, yaitu
tahap penerimaan.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
39 Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dari hasil penulisan karya ilmiah
berdasarkan asuhan keperawatan yang telah diberikan terhadap klien sebelumnya.
Penulis menyimpulkan hasil karya ilmiah ini secara keseluruhan. Selain itu, dalam
bab ini juga terdapat saran dari penulis yang dapat digunakan bagi bidang
keilmuan, aplikatif dan metodologis.
5.1 Kesimpulan
Penyakit stroke dianggap sebagai salah satu penyakit yang menakutkan bagi
masyarakat karena dianggap sebagai penyakit yang mematikan dari 10 jenis
penyakit mematikan yang masuk dalam daftar data Riskesdas pada tahun
2007. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang
di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian
sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang
permanen. Prevalensi stroke di Indonesia sendiri ditemukan sebesar 8.3 per
1000 penduduk yang menderita stroke atau sebesar 8.3%.
Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang cukup besar yang
memerlukan penanganan secara serius. Hal ini dikarenakan penyakit stroke
dapat menimbulkan dampak negatif pada orang yang mengalaminya, yaitu
dapat berdampak buruk pada kondisi fisik dan psikologis. Stroke dapat
menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan otot, masalah bicara dan bahasa,
masalah memori dan penalaran, kesulitan menelan, masalah penglihatan,
penurunan kesadaran, dan berpotensi terhadap kematian. Kesemua masalah
fisik yang muncul ini tentunya berpeluang terhadap timbulnya masalah
emosional (psikologi) penderita stroke.
Berbagai masalah emosional mungkin dialami setelah seseorang mengalami
stroke. Kebanyakan dari masalah emosional yang muncul mengarah pada
keadaan depresi penderitanya. Depresi yang muncul pada penderita stroke
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
40
Universitas Indonesia
merupakan akibat lanjut dari respon kehilangan dan berduka yang dirasakan
oleh seseorang yang baru mengalami stroke. Pada klien yang penulis kelola,
ternyata klien yang mengalami masalah berduka tidak mengalami tahap
depresi. Pada awal pengkajian, penulis menemukan klien sudah dalam tahap
tawar menawar.
Tindakan keperawatan yang diberikan terhadap klien lebih mengacu pada
memunculkan emosi positif melalui cara verbal, aktivitas fisik, spiritual, dan
dukungan sosial yang ada pada klien agar rasa berduka yang dirasakan klien
tidak sampai berlarut-larut sehingga dapat menimbulkan masalah yang lain,
seperti depresi, ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi sosial.
Pada tahap tawar menawar, penulis juga membantu klien mengidentifikasi
rasa bersalah dan perasaan takutnya. Tindakan yang diberikan penulis
membawa klien sampai pada tahap penerimaan tanpa mengalami tahap
depresi sebelumnya.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan berduka
situasional pada klien yang mengalami stroke sebagai berikut:
5.2.1 Bidang Keilmuan
Saran untuk bidang keilmuan agar dapat mengadakan pelatihan atau
seminar keperawatan terkait pemberian asuhan keperawatan psikososial,
salah satunya masalah berduka situasional sehingga dapat membantu
perawat ataupun mahasiswa keperawatan untuk mereview dan mengasah
kembali pengetahuan dan skill perawat mengenai pemberian asuhan
keperawatan berduka situasional.
5.2.2 Bidang Aplikatif
Saran untuk pelayanan di rumah sakit agar dapat memfasilitasi perawat-
perawat di rumah sakitnya untuk mengikuti pelatihan dan memberikan
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
41
Universitas Indonesia
supervisi terhadap perawat ruangan terkait pemberian asuhan keperawatan
psikososial, termasuk pada masalah berduka situasional. Sedangkan saran
untuk perawat ruangan agar asuhan keperawatan yang diberikan pada
klien tidak hanya sebatas masalah fisik saja, namun juga dapat diberikan
asuhan keperawatan psikososial, termasuk masalah berduka situasional
(jika ditemukan) pada klien di ruang rawat. Selain itu, perawat ruangan
juga diharapkan dapat terus memotivasi dan melibatkan klien dalam setiap
pemberian asuhan keperawatan. agar pemberian asuhan keperawatan dapat
dilakukan sesuai rencana.
5.2.3 Bidang Metodologis
Saran untuk bidang metodologis, dalam hal ini untuk penelitian berikutnya
terkait pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan masalah berduka
situasional adalah diharapkan asuhan keperawatan yang diberikan
berikutnya dapat lebih mengkaji lagi koping keluarga ketika menghadapi
klien yang sedang mengalami proses kehilangan. Hal ini penting karena
keluarga merupakan bagian dari support system untuk membantu klien
mengatasi masalah kehilangan yang dihadapi. Selain itu pada penelitian
berikutnya, asuhan keperawatan pada klien dengan masalah berduka
situasional sebaiknya dapat dilakukan dalam kelompok dengan masalah
yang sama sehingga dapat dilihat keberagaman data dari tiap-tiap individu
yang mengalami masalah berduka situasional.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
42 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anies. (2005). Mewaspadai penyakit lingkungan. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Beckley, M. N. (2006). Psychological well-being of spouses of stroke patients
during the first year after stroke. Clinical Rehabilitation Journal. Vol. 18,
No.4: 430-7.
Buglass, E. (2010). Grief and bereavement theories. Nursing Standard. Vol.24,
No.41, 44-47.
Carpenito, J., Lynda. (2006). Buku saku diagnosa keperawatan: Handbook of
nursing diagnosis. (10th ed). Jakarta: EGC.
Cerebrovascular Disease. (2008). Nervous System Diseases.
http://www.nervous-system-diseases.com/cerebrovascular-disease.html.
Diunduh pada tanggal 5 Juni 2013 pukul 23.00.
Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of pathophysiology. (3rd
ed).
Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins.
Deiner, E., & Lucas, R.E. (2000). Handbook of emotions. New York: Guilford.
DepKes RI. (2008). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan
Litbangkes DepKes RI.
Dunn, Elswatte, and Elliot (2009). Grief and its manifestations. Nursing Standard.
Vol.18, No. 45, 45-51.
Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fredickson, et al, (2000). Motivation and emotion. New York: American Scientist.
Hartono, Andry. (2006). Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan.
Jakarta: EGC.
Hilari., et al. (2010). Psychological distress after stroke and aphasia: the first six
months. Medical Sciences, Sage Publication Group. Vol.24, No.2, 181-190.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Ignatavicius, D.D., & Workman. (2006). Medical surgical nursing: Critical
thinking for collaborative care. (5th Ed). Missouri: Elsevier Saunders.
Japardi, Iskandar. (2002). Penyakit degeneratif pada medulla spinalis.
http://.www.respiratory.usu.ac.id.pdf . Diunduh pada tanggal 5 Juni 2013
pukul 22.00.
Keliat, dkk. (2006). Modul IC-CMHN: Manajemen keperawatan psikososial dan
pelatihan kader kesehatan jiwa. Jakarta: FIKUI.
Lanreville, Philippe., et al. (2009). The role of activity restriction in post stroke
depressive symptoms. American Psychological Association. Vol.54, No.3,
315-322.
Lewis, Sharon L., et al. (2007). Medical–surgical nursing: assessment and
management of clinical problems. (Vol.2). Missouri: Mosby Elsevier.
Moyle, W.P., & Hogan, N.S. (2006). Grief theories and models applications to
hospice nursing practice. Journal Of Hospice And Palliative Nursing.
Vol.10, No.6.
NANDA. (2011). Nursing diagnoses: Definition & classification. UK: Wiley-
Blackwell.
Price, Sylvia A., & Wilson, L.M. (2003). Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit. (Edisi ke-6). Jakarta: EGC.
Seale., et al. (2010). Change in positive emotion and recovery of functional status
following stroke. Rehabilitation Psychology. Vol.55, No.1: 33-39.
Smeltzer, S. C., & Bare (2002). Brunner & Suddarth'sTextbook of medical-
surgical nursing. Philadelphia: Lippincott.
Stroke Association. (2008). Risk factors for stroke and type of stroke in persons
with isolated systolic hypertension. Journal of The American Heart
Association. Vol.29, 1333-1340.
Townend., et al. (2010). Feeling sad and useless: an investigation into personal
acceptance of disability and its association with depression following stroke.
Medical Sciences, Sage Publication Group. Vol.24, No.6, 555-564.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Videbeck, S.I. (2001). Psychiatric mental health nursing. Philadelphia:
Lippincott.
WHO. (2004). Neurology Atlas. http://www.who.int/neurology/atlas/en.html.
Diunduh pada tanggal 5 Juni 2013 pukul 22.00.
WHO. (2010). Stroke . http://who.int/mental_health/html. Diunduh pada tanggal 5
Juni 2013 pukul 22.00.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
Lampiran 1: Pengkajian
PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian: 7 Mei 2013
A. Informasi Umum
- Nama : Ibu A
- No.RM : 0-26-23-68
- Jenis Kelamin : Perempuan
- TTL/Usia : Bogor, 15 Juni 1947 (66 tahun)
- Agama : Islam
- Suku/Bangsa : Sunda
- Pendidikan : Tidak sekolah
- Pekerjaan : Pedagang
- Status Perkawinan : Janda
- Alamat : Jl Cilubang RT/RW 04/04, Kelurahan Balumbang
Jaya, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat
- Dx Medis : Hemiparase Sinistra ec. Susp SNH
- Tanggal Masuk : 5 Mei 2013
B. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit dengan alasan mengalami kelemahan anggota
badan sebelah kiri. Klien mengatakan ketika bangun pagi merasa lengan dan
tungkai kirinya terasa lemas dan terasa kesemutan. Sekitar jam 11.00 ketika
memasak, lengan dan tungkai kirinya terasa semakin berat dan lemas, klien
mulai sulit berjalan dan wajahnya, terutama bibirnya terlihat tidak simetris.
Jam 13.00 keluarga mengatakan bicara klien sudah mulai pelo, lengan dan
tungkai kiri tidak bisa digerakkan lagi, dan kepala terasa berat sehingga
keluarga memutuskan untuk membawa klien ke rumah sakit.
C. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Keluarga mengatakan klien mengalami hipertensi sejak empat tahun lalu dan
sangat jarang sekali kontrol ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lain,
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
kecuali jika ada keluhan yang dirasakan berat oleh klien. Biasanya klien
hanya mengkonsumsi obat ‘captropil’ yang biasanya dibeli diwarung.
Keluarga juga mengatakan bahwa selain hipertensi, klien juga mengalami
penyakit asam urat sejak dua tahun yang lalu.
D. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan utama : lemah anggota gerak kiri, bicara pelo, pusing,
mual, lemas
- Gejala Penyerta : adanya peningkatan tekanan darah
- Waktu : 7-8 jam SMRS
- Upaya yang dilakukan: dibawa ke rumah sakit
E. Riwayat Penyakit Keluarga dan Genogram
Klien merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Orang tua klien, yaitu ayahnya
memiliki riwayat stroke dan juga hipertensi. Suami klien, yaitu Bpk M
meninggal 15 tahun yang lalu karena DM. Klien dan suaminya dikaruniai 6
orang anak, 3 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Saat ini, klien tinggal
bersama anak pertamanya, menantu, dan kedua cucunya.
F. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum: Klien tampak sakit berat, keadaan umum lemah,
kesadaran CM (E4M6Vafasia)
2) Tanda-tanda vital:
- Tekanan darah: 180/110 mmHg
Keterangan:
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
: klien
---- : tinggal satu rumah
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
- Nadi: 88 x/menit
- RR: 22x/menit
- Suhu: 36.7 0 C
3) Pemeriksaan Head to toe:
- Kepala dan rambut
Bentuk simetris, kulit kepal bersih, tidak tampak lesi, rambut hitam
keputihan, kuat, bersih, distribusi merata.
- Mata
Bentuk simetris, konjungtiva tak anemis, warna pink muda, sklera agak
keruh, warna putih, ikterik tidak ada, fungsi penglihatan tidak ada
kelainan.
- Hidung
Bentuk simetris, tidak ada lesi atau hambatan pada saluran pernafasan
atas, bersih, tidak ada sekret..
- Mulut
Bentuk bibir asimetris, warna merah muda, agak pucat dan kering, gigi
bersih dan lengkap, lidah bersih.
- Telinga
Bentuk kedua daun telinga simetris, bersih, tidak ada serumen ataupun
lesi, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
- Leher
Bentuk leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
tidak tampak bendungan vena jugularis.
- Dada
Bentuk dan pergerakan dinding dada simetris, suara paru vesikuler,
tidak ada wheezing dan ronkhi, bunyi jantung SI & S2, tidak ada
murmur dan gallop.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
- Abdomen
Bentuk abdomen tidak ada kelainan, tidak terdapat nyeri tekan,
peristaltik usus ada, BU 10 x/menit, tidak ada pembesaran masa.
- Genitourinaria dan anus: tidak diperiksa
- Kulit dan kuku
Warna kulit sawo matang, bersih, tidak terdapat lesi, tidak tampak
jaundice, turgor kulit baik.kuku bersih.
- Ekstremitas
Akral hangat, simetris, tidak ada sianosis, CRT < 3 detik, tidak ada
fraktur, kekuatan otot
G. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Biologis
- Pola makan:
Klien mengatakan biasanya makan 3x dalam sehari. Meskipun dirinya
mengetahui menderita hipertensi, klien tidak pernah pantang makan
makanan yang asin. Keluarga mengatakan sebelum klien terserang
stroke, pada pagi harinya klien sempat makan ikan asin. Menurut
keluarga, selama di rumah sakit sendiri,klien mengalami penurunan
nafsu makan. Makan tidak pernah habis.
- Pola minum:
Biasanya dalam sehari klien dapat minum air putih 6-7 gelas dan
minum air teh 1 gelas/hari. Selama di rumah sakit, klien hanya minum
3-4 gelas/hari.
- Pola tidur:
Klien mengatakan dalam sehari biasanya dirinya tidur selama 7-8 jam.
Klien biasanya tidur jam 21.00 malam dan bangun pukul 04.00 pagi.
- Pola eliminasi:
Biasanya dalam sehari, klien BAK sebanyak 4-6 kali dan BAB
sebanyak 1kali. Namun, semenjak di rumah sakit, klien mengatakan
BAB menjadi 3 hari sekali, sedangkan BAK tidak dapat dihitung karena
klien menggunakan diapers.
5555 5555
3333 3333
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
- Kebersihan diri:
Klien biasanya mandi 2 x sehari. Namun ketika di rawat di rumah sakit,
klien hanya di lap saja oleh keluarganya.
2) Psikologis
- Keadaan emosi:
Saat pertama kali berinteraksi dengan klien, yaitu pada tanggal 7 Mei
2013, klien masih tampak gelisah dan tidak tenang. Raut wajah klien
tampak tegang, nada suara terkadang tampak meninggi ketika
berinteraksi dengan orang lain dan nampak kurang bersabar. Keluarga
mengatakan ketika hari pertama rawat, klien tampak seperti orang yang
mengalami syok dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri serta
sering terlihat bersedih dan menangis.
Klien mengatakan andai saja dirinya menjaga pola makan dan tidak
makan ‘ikan asin’ pada malam harinya mungkin dirinya tidak seperti
saat ini. Klien mengatakan takut tidak dapat kembali seperti dulu lagi
dan tidak dapat beraktivitas seperti dulu lagi. Selain itu, klien juga
mengatakan jika keadaannya seperti ini terus dirinya tidak bisa lagi
menjaga warung, memasak, menjaga cucu-cucunya dan mengikuti
pengajian seperti biasanya.
3) Sosial
- Dukungan keluarga:
Klien mengatakan saat ini dirinya tinggal bersama anak pertamanya,
menantu dan kedua cucunya. Menurutnta, dukungan terbesar berasal
dari keluarga, terutama anak-anaknya, mulai dari anak pertama hingga
anak terakhirnya. Klien mengatakan setiap hari anak-anaknya yang
berada di satu kota selalu bergantian menunggu dirinya di rumah sakit,
hanya anak kelima dan keenam saja yang belum menjenguknya karena
rumahnya berada di luar kota.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
- Hubungan keluarga:
Klien mengatakan hubungan antar keluarga cukup baik dan akur.
Sangat jarang sekali anak-anaknya terlibat percekcokan atau
perselisihan. Menurut klien, meskipun dirinya jarang bertemu dengan
kesemua anaknya, tetapi komunikasi tetap berjalan lancar.
- Hubungan dengan oran lain:
Klien mengatakan dirinya tetap aktif mengikuti pengajian. Dalam
seminggu, dirinya bisa aktif mengikuti pengajian 3-4 kali. Klien
mengatakan senang mengikuti pengajian karena selain menambah ilmu
agama, juga dapat menambah teman, meningkatkan tali persaudaraan
dan silaturahmi. Hal ini terlihat saat klien di rawat di rumah sakit,
banyak teman-teman dan tetangga kline datang menjenguk klien secara
bergantian.
4) Spiritual dan kultural
Klien beragama islam dan bersuku sunda. Menurut keluarga, dalam
kesehariannya, klien taat melaksanakan ibadah sholat dan mengaji. Klien
juga rutin mengikuti pengajian disekitar lingkungan rumahnya. Terkait
budaya, menurut klien tidak ada ritual khusus yang dilakukannya terkait
pemeliharaan kesehatan.
H. Data Penunjang
1) Pemeriksaan EKG:
Hasil: normal sinus rhtym
2) Pemeriksaan CT Scan kepala:
Hasil: infark cerebri pada basal ganglia dextra dan paraventrikel lateralis
pada temporoparietal dextra
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
3) Pemeriksaan Laboratorium ( Tanggal 5 Mei 2013)
Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
1. Hemoglobin
2. Trombosit
3. Leukosit
4. Hematokrit
13.0 g/dl
252.000 mm3
10.420 /mm3
(↑)
40 %
KIMIA DARAH
1. SGOT
2. SGPT
3. Ureum
4. Creatinin
5. GDS
25 U/L
26 U/L
49.8 mg/dl
0.94 g/dl
100 mg/dl
4) Daftar terapi medis:
- Citicolin 2 x 500 mg
- CPG 1 x 1 gram
- Aspilet 1 x 1 gram
- IVFD Ringer Laktat 6 jam/kolf
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
Lampiran 2: Analisa Data
ANALISA DATA
No Data Masalah Keperawatan
1. DS:
- Klien mengatakan kepala kadang-
kadang masih terasa pusing;
- Keluarga mengatakan klien awalnya
tampak gelisah dan kurang berespon
pada hari pertama dirawat;
- Keluarga mengatakan klien
mengalami kelemahan anggota tubuh
sebelah kiri sejak dua hari yang lalu
saat bangun tidur.
DO:
- Keadaan umum sakit sedang,
kesadaran CM;
- Klien tampak terbaring lemah;
- Tanda-tanda vital menunjukkan
tekanan darah 180/110 mmHg, nadi
88 x /menit, pernapasan 22 x/menit,
suhu 36,7oC;
- Pada pemeriksaan CT-Scan
didapatkan infark cerebri pada basal
ganglia dextra dan paraventrikel
lateralis pada temporoparietal dextra
Kerusakan perfusi
jaringan serebral
2. DS:
- Keluarga mengatakan klien
mengalami kelemahan anggota tubuh
sebelah kiri sejak dua hari yang lalu
saat bangun tidur;
- Klien mengatakan tangan dan kaki
Hambatan mobilitas fisik
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
kirinya sulit digerakkan dan terasa
berat jika diangkat;
- Klien mengatakan sudah tidak dapat
berjalan lagi ketika stroke menyerang
dirinya;
- Keluarga mengatakan klien hanya
berbaring saja sejak hari pertama di
rawat.
DO:
- Kekuatan otot ;
- Lengan dan kaki kiri tampak kaku dan
sulit digerakkan;
- ADL tampak dibantu;
- Klien tampak lemas.
3. DS:
- Keluarga mengatakan bicara klien
mulai tidak jelas sejak terkena stroke
dua hari lalu;
- Keluarga mengatakan sudah dua hari
ini klien menjadi malas bicara karena
merasa mulutnya terasa berat;
- Keluarga mengatakan apa yang
dikatakan klien masih dapat
dimengerti.
DO:
- Klien tampak kesulitan mengeja
artikulasi kata (bicara tampak pelo);
- Bibir tampak asimetris (cenderung
miring ke kanan).
Hambatan komunikasi
verbal
4. DS:
- Keluarga mengatakan ketika hari
pertama rawat, klien tampak seperti
orang yang mengalami syok dan
Berduka situasional
5555 3333
5555 3333
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
cenderung menyalahkan dirinya
sendiri serta sering terlihat
bersedih/menangis;
- Klien mengatakan andai saja dirinya
menjaga pola makan dan tidak makan
‘ikan asin’ pada malam harinya
mungkin dirinya tidak seperti saat ini.
DO:
- Ekspresi wajah klien tampak murung;
- Klien tampak tidak bersemangat;
- Klien tampak sering menyalahkan diri
sendiri;
- Klien tampak gelisah dan tidak
tenang.
5. DS:
- Klien mengatakan takut tidak dapat
kembali seperti dulu lagi dan tidak
dapat beraktivitas seperti dulu lagi;
- Klien mengatakan jika keadaannya
seperti ini terus dirinya tidak bisa lagi
menjaga warung, memasak, menjaga
cucu-cucunya dan mengikuti
pengajian seperti biasanya.
DO:
- Klien tampak lesu dan kurang
bersemangat;
- Ekspresi wajah klien tampak murung;
- Klien tampak gelisah dan tidak
tenang.
Ansietas
Diagnosa Keperawatan Prioritas:
1. Kerusakkan perfusi jaringan serebral
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Berduka situasional
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
Lampiran 3: Rencana Asuhan Keperawatan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Klien : Ibu A (66 tahun) Nama Mahasiswa : Rosiana Putri
Ruang : Antasena V NPM : 0806334413
No. RM : 0-26-23-68
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
1. Kerusakkan perfusi jaringan
serebral
Setelah 3 x 24 jam
pemberian asuhan
keperawatan, perfusi
serebral membaik
dengan kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran
tidak menurun
2. Fungsi kognitif,
memori, dan
motorik membaik
3. TIK normal
4. Tanda-tanda vital
stabil
5. Tidak ada tanda
perburukan
neurologis
Mandiri:
1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan
dengan situasi individu/ penyebab koma /
penurunan perfusi serebral dan potensial
PTIK
2. Berikan penjelasan kepada keluarga klien
tentang sebab-sebab gangguan perfusi
jaringan otak dan akibatnya
3. Evaluasi pupil dan ukuran bentuk
kesamaan serta reaksi terhadap cahaya
4. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan
kelainan tekanan intracranial
5. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30
dengan letak jantung (beri bantal tipis)
1. Mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penurunan perfusi
serebral
2. Keluarga lebih berpartisipasi dalam
proses penyembuhan
3. Mengkaji adanya penurunan perfusi
serebral
4. Mengetahui setiap perubahan yang
terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
5. Mengurangi tekanan arteri dengan
meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
6. Pertahankan tirah baring, ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjung
Kolaborasi:
1. Pemberian obat neuroprotektor
2. Berikan oksigen sesuai indikasi
6. Rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
1. Memperbaiki sel yang masih viable
2. Memperbaiki sirkulasi ke serebral
2. Hambatan mobilitas fisik
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan dapat
mempertahankan
tingkat kemampuan
ototnya dengan kriteria
hasil:
1. Tidak ada
kontraktur atau
foot drop
2. Kontraksi otot
membaik
3. Terpeliharanya
integritas kulit
Mandiri:
1. Ubah posisi tiap dua jam (prone, supine,
miring)
2. Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak
sendi pada semua ekstremitas
3. Topang ekstremitas pada posisi
fungsional. Pertahankan kepala dalam
keadaan netral
4. Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur
posisi
5. Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
6. Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang
Kolaborasi:
1. Konsul kebagian fisioterapi
1. Menjaga integritas kulit
2. Menjaga kekuatan otot agar tidak
semakin lemah atau membuat kekuatan
otot semakin membaik
3. Mencegah terjadinya foot drop
4. Mempermudah pengaturan posisi pada
klien
5. Membantu mobilisasi secara bertahap
6. Mempertahankan integritas kulit
1. Membantu dalam meningkatkan atau
mempertahankan kekuatan otot
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
No Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Implementasi Rasional
3. Berduka
situasional
TUM: Klien
dapat
melewati
tahapan proses
berduka yang
adaptif.
TUK 1: Klien
dapat membina
hubungan saling
percaya dengan
perawat.
Setelah 3x interaksi, klien
menunjukkan tanda-tanda
percaya kepada perawat :
1. Klien dapat berinteraksi secara
aktif dengan perawat, yang
ditunjukkan dengan:
- Ekspresi wajah
bersahabat
- Menunjukkan rasa senang
- Ada kontak mata
- Mau berjabat tangan
- Mau menyebutkan nama
- Mau duduk berdampingan
dengan perawat
- Bersedia mengungkapkan
masalah yang dihadapi
Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik:
1. Sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal;
2. Perkenalkan nama, nama panggilan
perawat dan tujuan perawat
berkenalan;
3. Tanyakan nama lengkap dan nama
panggilan yg disukai klien;
4. Tunjukkan sikap jujur dan menepati
janji setiap berinteraksi dengan
klien;
5. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya;
6. Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien.
Hubungan saling percaya yang baik
merupakan dasar yang kuat bagi klien
dalam mengekspresikan perasaannya.
1. Menunjukkan keramahan dan sikap
bersahabat;
2. Agar klien tidak ragu kepada
perawat;
3. Menunjukkan bahwa perawat ingin
kenal dengan klien;
4. Agar klien percaya kepada perawat;
5. Penerimaan yang sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dapat
meningkatkan keyakinan pada
keluarga serta merasa adanya suatu
pengakuan.
6. Perhatian yang diberikan dapat
meningkatkan harga diri klien.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
TUK 2: Klien
mampu
mengungkapkan
perasaan
kehilangan akan
orang yang
dicintai dengan
cara yang
positif.
TUK 3 : Klien
mengetahui
tahapan proses
berduka. yang
Setelah 3x interaksi, klien
mampu:
1. Mengungkapkan perasaan
yang dialaminya saat
kehilangan orang yang
dicintainya;
2. Mengekspresikan
perasaannya akan proses
kehilangan dengan aman.
Setelah 3x interaksi, klien
mampu
1. Menyebutkan konsep
kehilangan;
Dengarkan dengan penuh perhatian;
7. Hindari respon mengkritik atau
menyalahkan saat klien
mengungkapkan perasaanya;
8. Buat kontrak interaksi yang jelas.
1. Tunjukkan sikap menerima sehingga
klien tidak takut mengungkapkan
perasaannya secara terbuka tentang
kehilangan. Dukung reaksi berduka
klien yang adaptif;
2. Identifikasi bersama klien apa yang
dirasakan saat kehilangan salah satu
fungsi tubuh.
1. Jelaskan pada klien tentang konsep
kehilangan, yaitu :
- Menyangkal, jelaskan manfaat
tahap menyangkal klien, jangan
7. Respon mengkritik atau menyalahkan
dapat menimbulkan adanya sikap
penolakan;
8. Memberi info tentang kontrak waktu.
1. Ungkapan perasaan dapat
meringankan beban klien;
2. Pengetahuan yang diterima tentang
perasaan yang berhubungan konsep
kehilangan dapat membantu
meringankan perasaan bersalah yang
menghasilkan respon tersebut.
1. Menghentikan presepsi idealis klien
dan agar klien mampu menerima
aspek positif dan negatif dari konsep
kehilangan.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
sedang
dialaminya.
2. Klien mengetahui posisi
berduka yang dialami klien
saat ini.
paksa klien melewati tahap
menyangkal dengan cepat tanpa
kesiapan emosional;
- Isolasi, perkuat harga diri klien
dengan memberikan privasi,
dorong klien untuk melakukan
aktivitas sosial secara bertahap;
- Depresi, identifikasi tingkat
depresi dan kembangkan
pendekatan yang sesuai, gunakan
rasa berbagi dan empati, hargai
rasa berduka;
- Marah, dorong untuk ungkapkan
kemarahan yang adaptif, redamkan
kemarahan klien secara bertahap,
yakinkan klien bahwa hal ini
adalah takdir Yang maha Kuasa;
- Rasa bersalah, anjurkan klien
untuk mengidentifikasi aspek
positif dari hubungan antar
manusia, dan hindari argumentasi
negatif klien tentang penyebab
peristiwa ini;
- Ketakutan, bantu klien mengenali
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
TUK 4: Klien
dapat
menggambarkan
arti kematian
atau kehilangan.
Setelah 3x interaksi, klien dapat
menyebutkan arti kehilangan dan
hikmah yang dapat dipetik.
perasaannya, gali sikap-sikap
terhadap kematian dan kehilangan,
gali metode-metode koping klien;
- Histeria;
- Dukung privasi klien untuk
menunjukkan rasa berduka yang
adaptif.
2. Anjurkan klien menghubungkan
dengan konsep kehilangan. Dengan
dukungan sensitivitas, tunjukkan
kenyataan situasi yang dihadapi
klien saat ini.
1. Identifikasi bersama klien arti
kehilangan. Tanyakan apa yang
diharapkan klien terhadap peristiwa
ini;
2. Identifikasi bersama klien hikmah
yang dapat diambil dari peristiwa
ini.
2. Pengetahuan ini memudahkan
perawat mengidentifikasi tahap
penerimaan klien terhadap musibah
yang dialami
1. Klien tidak mangalami proses
berduka yang berkepanjangan dan
disfungsional;
2. Menambah kekuatan klien dalam
menghadapi kenyataan ini.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
TUK 5:Klien
dapat
menggunakan
koping yang
adaptif dalam
menghadapi
proses berduka.
TUK 6 :
Klien dapat
menyebutkan
cara kehilangan
dengan ikhlas.
Setelah 3x interaksi, klien dapat
menyebutkan faktor-faktor yang
mengancam penyelesaian proses
berduka
Setelah 3x interaksi, Klien dapat
menyebutkan cara menerima
kehilangan dengan ikhlas :
1. Mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa,
melalui; perbanyak sholat
sunnah, membaca al-qur an,
berdoa, beristighfar,
membaca buku-buku agama;
2. Mengidentifikasi hikmah
dari peristiwa ini.
1. Identifikasi bersama klien faktor-
faktor yang mengancam
penyelesaian proses berduka:
- Ketergantungan kepada orang
lain;
- Konflik yang tidak teratasi;
- Sistem pemdukung tidak
adekuat;
- Jumlah kehilangan sebelumnya;
- Kesehatan fisik dan psikologis
klien.
1. Identifikasi bersama klien mengenai
cara menghadapi musibah dengan
ikhlas :
- Mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa, melalui;
perbanyak sholat sunnah,
membaca Al-Qur’an, berdoa,
beristighfar, bersholawat,
membaca buku-buku agama;
- Mengidentifikasi hikmah dari
peristiwa ini seperti klien
1. Membantu klien menemukan koping
yang adaptif untuk menghadapi
proses berduka klien.
1. Membantu klien untuk mengambil
hikmah dari setiap kejadian sehingga
mampu menerima kehilangan dengan
ikhlas.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
TUK 7:Klien
dapat
menggunakan
sistem
pendukung yang
ada.
Setelah 3x interaksi, klien dapat
menggunakan sistem pendukung
yang ada.
menyebutkan “ini adalah takdir
Tuhan Yang Maha Esa dan ini
jalan yang terbaik”.
1. Libatkan keluarga sebagai sistem
pendukung klien dalam menghadapi
proses berduka dengan cara:
- Dukung reaksi berduka keluarga
yang adaptif;
- Identifikasi dan tekankan
kekuatan yang dimiliki keluarga;
- Dukung privasi keluarga untuk
saling menceritakan perasaan
berduka satu sama lain;
- Dukung keluarga untuk
menemani dan menasehati klien;
- Identifikasi lembaga-lembaga
yang dapat membantu misalnya,
majlis ta’lim, asuransi, dan
sebagainya.
1. Keluarga merupakan support system
yang dapat memberi kekuatan dan
dukungan klien dalam menghadapi
proses berduka.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
Lampiran 4: Catatan Perkembangan
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Ibu A (66 tahun) Nama Mahasiswa: Rosiana Putri
Ruang : Antasena V NPM : 0806334413
No. RM : 0-26-23-68
Hari ke-1
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Rabu,
8 Mei 2013
Pukul:
08.00-08.15 WIB
12.00-12.15 WIB
Kerusakkan perfusi jaringan
serebral
DS:
- Klien mengatakan
kepala masih sering
terasa pusing.
DO:
- Tingkat kesadaran CM;
- GCS: 15, dengan verbal
afasia;
- Tanda-tanda vital
menunjukkan tekanan
darah 180/110 mmHg,
nadi 88 x /menit,
Mandiri:
1. Mengkaji tingkat kesadaran dan GCS
klien;
2. Mengevaluasi pupil dan ukuran bentuk
kesamaan serta reaksi terhadap cahaya;
3. Memberikan penjelasan kepada klien
dan keluarga tentang sebab-sebab
gangguan perfusi jaringan otak dan
akibatnya;
4. Mengobservasi dan mencatat tanda-
tanda vital dan peningkatan tekanan
intrakranial tiap dua jam,
mengobservasi keluhan muntah;
5. Memberikan posisi kepala lebih tinggi
15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis);
Subjektif:
- Klien mengatakan mual dan rasa ingin muntah mulai
berkurang;
- Klien mengatakan pusing sedikit berkurang.
Objektif:
- Tingkat kesadaran klien CM, GCS 15 dengan verbal afasia;
- TTV: TD=160/100 mmHg, Nadi=80 x/menit,
RR=22x/menit, Suhu=36.5°C;
- Pupil isokor, diameter pupil 2/2, reflek terhadap cahaya +/+;
- Posisi kepala klien tampak lebih tinggi (200);
- Klien tampak terpasang nasal kanul dengan aliran O2 2
L/menit.
Analisa:
Masalah kerusakkan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
pernapasan 22 x/menit,
suhu 36,7oC;
- Pada pemeriksaan CT-
Scan didapatkan infark
cerebri pada basal ganglia
dextra dan paraventrikel
lateralis pada
temporoparietal dextra.
6. Menciptakan lingkungan yang tenang
dan membatasi pengunjung.
Kolaborasi:
1. Memberikan oksigen sesuai indikasi
melalui nasal kanul dengan aliran O2 2
L/menit;
2. Memberikan medikasi citicolin 2 x 500
mg sesuai kolaborasi.
Planning:
u/ perawat
- Observasi TTV dan tingkat kesadaran klien setiap 2 jam dan
tanda-tanda peningkatan TIK;
- Pertahankan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis);
- Lanjutkan terapi medikasi sesuai kolaborasi.
u/ klien
- Pertahankan tirah baring.
Rabu,
8 Mei 2013
Pukul:
09.00-09.30 WIB
11.00-11.15 WIB
13.00-13.15 WIB
Hambatan mobilitas fisik
DS:
- Klien mengatakan tangan
dan kaki kirinya sulit
digerakkan dan terasa
berat jika diangkat;
- Klien mengatakan sudah
tidak dapat berjalan lagi
ketika stroke menyerang
dirinya;
- Keluarga mengatakan
klien hanya berbaring saja
sejak hari pertama di
rawat.
Mandiri:
1. Mengubah posisi tiap dua jam (prone,
supine, miring, duduk) dan
menganjurkan keluarga untuk
membantu merubah posisi tidur klien
tiap 2 jam apabila sedang tidak ada
perawat;
2. Melatih ROM aktif asistif pada
ekstremitas yang lemah dan ROM aktif
pada ekstremitas yang normal;
3. Menganjurkan klien untuk berlatih
ROM secara teratur;
4. Mengawasi bagian kulit diatas tonjolan
tulang dan memberikan bantalan pada
sela-sela tonjolan tulang;
Subjektif:
- Keluarga mengatakan akan merubah posisi tidur klien tiap 2
jam;
- Klien mengatakan cukup lelah berlatih ROM bersama;
- Klien mengatakan akan berlatih ROM secara teratur sesuai
kemampuannya.
Objektif:
- Tidak terlihat adanya luka dekubitus pada bagian kulit klien;
- Klien masih belum semangat berlatih ROM;
- Kekuatan otot:
5555 3333
5555 3333
- Klien tampak mampu melakukan latihan ROM aktif pada
daerah ektremitas yang normal, sedangan pada ektremitas
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
DO:
- Lengan dan kaki kiri
tampak kaku dan sulit
digerakkan;
- ADL tampak dibantu;
- Klien tampak lemas;
- Kekuatan otot:
5555 3333
5555 3333
5. Membantu meningkatkan
keseimbangan duduk klien;
6. Membantu pemenuhan ADL klien.
Kolaborasi:
1. Melakukan konsul kebagian fisioterapi
yang lemah, latihan ROM tampak dibantu;
Analisa:
Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
Planning:
u/ perawat
- Ubah posisi tidur klien tiap 2 jam;
- Berikan dan motivasi latihan ROM secara teratur;
- Pantau adanya luka dekubitus pada klien;
- Bantu pemenuhan ADL klien.
u/ klien
- Latihan ROM secara mandiri sesuai jadwal.
Rabu,
8 Mei 2013
Pukul:
10.00-10.30 WIB
Berduka situasional
DS:
- Keluarga mengatakan
ketika hari pertama rawat,
klien tampak seperti orang
yang mengalami syok dan
cenderung menyalahkan
dirinya sendiri serta sering
terlihat
bersedih/menangis;
1. Mempertahankan hubungan saling
percaya terhadap klien;
2. Menunjukkan sikap menerima
sehingga klien tidak takut
mengungkapkan perasaannya secara
terbuka tentang kehilangan;
3. Mendukung reaksi berduka klien yang
adaptif;
4. Mengidentifikasi bersama klien apa
yang dirasakan saat kehilangan salah
satu fungsi tubuh;
Subjektif:
- Klien mengatakan belum terlalu mengingat nama perawat
karena baru sekali bertemu;
- Klien mengatakan awalnya dirinya merasa sangat sedih dan
kesal karena tubuh sebelah kirinya tidak bisa digerakkan;
- Klien mengatakan dirinya seperti ini karena dirinya tidak
pernah peduli dengan kesehatannya sebelum terkena stroke;
- Klien mengatakan ingin rasanya dirinya memutar kembali
waktu agar semuanya tidak terjadi;
- Klien mengatakan jadi tahu bahwa dirinya saat ini berada
dalam fase tawar-menawar.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
- Klien mengatakan andai
saja dirinya menjaga pola
makan dan tidak makan
‘ikan asin’ pada malam
harinya mungkin dirinya
tidak seperti saat ini.
DO:
- Ekspresi wajah klien
tampak murung;
- Klien tampak tidak
bersemangat;
- Klien tampak sering
menyalahkan diri sendiri;
- Klien tampak gelisah dan
tidak tenang.
5. Menjelaskan kepada klien tentang
konsep kehilangan dan tahapan
berduka;
6. Mengidentifikasi bersama klien
tahapan berduka yang sedang dihadapi
klien saat ini.
Objektif:
- Klien tampak tidak bersemangat;
- Ekspresi wajah klien masih tampak murung.
Analisa:
Masalah berduka situasional teratasi sebagian
Planning:
u/ perawat
- Pertahankan hubungan saling percaya dengan klien;
- Identifikasi bersama klien arti kehilangan;
- Identifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari
peristiwa kehilangan ini;
- Identifikasi bersama klien faktor-faktor yang mengancam
penyelesaian proses berduka.
u/ klien
- Ungkapkan perasaan yang mengganjal pada keluarga atau
orang yang dipercaya.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Hari ke-2
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jum’at,
10 Mei 2013
Pukul:
08.00-08.15 WIB
12.00-12.15 WIB
Kerusakkan perfusi jaringan
serebral
DS:
- Klien mengatakan
pusing sudah jarang
timbul
DO:
- Tingkat kesadaran CM;
- GCS: 15, dengan verbal
afasia;
- Tanda-tanda vital
menunjukkan tekanan
darah 150/100 mmHg,
nadi 84 x /menit,
pernapasan 20 x/menit,
suhu 36,5oC;
Mandiri:
1. Mengobservasi dan mencatat tanda-
tanda vital dan peningkatan tekanan
intrakranial tiap dua jam, serta
mengobservasi keluhan muntah;
2. Mengevaluasi keluhan pusing klien;
3. Mempertahankan posisi kepala lebih
tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis);
4. Menciptakan lingkungan yang tenang.
Kolaborasi:
1. Memberikan medikasi citicolin 2 x 500
mg sesuai kolaborasi.
Subjektif:
- Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi kepala lebih
ditinggikan dan pusing menjadi tidak terasa.
Objektif:
- TTV: TD=150/90 mmHg, Nadi=80 x/menit, RR=20x/menit,
Suhu=36.5°C;
- Klien tampak tenang;
- Posisi kepala klien tampak lebih tinggi (200).
Analisa:
Masalah kerusakkan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian
Planning:
u/ perawat
- Observasi TTV dan tanda-tanda peningkatan TIK tiap 4jam;
- Pertahankan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis);
- Lanjutkan terapi medikasi sesuai kolaborasi.
u/ klien
- Lapor perawat jika ingin muntah.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Jum’at
10 Mei 2013
Pukul:
08.30-09.00 WIB
10.30-10.40 WIB
12.30-12.40 WIB
Hambatan mobilitas fisik
DS:
- Klien mengatakan tangan
dan kaki kirinya mulai
terasa lebih ringan
digerakkan dari
sebelumnya;
DO:
- Lengan dan kaki kiri
masih tampak kaku;
- ADL tampak dibantu;
- Kekuatan otot:
5555 3333
5555 3333
Mandiri:
1. Mengubah posisi tiap dua jam (prone,
supine, miring, duduk) dan
menganjurkan keluarga untuk
membantu merubah posisi tidur klien
tiap 2 jam apabila sedang tidak ada
perawat;
2. Melatih ROM aktif asistif pada
ekstremitas yang lemah dan ROM aktif
pada ekstremitas yang normal;
3. Mengevaluasi latihan ROM secara
mandiri pada klien dan memotivasi
klien untuk berlatih ROM secara
teratur;
4. Mengawasi bagian kulit diatas tonjolan
tulang dan memberikan bantalan pada
sela-sela tonjolan tulang;
5. Membantu pemenuhan ADL klien.
Kolaborasi:
1. Melakukan konsul kebagian fisioterapi
Subjektif:
- Klien mengatakan sudah berlatih ROM secara mandiri,
meskipun baru 3 kali dalam sehari;
- Klien mengatakan selalu merubah posisi tidurnya, meskipun
kadang-kadang masih dibantu keluarganya;
- Keluarga mengatakan kemarin klien sempat dibawa ke poli
fisioterapi;
- Keluarga mengatakan klien tampak lebih bersemangat
berlatih ROM setelah merasa tubuhnya semakin lebih
ringan untuk digerakkan.
Objektif:
- Tidak terlihat adanya luka dekubitus pada bagian kulit klien;
- Klien tampak mampu melakukan latihan ROM aktif pada
daerah ektremitas yang normal, sedangan pada ektremitas
yang lemah, latihan ROM tampak dibantu;
- Klien tampak lebih bersemangat berlatih ROM;
- Kekuatan otot:
5555 3333
5555 3333
Analisa:
Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Planning:
u/ perawat
- Berikan dan motivasi latihan ROM secara teratur;
- Pantau adanya luka dekubitus pada klien;
- Bantu pemenuhan ADL klien.
u/ klien
- Latihan ROM secara mandiri sesuai jadwal;
- Ubah posisi tidur tiap 2 jam;
- Tingkatkan aktivitas ditempat tidur.
Jum’at,
10 Mei 2013
Pukul:
09.00-09.30 WIB
Berduka situasional
DS:
- Klien mengatakan sudah
mulai menerima
keadaannya saat ini
meskipun terkadang masih
dibayang-bayangi rasa
penyesalan;
- Keluarga mengatakan
klien sudah lebih terbuka
dan mulai mau bercerita
dengan keluarga.
1. Mempertahankan hubungan saling
percaya dengan klien;
2. Menunjukkan sikap menerima
sehingga klien tidak takut
mengungkapkan perasaannya secara
terbuka tentang kehilangan;
3. Mengidentifikasi bersama klien arti
kehilangan;
4. Mengidentifikasi bersama klien
hikmah yang dapat diambil dari
peristiwa kehilangan ini;
5. Mengidentifikasi bersama klien faktor-
faktor yang mengancam penyelesaian
proses berduka.
Subjektif:
- Klien mengatakan masih mengingat nama perawat dan
mengingat kontrak yang sudah disepakati;
- Klien mengatakan makna kehilangan adalah mensyukuri
apa yang masih ada pada dirinya;
- Klien mengatakan hikmah dibalik semua kejadian yang
menimpanya adalah harus lebih menyayangi tubuhnya dan
tidak menyia-nyiakan apa yang telah diberikan Tuhan
kepadanya untuk kedepannya;
- Klien mengatakan mensyukuri keadaannya ternyata lebih
baik dari hari ke hari dari yang dia bayangkan sebelumnya.
Objektif:
- Ekspresi wajah klien tampak lebih cerah;
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
DO:
- Ekspresi wajah klien
tampak lebih cerah;
- Klien tampak lebih
bersemangat;
- Klien tampak tenang.
- Klien tampak tenang;
- Klien tampak lebih terbuka dalam mengungkapkan
perasaannya.
Analisa:
Masalah berduka situasional teratasi sebagian
Planning:
u/ perawat
- Pertahankan hubungan saling percaya dengan klien;
- Identifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi
musibah dengan ikhlas;
- Motivasi keluarga sebagai sistem pendukung klien dalam
menghadapi proses berduka.
u/ klien
- Ungkapkan perasaan yang mengganjal pada keluarga atau
orang yang dipercaya.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Hari ke-3
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Sabtu,
11 Mei 2013
Pukul:
08.00-08.15 WIB
12.00-12.15 WIB
Kerusakkan perfusi jaringan
serebral
DS: -
DO:
- Tingkat kesadaran CM;
- GCS: 15, dengan verbal
afasia;
- Tanda-tanda vital
menunjukkan tekanan
darah 150/90 mmHg, nadi
82 x /menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 36,4oC;
Mandiri:
1. Mengobservasi dan mencatat tanda-
tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap empat jam, serta
mengobservasi keluhan muntah;
2. Mengevaluasi keluhan pusing klien;
3. Mempertahankan posisi kepala lebih
tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis);
4. Menciptakan lingkungan yang tenang.
Kolaborasi:
1. Memberikan medikasi citicolin 2 x 500
mg sesuai kolaborasi.
Subjektif:
- Klien mengatakan dari kemarin sama sekali tidak merasa
pusing;
- Klien mengatakan tidak ada keluhan mual muntah;
- Klien mengatakan tubuhnya sudah tidak terasa lemas lagi.
Objektif:
- TTV: TD=140/90 mmHg, Nadi=80 x/menit, RR=20x/menit,
Suhu=36.5°C;
- Klien tampak tenang;
- Posisi kepala klien tampak lebih tinggi (200);
- Tanda-tanda peningkatan TIK (-).
Analisa:
Masalah kerusakkan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian
Planning:
u/ perawat
- Observasi TTV dan tanda-tanda peningkatan TIK tiap 4jam;
- Pertahankan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis);
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
- Lanjutkan terapi medikasi sesuai kolaborasi.
u/ klien
- Lapor perawat jika pusing dan rasa ingin muntah kembali
muncul.
Sabtu
11 Mei 2013
Pukul:
08.30-09.00 WIB
10.30-10.40 WIB
12.30-12.40 WIB
Hambatan mobilitas fisik
DS:
- Klien mengatakan ADL
masih dibantu keluarga;
- Klien mengatakan
aktivitas hanya dilakukan
ditempat tidur saja.
DO:
- Lengan dan kaki kiri klien
tampak lebih luwes;
- ADL tampak dibantu;
- Kekuatan otot:
5555 3344
5555 3333
Mandiri:
1. Menganjurkan dan memotivasi klien
dan keluarga untuk mengubah posisi
tiap dua jam (prone, supine, miring,
duduk);
2. Melatih ROM aktif asistif pada
ekstremitas yang lemah dan ROM aktif
pada ekstremitas yang normal;
3. Mengevaluasi latihan ROM secara
mandiri pada klien dan memotivasi
klien untuk berlatih ROM secara
teratur;
4. Mengawasi bagian kulit diatas tonjolan
tulang dan memberikan bantalan pada
sela-sela tonjolan tulang;
5. Membantu pemenuhan ADL klien.
Subjektif:
- Klien mengatakan sudah berlatih ROM secara mandiri
sesuai jadwal yang sudah dibuat;
- Klien mengatakan selalu merubah posisi tidurnya, meskipun
kadang-kadang masih dibantu keluarganya;
- Klien mengatakan tangan kirinya terasa lebih kuat dari
sebelumnya, terutama saat menggenggam jari-jari tangan
kirinya;
- Keluarga mengatakan klien tampak lebih bersemangat
berlatih ROM setelah merasa tubuhnya semakin lebih
ringan untuk digerakkan.
Objektif:
- Tidak terlihat adanya luka dekubitus pada bagian kulit klien;
- Klien tampak mampu melakukan latihan ROM aktif pada
daerah ektremitas yang normal, sedangan pada ektremitas
yang lemah, latihan ROM sesekali tampak dibantu;
- Kekuatan otot tampak meningkat, yaitu:
5555 3344
5555 3333
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
- Klien tampak lebih bersemangat berlatih ROM.
Analisa:
Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
Planning:
u/ perawat
- Berikan dan motivasi latihan ROM secara teratur;
- Bantu pemenuhan ADL klien.
u/ klien
- Latihan ROM secara mandiri sesuai jadwal;
- Ubah posisi tidur tiap 2 jam;
- Tingkatkan aktivitas ditempat tidur.
Sabtu,
11 Mei 2013
Pukul:
09.30-10.00 WIB
Berduka situasional
DS:
- Klien mengatakan sangat
mensyukuri dirinya masih
diberi umur panjang
meskipun dirinya harus
mengalami kehilangan
salah satu fungsi
tubuhnya;
- Keluarga mengatakan
1. Mempertahankan hubungan saling
percaya dengan klien;
2. Menunjukkan sikap menerima klien
ketika berinteraksi dengan klien;
3. Mengidentifikasi bersama klien
mengenai cara menghadapi musibah
dengan ikhlas;
4. Memotivasi keluarga untuk selalu
memberikan support atau dukungan
kepada klien karena keluarga
merupakan salah satu sistem
Subjektif:
- Klien mengatakan masih mengingat nama perawat dan
mengingat pertemuan yang sudah dijanjikan sebelumnya;
- Klien mengatakan merasa senang karena banyak yang
memperhatikan dirinya sehingga membuat dirinya menjadi
lebih bersemangat lagi;
- Klien mengatakan cara menghadapi musibah dengan ikhlas
adalah dengan terus mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan tetap menjalankan kewajiban sebagai
seorang muslim, memperbanyak sholat sunnah, membaca
Al-Qur an, berdoa, beristighfar, dan senantiasa bersholawat;
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
klien sudah lebih ceria dan
lebih terbuka dan mulai
mau bercerita dengan
keluarga. Apalagi setelah
semua anaknya sudah
datang menjenguknya.
DO:
- Klien tampak tenang;
- Ekspresi wajah klien
tampak lebih cerah;
- Klien tampak lebih
bersemangat;
- Keluarga tampak
memperhatikan klien.
pendukung klien agar klien dapat
menghadapi proses berduka dengan
baik;
5. Memberikan informasi terhadap
keluarga tentang apa yang harus
dilakukan keluarga untuk mencegah
dampak lebih lanjut terjadinya proses
berduka berulang pada klien setelah
keluar dari rumah sakit.
- Klien mengatakan sudah mulai menyadari bahwa apa yang
menimpanya saat ini merupakan takdir Tuhan yang harus
diterimanya dengan ikhlas;
- Anak-anak klien mengatakan akan selalu bergantian
menemani klien di rumah nantinya dan akan terus
menyemangati klien agar cepat sembuh.
Objektif:
- Ekspresi wajah klien tampak cerah dan mulai tersenyum;
- Klien tampak lebih bersemangat;
Analisa:
Masalah berduka situasional teratasi
Planning:
u/ perawat
- Motivasi keluarga untuk terus memberikan dukungan dan
perhatian terhadap klien.
u/ klien
- Ungkapkan perasaan yang mengganjal pada keluarga atau
orang yang dipercaya.
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
Lampiran 5: Riwayat Hidup Penulis
BIODATA MAHASISWA
Nama Lengkap : Rosiana Putri, S.Kep
Nama Panggilan : Ochie
Tempat/ Tanggal Lahir : Metro, 31 Juli 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku : Lampung
Agama : Islam
Alamat Sekarang : Jl. Ketapang No 09 Pondok Cina, Kecamatan Beji
Depok, Jawa Barat, 16424
Alamat Rumah : Jl. Waluh No 39, 24 B Tejoagung, Metro Timur
Metro, Lampung, 34111
Nomor HP : 085658955589
Email : [email protected]
Motto Hidup : “Never Give Up”
RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL
Institusi Tahun
1. TK Pertiwi Teladan Metro, Lampung 1994-1995
2. SD Pertiwi Teladan Metro, Lampung 1995-2001
3. SMP N 1 Metro, Lampung 2001-2004
4. SMA N 4 Metro, Lampung 2004-2007
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
5. FMIPA Matematika UNILA, Lampung 2007-2008
6. FIK UI, Depok (Program Sarjana) 2008-2012
7. FIK UI, Depok (Program Ners) 2012-2013
PENGALAMAN ORGANISASI
1. BEM FIK UI 2011, September 2011-Januari 2012 (Bendahara Umum)
2. BEM FIK UI 2011, Febuari-Agustus 2011 (Kepala Departemen Dana, Usaha
dan Sponsorship)
3. BEM FIK UI 2009 ( Staff Biro Humas dan Media)
4. FPPI FIK UI 2009 (Staff Kewirausahaan)
5. Saimala 2009 (Kepala Biro Dana dan Usaha)
6. Himatika Unila 2007 (Anggota)
7. Animasi Unila 2007 (Anggota)
Analisi praktik..., Rosiana Putri, FIK UI, 2013