asuhan keperawatan parotitis acc

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30- 40 % kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibanding dengan morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara klinis (Warta medika,2009). Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, 1

Upload: daniamadaniyah

Post on 05-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Asuhan Keperawatan Parotitis Acc

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya

merupakan infeksi asimptomatik.  Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA

untai tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang

15000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily

Paramyxsovirinae dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008).

Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan

mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada

orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada

umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibanding

dengan morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika

cenderung tidak jelas secara klinis (Warta medika,2009).

Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi

walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa:

Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis,

mastitis, dan ketulian.

Insidensi parotitis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000.

Meningitis yang terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi atau

komplikasi dari parotitis Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus.

Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur kurang dari 20 tahun.

Angka rata-tata kematian akibat parotitis Meningoencephalitis adalah 2%.

Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis

opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central

retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya

unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat

permanen.

1

Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan

berbagai komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya

kematian. Maka disebabkan hal tersebut, melalui makalah ini kami

memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan dan tata cara

pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian penyakit

tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni mampu

melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis dengan

tepat dan benar.

 1.2  Rumusan Masalah

1.2.1   Bagaimanakah konsep dari gangguan saliva parotitis?

1.2.2   Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

saliva parotitis?

1.3  Tujuan

1.3.1  Tujuan Umum

Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

gangguan saliva parotitis.

1.3.2  Tujuan Khusus

1. Dapat mengetahui definisi dari Parotitis.

2. Dapat mengetahui etiologi dari parotitis.

3. Dapat mengetahui Manifestasi klinis dari Parotitis.

4. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari parotitis.

5. Dapat merumuskan pengkajian sampai dengan intervensi dan

WOC dari Parotitis.

6. Dapat merumuskan Asuhan Keperawatan dari Parotitis.

2

1.4  Manfaat

1.4.1 Untuk Teoritis:

Memberikan informasi ilmu pengetahuan tentang perjalanan

penyakit infeksi parotitis.

1.4.2   Untuk Praktis:

Memberikan informasi tentang parotitis agar perawat dapat

memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara tepat dan

optimal.

 

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Kelenjar Saliva

Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar

saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari

kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis

(Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981).

Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara

bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus

mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung

zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis

shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi

anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus

otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2

permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995).

Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua

setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula.

Saluran submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang

terdapat pada satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini

dapat dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang

keluar (Rensburg, Moore dan Agur, 1995).

Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak

paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape),

terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-

masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk

4

membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar

frenulum lingualis (Moore dan Agur, 1995).

Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis,

kelenjar labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar

lingualis terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok.

Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat

dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan

kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan

dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat

murni mukus (Rensburg, 1995).

Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar

ini bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus,

terletak pada palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari

palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama

dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan

glossopalatinal (Rensburg, 1995)

 2.2   Definisi Parotitis

Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit

menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang

menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang

sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi

bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat

timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang

anak-anak  dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).(Warta

Medika,2009)

Parotitis  ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar

ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus).  Gejala khas yaitu

pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis.  Pada saluran 5

kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran

dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang

testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan

organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau

tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau

mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid

dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh (Sumarmo,2008)

Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat

ditularkan melalui:

1. Kontak langsung

2. Percikan ludah (droplet)

3. Muntahan

4. Bisa pula melalui air kencing

Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-

40%  penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka

dapat menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang

nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari

dengan rata-rata 17-18 hari.

2.3 Epidemiologi

Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara

endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak 

dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). Penyebaran virus terjadi

dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan

urin. Bayi sampai umur 6 – 8 bulan tidak dapat terjangkit parotits

epidemika karena dilindungi oleh anti bodi yang dialirkan secara

transplasental dari ibunya.3 Insiden tertinggi pada umur antara 5 sampai 9

6

tahun, kemudian diikuti antara umur 1 sampai 4 tahun, kemudian umur

antara 10 sampai 14 tahun.

 2.4 Etiologi Parotitis

Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok

paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza,

measles, dan virus newcastle disease.  Ukuran dari partikel paramyxovirus

sebesar 90 – 300 mµ.  Virus telah diisolasi dari ludah, cairan

serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps

merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily

Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai

2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein.

Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu :

antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid

dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan.

Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat

bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan.  Paramyxovirus dapat hancur

pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet

selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau

mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian

menyebar ke kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25

hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi

yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal,

jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus

choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini

adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin,

otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari

sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan

7

pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan

kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang

(Sumarmo,2008)

 

2.5  Klasifikasi Parotitis

a. Parotitis Kambuhan

Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia

antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti

sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.

b. Parotitis Akut

Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan

dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat

pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan

penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum

lama dan adanya gangguan dehidrasi.

2.6  Manifestasi Klinis Parotitis

Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami

keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda

sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita

lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan

penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar

12-24 hari dengan rata-rata 17-18  hari. Adapun tanda dan gejala yang

timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat

digambarkan sebagai berikut :

8

1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala:

demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot,

kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat

mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka

mulut).

2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)

yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian

kedua kelenjar mengalami pembengkakan.

3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian

berangsur mengempis.

4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang

(submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria

dewasa adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena

penyebaran melalui aliran darah.

2.7  Patofisiologi Parotitis

Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab

parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:

1. Percikan ludah

2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain

3. Muntahan

4. urine

Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya

kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus

mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM

dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens.

Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi

9

proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia

(ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di

jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid.

Keadaan ini disebut parotitis.

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi

demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). 

Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang

mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan

sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler

dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang

terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.

2.8 Komplikasi klinis

Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi

fasial, obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris

interna, dan disfungsi nervus fasialis. Gondongan telah dilaporkan

menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis, miokarditis,

perikarditis, arthritis, dan nefritis.

Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa

penyulit,  tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2

minggu. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus

dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi

terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.

Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau

pengobatan yang  kurang dini menurut Nelson (2000) :

1. Meningoensepalitis

Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang

kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang

10

tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang

sering pada anak-anak.

2. Ketulian

Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun

insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli

saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau

permanen.

3. Orkitis

Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis

yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis

yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah

puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri

perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.  Testis paling

sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis.  Bila testis terkena

infeksi maka terdapat perdarahan kecil.  Orkitis biasanya menyertai

parotitis dalam 8 hari setelah parotitis.  Keadaan ini dapat berlangsung

dalam 3 – 14 hari. Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak dan

kulit sekitarnya bengkak dan merah.  Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar

30-40% testis yang terkena menjadi atrofi.  Gangguan fertilitas

diperkirakan sekitar 13%.  Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.

4. Ensefalitis atau Meningitis

Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku

kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami

meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000

penderita yang mengalami ensefalitis cenderung mengalami kerusakan

11

otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot

wajah.

5. Ooforitis

Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada

penderita wanita pasca pubertas

6. Pankreatitis

Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama.

Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini

akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh

total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada

parotitis.  Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing,

mual, muntah, demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda

adanya pankreatitis akibat mumps. 

7. Nefritis

Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan

viruria terdeteksi pada 75%.  Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-

anak belum diketahui.  Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari

sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat

sembuh sempurna  tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.

8. Tiroiditis

Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat

terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan

perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita.

9. Miokarditis

12

Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi

ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.

Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.

Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis  seperti depresi segmen

S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan

takikardi, pembesaran jantung dan bising sistolik.

10. Artritis

Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan

pembengkakan dan kemerahan parotitis adalah poliarteritis yang

sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-2minggu setelah

berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar

khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan

sembuh sempurna.

11. Kelainan pada mata

Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,

biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis)

dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai

kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 10–20 hari;

uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata,

kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; 

skleritis, tenonitis, dengan akibat eksoftalmus; trombosis vena sentral.

2.9 Penatalaksanaan Parotitis

Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang

sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada

terapi spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan

parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.

13

Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog

seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena

mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan

oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi,

maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.

Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:

1.  Penderita rawat jalan

Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan

umum cukup baik).

a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.

b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup

c. Kompres panas dingin bergantian

d. Medikamentosa

Analgetik-antipiretik bila perlu

-   metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari

-   parasetamol  : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

-   hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin

berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka

namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum

tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai

“salicylate“ atau “acetylsalicylic acid“.

2.  Penderita rawat inap

Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala

hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi

a.  Diet lunak, cair dan TKTP

b.  Analgetik-antipiretik

14

c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi

        3.  Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi

a.  Encephalitis

Simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk

mengurangi sakit kepala.

b.  Orkhitis

-  istrahat yang cukup

- pemberian analgetik

- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral,

selama 2-4 hari

c.  Pankreatitis dan ooporitis

Simptomatik saja

2.10 Pencegahan

Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi

pasif dan imunisasi aktif.

1. Pasif

Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau

mengurangi komplikasi.

2. Aktif 

Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis

epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck,

sharp and dohme) atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan

(Ngastiyah, 2007).  Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi

lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. 

15

Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin

campak dan rubella (MMR yakni vaksin Mumps, Morbili, Rubella).

Pemberian vaksinasi dengan virus “mumps”, sangat efektif dalam

menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi “mumps” pada

individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan

proteksi 15 sampai 95 %.  Proteksi yang baik sekurang-kurangnya

selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili,

rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan

serentak.

Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi

maternal; Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen

vaksin;  demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan;

limfoma;  sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti

metabolit; sedang mendapat radiasi.

Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan

setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan

vaksin “Mumps” dalam situasi ini

2.11 Pemeriksaan Diagnostik

a.  Darah rutin

Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya

leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun.

Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan

limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis

polimorfonuklear tingkat sedang.

b.  Amilase serum

Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan

pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang

16

lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L

darah.

c.  Pemeriksaan serologis

Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk

menunjukan adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:

1.      Hemaglutination inhibition (HI) test

Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset

cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga.  Jika

perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka

kemungkinannya  parotitis.

2.     Neutralization (NT) test

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk

biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah

terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya

hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika.  Uji

netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya

untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.

3. Complement – Fixation (CF) test

Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan

jumlah respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi

diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap

antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap

selama 6 bulan berikutnya dan kemudian  menurun secara lambat 2

tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. 

Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun

menunjukan infeksi yang baru terjadi.  Antibodi terhadap antigen S

timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu

setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.

17

d.  Pemeriksaan Virologi

Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus

dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor

serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat

hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak

ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

2.12 Diagnosa keperawatan

1. Defisit  volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat dan output cair  yang berlebih ( mual dan

muntah).

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan

penurunan intake asupan gizi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi.

2.13 Intervensi Keperawatan

1. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih(mual dan

muntah).

-  Tujuan :

Mencegah output yang berlebih dan mengoptimalkan intake cair.

Kriteria Hasil :

Mempertahankan volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh mukosa

18

bibir lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler berwarna merah muda,

input dan output seimbang.

-  Intervensi :

Intervensi Rasional

1.  Penuhi kebutuhan individual.

Anjurkan klien untuk minum

(Dewasa : 40-60 cc/kg/jam).

1. Berikan cairan tambahan IV sesuai

indikasi.

1. Awasi tanda-tanda vital, evaluasi

turgor kulit, pengisian kapiler dan

membran mukosa.

1. Kolaborasi pemberian cimetidine

dan ranitidine

1. Intake cairan yang adekuat akan

mengurangi resiko dehidrasi

pasien.

2. Mengganti kehilangan cairan

dan memperbaiki

keseimbangan cairan dalam

fase segera.

1. Menunjukkan status

dehidrasi atau kemungkinan

kebutuhan untuk

peningkatan penggantian

cairan.

2. Cimetidine dan ranitidine

berfungsi untuk

menghambat sekresi asam

lambung

1. Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh 

berhubungan dengan

penurunan intake asupan

gizi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan

penurunan intake asupan gizi.

Tujuan :

Gangguan nutrisi teratasi

Kriteria Hasil :

1. Antoprometri: Berat badan, lingkar lengan atas kembali normal.

2. Albumin,hemoglobin normal.

3. Klinis : terlihat segar.

19

4. Porsi makan habis.

Intervensi :

Intervensi Rasional

1.  Reduksi stress dan

farmakoterapi seperti

cytoprotective agent,

penghambat pompa proton,

anatasida.

1. Koloborasi transfusi albumin.

1. Konsul dengan ahli diet untuk

menentukan kalori / kebutuhan

nutrisi .

3 Tambahan vitamin seperti B12.

3 Batasi makanan yang

menyebabkan peningkatan asam

lambung berlebih, dorong klien

untuk menyatakan perasaan

masalah tentang makan diet.

3 Berikan nutrisi melalui IV sesuai

indikasi.

 

1.  Stress menyebabkan peningkatan

produksi asam lambung, untuk

klien dengan gastritis

penggunaan penghambat pompa

proton membantu untuk

mengurangi asam lambung

dengan cara menutup pompa

asam dalam sel lambung

penghasil asam. Kemudian untuk

penggunaan cytoprotective agent

membantu untuk melindungi

jaringan  yang melapisi lambung 

dan usus kecil. pada klien dengan

gastritis antasida berfungsi untuk

menetralisir asam lambung dan

dapat mengurangi rasa sakit.

2. Dengan tranfusi albumin

diharapkan kadar albumin dalam

darah kembali normal sehingga

kebutuhan nutrisi kembali

normal.

3. Pemasukan individu dapat

dikalkulasikan dengan berbagai

perhitungan yang berbeda, perlu

bantuan dalam perencanaan diet

yang memenuhi kebutuhan

nutrisi.

20

4. Mencegah terjadinya anemia.

5. Keragu-raguan untuk makan

mungkin diakibatkan oleh takut

makanan yang menyebabkan

terjadinya gejala.

3. Program ini mengistirahatkan

saluran pencernaan sementara ,

dan memenuhi nutrisi sangat

penting dan dibutuhkan.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan :

Intoleransi aktifitas teratasi.

Kriteria Hasil

Klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.

Intervensi Rasional

1. Tingkatkan tirah baring atau

duduk dan berikan obat sesuai

dengan indikasi.

2. Berikan lingkungan yang tenang

dan nyaman.

3. Ajarkan klien metode

penghematan energy untuk

aktivitas (lebih baik duduk

daripada berdiri saat melakukan

aktivitas)

1.  Tirah baring dapat

meningkatkan stamina tubuh

pasien sehinggga pasien dapat

beraktivitas kembali.

2.  Lingkungan yang nyaman dan

tenang dapat mendukung pola

istirahat pasien.

3. Klien dapat beraktivitas secara

bertahap sehingga tidak terjadi

kelemahan.

4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi.

21

Tujuan :

Informasi tepat dan efektif.

Kriteria Hasil :

Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala,

perawatan, pencegahan dan pengobatan.

Intervensi Rasional

1. Beri pendidikan kesehatan

(penyuluhan) tentang penyakit,

beri kesempatan klien atau

keluarga untuk bertanya, beritahu

tentang pentingnya obat-obatan

untuk kesembuhan klien.

1. Evaluasi tingkat pengetahuan

pasien.

2. Memberikan pengetahuan dasar

dimana klien dapat membuat

pilihan informasi tentang kontrol

masalah kesehatan. Keterlibatan

orang lain yang telah menerima

masalah yang sama dapat

meningkatkan koping , dapat

meningkatkan terapi dan proses

penyembuhan.

1. Pengkajian / evaluasi secara

periodik meningkatkan

pengenalan / pencegahan dini

terhadap komplikasi seperti

ulkus peptik dan pendarahan

pada lambung

 

22

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:

An.B jenis kelamin perempuan berusia 9 tahun datang ke rumah sakit dengan

keluhan demam, nyeri pada daerah bawah telinga dan pipi kiri, dan nyeri otot

sejak seminggu yang lalu. Sulit menelan dan kaku rahang. An.B juga mengatakan

bahwa teman sebangkunya menderita penyakit yang sama.

3.1 Pengkajian :

Identitas :

Nama                                     : An. B

Umur                                     : 9 tahun

Suku/Bangsa                          : Jawa / Indonesia

Agama                                   : Islam

Pendidikan                            : Pelajar

Alamat                                   : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya

Penanggung jawab biaya       : Ibu D

23

Alamat                                   : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya

Keluhan Utama:

Demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, dan sulit menelan

Riwayat Penyakit Sekarang:

An. B sejak seminggu lalu mengalami demam dan merasakan nyeri pada

belakang telinga dan pipi kiri. Beberapa hari kemudian timbul bengkak

dan kemerahan di sekitar daerah nyeri dan bengkak menyebar ke daerah

pipi kanan. An. B menjadi sukar menelan dan nafsu makan  menurun. BB

awal adalah 30kg, kemudian saat ini turun menjadi 28kg. Sudah 3 hari

tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah akibat penyakit ini.

Riwayat Penyakit Dahulu:

An.B sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala yang

sama. Tidak punya riwayat penyakit menular, dan tidak punya riwayat

alergi. Belum pernah di imunisasi MMR (Mumps, Morbili, Rubela)

Riwayat Penyakit Keluarga

Semua anggota keluarga An.B dahulu sudah pernah mengalami gejala

yang sama dengan An.B. Kemungkinan tertular teman sebangku.

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda Vital:

Suhu: 38 C

Nadi: 108 x/menit

RR: 20 x/menit

Tensi: -

Keadaran: Compos Mentis

B1 (breathing)     : Normal

B2 (blood)           : kelemahan fisik dan takikardi

B3 (brain)           : An. B compos mentis, mengalami kecemasan dan terus

menerus gelisah akibat manifestasi klinis dari parotitis, sakit

kepala dan kaku leher

B4 (bladder)        : normal

24

B5 (bowel)           : porsi makan menurun

B6 (bone)             : kelemahan otot, malaise

Pemeriksaan Penunjang

Pada An.B telah dilakukan pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia, kadar

leukosit < 4 x 109/L darah. Dan di lakukan Pemeriksaan kadar amilase dalam

serum, terbukti kadar amilase naik >137 U/L darah.

Analisis Data

NO Data Etiologi Masalah Keerawatan

1` Data subjektif :

Sulit menelan, bengkak,

nafsu makan menurun.

Data objektif :

-BB turun menjadi 28kg

dari BB semula yang 30kg.

Parotitis

Sulit menelan

 

Intake menurun

Nutrisi kurang dari

kebutuhan

Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

2 Data subjektif :

Sulit tidur, tertutup dan

tidak mau membuka diri

karena ada pembengkakan

ada kalenjar parotis.

Data objektif :

 Parotitis

 Pembengkakan pada

kelenjar parotid dan

Sakit kepala

 

Nyeri

 

 Perasaan tidak aman dan

nyaman

Gangguan rasa aman dan

nyaman

 

3 Data subjektif :

Nyeri kepala hebat,yang

kemudian disusul oleh

muntah-muntah, gelisah

dan suhu tubuh yang tinggi

Parotitis

 Tidak tertangani

 

penyebaran virus ke

Resiko komplikasi

25

Data objektif :

-adanya ST deresi

-suhu tubuh meningkat 38c

-ditemukannya virus di

organ lain

organ lain

 

 

risiko komplikasi

3.2 Diagnosa dan intervensi Keperawatan

a. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien adekuat akibat kondisi

infeksi

Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang

diharapkan

Kriteria hasil: Berat badan kembali ke rentang normal

No Intervensi Rasional

1 Berikan makan lembut sedikit demi sedikit

dan makanan kecil tambahan yang tepat.

Menghindari makanan asam

Makanan yang keras tidak

mampu dikunyah oleh pasien

parotitis. Makanan asam

menmbah rasa tidak nyaman

pada pasien parotitis.

2 Berikan diet cair atau makanan selang

/hiperalimentasi bila diperlukan

Bila masukan kalori gagal

untuk memenuhi kebutuhan

metabolic, dukungan nutrisi

dapat digunakan untuk

mencegah malnutrisi

3 Berikan minum yang sedikit-sedikit tetapi

sering

Membasahi selaput lendir

mulut yang kurang basah

karena jarang digunakan

b. Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan

manifestasi klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan

Tujuan: pasien dapat merasakan kembali rasa aman dan nyaman seiring dengan

proses penyembuhan.

26

Kriteria Hasil: Pasien ikut serta dan bekrjasama dalam proses mengembalikan

rasa aman dan nyaman

No Intervensi Rasional

1. Istirahat selama periode demam Pada perode demam,

metabolism tubuh tinggi

sehingga istirahat dapat

Mengurangi metabolism tubuh

dan mempercepat kesembuhan

klien

2. Kompres dingin pada daerah bengkak Karena terjadi infeksi, suhu di

sekitar lokasi pembengkakan

mengalami peningkatan 

Dengan kompres dingin

diharapkan suhu dapat turun

dan mengurangi pembengkakan

c. Diagnosa keperawatan : Resiko komplikasi berhubungan dengan

pembengkakan kelenjar parotis

Tujuan : menghilangkan factor resiko komplikasi

Kriteria hasil : komplikasi tidak terjadi

No Intervensi Rasional

1 Mengurangi terjadinya komplikasi dengan

pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama

2-4 hari dan globulin

Kortikosteroid dapat menekan

pertumbuhan mikroba dan

Globulin mencegah terjadinya

orkitis

2 Pantau jantung dengan pemasangan EKG Mencegah resiko terjadi

komplikasi ke otot jantung

 

27

BAB 4

P E N U T U P

 

4.1 Simpulan

Pembengkakan akut pada kelenjar saliva dapat berupa parotitis dan

sialadenitis. Penyakit parotitis yang lebih dikenal dengan sebutan gondongan

(mumps) merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi

oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis)

di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada

leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa

pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar

ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan

saluran. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak  dibawah usia

15 tahun (sekitar 85% kasus). Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien

yang mendapat perawatan dari operasi abdomen, tetapi sekarang kasus ini

28

telah jarang terlihat, hanya kadang-kadang terlihat pada parotitis kronis

rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.

4.2 Saran

Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini 

sehingga harus sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes

laboratorium, disusul pada pemberian antibiotik, penambahan volume cairan

dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan operasi.

29